Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung Di Desa Baru,
Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Universitas Sumatera Utara
Oleh :
Josua Arian Hutabarat 100902038
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru,
Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang
Nama : Josua Arian Hutabarat NIM : 100902038
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Kesejahteraan sosial merupakan hak semua orang untuk merasakannya. Realita yang terjadi saat ini kesejahteraan sosial belum dapat dirasakan pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang, Pancur Batu. TPA tersebut merupakan tempat sumber penghasilan yang begitu besar sehingga para pemulung sangat bergantung kepada TPA tersebut
Penelitian ini tergolong penelitian eksplanatif yang bertujuan untuk membuktikan hipotesis Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung. Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 163 orang pemulung. Untuk mewakili populasi yang ada, peneliti mengambil sampel 10 % dari populasi yang ada yaitu sebanyak 16 orang pemulung.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada dampak peralihan TPA Namo Bintang terhadap kesejahteraan sosial rumah tangga pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Perubahan ini dapat dilihat dari penurunan pendapatan secara drastis. Penurunan pendapatan tersebut mengakibatkan pemenuhan kebutuhan lainnya tidak terpenuhi dengan baik.
ABSTRAC
Impact Of Namo Bintang Landfills Transition To The Social Welfare Of The Household Scangevers In The Desa Baru, Subdistric Pancur Batu,
Regency Deli Serdang
Name : Josua Arian Hutabarat NIM : 100902038
Faculty : Social Politic Science
Social welfare is a right of all people to get it. The reality of what happens when social welfare has not felt scavengers in Namo Bintang Landfills, Pancur Batu. The landfill is a source of income so large, so that the scavenger are very dependent on the landfill.
This study classified explanative research aimed to prove yhe hypothesis of the impact the transition Namo Bintang landfills of the social welfare household scavengers.
Population size in this study were 163 people scavengers. To represent the population researches took a sample of 10% of the population is 163 people scavengers.
The results of this study indicate that there is a transition effect Namo Bintang landfills in the Desa Baru, Subdistrict Pancur Batu, Deli Serdang. This change can be seen from the drastic drop in income. The revenue decline resulted in the fulfillment of other needs not met by either
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Masa Esa,
karena atas berkat dan kasih setiaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang
Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru,
Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang”.
Skripsi ini diajukan sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana pada
Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam
penyelesaian skripsi ini sehingga penulis harus tetap belajar untuk memperoleh
hasil yang lebih baik lagi. Hal ini semua terjadi karena berkat dan kemurahan
Tuhan yang memberikan penulis hikmat, kebijaksanaan dan karena doa serta
dukungan semua pihak dosen, keluarga dan teman-teman yang membantu penulis
untuk memperoleh pengetahuan dalam penyusunan skripsi.
Skripsi ini dipersembahkan kepada kedua orang tua yang penulis
banggakan Menhard Hutabarat dan Resmin Br. Girsang, yang telah berjuang
untuk penulis sejak kecil agar menjadi seorang anak yang sukses dan
membanggakan orang tua. Terima kasih untuk setiap didikan, doa dan perjuangan
kalian selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga ini
bisa menjadi bagian kebanggan bagi kalian.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
semangat kepada penulis selama perkuliahan dan sampai penulis memperoleh
gelar Sarjana :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara,
2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP selaku Departemen Ilmu Kesejahteraan
Sosial.
3. Bapak Drs. Bengkel Ginting, M.Si, selaku dosen pembimbing penulis
yang telah bersedia membimbing dan memberi saran-saran serta illmu
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
maksimal.
4. Kepada Seluruh Dosen Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Dosen
pengajar mata kuliah yang telah memberikan penulis ilmu pengetahuan
selama penulis menjalankan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Sumatera Utara
5. Kepada Kak Juraidah yang banyak membantu penulis menyelesaikan
segala adminstrasi kampus.
6. Kepada Yayasan Nurani Luhur Masyarakat yang telah memberikan
kesempatan bagi penulis untuk melaksanakan kegiatan pratikum, dimana
di yayasan ini penulis memperoleh banyak pengetahuan tentang pekerjaan
sosial.
7. Saudara-saudara penulis Ka Bela, Ka Juli, Iren dan Angga terima kasih
buat doa dan dukungannya selama ini. Kepada Iren semangat buat
studinya di Unsri semoga cepat selesai dan kepada Angga semoga nanti
8. Teman-teman seperjuangan Ilmu Kesejahteraan Sosial USU, mulai dari
Liberson Sitanggang, kawan pertama di Kessos, (cepat kerjakan skripsinya
le) kemudian MC+1 ( kawan kelompok kecil Yoyo, Pera, Fony,
Juwi,Sintong, Lince + Desi) semangat buat kita serta buat teman lain
Agus, Nopen, Haris, Desi, Riada, Halasson, Grace, Iin, Ester, Erwin,
Debora, Umi, Gongdrong, David, Primadola, Doni Dono, Denti, Intan,
Pram, Dapoth, Edward, dan seluruh teman-teman yang tak dapat
disebutkan satu persatu. Semangat buat kita semuanya kawan-kawan.
9. KTB Yesyurun Euaggelion ( Ka Elida Angelina Tobing S. Sos, Reina
Sirait S.Sos dan Chntya Maholtra Padang S. Sos), bersyukur ketika penulis
dapat bergabung dengan kelompok ini, banyak hal baru dan perubahan
yang penulis alami selama kelompok.
10. Bang Franky F. Banfatin selaku abang asuh dikos :D,, terima kasih
banyak bang atas bimbingan abang dari awal masuk sampai saat ini,
Sukses buat pendidikan S2 nya di Korea ya bang,,ditunggu kedatangannya
di JG 411 ya bang :D
11.Hands De Coit ( Handoko) selaku teman 1 kamar terima kasih buat
pinjaman motornya selama ini :D dan Ejer The Hulluk (George), jangan
badan aja dibesar-besarkan, ingat skripsi jer.
12.Kepada Ira Ria Purba, terima kasih buat doa dan dukungannya yang sangat
berarti bagi penulis selama penyusunan skripsi ini .
13.Kepada rekan-rekan IMADA (Ikatan Mahasiswa Dairi), rekan-rekan
14.Kepada teman-teman di KDAS (Kelompok Diskusi dan Aksi Sosial),
tempat penulis memperoleh segudang ilmu, penulis dapat berbagi ilmu
dengan orang-rang yang luar biasa. Semangat untuk perjuangan kalian.
Vor Veritas
15.Bapak Darmanta Mulana Ketaren selaku Kepala Desa Baru, terima kasih
Pak atas ijin dan arahannya selama penulis melakukan penelitian di Desa
Baru
16.Terima kasih buat Warga Desa Baru yang telah bersedia untuk membantu
penulis menyelesaikan kuesioner skripsi hingga selesai.
