• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Model Ceramah Pada Penyuluhan Kesehatan Gigi Dan Mulut Oleh Kader Kepada Ibu-Ibu Pengunjung Posyandu Agar Menjaga Kesehatan Gigi Anak Balitanya Di Kecamatan Medan Amplas Medan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengembangan Model Ceramah Pada Penyuluhan Kesehatan Gigi Dan Mulut Oleh Kader Kepada Ibu-Ibu Pengunjung Posyandu Agar Menjaga Kesehatan Gigi Anak Balitanya Di Kecamatan Medan Amplas Medan Tahun 2012"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MODEL CERAMAH PADA PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT OLEH KADER KEPADA IBU-IBU PENGUNJUNG

POSYANDU AGAR MENJAGA KESEHATAN GIGI ANAK BALITANYA DI KECAMATAN MEDAN

AMPLAS MEDAN TAHUN 2012

T E S I S

Oleh :

SINTA RIANA DEWI 107032019/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

(2)

PENGEMBANGAN MODEL CERAMAH PADA PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT OLEH KADER KEPADA IBU-IBU PENGUNJUNG

POSYANDU AGAR MENJAGA KESEHATAN GIGI ANAK BALITANYA DI KECAMATAN MEDAN

AMPLAS MEDAN TAHUN 2012

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SINTA RIANA DEWI 107032019/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGEMBANGAN MODEL CERAMAH PADA PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT OLEH KADER KEPADA IBU-IBU PENGUNJUNG POSYANDU AGAR MENJAGA KESEHATAN GIGI ANAK BALITANYA DI KECAMATAN MEDAN AMPLAS MEDAN TAHUN 2012

Nama Mahasiswa : Sinta Rianadewi Nomor Induk Mahasiswa : 107032019

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Lina Natamiharja, drg, S.K.M

Ketua

) (dr. Fauzi, S.K.M

Anggota

)

Dekan

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 24 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Lina Natamiharja, drg, S.K.M : 1. dr. Fauzi, S.K.M

(5)

PERNYATAAN

PENGEMBANGAN MODEL CERAMAH PADA PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT OLEH KADER KEPADA IBU-IBU PENGUNJUNG

POSYANDU AGAR MENJAGA KESEHATAN GIGI ANAK BALITANYA DI KECAMATAN MEDAN

AMPLAS MEDAN TAHUN 2012

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2012

(6)

ABSTRAK

Adanya keterbatasan petugas kesehatan yang mempunyai fungsi rangkap dalam melakukan tugasnya di puskesmas menyebabkan perlunya partisipasi para kader posyandu untuk melakukan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut kepada ibu balita .

Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut sebaiknya dilakukan sedini mungkin yaitu dimulai dari balita oleh ibu balita, untuk itu diperlukan suatu metode penyuluhan yang tepat agar ibu balita mengetahui tentang kesehatan gigi dan mulut.

Tujuan penelitian ini untuk membandingkan efektivitas penyuluhan kesehatan gigi dan mulut oleh kader kepada ibu balita pengunjung posyandu antara metode ceramah dan metode pengembangan . Jenis penelitian adalah eksperimental, dengan rancangan pre and post test kontrol group, yakni dengan melakukan observasi awal sebelum diberikan perlakuan dan observasi setelah diberikan perlakuan, pada kelompok I penyuluhan dengan metode ceramah dan kelompok II penyuluhan dengan metode demonstrasi dan simulasi. Populasi terdiri atas kader, ibu balita pengunjung posyandu dan anak balita. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif sampling, analisis data dilakukan dengan memakai uji-t test.

Hasil penelitian menunjukkan skor pengetahuan kader sesudah penyuluhan ada peningkatan dibandingkan dengan skor sebelum penyuluhan yaitu metode ceramah sebesar 21 ± 4,18 dan pengembangan 26 ± 4,18. Secara statistik dengan uji t-test tidak ada perbedaan yang bermakna (p> 0,05). Skor pengetahuan ibu balita setelah penyuluhan ada peningkatan dibandingkan dengan skor sebelum penyuluhan yaitu metode ceramah sebesar 18,43 ± 4.96 dan pengembangan 33,00 ± 5,03 secara statistik dengan uji t-test ada perbedaan yang bermakna (p< 0,05). Skor plak anak balita seminggu setelah penyuluhan ada penurunan dibandingkan dengan sebelum penyuluhan, dengan metode ceramah sebesar 0,80 ± 0,43 dan pengembangan 1,15 ± 0,46 secara statistik dengan uji t-test ada perbedaan yang bermakna (p< 0,05). Kesimpulan, metode pengembangan yang disertai dengan demonstrasi dan simulasi lebih baik daripada metode ceramah untuk meningkatkan pengetahuan ibu balita dan menurunkan skor plak anak balita.

Saran kepada Dinas Kesehatan Kota Medan untuk membuat program dan menyiapkan alat peraga untuk pelatihan bagi kader. Dan kepada puskesmas agar melatih tenaga petugas dan kader dengan metode pengembangan yaitu ceramah yang disertai dengan demonstrasi dan simulasi.

(7)

ABSTRACT

Since the health workers with double function have limitation in performing their duty at Puskesmas (Community Health Center), participation of the cadres of Posyandu (Integrated Service Post) is needed to provide an extension on dental and oral health to the mothers of children under five years old.

The extension on dental and oral health is better to be done as early as possible, for example, commencing from the children who are under five years old through their mothers. For this purpose, a method to provide extension to the mothers of children under five years old is needed that the mothers know about dental and oral health.

The purpose of this experimental study with pre and posttest control group design was to compare the effectiveness of dental and oral health extensions provided by the cadres to the mothers of the children under five years old between the lecture method and the development method. Initial observation was done before the treatment was given. The next observation was done after Group I was provided an extension through the lecture method, and Group II was provided an extension through the method of development and simulation. The population for this study was consisted of the cadres, children under five years old, and the mother of children under five years old who visited the Posyandu. The samples for this study were selected through purposive sampling technique and data were analyzed with t-test.

The result of this study showed that the score of cadres knowledge were increased compared to the score before the extension namely 21 ± 4,18 after the extension through lecture method, and 26 ± 4,18 after the extension through the method of development. Statistically, the result of t-test did not show any significant differences (p > 0.05). The score of the knowledge of the mother of children under five years old increased compared to the score before the extension namely 18,43 ± 4.96 after the extension through lecture method, and 33,00 ± 5,03 after the extension through the method of development. Statistically, the result of t-test showed a significant difference ( p< 0,05). The score of the plaque of the children under five years old a week after the extension provided decreased compared to the score before the extension namely 0,80 ± 0,43 after the extension through lecture method, and 1,15 ± 0,46 after the extension through the method of development. Statistically, the result of t-test showed a significant difference ( p< 0,05). The conclusion drawn is that the use of the method of development accompanied by demonstration and simulation is better than the use of the lecture method to improve the knowledge of the mother of children under five years old and to minimize the score of the plaque of the children under five years old.

The Head of Medan Municipality Health Service is suggested to make a program and prepare the visual/ teaching aids to be used in the trainings for the cadres. The management of Puskesmas is suggested to train the health workers and cadres through the method of development, namely a lecture accompanied by demonstration and simulation.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala karunia dan nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Pengembangan Model Ceramah Pada Penyuluhan Kesehatan Gigi Dan Mulut Oleh Kader Kepada Ibu-Ibu Pengunjung Posyandu Agar Menjaga Kesehatan Gigi Anak Balitanya Di Kecamatan Medan Amplas Medan Tahun 2012.”

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa bantuan, dukungan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

5. dr. Surya Dharma, M.P.H selaku penguji I dan Drg. Adriana Hamsar, M.Kes selaku penguji II yang telah bersedia untuk memberikan masukan dan saran demi menyempurnakan tesis ini.

6. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan Propinsi Sumatera Utara 7. Kepala Puskesmas Amplas dan Kader Posyandu Kec. Medan Amplas

8. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

9. Teristimewa buat kedua orang tua yaitu Ayahanda Terbit Ginting dan Ibunda H. Hormat Br. Barus dan suami saya Ingan Pulung Barus, ST dan anak saya Ian Imanuel Barus, yang penuh pengertian dan kesabaran, dan senantiasa berdo’a sehingga memotivasi penulis dalam menyelesaikan pendidikan.

10.Seluruh rekan-rekan mahasiswa di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan moril dan materil dalam proses penulisan tesis ini hingga selesai.

