UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI KARET
DI PTPN III KEBUN SARANG GITING, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
SKRIPSI
Diajukan Oleh: Esteria Sitanggang
070501048
Ekonomi Pembangunan
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
ABSTRACT
This research aims is to analyze the factors that influence the production of rubber at PTPN III Sarang Giting, Serdang Bedagai. Data used in this research is time series data (periodic data) monthly in the period 2008-2010. Independent variable is land, fertilizer, ethrel and rainfall. The method that used is the method of Ordinary Least Square (OLS) is the econometric model.
The estimation results obtained show that Ethrel has a significant positive effect while the land area and fertilizer had no significant positive effect on the production of rubber at 95% confidence level. Meanwhile, rainfall was not significant negative effect on rubber production at PTPN III Sarang Giting.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hasil produksi karet di PTPN III kebun Sarang Giting, Kabupaten Serdang Bedagai. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series ( data berkala ) bulanan dalam kurun waktu 2008-2010. Variabel independennya adalah lahan, pupuk, ethrel dan curah hujan. Metode yang digunakan adalah metode Ordinary Least Square (OLS) yaitu dengan model ekonometrika.
Hasil estimasi yang diperoleh menunjukkan bahwa ethrel mempunyai pengaruh positif signifikan sedangkan luas lahan dan pupuk mempunyai pengaruh positif tidak signifikan terhadap produksi karet pada tingkat kepercayaan 95%. Sementara curah hujan berpengaruh negative tidak signifikan terhadap hasil produksi karet di PTPN III Sarang Giting.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan keruniaNya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini guna memenuhi salah
syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa selama penulisan skripsi ini, penulis telah banyak
mendapatkan bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kepada kedua orang tua tercinta yaitu: E. Sitanggang dan L. br Siahaan sebagai rasa
hormat atas perhatian, kasih sayang, serta dorongan yang dibarengi kesabaran yang diberikan selama ini.
2. Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Drs. Syaril Hakim Nasution, Msi selaku Sekretaris Departemen Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.
5. Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, PhD selaku Ketua Program Studi S1 Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
6. Paidi Hidayat, SE, MSi selaku Sekretaris Program Studi S1 Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Pembangunan.
7. Dra. Raina Linda Sari, Msi selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan bimbingan dari awal pengerjaan sampai dengan selesainya skripsi ini.
9. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Ekonomi terkhusus Depatemen Ekonomi Pembangunan atas pengajaran , bimbingan dan bantuannya kepada penulis
selama mengikuti perkuliahan.
10.Kepada seluruh staf yang ada di PTPN III kebun Sarang Giting yang telah membantu
saya dalam melengkapi data untuk proses penyelesaian skripsi ini.
11.Kepada teman-teman EP’07 atas kebersamaan, doa, dan semangat yang penulis dapatkan selama berada di bangku pekuliahan di Fakultas Ekonomi.
12.Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kakak, abang, dan adik-adik tercinta atas dukungan semangatnya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi penulisan yang lebih sempurna di masa yang akan datang.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan membantu semua pihak yang memerlukannya, terutama rekan mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan.
Medan, Maret 2011
Penulis,
DAFTAR ISI
ABSTRACT……… i
KATA PENGANTAR……… iii
DAFTAR ISI………... vi
DAFTAR TABEL………... viii
DAFTAR GAMBAR……….. ix
DAFTAR LAMPIRAN……….. x
BAB I PENDAHULUAN……… 1
1.1 Latar Belakang………... 1
1.2 Perumusan Masalah……… 6
1.3 Hipotesis………. 6
1.4 Tujuan Penelitian……… 7
1.5 Manfaat Penelitian………. 7
BAB II URAIAN TEORITIS………. 8
2.1 Peranan Pertanian dalam Perekonomian Indonesia……… 8
2.1.1 Ilmu Ekonomi Pertanian……… 8
2.1.2 Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Nasional………... 9
2.2 Kebijaksaan dalam Sektor Ekonomi………... 11
2.3 Perkebunan Sebagai Subsektor Ekonomi………... 12
2.4 Tanaman Karet………... 14
2.4.1 Sejarah Karet………. 14
2.4.2 Faktor-Faktor Alam yang Mempengaruhi Produksi Karet… 16 2.4.3 Jenis-Jenis Karet……… 21
2.4.4 Produk Turunan Karet……….. 25
2.5 Aspek-Aspek Produksi……….. 27
2.5.1 Pengetian Produksi……… 27
2.5.2 Fungsi Produksi………. 27
2.5.3 Efisiensi Produsen………. 31
2.5.4 Konsep Produksi………... 32
2.5.5 Tahapan Produksi………. 34
2.5.7 Fungsi Produksi Cobb-Douglas……… 36
2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Karet………. 38
2.7 Biaya Produksi………... 43
2.8 Economies dan Diseconomies……… 44
BAB III METODE PENELITIAN……… 45
3.1 Ruang Lingkup……….. 45
3.2 Jenis dan Sumber Data……….. 45
3.3 Pengolahan Data……… 45
3.4 Model Analisis Hasil………. 46
3.5 Test Of Goodnest Fit (Uji Kesesuaian)………. 48
3.5.1 Koefisien Determinasi (R2)……….. 48
3.5.2 Uji F-Statistik (General Testing)……….. 48
3.5.3 Uji t-statistik (Partial Test)………... 50
3.6 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik………. 51
3.6.1 Multikolinearity………. 51
3.6.2 Autokorelasi………. 52
3.7 Definisi Operasional………. 54
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN……… 55
4.1 Gambaran Umum Perusahaan……….. 55
4.1.1 Sejarah Perusahaan……….. 55
4.1.2 Lokasi Perusahaan……… 57
4.1.3 Tujuan Perusahaan………... 57
4.1.4 Ruang Lingkup Bidang Usaha………. 58
4.2 Struktur Oraganisasi……….. 58
4.2.1 Pembagian Tugas dan Wewenang………... 59
4.3 Produksi Perusahaan………. 64
4.3.1 Uraian Proses Produksi………. 64
1. Penanaman……… 64
2. Pemeliharaan Tanaman………. 66
3. Eksploitasi/ Penyadapan……… 68
4. Tap Speksi Karet……… 69
5. Proses Lateks di Pabrik……….. 69
4.3.2 Faktor Produksi Perusahaan………. 75
4.4 Pembahasan……… 80
4.4.1 Interpretasi Model………. 80
4.5 Pengujian Hipotesis……… 84
4.5.1 Koefisien Determinasi (R-Square)……… 84
4.5.2 Uji F-Statistik……… 84
4.5.3 Uji t-statistik……….. 86
4.5.4 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik………. 89
b. Autokorelasi……… 90
BAB V PENUTUP……… 91
5.1 Kesimpulan………. 91
5.1 Saran………... 92 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No. Tabel Halaman
4.1 Luas Lahan, Jumlah Pupuk, Ethrel dan Curah Hujan 79
4.2 Total Produksi dan Produktivitas Karet
8 2
4.3 Corellation Matrix
DAFTAR GAMBAR No. Gambar
Hal aman
2.1 Kurva Produksi
28
2.2 Kurva Isocost
31
2.3 Kurva Tahapan Produksi
34
3.1 Kurva Uji F-Statistik
49
3.2 Kurva Uji t-statistik
4.1 Struktur Organisasi PTPN III Sarang Giting
59
4.2 Kurva Total Produksi PTPN III Sarang Giting
83
4.3 Kurva Produktivitas PTPN III Sarang Giting
83
4.4 Kurva F-Statistik Model Penelitian
85
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiaran 1 Hasil Regresi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test yang Terdapat Autokorelasi
Lampiaran 3 Hasil Regresi Pengobatan Autokorelasi Tahap II
ABSTRACT
This research aims is to analyze the factors that influence the production of rubber at PTPN III Sarang Giting, Serdang Bedagai. Data used in this research is time series data (periodic data) monthly in the period 2008-2010. Independent variable is land, fertilizer, ethrel and rainfall. The method that used is the method of Ordinary Least Square (OLS) is the econometric model.
