• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Potensi Emisi Gas Metana dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah (Studi Kasus di TPA Namo Bintang, Medan, Sumatera Utara) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Potensi Emisi Gas Metana dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah (Studi Kasus di TPA Namo Bintang, Medan, Sumatera Utara) Chapter III V"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

BAB. III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian Mengenai Analisis Potensi Emisi Gas Metana Dari Tempat

Pembuangan Akhir (TPA) sampah dilakukan belum pernah dilakukan di Sumatera

Utara khususnya di Medan. Maka untuk mengetahui potensi Emisi Gas Metana

Dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Namo Bintang dilakukan pada 2 (dua)

lokasi yaitu di TPA Namo Bintang dan Laboratorium BLH Provinsi Sumatera

Utara. Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2011 sampai dengan

bulan Mei 2012.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Sesuai dengan rancangan penelitian diatas, untuk penentuan potensi GRK

dibutuhkan data komposisi sampah dan data kandungan bahan kering sampah.

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian komposisi sampah di lokasi TPA

Namo Bintang dan penentuan kandungan bahan kering di laboratorium seperti

yang disajikan pada tabel dan gambar berikut :

Tabel. 3.1. Peralatan sampling untuk penentuan komposisi sampah

No Peralatan Jumlah Kegunaan

1. Sekop pengaduk dan pengambil sampel 1 pc Agar sampel homogen 2. Parang untuk memperkecil ukuran sample

yang terlalu besar

2 pc Pencacahan sampel sampah

3. Kantung plastik dengan ukuran ± 25 kg 5 lbr Untuk penimbangan sampel sampah 4. Kantung plastik dengan ukuran ± 10 kg 20 lbr Tempat sampel

(2)

No Peralatan Jumlah Kegunaan

Timbangan dengan kapasitas 100 kg 1 Penimbangan sampel sampah

8.

Segel pengikat karung dan kertas label 1 set Menandai jenis sampah

9. Perlengkapan personal di TPA terdiri atas helm, baju lengan panjang, jas hujan , sepatu boot karet, sarung tangan karet dan masker

2 set Alat pelindung diri

Tabel. 3.2. Perlengkapan Labortorium untuk uji kandungan kadar kering sampah

No Peralatan Jumlah Kegunaan

1. Gunting memperkecil ukuran smaple untuk

proses pengeringan 2 3. Cawan pengering dan box pengering tempat

sampel pada proses pengeringan 24

Wadah tempat sampel sampah 4. Timbangan teknik digital dan timbangan

analitis digital 1

Penimbangan sampel sampah

5. Desicators untuk menyimpan sample setelah

dikeluarkan dari oven 2 Stabilisasi berat

6.

Penjepit/klem 1 Pemegang

cawan 7. Perlengkapan personal terdiri jas

laboratorium, sarung tangan karet dan

masker 2 set

(3)

Peralatan utama yang dipergunakan dalam penelitian seperti pada gambar

berikut :

Pengukur sampel 1 M3 Pengukur sampel 200 ltr Timbangan Q = 100 kg

Gambar.3.1. Peralatan pengambilan dan penimbangan sampel sampah di TPA

Timbangan Analitik Oven Desicator

Gambar.3.2.Peralatan laboratorium untuk pengujian kadar kering sampah

3.3. Rancangan Penelitian 3.2.1. Bentuk Penelitian

Untuk mengetahui kondisi TPA dan beberapa data parameter ,

penelitian langsung dilakukan di lokasi TPA dan Laboratorium.

sedangkan data skunder dikumpulkan dengan melakukan pengumpulan

(4)

3.2.2. Tahapan Penelitian

Adapun tahapan pelaksanaan penelitian ini sebagai berikut :

1. Studi literatur dan Pengumpulan data skunder berkaitan dengan

kegiatan TPA seperti jumlah, jenis angkutan/ armada jadwal

angkutan di TPA.

2. Sebagai tahapan awal, terlebih dahulu dilakukan survey

pendahuluan / Observasi lapangan ke lokasi TPA dengan tujuan

untuk :

Koordinasi dengan penanggung jawab TPA.

Menentukan lokasi pemilahan pada saat penelitian berlangsung.

menentukan objek yang akan diteliti.

3. Persiapan peralatan dan bahan penelitian

4. Melihat dan mencatat data yang berhubungan dengan penelitian

seperti volume sampah dan data asal sumber sampah serta armada

angkutan sampah di lokasi TPA dan

5. Pengambilan, pemilahan dan penimbangan sample sampah.

6. Penentuan komposisi sampah dan kandungan bahan kering sampah

7. Analisis data

Penentuan beberapa parameter yang didapat dari hasil penelitian

lapangan untuk menggantikan data default, antara lain data

karakteristik sampah dan perhitungan komposisi sampah dan

kandungan bahan kering sampah serta generation waste /populasi

(5)

Penentuan / perhitungan potensi/tingkat emisi gas metana di TPA

menggunakan IPCC waste model calculation.

Diagram alir tahapan pelaksanaan penelitian seperti diagram berikut :

Apakah data aktivitas persampahan

spesifik daerah (historis ) tersedia ?

Kumpulkan data persampahan dan estimasi data historis

dengan panduan pada Section 3.2.2

IPCC 2006 di TPA merupakan kategori

kunci (key category) sumber emisi GRK

Estimasi emisi menggunakan metode spesifik daerah/negara atau metode IPCC FOD dengan

parameter kunci dan data aktivitas spesifik daerah/negara

Estimasi emisi menggunakan metode IPCC FOD dengan parameter default dan data

aktivitas spesifik daerah/ negara

Estimasi emisi menggunakan metode IPCC FOD dengan

(6)

STUDI LITERATUR

PENGUMPULAN DATA SKUNDER

SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA NAMO BITANGJUMLAH SAMPAH YANG

DIANGKUT

JENIS DAN JADWAL ANGKUTAN SAMPAH KE TPA

TINJAUA PUSTAKAHIPOTESIS

POTENSI GRK (CH4) DAPAT DIHITUNG

PENENTUAN LOKASI DAN OBJEK PENELITIANSARANA PENDUKUNG PENELITIANWAKTU PENELITIAN

KRAKTERISTIK SAMPAH (Komposisi Berat Kering)TINGKAT EMISI GRK

(CH4) DI TPA KESIMPULAN

KOMPOSISI SAMPAH DI TPA NAMO BINTANG TINGKAT EMISI GRK (CH4) DI TPA NAMO BINTANG

(7)

3.4. Pelaksanaan Penelitian 3.4.1. Pengumpulan Data

Sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder.

Pengumpulan data primer untuk analisis potensi GRK gas metana dari

sektor sampah seperti volume sampah, komposisi sampah dan berat

sampah diperoleh melalui pengamatan langsung di lokasi TPA.

sedangkan data untuk kandungan bahan kering masing-masing

komponen sampah langsung dilakukan di Laboratorium BLH Provinsi

Sumatera Utara.

