• Tidak ada hasil yang ditemukan

Techniques of Texture Analysis for Identification of Crocidolomia pavonana, Spodoptera exigua, Spodoptera litura

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Techniques of Texture Analysis for Identification of Crocidolomia pavonana, Spodoptera exigua, Spodoptera litura"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK ANALISIS TEKSTUR UNTUK IDENTIFIKASI

HAMA ULAT Crocidolomia binotalis, Spodoptera exigua,

Spodoptera litura

YUNDA HENINGTYAS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Teknik Analisis Tekstur untuk Identifikasi Hama Ulat Crocidolomia pavonana, Spodoptera exigua, Spodoptera litura adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Yunda Heningtyas

NRP. G651110281

*

(4)

RINGKASAN

YUNDA HENINGTYAS. Teknik Analisis Tekstur untuk Identifikasi Ulat

Crocidolomia pavonana, Spodoptera exigua, Spodoptera litura. Dibimbing oleh YENI HERDIYENI dan AUNU RAUF.

Kubis dan bawang daun merupakan dua komoditas yang banyak diusahakan petani sayuran di dataran tinggi. Di antara hama yang banyak menimbulkan kerusakan berat adalah ulat Crocidolomia pavonana pada kubis dan

Spodoptera exigua pada bawang daun. Ulat Spodoptera litura, yang bersifat generalis, kadangkala dijumpai juga menyerang kedua jenis sayuran tadi. Bagi petani maupun petugas pertanian yang belum berpengalaman, ketiga jenis ulat ini tidak mudah untuk dibedakan. Padahal indentifikasi yang benar diperlukan agar pengendalian yang dilakukan dapat berhasil dengan baik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengembangkan sistem identifikasi ulat dengan menggunakan teknologi computer vision.

Ketiga spesies ulat tersebut memiliki tekstur yang unik dan berbeda satu sama lain, sehingga untuk membedakannya dapat didasarkan pada analisis tekstur. Dalam penelitian ini, teknik analisis tekstur yang digunakan adalah gabungan fitur entropi, gray level co-occurrence matrix (GLCM), fitur Haralick dan fitur Tamura. Setiap spesies terdiri dari 45 citra sehingga total data yang digunakan adalah 135 citra. Data dipilah menggunakan teknik 5-fold cross validation ke dalam data latih (80%) dan data uji (20%). Probabilistic Neural Network (PNN) digunakanuntuk mengklasifikasi spesies ulat. Percobaan dilakukan menggunakan teknik GLCM dengan jarak 1 piksel dan 8 sudut; fitur Haralick yaitu entropi,

homogeneity, information of correlation 1, information of correlation 2; fitur Tamura yaitu coarseness dan fitur entropi.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa fitur Tamuradan fitur information of correlation 1 berhasil memisahkan spesies ulat S. litura dari spesies lainnya. Fitur entropi berhasil memisahkan spesies ulat C. pavonana dengan spesies ulat S. litura. Fitur Haralick entropi berhasil memisahkan spesies ulat C. pavonana

dengan spesies ulat S. exigua. Fitur homogeneity berhasil memisahkan spesies ulat

S. exigua dengan spesies ulat S. litura sedangkan fitur information of correlation 2 tidak dapat memisahkan ketiga spesies ulat tersebut. Namun, penggabungan keempat teknik tersebut berhasil meningkatkan akurasi sistem identifikasi spesies ulat. Kinerja sistem, diperoleh dari akurasi rata-rata seluruh fold, mencapai 77.03%. Akurasi tertinggi (88.89%) diperoleh pada = 5. Selanjutnya, sistem menggunakan model klasifikasi yang dihasilkan oleh fold kelima. Kesalahan klasifikasi terjadi pada kelompok C. pavonana yang salah diidentifikasi sebagai S. exigua dan kelompok S. exigua yang salah diklasifikasi sebagai S. litura. Kesalahan klasifikasi tersebut disebabkan oleh kesalahan pemotongan bagian tubuh ulat, tekstur yang direkam citra tidak jelas (blur) dan usia ulat belum berada pada fase instar lanjut. Walaupun demikian, sistem identifikasi ulat yang dikembangkan ini dapat digunakan oleh petani dan petugas pertanian yang mengalami kesulitan dalam membedakan ketiga spesies ulat tersebut.

(5)

SUMMARY

YUNDA HENINGTYAS. Techniques of Texture Analysis for Identification of

Crocidolomia pavonana, Spodoptera exigua, Spodoptera litura. Supervised by YENI HERDIYENI and AUNU RAUF.

Cabbage and green onion are two common vegetables cultivated by farmers in highland. Among major pests causing significant damage are

Crocidolomia pavonana on cabbage and Spodoptera exigua on green onion. In addition, the generalist Spodoptera litura occasionally found attacking these vegetables. For unexperienced farmers as well as extension agents, the three caterpillars are not easily differentiated; although an accurate identification is required for a better control of the pests. Therefore, research was conducted with the objectives to develop identification system of the caterpillars based on computer vision technology.

The three species of caterpillars have a unique texture and distinct feature from each other; and therefore, differentiating the species can be based on techniques of texture analysis. For this purpose, we used combination of several texture analysis: entropy feature, GLCM, Haralick features and Tamura feature. Each species consisted of 45 images, and consequently the total images used in this research were 135 images. Data work splitted using k-fold cross validation technique into training data (80%) and testing data (20%). Probabilistic Neural Network (PNN) was applied for classifying the three species of caterpillars. Research was conducted using GLCM with 1 pixel distance and 8 angles; Haralick features consisting of entropy, homogeneity, information of correlation 1, information of correlation 2; and Tamura feature consisting of coarseness; and entropy feature techniques.

Our research revealed that Tamura features and information of correlation 1 were able to differentiate S. litura from other species. Entropy feature was able to differentiate C. pavonana with S. litura. Haralick entropy was able to differentiate

C. pavonana with S. Exigua. Homogeneity was able to differentiate S. Exigua

with S. litura whereas information of correlation 2 was not able to differentiate among the three species. However, combination of four techniques were able to improve the accuracy of caterpillar identification system. System performance obtained from the average accuracy of the entire fold reached 77.03%. The best accuracy (88.89%) was obtained when k = 5. Furthermore, we tested the system using classification model based on the fifth fold. Error occurred when C. pavonana incorrectly identified as S. exigua, and S. exigua incorrectly identified as S. litura. The error in identification were caused by inappropriate cropping of caterpillar images, the blur of image, and the caterpillar was not in advance stage. However, in general the pest identification system developed through this research can be used by farmers and extension agents who have difficulties in differentiating the three species of caterpillars.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

TEKNIK ANALISIS TEKSTUR UNTUK IDENTIFIKASI

HAMA ULAT Crocidolomia binotalis, Spodoptera exigua,

Spodoptera litura

YUNDA HENINGTYAS

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Komputer

pada

Program Studi Ilmu Komputer

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

NIM : 0651110281

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

SSiMKom Prof Dr lr Aunu Rauf, MSc

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Komputer

3

0 SEP

2013

(10)

Judul Tesis : Teknik Analisis Tekstur untuk Identifikasi Hama Ulat

Crocidolomia pavonana, Spodoptera exigua, Spodoptera litura

Nama : Yunda Heningtyas NIM : G651110281

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom Prof Dr Ir Aunu Rauf, MSc

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Komputer

Dr Yani Nurhadryani, SSi MT Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr

(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 ini adalah ekstraksi tekstur citra digital dengan judul Teknik Analisis Tekstur untuk Identifikasi Hama Ulat Crocidolomia pavonana, Spodoptera exigua, Spodoptera litura.

Dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, penulis mendapatkan banyak sekali bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kepada Ibu Dr Yeni Herdiyeni, SSi, MKom selaku ketua komisi dan Bapak Prof Dr Ir Aunu Rauf, MSc selaku anggota komisi atas bimbingan dan arahannya selama penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Agus Buono, MSi, MKom selaku penguji dalam sidang tesis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orangtua dan adik penulis atas doa dan dukungannya. Mba Ismi, Kutha, Mega, Bang Ardiansyah dan semua teman LAB CI, atas diskusi, bantuan dan motivasinya. Pak Wawan dan Ridwan, selaku laboran di laboratorium bionomi dan ekologi serangga departemen proteksi tanaman IPB, atas diskusi dan bantuannya. Teman-teman Pasca Ilkom 13 atas dorongan dan motivasi dalam proses penelitian ini. Pengelola pasca sarjana, seluruh dosen dan staf akademik Ilmu Komputer IPB atas bantuan dan bimbingannya selama penelitian ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama penyelesaian karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2013

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN iii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Ulat 4

Image Enhancement 5

Ekstraksi Fitur (Feature Extraction) 6

K-Fold Cross Validation 10

Confusion Matrix 11

Klasifikasi 11

3 METODE PENELITIAN 14

Data Citra Ulat 15

Preprocessing 16

Ekstraksi Tekstur 16

Penggabungan Teknik 18

Pembagian Data 19

Klasifikasi PNN 20

Evaluasi 20

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21

Preprocessing 21

Ekstraksi Fitur dengan Tamura 21

Ekstraksi Tekstur dengan GLCM 24

Ekstraksi Tekstur dengan Fitur Haralick 25

Ekstraksi Tekstur dengan Fitur Entropi 42

Penggabungan Teknik Ekstraksi Tekstur 45

Pembagian Data 45

Klasifikasi dan Evaluasi 45

Implementasi Sistem 56

5 SIMPULAN DAN SARAN 58

Simpulan 58

(14)

DAFTAR TABEL

1 Confusion matrix 11

2 Skenario pembagian data 19

3 Contoh citra hasil preprocessing 21

4 Contoh tekstur dengan nilai coarseness tinggi dan coarseness rendah 23 5 Contoh citra dengan tingkat entropi tinggi, sedang, dan rendah 44

6 Hasil akurasi setiap fold 45

7 Confussion matrixfold 5 46

8 Nilai Fitur Data Citra ke-1 Spesies C. pavonana 47 9 Nilai Fitur Data Citra ke-6 Spesies C. pavonana 50

10 Nilai Fitur Data Citra ke-4 Spesies S. exigua 53

DAFTAR GAMBAR

1 Spesies ulat yang diidentifikasi 5

2 Persegi berukuran 3 × 3 dengan pusat ( , ) pada citra 5

3 Struktur PNN 12

4 Skema pengembangan sistem 14

5 Metodologi penelitian 15

6 Contoh data citra (a) C. pavonana, (b) S. exigua, (c) S. litura 16 7 Contoh pemindaian (a) citra grayscale, (b) kuantisasi derajat keabuan 17 8 Contoh perhitungan matriks co-occurrence arah horizontal 17

9 Penggabungan teknik analisis fitur 19

10 Hasil ekstraksi teknik coarseness 22

11 Citra ke-20, ke-21, ke-26, ke-27 spesies C. pavonana 23 12 Citra ke-25, ke-26 dan ke-27 spesies ulat S. exigua 24 13 Citra ke-2, ke-43, ke-44 dan ke-45 spesies ulat S. litura 24 14 Hasil ekstraksi dengan fitur Haralick entropi arah horizontal 25 15 Hasil ekstraksi fitur Haralick entropi arah diagonal kanan 26 16 Hasil ekstraksi fitur Haralick entropi arah vertikal 27 17 Hasil ekstraksi fitur Haralick entropi arah diagonal kiri 28 18 Hasil ekstraksi fitur homogeneity arah horizontal 30 19 Hasil ekstraksi fitur homogeneity arah diagonal kanan 31 20 Hasil ekstraksi fitur homogeneity arah vertikal 32 21 Hasil ekstraksi fitur homogeneity arah diagonal kiri 33 22 Hasil ekstraksi fitur info. of correlation 1 arah diagonal kiri 34 23 Hasil ekstraksi fitur info. of correlation 1 arah diagonal kanan 35 24 Hasil ekstraksi fitur info. of correlation 1 arah vertikal 36 25 Hasil ekstraksi fitur info. of correlation 1 arah horizontal 37 26 Hasil ekstraksi fitur info. of correlation 2 arah horizontal 38 27 Hasil ekstraksi dengan fitur info. of correlation 2 arah diagonal kanan 39 28 Hasil ekstraksi dengan fitur info. of correlation 2 arah vertikal 40 29 Hasil ekstraksi dengan fitur info. of correlation 2 arah diagonal kiri 41

(15)

31 Citra ke-10, ke-11, ke-37 dan ke-38 spesies S. exigua 44 32 Citra ke-4, ke-6, ke-42, ke-43 dan ke-45 spesies S. exigua 44

33 Salah klasifikasi citra ulat 46

34 Form Masukan Citra 56

35 Form hasil identifikasi masukan citra 57

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil Korelasi Fitur Terbaik Teknik Haralick 62

2 Citra Spesies Crocidolomia pavonana 64

3 Citra Spesies Spodoptera exigua 67

(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sayuran merupakan sumber makanan yang mengandung vitamin dan serat yang baik untuk tubuh. Berbagai jenis sayuran tumbuh di Indonesia, di antaranya adalah kubis, daun bawang, kacang-kacangan, kangkung, kentang, kedelai, dan jenis lainnya. Namun, dalam proses budidayanya, tanaman sayuran selalu mengalami gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang dapat menimbulkan penurunan hasil panen baik kualitas maupun kuantitas.

Petani sayuran di dataran tinggi umumnya mengusahakan berbagai jenis sayuran, seperti kubis dan bawang daun. Salah satu hama utama tanaman kubis adalah ulat Crocidolomia pavonana, sedangkan hama utama bawang daun adalah

Spodoptera exigua (Kalshoven 1981). Ulat Spodoptera litura, yang bersifat generalis, kadangkala dijumpai juga menyerang kedua jenis sayuran tadi. Bagi petani maupun petugas pertanian yang belum berpengalaman, ketiga jenis ulat ini tidak mudah untuk dibedakan. Padahal dalam konsepsi pengelolaan hama terpadu (PHT), seperti tercantum dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, indentifikasi yang benar diperlukan agar pengendalian yang dilakukan dapat berhasil dengan baik. Apabila terjadi kesalahan identifikasi maka dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar, terutama dari segi waktu dan biaya. Kondisi seperti ini membutuhkan suatu sistem yang secara otomatis dapat mengidentifikasi spesies hama yang menyerang tanaman. Hama yang diidentifikasi adalah spesies ulat Crocidolomia vaponana, Spodoptera exigua, dan Spodoptera litura. Teknologi computer vision dapat digunakan untuk mengenali spesies hama ulat menggunakan citra digital. Sistem ini diharapkan mampu mengidentifikasi hama sehingga dapat membantu petani maupun petugas pertanian yang belum berpengalaman dalam melakukan pengamatan hama di pertanaman

Computer vision telah banyak diterapkan untuk membangun sistem identifikasi serangga. Arbuckle et al. (2001) berhasil membangun sistem ABIS (Automated Bee Identification System) yang dapat mengidentifikasi lebah dengan mengekstraksi bagian sayap. O’Neill et al. (2000) membangun DAISY (Digital Automated Identification SYstem) yang dapat mengidentifikasi beberapa spesies hewan arthropoda seperti nyamuk, parasitoid Ophioninae, parasitoid Enicospilus, dan ngengat Xylophanes (Sphingidae). Larious et al. (2007) membangun sistem PCBR (principal curvature-based region) yang dapat mengidentifikasi larva

stonefly. Teknologi computer vision juga dapat diterapkan untuk mengidentifikasi hama ulat. Ulat memiliki tekstur tubuh yang sangat unik dan berbeda setiap spesies sehingga dapat digunakan metode analisis tekstur. Metode ini sudah banyak diterapkan untuk mengekstrak dan menganalisis berbagai jenis tekstur. Salah satu teknik analisis yang banyak digunakan adalah gray-level co-occurrence matrix (GLCM). Eleyan dan Hasan (2011) menggunakan teknik ini untuk mengekstraksi tekstur yang terdapat pada wajah. Proses ekstraksi fitur dilakukan dengan membandingkan teknik GLCM dan teknik GLCM dengan fitur Haralick.

(17)

Teknik tersebut adalah fitur Tamura. Teknik ini digunakanuntuk membagi tekstur yang terdapat pada citra pemandangan alam. Lin et al. juga menggunakan algoritme K-means Clustering untuk proses segmentasi citra. Hasil penelitian menunjukkan metode tersebut mampu membagi wilayah objek secara akurat dalam citra dengan kondisi kontras yang rendah. Teknik GLCM, fitur Haralick, dan fitur Tamura diujicoba pada citra ulat C. pavonana, S. exigua, dan S. litura, namun menghasilkan akurasi yang rendah. Oleh sebab itu, kami menggabungkan teknik GLCM, fitur Haralick, fitur Tamura, dan fitur entropi untuk mengidentifikasi spesies ulat tersebut. Mohammadi et al. (2012) berhasil mengkombinasikan beberapa teknik analisis tekstur pada citra medical x-ray. Teknik baru juga diusulkan dalam penelitian ini yang disebut dengan novel shape-texture feature (NSTF). Penggabungan dilakukan pada teknik NSTF, GLCM,

moment invariant, region properties, fitur Tamura, entrophy, reformed wavelet feature, dan LBP. Teknik klasifikasi yang digunakan adalah SVM. Hasil terbaik diperoleh dengan kombinasi fitur NSTF, GLCM, LBP, Moment Invariants dan SVM dengan persentase mencapai 94.2%.

