• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terhadap Masyarakat (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terhadap Masyarakat (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang)"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH

(TPAS) “NAMO BINTANG” TERHADAP MASYARAKAT

(Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang)

FEBRIANA ADIYA RANGKUTI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terhadap Masyarakat (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

(4)

ABSTRAK

FEBRIANA ADIYA RANGKUTI. Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terhadap Masyarakat (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang). Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan NUVA.

Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terletak di Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. TPAS “Namo Bintang” merupakan salah satu TPAS di Kota Medan yang menerapkan sistem pengelolaan sampah open dumping. Pengelolaan sampah dengan menerapkan sistem tersebut mengakibatkan eksternalitas negatif berupa penurunan tingkat kesehatan dan kualitas lingkungan sekitar. Di sisi lain, keberadaan TPAS “Namo Bintang” juga memberikan dampak positif bagi masyarakat antara lain sebagai sumber pendapatan dan nilai tambah dari pengolahan sampah. Berdasarkan hal tersebut diperlukan identifikasi terhadap persepsi masyarakat, estimasi dampak positif dan eksternalitas negatif, dan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan yang timbul akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden memiliki persepsi terhadap kondisi Sumber Daya Alam dan Lingkungan (SDAL) tergolong baik. Pengolahan sampah menjadi pupuk kompos menggunakan Analisis Nilai Tambah Metode Hayami. Nilai tambah pupuk kompos bernilai sebesar Rp.100,546 yaitu 43,251% per kilogram bahan baku dan menghasilkan keuntungan sebesar Rp.15,477 per kilogram bahan baku yang diolah sebesar 15,369%. Estimasi eksternalitas negatif diukur dari biaya kesehatan dengan pendekatan cost of illness dan biaya konsumsi air bersih dengan pendekatan replacement cost. Berdasarkan perhitungan, total biaya kesehatan sebesar Rp.56.249.600 per bulan dan biaya konsumsi air bersih sebesar Rp.108.350.792 per bulan, sehingga nilai eksternalitas negatif sebesar Rp.164.600.392 per bulan. Faktor–faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan diukur dari biaya konsumsi air bersih dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan lima variabel yang mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan yaitu tingkat pendapatan, pekerjaan, jumlah tanggungan, jarak tempat tinggal, dan kebersihan lingkungan. Oleh karena itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Kota Medan untuk pengembangan pengelolaan dan pengolahan TPAS “Namo Bintang” yang lebih baik.

(5)

ABSTRACT

FEBRIANA ADIYA RANGKUTI. The Impact of “Namo Bintang” Landfill to the Local Society (Case Study: Namo Bintang Village, Pancur Batu Sub-District, Deli Serdang Regency) Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI and NUVA.

“Namo Bintang” landfill is located in Pancur Batu sub-district, Deli Serdang

Regency. “Namo Bintang” landfill is one of the landfill in Medan that use the "open dumping" system. The open dumping waste management system usually affect more negative externalities such as reducing the level of health care and environmental deterioration. At the other side, it could also provides positive impact for the society such as a source of income and added value gathered from waste processing. Based on that problems, thus it’s important to identify society and labor perceptions, the estimation of positive impact and negative externalities, and factors that affect the environmental deterioration due to the existence of the “Namo Bintang” landfill. The result showed that respondents have good perceptions about the condition of natural resources and environmental. The positive impact that arising from the existence of the landfill are the absorption of labor and value added of trash into compost which is analyzed using Hayami Analysis Added Value Method. The added value of fertilizer compost is IDR 100,546 which is 43,251% per kilogram of raw material and produce a big profit IDR 15,477 per kilogram raw material that processed of 15,369%. The estimation of the negative externalities seen from the society expense for health care costs with approach of the cost of illness and clean water consumption with replacement cost approach. Based on the calculations, total calculation for health care IDR 56.249.600 per month and clean water consumption cost IDR 108.350.792 per month, so the negative externalities value are IDR 164.600.392 per month. The factors that affect the environmental deterioration cost measured from the cost of clean water consumption by using Multiple Linear Regression Analysis. Based on regression analysis, there are five variables that affect the expense which is income level, occupation, number of dependents, distance to “Namo Bintang” landfill, and the environmental clean. Therefore, the result of this research can be used as a consideration material for the government in Medan for the management development and for better cultivation in “Namo Bintang” landfill.

(6)
(7)

FEBRIANA ADIYA RANGKUTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH

(TPAS) “NAMO BINTANG” TERHADAP MASYA

RAKAT

(8)
(9)

Judul Skripsi : Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terhadap Masyarakat (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang)

Nama : Febriana Adiya Rangkuti

NIM : H44090004

Disetujui oleh

Dr. Ir. Eka Intan K Putri, M.S Pembimbing I

Nuva, S.P, M.Sc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terhadap Masyarakat (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang). Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Kedua orangtua tercinta yaitu Papa Eri Rangkuti, Mama Tengku Teviana, dan keluarga besar tercinta serta Hafizd Adityo yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dan motivasi.

2. Ibu Dr. Ir. Eka Intan K Putri, M.S dan Mba Nuva, S.P, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah mendidik dan mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesakan skripsi dengan baik.

3. Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T selaku dosen penguji utama dan Bapak Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji wakil departemen yang telah memberikan masukan dan arahan untuk perbaikan skripsi ini.

4. Para dosen, staff, dan seluruh civitas akademika Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB yang telah memberikan ilmu, dukungan, dan bantuan kepada penulis selama masa studi.

5. Dinas Kebersihan Kota Medan, Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan, Bidan Desa Namo Bintang, Tenaga Kerja Tempat Pembuangan Akhir Sampah Namo Bintang, dan Masyarakat Desa Namo Bintang yang telah memberikan informasi selama pengambilan data. 6. Rekan-rekan satu bimbingan (Rahayu, Aisya, Agustina, Silmi, Laila,

(12)

7. Sahabat-sahabat di dalam lingkungan Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan IPB (Fernando, Yuki, Rizqiyyah, Khoirunissa, Citra, Charista, Charra, Resty, Sandra, Nita, Renita, Susan, Miranty, Reyna, Adina, Nur Cahaya, Intan, Nurul, Verry, Yulis, Annisa, Dear, Gugat, Laode, dan seluruh sahabat ESL 46) atas kebersamaan, bantuan, doa, dan dukungannya.

8. Sahabat-sahabat di dalam lingkungan Institut Pertanian Bogor (Wahid, Gradisny, Marsha, Nurhalimah, Nandha, Wilona, Karina, Bob, Winda, Rekha, Tantyna, Arsy, Anindila, Monika, Haifa, dan lain-lain) atas doa dan dukungannya.

9. Sahabat-sahabat di “Indonesian Youth Conference” (Adiyat Yori Rambe, Nidya Febriani, Afianka Maunaza, Nadia Tuscany, Izna Amalia, Dhimas Ibnu, Agung Ruswandi, Risang Condro, Shena Malsiana, dan lain-lain) atas doa dan dukungannya.

10.Erli Wahyuni, Aya Livia, Vidya Dwi Astari, Arindini Putri, Rinda Chindra, Nollie Filiza, dan sahabat-sahabat di Medan yang selalu memberikan dukungan, doa, dan motivasi.