(10)

mengucapkan terimakasih, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2012 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Sinta Rianadewi, dilahirkan di Medan tanggal 30 Juni 1966 dari pasangan Terbit Ginting dan H. Hormat br. Barus anak ketiga dari empat bersaudara Kristen Protestan. Telah menikah dengan Ingan Pulung Barus, ST dan mempunyai seorang anak bernama Ian Imanuel Barus, sekarang menetap di Jl. Tritura No. 21 Medan.

Pendidikan dimulai dari SD Negeri 060907 Medan selesai tahun 1979, kemudian melanjutkan pendidikan SLTP Negeri 2 Medan selesai tahun 1982, selanjutnya melanjutkan pendidikan SMA Negeri 2 Medan selesai tahun 1985, kemudian melanjutkan ke Perguruan Tinggi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara selesai tahun 1993.

(12)

DAFTAR ISI

2.2.1. Program dan Langkah-langkah Penyuluhan ... 14

(13)

2.7 Kerangka Konsep ... 29

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.6 Metode Pengukuran ... 33

4.3. Rata-rata Pengetahuan Kader sebelum dan sesudah Penyuluhan Metode Ceramah dan Metode Pengembangan ... 41

4.4. Rata-rata Pengetahuan Ibu Balita sebelum dan sesudah Penyuluhan Metode Ceramah dan Metode Pengembangan ... 41

4.5. Rata-rata Skor Plak Anak Balita sebelum dan seminggu sesudah Penyuluhan Metode Ceramah dan Metode Pengembangan ... 42

4.6. Selisih Rata-rata Pengetahuan Kader sebelum dan sesudah Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Metode Pengembangan ... 43

4.7. Selisih Rata-rata Pengetahuan Ibu Balita sebelum dan sesudah Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Metode Pengembangan ... 43

4.8. Selisih Rata-rata Skor Indeks Plak Anak Balita sebelum dan seminggu setelah Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Metode Pengembangan ... 44

BAB 5. PEMBAHASAN ... 45

5.1. Pengetahuan Kader... 45

(14)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 49

6.1. Kesimpulan ... 49

6.2. Saran... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 2.1. Cara Pemberian Skor untuk Indeks Plak (Silnee and Löe) ... 25

4.1. Distribusi Karakteriktik Responden Kader ... 40

4.2. Distribusi Karakteristik Responden Ibu Balita Pengunjung Posyandu ... 40

4.3. Rata-rata Pengetahuan Kader sebelum dan sesudah Penyuluhan dengan

Metode Ceramah dan Metode Pengembangan ... 41

4.4 Rata-rata Pengetahuan Ibu Balita sebelum dan sesudah Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Metode Pengembangan ... 42

4.5 Rata-rata Skor Plak Anak Balita sebelum dan seminggu setelah Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Metode Pengembangan ... 42

4.6 Selisih Rata-rata Pengetahuan Kader sebelum dan sesudah Penyuluhan

dengan Metode Ceramah dan Metode Pengembangan ... 43

4.7 Selisih Rata-rata Pengetahuan Ibu Balita sebelum dan sesudah Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Metode Pengembangan ... 43

4.8 Selisih Rata-rata Skor Indeks plak Anak Balita sebelum dan seminggu

(16)

DAFTAR GAMBAR

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Kuesioner Penelitian ... 54

2. Output Komputer ... 65

(18)

ABSTRAK

Adanya keterbatasan petugas kesehatan yang mempunyai fungsi rangkap dalam melakukan tugasnya di puskesmas menyebabkan perlunya partisipasi para kader posyandu untuk melakukan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut kepada ibu balita .

Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut sebaiknya dilakukan sedini mungkin yaitu dimulai dari balita oleh ibu balita, untuk itu diperlukan suatu metode penyuluhan yang tepat agar ibu balita mengetahui tentang kesehatan gigi dan mulut.

Tujuan penelitian ini untuk membandingkan efektivitas penyuluhan kesehatan gigi dan mulut oleh kader kepada ibu balita pengunjung posyandu antara metode ceramah dan metode pengembangan . Jenis penelitian adalah eksperimental, dengan rancangan pre and post test kontrol group, yakni dengan melakukan observasi awal sebelum diberikan perlakuan dan observasi setelah diberikan perlakuan, pada kelompok I penyuluhan dengan metode ceramah dan kelompok II penyuluhan dengan metode demonstrasi dan simulasi. Populasi terdiri atas kader, ibu balita pengunjung posyandu dan anak balita. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif sampling, analisis data dilakukan dengan memakai uji-t test.

Hasil penelitian menunjukkan skor pengetahuan kader sesudah penyuluhan ada peningkatan dibandingkan dengan skor sebelum penyuluhan yaitu metode ceramah sebesar 21 ± 4,18 dan pengembangan 26 ± 4,18. Secara statistik dengan uji t-test tidak ada perbedaan yang bermakna (p> 0,05). Skor pengetahuan ibu balita setelah penyuluhan ada peningkatan dibandingkan dengan skor sebelum penyuluhan yaitu metode ceramah sebesar 18,43 ± 4.96 dan pengembangan 33,00 ± 5,03 secara statistik dengan uji t-test ada perbedaan yang bermakna (p< 0,05). Skor plak anak balita seminggu setelah penyuluhan ada penurunan dibandingkan dengan sebelum penyuluhan, dengan metode ceramah sebesar 0,80 ± 0,43 dan pengembangan 1,15 ± 0,46 secara statistik dengan uji t-test ada perbedaan yang bermakna (p< 0,05). Kesimpulan, metode pengembangan yang disertai dengan demonstrasi dan simulasi lebih baik daripada metode ceramah untuk meningkatkan pengetahuan ibu balita dan menurunkan skor plak anak balita.

Saran kepada Dinas Kesehatan Kota Medan untuk membuat program dan menyiapkan alat peraga untuk pelatihan bagi kader. Dan kepada puskesmas agar melatih tenaga petugas dan kader dengan metode pengembangan yaitu ceramah yang disertai dengan demonstrasi dan simulasi.

(19)

ABSTRACT

Since the health workers with double function have limitation in performing their duty at Puskesmas (Community Health Center), participation of the cadres of Posyandu (Integrated Service Post) is needed to provide an extension on dental and oral health to the mothers of children under five years old.

The extension on dental and oral health is better to be done as early as possible, for example, commencing from the children who are under five years old through their mothers. For this purpose, a method to provide extension to the mothers of children under five years old is needed that the mothers know about dental and oral health.

The purpose of this experimental study with pre and posttest control group design was to compare the effectiveness of dental and oral health extensions provided by the cadres to the mothers of the children under five years old between the lecture method and the development method. Initial observation was done before the treatment was given. The next observation was done after Group I was provided an extension through the lecture method, and Group II was provided an extension through the method of development and simulation. The population for this study was consisted of the cadres, children under five years old, and the mother of children under five years old who visited the Posyandu. The samples for this study were selected through purposive sampling technique and data were analyzed with t-test.

The result of this study showed that the score of cadres knowledge were increased compared to the score before the extension namely 21 ± 4,18 after the extension through lecture method, and 26 ± 4,18 after the extension through the method of development. Statistically, the result of t-test did not show any significant differences (p > 0.05). The score of the knowledge of the mother of children under five years old increased compared to the score before the extension namely 18,43 ± 4.96 after the extension through lecture method, and 33,00 ± 5,03 after the extension through the method of development. Statistically, the result of t-test showed a significant difference ( p< 0,05). The score of the plaque of the children under five years old a week after the extension provided decreased compared to the score before the extension namely 0,80 ± 0,43 after the extension through lecture method, and 1,15 ± 0,46 after the extension through the method of development. Statistically, the result of t-test showed a significant difference ( p< 0,05). The conclusion drawn is that the use of the method of development accompanied by demonstration and simulation is better than the use of the lecture method to improve the knowledge of the mother of children under five years old and to minimize the score of the plaque of the children under five years old.

The Head of Medan Municipality Health Service is suggested to make a program and prepare the visual/ teaching aids to be used in the trainings for the cadres. The management of Puskesmas is suggested to train the health workers and cadres through the method of development, namely a lecture accompanied by demonstration and simulation.

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan dalam kelangsungan hidup manusia, demikian juga halnya dengan kesehatan gigi dan mulut. Apabila kesehatan gigi ini diabaikan tentu akan menimbulkan masalah terutama yang erat hubungannya dengan kesehatan umum. Menurunnya kesehatan gigi dan mulut dapat mengakibatkan terganggunya fungsi pengunyahan yang disebabkan kurang berfungsinya gigi. Oleh karena itu, perlu pengetahuan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang baik dan benar.

