• Tidak ada hasil yang ditemukan

Physical avtivity, physical fitness, and academic achievement in normal and overweight elementary school children in Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Physical avtivity, physical fitness, and academic achievement in normal and overweight elementary school children in Bogor"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS FISIK, KEBUGARAN, DAN PRESTASI

BELAJAR PADA ANAK SEKOLAH DASAR NORMAL DAN

KEGEMUKAN DI BOGOR

IMA KARIMAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas Fisik, Kebugaran, dan Prestasi Belajar pada Anak Sekolah Dasar Normal dan Kegemukan di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)
(4)

RINGKASAN

IMA KARIMAH. Aktivitas fisik, kebugaran, dan prestasi belajar pada anak sekolah dasar normal dan kegemukan di Bogor. Dibimbing oleh ALI KHOMSAN dan BUDI SETIAWAN.

Peningkatan perilaku sedentary pada anak menyebabkan penurunan aktivitas fisik yang dapat meningkatkan kejadian obesitas atau overweight. Obesitas merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan massa lemak baik pada bagian-bagian tertentu atau seluruh bagian tubuh (Mahan & Escott-Stump 2004), atau kelebihan berat badan yang melebihi 20% dari berat badan normal (Siagian 2004). Aktivitas fisik merupakan bagian integral dari pertumbuhan dan perkembangan anak. Aktivitas fisik memiliki peranan penting dalam pengembangan fisik, psikososial, serta mental pada anak. Penurunan aktivitas fisik pada anak terutama yang mengalami kegemukan dapat menyebabkan ruang gerak anak menjadi sempit sehingga memungkinkan terjadinya penurunan kondisi fisik atau kebugaran. Kebugaran pada anak penting dalam mendukung prestasi belajarnya di sekolah.

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aktivitas fisik, kebugaran, dan prestasi belajar pada anak sekolah dasar yang berstatus gizi normal dan kegemukan. Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini yaitu 1) Mengkaji tingkat aktivitas fisik, kebugaran, dan prestasi belajar anak kegemukan dan normal di Bogor; 2) Menganalisis konsumsi anak dan tingkat kecukupan zat gizi anak sekolah dasar kegemukan dan normal di Bogor; 3) Menganalisis hubungan antara konsumsi zat gizi dengan status gizi anak sekolah dasar di Bogor; dan 4) Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kebugaran dan prestasi belajar anak.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian observasional analitik dengan menggunakan desain studi cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Bogor, berlangsung selama 3 bulan dari bulan Agustus sampai dengan Oktober 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas 5 di 2 Sekolah Dasar swasta favorit yang ada di Kota Bogor, yaitu SD Bina Insani dan SD Insan Kamil. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa kondisi sosial ekonomi menengah ke atas sehingga jumlah anak yang mengalami kegemukan cukup banyak.

Sampel dalam penelitian ini adalah anak kegemukan (gemuk dan obes) dan anak yang berstatus gizi normal. Penentuan status gizi mengacu pada standar WHO. Anak dikategorikan kegemukan apabila IMT/U +1 SD < Z ≤ +2 SD dan IMT/U >+2 SD, dan normal apabila IMT/U -2 SD < Z ≤ +1 SD. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 108, terdiri dari 52 laki-laki dan 56 perempuan.

(5)

dikategorikan menjadi tiga, yaitu ringan (1.40-1.69), sedang (1.70-1.99), serta berat (2.00-2.40).

Data kebugaran (physical fitness) diukur dengan melakukan observasi menggunakan panduan TKJI (Tes Kesegaran Jasmani Indonesia), meliputi lari cepat 40 meter, tes angkat tubuh (pull up) 30 detik, tes baring duduk (sit up) 30 detik, loncat tegak, dan lari 600 meter. Masing-masing tes diberi skor 1-5. Status kebugaran dinyatakan dengan jumlah skor yang diperoleh dari masing-masing tes. Kebugarannya dikategorikan baik sekali apabila skor total tes 22-25, baik 18-21, sedang 14-17, kurang 10-13, dan kurang sekali apabila skonya 5-9. Selanjutnya kebugaran dikelompokkan menjadi bugar dan tidak bugar, dengan dasar pertimbangan bahwa kebugaran anak dalam penelitian ini hanya berada pada kisaran sedang, kurang, dan kurang sekali. Kebugaran sedang dikategorikan menjadi bugar (14-17) sedangkan tingkat kebugaran kurang dan kurang sekali dikategorikan menjadi tidak bugar (5-13). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis statistika deskriptif dan analisis statistika inferensial. Analisis statistika inferensial yang digunakan adalah uji Chi Square, uji beda (independen t tes), dan regresi berganda.