11.Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi penulisan yang kebih baik. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Februari 2014

(13)

v

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Sampah dan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) ... 6

2.2 Pengelolaan dan Pengolahan Sampah ... 7

2.3 Penelitian Terdahulu ... 9

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 12

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 12

3.1.1 Nilai Tambah Metode Hayami... 12

3.1.2 Eksternalitas ... 13

3.1.3 Averting Behavior Method ... 15

3.1.4 Model Regresi Linear Berganda ... 16

3.2 Kerangka Operasional ... 17

3.3 Hipotesis Penelitian... 20

IV METODE PENELITIAN... 21

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 21

4.3 Metode Pengambilan Data ... 21

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 22

4.4.1 Identifikasi Persepsi Masyarakat terhadap TPAS “Namo Bintang”... 22

4.4.2 Estimasi Dampak Positif dan Eksternalitas Negatif Akibat Keberadaan TPAS “Namo Bintang” ... 24

4.4.2.1 Dampak Positif ... 24

4.4.2.1.1 Analisis Nilai Tambah ... 24

(14)

vi

4.4.2.2.1 Biaya Kesehatan (Cost of Illness) ... 26

4.4.2.2.2 Biaya Pengganti (Replacement Cost) ... 26

4.5 Pengujian Parameter Regresi ... 29

V GAMBARAN UMUM ... 33

5.1 Karakteristik Lokasi ... 33

5.2 Karakteristik Responden ... 34

5.2.1 Karakteristik Responden Masyarakat ... 34

5.2.2 Karakteristik Responden Tenaga Kerja ... 37

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

6.1 Persepsi Responden terhadap Keberadaan TPAS “Namo Bintang” ... 40

6.1.1 Persepsi Responden Masyarakat terhadap Keberadaan TPAS “Namo Bintang” ... 40

6.1.2 Persepsi Responden Tenaga Kerja terhadap Keberadaan TPAS “Namo Bintang” ... 42

6.2 Dampak Positif dan Eksternalitas Negatif Keberadaan TPAS “Namo Bintang” ... 44

6.2.1 Dampak Positif Keberadaan TPAS “Namo Bintang” ... 44

6.2.1.1 Sumber Pendapatan Masyarakat ... 45

6.2.1.2 Analisis Nilai Tambah ... 45

6.2.2 Eksternalitas Negatif Keberadaan TPAS “Namo Bintang” ... 48

6.2.2.1 Biaya Kesehatan ... 48

6.2.2.2 Biaya Pengganti ... 50

6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Kualitas Lingkungan ... 52

6.4 Implikasi dan Rekomendasi ... 57

VII SIMPULAN DAN SARAN ... 59

7.1 Simpulan ... 59

7.2 Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN ... 65

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kota Medan 2007-2011 ... 2

2 Jumlah timbulan sampah Kota Medan tahun 2011-2012 ... 3

3 Penelitian terdahulu mengenai nilai tambah ... 10

4 Penelitian terdahulu mengenai eksternalitas negatif ... 11

5 Matriks metode analisis data ... 22

6 Kategori dan indikator persepsi masyarakat terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang” ... 23

7 Perhitungan nilai tambah Metode Hayami ... 25

8 Variabel dan indikator faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang” ... 29

9 Karakteristik responden masyarakat pemulung dan non pemulung TPAS “Namo Bintang” ... 35

10 Karakteristik responden tenaga kerja TPAS “Namo Bintang” ... 38

11 Persepsi responden masyarakat pemulung dan non pemulung terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang” ... 41

12 Persepsi responden tenaga kerja terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang” ... 43

13 Perhitungan nilai tambah pengolahan tanah endapan sampah di TPAS “Namo Bintang” pada Januari-Februari 2013 ... 46

14 Daftar penyakit yang diderita akibat TPAS “Namo Bintang” dan biaya kesehatan responden masyarakat Desa Namo Bintang ... 50

15 Total biaya kesehatan yang dikeluarkan masyarakat Desa Namo Bintang ... 50

16 Biaya pengganti konsumsi air galon isi ulang masyarakat Desa Namo Bintang...51

17 Total biaya pengganti konsumsi air bersih masyarakat Desa Namo Bintang ... 52

(16)

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Kurva eksternalitas negatif ... 15 2 Diagram alur kerangka berpikir ... 19 3 Peta lokasi penelitian ... 33

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Data rumah tangga, penduduk, dan rata-rata penduduk per rumah tangga di Kecamatan Pancur Batu tahun 2011 ... 66 2 Biaya Kesehatan ... 67 3 Biaya konsumsi air bersih ... 69 4 Rincian analisis nilai tambah pupuk kompos di TPAS “Namo Bintang”

pada Januari-Februari 2013 ... 72 5 Hasil model regresi linear berganda ... 73 6 Dokumentasi penelitian ... 77

(17)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan dan kepadatan penduduk di Indonesia yang terus meningkat terutama di daerah perkotaan dapat menimbulkan berbagai permasalahan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Permasalahan lingkungan merupakan salah satu masalah yang sering terjadi dan cenderung sulit untuk diatasi, seperti adanya penumpukan sampah dan limbah hasil konsumsi masyarakat. Perubahan gaya hidup masyarakat secara tidak langsung juga berpotensi memberikan kontribusi yang besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan. Kuantitas sampah terus bertambah seiring dengan penambahan jumlah penduduk, namun pengelolaan dan pengolahan sampah masih terbatas dan kurang efektif di beberapa daerah. Hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan volume timbulan sampah.

Peningkatan jumlah timbulan sampah secara tidak langsung menimbulkan eksternalitas negatif, namun jika sampah dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak positif seperti peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan pengelolaan sampah mendukung adanya penyerapan tenaga kerja, seperti terbukanya lapangan pekerjaan baru dan manfaat ekonomi dari pengolahan sampah serta perbaikan kualitas lingkungan yang secara tidak langsung terjadi. Pemanfaatan sampah skala besar juga bisa menghasilkan sumber listrik, seperti pengelolaan sampah di China, Swedia, dan Indonesia. Pemanfaatan sampah menjadi tenaga listrik di Indonesia telah diaplikasikan di Kota Bekasi, yang mampu menghasilkan listrik sebesar 26 MW oleh PT.Godang Tua Jaya sebagai pengelola TPST Bantar Gebang.1

Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) adalah tempat pembuangan akhir sampah di suatu lokasi yang telah ditentukan oleh pemerintah (Perda Kota Medan No.8/2002, pasal 1 huruf y). Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) bukan solusi utama dalam penanggulangan permasalahan sampah, tetapi salah satu upaya untuk mengurangi eksternalitas negatif dari keberadaan sampah.

1

(18)

Sebagian besar TPAS di perkotaan belum menggunakan sistem pengelolaan sanitary landfill, seperti yang dipaparkan oleh Sudrajat (2009) bahwa mayoritas di kota-kota besar menerapkan sistem pengelolaan sampah tumpukan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan alat dan kondisi keuangan suatu kota serta kepedulian pemerintah daerah setempat akan kesehatan lingkungan. Menurut UU No. 18 Tahun 2008 Pasal 44, “Pemerintah daerah harus menutup TPAS yang menggunakan sistem open dumping paling lama lima tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang”. Keberhasilan pengelolaan sampah juga sangat ditentukan oleh faktor non teknis yang terdiri atas perilaku masyarakat, kelembagaan, regulasi, sistem keuangan, dan kemauan politik pemerintah (Dinas Kebersihan Kota Medan 2011).

Sistem pengelolaan sampah open dumping banyak diterapkan di TPAS perkotaan sebagai pengganti sistem pengelolaan sanitary landfill, dimana sistem ini memiliki beberapa kelemahan yaitu adanya pencemaran lingkungan baik tanah, air, dan udara serta terganggunya kesehatan masyarakat (Dinas Kebersihan Kota Medan 2010).

Kota Medan termasuk salah satu kota besar di Indonesia dengan kepadatan penduduk yang tinggi (Tabel 1). Hal tersebut merupakan penyebab utama peningkatan jumlah timbulan sampah di Kota Medan. Pemerintah Kota Medan dalam upaya mengatasi permasalahan sampah mendirikan TPAS “Namo Bintang” dan TPAS “Terjun”. TPAS “Namo Bintang” merupakan TPAS terbesar dan terluas di Kota Medan yang menerapkan sistem open dumping.

Tabel 1 Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kota Medan 2007-2012 Tahun Luas Wilayah (km2) Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)

2007 265,10 2 083 156 7.858

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Medan (2013)

(19)

menimbulkan eksternalitas negatif dan dampak positif terhadap masyarakat sekitar. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan penelitian mengenai dampak keberadaan dari TPAS “Namo Bintang” terhadap masyarakat.

