i | P a g e
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufiq, dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan critical review dengan lancar yang membahas
studi kasus faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan dengan teori lokasi yaitu teori Von
Thunen.
Selama proses penulisan penulis banyak mendapatkan bantuan dari pihak-pihak lain
sehingga paper ini dapat terselesaikan dengan optimal. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian critical review ini khususnya kepada Ibu Belinda Ulfa Aulia, ST. M.Sc selaku
dosen Mata Kuliah Analisa Lokasi dan Keruangan.
Sekian, semoga paper ini dapat bermanfaat secara luas. Penulis menyadari bahwa
paper ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan.
Surabaya, Maret 2015
ii | P a g e
Daftar Isi
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ...ii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penulisan ... 1
1.3 Sistematika Penulisan ... 2
BAB II PEMBAHASAN ... 3
2.1 Konsep Dasar Teori Lokasi ... 3
2.2 Alasan Pemilihan Lokasi ... 5
2.3 Faktor-faktor Lokasi ... 6
2.4 Implikasi Teori Terhadap Lokasi yang Dipilih ... 6
2.4.1 Gambaran Umum Kawasan Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran ... 6
2.4.2 Implikasi Teori Von Thunen terhadap Kawasan Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran ... 7
BAB III PENUTUP ... 10
3.1 Lesson Learned ... 10
3.2 Kesimpulan ... 10
1 | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lahan merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan
manusia dan juga merupakan sumber daya pembangunan yang memiliki sifat
persediaan yang terbatas dan tidak dapat bertambah. Oleh karena itu, perlu adanya
pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh manusia terhadap lingkungan hidup yang
menjadi lingkungan terbangun seperti lapangan, pertanian, dan permukiman.
Usaha-usaha untuk memaksimalkan penggunaan lahan juga tercermin dari intensifnya
pemanfaatan suatu guna lahan yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan
pemanfaatan lahan.
Kota Samarinda adalah salah satu kota sekaligus ibu kota provinsi Kalimantan
Timur, Indonesia, yang memiliki Sungai Mahakam yang membelah di tengah Kota
Samarinda. Perkembangan Kota Samarinda sendiri lebih mengacu pada pusat kota,
sehingga saat ini Kota Samarinda tidak lagi mengembangkan “kota lama” melainkan lebih mengarah pada “kota-kota baru”, dimana pengembangan kota baru tersebut diarahkan menyebar khususnya pada Kecamatan Palaran dan Kecamatan Samarinda
Ilir.
Kecamatan Samarinda Ilir merupakan pusat Central Bussiness District (CBD)
Kota Samarinda yang memiliki harga lahan yang meningkat dari tahun ke tahun.
Sedangkan Kecamatan Palaran merupakan wilayah di Kota Samarinda yang sedang
berkembang dengan banyaknya dilakukan berbagai pembangunan sarana prasarana
kota. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif untuk mengetahui karakteristik
harga lahan berdasarkan variabel yang mempengaruhi harga lahan dengan
menggunakan analisis crosstabs dan uji test chi square pada crosstabs. Dengan ini,
dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga lahan pasaran di
wilayah Kecamatan Palaran dan Kecamatan Samarinda Ilir dan implikasi Teori Von
Thunen mengenai harga lahan di kedua kecamatan yang memiliki karakteristik yang
berbeda.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui implikasi
teori-teori lokasi terhadap fenomena lokasi dan keruangan yang terbentuk dalam
2 | P a g e
1.3 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembaca dalam mengeksplorasi makalah ini, maka
disusunlah sistematika yang terkonsep, yakni:
BAB I PENDAHULUAN: merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang yang
membahas sedikit mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga lahan
di Kecamatan Palaran dan Kecamatan Samarinda Ilir, tujuan penulisan serta
sistematika penulisan.