Pemerintah berusaha meningkatkan derajat kesehatan yang optimal dengan menyelenggarakan berbagai upaya kesehatan, salah satunya dengan membentuk puskesmas yang tidak hanya melibatkan petugas pelayanan kesehatan, tetapi juga melibatkan peran serta masyarakat. Puskesmas merupakan suatu unit organisasi pelayanan kesehatan masyarakat terdepan yang mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu di wilayah kerjanya.

(21)

kesehatan yang terus menerus kepada masyarakat dan terarah, meningkatkan mutu pelayanan yang diharapkan mempunyai dampak terhadap penurunan angka kematian bayi dan balita, penurunan penyakit yang jumlahnya terbanyak, meningkatkan status gizi masyarakat.

Keberhasilan pembangunan kesehatan Indonesia tidak terlepas dari partisipasi aktif masyarakat. Salah satu peran aktif masyarakat dan swasta dalam penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat strata pertama diwujudkan melalui berbagai upaya yang dimulai dari diri sendiri, keluarga sampai dengan upaya kesehatan yang bersumber masyarakat (UKBM). Upaya kesehatan yang bersumber

masyarakat ini telah dikembangkan, salah satunya adalah posyandu (Depkes RI, 2004).

(22)

Tujuan Posyandu :

a. Meningkatkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB).

b. Meningkatkan peran lintas sektor dalam penyelenggaraan Posyandu, terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.

c. Meningkatnya cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan AKI dan AKB.

Sasaran posyandu adalah seluruh masyarakat/keluarga, utamanya adalah bayi baru lahir, bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas, dan pasangan usia subur (PUS).

Pelaksana posyandu adalah kader yang difasilitasi petugas kesehatan, pada pelaksanaan kegiatan di posyandu, kader merupakan penggerak utama kelancaran jalannya kegiatan ini. Kader perlu mendapat bekal pengetahuan dan ketrampilan yang benar dalam melakukan penimbangan, pelayanan seperti memberikan kapsul vitamin A dan konseling/penyuluh gizi, kader juga sebagai penyuluh kesehatan gigi dan mulut (Depkes RI, 2011).

(23)

Penyuluhan adalah penyampaian informasi dari sumber informasi kepada seseorang atau sekelompok orang mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan suatu program. Di posyandu penyuluhan yang diberikan oleh kader kepada ibu balita dan ibu hamil salah satunya mengenai perawatan kesehatan gigi dan mulut. Penyuluhan yang diwujudkan secara berkesinambungan bertujuan merubah perilaku dari aspek pengetahuan, sikap dan tindakan yang tidak sehat ke arah perilaku yang sehat sehingga terciptanya suatu pengertian yang baik mengenai kesehatan gigi dan mulut (Astoeti, 2006).

Di Puskesmas Medan Amplas telah dilakukan penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut oleh dokter gigi kepada kader dengan metode ceramah yang nantinya diharapkan kader akan memberikan penyuluhan kepada ibu balita pengunjung posyandu. Pada metode ini tidak dilakukan evaluasi setelah diberikan penyuluhan.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Kecamatan Medan Amplas, didapat data bahwa :

(24)

b. Ibu balita pengunjung posyandu 80% tidak tahu tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut, 80% tidak mengajari anaknya menggosok gigi dan baru mengganti sikat gigi bila sikatnya sudah rusak, 90% tidak tahu tentang jumlah dan pertumbuhan gigi dan 75% membiarkan anak minum susu sambil tidur.

c. Balita 90% giginya banyak plak (giginya kotor), 90% menderita gigi berlubang, early childhood caries (karies botol) 55%.

Dari survei pendahuluan dapat diambil kesimpulan bahwa kader dan ibu-ibu pengunjung posyandu masih kurang memahami tentang pengetahuan dan perilaku tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak balitanya. Hal ini disebabkan karena kader kurang dibekali pengetahuan sebagai penyuluh tentang kesehatan gigi dan mulut kepada ibu-ibu pengunjung posyandu. Disamping itu, tidak dilakukannya evaluasi terhadap hasil penyuluhan kader pada ibu-ibu pengunjung posyandu dengan pemeriksaan kebersihan gigi dan mulut anak balita ibu pengunjung posyandu.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas ingin dikembangkan model penyuluhan kepada kader dan kader kepada ibu pengunjung posyandu agar ibu-ibu balita mengetahui dan mau membantu anaknya menyikat gigi.

1.2. Permasalahan

(25)

dan mulut kepada ibu balita pengunjung posyandu dan pengetahuan ibu-ibu meningkat serta mau membantu menyikatkan gigi balitanya.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Melihat apakah ada perbedaan skor pengetahuan kader sebelum dan sesudah penyuluhan oleh dokter gigi antara metode ceramah dengan metode pengembangan yaitu ceramah yang disertai demonstrasi dan simulasi.

2. Melihat apakah ada perbedaan skor pengetahuan ibu-ibu balita pengunjung posyandu sebelum dan sesudah penyuluhan oleh kader antara metode ceramah dengan metode pengembangan.

3. Melihat apakah ada perbedaan skor plak anak balita sebelum dan seminggu sesudah penyuluhan oleh kader kepada ibu balita antara metode ceramah dengan metode pengembangan.

4. Melihat apakah ada perbedaan selisih rata-rata pengetahuan kader sebelum dan sesudah penyuluhan dengan metode ceramah dan metode pengembangan .

5. Melihat apakah ada perbedaan selisih rata-rata pengetahuan ibu balita pengunjung posyandu sebelum dan sesudah penyuluhan dengan metode ceramah dan metode pengembangan.

(26)

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ada perbedaan skor pengetahuan kader sebelum dan sesudah penyuluhan antara metode ceramah dibandingkan dengan metode pengembangan yaitu penyuluhan dengan ceramah yang disertai dengan demonstrasi dan simulasi. 2. Ada perbedaan skor pengetahuan ibu balita pengunjung posyandu sebelum

dan sesudah penyuluhan oleh kader antara metode ceramah dibandingkan dengan metode pengembangan yaitu penyuluhan dengan ceramah yang disertai dengan demonstrasi dan simulasi.

3. Ada perbedaan skor plak anak balita sebelum dilakukan penyuluhan dan seminggu setelah penyuluhan oleh kader pada ibu balita pengunjung posyandu antara metode caramah dibandingkan dengan metode pengembangan yaitu penyuluhan dengan ceramah yang disertai dengan demonstrasi dan simulasi.

4. Ada perbedaan selisih rata-rata pengetahuan kader sebelum dan setelah penyuluhan dengan metode ceramah dan metode pengembangan.

5. Ada perbedaan selisih rata-rata pengetahuan ibu balita pengunjung posyandu sebelum dan setelah penyuluhan dengan metode ceramah dan metode pengembangan.

(27)

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Memberi masukan bagi Puskesmas Medan Amplas dengan adanya suatu pengembangan model program penyuluhan kesehatan gigi dan mulut oleh kader pada ibu balita pengunjung posyandu.

2. Sebagai bahan masukan kepada pihak Dinas Kesehatan Kota Medan dalam rangka penyuluhan kesehatan gigi dan mulut pada ibu-ibu pengunjung posyandu.

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) 2.1.1. Pengertian Posyandu

Posyandu merupakan lembaga kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang melalui dari, oleh dan untuk masyarakat diharapkan sebagai wadah yang mampu memberikan pelayanan kesehatan dan sosial dasar masyarakat. Posyandu sebagai perwujudan dari peran serta masyarakat tidak serta merta hadir dan bergerak dengan sendirinya, dukungan pemerintah terhadap keberadaan dan kesinambungan posyandu terus diupayakan berbagai kebijakan telah dibuat, bermacam kegiatan dan program telah dilaksanakan agar posyandu tetap eksis dan menjadi gerbang depan pemberdayaan masyarakat (Depkes, 2011).

(29)

Istilah posyandu yang dikenal sebagai Pos Pelayanan Terpadu adalah suatu tempat yang kegiatannya tidak dilakukan setiap hari melainkan satu bulan sekali diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan dan terdiri dari beberapa pelayanan kesehatan yaitu:

1. Pelayanan Pemantauan Pertumbuhan Berat Badan Balita 2. Pelayanan Imunisasi

3. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak. Pelayanan Ibu berupa pelayanan ANC (Antenatal Care), kunjungan pasca persalinan (Nifas) sementara Pelayanan Anak berupa Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Balita dengan maksud menemukan secara dini kelainan-kelainan pada balita dan melakukan intervensi segera.