1.2 Perumusan Masalah

Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” merupakan TPAS terbesar di Kota Medan yang memiliki lahan seluas 176.392.m2. TPAS “Namo Bintang” melakukan pengoperasian sistem pengelolaan sampah sanitary landfill pada awal tahun 1987, namun sejak tahun 2010 hingga saat ini TPAS “Namo Bintang” beralih menerapkan sistem pengelolaan open dumping dikarenakan keterbatasan anggaran dana pengelolaan sampah Kota Medan. TPAS “Namo Bintang” menampung sampah dari tiga wilayah di Kota Medan (Tabel 2). Tabel 2 Jumlah timbukan sampah dan truk sampah Kota Medan berdasarkan

Sumber : Dinas Kebersihan Kota Medan (2012)

(20)

TPAS “Namo Bintang” hanya mampu menampung sampah sebanyak 4.020 m3 per hari sama dengan 1.050.ton per hari (Dinas Kebersihan Kota Medan 2011). Peningkatan pertumbuhan penduduk di Kota Medan dan urbanisasi mengakibatkan adanya perubahan pola konsumsi dan produksi, sehingga volume timbulan sampah juga meningkat dan berakibat pada lahan TPAS yang semakin lama semakin sempit.

Berdasarkan Tabel 2 dapat terlihat peningkatan rata-rata produksi sampah per hari dan jumlah truk pada wilayah I, II, dan III dari tahun 2011 sampai 2012. Terjadi penurunan rata-rata produksi sampah per hari pada tahun 2011 yang dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang juga menurun dan menghasilkan sampah sebanyak 1.280 ton setiap harinya yang di angkut dengan menggunakan 157 unit truk sampah.3 Keterbatasan akan lahan yang mengakibatkan kelebihan kapasitas tampung sampah di TPAS “Namo Bintang” menimbulkan eksternalitas negatif seperti penurunan tingkat kesehatan dan kualitas lingkungan. Keberadaan TPAS “Namo Bintang” juga menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat sekitar melalui kegiatan pemanfaatan sampah yang ada, seperti memilah sampah dan menjual kembali. Masyarakat sekitar dalam rangka mengurangi eksternalitas negatif melakukan pengolahan sampah dalam bentuk mengolah tanah endapan sampah menjadi pupuk kompos yang menghasilkan suatu nilai tambah. Berdasarkan pemaparan diatas, maka penelitian dapat dirumuskan dengan beberapa pertanyaan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang”?

2. Bagaimana dampak positif dan eksternalitas negatif yang timbul dari adanya TPAS “Namo Bintang”?

3. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang”?

3 http://sumutpos.co/2012/04/31399/ketika-sampah-masih-dianggap-masalah diakses pada tanggal 30 Januari

(21)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui dampak keberadaan TPAS “Namo Bintang” terhadap masyarakat sekitar. Berdasarkan rumusan pertanyaan masalah yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan tujuan dari penelitian, yaitu:

1. Mengidentifikasi persepsi masyarakat terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang”.

2. Mengestimasi dampak positif dan eksternalitas negatif yang timbul dari adanya TPAS “Namo Bintang”.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang”.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

(22)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sampah dan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS)

Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menjelaskan bahwa “Sampah adalah sisa kegiatan sehari -hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat”. Berdasarkan definisi sampah di atas maka dapat dikatakan bahwa sampah adalah bahan-bahan hasil dari kegiatan masyarakat yang tidak digunakan lagi dan umumnya berupa benda padat, baik yang mudah membusuk maupun yang tidak mudah membusuk, kecuali kotoran yang keluar dari tubuh manusia, yang ditinjau dari segi sosial ekonomi sudah tidak berharga, dari segi keindahan dapat mengganggu dan mengurangi nilai estetika dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian lingkungan.

Tujuan utama penimbunan akhir adalah menyimpan sampah padat dengan cara-cara yang tepat dan menjamin keamanan lingkungan, menstabilkan sampah (mengkonversi menjadi tanah), dan merubahnya kedalam siklus metabolisme alam. Ditinjau dari segi teknis, proses ini merupakan pengisian tanah dengan menggunakan sampah. Lokasi penimbunan harus memenuhi kriteria, yaitu: ekonomis dan dapat menampung sampah yang ditargetkan, mudah dicapai oleh kendaraan-kendaraan pengangkut sampah, dan aman terhadap lingkungan sekitarnya (Sudrajat 2009).

(23)

landfill terhitung 1 tahun sejak undang-undang ini diberlakukan (Undang-undang No. 18, 2008).

Mengantisipasi dampak negatif yang diakibatkan oleh adanya tempat pembuangan akhir sampah maka tempat tinggal penduduk harus memliki jarak tentu ke TPA. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh BKLH mengenai AMDAL bahwa tidak ada pemukiman penduduk yang boleh berjarak kurang dari satu kilometer (Bujangusti 2009).

Dinas Kebersihan Kota Medan memaparkan bahwa dalam menciptakan kualitas kebersihan kota memiliki kendala dalam pelaksanaan operasional sampah seperti meningkatnya volume timbulan sampah, dimana setiap tahunnya volume sampah Kota Medan mengalami peningkatan. Banyak fasilitas perumahan/ pemukiman di Kota Medan yang tidak dilengkapi dengan TPS. Adanya tong sampah komunal karena tidak tertibnya masyarakat dalam pembuangan sampah lewat dari jadwal yang telah ditentukan (Dinas Kebersihan Kota Medan 2010).

2.2 Pengelolaan dan Pengolahan Sampah

Sudrajat (2009) menjelaskan model pengelolaan sampah di Indonesia ada dua macam, yaitu urugan dan tumpukan. Urugan atau model buang dan pergi merupakan cara yang paling sederhana dengan membuang sampah di lembah atau cekungan tanpa memberikan perlakuan, umunya dilakukan untuk kota yang menghasilkan volume sampah tidak terlalu besar. Pengelolaan sampah yang kedua yang biasanya diterapkan di kota besar, yaitu tumpukan yang perlu dilakukan secara lengkap dengan teknologi aerobik yang memenuhi prasyarat kesehatan lingkungan.

Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah terdiri atas:

1. Sampah rumah tangga berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.

2. Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan fasilitas lainnya.

(24)

a. Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.

b. Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun. c. Sampah yang timbul akibat bencana.

d. Puing bongkaran bangunan.

e. Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau

f. Sampah yang timbul secara tidak periodik (Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah).

Pengolahan sampah adalah perlakuan terhadap sampah yang bertujuan memperkecil atau menghilangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan. Dalam ilmu kesehatan lingkungan, suatu pengolahan sampah dianggap baik jika sampah yang diolah tidak menjadi tempat berkembang biaknya bibit penyakit serta tidak menjadi perantara penyebarluasan suatu penyakit. Syarat lain yang harus dipenuhi adalah tidak mencemari udara, air, atau tanah, tidak menimbulkan bau, dan tidak menimbulkan kebakaran (Azwar 1990).

Sudradjat (2009) menjelaskan bahwa pengolahan sampah di TPA yang ada di kota-kota besar mengalami masalah keterbatasan lahan, polusi, masalah sosial, dan lain-lain, sehingga harus memenuhi prasyarat seperti memanfaatkan lahan TPA yang terbatas dengan efektif, memilih teknologi yang mudah, murah, dan ramah lingkungan. Hal itu juga didukung dengan pemilihan teknologi yang dapat memberikan produk yang dapat dijual dan memberi manfaat yang besar kepada masyarakat.

Naria (1999) menyatakan pengelolaan sampah semakin berkembang seiring dengan perkembangan terhadap jenis sampah yang akan dikelola. Terdapat beberapa cara pengelolaan akhir sampah yang dilakukan oleh masyarakat, seperti pengomposan, pembakaran, penghancuran, pemanfaatan ulang, controlled landfill, sanitary landfill, dan open dumping. Metode open dumping adalah metode yang melakukan penimbunan sampah di lokasi TPA tanpa aplikasi teknologi yang memadai. Metode ini memungkinkan adanya perembesan air lindi atau cairan yang timbul karena pembusukan sampah, melalui kapiler-kapiler air dalam tanah hingga mencemari sumber air tanah terlebih pada saat musim hujan.4

4

(25)

(SNI 19-2454-2002) tentang Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan menyatakan bahwa metode controlled landfill merupakan sistem penimbunan dan pengalihan open dumping dan sanitary landfill dengan penutupan sampah dengan lapisan tanah yang dilakukan setelah TPA penuh hingga mencapai periode tertentu, sedangkan metode sanitary landfill adalah sistem pembuangan akhir sampah yang dilakukan dengan cara sampah ditimbun dan dipadatkan, kemudian di tutup dengan tanah sebagai lapisan penutup yang dilakukan setiap hari pada akhir jam operasi.