BAB II PEMBAHASAN: merupakan bab pembahasan yang berisi konsep dasar teori
lokasi, alasan pemilihan lokasi, faktor-faktor lokasi, dan implikasi teori terhadap lokasi
yang dipilih.
BAB III PENUTUP: merupakan bab penutup yang berisi lesson learned dan
3 | P a g e
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Teori Lokasi
Teori Von Thunen: Land Use Theory
Johan Heinrich Von Thunen (1783-1850) adalah seorang ahli ekonomi
pertanian yang berasal dari Jerman dan merupakan orang pertama yang membuat
model analisis dasar dari hubungan antara pasar, produksi dan jarak (Prof. Syafrizal,
2008). Teori Von Thunen dikenal dengan teori land use yang merupakan teori lokasi
yang dicetuskan pertama kali di Jerman dimana pada saat itu tidak ada industri, jalan
raya maupun jalan kereta.
Teori lokasi Von Thunen diawali dengan analisis lokasi areal produksi
pertanian yang pada saat itu tanah dikuasai oleh raja dan para bangsawan yang
menyewakan tanahnya pada petani dan dapat dibayar dengan menggunakan hasil
pertaniannya. Von Thunen menggambarkan lokasi yang terisolasi atau terpencil
dengan iklim dan tanah yang seragam (uniform), topografi yang seragam dan datar,
serta alat-alat transportasi tradisional yang seragam yang hanya dilayani oleh kereta
yang ditarik oleh hewan atau ternak. Ada beberapa asumsi yang digunakan oleh Von
Thunen yaitu:
1. Areal pertanian satu ragam (uniform) dalam atribut lingkungannya. Artinya
dalam satu lahan hanya boleh ditanami oleh satu jenis tanaman saja dan
tidak boleh dicampur dengan tanaman lainnya.
2. Hanya ada satu pasar akibat lokasi yang terisolasi (terpencil) bebas dari
pengaruh pasar-pasar kota-kota lain.
Gambar 1 Johan Heinrich Von Thunen
4 | P a g e 3. Transportasi sejenis dan biaya transportasi meningkat bersamaan dengan
jarak terhadap pasar. Artinya, pada jaman dahulu untuk mencapai ke pusat
transportasi yang digunakan adalah transportasi darat berupa kereta yang
ditarik oleh sapi, kuda atau keledai sehingga biaya transportasi yang
dikeluarkan tinggi dan tidak sebanding dengan upah yang didapat.
4. Semua petani bertindak rasional/ekonomis yang dimana para petani sudah
memperhitungkan besar biaya transportasi yang dikeluarkan dari lahan
pertanian/perkebunan menuju pusat. Penggunaan lahan juga
memaksimumkan profit atau keuntungan dan petani memiliki informasi yang
cukup mengenai biaya produksi dan harga pasar.
Menurut Von Thunen tingkat sewa lahan adalah paling mahal di pusat pasar
dan makin rendah apabila makin jauh dari pasar. Von Thunen menentukan
hubungan sewa lahan dengan jarak ke pasar dengan menggunakan kurva
permintaan. Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga jual dengan biaya
produksi tersebut, masing-masing jenis produksi memiliki kemampuannya untuk
membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan,
makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar. Hasilnya
adalah suatu pola penggunaan lahan berupa diagram cincin. Perkembangan Teori
Von Thunen adalah selain harga lahan tinggi di pusat kota dan akan makin menurun
apabila makin jauh dari pusat kota.
Namun demikian, Teori Von Thunen pada masa sekarang tidak dapat
sepenuhnya diterapkan meskipun perbedaan sewa lahan di wilayah kota dinilai lebih
tinggi namun permasalahan mengenai biaya transportasi yang terjadi pada masa itu
kini sudah tidak terlalu membebani para pelaku pertanian pada masa sekarang, Gambar 2 Pola penggunaan lahan Teori Von Thunen
5 | P a g e karena jasa angkutan sudah sangat jauh berkembang dibandingkan pada masa itu,
sehingga area pertanian tidak harus selalu mendekati pusat pasar atau kota. Untuk
mengetahui teori lokasi yang sudah dikembangkan dapat dilihat dari Teori Weber.