Penelitian ini menggabungkan berbagai teknik analisis tekstur untuk mengidentifikasi spesies ulat. Spesies ulat yang diidentifikasi adalah

Crocidolomia pavonana, Spodoptera exigua dan Spodoptera litura. Teknik analisis yang digunakan antara lain GLCM, fitur Haralick, fitur Tamura dan entropi.

Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana cara menggabungkan teknik GLCM, fitur Haralick, teknik entropi, dan fitur Tamura untuk mengidentifikasi spesies ulat Crocidolomia pavonana, Spodoptera exigua

dan Spodoptera litura.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sistem identifikasi ulat

Crocidolomia pavonana, Spodoptera exigua dan Spodoptera litura dengan menggabungkan teknik GLCM, fitur Haralick, teknik entropi, dan fitur Tamura.

Manfaat Penelitian

Petani dan juga petugas pertanian yang belum berpengalaman seperti tenaga harian lepas (THL) umumnya mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi berbagai jenis hama. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mereka dalam mengidentifikasi ulat Crocidolomia pavonana, Spodoptera exigua, dan

(18)

Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Hama yang didentifikasi terbatas pada ulat Crocidolomia pavonana,

Spodoptera exigua, dan Spodoptera litura.

(19)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Ulat

Ulat merupakan kelompok serangga pada fase larva yang dapat merusak tanaman sayuran seperti kangkung, kubis, kol, brokoli, dan banyak jenis sayuran lainnya. Beberapa spesies ulat yang dapat menimbulkan kerusakan berat adalah

Crocidolomia pavonana, Spodoptera exigua dan Spodoptera litura. Spesies ulat ini biasanya memakan daun sehingga dapat menurunkan hasil produksi, baik secara langsung maupun tidak langsung (Wallingford 2012).

Crocidolomia pavonana

C. pavonana adalah larva yang menyerang tanaman kubis (Gambar 1 (a)).

C. pavonana merupakan famili Pyralidae. Telur C. pavonana diletakkan secara berkelompok yang disusun seperti atap rumah secara tumpang tindih dan menetas dalam 4-5 hari (Shepard 1999). Larva yang baru menetas memiliki kepala berwarna hitam dan tubuh berwarna hijau terang dengan bintik-bintik gelap. Larva pada fase instar lanjut ditandai dengan 3 garis berwarna putih yang memanjang pada bagian punggung dan satu garis putih yang memanjang pada setiap sisi tubuh. Larva ini memiliki panjang tubuh 15-22 mm. Larva memakan daun kubis secara berkelompok dan mengalami 5 kali instar selama 11-17 hari. Instar adalah fase hidup larva saat mengalami pertumbuhan dan berganti kulit. Instar pertama berumur 2-4 hari, instar kedua berumur 1-3 hari, instar ketiga berumur 1-3 hari, instar keempat berumur 1-5 hari, dan instar kelima berumur 3-7 hari. Setelah instar kelima, larva berubah menjadi kepompong selama 9-13 hari. Larva memakan daun muda dan menyerang titik tumbuh tanaman kubis (Sastrosiswojo dan Wiwin 1992).

Spodoptera exigua

S. exigua adalah larva yang menyerang tanaman daun bawang (Gambar 1 (b)). S. exigua atau ulat grayak bawang merupakan famili Noctuidae. Larva ini menyebabkan masalah yang serius dalam produksi daun bawang di Indonesia. Serangan berat dapat mengurangi hasil produksi secara signifikan bahkan dapat menyebabkan kerusakan secara total (Shepard 1999). Larva berbentuk bulat panjang dengan ukuran instar akhir antara 2.5-3.0 cm, memiliki variasi warna yang sangat banyak (polymorfisme) dari berwarna hijau sampai coklat tua, dengan ciri khas berupa garis-garis putih memanjang (longitudinal stripes) (Samsudin 2011). Larva mengalami 5 kali instar dalam waktu 9-14 hari (Shepard 1999). Instar pertama dan kedua biasanya makan secara berkelompok (gregariously) pada bagian dalam daun muda dengan membentuk gejala khas berupa membran putih transparan (Samsudin 2011).

Spodoptera litura

(20)

ini juga mempunyai ci terdapat bentuk bulan sa dan bagian samping tub berkelompok dan hanya dalam waktu 15-21 hari

(a) Crocidolomia pavona Gam

Menurut Gonzale memroses sebuah citra s Perbandingan kinerja al standar pasti dari evalu

enhancement adalah tek memanipulasi piksel citr 1.

( , ) adalah citra mas operator untuk f( , ). yang berpusat pada ( , dipindahkan dari piksel Operator T digunakan dilokasi tersebut.

Sudut kiri atas

Gambar 2 Perse

ciri khas yaitu pada ruas perut keempat dan sabit berwarna hitam, dibatasi garis kuning pada tubuhnya (Pracaya 2007). Larva ini memakan da ya menyisakan tulang daun. Larva mengalami 6

(Shepard 1999).

nana (b) Spodoptera exigua (c) Spodopte

ambar 1 Spesies ulat yang diidentifikasi

Image Enhancement

ales dan Richard (2002), prinsip enhanceme

a sehingga menghasilkan citra yang lebih baik dar algoritme enhancement sulit dilakukan karena aluasi visual kualitas citra. Salah satu pendeka teknik spasial domain. Spasial domain adalah te citra. Manipulasi piksel dilakukan menggunakan

( , ) = ( , )

masukan, ( , ) adalah citra yang diproses, dan ) Prinsip pendekatannya adalah menggunakan ar ( , ) yang disebut subimage (Gambar 2). Pusat sel satu ke piksel lain yang dimulai dari sudut n pada setiap lokasi ( , ) untuk mendapatkan

Citra

rsegi berukuran 3 × 3 dengan pusat ( , ) pada ci

n kesepuluh da punggung daun secara 6 kali instar

ptera litura

ment adalah ari citra asli. na tidak ada katan teknik teknik yang n Persamaan

(1) an T adalah area persegi sat subimage

ut kiri atas. n output, g,

(21)

Bentuk sederhana adalah saat area persegi berukuran 1 × 1 piksel (piksel tunggal). Pada kasus ini, hanya bergantung pada nilai di titik ( , ) sehingga disebut sebagai fungsi transformasi gray level. Bentuk transformasi gray level

seperti Persamaan 2.

= ( ) (2)

r dan s adalah variabel yang menunjukkan gray level ( , ) dan ( , ) pada titik ( , ). T adalah transformasi yang memetakan nilai piksel r pada nilai piksel

s (Gonzales dan Richard 2002).

Ekstraksi Fitur (Feature Extraction)

Ekstraksi fitur adalah proses pemetaan fitur asli menjadi fitur berukuran kecil yang hanya berisi informasi utama dari data. Pemrosesan data masukan yang terlalu besar diduga akan berlebihan karena banyak data tetapi tidak banyak informasi. Oleh karena itu data masukan diubah menjadi satu set fitur yang disebut sebagai vektor fitur. Transformasi data masukan menjadi satu set fitur disebut ekstraksi fitur (Sharma et al.. 2011). Tujuan ekstraksi fitur adalah mengurangi kompleksitas komputasi dan ruang dimensi. Ekstraksi fitur paling penting dalam sistem pengenalan citra karena fitur yang disediakan berpengaruh terhadap akurasi klasifikasi (Patil et al. 2012). Salah satu fitur yang dapat dianalisis adalah fitur tekstur. Ekstraksi yang memroses fitur tekstur disebut ekstraksi tekstur.

Tekstur adalah pola atau corak yang terdapat pada permukaan objek. Tekstur menyediakan informasi tentang susunan struktural dari permukaan atau menggambarkan susunan fisik permukaan (Patil et al.. 2012). Tekstur dikaitkan dengan distribusi spasial gray tones (Haralick et al.. 1973). Proses umum yang dilakukan adalah mengukur karakteristik tekstur, mengklasifikasikannya dan membagi citra berdasarkan komponen teksturnya (Nixon dan Alberto 2002).