Kompos adalah bahan-bahan organik (sampah-sampah organik) yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri pembusuk) yang bekerja didalamnya (Deddy 2005). Bintoro (2008) menyatakan salah satu sistem pengomposa adalah sistem anaerob dimana pengolahan kompos mirip dengan sistem penambangan dan sistem aerob. Persamaannya membuat tumpukan sampah (pile), perbedaannya pile-pile tersebut dibiarkan begitu saja tanpa ada proses pembalikan pile. Dikarenakan tidak ada pembalikan, maka dekomposisi berlangsung lama dengan suhu pile maksimum 40° C, sehingga benih-benih gulma tidak mati. Setelah matang, kompos diayak. Dalam keadaan anaerob, gas yang keluar adalah gas methane.

2.3 Penelitian Terdahulu

(26)

10 Tabel 3 Penelitian terdahulu mengenai nilai tambah

No Nama Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

1 Maimun

1. Menganalisis pendapatan usahatani kopi arabika organik dan non organik berdasarkan penerimaan petani dan total biaya yang dikeluarkan dalam usahatani.

2. Menganalisis lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran kopi arabika organik dan non organik dan peran dari setiap lembaga yang terlibat.

3. Menganalisis efesiensi pemasaran kopi arabika organik dan non organik dengan menghitung marjin dan farmer’s share.

4. Menganalisis nilai tambah bubuk organik dan non organik industri pengolahan bubuk kopi Ulee Kareng.

Analisis Pendapatan

Analisis Deskriptif

Analisis Marjin

Metode Hayami

Pendapatan usahatani kopi arabika organik sebesar Rp.30.450.000, sedangkan kopi arabika non organik sebesar Rp.24.375.000 dimana kopi arabika organik lebih besar dibandingkan kopi arabika non organik, sehingga lebih menguntungkan.

Memiliki satu saluran dan lembaga pemasaran yang sama antara kopi arabika organik dan non organik. Berdasarkan dari biaya saluran pemasaran kopi arabika non organik lebih efisien.

Marjin pemasaran kopi arabika organik lebih besar dibandingkan dengan kopi non organik, sedangkan farmer’s share kopi arabika non organik lebih besar. Nilai tambah bubuk kopi arabika lebih besar dibandingkan kopi non organik. Industri bubuk kopi Ulee Kareng ada industri padat modal dilengkapi oleh mesin-mesin produksi mekanis yang tidak membutuhkan tenaga kerja yang terlalu banyak.

2. Menganalisis besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan sampah padat organik menjadi pupuk kompos.

3. Mengkaji perangkat kebijakan yang dimiliki

4. pemerintah untuk keberlangsungan usaha pengelolaan sampah.

Analisis Deskriptif

Analisis Nilai Tambah Metode Hayami

Analisis Deskriptif

Pola operasional pengelolaan sampah telah sesuai dengan standar tata cara pengelolaan sampah di pemukiman.

Pengelolaan sampah organik menjadi kompos memberikan nilai tambah yang tinggi sebesar 499.17 atau 95.08% per kg bahan baku dan keuntungan sebesar 435.89 per kg atau 83.03% per kg bahan baku yang diolah.

Perangkat kebijakan pemerintah mendukung keberlangsungan usaha pengelolaan sampah dalam bentuk peraturan perundang-undang tentang pengelolaan sampah dan program bentuk nyata. Pemerintah Daerah Kota Bogor memberikan alat-alat kompos seperti pengayak, mesin pencacah sampah, dan motor bak.

1. Menganalisis karakteristik dari usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma A dan non plasma B.

2. Menghitung pendapatan dan nilai tambah dari pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma A dan plasma B.

3. Menghitung penyerapan tenaga kerja yang dapat dihasilkan oleh usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma A dan non plasma B.

Analisis Deskriptif

Usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log termasuk ke dalam usaha mikro. Pemasaran langsung kepada konsumen. Unit usaha non plasma B lebih menguntungkan daripada non plasma A.

Nilai tambah limbah serbuk gergaji unit usaha non plasma A lebih besar dibandingkan non plasma B sebesar Rp.1.716.19 per kg serbuk gergaji.

(27)

11

Tabel 4 Penelitian terdahulu mengenai eksternalitas negatif

No Nama Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil Penelitian

1 Suhan

1. Deskripsi kondisi lingkungan pemukiman di sekitar TPAS Cipayung berdasarkan penilaian responden.

2. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar TPAS Cipayung.

3. Estimasi besarnya nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung.

Masyarakat sekitar TPAS Cipayung secara umum menilai keberadaan TPAS Cipayung menurunkan kualitas lingkungan dan responden mengalami beberapa dampak negatif dari keberadaan TPAS Cipayung.

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar TPAS Cipayung adalah jarak tempat tinggal, biaya kesehatan, luas bangunan, status lahan.

Nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung sebesar Rp.97.870.215 setiap bulan, tetapi belum mencerminkan seluruh nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan.

1. Mengkaji dampak eksternalitas negatif yang timbul akibat penambangan batu gamping.

2. Mengkaji peluang kesediaan menerima dana kompensai.

3. Menghitung nilai WTA masyarakat akibat eksternalitas negatif kegiatan penambangan batu gamping.

4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTA.

Eksternalitas negatif yang dirasakan adalah kebisingan dan getaran, perubahan kualitas udara serta perubahan kualitas dan kuantitas air. Hanya sebagian kecil responden yang menyatakan kehilangan keanekaragaman hayati.

Mayoritas responden menyatakan bersedia menerima dana kompensasi atas eksternalitas negatif yang timbul.

Nilai dugaan rataan WTA responden sebesar Rp.137.500 per bulan per kepala keluarga dan nilai total WTA sebesar Rp.447.975.000.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai WTA responden adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dummy wiraswasta dan pegawai swasta.

3 Sandjoyo

2. Mengestimasi nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan di TPAS

Cipayung.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pengganti pembelian air minum di sekitar TPAS Cipayung.

Masyarakat sekitar menilai keberadaan TPAS Cipayung menurunkan kualitas lingkungan. Perubahan yang paling dirasakan oleh responden yaitu pencemaran udara dan kesulitan mendapatkan air bersih.

Total nilai penurunan kualitas lingkungan dari adanya biaya kesehatan dan biaya pengganti air minum sebesar Rp.2.496.632.904 per tahun.

(28)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini meliputi konsep nilai tambah dengan Metode Hayami, teori eksternalitas, teori Averting Behavior Method (ABM), dan analisis regresi linear berganda. Teori-teori ini dijadikan sebagai landasan dalam menjawab tujuan-tujuan penelitian.

3.1.1 Nilai Tambah Metode Hayami

Metode Hayami merupakan alat analisis yang umum digunakan untuk mengestimasi besaran nilai tambah yang dihasilkan dalam suatu proses produksi. Penggunaan Metode Hayami (Hayami et al 1987) bertujuan untuk memperoleh informasi berupa:

a. Perkiraan besarnya nilai tambah (Rp);

b. Rasio nilai tambah yang dihasilkan terhadap nilai produk yang dihasilkan (%) menunjukkan presentase nilai tambah dari nilai produk;

c. Imbalan bagi tenaga kerja (Rp), menunjukkan besar upah yang diterima oleh tenaga kerja langsung;

d. Bagian tenaga kerja dari nilai tambah yang dihasilkan (%), menunjukkan presentase imbalan tenaga kerja dari nilai tambah;

e. Keuntungan pengolahan (Rp), menunjukkan bagian yang diterima pengusaha (pengolah) karena menanggung resiko usaha;

f. Tingkat keuntungan pengolah terhadap nilai output (%) menunjukkan presentase keuntungan terhadap nilai tambah;

g. Marjin pengolah (Rp) menunjukkan kontribusi pemilik faktor produksi selain bahan baku yang digunakan dalam proses produksi;

h. Persentase pendapatan tenaga kerja langsung terhadap marjin (%); i. Persentase keuntungan perusahaan terhadap marjin (%);

j. Persentase sumbangan input lain terhadap marjin (%).

