DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab, Solichin. 2008. Analisis Kebijaksanaan. Jakarta: Bumi Aksara.
Adi, Isbandi R. 1994. Psikologi Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan
Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Agus Purwanto, Erwan dan Ratih Sulistyastuti, Dyah. 2012. Implementasi
kebijakan Publik. Yogyakarta: Gava Media.
Atkinson, R.L. Atkinson, R.C Hilgard, E.R. 1991. Pengantar Psikologi. Jakarta:
Erlangga.
Bugin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers.
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.
De Vito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta.
Dr. Drs. Yanuar Ikbar. MA. 2012. Metode Penelitian Sosial Kualitatif. Bandung:
PT. Refika Aditama.
Edwards III, G.C. (1980). Implementing Public Policy.Washingtong, D.C.
Congressional Quarterly Press.
Gibson, dkk. 1989. Organisasi dan Manajemen Perilaku. Jakarta: Erlangga.
Irwanto EH, Hadisoepadma A, Priyani R, Wismanto, YB, Fernandes C. 1997.
Psikologi Umum. Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Jalaludin, Rakhmat, 1998. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mazmanian, D.A. and Sabiter, P.A 2004.Implementation and Publik Policy. New
York: HarperCollins.
Moelong, Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung : PT.
RemajaRosdakarya.
Ruch. 1967. Psysiologyn and Biophysics. Singapore: Mac Graw Hill Book Co.
Siagian, Sondang P. 1989. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: BinaAksara.
Singarimbun, Masri. 1995. Metode penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.
Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: PustakaSetia.
Walgito, Bimo. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi.
Wildavsky, Aaron. 1979. The Politics of the Budgetary Process. Boston : Little,
Brown.
Winarno, Budi. 2002. Kebijakan Publik, teori dan proses.Yogyakarta: Media Presindo.
Sumber Perundang-undangan :
UU No 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin
Inpres No 3 Tahun 2008 tentang program Bantuan Langsung Tunai untuk Rumah
Tangga Sasaran
Instruksi Mendagri No 541/3150 SJ Tahun 2013 tentang pelaksanaan pembagian
Kartu Perlindungan Sosial dan Penanganan Pengaduan Masyarakat
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial
Peraturan Presiden RI Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan
Sumber Internet :
pada tanggal 04 September pukul 19:30 Wib
BAB III
DESKRIPSI LOKASI
III.1 Kondisi Desa
III.1.1 Sejarah Desa
Desa Suka Rende adalah nama suatu wilayah di Kecamatan Kutalimbaru
Kabupaten Deli Serdang ini yang menurut beberapa tokoh masyarakat Desa Suka
Rende dikenal karena Desa Suka Rende dikelilingi oleh sungai dan hulu memiliki
persawahan kelahun pinang dengan luas ± 200 Ha. Akan tetapi karena aliran
irigasi rusak berat sehingga tidak dapat diperbaiki maka sekarang persawahan
kelahun pinang sudah menjadi tanah darat dan masyarakat menanam tanaman
palawija (jagung, ubi, kakao dan kelapa sawit).
Desa Suka Rende mulai terbentuk dimulai pada tahun 1950 melalui
program pemerintah Transmigrasi Sosial dari daerah Pegunungan yang pada saat
itu berjumlah 30 KK dan dimpimpin oleh seorang Pengetua adat bermarga
Surbakti. Pada tahun 1987 pengelolaan Desa diserahkan kepada Pemerintah
Daerah Provinsi Sumatera Utara, dan selanjutnya dilakukan pemilihan kepala
Desa yang pertama dan terpilih bapak (Guna Ketaren). Tanah yang digunakan
untuk lokasi Desa Suka Rende berasal dari penggarapan pada masa pemerintahan
kepala Desa pertama ini kegiatan Desa Suka Rende banyak digunakan untuk
menata kelembagaan kelompok masyarakat tersebut walaupun masih bersifat
dan penataan kelompok-kelompok pertanian yang lain. Pada saat itu kegiatan
kelompok masyarakat ini banyak bekerja pada sektor pertanian. Namun karena
para pendatang waktu itu berasal dari Desa maka banyak juga yang membawa
hewan ternah dan sebagian mengembangkannya di Desa Suka Rende ini.
Selanjutnya setelah empat periode masa pemerintahan Pak Guna Ketaren
masyarakat Desa Suka Rende memilih pemimpin baru pada tahun 2009 yang
bernama Pak Manggil, pemilihan kepala Desa dilakukan secara pengangkatan
langsung dari masyarakat dan pengetua-pengetua adat sampai sekarang.
Perkembangan sejarah Desa Suka Rende adalah sebagai berikut :
TABEL 2
SEJARAH PERKEMBANGAN DESA
Tahun KEJADIAN YANG BAIK KEJADIAN YANG BURUK
1950 Terbentuknya Desa Suka Rende
yang dipimpin oleh petuah adat bermarga Surbakti
Banyak warga Desa yang pindah keluar Desa akibat dari buruknya kondisi ekonomi di Desa
1951 Sudah dibentuk tempat pelatihan
masyarakat semacam sekolah SD (3 lokal ) yang pembinanya dari masyarakat Transmigrasi sendiri
Kurangnya tenaga pengajar dan fasilitas sekolah
1976 Pemilihan kepala Desa pertama
bernama Guna Ketaren
Rendahnya pendapatan masyarakat
1987 Terjadinya penciutan Desa Empat Desa menjadi satu Desa
1992 Pergantian kepala Desa dan
terbentuknya kantor kepala Desa
Masyarakat Desa tidak mau berurusan kekantor Desa, karena siang hari masyarakat tidak ada waktu
2009-2011 Pemilihan kepala Desa dan
dimenangkan oleh Bapak Manggil sampai sekarang
III.1.2 Visi dan Misi
Visi
Visi adalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan
yang diinginkan dengan melihat potensi dan kebutuhan Desa. Penyusunan Visi
Desa Suka Rende ini dilakukan dengan pendekatan partisipatif, melibatkan
pihak-pihak yang berkepentingan di Desa Suka Rende seperti Pemerintah Desa, BPD,
Tokoh Masyarakat, tokoh Agama, lembaga masyarakat Desa dan masyarakat
Desa pada umumnya. Dengan mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal
di Desa sebagai satu satuan kerja wilayah pembangunan di Kecamatan, maka Visi
Desa Suka Rende adalah :
“MEWUJUDKAN KEADILAN DAN MAKMUR MASYARAKAT DENGAN MEMBANGUN SARANA DAN PRASARANA”
Misi
Selain penyusunan Visi juga telah ditetapkan misi-misi yang memuat
sesuatu pernyataan yang harus dilaksanakan oleh Desa agar tercapainya visi Desa
tersebut. Visi berada diatas misi. Pernyataan Visi kemudian dijabarkan ke dalam
misi agar dapat dioperasionalkan/dikerjakan. Adapun Misi Desa Suka Rende
adalah :
1. Mengembangkan dan meningkatkan hasil pertanian masyarakat
2. Pembuatan sarana jalan usaha tani dan peningkatan jalan lingkungan
4. Perbaikan dan peningkatan layanan sarana kesehatan dan umum
5. Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan
6. Meningkatkan keterampilan dan kualitas SDM masyarakat
7. Pengadaan permodalan untuk usaha kecil, memperluas lapangan kerja dan
manajemen usaha masyarakat
8. Peningkatan kapasitas Aparat Desa dan BPD
9.Peningkatan sarana dan prasarana kerja aparat Desa dan BPD
III.1.3 Demografi
Desa Suka rende terletak di dalam wilayah Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara yang berbatasan dengan :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tuntungan II dan Namo Pecawir
Kecamatan Pancur Batu
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa kutalimbaru Kecamatan
Kutalimbaru
c. Sebelah Timur berbatasan dengan kelurahan/Desa Namo rih Kecamatan
Pancur Batu Kabupaten Deliserdang
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sampe cita dan Desa Lau bekeri
Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang
Luas wilayah Desa Suka Rende adalah 930 Ha dimana 70% berupa
daratan yang bertopografi berbukit-bukit, Iklim Desa Suka Rende, sebagaimana
hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam pada lahan
pertanian yang ada di Desa Suka Rende Kecamatan Kutalimbaru.
III.1.4 Keadaan Sosial
Penduduk Desa Suka Rende berasal dari berbagai daerah yang
berbeda-beda, dimana mayoritas penduduknya yang paling dominan berasal dari Provinsi
Sumatera Utara sehingga tradisi-tradisi musyawarah untuk mufakat, gotong
royong dan kearifan lokal yang lain sudah dilakukan oleh masyarakat sejak
adanya Desa Suka Rende dan hal tersebut secara efektif dapat menghindarkan
adanya benturan-benturan antar kelompok masyarakat.
Desa Suka Rende mempunyai jumlah penduduk 3300 jiwa, yang terdiri
dari laki-laki 1500 jiwa, perempuan 1800 jiwa dan 920 KK, yang terbagi dalam
enam wilayah dusun, dengan rincian sebagai berikut :
TABEL 3
JUMLAH PENDUDUK
Dusun 1 Dusun 2 Dusun 3 Dusun 4 Dusun 5 Dusun 6
640 orang 540 orang 500 orang 240 orang 520 orang 860 orang
Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Suka Rende sebagai berikut :
TABEL 4
TINGKAT PENDIDIKAN
Pra Sekolah SD SLTP SLTA Sarjana Pasca Sarjana
Karena Desa Suka Rende merupakan Desa pertanian maka sebagian besar
penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, selengkapnya sebagai berikut :
TABEL 5 PEKERJAAN
Petani Pedagang PNS Buruh TNI Pegawai
Swasta Tukang
425 KK` 80 KK 107 KK 120 KK 5 KK 90 KK 2 KK
Penggunaan Tanah di Desa Suka Rende sebagian besar diperuntukkan untuk
tanah pertanian sawah dan perkebunan sedangkan sisanya untuk (Tanah
Kering/Lahan Tidur) yang merupakan bangunan dan fasilitas-fasilitas lainnya.