The estimation results obtained show that Ethrel has a significant positive effect while the land area and fertilizer had no significant positive effect on the production of rubber at 95% confidence level. Meanwhile, rainfall was not significant negative effect on rubber production at PTPN III Sarang Giting.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hasil produksi karet di PTPN III kebun Sarang Giting, Kabupaten Serdang Bedagai. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series ( data berkala ) bulanan dalam kurun waktu 2008-2010. Variabel independennya adalah lahan, pupuk, ethrel dan curah hujan. Metode yang digunakan adalah metode Ordinary Least Square (OLS) yaitu dengan model ekonometrika.
Hasil estimasi yang diperoleh menunjukkan bahwa ethrel mempunyai pengaruh positif signifikan sedangkan luas lahan dan pupuk mempunyai pengaruh positif tidak signifikan terhadap produksi karet pada tingkat kepercayaan 95%. Sementara curah hujan berpengaruh negative tidak signifikan terhadap hasil produksi karet di PTPN III Sarang Giting.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pertanian di negara-negara berkembang merupakan sektor ekonomi yang sangat
potensial karena memberikan kontribusi yang sangat besar dalam pertumbuhan dan pembangunan perekonomian nasional. Peranan sektor pertanian di dalam bidang perekonomian adalah menyediakan kesempatan kerja dan berkontribusi dalam pembentukan
PDB. Sektor pertanian juga berperan sebagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca perdagangan baik lewat ekspor komoditi atau produksi barang substitusi impor.
Ditengah ancaman menurunnya pertumbuhan ekonomi dunia akibat krisis keuangan, perekonomian Indonesia juga akan mendapat tekanan yang cukup berat. Penururnan pertumbuhan ekonomi di negara-negara industri memberikan tekanan yang cukup besar
terhadap kinerja ekspor komoditas, tetapi dengan pangsa yang cukup besar dan adanya ekspektasi perbaikan perekonomian dunia ke depan, ekspor komoditas masih tetap menjadi
tumpuan perekonomian dalam jangka panjang. Salah satu komoditas yang selama ini menjadi andalan ekspor adalah karet dan barang karet di samping CPO yang tetap menjadi primadona ekspor. Karet merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia sehari-hari, hal ini
terkait dengan mobilitas manusia.
Peranan karet dan barang karet terhadap ekspor nasional tidak dapat dianggap kecil
mengingat Indonesia merupakan produsen karet urutan ke-2 terbesar di dunia dengan produksi sebesar 2,55 juta ton pada tahun 2007 setelah Thailand (produksi sebesar 2,97 juta ton) dan negara yang memiliki luas lahan karet terbesar di dunia dengan luas lahan mencapai
Dengan posisi yang cukup strategis tersebut, karet diharapkan menjadi salah satu penggerak kebangkitan ekonomi melalui peningkatan produksi yang akan meningkatkan
ekspor karet. Strategi optimalisasi ekspor karet dinilai tepat mengingat harganya yang cukup tinggi di pasar internasional apalagi dibarengi kemampuan pasar dalam negeri untuk
mengolah karet menjadi barang industri, seperti yang dilakukan oleh negara-negara berkembang lainnya.
Prospek industri karet ini sangat menjanjikan melihat perkembangan harga karet
menunjukkan kenaikan yang konsisten akibat meningkatnya permintaan dari negara berkembang yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi yang dimotori oleh
pesatnya industrialisasi di negara-negara maju.
Dari segi areal perkebunannya, Indonesia boleh berbangga diri karena memiliki hamparan kebun karet terluas di dunia, tahun 2008 lalu luas areal perkebunan karet Indonesia
mencapai sekitar 3,47 juta ha dengan total produksi karet alam sebanyak 2.921.872 ton. Luas areal perkebunan karet bertambah menjadi 3.524.583 hektar dengan produksi sebanyak
3.040.111 ton pada tahun 2009. (Ditjen Perkebunan, Departemen Pertanian).
Namun rasio antara volume produksi karet dengan luas areal perkebunan yang ada menunjukkan produktivitas yang masih rendah. Hal ini disebabkan sekitar 85% dari total
perkebunan karet di Indonesia merupakan perkebunan rakyat. Menurut beberapa hasil penelitian, produktivitas perkebunan karet rakyat masih sangat rendah yaitu sekitar 600 – 800
kg per hektar per tahun. Perkebunan rakyat umumnya belum menggunakan bibit karet dari klon-klon unggul, pemeliharaannya masih sederhana, serta banyak tanaman karet yang sudah tua dan rusak. Jauh berbeda dengan kondisi industri karet di Thailand yang menggunakan
Tiga jenis perkebunan karet yang ada di Indonesia yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Dari ketiga jenis
perkebunan tersebut, PR mendominasi luas lahan yang mencapai 2,84 juta hektar atau sekitar 85% dari lahan perkebunan karet. Bila dilihat pada tahun 2007, luas perkebunan rakyat
mencapai 2899,7 ribu hektar sedangkan luas perkebunan besar hanya 514 ribu hektar. Namun Pertumbuhan lahan PR menunjukkan penurunan karena peralihan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu faktor menurunnya area karet. Peralihan tersebut dipicu
dengan meningkatnya harga CPO di pasar dunia yang sejak tahun 2003 berada di kisaran US$ 500 per ton bahkan di tahun 2007 harga CPO mencapai US$ 800 per ton.( PMG
(Publisindo Marinitama Gemilang-Adhy Basar Parhusip)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia tergolong negara yang memiliki produktivitas industri karet yang rendah. Padahal lahan pertanian yang dimiliki
cukup luas. Namun areal yang luas dan tenaga kerja yang banyak tidak memberikan hasil yang optimum apabila tidak ditunjang dengan kemauan dan kemampuan penerapan
teknologi.
Hasil produksi karet di masa yang akan datang bisa tetap, meningkat ataupun mungkin juga mengalami penurunan. Dalam mengimplikasikan penurunan, peningkatan atau
tetapnya jumlah produksi penting diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi agar dapat dikendalikan, pengendalian yang dimaksud adalah dengan membatasi setiap
tindakan yang dianggap mengurangi nilai tambah dan meningkatkan hal-hal yang dianggap dapat menaikan nilai tambah terhadap produksi. Faktor yang mempengaruhi hasil produksi merupakan tolak ukur dalam pengambilan keputusan untuk menunjang pencapaian hasil
Rendahnya produktivitas di berbagai jenis usaha telah menjadi masalah bagi banyak perusahaan. Masalah produktivitas yang dimaksud pada dasarnya adalah bagaimana
kombinasi setiap input yang digunakan untuk menghasilkan output yang maksimal kuantitasnya serta berkualitas. Pengertian input dalam hal ini berkaitan dengan dengan
produk yang akan dihasilkan dan input meliputi penggunaan lahan, tenaga kerja, modal, bahan baku, teknologi, dan berbagai input lainnya. Produksi ini juga dipengaruhi oleh faktor biologi dari tanaman, tanah, dan alambatas. Contoh faktor alam yang dapat mempengaruhi
produksi adalah tingkat curah hujan. Ketika curah hujan tinggi maka intensitas cahaya matahari yang berguna untuk fotosintesisi tanaman akan berkurang. Kualitas lateks berkurang
karena tetesan air hujan dan aktivitas karyawan yang terbatas ketika hujan turun. Selain itu, faktor sosial ekonomi termasuk manajemen produksi, tingkat pendidikan, pendapatan, keterampilan dan lain sebagainya juga berpengaruh dalam mempengaruhi tingkat produksi.
Metode untuk meningkatkan produksi tani dapat dilakukan dengan intensifikasi atau ekstensifikasi. Metode intensifikasi menggunakan lebih banyak faktor produksi (input) selain
tanah, dan ekstensifikasi merupakan perluasan tanah pertanian dengan membuka lahan-lahan baru. Dalam pengerjaan tanah yang ekstensif, penggunaan tenaga kerja dan modal dikurangi untuk dipindahkan ke tanah pertanian lainnya. Tenaga kerja mempunyai harga paling tinggi,
menurut produktivitasnya di Eropa. Sedangkan di Indonesia faktor tenaga kerja merupakan faktor produksi yang lebih atau sangat murah. Dalam keadaan yang demikian jumlah tenaga
kerja dapat dikatakan tidak terbatas dan faktor produksi yang paling mahal adalah modal. Jadi para pengusaha harus bijaksana dalam mempertimbangkan kombinasi faktor produksi, dan juga penggunaan teknologi pertanian untuk mengatasi penyakit tanaman agar hasil produksi
Faktor produksi yang menentukan dalam usaha di bidang perkebunan meliputi lahan, pupuk, stimulan produksi lateks (ethrel), dan faktor curah hujan.