(29)

input, sedangkan faktor koefisien tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja langsung yang dibutuhkan untuk mengolah satu satuan input, dan nilai produk yang menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input. Adapun analisis lain merupakan seluruh korbanan yang terjadi selama proses perlakuan untuk menambah nilai output selain bahan baku dan tenaga kerja langsung. Korbanan tersebut mencangkup modal berupa biaya penolong dan biaya overhead pabrik lainnya yakni upah tenaga kerja tidak langsung.

Metode Hayami memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan yang dimiliki Metode Hayami adalah dapat mengetahui besarnya nilai tambah, nilai output, produktivitas serta besarnya balas jasa terhadap pemilik faktor produksi. Selain itu dapat diterapkan pula untuk subsistem lain diluar pengolahan seperti dalam kegiatan pemasaran. Adapun kekurangan dari Metode Hayami seperti ketidaktepatan dalam pendekatan rata-rata apabila diterapkan pada unit usaha yang menghasilkan banyak produksi dari satu jenis bahan baku, tidak dapat menjelasnya produk sampingan, dan sulit untuk menentukan pembanding agar dapat digunakan untuk menyimpulkan apakah balas jasa terhadap pemilik faktor produksi tersebut layak atau tidak layak.

3.1.2 Eksternalitas

Eksternalitas adalah pengaruh/dampak/efek samping yang diterima oleh beberapa pihak sebagai akibat dari kegiatan ekonomi, baik produksi, konsumsi atau pertukaran yang dilakukan oleh pihak lain. Eksternalitas bersifat menguntungkan/positif (positive externalities) atau merugikan/negatif (negative externalities). Eksternalitas positif terjadi saat kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok memberikan manfaat pada pihak lain (Sankar 2008). Eksternalitas terjadi jika ada kegiatan produksi atau konsumsi dari satu pihak mempengaruhi utilitas (kegunaan) dari pihak lain secara tidak dinginkan dan pihak pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak yang terkena dampak (Fauzi 2010).

(30)

melahirkan barang publik yang negatif. Artinya jika eksternalitas negatif tidak diproduksi, maka akan menghasilkan barang publik. Mangkoesoebroto (1993) menyatakan eksternalitas positif adalah dampak menguntungkan pihak lain dari kegiatan yang dilakukan oleh pihak tertentu, pihak yang diuntungkan tidak memberikan kompensasi sedangkan eksternalitas negatif adalah dampak yang merugikan pihak lain dari kegiatan yang dilakukan pihak tertentu dan tidak menerima kompensasi terhadap kerugian tersebut. Adanya eksternalitas yang ditimbulkan oleh pihak tertentu membuat pihak tersebut mengeluarkan biaya tambahan untuk memproses limbahnya agar dapat diterima lingkungan. Biaya tambahan tersebut disebut biaya eksternal. Biaya eksternal dapat berupa biaya restorasi (biaya perbaikan) dan biaya kompensasi. Biaya restorasi merupakan biaya perbaikan kerusakan akibat kegiatan ekonomi yang dilakukan, seperti biaya perbaikan memproses limbah hingga mencapai ambang batas limbah sehat. Biaya kompensasi merupakan biaya dana kompensasi yang diberikan oleh pihak yang menimbulkan eksternalitas terhadap pihak yang terkena eksternalitas.

Eksternalitas akan menimbulkan inefisiensi, yaitu tindakan seseorang yang mempengaruhi orang lain dan tidak tercermin dalam sistem harga dan akan mencapai efisiensi apabila semua dampak positif maupun negatif dimasukkan perhitungan produsen dalam menetapkan jumlah barang yang diproduksi. Mangkoesoebroto (1993) menyatakan efisiensi terjadi pada saat:

MSC = MPC + MEC MSB = MPB + MEB

Efisiensi ekonomi terjadi apabila MSC.=.MSB, namun adanya eksternalitas produsen tidak memperhitungkan MEC dan MEB dalam menentukan harga dan jumlah barang yang dihasilkan. Hal ini yang menyebabkan kecenderungan produksi memproduksi pada tingkat yang cukup besar, sehingga perhitungan biaya menjadi sangat murah dibandingkan dengan biaya yang dirasakan oleh masyarakat. Gambar 1 menunjukkan kurva eksternalitaas negatif. Tingkat output yang optimum terjadi pada tingkat produksi sebesar 0Q1 dengan tingkat harga di

H1. Produsen menetapkan tingkat produksi sebesar 0Q2 dengan tingkat harga di

H2 dimana MSB memotong MPC yang menunjukkan bahwa jumlah produksi

(31)

MEC.>.0.dan MEB.=,0. Jadi disimpulkan bahwa MPC.<.MSC dan MSC.=.MPC.+.MEC.> MSB, sehingga produksi harus dikurangi agar efisiensi mencapai optimum.

Sumber: Mangkoesoebroto (1993)

Gambar 1 Kurva eksternalitas negatif keterangan:

MSC = Marginal Social Cost MPC = Marginal Private Cost MEC = Marginal External Cost MSB = Marginal Social Benefit MPB = Marginal Private Benefit MEB = Marginal External Benefit 3.1.3 Averting Behavior Method

Pendekatan Averting Behavior Method (ABM) ini digunakan untuk mengestimasi biaya yang dikeluarkan oleh responden dengan tujuan mencegah atau mengurangi dampak dari adanya degradasi lingkungan (Garrod dan Willis 1999). Metode ini menggunakan biaya dari pembelian produk tertentu untuk menilai kualitas lingkungan. Pendekatan ini terbagi menjadi tiga teknik, yaitu: 1. Biaya Pencegahan (Preventive Expenditure)

Metode untuk mengestimasi biaya pengeluaran langsung yang dilakukan oleh masyarakat dengan tujuan usaha pencegahan atau pengurangan dampak degradasi lingkungan dan perlindungan rumah tangga dari penurunan kesejahteraan. Pendekatan ini sangat bermanfaat dalam penilaian ekosistem yang menyediakan perlindungan dalam bentuk alami (Jones et al. 2000).

MSC = MPC + MEC

MPC

MEC

MSB Rp

H1

H2

0

(32)

2. Biaya Pengganti (Replacement Cost)

Metode untuk mengestimasi kerusakan lingkungan berdasarkan biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk menggantikan manfaat dan jasa lingkungan yang hilang atau rusak dengan nilai jasa lingkungan yang tidak mengalami kerusakan ataupun hilang (Jones et al. 2000).

3. Biaya Substitusi (Subtitute Cost)

Metode untuk mengestimasi biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk mensubtitusi barang dan jasa yang hilang akibat dari degradasi lingkungan yang dapat dilakukan menggunakan teknologi (Jones et al. 2000).

3.1.4 Model Regresi Linear Berganda

Gujarati (2007) menjelaskan model regresi dua variabel dimana variabel tak bebas merupakan fungsi dari hanya satu variabel penjelas (variabel bebas). Dalam analisis ini menggunakan metode kuatdrat terkecil biasa ((Ordinary Least Squares) (OLS)). Penaksir OLS yang disebut sebagai penaksir tak bias linear terbaik ((Best Linear Unbiased Estimators) (BLUE)) memiliki sifat-sifat sebagai berikut: 1).Penaksiraan OLS tidak bias, 2) Penaksiran OLS memiliki varian yang minimum, 3) Konsisten, 4) Efisien, dan 5) Linear (Gujarati 2003).

