• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengetahuan Gizi, Kebiasaan Sarapan, dan Status Gizi pada Siswa SMAN 1 Jatisari Karawang (Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengetahuan Gizi, Kebiasaan Sarapan, dan Status Gizi pada Siswa SMAN 1 Jatisari Karawang (Jawa Barat)"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

WILLI GUMILANG

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015

ANALISIS PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN SARAPAN, DAN STATUS GIZI PADA SISWA SMAN 1 JATISARI KARAWANG

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengetahuan Gizi, Kebiasaan Sarapan, dan Status Gizi pada Siswa SMAN 1 Jatisari Karawang (Jawa Barat) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

(3)

ANALISIS PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN SARAPAN, DAN STATUS GIZI PADA SISWA SMAN 1 JATISARI KARAWANG

(JAWA BARAT)

(Analyze Nutritional Knowledge, Breakfast Habits, and Nutritional Status Among Jatisari 1 High School Karawang West Java)

Willi Gumilang1, Ikeu Ekayanti2

1Mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 16680. E-mail: gumilangwilli@yahoo.co.id

2Dosen Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 16680

ABSTRACT

The aim of this study was to analyze nutritional knowledge, breakfast habits, and nutritional status among Jatisari 1 High School Karawang West Java. Results of Mann-Whitney test there were significant differences (p <0.05) between the family size, nutritional knowledge, energy intake, protein intake, iron (Fe) intake, adequacy level of energy, adequacy level of iron (Fe), and the adequacy level of vitamin C subject (male and female). Spearman rank correlation showed significantly correlation (p<0.05) between parent’s income and pocket money. However there was no significant correlation (p>0.05) between pocket money, nutritional knowledge, parent’s education, parent’s occupation, parent’s income, family size and breakfast frequency. There was no significant correlation (p>0.05) between nutritional knowledge, breakfast frequency, nutrient intake and nutritional status.

Keywords: nutritional knowledge, breakfast habits, nutritional status

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengetahuan gizi, kebiasaan sarapan, dan status gizi pada siswa SMAN 1 Jatisari Karawang Jawa Barat. Hasil uji beda Mann-Whitney terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara besar keluarga, pengetahuan gizi, asupan energi, asupan protein, asupan zat besi (Fe), tingkat kecukupan energi, tingkat kecukupan zat besi (Fe), dan tingkat kecukupan vitamin C subjek (laki-laki dan perempuan). Hasil uji korelasi Spearman menunjukan terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara pendapatan orangtua dengan uang saku subjek. Namun tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara uang saku, pengetahuan gizi, pendidikan orangtua, pekerjaan orang tua, pendapatan orangtua, besar keluarga dengan frekuensi sarapan dan juga tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara pengetahuan gizi, frekuensi sarapan, asupan zat gizi dengan status gizi.

(4)

2

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

ANALISIS PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN SARAPAN, DAN STATUS GIZI PADA SISWA SMAN 1 JATISARI KARAWANG

(JAWA BARAT)

WILLI GUMILANG

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(5)
(6)

4

Judul Skripsi : Analisis Pengetahuan Gizi, Kebiasaan Sarapan, dan Status Gizi pada Siswa SMAN 1 Jatisari Karawang (Jawa Barat)

Nama : Willi Gumilang NIM : I14100097

Disetujui oleh

Dr Ir Ikeu Ekayanti M.kes Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Rimbawan Ketua Departemen

(7)
(8)

6

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat dari penyusunan tugas akhir Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan skripsi ini bertujuan menganalisis pengetahuan gizi, kebiasaan sarapan, dan status gizi pada siswa SMAN 1 Jatisari Karawang (Jawa Barat). Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr Ir Ikeu Ekayanti, M.Kes. selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus pembimbing akademik yang telah bersedia membimbing dan memberikan arahan penulis selama penyusunan.

2. Prof Drh M Rizal Martua Damanik, MrepSc, PHD, selaku dosen pemandu seminar sekaligus penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukannya demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

3. Rusi Nurligar dan Wawan Hermawan, S.Pd selaku orangtua penulis yang senantiasa memberikan dukungan moril dan do’anya yang tulus kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

4. Keluarga besar H. Suyoga Firman (kakek) dan Hj. Tuti Nuramah (nenek), tanteku tercinta Hj. Tati Nurbingah dan Wulan Rupigar beserta saudaraku Intan Solihat Megasari, Indah Widi Hanifa Sri Dinar, Irgi Aulia Abi, Topik Basrianto, Ega Agung Nugraha, Adi Wiguna, Galih Nurlambang yang senantiasa tidak hentinya memanjatkan do’a untuk penulis agar diberikan kemudahan selama penyusunan. 5. Yuni wulansari beserta keluarga selaku tunangan penulis yang selalu sabar

mendampingi dan selalu menyertakan do’a dan dukungannya pada setiap langkah penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Andika Mohamad, Nurisnani Putri Mandarini, Luhur Nugroho, Irwan Setiadi, Hernawan Prasetyo, dan Iqbar Mahendra selaku sahabat yang telah banyak memberikan dukungan kepada penulis selama penyusunan.

7. Dwi Rama Nugraha, Mochamad Nizar Khoerudin, M.Q Aliyyan Wijaya, dan Ichsan Trisutrisno yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi.

8. Seluruh pihak yang terkait yang belum disebutkan namanya yang telah memberikan kontribusinya dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat beberapa kekurangan dan keterbatasan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini dan semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua.

(9)

7

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

KERANGKA PEMIKIRAN 4

METODE 7

Desain, Lokasi, dan Waktu 7

Teknik Penarikan Subjek 7

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 8

Prosedur Analisis Data 10

Definisi Operasional 13

HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 14

Karakteristik Subjek 15

Usia 15

Uang Saku 15

Suku 16

Karakteristik Ekonomi Keluarga 16

Besar Keluarga 16

Pendidikan Orangtua 17

Pekerjaan Orangtua 17

Pendapatan Orangtua 18

Pengetahuan Gizi 19

Sarapan 20

Frekuensi Sarapan 21

Waktu Sarapan 22

Tempat Sarapan 22

Kebiasaan Sarapan Bersama 23

Alasan Tidak Sarapan 23

Jenis Sarapan 24

Asupan dan Kontribusi Makanan Sarapan 25

Konsumsi Pangan dan Kecukupan Gizi 27

Asupan Energi 28

Asupan Protein 28

Asupan Zat Besi (Fe) 28

Asupan Vitamin A 29

Asupan Vitamin C 29

Tingkat Kecukupan Energi 30

Tingkat Kecukupan Protein 31

(10)

8

Tingkat Kecukupan Vitamin A 32

Tingkat Kecukupan Vitamin C 32

Status Gizi 33

Hubungan Antar Variabel 34

Pendapatan Orangtua dengan Uang Saku 34

Uang Saku dengan Frekuensi Sarapan 34

Pendidikan Orangtua dengan Frekuensi Sarapan 34 Pekerjaan dan Pendapatan Orangtua dengan Frekuensi Sarapan 35

Besar Keluarga dengan Frekuensi Sarapan 36

Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi dan Frekuensi Sarapan 36

Frekuensi Sarapan dengan Status Gizi 37

Asupan Zat Gizi dengan Status Gizi 38

SIMPULAN DAN SARAN 38

Simpulan 38

Saran 39

DAFTAR PUSTAKA 39

LAMPIRAN 44

(11)

9 DAFTAR TABEL

1. Pengkategorian variabel penelitian 8

2. Sebaran subjek berdasarkan jenis kelamin, usia, dan suku 15 3. Sebaran subjek berdasarkan besar keluarga 16 4. Sebaran subjek berdasarkan pendidikan orangtua 17 5. Sebaran subjek berdasarkan pekerjaan orangtua 18 6. Sebaran subjek berdasarkan pendapatan orangtua 18 7. Sebaran subjek berdasarkan jenis pertanyaan pengetahuan gizi 19 8. Sebaran subjek berdasarkan tingkat pengetahuan gizi 20 9. Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan sarapan 21 10.Sebaran subjek berdasarkan alasan tidak sarapan 23 11.Sebaran subjek berdasarkan jenis sarapan 24 12.Sebaran subjek berdasarkan rata-rata sumbangan energi dan zat gizi

makanan sarapan terhadap asupan den kecukupan subjek 25 13.Sebaran subjek berdasarkan rata-rata asupan, angka kecukupan,

dan tingkat kecukupan zat gizi 27

14.Sebaran subjek berdasarkan kategori TKE dan zat gizi 30

15.Sebaran subjek berdasarkan status gizi 33

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran analisis pengetahuan gizi, kebiasaan sarapan, status gizi

pada siswa 6

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner Penelitian 44

(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas yaitu SDM yang memiliki sifat tangguh, mental yang kuat, dan kesehatan yang baik disamping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Sumberdaya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif sangat dibutuhkan dan perlu dipersiapkan oleh bangsa itu sendiri untuk mencapai kemajuan dan keberhasilan dalam pembangunan nasional yang mampu bersaing dengan sumberdaya manusia (SDM) dari negara lain. SDM yang berkualitas akan terlihat ketika ada pada fase pertumbuhan salah satunya adalah fase remaja.