2.2 Alasan Pemilihan Lokasi
Jumlah penduduk yang semakin meningkat maka penggunaan ruang di pusat
kota akan semakin terbatas. Samarinda merupakan sebuah kota di Kalimantan Timur
yang memiliki 10 kecamatan yakni Loa Janan Ilir, Palaran, Samarinda Ilir, Samarinda
Kota, Samarinda Seberang, Samarinda Ulu, Samarinda Utara, Sambutan, Sungai
Kunjang, dan Sungai Pinang. Akan tetapi Kota Samarinda memiliki perkembangan yang
berada di pusat kota, yaitu di kawasan tepian mahakam. Dalam pengembangannya, Kota Samarinda tidak lagi mengembangkan “kota lama” akan tetapi lebih mengarah ke pengembangan “kota-kota baru”. Pusat pengembangan baru nantinya akan terpisah dengan “kota induk” (kota lama), dimana pengembangan kota baru tersebut diarahkan terjadi secara menyebar.
Upaya pengembangan kutub-kutub pusat ditujukan untuk fungsi lokal, selain itu
juga untuk penggunaan fungsi regional. Pengembangan titik-titik kutub tersebut terdiri
dari lima bagian fungsi yaitu: (1) Samarinda Seberang sebagai pusat pemerintahan kota
dan pendidikan, (2) Palaran sebagai kota baru (New Town) berbasis industri, (3)
Makroman (Samarinda Ilir) sebagai pusat kota pemerintahan Propinsi Kalimantan
Timur, (4) Lempake (Samarinda Utara) sebagai kawasan pariwisata dan fungsi lindung,
dan (5) Samarinda Ilir sebagai Central Bussiness District.
Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran merupakan kecamatan yang
memiliki pembangunan sarana dan prasarana yang pesat. Kecamatan Samarinda Ilir
merupakan kawasan yang terdapat Central Bussiness District (CBD) dan pendukung
Central Bussiness District. Sedangkan Kecamatan Palaran merupakan kecamatan
terluas kedua di Samarinda yang saat ini sedang dilakukan berbagai pembangunan
diantaranya pembangunan pelabuhan, stadion dan lain-lain. Dua kecamatan ini
sama-sama memiliki pembangunan yang pesat sehingga harga lahannya semakin lama
semakin tinggi karena dipengaruhi oleh aktivitas-aktivitas pendukung yang ada
dibandingkan dengan wilayah kecamatan lainnya.
Aktivitas pengembangan sejumlah proyek berskala besar akan memicu kenaikan
harga lahan. Terbukti pada Kecamatan Palaran yang merupakan wilayah di Kota
Samarinda yang pada tahun 2008 itu sedang berkembang dengan maraknya
pembangunan berbagai sarana prasarana perkotaan diantaranya pembangunan
6 | P a g e juga terdapat kawasan industri yang dapat memacu perkembangan kota baik secara
langsung maupun tidak langsung.
2.3 Faktor-faktor Lokasi
Harga lahan di Kecamatan Palaran yang merupakan kawasan industri dan
Kecamatan Samarinda Ilir yang merupakan kawasan pusat CBD semakin meningkat
dari tahun-tahun sebelumnya, apalagi dengan ditambahnya rencana pembangunan
jembatan Mahkota II. Harga lahan pasaran di wilayah Kecamatan Palaran dan
Kecamatan Samarinda Ilir dipengaruhi faktor-faktor yang berbeda-beda. Kedua
kecamatan ini memiliki karakteristik yang berbeda pula dalam faktor-faktor
pembentukan pemodelan harga lahan.