Gray-Level Co-Occurrence Matrix

Gray level co-occurrence matrix (GLCM) atau gray level dependency matrix pertama kali diperkenalkan oleh Haralick untuk mengekstrak fitur tekstur (Sulochana dan Vidhya 2013). GLCM merupakan teknik ekstraksi tekstur dengan mempertimbangkan hubungan spasial dua piksel yang berdekatan atau berpasangan pada jarak dan arah tertentu (∆ , ∆ ) (Haralick et al. 1973). Teknik ini menghitung frekuensi jumlah piksel bernilai yang bersebelahan dengan piksel bernilai (Suresh dan Shunmuganathan 2012). GLCM dihitung menggunakan vektor perpindahan , didefinisikan oleh jarak dan orientasi/arah . Nilai mulai dari 1, 2 sampai 10 dan setiap piksel memiliki delapan piksel tetangga yang memungkinkan delapan pilihan untuk , yaitu 0° dan 180° (arah horizontal), 45° dan 225° (arah diagonal kanan), 90° dan 270° (arah vertikal), 135° dan 315° (arah diagonal kiri) (Sulochana dan Vidhya 2013).

GLCM membentuk sebuah matriks, disebut matriks co-occurrence, berbentuk persegi dengan dimensi Ng, Ng adalah jumlah gray level dalam citra.

(22)

berdekatan dengan piksel bernilai j. Matriks co-occurrence dinormalisasi dengan membagi setiap elemen dengan jumlah seluruh elemen matriks. Elemen [i,j] yang telah dinormalisasi merupakan nilai probabilitas kemunculan pasangan piksel

gray level bernilai i dan bernilai j dalam citra.

Misalkan ada sebuah citra grayscale berukuran untuk sumbu horizontal (kolom) dan untuk sumbu vertikal (baris). Gray level muncul pada setiap piksel terkuantisasi untuk . = 1, 2, … , " merupakan domain horizontal, = #1, 2, … , $ merupakan domain vertikal, dan % = #1, 2, … , $ adalah kuantisasi gray level. × adalah himpunan piksel citra berdasarkan baris dan kolom. Citra & dapat direpresentasikan sebagai sebuah fungsi yang memiliki nilai keabuan dalam % untuk setiap pasangan × sehingga & adalah × → % (Haralick et al. 1973).

Fitur Haralick

Matriks co-occurrence mampu menangkap ciri tekstur tetapi tidak dapat digunakan sebagai alat analisis seperti membandingkan dua tekstur citra. Haralick

et al. (1973) menggunakan teknik statistik yang dapat menghitung nilai tekstur dari matriks co-occurrence. Teknik ini yang digunakan untuk membandingkan tekstur antar citra. Haralick et al. memperkenalkan 14 cara menghitung nilai tekstur antara lain Angular Second Moment (Persamaan 3), Correlation

(Persamaan 4), Contrast (Persamaan 5), Entropy (Persamaan 6), Homogeneity

(Persamaan 7), Variance (Persamaan 8), Sum Average (Persamaan 9), Sum Entropy (Persamaan 10), Sum Variance (Persamaan 11), Difference Entropy

(Persamaan 12), Difference Variance (Persamaan 13), Information Measure of Correlation1 (Persamaan 14), Information Measure of Correlation2 (Persamaan 15), Maximal Correlation Coefficient (Persamaan 16) (Haralick et al. 1973). Fitur-fitur tersebut dikenal dengan istilah fitur Haralick.

1. Angular Second Moment

(= ) ) *( , )"- , + (3) 2. Correlation

+ =) ) (-,).(-,,)/04 3 5152 102 (4)

3. Contrast

6 = )8<=>9:;7+ ?) ) *( , ) -=(89 8,=(9 @ (5)

4. Entropy

(23)

5. Homogeneity

F = ) )- ,(GH-/,H.(-,,) (7)

6. Variance

I = ) ) ( − J)- , +*( , ) (8) 7. Sum Average

K = )+8-=+9 * G ( ) (9) 8. Sum Entropy

L = )+8-=+9* G ( ) log#* G ( )$ (10) 9. Sum Variance

M= ) ( −+8-=+9 L)+* G ( ) (11)

10.Difference Entropy

* / ( ) = ) ) *( , ), = 0, 1, 2, … ,8-=(9 8,=(9 − 1

(>= − )8-=(9:;* / ( )log#* / ( )$ (12)

11.Difference Variance

((= )8-=>9:;( − (>)+* / ( ) (13)

12.Information Measure of Correlation1

(+=TUV QR,QS"OP/QRS( (14)

WXY1 = − ) ) *( , ) log#* ( )* ( )$- ,

dimana WX dan WY adalah entropi dari * dan * . 13.Informaiton Measure of Correlation2

(24)

14.Maximal Correlation Coefficient

(A= (7 ]^ Z Z7 _Z `Z ^ Z − 2 ^ a)( +\ (16) a( , ) = )b.(-,b).(,,b).1(-).2(,) = 1, 2, 3, … ,

dengan:

*( , ) merupakan entry ke-( , ) dalam matriks co-occurrence ternormalisasi * ( ) dan * ( ) adalah entry ke-i dalam matrik marginal probabilities dengan menambahkan baris (sumbu x) dan kolom (sumbu y)

adalah jumlah gray level citra

Fitur Tamura

Fitur Tamura adalah teknik yang bekerja pada domain spasial. Fitur ini menggunakan teknik pendekatan yang menghitung nilai tekstur berdasarkan persepsi panca indra seperti mata dan sentuhan manusia (Howart dan Stefan 2004; Tamura 1978). Fitur ini terbagi dalam 6 fitur yaitu coarseness (kekasaran), contrast (kontras), directionality (direksional), linelikeness (kesesuaian), regularity (keteraturan), dan roughness (kekesatan). Tamura (1978) melakukan pengujian terhadap 6 fitur tersebut. Salah satu fitur terbaik dari hasil percobaan adalah fitur coarseness.

Coarseness merupakan fitur yang paling mendasar dalam analisis tekstur. Fitur ini mengidentifikasi dan mengukur tingkat kekasaran yang dimiliki oleh suatu citra (Tamura 1978). Majtner dan David (2012) menyebutkan bahwa

coarseness didesain untuk mengukur perbedaan antara tekstur kasar dan tekstur halus sehingga diperoleh informasi tentang ukuran dari elemen tekstur tersebut. Tekstur halus memiliki nilai yang lebih kecil daripada tekstur kasar.

Tamura (1978) melakukan perhitungan coarseness yang dimulai dari pemilihan blok piksel ( , ) dengan syarat antara blok piksel satu dengan blok piksel tetangganya tidak mengalami overlapping. Pemilihan blok menggunakan ukuran 2b× 2b seperti 1 × 1, 2 × 2, … , 32 × 32.

Selanjutnya, menghitung nilai rata-rata piksel cb( , ) dari blok tersebut menggunakan Persamaan 17.

cb( , ) = +(de) ) G+ ( , )

e:;/(

,=/+e:;

G+e:;/(

-=/+e:; (17)

dimana adalah indikasi tingkat kekasaran setiap piksel ( = 0, 2, … , 5) dan ( , ) adalah nilai gray level pada ( , ).

Untuk setiap piksel, hitung selisih nilai rata-rata antara blok piksel satu dengan blok piksel tetangganya (dalam arah horizontal dan vertikal). Perhitungan arah horizontal menggunakan Persamaan 18 dan arah vertikal menggunakan Persamaan 19.

(25)

fb,i( , ) = Hcb( , + 2b/() − cb( , − 2b/()H (19)

Langkah selanjutnya adalah memilih ukuran blok piksel yang memiliki nilai keluarantertinggi dengan Persamaan 20.

jklmn ( , ) = 2b (20)

dimana k akanmemaksimalkan nilai E dalam Persamaan 21.

fb= Epq (E(, E+, … , Er) (21)

Langkah terakhir adalah mengambil nilai rata-rata dari jklmn untuk mengukur nilai coarseness yang dilambangkan dengan stuqvml( , ) seperti Persamaan 22 berikut:

stuqvml = p×<( ) ) jp- <, klmn( , ) (22)

Shannon Entropy

Entropi merupakan teknik yang mengukur ketidakpastian data dalam distribusi diskrit (Duda et al. 2000). Shannon (1948) melambangkan entropy H

dari sebuah variabel acak diskrit X yang didefinisikan dalam Persamaan 23.

W(X) = − ) ∈R*( ) log+*( ) (23)

Kuantitas H memainkan peranan utama dalam teori informasi sebagai ukuran informasi, pilihan, dan ketidakpastian. *( ) adalah fungsi peluang , dengan merupakan anggota bilangan acak X. Entropi tergantung pada intensitas gray level.