Remaja adalah salah satu periode dalam kehidupan antara pubertas dan maturitas penuh (10-21 tahun), juga suatu proses pematangan fisik dan perkembangan dari anak-anak sampai dewasa. Perkembangan remaja dibagi menjadi tiga periode, yaitu remaja awal (10-14 tahun), remaja pertengahan (15-17 tahun), dan remaja akhir (18-21 tahun) (Indrawagita 2009). Menurut Amelia (2008) untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, banyak faktor yang harus diperhatikan antara lain faktor pangan (unsur gizi), kesehatan, pendidikan, informasi, teknologi, dan lain-lain.

Unsur gizi dan kesehatan remaja merupakan salah satu dari beberapa indikator yang menjadi perhatian khusus, karena pada masa remaja diperlukan derajat kesehatan yang tinggi agar terhindar dari permasalahan gizi dan kesehatan yang menghambat remaja untuk mengukir prestasi dan produktif di masa depan. Arisman (2004) menyatakan bahwa ada tiga alasan mengapa remaja dikategorikan rentan. Pertama, percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi dan zat gizi yang lebih banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan pangan menuntut penyesuaian masukan energi dan zat gizi. Ketiga, kehamilan, keikutsertaan dalam olahraga, kecanduan alkohol dan obat, meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi, di samping itu tidak sedikit remaja yang makan secara berlebihan dan akhirnya mengalami obesitas.

Untuk menghindarkan remaja dari kesalahan kebiasaan makan yang dapat berakibat pada kesehatan dan gizinya, maka dilakukan pembagian waktu makan. Khomsan (2002) menyatakan bahwa pembagian waktu makan utama dalam sehari meliputi makan pagi (sarapan), siang, dan malam. Sarapan adalah suatu kegiatan penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada hari tersebut, mengingat tubuh tidak mendapatkan makanan selama sekitar 10 jam sejak malam hari, serta melakukan sarapan dapat menyumbang 25% dari kebutuhan total energi harian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hardinsyah et al (2012) bahwa dari segi jumlah zat gizi sarapan akan menyumbang sekitar seperempat dari asupan zat gizi harian. Hal ini mempertimbangkan bahwa selain dari sarapan asupan zat gizi harian juga diperoleh dari makan siang (lunch), makan malam (dinner) dan snack yang dilakukan diantara waktu makan.

(14)

2

frekuensi asupan makan siang pada kelompok kontrol khususnya laki-laki, mengalami peningkatan karena melewatkan sarapan (Anne et al. 2006).

Sunarti dkk (2006) menyatakan sarapan juga memiliki manfaat yang lain yaitu pada anak sekolah yang tidak pernah makan pagi akan mengalami kondisi menurunnya kadar gula darah sehingga pasokan energi kurang untuk kerja otak. Tubuh memecah simpanan glikogen untuk mempertahankan kadar gula normal. Apabila cadangan glikogen habis, tubuh akan kesulitan memasok energi dari gula darah ke otak yang akhirnya mengakibatkan badan gemetar, cepat lelah, sulit berkonsentrasi dan gairah belajar menurun.

Affenito et al. (2005) menunjukkan dalam hasil penelitiannya bahwa kebiasaan sarapan pada usia remaja cenderung menurun dengan bertambahnya usia. Persentase remaja perempuan yang memiliki kebiasaan sarapan menurun dari 77% pada usia 9 tahun menjadi kurang dari 32% pada usia 19 tahun. Hasil studi di Indonesia yang dilakukan di enam kota besar (Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Denpasar) yaitu sekitar 14-25% remaja yang tidak sarapan (Mudjianto et al 1994). Disamping begitu pentingnya sarapan bagi remaja agar terhindar dari kelebihan berat badan yang dapat berdampak pada kesehatan, kebiasaan sarapan yang teratur dan konsisten diperlukan pada masa remaja dan perilaku tersebut akan bertahan lama apabila ditunjang oleh pengetahuan gizi.

Pengetahuan tentang gizi pada remaja merupakan hal yang berpengaruh terhadap status gizinya dan harus menjadi perhatian, menurut Khomsan (2000) pengetahuan gizi merupakan aspek kognitif yang menunjukkan pemahaman tentang ilmu gizi, jenis zat gizi, serta interaksinya terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi merupakan landasan yang penting dalam menentukan konsumsi makanan. Selain dari pengetahuan gizi, pengetahuan tentang sarapan juga perlu diperhatikan dan diberi pemahaman pada remaja agar terhindar dari dampak yang telah terjadi seperti menurunnya konsentrasi belajar hingga terjadinya kegemukan yang memicu peningkatan resiko penyakit degeneratif.

(15)

3 Perumusan Masalah

Berbagai hasil penelitian mengenai sarapan yang dilakukan pada tahun 2002 hingga 2011 di Indonesia menunjukkan kisaran 16.9—59% anak sekolah di berbagai kota besar tidak sarapan dengan berbagai faktor penyebab (Hardinsyah, Muhammad Aries, 2012). Di Indonesia, menurut Khomsan (2005) alasan banyaknya anak yang tidak biasa sarapan sebelum berangkat ke sekolah adalah karena tidak tersedia pangan untuk disantap, pangan tidak menarik, jenis pangan yang disediakan monoton (membosankan), tidak cukup waktu (waktu terbatas) karena harus berangkat pagi. Di perkotaan tidak sarapan seringkali disebabkan kesibukan ibu bekerja, dan waktu yang amat terbatas dipagi hari karena harus segera meninggalkan rumah. Bagi orangtua, khususnya ibu, masalah utama untuk membiasakan sarapan pada anak adalah sulitnya membangunkan anak dari tidurnya untuk sarapan (59%), sulit mengajak anak untuk sarapan (19%), sulit meminta anak menghabiskan sarapan (10%), dan kuatir anak telat sekolah (6%) (Hardinsyah et al. 2012).

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis pengetahuan gizi, kebiasaan sarapan, dan status gizi pada siswa Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Jatisari Karawang.

Tujuan Khusus

Adapun yang menjadi tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi karakteristik individu (jenis kelamin,usia, uang saku dan suku), karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga) 2. Mengidentifikasi pengetahuan gizi, kebiasaan sarapan (frekuensi, waktu, tempat,

kebiasaan sarapan bersama, alasan tidak sarapan, jenis menu sarapan), konsumsi pangan, dan status gizi

3. Menganalisis hubungan karakteristik individu dan karakteristik keluarga dengan frekuensi sarapan

4. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi dengan frekuensi sarapan dan status gizi 5. Menganalisis hubungan frekuensi sarapan, asupan zat gizi, dan status gizi

Manfaat Penelitian

Beberapa kegunaan yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah :

1. Bagi orangtua diharapkan dapat memberikan informasi/gambaran dan manfaat dari sarapan. Sehingga diharapkan dapat membangun kebiasaan sarapan putra-putrinya secara teratur.

2. Bagi remaja penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pentingnya sarapan yang ditunjang oleh pengetahuan gizi dapat menghindarkan mereka dari permasalahan gizi dan kesehatan.

(16)

4

KERANGKA PEMIKIRAN

Perkembangan seseorang dari anak menjadi dewasa melalui beberapa fase, salah satunya adalah fase remaja. Pada fase ini fisik maupun psikologis seseorang terus berkembang. Perubahan ini juga didukung oleh lingkungan tempatnya berada seperti keluarga dan teman sebaya. Pada aspek lingkungan dan teman sebaya remaja berpengaruh dalam memutuskan makanan apa yang akan dikonsumsi dan frekuensinya yang akan berpengaruh pada keadaan gizinya hal ini didukung oleh pernyataan Sediaoetama (2006) bahwa remaja dalam fase pertumbuhan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang relatif besar jumlahnya. Asupan zat gizi yang diperoleh remaja tentu diharapkan tidak berlebih ataupun kurang, hal ini dapat terlihat dari kebiasaan makan mereka.

Kebiasaan makan remaja sekarang yang cenderung mengikuti trend modern seperti makan makanan tinggi lemak berupa makanan cepat saji dan jarangnya makan pagi atau yang kita sebut sarapan. Sedangkan telah banyak ditemukan study yang menemukan bahwa makan pagi atau sarapan dapat mencegah terjadinya berat badan berlebih sehingga dapat menurunkan resiko terjadinya penyakit tertentu. Smith et al (2010) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa sarapan bermanfaat untuk mencegah kegemukan dan membentuk kebiasaan makan sehat. Penelitian longitudinal yang dilakukan selama 20 tahun pada anak di Australia menunjukkan kebiasaan tidak sarapan berisiko meningkatkan lingkar pinggang, kadar total kolesterol darah, dan kadar kolesterol jahat atau LDL. Hal ini diduga tidak lepas dari semakin berkembangnya teknologi pangan yang menyebabkan banyaknya variasi berbagai makanan tinggi lemak seperti fast food dan junk food sehingga tidak sedikit remaja mengonsumsi makanan yang tidak sehat. Semakin berkembangnya teknologi media cetak maupun elektronik juga diduga dapat menjadi sebagai media promosi bagi makanan yang tidak sehat tersebut sehingga mengakibatkan remaja cenderung untuk mengabaikan sarapan dan lebih memilih makanan yang sering dijumpai dikalangan usia mereka. Tentunya ini dapat menjadi ancaman bagi remaja terkait status gizinya yang dapat berlebih/overweight hingga obesitas dan dapat berdampak pada status kesehatannya yang rawan terkena penyakit diakibatkan kebiasaannya mengonsumsi makanan yang tidak sehat.