Jumlah kepemilikan hewan ternak oleh penduduk Desa Suka Rende Kecamatan
Kutalimbaru adalah sebagai berikut :
TABEL 6
KEPEMILIKAN TERNAK
AYAM/ITIK KAMBING SAPI KERBAU IKAN
700/200 KK 200 KK 10 KK 210 KK 6 KK
Kondisi sarana dan prasarana umum Desa Suka Rende secara garis besar
TABEL 7
SARANA DAN PRASARANA DESA
NO SARANA/PRASARANA JUMLAH/VOLUME KETERANGAN
1 Balai Desa 6
2 Kantor Desa 1
3 Puskesmas Pembantu 1
4 Masjid 2
5 Mushola 4
6 Pos Kamling 4
7 Taman Kanak-kanak 1
8 Pos Polisi -
9 SD Negeri 2
10 SMP Negeri -
11 Balai Pertemuan Dusun -
12 Madrasah Diniah Awaliyah -
13 Cek Dam -
14 Tempat Pemakaman Umum 5
15 Pemancar RRI -
16 Sungai 2
17 Jalan Tanah 10
18 Jalan Koral 4
19 Jalan Poros/Hot Mix -
20 Jalan Aspal Penetrasi 1
21 Kantor Pos Giro -
22 Lumbung Tani -
III.1.5 Keadaan Ekonomi
Kondisi ekonomi masyarakat Desa Suka Rende secara kasat mata terlihat
jelas perbedaannya antara Rumah Tangga yang berkategori miskin, sangat miskin,
sedang dan kaya. Hal ini disebabkan karena mata pencahariannya di sektor-sektor
usaha yang berbeda-beda pula, sebagian besar di sektor non formal seperti buruh
bangunan, buruh tani, petani sawah tadah hujan, perkebunan karet dan sawit dan
sebagian kecil di sektor formal seperti PNS pemda, Honorer, Guru, Tenaga medis,
TNI/Polri, dll.
III.2 Kondisi Pemerintah Desa
III.2.1 Pembagian Wilayah Desa
Pembagian wilayah Desa Suka Rende dibagi menjadi 6 dusun, dan
masing-masing dusun tidak ada pembagian wilayah secara khusus, jadi setiap
dusun ada yang mempunyai wilayah pertanian dan perkebunan, sementara pusat
Desa berada di Dusun 5 (Lima), setiap dusun dipimpin oleh seorang Kepala
Dusun.
III.2.2 Struktur Organisasi Pemerintahan Desa (SOPD)
Struktur Organisasi Desa Suka Rende Kecamatan Kutalimbaru menganut
system Kelembagaan Pemerintahan Desa dengan Pola Minimal, selengkapnya
Gambar 2 Struktur Pemerintahan Desa Suka Rende
(sumber: Penelitian Lapangan 2014)
BAB IV
PENYAJIAN DATA
IV.1 Latar Belakang Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menetapkan subjek penelitian yang terdiri
dari tiga kelompok yang terdiri dari informan kunci, informan utama dan
informan tambahan. Informan kunci terdiri dari masyarakat sebagai peneriman
program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat. Sedangkan informan utama
merupakan perangkat Desa Suka Rende sebagai perpanjangan tangan terhadap
pelaksanaan program BLSM tersebut dan informan tambahan merupakan
masyarakat sekitar yang tidak berhasil lulus verifikasi pendataan oleh tim Badan
Pusat Statistik.
Dalam penelitian ini, Penulis tidak menentukan jumlah informan kunci,
informan utama dan informan tambahan. Penulis menyelesaikan wawancara
kepada informan setelah hasil wawancara menemukan titik jenuh. Titik jenuh
ditemukan penulis setelah mewawancarai 37 orang informan yang terdiri dari 24
orang masyarakat dan 13 orang perangkat Desa Suka Rende Kecamatan
Kutalimbaru.
Berdasarkan pengambilan data dilapangan diperoleh identitas informan
TABEL 8
IDENTITAS INFORMAN
NAMA J. KELAMIN USIA PEKERJAAN DUSUN
Benar Ginting Laki-laki 78 Tahun Petani 2
Perdamenta Barus Laki-laki 38 Tahun Petani 3 Jonias Jahtaria
Martua Simaremare Laki-laki 43 Tahun Supir Becak 3
Rajin Barus Laki-laki 58 Tahun Petani 3
Minpin Sembiring Laki-laki 54 Tahun Petani 3 Paken Br Ginting Perempuan 53 Tahun Petani 1
Neken Sembiring Laki-laki 59 Tahun Petani 2
Misno Laki-laki 43 Tahun Wiraswasta 2
Selasa Sinulingga Laki-laki 58 Tahun Petani 4 Terombo Ginting Laki-laki 61 Tahun Wiraswasta 4
Supriadi Laki-laki 47 Tahun Petani 3
Masa Tarigan Laki-laki 50 Tahun Petani 4
Muliadi Laki-laki 40 Tahun Petani 5
Kaman Ginting Laki-laki 52 Tahun Petani 6
Buyung Sembiring Laki-laki 46 Tahun Petani 5
(sumber: Penelitian Lapangan 2014)
Berdasarkan tabel diatas, subjek penelitian mempunyai usia antara 38-78
Tahun. Jika dilihat dari jenis kelamin terlihat bahwa mayoritas informan adalah
laki-laki yang memang menjadi kepala rumah tangga sebagai subjek yang didata
oleh tim BPS. Dari segi pekerjaan rata-rata sebagai petani, hanya beberapa
informan yang pekerjaannya sebagai wiraswasta. Dengan keadaan tersebut
petani yang tidak mempunyai penghasilan tetap tentunya selalu membutuhkan
bantuan-bantuan dari Pemerintah. Dari penelitian yang dilakukan terdapat
beberapa petani yang tidak mempunyai sawah untuk diolah. Mereka hanya
bekerja sebagai buruh tani seperti buruh kelapa sawit dan buruh panen bagi petani
yang mempunyai sawah.
Sedangkan data mengenai identitas Perangkat Desa Suka Rende adalah
sebagai berikut:
TABEL 9
IDENTITAS PERANGKAT DESA
NAMA J. KELAMIN USIA JABATAN DUSUN
Manggil Laki-laki 48 Tahun Kepala Desa 1
Efendi Ketaren Laki-laki 33 Tahun Sekretaris Desa 2
Joni Tarigan Laki-laki 51 Tahun Ketua BPD 1
Joni Ginting Laki-laki 31 Tahun KaUr
Pemerintahan
5
Masa Tarigan Laki-laki 46 Tahun KaUr
Pembangunan
Effendi Sinulingga Laki-laki 38 Tahun Kadus 5 5 Rudianto Sembiring Laki-laki 32 Tahun Kadus 6 6
(sumber: Penelitian Lapangan 2014)
Dari data diatas diketahui bahwa usia Perangkat Desa berada antara 32-53
Tahun, dimana usia tersebut tergolong produktif dalam melakukan tugas-tugas
dalam pemerintahan. Hanya terdapat seorang perempuan dalam pemerintahan
bahwa penyebab terdapatnya seorang perangkat Desa perempuan dikarenakan
untuk meneruskan jabatan suami yang telah meninggal dunia yang sebelumnya
menjabat sebagai Kepala Dusun tiga. Pengangkatan tersebut didasarkan atas
persetujuan masyarakat dusun tiga untuk menjadikan Ibu Resma Br Barus sebagai
penerus suami yang sebelumnya sebagai kepala dusun tiga.
IV.2 Persepsi Masyarakat Terhadap Program BLSM
Masyarakat sebagai sasaran dari progam BLSM tentunya menjadi suatu
tolok ukur dalam menilai apakah pelaksanaan program tersebut terlaksana dengan
baik atau tidak. Masyarakat mempunyai berbagai pendapat terhadap program
tersebut. Untuk melihat hasil penelitian yang dilakukan, peneliti menanyakan
pertanyaan pertama tentang persepsi masyarakat secara umum tentang program
BLSM. Sehingga telah terangkum berbagai hasil wawancara dengan beberapa
informan yang mengatakan bahwa program BLSM jelas sangat bermanfaat
khususnya bagi dirinya sendiri. Tetapi tidak bergantung dengan jumlah uang yang
diterima. Bagaimanapun, sedikit atau banyaknya uang yang akan diterima
tergantung pada pribadi masing-masing dan arah dari penggunaannya.29
Sementara itu, jawaban dari informan lain tentang persepsi terhadap
program BLSM lebih mengacu kepada kekecewaan pada perencanaan
pelaksanaan awal dimana seharusnya tahapan pemberian uang dibagi menjadi
lima tahapan. Namun karena biaya operasional maka pemberian uang tersebut
29
dipangkas menjadi empat bulan saja. Sehingga informan Bapak Rajin Barus
mengatakan bahwa jumlah uang yang diteriman selama empat bulan program
BLSM berlangsung totalnya adalah Rp. 600.000. tidak sesuai dengan perencanaan
awal program tersebut dimana seharusnya program BLSM berjalan selama lima
bulan dengan total uang yang akan diberikan kepada masyarakat sebanyak Rp.