K-Fold Cross Validation

Menurut Duda et al. (2000), cross validation merupakan teknik yang membagi data menjadi dua bagian. Satu bagian digunakan sebagai kelompok pelatihan data untuk membuat parameter model dalam classifier. Bagian lain merupakan data validasi yang digunakan untuk memperkirakan error. Cross validation adalah metode heuristic yang dapat diterapkan pada semua teknik klasifikasi. Teknik ini merupakan pendekatan empiris yang menguji classifier

dengan percobaan tertentu.

Anguita et al. (2009) menjelaskan tentang K-fold cross validation yang merupakan teknik resampling yang membagi data menjadi k subdata. Setiap subdata berjumlah ]\ dengan l adalah jumlah seluruh data, − 1 subdata digunakan sebagai data latih dan subdata lainnya digunakan sebagai validation set

(26)

Confusion Matrix

Confusion matrix merupakan teknik yang digunakan untuk menghitung akurasi pada metode klasifikasi tradisional (Lewis dan Brown 2001). Han et al.

(2012) juga menjelaskan confusion matrix sebagai teknik yang berfungsi untuk menganalisis bagaimana classifier dapat mengenali atribut kelas yang berbeda. Ada empat istilah yang digunakan dalam confusion matrix yaitu:

True positive (TP) : jumlah data positif yang benar diklasifikasi oleh

classifier.

True negative (TN) : jumlah data negatif yang benar diklasifikasi oleh

classifier.

False positive (FP) : jumlah data negatif yang salah diklasifikasi sebagai data positif.

False negative (FN) : jumlah data positif yang salah diklasifikasi sebagai data negatif.

TP dan TN digunakan ketika classifier mendapatkan klasifikasi yang benar. FP dan FN digunakan ketika classifier salah melakukan klasifikasi. Tabel

confusion matrix ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Confusion matrix

Actual class

Predicted class

Benar Salah Total Benar

Salah

TP FP

FN

TN x

Total x′ ′ x +

Apabila terdapat m kelas (z ≥ 2), confusion matrix merupakan sebuah tabel berukuran z × z. Baris pertama dengan kolom pertama mengindikasikan jumlah atribut dari kelas i yang diklasifikasi oleh classifier sebagai kelas i. Baris pertama dengan kolom kedua mengindikasikan jumlah atribut dari kelas i yang diklasifikasi oleh classifier sebagai kelas j. Baris kedua kolom pertama mengindikasikan jumlah atribut dari kelas j yang diklasifikasi oleh classifier

sebagai kelas i. Baris kedua kolom kedua mengindikasikan jumlah atribut dari kelas j yang diklasifikasi oleh classifier sebagai kelas j. Classifier dengan nilai akurasi yang baik memiliki atribut terbanyak yang ditunjukkan melalui kolom diagonal dari tabel confusion matrix dan kolom lain bernilai nol atau mendekati nilai nol. Akurasi dari sebuah classifier adalah persentase pengujian atribut yang benar diklasifikasi oleh classifier. Perhitungan klasifikasi dapat dilihat dari Persamaan 24.

^ | ^ = }~G}8~G8 × 100% (24)

Klasifikasi

(27)

banyak faktor, yaitu akurasi klasifikasi, kinerja algoritme dan komputasi (Qurat-ul-ain et al.. 2010).

Probabilistic Neural Network

Probabilistic neural network (PNN) diusulkan oleh Donald Specht pada tahun 1990 sebagai alternatif dari back-propagation neural network. PNN memiliki beberapa kelebihan, yaitu proses pelatihan hanya memerlukan satu kali iterasi dan solusi diperoleh menggunakan pendekatan Bayesian. Keuntungan utama menggunakan PNN adalah pelatihannya yang mudah dan cepat. Bobot bukan merupakan hasil pelatihan melainkan nilai yang akan menjadi masukan. Bobot yang ada tidak pernah berganti-ganti, hanya vektor baru yang dimasukan ke dalam matriks bobot saat proses pelatihan (Herdiyeni dan Wahyuni 2012; Wu et al.. 2007).

Struktur PNN, terlihat pada Gambar 3, memiliki 4 lapisan penyusun yaitu lapisan masukan, lapisan pola, lapisan penjumlahan, dan lapisan keputusan.

Gambar 3 Struktur PNN

Lapisan penyusun PNN dijelaskan sebagai berikut 1. Lapisan masukan(inputlayer)

Lapisan masukan merupakan masukan x yang terdiri atas k nilai ciri yang akan diklasifikasikan pada salah satu kelas dari n kelas.

2. Lapisan pola (pattern layer)

Pada lapisan pola dilakukan perkalian titik (dot product) antara masukan x dan vektor bobot xA, yaitu ZA = x xAi , ZAkemudian dibagi dengan bias (σ) tertentu

(28)

( ) = exp ƒ−( / „4)…( / „4)

+5d † (25)

dengan xAimenyatakan vektor latih kelas ke-A urutan ke-i.

3. Lapisan penjumlahan (summation layer)

Pada lapisan penjumlahan, setiap pola pada masing-masing kelas dijumlahkan sehingga menghasilkan probability density function untuk setiap kelas. Persamaan 26 digunakan pada lapisan ini.

*(‡ˆ)*( H‡ˆ) = (

(+‰)Šd5Š8) Z * ƒ−

( / „4)…( / „4)

+5d †

8„

-=( (26)

dengan

*(‡ˆ) = peluang kelas c

*( H‡ˆ) = peluang bersyarat x jika masuk ke dalam kelas c

ˆ- = vektor latih kelas c urutan ke-i

= dimensi vektor masukan

ˆ = jumlah pola pelatihan kelas c

‹ = bias

4. Lapisan keputusan (output layer)

Pada lapisan keputusan, masukan x akan diklasifikasikan ke kelas A jika nilai

(29)

3

ME

Penelitian ini membangu seperti Gambar 4. Pada da dilakukan akuisisi citra den

handphone. Citra tersebutdipr Citra hasil akuisisi dikirim ulatnya. Keluaran dari server a

Gambar 4

Proses identifikasi spes ekstraksi tekstur, klasifikasi d adalah tranformasi grayscale

untuk proses ekstraksi tekstur teknik GLCM, fitur Haralick tekstur akan diklasifikasikan me menghitung nilai akurasinya. T

Informasi sp ulat Daerah Serangan

Hama

METODE PENELITIAN

gun sistem identifikasi spesies ulat dengan alur sk daerah yang diperkirakan terdapat serangan engan mengambil citra ulat menggunakan kame iproses untuk mendapatkan bagian tubuh ulatnya m ke server. Server akan mengidentifikasi spe

adalah informasi spesies ulat dari citramasukan

4 Skema pengembangan sistem

esies ulat terdiri dari 4 tahap yaitu preprocess

i dan evaluasi. Teknik preprocessing yang diguna

le. Hasil dari proses transformasi menjadi masu tur. Teknik ekstraksi tekstur yang digunakan ad lick, fitur Tamura, dan entropi. Keluaran ekstr menggunakan klasifikasi PNN dandievaluasi den

Tahapan tersebut diperlihatkan pada Gambar 5.

spesies

Akuisisi Gambar Hasil akuisisi

Sistem identifikasi spesies ulat

(30)
[image:30.612.162.478.91.397.2]

Gambar 5 Metodologi penelitian

Data Citra Ulat

Penelitian ini mengidentifikasi spesies ulat C. Pavonana (Gambar 6 (a)), S. exigua (Gambar 6 (b)), dan S. litura (Gambar 6 (c)) dengan mengambil citra digital masing-masing spesies. Pengambilan data dilakukan pada tiga tempat yang berbeda. Citra spesies ulat C. pavonana dan S. exigua diambil dari ladang kubis dan daun bawang yang berlokasi di daerah Cipanas, Jawa Barat. Citra spesies ulat

S. litura diambil dari laboratorium Bionomi dan Ekologi Serangga IPB. Ukuran data yang digunakan adalah 128 x 512 pixel. Jumlah data yang digunakan adalah 135 citra yang terdiri dari 45 citra dari setiap spesies. Data diproses untuk mendapatkan ciri dari masing-masing spesies.

Ekstraksi Fitur

GLCM Fitur Tamura entropi

Fitur Haralick

Penggabungan teknik Citra Ulat

RGB

Preprocessing

Klasifikasi

(31)
[image:31.612.143.373.81.414.2]

(a) (b) (c)

Gambar 6 Contoh data citra (a) C. pavonana, (b) S. exigua, (c) S. litura

Preprocessing

Preprocessing merupakan tahap awal dari proses identifikasi spesies ulat. Citra RGB yang diperoleh dari kamera handphone dilakukan preprocessing

terlebih dahulu. Tahapan preprocessing yang dilakukan adalah memotong (cropping) citra asli untuk mendapatkan bagian toraks dan abdomen. Proses selanjutnya adalah mengganti background citra menjadi putih dan merubah ukuran citra menjadi 128 × 512. Proses tersebut dilakukan secara manual menggunakan software Adobe Photoshop CS2. Selanjutnya, citra RGB ditransformasi menjadi citra grayscale. Proses ini dilakukan oleh sistem. Citra

grayscale digunakan sebagai masukan untuk proses ekstraksi fitur.

