BAB. III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian Mengenai Analisis Potensi Emisi Gas Metana Dari Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) sampah dilakukan belum pernah dilakukan di Sumatera
Utara khususnya di Medan. Maka untuk mengetahui potensi Emisi Gas Metana
Dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Namo Bintang dilakukan pada 2 (dua)
lokasi yaitu di TPA Namo Bintang dan Laboratorium BLH Provinsi Sumatera
Utara. Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2011 sampai dengan
bulan Mei 2012.
3.2. Bahan dan Alat Penelitian
Sesuai dengan rancangan penelitian diatas, untuk penentuan potensi GRK
dibutuhkan data komposisi sampah dan data kandungan bahan kering sampah.
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian komposisi sampah di lokasi TPA
Namo Bintang dan penentuan kandungan bahan kering di laboratorium seperti
yang disajikan pada tabel dan gambar berikut :
Tabel. 3.1. Peralatan sampling untuk penentuan komposisi sampah
No Peralatan Jumlah Kegunaan
1. Sekop pengaduk dan pengambil sampel 1 pc Agar sampel homogen 2. Parang untuk memperkecil ukuran sample
yang terlalu besar
2 pc Pencacahan sampel sampah
3. Kantung plastik dengan ukuran ± 25 kg 5 lbr Untuk penimbangan sampel sampah 4. Kantung plastik dengan ukuran ± 10 kg 20 lbr Tempat sampel
No Peralatan Jumlah Kegunaan
Timbangan dengan kapasitas 100 kg 1 Penimbangan sampel sampah
8.
Segel pengikat karung dan kertas label 1 set Menandai jenis sampah
9. Perlengkapan personal di TPA terdiri atas helm, baju lengan panjang, jas hujan , sepatu boot karet, sarung tangan karet dan masker
2 set Alat pelindung diri
Tabel. 3.2. Perlengkapan Labortorium untuk uji kandungan kadar kering sampah
No Peralatan Jumlah Kegunaan
1. Gunting memperkecil ukuran smaple untuk
proses pengeringan 2 3. Cawan pengering dan box pengering tempat
sampel pada proses pengeringan 24
Wadah tempat sampel sampah 4. Timbangan teknik digital dan timbangan
analitis digital 1
Penimbangan sampel sampah
5. Desicators untuk menyimpan sample setelah
dikeluarkan dari oven 2 Stabilisasi berat
6.
Penjepit/klem 1 Pemegang
cawan 7. Perlengkapan personal terdiri jas
laboratorium, sarung tangan karet dan
masker 2 set
Peralatan utama yang dipergunakan dalam penelitian seperti pada gambar
berikut :
Pengukur sampel 1 M3 Pengukur sampel 200 ltr Timbangan Q = 100 kg
Gambar.3.1. Peralatan pengambilan dan penimbangan sampel sampah di TPA
Timbangan Analitik Oven Desicator
Gambar.3.2.Peralatan laboratorium untuk pengujian kadar kering sampah
3.3. Rancangan Penelitian 3.2.1. Bentuk Penelitian
Untuk mengetahui kondisi TPA dan beberapa data parameter ,
penelitian langsung dilakukan di lokasi TPA dan Laboratorium.
sedangkan data skunder dikumpulkan dengan melakukan pengumpulan
3.2.2. Tahapan Penelitian
Adapun tahapan pelaksanaan penelitian ini sebagai berikut :
1. Studi literatur dan Pengumpulan data skunder berkaitan dengan
kegiatan TPA seperti jumlah, jenis angkutan/ armada jadwal
angkutan di TPA.
2. Sebagai tahapan awal, terlebih dahulu dilakukan survey
pendahuluan / Observasi lapangan ke lokasi TPA dengan tujuan
untuk :
Koordinasi dengan penanggung jawab TPA.
Menentukan lokasi pemilahan pada saat penelitian berlangsung.
menentukan objek yang akan diteliti.3. Persiapan peralatan dan bahan penelitian
4. Melihat dan mencatat data yang berhubungan dengan penelitian
seperti volume sampah dan data asal sumber sampah serta armada
angkutan sampah di lokasi TPA dan
5. Pengambilan, pemilahan dan penimbangan sample sampah.
6. Penentuan komposisi sampah dan kandungan bahan kering sampah
7. Analisis data
Penentuan beberapa parameter yang didapat dari hasil penelitianlapangan untuk menggantikan data default, antara lain data
karakteristik sampah dan perhitungan komposisi sampah dan
kandungan bahan kering sampah serta generation waste /populasi
Penentuan / perhitungan potensi/tingkat emisi gas metana di TPAmenggunakan IPCC waste model calculation.
Diagram alir tahapan pelaksanaan penelitian seperti diagram berikut :
Apakah data aktivitas persampahan
spesifik daerah (historis ) tersedia ?
Kumpulkan data persampahan dan estimasi data historis
dengan panduan pada Section 3.2.2
IPCC 2006 di TPA merupakan kategori
kunci (key category) sumber emisi GRK
Estimasi emisi menggunakan metode spesifik daerah/negara atau metode IPCC FOD dengan
parameter kunci dan data aktivitas spesifik daerah/negara
Estimasi emisi menggunakan metode IPCC FOD dengan parameter default dan data
aktivitas spesifik daerah/ negara
Estimasi emisi menggunakan metode IPCC FOD dengan
STUDI LITERATUR
PENGUMPULAN DATA SKUNDER
• SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA NAMO BITANG • JUMLAH SAMPAH YANG
DIANGKUT
• JENIS DAN JADWAL ANGKUTAN SAMPAH KE TPA
•
• TINJAUA PUSTAKA • HIPOTESIS
POTENSI GRK (CH4) DAPAT DIHITUNG
• PENENTUAN • LOKASI DAN OBJEK PENELITIAN • SARANA PENDUKUNG PENELITIAN • WAKTU PENELITIAN•
• KRAKTERISTIK SAMPAH (Komposisi Berat Kering) • TINGKAT EMISI GRK
(CH4) DI TPA KESIMPULAN
• KOMPOSISI SAMPAH DI TPA NAMO BINTANG • TINGKAT EMISI GRK (CH4) DI TPA NAMO BINTANG
3.4. Pelaksanaan Penelitian 3.4.1. Pengumpulan Data
Sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder.
Pengumpulan data primer untuk analisis potensi GRK gas metana dari
sektor sampah seperti volume sampah, komposisi sampah dan berat
sampah diperoleh melalui pengamatan langsung di lokasi TPA.
sedangkan data untuk kandungan bahan kering masing-masing
komponen sampah langsung dilakukan di Laboratorium BLH Provinsi
Sumatera Utara.