Kebiasaan makan remaja yang seperti ini tentu akan bepengaruh pada pertumbuhan fisiknya. Kebiasaan makan yang buruk serta kurangnya pengetahuan gizi dapat menyebabkan masalah gizi pada remaja. Menurut beberapa kajian frekuensi makan yang baik adalah tiga kali dalam sehari termasuk makan pagi atau yang biasa disebut sarapan. Sarapan adalah kegiatan makan yang dilakukan pagi hari sebelum melakukan aktivitas hal ini berdasarkan pernyataan Khomsan (2002) Seseorang sebaiknya makan utama beberapa kali dalam sehari. Secara kuantitas dan kualitas rasanya sulit untuk memenuhi kebutuhan gizi apabila hanya dari satu atau dua kali makan sehari. Keterbatasan volume lambung menyebabkan tidak bisa makan sekaligus dalam jumlah banyak. Hal inilah yang menyebabkan makan dilakukan secara frekuentif yakni 3 kali sehari termasuk makan pagi.

(17)

5 meningkatkan resiko kelebihan berat badan pada remaja. Cueto S & Chinen M (2008) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa anak sekolah yang sarapan meraih skor tes memori, tes penyelesaian masalah dan prestasi belajar yang lebih baik dibanding anak yang tidak sarapan.

Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi kebiasaan sarapan adalah karakteristik individu, karakteristik keluarga, pengetahuan gizi, dan status gizi. Kebiasaan sarapan remaja yang diteliti meliputi frekuensi, waktu, tempat, kebiasaan sarapan bersama, alasan tidak sarapan, dan jenis makanan sarapan. Bagi remaja, sarapan berperan penting dalam meningkatkan konsentrasi belajar. Selain itu, diduga terbiasa sarapan juga dapat mempertahankan status gizinya yang normal dengan mengurangi kemungkinan konsumsi makanan yang tidak sehat ketika di sekolah.

(18)

6

Gambar 1 Kerangka pemikiran analisis pengetahuan gizi, kebiasaan sarapan, status gizi pada siswa

Keterangan :

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang dianalisis : Hubungan yang tidak dianalisis

: Hubungan antar variabel yang dianalisis Kebiasaan Sarapan :

- Frekuensi - Waktu - Tempat

- Kebiasaan sarapan bersama - Alasan tidak sarapan - Jenis sarapan

Pengetahuan Gizi

Perkembangan Teknologi Pangan

Info Pangan : - Media Cetak - Media Elektronik

Status Gizi

Status Kesehatan

Asupan Zat Gizi : Tingkat kecukupan Gizi Karakteristik Individu :

- Jenis kelamin - Usia

- Uang saku - Suku

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga :

- Besar Keluarga

- Pendidikan ayah dan ibu - Pekerjaan ayah dan ibu - Pendapatan ayah dan ibu

(19)

7

METODE

Desain, Lokasi dan Waktu

Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study yaitu pengamatan yang dilakukan sekaligus pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga bulan Maret 2015 yang berlokasi di Karawang Jawa Barat. Penelitian sudah dilakukan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Jatisari Karawang Jawa barat. Penentuan sekolah ini dilakukan secara purposive dengan pertimbangan SMA Negeri 1 jatisari merupakan salah satu sekolah yang terletak di daerah pedesaan dengan karakteristik sosial ekonomi keluarga yang beragam, diduga kondisi tersebut dapat menjadi salah satu faktor pendorong/faktor penguat (reinforcing factors) sehingga dapat memberikan gambaran yang beragam tentang perilaku/kebiasaan sarapan putra-putrinya.

Teknik Penarikan Subjek

Populasi penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Jatisari. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMA yang masih aktif mengikuti kegiatan belajar mengajar. Jumlah siswa di SMA tersebut adalah kelas X sebanyak 486 siswa, kelas XI sebanyak 437 siswa dan kelas XII sebanyak 464 siswa. Total populasi SMA Negeri Jatisari berjumlah 1387 orang. Penarikan subjek dihitung menggunakan rumus jumlah sampel untuk estimasi proporsi dengan derajat penyimpangan 10 % (Lemeshow et al 1997).

n =Z 1-a/2 . P (1-P)

d2 Keterangan

n = Besar sampel

Z 1-a/2 = Nilai Z pada derajat kemaknaan (biasanya 95% = 1.96) P = Proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi, bila tidak diketahui proporsinya, ditetapkan 50% (0.50)

d 2 = derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan 10%

(0.10)

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Hardinsyah (2012), di Indonesia sekitar 20%-40% anak-anak Indonesia tidak terbiasa untuk sarapan. Namun, belum didapatkan hasil studi untuk proporsi remaja Indonesia yang terbiasa sarapan. Jadi, proporsi untuk remaja Indonesia yang terbiasa sarapan yaitu ditetapkan 50% (0.50). Dibutuhkan paling sedikit 96 siswa, yang dipilih secara acak dari populasi. Namun untuk menghindari hal yang tidak diinginkan maka dilakukan penambahan sebanyak +10% dari sampel yang dibutuhkan menjadi 108 siswa yang terdiri dari 54 siswa laki-laki dan 54 siswa perempuan. Apabila nilai yang diketahui dimasukan ke dalam rumus maka diperoleh hasil sebagai berikut.

(20)

8

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui teknik wawancara langsung dan self report dengan alat bantu kuesioner yang diisi oleh subjek setelah mendapat penjelasan dari peneliti. Data sekunder didapat dari pihak sekolah berupa gambaran umum sekolah dan data siswa, sementara itu data primer meliputi

1. Data karakteristik individu meliputi usia, jenis kelamin, uang saku, dan suku diisi oleh subjek dan didampingi oleh peneliti. Sementara itu data tinggi badan dan berat badan diperoleh melalui pengukuran langsung sehingga didapatkan data status gizi subjek.

2. Data karakteristik sosial ekonomi keluarga meliputi besar keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan orangtua yang diisi oleh subjek dan didampingi oleh peneliti.

3. Data pengetahuan gizi, kebiasaan sarapan bersama, dan alasan tidak sarapan subjek diperoleh dengan alat bantu kuesioner yang diisi oleh subjek dan didampingi oleh peneliti.

4. Data kebiasaan sarapan meliputi frekuensi, waktu, tempat, dan jenis sarapan diperoleh dengan menggunakan kuesioner food record selama 1 minggu. Data frekuensi sarapan digambarkan dengan frekuensi sarapan subjek dalam satu minggu yang diisi oleh subjek.

5. Data asupan zat gizi dan konsumsi pangan subjek diperoleh menggunakan kuesioner food record selama 1 minggu.

Tabel 1 Pengkategorian variabel penelitian

No Variabel Kategori dan kelompok Sumber 1 Jenis kelamin 1. Laki-laki

2. Perempuan Ketentuan Peneliti 2 Uang saku/minggu 1. Rendah (< Rp.70000) Kusumaningsih

(2007) 5 Pendidikan Orangtua 1. Tidak sekolah

Ketentuan Peneliti 2. SD/sederajat

(21)

9 Tabel 1 Pengkategorian variabel penelitian (lanjutan)

No Variabel Kategori dan kelompok Sumber 6 Pekerjaan Orangtua 1. Tidak bekerja

Ketentuan Peneliti

7 Pendapatan Orangtua 1. Rendah (< Rp.2000000) Kusumaningsih (2007) 2. Sedang (Rp. 2000000-4000000)

3. Tinggi (> Rp. 4000000)

8 Pengetahuan Gizi 1. Rendah (<60%)

Khomsan (2000) 2. Sedang (60 - 80%)

3. Baik (> 80%) 9 Kebiasaan sarapan

a. Frekuensi 1. Tidak teratur (< 4 kali/minggu)

Yang et al. (2006) 2. Teratur (> 4 kali/minggu)

b. Waktu 1. 05.00 - 05.59

2. 06.00 - 06.59 Ketentuan Peneliti 3. 07. 00 - 07.59

d. Kebiasaan sarapan bersama 1. Diri sendiri

Khan (2005) 2. Anggota keluarga (sebagian)

3. Anggota keluarga (seluruh) 4. Teman

e. Alasan tidak sarapan 1. Tidak sempat

Khomsan (2005) 2. Tidak merasa lapar

3. Tidak terbiasa sarapan

4. Tidak setiap hari sarapan tersedia f. Jenis sarapan 1. Makanan pokok

Ketentuan Peneliti 2. Makanan pokok dan hewani

3. Makanan pokok dan nabati

4. Makanan pokok, hewani, dan nabati 5. Makanan pokok,hewani, dan sayuran 6. Makanan pokok, nabati, dan sayuran 7. Makanan jajanan

a. Energi dan Protein 1. Defisit tingkat berat (<70% AKG)

Depkes (1996) 2. Defisit tingkat sedang (70-79% AKG)

3. Defisit tingkat ringan (80-89% AKG) 4. Normal (90-119% AKG)

5. Kelebihan (> 120% AKG)

(22)

10

Prosedur Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2013 dan program SPSS versi 16.0 for windows. Prosedur yang dilakukan antara lain adalah pemeriksaan data, klasifikasi data, tabulasi data, menghitung jumlah atau frekuensi data, perhitungan sesuai dengan statistik deskriptif yang sesuai (persen, rata-rata, dan SD), memvisualisasikan data (Tabel), dan menafsirkan data sesuai pertanyaan atau permasalahan penelitian. Pada akhirnya semua jawaban permasalahan penelitian akan dibahas dan dijawab dalam satu kesimpulan yang menjawab tujuan penelitian.