750.000.30
Ketika peneliti melanjutkan penelitian terhadap persepsi masyarakat,
terdapat jawaban yang berbeda terhadap manfaat dari program BLSM tersebut. Dari hasil yang disampaikan oleh Bapak Rajin Barus bisa dilihat bahwa
pelaksanaan program BLSM tergolong kurang baik dalam hal sosialisasi kepada
masyarakat. Apa yang dikatakan oleh beliau tersebut merupakan hal yang benar.
Karena pada perencanaan yang dilakukan oleh Pemerintah pusat untuk program
BLSM ini seharusnya diberikan untuk lima bulan kepada masyarakat dengan total
uang Rp. 750.000. Namun karena dalam pelaksanaannya membutuhkan biaya
operasional yang cukup besar, maka biaya tersebut diambil dari pengurangan satu
bulan jatah bantuan kepada masyarakat.
Namun, data dilapangan terdapat bahwa banyak masyarakat yang tidak
tahu akan hal tersebut, karena itu mereka hanya bersifat pasif untuk sekedar
menerima uang bantuan dari pemerintah tanpa mengetahui bagaimana sebenarnya
bantuan tersebut yang akan disalurkan.
30
Salah satu informan dalam penelitian ini mengatakan bahwa jumlah uang yang
diberikan perbulannya tidak mencukupi. Alasannya karena pemberian bantuan
direncanakan karena kenaikan harga BBM yang diikuti dengan naiknya harga
bahan makanan lainnya. Sehingga bantuan tersebut tidak seimbang dengan
kebutuhan masyarakat. Hal tersebut menjadikan masyarakat membutuhkan
bantuan yang lebih layak guna memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.31
Kemudian, ketika peneliti mengajukan pertanyaan tentang pilihan
masyarakat antara mendapatkan BLSM atau tidak mendapatkannya dengan
jaminan tidak naiknya harga BBM. Bapak Neken Sembiring mengatakan bahwa
Dia lebih memilih untuk tidak mendapatkan bantuan BLSM. Tapi dengan jaminan
bahwa harga-harga kebutuhan pokok tidak naik termasuk harga BBM. Karena
dengan jumlah uang yang sedikit tidak mampu untuk menambah dalam memenuhi
kebutuhan makanan sehari-hari, belum dengan kebutuhan anak sekolah yang
semakin banyak saja.32
Keinginan masyarakat agar nilai bantuan lebih ditambah atau harga BBM
dan bahan pangan tidak naik menjadikan program BLSM tersebut kurang efektif
sesuai dengan tujuannya untuk meningkatkan daya beli masyarakat akibat
kenaikan dari harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Persepsi yang berkembang
lainnya yang diberikan oleh masyarakat mengenai program BLSM ini menyatakan
bahwa sebenarnya masih banyak masyarakat di Desa Suka Rende yang lebih
layak untuk menerima bantuan tersebut. Mereka menganggap bahwa terdapat
31
wawancara informan Bapak Pujin Ginting pada tanggal 02 Februari 2014 32
beberapa masyarakat yang sekarang sudah tidak layak mendapatkan bantuan dari
pemerintah, namun kenyataannya mereka lulus dalam verifikasi data. Hal
tersebut justru menimbulkan kecemburuan sosial antar masyarakat. Seperti yang
disampaikan oleh Bapak Sunarso bahwa pada umumnya tujuan dari program
BLSM tersebut baik karena ingin membantu masyarakat yang kurang mampu.
Tetapi kondisi masyarakat di Desa Suka Rende terdapat beberapa masyarakat
yang tidak layak untuk mendapatkannya. Beliau mengatakan bahwa terjadi
kecemburuan sosial diantara masyarakat yang kurang mampu namun tidak
mendapatkan bantuan BLSM dengan masyarakat yang mendapatkan BLSM yang
dilihat dari kesehariannya tergolong masyarakat yang mampu. Beliau juga
mengatakan dengan keadaan yang seperti itu tentunya membuat perangkat Desa
yang menjadi sasaran dari kekecewaan masyarakat akibat situasi yang terjadi di
Desa tersebut.33
33
wawancara informan Bapak Sunarso pada tanggal 30 Januari 2014
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terlihat bahwa persepsi
masyarakat terhadap program BLSM sangat bermacam-macam. Hal tersebut
dipengaruhi oleh faktor baik dari dalam diri masyarakat ataupun
faktor-faktor diluar diri masyarakat yang menyebabkan perbedaan jawaban yang
IV.3 Mekanisme Pelaksanaan Program BLSM dan Kendala yang Dihadapi Masyarakat
Pelaksanaan program BLSM kepada masyarakat dimulai dari tahapan
pendataan dengan mengambil data tahun 2011 dan diseleksi oleh BPS pusat
melalui tim Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) sehingga nama-nama
masyarakat yang lulus verifikasi data diperoleh. Setelah nama dikeluarkan, maka
masyarakat secara langsung turut dalam pelengkapan berkas-berkas administrasi
yang dibutuhkan. Setelah itu, masyarakat atau rumah tangga sasaran mengikuti
tahapan-tahapan pelaksanaan, pencairan dana bantuan yang dilakukan melalui PT.
Kantor Pos Indonesia, dan melaksanakan informasi-informasi terkait pada proses
pelaksanaan tersebut. Isu yang berkembang bahwa masyarakat pada umumnya
tidak terlalu direpotkan dengan proses tertib administrasi yang harus dilakukan.
Oleh karna itu, penulis akan bertanya tentang tahapan proses yang
dilakukan oleh masyarakat sehubungan dengan pelaksanaan program BLSM dan
rintangan-rintangan yang dihadapi oleh masyarakat itu. Berdasarkan dengan hasil
wawancara dengan informan sebagai rumah tangga sasaran Program BLSM, maka
peneliti memperoleh data tentang hal diatas yang mengatakan bahwa Bapak
Misno merasa mekanisme yang dilakukan cukup ringkas. Hal tersebut dikatakan
beliau karena Dia merasa tidak pernah didata secara khusus untuk program
BLSM. Tanggapan beliau tentang pendataan tersebut dilakukan pada Tahun 2009
kemungkinan data tersebut yang dipergunakan kembali untuk disaring dalam
menentukan masyarakat yang akan mendapatkan BLSM.34
Berbeda hal dengan hasil wawancara peneliti dengan Bapak Neken
Sembiring. Ketika peneliti bertanya tentang hasil verifikasi data diperoleh dari
mana. Beliau mengatakan bahwa pengumuman nama-nama penerima BLSM
diketahui bukan dari perangkat Desa ataupun kepala dusun setempat. Beliau juga
mengatakan bahwa di dusunnya tidak ada kepala dusun atau perangkat Desa
lainnya yang datang kerumah untuk memberitahukan tentang nama-nama
masyarakat yang lulus verifikasi penndataan BLSM. Bapak Neken Sembiring
mengaku kecewa terhadap hal tersebut, karena beliau memperoleh informasi
melalui selebaran pengumuman yang ditempel di warung-warung sekitar dusun
tersebut. Dalam pengumuman tersebut nama beliau tertera sebagai salah satu
rumah tangga penerima BLSM dan terdapat juga tanggal pengambilan dana yang
pertama beserta dengan syarat-syarat pengambilan seperti KTP, Kartu Keluarga
untuk dibawa ke kantor Pos pada tanggal yang telah tertera. Pengakuan beliau
ketika berada dikantor Pos mengatakan bahwa prosesnya tidak lama karena hanya
perlu mengantri sebentar sampai pada giliran beliau dan setelah itu uang sebesar
Rp. 300.000 langsung diterima.35
Jumlah uang yang diterima sebesar Rp. 300.000 karena pada tahapan awal
pemberian BLSM langsung diberikan dua bulan sekaligus pada jadwal pencairan
bulan kedua. Hal ini dilakukan karena tahapan persiapan pelaksanaan yang masih
34
wawancara informan Bapak Misno pada tanggal 02 Februari 2014 35
berlangsung sehingga jadwal pencairan dana bulan pertama ditunda dari
perencanaan awal.
Dari hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa proses pelaksanaan yang
ditetapkan oleh Pemerintah kepada masyarakat cukup ringkas. Karena data yang
diolah juga tidak ada yang bermasalah. Perbedaan nama yang tertera di kartu KPS
dengan nama di KTP masyarakat tidak ada yang bermasalah. Masyakarat cukup
puas dengan tahapan yang ringkas tersebut dan tidak berbelit-belit. Pencairan dana
di kantor Pos juga demikian. Tidak memerlukan waktu yang lama untuk
mengantri sampai nama rumah tangga sasaran dipanggil untuk penyerahan uang
tersebut. Hal ini dikarenakan telah ditetapkannya jadwal pengambilan uang yang
dibagi menurut Desa masing-masing.