Ekstraksi Tekstur

(32)

Metode GLCM me spasial antara dua pikse terbagi dalam tiga tahapa

1. Citra grayscale (G keabuannya (Gamba

Gambar 7 Contoh pemi

2. Bentuk matriks co

horizontal, vertikal, adalah 1 piksel. Seti merupakan contoh Misalkan menghitu piksel bernilai 3. Pa oleh lingkaran mera matriks co-occurren

(b).

0 3

2 1

0 3

2 1

Gambar 8 Contoh (a) kua jarak1

3. Setiap matriks co

probabilitas hubunga Matriks co-occurr

menganalisis tekstur citr untuk mendapatkan nil Haralick. Setiap fitur di

a

a

merupakan metode statistik yang menghitung ksel yang berdekatan pada jarak dan arah tertent apan, yaitu:

Gambar 7 (a)) dipindai untuk mendapatkan ni bar 7 (b)).

0 3 4 2

2 1 3 4

0 3 2 1

2 1 0 3

mindaian (a) citra grayscale, (b) kuantisasi deraja

co-occurrence. Matriks ini dibentuk berdasa al, diagonal kanan, dan diagonal kiri. Jarak yang etiap arah diwakili oleh 1 matriks co-occurrence. oh perhitungan arah horizontal dengan jarak itung jumlah piksel bernilai 0 yang berpasanga Pasangan piksel 0 dan 3 terjadi sebanyak 3 kal erah pada gambar 8 (a). Hasil penjumlahan disimp

rence, yang ditandai dengan lingkaran merah pada

4 2

3 4

2 1

0 3

toh perhitungan matriks co-occurrence arah horizo uantisasi derajat keabuan citra, (b) matriks co-occ

1 piksel dan arah 0o

co-occurrence dinormalisasi untuk mendapat ngan ketetanggaan antara dua piksel.

urrence tidak dapat digunakan secara langsu citra. Matriks ini akan diproses menggunakan fitu nilai teksturnya. Percobaan dilakukan pada sel dihitung korelasinya dengan fitur lain. Hasil pe

b

a b

g hubungan entu. GLCM nilai derajat

ajat keabuan

sarkan arah g digunakan . Gambar 8 k 1 piksel. ngan dengan kali, ditandai impan dalam da gambar 8

izontal

ccurrence

patkan nilai

[image:32.612.149.456.145.248.2]
(33)

korelasi menunjukan nilai terbaik diperoleh dari fitur entropy (Persamaan 6), homogeneity (Persamaan 7), information measure of correlation1 (Persamaan 14), information measure of correlation2 (Persamaan 15). Hasil perhitungan korelasi fitur terbaik dapat dilihat pada lampiran 1. Entropy merupakan fitur yang mengukur informasi ketidakpastian gray level. Homogeneity merupakan fitur yang mengukur nilai kemiripan antara nilai-nilai keabuan dari piksel citra (Suresh dan Shunmuganathan 2012). Information measure of correlation merupakan fitur yang mengukur hubungan antara entropi baris, entropi kolom dan entropi dari matriks co-occurrence.

Fitur selanjutnya yang digunakan adalah fitur Tamura dengan menghitung tingkat kekasaran (coarseness) tekstur citra. Masukan fitur ini adalah citra

grayscale. Indikasi tingkat kekasaran citra yang digunakan adalah 0, 1, 2 dan 3. Perhitungan coarseness terdiri dari lima tahap yaitu:

1. Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat blok (windowing) piksel ( , ) dengan ukuran 2b. Untuk = 0 maka blok yang dipilih berukuran 1 × 1. Untuk = 1 maka blok yang dipilih berukuran 2 × 2. Untuk = 2 maka blok yang dipilih berukuran 4 × 4. Untuk = 3, blok yang dipilih berukuran 8 × 8.

2. Hitung nilai rata-rata piksel cb( , ) pada setiap blok. Nilai rataan cb( , ) dihitung menggunakan Persamaan 17.

3. Hitung selisih nilai rata-rata piksel cb( , ) antara blok satu dengan blok berikutnya pada arah horizontal Žfb,g• dengan Persamaan 18 dan pada arah vertikal Žfb,i• dengan Persamaan 19.

4. Tentukan nilai output (jklmn) terbesar dengan Persamaan 20.

5. Hitung nilai coarseness pada nilai (jklmn) terbesar dengan Persamaan 22. Nilai entropi diproses pada citra grayscale hasil preprocessing. Distribusi nilai piksel dihitung menggunakan histogram. Histogram grayscale dinormalisasi dan dihitung nilai entropinya menggunakan Persamaan 23. Nilai entropi yang diperoleh akan menjadi fitur dalam proses klasifikasi.

Penggabungan Teknik

(34)

GLCM + fitur Haralick

Fitur Tamura

Penggabungan fitur

Coarseness

Shannon Entropi

Information of correlation 1

Information of correlation 2 Homogeneity

[image:34.612.114.510.81.311.2]

Haralick Entropi

Gambar 9 Penggabungan teknik analisis fitur

Pembagian Data

Data hasil ekstraksi dibagi menjadi dua bagian yaitu data latih dan data uji dengan proporsi masing-masing data adalah 80% dan 20%. Untuk memenuhi proporsi data tersebut, teknik pembagian data yang digunakan adalah k-fold cross validation dengan nilai = 5. Setiap fold memiliki dua jenis data yaitu data latih dan data uji dengan penggunaan data yang berbeda untuk setiap fold. Data hasil ekstraksi dibagi menjadi 5 bagian dengan proporsi 20% untuk setiap bagian sehingga diperoleh S1, S2, S3, S4, S5. Data latih terdiri dari 4 subdata sedangkan

data uji terdiri dari 1 subdata. Skenario pembagian data terlihat pada Tabel 2. Tabel 2 Skenario pembagian data

Fold Data Subset

Fold 1 Data latih Data uji

S1, S2, S3, S4

S5

Fold 2 Data latih Data uji

S1, S2, S3, S5

S4

Fold 3 Data latih Data uji

S1, S2, S4, S5

S3

Fold 4 Data latih Data uji

S1, S3, S4, S5

S2

Fold 5 Data latih Data uji

S2, S3, S4, S5

[image:34.612.212.426.522.666.2]
(35)

Klasifikasi PNN

PNN merupakan teknik klasifikasi yang melakukan pembelajaran terhadap data untuk membentuk sebuah pola klasifikasi. Proses pembelajaran dilakukan pada data latih dan menghasilkan model klasifikasi. Selanjutnya data uji akan diuji pada model klasifikasi. Data uji adalah data yang tidak digunakan dalam proses pembelajaran.

Klasifikasi dilakukan untuk mengelompokan data pada masing-masing kelas. Kelas yang digunakan terdiri dari kelas C. pavonana (kelas 1), S. exigua

(kelas 2), dan S. litura (kelas 3). Data hasil ekstraksi setiap kelas dibagi berdasarkan skenario pembagian data. Setiap subdata terdiri dari 9 citra. Setiap

fold terdiri dari 36 data latih dari setiap kelas sehingga jumlah seluruh data latih adalah 108 data dan 9 data uji dari setiap kelas sehingga jumlah seluruh data uji adalah 27 data. Setiap fold diklasifikasi menggunakan PNN untuk mendapatkan pembagian data terbaik.