4. Pencegahan dan Penanggulangan diare dan Pelayanan Kesehatan lainnya (Arali, 2008).

2.1.2. Tujuan Posyandu

Posyandu diselenggarakan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Tujuan umum

Menunjang percepatan penurunan AKI dan AKB di Indonesia melalui upaya pemberdayaan masyarakat.

2. Tujuan Khusus

(30)

b. Meningkatkan peran lintas sektor dalam penyelenggaraan posyandu, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.

c. Meningkatkan cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB (Depkes RI, 2006).

2.1.3. Kegiatan Posyandu

Kegiatan posyandu harus dilaksanakan pada tingkat lokal dengan mengikuti arahan dari atas dan sesuai dengan keinginan institusi-institusi pada tingkat administrasi yang lebih tinggi. Khususnya Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) dan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) secara langsung terlibat dalam posyandu. LKMD dipimpin oleh kepala desa, sebagai mitra pemerintah dalam pengembangan masyarakat desa, bertanggung jawab untuk mengorganisasikan program. Di sisi lain, PKK sebagai organisasi semi-formal yang bertujuan mengaktifkan peran perempuan dalam proses pembangunan, harus menjamin partisipasi perempuan secara sukarela sebagai kader kesehatan sekaligus sebagai penerima pelayanan (Sciortino, 1999).

(31)

Kegiatan posyandu dapat dilaksanakan di pos pelayanan yang telah ada, rumah penduduk, kepala dusun, tempat pertemuan RT/RK atau di tempat khusus yang dibangun masyarakat. Penyelenggara posyandu dilakukan dengan “Sistem Lima Meja”.

2.1.4. Program Posyandu

Program posyandu meliputi antara lain :

1. Pemeliharaan kesehatan bayi dan anak balita, melalui : a. Penimbangan bulanan bayi dan anak balita.

b. Perbaikan gizi.

c. Pencegahan terhadap penyakit (terutama imunisasi dasar). d. Pengobatan penyakit, khususnya penanggulangan diare.

e. Penyuluhan (kelompok dan perorangan) kepada ibu atau pengasuh bayi/anak balita.

2. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur : a. Perbaikan gizi (terutama anemia gizi).

b. Pencegahan terhadap penyakit termasuk imunisasi Tetanus Toxoit (TT). c. Pengobatan penyakit.

d. Pelayanan kontrasepsi (terutama pil KB).

e. Penyuluhan (kelompok dan perorangan) (Nasution, 1997). 2.1.5. Sasaran Posyandu

(32)

2.1.6. Kader Posyandu

Pada pelaksanaan kegiatan di posyandu kader merupakan penggerak utama lancarnya kegiatan ini. Kader adalah warga masyarakat setempat yang terpilih atau ditunjuk oleh masyarakat dengan kata lain kader kesehatan merupakan wakil dari warga setempat, yang membantu masyarakat dalam masalah kesehatan agar diperoleh kesesuaian antara fasilitas pelayanan dan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. Kader sebagai pembaharu diharapkan mampu membawa nilai baru yang sesuai dengan nilai yang ada di daerahnya, dengan menggali segi-segi positifnya. Untuk dapat berperan sebagaimana yang diharapkan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, maka dibutuhkan para kader yang dipercayai oleh masyarakat (Depkes RI, 2006).

Untuk dapat melaksanakan peran dan fungsinya maka pengertian kader secara lebih jelas adalah tenaga sukarela yang berasal dari masyarakat dan mendapat kepercayaan dari masyarakat setempat. Setelah mendapat pelatihan mereka terpanggil untuk memelihara dan mengembangkan kegiatan yang ada dan mengatasi masalah yang timbul di masyarakat (Depkes RI, 2006).

(33)

Tugas kader posyandu untuk mengelola dan melayani masyarakat untuk mendukung peningkatan kualitas SDM ini merupakan tugas yang berat dan dilakukan secara sukarela.

Pelayanan petugas kader kesehatan memegang peranan penting terhadap kunjungan ibu ke posyandu. Dengan pelayanan yang menyenangkan, ramah dan memberikan informasi serta penyuluhan yang jelas dan mudah dimengerti dari petugas kesehatan sehingga orang tua sadar untuk datang ke posyandu (Mardiati, 2001).

2.2. Penyuluhan

Penyuluhan merupakan suatu usaha menyebarluaskan hal-hal yang baru agar masyarakat mau tertarik dan berminat untuk melaksanakannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Penyuluhan juga merupakan suatu kegiatan mendidik kepada masyarakat, memberi pengetahuan, informasi-informasi, dan kemampuan-kemampuan baru, agar dapat membentuk sikap dan berperilaku hidup menurut apa yang seharusnya. Pada hakekatnya penyuluhan merupakan suatu kegiatan non formal dalam rangka mengubah masyarakat menuju keadaan yang lebih baik seperti yang di cita-citakan (Zulkarimein, 1989).

2.2.1. Program dan Langkah-langkah Penyuluhan

(34)

1. Dapat dilaksanakan terus menerus 2. Berorientasi ke masa depan

3. Dapat menyelesaikan suatu masalah 4. Mempunyai tujuan

Menurut Wiraatmaja yang dikutip oleh Lucie (2005), indikasi yang dapat dilihat dari seseorang pada setiap tahapan dalam penyuluhan adalah sebagai berikut :

1. Tahap sadar (awarness)

Pada tahap ini seseorang sudah mengetahui sesuatu yang baru karena hasil dari berkomunikasi dengan pihak lain.

2. Tahap minat (interest)

Pada tahap ini seseorang mulai ingin mengetahui lebih banyak tentang hal-hal baru yang sudah diketahuinya dengan jalan mencari keterangan atau informasi yang lebih terperinci.

3. Tahap menilai (evaluation)

Pada tahap ini seseorang mulai menilai atau menimbang-nimbang serta menghubungkan dengan keadaan kemampuan diri.

4. Tahap mencoba (trial)

Pada tahap ini seseorang mulai menerapkan atau mencoba dalam skala kecil sebagai upaya meyakinkan apakah dapat dilanjutkan atau tidak. 5. Tahap penerapan (adoption)

(35)

Langkah-langkah dalam penyuluhan adalah mengenal masalah masyarakat dan wilayah, menentukan prioritas, menentukan tujuan penyuluhan, menentukan sasaran penyuluhan, menentukan isi/materi penyuluhan, menentukan metode penyuluhan yang akan digunakan, menggunakan alat-alat peraga atau media yang dibutuhkan, menyusun rencana penilaian dan menyusun rencana kerja/rencana pelaksanaan.

2.2.2. Metode Penyuluhan

Metode penyuluhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal.

Menurut Machfoedz, (2005) ada beberapa cara metode penyuluhan yaitu: a. Ceramah

Ceramah adalah salah satu cara memberikan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut untuk menjelaskan sesuatu dengan lisan disertai dengan tanya jawab dengan dibantu beberapa alat peraga yang dianggap perlu. Metode ceramah dapat disertai dengan tanya jawab dan diskusi. Metode ini dapat digunakan jika tujuan yang ingin dicapai adalah bidang pengertian atau pengetahuan.

b. Demonstrasi

(36)

sasaran terhadap materi penyuluhan akan lebih berkesan secara mendalam sehingga mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan sempurna.

c. Simulasi

Merupakan metode penyuluhan yang dalam pelaksanaannya penyuluh dapat melakukan suatu kegiatan belajar mengajar yang berorientasi pada penghayatan keterampilan dan praktek dalam situasi sebenarnya, sesuai dengan tujuan belajarnya. Metode ini dapat digunakan bila tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengembangkan sikap positif sehingga sasaran perlu meyaksikan kejadian.

Cara penyuluhan atau metode tergantung pada tujuan yang ingin di capai, tujuan dapat dikelompokkan yaitu pengertian atau pengetahuan, sikap dan keterampilan atau tindakan. Jadi metode tergantung pada bidang apa yang ingin dicapai (Machfoedz, 2005).