IV.4 Persepsi Masyarakat Terhadap Tanggungjawab Perangkat Desa (Implementor) dan Pelayanan yang Diberikan Kepada Masyarakat
Perangkat Desa sebagai Implementor langsung sekaligus terdekat bagi
masyarakat Desa khususnya bagi rumah tangga sasaran sebagai objek penerima
program BLSM mempunyai kewajiban dan tanggungjawab yang harus
dilaksanakan dalam mensukseskan pelaksanaan BLSM sebagaimana yang tertulis
pada Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 541/3150/SJ Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Pembagian Kartu Perlindungan Sosial (KPS) dan Penanganan
Pengaduan Masyarakat terdapat 10 (sepuluh) Poin penting yang harus
Mengenai hal diatas penulis telah memperoleh data terkait dengan
tanggungjawab perangkat Desa khususnya di Desa Suka Rende. Wawancara yang
dilakukan penulis dengan rumah tangga sasaran sebagai informan telah
menggambarkan keadaan sesungguhnya yang terjadi dilapangan. Salah satunya
dengan hasil wawancara dari beberapa informan yang mengatakan perkerjaan
perangkat Desa cukup bagus, karena pemerintah Desa yang sebagai perpanjangan
tangan dari pemerintah Pusat sebagai penanggungjawab pelaksanaan program
BLSM. Bapak Jonias Jahtaria Sinulingga juga mengatakan demikian. Hal tersebut
juga ditambah karena mereka turut langsung dalam proses pelaksanaannya.
Termasuk dalam pemenuhan persyaratan dan pengambilan uang yang akan
diterima.36
Lain hal dengan Bapak Misno, beliau menjawab pertanyaan penulis
dengan lebih mendalam terhadap tanggungjawab dan pelayanan yang telah
diberikan Perangkat Desa kepada masyarakat yang secara umum sudah bagus.
Tapi sempat terjadi permasalahan di Desa Suka Rende dimana masyarakat yang
merasa berhak mendapatkan BLSM menuntuk pemerintahan Desa untuk
mengeluarkan nama mereka sebagai penerima BLSM. Beliau menuturkan pada
waktu itu jalan keluar yang diambil oleh pemerintah Desa yaitu dengan
mengambil inisiatif untuk membuat permohonan kembali nama-nama masyarakat
yang dianggap layak untuk mendapatkannya. Permohonan tersebut telah
disampaikan kepada pemerintahan kecamatan, namun sampai penelitian yang
36
dilakukan peneliti selesai, realisasi permohonan tersebut belum ada sama sekali.
Atau mungkin tindakan tersebut hanya sebagai cara untuk meredam emosi
masyarakat di Desa tersebut tutur Bapak Misno.37
37
wawancara informan Bapak Misno pada tanggal 02 februari 2014
Dari hasil wawancara diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa tidak
semua masyarakat paham dan tahu mengenai apa-apa saja yang seharusnya
menjadi tugas dan tanggungjawab perangkat Desa. Sesuai dengan Instruksi
Mendagri, hanya sedikit yang berhasil dilakukan oleh perangkat Desa sebagai
implementor dalam mensukseskan pelaksanaan program BLSM tersebut.
Sehingga jawaban dari masyarakat hanya sebagai gambaran umum terhadap
tugas-tugas yang dilaksanakan implementor tersebut.
Peneliti sebenarnya berharap jawaban dari informan dapat memberikan
informasi mengenai pelayanan yang tertuang pada sepuluh poin yang harus
dilakukan oleh pemerintah Desa sebagai implementor dalam pelaksanaan program
BLSM. Namun, karena kekurangan informasi yang diterima masyarakat, mereka
hanya memberikan jawaban mengenai tanggungjawab dan pelayanan secara
IV.5 Intensitas Sosialisasi, Metode dan Pengawasan Oleh Implementor Terhadap Rumah Tangga Sasaran
Sosialisasi merupakan bagian terpenting dalam suatu pelaksanaan
program. Karena tanpa sosialisasi program tersebut tidak akan berjalan baik.
Komunikasi yang kurang dapat menyebabkan pergeseran tujuan awal suatu
program. Sosialisasi yang merupakan proses penyampaian yang dilakukan kepada
semua pihak terkait mengenai isi, maksud, tujuan, tahapan dan sasaran dari suatu
program kebijakan. Semakin baik sosialisasi yang dilakukan, maka semakin
sesuai tujuan awal yang direncanakan dengan hasil akhir yang terjadi di lapangan.
Peneliti kemudian bertanya tentang sosialisasi yang dilakukan oleh implementor
kepada informan sebagai rumah tangga sasaran. Hasil penelitian yang dilakukan
bahwa disetiap dusun terdapat perbedaan metode sosialisasi, intensitas dan
pelayanan yang diberikan oleh kepala dusun mereka. Salah satu informan dari
dusun 1 (satu) menjawab pertanyaan tersebut bahwa sosialisasi yang dilakukan
oleh kepala dusun dengan mendatangi rumah tangga yang menjadi sasaran BLSM
untuk memberikan informasi terkait hal tersebut. Diluar kegiatan itu tidak ada hal
lain yang dilakukan oleh kepala dusun. Dan jika mereka membutuhkan informasi
dapat dilakukan dengan mendatangi rumah kepala dusun untuk menanyakan
secara langsung.38
Keterbatasan sarana yang dimiliki oleh Desa Suka Rende menjadikan
kinerja kepala dusun sebagai pelayan masyarakat tidak maksimal. Akses-akses
yang tersedia lah yang dapat dimanfaatkan sebagai bentuk pelayanan yang
38
menjadi tanggungjawab para implementor tersebut. Seperti hasil wawancara
dengan informan dari dusun 2 (dua) terhadap hal diatas mengatakan bahwa
informasi yang diperoleh itu diperoleh dari warung kopi yang ada, kepala dusun
menempel pengumuman terkait dengan BLSM. Setelah itu, antar masyarakat
penerima BLSM melakukan tukar informasi kepada masyarakat lainnya dari
mulut ke mulut.39
Berbeda dengan informan yang berasal dari Dusun 3 (tiga). Ibu Resma Br
Barus sebagai kepala Dusun menggunakan metode sosialisasi pintu ke pintu (door
to door) dengan mendatangi rumah-rumah warga untuk memberitahukan jadwal
pengambilan uang, persyaratan dan informasi lainnya. Seperti pengakuan
informan Bapak Martua Simaremare terhadap pengumuman yang lulus verifikasi
juga ditempel di Kantor Desa, hal ini dilakukan untuk menjaga kondusif warga
agar tidak melakukan aksi demonstrasi lagi.
Hal tersebut dilakukan karena dianggap lebih efektif dan tidak
memerlukan waktu dan biaya yang banyak. Dimana, para implementor sama
sekali tidak mendapatkan upah/gaji tambahan sebagai pelaksana program BLSM .
Sehingga cara yang efektif dan efisien digunakan agar masyarakat tahu
informasi-informasi tentang BLSM.
40
Secara keseluruhan jawaban dari informan hampir sama antara satu
dengan yang lain. Kepala Dusun sebagai perangkat Desa kurang aktif dalam
memberikan sosialisasi dan pelayanan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat
kurang paham mengenai mekanisme yang sebenar-benarnya dari program BLSM
39
wawancara informan Bapak Pujin Ginting pada tanggal 02 februari 2014 40
itu sendiri. Sosialisasi yang dilakukanpun hanya setelah program itu berjalan.
Tidak ada musyawarah Desa yang dilakukan untuk menjelaskan kepada warga
tentang program tersebut. Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam instruksi
mendagri tentang musyawarah Desa untuk memberikan sosialisasi awal kepada
masyarakat agar mendapatkan informasi yang baik dalam pelaksanaannya.
Ketika penulis melakukan pencarian data melalui wawancara dengan salah
satu informan yang berada di Dusun 5 (lima), penulis menemukan suatu kepuasan
yang dirasakan oleh masyarakat terhadap kinerja kepala Dusun wilayah tersebut.
Masyarakat merasa bahwa mereka dilibatkan dalam program tersebut karena
pelayanan yang cukup baik yang diberikan oleh kepala Dusun. Ketika penulis
bertanya tentang sosialisasi dan media yang digunakan termasuk pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat terkhusus bagi rumah tangga sasaran BLSM
jawaban dari salah satu informan adalah beliau cukup puas dengan sosialisasi
yang dilakukan terkhusus oleh kepala dusun. Masyarakat cukup dilibatkan, karena
sebelum pengumuman nama-nama masyarakat yang lulus pendataan tersebut
kepala dusun mengajak mereka untuk berkumpul di Balai Desa untuk
memberikan informasi dimana proses pendataan dilakukan oleh pusat dan kepala
dusun juga mengatakan bahwa proses pendataan bukan dilakukan oleh pemerintah
Desa, namun kepala dusun juga sudah berusaha untuk mencalonkan hampir semua
masyarakat di dusun tersebut sebagai calon penerima BLSM agar tidak ada
ketimpangan dan kecemburuan di masyarakat. Kepala dusun juga menyampaikan
tentang persyaratan dan kriteria masyarakat yang berhak untuk mendapatkan
tentang proses yang dilakukan dari pusat sampai ke masyarakat Desa. Beliau juga
menuturkan jika mempunyai keluhan-keluhan terhadap pelaksanaan tersebut,
maka kepala dusun selalu siap untuk melayani kebutuhan-kebutuhan dari
masyarakat. Sehingga untuk memperoleh informasi, sangat mudah didapatkan
oleh masyarakat khususnya rumah tangga sasaran di dusun 5 (lima).41
Perbedaan metode sosialisasi dan pelayanan kepala dusun sebagai
implementor menyebabkan masyarakat memiliki pengetahuan informasi yang
berbeda-beda. Hal tersebut menjadi pemgaruh dalam kesuksesan pelaksanaan
BLSM di Desa Suka Rende. Sedangkan hasil wawancara dengan salah satu
informan lainnya dari Dusun 6 (enam) terhadap sosialisasi yang dilakukan kepala
Dusun untuk memberikan informasi kepada warga seperti Ibu Daswati yaitu
dengan datang kerumah dan secara langsung memberikan informasi tanggal
pengambilan uang dan syarat-syarat yang harus dibawa. Begitu juga dengan bulan
berikutnya, beliau mengatakan mungkin hal tersebut dilakukan oleh kepala dusun
dikarenakan beliau sudah cukup tua dan hanya tinggal sendiri. Oleh karena itu,
untuk menjangkau informasi yang biasanya di tempel di warung-warung sangat
sulit dilakukan beliau. Karena itu, kepala dusun berinisiatif untuk menyampaikan
secara langsung ke rumah Ibu Daswati.42
Dari hasil wawancara diatas dapat kita lihat bahwa setiap kepala Dusun
melakukan cara mereka masing-masing dalam penyampaian informasi kepada
masyarakat. Namun jika kita berpedoman pada Instruksi Menteri Dalam Negeri
41
wawancara informan Bapak Muliadi pada tanggal 28 januari 2014
42
mengenai tugas dan tanggungjawab perangkat Desa. Sosialisasi yang mereka
lakukan sangat minim dan kurang tepat karena tidak sesuai dengan aturan yang
seharusnya. Hal-hal tersebut yang menyebabkan masyarakat tidak paham
mengenai mekanisme yang baik secara tertib administrasi tentang program BLSM
tersebut.