Evaluasi

Evaluasi dari kinerja model klasifikasi didasarkan pada banyaknya data uji yang diprediksi secara benar dan salah. Perhitungan hasil klasifikasi data setiap

(36)

4

Citra yang diguna untuk mendapatkan tek tekstur dari objek lain. O

preprocessing terdiri dar yang dilakukan secara ma ini, dilakukan pemotong ulat serta mengganti bac

128 x 512 pixel. Tahap oleh sistem. Proses yang hasil tahap manual men setiap spesies ulat dapa masukan dari proses ekst Tab C. pav Citra Asli Citra Masukan Citra Grayscale

Fitur Tamura yan tingkat kekasaran dari ci citra. Hasil ekstraksi fit Gambar 10. Sumbu ho sedangkan sumbu vertika

HASIL DAN PEMBAHASAN

Preprocessing

nakan harus fokus pada bagian abdomen dan ekstur khusus tubuh ulat tersebut tanpa terpeng

Oleh sebab itu, dilakukan tahapan preprocessing

dari dua tahap. Tahap awal merupakan tahap prep

manual dengan bantuan Adobe Photoshop CS2. P ngan citra asli untuk diambil bagian abdomen

background menjadi berwarna putih. Ukuran citr ap kedua merupakan tahap preprocessing yang ng dilakukan pada tahap ini adalah mengonversi menjadi citra grayscale. Contoh hasil preprocess

apat dilihat pada Tabel 3. Citra grayscale aka kstraksi fitur.

abel 3 Contoh citra hasil preprocessing

avonana S. exigua S. litu

Ekstraksi Fitur dengan Tamura

ang digunakan adalah coarseness. Coarseness

i citra grayscale. Fitur ini menghasilkan satu nilai fitur ini ditampilkan dalam bentuk diagram ba horizontal merupakan jumlah citra pada setiap tikal menunjukkan nilai fitur coarseness.

toraks ulat ngaruh oleh

ing. Tahapan

reprocessing

. Pada tahap dan toraks citra menjadi ng dilakukan citra RGB

essing untuk kan menjadi

litura

[image:36.612.112.506.319.581.2]
(37)

Gambar 10 Hasil ekstraksi teknik coarseness

Gambar 10 Hasil ekstraksi teknik coarseness (lanjut)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

C

o

a

rs

e

n

e

ss

Citra

ke-Klasifikasi Fitur Coarseness

C. pavonana S. exigua S. litura

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45

C

o

a

rs

e

n

e

ss

Citra

ke-Klasifikasi Fitur

Coarsenes

(Lanjut)

(38)

Diagram batang yang mewakili spesies ulat S. litura (Gambar 10) memiliki nilai coarseness yang rendah. Nilai yang rendah menunjukkan tekstur yang halus diseluruh tubuhnya. Warna tubuh spesies ulat ini cenderung sama sehingga teksturnya menjadi lebih halus daripada spesies lainnya. Diagram yang mewakili spesies ulat S. exigua dan diagram yang mewakili spesies ulat C. pavonana

(Gambar 10) memiliki nilai coarseness yang tinggi. Kedua spesies ini memiliki tekstur tubuh yang kasar. Tekstur yang kasar disebabkan oleh pola-pola tertentu memiliki warna yang kontras dari warna tubuhnya.

[image:38.612.223.416.519.593.2]

Tekstur yang direkam oleh citra sangat mempengaruhi nilai coarseness. Apabila seluruh citra dapat merekam tekstur lebih detail, maka rentang nilainya menjadi homogen dalam satu spesies. Sebaran nilai coarseness hanya dapat memisahkan spesies ulat S. litura dari spesies ulat lainnya, namun belum dapat memisahkan spesies ulat S. exigua dengan spesies ulat C. pavonana. Perbedaan citra ulat dengan nilai coarseness tinggi dan nilai coarseness rendah dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Contoh tekstur dengan nilai coarseness tinggi dan coarseness rendah

coarseness tinggi coarseness rendah

Citra ke-20, ke-21, ke-24, ke-26, dan ke-27 pada spesies C. pavonana

(Gambar 10) memiliki nilai coarseness yang tinggi jika dibandingkan dengan citra lain pada spesies yang sama. Nilai coarseness citra tersebut berada pada sebaran nilai coarseness spesies ulat S. exigua sehingga citra tersebut akan dikelompokkan dalam spesies ulat S. exigua. Nilai coarseness yang tinggi untuk spesies ini disebabkan oleh tekstur yang direkam citra kurang jelas (blur). Citra ke-20, ke-21, ke-24, ke-26, dan ke-27 spesies C. pavonana dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Citra ke-20, ke-21, ke-24, ke-26, ke-27 spesies C. pavonana

Citra ke-25, ke-26 dan ke-27 spesies ulat S. exigua (Gambar 10) memiliki nilai coarseness yang sangat rendah jika dibandingkan dengan nilai coarseness

citra lain pada spesies ulat yang sama. Nilai coarseness ini disebabkan oleh tekstur citra tersebut halus. Tekstur tubuh citra ke-25, ke-26 dan ke-27 spesies ulat

(39)

Gambar 12 Citra ke-25, ke-26 dan ke-27 spesies ulat S. exigua

Citra pada Gambar 12 menunjukkan warna diseluruh tubuhnya hampir serupa sehingga teksturnya menjadi halus. Tekstur ini disebabkan oleh usia ulat belum berada pada fase instar lanjut sehingga tekstur tubuhnya belum terlihat. Nilai coarseness citra tersebut berada pada sebarannilai coarseness spesies ulat S. litura sehingga sistem akan mengelompokkannya pada spesies S. litura.

Citra ke-2, ke-43, ke-44 dan ke-45 pada spesies ulat S. litura (Gambar 10) memiliki nilai coarseness yang tinggi jika dibandingkan dengan nilai coarseness

citra lain pada spesies ulat yang sama. Nilai coarseness yang tinggi untuk spesies ulat ini disebabkan oleh tekstur yang direkam citra kurang jelas (blur). Nilai

coarseness citra tersebut berada pada sebaran nilai coarseness spesies ulat C. pavonana sehingga sistem akan mengelompokkannya pada spesies C. pavonana. Citra ke-2, ke-43, ke-44 dan ke-45 spesies ulat S. litura dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Citra ke-2, ke-43, ke-44 dan ke-45 spesies ulat S. litura

Ekstraksi Tekstur dengan GLCM

Masukan yang digunakan pada teknik ini adalah citra grayscale. Teknik ini menghitung probabilitas hubungan ketetanggaan antar dua piksel pada jarak dan orientasi sudut tertentu. Citra masukan dikuantisasi derajat keabuan sehingga terbentuk sebuah matriks dengan ukuran matriks maksimal 255. Matriks kuantisasi dihitung pada orientasi arah horizontal (0o dan 180o), diagonal kanan (45o dan 225o), vertikal (90o dan 270o), dan diagonal kiri (135odan 315o) sehingga terbentuk 4 matriks co-occurrence untuk satu citra. Setiap matriks co-occurrence

(40)

Ekstraksi Tekstur dengan Fitur Haralick

Masukan dari teknik ini adalah matriks co-occurrence. Teknik ini melakukan proses perhitungan tekstur untuk mendapatkan ciri tekstur dari setiap citra. Fitur yang digunakan adalah entropy, homogeneity, information measure of correlation1, dan information measure of correlation2. Satu matriks co-occurrence menghasilkan 1 nilai fitur sehingga satu citra memiliki 4 nilai fitur yang mewakili setiap arah. Contoh hasil ekstraksi setiap fitur pada 4 arah dengan jarak 1 piksel dapat dilihat pada Gambar 14 sampai Gambar 29. Sumbu horizontal merupakan nomor citra untuk setiap kelas sedangkan sumbu vertikal merupakan nilai fiturnya.

Gambar 14 Hasil ekstraksi fitur Haralick entropi arah horizontal

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

H

a

ra

li

ck

E

n

tr

o

p

i

Citra

ke-Klasifikasi Fitur Haralick Entropi Arah Horizontal

(41)
[image:41.612.88.479.61.655.2]

Gambar 14 Hasil ekstraksi fitur Haralick entropi arah horizontal (lanjut)

Gambar 15 Hasil ekstraksi fitur Haralick entropi arah diagonal kanan

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45

H

a

ra

li

ck

E

n

tr

o

p

i

Citra

ke-Klasifikasi Fitur Haralick Entropi Arah Horizontal

(Lanjut)

C. pavonana S. exigua S. litura

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

H

a

ra

li

ck

E

n

tr

o

p

i

Citra

ke-Klasifikasi Fitur Haralick Entropi Arah Diagonal Kanan

(42)
[image:42.612.128.504.79.369.2]

Gambar 15 Hasil ekstraksi fitur Haralick entropi arah diagonal kanan (lanjut)

Gambar 16 Hasil ekstraksi fitur Haralick entropi arah vertikal

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45

H

a

ra

li

ck

E

n

tr

o

p

i

Citra

ke-Klasifikasi Fitur Haralick Entropi Arah Diagonal

Kanan (Lanjut)

C. pavonana S. exigua S. litura

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

H

a

ra

li

ck

E

n

tr

o

p

i

Citra

ke-Klasifikasi Fitur Haralick Entropi Arah Vertikal

(43)
[image:43.612.103.485.78.658.2]

Gambar 16 Hasil ekstraksi fitur Haralick entropi arah vertikal (lanjut)

Gambar 17 Hasil ekstraksi fitur Haralick entropi arah diagonal kiri

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45

H

a

ra

li

ck

E

n

tr

o

p

i

Citra

ke-Klasifikasi Fitur Haralick Entropi Arah Vertikal (Lanjut)