Metode penyuluhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal. Semua metode akan baik bila digunakan secara tepat yaitu sesuai dengan kebutuhan (Notoatmojo, 2007). Pada garis besarnya ada dua jenis metode dalam penyuluhan yaitu :

1. Metode One Way Methode (Metode Satu Arah)

(37)

2. Metode Two Way Methode (Metode Dua Arah)

Pada metode ini terjadi komunikasi dua arah antara pendidik dan sasaran. Yang termasuk dalam metode ini adalah : wawancara, demonstrasi, sandiwara, simulasi, curah pendapat, permainan peran (role playing) dan tanya jawab. 2.2.3. Alat Bantu dan Media Penyuluhan

Alat bantu penyuluhan adalah alat-alat atau perlengkapan yang diperlukan penyuluh guna memperlancar kegiatan penyuluhan. Alat bantu lebih sering disebut alat peraga yang merupakan alat atau benda yang dapat diamati, didengar, diraba atau dirasakan oleh indera manusia yang berfungsi sebagai alat untuk memperagakan dan atau menjelaskan uraian yang disampaikan secara lisan oleh penyuluh guna membantu proses penyuluhan (Notoatmodjo, 2005).

Media penyuluhan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh penyuluh, baik melalui media cetak, elektronik dan media luar ruang sehingga sasaran mendapat pengetahuan yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya kearah positif terhadap kesehatan.

Menurut bentuknya media penyuluhan dibedakan atas :

1. Media visual : media yang sifatnya dapat dilihat (slide, transparansi) 2. Media audio : media yang sifatnya dapat didengar (radio)

(38)

Menurut Notoatmojo (2007) untuk memperjelas pesan-pesan yang disampaikan kepada masyarakat perlu adanya suatu alat peraga agar tercapai tujuan pendidikan yaitu :

1. Menanamkan pengetahuan/pengertian/pendapat, dan konsep-konsep. 2. Mengubah sikap dan persepsi

3. Menanamkan tingkah laku/kebiasaan yang baru. 2.2.4. Materi Penyuluhan

Menurut Depkes (2011) materi penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut di posyandu adalah :

1. Bersihkan selalu gusi dan lidah bayi setelah diberi susu dengan kain kasa yang dibasahi air hangat.

2. Setelah gigi anak mulai tumbuh biasakan ibu membersihkan gigi anak dengan kain kasa.

3. Setelah anak dapat berjalan anak dibantu ibu menyikat gigi. Ibu berada dibelakang anak, satu tangan menyangga kepala anak.

4. Setelah anak senang menyikat gigi, biarkan anak menyikat gigi sendiri orangtua mengawasi.

(39)

5. Ajaklah anak menyukai makanan yang menyehatkan gigi.

6. Kurangi makanan yang merusak gigi. Berkumurlah setelah makan dengan air matang.

7. Periksalah gigi anak secara berkala 6 bulan sekali ke petugas kesehatan.

2.3. Perilaku

Menurut Notoatmojo (2007) perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat. Menurut Bloom (1974) membagi perilaku dalam 3 (tiga) domain (ranah) yakni: kognitif, afektif, dan psikomotor. Menurut Notoatmodjo (2007), dalam perkembangan perubahan perilaku dapat diukur dari :

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior). 2. Sikap

(40)

predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-caran tertentu. Sikap merupakan perubahan yang meniru orang lain karena orang lain tersebut dianggap sesuai dengan dirinya (Azwar, 2005).

3. Praktek atau tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan, untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata dibutuhkan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antar lain fasilitas. Tindakan adalah niat yang sudah direalisasikan dalam bentuk tingkah laku yang tampak dan memerlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan.

Skiner (1938) perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).Untuk membentuk jenis respon atau perilaku perlu diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang disebut operant conditioning yaitu :

1. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan

dibentuk.

2. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki.

(41)

4. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang telah disusun. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku tersebut cenderung akan sering dilakukan. Sebagai ilustrasi, misalnya dikehendaki agar anak mempunyai kebiasaan menggosok gigi sebelum tidur. Untuk berperilaku seperti ini maka anak tersebut harus :

a. Pergi ke kamar mandi sebelum tidur b. Mengambil sikat dan odol

c. Mengambil air dan berkumur d. Melaksanakan gosok gigi e. Menyimpan sikat gigi dan odol f. Pergi ke kamar tidur.

Perilaku orangtua sangat penting dalam mendasari terbentuknya perilaku yang mendukung atau tidak mendukung kesehatan gigi dan mulut anak (Ambarwati 2010).

2.4. Kesehatan Gigi dan Mulut

(42)

Menurut Notoatmodjo (2004) bahwa penyebab timbulnya masalah kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat salah satunya adalah faktor perilaku atau sikap mengabaikan kebersihan gigi dan mulut. Hal tersebut dilandasi oleh kurangnya pengetahuan akan pentingnya pemeliharaan gigi dan mulut.

Menurut Antara News dalam Maulani dan Jubilee (2005) jumlah balita di Indonesia mencapai 30% dari 250 juta penduduk Indonesia, sehingga diperkirakan balita yang mengalami kerusakan gigi mencapai 75 juta lebih. Jumlah itu sangat mungkin bertambah terus, karena pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Nasional pada tahun 1990 hanya 70% tetapi pada tahun 2003 mencapai 90%.

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti Taverud (2009) menunjukkan bahwa prevalensi karies gigi pada anak sangat bervariasi jika didasarkan atas golongan umur anak berusia 1 tahun 5%, anak usia 2 tahun 10%, anak usia 3 tahun 40%, anak usia 4 tahun 55%, dan anak usia 5 tahun 75%. Dengan demikian golongan umur balita merupakan golongan rawan terjadinya karies gigi (tantursyah.blogspot.com).

(43)

diperburuk dengan kemalasan anak dalam membersihkan giginya (www.rumahsorgaku.com).

Menurut Hariadi ada beberapa faktor memiliki kontribusi dalam menyebabkan terjadinya karies gigi pada anak. Faktor kejadian karies gigi antara lain insiden disebabkan faktor makanan, kebersihan gigi dan mulut, kebiasaan-kebiasaan yang tidak sesuai dengan kesehatan seperti mengemut makanan dan pemberian makanan melalui botol. Faktor lain yang diduga menimbulkan terjadinya gigi berlubang adalah perilaku orang tua terutama karena kurangnya pengetahuan orang tua mengenai kesehatan gigi yang benar

Penelitian Holt RD et al melaporkan 69 % dari anak yang ibunya memberikan pendidikan tentang kesehatan gigi dan mulut di rumah ternyata memperlihatkan bebas gigi berlubang dan angka penyakit gusi lebih rendah dibandingkan anak yang tidak menerima pendidikan kesehatan gigi dan mulut dari ibunya. Ibu harus membiasakan pada anak mereka untuk mengubah kepribadian yang dibutuhkan untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut. Anak masih sangat tergantung pada orang dewasa dalam hal menjaga kebersihan dan kesehatan gigi karena kurangnya pengetahuan anak mengenai kesehatan gigi dan mulut.

2.5. Indeks Plak (Plaque Index)

(44)

Plak gigi memegang peranan penting dalam proses terjadinya kerusakan gigi. Plak gigi adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat padapermukaan gigi yang tidak bersih, untuk mengukur plak digunakan indeks plak.

Indeks plak dikeluarkan oleh Loe dan Silness pada tahun 1964. Indeks ini diindikasikan untuk mengukur skor plak berdasarkan lokasi dan kuantitas plak yang berada dekat margin gingiva. Setiap gigi diperiksa permukaan mesial, distal, lingual/palatal, dan bukal/labial dan kemudian skornya dihitung. Dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Cara Pemberian Skor untuk Indeks Plak (Silness and Löe)

Kriteria Nilai

- Tidak ada plak 0

- Dijumpai lapisan tipis plak yang melekat pada tepi 1 gingiva dan sekitar perbatasan gingiva gigi (dapat dilihat dengan

disclosing solution atau pakai prob

- Dijumpai tumpukan plak sedang (deposit lunak) dalam saku 2 gusi, tepi gingiva atau pada gigi yang dapat dilihat dengan mata

biasa

- Terdapat deposit lunak yang banyak pada saku gusi, tepi gingiva 3 pada gigi

• Gigi yang diperiksa : di modifikasi untuk gigi susu

V II IV IV II V

• Kriteria gigi balita yang tidak diperiksa:

(45)

- Gigi yang hilang tidak diperiksa. Cara menghitung skor :

Untuk satu gigi = Jumlah seluruh skor dari empat permukaan 4

Untuk keseluruhan gigi = Jumlah skor indeks plak 6 gigi

Sampai saat ini kontrol plak masih mengandalkan pada pembersihan secara mekanis. Meskipun telah dikembangkan bahan-bahan kimia yang bersifat anti plak. Sikat gigi merupakan alat utama dalam melaksanakan kontrol plak secara mekanis. Sikat gigi yang digunakan untuk program kontrol plak biasanya berupa sikat gigi manual yang konvensional.