IV.6 Kinerja Perangkat Desa dan Harapan Perbaikan Terhadap Proses Pelaksanaan BLSM
Instruksi Menteri Dalam Negeri telah menetapkan penugasan kepada
Kepala Desa dalam rangka mensukseskan pelaksanaan program BLSM. Poin-poin
yang harus dilakukan perangkat Desa menjadi suatu tolok ukur dalam menilai
berhasil atau tidaknya kinerja yang dilakukan. Pelaksanaan penugasan tersebut
seharusnya bisa diterapkan dan dilaksanakan di dalam masyarakat Desa. Terkait
dengan hal tersebut, peneliti bertanya kepada beberapa informan terkait tentang
kinerja perangkat Desa dalam pelaksanaan program BLSM. Maka telah diperoleh
data dari informan Bapak Misno yang mengatakan tentang kinerja perangkat Desa
bersifat relative. Karena bagi orang yang menerima bantuan tersebut pasti
mengatakan hal tersebut berhasil. Namun bila hal tersebut ditanyakan kepada
masyarakat yang tidak mendapat BLSM karena tidak lulus verifikasi pasti
pelayanan karena nama mereka dinyatakan lulus hasil verifikasi walaupun
sebenarnya hal tersebut bukan berdasarkan keputusan perangkat Desa.43
Namun, ketika peneliti terus mencari informasi tentang kinerja perangkat
Desa dan kendala yang di hadapi terdapat beberapa hasil dari informan lain yang
mempunyai tanggapan yang berbeda seperti yang disampaikan oleh Bapak
Darwin Ersada bahwa kinerja perangkat Desa dikatakan gagal. Beliau melihat hal
tersebut karena banyak kekecewaan dari masyarakat dan sosialisasi yang
dilakukan perangkat Desa masih kurang, sehingga beliau kurang puas dengan
kinerja tersebut dan belum sesuai dengan harapan masyarakat di Desa tersebut. Peneliti kembali mengajukan pertanyaan tentang harapan perbaikan yang
perlu dilakukan untuk program BLSM, maka beliau memberi penjelasan yang
mana program BLSM diharapkan harus sejalan semua antara masyarakat,
perangkat Desa dan pihak yang melakukan survey agar tidak terjadi permasalahan
seperti yang sudah terjadi sebelumnya. Beliau juga mengatakan bahwa pada
masa-masa sekarang ini merupakan masa-masa yang rentan, karena masyarakat sudah tidak
bodoh lagi. Masyarakat sudah mampu membandingkan antara baik dan buruk.
44
Pernyataan diatas juga disambut oleh Ibu Paken br Ginting dimana beliau
melihat kinerja perangkat Desa kurang berhasil. Tugas-tugas perangkat Desa yang
belum sesuai dengan harapan masyarakat. Informan lain mengatakan bahwa
kinerja perangkat Desa berhasil dalam melaksanakan Program BLSM ini,seperti
jawaban dari Bapak Hormat Tarigan yang merasa puas dengan kinerja perangkat
43
wawancara informan Bapak Misno pada tanggal 02 februari 2014 44
Desa disebabkan karena beliau cukup mendapatkan pelayanan karena disetiap
program bantuan masyarakat beliau selalu mendapatkannya. Misalnya saja seperti
program Bantuan Langsung Tunai, program Beras Miskin dan juga program
BLSM itu sendiri. Beliau mengungkapkan bahwa perangkat Desa peduli dengan
kondisinya sehingga setiap ada program bantuan beliau selalu mendapatkannya.45
Keseluruhan hasil wawancara diatas merupakan jawaban dari masyarakat
penerima program BLSM yang sekaligus menjadi informan kunci dalam
penelitian ini. Sebagai data tambahan untuk memperkuat hasil penelitian ini,
peneliti juga mewawancarai perangkat Desa sebagai informan utama yang
mempunyai tugas sebagai implementor dan perpanjangan tangan dari
pemerintahan pusat dalam menjalankan roda pemerintahan. Dengan berbagai
pertanyaan yang telah disediakan oleh peneliti, perangkat Desa mempunyai
jawaban masing-masing tentang pelaksanaan program BLSM di Desa Suka
Rende. Berikut hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terhadap perangkat
Desa sebagai implementor terdekat dalam pelaksanaan program BLSM.
Dari apa yang disampaikan oleh Bapak Hormat Tarigan dapat kita lihat
bahwa beliau sebagai masyarakat hanya sebagai penikmat dari semua
bantuan-bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Pemberian bantuan-bantuan yang tidak
disertakan dengan tanggungjawab sosial masyarakat membuat beliau enggan
untuk mengetahui apa sebenarnya tujuan dari program-program tersebut. Dengan
kondisi tersebut tentunya mempengaruhi beliau untuk tidak berusaha lebih giat
dalam pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kondisi ekonomi.
45
IV.7 Persepsi Terhadap Program BLSM dan Partisipasi Langsung Oleh Perangkat Desa
Seperti yang sudah disebutkan oleh penulis pada bagian sebelumnya,
perangkat Desa sebagai implementor langsung dalam mensukseskan pelaksanaan
program BLSM menjadi kunci utama dalam keberhasilan pelaksanaannya.
Tanggungjawab yang dilakukan mampu membuat program tersebut berjalan
dengan baik sesuai dengan tujuan utamanya. Oleh karena itu, untuk mengawali
wawancara yang akan dilakukan, peneliti mengajukan pertanyaan pertama tentang
persepsi terhadap program BLSM dan partisipasi langsung yang telah dilakukan
oleh perangkat Desa sebagai implementor program BLSM.
Maka telah diperoleh jawaban dari beberapa informan, dimana salah satu
informan menyatakan bahwa sebenarnya program BLSM yang dikeluarkan oleh
pemerintah pusat kurang memadai. Beliau juga mengatakan rumah tangga sasaran
dari program BLSM tidak sesuai dengan keadaan ekonomi masyarakat tersebut.