Sedangkan data skunder pendukung penelitian meliputi lokasi TPA

antara lain luas lahan, sejarah operasional, pengelola, sistem

pengelolaan, sarana dan prasarana TPA diperoleh dari Dinas

Kebersihan Pemerintah Kota Medan dan dari BLH provinsi Sumatera

Utara berupa bahan – bahan inventarisasi emisi GRK yang diperoleh

dari kegiatan pelatihan dan lokakarya.

3.4.2. Penentuan Sample dan Pengujian Komposisi Sampah A.Penentuan Sampel

Penentuan sampel ditentukan berdasarkan jumlah dan jenis

kendaraan pengangkut sampah yang masuk ke TPA serta cakupan

wilayah pengumpulan.

Pengambilan sampel dilakukan secara acak (random) dengan

mengambil sampah segar yang baru dibongkar atau diturunkan dari

truk pengangkut sampah di TPA, sample sampah diambil langsung

(8)

Sampah-sampah dimasukkan dalam dua atau tiga kantong plastik

dengan volume yang lebih banyak dari sampel yang dibutuhkan,

kemudian dimasukkan ke dalam kotak pengukur volume dan diaduk

agar sampel homogen.

Volume sample sampah untuk penentuan komposisi sampah

dilakukan berdasarkan komposisi sample sebanyak 1 m3 yang

dianggap mewakili komposisi sampah yang ditimbun di TPA.

Komposisi sampah ditentukan berdasarkan penimbangan komponen

sampel sampah yang dipilah dengan total volume sampel sampah

yang diambil dalam 1 (satu) kali sampling adalah 1 m3.

Total sampel ini diperoleh dari beberapa truk yang datang pada hari

pengambilan sampel. Pengambilan sampel menggunakan box

berukuran 200 liter, sampel segera dimasukkan ke box 1 m3 sampai

penuh, untuk memastikan bahwa pada akhir pengambilan sample

total sampel yang diambil adalah 1 m3.

Volume sampel yang diambil dari satu truk dengan jenis sumber

sampah tertentu berdasarkan frekuensi kedatangan truk tersebut ke

TPA seperti sampah pasar, sampah perumahan dll.

Frekuensi kedatangan truck sampah diperoleh dari catatan log book

(9)

B.Frekwensi Pengambilan Sample

Frekwensi pengambilan sample yang ideal adalah setiap hari selama 8

hari berturut-turut yaitu mulai hari senin hingga hari senin berikutnya

(Retno GD, 2011). Namun karena keterbatasan waktu dan sumber daya,

pengambilan sample dilakukan 2 kali dalam seminggu yaitu hari senin

dan hari kamis yang diharapkan mewakili kondisi sample pada akhir

pekan dan sample yang mewakili hari kerja yang masuk ke TPA Namo

Bintang.

C.Pemilahan dan Penimbangan Sample Sampah

Sampel sampah sebanyak 1 M 3 dipisahkan/dipilah secara manual

sesuai dengan klasifikasi 9 komponen sampah yaitu :

1. Komponen sampah makanan

2. Komponen sampah kertas, karton dan Nappies

3. Komponen sampah Kayu dan Sampah Taman

4. Komponen sampah Kain dan Produk Tesktil

5. Komponen sampah Karet dan Kulit

6. Komponen sampah Plastik

7. Komponen sampah Logam

8. Komponen sampah Gelas

9. Komponen sampah lain-lain

Sampah yang sudah dipilah dimasukkan dalam kantong plastik dan

diberi label sesuai jenisnya. Pengukuran berat sampah dengan

(10)

Pengukuran dilakukan dengan cara menimbang kantongan plastik yang

berisi sampah ± 25kg - 50kg, yang bertujuan untuk mendapatkan nilai

berat masing jenis sampah. Data besaran komposisi

masing-masing sampah dirangkum dalam bentuk tabel.

3.4.3. Pengujian Kandungan Bahan Kering Sampah

Kandungan bahan kering adalah fraksi (persen) berat kering dari suatu

komponen sampah basah, yang dihitung dari rasio berat kering terhadap

berat basah komponen sampah tersebut. Kandungan bahan kering ini

ditentukan dengan pendekatan gravimetry, yaitu melalui penimbangan

berat sampel. Basis penentuan kandungan bahan kering adalah perjenis

komponen sampah.

Tidak semua komponen sampah memiliki kandungan air, berdasarkan

IPCC 2006 GL dry matter content sampah plastik, gelas, dan logam

adalah 100%. Dengan demikian, penentuan kandungan bahan kering

hanya diterapkan untuk komponen-komponen sampah makanan,

kertas, karton dan nappies, kayu dan sampah taman, kain dan produk

tekstil, karet dan kulit serta sampah lainnya.

Berat sampel untuk penentuan kandungan bahan kering suatu

komponen sampah adalah sekitar 5 kg yang diambil dari sampel.

penentuan komposisi sampah dengan cara pengurangan berat sampel.

Pengurangan berat sampel untuk masing-masing komponen sampah

(11)

A. Penentuan Populasi Sample

Kelanjutan dari pengujian komposisi sampah adalah pengujian

kandungan bahan kering sampah, sample yang digunakan dalam

pengujian kandungan bahan kering sampah berasal dari sampel

pengujian komposisi sampah dari masing-masing sampel

komponen sampah diambil sebanyak 5(lima) kg.

Untuk sampel yang memiliki berat kurang dari lima kilogram,

dapat langsung dijadikan sampel untuk pengujian kandungan

kering. Sedangkan sampel yang memiliki berat lebih dari 5 (lima)

kg dikurangi dengan cara quatering. Tujuan perlakuan quatering

adalah untuk mendapatkan sample yang lebih representatif bagi

pengujian kandungan bahan kering. Perlakuan quatering dilakukan

dengan cara sebagai berikut :

 Sample yang lebih dari 5 (lima) kg diaduk-aduk sehingga

sampel relatif homogen.

 Adukan sampah dibagi menjadi 4 (empat) bagian yang sama,

secara arah diagonal 2 (dua) bagian dipilih dan 2(dua) bagian

lagi disingkirkan. Hal yang sama dilakukan berulang kali sampai

diperoleh berat sampel 5 (lima) kg, kemudian dimasukkan

kedalam kantong plastik yang telah diberi label untuk dibawa ke

laboratorium.

 Di Laboratorium proses quatering sampel dilakukan kembali

(12)

menggunakan parang dan gunting ukuran bahagian sampel yang

besar diperkecil terlebih dahulu, kemudian sampel diaduk

hingga homogen. Prinsip perlakuan quatering untuk

mendapatkan sampel 5 (lima) kg yang akan dijadikan populasi

sampel untuk pengujian kandungan bahan kering dilaboratorium

seperti yang ditampilkan pada gambar berikut :.

Gambar.3.5. Prinsip perlakuan quatering untuk mendapatkan berat sampel 5 kg

B. Metode Pengujian Kandungan Kering Sampah

Pengujian kandungan kering sampah dilakukan dilaboratorium.

Pengujian kandungan kering sampah bertujuan untuk melepaskan

kandungan air dari sampel sampah, adapun tahapan pelaksanaan

(13)

 Penentuan bahan kering dilaksanakan di laboratorium dengan

menggunakan Dry Oven yang dapat mencapai temperatur

pengeringan sekitar ± 110 - 120°C.