Tingkat aktivitas fisik anak lebih banyak tergolong katergori ringan baik pada anak yang berstatus gizi normal maupun kegemukan. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat aktivitas fisik antar anak yang berstatus gizi normal dan kegemukan (p>0.05). Kebugaran antara anak yang berstatus gizi normal dan kegemukan berbeda nyata (p<0.05). Rata-rata skor kebugaran anak yang berstatus gizi normal lebih tinggi (13.4±2.1) dibandingkan anak yang mengalami kegemukan (10.9±1.7). Aktivitas fisik tidak berhubungan dengan status gizi maupun kebugaran (p>0.05).

Rata-rata konsumsi energi dan zat gizi anak kegemukan lebih tinggi dibandingkan anak yang berstatus gizi normal. Tingkat kecukupan energi dan protein lebih tinggi pada anak yang berstatus gizi normal. Rata-rata tingkat kecukupan kalsium anak tergolong kategori berlebih (>120%). Rata-rata tingkat kecukupan besi pada anak yang berstatus gizi normal lebih rendah dibandingkan dengan anak yang mengalami kegemukan. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi lainnya tidak berhubungan dengan status gizi anak.

Prestasi belajar pada anak yang berstatus gizi normal dan kegemukan tidak berbeda (p>0.05). Status gizi merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kebugaran anak (p<0.05), sedangkan aktivitas fisik tidak berpengaruh terhadap kebugaran (p>0.05). Faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar adalah kebugaran dan status gizi (p<0.05). Kebugaran dan status gizi berpengaruh negatif terhadap prestasi belajar, namun pengaruhnya lemah.

(6)

SUMMARY

IMA KARIMAH. Physical avtivity, physical fitness, and academic achievement in normal and overweight elementary school children in Bogor. Under Direction of ALI KHOMSAN and BUDI SETIAWAN.

Sedentary lifestyle in children causes low physical activity and increase incident of overweight and obesity. Obesity is a condition characterized by fat mass increase in certain parts or the whole body (Mahan & Escott-Stump 2004), or excess weight more than 20% of normal weight (Siagian 2004). Physical activity is an integral part of children‟s growth and development. Physical activity is important for physical, psychosocial, and mental development in children. Low physical activity may causes physical fitness decline. Physical fitness among school children is important to support their academic achievement in school.

The main objective of this research was to analyze physical activity, physical fitness, and academic achievement in overweight and normal elementary school children. Specifically, it was aimed to: 1) analyze physical activity, physical fitness, and academic achievement in overweight and normal children; 2) analyze nutrient intake and nutritional adequacy in overweight and normal children; 3) analyze the relationship between nutrient intake and nutritional status; and 4) analyze the factors that influence physical fitness and academic achievement in overweight and normal children.

This research design was a cross sectional study. This research was conducted in Bogor City from August to October 2013. The population in this study was 5th grade elementary school students in two favorite private elementary schools in Bogor City, which was Bina Insani and Insan Kamil elementary schools. These two elementary schools were selected purposively with consideration they have the same characteristics. Inclusion criteria of school was predominantly upper middle class families. Samples are students who are overweight (include obese) and normal, according to WHO standards. Students categorized as obese if the BMI/age +1 SD < Z ≤ +2 SD, obese BMI/age > +2 SD, and normal if BMI/age -2 SD < Z ≤ +1 SD (Indonesia Ministry of Health 2011).The sample in this research are 108 children, consists of 52 male and 56 female aged 10-11 years old.

Data collected includes children characteristics, nutritional status, physical activity level, physical fitness, and academic achievement. Children characteristics consist of age and gender. Children activity level expressed in physical activity level (PAL). PAL obtained by interviewing students about the activities done on school days and holidays. Data on physical activity including the duration and type of the activities. PAL values obtained by multiplying the time allocation of certain types of activity with PAR value (energy expenditure for this kind of activity per unit time). Physical activity values were categorized into three level, those are light (1.40-1.69), moderate (1.70-1.99), and severe (2:00 to 2:40) (FAO/WHO/UNU 2001).

(7)

test was given score 1-5. Physical fitness was determined by the sum of score of each test. The categories were excellent (22-25 point), good (18-21 point), moderate (14-17 point), less (10-13 point), and poor (5-9). Futhermore, physical fitness was grouped into fit and non fit. The consideration of this classification was physical fitness of children in this research only range from moderate to poor, there were no excellent or good score. Fit physical fitness score was 14-17 point and non fit score was 5-13 point. In this research, measurement of physical test was helped by sport teacher with consideration they have skill to measure those test. Statistic analysis is used are descriptive and inferential. Inferentia statistic are Chi Square test, independent t test, and regression.