2.4 Implikasi Teori Terhadap Lokasi yang Dipilih
2.4.1 Gambaran Umum Kawasan Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan
Palaran
Kota Samarinda adalah salah satu kota sekaligus merupakan ibu kota
Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Seluruh wilayah kota ini berbatasan
langsung dengan Kabupaten Kutai Kartanegara. Kota ini memiliki luas wilayah 718
kilometer persegi dan berpenduduk 805.688 jiwa pada tahun 2013 (Sumber: Badan
Pusat Statistik Kota Samarinda), menjadikan kota ini berpenduduk terbesar di
seluruh Kalimantan. Secara administratif Samarinda terbagi menjadi 10 kecamatan.
Kecamatan Samarinda Ilir yang merupakan kawasan CBD Kota Samarinda
memiliki luas wilayah sebesar 8.970 Ha. Kecamatan Samarinda Ilir memiliki 13
kelurahan, antara lain Kelurahan Pulau Atas, Kelurahan Sindang Sari, Kelurahan
Makroman, Kelurahan Sambutan, Kelurahan Sungai Kapih, Kelurahan Selili,
Kelurahan Sungai Dama, Kelurahan Sidodamai, Kelurahan Sidomulyo, Kelurahan
Karang Mumus, Kelurahan Pelabuhan, Kelurahan Pasar Pagi, dan Kelurahan
Sungai Pinang Luar. Sedangkan Kecamatan Palaran merupakan kawasan
berkembang yang memiliki luas wilayah sebesar 18.253 Ha. Kecamatan Palaran
memiliki 5 kelurahan, antara lain Kelurahan Hanil Bhakti, Kelurahan Simpang Pasir,
Kelurahan Rwa Makmur, Kelurahan Bakuan, dan Kelurahan Bantuas. Adapun
batas-batas administratif Kecamatan Palaran sebagai berikut:
Sebelah Utara : Sungai Mahakam (seberangnya Kecamatan Sambutan)
Sebelah Selatan : Kecamatan Loa Janan dan Sanga-sanga, Kutai Kartanegara
Sebelah Barat : Kecamatan Samarinda Seberang dan Loa Janan, Kutai Kartanegara
7 | P a g e
2.4.2 Implikasi Teori Von Thunen terhadap Kawasan Kecamatan Samarinda
Ilir dan Kecamatan Palaran
Von Thunen (1826) dalam Ardhityatama (2011) adalah orang yang pertama
kali mengemukakan tentang teori nilai lahan yang berpendapat tentang keuntungan
penggunaan lahan didapat dari keseragaman fungsi lahan yang mengelilingi daerah
pusat produksi (CBD). Faktor utama yang mempengaruhi dan menentukan pola
penggunaan lahan adalah biaya transportasi. Biaya transportasi tersebut
dihubungkan dengan jarak dan sifat dari barang dagangan. Von Thunen berasumsi
bahwa semakin jauh jarak dari lokasi tempat dimana barang tersebut diproduksi,
maka semakin besar biaya transportasi yang dikeluarkan.
Akan tetapi Teori Von Thunen tersebut perlu dilengkapi dengan faktor “persepsi masyarakat” terhadap lahan yang sangat erat untuk kasus di Indonesia. Dalam prakteknya yang terjadi di lapangan, proses penawaran dilakukan individu
perseorangan maupun perusahaan (pengusaha) yang mencoba mendapatkan lahan
melalui pasar secara langsung akan memperhitungkan kelengkapan yang tidak
terpisahkan yaitu lokasi, jarak pelayanan, fasilitas, kegiatan, pendukung, kualitas
lingkungan, sektor sosial, dan transportasi.
Perbedaan harga lahan yang ada di pasaran Kota Samarinda, khususnya
Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran dipengaruhi oleh faktor-faktor Gambar 3 Peta Kota Samarinda
8 | P a g e tertentu. Karakteristik harga lahan pasaran berdasarkan variabel pengaruh harga
lahan di Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran dengan menggunakan uji
test chi square dibagi menjadi 7 yaitu: luas lahan, guna lahan, status kepemilikan
lahan, jarak terhadap pusat kota, jarak terhadap jalur angkutan umum, kelas jalan,
dan perkerasan jalan. Akan tetapi ada beberapa variabel yang tidak memiliki
hubungan yang signifikan sehingga dianggap tidak mempengaruhi harga lahan.