Perkebunan karet PTPN III Sarang Giting adalah salah satu perusahaan perkebunan besar negara yang memproduksi komoditi karet. Dalam proses produksi PTPN III Kebun
Sarang Giting mengkombinasikan dan memanfaatkan berbagai faktor produksi. Penulis yang bertempat tinggal di kawasan perkebunan tersebut tertarik untuk memilih PTPN III Kebun Sarang Giting sebagai tempat penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Hasil Produksi Karet di PTPN III Kebun Sarang Giting, Kabupaten Serdang Bedagai”.
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah yaitu:
1) Bagaimana pengaruh luas lahan terhadap peningkatan produksi karet?
2) Bagaimana pengaruh penggunaan pupuk terhadap peningkatan produksi karet?
3) Begaimana pengaruh penggunanaan stimulansia ethrel terhadap peningkatan produksi
karet?
4) Bagaimana pengaruh tingkat curah hujan terhadap peningkatan produksi karet?
1.3 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian dimana tingkat kebenarannya masih perlu diuji. Berdasarkan perumusan masalah
tersebut diatas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
2) Penggunaan pupuk mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan produksi, cateris paribus.
3) Penggunaan ethrel mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan produksi, cateris paribus.
4) Tingkat curah hujan mempunnyai pengaruh yang negatif terhadap peningkatan produksi, cateris paribus.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1) Untuk mengetahui apakah penggunaan lahan mempunyai pengaruh yang positif
terhadap peningkatan produksi.
2) Untuk mengetahui apakah penggunaan pupuk mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan produksi.
3) Untuk mengetahui apakah penggunaan ethrel mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan produksi.
4) Untuk mengetahui apakah tingkat curah hujan mempunyai pengaruh yang negatif terhadap peningkatan produksi.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya di bidang ekonomi.
3) Sebagai penambah,pelengkap, sekaligus sebagai pembanding hasil-hasil penelitian menyangkut topic yang sama.
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Peranan Pertanian Dalam Perekonomian Indonesia 2.1.1 Ilmu Ekonomi Pertanian
Ilmu ekonomi pertanian awalnya muncul dan berkembang di kawasan Eropa. Hal ini berkaitan dengan usaha untuk mengembangkan ilmu ekonomi pertanian, karena saat itu
terjadi depresi pertanian. Awal abad ke-18, ilmu pertanian semakin berkembang. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya buku ilmu pertanian yang ditulis, baik tentang keadaan atau
sistem yang berlaku, protes tentang kenyataan, serta ilmu atau teknis pertanian. Karena saat itu berkembang kerja rodi dimana-mana, tuan tanah yang semena-mena, rakyat kecil sangat menderita dan mengalami penindasan.
Kemudian Albrecht Thaer (1752-1828) dengan bukunya berjudul Grundsatze der Rationeller Landwirschaft dan Von der Goltz dianggap sebagai bapak pengubah Ilmu
Ekonomi Pertanian. Thaer sebenarnya adalah seorang dokter medis, namun lebih tertarik terjun dalan bidang pertanian. Selain itu juga dia mendirikan sekolah tinggi pertanian di Moglin pada tahun 1986. (Ir. Moehar Daniel, M.S, 2002, 10)
Amerika Serikat, ekonomi pertanian diajarkan di Universitas Ohio pada tahun 1892. Rural Economics adalah cikal bakal ilmu ekonomi pertanian. Pada tahun 1901 mata kuliah
Agricultural Economics mulai diajarkan di Universitas Cornell dan Farm Management pada tahun 1893.
Di Indonesia, ilmu ekonomi pertanian mulai berkembang pada tahun 1950-an. Ilmu
ini dikembangkan oleh Iso Reksohadiprodjodan Teko Sumardiwirjo. Mereka adala dosen di Universita Indonesia dan Universitas Gajah Mada yang menjadi pusat perkembangan
Ilmu ekonomi pertanian mempunyai fungsi yang tidak kalah pentingnya dari ilmu ekonomi maupun ilmu pertanian itu sendiri. Melihat asal usulnya, dasar pengembangan dan
manfaat penerapannya, ilmu ekonomi pertanian di Indonesia dapat mengambil manfaat kedua aspek pandangan kedua ilmu. Dengan dasar-dasar teori ekonomi mikro dan teori ekonomi
makro, tata buku, statistik dan lain-lain, maka kita dapat mempelajari penerapan segala teori-teori ekonomi dan perusahaan pada persoalan-persoalan pertanian, hubungan-hubungan ekonominya satu sama lain dan implikasinya bagi perekonomian nasional.
2.1.2 Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional.
Sebagai Negara agraria, sektor pertanian memegang peranan penting dalam hampir
keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari dari banyaknya penduduk yang hidup dan bekerja pada sektor pertanian. Pentingnya peran pertanian dapat pula dilihat dari besarnya nilai ekspor yang berasal dari pertanian terutama perkebunan yang menjadi sumber
pendapatan nasional.
Menurut M.L Jhingan (1994) peranan sektor pertanian pada pembangunan ekonomi
adalah:
1. Menyediakan surplus pangan yang semakin besar pada penduduk yang semakin meningkat.
2. Meningkatkan permintaan akan produk industry, sehingga mendorong perkembangan sektorsekunderdan sektor tersier.
3. Menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian secara terus-menerus
4. Meningkatkan penghasilan masyarakat untuk mobilitas pemerintah
5. Memperbaiki kesjahteraan masyarakat.
Pembangunan ekonomi dengan pemberian prioritas pada sektor pertanian, seperti
merupakan kebijaksaan di Negara lain. Namun pertanian tidak dapat berjalan sendiri, pertanian mempunyai hubungan yang erat dan kait-mengait dengan sektor lainnya misalnya
sektor industri, sektor pekerjaan umum, sektor perdagangan, pendidikan dan sebagainya. Oleh karena itu ntuk mempercepat proses pembangunan pertanian diperlukan peningkatan
kegiatan yang simultan dalam hampir semua sektor yang ada.
Menurut A.T. Mosher ada lima syarat yang harus ada untuk melakukan pembangunan pertanian:
a. Adanya pasar untuk hasil-hasil usaha tani. Dalam hal ini dapat berupa industri pengolahan.
b. Teknologi yang semakin berkembang
c. Tersedianya bahan-bahan dan alat produksi local dan terjangkau.
d. Adanya perangsang produksi bagi petani. Dalam hal ini berupa harga yang stabil.
e. Tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontiniu.
2.2 Kebijaksaan dalam Sektor Pertanian
Jika kita melihat kondisi pertanian yang ada sekarang ini pada sebagian besar Negara miskin,kita akan segera menyadari betapa banyaknya tugas-tugas yang harus kita pikul sesegera mungkin. Perbandingan sekilas antara produkrtivitas pertanian di negara-negara
maju dengan Negara-negara berkembang akan memperjelas gambaran suram tersebut.
Penyebab utama atas semakin memburuknya kinerja pertanian di Negara-negara di
Dunia Ketiga adalah terabaikannya sektor yang sangat penting ini dalam perumusan prioritas pembangunan karena menganggap sektor pertanian dapat bertumbuh sendiri. Terabaikannya sektor pertanian tersebut diperparah lagi dengan gagalnya pelaksaan investasi pada
Pembangunan pertanian Indonesia pada beberapa tahun ke depan masih akan dihadapkan pada beberapa isu mendasar dan tantangan baru yang merupakan dampak dari
krisis finansial global, lonjakan harga pangan yang bersamaan dengan lonjakan harga minyak bumi dunia. Sektor pertanian harus menghadapi faktor eksogen yang terkadang datang
tiba-tiba, seperti: instabilitas atau fluktuasi harga yang akan mempengaruhi harga faktor produksi, fenomena perubahan iklim yang mengacaukan ramalan produksi, serta variabilitas cuaca yang semakin tidak bersahabat.
Menurut Michael P. Todaro suatu strategi pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas pertanian dan ketenagakerjaan paling tidak memerlukan tiga unsur pelengkap
dasar, yakni:
1. Percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian penyesuaian teknologi, institusional dan insentif harga yang khusus dirancang untuk meningkatkan
produktivitas pertanian.
2. Peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian yang didasarkan pada
strategi pembangunan perkotaan yang berorientasikan pada upaya pembinaan ketenagakerjaan.
3. Diversifikasi kegiatan pembangunan pedesaan padat karya nonpertanian yang secara
langsung atau tidak lansung menunjang dan ditunjang oleh masyarakat pertanian.
2.3 Perkebunan Sebagai Subsektor Pertanian
Saat ini subsektor perkebunan merupakan sektor yang penting bagi keberlanjutan perekonomian bangsa. Dari sisi penerimaan negara, pada tahun 2008 sub sektor perkebunan memberikan sumbangan penerimaan negara lebih dari US $ 18,85 milyar yang melibatkan
petani sebanyak, 19,43 juta KK terlibat di sektor on farm, jumlah tersebut belum diperhitungkan penyerapan tenaga kerja pada sektor hilir maupun jasa penunjangnya untuk
Selain sebagai komoditi ekspor, komoditi perkebunan juga berperan dalam mendukung penyediaan bahan baku industri dalam negeri, seperti industri ban, sarung tangan,
minyak goreng, rokok, minuman, tekstil, cokelat dan sebagainya, Dalam upaya pengelolaan usaha perkebunan yang baik dan bermutu perlu didukung dengan ketersediaan SDM
perkebunan yang mencukupi dan berkualitas.
Meskipun kinerja perkebunan telah menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi, masih dijumpai berbagai masalah dan tantangan yang dapat menghambat pencapaian kinerja
perkebunan dalam masa mendatang, antara lain:
1. Produktivitas perkebunan yang sampai saat ini masih dibawah potensi
produksinya, baru sekitar 60-80%.
2. Industri pengolahan yang belum berkembang, sehinggga nilai tambah tidak dinikmati didalam negeri dengan optimal.
3. Dukungan infastruktur yang masih rendah, baik jalan maupun pelabuhan. 4. Mutu produk perkebunan masih dikategorikan rendah dan perlu ditingkatkan.
5. Terdapat sejumlah kebijakan dan peraturan daerah yang berpotensi menghambat investasi di daerah, seperti ekonomi biaya tinggi dalam perijinan dan retribusi. 6. Isu-isu lingkungan yang berkembang di dalam maupun dalam tataran
internasional.
7. Kualitas SDM perkebunan yang juga belum seluruhnya sesuai dengan kebutuhan.
Pembangunan perkebunan ke depan tetap mempunyai peranan yang penting dalam perekonomian Indonesia. Sekurang-kurangnya terdapat 3 (tiga) hal yang mewamai kegiatan pembangunan perkebunan kedepan, yaitu: Pertama: globalisasi, dengan upaya peningkatan
daya saing, meliputi mutu produksi, penyajian dan harga; Kedua: penerapan konsep dasar pembangunan berkelanjutan; Ketiga: mendukung upaya kearah kemandirian pangan dan
2.4 Tanaman Karet 2.4.1 Sejarah Karet
Sejarah karet bermula ketika Christopher Columbus menemukan benua Amerika pada 1476. Saat itu karet telah dikenal dan digunakan secara tradisional oleh penduduk asli di
daerah asalnya, yakni Brasil-Amerika Selatan. Karet tumbuh secara liar di lembah-lembah sungai Amazone, dan secara tradisional diambil getahnya oleh penduduk setempat untuk digunakan dalam berbagai keperluan, antara lain sebagai bahan untuk menyalakan api, bola
untuk permainan, baju tahan air.
Pada 1731, para ilmuwan mulai tertarik untuk menyelidiki bahan tersebut. seorang
ahli dari Perancis bernama Fresnau melaporkan bahwa banyak tanaman yang dapat menghasilkan lateks atau karet, diantaranya dari jenis Havea brasilienss yang tumbuh di hutan Amazon di Brazil.
Selain orang Prancis, Raja Philip III juga menaruh minat terhadap daerah baru yang banyak menghasilkan karet. Raja Philip III ikut menanamkan modalnya mengembangkan
tanaman karet didaerah Peru dan Meksiko. Namun setelah percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara, di mana sekarang ini tanaman ini banyak dikembangkan; sekarang Asiamerupakan sumber karet alami.
Penemuan-penemuan baru terutama yang menyangkut pengetahuan fisika dan kimia menambah nilai karet untuk kepentingan manusia yang pada akhirnya berlanjut ke
perkembangan industri dengan bahan baku karet. Setelah tahun 1839 dicapailah babak bari yang membuat karet menjadi primadona daerah-daerah perkebunan di beberapa Negara tropis. Pada tahun itu Charles Goodyear menemukan cara vulkanisir karet. Pada proses
vulkanisasi ini karet dicampur dengan belerang pada derajat suhu tertentu, sehingga menghasilkan sejenis produk yang lebih unggul dan banyak sifat karet yang diketahui dapat
Pemanfaatan karet yang sangat berarti ditemukan oleh DUNLOP pada tahun 1888, yakni diciptakannya ban pompa. Penemuan ini kemudian disusul oleh MICHELIN (Prancis)
dan Goodrich (Amerika) dengan menciptakan ban mobil yang kemudian berkembang dan berhasil membuat mobil pada tahun 1895.
Peningkatan permintaan bahan baku karet setelah itu berjalan pesat. Para investor tertarik untuk mengembangkan komoditi satu ini. Pabrik yang khusus mengolah karet didirikan oleh Thomas Hancock. The Royal Botanic Gardens di daerah Kew, London, adalah
perintis perkembangan karet di Benua Asia. (Tim Penulis PS, 1992:8)
2.4.2 Faktor-Faktor Alam yang Mempengaruhi Produksi Karet
Pada dasarnya tanaman karet memerlukan persyaratan terhadap kondisi iklim untuk menunjang pertumbuhan dan keadaan tanah sebagai media tumbuhnya.
a. Iklim
Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 150 LS dan 150 LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga memulai produksinya
juga terlambat. b. Curah hujan
Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai 4.000
mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150 HH/tahun. Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang.
c. Tinggi tempat
Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 m dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan laut tidak cocok
d. Angin
Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman
karet. e. Tanah
Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan
tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m.
Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur,
sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi
tanah berkisar antara pH 3, 0 - pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH < 3,0 dan > pH 8,0. Sifat-sifat tanah
Tanah yang cocok untuk tanaman karet pada umumnya antara lain :
- Sulum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu-batuan dan lapisan cadas - Aerase dan drainase cukup
- Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air - Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir
- Tanah bergambut tidak lebih dari 20 cm
- Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro - Reaksi tanah dengan pH 4,5 - pH 6,5
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar, tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan
memiliki percabangan yang tinggi diatas. Dibeberapa kebun karet ada beberapa kecondongan arah tumbuh tanamanya agak miring kearah utara.
Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3-20cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada
tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing, tepinya rata dan gundul.
Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi jumlah biji biasanya ada tiga kadang enam sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnaya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar
tanaman karet merupakan akar tunggang. Akar ini mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar. Lebih lengkapnya, struktur botani tanaman karet ialah tersusun
sebagai berikut (APP,2008): • Divisi : Spermatophyta
• Subdivisi : Angiospermae • Kelas : Dicotyledonae
• Ordo : Euphorbiales • Famili : Euphorbiaceae • Genus : Hevea
• Spesies : Hevea braziliensis
Jarak Tanam
Produktivitas satuan luas dipengaruhi oleh jarak tanam dan kerapatan tanaman,
dengan beberapa kelemahannya. Beberapa kerusakan yang akan terjadi akibat jarak yang lebih sempit adalah:
• Kerusakan mahkota tajuk oleh angin
• Kematian pohon karena penyakit menjadi lebih tinggi • Tercapainya lilit batang sadap lebih lambat
• Hasil getahnya akan berkurang
Oleh sebab itu, dalam melakukan penanaman, sangat tidak dianjurkan terlalu rapat
jarak antara satu pohon dengan pohon yang lainnya. Maka dewasa ini kepadatan kerapatan pohon setiap hektarnya tidak melebihi dari jumlah 400 sampai dengan 500 pohon. Hal itu
berarti jarak tanamnya perhektar adalah 7x3 m, 7, 14x 3, 33 m atau 8x2,5 m. Bibit
Usaha peningkatan produktivitas tanaman karet baik pada tingkat perusahaan swasta
maupun secara nasional, harus dilaksanakan dengan menanam klon-klon unggulan terbaru pada saat penanaman baru ataupun pada saat peremajaan.