Sedangkan data skunder pendukung penelitian meliputi lokasi TPA
antara lain luas lahan, sejarah operasional, pengelola, sistem
pengelolaan, sarana dan prasarana TPA diperoleh dari Dinas
Kebersihan Pemerintah Kota Medan dan dari BLH provinsi Sumatera
Utara berupa bahan – bahan inventarisasi emisi GRK yang diperoleh
dari kegiatan pelatihan dan lokakarya.
3.4.2. Penentuan Sample dan Pengujian Komposisi Sampah A.Penentuan Sampel
Penentuan sampel ditentukan berdasarkan jumlah dan jeniskendaraan pengangkut sampah yang masuk ke TPA serta cakupan
wilayah pengumpulan.
Pengambilan sampel dilakukan secara acak (random) denganmengambil sampah segar yang baru dibongkar atau diturunkan dari
truk pengangkut sampah di TPA, sample sampah diambil langsung
Sampah-sampah dimasukkan dalam dua atau tiga kantong plastikdengan volume yang lebih banyak dari sampel yang dibutuhkan,
kemudian dimasukkan ke dalam kotak pengukur volume dan diaduk
agar sampel homogen.
Volume sample sampah untuk penentuan komposisi sampahdilakukan berdasarkan komposisi sample sebanyak 1 m3 yang
dianggap mewakili komposisi sampah yang ditimbun di TPA.
Komposisi sampah ditentukan berdasarkan penimbangan komponensampel sampah yang dipilah dengan total volume sampel sampah
yang diambil dalam 1 (satu) kali sampling adalah 1 m3.
Total sampel ini diperoleh dari beberapa truk yang datang pada haripengambilan sampel. Pengambilan sampel menggunakan box
berukuran 200 liter, sampel segera dimasukkan ke box 1 m3 sampai
penuh, untuk memastikan bahwa pada akhir pengambilan sample
total sampel yang diambil adalah 1 m3.
Volume sampel yang diambil dari satu truk dengan jenis sumbersampah tertentu berdasarkan frekuensi kedatangan truk tersebut ke
TPA seperti sampah pasar, sampah perumahan dll.
Frekuensi kedatangan truck sampah diperoleh dari catatan log bookB.Frekwensi Pengambilan Sample
Frekwensi pengambilan sample yang ideal adalah setiap hari selama 8
hari berturut-turut yaitu mulai hari senin hingga hari senin berikutnya
(Retno GD, 2011). Namun karena keterbatasan waktu dan sumber daya,
pengambilan sample dilakukan 2 kali dalam seminggu yaitu hari senin
dan hari kamis yang diharapkan mewakili kondisi sample pada akhir
pekan dan sample yang mewakili hari kerja yang masuk ke TPA Namo
Bintang.
C.Pemilahan dan Penimbangan Sample Sampah
Sampel sampah sebanyak 1 M 3 dipisahkan/dipilah secara manual
sesuai dengan klasifikasi 9 komponen sampah yaitu :
1. Komponen sampah makanan
2. Komponen sampah kertas, karton dan Nappies
3. Komponen sampah Kayu dan Sampah Taman
4. Komponen sampah Kain dan Produk Tesktil
5. Komponen sampah Karet dan Kulit
6. Komponen sampah Plastik
7. Komponen sampah Logam
8. Komponen sampah Gelas
9. Komponen sampah lain-lain
Sampah yang sudah dipilah dimasukkan dalam kantong plastik dan
diberi label sesuai jenisnya. Pengukuran berat sampah dengan
Pengukuran dilakukan dengan cara menimbang kantongan plastik yang
berisi sampah ± 25kg - 50kg, yang bertujuan untuk mendapatkan nilai
berat masing jenis sampah. Data besaran komposisi
masing-masing sampah dirangkum dalam bentuk tabel.
3.4.3. Pengujian Kandungan Bahan Kering Sampah
Kandungan bahan kering adalah fraksi (persen) berat kering dari suatu
komponen sampah basah, yang dihitung dari rasio berat kering terhadap
berat basah komponen sampah tersebut. Kandungan bahan kering ini
ditentukan dengan pendekatan gravimetry, yaitu melalui penimbangan
berat sampel. Basis penentuan kandungan bahan kering adalah perjenis
komponen sampah.
Tidak semua komponen sampah memiliki kandungan air, berdasarkan
IPCC 2006 GL dry matter content sampah plastik, gelas, dan logam
adalah 100%. Dengan demikian, penentuan kandungan bahan kering
hanya diterapkan untuk komponen-komponen sampah makanan,
kertas, karton dan nappies, kayu dan sampah taman, kain dan produk
tekstil, karet dan kulit serta sampah lainnya.
Berat sampel untuk penentuan kandungan bahan kering suatu
komponen sampah adalah sekitar 5 kg yang diambil dari sampel.
penentuan komposisi sampah dengan cara pengurangan berat sampel.
Pengurangan berat sampel untuk masing-masing komponen sampah
A. Penentuan Populasi Sample
Kelanjutan dari pengujian komposisi sampah adalah pengujian
kandungan bahan kering sampah, sample yang digunakan dalam
pengujian kandungan bahan kering sampah berasal dari sampel
pengujian komposisi sampah dari masing-masing sampel
komponen sampah diambil sebanyak 5(lima) kg.
Untuk sampel yang memiliki berat kurang dari lima kilogram,
dapat langsung dijadikan sampel untuk pengujian kandungan
kering. Sedangkan sampel yang memiliki berat lebih dari 5 (lima)
kg dikurangi dengan cara quatering. Tujuan perlakuan quatering
adalah untuk mendapatkan sample yang lebih representatif bagi
pengujian kandungan bahan kering. Perlakuan quatering dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
Sample yang lebih dari 5 (lima) kg diaduk-aduk sehingga
sampel relatif homogen.
Adukan sampah dibagi menjadi 4 (empat) bagian yang sama,
secara arah diagonal 2 (dua) bagian dipilih dan 2(dua) bagian
lagi disingkirkan. Hal yang sama dilakukan berulang kali sampai
diperoleh berat sampel 5 (lima) kg, kemudian dimasukkan
kedalam kantong plastik yang telah diberi label untuk dibawa ke
laboratorium.
Di Laboratorium proses quatering sampel dilakukan kembali
menggunakan parang dan gunting ukuran bahagian sampel yang
besar diperkecil terlebih dahulu, kemudian sampel diaduk
hingga homogen. Prinsip perlakuan quatering untuk
mendapatkan sampel 5 (lima) kg yang akan dijadikan populasi
sampel untuk pengujian kandungan bahan kering dilaboratorium
seperti yang ditampilkan pada gambar berikut :.
Gambar.3.5. Prinsip perlakuan quatering untuk mendapatkan berat sampel 5 kg
B. Metode Pengujian Kandungan Kering Sampah
Pengujian kandungan kering sampah dilakukan dilaboratorium.