 Pengeringan dilakukan pada tempratur ± 105 OC – 110 OC,

selama 2 jam.

 Penentuan kandungan bahan kering suatu komponen sampah

dinyatakan dalam persen berat (% berat), dilakukan dengan

jalan penetuan kandungan air sampah tersebut. Ilustrasi

penimbangan berat basahdan berat kering sampah

Secara umum garis besar tahapan pelaksanaan sampling,

penentuan sample dan pengujian kandungan bahan kering

sampah seperti yang diilustrasikan pada gambar 3.5 dan gambar

(14)
(15)
(16)

3.5. Metode Pengolahan Data

3.5.1. Metode Analisis data

Pengolahan data penelitian baik data yang bersifat kuantitatif maupun

data kualitatif akan dianalisa secara deskriptif dan komperatif yang

bertujuan memberikan gambaran kondisi subjek penelitian dan

membandingkan dengan data IPCC serta dengan hasil

penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.

Penentuan potensi emisi GRK gas Metana di TPA mengacu pada

motodologi standar ditetapkan oleh kementrian lingkungan hidup

yang merujuk pada UNFCCC pada IPCC 2006 GL. Besarnya GRK di

TPA ditentukan berdasarkan estimasi (merujuk IPCC 2006 GL) bukan

pengukuran langsung jumlah gas metana yang dilepaskan.

Berdasarkan IPCC 2006 GL, potensi emisi GRK gas Metana dari TPA

dapat diperkirakan berdasarkan ketelitiannya. Pada penelitian ini

potensi Emisi GRK Gas Metana diperkirakan dengan mengacu pada

IPCC GL 2006 Tier-2 .

3.5.2. Perhitungan Potensi Emisi GRK gas Metana di TPA

Penelitian ini menggunakan IPCC_Waste_Model.xls (IPCC waste

model calculation) untuk menghitung potensi timbulan gas metana

yang terbentuk di TPA.

Penentuan tingkat emisi GRK gas metana di TPA dilakukan dengan

menggunakan metoda FOD versi Tier 2, bahwa total emisi gas

(17)

generated) pada tahun T dikoreksi dengan besarnya gas CH4 yang

dimanfaatkan atau yang dibakar.

Dengan prinsip bangkitan metan yang timbul dari lokasi TPA dihitung

berdasarkan formula - formula berikut :

Emisi CH4 th T (Ggram) = [ Σx CH4generatedx,T -RT]* (1-OXT) ...(3.1) Dimana:

Emisi CH4 th T = Emisi metana pada tahun T

CH4generated = CH4 yang ditimbulkan saat komponen sampah

terdekomposisi (Gg CH4)

T = tahun inventarisasi

RT = CH4 yang di recovery/dimanfaatkan pada tahun T, (Ggram)

x = komponen sampah yang mengandung DOC (Degradable

Organic Carbon)

OXT = faktor oksidasi pada tahun T, fraksi ( merupakan koreksi

karena adanya oksidasi gas metana yang tidak direcovery di

bagian atas tumpukan sampah )

Penentuan gas metan yang dihasilkan pada proses dekomposisi sampah

dapat dihitung dengan metoda neraca bahan sbb.:

CH4generatedT = DDOCm decompT . F . 16/12...(3.2)

DDOCm decompT = (DDOCmaT-1) . (1 – e -k)...(3.3)

DDOC maT = DDOC mdT + (DDOCmaT -1 . e –k)...(3.4)

(18)

dimana :

DDOCm decompT : DDOCm yang terdekomposisi di TPA pada tahun T, (Gg)

DDOC maT : DDOCm yang terakumulasi di TPA pada akhir tahun T, (Gg)

DDOC mdT : DDOC yang disimpan di TPA pada tahun T, Gg.

DDOCm : massa DOC tersimpan di TPA yang dapat terdekomposisi (Gg) MCF : faktor koreksi CH4 (dekomposisi aerobik) di tahun penyimpanan DOC : DOC pada tahun penyimpanan, fraksi (Ggram C/ Ggram

sampah)

W : massa sampah yang disimpan di TPA (Ggram)

F : fraksi gas metan (CH4) yang ditimbulkan di TPA (%-volume) k : konstanta reaksi, dimana k = ln (2) / t1/2(y-1)

t1/2 : waktu paruh (y)

16/12 : perbandingan berat molekul CH4/C (rasio).

DOCf : fraksi karbon organik yang terurai (fraksi karbon yang terdegradasi dan lepas dari TPA)

Dari formula diatas maka parameter yang dibutuhkan untuk perhitungan adalah :

 Jumlah penduduk tahun 2007 s/d tahun 2012

 Generation rate sampah kg/kap/hari

 Sampah yang terangkut ke TPA

 Komposisi sampah

 Beberapa parameter dari data ‘default’ dari IPCC guideline

Selanjutnya dengan penggunaan IPCC_Waste_Model.xls dalam beberapa

tahapan dengan menggunakan sheet yang telah diformat, yaitu :

(1) Tahap -1 : menentukan dan mengisi data-data awal pengganti data ‘default’

dengan data hasil penelitian lapangan pada sheet parameter berikut al. : data

TPA, nilai DOC, k, Ox dan nilai F

Menginfut data tahun mulai beroperasi TPA dan data komponen

sampah (hasil survey), sampah yang masuk ke TPA dapat diestimasi

(19)

Menurut BPPT (2009) bahwa populasi sampah untuk Asia Tenggara =

0,7 kg/kap/hari dan Indonesia 0,76 kg/kap/hari, Medan = 0,68

kg/kap/hari (BPS dan Dinas Kebersihan Medan,2012)

W = pop * generation/capita

Nilai default DOCf yang dianjurkan adalah 0,5 (dengan asumsi

lingkungan TPA adalah anaerobik).

Nilai DOCf tergantung dari banyak faktor antara lain suhu,

kelembaban, pH, komposisi sampah, dan lain-lain. Jumlah DOC yang

hilang bersamaan dengan aliran lindi biasanya tidak besar, hanya

sekitar 1% sehingga dapat diabaikan dalam perhitungan.

Sumber : IPCC_Waste_Model.xls, GL 2006

(20)

Sumber : IPCC_Waste_Model.xls, GL 2006

Nilai konstanta ini (k) bergantung pada jenis limbah dan iklim,

untuk wilayah Indonesia dipilih iklim: ‘Moist and wet tropical’

Pengisian nilai – nilai pada “ delay time, F, faktor konversi dan Ox” . “Delay Time” yaitu waktu rata-rata yang dibutuhkan

sebelum reaksi penguraian secara anaerobik terjadi, biasanya

diasumsikan 6 bulan

F : fraksi gas metana dalam gas landfill (default = 0.5)

Faktor konversi C menjadi CH4 : rasio berat molekul CH4/C =

16/12 = 1.33

OX : faktor oksidasi di permukaan, default value untuk semua

tipe TPA tanpa ditutup dengan material pengoksidasi = 0 sesuai

(21)

Sumber : IPCC_Waste_Model.xls, GL 2006

(2) Tahap -2 : Memasukkan data ke dalam sheet MCF (Methane Correction

Factor). MCF menunjukkan derajat terjadinya penguraian sampah secara

anaerob. terjadinya penguraian tergantung pada jenis TPA . Berikut adalah

klasifikasi TPA dan faktor koreksi metana (MCF) yang digunakan untuk

menghitung nilai DDOCm.