Karena masih banyak warga di Desa Suka Rende yang pada kenyataannya tidak
mempunyai rumah sebagai tempat tinggal justru tidak mendapatkan bantuan
tersebut. Dari pengelihatan beliau banyak sekali masyarakat yang mampu dalam
segi ekonomi yang pada kenyataannya mendapatkan bantuan tersebut. Namun,
beliau sebagai implementor program BLSM telah berupaya untuk mengusulkan
kembali masyarakat yang kurang mampu agar bisa di data dan di proses sebagai
tersebut sampai sekarang belum memperoleh hasil atau jawaban terhadap
pengusulan yang telah dilakukan.46
Sementara hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan kepala dusun
6 (enam) yaitu Bapak Rudianto Sembiring juga mengatakan kalau program BLSM
kurang mengizinkan, karena beliau menganggap BLSM kurang mencakup
kedalam masyarakat. Sementara dari penuturan beliau bahwa peranan sebagai
implementor tidak ada di dalam proses pendataan masyarakat calon penerima
BLSM tersebut. Yang seharusnya implementor lebih tahu keadaan sosial ekonomi
masyarakat mana yang layak dan yang tidak layak. Beliau mengatakan seharusnya
mereka sebagai perangkat Desa sekaligus implementor mempunyai hak untuk
mengusulkan daftar nama-nama masyarakat kepada pemerintah dalam pendataan
tersebut.47
Ketika penulis kembali bertanya tentang partisipasi yang dilakukan
perangkat Desa sebagai implementor program BLSM maka salah satu informan
memberikan jawaban yaitu memberikan informasi kepada warga tentang indikator
yang layak menerima BLSM, menurut pengakuan beliau juga hal yang paling sulit
adalah memberikan penjelasan kepada masyarakat yang memiliki pengaduan
karena tidak terima dengan hasil pendataan yang menyebabkan warga tersebut
tidak mendapatkan bantuan BLSM. Dan usaha terakhir yang dilakukan oleh beliau
46
wawancara informan Bapak Sada Arih Ginting ‘Kadus 1’ pada tanggal 03 februari 2014 47
adalah melakukan pengusulan kembali warga yang layak mendapatkan BLSM
sesuai dengan indikator-indikator tersebut.48
Sebagai Sekretaris Desa, bapak Efendi Ketaren juga sebagai salah satu
implementor BLSM di Desa Suka Rende. Peneliti kemudian melakukan
wawancara terhadap sekretaris Desa seputar partisipasi yang telah dilakukan oleh
beliau dalam mensukseskan pelaksanaan BLSM. Beliau mengatakan turut
membantu masyarakat dalam urusan surat-menyurat misalnya seperti pengalihan
nama penerima BLSM dikarenakan ada yang sudah meninggal dunia dan pindah
kependudukan. Maka dengan segera beliau menyelesaikan urusan tersebut sesuai
dengan kebutuhan dari masyarakat.49
Bapak Kepala Desa sebagai kedudukan tertinggi di dalam Desa juga
memberikan informasi ketika peneliti bertanya tentang kendala yang paling susah
untuk diselesaikan dalam pelaksanaan program BLSM demi mencapai kesuksesan
program tersebut. Maka beliau mengatakan sebenarnya cuma satu kendala yang
paling besar yaitu menghadapi protes dari masyarakat yang kontra terhadap
program tersebut. Masyarakat Suka Rende merasa tidak adil dengan kenyataan
dimana banyak warga yang ekonominya lebih baik, namun justru warga tersebut
yang mendapatkan BLSM. Keluhan beliau dalam hal ini adalah masyarakat
merasa bahwa mereka melakukan kecurangan dalam pendataan dan pengumuman
hasil verifikasi tersebut. Beliau mengatakan didalam pendataan bukan merupakan
tugas mereka. Justru mereka merasa wewenang sebagai implementor di Desa
48
wawancara informan Bapak Effendi Sinulingga ‘Kadus 5’ pada tanggal 05 februari 2014 49
terlalu dibatasi oleh pemerintah pusat. Karena itu beliau tidak bisa menentukan
siapa-siapa saja warga yang selayaknya mendapatkan bantuan itu sesuai dengan
kondisinya di lapangan. Ketika ada nama penerima yang sudah meninggal dunia
dan pindah kependudukan, disitulah wewenang mereka untuk menentukan
pengganti nama tersebut. Selebihnya diatur dan dikendalikan oleh pemerintah
pusat.50
Dari beberapa hasil wawancara diatas tentu kita dapat melihat banyak
sekali masyarakat yang kontra akan program BLSM. Dengan kewajiban dan
tanggungjawab sebagai perangkat Desa, tentunya telah dilakukan cara-cara yang
dianggap mampu untuk mengatasi dan meredam emosi masyarakat kontra.
Upaya-upaya tersebut dilakukan agar masyarakat tahu dan mengerti tentang
mekanisme yang telah ditetapkan oleh pemerintah Pusat terkait dengan Dari hasil wawancara diatas dapat kita ketahui bahwa implementor merasa
mereka bukan bagian yang penting dalam pelaksanaan program BLSM. Karena
keterbatasan wewenang dan resiko yang diterima ketika masyarakat banyak yang
kontra dengan program tersebut. Namun, dari penelitian yang dilakukan di
lapangan masih terlihat kurang koordinasi antara perangkat Desa sebagai
implementor. Sehingga masih terdapat kekurangan dan
permasalahan-permasalahan yang mengganggu pelaksanaan tujuan dari BLSM itu sendiri.
IV.8 Pengaduan Masyarakat dan Langkah-langkah Dalam Mengatasinya
50
pelaksanaan program BLSM tersebut. Sehingga tujuan dari program tersebut
dapat berjalan dengan baik dan tidak menjadi suatu hambatan yang besar dalam
proses pelaksanaannya. Adapun hasil-hasil yang telah dirangkum penulis tentang
pengaduan masyarakat dan upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Desa
seperti yang telah diteliti dari salah satu informan yang juga mengatakan bahwa
banyak masyarakat yang mengadakan pengaduan dengan mendatangi kantor Desa
dan rumah perangkat Desa. Dimana beliau mengatakan hal tersebut dilakukan
oleh masyarakat pada pukul 5 (lima) pagi dan bahkan banyak yang membawa
benda-benda tajam seperti parang dan sebagainya. Beliau sebagai salah daru
implementor member solusi dengan berbicara langsung kepada masyarakat pada
saat itu dan menjelaskan kembali tentang proses-proses pendataan yang dilakukan
oleh pemerintah pusat. Kemudian, untuk meredam emosi masyarakat maka beliau
memberi tawaran untuk melakukan pendataan ulang dan sudah diserahkan kepada
pihak kecamatan untuk diteruskan ke pemerintahan pusat.51
51
wawancara informan Bapak Joni Tarigan ‘ketua BPD’ pada tanggal 05 februari 2014
Hal diatas telah menggambarkan bagaimana peranan dari pemerintah Desa
sebagai implementor yang kurang berhasil dalam menjalankan tugasnya. Dengan
adanya masyarakat yang melakukan demonstrasi berarti tanggungjawab
pemerintah Desa tidak sepenuhnya dilakukan. Sebagai implementor yang baik
seharusnya perangkat Desa melakukan sosialisasi lebih awal yang bisa dilakukan
dengan musyawarah Desa sebelum hasil verifikasi data dikeluarkan oleh
Bapak Joni Ginting sebagai kepala urusan pemerintahan Desa yang
menjadi penanggungjawab terhadap pengaduan-pengaduan masyarakat juga
memberikan jawaban terkait dengan pertanyaan diatas, beliau mengatakan bahwa
masyarakat yang tidak terima dan mengadu akan dilayani di kantor Desa. Beliau
akan berhadapan langsung dengan masyarakat dan memberikan penjelasan terkait
dengan keluhan-keluhan yang dimiliki masyarakat. Tugas beliau adalah
menjelaskan bahwa proses pendataan bukan dilakukan di pemerintahan Desa.
Tapi melalui tim Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) oleh Badan
Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2011 yang lalu. Dengan demikian, beliau
berhadap masyarakat paham terhadap proses pendataan tersebut. Dan untuk
perbaikan selanjutnya diharapkan agar masyarakat mencari informasi-informasi
bilamana akan diadakan program-program bantuan sejenis BLSM oleh
pemerintah pusat agar tidak terjadi kesalahan komunikasi antar pihak yang
terkait.52
Kurangnya koordinasi dan komunikasi antar pihak terkait dalam
pelaksanaan program BLSM dapat menjadi suatu penghalang tercapainya tujuan
dari suatu program. Sehingga diharapkan pada proses perencanaan sampai pada
tahapan evaluasi, komunikasi dan koordinasi tetap berjalan dengan cepat dan baik
agar sasaran terpenuhi dan tujuan program tersebut bisa tercapai.
52
IV.9 Metode dan Intensitas Sosialisasi
Menurut pemahaman penulis, sosialisasi awal sangat dibutuhkan untuk
memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap mekanisme yang akan
dilakukan dalam pelaksanan program BLSM tersebut. Kekeliruan-kekeliruan
masyarakat dapat terobati dengan adanya sosialisasi atau musyawarah yang
dilakukan oleh pemerintahan Desa. Namun, pada kenyataannya hal tersebut tidak
diindahkan oleh pejabat pemerintah Desa khususnya di Desa Suka Rende.
Sosialisasi pintu ke pintu (door to door) menjadi satu-satunya cara yang dianggap
efektif oleh perangkat Desa. Hal itupun dilakukan hanya beberapa kali saja dan
dilakukan ketika program sudah berjalan kepada masyarakat yang menerima
program BLSM tersebut. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti,
hanya ada satu perangkat Desa yang melakukan musyawarah kepada masyarakat
sebelum program tersebut berjalan. Hal ini dilakukan untuk memberikan
penjelasan kepada masyarakat tentang aturan-aturan dalam setiap proses
pelaksanannya. Sehingga pemahaman masyarakat cukup baik dan mampu
mencegah kendala-kendala yang menjadi penghalang berjalannya suatu program.
Maka hasil wawancara peneliti dengan informan ketika menanyakan
tentang metode dan intensitas sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat yang
dijawab oleh Bapak Effendi Sinulingga mengatakan beliau pernah melakukan
musyawarah dengan masyarakat di dusun 5 (lima) yang diadakan di kantor Desa.
Musyawarah tersebut dihadiri oleh warga dusun dan ketika itu beliau memberikan
sosialisasi tentang mekanisme program tersebut. Sosialisasi tersebut dilakukan
Berbekal pengetahuan yang diperoleh dari penyuluhan yang dilakukan oleh
pemerintah kecamatan kemudian disampaikan oleh beliau pada musyawarah
tersebut. Menjelaskan bahwa tugas beliau hanya sebagai perpanjangan tangan dari
pemerintahan pusat dalam pelaksanaan program BLSM yang memiliki
keterbatasan wewenang terkait program tersebut. Beliau memberitahukan
masyarakat bahwa pendataan dilakukan pada tahun 2011 yang lalu, kemudian data
tersebut yang diolah oleh pemerintah pusat untuk menentukan nama-nama
penerima sesuai dengan indikator yang berlaku. Tidak mempunyai hak dalam
menentukan warga yang akan diluluskan terkecuali jika ada warga di dusun lima
yang sudah meninggal atau memulangkan Kartu Perlindungan Sosial karena
merasa tidak layak untuk mendapatkan BLSM. Dalam hal itu beliau menuturkan
akan mendiskusikan dengan kepala Desa untuk menentukan warga yang akan
menjadi pengganti.