Pengujian kandungan kering sampah bertujuan untuk melepaskan
kandungan air dari sampel sampah, adapun tahapan pelaksanaan
Penentuan bahan kering dilaksanakan di laboratorium dengan
menggunakan Dry Oven yang dapat mencapai temperatur
pengeringan sekitar ± 110 - 120°C.
Pengeringan dilakukan pada tempratur ± 105 OC – 110 OC,
selama 2 jam.
Penentuan kandungan bahan kering suatu komponen sampah
dinyatakan dalam persen berat (% berat), dilakukan dengan
jalan penetuan kandungan air sampah tersebut. Ilustrasi
penimbangan berat basahdan berat kering sampah
Secara umum garis besar tahapan pelaksanaan sampling,
penentuan sample dan pengujian kandungan bahan kering
sampah seperti yang diilustrasikan pada gambar 3.5 dan gambar
3.5. Metode Pengolahan Data
3.5.1. Metode Analisis data
Pengolahan data penelitian baik data yang bersifat kuantitatif maupun
data kualitatif akan dianalisa secara deskriptif dan komperatif yang
bertujuan memberikan gambaran kondisi subjek penelitian dan
membandingkan dengan data IPCC serta dengan hasil
penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.
Penentuan potensi emisi GRK gas Metana di TPA mengacu pada
motodologi standar ditetapkan oleh kementrian lingkungan hidup
yang merujuk pada UNFCCC pada IPCC 2006 GL. Besarnya GRK di
TPA ditentukan berdasarkan estimasi (merujuk IPCC 2006 GL) bukan
pengukuran langsung jumlah gas metana yang dilepaskan.
Berdasarkan IPCC 2006 GL, potensi emisi GRK gas Metana dari TPA
dapat diperkirakan berdasarkan ketelitiannya. Pada penelitian ini
potensi Emisi GRK Gas Metana diperkirakan dengan mengacu pada
IPCC GL 2006 Tier-2 .
3.5.2. Perhitungan Potensi Emisi GRK gas Metana di TPA
Penelitian ini menggunakan IPCC_Waste_Model.xls (IPCC waste
model calculation) untuk menghitung potensi timbulan gas metana
yang terbentuk di TPA.
Penentuan tingkat emisi GRK gas metana di TPA dilakukan dengan
menggunakan metoda FOD versi Tier 2, bahwa total emisi gas
generated) pada tahun T dikoreksi dengan besarnya gas CH4 yang
dimanfaatkan atau yang dibakar.
Dengan prinsip bangkitan metan yang timbul dari lokasi TPA dihitung
berdasarkan formula - formula berikut :
Emisi CH4 th T (Ggram) = [ Σx CH4generatedx,T -RT]* (1-OXT) ...(3.1) Dimana:
Emisi CH4 th T = Emisi metana pada tahun T
CH4generated = CH4 yang ditimbulkan saat komponen sampah
terdekomposisi (Gg CH4)
T = tahun inventarisasi
RT = CH4 yang di recovery/dimanfaatkan pada tahun T, (Ggram)
x = komponen sampah yang mengandung DOC (Degradable
Organic Carbon)
OXT = faktor oksidasi pada tahun T, fraksi ( merupakan koreksi
karena adanya oksidasi gas metana yang tidak direcovery di
bagian atas tumpukan sampah )
Penentuan gas metan yang dihasilkan pada proses dekomposisi sampah
dapat dihitung dengan metoda neraca bahan sbb.:
CH4generatedT = DDOCm decompT . F . 16/12...(3.2)
DDOCm decompT = (DDOCmaT-1) . (1 – e -k)...(3.3)
DDOC maT = DDOC mdT + (DDOCmaT -1 . e –k)...(3.4)
dimana :
DDOCm decompT : DDOCm yang terdekomposisi di TPA pada tahun T, (Gg)
DDOC maT : DDOCm yang terakumulasi di TPA pada akhir tahun T, (Gg)
DDOC mdT : DDOC yang disimpan di TPA pada tahun T, Gg.
DDOCm : massa DOC tersimpan di TPA yang dapat terdekomposisi (Gg) MCF : faktor koreksi CH4 (dekomposisi aerobik) di tahun penyimpanan DOC : DOC pada tahun penyimpanan, fraksi (Ggram C/ Ggram
sampah)
W : massa sampah yang disimpan di TPA (Ggram)
F : fraksi gas metan (CH4) yang ditimbulkan di TPA (%-volume) k : konstanta reaksi, dimana k = ln (2) / t1/2(y-1)
t1/2 : waktu paruh (y)
16/12 : perbandingan berat molekul CH4/C (rasio).
DOCf : fraksi karbon organik yang terurai (fraksi karbon yang terdegradasi dan lepas dari TPA)
Dari formula diatas maka parameter yang dibutuhkan untuk perhitungan adalah :
Jumlah penduduk tahun 2007 s/d tahun 2012
Generation rate sampah kg/kap/hari
Sampah yang terangkut ke TPA
Komposisi sampah
Beberapa parameter dari data ‘default’ dari IPCC guideline
Selanjutnya dengan penggunaan IPCC_Waste_Model.xls dalam beberapa
tahapan dengan menggunakan sheet yang telah diformat, yaitu :
(1) Tahap -1 : menentukan dan mengisi data-data awal pengganti data ‘default’
dengan data hasil penelitian lapangan pada sheet parameter berikut al. : data
TPA, nilai DOC, k, Ox dan nilai F
Menginfut data tahun mulai beroperasi TPA dan data komponensampah (hasil survey), sampah yang masuk ke TPA dapat diestimasi
Menurut BPPT (2009) bahwa populasi sampah untuk Asia Tenggara =0,7 kg/kap/hari dan Indonesia 0,76 kg/kap/hari, Medan = 0,68
kg/kap/hari (BPS dan Dinas Kebersihan Medan,2012)
W = pop * generation/capita
Nilai default DOCf yang dianjurkan adalah 0,5 (dengan asumsilingkungan TPA adalah anaerobik).
Nilai DOCf tergantung dari banyak faktor antara lain suhu,kelembaban, pH, komposisi sampah, dan lain-lain. Jumlah DOC yang
hilang bersamaan dengan aliran lindi biasanya tidak besar, hanya
sekitar 1% sehingga dapat diabaikan dalam perhitungan.