Tabel. 3.3. Klasifikasi TPA dan faktor koreksi metana (MCF)

Jenis tempat pembuangan Nilai default MCF

Managed – anaerobic 1.0

Managed – semi-aerobic 0.5

Unmanaged – deep ( >5 m waste) and /or high water table

0.8

Unmanaged – shallow (<5 m waste) 0.4

Uncategorised SWDS 0.6

Sumber: IPCC, GL 2006 .

(3) Tahap -3 : Memasukkan data ke dalam sheet Activity antara lain sampah

yang masuk ke TPA (Ggram), komposisi sampah di TPA (%, basis berat

basah) , diperoleh dari logbook TPA dan pengamatan langsung. estimasi

sampah yang masuk ke TPA biasanya dalam volume (m3) sehingga

diperlukan faktor konversi volume ke berat yang disebut bulk density

(22)

(4) Tahap -4 : menganalisis hasil perhitungan pada lembar result al. jumlah

sampah yang ditimbun di TPA, Metana yang terbentuk dari tiap-tiap jenis

limbah/sampah , Jumlah total Metana yang terbentuk , Metana yang

di-recovery dan Emisi metana (netto).secara garis besar skema pelaksanaan

penelitian seperti berikut :

Gambar.3.8. skema pelaksanaan penelitian

(23)

3.5.3. Perhitungan Komposisi Sampah

Komposisi sampah dinyatakan dalam persen berat basah masing-masing

komponen dibandingkan dengan total berat sampah mengacu pada

standar SNI 19-3964-1994 membagi sampah dalam 9 komponen.

3.5.4. Penentuan Kandungan Bahan Kering (Dry Matter Content)

Kandungan bahan kering adalah fraksi (persen) berat kering dari suatu

komponen sampah basah, yang dihitung dari rasio berat kering terhadap

berat basah komponen sampah tersebut. Kandungan bahan kering ini

ditentukan untuk setiap jenis komponen sampah yang dianggap memiliki

kandungan air.

Penentuan kandungan bahan kering suatu komponen sampah ditentukan

dengan pendekatan gravimetry, yaitu melalui penimbangan berat suatu

sampel yang representatif. Basis penentuan kandungan bahan kering

adalah per-jenis komponen sampah. Tidak semua komponen sampah

memiliki kandungan air. Berdasarkan IPCC 2006 GL, dry matter content

sampah plastik, gelas, dan logam adalah 100%. Dengan demikian,

penentuan kandungan bahan kering hanya diterapkan untuk

komponen-komponen sampah makanan, kertas, karton dan nappies, kayu dan

sampah taman, kain dan produk tekstil, karet dan kulit dan sampah

lainnya.

Berat sampel untuk penentuan kandungan bahan kering suatu komponen

sampah adalah sekitar 5 kg yang diambil dari sampel penentuan

(24)

masing komponen sampah yang dilakukan dengan pendekatan

'quartering'.

Penentuan bahan kering sampah dilaksanakan di laboratorium dengan

menggunakan dry oven yang dapat mencapai temperatur pengeringan

sekitar 110 - 120°C. Kandungan bahan kering sampah dihitung dengan

persamaan berikut :

1). Kandungan bahan kering = 100% - kandungan air sampah (%) 2). Kandungan air sampah =

berat basah sampah

berat air dalam sampah

3). Berat air dalam sampah =

(berat basah sampah — berat kering sampah) Mekanisme penentuan kandungan bahan kering sampah seperti yang

ditampilkan pada gambar 3.9. berikut :

A gram

Cawan kosong

B gram

Cawan + sampel basah

C gram

Cawan + sampel kering

Gambar.3.6. Mekanisme penentuan kandungan bahan kering

Kandungan air sampah (%) = (B-C) / (B-A) x 100%

(25)

3.5.5. Penentuan Karakteristik dan Komposisi Sampah

Karakteristik sampah diperkirakan berdasarkan komposisi sampah

yang masuk ke TPA, kandungan bahan kering sampah dan data

aktivitas. Komposisi sampah ditentukan berdasarkan komponen

kandungan organik dalam sampah dan dibagi kedalam 9 komponen

sampah. Kemudian dibandingkan dengan data dari IPCC GL-2006

dan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.

Data aktivitas terdiri dari timbulan sampah, komponen sampah dan

fraksi sampah yang dibuang ketempat pembuangan. Timbulan sampah

adalah sampah yang dihasilkan per-kapita untuk setiap komponen

(ton/kapita/tahun).

Penentuan karakteristik sampah merupakan penentuan komposisi

sampah dan kandungan bahan kering sampah yang digunakan untuk

menentukan besaran Degradable Organic Carbon (DOC).

DOC adalah karbon organik dalam sampah yang dapat di-degradasi

dan dekomposisi oleh proses biokimia dan dinyatakan dalam Gg C/Gg

limbah. DOC diperkirakan berdasarkan komposisi sampah dan

dihitung dari berat rata-rata karbon yang terdegradasi dari berbagai

komponen sampah. Persamaan yang digunakan untuk memperkirakan

DOC adalah sebagai berikut:

���=�(���� ∗ ��)

(26)

Dimana:

DOC : fraksi degradable organiccarbon pada sampah Ggram C/Gram sampah.

Wi : fraksi komponen sampah jenis i (basis berat basah, contoh, nilai default untuk kertas dari sampah padat perkotaan di Asia Timur adalah 0,188).

i : komponen sampah (misal makanan, kertas dan lain-lain). DOCi : fraksi degradable organic carbon pada komponen sampah i

(basis berat basah, contoh, nilai default untuk kertas adalah 0,4).

DOCi yang dinyatakan dalam basis berat basah dapat dihitung dari DOCik

dalam basis berat kering dikalikan dengan kandungan bahan kering,

sebagaimana pada formula berikut :

DOCi basis berat basah = DOCik x % KBK

dimana :

DOCik : DOCik basis berat kering

(27)

BAB . IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Pengelolaan Sampah Kota Medan

Kota Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara, memiliki paling

tinggi kosentrasi penduduknya. Penduduk kota Medan pada tahun 2012 sejumlah

2.102.105 jiwa (Sumatera Utara dalam angka - 2013). Volume produksi sampah

diperkirakan pada jumlah penduduk. Dengan meningkatnya pertumbuhan

penduduk dari tahun ke tahun memicu peningkatan jumlah timbulan sampah yang

dihasilkan. Pada tahun 2012 jumlah timbulan sampah mencapai 341.068,14

Ton/tahun. Sampah Kota Medan yang diangkut ke TPA sebesar 70 % dengan

komposisi sampah meliputi 48,2 % sampah organik dan 51,8 % sampah

anorganik (Dinas Kebersihan Kota Medan, 2011). Sekitar 20 % - 30 % sampah

kota Medan tidak diangkut ke TPA, pengelolaan sampah sampah tersebut yang

dibakar sebesar pada rumah-rumah penduduk 10%, sampah yang dikomposkan

sebesar 5 %, sampah yang ditimbun dipekarangan rumah 10 % (Dinas Kebersihan

Kota Medan, 2011)

