• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). (Studi pada Desa Suka Rende Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang Sumatera Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). (Studi pada Desa Suka Rende Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang Sumatera Utara)"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab, Solichin. 2008. Analisis Kebijaksanaan. Jakarta: Bumi Aksara.

Adi, Isbandi R. 1994. Psikologi Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan

Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Agus Purwanto, Erwan dan Ratih Sulistyastuti, Dyah. 2012. Implementasi

kebijakan Publik. Yogyakarta: Gava Media.

Atkinson, R.L. Atkinson, R.C Hilgard, E.R. 1991. Pengantar Psikologi. Jakarta:

Erlangga.

Bugin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers.

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.

De Vito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta.

Dr. Drs. Yanuar Ikbar. MA. 2012. Metode Penelitian Sosial Kualitatif. Bandung:

PT. Refika Aditama.

Edwards III, G.C. (1980). Implementing Public Policy.Washingtong, D.C.

Congressional Quarterly Press.

Gibson, dkk. 1989. Organisasi dan Manajemen Perilaku. Jakarta: Erlangga.

Irwanto EH, Hadisoepadma A, Priyani R, Wismanto, YB, Fernandes C. 1997.

Psikologi Umum. Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama.

Jalaludin, Rakhmat, 1998. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

(2)

Mazmanian, D.A. and Sabiter, P.A 2004.Implementation and Publik Policy. New

York: HarperCollins.

Moelong, Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung : PT.

RemajaRosdakarya.

Ruch. 1967. Psysiologyn and Biophysics. Singapore: Mac Graw Hill Book Co.

Siagian, Sondang P. 1989. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: BinaAksara.

Singarimbun, Masri. 1995. Metode penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.

Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: PustakaSetia.

Walgito, Bimo. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi.

Wildavsky, Aaron. 1979. The Politics of the Budgetary Process. Boston : Little,

Brown.

Winarno, Budi. 2002. Kebijakan Publik, teori dan proses.Yogyakarta: Media Presindo.

Sumber Perundang-undangan :

UU No 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin

Inpres No 3 Tahun 2008 tentang program Bantuan Langsung Tunai untuk Rumah

Tangga Sasaran

Instruksi Mendagri No 541/3150 SJ Tahun 2013 tentang pelaksanaan pembagian

Kartu Perlindungan Sosial dan Penanganan Pengaduan Masyarakat

(3)

Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan

Kesejahteraan Sosial

Peraturan Presiden RI Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan

Sumber Internet :

pada tanggal 04 September pukul 19:30 Wib

(4)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI

III.1 Kondisi Desa

III.1.1 Sejarah Desa

Desa Suka Rende adalah nama suatu wilayah di Kecamatan Kutalimbaru

Kabupaten Deli Serdang ini yang menurut beberapa tokoh masyarakat Desa Suka

Rende dikenal karena Desa Suka Rende dikelilingi oleh sungai dan hulu memiliki

persawahan kelahun pinang dengan luas ± 200 Ha. Akan tetapi karena aliran

irigasi rusak berat sehingga tidak dapat diperbaiki maka sekarang persawahan

kelahun pinang sudah menjadi tanah darat dan masyarakat menanam tanaman

palawija (jagung, ubi, kakao dan kelapa sawit).

Desa Suka Rende mulai terbentuk dimulai pada tahun 1950 melalui

program pemerintah Transmigrasi Sosial dari daerah Pegunungan yang pada saat

itu berjumlah 30 KK dan dimpimpin oleh seorang Pengetua adat bermarga

Surbakti. Pada tahun 1987 pengelolaan Desa diserahkan kepada Pemerintah

Daerah Provinsi Sumatera Utara, dan selanjutnya dilakukan pemilihan kepala

Desa yang pertama dan terpilih bapak (Guna Ketaren). Tanah yang digunakan

untuk lokasi Desa Suka Rende berasal dari penggarapan pada masa pemerintahan

kepala Desa pertama ini kegiatan Desa Suka Rende banyak digunakan untuk

menata kelembagaan kelompok masyarakat tersebut walaupun masih bersifat

(5)

dan penataan kelompok-kelompok pertanian yang lain. Pada saat itu kegiatan

kelompok masyarakat ini banyak bekerja pada sektor pertanian. Namun karena

para pendatang waktu itu berasal dari Desa maka banyak juga yang membawa

hewan ternah dan sebagian mengembangkannya di Desa Suka Rende ini.

Selanjutnya setelah empat periode masa pemerintahan Pak Guna Ketaren

masyarakat Desa Suka Rende memilih pemimpin baru pada tahun 2009 yang

bernama Pak Manggil, pemilihan kepala Desa dilakukan secara pengangkatan

langsung dari masyarakat dan pengetua-pengetua adat sampai sekarang.

Perkembangan sejarah Desa Suka Rende adalah sebagai berikut :

TABEL 2

SEJARAH PERKEMBANGAN DESA

Tahun KEJADIAN YANG BAIK KEJADIAN YANG BURUK

1950 Terbentuknya Desa Suka Rende

yang dipimpin oleh petuah adat bermarga Surbakti

Banyak warga Desa yang pindah keluar Desa akibat dari buruknya kondisi ekonomi di Desa

1951 Sudah dibentuk tempat pelatihan

masyarakat semacam sekolah SD (3 lokal ) yang pembinanya dari masyarakat Transmigrasi sendiri

Kurangnya tenaga pengajar dan fasilitas sekolah

1976 Pemilihan kepala Desa pertama

bernama Guna Ketaren

Rendahnya pendapatan masyarakat

1987 Terjadinya penciutan Desa Empat Desa menjadi satu Desa

1992 Pergantian kepala Desa dan

terbentuknya kantor kepala Desa

Masyarakat Desa tidak mau berurusan kekantor Desa, karena siang hari masyarakat tidak ada waktu

2009-2011 Pemilihan kepala Desa dan

dimenangkan oleh Bapak Manggil sampai sekarang

(6)

III.1.2 Visi dan Misi

Visi

Visi adalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan

yang diinginkan dengan melihat potensi dan kebutuhan Desa. Penyusunan Visi

Desa Suka Rende ini dilakukan dengan pendekatan partisipatif, melibatkan

pihak-pihak yang berkepentingan di Desa Suka Rende seperti Pemerintah Desa, BPD,

Tokoh Masyarakat, tokoh Agama, lembaga masyarakat Desa dan masyarakat

Desa pada umumnya. Dengan mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal

di Desa sebagai satu satuan kerja wilayah pembangunan di Kecamatan, maka Visi

Desa Suka Rende adalah :

“MEWUJUDKAN KEADILAN DAN MAKMUR MASYARAKAT DENGAN MEMBANGUN SARANA DAN PRASARANA”

Misi

Selain penyusunan Visi juga telah ditetapkan misi-misi yang memuat

sesuatu pernyataan yang harus dilaksanakan oleh Desa agar tercapainya visi Desa

tersebut. Visi berada diatas misi. Pernyataan Visi kemudian dijabarkan ke dalam

misi agar dapat dioperasionalkan/dikerjakan. Adapun Misi Desa Suka Rende

adalah :

1. Mengembangkan dan meningkatkan hasil pertanian masyarakat

2. Pembuatan sarana jalan usaha tani dan peningkatan jalan lingkungan

(7)

4. Perbaikan dan peningkatan layanan sarana kesehatan dan umum

5. Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan

6. Meningkatkan keterampilan dan kualitas SDM masyarakat

7. Pengadaan permodalan untuk usaha kecil, memperluas lapangan kerja dan

manajemen usaha masyarakat

8. Peningkatan kapasitas Aparat Desa dan BPD

9.Peningkatan sarana dan prasarana kerja aparat Desa dan BPD

III.1.3 Demografi

Desa Suka rende terletak di dalam wilayah Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara yang berbatasan dengan :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tuntungan II dan Namo Pecawir

Kecamatan Pancur Batu

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa kutalimbaru Kecamatan

Kutalimbaru

c. Sebelah Timur berbatasan dengan kelurahan/Desa Namo rih Kecamatan

Pancur Batu Kabupaten Deliserdang

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sampe cita dan Desa Lau bekeri

Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang

Luas wilayah Desa Suka Rende adalah 930 Ha dimana 70% berupa

daratan yang bertopografi berbukit-bukit, Iklim Desa Suka Rende, sebagaimana

(8)

hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam pada lahan

pertanian yang ada di Desa Suka Rende Kecamatan Kutalimbaru.

III.1.4 Keadaan Sosial

Penduduk Desa Suka Rende berasal dari berbagai daerah yang

berbeda-beda, dimana mayoritas penduduknya yang paling dominan berasal dari Provinsi

Sumatera Utara sehingga tradisi-tradisi musyawarah untuk mufakat, gotong

royong dan kearifan lokal yang lain sudah dilakukan oleh masyarakat sejak

adanya Desa Suka Rende dan hal tersebut secara efektif dapat menghindarkan

adanya benturan-benturan antar kelompok masyarakat.

Desa Suka Rende mempunyai jumlah penduduk 3300 jiwa, yang terdiri

dari laki-laki 1500 jiwa, perempuan 1800 jiwa dan 920 KK, yang terbagi dalam

enam wilayah dusun, dengan rincian sebagai berikut :

TABEL 3

JUMLAH PENDUDUK

Dusun 1 Dusun 2 Dusun 3 Dusun 4 Dusun 5 Dusun 6

640 orang 540 orang 500 orang 240 orang 520 orang 860 orang

Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Suka Rende sebagai berikut :

TABEL 4

TINGKAT PENDIDIKAN

Pra Sekolah SD SLTP SLTA Sarjana Pasca Sarjana

(9)

Karena Desa Suka Rende merupakan Desa pertanian maka sebagian besar

penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, selengkapnya sebagai berikut :

TABEL 5 PEKERJAAN

Petani Pedagang PNS Buruh TNI Pegawai

Swasta Tukang

425 KK` 80 KK 107 KK 120 KK 5 KK 90 KK 2 KK

Penggunaan Tanah di Desa Suka Rende sebagian besar diperuntukkan untuk

tanah pertanian sawah dan perkebunan sedangkan sisanya untuk (Tanah

Kering/Lahan Tidur) yang merupakan bangunan dan fasilitas-fasilitas lainnya.