17.Terima kasih buat seluruh pihak yang namanya tidak tertulis, yang telah
membantu penulis di setiap proses penyusunan skripsi ini hingga selesai
Akhir kata, penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih penuh
dengan kekurangan dan jauh dari kesempurnaan yang disebabkan oleh
keterbatasan-keterbatasan penulis. Dengan kerendahan hati penulis selalu
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangunn. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Medan, Juli 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 14
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 14
1.3.2 Manfaat Penelitian... 14
1.4 Sistematika Penulisan... 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dampak ... 17
2.2 Persampahan ... 18
2.2.1 Pengertian Sampah ... 18
2.2.2 Jenis-Jenis Sampah ... 18
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sampah ... 21
2.2.4 Sumber-Sumber Sampah ... 21
2.2.5 Pengelolaan Sampah... 23
2.3 Tempat Pembuangan Akhir ... 24
2.3.1 Pengertian Tempat Pembuangan Akhir ... 24
2.3.2 Metode Pembuangan Sampah ... 25
2.3.3 Persyaratan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir ... 27
2.4 Masyarakat ... 28
2.4.1 Pengertian Masyarakat ... 28
2.4.2 Pengertian Keluarga ... 29
2.4.3 Rumah Tangga ... 31
2.4.4 Pemulung ... 32
2.5.1 Pengerian Kemiskinan ... 32
2.5.2 Aspek-Aspek Kemiskinan ... 35
2.5.3 Ciri-Ciri Kemiskinan ... 37
2.5.4 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan ... 40
2.6 Kesejahteraan Sosial ... 41
2.6.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial ... 41
2.6.2 Tujuan dan Fungsi Kesejahteraan Sosial ... 44
2.6.3 Pembangunan Kesejahteraan Sosial ... 46
2.7 Kerangka Pemikiran ... 50
2.8 Hipotesis ... 53
2.8.1 Defenisi Konsep ... 53
2.8.2 Defenisi Operasional ... 55
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 58
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Baru ... 61
4.2 Data Penduduk ... 63
4.3 Keadaan Demografis Desa Baru ... 63
4.3.1 Gambaran Penduduk Berdasarkan Usia ... 63
4.3.2 Gambaran Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian... 65
4.3.3 Gambaran Penduduk Berdasarkan Pendidikan ... 66
4.4 Sarana Desa Baru ... 67
4.4.1 Sarana Pendidikan ... 67
4.4.3 Sarana Perdagangan ... 68
4.5 Sistem Pemerintahan Desa ... 68
4.5.1 Perangkat Desa Baru ... 68
4.5.2 Bagan Organisasi Pemerintahan Desa ... 69
BAB V ANALISIS DATA 5.1 Identitas Responden ... 70
5.1.1 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 70
5.1.2 Identitas Responden Berdasarkan Usia ... 71
5.1.3 Identitas Responden Berdasarkan Kepercayaan ... 72
5.1.4 Identitas Responden Berdasarkan Suku ... 73
5.1.5 Identitas Responden Berdasarkan Jumlah Anak ... 73
5.1.6 Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan ... 74
5.1.7 Identitas Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 75
5.1.8 Identitas Responden Berdasarkan Status Kependudukan ... 76
5.2 Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir ... 77
5.2.1 Keuntungan Sebelum Peralihan TPA Namo Bintang ... 77
5.2.2 Dampak Sesudah Peralihan TPA Namo Bintang ... 77
5.2.3 Tindakan yang Dilakukan Setelah Peralihan TPA Namo Bintang ... 78
5.3 Pendapatan ... 79
5.3.1 Pekerjaan Utama Setelah Peralihan TPA Namo Bintang ... 79
5.3.2 Pekerjaan Sampingan Sebelum Peralihan TPA Namo Bintang 80 5.3.3 Pekerjaan Sampingan Pemulung ... 80
5.3.4 Jam Kerja Pemulung ... 81
5.3.5 Pencari Nafkah dalam Rumah Tangga Pemulung ... 82
5.3.6 Penghasilan Pemulung... 83
5.3.7 Pengeluaran Pemulung ... 84
5.3.8 Kepunyaan Tabungan Pemulung ... 86
5.4 Pendidikan ... 87
5.4.1 Jumlah Anak Bersekolah ... 87
5.5 Kesehatan ... 89
5.5.1 Kondisi Kesehatan Anggota Keluarga ... 89
5.5.2 Kondisi Biayauntuk Kesehatan ... 90
5.5.3 Kondisi Air Minum Utama ... 91
5.6 Perumahan ... 92
5.6.1 Status Kepemilikan Rumah ... 92
5.6.2 Kondisi Bangunan ... 93
5.6.3 Lantai Bangunan ... 94
5.6.4 Kondisi Kemampuan dalam Pemenuhan Kebutuhan Perumahan ... 95
5.7 Pangan ... 96
5.7.1 Pemenuhan Kebutuhan Pangan ... 96
5.7.2 Kecukupan Gizi Pangan ... 96
5.8 Analisis Dampak Peralihan TPA Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Pemulung ... 97
5.8.1 Dampak Positif ... 98
5.8.2 Dampak Negatif ... 99
5.9 Analisis Data Kuantitatif Perbandingan Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung Sebelum dan Sesudah Peralihan TPA Namo Bintang ... ...100
5.9.1 Uji t untuk Kondisi Pekerjaan ... 101
5.9.2 Uji t untuk Pekerjaan Sampingan ... 103
5.9.3 Uji t untuk Jam Kerja ... 105
5.9.4 Uji t untuk Penghasilan ... 107
5.9.6 Uji t untuk Pencari Nafkah ... 109
5.9.7 Uji t untuk Pemenuhan Kebutuhan Pendidikan Anak ... 111
5.9.8 Uji t untuk Kondisi Kesehatan Anggota Rumah Tangga ... 113
5.9.9 Uji t untuk Pemenuhan Kebutuhan Kesehatan ... 115
5.9.10 Uji t untuk Sumber Air Minum ... 117
5.9.11 Uji t untuk Kemampuan Pemenuhan Kebutuhan Rumah ... 119
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ... 124
DAFTAR BAGAN DAN TABEL
Bagan 2.1 Alur Pikir………... 52
Bagan 4.1 Bagan Organisasi Pemerintahan Desa ………. 69
Tabel 4.1 Data Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin………. 63
Tabel 4.2 Data Penduduk Berdasarkan Usia………. 64
Tabel 4.3 Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian……….. 65
Tabel 4.4 Gambaran Penduduk Berdasarkan Pendidikan……….. 66
Tabel 4.5 Sarana Pendidikan……… 67
Tabel 5.1 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………... 70
Tabel 5.2 Identitas Responden Berdasarkan Usia……….. 71
Tabel 5.3 Identitas Responden Berdasarkan Kepercayaan………. 72
Tabel 5.4 Identitas Responden Berdasarkan Suku……….. 73
Tabel 5.5 Identitas Responden Berdasarkan Jumlah Anak………. 73
Tabel 5.6 Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir….. 74
Tabel 5.7 Identitas Responden Berdasarkan Pekerjaan ……….. 75
Tabel 5.8 Identitas Responden Berdasarkan Status Kependudukan………….. 76
Tabel 5.9 Tindakan Setelah Peralihan TPA Namo Bintang………. 78
Tabel 5.10 Pekerjaan Utama Setelah Peralihan TPA Namo Bintang…………..79
Tabel 5.11 Pekerjaan Sampingan Pemulung………. 80
Tabel 5.12 Jam Kerja ……… 81
Tabel 5.13 Pencari Nafkah dalam Rumah Tangga……….. 81
Tabel 5.14 Penghasilan Pemulung……… 82
Tabel 5.15 Pengeluaran Pemulung……… 84
Tabel 5.17 Jumlah Anak Bersekolah ……….. 87
Tabel 5.18 Pemenuhan Kebutuhan Pendidikan Anak………. 89
Tabel 5.19 Kondisi Kesehatan Anggota Keluarga ……….. 89
Tabel 5.20 Kondisi Biaya untuk Kesehatan………. 90
Tabel 5.21 Sumber Air Minum Utama……….. 91
Tabel 5.22 Status Kepemilikan Rumah………. 92
Tabel 5.23 Kondisi Bangunan Rumah……….. 93
Tabel 5.24 Lantai Bangunan……….. 94
Tabel 5.25 Kondisi Kemampuan Pemenuhan Perumahan……… 95
ABSTRAK
Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru,
Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang
Nama : Josua Arian Hutabarat NIM : 100902038
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Kesejahteraan sosial merupakan hak semua orang untuk merasakannya. Realita yang terjadi saat ini kesejahteraan sosial belum dapat dirasakan pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang, Pancur Batu. TPA tersebut merupakan tempat sumber penghasilan yang begitu besar sehingga para pemulung sangat bergantung kepada TPA tersebut
Penelitian ini tergolong penelitian eksplanatif yang bertujuan untuk membuktikan hipotesis Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung. Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 163 orang pemulung. Untuk mewakili populasi yang ada, peneliti mengambil sampel 10 % dari populasi yang ada yaitu sebanyak 16 orang pemulung.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada dampak peralihan TPA Namo Bintang terhadap kesejahteraan sosial rumah tangga pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Perubahan ini dapat dilihat dari penurunan pendapatan secara drastis. Penurunan pendapatan tersebut mengakibatkan pemenuhan kebutuhan lainnya tidak terpenuhi dengan baik.
ABSTRAC
Impact Of Namo Bintang Landfills Transition To The Social Welfare Of The Household Scangevers In The Desa Baru, Subdistric Pancur Batu,
Regency Deli Serdang
Name : Josua Arian Hutabarat NIM : 100902038
Faculty : Social Politic Science
Social welfare is a right of all people to get it. The reality of what happens when social welfare has not felt scavengers in Namo Bintang Landfills, Pancur Batu. The landfill is a source of income so large, so that the scavenger are very dependent on the landfill.
This study classified explanative research aimed to prove yhe hypothesis of the impact the transition Namo Bintang landfills of the social welfare household scavengers.
Population size in this study were 163 people scavengers. To represent the population researches took a sample of 10% of the population is 163 people scavengers.