Pengolahan data primer maupun sekunder yang telah dikumpulkan diolah melalui langkah-langkah sebagai berikut :

1. Editing

Data yang dikumpulkan diperiksa kelengkapannya terlebih dahulu. Data dicek dan diperiksa untuk memastikan semua variabel sudah diisi lengkap.

2. Coding

Sebelum dimasukkan ke komputer, dilakukan proses pemberian kode pada setiap variabel yang telah terkumpul untuk memudahkan dalam pengolahan selanjutnya. Coding digunakan untuk mempermudah analisis dengan melakukan perubahan data yang berbentuk huruf menjadi angka.

a. Untuk variabel karakteristik individu (jenis kelamin, usia, uang saku, suku) dilakukan pengkodingan untuk jenis kelamin 1=laki-laki dan 2=perempuan. untuk usia yaitu 1=15th, 2=16th, 3=17th, 4=18th, 5=19th. Uang saku dilakukan pengkodingan yaitu 1=rendah, jika uang saku <Rp.70000/minggu, 2=sedang, jika uang saku Rp.70000-140000, 3=tinggi, jika uang saku >Rp.140000. Sementara itu untuk suku yaitu 1=Sunda, 2=Jawa, 3=Batak, 4=Betawi, 5=Lampung, 6=Lainnya.

b. Untuk variabel karakteristik sosial ekonomi keluarga yaitu meliputi besar keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan orangtua, dilakukan pengkodingan. Untuk besar keluarga 1=Kecil (<4 orang), 2=Sedang (5-7 orang), 3=Besar (>7 orang). Untuk pendidikan orangtua 1=Tidak sekolah, 2=SD/sederajat, 3=SMP/sederajat, 4=SMA/sederajat, 5=Perguruan tinggi. Pekerjaan orangtua 1=Tidak bekerja, 2=PNS/TNI/POLRI, 3=Wiraswasta, 4=Buruh/karyawan, 5=Jasa, 6=Lainnya. Untuk pendapatan orangtua 1=Rendah <Rp.2000000, 2= Sedang Rp.2000000-4000000, 3=>Rp.4000000.

c. Pengetahuan gizi dengan koding 1=Kurang, jika nilai <60, 2=Sedang, jika nilai 60-80, 3=Baik, jika nilai >80

d. Konsumsi pangan dapat diukur melalui tingkat kecukupannya. Untuk energi, 1=Defisit berat (<70%), 2=Defisit sedang (70-79%), 3=Defisit ringan (80-89%), 4=Normal (90-119), 5=Kelebihan (>120%). Untuk tingkat kecukupan protein 1=Defisit berat (<70%), 2=Defisit sedang (70-79%), 3=Defisit ringan (80-89%), 4=Normal (90-119), 5=Kelebihan (>120%). Sementara itu untuk tingkat kecukupan vitamin dan mineral 1=Defisit (<77%) dan 2=Cukup (>77%).

e. Sarapan dapat diukur melalui frekuensinya. 1= tidak teratur (frekuensi sarapan <4 kali/minggu), 2= teratur (frekuensi sarapan >4 kali/minggu).

3. Entry

Memasukkan data dengan menggunakan komputer. Untuk pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner yang telah diisi berdasarkan kode-kode yang telah ada oleh responden dimasukkan kedalam Microsoft Excel 2013.

(23)

11 4. Cleaning

Pengecekkan kembali, untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan pada data tersebut, baik dalam pengkodean maupun dalam kesalahan dalam membaca kode. Dengan demikian data telah siap dianalisis.

5. Analisis

Memasukan data yang telah di entry pada Microsoft Excel 2013 kedalam uji analisis hubungan dan uji beda pada program SPSS versi 16.0 for windows untuk menentukan keterhubungan antar variabel dan perbedaan antar subjek.

Tahapan pengolahan data dimulai dari editing, coding, entry, cleaning, dan analisis. Pengolahan dan analisis data menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2013 dan program SPSS versi 16.0 for windows. Data primer terdiri dari karakteristik individu (jenis kelamin, usia, uang saku, suku), karakteristik sosial ekonomi keluarga (besar keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan orangtua).

Kebiasaan sarapan (frekuensi, waktu, tempat, kebiasaan sarapan bersama, alasan tidak sarapan, jenis sarapan), Uang saku dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu <Rp 70000/minggu,Rp 70000–Rp 140000/minggu, dan ≥Rp 140000/minggu (Kusumaningsih 2007). Data frekuensi sarapan dikategorikan menjadi teratur dan tidak teratur (Yang et al. 2006). Data waktu sarapan diperoleh melalui food record dan di kelompokan yaitu pukul 05.00-05.59, 06.00-06.59, 07.00-07.59, dan 08.00-09.00. Sarapan yang dianjurkan adalah mengandung zat gizi 15-30% zat gizi, yang dilakukan antara bangun pagi sampai jam 9 pagi. (Hardinsyah dan Aries 2012). Data tempat sarapan diperoleh melalui food record yaitu rumah, perjalanan, sekolah, dan kosan. Data kebiasaan sarapan bersama dan alasan tidak sarapan diperoleh melalui kuesioner, untuk kebiasaan sarapan bersama dikelompokan berdasarkan Khan (2005) yaitu diri sendiri, anggota keluarga (sebagian), anggota keluarga (seluruh), dan teman. Sedangkan untuk alasan tidak sarapan dikelompokan menjadi 4 yaitu tidak sempat, tidak merasa lapar, tidak terbiasa sarapan, dan tidak setiap hari sarapan tersedia. Data jenis sarapan diperoleh melalui food record dan dikelompokkan menjadi 11 jenis makanan yaitu makanan pokok, makanan pokok+lauk hewani, makanan pokok+lauk nabati, makanan pokok+lauk hewani+lauk nabati, makanan pokok+lauk hewani+sayuran, makanan pokok+lauk nabati+sayuran, makanan jajanan, buah, susu, roti+susu, dan teh manis.

(24)

12

Adapun rumus umum yang digunakan untuk mengetahui kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi (Hardinsyah et al 2002) adalah sebagai berikut.

Kgij = {(Bj/100) x Gij x (BDDj/100)} Keterangan :

Kgij = Kandungan zat gizi-i dalam bahan makanan-j yang dikonsumsi (g) Bj = Berat bahan makanan-j yang dikonsumsi (g)

Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan-j BDDj = Persen bahan makanan-j yang dapat dimakan (% BDD) Untuk menemukan Angka Kecukupan Gizi digunakan rumus sebagai berikut.

AKGI = (Ba/Bs) x AKG Keterangan :

AKGI = Angka kecukupan zat gizi yang dicari Ba = Berat badan aktual sehat (kg)

Bs = Berat badan standar

AKG = Angka kecukupan energi dan zat gizi (AKG 2013)

Mineral dan vitamin dihitung langsung dengan angka kecukupan tanpa menggunakan AKGI. Selanjutnya tingkat kecukupan energi dan zat gizi diperoleh dengan cara membandingkan jumlah asupan zat gizi tersebut dengan kecukupannya. Secara umum tingkat kecukupan zat gizi (Hardinsyah et al 2002) dapat dirumuskan sebagai berikut.

TKG = (K/AKGI) x 100% Keterangan :

TKG = Tingkat kecukupan zat gizi K = Konsumsi zat gizi

AKGI = Angka kecukupan zat gizi yang dicari

Tingkat kecukupan energi dan protein dikategorikan berdasarkan Depkes (1996), yaitu defisit tingkat berat (<70% AKG), defisit tingkat sedang (70-79% AKG), defisit tingkat ringan (80-89% AKG), normal (90-119% AKG), dan lebih (≥120% AKG). Sedangkan tingkat kecukupan vitamin dan mineral (Fe, vitamin A, dan Vitamin C) berdasarkan Gibson (2005) yaitu defisit (<77%AKG) dan cukup (>77%AKG).

(25)

13 Definisi Operasional

Subjek adalah siswa-siswi kelas X, XI, dan XII yang masih aktif di Sekolah Menengah

Atas Negeri 1 Jatisari Kabupaten Karawang.

Karakteristik Individu adalah kondisi subjek yang meliputi jenis kelamin, usia, uang

saku, dan suku.

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga adalah kondisi keluarga subjek yang

digambarkan melalui beberapa komponen, yaitu besar keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, dan pendapatan orangtua.

Besar Keluarga adalah jumlah orang yang tinggal bersama dalam satu rumah dan makan

dari sumber penghasilan yang sama serta tercantum dalam satu kartu keluarga.

Pendapatan Orangtua adalah jumlah pendapatan per bulan dalam bentuk uang yang

diperoleh orangtua dari pekerjaan utama dan pekerjaan tambahan.

Uang Saku adalah jumlah uang dalam rupiah yang dikeluarkan subjek untuk memenuhi

kebutuhan pangan dan non pangan selama satu minggu.

Usia adalah usia subjek pada saat penelitian dilakukan yang dinyatakan dalam tahun.

Pengetahuan Gizi adalah Kemampuan responden dalam menjawab pertanyaan

mengenai pengetahuan gizi tentang sarapan

Status Gizi adalah keadaan kesehatan tubuh subjek berdasarkan IMT yang dibedakan

menjadi kurus, normal, gizi lebih, obes, dan sangat obes (WHO 2007).