Pemerintah Kota Medan telah mengoperasikan 2 (dua) unit TPA untuk

menampung sampah dari aktivitas warga kota tersebut, yaitu TPA Terjun dan

TPA Namo Bintang dengan wilayah penampungan yang berbeda untuk

masing-masing TPA. Kedua TPA ini dioperasikan secara bersamaan, kecuali pada kondisi

tertentu hanya satu TPA yang dioperasikan untuk menampung seluruh sampah

(28)

Sumber sampah kota Medan dibagi atas sampah pemukiman dan rumah

tangga, perkantoran, pasar tradisional, pasar modern, pertokoan, hotel, rumah

sakit, industri dan jalan. Tanggung jawab pengelolaan sampah kota Medan

disesuaikan dengan lokasi sumber sampahnya. Sampah domestik, pemukiman,

perkantoran dan daerah komersil ditangani oleh Dinas Kebersihan. Sampah

saluran drainage serta jalan umum dan jalan protokol dikelola oleh Dinas

Pekerjaan Umum, sampah pasar dikelola oleh Dinas Pasar sedangkan pihak

swasta mengelola sampah dari kawasan perumahan yang dikelolanya. Aparat

pemerintahan seperti camat dan lurah mengelola sampah dari areal pemukiman

di luar jalan protokol .

Sebagai penunjang kegiatan Dinas Kebersihan Kota Medan telah melengkapi

operasionalnya dengan kendaraan pengangkut sampah dikedua TPA tersebut yaitu

 TPA Terjun : 9 unit Kontainer dan 63 unit Typper

 TPA Namo Bintang : 4 Arm Roll, 8 Container serta 97 Typper.

4.2. TPA Namo Bintang

TPA Namo Bintang dipilih sebagai lokasi penelitian karena kondisi TPA

dianggap mewakili kota yang menampung kiriman sampah warga 15 kecamatan

di bagian Selatan Kota Medan dan ditangani oleh pemerintah kota/kabupaten.

TPA Namo Bintang dengan lahan seluas 176,396 Ha mulai beroperasi sejak 1987

terletak + 15 km di sebelah selatan kota Medan mempunyai kontour tanah

bergelombang dan lahan sekitanrya sebagai lahan pertanian. Wilayah pelayanan

sampah yang dikirim ke TPA Namo Bintang mencakup wilayah kebersihan

(29)

Tabel.4.1. Pelayanan Armada Kebersihan Medan Wilayah – I

No Kecamatan Penduduk

(jiwa)

Sumber : Dinas Kebersihan Kota Medan, 2012

Tabel.4.2. Pelayanan Armada Kebersihan Medan Wilayah – II

No Kecamatan Penduduk

(jiwa)

Sumber : Dinas Kebersihan Kota Medan, 2012

4.3. Pengelolaan Sampah di TPA Namo Bintang

Pengelolaan sampah di TPA Namo Bintang dengan sistem “open dumping”

pada lahan TPA. Kondisi ini menyebabkan hampir seluruh lahan seluas + 17,6

Ha yang dahulunya merupakan lembah telah dipenuhi sampah dengan ketinggian

(30)

Proses penguraian sampah organik dapat berlangsung secara anaerob yang

melepaskan gas CH4 ke udara dengan volume yang selama ini tidak pernah

terukur. Secara teknis TPA Namo Bintang tidak dilengkapi dengan sistem

pengelolaan leachate dan penanganan gas. Berikut gambaran kondisi TPA Namo

Bintang sebagai berikut :

Gambar.2.7. TPA Namo Bintang dari udara

(31)

Dari pengamatan di lokasi studi umumnya sampah sampah yang di

kumpulkan dibuang ke TPS tanpa dipilah-pilah dari rumah tangga

sampah-sampah bercampur jadi satu di buang ke TPS, masyarakat belum menyadari

bahwa manajemen persampahan merupakan satu kesinambungan antara

masyarakat penghasil sampah dengan pemerintah kota dalam hal ini Dinas

Kebersihan selaku penanggung jawab pengelolaan dan pengangkutan sampah.

Kondisi seperti ini merupakan isu yang menonjol dalam manajemen

persampahan di Indonesia.

4.4. Sistem Pengangkutan Sampah ke TPA Namo Bintang

Pengumpulan dan pengangkutan sampah dari sumbernya antara lain

dilakukan dengan menggunakan becak sampah dan truk sampah. Sampah-sampah

dari areal pemukiman, pertokoan dan perkantoran dikutip langsung oleh truck

sampah dan langsung diangkut ke TPA. Sampah-sampah yang dikutip dengan

becak sampah dikumpulkan ke Tempat Pengumpulan Sementara (TPS) ataupun

Container selanjutnya secara priodik oleh petugas dipindahkan ke dalam truk

untuk diangkut ke TPA. Selain itu Pemko Medan juga menyediakan layanan

angkut sampah dengan menggunakan pick-up yang dikenal dengan “Ambulan

Sampah” untuk sampah-sampah yang tidak terangkut dengan kereta/becak sorong.

Pengangkutan sampah kota Medan dilakukan dengan menggunakan

kendaraan jenis Arm Roll, Typper dan Container. Pemerintah Daerah Kota Medan

melalui Dinas Kebersihan telah mendistribusikan kendaraan pengangkutan

sampah dari sumbernya yang menurut data tahun 2011 untuk pengiriman sampah

(32)

Container dengan wilayah distribusi serta jumlah dan jenis kendaraan yang

didistribusikan sebagai terlihat pada Tabel 3 berikut:

Tabel.4.3.Jenis dan Jumlah Kendaraan/Armada Pengangkut Sampah ke

TPA Namo Bintang

No Kecamatan Jenis

Kendaraan Jumlah

Volume

11 Medan Helvetia Typper

Container

Sumber : Dinas Kebersihan Kota Medan 2011

Rata-rata kendaraan pengangkut sampah yang beroperasi ke TPA Namo

Bintang 112 unit kendaraan , dengan jumlah pengangkutan 7.826 trip pada bulan

dan 5.837 trip dengan jumlah sampah rata-rata 341.068,14 Ton/tahun (Dinas

(33)

4.5. Karakteristik dan Komposisi Sampah di TPA Namo Bintang 4.5.1.Pengambilan Sample

Pengambilan sampel pada pelaksanaan penelitian komposisi sampah

diambil berasal dari tiap kendaraan pengangkut yang dianggap mewakili daerah

pelayananannya. Volume sampah sebanyak 1 M3 (1000 liter) yang diambil secara

proporsional sesuai dengan jumlah kenderaan pengangkut sampah yang datang

ke TPA.

Volume sampah yang diambil sesuai dengan kenderan yang datang

keTPA Namo Bintang . Tabel 4.4 berikut menunjukkan volume sampah yang

diambil berdasarkan kendaraan pengangkut yang datang ke TPA. Terlihat dari

tabel secara umum sampah ebih dominan diangkut dengan armada Arm roll dan

Typper (87,5%) :

Tabel.4.4. Volume sampel dari kendaraan pengangkut sampah ke TPA Namo Bintang Medan (mewakili wilayah sumbernya).