The results of this study indicate that there is a transition effect Namo Bintang landfills in the Desa Baru, Subdistrict Pancur Batu, Deli Serdang. This change can be seen from the drastic drop in income. The revenue decline resulted in the fulfillment of other needs not met by either
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemiskinan menjadi salah satu masalah di Indonesia sejak dulu hingga
sekarang. Kemiskinan di Indonesia semakin memburuk sejak terhempas dengan
krisis ekonomi dan moneter yang terjadi sejak tahun 1997. Kemiskinan seringkali
dipahami sebagai gejala rendahnya tingkat kesejahteraan semata padahal
kemiskinan itu mencakup gejala yang bersifat komplek dan multidimensi.
Rendahnya tingkat kehidupan sering dikaitkan sebagai alat ukur kemiskinan yang
pada hakekatnya nerupakan salah satu dari munculnya lingkaran kemiskinan.
Beban kemiskinan paling besar terletak pada kelompok-kelompok tertentu.
Kaum perempuan pada umumnya merupakan pihak yang dirugikan, mereka
sering menanggung beban hidup yang lebih berat daripada kaum pria. Demikian
pula dengan anak-anak yang menderita akibat kualitas hidup masa depan mereka
terancam oleh karena kekurangan gizi, rendahnya tingkat kesehatan dan
pendidikan serta keterbelakangan dalam banyak hal.
Keadaan perekonomian dunia dewasa ini sangat memprihatinkan bukan
hanya di Indonesia saja tetapi bahkan negara lain juga mengalami hal yang sama.
Perbedaan terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan
angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya. Semakin
besar angka kemiskinan yang terjadi, semakin tinggi pula tingkat kesulitan
mengatasinya. Khususnya di Indonesia kini terdapat berbagai permasalahan sosial
kemiskinan, masalah pengangguran, masalah lingkungan hidup dan masalah
lainnya yang menyangkut banyak jiwa penduduk di Indonesia. Permasalahan
tersebut akibat semakin meningkatnya keadaan ekonomi yang tidak disesuaikan
dengan kondisi masyarakat menengah kebawah. Kemiskinan merupakan masalah
besar dimana kemiskinan sesungguhnya telah menjadi masalah dunia sejak
berabad-abad tahun lalu. Realitasnya hingga kini kemiskinan masih menjadi
bagian dari persoalan terberat dan paling krusial didunia.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau.
Ribuan pulau itu telah dihuni oleh banyaknya penduduk. Hingga saat ini menurut
data yang telah diperoleh mengatakan bahwa penduduk Indonesia telah mencapai
237,6 juta jiwa lebih. Bukan jumlah yang sedikit, tetapi sangat banyak sehingga
menempatkan Indonesia berada di lingkaran 10 besar negara dengan penduduk
terbanyak. Banyaknya penduduk telah mengakibatkan kesulitan pemerintah dalam
menangani kebutuhan masyarakat dalam menjalankan pelayanan terhadap
masyarakat. Sehingga dapat menyebabkan angka kemiskinan semakin meningkat.
(http://www.kabarbisnis.com
Pada tahun 2000 sampai tahun 2005, jumlah penduduk miskin cenderung
menurun dari 38,70 juta orang pada tahun 2000, menjadi 35,10 juta juta orang
pada tahun 2005. Secara relative juga terjadi penururnan persentasi penduduk
miskin dari 19,14% pada tahun 2000, menjadi 15,97% pada tahun 2005. Pada
tahun 2006, terjadi kenaikan jumlah pendudukan miskin dari 35,10 juta orang
(15,97) pada bulan Ferbuari 2005, menjadi 39,30 juta orang (17,75) pada Maret
2006. Pada Maret 2008, jumlah penduduk miskin mencapai 34,96 juta orang
mencapai 37,17 juta orang (16,58%) berarti jumlah penduduk miskin turun
sebesar 2,21 juta orang (http://www.bps.go.id Diakses pada tanggal 30 Maret 2013 pukul 18:30 WIB.
Pada bulan Maret 2010 sampai bulan September 2012 angka kemiskinan
Indonesia mulai mengalami penurunan. Tahun 2010 jumlah penduduk miskin
mencapai 31,02 juta orang (13,33 persen), kemudian mengalami penurunan di
bulan Maret 2011 dengan jumlah penduduk miskin 30,02 juta orang (12,49
persen), dan berkurang 1 juta orang (0,84 persen). Di tahun yang sama tepatnya
bulan September 2012 angka kemiskinan mengalami penurunan lagi menjadi
29,89 juta orang (12,36 persen) dan berkurang 13 ribu orang (0,13 persen). Dan
pada Maret 2012 angka penduduk miskin mencapai 29,13 juta orang (11,96
persen), penduduk miskin berkurang 76 ribu orang (0,4 persen). Pada bulan
September 2012, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,59 juta orang
(11,66 persen), berkurang sebesar 0,54 juta orang (0,30 persen) dibandingkan
dengan penduduk miskin pada Maret 2012 yang sebesar 29,13 juta orang (11,96
persen).
Selama periode Maret-September 2012, jumlah penduduk miskin di
daerah perkotaan berkurang 0,14 juta orang (dari 10,65 juta orang pada Maret
2012 menjadi 10,51 juta orang pada September 2012), sementara di daerah
pedesaan berkurang 0,40 juta orang (dari 18,48 juta orang pada Maret 2012
menjadi 18,08 juta orang pada September 2012. Selama periode Maret
2012-September 2012, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret
2012 sebesar 8,78 persen, turun menjadi 8,60 persen pada September 2012.
Maret 2012 menjadi 14,70 persen pada September 2012 (http://www.bps.go.id
diakses pada tanggal 30 Maret 2013 pukul 18.55 wib.)
Dari data yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pemerintah dapat
mengurangi angka kemiskinan dalam beberapa kurun waktu. Kendati pun
demikian, pemerintah belum dapat berbangga hati karena program yang dilakukan
belum dapat dinilai secara menyeluruh karena hanya sebagian kecil saja yang
terealisasi, sementara kemiskinan masih tetap menjamur dimana-mana. Hal ini
didukung oleh Bank Dunia yang mengkritik Pemerintah Indonesia bahwa
pemerintah lambat dalam proses pengentasan kemiskinan. Menurut Bank Dunia,
untuk mencapai sasaran pengentasan kemiskinan pemerintah Indonesia harus
menyusut angka kemiskinan di tahun 2014 menjadi 8-10 persen, tetapi faktanya
pemerintah masih hanya mampu mengurangi angka kemiskinan diantara 11-12
persen. (http://www.kabarbisnis.com
Perekonomian Indonesia sangat memprihatinkan. Pertumbuhan ekonomi
yang pesat membuat penduduk harus menyesuaikan diri dengan mekanisme pasar.
Tidak semua penduduk dapat menyesuaikannya dikarenakan ketidakmampuan
memiliki ekonomi yang baik atau tidak mempunyai uang. Sehingga keadaan
tersebut mengakibatkan masyarakat yang tidak mendapat sentuhan pemerintah
semakin merosot dibawah garis kemiskinan. Pengangguran menjadi masalah besar
bagi Indonesia, karena ketidakseimbangan antara lapangan pekerjaan dan pencari
kerja. Hal ini membuat masyarakat terus mendesak pemerintah agar mampu untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dengan program-programnya. Hal ini dilakukan
supaya masyarakat dapat melakukan fungsi socialnya menjadi yang lebih baik dan
dapat menyesuiakan diri dengan mekanisme pasar.
Tingginya angka kemiskinan Indonesia tidak hanya disebabkan oleh satu
atau beberapa provinsi saja, melainkan seluruh daerah Indonesia “menyumbang”
angka kemiskinan sehinggga mengalami pembengkakan angka. Provinsi Jawa
Timur merupakan provinsi pertama yang penduduk miskinnya terbanyak di
Indonesia sebanyak 5 juta lebih orang, diikuti oleh Provinsi Jawa Tengah dengan
jumlah 4,9 juta lebih orang kemudian Provinsi Jawa Barat dengan jumlah 4,4 juta
lebih orang. Provinsi Sumatera Utara kemudian menyusul dengan jumlah
penduduk miskin 1,4 juta orang lebih kemudian diikuti provinsi lainnya. Provinsi
yang penduduk miskinnya paling sedikit adalah Provinsi Bangka Belitung dengan
jumlah 71 ribu orang. Sangat berbanding jauh dengan jumlah penduduk miskin
yang dimiliki beberapa provinsi Jawa Timur. Menjadi tugas yang berat bagi
pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan itu
diakses pada tanggal 30 Maret 2013 pukul 19.20)
Pertumbuhan penduduk yang signifikan merupakan suatu permasalahan di
Indonesia. Banyaknya jumlah penduduk menyebabkan pemerintah mengalami
kesulitan dalam memberikan pelayanan bagi masyarakatnya, seperti pekerjaan.