Firdaus (2004) menyatakan asumsi-asumsi yang dipergunakan dalam model regresi linear berganda adalah:

1. E ( ) = 0 untuk setiap i.

2. Cov ( ) = 0, i ≠ j. Asumsi ini dikenal sebagai asumsi tidak adanya korelasi berurutan atau tidak ada korelasi.

3. Var ( ) = , untuk setiap i. Asumsi ini dikenal sebagai asumsi homoskedastisitas atau varians sama.

4. Cov ( ) = Cov ( ) = 0, artinya kesalahan pengganggu dan variabel bebas X tidak berkorelasi.

5. Tidak ada multikolinearitas yang berarti tidak terdapat hubungan linearitas yang pasti di antara variabel bebas.

Secara umum (model populasi) menurut Juanda (2009), persamaan model regresi linear berganda dapat dituliskan sebagai berikut:

(33)

Jika semua pengamatan bernilai 1, maka model diatas menjadi:

keterangan:

Y = Peubah tak bebas

i = Nomor pengamatan dari 1 sampai N (populasi)/ n (sampel)

= Pengamatan ke-i untuk peubah bebas

= Intersep

= Parameter penduga

= Pengaruh sisa (error term)

4.4 Kerangka Operasional

Jumlah dan aktifitas penduduk Kota Medan yang cenderung terus mengalami peningkatan akan berdampak terhadap jumlah konsumsi dan produksi. Secara tidak langsung, hal ini menyebabkan semakin banyak volume sampah yang dihasilkan.Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” ditunjuk sebagai salah satu TPAS wilayah Kota Medan yang memiliki lahan cukup luas. Permasalahan yang terjadi pada TPAS “Namo Bintang” adalah penurunan kualitas lingkungan akibat dari keberadaan TPAS. Peningkatan volume sampah yang semakin hari terus bertambah, sehingga diperlukan perluasan pada TPAS “Namo Bintang” dan pengelolaan serta pengolahan sampah yang lebih baik.

(34)

Guna mengetahui persepsi masyarakat sekitar dari adanya keberadaan TPAS “Namo Bintang” dengan mengambil sampel dari data deskriptif kualitatif. Estimasi dampak positif yang dilihat nilai tambah dari pengolahan tanah endapan sampah menjadi pupuk kompos di TPAS “Namo Bintang” menggunakan Metode Hayami. Estimasi eksternalitas negatif akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang” terdiri dari adanya biaya pengobatan yang diestimasi dengan pendekatan Cost of Illness dan biaya pengganti dari konsumsi air bersih dengan pendekatan Replacement Cost. Setelah mengestimasi eksternalitas negatif yang ada, perlu menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan dari biaya pengganti terhadap konsumsi air bersih akibat adanya TPAS “Namo Bintang”. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan menggunakan alat analisis regresi linear berganda. Hasil analisis tersebut dapat menunjukkan seberapa pentingnya biaya konsumsi air bersih untuk digunakan sehari-hari.

(35)

Gambar 2 Diagram alur kerangka berpikir

Pengelolaan dan Pengolahan Sampah di TPAS

“Namo Bintang” yang Lebih Baik

Estimasi Eksternalitas Negatif dari Adanya

TPAS “Namo Bintang”

Cost of Illness dan

(36)

4.5

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian adalah:

1. Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan.

2. Kualitas lingkungan yang menurun akibat dari beroperasinya TPAS “Namo Bintang” antara lain kualitas udara dan kualitas air yang tercemar.

3. Kesehatan masyarakat Desa Namo Bintang yang mengalami gangguan yang diakibatkan dari penurunan kualitas lingkungan.

4. Adanya sumber pendapatan di TPAS “Namo Bintang” dan adanya nilai tambah dari pengolahan sampah.

(37)

IV METODE PENELITIAN

4.1Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang”, Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Indonesia. Lokasi dipilih secara sengaja (purposive) dikarenakan TPAS “Namo Bintang” adalah TPAS terbesar di Kota Medan yang memiliki lahan yang cukup luas, memiliki jumlah timbulan sampah yang banyak yang dapat dilihat pada Tabel 2, dan terdapat masyarakat yang mengolah sampah. Proses pengambilan data lapang dilakukan pada bulan Januari 2013 hingga Februari 2013.

4.2Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data cross section yang didapat dari hasil wawancara kepada responden yang akan dipergunakan sebagai data utama. Adapun responden dalam penelitian ini yaitu masyarakat yang tinggal di sekitar TPAS “Namo Bintang” dan tenaga kerja yang terkait pada TPAS “Namo Bintang”. Responden masyarakat dibagi menjadi dua kategori yaitu pemulung dan non pemulung. Data sekunder didapatkan dari data-data yang terkait dengan penelitian, seperti Dinas Kebersihan Kota Medan, Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang, jurnal, buku, internet, dan penelitian terdahulu untuk mendukung data primer.

4.3Metode Pengambilan Data

(38)

Pertimbangan pemilihan responden dalam penelitian ini berdasarkan keterkaitan masyarakat dengan pekerjaan yang berkaitan dengan TPAS, yaitu masyarakat pemulung dan non pemulung.

Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 90 responden yang terdiri dari 51 responden masyarakat pemulung, 32 responden masyarakat non pemulung, dan tujuh responden tenaga kerja. Pemilihan jumlah sampel didasarkan pada kaidah rata-rata sampel dari besaran sampel sekurang-kurangnya 30 observasi akan mendekati normal (Gujarati 2007a).

4.4Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer seperti Microsoft Office Word dan SPSS 16. Matriks metode analisis yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Matriks metode analisis data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data 1 Mengidentifikasi persepsi

3 Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan

4.4.1 Identifikasi Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan TPAS “Namo Bintang”

(39)

pemikiran pada masa sekarang. Tujuan analisis deskriptif untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, 23ndicat dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Beberapa kategori dan indikator dalam mengidentifikasi persepsi masyarakat terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang” dapat dilihat pada Tabel.6.

Tabel 6 Kategori dan indikator persepsi masyarakat terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang”

Tidak Baik Banyak sampah di halaman rumah, tidak tertata rapi, berbau

2 Kualitas Air Sangat Baik Tidak berwarna, tidak berbau, tidak memiliki rasa, dapat dikonsumsi

Baik Tidak berwarna, agak berbau, tidak memiliki rasa, dapat dikonsumsi

Cukup Baik Sedikit berwarna, berbau, tidak memiliki rasa, tidak dapat dikonsumsi

Kurang Baik Berwarna, berbau, tidak memiliki rasa, tidak dapat dikonsumsi

Tidak Baik Berwarna, berbau, memiliki rasa, tidak dapat dikonsumsi sama sekali

3 Kualitas Udara Sangat Baik Tidak berdebu, tidak panas, segar saat bernafas, tidak tercium bau sampah sama sekali

Baik Tidak berdebu, tidak panas, segar saat bernafas, tercium bau sampah

Cukup Baik Tidak berdebu, tidak panas, tidak segar saat bernafas, tercium bau sampah

Sehat Tidak terserang penyakit, jarang berobat ke Bidan

Tidak Sehat Terserang penyakit, rutin berobat ke Bidan

5 Tingkat Keamanan

Sangat Aman Tidak ada kriminalitas, hidup rukun, memiliki kerjasama yang baik

Aman Tidak ada kriminalitas, hidup rukun, kurang adanya kerjasama yang baik

Cukup Aman Tidak ada kriminalitas, hidup kurang rukun, kurang adanya kerjasama yang baik

Kurang Aman Pernah terjadi kriminalitas, hidup kurang rukun, kurang adanya kerjasama yang baik

(40)

Wardhana (1995) menyatakan bahwa pengamatan indikator pencemaran air lingkungan dapat digolongkan menjadi pengamatan secara fisis, kimiawi, dan biologis. Pengamatan terhadap komponen pencemaran air juga dikelompokkan dari bahan buangan padat, organik, anorganik, olahan bahan makanan, cairan minyak, zat kimia. Pengamatan yang dapat dilakukan di sekitar TPAS Namo Bintang adalah pengamatan secara fisis berdasarkan tingkat kejernihan air, perubahan rasa, dan warna air, sedangkan komponen pencemaran air dibuktikan dari seluruh kelompok yang dipaparkan.

4.4.2 Estimasi Dampak Positif dan Eksternalitas Negatif Akibat Keberadaan TPAS “Namo Bintang”

Estimasi dampak positif dan eksternalitas negatif akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang” bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh baik keuntungan maupun kerugian yang dirasakan oleh masyarakat atas keberadaan TPAS.