Jumlah kepemilikan hewan ternak oleh penduduk Desa Suka Rende Kecamatan

Kutalimbaru adalah sebagai berikut :

TABEL 6

KEPEMILIKAN TERNAK

AYAM/ITIK KAMBING SAPI KERBAU IKAN

700/200 KK 200 KK 10 KK 210 KK 6 KK

Kondisi sarana dan prasarana umum Desa Suka Rende secara garis besar

(10)

TABEL 7

SARANA DAN PRASARANA DESA

NO SARANA/PRASARANA JUMLAH/VOLUME KETERANGAN

1 Balai Desa 6

2 Kantor Desa 1

3 Puskesmas Pembantu 1

4 Masjid 2

5 Mushola 4

6 Pos Kamling 4

7 Taman Kanak-kanak 1

8 Pos Polisi -

9 SD Negeri 2

10 SMP Negeri -

11 Balai Pertemuan Dusun -

12 Madrasah Diniah Awaliyah -

13 Cek Dam -

14 Tempat Pemakaman Umum 5

15 Pemancar RRI -

16 Sungai 2

17 Jalan Tanah 10

18 Jalan Koral 4

19 Jalan Poros/Hot Mix -

20 Jalan Aspal Penetrasi 1

21 Kantor Pos Giro -

22 Lumbung Tani -

(11)

III.1.5 Keadaan Ekonomi

Kondisi ekonomi masyarakat Desa Suka Rende secara kasat mata terlihat

jelas perbedaannya antara Rumah Tangga yang berkategori miskin, sangat miskin,

sedang dan kaya. Hal ini disebabkan karena mata pencahariannya di sektor-sektor

usaha yang berbeda-beda pula, sebagian besar di sektor non formal seperti buruh

bangunan, buruh tani, petani sawah tadah hujan, perkebunan karet dan sawit dan

sebagian kecil di sektor formal seperti PNS pemda, Honorer, Guru, Tenaga medis,

TNI/Polri, dll.

III.2 Kondisi Pemerintah Desa

III.2.1 Pembagian Wilayah Desa

Pembagian wilayah Desa Suka Rende dibagi menjadi 6 dusun, dan

masing-masing dusun tidak ada pembagian wilayah secara khusus, jadi setiap

dusun ada yang mempunyai wilayah pertanian dan perkebunan, sementara pusat

Desa berada di Dusun 5 (Lima), setiap dusun dipimpin oleh seorang Kepala

Dusun.

III.2.2 Struktur Organisasi Pemerintahan Desa (SOPD)

Struktur Organisasi Desa Suka Rende Kecamatan Kutalimbaru menganut

system Kelembagaan Pemerintahan Desa dengan Pola Minimal, selengkapnya

(12)

Gambar 2 Struktur Pemerintahan Desa Suka Rende

(sumber: Penelitian Lapangan 2014)

(13)

BAB IV

PENYAJIAN DATA

IV.1 Latar Belakang Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menetapkan subjek penelitian yang terdiri

dari tiga kelompok yang terdiri dari informan kunci, informan utama dan

informan tambahan. Informan kunci terdiri dari masyarakat sebagai peneriman

program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat. Sedangkan informan utama

merupakan perangkat Desa Suka Rende sebagai perpanjangan tangan terhadap

pelaksanaan program BLSM tersebut dan informan tambahan merupakan

masyarakat sekitar yang tidak berhasil lulus verifikasi pendataan oleh tim Badan

Pusat Statistik.

Dalam penelitian ini, Penulis tidak menentukan jumlah informan kunci,

informan utama dan informan tambahan. Penulis menyelesaikan wawancara

kepada informan setelah hasil wawancara menemukan titik jenuh. Titik jenuh

ditemukan penulis setelah mewawancarai 37 orang informan yang terdiri dari 24

orang masyarakat dan 13 orang perangkat Desa Suka Rende Kecamatan

Kutalimbaru.

Berdasarkan pengambilan data dilapangan diperoleh identitas informan

(14)

TABEL 8

IDENTITAS INFORMAN

NAMA J. KELAMIN USIA PEKERJAAN DUSUN

Benar Ginting Laki-laki 78 Tahun Petani 2

Perdamenta Barus Laki-laki 38 Tahun Petani 3 Jonias Jahtaria

Martua Simaremare Laki-laki 43 Tahun Supir Becak 3

Rajin Barus Laki-laki 58 Tahun Petani 3

Minpin Sembiring Laki-laki 54 Tahun Petani 3 Paken Br Ginting Perempuan 53 Tahun Petani 1

Neken Sembiring Laki-laki 59 Tahun Petani 2

Misno Laki-laki 43 Tahun Wiraswasta 2

Selasa Sinulingga Laki-laki 58 Tahun Petani 4 Terombo Ginting Laki-laki 61 Tahun Wiraswasta 4

Supriadi Laki-laki 47 Tahun Petani 3

Masa Tarigan Laki-laki 50 Tahun Petani 4

Muliadi Laki-laki 40 Tahun Petani 5

Kaman Ginting Laki-laki 52 Tahun Petani 6

Buyung Sembiring Laki-laki 46 Tahun Petani 5

(sumber: Penelitian Lapangan 2014)

Berdasarkan tabel diatas, subjek penelitian mempunyai usia antara 38-78

Tahun. Jika dilihat dari jenis kelamin terlihat bahwa mayoritas informan adalah

laki-laki yang memang menjadi kepala rumah tangga sebagai subjek yang didata

oleh tim BPS. Dari segi pekerjaan rata-rata sebagai petani, hanya beberapa

informan yang pekerjaannya sebagai wiraswasta. Dengan keadaan tersebut

(15)

petani yang tidak mempunyai penghasilan tetap tentunya selalu membutuhkan

bantuan-bantuan dari Pemerintah. Dari penelitian yang dilakukan terdapat

beberapa petani yang tidak mempunyai sawah untuk diolah. Mereka hanya

bekerja sebagai buruh tani seperti buruh kelapa sawit dan buruh panen bagi petani

yang mempunyai sawah.

Sedangkan data mengenai identitas Perangkat Desa Suka Rende adalah

sebagai berikut:

TABEL 9

IDENTITAS PERANGKAT DESA

NAMA J. KELAMIN USIA JABATAN DUSUN

Manggil Laki-laki 48 Tahun Kepala Desa 1

Efendi Ketaren Laki-laki 33 Tahun Sekretaris Desa 2

Joni Tarigan Laki-laki 51 Tahun Ketua BPD 1

Joni Ginting Laki-laki 31 Tahun KaUr

Pemerintahan

5

Masa Tarigan Laki-laki 46 Tahun KaUr

Pembangunan

Effendi Sinulingga Laki-laki 38 Tahun Kadus 5 5 Rudianto Sembiring Laki-laki 32 Tahun Kadus 6 6

(sumber: Penelitian Lapangan 2014)

Dari data diatas diketahui bahwa usia Perangkat Desa berada antara 32-53

Tahun, dimana usia tersebut tergolong produktif dalam melakukan tugas-tugas

dalam pemerintahan. Hanya terdapat seorang perempuan dalam pemerintahan

(16)

bahwa penyebab terdapatnya seorang perangkat Desa perempuan dikarenakan

untuk meneruskan jabatan suami yang telah meninggal dunia yang sebelumnya

menjabat sebagai Kepala Dusun tiga. Pengangkatan tersebut didasarkan atas

persetujuan masyarakat dusun tiga untuk menjadikan Ibu Resma Br Barus sebagai

penerus suami yang sebelumnya sebagai kepala dusun tiga.

IV.2 Persepsi Masyarakat Terhadap Program BLSM

Masyarakat sebagai sasaran dari progam BLSM tentunya menjadi suatu

tolok ukur dalam menilai apakah pelaksanaan program tersebut terlaksana dengan

baik atau tidak. Masyarakat mempunyai berbagai pendapat terhadap program

tersebut. Untuk melihat hasil penelitian yang dilakukan, peneliti menanyakan

pertanyaan pertama tentang persepsi masyarakat secara umum tentang program

BLSM. Sehingga telah terangkum berbagai hasil wawancara dengan beberapa

informan yang mengatakan bahwa program BLSM jelas sangat bermanfaat

khususnya bagi dirinya sendiri. Tetapi tidak bergantung dengan jumlah uang yang

diterima. Bagaimanapun, sedikit atau banyaknya uang yang akan diterima

tergantung pada pribadi masing-masing dan arah dari penggunaannya.29

Sementara itu, jawaban dari informan lain tentang persepsi terhadap

program BLSM lebih mengacu kepada kekecewaan pada perencanaan

pelaksanaan awal dimana seharusnya tahapan pemberian uang dibagi menjadi

lima tahapan. Namun karena biaya operasional maka pemberian uang tersebut

29

(17)

dipangkas menjadi empat bulan saja. Sehingga informan Bapak Rajin Barus

mengatakan bahwa jumlah uang yang diteriman selama empat bulan program

BLSM berlangsung totalnya adalah Rp. 600.000. tidak sesuai dengan perencanaan

awal program tersebut dimana seharusnya program BLSM berjalan selama lima

bulan dengan total uang yang akan diberikan kepada masyarakat sebanyak Rp.