Kebiasaan Sarapan adalah kegiatan konsumsi pangan yang dilakukan rutin pada pagi

hari hingga pukul 09.00 WIB yang digambarkan melalui frekuensi sarapan, waktu dan lokasi sarapan, ketersediaan sarapan, kebiasaan sarapan bersama, dan jenis sarapan.

Frekuensi Sarapan adalah frekuensi subjek dalam mengkonsumsi makanan di pagi hari

selama satu minggu yang terdiri dari kategori sarapan tidak teratur (<4 kali/minggu) dan sarapan teratur (>4 kali/minggu).

Waktu Sarapan adalah waktu pada saat subjek melakukan kegiatan sarapan yang

dikategorikan menjadi empat, yaitu 05.00-05.59, 06.00-06.59, 07.00-07.59, 08.00-09.00 WIB.

Tempat Sarapan adalah lokasi dimana subjek biasa melakukan kegiatan sarapan, yaitu

rumah, perjalanan, sekolah, dan kossan.

Kebiasaan Sarapan Bersama adalah sarapan subjek selama seminggu dilakukan

bersama ibu, anggota keluarga sebagian, anggota keluarga seluruhnya, dan diri sendiri

Jenis Sarapan adalah susunan komposisi pangan (makanan dan minuman) yang

dikonsumsi subjek pada waktu sarapan yang terdiri dari 11 kelompok, yaitu makanan pokok, makanan pokok+lauk hewani, makanan pokok+lauk nabati, makanan pokok+lauk hewani+lauk nabati, makanan pokok+lauk hewani+sayuran, makanan pokok+lauk nabati+sayuran, makanan jajanan, buah, susu, roti+susu, dan teh manis.

Kontribusi Energi dan Zat gizi Sarapan adalah perbandingan antara jumlah konsumsi

(26)

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Jatisari memiliki lokasi yang terletak di Jalan Raya Pantura Jatisari, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. SMA Negeri 1 Jatisari Karawang diresmikan secara Yuridis dengan SK Mendikbud RI Nomor.0216/01/1992 yang menetapkan dibukanya SMA baru, maka terhitung mulai tanggal 5 Mei 1992 SMA Negeri 1 Jatisari berdiri. Dengan Nomor Statistik Sekolah (NSS) : 30.I.02.21.10.080 adalah Sekolah Menengah Atas yang berdiri di atas lahan seluas ± 7.300 M2, Luas Bangunan 2.702 m2, yang berada dalam kepemimpinan Drs. A. Mugni sebagai kepala sekolah pertama di sekolah tersebut. Pada tahun 2003 memasuki fase baru yaitu dari 8 kelas pada 2014 kelas berkembang menjadi 31 kelas. Ini sebagai bukti bahwa tuntutan dari masyarakat untuk menyekolahkan putra-putrinya menyebabkan sinergi luar biasa dari lingkungan sekitar. Jumlah seluruh siswa pada sekolah ini sebanyak 1387 siswa dan 52 orang tenaga pengajar. Jumlah siswa di SMA tersebut adalah kelas X sebanyak 486 siswa, kelas XI sebanyak 437 siswa dan kelas XII sebanyak 464 siswa. Terdiri dari lima kelas yaitu kelas X (1,2,3,4,5,7,8,9,10), XI IPA (1,2,3,4,5,6), XI IPS (1,2,3,4), XII IPA (1,2,3,4,5,6), dan XII IPS (1,2,3,4,5).

Keadaan sarana yang dibutuhkan dalam suatu lembaga pendidikan bukan saja hal yang berkaitan langsung dengan dengan proses belajar mengajar akan tetapi sarana lain juga diperlukan, guna menyalurkan bakat dan minat siswa SMA Negeri 1 Jatisari Karawang sebagai penunjang dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Adapun sarana dan prasarana yang dimiliki SMA Negeri 1 Jatisari Karawang adalah ruangan kelas (19 ruang), Lab IPA (2 ruang), Lab komputer (1 ruang), Perpustakaan (1 ruang), UKS (1 ruang), Koperasi (1 ruang), Ruang BP/BK (1 ruang), R. Kepala Sekolah (1 ruang), Ruang Guru (1 ruang), R. Tata Usaha (1 ruang), Ruang Osis (2 ruang), Kamar Mandi/WC Guru (3 ruang), Kamar Mandi/WC Siswa (7 ruang), Gudang (1 ruang), Ruang ibadah (1 ruang), Tempat tinggal Penjaga Sekolah (4 ruang), dan Lain-lain (2 ruang).

(27)

15 Karakteristik Individu

Jumlah subjek dalam penelitian ini berjumlah 108 orang yang terdiri dari 54 laki-laki dan 54 perempuan. Data yang diambil meliputi jenis kelamin, usia, uang saku, dan suku. Sebaran subjek berdasarkan jenis kelamin, usia, uang saku, dan suku dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Sebaran subjek berdasarkan jenis kelamin, usia, uang saku, dan suku Karakteristik

Usia remaja merupakan masa transisi dari usia anak-anak menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2004), remaja dibagi menjadi dua yaitu remaja awal (13 sampai 17 tahun) dan remaja akhir (18 sampai 21 tahun). Berdasarkan Tabel 2, Usia subjek dalam penelitian ini berada pada rentang 15 hingga 19 tahun, termasuk rentang antara usia remaja awal dan remaja akhir. Berdasarkan Tabel 2 sebagian besar subjek laki-laki (42.6%) dan perempuan (38.9%) berada pada usia 16 tahun. Pada subjek laki-laki dan perempuan terdapat beberapa subjek yang berusia 19 tahun. Berdasarkan uji Mann-Whitney tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara usia subjek laki-laki dan subjek perempuan.

Uang saku

(28)

16

dan subjek perempuan (66.7%) memiliki uang saku yang berada pada kisaran sedang (Rp.70.000 – 140.000) perminggu. Subjek laki-laki terlihat memiliki uang saku yang lebih rendah (9.3%) dibandingkan subjek perempuan. Mardayanti (2008) menyatakan bahwa semakin besar uang saku yang diterima tidak mempengaruhi konsumsi energi dan tingkat gizi, karena alasan uang saku yang dikeluarkan bukan sebagian besar untuk membeli makanan, tetapi untuk transportasi, membeli buku, membeli hadiah, dan pakaian. Berdasarkan uji Mann-Whitney tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara uang saku subjek laki-laki dan subjek perempuan.

Suku

Suku bangsa memiliki kebudayaan yang berbeda satu sama lain tanpa terkecuali dalam memilih dan mengolah makanan. Hal ini juga mempengaruhi jenis pangan yang di produksi, cara pengolahannya, penyaluran, hingga penyediaannya (Sukandar 2007). Suku yang biasa dikenal masyarakat pada umumnya yaitu suku Sunda, Jawa, Batak, Betawi, Lampung, dan Lainnya. Berdasarkan Tabel 2 hampir seluruh subjek laki-laki (94.4%) berasal dari suku sunda, dan hanya (5,6%) berasal dari suku jawa. Sedangkan hampir seluruh subjek perempuan (98.1%) berasal dari suku sunda dan hanya (1.85%) berasal dari suku jawa. Berdasarkan uji Mann-Whitney tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara suku subjek laki-laki dan subjek perempuan.

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Besar Keluarga

Besar keluarga merupakan sekelompok orang yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lainnya yang hidup dari pengeluaran sumberdaya yang sama dan tinggal dalam satu rumah (World Bank 2006). Besar keluarga menurut Hurlock (1998) dikategorikan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (>7 orang). Sebaran subjek berdasarkan besar keluarga dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Sebaran subjek berdasarkan besar keluarga

Besar Keluarga Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Kecil 33 61.1 20 37 53 49

Sedang 15 27.7 28 51.9 43 39.8 Besar 6 11.1 6 11.1 12 11.1 Total 54 100 54 100 108 100 Rata-rata + SD 4.56 + 1.40 4.91 + 1.29 4.73 + 1.35

P 0.034

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui secara keseluruhan baik subjek laki-laki maupun subjek perempuan sebagian besar (49%) memiliki keluarga kecil (<4 orang). Subjek laki-laki yang memiliki keluarga kecil lebih banyak (61.1%) dibandingkan dengan subjek perempuan (37%).Sementara itu untuk kategori keluarga besar (>7 orang) antara subjek laki-laki dan perempuan memiliki kesamaan (11.1%). Banyaknya jumlah anggota keluarga dapat berpengaruh pada distribusi pangan keluarga dan akhirnya mempengaruhi status gizi anggota keluarga World Bank (2006).

(29)

17 laki-laki memiliki keluarga kecil dan hanya sedikit yang memiliki keluarga sedang dan besar. Sama halnya dengan subjek laki-laki, subjek perempuan juga kebanyakan memiliki keluarga kecil, namun ditemukan memiliki keluarga sedang yang lebih banyak dibandingkan subjek laki-laki. Hal ini yang diduga menyebabkan adanya perbedaan yang signifikan antara besar keluarga subjek laki-laki dan perempuan.