Lapangan pekerjaan di Indonesia tak sebanding dengan jumlah pelamar kerja.
Beberapa upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi jumlah penduduk
lewat program-program seperti Keluarga Berencana (KB). Hal ini dimaksud agar
untuk setiap rumah tangga tidak terlalu sulit untuk menghidupi kerluarga. Kendati
demikian masih banyak dijumpai keluarga yang mempunyai anak banyak.
Dilakukannya program KB ini juga agar pemerintah mampu menata lapangan
pekerjaan bagi masyarakat, karena jika pertumbuhan penduduk tetap tinggi, maka
berkurang. Hal ini akan membuat tingginya masyarakat yang bekerja di sektor
informal.
Banyak program telah dilakukan pemerintah dalam rangka pengentasan
kemiskinan, tetapi tidak menunjukkan hasil yang siginifikan. Tingginya jumlah
penduduk menjadi penghalang bagi pemerintah. Ketika jumlah penduduk menjadi
penghalang bagi pemerintah, bagi masyarakat awam yang menjadi permasalahan
kemiskinan adalah kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Salah satu
kebijakan pemerintah yang dapat dilihat adalah dengan menjadikan perkotaan
sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. Pembangunan pusat perekonomian seperti
mall, kantor-kantor dan lainnya terjadi dimana-mana. Ruang menjadi semakin
sempit sementara lahan tidak bisa bertambah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah
padatnya suatu perkotaan.
Menjadikan perkotaan sebagi basis perekonomian adalah hal yang salah,
karena tingkat kemiskinan tertinggi sebenarnya berada di pedesaan. Pembangunan
yang terjadi diperkotaan merupakan suatu kesempatan bagi penduduk desa untuk
mengubah hidupnya. Masyarakat berbondong-bondong melakukan perpindahan
dari desa ke kota untuk mengadu nasib, sementara pekerjaan yang ada tidak
sebanding dengan jumlah pendatang dari desa. Desa yang ditinggalkan oleh
penduduk akan mengakibatkan tidak ada perkembangan, tetapi sebaliknya yaitu
penurunan pertumbuhan ekonomi.
Pekerjaan yang mempunyai penghasilan banyak biasanya akan membuat
kesejahteraan masyarakat semakin baik, tetapi pekerjaan yang hasilnya sedikit
akan mengurangi tingkat kesejahteraan masyarakat. Hal ini disebabkan karena
pendapatan. Masyarakat akan mencari pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan,
sehingga pandangan masyarakat yang mengatakan di perkotaan lebih baik tidak
mengatakan demikian, justru sebaliknya mereka hanya menjadi masyrakat miskin
perkotaan yang bekerja di sektor informal.
Pemulung adalah salah satu pekerjaan di sektor informal dan merupakan
suatu penyakit sosial yang sering dikenal sebagai penyandang masalah
kesejahteraan sosial (PMKS) .Pekerja di sektor informal di persampahan muncul
karena terbatasnya penyediaan lapangan pekerjaan terutama pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuan mereka. Selama pertumbuhan ekonomi dibawah standar
maka sektor informal akan terus berkembang. Artinya hanya dengan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka pekerjaan di sektor informal dapat
berkurang. Selain itu pemerataan pertumbuhan ekonomi baik di pedesaan maupun
perkotaan juga perlu diperhatikan. Selama pertumbuhan dan pemerataan tidak
sejalan, maka keberadaan sektor informal akan terus meningkat dan jumlah
migrasi penduduk dari desa ke kota untuk mencari lapangan pekerjaan akan
meningkat pula.
Pemulung sangat sering dijumpai khususnya dikota-kota besar dimana
sampah-sampah banyak dijumpai bahkan di tempat pembuangan akhir (TPA).
Para pemulung berlomba-lomba dengan sesamanya demi mendapatkan sampah
untuk dipilah-pilah dan dijual kembali kepada pengumpul untuk mendapatkan
uang. Ketiadaan pekerjaan yang tetap mengakibatkan banyak orang menjadi
pemulung.
Sampah menjadi sumber kehidupan para pemulung. Ketika sampah tidak
malam pekerjaan hanya mencari dan memilah sampah. Dengan adanya sampah
semakin membuat pemulung menggantungkan nasibnya kepada sampah. Dalam
satu keluarga tak jarang ditemui seluruh anggota keluarga pekerjaannya adalah
pemulung, sehingga mata rantai kemiskinan tidak akan terputus tetapi akan
semakin memanjang.
Banyak dari pemulung mencari barang bekas berbahan plastik seperti
bekas botol atau gelas air mineral. Barang bekas berbahan plastik paling banyak
mereka cari karena mungkin lebih mudah untuk menjualnya kembali. Jadi bisa
dikatakan bahwa pemulung adalah pengumpul barang bekas plastik dan sampah –
sampah terbuat dari plastik. Kalau dibakar maka akan menimbulkan polusi udara
dan kalau dibiarkan akan menimbulkan banjir. Buktinya di sepanjang kali yang
ada di daerah- daerah di Indonesia banyak sekali terdapat sampah-sampah plastik.
Mendaur ulang plastik adalah langkah yang sangat tepat untuk melestarikan tanah,
udara dan air . Pemulung adalah orang yang sangat berperan penting dalam
mengurangi tercemarnya tanah oleh plastik.
Pemulung sangat mudah untuk dijumpai. Pekerjaaan pemulung tentunya
ikut membersihkan lingkungan dari sekitar tempat tinggal maupun tempat
beraktifitas. Pemulung turut memainkan peranan penting dalam pengelolaan
sampah di Indonesia. Mereka mencari barang yang bernilai ekonomis dari
tumpukan sampah, TPS, dan TPA maupun dari rumah kerumah. Dari jam kerja
yang panjang dan tak tentu (dari pagi hingga malam), gangguaan kesehatan yang
menghantui para pemulung sampai masalah kondisi lingkungan TPA yang
menghalangi mereka untuk mengais sampah demi kelangsungan kehidupan
keluarganya ditengah desakan kebutuhan ekonomi yang semakin tinggi.
Di setiap kota besar pasti banyak terdapat sampah-sampah serta para
pemulung yang setia setiap hari mengambil sampah. Bagi sebagian orang, seperti
pemulung dan perajin barang bekas, sampah tersebut ternyata memberikan
keuntungan tersendiri. Hubungan antara keduanya sangat erat karena sampah dan
pemulung sama-sama saling membutuhkan. Sampah membutuhkan tangan-tangan
para pemulung untuk mengambil sampah agar tidak mengganggu kesehatan warga
dan membantu mengurangi sampah-sampah supaya tidak menumpuk di tempat
pembuangan akhir. Sebaliknya pemulung membutuhkan sampah demi memenuhi
kebutuhan ekonomi agar mereka dapat mempertahankan hidup. Para pemulung
juga rela atas hidupnya di tempat sampah, hanya demi sesuap nasi.Karena
hidupnya dekat dengan sampah sebagai sumber penyakit, dampak yang
ditimbulkan dari sampah bermacam-macam, seperti penyakit kulit, gangguan
pernapasan dan penyakit lainnya.
Kota Medan merupakan daerah yang cukup berkembang di Provinsi
Sumatera Utara. Perkembangan kota tersebut dapat dilihat dari jumlah
peningkatan penduduk dan pembangunan perumahan, perkantoran, pusat
perbelanjaan, kawasan bisnis yang membentuk kota Medan sendiri. Tumbuhnya
kegiatan jasa, industri dan fasilitas lainnya di wilayah pinggiran kota Medan
sampai perbatasan dengan kabupaten lainnya, seperti Kabupaten Deli Serdang.
Secara tidak langsung fenomena ini berdampak pada perubahan
pemanfaatan lahan dari lahan pertanian berubah menjadi lahan perumahan dan
peningkatan akan kebutuhan lahan untuk menyediakan segala fasilitas perkotaan
yang dibutuhkan oleh penduduk Kota Medan itu sendiri. Khususnya pada
penyediaan sebuah fasilitas berupa tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.
Penetapan lokasi TPA sampah yang tepat serta penataan kawasan di sekitarnya
perlu dilakukan secara seksama agar tidak menimbulkan permasalahan di
kemudian hari, terutama yang terkait dengan masalah sosial dan lingkungan.