Most children had light physical activity level, both in normal and overweight. This research showed that physical activity level between normal and overweight children was not different (p>0.05). The result in this research showed that normal children had better physical fitness than overweight children. Independent t-test showed that physical fitness between normal and overweight children was different (p<0.05). Average physical fitness score in normal children was higher than overweight, which were 13.4±2.1 point and 10.9±1.7 point respectively. Physical activity had not relationship with nutritional status or physical fitness (p>0.05).

Average of energy intake and other nutrients on overweight was higher than normal. Nutrient adequacy level (energy and protein) was higher on normal than overweight. Most of calcium adequacy level on children were high. Average of iron adequacy level on normal children was lower than overweight. Nutrient adequacy level (energy, protein, calcium, and iron) had not relationship with nutritional status.

Academic achievement of normal and overweight childrens were not different (p>0.05). Regression analysis showed that nutritional status had significant impact on physical fitness (p<0.05), but physical activity level did not influence physical fitness (p>0.05). Factors that affect academic achievement were physical fitness and nutritional status (p<0.05). Physical fitness and nutritional status had negative effect on academic achievement. But this effect was still weak.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

i

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

AKTIVITAS FISIK, KEBUGARAN, DAN PRESTASI

BELAJAR PADA ANAK SEKOLAH DASAR NORMAL DAN

KEGEMUKAN DI BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)

ii

(11)

iii

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Ketua

Dr Ir Budi Setiawan, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:

Judul : Aktivitas Fisik, Kebugaran, dan Prestasi Belajar pada Anak Sekolah Dasar Normal dan Kegemukan di Bogor

(12)
(13)

iv

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah yang senantiasa dilimpahkan-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Selama penulisan tesis ini penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada:

1. Prof. Dr. Ir Ali Khomsan, MS dan Dr. Ir. Budi Setiawan selaku komisi pembimbing yang senantiasa memberikan arahan, bimbingan, serta motivasi yang sangat berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

2. Ir. Fatchul Dzannah M. Pd dan Drs. H. Entis Sutisna selaku Kepala Sekolah SD Bina Insani dan kepala sekolah SD Insan Kamil yang telah bersedia melibatkan anaknya ikut serta dalam penelitian ini.

3. Bu Yeni, Pak Kamal, dan Pak Umar, selaku guru-guru yang telah membantu dalam pengumpulan data penelitian ini.

4. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen penguji dan Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si selaku moderator, terimakasih atas segala masukannya.

5. Kedua orang tua, yang senantiasa memberikan dukungan kekuatan, kasih sayang, perhatian, finansial, dan doa yang tulus kepada penulis yang tidak henti-hentinya selama ini.

6. Rindu, Frida, Ida, Risma, Tatit, Resi sahabat terbaik yang senantiasa memberikan dorongan semangat saat suka maupun duka selama penyelesaian studi ini.

7. Panji Esa Putra S.Pi yang senantiasa memberikan dorongan semangat kepada penulis.

8. Rekan-rekan yang telah membantu dalam penyelesaian studi ini (Nurlaely Fitriana S.Gz; Catur Dwi Anggarawati, SP; Rian Diana, SP, M.Si; Alna Hotama; Babang Yusuf B, S.Gz, Dita, S.Gz dan Wulan, S.Gz).

9. Rekan-rekan seperjuangan GMS 2012 yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis.

10. Adik-adikku Cecep, Ayang, Diksi terimakasih atas semangat dan kasih sayangnya selama ini.

11. Semua pihak yang mendukung. Semoga semua pengorbanan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Namun, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, menambah keragaman ilmu pengetahuan terutama mengenai masalah kegemukan pada anak sekolah dasar.