Sumber : IPCC_Waste_Model.xls, GL 2006
Sumber : IPCC_Waste_Model.xls, GL 2006
Nilai konstanta ini (k) bergantung pada jenis limbah dan iklim,
untuk wilayah Indonesia dipilih iklim: ‘Moist and wet tropical’
Pengisian nilai – nilai pada “ delay time, F, faktor konversi dan Ox” . “Delay Time” yaitu waktu rata-rata yang dibutuhkansebelum reaksi penguraian secara anaerobik terjadi, biasanya
diasumsikan 6 bulan
F : fraksi gas metana dalam gas landfill (default = 0.5)
Faktor konversi C menjadi CH4 : rasio berat molekul CH4/C =16/12 = 1.33
OX : faktor oksidasi di permukaan, default value untuk semuatipe TPA tanpa ditutup dengan material pengoksidasi = 0 sesuai
Sumber : IPCC_Waste_Model.xls, GL 2006
(2) Tahap -2 : Memasukkan data ke dalam sheet MCF (Methane Correction
Factor). MCF menunjukkan derajat terjadinya penguraian sampah secara
anaerob. terjadinya penguraian tergantung pada jenis TPA . Berikut adalah
klasifikasi TPA dan faktor koreksi metana (MCF) yang digunakan untuk
menghitung nilai DDOCm.
Tabel. 3.3. Klasifikasi TPA dan faktor koreksi metana (MCF)
Jenis tempat pembuangan Nilai default MCF
Managed – anaerobic 1.0
Managed – semi-aerobic 0.5
Unmanaged – deep ( >5 m waste) and /or high water table
0.8
Unmanaged – shallow (<5 m waste) 0.4
Uncategorised SWDS 0.6
Sumber: IPCC, GL 2006 .
(3) Tahap -3 : Memasukkan data ke dalam sheet Activity antara lain sampah
yang masuk ke TPA (Ggram), komposisi sampah di TPA (%, basis berat
basah) , diperoleh dari logbook TPA dan pengamatan langsung. estimasi
sampah yang masuk ke TPA biasanya dalam volume (m3) sehingga
diperlukan faktor konversi volume ke berat yang disebut bulk density
(4) Tahap -4 : menganalisis hasil perhitungan pada lembar result al. jumlah
sampah yang ditimbun di TPA, Metana yang terbentuk dari tiap-tiap jenis
limbah/sampah , Jumlah total Metana yang terbentuk , Metana yang
di-recovery dan Emisi metana (netto).secara garis besar skema pelaksanaan
penelitian seperti berikut :
Gambar.3.8. skema pelaksanaan penelitian
3.5.3. Perhitungan Komposisi Sampah
Komposisi sampah dinyatakan dalam persen berat basah masing-masing
komponen dibandingkan dengan total berat sampah mengacu pada
standar SNI 19-3964-1994 membagi sampah dalam 9 komponen.
3.5.4. Penentuan Kandungan Bahan Kering (Dry Matter Content)
Kandungan bahan kering adalah fraksi (persen) berat kering dari suatu
komponen sampah basah, yang dihitung dari rasio berat kering terhadap
berat basah komponen sampah tersebut. Kandungan bahan kering ini
ditentukan untuk setiap jenis komponen sampah yang dianggap memiliki
kandungan air.
Penentuan kandungan bahan kering suatu komponen sampah ditentukan
dengan pendekatan gravimetry, yaitu melalui penimbangan berat suatu
sampel yang representatif. Basis penentuan kandungan bahan kering
adalah per-jenis komponen sampah. Tidak semua komponen sampah
memiliki kandungan air. Berdasarkan IPCC 2006 GL, dry matter content
sampah plastik, gelas, dan logam adalah 100%. Dengan demikian,
penentuan kandungan bahan kering hanya diterapkan untuk
komponen-komponen sampah makanan, kertas, karton dan nappies, kayu dan
sampah taman, kain dan produk tekstil, karet dan kulit dan sampah
lainnya.
Berat sampel untuk penentuan kandungan bahan kering suatu komponen
sampah adalah sekitar 5 kg yang diambil dari sampel penentuan
masing komponen sampah yang dilakukan dengan pendekatan
'quartering'.
Penentuan bahan kering sampah dilaksanakan di laboratorium dengan
menggunakan dry oven yang dapat mencapai temperatur pengeringan
sekitar 110 - 120°C. Kandungan bahan kering sampah dihitung dengan
persamaan berikut :
1). Kandungan bahan kering = 100% - kandungan air sampah (%) 2). Kandungan air sampah =
berat basah sampah
berat air dalam sampah
3). Berat air dalam sampah =
(berat basah sampah — berat kering sampah) Mekanisme penentuan kandungan bahan kering sampah seperti yang
ditampilkan pada gambar 3.9. berikut :
A gram
Cawan kosong
B gram
Cawan + sampel basah
C gram
Cawan + sampel kering
Gambar.3.6. Mekanisme penentuan kandungan bahan kering
Kandungan air sampah (%) = (B-C) / (B-A) x 100%
3.5.5. Penentuan Karakteristik dan Komposisi Sampah
Karakteristik sampah diperkirakan berdasarkan komposisi sampah
yang masuk ke TPA, kandungan bahan kering sampah dan data
aktivitas. Komposisi sampah ditentukan berdasarkan komponen
kandungan organik dalam sampah dan dibagi kedalam 9 komponen
sampah. Kemudian dibandingkan dengan data dari IPCC GL-2006
dan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.
Data aktivitas terdiri dari timbulan sampah, komponen sampah dan
fraksi sampah yang dibuang ketempat pembuangan. Timbulan sampah
adalah sampah yang dihasilkan per-kapita untuk setiap komponen
(ton/kapita/tahun).
Penentuan karakteristik sampah merupakan penentuan komposisi
sampah dan kandungan bahan kering sampah yang digunakan untuk
menentukan besaran Degradable Organic Carbon (DOC).
DOC adalah karbon organik dalam sampah yang dapat di-degradasi
dan dekomposisi oleh proses biokimia dan dinyatakan dalam Gg C/Gg
limbah. DOC diperkirakan berdasarkan komposisi sampah dan
dihitung dari berat rata-rata karbon yang terdegradasi dari berbagai
komponen sampah. Persamaan yang digunakan untuk memperkirakan
DOC adalah sebagai berikut:
���=�(���� ∗ ��)
Dimana:
DOC : fraksi degradable organiccarbon pada sampah Ggram C/Gram sampah.
Wi : fraksi komponen sampah jenis i (basis berat basah, contoh, nilai default untuk kertas dari sampah padat perkotaan di Asia Timur adalah 0,188).
i : komponen sampah (misal makanan, kertas dan lain-lain). DOCi : fraksi degradable organic carbon pada komponen sampah i
(basis berat basah, contoh, nilai default untuk kertas adalah 0,4).