Pendidikan Orangtua

Tingkat pendidikan orangtua yang baik akan memungkinkan orangtua dapat memantau dan menerima informasi tentang kesehatan anaknya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka diasumsikan bahwa kemampuannya akan semakin baik dalam mengakses dan menyerap informasi demi memenuhi kebutuhan gizinya (Isnani 2011). Pendidikan orangtua dibagi menjadi 5 kelompok yaitu, tidak sekolah, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan Perguruan tinggi. Sebaran subjek berdasarkan pendidikan orangtua disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran subjek berdasarkan pendidikan orangtua

Pendidikan orangtua

Ayah Ibu

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

n % n % n % n %

Tidak Sekolah 0 0 1 1.9 0 0 2 3.7 SD/Sederajat 9 16.7 14 25.9 24 44.4 19 35.2 SMP/Sederajat 16 29.6 13 24.1 10 18.5 13 24.1 SMA/Sederajat 24 44.4 17 31.5 16 29.6 14 25.9 Perguruan Tinggi 5 9.3 9 16.7 4 7.4 6 11.1 Total 54 100 54 100 54 100 54 100

P 0.600 0.761

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui secara keseluruhan baik subjek laki-laki maupun subjek perempuan sebagian besar tingkat pendidikan ayah mencapai pendidikan SMA. Tingkat pendidikan ayah yang mencapai SMA pada subjek laki-laki lebih banyak (44.4%) dibandingkan subjek perempuan (31.5%). Sementara itu, dapat diketahui secara keseluruhan subjek laki-laki maupun subjek perempuan sebagian besar tingkat pendidikan ibu hanya mencapai pendidikan SD. Tingkat pendidikan ibu yang mencapai SD pada subjek laki-laki lebih banyak (44.4%) dibandingkan subjek perempuan (19%). Berdasarkan uji Mann-Whitney tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat pendidikan ayah dan ibu subjek laki-laki dan perempuan.

Menurut Hardinsyah (2000) orang yang memiliki pendidikan yang tinggi cenderung untuk memilih bahan makanan yang baik daripada mereka yang berpendidikan rendah. Rahmawati (2006) juga menerangkan bahwa tingkat pendidikan orangtua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan, dan status gizi.

Pekerjaan Orangtua

(30)

18

Jasa, dan Lainnya. Sebaran subjek berdasarkan pekerjaan orangtua disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran subjek berdasarkan pekerjaan orangtua

Pekerjaan orangtua

Ayah Ibu

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

n % n % n % n %

Tidak bekerja 5 9.3 1 1.9 32 59.3 36 66.7 PNS/TNI/POLRI 9 16.7 5 9.3 1 1.9 2 3.7 Wiraswasta 21 38.9 28 51.9 13 24.1 13 24.1 Buruh/Karyawan 13 24.1 17 31.5 2 3.7 1 1.9 Jasa 2 3.7 1 1.9 0 0.0 0 0 Lainnya 4 7.4 2 3.7 6 11.1 2 3.7

Total 54 100 54 100 54 100 54 100 P 0.372 0.269

Berdasarkan Tabel 5 secara keseluruhan, ayah subjek laki-laki maupun subjek perempuan sebagian besar bekerja sebagai wiraswasta. Ayah yang bekerja sebagai wiraswasta pada subjek perempuan (51.9%) lebih banyak dibandingkan pada subjek laki-laki (38.9%). Sementara itu, terlihat secara keseluruhan ibu subjek laki-laki-laki-laki maupun subjek perempuan sebagian besar tidak bekerja atau menjadi ibu rumah tangga. Ibu yang tidak bekerja atau menjadi ibu rumah tangga pada subjek perempuan lebih banyak (66.7%) dibandingkan dengan subjek laki-laki (59.3%). Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara pekerjaan ayah dan pekerjaan ibu subjek laki-laki dan perempuan.

Menurut Fikawati dan Syafiq (2007), pekerjaan seseorang akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas makanan. Hal ini karena pekerjaan akan menentukan pendapatan yang dihasilkan. Pendapatan ini akan digunakan salah satunya untuk membeli makanan. Tingkat pendidikan ayah berpengaruh terhadap jenis pekerjaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka peluang untuk memperoleh pekerjaan akan semakin besar.

Pendapatan Orangtua

Pendapatan orangtua merupakan merupakan penghasilan yang didapatkan orangtua perbulan untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik pangan maupun non pangan. Pendapatan orangtua dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu rendah jika pendapatan perbulan <Rp.2000000, sedang jika pendapatan perbulan Rp.2000000-4000000, dan tinggi jika pendapatan > Rp. 4000000. Sebaran subjek berdasarkan pendapatan orangtua disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran subjek berdasarkan pendapatan orangtua Pendapatan orangtua Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Rendah 13 24.1 11 20.4 24 22.2 Sedang 30 55.6 31 57.4 61 56.4 Tinggi 11 20.4 12 22.2 23 21.3

Total 54 100 54 100 108 100 Rata rata + SD 286815 ± 1312050 2888462 ± 1456308 27844898 ± 1588426

(31)

19

Berdasarkan Tabel 6 sebagian besar pendapatan orangtua subjek berada dalam kategori sedang (Rp.2000000-4000000/bulan). Pendapatan kategori sedang pada orangtua subjek perempuan lebih tinggi (57.4%) dibandingkan dengan subjek laki-laki (55.6%). Prabandari (2010) menyatakan bahwa semakin besar pendapatan keluarga maka semakin besar uang saku diterima. Hal ini sesuai dengan (Tabel 2) yang menunjukkan uang saku subjek perempuan lebih tinggi dibandingkan subjek laki-laki. Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara pendapatan orangtua subjek laki-laki dan perempuan.

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi merupakan landasan penting untuk terjadi perubahan sikap dan perilaku gizi (Amelia 2008). Variabel pengetahuan gizi subjek diukur dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner pengetahuan gizi yang terdiri atas 20 pertanyaan mengenai pengetahuan gizi umum dan sarapan. Sebaran subjek berdasarkan jenis pertanyaan pengetahuan gizi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran subjek berdasarkan jenis pertanyaan pengetahuan gizi No Pertanyaan Laki-laki Perempuan

n % n % 1 Fungsi zat gizi untuk tubuh 35 64.8 34 63 2 Kebiasaan makan beraneka ragam 22 40.7 26 48.1 3 Tubuh yang terpenuhi zat gizi 28 51.9 27 50 4 Jenis-jenis zat gizi 29 53.7 33 61.1 5 Bahan pangan sumber protein 15 27.8 32 59.3 6 Bahan pangan sumber karbohidrat 38 70.4 43 79.6 7 Bahan pangan sumber vitamin D 16 29.6 14 25.9

8

Zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit oleh

tubuh 10 18.5 23 42.6

9 Dampak konsumsi makanan yang tidak seimbang 40 74.1 36 66.7 10 Kesadaran untuk mencuci tangan 41 75.9 45 83.3 11 Penyebab keracunan makanan 22 40.7 22 40.7 12 Sebutan untuk anak yang KEK dan KEP 11 20.4 18 33.3 13 Jenis bahan pangan kaya vitamin A 49 90.7 51 94.4 14 Pengertian sarapan 38 70.4 45 83.3 15 Manfaat dari sarapan 1 1.9 2 3.7 16 Waktu yang baik untuk sarapan 51 94.4 54 100 17 Menu sarapan yang sehat dan bergizi 5 9.3 5 9.3 18 Dampak tidak sarapan 52 96.3 45 83.3 19 Subjek makanan yang baik untuk sarapan 37 68.5 44 81.5 20 Konsumsi buah dan sayur untuk sarapan 17 31.5 16 29.6

(32)

20

Khomsan (2000) mengkategorikan tingkat pengetahuan gizi menjadi 3 bagian, yaitu tingkat pengetahuan rendah (<60%), sedang (60-80%) dan tinggi(80%). Sebaran subjek berdasarkan tingkat pengetahuan gizi antara laki-laki dan perempuan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran subjek berdasarkan tingkat pengetahuan gizi Pengetahuan Gizi Anak Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Kurang (<60 %) 38 70.4 24 44.4 62 57.4 Sedang (60 – 80%) 15 27.8 29 53.7 44 40.7 Baik (>80) 1 1.9 1 1.9 2 1.9

Total 54 100 54 100 108 100 Rata-rata + SD 52.04 + 12.90 57.22 + 10.03 54.63 + 11.79

P 0.020

Berdasarkan Tabel 8 tingkat pengetahuan gizi subjek laki-laki dan perempuan secara keseluruhan berada pada kategori kurang (57.41%). Subjek laki-laki berada pada kategori kurang (70.4%) lebih banyak dibandingkan subjek perempuan (44.4%). Sementara itu tingkat pengetahuan gizi pada subjek perempuan sebagian besar berada pada kategori sedang (53.7%) dan hanya sebagian kecil subjek laki-laki dan perempuan (1.8%) yang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang baik (>80%). Berdasarkan uji Mann-Whitney terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara pengetahuan gizi subjek laki-laki dan subjek perempuan. Hal ini diduga pengetahuan gizi contoh perempuan lebih baik dibandingkan contoh laki-laki dan dapat diamati bahwa contoh perempuan lebih banyak menjawab dengan benar pertanyaan yang diberikan.