750.000.30

Ketika peneliti melanjutkan penelitian terhadap persepsi masyarakat,

terdapat jawaban yang berbeda terhadap manfaat dari program BLSM tersebut. Dari hasil yang disampaikan oleh Bapak Rajin Barus bisa dilihat bahwa

pelaksanaan program BLSM tergolong kurang baik dalam hal sosialisasi kepada

masyarakat. Apa yang dikatakan oleh beliau tersebut merupakan hal yang benar.

Karena pada perencanaan yang dilakukan oleh Pemerintah pusat untuk program

BLSM ini seharusnya diberikan untuk lima bulan kepada masyarakat dengan total

uang Rp. 750.000. Namun karena dalam pelaksanaannya membutuhkan biaya

operasional yang cukup besar, maka biaya tersebut diambil dari pengurangan satu

bulan jatah bantuan kepada masyarakat.

Namun, data dilapangan terdapat bahwa banyak masyarakat yang tidak

tahu akan hal tersebut, karena itu mereka hanya bersifat pasif untuk sekedar

menerima uang bantuan dari pemerintah tanpa mengetahui bagaimana sebenarnya

bantuan tersebut yang akan disalurkan.

30

(18)

Salah satu informan dalam penelitian ini mengatakan bahwa jumlah uang yang

diberikan perbulannya tidak mencukupi. Alasannya karena pemberian bantuan

direncanakan karena kenaikan harga BBM yang diikuti dengan naiknya harga

bahan makanan lainnya. Sehingga bantuan tersebut tidak seimbang dengan

kebutuhan masyarakat. Hal tersebut menjadikan masyarakat membutuhkan

bantuan yang lebih layak guna memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.31

Kemudian, ketika peneliti mengajukan pertanyaan tentang pilihan

masyarakat antara mendapatkan BLSM atau tidak mendapatkannya dengan

jaminan tidak naiknya harga BBM. Bapak Neken Sembiring mengatakan bahwa

Dia lebih memilih untuk tidak mendapatkan bantuan BLSM. Tapi dengan jaminan

bahwa harga-harga kebutuhan pokok tidak naik termasuk harga BBM. Karena

dengan jumlah uang yang sedikit tidak mampu untuk menambah dalam memenuhi

kebutuhan makanan sehari-hari, belum dengan kebutuhan anak sekolah yang

semakin banyak saja.32

Keinginan masyarakat agar nilai bantuan lebih ditambah atau harga BBM

dan bahan pangan tidak naik menjadikan program BLSM tersebut kurang efektif

sesuai dengan tujuannya untuk meningkatkan daya beli masyarakat akibat

kenaikan dari harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Persepsi yang berkembang

lainnya yang diberikan oleh masyarakat mengenai program BLSM ini menyatakan

bahwa sebenarnya masih banyak masyarakat di Desa Suka Rende yang lebih

layak untuk menerima bantuan tersebut. Mereka menganggap bahwa terdapat

31

wawancara informan Bapak Pujin Ginting pada tanggal 02 Februari 2014 32

(19)

beberapa masyarakat yang sekarang sudah tidak layak mendapatkan bantuan dari

pemerintah, namun kenyataannya mereka lulus dalam verifikasi data. Hal

tersebut justru menimbulkan kecemburuan sosial antar masyarakat. Seperti yang

disampaikan oleh Bapak Sunarso bahwa pada umumnya tujuan dari program

BLSM tersebut baik karena ingin membantu masyarakat yang kurang mampu.

Tetapi kondisi masyarakat di Desa Suka Rende terdapat beberapa masyarakat

yang tidak layak untuk mendapatkannya. Beliau mengatakan bahwa terjadi

kecemburuan sosial diantara masyarakat yang kurang mampu namun tidak

mendapatkan bantuan BLSM dengan masyarakat yang mendapatkan BLSM yang

dilihat dari kesehariannya tergolong masyarakat yang mampu. Beliau juga

mengatakan dengan keadaan yang seperti itu tentunya membuat perangkat Desa

yang menjadi sasaran dari kekecewaan masyarakat akibat situasi yang terjadi di

Desa tersebut.33

33

wawancara informan Bapak Sunarso pada tanggal 30 Januari 2014

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terlihat bahwa persepsi

masyarakat terhadap program BLSM sangat bermacam-macam. Hal tersebut

dipengaruhi oleh faktor baik dari dalam diri masyarakat ataupun

faktor-faktor diluar diri masyarakat yang menyebabkan perbedaan jawaban yang

(20)

IV.3 Mekanisme Pelaksanaan Program BLSM dan Kendala yang Dihadapi Masyarakat

Pelaksanaan program BLSM kepada masyarakat dimulai dari tahapan

pendataan dengan mengambil data tahun 2011 dan diseleksi oleh BPS pusat

melalui tim Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) sehingga nama-nama

masyarakat yang lulus verifikasi data diperoleh. Setelah nama dikeluarkan, maka

masyarakat secara langsung turut dalam pelengkapan berkas-berkas administrasi

yang dibutuhkan. Setelah itu, masyarakat atau rumah tangga sasaran mengikuti

tahapan-tahapan pelaksanaan, pencairan dana bantuan yang dilakukan melalui PT.

Kantor Pos Indonesia, dan melaksanakan informasi-informasi terkait pada proses

pelaksanaan tersebut. Isu yang berkembang bahwa masyarakat pada umumnya

tidak terlalu direpotkan dengan proses tertib administrasi yang harus dilakukan.

Oleh karna itu, penulis akan bertanya tentang tahapan proses yang

dilakukan oleh masyarakat sehubungan dengan pelaksanaan program BLSM dan

rintangan-rintangan yang dihadapi oleh masyarakat itu. Berdasarkan dengan hasil

wawancara dengan informan sebagai rumah tangga sasaran Program BLSM, maka

peneliti memperoleh data tentang hal diatas yang mengatakan bahwa Bapak

Misno merasa mekanisme yang dilakukan cukup ringkas. Hal tersebut dikatakan

beliau karena Dia merasa tidak pernah didata secara khusus untuk program

BLSM. Tanggapan beliau tentang pendataan tersebut dilakukan pada Tahun 2009

(21)

kemungkinan data tersebut yang dipergunakan kembali untuk disaring dalam

menentukan masyarakat yang akan mendapatkan BLSM.34

Berbeda hal dengan hasil wawancara peneliti dengan Bapak Neken

Sembiring. Ketika peneliti bertanya tentang hasil verifikasi data diperoleh dari

mana. Beliau mengatakan bahwa pengumuman nama-nama penerima BLSM

diketahui bukan dari perangkat Desa ataupun kepala dusun setempat. Beliau juga

mengatakan bahwa di dusunnya tidak ada kepala dusun atau perangkat Desa

lainnya yang datang kerumah untuk memberitahukan tentang nama-nama

masyarakat yang lulus verifikasi penndataan BLSM. Bapak Neken Sembiring

mengaku kecewa terhadap hal tersebut, karena beliau memperoleh informasi

melalui selebaran pengumuman yang ditempel di warung-warung sekitar dusun

tersebut. Dalam pengumuman tersebut nama beliau tertera sebagai salah satu

rumah tangga penerima BLSM dan terdapat juga tanggal pengambilan dana yang

pertama beserta dengan syarat-syarat pengambilan seperti KTP, Kartu Keluarga

untuk dibawa ke kantor Pos pada tanggal yang telah tertera. Pengakuan beliau

ketika berada dikantor Pos mengatakan bahwa prosesnya tidak lama karena hanya

perlu mengantri sebentar sampai pada giliran beliau dan setelah itu uang sebesar

Rp. 300.000 langsung diterima.35

Jumlah uang yang diterima sebesar Rp. 300.000 karena pada tahapan awal

pemberian BLSM langsung diberikan dua bulan sekaligus pada jadwal pencairan

bulan kedua. Hal ini dilakukan karena tahapan persiapan pelaksanaan yang masih

34

wawancara informan Bapak Misno pada tanggal 02 Februari 2014 35

(22)

berlangsung sehingga jadwal pencairan dana bulan pertama ditunda dari

perencanaan awal.

Dari hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa proses pelaksanaan yang

ditetapkan oleh Pemerintah kepada masyarakat cukup ringkas. Karena data yang

diolah juga tidak ada yang bermasalah. Perbedaan nama yang tertera di kartu KPS

dengan nama di KTP masyarakat tidak ada yang bermasalah. Masyakarat cukup

puas dengan tahapan yang ringkas tersebut dan tidak berbelit-belit. Pencairan dana

di kantor Pos juga demikian. Tidak memerlukan waktu yang lama untuk

mengantri sampai nama rumah tangga sasaran dipanggil untuk penyerahan uang

tersebut. Hal ini dikarenakan telah ditetapkannya jadwal pengambilan uang yang

dibagi menurut Desa masing-masing.

IV.4 Persepsi Masyarakat Terhadap Tanggungjawab Perangkat Desa (Implementor) dan Pelayanan yang Diberikan Kepada Masyarakat

Perangkat Desa sebagai Implementor langsung sekaligus terdekat bagi

masyarakat Desa khususnya bagi rumah tangga sasaran sebagai objek penerima

program BLSM mempunyai kewajiban dan tanggungjawab yang harus

dilaksanakan dalam mensukseskan pelaksanaan BLSM sebagaimana yang tertulis

pada Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 541/3150/SJ Tahun 2013 tentang

Pelaksanaan Pembagian Kartu Perlindungan Sosial (KPS) dan Penanganan

Pengaduan Masyarakat terdapat 10 (sepuluh) Poin penting yang harus

(23)

Mengenai hal diatas penulis telah memperoleh data terkait dengan

tanggungjawab perangkat Desa khususnya di Desa Suka Rende. Wawancara yang

dilakukan penulis dengan rumah tangga sasaran sebagai informan telah

menggambarkan keadaan sesungguhnya yang terjadi dilapangan. Salah satunya

dengan hasil wawancara dari beberapa informan yang mengatakan perkerjaan

perangkat Desa cukup bagus, karena pemerintah Desa yang sebagai perpanjangan

tangan dari pemerintah Pusat sebagai penanggungjawab pelaksanaan program

BLSM. Bapak Jonias Jahtaria Sinulingga juga mengatakan demikian. Hal tersebut

juga ditambah karena mereka turut langsung dalam proses pelaksanaannya.