DOCi yang dinyatakan dalam basis berat basah dapat dihitung dari DOCik
dalam basis berat kering dikalikan dengan kandungan bahan kering,
sebagaimana pada formula berikut :
DOCi basis berat basah = DOCik x % KBK
dimana :
DOCik : DOCik basis berat kering
BAB . IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Umum Pengelolaan Sampah Kota Medan
Kota Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara, memiliki paling
tinggi kosentrasi penduduknya. Penduduk kota Medan pada tahun 2012 sejumlah
2.102.105 jiwa (Sumatera Utara dalam angka - 2013). Volume produksi sampah
diperkirakan pada jumlah penduduk. Dengan meningkatnya pertumbuhan
penduduk dari tahun ke tahun memicu peningkatan jumlah timbulan sampah yang
dihasilkan. Pada tahun 2012 jumlah timbulan sampah mencapai 341.068,14
Ton/tahun. Sampah Kota Medan yang diangkut ke TPA sebesar 70 % dengan
komposisi sampah meliputi 48,2 % sampah organik dan 51,8 % sampah
anorganik (Dinas Kebersihan Kota Medan, 2011). Sekitar 20 % - 30 % sampah
kota Medan tidak diangkut ke TPA, pengelolaan sampah sampah tersebut yang
dibakar sebesar pada rumah-rumah penduduk 10%, sampah yang dikomposkan
sebesar 5 %, sampah yang ditimbun dipekarangan rumah 10 % (Dinas Kebersihan
Kota Medan, 2011)
Pemerintah Kota Medan telah mengoperasikan 2 (dua) unit TPA untuk
menampung sampah dari aktivitas warga kota tersebut, yaitu TPA Terjun dan
TPA Namo Bintang dengan wilayah penampungan yang berbeda untuk
masing-masing TPA. Kedua TPA ini dioperasikan secara bersamaan, kecuali pada kondisi
tertentu hanya satu TPA yang dioperasikan untuk menampung seluruh sampah
Sumber sampah kota Medan dibagi atas sampah pemukiman dan rumah
tangga, perkantoran, pasar tradisional, pasar modern, pertokoan, hotel, rumah
sakit, industri dan jalan. Tanggung jawab pengelolaan sampah kota Medan
disesuaikan dengan lokasi sumber sampahnya. Sampah domestik, pemukiman,
perkantoran dan daerah komersil ditangani oleh Dinas Kebersihan. Sampah
saluran drainage serta jalan umum dan jalan protokol dikelola oleh Dinas
Pekerjaan Umum, sampah pasar dikelola oleh Dinas Pasar sedangkan pihak
swasta mengelola sampah dari kawasan perumahan yang dikelolanya. Aparat
pemerintahan seperti camat dan lurah mengelola sampah dari areal pemukiman
di luar jalan protokol .
Sebagai penunjang kegiatan Dinas Kebersihan Kota Medan telah melengkapi
operasionalnya dengan kendaraan pengangkut sampah dikedua TPA tersebut yaitu
TPA Terjun : 9 unit Kontainer dan 63 unit Typper
TPA Namo Bintang : 4 Arm Roll, 8 Container serta 97 Typper.
4.2. TPA Namo Bintang
TPA Namo Bintang dipilih sebagai lokasi penelitian karena kondisi TPA
dianggap mewakili kota yang menampung kiriman sampah warga 15 kecamatan
di bagian Selatan Kota Medan dan ditangani oleh pemerintah kota/kabupaten.
TPA Namo Bintang dengan lahan seluas 176,396 Ha mulai beroperasi sejak 1987
terletak + 15 km di sebelah selatan kota Medan mempunyai kontour tanah
bergelombang dan lahan sekitanrya sebagai lahan pertanian. Wilayah pelayanan
sampah yang dikirim ke TPA Namo Bintang mencakup wilayah kebersihan
Tabel.4.1. Pelayanan Armada Kebersihan Medan Wilayah – I
No Kecamatan Penduduk
(jiwa)
Sumber : Dinas Kebersihan Kota Medan, 2012
Tabel.4.2. Pelayanan Armada Kebersihan Medan Wilayah – II
No Kecamatan Penduduk
(jiwa)
Sumber : Dinas Kebersihan Kota Medan, 2012
4.3. Pengelolaan Sampah di TPA Namo Bintang
Pengelolaan sampah di TPA Namo Bintang dengan sistem “open dumping”
pada lahan TPA. Kondisi ini menyebabkan hampir seluruh lahan seluas + 17,6
Ha yang dahulunya merupakan lembah telah dipenuhi sampah dengan ketinggian
Proses penguraian sampah organik dapat berlangsung secara anaerob yang
melepaskan gas CH4 ke udara dengan volume yang selama ini tidak pernah
terukur. Secara teknis TPA Namo Bintang tidak dilengkapi dengan sistem
pengelolaan leachate dan penanganan gas. Berikut gambaran kondisi TPA Namo
Bintang sebagai berikut :
Gambar.2.7. TPA Namo Bintang dari udara
Dari pengamatan di lokasi studi umumnya sampah sampah yang di
kumpulkan dibuang ke TPS tanpa dipilah-pilah dari rumah tangga
sampah-sampah bercampur jadi satu di buang ke TPS, masyarakat belum menyadari
bahwa manajemen persampahan merupakan satu kesinambungan antara
masyarakat penghasil sampah dengan pemerintah kota dalam hal ini Dinas
Kebersihan selaku penanggung jawab pengelolaan dan pengangkutan sampah.
Kondisi seperti ini merupakan isu yang menonjol dalam manajemen
persampahan di Indonesia.
4.4. Sistem Pengangkutan Sampah ke TPA Namo Bintang
Pengumpulan dan pengangkutan sampah dari sumbernya antara lain
dilakukan dengan menggunakan becak sampah dan truk sampah. Sampah-sampah
dari areal pemukiman, pertokoan dan perkantoran dikutip langsung oleh truck
sampah dan langsung diangkut ke TPA. Sampah-sampah yang dikutip dengan
becak sampah dikumpulkan ke Tempat Pengumpulan Sementara (TPS) ataupun
Container selanjutnya secara priodik oleh petugas dipindahkan ke dalam truk
untuk diangkut ke TPA. Selain itu Pemko Medan juga menyediakan layanan
angkut sampah dengan menggunakan pick-up yang dikenal dengan “Ambulan
Sampah” untuk sampah-sampah yang tidak terangkut dengan kereta/becak sorong.
Pengangkutan sampah kota Medan dilakukan dengan menggunakan
kendaraan jenis Arm Roll, Typper dan Container. Pemerintah Daerah Kota Medan
melalui Dinas Kebersihan telah mendistribusikan kendaraan pengangkutan
sampah dari sumbernya yang menurut data tahun 2011 untuk pengiriman sampah
Container dengan wilayah distribusi serta jumlah dan jenis kendaraan yang
didistribusikan sebagai terlihat pada Tabel 3 berikut:
Tabel.4.3.Jenis dan Jumlah Kendaraan/Armada Pengangkut Sampah ke
TPA Namo Bintang
No Kecamatan Jenis
Kendaraan Jumlah
Volume
11 Medan Helvetia Typper
Container
Sumber : Dinas Kebersihan Kota Medan 2011
Rata-rata kendaraan pengangkut sampah yang beroperasi ke TPA Namo
Bintang 112 unit kendaraan , dengan jumlah pengangkutan 7.826 trip pada bulan
dan 5.837 trip dengan jumlah sampah rata-rata 341.068,14 Ton/tahun (Dinas
4.5. Karakteristik dan Komposisi Sampah di TPA Namo Bintang 4.5.1.Pengambilan Sample
Pengambilan sampel pada pelaksanaan penelitian komposisi sampah
diambil berasal dari tiap kendaraan pengangkut yang dianggap mewakili daerah
pelayananannya. Volume sampah sebanyak 1 M3 (1000 liter) yang diambil secara
proporsional sesuai dengan jumlah kenderaan pengangkut sampah yang datang
ke TPA.