Klon adalah keturunan yang diperoleh secara pembiakab vegetatif suatu tanaman . sehingga, cirri-ciri darti tanaman tersebut sama persis dengan tanaman induknya.. Klon-klon anjuran yang dianjurkan untuk digunakan pada saat okulasi maupun penanaman bibit unggul
adalah bahan tanaman karet. Adapun bahan tanaman yang dianjurkan adalah: Klon GT1, Klon PR 107, Klon PR 228, Klon PR 261, Klon PR 300, Klon PR 255, Klon PR 303, Klon
AVROS 2037, Klon BPMI. Penyadapan
Pemungutan hasil tanaman karet disebut penyadapan karet. Penyadapan merupakan
salah satu kegiatan pokok dari pengusahaan tanaman karet. Tujuan dari penyadapan karet ini adalah membuka pembuluh
dengan ketinggian 260 cm dari permukaan tanah merupakan bidang sadap petani memperoleh pendapatan selama kurun waktu sekitar 30 tahun. Oleh sebab itu penyadapan
harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merisak kulit tersebut. Jika terjadi kesalahan dalam penyadapan, maka produksi
hasil sadap yang baik, penyadapan harus mengikuti aturan tertentu agar diperoleh hasil yang tinggi, menguntungkan, serta berkesinambungan dengan tetap memperhatiakan faktor kesehatan tanaman.
2.4.3 Jenis-Jenis Karet
2.4.3.1. Perbedaan Karet Alam dan Karet Sintetis
Saat ini karet yang digunakan di industri terdiri karet alam dan karet sintetis. Penggunaan karet sintetis jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan karet alam. Karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia dan harganya cenderung
tetap stabil. Dalam hal pengadaaan, karet sintetis jarang mengalami kesulitan untuk pengiriman atau suplai barang. Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan
konsumsinya jauh di bawah karet sintetis atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintetis. Bagaimanapun, keunggulan yang dimiliki karet alam sulit ditandingi oleh karet sintetis. Adapun kelebihan-kelebihan yang dimiliki
karet alam dibanding karet sintetis adalah: (Tim Penulis PS, 1992,18)
o Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempuma,
o Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah,
o Mempunyai daya aus yang tinggi,
o Tidak mudah panas (low heat build up), dan
Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, di antaranya merupakan bahan olahan. Bahan olahan ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah kembali
berdasarkan bahan karet yang sudah jadi. Jenis-jenis karet alam adalah :
■ Bahan olah karet
o Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari sadapan pohon karet. Cairan getah ini belum mengalami penggumpalan, walau dengan tambahan atau tanpa bahan
pemantap (zat antikoagulan).
o Sheet Angin adalah bahan olahan karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring dan digumpalkan dengan asam semut, berupa karet sheet yang sudah digiling tetapi belum jadi.
o Slap Tipis adalah bahan olahan karet yang terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan dengan asam semut. Tingkat ketebalan pertama 30 mm dan tingkat ketebalan kedua 40 mm.
o Lump Segar adalah bahan olahan karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung.
■ Karet Alam Konvensional
Salah satu jenisnya adalah Ribbed Smoked Sheet atau biasa di singkat RSS merupakan jenis karet berupa lembaran sheet yang mendapat proses pengasapan dengan baik.
Jenisnya: X RSS ( mutu nomor satu), RSS 1, RSS 2, RSS 3, RSS 4, RSS 5.
■ Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran
atau padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual di pasaran ada yang dibuat melalui proses
■ Karet Bongkah atau block rubber adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang
menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan. Standar mutu karet bongkah
Indonesia tercantum dalam SIR (Standar Indonesian Rubber).
■ Karet Spesifikasi Teknis atau crumb rubber adalah karet alam yang dibuat khusus
sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu juga berdasarkan pada sifat teknisnya.
Warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu. Karet ini dipak dalam bongkah-bongkah kecil, berat dan ukuran seragam, ada serifikat uji coba laboratorium,
dan ditutup dengan lembaran plastik polythene.
■ Karet Siap Olah atau tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan
sebagai barang setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet lainnya.
■ Karet reklim atau reclaimed rubber adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang
karet bekas, terutamma ban-ban mobil bekas. Karenanya, boleh dibilang karet reklim adalah suatu hasil pengolahan scrap yang sudah divulkanisir.
Walaupun demikian, karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai
zat kimia dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil. Bila ada pihak yang menginginkan karet sintetis dalam jumlah tertentu maka biasanya pengiriman atau
suplai barang tersebut jarang mengalami kesulitan. Hal seperti ini sulit diharapkan dari karet alam. Harga dan pasokan karet alam selalu mengalami perubahan, bahkan kadang-kadang bergejolak. Harga bisa turun drastis sehingga merusak pasaran dan merisaukan para
produsennya. Kadang-kadang karena suatu sebab seperti keluamya peraturan pemerintah di negara produsen yang menginginkan suatu kondisi tertentu terhadap industri karet dalam
itu dari pihak pengusaha maupun pemerintah memilikj pengaruh yang besar terhadap usaha perkaretan alam secara luas.
Walaupun memiliki beberapa kelemahan dipandang dari sudut kimia maupun bisnisnya, akantetapi menurut beberapa ahli, karet alam tetap mempunyai pangsa pasar yang
baik. Beberapa industri tertentu tetap memiliki ketergantungan yang besar terhadap pasokan karet alam, misalnya industri ban yang merupakan pemakai terbesar karet alam. Beberapa jenis ban seperti ban radial walaupun dalam pembuatannya dicampur dengan karet sintetis,
tetapi jumlah karet alam yang digunakan tetap besar, yaitu dua kali lipat komponen karet alam untuk pembuatan ban nonradial. Jenis-jenis ban yang besar kurang baik bila
mengandung bahan karet sintetis yang lebih banyak. Porsi karet alam yang dibutuhkan untuk ban berukuran besar adalah jauh lebih besar. Bahkan, hampir semua bahan baku ban pesawat terbang dibuat dari karet alam.
Dewasa ini jumlah produksi karet alam dari karet sintetis adalah 1:2. Walaupun jumlah produksi karet alam lebih rendah, bahkan hanya setengah dari produksi karet sintetis,
tetapi sesungguhnya jumlah produksi dan konsumsi kedua jenis karet ini hampir sama.
2.4.4 Produk Turunan Karet
Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang. Umumnya alat-alat
yang dibuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam usaha industry seperti mesin-mesin penggerak. Barang yang dapat dibuat dari karet alam antara lain aneka ban kendaraan, sepatu karet, sabuk penggerak mesin, pipa karet,kabel, isolator, dan
bahan-bahan pembungkus logam. (Tim Penulis PS, 1992)
Karet juga dapat dipakai untuk tahanan dudukan mesin. Pemakaian lapisan karet pada
kipas angin. Sambungan pipa minyak, pipa air, pipa udara. Pabrik-pabrik juga menggunakan berbagai macam belt untuk power transmission belt, pengangkutan hasil, dan keperluan lain.
Sebagai pencegah lecet atau rusaknya kulit dan kuku ternak karena lantai semen yang keras, maka alas lantai dibuat dari karet dan sekarang banyak digunakan dipeternaka-peternakan
besar. Dalm peralatan dan kendaraan perang karet juga digunakan.
Bahan karet juga digunakan pada serat sabut kelapa, dimanfaatkan sebagai bahan keset dan tambang, karet digunakan melapisi permukaan serat sabut kelapa dengan lapisan
tipis karet untuk menstabilkan bentuk, menambah keuletan, dan meningkatkan kelenturan tumpukan serat sabut, sehingga banyak digunakan untuk pelapis bagian atas per pada kasur
pegas dan jok mobil.
Flinkote merupakan bahan pelapis antibocor dan antikarat yang terbuat dari karet telah lama memasyarakat. Pelapis antibocor komersial seperti Aqua-seal, Aqua-proof, dan
Multiguard umumnya digunakan dengan mengoleskannya secara tipis pada bahan, bersifat tidak lengket dan kurang elastis jika sudah kering serta mudah terkelupas jika kena goresan.
Flinkote sebagai pelapis antikarat dan antibocor, serta untuk melindungi bodi dan rangka bagian bawah kendaraan dan atap bangunan dari air hujan.