Termasuk dalam pemenuhan persyaratan dan pengambilan uang yang akan

diterima.36

Lain hal dengan Bapak Misno, beliau menjawab pertanyaan penulis

dengan lebih mendalam terhadap tanggungjawab dan pelayanan yang telah

diberikan Perangkat Desa kepada masyarakat yang secara umum sudah bagus.

Tapi sempat terjadi permasalahan di Desa Suka Rende dimana masyarakat yang

merasa berhak mendapatkan BLSM menuntuk pemerintahan Desa untuk

mengeluarkan nama mereka sebagai penerima BLSM. Beliau menuturkan pada

waktu itu jalan keluar yang diambil oleh pemerintah Desa yaitu dengan

mengambil inisiatif untuk membuat permohonan kembali nama-nama masyarakat

yang dianggap layak untuk mendapatkannya. Permohonan tersebut telah

disampaikan kepada pemerintahan kecamatan, namun sampai penelitian yang

36

(24)

dilakukan peneliti selesai, realisasi permohonan tersebut belum ada sama sekali.

Atau mungkin tindakan tersebut hanya sebagai cara untuk meredam emosi

masyarakat di Desa tersebut tutur Bapak Misno.37

37

wawancara informan Bapak Misno pada tanggal 02 februari 2014

Dari hasil wawancara diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa tidak

semua masyarakat paham dan tahu mengenai apa-apa saja yang seharusnya

menjadi tugas dan tanggungjawab perangkat Desa. Sesuai dengan Instruksi

Mendagri, hanya sedikit yang berhasil dilakukan oleh perangkat Desa sebagai

implementor dalam mensukseskan pelaksanaan program BLSM tersebut.

Sehingga jawaban dari masyarakat hanya sebagai gambaran umum terhadap

tugas-tugas yang dilaksanakan implementor tersebut.

Peneliti sebenarnya berharap jawaban dari informan dapat memberikan

informasi mengenai pelayanan yang tertuang pada sepuluh poin yang harus

dilakukan oleh pemerintah Desa sebagai implementor dalam pelaksanaan program

BLSM. Namun, karena kekurangan informasi yang diterima masyarakat, mereka

hanya memberikan jawaban mengenai tanggungjawab dan pelayanan secara

(25)

IV.5 Intensitas Sosialisasi, Metode dan Pengawasan Oleh Implementor Terhadap Rumah Tangga Sasaran

Sosialisasi merupakan bagian terpenting dalam suatu pelaksanaan

program. Karena tanpa sosialisasi program tersebut tidak akan berjalan baik.

Komunikasi yang kurang dapat menyebabkan pergeseran tujuan awal suatu

program. Sosialisasi yang merupakan proses penyampaian yang dilakukan kepada

semua pihak terkait mengenai isi, maksud, tujuan, tahapan dan sasaran dari suatu

program kebijakan. Semakin baik sosialisasi yang dilakukan, maka semakin

sesuai tujuan awal yang direncanakan dengan hasil akhir yang terjadi di lapangan.

Peneliti kemudian bertanya tentang sosialisasi yang dilakukan oleh implementor

kepada informan sebagai rumah tangga sasaran. Hasil penelitian yang dilakukan

bahwa disetiap dusun terdapat perbedaan metode sosialisasi, intensitas dan

pelayanan yang diberikan oleh kepala dusun mereka. Salah satu informan dari

dusun 1 (satu) menjawab pertanyaan tersebut bahwa sosialisasi yang dilakukan

oleh kepala dusun dengan mendatangi rumah tangga yang menjadi sasaran BLSM

untuk memberikan informasi terkait hal tersebut. Diluar kegiatan itu tidak ada hal

lain yang dilakukan oleh kepala dusun. Dan jika mereka membutuhkan informasi

dapat dilakukan dengan mendatangi rumah kepala dusun untuk menanyakan

secara langsung.38

Keterbatasan sarana yang dimiliki oleh Desa Suka Rende menjadikan

kinerja kepala dusun sebagai pelayan masyarakat tidak maksimal. Akses-akses

yang tersedia lah yang dapat dimanfaatkan sebagai bentuk pelayanan yang

38

(26)

menjadi tanggungjawab para implementor tersebut. Seperti hasil wawancara

dengan informan dari dusun 2 (dua) terhadap hal diatas mengatakan bahwa

informasi yang diperoleh itu diperoleh dari warung kopi yang ada, kepala dusun

menempel pengumuman terkait dengan BLSM. Setelah itu, antar masyarakat

penerima BLSM melakukan tukar informasi kepada masyarakat lainnya dari

mulut ke mulut.39

Berbeda dengan informan yang berasal dari Dusun 3 (tiga). Ibu Resma Br

Barus sebagai kepala Dusun menggunakan metode sosialisasi pintu ke pintu (door

to door) dengan mendatangi rumah-rumah warga untuk memberitahukan jadwal

pengambilan uang, persyaratan dan informasi lainnya. Seperti pengakuan

informan Bapak Martua Simaremare terhadap pengumuman yang lulus verifikasi

juga ditempel di Kantor Desa, hal ini dilakukan untuk menjaga kondusif warga

agar tidak melakukan aksi demonstrasi lagi.

Hal tersebut dilakukan karena dianggap lebih efektif dan tidak

memerlukan waktu dan biaya yang banyak. Dimana, para implementor sama

sekali tidak mendapatkan upah/gaji tambahan sebagai pelaksana program BLSM .

Sehingga cara yang efektif dan efisien digunakan agar masyarakat tahu

informasi-informasi tentang BLSM.

40

Secara keseluruhan jawaban dari informan hampir sama antara satu

dengan yang lain. Kepala Dusun sebagai perangkat Desa kurang aktif dalam

memberikan sosialisasi dan pelayanan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat

kurang paham mengenai mekanisme yang sebenar-benarnya dari program BLSM

39

wawancara informan Bapak Pujin Ginting pada tanggal 02 februari 2014 40

(27)

itu sendiri. Sosialisasi yang dilakukanpun hanya setelah program itu berjalan.

Tidak ada musyawarah Desa yang dilakukan untuk menjelaskan kepada warga

tentang program tersebut. Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam instruksi

mendagri tentang musyawarah Desa untuk memberikan sosialisasi awal kepada

masyarakat agar mendapatkan informasi yang baik dalam pelaksanaannya.

Ketika penulis melakukan pencarian data melalui wawancara dengan salah

satu informan yang berada di Dusun 5 (lima), penulis menemukan suatu kepuasan

yang dirasakan oleh masyarakat terhadap kinerja kepala Dusun wilayah tersebut.

Masyarakat merasa bahwa mereka dilibatkan dalam program tersebut karena

pelayanan yang cukup baik yang diberikan oleh kepala Dusun. Ketika penulis

bertanya tentang sosialisasi dan media yang digunakan termasuk pelayanan yang

diberikan kepada masyarakat terkhusus bagi rumah tangga sasaran BLSM

jawaban dari salah satu informan adalah beliau cukup puas dengan sosialisasi

yang dilakukan terkhusus oleh kepala dusun. Masyarakat cukup dilibatkan, karena

sebelum pengumuman nama-nama masyarakat yang lulus pendataan tersebut

kepala dusun mengajak mereka untuk berkumpul di Balai Desa untuk

memberikan informasi dimana proses pendataan dilakukan oleh pusat dan kepala

dusun juga mengatakan bahwa proses pendataan bukan dilakukan oleh pemerintah

Desa, namun kepala dusun juga sudah berusaha untuk mencalonkan hampir semua

masyarakat di dusun tersebut sebagai calon penerima BLSM agar tidak ada

ketimpangan dan kecemburuan di masyarakat. Kepala dusun juga menyampaikan

tentang persyaratan dan kriteria masyarakat yang berhak untuk mendapatkan

(28)

tentang proses yang dilakukan dari pusat sampai ke masyarakat Desa. Beliau juga

menuturkan jika mempunyai keluhan-keluhan terhadap pelaksanaan tersebut,

maka kepala dusun selalu siap untuk melayani kebutuhan-kebutuhan dari

masyarakat. Sehingga untuk memperoleh informasi, sangat mudah didapatkan

oleh masyarakat khususnya rumah tangga sasaran di dusun 5 (lima).41

Perbedaan metode sosialisasi dan pelayanan kepala dusun sebagai

implementor menyebabkan masyarakat memiliki pengetahuan informasi yang

berbeda-beda. Hal tersebut menjadi pemgaruh dalam kesuksesan pelaksanaan

BLSM di Desa Suka Rende. Sedangkan hasil wawancara dengan salah satu

informan lainnya dari Dusun 6 (enam) terhadap sosialisasi yang dilakukan kepala

Dusun untuk memberikan informasi kepada warga seperti Ibu Daswati yaitu

dengan datang kerumah dan secara langsung memberikan informasi tanggal

pengambilan uang dan syarat-syarat yang harus dibawa. Begitu juga dengan bulan

berikutnya, beliau mengatakan mungkin hal tersebut dilakukan oleh kepala dusun

dikarenakan beliau sudah cukup tua dan hanya tinggal sendiri. Oleh karena itu,

untuk menjangkau informasi yang biasanya di tempel di warung-warung sangat

sulit dilakukan beliau. Karena itu, kepala dusun berinisiatif untuk menyampaikan

secara langsung ke rumah Ibu Daswati.42

Dari hasil wawancara diatas dapat kita lihat bahwa setiap kepala Dusun

melakukan cara mereka masing-masing dalam penyampaian informasi kepada

masyarakat. Namun jika kita berpedoman pada Instruksi Menteri Dalam Negeri

41

wawancara informan Bapak Muliadi pada tanggal 28 januari 2014

42

(29)

mengenai tugas dan tanggungjawab perangkat Desa. Sosialisasi yang mereka

lakukan sangat minim dan kurang tepat karena tidak sesuai dengan aturan yang

seharusnya. Hal-hal tersebut yang menyebabkan masyarakat tidak paham

mengenai mekanisme yang baik secara tertib administrasi tentang program BLSM

tersebut.