Menurut pemahaman beliau, tugasnya sebagai implementor hanya
memberikan informasi kepada masyarakat, melakukan koreksi terhadap kesalahan
penulisan nama di dalam KPS dan melakukan pengawasan terhadap berjalannya
program tersebut khususnya masyarakat penerima BLSM yang berada di dusun
lima.53
Dari hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa Bapak Effendi Sinulingga
sudah menjalankan tugas dengan baik sebagai implementor. Namun, hal tersebut
tidak diikuti oleh implementor-implementor lainnya. Sehingga terjadi
ketimpangan dalam proses implementasi yang terjadi di Desa Suka rende.
53
Implementor-implementor mempunyai cara masing-masing dalam menjalankan
tugasnya. Beliau melaksanakan tanggungjawab sesuai dengan yang diamanatkan
oleh pemerintah sehingga masyarakat dusun lima merasa cukup puas dengan
pelayanan yang diberikan.
IV.10 Instruksi Menteri Dalam Negeri Tentang Pembagian KPS dan Penanganan Pengaduan Masyarakat
Untuk mencapai tujuan pelaksanaan pogram BLSM, maka menteri dalam
negeri mengeluarkan surat keputusan yang ditujukan untuk Gubernur,
Bupati/Walikota dan diteruskan ke pemerintahan yang lebih kecil sampai ke
pemerintahan Desa dengan menginstruksikan 10 (sepuluh) poin yang harus
dilaksanakan oleh pemerintah Desa. Mengenai perwujudan yang telah dilakukan
oleh pemerintah Desa, peneliti telah mengumpulkan data tentang wujud instruksi
mendagri pada poin melaksanakan atau mengaktifkan Pos pengaduan masyarakat
(Posdumas) yang diperoleh dari Bapak Ngadimin yang mengatakan bahwa untuk
Pos pengaduan masyarakat tersebut tidak ada dibuat di Desa. Tetapi jika ada
warga yang memiliki pengaduan dan permasalahan maka telah ditetapkan kepada
kepala urusan pemerintahan yang siap membantu keluhan masyarakat. Atau bila
masyarakat merasa sulit untuk menjangkau kantor desa sebagai tempat untuk
bertemu dengan kepala urusan pemerintahan, biasanya keluhan tersebut
tersebut tidak dapat ditangani, biasanya kepala dusun akan menyampaikan kepada
kepala Desa atau sekretaris untuk dimusyawarahkan.54
Informasi yang peneliti dapatkan dari masyarakat juga mengatakan bahwa
memang tidak ada dibentuk atau dijalankannya pos pengaduan masyarakat
tersebut. Sehingga peneliti melanjutkan pertanyaan tentang kegiatan atau
pekerjaan lain yang dilakukan perangkat Desa untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat demi tercapainya tujuan pelaksanaan program BLSM. Maka
jawaban dari informan yaitu dengan mengadakan rapat pemerintah beserta
perwakilan dari masyarakat guna membahas permasalahan yang ada di
masyarakat.55
Sebenarnya jawaban dari informan tersebut merupakan kegiatan yang
wajib untuk dilaksanakan. Bukan merupakan kegiatan tambahan diluar dari
instruksi menteri dalam negeri yang dimaksud diatas. Maksud dari pertanyaan
peneliti sebenarnya lebih mengarah kepada tindakan pribadi yang dilakukan oleh
perangkat Desa sebagai salah satu implementor program BLSM. Satu-satunya
jawaban yang diberikan informan yang sesuai dengan maksud peneliti adalah
jawaban dari Bapak Effendi Sinulingga yang memiliki jabatan sebagai Kadus 5
(lima). Beliau mengatakan sebagai orang yang beragama, dia sering
menyampaikan informasi atau penjelasan bila ada kegiatan keagamaan. Misalnya
saja kegiatan ‘Perpulungen Jabu-Jabu’ (bahasa Karo). Dengan cara tersebut
54
wawancara informan Bapak Ngadimin ‘Kadus 2’ pada tanggal 06 februari 2014 55
sedikit banyak masyarakat merasa terbantu khususnya bagi mereka yang memiliki
kekecewaan karena tidak dapat bantuan tersebut.56
Setiap kebijakan pasti mempunyai sisi kekuatan dan kelemahannya.
Termasuk dalam pelaksanaan program BLSM ini. Peneliti telah mendapat
informasi mengenai kelemahan dan tanggapan untuk perbaikan yang perlu
dilakukan agar sesuai dengan kondisi sosial masyarakat. Hasil rangkuman
wawancara yang dilakukan dengan beberapa informan salah satunya yaitu tidak
tepat sasaran masyarakat yang menerima bantuan tersebut, ditambah dengan
penggunaan uang yang diberikan pemerintah tidak tepat guna. Seperti yang
disampaikan Bapak Rusman Sinulingga bahwa penggunaan uang tersebut tidak
sesuai dengan tujuan perencanaan program tersebut. Beliau mengatakan
permasalahan seperti ini disebabkan karena kondisi sosial masyarakat yang masih
sangat buruk. Budaya bermain judi dan berfoya-foya masih melekat kental
sehingga apapun yang menjadi bentuk program bantuan masyarakat tidak bisa
dipergunakan dengan efektif. Beliau mengatakan seharusnya pemerintah
mempersiapkan tim khusus untuk sosialisasi program BLSM. Tidak hanya pada
pendataan saja dan data yang digunakan seperlunya dilakukan pembaharuan agar
kondisi masyarakat benar-benar sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan.
IV.11 Kekurangan dan Kelemahan Proses Pelaksanaan Program BLSM
57
56
wawancara informan Bapak Effendi Sinulingga ‘Kadus 5’ pada tanggal 05 februari 2014 57
Bapak Efendi Ketaren juga membenarkan hal diatas, namun beliau
memiliki jawaban yang lebih kompleks terkait kelemahan pelaksanaan program
BLSM yang mengatakan pada awal perencanaan saja sudah bermasalah. Dimana
seharusnya program tersebut dilaksanakan untuk lima bulan yang kemudian
dipangkas menjadi empat bulan saja. Pencairan dana yang tidak tepat waktu dan
wewenang beliau sebagai implementor hanya sebatas pemberi informasi dan
menangani pengaduan masyarakat. Melihat dampak yang dihasilkan dari program
tersebut sangat sedikit karena perencanaan program didasari atas kenaikan harga
BBM. Perlunya perencanaan yang matang akan lebih maksimal hasilnya
dibandingkan dengan perencanaan yang terkesan terburu-buru.58
Dari jawaban beberapa perangkat Desa diatas dapat kita lihat bahwa masih
banyak yang menjadi kekurangan dalam pelaksanaan program BLSM yang
dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Kebijakan yang dikeluarkan secara
tergesa-gesa tanpa perencanaan yang panjang tentunya memiliki banyak kelemahan
seperti yang disampaikan dari hasil wawancara diatas. Program BLSM termasuk
salah satu kebijakan yang dikeluarkan tanpa perencanaan yang matang. Situasi
kenaikan BBM yang membuat pemerintah berfikir untuk membuat program
bantuan yang sebenarnya dilaksanakan hanya untuk meredam emosi masyarakat
kita. Dimana pasca kenaikan harga BBM, demonstrasi besar-besaran dilakukan
oleh masyarakat yang tidak setuju dengan kenaikan tersebut yang dilakukan di
hampir setiap daerah di Indonesia.
58
BAB V
ANALISA DATA
Dalam bab ini akan dianalisis semua data yang diperoleh dari hasil
penelitian seperti yang disajikan dalam bab sebelumnya. Adapun analisa yang
dilakukan adalah teknik analisa kualitatif deskriptif dengan tetap mengacu pada
hasil interpretasi data dan informasi sesuai dengan rumusan masalah dalam
penelitian.
Dari seluruh data dan informasi yang telah diperoleh, baik melalui studi
pustaka, wawancara dengan informan dari perangkat Desa Suka Rende dan
masyarakat sebagai sasaran kebijakan, observasi melalui catatan-catatan penulis
sewaktu melakukan penelitian dilapangan, maka dapat diberikan analisis tentang
Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program Bantuan Langsung
Sementara Masyarakat di Desa Suka Rende.