No. Jenis Kendaraan

Nomor Polisi

Volume

Sampel Asal Daerah Kelurahan

(34)

12 Typper BK 8126 J 20 L Medan Petisah Sel Putih Timur II

Sumber : Hasil Penelitian di lapangan , 2011

(35)

Gambar.2.9. Kendaraan pengangkut sampah ke TPA Namo dan pengambilan sample sampah pada armada pengangkut yang baru tiba di TPA

4.5.2.Pemilahan / penimbangan Sample dan Komposisi Sampah

Untuk penentuan komposisi sampah dialkukan melalui pemilahan sample

yang mengacu pada Manual yang disusun ITB dan IPCC GL 2006. Sampah yang

terkumpul 1000 liter dipisahkan menjadi 9 komponen sampah yaitu : sampah

makanan, kertas, napies, kayu dan sampah taman, kain dan produk tekstil, karet

dan kulit, plastik, logam, gelas dan komponen sampah lainnya. Komponen

Sampah Lain yang pada survey bulan Oktober dikatagorikan sebagai "komponen

sampah yang dianggap tidak masuk dalam kelompok komponen sampah yang

ada", yaitu sebagai sisa sampah yang dirnensinya sangat kecil, sehingga sulit

dibedakan jenis sumber sampahnya. Sampah – sampah tersebut dipilah berdasarkan

sifat kandungan organik dan anorganik sampah.

Sampah-sampah yang sudah dipilah selanjutnya ditimbang untuk

penentuan dan pengukuran komposisi masing-masing jenis sampah.

Hasil penimbangan dan pemilahan terhadap sampel sampah di TPA Namo

Bintang untuk sampel bulan Oktober dan bulan Desember seperti yang

(36)

Tabel.4.5.Komposisi sampah TPA Namo Bintang untuk sampel bulan

Oktober dan Desember 2011

No Komponen Sampah

Oktober 2011 Desember 2011 Berat

3. Kertas, Karton, Nappies 32,0 13,22

a. Kertas, Karton 28,80 13,56

Sumber : Hasil penelitian lapangan 2011

Dari tabel diatas terlihat bahwa sampah yang masuk ke TPA didominasi

oleh sampah makanan (62,9 %), plastik (13,75 %) dan kertas (13,22 %). Namun

terdapat perbedaan berat yang signifikan antara sampel sampah pada bulan

(37)

Hal ini disebabkan karena sudah ada masyarakat (pemulung) yang

mengambil sampah-sampah yang bernilai ekonomis antara lain, sampah

makanan, kertas dan plastik.

Gambar.2.10.Masyarakat yang melakukan pengambilan sampah makanan dan plastik di lokasi TPA Namao Bintang.

Secara garis besar komposisi sampah yang dikirim ke TPA Namo seperti

pada grafik berikut :

(38)

Gambar.2.12. Grafik komposisi sampah TPA Namo Bintang bulan Desember 2011

4.5.3.Kandungan Berat Kering Sampah

Kandungan bahan kering sampah adalah fraksi (persen-%) berat kering

dari suatu komponen sampah basah, dihitung dari rasio berat kering terhadap

berat basah komponen sampah dan ditentukan untuk setiap jenis komponen

sampah yang dianggap memiliki kandungan air, yang ditentukan melalui

pendekatan gravimetry.

Pengujian kandungan bahan kering dilakukan terhadap sembilan jenis

sampah dalam dua kondisi pengeringan yaitu dengan menggunakan oven

(temperatur 105°C) dan pengeringan dalam kondisi ruangan. Dari penelitian

keduanya diperoleh jika pengeringan dilakukan dengan oven membutuhkan

waktu 3 hari dan jika pengeringan dilakukan pada kondisi ruangan maka untuk

(39)

Hasil pengujian kandungan bahan kering masing-masing jenis sampah seperti

dalam tabel 4.6.s/d 4.8 berikut :

Tabel.4.6.Perbandingan kandungan bahan kering sampah berdasarkan masing-masing metode pengeringan .

No. Jenis Sampah

Kandungan Bahan Kering Sampah (%) Pengeringan pada

oven 105 oC (*)

Pengeringan pada kondisi suhu ruangan

(**) 1.

Sampah Makanan 59,61 20,62

2.

Kayu/Sampah Taman 38,8 45,33

6. Kain dan Produk

11. Lain-lain (Anorganik)

91,73 87,51

Keterangan :

(*) : Sampel TPA Namo Bintang hasil survey bulan Oktober 2011

(40)

Tabel.4.7.Data Hasil Pengujian Kandungan Bahan Kering Sampah TPA Namo Bintang pada Tempratur 105 oC

Kering (C) Kandungan Air (%) Kandungan Bahan Kering (%)

I II III I II III I II III I II III

(41)
(42)
(43)
(44)

Secara umum terlihat bahwa kandungan bahan kering sampah hasil pengeringan

menggunakan temperatur ruangan selama dua puluh hari lebih rendah dari

pengeringan dalam oven pada temperatur 105°C. Berdasarkan evaluasi terhadap

proses pengeringan, maka terdapat beberapa keuntungan maupun kelemahan

masing-masing dari tiga metode pengeringan yang digunakan.

a. Pengeringan dalam Oven pada temperatur 105°C.

Pemanasan dilakukan secara bertahap sesuai dengan pencapaian tingkat

kestabilan berat sampel. Makin tinggi kandungan air, makin lama proses

pengeringan harus dilakukan. Pada percobaan pengujian kandungan bahan kering

sampah hasil survey 19 dan 20 Oktober 2011, tahapan pengeringan maksimum

adalah tiga kali. Proses pemanasan menggunakan oven pada temperatur 105°C

memiliki keuntungan dari segi waktu kerja yang maksimal untuk satu rangkaian

kerja adalah enam jam.

Diketahui bahwa perbandingan kandungan bahan kering dengan

menggunakan oven (105°C) memiliki kandungan kadar kering lebih tinggi dari

pengeringan dengan kondisi tempratur ruangan. Hal ini disebabkan karena relatif

tidak ada kandungan bahan sampah yang sempat terurai oleh bakteri pembusuk,

sehingga nilai kandungan bahan kering lebih akurat untuk perhitungan emisi Gas

Rumah Kaca.

Hambatan penggunaan oven dalam penelitian tersebut adanya pemadaman

suply listrik secara bergilir sehingga membuat waktu pengeringan lebih lama.

(45)

b. Pengeringan pada tempratur ruangan.

Peralatan utama (oven) tidak digunakan dalam pengeringan dengan tempratur

ruangan, namun perlu kedisiplinan laboran karena pelaksanaan penelitian

membutuhkan waktu 20 hari kalender. Dari tabel 4.8 terlihat bahwa kstabilan

penurunan berat sampah terjadi setelah hari ke empat belas pengeringan.

Penurunan berat paling signfikan adalah pada sampel bahan makanan yang

merupakan sampel organik yang mudah membusuk, hal ini akan diperoleh data

lamanya proses penguraian sampah organik dengan proses pembusukan.