IV.6 Kinerja Perangkat Desa dan Harapan Perbaikan Terhadap Proses Pelaksanaan BLSM

Instruksi Menteri Dalam Negeri telah menetapkan penugasan kepada

Kepala Desa dalam rangka mensukseskan pelaksanaan program BLSM. Poin-poin

yang harus dilakukan perangkat Desa menjadi suatu tolok ukur dalam menilai

berhasil atau tidaknya kinerja yang dilakukan. Pelaksanaan penugasan tersebut

seharusnya bisa diterapkan dan dilaksanakan di dalam masyarakat Desa. Terkait

dengan hal tersebut, peneliti bertanya kepada beberapa informan terkait tentang

kinerja perangkat Desa dalam pelaksanaan program BLSM. Maka telah diperoleh

data dari informan Bapak Misno yang mengatakan tentang kinerja perangkat Desa

bersifat relative. Karena bagi orang yang menerima bantuan tersebut pasti

mengatakan hal tersebut berhasil. Namun bila hal tersebut ditanyakan kepada

masyarakat yang tidak mendapat BLSM karena tidak lulus verifikasi pasti

(30)

pelayanan karena nama mereka dinyatakan lulus hasil verifikasi walaupun

sebenarnya hal tersebut bukan berdasarkan keputusan perangkat Desa.43

Namun, ketika peneliti terus mencari informasi tentang kinerja perangkat

Desa dan kendala yang di hadapi terdapat beberapa hasil dari informan lain yang

mempunyai tanggapan yang berbeda seperti yang disampaikan oleh Bapak

Darwin Ersada bahwa kinerja perangkat Desa dikatakan gagal. Beliau melihat hal

tersebut karena banyak kekecewaan dari masyarakat dan sosialisasi yang

dilakukan perangkat Desa masih kurang, sehingga beliau kurang puas dengan

kinerja tersebut dan belum sesuai dengan harapan masyarakat di Desa tersebut. Peneliti kembali mengajukan pertanyaan tentang harapan perbaikan yang

perlu dilakukan untuk program BLSM, maka beliau memberi penjelasan yang

mana program BLSM diharapkan harus sejalan semua antara masyarakat,

perangkat Desa dan pihak yang melakukan survey agar tidak terjadi permasalahan

seperti yang sudah terjadi sebelumnya. Beliau juga mengatakan bahwa pada

masa-masa sekarang ini merupakan masa-masa yang rentan, karena masyarakat sudah tidak

bodoh lagi. Masyarakat sudah mampu membandingkan antara baik dan buruk.

44

Pernyataan diatas juga disambut oleh Ibu Paken br Ginting dimana beliau

melihat kinerja perangkat Desa kurang berhasil. Tugas-tugas perangkat Desa yang

belum sesuai dengan harapan masyarakat. Informan lain mengatakan bahwa

kinerja perangkat Desa berhasil dalam melaksanakan Program BLSM ini,seperti

jawaban dari Bapak Hormat Tarigan yang merasa puas dengan kinerja perangkat

43

wawancara informan Bapak Misno pada tanggal 02 februari 2014 44

(31)

Desa disebabkan karena beliau cukup mendapatkan pelayanan karena disetiap

program bantuan masyarakat beliau selalu mendapatkannya. Misalnya saja seperti

program Bantuan Langsung Tunai, program Beras Miskin dan juga program

BLSM itu sendiri. Beliau mengungkapkan bahwa perangkat Desa peduli dengan

kondisinya sehingga setiap ada program bantuan beliau selalu mendapatkannya.45

Keseluruhan hasil wawancara diatas merupakan jawaban dari masyarakat

penerima program BLSM yang sekaligus menjadi informan kunci dalam

penelitian ini. Sebagai data tambahan untuk memperkuat hasil penelitian ini,

peneliti juga mewawancarai perangkat Desa sebagai informan utama yang

mempunyai tugas sebagai implementor dan perpanjangan tangan dari

pemerintahan pusat dalam menjalankan roda pemerintahan. Dengan berbagai

pertanyaan yang telah disediakan oleh peneliti, perangkat Desa mempunyai

jawaban masing-masing tentang pelaksanaan program BLSM di Desa Suka

Rende. Berikut hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terhadap perangkat

Desa sebagai implementor terdekat dalam pelaksanaan program BLSM.

Dari apa yang disampaikan oleh Bapak Hormat Tarigan dapat kita lihat

bahwa beliau sebagai masyarakat hanya sebagai penikmat dari semua

bantuan-bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Pemberian bantuan-bantuan yang tidak

disertakan dengan tanggungjawab sosial masyarakat membuat beliau enggan

untuk mengetahui apa sebenarnya tujuan dari program-program tersebut. Dengan

kondisi tersebut tentunya mempengaruhi beliau untuk tidak berusaha lebih giat

dalam pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kondisi ekonomi.

45

(32)

IV.7 Persepsi Terhadap Program BLSM dan Partisipasi Langsung Oleh Perangkat Desa

Seperti yang sudah disebutkan oleh penulis pada bagian sebelumnya,

perangkat Desa sebagai implementor langsung dalam mensukseskan pelaksanaan

program BLSM menjadi kunci utama dalam keberhasilan pelaksanaannya.

Tanggungjawab yang dilakukan mampu membuat program tersebut berjalan

dengan baik sesuai dengan tujuan utamanya. Oleh karena itu, untuk mengawali

wawancara yang akan dilakukan, peneliti mengajukan pertanyaan pertama tentang

persepsi terhadap program BLSM dan partisipasi langsung yang telah dilakukan

oleh perangkat Desa sebagai implementor program BLSM.

Maka telah diperoleh jawaban dari beberapa informan, dimana salah satu

informan menyatakan bahwa sebenarnya program BLSM yang dikeluarkan oleh

pemerintah pusat kurang memadai. Beliau juga mengatakan rumah tangga sasaran

dari program BLSM tidak sesuai dengan keadaan ekonomi masyarakat tersebut.

Karena masih banyak warga di Desa Suka Rende yang pada kenyataannya tidak

mempunyai rumah sebagai tempat tinggal justru tidak mendapatkan bantuan

tersebut. Dari pengelihatan beliau banyak sekali masyarakat yang mampu dalam

segi ekonomi yang pada kenyataannya mendapatkan bantuan tersebut. Namun,

beliau sebagai implementor program BLSM telah berupaya untuk mengusulkan

kembali masyarakat yang kurang mampu agar bisa di data dan di proses sebagai

(33)

tersebut sampai sekarang belum memperoleh hasil atau jawaban terhadap

pengusulan yang telah dilakukan.46

Sementara hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan kepala dusun

6 (enam) yaitu Bapak Rudianto Sembiring juga mengatakan kalau program BLSM

kurang mengizinkan, karena beliau menganggap BLSM kurang mencakup

kedalam masyarakat. Sementara dari penuturan beliau bahwa peranan sebagai

implementor tidak ada di dalam proses pendataan masyarakat calon penerima

BLSM tersebut. Yang seharusnya implementor lebih tahu keadaan sosial ekonomi

masyarakat mana yang layak dan yang tidak layak. Beliau mengatakan seharusnya

mereka sebagai perangkat Desa sekaligus implementor mempunyai hak untuk

mengusulkan daftar nama-nama masyarakat kepada pemerintah dalam pendataan

tersebut.47

Ketika penulis kembali bertanya tentang partisipasi yang dilakukan

perangkat Desa sebagai implementor program BLSM maka salah satu informan

memberikan jawaban yaitu memberikan informasi kepada warga tentang indikator

yang layak menerima BLSM, menurut pengakuan beliau juga hal yang paling sulit

adalah memberikan penjelasan kepada masyarakat yang memiliki pengaduan

karena tidak terima dengan hasil pendataan yang menyebabkan warga tersebut

tidak mendapatkan bantuan BLSM. Dan usaha terakhir yang dilakukan oleh beliau

46

wawancara informan Bapak Sada Arih Ginting ‘Kadus 1’ pada tanggal 03 februari 2014 47