Volume sampah yang diambil sesuai dengan kenderan yang datang
keTPA Namo Bintang . Tabel 4.4 berikut menunjukkan volume sampah yang
diambil berdasarkan kendaraan pengangkut yang datang ke TPA. Terlihat dari
tabel secara umum sampah ebih dominan diangkut dengan armada Arm roll dan
Typper (87,5%) :
Tabel.4.4. Volume sampel dari kendaraan pengangkut sampah ke TPA Namo Bintang Medan (mewakili wilayah sumbernya).
No. Jenis Kendaraan
Nomor Polisi
Volume
Sampel Asal Daerah Kelurahan
12 Typper BK 8126 J 20 L Medan Petisah Sel Putih Timur II
Sumber : Hasil Penelitian di lapangan , 2011
Gambar.2.9. Kendaraan pengangkut sampah ke TPA Namo dan pengambilan sample sampah pada armada pengangkut yang baru tiba di TPA
4.5.2.Pemilahan / penimbangan Sample dan Komposisi Sampah
Untuk penentuan komposisi sampah dialkukan melalui pemilahan sample
yang mengacu pada Manual yang disusun ITB dan IPCC GL 2006. Sampah yang
terkumpul 1000 liter dipisahkan menjadi 9 komponen sampah yaitu : sampah
makanan, kertas, napies, kayu dan sampah taman, kain dan produk tekstil, karet
dan kulit, plastik, logam, gelas dan komponen sampah lainnya. Komponen
Sampah Lain yang pada survey bulan Oktober dikatagorikan sebagai "komponen
sampah yang dianggap tidak masuk dalam kelompok komponen sampah yang
ada", yaitu sebagai sisa sampah yang dirnensinya sangat kecil, sehingga sulit
dibedakan jenis sumber sampahnya. Sampah – sampah tersebut dipilah berdasarkan
sifat kandungan organik dan anorganik sampah.
Sampah-sampah yang sudah dipilah selanjutnya ditimbang untuk
penentuan dan pengukuran komposisi masing-masing jenis sampah.
Hasil penimbangan dan pemilahan terhadap sampel sampah di TPA Namo
Bintang untuk sampel bulan Oktober dan bulan Desember seperti yang
Tabel.4.5.Komposisi sampah TPA Namo Bintang untuk sampel bulan
Oktober dan Desember 2011
No Komponen Sampah
Oktober 2011 Desember 2011 Berat
3. Kertas, Karton, Nappies 32,0 13,22
a. Kertas, Karton 28,80 13,56
Sumber : Hasil penelitian lapangan 2011
Dari tabel diatas terlihat bahwa sampah yang masuk ke TPA didominasi
oleh sampah makanan (62,9 %), plastik (13,75 %) dan kertas (13,22 %). Namun
terdapat perbedaan berat yang signifikan antara sampel sampah pada bulan
Hal ini disebabkan karena sudah ada masyarakat (pemulung) yang
mengambil sampah-sampah yang bernilai ekonomis antara lain, sampah
makanan, kertas dan plastik.
Gambar.2.10.Masyarakat yang melakukan pengambilan sampah makanan dan plastik di lokasi TPA Namao Bintang.
Secara garis besar komposisi sampah yang dikirim ke TPA Namo seperti
pada grafik berikut :
Gambar.2.12. Grafik komposisi sampah TPA Namo Bintang bulan Desember 2011
4.5.3.Kandungan Berat Kering Sampah
Kandungan bahan kering sampah adalah fraksi (persen-%) berat kering
dari suatu komponen sampah basah, dihitung dari rasio berat kering terhadap
berat basah komponen sampah dan ditentukan untuk setiap jenis komponen
sampah yang dianggap memiliki kandungan air, yang ditentukan melalui
pendekatan gravimetry.
Pengujian kandungan bahan kering dilakukan terhadap sembilan jenis
sampah dalam dua kondisi pengeringan yaitu dengan menggunakan oven
(temperatur 105°C) dan pengeringan dalam kondisi ruangan. Dari penelitian
keduanya diperoleh jika pengeringan dilakukan dengan oven membutuhkan
waktu 3 hari dan jika pengeringan dilakukan pada kondisi ruangan maka untuk
Hasil pengujian kandungan bahan kering masing-masing jenis sampah seperti
dalam tabel 4.6.s/d 4.8 berikut :
Tabel.4.6.Perbandingan kandungan bahan kering sampah berdasarkan masing-masing metode pengeringan .
No. Jenis Sampah
Kandungan Bahan Kering Sampah (%) Pengeringan pada
oven 105 oC (*)
Pengeringan pada kondisi suhu ruangan
(**) 1.
Sampah Makanan 59,61 20,62
2.
Kayu/Sampah Taman 38,8 45,33
6. Kain dan Produk
11. Lain-lain (Anorganik)
91,73 87,51
Keterangan :
(*) : Sampel TPA Namo Bintang hasil survey bulan Oktober 2011
Tabel.4.7.Data Hasil Pengujian Kandungan Bahan Kering Sampah TPA Namo Bintang pada Tempratur 105 oC
Kering (C) Kandungan Air (%) Kandungan Bahan Kering (%)
I II III I II III I II III I II III
Secara umum terlihat bahwa kandungan bahan kering sampah hasil pengeringan
menggunakan temperatur ruangan selama dua puluh hari lebih rendah dari
pengeringan dalam oven pada temperatur 105°C. Berdasarkan evaluasi terhadap
proses pengeringan, maka terdapat beberapa keuntungan maupun kelemahan
masing-masing dari tiga metode pengeringan yang digunakan.
a. Pengeringan dalam Oven pada temperatur 105°C.
Pemanasan dilakukan secara bertahap sesuai dengan pencapaian tingkat
kestabilan berat sampel. Makin tinggi kandungan air, makin lama proses
pengeringan harus dilakukan. Pada percobaan pengujian kandungan bahan kering
sampah hasil survey 19 dan 20 Oktober 2011, tahapan pengeringan maksimum
adalah tiga kali. Proses pemanasan menggunakan oven pada temperatur 105°C
memiliki keuntungan dari segi waktu kerja yang maksimal untuk satu rangkaian
kerja adalah enam jam.