Namo Bintang adalah salah satu TPA sampah Kota Medan. Berada di
Desa Namo Bintang, bersebelahan dengan Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu,
Kabupaten Deli Serdang. . TPA ini beroperasi sejak tahun 1985 Luasnya sekitar
16 hektare. Dari total luas itu 10 hektare sudah terisi oleh bukit sampah setinggi
10 hingga 15 meter. Udara dan pemandangannya memang tak sedap. Setiap hari
ada 120 truk sampah datang membawa sampah dengan volume 1-3 ton per truk.
TPA Namo Bintang menjadi harta karun bagi masyarakat sekitar.
Terkhusus bagi masyarakat yang menjadi pemulung. Sejak dibukanya TPA ini,
pemulung menggantungkan nasibnya kepada sampah. Sekitar 350 orang
pemulung berkecimpung sejak TPA dibuka dan mereka adalah penduduk sekitar
TPA yaitu mayoritas dari Desa Namo Bintang dan Desa Baru.
Menurut Rusmiadi, selaku Kepala Dusun 3 Desa Baru jumlah pemulung
saat ini lebih banyak dari Gang Dame Dusun 3 Desa Baru yang tak jauh dengan
TPA. Untuk mencari nafkah tak jarang dijumpai satu keluarga yang menjadi
pemulung. Para pemulung terdiri dari bapak-bapak, ibu-ibu, anak-anak yang
sekolah bahkan yang putus sekolah dan penggangguran yang tidak punya
Banyak anak usia sekolah lebih memilih menjadi pemulung. Hal ini
disebabkan karena mereka dengan mudah bisa mendapatkan uang sebanyak
Rp.35.000- Rp. 100.000 dalam sehari. Sementara seperti yang diketahui bahwa
anak-anak usia sekolah itu dilarang untuk bekerja, melainkan belajar dan bermain.
Fenomena ini sering terjadi dikalangan orang miskin. Kesulitan ekonomi
mengharuskan anak-anak juga mencari nafkah untuk keluarga.
Bekerja sebagai pemulung di TPA bukanlah hal yang mudah. Pemulung
harus bertaruh nyawa di TPA. Sampah yang sudah menggunung sewaktu-waktu
dapat longsor dan mengancam nyawa. Aroma tak sedap bahkan beracun menjadi
hal yang biasa bagi mereka. Bahkan untuk kelangsungan hidup tidak dijaga.
Banyak pemulung hanya menggunakan alas kaki tipis, bahkan tidak menggunakan
alas kaki sementara kaca, paku dan benda tajam lainnya dapat melukai mereka.
Para pemulung tersebut bisa hidup karena sampah. Setiap hari mempunyai
penghasilan rata-rata Rp. 50.000 per hari. Mereka menyebut bukit sampah adalah
harta karun. Mereka tidak hanya mendapatkan uang dari sampah-sampah,
melainkan makanan dari sampah juga suatu keberuntungan bagi mereka. Setiap
sisa makanan yang ditemukan mereka memakannya bersama di bukit sampah itu,
dan ada juga yang membawa kerumahnya.
Tahun 2013 adalah masa suramnya kehidupan pemulung. Betapa tidak,
sampah yang menjadi sumber kehidupan mereka tidak lagi dibuang di TPA Namo
Bintang. TPA Namo Bintang ditutup dan dialihkan ke TPA Terjun Medan
Marelan. Pemulung semakin sulit. Pendapatan berkurang secara drastis.
M. Ginting Manik (66) atau biasa dipanggil Bulang, sudah puluhan tahun
menjadi pemulung di TPA Namo Bintang ini. Sekarang ia telah menjadi pembeli
hasil pemulung. Dulu, ia bersama istrinya mengumpulkan sampah di TPA ini
untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Dia tinggal di sebuah rumah kecil
berlantai tanah dan papan seadanya di dekat bukit sampah. Ketika ditanyai
mengenai kesehatan dan keselamatan nyawanya, ia mengatakan belum pernah
sakit parah begitu pula istrinya.
Bulang adalah ketua kelompok pemulung Namo Bintang. Ia terpilih sejak
tahun 1995 dan menjadi pengurus selama tiga tahun. Bulang terpilih karena ia
memiliki jiwa sosial yang tinggi terhadap sesama kaum miskin yang
termarginalkan, sehingga pemulung lainnya menyepakati dan mengangkat Bulang
menjadi ketua kelompok.
Sejak TPA ditutup, Bulang bersama ratusan pemulung lainnya melakukan
unjuk rasa di kantor walikota. Mereka menuntut agar TPA Namo Bintang dibuka
kembali, mengingat bahwa TPA merupakan sumber kehidupan bagi mereka. Hal
ini sudah terjadi beberapa kali dalam satu tahun 2013 agar TPA tetap beroperasi.
Tetapi pada Juli 2013 TPA tersebut benar-benar ditutup secara umum dan
pembuangan dialihkan ke TPA Terjun yang berada di Kecamatan Medan Merelan.
Sampai saat ini para pemulung tidak tahu apa alasan pasti ditutupnya TPA
Namo Bintang. Jawaban yang ada masih tergolong simpang siur. Menurut Bulang
selama berunjuk rasa ke kantor Walikota Medan, Pemerintah Kota Medan
menjawab bahwa seharusnya sampah Kota Medan harus dibuang di daerah
sendiri, bukan menjadi tanggung jawab daerah lain. Di lain waktu para pemulung
sekitar empat hektare dan dapat dipakai selama dua tahun. Tapi itulah jawaban
yang didapatkan oleh pemulung tersebut.
Beralihnya TPA sangat berdampak buruk bagi pemulung. Selama ini
mereka bisa hidup karena adanya TPA tersebut, namun kini TPA telah ditutup.
Perekonomian menjadi masalah utama bagi mereka. Hidup mereka pun terancam.
Keluarga makan apa, sekolah anak bagaimana, biaya sewa rumah bagaiamana,
membayar uang listrik dan air bagaimana. Itulah yang terngiang-ngiang dalam
benak pikir para pemulung.
Pemulung tak putus asa. Mereka tetap berusaha bertahan hidup. Namun
pekerjaan yang mereka lakoni tetap saja menjadi pemulung, hanya saja teknik
mereka yang berubah. Dulunya hanya bertahan dari TPA, kini mereka menyebar
di perkotaan Medan untuk memulung, ada yang pindah ke TPA Terjun, pergi
subuh pulang malam. Pendapatan tetap rata-rata Rp.50.000 per hari, tetapi
pengeluaran ketika bekerja banyak. Ongkos ke TPA Terjun dan biaya makan
menjadi tanggungan mereka. Bahkan ada juga sebagian pemulung yang pulang
kerumah sekali seminggu demi mengirit biaya ongkos. Ada lagi yang tidak pergi
berpencar memulung, mereka tetap memilah-milah sisa-sisa sampah, mencari
cacing untuk dijual dan membuat kompos di TPA yang lama.
Begitu berdampaknya TPA lama bagi pemulung, membuat pemulung
sangat tergantung terhadap sampah. Kehidupan pemulung menjadi berubah akibat
peralihan TPA. Dampak yang paling dirasakan para pemulung adalah masalah
ekonomi. Hal ini disebabkan karena dengan uang mereka bisa hidup, sehingga
masalah ekonomi menjadi masalah utama bagi mereka untuk bertahan hidup dan
menjadi dampak lainnya terhadap kesejahteraan para pemulung TPA Namo
Bintang.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti
tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi apakah ada “dampak peralihan TPA
Namo Bintang terhadap kesejahteraan rumah tangga pemulung di Gang Dame,
Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: “ apakah ada dampak
peralihan TPA Namo Bintang terhadap kesejahteraan rumah tangga pemulung di
Gang Dame, Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang?.”
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
“dampak peralihan tempat pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang terhadap
kesejahteraan rumah tangga pemulung di Gang Dame, Desa Baru, Kecamatan
Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang”
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan menjadi referensi dalam
1. Secara teoritis, penelitian ini dapat menambah wawasan, pengalaman dan
pemahaman peneliti mengenai kesejahteraan masyarakat yang menjadi
penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)
2. Secara praktis, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan masukan
bagi pemerintah dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan
masyarakat pemulung.
3. Secara akademis, dapat memberikan kontribusi keilmuan dalam
menambah referensi dan bahan kajian bagi para peneliti atau mahasiswa
yang tertarik terhadap permasalahan yang berkaitan dengan masalah
sosial.
1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika penulisan
sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang penilitian, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penilitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan
dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka
pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, subjek
penelitian, teknik pengumpulan data serta analisa data.
Bab ini berisikan sejarah singkat serta gambaran umum
mengenai lokasi/tempat peniliti melakukan penelitian.
BAB V : ANALISIS DATA
Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari
penelitian, beserta dengan analisisnya.