Kebijakan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat merupakan salah
satu kebijakan Pemerintah Pusat yang dikeluarkan untuk mempertahankan
bahkan mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat terkait dengan kenaikan
harga Bahan Bakar Minyak akibat pengurangan nilai subsidi. Maka berkaitan
dengan Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program Bantuan Langsung
Sementara Masyarakat, penulis telah mengajukan beberapa pertanyaan
berdasarkan indikator yang telah ditentukan pada bab sebelumnya. Dan pada bab
dan variabel dalam proses pelaksanaannya. Dari seluruh informasi dan data yang
telah dikumpulkan, baik mulai dari studi pustaka, wawancara dengan informan,
studi dokumentasi maupun catatan-catatan penulis tentang Persepsi Masyarakat
Terhadap Pelaksanan Program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat di Desa
Suka Rende, maka dapat dianalisis hasilnya sebagai berikut:
V.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Progam BLSM
Persepsi merupakan suatu respon atau tanggapan dari seorang individu
untuk memberikan pemahaman, penilaian, pendapat yang berkaitan dengan objek
tertentu. Setiap individu pasti mempunyai persepsi yang berbeda-beda. Namun,
makna dari persepsi yang diberikan individu bila dikaitkan dengan individu
lainnya artinya bisa sama atau menyerupai. Masyarakat yang terdiri dari
individu-individu yang ada di Desa Suka Rende memberikan persepsi yang
berbeda-beda tentang program BLSM di Desa tersebut. Dari hasil wawancara
yang dilakukan terhadap informan, maka dapat diberikan analisis bahwa program
BLSM dari segi manfaatnya memang bermanfaat tetapi kurang mencukupi dari
jumlahnya. Hal tersebut bila dikaitkan dengan kenaikan harga bahan bakar
minyak yang diikuti dengan kenaikan harga bahan pangan lainnya tentu
membuat efektifitas dari bantuan tersebut menurun. Untuk menambah
pemenuhan kebutuhan sehari-hari, jumlah uang yang diberikan tidak mencukupi
dan jauh dari harapan masyarakat. Pada tahapan perencanaan, program BLSM
seharusnya diberikan selama 5 bulan dengan jumlah Rp. 150.000 per bulannya.
operasionalisasinya diambil dari dana tersebut. Sehingga terjadi pengurangan
anggaran yang akan dikeluarkan dan pada akhirnya program BLSM hanya
diberikan selama 4 bulan saja. Dengan jumlah dana yang akan diterima
masyarakat sebesar Rp. 150.000 per bulan, membuat masyarakat merasa bahwa
jumlah tersebut sangat tidak memadai. Persepsi lain yang diperoleh dari informan
mengenai program tersebut bahwa masyarakat lebih memilih tidak mendapat
dana bantuan tersebut dengan catatan bahwa harga Bahan Bakar Minyak dan
harga bahan pokok lainnya tidak mengalami kenaikan. Perencanaan program
BLSM yang dikeluarkan oleh Pemerintah disusun pasca kenaikan harga BBM
dan diikuti dengan demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat
hampir pada setiap wilayah di Indonesia. Pelaksanaan program tersebut tidak
terlepas dari intervensi politik dan sosial di dalam pemerintahan agar emosi
masyarakat bisa diredam karena di iming-imingi dengan bantuan tersebut.
Tujuan pelaksanaan program BLSM adalah untuk meningkatkan daya beli
masyarakat miskin dan masyarakat rentan miskin tidak diseimbangin dengan
jumlah dana yang dikeluarkan. Masyarakat penerima BLSM merasa jumlah
tersebut tidak logis walaupun rumah tangga sasaran bukan merupakan pengguna
Bahan Bakar Minyak sebagaimana yang terlihat di dalam indikator-indikator
bahwa masyarakat yang berhak menerima bantuan tersebut tidak mempunyai
kendaraan bermotor atau kapal motor baik dalam bentuk kredit.
Tujuan yang ditetapkan pemerintah terhadap program tersebut belum
terlaksana di masyarakat khususnya di Desa Suka Rende. Dari hasil analisa yang
mempengaruhi hal tersebut misalahnya faktor sosial dan budaya masyarakat yang
merasa bahwa bantuan yang diberikan oleh pemerintah itu sebagai suatu rejeki
sehingga pemanfaatannya belum sesuai dengan tujuan tersebut.
V.2 Mekanisme Pelaksanaan dan Kendala yang Dihadapi Masyarakat
Pelaksanaan program BLSM tentunya mempunyai tahapan-tahapan dalam
pelaksanaannya, mekanisme tersebut dimulai dari pendataan oleh tim PPLS
dengan menggunakan data terakhir di tahun 2011. Kemudian pengumuman hasil
verifikasi data bagi rumah tangga sasaran yang berhak mendapatkan BLSM
tersebut. Tahapan berikutnya adalah koordinasi dengan PT. Pos Indonesia
sebagai tempat pencairan dana sekaligus pengambilan Kartu Perlindungan Sosial
sebagai bukti bahwa rumah tangga sasaran tersebut sebagai penerima dana
bantuan BLSM. Selanjutnya pemerintah Desa sebagai pemerintahan terdekat
masyarakat menjalani tugas dalam mengurus administrasi masyarakat yang
dibutuhkan dan penyampai informasi kepada masyarakat terkait dengan
pelaksanaan program BLSM tersebut.
Hasil analisa yang diperoleh mengenai mekanisme yang dilalui
masyarakat berdasarkan wawancara terlihat bahwa masyarakat tidak merasa
rumit dalam proses mekanisme tersebut. Setelah nama-nama rumah tangga
sasaran dikeluarkan dengan menempelinya dibalai Desa dan warung-warung
sekitar Desa yang dilengkapi dengan tanggal pengambilan dan persyaratan yang
untuk pengambilan dana pertama sekaligus Kartu Perlindungan Sosial hanya
KTP dan Kartu Keluarga.
Jadwal yang sudah ditentukan membuat mekanisme tersebut lebih tertib
dan ketika masyarakat melakukan pegambilan dana ke kantor Pos hanya perlu
mengantri sampai nama warga yang bersangkutan dipanggil untuk menerima
uang, menandatangani surat penerimaan dana tersebut. Masyarakat terlibat
langsung dalam mekanisme ini tidak mendapat kendala-kendala yang sulit karena
tidak ada penundaan secara tiba-tiba dan proses yang dilalui tidak berbelit-belit
dan membutuhkan waktu yang panjang.
V.3 Tanggungjawab Pemerintah Desa (Implementor) dan Pelayanan yang Diberikan Kepada Masyarakat
Pemerintah Desa sebagai implementor mempunyai tanggungjawab dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat khususnya kepada masyarakat
penerima bantuan BLSM. Kinerja implementor menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi berhasil atau tidaknya sebuah kebijakan yang dijalankan.
Kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang terkait dengan tanggungjawab
implementor menjadi suatu yang harus dilakukan.
Dari data yang diperoleh di Desa Suka Rende mengenai kinerja
implementor berdasarkan wawancara informan Bapak Misno pada tanggal 02
februari 2014 mengatakan secara sudah cukup bagus terlepas dari permasalahan
dikeluarkan oleh kantor Pos Indonesia. Banyak masyarakat yang melakukan
demonstrasi karena mereka tidak dapat bantuan tersebut. Tindakan demonstrasi
terjadi karena adanya kekecewaan masyarakat yang merasa bahwa mereka layak
menerima bantuan tersebut.
Dengan kejadian tersebut, tanggungjawab yang dilakukan oleh perangkat
Desa (Implementor) adalah dengan inisiatif untuk mengajukan permohonan
kembali masyarakat yang dianggap layak untuk menerima BLSM. permohonan
tersebut disampaikan ke pemerintahan Kecamatan untuk diteruskan ke
pemerintahan yang lebih tinggi. Namun, sampai saat ini permohonan pengajuan
tersebut belum mendapat jawaban hingga program BLSM sudah berakhir masa
pelaksanaannya. Diluar sosialisasi, pelayanan yang diberikan oleh implementor
hanya sebatas itu saja.
Dari hasil wawancara yang dilakukan dilapangan, masyarakat tidak bisa
memberikan tanggapan secara mendalam mengenai tanggungjawab implementor
tersebut. Penggambaran masyarakat tentang tanggjungjawab perangkat Desa
mencakup keseluruhan kinerja dan tugas-tugas pemerintahan Desa dalam
bidangnya.
V.4 Intensitas Sosialisasi dan Pengawasan yang Dilakukan Implementor
Sosialisasi merupakan suatu proses untuk menyampaikan informasi yang
dilakukan melalui berbagai cara salah satunya dengan komunikasi baik secara
dalam pelaksanaan program BLSM adalah melakukan sosialisasi kepada
masyarakat untuk menyampaikan informasi-informasi mengenai BLSM tersebut.
Sosialisasi yang baik tidak hanya sebatas memberikan informasi tetapi melakukan
pengawasan untuk menjaga bahwa informasi yang diberikan benar-benar sampai
kepada masyarakat.
Pemerintah Desa Suka Rende sebagai implementor yang terdiri dari 6
(enam) Dusun memiliki kepala dusun disetiap dusunnya. Setiap kepala dusun
mempunyai cara masing-masing dalam melakukan sosialisasi ke masyarakat.
Beberapa kepala dusun menggunakan metode sosialisasi tidak langsung yaitu
dengan menempel poster-poster yang berisikan informasi terkait persyaratan,
jadwal pengambilan dana dan lokasi pengambilan dana tersebut. Kepala dusun
menempel poster tersebut di warung-warung sekitar masyarakat. Hal ini dinggap
sebagai langkah untuk mengefisiensikan waktu dalam sosialisasi. Sebagian
masyarakat merasa ada ketidaknyamanan dengan cara sosialisasi tersebut. Namun
tidak menepis bahwa ada juga masyarakat yang setuju dengan hal tersebut karena
alasan kondisi sosial di dusun tersebut dianggap sesuai dengan cara sosialisasi
seperti itu.
Data dari dusun lain yang diperoleh bahwa cara kepala dusun
menyampaikan informasi dengan menggunakan teknik pintu ke pintu (door to
door). Tanggapan masyarakat terhadap hal ini merasa bahwa sudah efektif karena
tidak merepotkan bagi masyarakat. Mereka tidak perlu membuang waktu untuk