Diketahui bahwa perbandingan kandungan bahan kering dengan
menggunakan oven (105°C) memiliki kandungan kadar kering lebih tinggi dari
pengeringan dengan kondisi tempratur ruangan. Hal ini disebabkan karena relatif
tidak ada kandungan bahan sampah yang sempat terurai oleh bakteri pembusuk,
sehingga nilai kandungan bahan kering lebih akurat untuk perhitungan emisi Gas
Rumah Kaca.
Hambatan penggunaan oven dalam penelitian tersebut adanya pemadaman
suply listrik secara bergilir sehingga membuat waktu pengeringan lebih lama.
b. Pengeringan pada tempratur ruangan.
Peralatan utama (oven) tidak digunakan dalam pengeringan dengan tempratur
ruangan, namun perlu kedisiplinan laboran karena pelaksanaan penelitian
membutuhkan waktu 20 hari kalender. Dari tabel 4.8 terlihat bahwa kstabilan
penurunan berat sampah terjadi setelah hari ke empat belas pengeringan.
Penurunan berat paling signfikan adalah pada sampel bahan makanan yang
merupakan sampel organik yang mudah membusuk, hal ini akan diperoleh data
lamanya proses penguraian sampah organik dengan proses pembusukan.
4.6. Potensi emisi Metan di TPA Namo Bintang ( periode 2010-2020 ). Dalam perhitungan potensi emisi GRK di TPA Namo Bintang digunakan
metodologi standar yang telah ditetapkan yaitu IPCC GL 2006, yang telah
dimodifikasi aplikasinya sesuai dengan kondisi oleh JICA, KLH dan ITB.
Beberapa parameter perhitungan yang digunakan merupakan hasil
penelitian dilapangan dan ada beberapa parameter yang masih menggunakan
angka default IPCC. Parameter dimaksud antara lain :
4.6.1. Kependudukan (data skunder)
Volume produksi sampah diperkirakan pada jumlah penduduk.
Dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun
memicu peningkatan jumlah timbulan sampah yang dihasilkan
Jumlah penduduk Medan tahun 2012 = 2.578.315 jiwa .
Tingkat pertumbuhan penduduk kota Medan mencapai 1,138 %, Kota
4.6.2. Iklim dan Klimatologi
Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan
Curah hujan rata-rata 2000 mm per tahun dengan intensitas rata-rata 4,4
mm/jam (BMKG, 2012).
Suhu minimum berkisar antara 20,8º C–24,4º C dan suhu maksimum
berkisar antara 33,5ºC–36,5ºC ( Stasiun Polonia) dan dari Stasiun
Sampali suhu minimumnya berkisar antara 21,00º C–23,6º C dan suhu
maksimum berkisar antara 32,6ºC–34,2º C.
Rata-rata Kelembaban Udara di Kota Medan yaitu 76% (stasiun
Polonia) dan 83% ( stasiun Sampali ).
4.6.3. Manajemen Pengelolaan sampah
Jumlah TPA ada 2 unit yaitu TPA Terjun dan TPA Namo Bintang
sebagai objek penelitian
TPA Namo Bintang beroperasi sejak 5 Juli 1987
Luas TPA Namo Bintang = 176.392 m2
Jumlah kendaraan pengangkut di TPA Namo Bintang: truk = 50 unit ;
arm roll = 3 unit; convector = 1 unit
Sistem pengelolaan kedua TPA : Open dumping (unmanaged shallow),
tidak ada fasilitas pengolahan .
Sampah Kota Medan yang diangkut ke TPA sebesar 70 %.
Tabel.4.9.Komposisi sampah dan kandungan bahan kering sampah.yang masuk ke TPA (hasil penelitian di TPA Namo Bintang)
No Komponen
Oktober 2011 Desember 2011 Persentase
sumber :Hasil penelitian di lapangan , 2011-2012
4.6.4. Data default dan Parameter kunci menurut IPCC GL 2006
Dalam perhitungan gas metana di TPA dipergunakan beberapa data
default dari IPCC, hal ini dikarenakan belum adanya tersedianya data spesifik
lokasi penelitian, parameter kunci dimaksud sebagai berikut :
Tabel.4.10. Parameter kunci default IPCC GL 2006
IPCC default value
Starting year 1950
dry basis
DOC (Degradable organic carbon)
(weight fraction) Range Default
Food waste 0.20-0.50 0,38
Paper/cardboard 0.40-0.50 0,44
Garden and Park waste 0.45-0.55 0,49
Textiles 0.25-0.50 0,3
Tabel.4.11. Parameter kunci default IPCC GL 2006 (lanjutan)
Methane generation rate constant (k)
(years-1) Range Default
Food waste 0.17–0.7 0,4
Paper/cardboard 0.06–0.085 0,07
Garden and Park waste 0.15–0.2 0,17
Textiles 0.06–0.085 0,07
Rubber and Leather 0.03–0.05 0,035
Methane generation rate constant (k)
(years-1) Range Default
Sewage sludge 0.17–0.7 0,4
Industrial waste 0.15–0.2 0,17
4.6.5. Potensi Emisi Gas Metan dari Sektor Sampah di TPA Namo Bintang (periode 2010-2020)
Hasil perhitungan Perhitungan Emisi Gas Metana sesuai tahapan –
tahapan berikut :
Tabel.4.12. Sheet Parameter (1)
Sheet Parameter (2)
Sheet Parameter (3)
Tabel.4.13. Sheet Methane Correction Factor
Data Activity merupakan data sampah yang masuk ke TPA dalam satuan massa (Ggram)
Dari penelitian dan studi dilapangan terindentifikasi bahwa rata-rata
volume dan produksi sampah di TPA Namo Bintang sebagai berikut :
Jumlah pengangkutan sampah: 112 unit kendaraan pengangkut
Bulk density (truk arm roll): = 0.306 ton/m3 (KLH, 2011)
Total MSW (2010)
= jlh angk. x vol bak x % isi bak x bulk density x hari layanan
= 112 trip/hari x 6 m3 x 100% x 0.306 x 300 hari
= 61689,6 ton
= 61,6896 Gg
Dengan asumsi pertambahan sampah sebanding dengan pertambahan
penduduk rata-rata, maka Total MSW pada tahun 2020 diproyeksikan
sebesar 74,831 Gg
Gambar.2.13. Hasil estimasi produksi sampah di Kota Medan
Tabel.4.14. Sheet Activity
Tabel.4.15. Sheet Kandungan bahan kering (Dry Matter Content)
Tabel.4.16. Sheet Amount deposited
Tabel.4.17. Sheet Methane Recovery & Oxidation Factor
Terbentuknya gas metana di TPA sangat tergantung pada jumlah, komposisi dan
stabilitas sampah yang ditimbun di lokasi TPA serta berkaitan dengan proses
dekomposisi sampah tersebut. Pembentukan gas terjadi dalam kurun waktu yang
relatif panjang dan untuk hal tersebut diperlukan kondisi penelitian lebih lanjut.