4.6. Potensi emisi Metan di TPA Namo Bintang ( periode 2010-2020 ). Dalam perhitungan potensi emisi GRK di TPA Namo Bintang digunakan

metodologi standar yang telah ditetapkan yaitu IPCC GL 2006, yang telah

dimodifikasi aplikasinya sesuai dengan kondisi oleh JICA, KLH dan ITB.

Beberapa parameter perhitungan yang digunakan merupakan hasil

penelitian dilapangan dan ada beberapa parameter yang masih menggunakan

angka default IPCC. Parameter dimaksud antara lain :

4.6.1. Kependudukan (data skunder)

 Volume produksi sampah diperkirakan pada jumlah penduduk.

Dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun

memicu peningkatan jumlah timbulan sampah yang dihasilkan

 Jumlah penduduk Medan tahun 2012 = 2.578.315 jiwa .

 Tingkat pertumbuhan penduduk kota Medan mencapai 1,138 %, Kota

(46)

4.6.2. Iklim dan Klimatologi

Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan

 Curah hujan rata-rata 2000 mm per tahun dengan intensitas rata-rata 4,4

mm/jam (BMKG, 2012).

 Suhu minimum berkisar antara 20,8º C–24,4º C dan suhu maksimum

berkisar antara 33,5ºC–36,5ºC ( Stasiun Polonia) dan dari Stasiun

Sampali suhu minimumnya berkisar antara 21,00º C–23,6º C dan suhu

maksimum berkisar antara 32,6ºC–34,2º C.

 Rata-rata Kelembaban Udara di Kota Medan yaitu 76% (stasiun

Polonia) dan 83% ( stasiun Sampali ).

4.6.3. Manajemen Pengelolaan sampah

 Jumlah TPA ada 2 unit yaitu TPA Terjun dan TPA Namo Bintang

sebagai objek penelitian

 TPA Namo Bintang beroperasi sejak 5 Juli 1987

 Luas TPA Namo Bintang = 176.392 m2

 Jumlah kendaraan pengangkut di TPA Namo Bintang: truk = 50 unit ;

arm roll = 3 unit; convector = 1 unit

 Sistem pengelolaan kedua TPA : Open dumping (unmanaged shallow),

tidak ada fasilitas pengolahan .

 Sampah Kota Medan yang diangkut ke TPA sebesar 70 %.

(47)

Tabel.4.9.Komposisi sampah dan kandungan bahan kering sampah.yang masuk ke TPA (hasil penelitian di TPA Namo Bintang)

No Komponen

Oktober 2011 Desember 2011 Persentase

sumber :Hasil penelitian di lapangan , 2011-2012

4.6.4. Data default dan Parameter kunci menurut IPCC GL 2006

Dalam perhitungan gas metana di TPA dipergunakan beberapa data

default dari IPCC, hal ini dikarenakan belum adanya tersedianya data spesifik

lokasi penelitian, parameter kunci dimaksud sebagai berikut :

(48)

Tabel.4.10. Parameter kunci default IPCC GL 2006

IPCC default value

Starting year 1950

dry basis

DOC (Degradable organic carbon)

(weight fraction) Range Default

Food waste 0.20-0.50 0,38

Paper/cardboard 0.40-0.50 0,44

Garden and Park waste 0.45-0.55 0,49

Textiles 0.25-0.50 0,3

Tabel.4.11. Parameter kunci default IPCC GL 2006 (lanjutan)

Methane generation rate constant (k)

(years-1) Range Default

Food waste 0.17–0.7 0,4

Paper/cardboard 0.06–0.085 0,07

Garden and Park waste 0.15–0.2 0,17

Textiles 0.06–0.085 0,07

Rubber and Leather 0.03–0.05 0,035

(49)

Methane generation rate constant (k)

(years-1) Range Default

Sewage sludge 0.17–0.7 0,4

Industrial waste 0.15–0.2 0,17

4.6.5. Potensi Emisi Gas Metan dari Sektor Sampah di TPA Namo Bintang (periode 2010-2020)

Hasil perhitungan Perhitungan Emisi Gas Metana sesuai tahapan –

tahapan berikut :

(50)

Tabel.4.12. Sheet Parameter (1)

(51)

 Sheet Parameter (2)

 Sheet Parameter (3)

(52)

Tabel.4.13. Sheet Methane Correction Factor

(53)

Data Activity merupakan data sampah yang masuk ke TPA dalam satuan massa (Ggram)

Dari penelitian dan studi dilapangan terindentifikasi bahwa rata-rata

volume dan produksi sampah di TPA Namo Bintang sebagai berikut :

 Jumlah pengangkutan sampah: 112 unit kendaraan pengangkut

 Bulk density (truk arm roll): = 0.306 ton/m3 (KLH, 2011)

 Total MSW (2010)

= jlh angk. x vol bak x % isi bak x bulk density x hari layanan

= 112 trip/hari x 6 m3 x 100% x 0.306 x 300 hari

= 61689,6 ton

= 61,6896 Gg

Dengan asumsi pertambahan sampah sebanding dengan pertambahan

penduduk rata-rata, maka Total MSW pada tahun 2020 diproyeksikan

sebesar 74,831 Gg

Gambar.2.13. Hasil estimasi produksi sampah di Kota Medan

(54)

Tabel.4.14. Sheet Activity

(55)

Tabel.4.15. Sheet Kandungan bahan kering (Dry Matter Content)

(56)

Tabel.4.16. Sheet Amount deposited

(57)

Tabel.4.17. Sheet Methane Recovery & Oxidation Factor

(58)
(59)
(60)

Terbentuknya gas metana di TPA sangat tergantung pada jumlah, komposisi dan

stabilitas sampah yang ditimbun di lokasi TPA serta berkaitan dengan proses

dekomposisi sampah tersebut. Pembentukan gas terjadi dalam kurun waktu yang

relatif panjang dan untuk hal tersebut diperlukan kondisi penelitian lebih lanjut.

Estimasi berdasarkan model IPCC, perhitungan estimasi gas metana yang terbentu

pada TPA seperti pada pada tabel 4.8 diatas dan terlihat kecendrungan

pembentukan gas metana pada 5 tahun pertama lebih besar (15%) dibandingkan

pada tahun-tahun berikutnya (2% - 3%) dan rata-rata pertumbuhan gas metana

sebesar 0,0166 Gg CH4/Gg sampah. Emisi gas metan yang terbentuk di TPA

Namo Bintang pada tahun 2010 sebesar 1,1068 Gg dan pada tahun 2020

meningkat menjadi 1,3491 Gg. Hal tersebut terlihat pada tabel dan grafik berikut:

Tabel.4.19. Estimasi kecendrungan pembentukan emisi gas metana berdasarkan tibunan sampah di TPA Namo Bintang.