Tabel 1 Variabel Harga Lahan Kecamatan Samarinda Ilir dan kecamatan Palaran
Variabel Harga Lahan Kecamatan Samarinda Ilir Kecamatan Palaran
Luas lahan Tidak memiliki hubungan
signifikan Memiliki hubungan signifikan
Guna lahan Memiliki hubungan signifikan Memiliki hubungan signifikan
Status kepemilikan lahan Memiliki hubungan signifikan Memiliki hubungan signifikan
Jarak terhadap pusat
kota Memiliki hubungan signifikan Memiliki hubungan signifikan
Jarak terhadap jalur
Kelas jalan Memiliki hubungan signifikan Memiliki hubungan signifikan
Perkerasan jalan
Memiliki hubungan signifikan Memiliki hubungan signifikan
Jumlah jalur Memiliki hubungan signifikan Memiliki hubungan signifikan
Sumber: Jurnal
Pada faktanya, kegiatan perkantoran dan perdagangan jasa lebih
menguntungkan jika berada di lokasi Kecamatan Samarinda Ilir yang merupakan
pusat Kota Samarinda karena memiliki harga nilai lahan yang sangat tinggi yaitu
untuk perkantoran sebesar Rp 5.000.000,-/m2 dan perdagangan jasa sebesar Rp
3.135.366,-/m2. Perdagangan dan jasa yang dimaksud disini adalah pertokoan, ruko, pusat Central Bussiness District dan pusat aktivitas kegiatan masyarakat.
Kelangkaan lahan-lahan di Kota Samarinda seperti untuk pertokoan pastinya terletak
di pusat kota dan biaya sewa atau beli tanahnya lebih mahal dari biaya sewa atau
beli rumah yang jauh dari pusat perkotaan, bahkan harganya selalu naik mengikuti
perkembangan yang terjadi dari tahun ke tahunnya. Ini mengindikasikan bahwa Teori
Von Thunen tentang alokasi lahan untuk kegiatan pertanian juga berlaku di daerah
perkotaan. Akan tetapi apakah lokasi yang jauh dari pusat kota selalu memiliki harga
lahan yang rendah?
Jenis guna lahan di Kecamatan Palaran berupa lahan industri, perdagangan,
perumahan dan perkebunan. Berdasarkan variabel jenis guna lahan, nilai rata-rata
harga lahan tertinggi berada pada kelas jenis guna lahan industri senilai Rp
1.500.000,-/m2 lalu disusul oleh perdagangan, perumahan dan perkebunan.
Berdasarkan variabel jarak ke pusat kota, nilai rata-rata harga lahan tertinggi
9 | P a g e dan semakin menjauh dari pusat kota, maka nilai rata-rata harga lahan akan semakin
menurun.
Akan tetapi, variabel faktor harga lahan yang digunakan Kecamatan Samarinda
Ilir dan Kecamatan Palaran kurang mengaitkan beberapa faktor seperti sosial,
fasilitas, infrastruktur, dan demand. Yang dimaksud sosial adalah adanya trend,
interaksi antar warga, pertumbuhan penduduk, dan persaingan konsumen. Yang
dimaksud variabel fasilitas adalah lengkap tidaknya fasilitas yang ada di kawasan
Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran. Yang dimaksud dengan variabel
infrastruktur adalah baik buruknya infrastruktur yang ada dan bagaimana
perkembangannya. Yang dimaksud dengan variabel demand adalah permintaan dan
penawaran terhadap lahan dan ruang yang ada di kawasan Kecamatan Samarinda
Ilir dan Kecamatan Palaran.