(34)

adalah melakukan pengusulan kembali warga yang layak mendapatkan BLSM

sesuai dengan indikator-indikator tersebut.48

Sebagai Sekretaris Desa, bapak Efendi Ketaren juga sebagai salah satu

implementor BLSM di Desa Suka Rende. Peneliti kemudian melakukan

wawancara terhadap sekretaris Desa seputar partisipasi yang telah dilakukan oleh

beliau dalam mensukseskan pelaksanaan BLSM. Beliau mengatakan turut

membantu masyarakat dalam urusan surat-menyurat misalnya seperti pengalihan

nama penerima BLSM dikarenakan ada yang sudah meninggal dunia dan pindah

kependudukan. Maka dengan segera beliau menyelesaikan urusan tersebut sesuai

dengan kebutuhan dari masyarakat.49

Bapak Kepala Desa sebagai kedudukan tertinggi di dalam Desa juga

memberikan informasi ketika peneliti bertanya tentang kendala yang paling susah

untuk diselesaikan dalam pelaksanaan program BLSM demi mencapai kesuksesan

program tersebut. Maka beliau mengatakan sebenarnya cuma satu kendala yang

paling besar yaitu menghadapi protes dari masyarakat yang kontra terhadap

program tersebut. Masyarakat Suka Rende merasa tidak adil dengan kenyataan

dimana banyak warga yang ekonominya lebih baik, namun justru warga tersebut

yang mendapatkan BLSM. Keluhan beliau dalam hal ini adalah masyarakat

merasa bahwa mereka melakukan kecurangan dalam pendataan dan pengumuman

hasil verifikasi tersebut. Beliau mengatakan didalam pendataan bukan merupakan

tugas mereka. Justru mereka merasa wewenang sebagai implementor di Desa

48

wawancara informan Bapak Effendi Sinulingga ‘Kadus 5’ pada tanggal 05 februari 2014 49

(35)

terlalu dibatasi oleh pemerintah pusat. Karena itu beliau tidak bisa menentukan

siapa-siapa saja warga yang selayaknya mendapatkan bantuan itu sesuai dengan

kondisinya di lapangan. Ketika ada nama penerima yang sudah meninggal dunia

dan pindah kependudukan, disitulah wewenang mereka untuk menentukan

pengganti nama tersebut. Selebihnya diatur dan dikendalikan oleh pemerintah

pusat.50

Dari beberapa hasil wawancara diatas tentu kita dapat melihat banyak

sekali masyarakat yang kontra akan program BLSM. Dengan kewajiban dan

tanggungjawab sebagai perangkat Desa, tentunya telah dilakukan cara-cara yang

dianggap mampu untuk mengatasi dan meredam emosi masyarakat kontra.

Upaya-upaya tersebut dilakukan agar masyarakat tahu dan mengerti tentang

mekanisme yang telah ditetapkan oleh pemerintah Pusat terkait dengan Dari hasil wawancara diatas dapat kita ketahui bahwa implementor merasa

mereka bukan bagian yang penting dalam pelaksanaan program BLSM. Karena

keterbatasan wewenang dan resiko yang diterima ketika masyarakat banyak yang

kontra dengan program tersebut. Namun, dari penelitian yang dilakukan di

lapangan masih terlihat kurang koordinasi antara perangkat Desa sebagai

implementor. Sehingga masih terdapat kekurangan dan

permasalahan-permasalahan yang mengganggu pelaksanaan tujuan dari BLSM itu sendiri.

IV.8 Pengaduan Masyarakat dan Langkah-langkah Dalam Mengatasinya

50

(36)

pelaksanaan program BLSM tersebut. Sehingga tujuan dari program tersebut

dapat berjalan dengan baik dan tidak menjadi suatu hambatan yang besar dalam

proses pelaksanaannya. Adapun hasil-hasil yang telah dirangkum penulis tentang

pengaduan masyarakat dan upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Desa

seperti yang telah diteliti dari salah satu informan yang juga mengatakan bahwa

banyak masyarakat yang mengadakan pengaduan dengan mendatangi kantor Desa

dan rumah perangkat Desa. Dimana beliau mengatakan hal tersebut dilakukan

oleh masyarakat pada pukul 5 (lima) pagi dan bahkan banyak yang membawa

benda-benda tajam seperti parang dan sebagainya. Beliau sebagai salah daru

implementor member solusi dengan berbicara langsung kepada masyarakat pada

saat itu dan menjelaskan kembali tentang proses-proses pendataan yang dilakukan

oleh pemerintah pusat. Kemudian, untuk meredam emosi masyarakat maka beliau

memberi tawaran untuk melakukan pendataan ulang dan sudah diserahkan kepada

pihak kecamatan untuk diteruskan ke pemerintahan pusat.51

51

wawancara informan Bapak Joni Tarigan ‘ketua BPD’ pada tanggal 05 februari 2014

Hal diatas telah menggambarkan bagaimana peranan dari pemerintah Desa

sebagai implementor yang kurang berhasil dalam menjalankan tugasnya. Dengan

adanya masyarakat yang melakukan demonstrasi berarti tanggungjawab

pemerintah Desa tidak sepenuhnya dilakukan. Sebagai implementor yang baik

seharusnya perangkat Desa melakukan sosialisasi lebih awal yang bisa dilakukan

dengan musyawarah Desa sebelum hasil verifikasi data dikeluarkan oleh

(37)

Bapak Joni Ginting sebagai kepala urusan pemerintahan Desa yang

menjadi penanggungjawab terhadap pengaduan-pengaduan masyarakat juga

memberikan jawaban terkait dengan pertanyaan diatas, beliau mengatakan bahwa

masyarakat yang tidak terima dan mengadu akan dilayani di kantor Desa. Beliau

akan berhadapan langsung dengan masyarakat dan memberikan penjelasan terkait

dengan keluhan-keluhan yang dimiliki masyarakat. Tugas beliau adalah

menjelaskan bahwa proses pendataan bukan dilakukan di pemerintahan Desa.

Tapi melalui tim Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) oleh Badan

Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2011 yang lalu. Dengan demikian, beliau

berhadap masyarakat paham terhadap proses pendataan tersebut. Dan untuk

perbaikan selanjutnya diharapkan agar masyarakat mencari informasi-informasi

bilamana akan diadakan program-program bantuan sejenis BLSM oleh

pemerintah pusat agar tidak terjadi kesalahan komunikasi antar pihak yang

terkait.52

Kurangnya koordinasi dan komunikasi antar pihak terkait dalam

pelaksanaan program BLSM dapat menjadi suatu penghalang tercapainya tujuan

dari suatu program. Sehingga diharapkan pada proses perencanaan sampai pada

tahapan evaluasi, komunikasi dan koordinasi tetap berjalan dengan cepat dan baik

agar sasaran terpenuhi dan tujuan program tersebut bisa tercapai.

52

(38)

IV.9 Metode dan Intensitas Sosialisasi

Menurut pemahaman penulis, sosialisasi awal sangat dibutuhkan untuk

memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap mekanisme yang akan

dilakukan dalam pelaksanan program BLSM tersebut. Kekeliruan-kekeliruan

masyarakat dapat terobati dengan adanya sosialisasi atau musyawarah yang

dilakukan oleh pemerintahan Desa. Namun, pada kenyataannya hal tersebut tidak

diindahkan oleh pejabat pemerintah Desa khususnya di Desa Suka Rende.

Sosialisasi pintu ke pintu (door to door) menjadi satu-satunya cara yang dianggap

efektif oleh perangkat Desa. Hal itupun dilakukan hanya beberapa kali saja dan

dilakukan ketika program sudah berjalan kepada masyarakat yang menerima

program BLSM tersebut. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti,

hanya ada satu perangkat Desa yang melakukan musyawarah kepada masyarakat

sebelum program tersebut berjalan. Hal ini dilakukan untuk memberikan

penjelasan kepada masyarakat tentang aturan-aturan dalam setiap proses

pelaksanannya. Sehingga pemahaman masyarakat cukup baik dan mampu

mencegah kendala-kendala yang menjadi penghalang berjalannya suatu program.

Maka hasil wawancara peneliti dengan informan ketika menanyakan

tentang metode dan intensitas sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat yang

dijawab oleh Bapak Effendi Sinulingga mengatakan beliau pernah melakukan

musyawarah dengan masyarakat di dusun 5 (lima) yang diadakan di kantor Desa.

Musyawarah tersebut dihadiri oleh warga dusun dan ketika itu beliau memberikan

sosialisasi tentang mekanisme program tersebut. Sosialisasi tersebut dilakukan

(39)

Berbekal pengetahuan yang diperoleh dari penyuluhan yang dilakukan oleh

pemerintah kecamatan kemudian disampaikan oleh beliau pada musyawarah

tersebut. Menjelaskan bahwa tugas beliau hanya sebagai perpanjangan tangan dari

pemerintahan pusat dalam pelaksanaan program BLSM yang memiliki

keterbatasan wewenang terkait program tersebut. Beliau memberitahukan

masyarakat bahwa pendataan dilakukan pada tahun 2011 yang lalu, kemudian data

tersebut yang diolah oleh pemerintah pusat untuk menentukan nama-nama

penerima sesuai dengan indikator yang berlaku. Tidak mempunyai hak dalam

menentukan warga yang akan diluluskan terkecuali jika ada warga di dusun lima

yang sudah meninggal atau memulangkan Kartu Perlindungan Sosial karena

merasa tidak layak untuk mendapatkan BLSM. Dalam hal itu beliau menuturkan

akan mendiskusikan dengan kepala Desa untuk menentukan warga yang akan

menjadi pengganti.

Menurut pemahaman beliau, tugasnya sebagai implementor hanya

memberikan informasi kepada masyarakat, melakukan koreksi terhadap kesalahan

penulisan nama di dalam KPS dan melakukan pengawasan terhadap berjalannya

program tersebut khususnya masyarakat penerima BLSM yang berada di dusun

lima.53

Dari hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa Bapak Effendi Sinulingga

sudah menjalankan tugas dengan baik sebagai implementor. Namun, hal tersebut

tidak diikuti oleh implementor-implementor lainnya. Sehingga terjadi

ketimpangan dalam proses implementasi yang terjadi di Desa Suka rende.