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Dampak
Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu
aktivitas. Aktifitas tersebut dapat bersifat alamiah, baik social, ekonomi, fisik,
kimia maupun biologi. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) dampak adalah benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif
maupun negatif.
Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda)
yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh
adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab
akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi.
Dampak dapat bersifat positif dan negatif serta dampak langsung dan tidak
langsung. Sifat positif dan negatif identik dengan baik dan buruk. Baik dan buruk
tidaklah mutlak. Dunia fana ini suatu hal selalu mengandung sifat baik dan buruk.
Kadar baik dan buruk suatu hal tergantung pada sudut pandang, Sudut pandang itu
menentukan tolok ukut yang dipakai untuk menilai hal tersebut.
Banyak faktor memperngaruhi penentuan apakah dampai itu baik ( positif
) atau buruk ( negatif). Salah satu faktor penting dalam penentuan itu adalah
2.2 Persampahan 2.2.1 Pengertian Sampah
Sebagaimana biasanya, lingkungan padat atau litosfir inipun digunakan
orang untuk membuang sampah yang bersifat padat. Selain itu saat ini tanah juga
digunakan untuk membuang sampah berbahaya yang cair maupun padat. Sampah
yang dimaksud adalah segala sesuatu yang tidak lagi dikehendaki oleh yang punya
dan bersifat padat. Sampah ini ada yang mudah membusuk terutama dari zat-zat
organic seperti sisa sayuran, sisa daging, daun dan lain lain., sedangkan yang tidak
membusuk dapat berupa plastic, kertas, karet, logam atau pun abu, bahan
bangunan bekas dan lain-lain. Kotoran manusia, sekalipun padat tidak termasuk
kedalam defenisi sampah ini, demikian pula bangkai hewan yang cukup besar.
Atas defenisi tersebut, maka sampah dapat dibedakan atas dasar sifat biologis dan
kimianya, sehingga mempermudah pengelolaannya, sebagai berikut :
a. Sampah yang dapat membusuk, seperti sisa makanan, daun,
sampah kebun, pertanian dan lainnya,
b. Sampah yang tidak membusuk seperti kertas, plastic, karet, gelas,
logam dan lainnya,
c. Sampah yang berupa debu/abu dan
d. Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, seperti
sampah-sampah berasalkan industry yang mengandung zat-zat kimia
maupun zat fisisi berbahaya.
2.2.2 Jenis- Jenis Sampah
A. Sampah Yang Membusuk
Sampah ini dalam bahasa Inggris disebut garbage , yaitu yang mudah membusuk karena aktivitas mikroorganisme. Dengan demikian pengelolaannya
menghendaki kecepatan, baik dalam pengumpulan maupun dalam
pembuangannya. Pembusukan sampah ini akan menghasilkan gas yang bersifat
racun bagi tubuh. Selain beracun, juga akan berbau busuk sehingga secara estetis
tidak dapat diterima ; jadi, penumpukan sampah yang membusuk tidak dapat
dibenarkan. Di negara sedang berkembang seperti Indonesia sampah kebanyakan
terdiri atas sampah jenis ini. Tetapi, bagi lingkungan sampah ini relatif kurang
berbahaya karena dapat terurai dengan sempurna menjadi zat-zat anorganik yang
berguna bagi fotosintesa tumbuhan. Hanya saja orang harus mengangkut dan
membuangnya di tempat yang aman, dengan kecepatan yang lebih daripada
kecepatan membusuknya di dalam keadaan cuaca daerah tropis ini
B. Sampah Yang Tidak Membusuk
Sampah jenis ini dalam Bahasa Inggris disebut refuse. Biasa terdiri atas
kertas-kertas, plastic, logam, gelas, karet dan lainnya yang tidak dapat membusuk
dan sulit membusuk. Sampah ini apabila memungkinkan sebaiknya didaur ulang
sehingga dapat bermanfaat kembali baik melalui suatu proses ataupun secara
langsung. Apabila tidak dapat didaur ulang, maka diperlukan proses untuk
memusnahkannya, seperti pembakaran, tetapi hasil dari proses ini masih
memerlukan penanganan lebih lanjut.
Sampah jenis ini biasanya berupa debu atau abu hasil pembakaran, baik
pembakaran bahan bakar ataupun sampah. Sampah seperti ini tentunya tidak
membusuk, tetapi dapat dimanfaatkan untuk mendatarkan tanah atau penimbunan.
Selama tidak mengandung zat yangberacun, maka abu ini pun tidak terlalu
berbahaya terhadap lingkungan dan masyarakat.
D. Sampah Berbahaya
Sampah berbahaya adalah sampah yang karena jumlahnya, atau
konsentrasinya, atau karena sifat kimiawi, fisika dan mikrobiloginya dapat ( a )
meningkatkan mortalitas secara bermakna, atau menyebabkan penyakit yang
tidak reversible ataupun sakit berat yang pulih atau reversible atau ( b ) berpotensi
menimbulkan bahaya sekarang maupun di masa yang akan datang terhadap
kesejahteraan atau lingkungan apabila tidak diolah, ditransport, disimpan, dan
dibuang dengan baik.
Ke dalam sampah ini tergolong semua sampah yang berisikan bahan
beracun baik bagi masyarakat maupun bagi fauna dan flora. Sampah seperti ini
biasanya terdiri atas zat kimia organic maupun anorganik serta logam-logam
berat. Pada hakekatnya, kebanyakan merupakan buangan industri. Sampah jenis
ini sebaiknya dikelola oleh suatu badan yang berwenang dan dibuang sesuai
peraturan yang berlaku. Sampah sejenis ini tidak dapat dicampurkan dengan
2.2.3 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Sampah
Sampah, baik kuantitas maupun kualitasnya sangat dipengaruhi oleh
berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor penting antara lain
adalah :
a. Jumlah penduduk. Dapat dipahami dengan mudah bahwa semakin banyak
penduduk, semakin banyak pula sampahnya. Pengelolaan sampah inipun
berpacu dengan laju pertambahan penduduk.
b. Keadaan social ekonomi. Semakin tinggi keadaan social ekonomi
masyarakat, semakin banyak jumlah perkapita sampah yang dibuang.
Kualitas sampahnya pun semakin banyak bersifat tidak dapat membusuk.
Perubahan kualitas sampah ini, tergantung pada bahan yang tersedia,
peraturan yang berlaku serta kesadaran masyarakat akan persoalan
persampahan. Kenaikan kesejahteraan inipun akan meningkat kegiatan
konstruksi dan pembaruan bangunan-bangunan, transportasi pun
bertambah dan produk pertanian, industri dan lain-lain akan bertambah
dengan konsekuensi bertambahnya volume dan jenis sampah
c. Kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun
kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam,
cara pengepakan dan produk manufaktur yang semakin beragam pula.
2.2.4 Sumber- Sumber Sampah
A. Sampah yang berasal dari pemukiman
Sampah ini terdiri dari bahan-bahan sebagai hasil kegiatan rumah tangga
dimasak, atau yang belum, bekas pembungkus berupa kertas, plastik, daun dan
sebagainya, pakaian- pakaian bekas, bahan- bahan bacaan, perabot rumah tangga,
daun- daun dari kebun atau taman.
B. Sampah yang berasal dari tempat umum
Sampah ini berasal dari tempat umum, seperti pasar,
tempat-tempat hiburan, terminal bus, stasiun kereta api dan sebagainya. Sampah ini
berupa : kertas, plastik, botol, daun dan sebagainya.
C. Sampah yang berasal dari perkantoran
Sampah dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan,
departemen, perusahaan dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas-kertas, plastik,
karbon, klip dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat kering dan mudah
terbakar
D. Sampah yang berasal dari jalan raya
Sampah ini berasal dari pembersihan jalan yang umumnya terdiri dari :
kertas-kertas, kardus- kardus, debu, batu-batuan, daun-daunan dan sebagainya.
E. Sampah yang berasal dari industri
Sampah ini berasal dari kawasan industri, termasuk sampah yang berasal
dari pembangunan industri, dan segala sampah yang berasal dari proses produksi
misalnya : sampah-sampah pengepakan barang, logam, plastik, kayu, kaleng dan
sebagainya.
F. Sampah yang berasal dari pertanian/ perkebunan
Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya : jerami,
sisa sayur mayur, batang padi, batang jagung, ranting kayu yang patah dan
G. Sampah yang berasal dari pertambangan
Sampah ini berasal dari daerah pertambangan dan jenisnya tergantung
dengan usaha-usaha pertambangan itu sendiri, misalnya batu-batuan, tanah/cadas,
pasir dan sebagainya.
H. Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan
Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini berupa : kotoran
ternak, sisa-sisa makanan, bangkai binatang dan sebagainya
2.2.5 Pengelolaan Sampah
Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah
tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit dan juga
binatang serangga sebagai pemindah/ penyebar penyakit. Oleh sebab itu sampah
harus dikelola dengan baik sampai sekecil mungkin tidak mengganggu atau
mengancam kesehatan masyarakat. Pengelolaan sampah yang baik, bukan untuk
kepentingan kesehatan saja, tetapi juga untuk keindahan lingkungan. Yang
dimaksud dengan pengelolaan sampah disini adalah meliputi pengumpulan,
pengankkutan, sampai dengan pemusnahan atau pengelolaan sampah sedemikian
rupa sehingga sampah tidak menjadi gangguan kesehatan masyarakat dan
lingkungan hidup. Cara-cara pengelolaan sampah antara lain :
a. Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah
Pengumpulan sampah adalah menjadi tanggung jawab dari masing-masing
rumah tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu, mereka
ini harus membangun atau mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan
harus diangkut ke tempat penampungan sementara (TPS) sampah dan selanjutnya
ke tempat penampungan akhir (TPA).
Mekanisme, sistem, atau cara pengangkutannya untuk di daerah perkotaan
adalah tanggung jawab pemerintah daerah setempat yang didukung oleh
partisipasi masyarakat produksi sampah, khususnya dalam hal pendanaan.
Sedangkan untuk daerah pedesaan pada umumnya sampah dapat dikelola oleh
masing-masing keluarga tanpa memerlukan TPS maupun TPA. Sampah rumah
tangga daerah pedesaan umumnya di daur ulang menjadi pupuk.
b. Pemusnahan dan Pengelolaan Sampah
Pemusnahan atau pengelolaan sampah padat ini dapat dilakukan melalui
berbagai cara, antara lain :
• Ditanam, (Landfill) yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang di
tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah
• Dibakar (Inceneration), yaitu memusnahkan sampah dengan jalan
membakar di dalam tungku pembakaran
• Dijadikan pupuk (composting), yaitu pengelolaan sampah menjadi
kompos, khususnya untuk sampah organic daun-daunan, sisa makanan,
dan sampah lain yang dapat membusuk.
2.3 Tempat Pembuangan Akhir
2.3.1 Pengertian Tempat Pembuangan Akhir
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah
mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber,
merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan
gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Karenanya diperlukan penyediaan
fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan
baik.
Selama ini masih banyak persepsi keliru tentang TPA yang lebih sering
dianggap hanya merupakan tempat pembuangan sampah. Hal ini menyebabkan
banyak Pemerintah Daerah masih merasa sayang untuk mengalokasikan
pendanaan bagi penyediaan fasilitas di TPA yang dirasakan kurang prioritas
disbanding dengan pembangunan sektor lainnya.
Di TPA, sampah masih mengalami proses penguraian secara alamiah
dengan jangka waktu panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara cepat,
sementara yang lain lebih lambat; bahkan ada beberapa jenis sampah yang tidak
berubah sampai puluhan tahun; misalnya plastik. Hal ini memberikan gambaran
bahwa setelah TPA selesai digunakanpun masih ada proses yang berlangsung dan
menghasilkan beberapa zat yang dapat mengganggu lingkungan. Karenanya masih
diperlukan pengawasan terhadap TPA yang telah ditutup.
2.3.2 Metoda Pembuangan Sampah
Pembuangan sampah mengenal beberapa metoda dalam pelaksanaannya
yaitu:
a. Open Dumping
Open dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan
sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi; dibiarkan
ada Pemda yang menerapkan cara ini karena alasan keterbatasan sumber daya
(manusia, dana, dan lain-lain).
Cara ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya potensi
pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkannya seperti:
• Perkembangan vektor penyakit seperti lalat, tikus, dan lain-lain
• Polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan
• Polusi air akibat banyaknya lindi (cairan sampah) yang timbul
• Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor
b. Control Landfill
Metoda ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara
periodik sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk
mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam
operasionalnya juga dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk
meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA.
Di Indonesia, metode control landfill dianjurkan untuk diterapkan di kota
sedang dan kecil. Untuk dapat melaksanakan metoda ini diperlukan penyediaan
beberapa fasilitas diantaranya:
• Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan
• Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan
• Pos pengendalian operasional
• Fasilitas pengendalian gas metan
c. Sanitary Landfill
Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara internsional
dimana penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi gangguan yang
timbul dapat diminimalkan. Namun demikian diperlukan penyediaan prasarana
dan sarana yang cukup mahal bagi penerapan metode ini sehingga sampai saat ini
baru dianjurkan untuk kota besar dan metropolitan.
2.3.3. Persyaratan Lokasi TPA
Mengingat besarnya potensi dalam menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan maka pemilihan lokasi TPA harus dilakukan dengan seksama dan
hati-hati. Hal ini ditunjukkan dengan sangat rincinya persyaratan lokasi TPA
seperti tercantum dalam SNI tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat
Pembuangan Akhir Sampah; yang diantaranya dalam kriteria regional
dicantumkan:
• Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsor,
rawan gempa, dan lain-lain)
• Bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kondisi kedalaman
air tanah kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat
dengan sumber air (dalam hal tidak terpenuhi harus dilakukan masukan
teknologi)
• Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih dari 20%)
• Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di Bandara (jarak
minimal 1,5 – 3 km)
• Bukan daerah/kawasan yang dilindungi (http:
2.4 Masyarakat
2.4.1 Pengertian Masyarakat
Istilah masyarakat (“society”) jarang dirumuskan dalam batasan yang
tegas oleh para sosiolog. Artinya, tidak diberikan cirri-ciri atau ruang lingkup
tertentu yang dapat dijadikan pegangan, untuk mengadakan suatu analisa secara
ilmiah. Kadang-kadang istilah masyarakat mencakup masyarakat sederhana yang
buta huruf, sampai ada pada masyarakat-masyarakat industrial modern yang
merupakan suatu negara. Tidak jarang pula, bahwa istilah masyarakat
dipergunakan untuk menggambarkan kelompok manusia yang besar, sampai pada
kelompok-kelompok kecil yang terorganisasikan
Istilah masyarakat kadang-kadang dipergunakan dalam artian
“Gesselschaft” atau sebagai asosiasi manusia yang ingin mencapai tujuan-tujuan
tertentu dengan terbatas sifatnya, sehingga direncanakan pembentukan
organisasi-organisasi tertentu. Dalam hal ini, maka masyarakat adalah kelompok manusia
yang sengaja dibentuk secara rasional, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
tertentu pula.
Suatu totalitas dari orang-orang yang saling tergantung dan yang
mengembangkan suatu kebudayaan tersendiri juga disebut masyarakat. Walaupun
penggunaan istilah masyarakat sangat samar-samar dan umum, akan tetapi hal itu
dapat dianggap sebagai indikasi dari hakekat manusia senantiasa ingin hidup
bersama dengan orang lain. Biasa bagaimana pun juga, penggunaan istilah
masyarakat tak akan mungkin dilepaskan dari nilai-nilai, norma-norma,
tradisi-tradisi kepentingan-kepentingan dan lain sebagainya. Oleh karena itu, maka
Kadang-kadang dipergunakan juga istilah sistem kemasyarakatan
(“societal system”) yang berasal dari A. G. Keller. Dalam hal ini, maka Keller
ingin memberikan tekanan pada cirri-ciri organisasi dari kehidupan sosial. Kecuali
dari itu, maka istilah tersebut biasanya dikaitkan dengan aspek-aspek
kelembagaan masyarakat modern, seperti umpamanya, pemerintah, hukum,
struktur kelas sosial dan seterusnya.
Sebenarnya suatu masyarakat, merupakan suatu bentuk kehidupan
bersama manusia yang mempunyau cirri-ciri pokok sebagai berikut :
1. Manusia yang hidup bersama secara teoritis, maka jumlah manusia yang
hidup bersama ada dua orang. Di dalam ilmu-ilmu sosial, khususnya
sosiologi, tidak ada suatu ukuran yang mutlak ataupun angka yang pasti
untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada.
2. Bergaul selama jangka waktu yang cukup lama
3. Adanya kesadaran, bahwa setiap manusia merupakan bagian dari kesatuan
4. Adanya nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi patokan bagi perilaku
yang dianggap pantas.
5. Menghasilkan kebudayaan dan mengembangkan kebudayaan tersebut.
2.4.2 Keluarga
Keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat.
Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan organisasi terbatas, dan
mempunyai ukuran minimum, terutama pada pihak yang awalnya mengadakan
suatu ikatan. Dengan kata lain, keluarga tetap merupakan bagian dari masyarakat
melepaskan cirri-ciri tersebut karena tumbuhnya mereka kearah kedewasaan.
Keluarga sebagai organisasi, mempunyai perbedaan dari organisasi-organisasi
lainnya, yang terjadi hanya sebagai sebuah proses (Khairuddin, 1997:4)
Menurut UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, keluarga
adala unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri dan anaknya,
atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya atau keluarga sedarah dalam garis
lurus ke atas atau lurus kebawah sampai derajat ketiga.
Ciri-ciri keluarga menurut Iver dan Page ( dalam Khairuddin 1997:3)
meliputi :
1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan
2. Berbentuk perkawinan atau sususan kelembagaan yang berkenaan dengan
hubungan perkawninan yang sengaja dibentuk dan dipelihara.
3. Suatu sistem tata-tata norma termasuk perhitungan garis keturunan
4. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota
kelompok yang mempunyai ketentuan khusus terhadap
kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai
keturunan dan membesarkan anak
5. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau
Fungsi keluarga menurut Horton dan Hunt ( dalam Kamanto Sunarto,
2004: 63)
1. Keluarga berfungsi mengatur penyaluran seks. Tidak ada masyarakat yang
memperbolehkan hubungan seks sebebas-bebasnya antara siapa saja dalam
masyarakat.
2. Reproduksi berupa pengembangan keturunan pun selalu dibatasi dengan
aturan yang menempatkan kegiatan ini dalam keluarga.
3. Mensosialisasikan anggota baru masyarakat sehingga dapat memerankan
apa yang diharapkan darinya.
4. Fungsi afeksi. Keluarga memberikan cinta kasih pada seorang anak.
5. Keluarga memberikan status pada seseorang bukan hanya status yang
diperoleh seperti status yang terkait dengan jenis kelamin, kelahiran,
hubungan kekerabatan tetapi termasuk juga didalamnya status yang
diperoleh orang tua yaitu status dalam suatu kelas tertentu.
6. Keluarga memberikan perlindungan kepada anggotanya, baik
perlindungan fisik maupun yang bersifat kejiawaan. Akhirnya keluarga
pun menjalankan berbagai fungsi ekonomi tertentu seperti produksi,
distribusi dan konsumsi.
2.4.3 Rumah Tangga
Istilah rumah tangga dan keluarga sering dicampur adukkan dalam
kehidupan sehari-hari. Pengertian rumah tangga lebih mengacu pada pada sisi
ekonominya, sedangkan keluarga lebih mengacu pada hubungan kekerabatannya,
Badan Pusat Statistika (BPS) membagi rumah tangga menjadi dua bagian
yaitu, rumah tangga biasa dan tumah tangga khusus. Rumah tangga biasa adalah
seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan
fisik ataupun sensus dan umumnya tinggal bersama serta makan dari satu dapur.
Yang dimaksud satu dapur adalah bahwa pembiayaan keperluan jika pengurusan
kebutuhan sehari-hari dikelola secara bersama-sama.
Rumah tangga khusus adalah sekelompok orang yang tinggal di asrama
atau tempat tinggal yang pengurusan sehari-harinya diatur oleh yayasan atau
badan, misalnya asrama mahasiswa, lembaha kemasyarakatan, orang-orang yang
berjumlah lebih dari sepuluh orang dengan makan, asrama ABRI dan lain
sebagainya.diakses pada 10 Maret 2013
pukul 03.00 WIB)
2.4.4 Pemulung
Menurut KBBI, kata pemulung berasal dari kata pe dan pulung.
Memulung merupakan aktifitas mengumpulkan barang-barang bekas atau sampah
untuk dimanfaatkan kembali.
Pemulung adalah orang yang pekerjaannya mencari barang barang bekas
yang sudah tidak terpakai lagi. Mereka adalah pencari barang bekas berbahan
2.5 Kemiskinan
2.5.1 Pengertian Kemiskinan
Berbicara tentang kemiskinan berarti berbicara tentang harkat dan
martabat manusia. Hal ini berarti kemiskinan merupakan topic yang sangat
penting dan krusial. Oleh karena itu tidaklah heran jika banyak yang sering
menjadikan kemiskinan sebagai topic kajian dalam berbagai kesempatan, seperti
diskusi, seminar, workshop dan media lainnya.
Kemiskinan identik dengan suatu penyakit. Oleh karena itu, langkah
pertama penanggulangan masalah kemiskinan adalah memahami kemiskinan
sebagai suatu masalah. Cara berpikir seperti ini mengikuti alur berpikir dalam
manajemen perencanaan strategic. Secara manajemen, memahami suatu masalah
berarti telah menapaki 50 persen jalan penyelesaian tersebut. Untuk memahami
masalah kemiskinan, kita perlu memandang kemiskinan itu dari dua aspek, yakni
kemiskinan suatu kondisi dan kemiskinan sebagai suatu proses.
Sebagai suatu kondisi, kemiskinan adalah suatu fakta dimana sesorang
atau sekelompok orang hidup dibawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak
sebagai manusia disebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Sementara sebagai suatu proses, kemiskinan merupakan proses
menurunnya daya dukung terhadap hidup sesorang atau sekelompok orang
sehingga pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu memnuhi
kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan yang
dianggap layak sesuai dengan haarkat dan martabat manusia.
Secara umum istilah kemiskinan dapat dengan mudah kita artikan sebagai
minim dilihat secara komparatif antara kondisi nyata kehidupan pribadi atau
sekelompok orang di satu pihak dengan kebutuhan pribadi atau sekelompok orang
di lain pihak. Pengertian minim disini bersifat relative, dapat berbeda dengan
rentang waktu yang berbeda. Dapat pula berbeda dengan lingkungan yang
berbeda.
Beberapa ahli mengemukakan kemiskinan :
• Mencher (dalam Siagian, 2012: 5) mnemukakakn, kemiskinan adalah
gejala penurunan kemampuan sesorang atau ssekelompok orang atau
wilayah sehingga mempengaruhi sekelompok orang tersebut, dimanna
pada suatu titik waktu nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan
yang layak.
• Pearce (dalam Siagian, 2012; 7) mengemukakan, kemiskinan merupakan
produk dari interaksi teknologi, sumber daya alam dan modal dengan
sumber daya manusia serta kelembagaan.
• Castells ( dalam Siagian, 2012: 10) mengemukakan kemiskinan adalah
suatu tingkat kehidupan yang berada dibawah standart kebutuhan hidup
minimum agar manusia dapat bertahan hidup.,.
Sementara sebagai suatu proses, kemiskinan merupakan proses
menurunnya daya dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang
sehingga pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu memenuhi
kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan yang
dianggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Kata
daya dukung dalam kaitannya dengan kehidupan manusia menunjukkan bahwa
kondisi kehidupan yang dihadapi dan sedang dijalani manusia merupakan produk
dari proses dimana dalam prose situ terlibat berbagai unsur.
Cara berpikir yang melakukan kajian kemiskinan sebagai suatu proses
yang sering dinamakan dengan cara berpikir sistemik, yang didasarkan pada suatu
kerangka berpikir, bahwa kehidupan manusia merupakan suatu sistem. Bagaimana
pun, keadaan yang dijalani manusia bukan hanya ditentukan oleh diri sendiri,
melainkan ditentukan juga oleh banyak faktor, baik internal maupun eksternal.
Dalam konteks ini, ada kalanya faktor internal, seperti pengetahuan,
keterampilan, atos kerja dan atau prinsip hidup seseorang atau sekelompok orang
yang memiliki daya dukung yang cukup untuk menjadikannya mampu memenuhi
kebutuhan hidupnya, sehingga tidak masuk kedalam perangkap kemiskinan.
Kondisi yang sebaliknya mungkin pula terjadi dimana faktor internal, seperti
pengetahuan, keterampilan dan etos kerja atau prinsip hidup seseorang atau
sekelompok orang tidak memiliki daya dukung yang cukup untuk menjadikannya
mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga pada satu titik waktu masuk ke
dalam perangkap kemiskinan.
Demikian halnnya dengan faktor eksternal, seperti keadaan dan kualitas
alam, struktur sosial maupun kebijakan pemerintah ada kalanya memiliki daya
dukung yang cukup untuk menjadikan seseorang atau sekelompok orang itu
mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga tidak masuk ke dalam
perangkap kemiskinan. Keadaan yang berbeda dapat pula terjadii, dimana faktor
eksternal, seperti keadaan dan kualitas alam, struktur sosial maupun kebijakan