Pengetahuan gizi diyakini sebagai salah satu variabel yang dapat berhubungan dengan konsumsi dan kebiasaan makan. Kelompok remaja yang tidak memiliki pengetahuan gizi yang cukup, akan memiliki konsep ilmu gizi yang sedikit juga (Hendrayati et al 2010). Sama halnya dengan yang dinyatakan oleh Khomsan et al (2007) bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi, diharapkan keadaan gizinya juga baik.

Sarapan

(33)

21 Tabel 9 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan sarapan

Kebiasaan sarapan Laki - laki Perempuan Total

n % n % n %

Menurut Yang et al. (2006) frekuensi sarapan dikatakan teratur apabila ≥4 kali dan dikatakan tidak teratur jika hanya sarapan sebanyak 3 kali selama hari sekolah. Data frekuensi sarapan mahasiswa pada penelitian ini diperoleh dengan menggunakan food record yang diisi oleh subjek selama satu minggu. Data frekuensi sarapan yang diperoleh berkisar antara satu sampai tujuh kali. Berdasarkan Tabel 9 seluruh subjek laki-laki maupun perempuan (88%) teratur untuk melakukan sarapan. Subjek laki-laki yang sarapannya teratur lebih banyak (87%) dibandingkan subjek perempuan (75.9%).

(34)

22

beda Mann-Whitney diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara frekuensi sarapan subjek laki-laki dan perempuan.

Waktu Sarapan

Sarapan yang baik adalah bila selalu dilakukan pada waktu pagi hari bukan menjelang makan siang, dan tidak perlu dibedakan antara saat hari kerja/sekolah dan hari libur. Mempertimbangkan hasil kajian kontribusi berbagai zat gizi sarapan terhadap asupan zat gizi harian, di Indonesia lebih tepat bila kontribusi zat gizi sarapan adalah 15-30 % asupan gizi. Oleh karena target asupan gizi harian yang ideal adalah memenuhi kebutuhan gizi (100% AKG) maka sarapan yang dianjurkan adalah mengandung zat gizi 15-30% zat gizi, yang dilakukan antara bangun pagi sampai jam 9 pagi. (Hardinsyah dan Aries 2012).

Waktu sarapan dikategorikan menjadi 4, yaitu pukul 05.00-05.59, 06.00-06.59, 07.00-07.59, dan 08.00-09.00. Berdasarkan Tabel 9, dapat diketahui secara keseluruhan baik subjek laki-laki maupun subjek perempuan (75%) melakukan sarapan pada pukul 06.00-06.59 WIB. Subjek laki-laki yang melakukan sarapan pada waktu tersebut lebih banyak (81.5%) dibandingkan dengan subjek perempuan (68.5%). Sementara itu waktu yang paling jarang digunakan untuk sarapan adalah pukul 08.00-09.00 WIB. Terlihat hanya (1.9%) subjek laki-laki dan (3.7%) subjek perempuan yang melakukan sarapan pada waktu tersebut. Diduga subjek yang melakukan sarapan pada waktu tersebut ketika hari libur. Perlu diketahui waktu belajar disekolah dimulai pada pukul 07.00-14.00 WIB. Berdasarkan hasil uji beda Mann-Whitney diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara waktu sarapan subjek laki-laki dan perempuan.

Yang et al. (2006) menambahkan bahwa sarapan teratur didefinisikan sebagai konsumsi meal sebelum jam 09.00 pagi. Hasil ini menunjukkan bahwa kebanyakan dari subjek laki-laki maupun subjek perempuan yang terbiasa melakukan sarapan telah memilih waktu yang ideal untuk sarapan dan waktu sarapan yang paling banyak dipilih yaitu pukul 06.00-06.59 WIB yang artinya kebanyakan subjek terbiasa melakukan sarapan di rumah sebelum berangkat sekolah. Sementara itu yang tidak sempat ataupun tidak terbiasa sarapan di rumah, diduga melakukan sarapan diperjalanan dan di sekolah. Smith et al. (2010) menemukan bahwa subjek yang tidak sarapan lebih suka mengundur waktu makan pagi dan biasanya memulai waktu makan yaitu pada waktu makan siang (12.00-14.00) dan waktu makan malam (17.00-20.00).

Tempat Sarapan

Lokasi subjek biasa melakukan sarapan dikategorikan menjadi empat, yaitu di rumah, diperjalanan, di sekolah, dan di kosan. Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui secara keseluruhan subjek laki-laki maupun subjek perempuan (88%) memiliki tempat favorit untuk sarapan yaitu di rumah. Subjek laki-laki yang melakukan sarapan di rumah lebih banyak (88.9%) dibandingkan dengan subjek perempuan (87%). Sementara itu, hanya sebagian kecil dari subjek laki-laki maupun perempuan yang terbiasa melakukan sarapan di perjalanan dan di sekolah (1.9% dan 10.2%). Sementara itu tidak ditemukan subjek laki-laki maupun perempuan yang melakukan sarapan di kosan, karena diduga seluruh subjek masih tinggal bersama orangtua.

(35)

23 sering melakukan sarapan di perjalanan ataupun di sekolah. Hasil studi di Australia mengungkapkan bahwa beberapa anak sekolah yang memiliki kebiasaan sarapan diperjalanan atau di sekolah umumnya mengkonsumsi pangan sarapan dengan jumlah kandungan gizi yang rendah dibandingkan anak sarapan di rumah (Khan 2005). Berdasarkan hasil uji beda Mann-Whitney diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara tempat sarapan subjek laki-laki dan perempuan.

Kebiasaan sarapan bersama

Kebiasaan sarapan bersama dapat dijadikan salah satu faktor penguat (reinforcing factors) yaitu faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku dalam wujud sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya, merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Referensi ini dapat berasal dari keluarga, guru, atau teman sebaya (Hermina et al. 2009). Kebiasaan sarapan bersama dikategorikan menjadi 4 yaitu diri sendiri, bersama anggota keluarga (sebagian), bersama anggota keluarga (seluruh), dan teman (Khan 2005).

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui secara keseluruhan subjek (50.9%) melakukan sarapan bersama anggota keluarga (sebagian). Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar subjek terbiasa untuk sarapan di rumah. Kebiasaan sarapan bersama anggota keluarga (sebagian) dari subjek laki-laki lebih tinggi (53.7%) dibandingkan subjek perempuan (48.1%). Hanya sebesar (12%) dari seluruh subjek melakukan sarapan bersama teman sebaya. Hasil studi Pearson et al. (2009), sarapan bersama keluarga berkolerasi besar dalam konsumsi sarapan pada remaja. Menurut Khan (2005) menambahkan bahwa sarapan dengan seluruh keluarga mendorong remaja untuk secara teratur sarapan. Berdasarkan hasil uji beda Mann-Whitney diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara kebiasaan sarapan bersama subjek laki-laki dan perempuan.

Alasan Tidak Sarapan

Menurut Khomsan (2005), alasan tidak sarapan, yaitu tidak sempat atau terburu-buru, merasa waktu sangat terbatas karena jarak sekolah cukup jauh, terlambat bangun pagi, tidak ada selera makan, maupun ingin diet supaya berat badan cepat turun. Berdasarkan banyaknya alasan tidak sarapan yang dikemukakan tersebut maka alasan tidak sarapan dibagi menjadi 4 yaitu tidak sempat, tidak merasa lapar, tidak terbiasa sarapan, dan tidak setiap hari sarapan tersedia. Sebaran subjek berdasarkan alasan ketika tidak sarapan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran subjek berdasarkan alasan tidak sarapan

Alasan tidak sarapan Laki-laki Perempuan Total n % n % n %

Tidak sempat 17 31.5 25 46.3 42 38.9

Tidak merasa lapar 16 29.6 11 20.4 27 25

Tidak terbiasa sarapan 5 9.3 9 16.7 14 13

Tidak setiap hari sarapan tersedia 16 29.6 9 16.7 25 23.1 Total 54 100 54 100 108 100

P 0.127

(36)

24

(46.3%) dibandingkan subjek laki-laki (31.5%). Sementara itu (29.6%) subjek laki-laki dan (20.4%) subjek perempuan beralasan tidak merasa lapar untuk sarapan di pagi hari. Sedangkan hanya sedikit subjek laki-laki (9.3%) dan subjek perempuan (16.7%) mengaku tidak terbiasa sarapan. Penelitian Rampersaud et al. (2005) mengungkapkan alasan terbanyak subjek penelitiannya tidak sarapan adalah tidak sempat atau tidak memiliki waktu karena terburu-buru sekolah, serta diet penurunan berat badan. Berdasarkan hasil uji beda Mann-Whitney diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara alasan tidak sarapan subjek laki-laki dan perempuan.

Jenis sarapan

Jenis sarapan pada penelitian ini dikategorikan menjadi 11 kelompok, yaitu makanan pokok, makanan pokok+lauk hewani, makanan pokok+lauk nabati, makanan pokok+lauk hewani+lauk nabati, makanan pokok+lauk hewani+sayuran, makanan pokok+lauk nabati+sayuran, makanan jajanan, buah, susu, roti+susu, dan teh manis. Jenis makanan sarapan yang sering dikonsumsi subjek diperoleh dari kuesioner food record selama 7 hari. sebaran subjek berdasarkan jenis sarapan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Sebaran subjek berdasarkan jenis sarapan

Jenis sarapan Laki-laki Perempuan Total n % n % n %

Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui secara keseluruhan subjek laki-laki maupun subjek perempuan (39.8%) mengonsumsi makanan pokok dan hewani sebagai makanan sarapan. Subjek perempuan yang mengonsumsi makanan tersebut lebih banyak (42.6%) dibandingkan dengan subjek laki-laki (37%). Sementara itu ditemukan subjek laki-laki (5.6%) dan subjek perempuan (14.8%) yang mengonsumsi makanan jajanan sebagai makanan sarapan. Makanan jajanan yang dimaksud pada penelitian ini adalah makanan camilan, terdiri dari dua jenis yaitu makanan camilan basah seperti pisang goreng dan makanan camilan kering seperti produk ekstruksi (Nuraida et al. 2009). Berdasarkan hasil uji beda Mann-Whitney diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara jenis makanan sarapan subjek laki-laki dan perempuan.