4.4.2.1 Dampak Positif Akibat Keberadaan TPAS “Namo Bintang”

Dampak positif diestimasi dengan nilai tambah dari pupuk kompos yang dilakukan oleh tiga responden pemulung yang menggunakan Metode Hayami. Keberadaan TPAS “Namo Bintang” juga menjadikan sumber pendapatan rumah tangga masyarakat sekitar TPAS “Namo Bintang”.

4.4.2.1.1 Analisis Nilai Tambah

(41)

Analisis nilai tambah terdiri dari tiga komponen yang terkait, yaitu faktor konversi untuk menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu satuan input, koefisien tenaga kerja yang menunjukkan tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input, dan nilai output atau produk yang menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input. Nilai faktor konversi untuk mengetahui berapa banyak output yang dihasilkan dari setiap pengolahan bahan baku satu kilogram tanah endapan.

Perhitungan nilai tambah dari pupuk kompos dengan Metode Hayami disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Perhitungan nilai tambah Metode Hayami

No. Variabel Nilai

Output, Input dan Harga

1 Pupuk kompos yang dihasilkan (kg/hari) A 2 Tanah endapan yang digunakan (kg/hari) B

3 Tenaga kerja (HOK) C

4 Faktor konversi (1/2) D = A/B

5 Koefisien tenaga kerja (3/2) E = C/B

6 Harga pupuk kompos (Rp/kg) F

7 Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/jam) G Pendapatan dan keuntungan

b. Tingkat Keuntungan ((13a/11a) x 100%)

O = K – M

(42)

4.4.2.2.1 Biaya Kesehatan (Cost of Illness)

Biaya kesehatan diestimasi dari biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh responden untuk kunjungan ke bidan bagi responden itu sendiri ataupun keluarga yang menjadi tanggungan responden per bulannya. Rata-rata biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh responden dihitung dengan persamaan berikut:

̅̅̅̅ ∑

keterangan:

̅̅̅̅ = Rata-rata biaya pengobatan (Rp/bulan) BOi = Biaya pengobatan responden i (Rp/bulan) n = Jumlah responden (orang)

i = Responden ke-i (1, 2, 3, …., n)

̅̅̅̅

keterangan:

= Total biaya pengobatan (Rp/bulan)

= Jumlah rumah tangga (KK)

4.4.2.2.2 Biaya Pengganti (Replacement Cost)

Biaya pengganti dari konsumsi air bersih merupakan biaya yang dikeluarkan untuk air galon isi ulang dan PAM. Penggunaan air bersih dihitung berdasarkan dari konsumsi responden setiap bulan. Responden masyarakat non pemulung menggunakan air PAM untuk konsumsi sehari-hari, sedangkan responden masyarakat pemulung tidak menggunakan air PAM hanya menggunakan air galon isi ulang. Biaya konsumsi air bersih yang dikeluarkan oleh responden dihitung dengan persamaan berikut:

̅̅̅̅ = Rata-rata biaya air galon isi ulang (Rp/bulan)

BAi = Biaya konsumsi air galon isi ulang responden i (Rp/bulan) n = Jumlah responden (orang)

i = Responden ke-i (1, 2, 3, …., n)

̅̅̅̅

(43)

= Total biaya air galon isi ulang (Rp/bulan)

̅̅̅̅ = Rata-rata biaya air galon isi ulang (Rp/bulan) = Jumlah rumah tangga (KK)

BPi = Biaya konsumsi PAM responden i (Rp/bulan) n = Jumlah responden (orang)

i = Responden ke-i (1, 2, 3, …., n)

̅̅̅̅

keterangan:

= Total biaya PAM (Rp/bulan)

̅̅̅̅ = Rata-rata biaya PAM (Rp/bulan) = Jumlah rumah tangga (KK)

4.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Kualitas Lingkungan

Penurunan kualitas lingkungan diukur dari adanya biaya pengganti terhadap pembelian air bersih oleh responden masyarakat akibat dari air sumur yang tercemar dengan keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Adapun analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor penurunan kualitas lingkungan dengan menggunakan metode analisis regresi linear berganda. Fungsi analisis regresi linear berganda sebagai berikut:

= Tingkat pendapatan (Rp/bulan)

= Tingkat pendidikan (tahun)

= dummy Pekerjaan (1=pemulung; 0=non pemulung) = Jumlah tanggungan (orang)

= Jarak tempat tinggal (meter)

= dummy Kualitas air (1=baik; 0=tidak baik)

(44)

Nilai estimasi yang diharapkan (hipotesis):

Variabel tidak bebas (dependent variable) terdiri dari biaya konsumsi air bersih. Variabel bebas (independent variable) yang digunakan meliputi variabel umur, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah tanggungan, jarak tempat tinggal, kualitas air, kualitas lingkungan, dan kesehatan. Variabel umur berpengaruh positif dengan masyarakat semakin tua umur seseorang, semakin lama tinggal di sekitar TPAS, maka biaya konsumsi air bersih meningkat. Variabel tingkat pendapatan diduga berpengaruh positif terhadap biaya konsumsi air bersih. Tingginya tingkat pendapatan responden maka semakin besar pengeluaran terhadap biaya konsumsi air bersih.

Variabel tingkat pendidikan juga diduga berpengaruh positif untuk mengeluarkan biaya konsumsi air bersih karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mengetahui akan pentingnya mengkonsumsi air bersih sehingga biaya konsumsi air bersih meningkat. Variabel dummy pekerjaan diduga berpengaruh negatif terhadap biaya konsumsi air bersih karena pekerjaan sebagai pemulung akan mengeluarkan biaya lebih sedikit dibandingkan pekerjaan sebagai non pemulung. Variabel jumlah tanggungan diduga berpengaruh positif terhadap biaya konsumsi air bersih, semakin banyak jumlah tanggungan seseorang maka dapat meningkatkan besarnya pengeluaran konsumsi air bersih. Variabel jarak tempat tinggal ke lokasi TPAS diduga berpengaruh negatif karena semakin jauh jarak tempat tinggal masyarakat ke lokasi TPAS, semakin kecil eksternalitas negatif yang dirasakan, maka biaya konsumsi air bersih jadi menurun.

(45)

penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang” dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Variabel dan indikator faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang”

No Variabel Keterangan Variabel Cara Pengukuran

1 Y Biaya Pengeluaran (Rp/bulan) Biaya pengganti konsumsi air bersih setiap bulannya

2 X1 Umur (tahun) Dibedakan menjadi tiga kelas, yaitu:

a. 20 – 35 b. 36 – 50 c. > 50

3 X2 Tingkat Pendapatan (Rp/bulan) Dibedakan menjadi empat kelas, yaitu:

a. ≤ 1.200.000

b. 1.200.001 – 2.100.000 c. 2.100.001 – 3.000.000 d. > 3.000.000

4 X3 Tingkat Pendidikan (tahun) Dibedakan menjadi lima kelas, yaitu:

a. Tidak Sekolah

yang dibedakan menjadi “1=pemulung; 0=bukan pemulung”

6 X5 Jumlah Tanggungan Dibedakan menjadi empat kelas, yaitu:

a. Tidak Memiliki b. 1-2

c. 3-4 d. > 4

7 X6 Jarak Tempat Tinggal (meter) Dibedakan menjadi tiga kelas, yaitu:

a. < 1 000 b. 1 001 – 2 000 c. > 2 000

8 X7 Kualitas Air (dummy) Merupakan variabel peubah boneka (dummy)

yang dibedakan menjadi “1=baik; 0=tidak baik”

9 X8 Kebersihan Lingkungan

(dummy)

Dalam regresi linear berganda perlu dilakukan uji parameter untuk mengetahui apakah fungsi permintaan layak atau tidak. Uji parameter tersebut antara lain adalah uji statistik dan uji ekonometrika. Pengujian secara statistik terhadap model dapat dilakukan dengan cara:

1. Uji Koefisien Determinasi (R2)

(46)

keterangan:

= Koefisien Determinasi JKR =Jumlsh Kuadrat Regresi JKT = Jumlah Kuadarat Total

Secara verbal, R2 mengukur bagian atau persentase total variasi Y yang dijelaskan oleh model regresi. Ada dua sifat R2, pertama R2 bukan merupakan besaran negatif, kedua besaran selang nilai adalah 0 < R2<1. Apabila nilai R2 sebesar 1 berarti seluruh variasi Y dapat dijelaskan oleh regresi, sedangkan nilai R2 sebesar.0 berarti tidak ada hubungan sama sekali anatara Y dan X. Model yang baik adalah model yang memiliki nilai R2 tinggi karena variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen (Gujarati 2007a).