Karet busa alam, sebelum ada karet sintetis, karet busa dibuat dari lateks alam. Karet
busa banyak dikonsumsi untuk berbagai keperluan seperti kasur, bantal, jok, komponen sepatu, penyekat, dan pelapis bagian dalam jaket.
Sebenarnya manfaat karet bagi kehidupan manusia jauh lebih banyak daripada yang telah diuraikan di atas. Karet memiliki pengaruh yang besar terhadap bidang bidang transportasi, komunikasi, industri, pendidikan, kesehatan, hiburan, dan lain-lain. Hasil
sampingan lain dari tanaman karet yang memberikan keuntungan adalah kayu dan batang pohon karet.
2.5.1 Pengertian Produksi
Produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan
memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan prodiksi adalah mengkombinasi berbagai input atau masukan untuk menghasilkan
output.
Pada masa sekarang pengetahuan tentang teori ekonomi produksi semakin dibutuhkan, bukan saja oleh produsen tetapi oleh golongan masyarakat lainnya. Begitu pula
dengan semakin berkaitnya komoditas pertanian dengan komoditas lainnya sejalan dengan perkembangan agrobisnis, maka pengetahuan serta pemahaman tentang teori produksi tidak
terbatas diminati oleh produsen komoditas barang-barang pertanian.
2.5.2 Fungsi Produksi
Di dalam ekonomi, fungsi produksi yaitu suatu fungsi yang menunjukkan hubungan
antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input). Dalam bentuk matematika sederhana ditulis sebagai berikut: (Mubyarto, 1989 : 68)
Y = f (X1, X2, X3,… Xn)
Dimana: Y = hasil produksi fisik
X1, X2, X3,…Xn = faktor-faktor produksi
Dalam produksi pertanian misalnya produksi karet maka produksi fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus yaitu tanah, modal dan tenaga kerja.
Untuk dapat menggambarkan fungsi produksi ini secara jelas dan menganalisa peranan masing-masing faktor produksi maka dari sejumlah faktor-faktor produksi itu salah satu faktor produksi dianggap variabel berubah sedangkan faktor-faktor produksi lainnya
x (Faktor produksi tanah)
Gambar 2.1: Fungsi Produksi
Dalam grafik dapat dilihat, ketika kuantitas faktor produksi telah mencapai titik maksimal, maka hasil produksi tidak lagi naik malah akan menurun.
Menurut Soedarsono yang dimaksud fungsi produksi itu adalah hubungan teknis yang
menghubungkan faktor produksi dengan hasil produksi. (Soedarsono, 1982:21). Perilaku produksi bisa diuraikan dengan menggunakan salah satu diantaranya sangat berhubungan dan
dapat pula dikatakan saling melengkapi. Pertama ialah konsep kurva produk, yang dinyatakan dalam bentuk total, rata-rata, marginal, dan yang kedua ialah konsep analisis isoquant, yang dimaksud dengan kurva produk ialah kurva yang menunjukkan berbagai kemungkinan
kombinasi dua macam masukan atau lebih yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah hasil produksi.
a. Fungsi Produksi Satu Input Variabel
Fungsi produksi dengan satu input dapat ditunjukkan melalui grafik dua dimensi. Untuk penyederhanaannya dapat diasumsikan bahwa salah satu input adalah konstan dalam
jangka pendek (Suharti, T., 2003;78). Apabila input tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi berarti pembahasan bertumpu pada kemampuan kerja dalam menciptakan
Dalam analisis produksi dengan satu diasumsikan bahwa semua faktor produksi selain tenaga kerja (L) dianggap tetap. Fungsi produksi dengan satu input variabel tunduk terhadap
hukum “the law of diminishing return” yang menyatakan bahwa satu macam input (labor) penggunaannya terus ditambah sebanyak satu unit, sedangkan input-input yang lain konstan,
pada mulanya produksi total semakin banyak pertambahannya. Lama-kelamaan keadaan ini akan menyebabkan produksi total semakin lambat pertambahannya, akhirnya ia mencapai tingkat maksimum dan kemudian menurun.
b. Fungsi Produksi Dengan Dua Input Variabel
Apabila dua input yang digunakan dalam proses produksi menjadi variabel semua, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan isoquant dan isocost.
a. Isoquant
Isoquant adalah kurva yang menunjukkan kombinasi input yang dipakai dalam proses produksi, yang menghasilkan output tertentu dalam jumlah yang sama (Suharti, T., 2003; 83).
Isoquant mempunyai ciri-ciri yang sama dengan indifference curve dalam analisis perilaku konsumennya, yaitu (Suharti, T., 2003; 83):
1. Turun dari kiri atas ke kanan bawah
2. Cembung ke arah titik origin 3. Tidak saling berpotongan
4. Apabila jumlah output yang lebih banyak, artinya perubahan produksi digambarkan dengan pergeseran isoquant.
Marginal Rate of Technical Substitusion
(kapital) di satu sisi pada sumbu vertikal dan diganti dengan penambahan input lain (tenaga kerja) dengan tingkat produksi yang sama (Nasution, S. H., 2007; 65). Secara matematis
dapat dituangkan sebagai berikut:
b. Isocost
Isocost adalah kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi antara dua input yang berbeda yang dapat dibeli oleh produsen pada tingkat biaya yang sama. (Suharti, T., 2003;
87).
Kurva Isocost menjelaskan bahwa semakin dekat dengan titik origin, berarti semakin kecil pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh produsen dan sebaliknya, semakin jauh dari
titik origin maka semakin besar pengeluaran produsen. K
K1
K2
L1 L2 L
Gambar 2.2 Kurva Isocost
2.5.3 Efisiensi Produsen
sering disebut pendekatan dengan memaksimalkan keuntungan atau profit maximization. Di lain pihak manakala pengusaha diharapkan pada keterbatasan biaya dalam melaksanakan
usaha taninya, maka mereka dengan kendala biaya usaha yang ia miliki yang jumlahnya terbatas suatu tindakan yang dapat dilakukan adalah bagaimana memperoleh keuntungan
yang lebih besar dengan menekan biaya produksi produksi sekecil-kecilnya, pendekatan seperti ini dikenal dengan istilah meminimumkan biaya atau cost minimization.
Prinsip kedua pendekatan tersebut adalah sama saja yaitu bagaimana memaksimalkan
keuntungan yang diterima seorang produsen atau seorang pengusaha perkebunan dengan cara mengalokasikan penggunaan sumber daya yang seefisien mungkin untuk memahami kedua
pendekatan di atas, kita diharapkan dapat memahami pula konsep hubungan antar input dan output.
2.5.4 Konsep Produksi
Konsep dasar teori produksi sangat diperlukan bagi berbagai pihak, terutama pihak produsen untuk menentukan bilamana output dapat memberikan maksimum laba. Beberapa
informasi yang perlu diketahui produsen anatara lain permintaan output maupun informasi ketersediaan berbagai input guna mendukung proses output. Demikian pula alternatif penggunaan input dan bahkan pengorbanan terhadap sesuatu output guna kepentingan output
lainnya.
Keterangan ini perlu mendapat perhatian para pelaku kegiatan produksi sebagai suatu
kebijaksanaan sekaligus keputusan. Secara umum, konsep produksi dapat dibedakan menjadi 3 bagian (Kadariah, 1994; 100), yaitu:
1. Produk Total (Total Product)
perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian produk total ini merupakan fungsi dari input/ faktor-faktor produksi yang tersedia, sehingga besarnya sangat dipengaruhi oleh kepemilikan terhadap input yang diperlukan. Dalam hal ini fungsi produksi total dapat dirumuskan sebagai berikut:
TP = f (FP)
Artinya bahwa produksi total merupakan variabel dependen terhadap faktor produksi (FP) yang dijadikan sebagai variabel independen, dimana:
TP = Total Product (produk total)
FP = Factor of Production (faktor produksi)
2. Produksi Rata-Rata (Average Product)
Produksi rata-rata adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh setiap unit (satuan) faktor-faktor produksi. Konsep ini diperoleh dengan cara membagikan total produksi dengan
jumlah faktor produksi (input) yang dimiliki oleh sebuahperusahaan. Berdasarkan penjelasan tersebut, konsep ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dimana: AP = average product (produksi rata-rata) TP = total product (total produksi)
FP = jumlah faktor produksi yang digunakan
3. Produksi Marginal (Marginal Product)
Produk marjinal merupakan perubahan (pertambahan atau penurunan) produksi yang
diperoleh seiring dengan dilakukannya penambahan input. Dengan demikian konsep ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
MP = ΔQ = Qa - Qa-1
Qa = total produksi setelah penambahan faktor produksi Qa-1 = total produksi sebelum penambahan faktor produksi
2.5.5 Tahapan Produksi
y
I II III TP
AP
Gambar 2.3 Kurva Tahapan Produksi
Berdasarkan data dan grafik pada gambar 2.1 dapat ditemukan tahapan (stage)
produksi, apakah sebagai tahap I, II dan III. Tahap I ditunjukkan dari penggunaan 1 input tenaga kerja sampai pada perpotongan marginal product dengan average product. Tahap II
dimulai dari MP = AP sampai pada maksimum total product dengan MP = 0. Tahap III dimulai total product mengalami penurunan dan diikuti oleh marginal product yang negatif.