2.6. Landasan Teori

Keterbatasan petugas yang mempunyai fungsi rangkap dalam melakukan tugasnya di puskesmas menyebabkan puskesmas sangat memerlukan partisipasi para kader dalam membantu petugas puskesmas dalam penyuluhan.

(46)

dan tindakan. Seseorang yang mempunyai peningkatan pengetahuan akan bersikap mendukung dan akan tercermin dalam bentuk tindakan atau tingkah laku yang lebih baik (Notoadmodjo, 2007).

Menurut Maulana (2009) untuk membentuk suatu perilaku dapat dilakukan dengan pembiasaan, pengertian dan menggunakan model. Teori Belajar Conditioning yang dikemukakan oleh Pavlon, Thorndike, dan Skinner mengatakan untuk membentuk perilaku dilakukan pembiasaan atau conditioning, dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku sesuai harapan, sebagai contoh membiasakan diri untuk menggosok gigi sebelum tidur. Perilaku dengan pengertian didasarkan pada teori kognitif yaitu belajar disertai pengertian, sedangkan perilaku dengan penggunaan model didasarkan pada Teori Belajar Sosial atau Observational Learning Theory yang dikemukakan oleh Bandura (1977) sebagai contoh orangtua adalah

model bagi anak-anaknya.

Menurut Lawrence W.Green (1980) ada tiga faktor penyebab perilaku kesehatan baik individu maupun masyarakat yakni :

1. Predisposing adalah faktor yang mendahului perilaku yang menjelaskan alasan

(47)

2. Enabling adalah faktor pendukung yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan, yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya puskesmas, posyandu.

3. Reinforcing adalah faktor penguat yang mendorong atau memperkuat terjadinya

perubahan perilaku seseorang di bidang kesehatan. Beberapa faktor penguat ini antara lain penyangkut sikap petugas, tokoh masyarakat, teman sebaya dan lain-lain.

Perilaku masyarakat dapat menjadi lebih baik bila masyarakat diberi pengetahuan tentang kesehatan termasuk juga tentang kesehatan gigi dan mulut. Oleh karena keterbatasan petugas kesehatan dalam hal ini dokter gigi maka dilakukan pelatihan oleh dokter gigi pada kader agar nantinya kader dapat sebagai penyuluh tentang kesehatan gigi dan mulut.

(48)

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan landasan teori di atas maka penelitian ini dirumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen

Pretest

Variabel Dependen Postest

- Pengetahuan kader - Pengetahuan ibu

pengunjung posyandu - Indeks plak balita

- Pengetahuan kader - Pengetahuan ibu

pengunjung posyandu - Indeks plak balita

(49)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental, dengan rancangan pre and post test control group, yakni dengan melakukan observasi awal sebelum diberikan perlakuan dan observasi setelah diberikan perlakuan pada kelompok I, penyuluhan dengan metode ceramah dan kelompok II, penyuluhan dengan metode ceramah dibantu demonstrasi dan simulasi.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah wilayah kerja Puskesmas Medan Amplas, yang terletak di Jalan Garu II B Medan.

Waktu penelitian adalah mulai dilakukan bulan Januari sampai Juni 2012.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

(50)

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Evy Delianty Sinaga, skor indeks plak setelah penyuluhan pada murid SD Negeri di Medan menunjukkan ada penurunan indeks plak. Rata-rata penurunan indeks plak 1,1 dengan standard deviasi (SD) 0,55. Diasumsikan dengan program penyuluhan metode pengembangan ada penurunan skor plak menjadi lebih besar yaitu 1,5.

Rumus besar sampel pengukuran data kuantitatif : 2ơ

2

2 - µ1)

n = besar sampel masing-masing kelompok 2

µ1 µ

= perkiraan mean populasi hasil kelompok satu (standard) = 1,1

2

ơ = prakiraan standard deviasi populasi hasil = 0,55 = perkiraan mean populasi hasil = 1,5

f(α ,β)= dari table harga f(α ,β) dengan α = 0,1 dan β = 0,1

Jadi, pada penelitian ini setiap kelompok yang diperiksa anak balita berjumlah 35 orang dan 5 orang kader posyandu karena setiap kader akan menyuluh 7 orang ibu balita sehingga dibutuhkan 35 orang ibu balita pengunjung posyandu.

3.4. Metode Pengumpulan Data n =

n =

x f(α,β)

(51)

Data penelitian ini adalah data tentang pengetahuan diperoleh dari responden yaitu kader dan ibu balita pengunjung posyandu secara langsung melalui pretest dan postest dengan mengisi kuesioner dan kebersihan gigi dan mulut anak balita diperiksa

dengan alat bantu kaca mulut dan sonde serta indeks plak dari Silness dan Löe

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Penelitian

1. Variabel independen : pengetahuan kader, pengetahuan ibu pengunjung posyandu dan indeks plak anak balita sebelum penyuluhan.

2. Variabel dependen : pengetahuan kader, pengetahuan ibu pengunjung posyandu dan indeks plak anak balita sesudah penyuluhan.

3. Variabel intervensi : penyuluhan dengan metode ceramah dan pengembangan.

3.5.2. Definisi Operasional 1. Variabel independen :

a. Pengetahuan kader yaitu hal-hal mengenai kesehatan gigi dan mulut yang diketahui oleh kader sebelum penyuluhan.

b. Pengetahuan ibu balita pengunjung posyandu yaitu hal-hal mengenai kesehatan gigi dan mulut yang diketahui oleh ibu balita sebelum penyuluhan.

(52)

2. Variabel dependen :

a. Pengetahuan kader yaitu hal-hal mengenai kesehatan gigi dan mulut yang diketahui oleh kader sesudah penyuluhan.

b. Pengetahuan ibu balita pengunjung posyandu yaitu hal-hal mengenai kesehatan gigi dan mulut yang diketahui oleh ibu balita sesudah penyuluhan.

c. Indek plak adalah status kebersihan gigi anak balita sesudah penyuluhan.

3. Variabel intervensi :

a. Penyuluhan ceramah adalah cara memberikan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut secara lisan disertai dengan tanya jawab.

b. Penyuluhan pengembangan adalah cara memberikan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut secara lisan disertai dengan demonstrasi dan simulasi sikat gigi oleh peserta penyuluhan.

3.6. Prosedur Penelitian

Pengukuran variabel dalam penelitian ini dengan menggunakan kuesioner dan pemeriksaan indeks plak :

(53)

dan sesudah penyuluhan oleh dokter gigi. Kemudian kader melakukan penyuluhan dengan metode ceramah kepada 7 orang ibu balita pengunjung posyandu yang mempunyai anak balita selama 20 menit yang dipantau dokter gigi. Ibu kader diberikan kuesioner sebelum dan sesudah penyuluhan dan peneliti memeriksa gigi anak balitanya sebelum penyuluhan metode ceramah oleh kader dan setelah 1 minggu penyuluhan oleh kader metode ceramah.

Prosedur penelitian :

1. Kelompok penyuluhan dengan metode ceramah selama 20 menit Langkah 1 : penyuluhan oleh dokter gigi kepada kader metode ceramah

: Diukur skor pengetahuan kader sebelum dilakukan penyuluhan oleh dokter gigi.

A1

O

: Penyuluhan oleh dokter gigi dengan metode ceramah

A2 : Skor pengetahuan kader setelah dilakukan penyuluhan oleh dokter gigi.

(54)

OA3

XA2 : Penyuluhan oleh kader dengan metode ceramah

: Diukur skor pengetahuan ibu balita pengunjung posyandu sebelu dilakukan penyuluhan oleh kader

OA4 : Diukur skor pengetahuan ibu balita pengunjung posyandu setelah dilakukan penyuluhan

OA : Diukur skor plak anak balita ibu pengunjung posyandu sebelum dilakukan penyuluhan oleh kader

OA6 : Diukur skor plak anak balita pengunjung posyandu setelah 1 minggu penyuluhan oleh kader

a. Kelompok penyuluhan dengan metode pengembangan

Langkah 1 : penyuluhan oleh dokter gigi kepada kader metode pengembangan dengan ceramah selama 10 menit, diikuti demontrasi menyikat gigi dan simulasi menyikat gigi selama 10 menit.