2. Uji F

Juanda (2009) menjelaskan uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen yang digunakan dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Uji F dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

⁄ ………(11)

keterangan:

JKK = jumlah kuadrat nilai tengah kolom JKG = jumlah kuadrat galat

n = jumlah sampel k = jumlah peubah

Kriteria keputusan sebagai berikut: Fhitung> Ftabel (k-1; n-k) maka tolak H0

Fhitung< Ftabel (k-1; n-k) maka terima H0

Jika tolak H0, maka model tersebut memiliki minimal satu variabel bebas yang

berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas dan sebaliknya jika terima H0,

(47)

3. Uji-t

Juanda (2007) menjelaskan bahwa uji-t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas yang digunakan satu per satu berpengaruh nyata secara statistik terhadap besarnya variabel tidak bebas. Uji-t dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

̂

̂ ………..……….(12)

keterangan:

̂ = nilai koefisien regresi dugaan

̂ = simpangan baku koefisien dugaan

Hipotesis yang digunakan, yaitu:

thitung> ttabel(α; n-k) atau p-value< α maka tolak H0

thitung< ttabel(α; n-k) atau p-value> α maka terima H0

Jika tolak H0 maka variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak

bebas, sedangkan jika terima H0 maka variabel bebas tidak berpengaruh nyata

terhadap variabel tidak bebas.

Pengujian secara ekonometrika terhadap model juga dapat dilakukan. Suliyanto (2005) menjelaskan model regresi yang diperoleh dari metode kuadrat terkecil biasa ((Ordinary Least Square) (OLS)) yang merupakan model regresi yang menghasilkan estimator linear tidak bias yang terbaik ((Best Linear Unbias Estimator) (BLUE)) yang terjadi jika dipenuhi dengan beberapa asumsi yang disebut dengan asumsi klasik sebagai berikut:

1. Uji Normalitas

Uji untuk mengetahui apakah residual yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Nilai residual berdistribusi normal merupakan kurva yang berbentuk lonceng (bell-shaped curve) yang kedua sisinya melebar sampai tidak terhingga dan dikatakan menyebar dengan normal apabila nilai Kolmogorov-Smirnov.Z≤ Z tabel; atau nilai asymp.sig. (2-tailed) > α dan distribusi tidak normal karena terdapat nilai ekstrem dalam data yang diambil (Suliyanto 2005).

2. Uji Multikolinearitas

(48)

melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Gujarati (2007b) menjelaskan bahwa nilai VIF yang tidak lebih dari sepuluh (VIF < 10), maka model tersebut tidak mengandung masalah multikolinearitas yang artinya tidak ada hubungan antar variabel bebas. 3. Uji Heteroskedastisitas

Uji ini untuk mengetahui model tersebut ada heteroskedastisitasnya atau tidak, jika terdapat heteroskedastisitas artinya ada varian variabel dalam model yang tidak sama (konstan) (Gujarati 2007b). Mendeteksi gejala heteroskedastisitas ini ada atau tidak, dapat dideteksi dengan melihat pola yang terdapat pada grafik, apabila sebaran titik-titik tidak mengumpul pada satu titik maka dapat dikatakan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model (Lind et al.)

4. Uji Autokorelasi

(49)

V GAMBARAN UMUM

5.1 Karakteristik Lokasi

Desa Namo Bintang adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Luas desa secara keseluruhan sebesar 495,2 hektar yang terdiri dari 50 hektar daerah pemukiman, 35 hektar daerah pertanian sawah, 200 hektar daerah perladangan, dan 150 hektar daerah perkebunan, serta 60,2 hektar untuk fasilitas umum dan lain-lain. Secara administratif Desa Namo Bintang berbatasan dengan Kota Medan di sebelah Utara, Desa Namo Simpur Kecamatan Pancur Batu di sebelah Selatan, Desa Durin Tonggal Kecamatan Pancur Batu di sebelah timur dan berbatasan dengan Desa Baru Kecamatan Pancur Batu di sebelah Barat.

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang (2012)

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian keterangan: Lokasi TPAS Namo Bintang

(50)

“Namo Bintang” ini mulai dioperasikan sejak 5 Juli 1987 dan menggunakan sistem pemusnahan open dumping (Dinas Kebersihan Kota Medan 2011). Saat ini jarak antara TPAS dengan lokasi tempat tinggal masyarakat terdekat adalah 300 meter, dimana masyarakat yang mendiami lokasi tersebut adalah masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai pemulung.

5.2 Karakteristik Responden

Responden utama dalam penelitian ini adalah masyarakat dan tenaga kerja. Karakteristik responden diuraikan berdasarkan jenis kelamin, umur, status, jumlah tanggungan, tingkat pendidikan formal, pekerjaan, pendapatan, sumber pendapatan lain, lama tinggal, dan jarak tempat tinggal ke lokasi TPAS.

5.2.1 Karakteristik Responden Masyarakat

Responden masyarakat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu pemulung dan non pemulung. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden masyarakat pemulung berjenis kelamin laki-laki sebanyak 29 responden (56,86%), sedangkan responden masyarakat non pemulung memiliki jumlah yang sama antara laki-laki dan perempuan sebesar 16.responden (50,00%). Kondisi di lapang menjunjukkan di lokasi TPAS Namo Bintang yang bekerja sebagai pemulung lebih banyak laki-laki karena mengeluarkan tenaga yang cukup banyak, sedangkan yang bukan non pemulung cendrung merata karena kebanyakan memiliki usaha milik sendiri seperti warung.

(51)

Begitupun dalam jumlah tanggungan, 23 responden masyarakat pemulung (45,10%) dan 20 responden masyarakat non pemulung (62,50%) memiliki tanggungan sebanyak satu hingga dua orang. Berikut merupakan data karakteristik responden masyarakat yang dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Karakteristik responden masyarakat pemulung dan non pemulung TPAS “Namo Bintang”

6 Pekerjaan (Sumber Pendapatan Utama)

a. Buruh 0 0,00 3 9,38

8 Sumber Pendapatan Lain

Gambar

Tabel 2  Jumlah timbukan sampah dan truk sampah Kota Medan berdasarkan
Tabel 3 Penelitian terdahulu mengenai nilai tambah
Tabel 4 Penelitian terdahulu mengenai eksternalitas negatif
Gambar 1 Kurva eksternalitas negatif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas udara dan keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernapasan pada pemulung di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA)

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan tingkat kepadatan lalat dengan kejadian diare pada anak balita yang bermukim disekitar TPA Namo Bintang Tahun

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung, Skripsi (SI).. Medan: Program Studi Ilmu

PELAKSANAAN PENELITIAN LOKASI TPA NAMO BINTANG LOKASI LABORATORIU M PENGAMBLAN SAMPLE SAMPAH PEMILAHAN SAMPLE SAMPAH PENIMBANGAN SAMPLE SAMPAH PERHITINGAN KOMPOSISI SAMPAH

Arahan pemanfaatan pasca operasi yang akan diterapkan di TPAS Namo Bintang sebagai lahan budidaya Serai Wangi tetap membutuhkan usaha penataan dan persiapan lahan seperti

Untuk mengetahui kandungan nitrat dalam air sumur gali masyarakat Desa

Kegiatan pengabdian pada masyarakat dengan judul Mengubah Sampah Organik menjadi Pupuk organik di Desa Namo Bintang pada bulan Mei – November 2019.. Kegiatan ini

Arahan pemanfaatan pasca operasi yang akan diterapkan di TPAS Namo Bintang sebagai lahan budidaya Serai Wangi tetap membutuhkan usaha penataan dan persiapan lahan seperti