(14)

v

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

1. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

2. TINJAUAN PUSTAKA 5

Anak Usia Sekolah 5

Kegemukan dan Obesitas Pada Anak 6

Penilaian Status Gizi 7

Konsumsi Pangan 8

Kecukupan Gizi 9

Food Recall 24 jam 9

Aktivitas Fisik 10

Physical Activity Level (PAL) 11

Kebugaran Jasmani 11

Prestasi Belajar 13

Hubungan Aktivitas Fisik dengan Prestasi Belajar 13 Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Prestasi Belajar 15

3. KERANGKA PEMIKIRAN 16

4. METODE 18

Desain Penelitian 18

Lokasi Penelitian 18

Waktu Penelitian 18

Teknik Pemilihan Sampel 18

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 19

Pengolahan dan Analisis Data 20

Panduan Tes Kesegaran Jasmani 23

Definisi Operasional 28

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 29

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 29

Karakteristik Anak 30

Karakteristik Sosial Ekonomi Orang Tua 32

Konsumsi Energi dan Zat Gizi Anak 35

Hubungan Asupan Energi dan Zat Gizi dengan Status Gizi 42

Tingkat Aktivitas Fisik 43

Kebugaran Anak 45

(15)

vi

6. SIMPULAN DAN SARAN 53

DAFTAR PUSTAKA 55

(16)

vii

DAFTAR TABEL

1. Angka kecukupan gizi anak usia sekolah 5

2. Kategori status gizi berdasarkan IMT/U 8

3. Penilaian skor tes lari cepat 23

4. Penilaian tes angkat tubuh 60 detik 24

5. Penilaian tes baring duduk 30 detik (6-9 tahun)

dan 60 detik (10-12 tahun) 25

6. Penilaian tes loncat tegak 25

7. Penilaian tes lari 600 meter 26

8. Norma tes kesegaran jasmani indonesia 26

9. Jenis dan cara pengumpulan data 27

10. Sebaran karakteristik subjek penelitian 31

11. Sebaran uang saku menurut status gizi 32

12. Sebaran pendidikan orang tua menurut status gizi 33 13. Sebaran pekerjaan orang tua anak menurut status gizi 34 14. Sebaran pendapatan orang tua anak menurut status gizi 35 15. Sebaran jumlah anggota keluarga menurut status gizi 35 16. Sebaran rata-rata konsumsi zat gizi menurut status gizi anak 36

17. Sebaran kontribusi lemak menurut status gizi 37

18. Sebaran tingkat kecukupan energi menurut status gizi 38 19. Sebaran tingkat kecukupan protein menurut status gizi 39 20. Sebaran tingkat kecukupan kalsium menurut status gizi 40 21. Sebaran tingkat kecukupan besi menurut status gizi 41 22. Sebaran tingkat aktivitas fisik menurut status gizi 43 23. Sebaran status kebugaran anak menurut status gizi 45

24. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebugaran 48

25. Sebaran nilai anak menurut status gizi 50

26. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar 52

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran aktivitas fisik, kebugaran, dan prestasi belajar pada

anak sekolah dasar di Kota Bogor 17

DAFTAR LAMPIRAN

1. Sebaran pendidikan orang tua dan status bekerja ibu menurut status gizi 65 2. Sebaran tingkat aktivitas fisik menurut status gizi 65

3. Sebaran kebugaran menurut status gizi 65

4. Faktor yang mempengaruhi kebugaran 65

(17)
(18)

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dewasa ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dapat memudahkan segala hal, termasuk dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Kemudahan yang terjadi dapat memberikan dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari perkembangan teknologi diantaranya adalah mempermudah akses informasi sehingga dapat memperluas ilmu pengetahuan dan wawasan. Namun, kemajuan IPTEK juga memiliki dampak negatif, salah satunya memicu sedentary lifestyle. Perkembangan akses internet dan mobile phone saat ini menyebabkan tidak perlu keluar rumah untuk berkomunikasi atau mencari informasi. Apapun yang diinginkan bisa di akses melalui handphone. Kondisi demikian membuat ruang gerak manusia semakin lama semakin menurun, sehingga dapat menyebabkan rendahnya pengeluaran energi yang berdampak kurang baik bagi kesehatan.

Perkembangan mobile phone maupun gadget lainnya yang terjadi saat ini juga sudah berkembang pada anak-anak, terutama di daerah perkotaan yang rata-rata orang tuanya berpenghasilan cukup. Dengan demikian, peningkatan sedentary lifestyle ini juga dapat terjadi pada anak-anak. Munculnya berbagai game baik yang online maupun yang tidak membuat anak lebih banyak menghabiskan waktunya di depan komputer. Perilaku ini membuat anak menjadi kurang bergerak sehingga dapat berdampak kurang baik bagi kesehatannya.