Tahap I penggunaan tenaga kerja relatif kecil sehingga total produksi masih
memungkinkan untuk ditingkatkan, tahapan ini merupakan rational stage sebagaimana tahap III dimana penambahan jumlah input tenaga kerja justru menurunkan jumlah produksi. Tahap
jumlah produksi. Dengan demikian berdasarkan ketiga tahapan produksi di atas, terbaik terdapat pada tahap produksi II (Nasution, S. H., 2007; 59)
2.5.6 Elastisitas Produksi
Output elasticity (elastisitas produksi) didefinisikan sebagai proporsi tingkat perubahan output (total produk) dari perubahan penggunaan input (misalkan tenaga kerja). Dengan menggunakan persamaan disajikan oleh james M. Henderson dan Richard E. Quandt adalah sebagai berikut:
Dimana: = Elastisitas produksi
Q = Produksi L = Tenaga Kerja
MP = Marginal Product AP = Average Produk
2.5.7 Fungsi produksi Cobb Douglas
Fungsi produksi Cobb Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel satu disebut, variabel dependen (Y) dan variabel
yang lain disebut variabel independen (X), penyelesaian hubungan antara Y dan X biasanya dengan cara referensi dimana variasi Y akan dipengaruhi varian X. Dengan demikian
kaidah-kaidah pada garis regresi juga berlaku pada penyelesaiain fungsi Cobb Douglas dapat ditulis persamaan :
Y = aX1b1. X2b2. … Xnbn e
Keterangan :
Y = Variabel independen
X = Variabel dependen a, b = Besaran yang diduga
e = Logaritma natural, e = 2,718
Fungsi produksi Cobb Douglas merupakan fungsi produksi yang sering dipakai dalam penelitian. Hal ini disebabkan karena fungsi ini mempunyai beberapa kelebihan, dimana
kelebihan-kelebihan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Fungsi produksi Cobb Douglas merupakan fungsi produksi yang relatif mudah
dibandingkan dengan fungsi produksi yang lain. Hal ini disebabkan karena fungsi produksi Cobb Douglas mudah dirubah menjadi bentuk produksi linier 2) Fungsi produksi Cobb Douglas dapat mengetahui beberapa aspek produksi
seperti produksi marginal (marginal product), produksi rata-rata (average product), tingkat kemampuan berfungsi untuk mensubstitusikan (marginal rate of subtitusi), dan intensitas penggunaan fungsi produksi (efficiency of production) secara mudah dengan jalan modifikasi matematika
3) Hasil pendugaan garis melalui fungsi produksi Cobb Douglas akan
menghasilkan regresi yang sekaligus akan menunjukkan besarnya elastisitas Besarnya elastisitas tersebut akan menunjukkan tingkat besarnya return to scale,
dengan persamaan matematis sebagai berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5
Dan besarnya b adalah elastisitas, maka jumlah dari elastisitas merupakan return to
Disamping kelebihan-kelebihan yang dimiliki Cobb Douglas, maka kelemahan fungsi Douglas adalah spesifikasi variabel yang keliru, kesalahan pengukuran variabel, bisa terhadap
manajemen, multikolinieritas data dan asumsi.
2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Karet
Pengertian produksi karet adalah usaha perkebunan atau pertanian dalam memproduksi karet, dari pembibitan sampai masa panen yang diinginkan. Sedangkan pengertian karet itu sendiri adalah getah yang diambil dari pohon karet yang berproduksi.
Masa pemeliharaan setiap tanaman karet berbeda karena dipengaruhi oleh faktor-faktor misalnya kesuburan tanah dan bibit yang dipilih (ada bibit yang bagus). Pelaksanaan
pengambilan getah karet biasanya ditentukan oleh keadaan tanaman dan masa tanaman tersebut ditanam.
1. Luas Lahan
Faktor produksi lahan mempunyai peran yang sangat penting karena selain sebagai media pertumbuhan karet, lahan harus pula berfungsi sebagai sumber makanan alam karet.
Tanah yang baik untuk lahan penanaman pohon karet adalah tanah yang subur atau tanah yang disuburkan, gembur, dan agak asam. Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik di daerah pegunungan ataupun daerah daratan.
Luas lahan yang digunakan sebagai ukuran dalam pemberian pupuk, selain itu luas lahan tersebut juga berpengaruh terhadap hasil karet. Jadi yang dimaksud dengan luas lahan
adalah luas lahan tanah atau luas daerah yang produktif untuk penanaman. Luas lahan dapat diukur dengan satuan m2 atau Ha.
2. Tenaga Kerja
juga kualitas dan jenis pekerjaan yang dikuasai. Selain itu tenaga kerja harus diperhatikan hak-haknya dalam hal tunjangan kesehatan, yaitu perusahaan menanggung biaya pengobatan
karyawan selama karyawan bekerja, mendapat ASKES, pemberian bonus, pemberian tunjangan hari raya dan libur cuti, juga perusahaan menanggung biaya kecelakaan apabila
karyawan mengalami kecelakaan pada saat bekerja.
Untuk proses produksi perlu disesuaikan tenaga kerja yang memadai, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga
jumlah optimal tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah mempunyai pekerjaan atau yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melakukan kegiatan lain, seperti mengurus rumah
tangga dan bersekolah, walau tidak bekerja namun mereka dianggap secara fisik mampu sewaktu-waktu ikut bekerja. Selain tenaga manusia, juga ada tenaga mesin dalam proses produksi.
Produktivitas faktor produksi tenaga kerja dapat ditunjukkan oleh perbandingan antara tambahan kuantitas produksi dan tambahan faktor produksi tenaga kerja, secara
matematis dapat ditulis sebagai berikut :
Dimana : Ptk = Produktivitas tenaga kerja ∆Q = Tambahan produksi
∆tk = Tambahan tenaga kerja
Dalam ukuran ekonomis tenaga kerja dan modal akan mendorong kenaikan output
(Sudarsono, 1982 : 103-105).
3. Modal
proses produksi modal merupakan faktor produksi yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan output secara makro, modal merupakan pendorong besar (big push) untuk
meningkatkan output. Peningkatan modal akan berpengaruh pada investasi dalam sektor industri, sehingga akan mendorong kenaikan output (Agus Ahyari, 1988 : 88).
Ditinjau dari segi modal, kenaikan output tergantung pada besarnya tambahan modal (faktor produk tidak diasumsikan tetap) atau dapat dirumuskan sebagai perbandingan antara tambahan produksi dengan tambahan faktor produksi modal dengan kenaikan output ini
mencerminkan produktivitas dari faktor produksi modal dengan faktor produksi yang lain, secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dimana : Pm = Produktivitas modal ∆Q = Tambahan produksi ∆m = Tambahan modal
Pemilihan suatu faktor produksi modal dalam jumlah rupiah berdasarkan atas pertimbangan bermacam-macam jenis modal yang dibutuhkan dalam suatu proses produksi.
Dengan modal yang cukup dan pengelolaan yang baik dan efisien maka produksi akan meningkat dan pendapatan akan meningkat pula.
4. Manajemen (Skill)
Manajemen berarti proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota serta penggunaan sumber daya dalam rangka
pencapaian tujuan yang ditetapkan. Dari uraian di atas maka factor produksi ini tidak kalah penting disbanding factor produksi lain. Perlu diketahui ada tiga alasan manajemen ini sangat
dibutuhkan oleh perusahaan, yakni:
3. Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas.