Estimasi berdasarkan model IPCC, perhitungan estimasi gas metana yang terbentu
pada TPA seperti pada pada tabel 4.8 diatas dan terlihat kecendrungan
pembentukan gas metana pada 5 tahun pertama lebih besar (15%) dibandingkan
pada tahun-tahun berikutnya (2% - 3%) dan rata-rata pertumbuhan gas metana
sebesar 0,0166 Gg CH4/Gg sampah. Emisi gas metan yang terbentuk di TPA
Namo Bintang pada tahun 2010 sebesar 1,1068 Gg dan pada tahun 2020
meningkat menjadi 1,3491 Gg. Hal tersebut terlihat pada tabel dan grafik berikut:
Tabel.4.19. Estimasi kecendrungan pembentukan emisi gas metana berdasarkan tibunan sampah di TPA Namo Bintang.
Tahun
Sumber : Hasil perhitungan
Gambar.2.14. Grafik kecendrungan pembentukan emisi gas metana (CH4) di TPA Namo Bintang periode 1987 -2020
Kecendrungan pembentukan emisi gas metan TPA Namo Bintang perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut mengingat sejak tahun 2014 TPA Namo Bintang
sudah tidak menerima sampah lagi /stop operasional (BLH Pemko Medan 2014),
hal ini untuk mengetahui potensi gas metan yang tersimpan di TPA tersebut dan
menghindari potensi bahaya kebakaran . Namun demikian secara perlahan potensi
gas metana terkandung akan habis (0), sesuai dengan hasil perhitungan, jika tidak
ada lagi penambahan sampah ke TPA, maka kandungan gas metana pada TPA
Namo bintang akan habis (zerro) pada tahun 2068 seperti yang digambarkan pada
grafik kecendrungan potensi gas metana pada TPA Namo Bintang.
Gambar.2.15. Grafik kecendrungan potensi gas metana pada TPA Namo Bintang
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Sampah Kota Medan yang diangkut ke TPA sebesar 70 % dari sampah
yang dihasilkan dengan komposisi sampah meliputi 48,2 % sampah
organik dan 51,8 % sampah anorganik . Komposisi sampah yang
masuk ke TPA didominasi oleh sampah makanan (62,9 %), plastik
(13,75 %) dan kertas (13,22 %). Besaran kandungan bahan kering
sampah organik yang masuk ke TPA Namo Bintang berkisar 38,8 %
sampai dengan 68 % .
2. TPA Namo Bintang mengelola dan menampung kiriman sampah
warga 15 kecamatan di bagian Selatan Kota Medan. Sampah – sampah
yang dikirim ke TPA belum dilakukan pemilahan baik sampah yang
dibuang ke TPS maupun ke TPA . Belum adanya penerapan 3 R pada
pengelolaan sampah baik pada sumbernya maupun di lokasi TPA.
3. Sampah - sampah di TPA Namo Bintang dikelola dengan sistem
“open dumping”. Secara teknis TPA Namo Bintang tidak dilengkapi
dengan sistem pengelolaan leachate dan penanganan gas belum
memiliki jembatan timbang, sehingga pendataan sampah yang di buang
didasarkan pada pencatatan volume sampah yang masuk ke TPA sesuai
Terdapat perbedaan berat yang signifikan antara sampel sampah pada
bulan Oktober dengan Desember khususnya untuk sampah makanan hal
ini disebabkan pada Desember sampah sebagian sudah diambil oleh
pihak ketiga (pemulung).
4. Rata-rata pertumbuhan gas Metana (CH4) di TPA Namo Bintang adalah
sebesar 0,0104 Gg/Gg sampah ( 0,0104Gg CH4/Gg Sampah). Hal ini
berarti terbentuknya gas metana di TPA sangat tergantung pada jumlah,
komposisi dan stabilitas sampah yang ditimbun. Emisi gas metan yang
terbentuk di TPA Namo Bintang pada tahun 2010 sebesar 0,6918 Gg
dan pada tahun 2020 meningkat menjadi 0,8432 Gg.
5.2. Saran
Pengendalian dampak perubahan iklim tetap perlu dilaksanakan dan
disosialisasikan kepada seluruh instansi terkait yang bertanggung jawab
dalam menginventarisasi potensi GRK diperlukan beberapa hal berikut :
1. Peningkatan kesadaran dan minat masyarakat dalam penerapan 3R
dalam pengelolaan sampah. sehingga tidak membutuhkan tambahan
lokasi TPA sehubungan dengan adanya pertambahan penduduk dari
tahun ke tahunnya
2. Diharapkan instansi terkait dalam hal ini BLH Provinsi SumateraUtara
secara periodik melakukan sosialisasi kepada Kabupaten mengenai
PPRI 71 tahun 2011 dan PPRI No. 61 tahun 2011, tentang
merupakan penanggung jawab dalam pencanangan rencana aksi
nasional dalam penurunan emisi GRK serta pihak yang bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan inventarisasi GRK.
3. Menerapkan upaya pengomposan sampah sehingga dapat mereduksi
Emisi gas Metana, karena semakin tingginya persentase bahan organik
dalam tumpukan sampah semakin besar potensi gas metan yang
terkandung. Pengomposan sampah dianggap sebagai salah satu solusi
yang layak secara teknis untuk meningkatkan manajemen kelola
sampah dalam mengurangi emisi GRK .
4. Menerapkan dan mengimplementasikan peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2012 tentang
pedoman pelaksanaan Reduce, Reuse dan Recycle (3R) melalui Bank
Sampah , sehingga dengan adanya kegiatan ini diharapkan dapat :
adanya kegiatan pemilahan sampah dari sumbernya dan mengurangisegala sesuatu yang dapat menimbulkan sampah ,
penggunaan kembali sampah yang layak pakai sehinggapengolahan sampah untuk dijadikan produk baru .
5. Khusus untuk lokasi TPA Namo Bintang yang tidak difungsikan,
pengelolaan hendaknya mengadopsi dan menerapkan peraturan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor
03/Prt/M/2013, Tentang Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana
Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah
a. Penyiapan stabilitas tumpukan sampah
b. Pemberian lapisan tanah penutup akhir;
c. Pembuatan tanggul pengaman untuk mencegah kelongsoran sampah
dan keamanan TPA. ;
d. Penataan saluran drainase, Pengendalian lindi dan Pengendalian
pencemaran air;
e. Pengendalian gas; Pengontrolan terhadap kebakaran dan bau;
f. Penghijauan dan zona penyangga;
6. pemanfaatan atau rehabilitasi lahan pasca TPA agar lahan tersebut tidak
menjadi lahan kritis dan tanpa fungsi. Lahan tersebut dapat
dimanfaatkan untuk lahan pertanian dan perkebunan, sebagai lahan