53

(40)

Implementor-implementor mempunyai cara masing-masing dalam menjalankan

tugasnya. Beliau melaksanakan tanggungjawab sesuai dengan yang diamanatkan

oleh pemerintah sehingga masyarakat dusun lima merasa cukup puas dengan

pelayanan yang diberikan.

IV.10 Instruksi Menteri Dalam Negeri Tentang Pembagian KPS dan Penanganan Pengaduan Masyarakat

Untuk mencapai tujuan pelaksanaan pogram BLSM, maka menteri dalam

negeri mengeluarkan surat keputusan yang ditujukan untuk Gubernur,

Bupati/Walikota dan diteruskan ke pemerintahan yang lebih kecil sampai ke

pemerintahan Desa dengan menginstruksikan 10 (sepuluh) poin yang harus

dilaksanakan oleh pemerintah Desa. Mengenai perwujudan yang telah dilakukan

oleh pemerintah Desa, peneliti telah mengumpulkan data tentang wujud instruksi

mendagri pada poin melaksanakan atau mengaktifkan Pos pengaduan masyarakat

(Posdumas) yang diperoleh dari Bapak Ngadimin yang mengatakan bahwa untuk

Pos pengaduan masyarakat tersebut tidak ada dibuat di Desa. Tetapi jika ada

warga yang memiliki pengaduan dan permasalahan maka telah ditetapkan kepada

kepala urusan pemerintahan yang siap membantu keluhan masyarakat. Atau bila

masyarakat merasa sulit untuk menjangkau kantor desa sebagai tempat untuk

bertemu dengan kepala urusan pemerintahan, biasanya keluhan tersebut

(41)

tersebut tidak dapat ditangani, biasanya kepala dusun akan menyampaikan kepada

kepala Desa atau sekretaris untuk dimusyawarahkan.54

Informasi yang peneliti dapatkan dari masyarakat juga mengatakan bahwa

memang tidak ada dibentuk atau dijalankannya pos pengaduan masyarakat

tersebut. Sehingga peneliti melanjutkan pertanyaan tentang kegiatan atau

pekerjaan lain yang dilakukan perangkat Desa untuk memberikan pelayanan

kepada masyarakat demi tercapainya tujuan pelaksanaan program BLSM. Maka

jawaban dari informan yaitu dengan mengadakan rapat pemerintah beserta

perwakilan dari masyarakat guna membahas permasalahan yang ada di

masyarakat.55

Sebenarnya jawaban dari informan tersebut merupakan kegiatan yang

wajib untuk dilaksanakan. Bukan merupakan kegiatan tambahan diluar dari

instruksi menteri dalam negeri yang dimaksud diatas. Maksud dari pertanyaan

peneliti sebenarnya lebih mengarah kepada tindakan pribadi yang dilakukan oleh

perangkat Desa sebagai salah satu implementor program BLSM. Satu-satunya

jawaban yang diberikan informan yang sesuai dengan maksud peneliti adalah

jawaban dari Bapak Effendi Sinulingga yang memiliki jabatan sebagai Kadus 5

(lima). Beliau mengatakan sebagai orang yang beragama, dia sering

menyampaikan informasi atau penjelasan bila ada kegiatan keagamaan. Misalnya

saja kegiatan ‘Perpulungen Jabu-Jabu’ (bahasa Karo). Dengan cara tersebut

54

wawancara informan Bapak Ngadimin ‘Kadus 2’ pada tanggal 06 februari 2014 55

(42)

sedikit banyak masyarakat merasa terbantu khususnya bagi mereka yang memiliki

kekecewaan karena tidak dapat bantuan tersebut.56

Setiap kebijakan pasti mempunyai sisi kekuatan dan kelemahannya.

Termasuk dalam pelaksanaan program BLSM ini. Peneliti telah mendapat

informasi mengenai kelemahan dan tanggapan untuk perbaikan yang perlu

dilakukan agar sesuai dengan kondisi sosial masyarakat. Hasil rangkuman

wawancara yang dilakukan dengan beberapa informan salah satunya yaitu tidak

tepat sasaran masyarakat yang menerima bantuan tersebut, ditambah dengan

penggunaan uang yang diberikan pemerintah tidak tepat guna. Seperti yang

disampaikan Bapak Rusman Sinulingga bahwa penggunaan uang tersebut tidak

sesuai dengan tujuan perencanaan program tersebut. Beliau mengatakan

permasalahan seperti ini disebabkan karena kondisi sosial masyarakat yang masih

sangat buruk. Budaya bermain judi dan berfoya-foya masih melekat kental

sehingga apapun yang menjadi bentuk program bantuan masyarakat tidak bisa

dipergunakan dengan efektif. Beliau mengatakan seharusnya pemerintah

mempersiapkan tim khusus untuk sosialisasi program BLSM. Tidak hanya pada

pendataan saja dan data yang digunakan seperlunya dilakukan pembaharuan agar

kondisi masyarakat benar-benar sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan.

IV.11 Kekurangan dan Kelemahan Proses Pelaksanaan Program BLSM

57

56

wawancara informan Bapak Effendi Sinulingga ‘Kadus 5’ pada tanggal 05 februari 2014 57

(43)

Bapak Efendi Ketaren juga membenarkan hal diatas, namun beliau

memiliki jawaban yang lebih kompleks terkait kelemahan pelaksanaan program

BLSM yang mengatakan pada awal perencanaan saja sudah bermasalah. Dimana

seharusnya program tersebut dilaksanakan untuk lima bulan yang kemudian

dipangkas menjadi empat bulan saja. Pencairan dana yang tidak tepat waktu dan

wewenang beliau sebagai implementor hanya sebatas pemberi informasi dan

menangani pengaduan masyarakat. Melihat dampak yang dihasilkan dari program

tersebut sangat sedikit karena perencanaan program didasari atas kenaikan harga

BBM. Perlunya perencanaan yang matang akan lebih maksimal hasilnya

dibandingkan dengan perencanaan yang terkesan terburu-buru.58

Dari jawaban beberapa perangkat Desa diatas dapat kita lihat bahwa masih

banyak yang menjadi kekurangan dalam pelaksanaan program BLSM yang

dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Kebijakan yang dikeluarkan secara

tergesa-gesa tanpa perencanaan yang panjang tentunya memiliki banyak kelemahan

seperti yang disampaikan dari hasil wawancara diatas. Program BLSM termasuk

salah satu kebijakan yang dikeluarkan tanpa perencanaan yang matang. Situasi

kenaikan BBM yang membuat pemerintah berfikir untuk membuat program

bantuan yang sebenarnya dilaksanakan hanya untuk meredam emosi masyarakat

kita. Dimana pasca kenaikan harga BBM, demonstrasi besar-besaran dilakukan

oleh masyarakat yang tidak setuju dengan kenaikan tersebut yang dilakukan di

hampir setiap daerah di Indonesia.

58

(44)

BAB V

ANALISA DATA

Dalam bab ini akan dianalisis semua data yang diperoleh dari hasil

penelitian seperti yang disajikan dalam bab sebelumnya. Adapun analisa yang

dilakukan adalah teknik analisa kualitatif deskriptif dengan tetap mengacu pada

hasil interpretasi data dan informasi sesuai dengan rumusan masalah dalam

penelitian.

Dari seluruh data dan informasi yang telah diperoleh, baik melalui studi

pustaka, wawancara dengan informan dari perangkat Desa Suka Rende dan

masyarakat sebagai sasaran kebijakan, observasi melalui catatan-catatan penulis

sewaktu melakukan penelitian dilapangan, maka dapat diberikan analisis tentang

Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program Bantuan Langsung

Sementara Masyarakat di Desa Suka Rende.

Kebijakan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat merupakan salah

satu kebijakan Pemerintah Pusat yang dikeluarkan untuk mempertahankan

bahkan mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat terkait dengan kenaikan

harga Bahan Bakar Minyak akibat pengurangan nilai subsidi. Maka berkaitan

dengan Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program Bantuan Langsung

Sementara Masyarakat, penulis telah mengajukan beberapa pertanyaan

berdasarkan indikator yang telah ditentukan pada bab sebelumnya. Dan pada bab

(45)

dan variabel dalam proses pelaksanaannya. Dari seluruh informasi dan data yang

telah dikumpulkan, baik mulai dari studi pustaka, wawancara dengan informan,

studi dokumentasi maupun catatan-catatan penulis tentang Persepsi Masyarakat

Terhadap Pelaksanan Program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat di Desa

Suka Rende, maka dapat dianalisis hasilnya sebagai berikut:

V.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Progam BLSM

Persepsi merupakan suatu respon atau tanggapan dari seorang individu

untuk memberikan pemahaman, penilaian, pendapat yang berkaitan dengan objek

tertentu. Setiap individu pasti mempunyai persepsi yang berbeda-beda. Namun,

makna dari persepsi yang diberikan individu bila dikaitkan dengan individu

lainnya artinya bisa sama atau menyerupai. Masyarakat yang terdiri dari

individu-individu yang ada di Desa Suka Rende memberikan persepsi yang

berbeda-beda tentang program BLSM di Desa tersebut. Dari hasil wawancara

yang dilakukan terhadap informan, maka dapat diberikan analisis bahwa program

BLSM dari segi manfaatnya memang bermanfaat tetapi kurang mencukupi dari

jumlahnya. Hal tersebut bila dikaitkan dengan kenaikan harga bahan bakar

minyak yang diikuti dengan kenaikan harga bahan pangan lainnya tentu

membuat efektifitas dari bantuan tersebut menurun. Untuk menambah

pemenuhan kebutuhan sehari-hari, jumlah uang yang diberikan tidak mencukupi

dan jauh dari harapan masyarakat. Pada tahapan perencanaan, program BLSM

seharusnya diberikan selama 5 bulan dengan jumlah Rp. 150.000 per bulannya.