4. Manajemen Teknologi
Produksi lateks per satuan luas dalam kurun waktu tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang bisa dianggap teknologi yang dikembangkan antara lain.
1. Klon unggul, yang diperoleh dengan cara vegetatif induk tanaman untuk mengambil
sifat unggul indukan. Kegiatan pemuliaan karet di Indonesia telah banyak menghasilkan klonklon karet unggul sebagai penghasil lateks dan penghasil kayu.
Pada Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet 2005, telah direkomendasikan
klon-klon unggul baru generasi-4 untuk periode tahun 2006 – 2010, yaitu klon: IRR 5,
IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 104, IRR 112, dan IRR 118.
2. Pemeliharaan tanaman belum menghasilkan, Penanaman Kacangan Penutup Tanah (Legume cover crops = LCC) untuk menghindari kemungkinan erosi, memperbaiki struktur fisik dan kimia tanah, mengurangi pengupan air, serta untuk membatasi pertumbuhan gulma.
3. Pemeliharaan yang umum dilakukan pada perkebunan tanaman karet meliputi
pengendalian gulma dengan herbisida, pemupukan dan pemberantasan penyakit tanaman.
4. Sistem dan manajemen sadap, dan lainnya. Dalam proses ini digunakan ethrel untuk menstimulai produksi lateks
Dengan asumsi bahwa pengelolaan kebun plasma dapat memenuhi seluruh kriteria
2.7 Biaya Produksi
Keputusan manajemen dalam kaitan dengan penggunaan input produksi sangat
penting dan perlu menjadi perhatian yang serius. Untuk menciptakan sesuatu output tentunya berbagai input yang digunakan seperti: tenaga kerja, barang-barang modal, teknologi, dan
lainnya. Keseluruhan input ini pada hakikatnya berupa biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam proses produksi (Sumanjaya, 2008; 106)
Fungsi biaya total ini merinci biaya total yang dikenakan oleh perusahaan untuk
memproduksi suatu output tertentu selama kurun waktu tertentu. Para ahli ekonomi mendefinisikan biaya ditinjau dari biaya alternatif atau opportunity cost. Doktrin biaya
alternatif menetapkan bahwa biaya dari suatu faktor produksi merupakan nilai maksimum yang diproduksi oleh faktor ini dalam suatu penggunaan alternatif. (Suhartati, 2003; 123) Biaya dapat kita kelompokkan berdasarkan realitas dan sifatnya. Berdasarkan realitas, biaya
dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Biaya Eksplisit ialah pengeluaran yang nyata dari suatu perusahaan untuk membeli
atau menyewa input atau faktor produksi yang diperlukan di dalam proes produksi. 2. Biaya Implisit ialah nilai dari suatu input milik sendiri atau keluarga yang digunakan
oleh perusahaan itu sendiri di dalam proses produksi.
Berdasarkan sifatnya, biaya dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Biaya Tetap
Merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh suatu perusahaan per satuan waktu tertentu, untuk keperluan pembayaran semua input tetap dan besarnya tidak bergantung dari jumlah produk yang dihasilkan.
2) Biaya Variabel
Merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh suatu perusahaan pada waktu tertentu,
2.8 Economies dan Diseconomies Scale
Merupakan pernyataan tentang bagaimana alternatif proses produksi dilakukan oleh
suatu perusahaan. Economies scale berarti penggunaan input produksi dimana rata-rata biaya produksi menunjukkan penurunan sedangkan output dinyatakan meningkat. Diseconomies
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah langkah atau metode prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji
hipotesis penelitian.
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di PTPN III Kebun Sarang Giting dengan
menganalisa pengaruh penggunaan tenaga kerja, pupuk, luas lahan, dan ethrel terhadap produksi karet.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Sumber datanya diperoleh dari PTPN III Kebun Sarang Giting, dalam kurun waktu 2008-2010( dalam, data
bulanan). Disamping itu, data lainnya yang mendukung penelitian diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan-tulisan ilmiah, literature, jurnal, majalah-majalah ekonomi,
laporan-laporan penelitian ilmiah dan internet.
3.3 Pengolahan Data
Penulis menggunakan program komputer eviews 5.1, Microsoft Office Word 2007,
Microsoft Office Excel 2007 untuk mengolah data dalam pengolahan skripsi ini.
3.4 Model Analisis Hasil
Model analisis yang digunakan dalam menganalisis data adalah model ekonometrik.
OLS). Data yang digunakan dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan analisis statistik yaitu persamaan regresi linier berganda.
Model persamaannya adalah sebagai berikut:
Y = f( X1, X2, X3, X4)……… (1)
Dari fungsi tesebut ditransformasikan ke dalam model persamaan regresi linear dengan spesifikasi model sebagai berikut:
Y = α + β1X1+ β2X2+ β3X3+ β4X4+ µ…….. (2)
Dimana:
Y = Produksi karet α = Intercept/ Konstanta β = Koefisien Regresi
X1 = Luas Lahan (Hektar)
X2 = Pupuk (Kg)
X3 = Stimulansia Ethrel (Kg)
X4 = Tingkat curah hujan (mm)
µ = term of error (kasalahan pengganggu)
Secara sistematis bentuk persamaan hipotesisnya adalah sebagai berikut:
, artinya apabila X1 (penggunaan lahan) mengalami kenaikan maka Y akan
, artinya apabila X2 (penggunaan pupuk) mengalami kenaikan maka Y akan
mengalami kenaikan, cateris paribus.
, artinya apabila X3 (penggunaan ethrel) mengalami kenaikan maka Y akan
mengalami kenaikan, cateris paribus.
, artinya apabila X4 (tingkat curah hujan) mengalami kenaikan maka Y akan
mengalami penurunan, cateris paribus.
3.5 Test Of Goodnest Of Fit (Uji Kesesuaian)
3.5.1 Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independent secara bersama mampu memberi penjelasan terhadap variabel independen.
Ada 2 ciri dari R2 yang perlu diperhatikan: 1) Jumlah tidak pernah negatif.
3.5.2 Uji F-Statistik (General Testing)
Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen secara keseluruhan atau
bersama-sama terhadap variabel independen. Rumus untuk mencari F hitung (F*) adalah:
Keterangan:
R2 =Koefisien Determinasi K = Jumlah variabel independen
N = Jumlah variabel
Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut: H0 : b1 = b2 = bk………. bk = 0 (tidak ada pengaruh)
Ha : b2≠ 0………... i = 1 (ada pengaruh)
Kriteria pengambilan keputusan: 1. H0: β1= β2= β3 = 0
H0 diterima (F*<F tabel), artinya variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.
2. Ha: β1≠ β2≠ β3≠0
Ha diterima (F*>F tabel), artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel independen.
Ha diterima
Gamabar 3.1 Kurva Uji F-statistik
3.5.3 Uji t-statistik (Partial Test)
Uji t merupakan suatu pengujian secara partial yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing kofisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen,
dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut:
H0 : bi : b
Hi : bi≠ b
Dimana bi adalah koefisien independen ke-I nilai parameter hipotesis. Biasanya b
dianggap = 0, artinya tidak ada pengaruh variabel X terhadap Y. Bila nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata atau signifikan terhadap variabel
independen.
Rumus ini mencari t-hitung (t*) adalah:
Keterangan
b = nilai hipotesis nol
Sbi = simpangan baku dari independen ke-i
Kriteria pengambilan keputusan:
H0: β H0 diterima (t* < t-tabel), artinya variabel independen secara bersama-sama
tidak berpengaruh nyata terhadap variabel independen.
Ha: β = 0 Ha diterima (t*> t tabel), artinya variabel independen secara bersama-sama
berpengaruh nyata terhadap variabel independen.
H0 diterima
Ha diterima Ha diterima
0
Gambar 3.2 Kurva Uji t-statistik
3.6 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.6.1 Multikolinearity
Multikolinearity adalah alat untuk mengetahui apakah ada hubungan yang kuat (kombinasi linear) diantara variabel independen. Untuk mendeteksi ada tidaknya
multikolinearitas dapat dilihat dari R-square, F-hitung, t-hitung, serta standart error. Adapun multikolinearity ditandai dengan:
a. Standart error tidak terhingga