Tahun

Sumber : Hasil perhitungan

(61)

Gambar.2.14. Grafik kecendrungan pembentukan emisi gas metana (CH4) di TPA Namo Bintang periode 1987 -2020

Kecendrungan pembentukan emisi gas metan TPA Namo Bintang perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut mengingat sejak tahun 2014 TPA Namo Bintang

sudah tidak menerima sampah lagi /stop operasional (BLH Pemko Medan 2014),

hal ini untuk mengetahui potensi gas metan yang tersimpan di TPA tersebut dan

menghindari potensi bahaya kebakaran . Namun demikian secara perlahan potensi

gas metana terkandung akan habis (0), sesuai dengan hasil perhitungan, jika tidak

ada lagi penambahan sampah ke TPA, maka kandungan gas metana pada TPA

Namo bintang akan habis (zerro) pada tahun 2068 seperti yang digambarkan pada

grafik kecendrungan potensi gas metana pada TPA Namo Bintang.

(62)

Gambar.2.15. Grafik kecendrungan potensi gas metana pada TPA Namo Bintang

(63)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Sampah Kota Medan yang diangkut ke TPA sebesar 70 % dari sampah

yang dihasilkan dengan komposisi sampah meliputi 48,2 % sampah

organik dan 51,8 % sampah anorganik . Komposisi sampah yang

masuk ke TPA didominasi oleh sampah makanan (62,9 %), plastik

(13,75 %) dan kertas (13,22 %). Besaran kandungan bahan kering

sampah organik yang masuk ke TPA Namo Bintang berkisar 38,8 %

sampai dengan 68 % .

2. TPA Namo Bintang mengelola dan menampung kiriman sampah

warga 15 kecamatan di bagian Selatan Kota Medan. Sampah – sampah

yang dikirim ke TPA belum dilakukan pemilahan baik sampah yang

dibuang ke TPS maupun ke TPA . Belum adanya penerapan 3 R pada

pengelolaan sampah baik pada sumbernya maupun di lokasi TPA.

3. Sampah - sampah di TPA Namo Bintang dikelola dengan sistem

“open dumping”. Secara teknis TPA Namo Bintang tidak dilengkapi

dengan sistem pengelolaan leachate dan penanganan gas belum

memiliki jembatan timbang, sehingga pendataan sampah yang di buang

didasarkan pada pencatatan volume sampah yang masuk ke TPA sesuai

(64)

Terdapat perbedaan berat yang signifikan antara sampel sampah pada

bulan Oktober dengan Desember khususnya untuk sampah makanan hal

ini disebabkan pada Desember sampah sebagian sudah diambil oleh

pihak ketiga (pemulung).

4. Rata-rata pertumbuhan gas Metana (CH4) di TPA Namo Bintang adalah

sebesar 0,0104 Gg/Gg sampah ( 0,0104Gg CH4/Gg Sampah). Hal ini

berarti terbentuknya gas metana di TPA sangat tergantung pada jumlah,

komposisi dan stabilitas sampah yang ditimbun. Emisi gas metan yang

terbentuk di TPA Namo Bintang pada tahun 2010 sebesar 0,6918 Gg

dan pada tahun 2020 meningkat menjadi 0,8432 Gg.

5.2. Saran

Pengendalian dampak perubahan iklim tetap perlu dilaksanakan dan

disosialisasikan kepada seluruh instansi terkait yang bertanggung jawab

dalam menginventarisasi potensi GRK diperlukan beberapa hal berikut :

1. Peningkatan kesadaran dan minat masyarakat dalam penerapan 3R

dalam pengelolaan sampah. sehingga tidak membutuhkan tambahan

lokasi TPA sehubungan dengan adanya pertambahan penduduk dari

tahun ke tahunnya

2. Diharapkan instansi terkait dalam hal ini BLH Provinsi SumateraUtara

secara periodik melakukan sosialisasi kepada Kabupaten mengenai

PPRI 71 tahun 2011 dan PPRI No. 61 tahun 2011, tentang

(65)

merupakan penanggung jawab dalam pencanangan rencana aksi

nasional dalam penurunan emisi GRK serta pihak yang bertanggung

jawab terhadap pelaksanaan inventarisasi GRK.

3. Menerapkan upaya pengomposan sampah sehingga dapat mereduksi

Emisi gas Metana, karena semakin tingginya persentase bahan organik

dalam tumpukan sampah semakin besar potensi gas metan yang

terkandung. Pengomposan sampah dianggap sebagai salah satu solusi

yang layak secara teknis untuk meningkatkan manajemen kelola

sampah dalam mengurangi emisi GRK .

4. Menerapkan dan mengimplementasikan peraturan Menteri Negara

Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2012 tentang

pedoman pelaksanaan Reduce, Reuse dan Recycle (3R) melalui Bank

Sampah , sehingga dengan adanya kegiatan ini diharapkan dapat :

adanya kegiatan pemilahan sampah dari sumbernya dan mengurangi

segala sesuatu yang dapat menimbulkan sampah ,

penggunaan kembali sampah yang layak pakai sehingga

pengolahan sampah untuk dijadikan produk baru .

5. Khusus untuk lokasi TPA Namo Bintang yang tidak difungsikan,

pengelolaan hendaknya mengadopsi dan menerapkan peraturan

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor

03/Prt/M/2013, Tentang Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana

Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah

(66)

a. Penyiapan stabilitas tumpukan sampah

b. Pemberian lapisan tanah penutup akhir;

c. Pembuatan tanggul pengaman untuk mencegah kelongsoran sampah

dan keamanan TPA. ;

d. Penataan saluran drainase, Pengendalian lindi dan Pengendalian

pencemaran air;

e. Pengendalian gas; Pengontrolan terhadap kebakaran dan bau;

f. Penghijauan dan zona penyangga;

6. pemanfaatan atau rehabilitasi lahan pasca TPA agar lahan tersebut tidak

menjadi lahan kritis dan tanpa fungsi. Lahan tersebut dapat

dimanfaatkan untuk lahan pertanian dan perkebunan, sebagai lahan

Gambar

Tabel. 3.1. Peralatan  sampling untuk penentuan  komposisi sampah
Tabel. 3.2. Perlengkapan Labortorium untuk uji kandungan kadar kering sampah
tabel 3.2 IPCC GL
Tabel. 3.3.  Klasifikasi TPA dan faktor koreksi metana (MCF)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas udara dan keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernapasan pada pemulung di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA)

Dampak positif dapat dilihat adanya sumber pendapatan rumah tangga di TPAS “ Namo Bintang ” dan adanya nilai tambah dari hasil pengolahan sampah, sedangkan

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung Di Desa Baru,.. Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada dampak peralihan TPA Namo Bintang terhadap kesejahteraan sosial rumah tangga pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten

Arahan pemanfaatan pasca operasi yang akan diterapkan di TPAS Namo Bintang sebagai lahan budidaya Serai Wangi tetap membutuhkan usaha penataan dan persiapan lahan seperti

Arahan pemanfaatan pasca operasi yang akan diterapkan di TPAS Namo Bintang sebagai lahan budidaya Serai Wangi tetap membutuhkan usaha penataan dan persiapan lahan seperti

Tempat Pemrosesan Akhir TPA adalah fasilitas yang berfungsi memproses sampah pada tahap akhir.2 Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mendorong

Area ini digunakan untuk menampung sampah yang tidak dapat diolah dan/atau residu yang dihasilkan oleh Rumah Kompos dan Area Pemilahan.. Sampah yang diterima di kawasan ini akan