(46)

operasionalisasinya diambil dari dana tersebut. Sehingga terjadi pengurangan

anggaran yang akan dikeluarkan dan pada akhirnya program BLSM hanya

diberikan selama 4 bulan saja. Dengan jumlah dana yang akan diterima

masyarakat sebesar Rp. 150.000 per bulan, membuat masyarakat merasa bahwa

jumlah tersebut sangat tidak memadai. Persepsi lain yang diperoleh dari informan

mengenai program tersebut bahwa masyarakat lebih memilih tidak mendapat

dana bantuan tersebut dengan catatan bahwa harga Bahan Bakar Minyak dan

harga bahan pokok lainnya tidak mengalami kenaikan. Perencanaan program

BLSM yang dikeluarkan oleh Pemerintah disusun pasca kenaikan harga BBM

dan diikuti dengan demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat

hampir pada setiap wilayah di Indonesia. Pelaksanaan program tersebut tidak

terlepas dari intervensi politik dan sosial di dalam pemerintahan agar emosi

masyarakat bisa diredam karena di iming-imingi dengan bantuan tersebut.

Tujuan pelaksanaan program BLSM adalah untuk meningkatkan daya beli

masyarakat miskin dan masyarakat rentan miskin tidak diseimbangin dengan

jumlah dana yang dikeluarkan. Masyarakat penerima BLSM merasa jumlah

tersebut tidak logis walaupun rumah tangga sasaran bukan merupakan pengguna

Bahan Bakar Minyak sebagaimana yang terlihat di dalam indikator-indikator

bahwa masyarakat yang berhak menerima bantuan tersebut tidak mempunyai

kendaraan bermotor atau kapal motor baik dalam bentuk kredit.

Tujuan yang ditetapkan pemerintah terhadap program tersebut belum

terlaksana di masyarakat khususnya di Desa Suka Rende. Dari hasil analisa yang

(47)

mempengaruhi hal tersebut misalahnya faktor sosial dan budaya masyarakat yang

merasa bahwa bantuan yang diberikan oleh pemerintah itu sebagai suatu rejeki

sehingga pemanfaatannya belum sesuai dengan tujuan tersebut.

V.2 Mekanisme Pelaksanaan dan Kendala yang Dihadapi Masyarakat

Pelaksanaan program BLSM tentunya mempunyai tahapan-tahapan dalam

pelaksanaannya, mekanisme tersebut dimulai dari pendataan oleh tim PPLS

dengan menggunakan data terakhir di tahun 2011. Kemudian pengumuman hasil

verifikasi data bagi rumah tangga sasaran yang berhak mendapatkan BLSM

tersebut. Tahapan berikutnya adalah koordinasi dengan PT. Pos Indonesia

sebagai tempat pencairan dana sekaligus pengambilan Kartu Perlindungan Sosial

sebagai bukti bahwa rumah tangga sasaran tersebut sebagai penerima dana

bantuan BLSM. Selanjutnya pemerintah Desa sebagai pemerintahan terdekat

masyarakat menjalani tugas dalam mengurus administrasi masyarakat yang

dibutuhkan dan penyampai informasi kepada masyarakat terkait dengan

pelaksanaan program BLSM tersebut.

Hasil analisa yang diperoleh mengenai mekanisme yang dilalui

masyarakat berdasarkan wawancara terlihat bahwa masyarakat tidak merasa

rumit dalam proses mekanisme tersebut. Setelah nama-nama rumah tangga

sasaran dikeluarkan dengan menempelinya dibalai Desa dan warung-warung

sekitar Desa yang dilengkapi dengan tanggal pengambilan dan persyaratan yang

(48)

untuk pengambilan dana pertama sekaligus Kartu Perlindungan Sosial hanya

KTP dan Kartu Keluarga.

Jadwal yang sudah ditentukan membuat mekanisme tersebut lebih tertib

dan ketika masyarakat melakukan pegambilan dana ke kantor Pos hanya perlu

mengantri sampai nama warga yang bersangkutan dipanggil untuk menerima

uang, menandatangani surat penerimaan dana tersebut. Masyarakat terlibat

langsung dalam mekanisme ini tidak mendapat kendala-kendala yang sulit karena

tidak ada penundaan secara tiba-tiba dan proses yang dilalui tidak berbelit-belit

dan membutuhkan waktu yang panjang.

V.3 Tanggungjawab Pemerintah Desa (Implementor) dan Pelayanan yang Diberikan Kepada Masyarakat

Pemerintah Desa sebagai implementor mempunyai tanggungjawab dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat khususnya kepada masyarakat

penerima bantuan BLSM. Kinerja implementor menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi berhasil atau tidaknya sebuah kebijakan yang dijalankan.

Kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang terkait dengan tanggungjawab

implementor menjadi suatu yang harus dilakukan.

Dari data yang diperoleh di Desa Suka Rende mengenai kinerja

implementor berdasarkan wawancara informan Bapak Misno pada tanggal 02

februari 2014 mengatakan secara sudah cukup bagus terlepas dari permasalahan

(49)

dikeluarkan oleh kantor Pos Indonesia. Banyak masyarakat yang melakukan

demonstrasi karena mereka tidak dapat bantuan tersebut. Tindakan demonstrasi

terjadi karena adanya kekecewaan masyarakat yang merasa bahwa mereka layak

menerima bantuan tersebut.

Dengan kejadian tersebut, tanggungjawab yang dilakukan oleh perangkat

Desa (Implementor) adalah dengan inisiatif untuk mengajukan permohonan

kembali masyarakat yang dianggap layak untuk menerima BLSM. permohonan

tersebut disampaikan ke pemerintahan Kecamatan untuk diteruskan ke

pemerintahan yang lebih tinggi. Namun, sampai saat ini permohonan pengajuan

tersebut belum mendapat jawaban hingga program BLSM sudah berakhir masa

pelaksanaannya. Diluar sosialisasi, pelayanan yang diberikan oleh implementor

hanya sebatas itu saja.

Dari hasil wawancara yang dilakukan dilapangan, masyarakat tidak bisa

memberikan tanggapan secara mendalam mengenai tanggungjawab implementor

tersebut. Penggambaran masyarakat tentang tanggjungjawab perangkat Desa

mencakup keseluruhan kinerja dan tugas-tugas pemerintahan Desa dalam

bidangnya.

V.4 Intensitas Sosialisasi dan Pengawasan yang Dilakukan Implementor

Sosialisasi merupakan suatu proses untuk menyampaikan informasi yang

dilakukan melalui berbagai cara salah satunya dengan komunikasi baik secara

(50)

dalam pelaksanaan program BLSM adalah melakukan sosialisasi kepada

masyarakat untuk menyampaikan informasi-informasi mengenai BLSM tersebut.

Sosialisasi yang baik tidak hanya sebatas memberikan informasi tetapi melakukan

pengawasan untuk menjaga bahwa informasi yang diberikan benar-benar sampai

kepada masyarakat.

Pemerintah Desa Suka Rende sebagai implementor yang terdiri dari 6

(enam) Dusun memiliki kepala dusun disetiap dusunnya. Setiap kepala dusun

mempunyai cara masing-masing dalam melakukan sosialisasi ke masyarakat.

Beberapa kepala dusun menggunakan metode sosialisasi tidak langsung yaitu

dengan menempel poster-poster yang berisikan informasi terkait persyaratan,

jadwal pengambilan dana dan lokasi pengambilan dana tersebut. Kepala dusun

menempel poster tersebut di warung-warung sekitar masyarakat. Hal ini dinggap

sebagai langkah untuk mengefisiensikan waktu dalam sosialisasi. Sebagian

masyarakat merasa ada ketidaknyamanan dengan cara sosialisasi tersebut. Namun

tidak menepis bahwa ada juga masyarakat yang setuju dengan hal tersebut karena

alasan kondisi sosial di dusun tersebut dianggap sesuai dengan cara sosialisasi

seperti itu.

Data dari dusun lain yang diperoleh bahwa cara kepala dusun

menyampaikan informasi dengan menggunakan teknik pintu ke pintu (door to

door). Tanggapan masyarakat terhadap hal ini merasa bahwa sudah efektif karena

tidak merepotkan bagi masyarakat. Mereka tidak perlu membuang waktu untuk

Gambar

TABEL 2 SEJARAH PERKEMBANGAN DESA
TABEL 4
TABEL 5 PEKERJAAN
TABEL 7 SARANA DAN PRASARANA DESA
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dari grafik diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi persentase filler batubara maka nilai VIM naik dan nilai VFWA disebabkan filler batubara yang bercampur aspal mengisi rongga

(2) Skala Kesantunan Komisif yang digunakan sebagai bahasa promosi transaksi penjual pasar tradisional Nglangon Sragen tampak didominasi oleh skala untung rugi yaitu

KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN TIM SISTEM INFORMASI MANAJEMEN BARANG DAERAH (SIMBADA) TAHUN ANGGARAN 2016.. Pengarah Sekretaris

Tujuan dari studi ini adalah untuk memperkirakan dosis radiasi efektif tahunan yang diterima publik Provinsi Bangka Belitung baik melalui jalur ekternal maupun jalur internal

[r]

Dalam peramalan data runtun waktu IHSG, peneliti menggunakan dasar fuzzy time series sebagai metode peramalan dan kriteria MSE dan MAPE untuk mengukur tingkat akurasi serta

Hak Asasi Manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang dimiliki manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa

The computational complex- ity of predicting the directional stock price movement of an arbitrary node v j given an observed stock movement (external energy) of a node v i in the