(37)

25 menyatakan sarapan sehat mengandung energi cukup (15-25% dari kebutuhan energi per hari), serat makanan cukup, rendah lemak, tidak ada lemak trans, rendah glukosa dan karbohidrat sederhana (Indeks glikemik tingi), minuman (air putih, susu, teh atau kopi). Sarapan sebaiknya tidak mengonsumsi satu jenis zat gizi (single nutrient) melainkan dengan mengombinasikan makanan dengan aneka ragam zat gizi (Florence et al. 2008).). Asupan dan Kontribusi Makanan Sarapan

Sarapan atau makan dan minum pagi adalah kegiatan makan dan minum yang dilakukan antara bangun. pagi sampai jam 9 untuk memenuhi sebagian (15-30%) kebutuhan gizi harian dalam rangka mewujudkan hidup sehat, aktif, dan cerdas (Hardinsyah 2012). Menurut Khomsan (2005), sarapan harus memenuhi 25% dari kecukupan harian. Sementara Pereira et al. (2011) mendefinisikan sarapan harus memenuhi 20-35% angka kecukupan energi. Terakhir, penelitian Hardinsyah dan Aries (2012) menyatakan sarapan yang baik bagi orang Indonesia dilakukan antara bangun pagi hingga pukul 9 pagi dan mengandung 15-30% zat gizi. Berikut rata- rata sumbangan energi dan zat gizi makanan sarapan terhadap asupan dan kecukupan subjek disajikan pada Tabel 1.

Tabel 12 Sebaran subjek berdasarkan rata-rata sumbangan energi dan zat gizi makanan sarapan terhadap asupan dan kecukupan subjek

Energi Laki-laki Perempuan P Asupan kontribusi sarapan (kkal/hari) 307 281 0.282 Kontribusi terhadap asupan total (%) 17.8 19.03

Kontribusi terhadap kecukupan gizi (%) 11.8 15

Protein

Asupan kontribusi sarapan (g/hari) 7.8 7.4 0.468 Kontribusi terhadap asupan total (%) 16.8 17.47

Kontribusi terhadap kecukupan gizi (%) 11.7 13

Fe

Asupan kontribusi sarapan (mg/hari) 2.4 2.1 0.043 Kontribusi terhadap asupan total (%) 15.2 14.95

Kontribusi terhadap kecukupan gizi (%) 15.6 8.26

Vitamin A

Asupan kontribusi sarapan (RE/hari) 21.6 34.1 0.868 Kontribusi terhadap asupan total (%) 6.6 10.48

Kontribusi terhadap kecukupan gizi (%) 3.6 5.7

Vitamin C

Asupan kontribusi sarapan (mg/hari) 0.7 1.2 0.002 Kontribusi terhadap asupan total (%) 3 5.29

Kontribusi terhadap kecukupan gizi (%) 0.8 1.68

(38)

26

sarapan subjek perempuan (1.2+2.7 mg/hari) juga ditemukan sedikit lebih tinggi daripada subjek laki-laki (0.7+1.2 mg/hari).

Sebagian besar makanan sarapan pada subjek laki-laki memberikan kontribusi energi (17.8%), protein (16.8%), zat besi (Fe) (15.2%), vitamin A (6.6%), dan vitamin C (3%) terhadap asupan total. Sedangkan pada subjek perempuan makanan sarapan dapat memberikan kontribusi energi (19%), protein (17.47%), Fe (14.95%), vitamin A (10.48%), dan vitamin C (5.29%) terhadap asupan total.

Makanan sarapan yang banyak mengandung energi adalah nasi putih, mie instan, bubur ayam, nasi uduk, nasi goreng, dan ketupat tahu. Sumber protein sekaligus zat besi (Fe) yang diperoleh dari makanan sarapan yaitu ayam, hati ayam, telur, ikan, oncom, dan tempe. Sumber vitamin A yang diperoleh dari makanan sarapan seperti ayam, hati ayam, telur, susu, keju, semangka, sawi, kacang panjang, wortel, bayam, dan kangkung. Sedangkan sumber vitamin C yang diperoleh dari makanan sarapan seperti semangka, pisang, ubi jalar goreng, bayam, wortel, mie instan, sawi, ketimun, kembang kol, dan kacang panjang.

Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, secara keseluruhan terlihat rata-rata asupan energi dan zat gizi dari makanan sarapan subjek laki-laki maupun subjek perempuan kontribusinya masih rendah terhadap asupan total. Hasil ini belum sesuai dengan Khomsan (2005) yang menyatakan sarapan sebaiknya menyumbangkan energi sekitar 25% dari asupan energi harian.

Sarapan yang dikonsumsi oleh subjek laki-laki memberikan kontribusi energi (11.8%), protein (11.7%), Fe (15.6%), vitamin A (3.6%), dan vitamin C (0.8%) terhadap kecukupan gizi. Sementara itu pada subjek perempuan kontribusi energi (15%), protein (13%), Fe (8.26%), vitamin A (5.7%), dan vitamin C (1.68%) terhadap kecukupan gizi. Rata – rata kontribusi terhadap kecukupan energi, protein, vitamin A, dan vitamin C pada subjek perempuan lebih tinggi daripada subjek laki-laki. Sedangkan untuk kontribusi zat besi (Fe) terhadap kecukupan gizi subjek laki-laki lebih cenderung lebih tinggi dan telah memenuhi minimal kecukupan gizi sarapan dibandingkan subjek perempuan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan rata-rata kontribusi energi dan zat gizi dari makanan sarapan terhadap kecukupan termasuk dalam kualitas rendah yaitu kurang dari 15% AKG. Namun pada subjek perempuan terlihat bahwa rata-rata kontribusi energi dari makanan sarapan sudah memenuhi 15% AKG. Hasil kajian terhadap data sarapan Riskesdas tahun 2010 menunjukkan 44.6% anak usia sekolah dasar mengonsumsi sarapan dengan kualitas rendah, yaitu dengan asupan energi sarapan kurang dari 15% kebutuhan harian (Hardinsyah dan Aries 2012). Rendahnya kontribusi energi, protein, Fe, vitamin A, dan vitamin C terhadap kecukupan subjek disebabkan oleh konsumsi pangan sumber zat gizi tersebut pada pagi hari cenderung memilih porsi yang lebih kecil dan kurang beragam dibandingkan pada makan siang dan malam. Hal ini juga diduga berkaitan masih rendahnya pengetahuan subjek terkait manfaat sarapan dan menu sarapan yang sehat dan bergizi (Tabel 7) menyebabkan kesadaran subjek untuk sarapan dengan menu lengkap dan beragam yang mendukung untuk meningkatkan kualitas sarapannya juga masih rendah dan cenderung kurang memperdulikan nilai gizi dari sarapan tersebut tidak lepas dikarenakan subjek juga lebih memilih makanan sarapan yang praktis dan cepat untuk dihidangkan di pagi hari. Terlihat dari jenis sarapan yang paling banyak di konsumsi oleh subjek adalah makanan pokok dan lauk hewani (Tabel 11).

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran analisis pengetahuan gizi, kebiasaan sarapan, status gizi pada siswa
Tabel 1  Pengkategorian variabel penelitian
Tabel 1 Pengkategorian variabel penelitian  (lanjutan)
Tabel 2  Sebaran subjek berdasarkan jenis kelamin, usia, uang saku, dan suku
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Penelitian: Hasil uji t tidak berpasangan pada variabel kebiasaan sarapan dan status gizi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada z-score

independent sample t-test digunakan untuk menganalisis perbedaan nilai variabel rasio, antara lain uang saku siswa, besar keluarga, pendapatan orang tua, status

Analisis bivariat yang digunakan adalah uji korelasi chi square untuk menganalisis hubungan antara densitas asupan zat gizi dengan usia, uang saku, jenis kelamin, besar

Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk menguji hubungan antara status gizi (IMT/U) dengan berbagai variabel, diantaranya adalah hubungan antara status gizi dengan

Hasil Penelitian: Hasil uji t tidak berpasangan pada variabel kebiasaan sarapan dan status gizi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada z-score

Hasil uji statistik disampaikan bahwa ada hubungan antara pola makan, kebiasaan sarapan dan status gizi dengan prestasi belajar.Pola makan yang baik pada anak

Hasil penelitian oleh Zia Rosyidah dkk (2015) tentang jumlah uang saku dan kebiasaan melewatkan sarapan berhubungan dengan status gizi lebih anak sekolah dasar

HUBUNGAN PENGETAHUAN, KEBIASAAN SARAPAN PAGI DAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI SMPN 5 BANJARMASIN TAHUN 2020 Faricha Hamidatusyifa Widiastuti1, Netty2, Eka