OB1 → (XB1) → O Keterangan :

B2

OB1 :

X

Skor pengetahuan kader sebelum dilakukan penyuluhan oleh dokter gigi.

(55)

OB2

Langkah 2 : penyuluhan oleh kader kepada ibu balita pengunjung posyandu : Skor pengetahuan kader setelah dilakukan penyuluhan oleh

dokter gigi.

OB3 → (XB2) → O O

B4

B5 O

Keterangan :

B6

OB3 : Skor pengetahuan ibu balita pengunjung posyandu sebelum dilakukan penyuluhan oleh kader dengan metode pengembangan XB2 : Penyuluhan oleh kader kepada ibu balita metode pengembangan

yaitu ceramah 10 menit, demontrasi dan simulasi selama 10 menit OB4 : Skor pengetahuan ibu balita pengunjung posyandu setelah

dilakukan penyuluhan dengan metode pengembangan

OB5 : Skor plak anak balita ibu pengunjung posyandu sebelum dilakukan penyuluhan oleh kader dengan metode pengembangan

OB6 : Skor plak anak balita pengunjung posyandu setelah 1 minggu penyuluhan oleh kader dengan metode pengembangan

3.7. Pengolahan dan Analisis Data

(56)

pertanyaan dengan nilai tertinggi adalah 100 apabila semua pertanyaan dijawab dengan benar dan nilai terendah adalah 0 adalah apabila tidak ada pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar. Skor pengetahuan yang diperoleh dihitung sebagai berikut:

Jumlah jawaban yang benar

Skor Pengetahuan = x 100 Jumlah soal

Cara menghitung skor indeks plak pada anak balita :

Jumlah seluruh skor dari empat permukaan Untuk satu gigi =

4 Jumlah skor indeks plak Untuk keseluruhan gigi =

6 gigi

Analisis data dilakukan dengan menggunakan komputer :

Untuk melakukan analisis data, semua data diuji apakah terdistribusi normal dengan uji Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov. Hasil pengujian menunjukkan semua data terdistribusi normal, lalu dilanjutkan dengan :

1. Uji t berpasangan

a) Rata-rata skor pengetahuan kader sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan dengan metode ceramah dan metode pengembangan.

b) Rata-rata skor pengetahuan ibu balita sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan oleh kader.

(57)

2. Uji t tidak berpasangan

a) Selisih rata-rata pengetahuan kader sebelum dan sesudah penyuluhan dengan metode ceramah dan metode pengembangan.

b) Selisih rata-rata skor pengetahuan ibu balita sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan oleh kader dengan metode ceramah dan metode pengembangan .

(58)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Amplas yang memiliki 7 Kelurahan (Kelurahan Harjosari I, Kelurahan Harjosari II, Kelurahan Siti Rejo II, Kelurahan Siti Rejo III, Kelurahan Amplas, Kelurahan Timbang Deli, Kelurahan Bangun Mulia) dan 1 Puskesmas Induk serta 4 Puskesmas Pembantu (Pustu Amplas, Pustu Harjosari, Pustu Bangun Mulia dan Pustu Timbang Deli). Puskesmas Amplas terletak di Jalan Garu II-B Kelurahan Harjosari I Kecamatan Medan Amplas.

Kecamatan Medan Amplas memiliki batas-batas wilayah : a. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor b. Sebelah timur berbatasan dengan Tanjung Morawa

c. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Denai d. Sebelah selatan berbatasan dengan Patumbak

(59)

4.2. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini terdiri atas kader dan ibu balita, responden kader berasal dari Posyandu Kenanga I, Posyandu Kenanga V, Posyandu Kenanga VII, Posyandu Kenanga VIII, Posyandu Kenangan XI , Posyandu Tanjung, Posyandu Melur, Posyandu Teratai, Posyandu Delima dan Posyandu Kenari.

Tabel 4.1. menunjukkan bahwa seluruh kader berumur > 30 tahun dan pendidikan umumnya tamat SMA ( 90 %).

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Responden Kader

Responden Jumlah Persen

Ibu Kader

Tabel 4.2. menunjukkan bahwa umur ibu balita > 30 tahun sebanyak 54,3% dan sebagian besar pendidikannya tamat SMA (70% ).

(60)

4.3. Rata-rata Pengetahuan Kader sebelum dan sesudah Penyuluhan Metode Ceramah dan Metode Pengembangan

Hasil penelitian pengetahuan rata-rata kader sebelum penyuluhan dengan metode ceramah adalah 63 ± 2,74 sesudah penyuluhan 84 ± 4,18. Hasil uji statistik dengan t-test menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p=0,00). Dengan metode pengembangan rata-rata pengetahuan kader sebelum penyuluhan adalah 64 ± 2,24 dan sesudah penyuluhan 90 ± 3,54. Hasil uji statistik dengan t-test menunjukkan ada perbedaan bermakna (p=0,00).(Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Rata-rata Pengetahuan Kader sebelum dan sesudah Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Metode Pengembangan

Metode

Nilai Pengetahuan Hasil Uji Statistik Pre Test Post Test

4.4. Rata-rata Pengetahuan Ibu Balita sebelum dan sesudah Penyuluhan Metode Ceramah dan Metode Pengembangan

(61)

Tabel 4.4. Rata-rata Pengetahuan Ibu Balita sebelum dan sesudah Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Metode Pengembangan

Metode

Nilai Pengetahuan Hasil Uji Statistik Pre Test Post Test

4.5. Rata-rata Skor Plak Anak Balita sebelum dan seminggu sesudah Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Metode Pengembangan

Hasil penelitian rata-rata skor plak anak balita dengan metode ceramah sebelum penyuluhan dengan metode ceramah adalah 1,72 ± 0,66 dan seminggu setelah penyuluhan 0,92 ± 0,44. Hasil uji statistik dengan t-test menunjukkan ada perbedaan yang bermakna (p=0,00).Dengan metode pengembangan rata-rata skor plak anak balita adalah 1,39 ± 0,52 dan seminggu setelah penyuluhan 0,23 ± 0,22. Hasil uji statistik dengan t-test menunjukkan ada perbedaan yang bermakna (p=0,00).(Tabel 4.5).

Tabel 4.5. Rata-rata Skor Plak Anak Balita sebelum dan seminggu setelah Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Metode Pengembangan

Metode

(62)

4.6. Selisih Rata-rata Pengetahuan Kader sebelum dan sesudah Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Metode Pengembangan

Selisih rata-rata pengetahuan kader sebelum dan sesudah penyuluhan dengan metode ceramah mengalami peningkatan sebesar 21 ± 4,18 dan dengan metode pengembangan sebesar 26 ± 4,18. Hasil uji statistik dengan t-test menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p> 0,05). (Tabel 4.6)

Tabel 4.6 Selisih Rata-rata Pengetahuan Kader sebelum dan sesudah Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Metode Pengembangan Kelompok N Selisih rata-rata skor

4.7. Selisih Rata-rata Pengetahuan Ibu Balita sebelum dan sesudah Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Metode Pengembangan

Selisih rata-rata pengetahuan ibu balita sebelum dan sesudah penyuluhan dengan metode ceramah mengalami peningkatan sebesar 18,4 ± 4,97 dan dengan metode pengembangan sebesar 33 ± 5,03. Hasil uji statistik dengan t-test menunjukkan ada perbedaan yang bermakna (p< 0,05). (Tabel 4.7)

Tabel 4.7. Selisih Rata-rata Pengetahuan Ibu Balita sebelum dan sesudah Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Metode Pengembangan

(63)

4.8. Selisih Rata-rata Skor Indeks Plak Anak Balita sebelum dan seminggu setelah Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Metode Pengembangan

Selisih rata-rata skor indeks plak anak balita sebelum dan seminggu setelah penyuluhan dengan metode ceramah mengalami penurunan sebesar 0,8 ± 0,43 dan dengan metode pengembangan sebesar 1,15 ± 0,46. Hasil uji statistik dengan t-test menunjukkan ada perbedaan yang bermakna (p< 0,05).(Tabel 4.8).

Tabel 4.8. Selisih Rata-rata skor indeks plak Anak Balita sebelum dan seminggu setelah Penyuluhan dengan Metode ceramah dan Metode Pengembangan

Kelompok N Selisih rata-rata skor Indeks plak anak balita

Hasil uji statistik df p Ceramah 35 0,8 ± 0,43

(64)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Pengetahuan Kader

Hasil penelitian rata-rata skor pengetahuan kader dengan metode ceramah sebelum penyuluhan adalah 63 ± 2,74, pengetahuan kader sebelum dilakukan penyuluhan mungkin diperoleh dari penyuluhan yang pernah diterima, dari koran, atau media TV. Sesudah penyuluhan rata-rata pengetahuan kader 84 ± 4,18 , ada peningkatan pengetahuan kader setelah dilakukan penyuluhan metode ceramah. Hal ini menunjukkan metode ceramah mampu meningkatkan pengetahuan kader yang sebelumnya mempunyai pengetahuan yang relatif cukup baik.