C. pavonana S. exigua S. litura

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

H

a

ra

li

ck

E

n

tr

o

p

i

Citra

ke-Klasifikasi Fitur Haralick Entropi Arah Diagonal Kiri

(44)
[image:44.612.126.505.79.330.2]

Gambar 17 Hasil ekstraksi fitur Haralick entropi arah diagonal kiri (lanjut)

Diagram batang pada fitur Haralick entropi yang mewakili spesies ulat C. pavonana memiliki nilai yang berbeda dari spesies ulat S. exigua. Perbedaan nilai dapat dilihat pada arah horizontal, diagonal kanan dan vertikal (Gambar 14, 15, 16). Ketiga arah tersebut dapat memisahkan spesies ulat C. pavonana dengan spesies ulat S. exigua. Fitur Haralick entropi untuk sudut diagonal kiri (Gambar 17) tidak dapat memisahkan spesies ulat yang satu dengan spesies ulat lainnya.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45

H

a

ra

li

ck

E

n

tr

o

p

i

Citra

ke-Klasifikasi Fitur Haralick Entropi Arah Diagonal Kiri

(Lanjut)

(45)
[image:45.612.103.487.81.653.2]

Gambar 18 Hasil ekstraksi fitur homogeneity arah horizontal

Gambar 18 Hasil ekstraksi fitur homogeneity arah horizontal (lanjut)

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

H

o

m

o

g

e

n

e

it

y

Citra

ke-Klasifikasi Fitur

Homogeneity

Arah Horizontal

C. pavonana S. exigua S. litura

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45

H

o

m

o

g

e

n

e

it

y

Citra

ke-Klasifikasi Fitur

Homogeneity

Arah Horizontal

(Lanjut)

(46)
[image:46.612.123.506.89.419.2]

Gambar 19 Hasil ekstraksi fitur homogeneity arah diagonal kanan

Gambar 19 Hasil ekstraksi fitur homogeneity arah diagonal kanan (lanjut)

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

H

o

m

o

g

e

n

e

it

y

Citra

ke-Klasifikasi Fitur

Homogeneity

Arah Diagonal Kanan

C. pavonana S. exigua S. litura

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45

H

o

m

o

g

e

n

e

it

y

Citra

ke-Klasifikasi Fitur

Homogeneity

Arah Diagonal Kanan

(Lanjut)

(47)
[image:47.612.102.480.77.685.2]

Gambar 20 Hasil ekstraksi fitur homogeneity arah vertikal

Gambar 20 Hasil ekstraksi fitur homogeneity arah vertikal (lanjut)

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

H

o

m

o

g

e

n

e

it

y

Citra

ke-Klasifikasi Fitur

Homogeneity

Arah Vertikal

C. pavonana S. exigua S. litura

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45

H

o

m

o

g

e

n

e

it

y

Citra

ke-Klasifikasi Fitur

Homogeneity

Arah Vertikal (Lanjut)

(48)
[image:48.612.125.506.79.360.2] [image:48.612.106.506.359.657.2]

Gambar 21 Hasil ekstraksi fitur homogeneity arah diagonal kiri

Gambar 21 Hasil ekstraksi fitur homogeneity arah diagonal kiri (lanjut) Diagram batang pada fitur homogeneity yang mewakili spesies ulat S. exigua memiliki nilai yang berbeda dari spesies ulat S. litura. Perbedaan nilai

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

H

o

m

o

g

e

n

e

it

y

Citra

ke-Klasifikasi Fitur

Homogeneity

Arah Diagonal Kiri

C. pavonana S. exigua S. litura

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45

H

o

m

o

g

e

n

e

it

y

Citra

ke-Klasifikasi Fitur

Homogeneity

Arah Diagonal Kiri

(Lanjut)

(49)
[image:49.612.106.480.156.510.2]

dapat dilihat pada arah horizontal dan diagonal kiri (Gambar 18 dan 21). Kedua arah tersebut dapat memisahkan spesies ulat S. exigua dengan spesies ulat S. litura. Untuk arah diagonal kanan dan vertikal (Gambar 19 dan 20), fitur ini tidak dapat memisahkan spesies ulat yang satu dengan spesies ulat yang lainnya.

Gambar 22 Hasil ekstraksi fitur information of correlation 1 arah diagonal kiri

Gambar 22 Hasil ekstraksi fitur information of correlation 1 arah diagonal kiri (lanjut) -0.06 -0.05 -0.04 -0.03 -0.02 -0.01 0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

In fo . o f C o rr e la ti o n 1 Citra

ke-Klasifikasi Fitur

Info. of Correlation

1 Arah Diagonal

Kiri

C. pavonana S. exigua S. litura

-0.06 -0.05 -0.04 -0.03 -0.02 -0.01 0

24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45

In fo . o f C o rr e la ti o n 1 Citra

ke-Klasifikasi Fitur

Info. of Correlation

1 Arah Diagonal

Kiri (Lanjut)

(50)
[image:50.612.128.508.95.357.2] [image:50.612.107.509.388.667.2]

Gambar 23 Hasil ekstraksi fitur information of correlation 1 arah diagonal kanan

Gambar 23 Hasil ekstraksi fitur information of correlation 1 arah diagonal kanan (lanjut) -0.06 -0.05 -0.04 -0.03 -0.02 -0.01 0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

In fo . o f C o rr e la ti o n 1 Citra

ke-Klasifikasi Fitur

Info. of Correlation

1 Arah Diagonal

Kanan

C. pavonana S. exigua S. litura

-0.06 -0.05 -0.04 -0.03 -0.02 -0.01 0

24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45

In fo . o f C o rr e la ti o n 1 Citra

ke-Klasifikasi Fitur

Info. of Correlation

1 Arah Diagonal

Kanan (Lanjut)

(51)
[image:51.612.87.491.57.712.2]

Gambar 24 Hasil ekstraksi fitur information of correlation 1 arah vertikal

Gambar 24 Hasil ekstraksi fitur information of correlation 1 arah vertikal (lanjut)

-0.08 -0.07 -0.06 -0.05 -0.04 -0.03 -0.02 -0.01 0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

In fo . o f C o rr e la ti o n 1 Citra

ke-Klasifikasi Fitur

Info. of Correlation

1 Arah Vertikal

C. pavonana S. exigua S. litura

-0.08 -0.07 -0.06 -0.05 -0.04 -0.03 -0.02 -0.01 0

24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45

In fo . o f C o rr e la ti o n 1 Citra

ke-Klasifikasi Fitur

Info. of Correlation

1 Arah Vertikal

(Lanjut)

(52)
[image:52.612.132.506.81.323.2] [image:52.612.111.505.362.662.2]

Gambar 25 Hasil ekstraksi fitur information of correlation 1 arah horizontal

Gambar 25 Hasil ekstraksi fitur information of correlation 1 arah horizontal (lanjut) -0.065 -0.055 -0.045 -0.035 -0.025 -0.015 -0.005

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

In fo . o f C o rr e la ti o n 1 Citra

Gambar

Gambar 5  Metodologi penelitian
Gambar 6  Contoh data citra (a) C. pavonana, (b) S. exigua, (c) S. litura
Gambar 7 (a)) dipindai untuk mendapatkan ninilai derajat
Tabel 2  Skenario pembagian data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum ada dua komponen tekanan darah, yaitu tekanan darah sistolik (angka atas) yaitu tekanan yang timbul akibat pengerutan bilik jantung

Penataan ruang Kawasan Taman Nasional Lorentz bertujuan untuk mewujudkan pelestarian kawasan taman nasional lorentz sebagai salah satu pusat konservasi keanekaragaman hayati dan

Selain itu penerima kuasa diberi hak untuk berperkara dimuka pengadilan, mengajukan eksepsi, memberikan jawaban dan menolak saksi-saksi, memohon keputusan pengadilan, serta

Abu terbang sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dapat digunakan untuk meningkatkan mutu pada stabilisasi tanah dasar serta yang ramah terhadap

Hal tersebut terbukti dengan hasil observasi peneliti pada saat siswa mengikuti mata pelajaran matematika pada tanggal 27 November 2014 jam 09.00 WIB bahwa kurangnya

It used to be fairly com- mon that writers of CGI scripts would create an HTML page containing a form and a script to process that form that may or may not validate the data

Dengan adanya perangkat lunak dan berbagai macam pendukungnya, akan membuat game ini menjadi hidup, sederhana dan dapat dimainkan

(Yoh. Tampaknya sejak awal sekali Tuhan sudah menyadari bahwa murid-murid- Nya akan terancam perpecahan. Doa-Nya menunjukkan bahwa kesatuan murid- murid dan pengikut-Nya sangat