Teori Von Thunen yang masih relevan diterapkan di kondisi sekarang
contohnya adalah kota yang sepenuhnya belum menjadi metropolitan yang dimana
kota tersebut masih memiliki lahan untuk dijadikan pertanian/perkebunan.
Kecamatan Palaran merupakan lokasi yang masih didominasi oleh kegiatan industri,
perumahan dan perkebunan. Kecamatan Palaran masih cocok dalam penerapan
Teori Von Thunen karena merupakan suatu daerah pemasok kebutuhan pokok
perkebunan dan pertanian dan memiliki pusat kota yang terletak di Kecamatan
Samarinda Ilir. Mengingat bahwa teori lokasi Von Thunen ini tidak pernah
memperhatikan batas administrasi, sehingga pengaruh keberadaan perkebunan di
Kota Samarinda ini tidak hanya terdapat di Kecamatan Palaran saja tetapi juga
terdapat di Kecamatan Samarinda Seberang.
Kasus Kota Samarinda merupakan contoh kasus Teori Von Thunen karena:
1. Harga lahan yang paling rendah berada di perkebunan yaitu Kecamatan
Palaran. Kecamatan Palaran merupakan wilayah pinggiran yang masih
memiliki potensi lahan belum terbangun, harga yang ditawarkan juga
cenderung murah dari pusat kota dengan berbagai keunggulan dan
kekurangan.
2. Harga lahan yang paling tinggi berada di pusat kota yang merupakan Central
Bussiness District yaitu Kecamatan Samarinda Ilir
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sebuah perkebunan
dikarenakan tidak ada akses jalan yang besar, aksesibilitas rendah, lokasinya
10 | P a g e
BAB III
PENUTUP
3.1 Lesson Learned
Adapun lesson learned yang diperoleh dari pembahasan di atas adalah:
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di Kecamatan Samarinda Ilir dan
Kecamatan Palaran
Variabel signifikan yang mempengaruhi tinggi rendahnya harga lahan di
Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran yaitu luas lahan, guna lahan,
status kepemilikan lahan, jarak terhadap pusat kota, jarak terhadap jalur angkutan
umum, kelas jalan, perkerasan jalan dan jumlah jalur
Jenis-jenis guna lahan yang ada di Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan
Palaran
Kota Samarinda yang saat ini masih relevan dengan Teori Von Thunen
3.2 Kesimpulan
Teori Von Thunen mendasarkan bahwa dalam menentukan pemilihan lokasi atau
penggunaan lahan adalah tinggi rendahnya harga sewa atau beli tanah. Biasanya sewa
tanah ini akan semakin tinggi bila mendekati pusat kota dan akan semakin rendah bila
jauh dari pusat kota dikarenakan memiliki faktor-faktor tertentu. Kecamatan Samarinda
Ilir memiliki harga lahan yang paling tinggi karena merupakan kawasan Central
Bussiness District. Sedangkan Kecamatan Palaran mememiliki harga lahan yang lebih
rendah dibandingkan Kecamatan Samarinda Ilir karena lokasinya yang jauh dari pusat
kota, masih terdapat lahan untuk perkebunan dan fasilitas umum yang kurang lengkap.
Kota Samarinda masih relevan dengan Teori Von Thunen karena harga lahan yang
rendah selalu berada di lokasi perkebunan dan menjauh dari pusat kota. Kota
Samarinda juga merupakan kota yang sepenuhnya belum menjadi kota metropolitan
11 | P a g e
Daftar Pustaka
Eko Budi Santoso, Ema Umilia, Belinda Ulfa Aulia. (2012). DIKTAT ANALISIS LOKASI DAN KERUANGAN
(RP09-1209). Surabaya.
Karina Mayasari, S. S. (2009). Faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan Di Kawasan Khusus Kota Baru Berbasis Industri dan Pusat Kota Samarinda. 47-56.