Dengan metode pengembangan pengetahuan rata-rata kader sebelum penyuluhan adalah 64 ± 2,24 sesudah penyuluhan 90 ± 3,5. Hasil uji statistic dengan t-test menunjukkan ada perbedaan yang bermakna ( p= 0,00). Ada perbedaan peningkatan pengetahuan dengan metode ceramah sebesar 21 ± 4,18 dan dengan metode pengembangan sebesar 26 ± 4,18. Hasil uji statistik dengan t-test tidak berpasangan menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p> 0,05), hal ini karena jumlah data yang kecil yaitu 5 orang.

5.2. Pengetahuan Ibu Balita Pengunjung Posyandu

(65)

sebelum dilakukan penyuluhan mungkin diperoleh dari penyuluhan yang pernah diterima, dari koran, atau media TV.

Dengan metode pengembangan rata-rata nilai pengetahuan ibu balita sebelum penyuluhan adalah 58,86 ± 4,39 dan sesudah penyuluhan 91,86 ± 3,45. Hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan yang bermakna (p = 0,00). Selisih rata-rata pengetahuan ibu balita sebelum dan sesudah penyuluhan dengan metode ceramah mengalami peningkatan sebesar 18,4 ± 4,97 dan dengan metode pengembangan sebesar 33 ± 5,03. Hasil uji statistik dengan t-test menunjukkan ada perbedaan yang bermakna (p< 0,05). Adanya perbedaan peningkatan pengetahuan lebih baik dengan metode pengembangan karena metode pengembangan disertai dengan demonstrasi dan simulasi dapat menambah ketrampilan dan daya ingat terhadap materi yang sudah diberikan. Untuk mendapatkan sikap yang lebih baik tidak cukup hanya diberikan dengan metode ceramah tetapi harus dikombinasikan dengan metode lain misalnya dengan demonstrasi dan simulasi ( Mantra,1985 ).

(66)

meningkat setelah dilakukan penyuluhan nantinya diharapkan ibu-ibu pengunjung posyandu menjaga dan merawat kesehatan gigi anak balitanya.

Penelitian Rut D. Holt (2006), tentang efek pendidikan kesehatan gigi yang diberikan ibu kepada anak-anaknya yang berumur 5 tahun di London, UK, menunjukkan bahwa 69 % dari anak-anak yang ibunya memberikan pendidikan tentang kesehatan gigi dan mulut di rumah ternyata memperlihatkan bebas karies dan penyakit periodontal yang lebih rendah dibandingkan anak-anak yang tidak menerima pendidikan kesehatan gigi dan mulut dari ibunya.

5.3. Nilai Skor Plak Anak Balita

Rata-rata skor plak anak balita dengan metode ceramah sebelum penyuluhan adalah 1,72 ± 0,66 dan seminggu setelah penyuluhan 0,92 ± 0,44. Hasil uji statistik dengan t-test menunjukkan ada perbedaan yang bermakna (p=0,00). Dengan metode pengembangan rata-rata skor plak adalah 1,39 ± 0,52 dan seminggu setelah penyuluhan 0,23 ± 0,22. Hasil uji statistik dengan t-test berpasangan menunjukkan ada perbedaan yang bermakna (p=0,00). Penurunan skor plak seminggu setelah penyuluhan yang dilakukan kader kepada ibu-ibu pengunjung posyandasi lebih baik melalui penyuluhan metode pengembangan yang disertai demonstrasi dan simulasi yang dapat menambah ketrampilan dalam merawat kesehatan gigi anak balitanya.

(67)
(68)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa:

1. Skor pengetahuan kader setelah penyuluhan metode ceramah 84 + 4,18 dan dengan metode pengembangan 90 + 3,54. Hasil uji statistik dengan t-test menunjukkan ada perbedaan bermakna (p=0,00).Selisih rata-rata pengetahuan kader sebelum dan sesudah penyuluhan dengan metode ceramah 21 +

2. Skor pengetahuan ibu balita setelah penyuluhan metode ceramah 75,57 + 4,66 dan dengan metode pengembangan 91,86 + 3,45. Hasil uji statistik dengan t-test menunjukkan ada perbedaan yang bermakna (p=0,00). Selisih pengetahuan ibu balita sebeum dan sesudah penyuluhan dengan metode ceramah 18,4 + 4,97 dan dengan metode pengembangan sebesar 33 + 5,03 , secara statistik ada perbedaan yang bermakna (p< 0,05).

4,18 dan dengan metode pengembangan sebesar 26 + 4,18. Secara statistik dengan t-test tidak berpasangan tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05).

(69)

dengan metode ceramah 0,8 + 0,43 dan pengembangan 1,15 + 0,46 , secara statistik ada perbedaan yang bermakna (p<0,05).

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas dapat diberikan saran sebagai berikut

1. Puskesmas : agar pada waktu melatih petugas dan tenaga kader untuk memberikan penyuluhan kesehatan gigi kepada masyarakat menggunakan metode pengembangan yaitu disertai demonstrasi dan simulasi.

(70)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S, 2005. Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta.

Astoeti, TE., 2006. Total Quality Management dalam Pendidikan Kesehatan Gigi di sekolah. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada

Azwar, S, 2007. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Benny, 2005. Upaya Revitalisasi Posyandu, Jurnal akademi Gizi, Surabaya.

Budiharto, 2010. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan dan Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta. ECG.

Dinas Kesehatan Kota Medan, 2010. Profil Kesehatan Kota Medan.

Djuheni H dkk, 2010. Motivasi Kader Meningkatkan Keberhasilan Kegiatan Posyandu. http:www.indonesia.digitaljournal.org.pdf

Depkes RI, 2004. Pedoman Penyelenggaraan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah. Jakarta. Direktorat Jendral Pelayanan Medik.

____________, 2011. Buku Pedoman Kader.

Green, L.W., Kreuler, M.W, 2005. Health Program Planning: An Education and Ecological Approach. 4th Ed, New York: Mc Grow Hill

Hadnyanawati H. 2007. Pemanfaatan Multimedia Sebagai Media Penyuluhan Kesehatan Gigi Indonesia . Dentika Dental Journal.

Herijulianti E, Indriani TS, Artini S. 2001. Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta: ECG.

Lucie, Setiana, 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Penerbit Ghalia Indonesia : Bogor

Maulana, H.D.J, 2009. Promosi kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran: Jakarta

Gambar

Tabel 2.1 Cara Pemberian Skor untuk Indeks Plak (Silness and Löe)
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 4.1.  Distribusi Karakteristik Responden Kader
Tabel 4.4.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kajian ini sangat perlu dijalankan kerana melalui kajian yang dijalankan oleh pengkaji mendapati pelajar-pelajar sangat memerlukan satu modul asas bahasa Arab untuk digunakan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yang digunakan dalam teknik mendireksi pada lagu polifoni untuk paduan suara pada dasarnya menggunakan tangan kiri dalam memberikan

Kemudian  Sang  Buddha  menyapa  Bodhisatva  Mahasatva  Maitreya,  seraya  berkata:  “Wahai  Ajita!  Bilamana  terdapat  seseorang  yang  mendengar  tentang 

Berdasarkan hasil penelitian tugas akhir mengenai penentuan daya tampung beban pencemaran Sungai Kalimas segmen Taman Prestasi-Jembatan Petekan dengan pemodelan

Mengingat pentingnya keberadaan partai politik dalam demokrasi ini, maka mengharuskan partai politik melakukan transformasi partai politik untuk melanjutkan

Proses komunikasi pada penelitian ini akan menunjukkan cara antara orang tua dan anak dalam memanfaatkan pola komunikasi dengan menggunakan media WhatsApp dalam

Oleh karenanya, diperlukan suatu peramalan untuk mengetahui jumlah permintaan konsumen di masa yang akan datang sehingga ketika melakukan pembelian biji kopi dapat

Persamaan penelitian ini adalah pada penderita DM dengan perbedaan pada variabel penelitian berupa faktor risiko kardiovaskular sedangkan variabel penelitian peneliti yaitu