Peningkatan perilaku sedentary pada anak menyebabkan peningkatan kejadian obesitas atau overweight. Obesitas merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan massa lemak baik pada bagian-bagian tertentu atau seluruh bagian tubuh (Mahan & Escott-Stump 2004), atau kelebihan berat badan yang melebihi 20% dari berat badan normal (Siagian 2004). Secara global, pada tahun 2008 lebih dari 40 juta anak prasekolah mengalami overweight. Obesitas pada anak-anak ini merupakan masalah yang menjadi tantangan di abad 21 karena obesitas pada anak akan berlanjut pada saat dewasa. Hasil follow-up studi pada anak-anak obesitas di Jepang menunjukkan bahwa sebanyak 54.7% anak yang pada saat kecilnya mengalami obesitas berlanjut sampai dewasa. Anak-anak yang mengalami obesitas juga akan berisiko terkena penyakit degeneratif dini, seperti penyakit diabetes mellitus dan penyakit jantung koroner. Data menunjukkan bahwa secara global 44% penyakit diabetes, 23% penyakit jantung iskemik, dan 7-41% penyakit kanker tertentu terjadi akibat overweight dan obesitas (WHO 2012). Studi pada anak-anak dan remaja yang mengalami overweight memiliki peningkatan risiko terkena penyakit kardiovaskuler pada masa dewasanya (Must et al. 1992; Oren et al. 2003; Wright et al. 2001).

(19)

2 lebih tinggi dibandingkan pada anak perempuan yaitu berturut-turut sebesar 10.7% dan 7.7%. Berdasarkan tempat tinggal prevalensi kegemukan lebih tinggi di daerah perkotaan dibandingkan dengan prevalensi di pedesaan yaitu berturut-turut sebesar 10.4% dan 8.1% (Kemenkes 2010).

Kegemukan dikaitkan dengan penurunan aktivitas fisik (Pramudita 2011; Suryaalamsyah 2009). Penelitian di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, menunjukkan bahwa pada beberapa dekade terakhir terdapat penurunan aktivitas fisik pada anak muda sejalan dengan peningkatan prevalensi obesitas. Demikian studi perbandingan di Australia pada anak usia 10-11 tahun dari tahun 1985 sampai 1997 juga terjadi penurunan aktivitas fisik (Dollman et al. 1999 dalam Yeung & Hills 2007).

Aktivitas fisik merupakan bagian integral dari pertumbuhan dan perkembangan anak. Aktivitas fisik memiliki peranan dalam pengembangan fisik, psikososial, serta mental pada anak. Aktivitas fisik memiliki peranan penting dalam pengembangan fisik, psikososial, serta mental pada anak. Penurunan aktivitas fisik pada anak terutama yang mengalami kegemukan dapat menyebabkan ruang gerak anak menjadi sempit sehingga memungkinkan terjadinya penurunan kondisi fisik atau kebugaran.

Menurut Karpovich, kebugaran (physical fitness) merupakan suatu kemampuan untuk melakukan suatu tugas tertentu yang memerlukan usaha otot (Nurhasan & Cholil 2007). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kebugaran seseorang yang aktif lebih tinggi dibandingkan dengan kebugaran orang yang tidak aktif. Wanita usia 7-17 tahun yang gemuk memiliki kebugaran yang lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang tidak gemuk Malina et al. (1995). Kebugaran anak laki-laki obes lebih rendah dibandingkan dengan anak laki-laki yang tidak obes Kim et al. (1993).

Penurunan aktivitas fisik yang kemungkinan menyebabkan kegemukan dan penurunan status kebugaran dikaitkan dengan penurunan kecerdasan, sehingga kemungkinan berdampak pada prestasi belajar anak. Kecerdasan anak yang overweight atau obesitas lebih rendah dibandingkan dengan anak yang status gizinya normal. Penurunan kognitif terjadi sejalan dengan penurunan aktivitas fisik dan aerobic fitness serta peningkatan massa tubuh dan konsumsi energi (Vaynman et al. 2006; Hilman et al. 2008). Wechsler Intelligence Scale pada anak yang obes lebih rendah dibandingkan dengan anak yang status gizinya normal (Campos et al.1996). Skor kemampuan matematika dan membaca pada anak TK yang mengalami overweight lebih rendah dibandingkan dengan anak yang memiliki status gizi normal (Datar et al. 2006).

(20)

3 menunjukkan bahwa waktu yang dihabiskan untuk berolahraga berhubungan negatif dengan prestasi belajar anak SMA.

Berdasarkan data-data yang diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji kembali bagaimana kaitan aktivitas fisik, kebugaran, dan prestasi belajar pada anak kegemukan dan normal, dengan dasar pertimbangan bahwa penelitian yang terkait hasilnya masih berbeda-beda. Selain itu, di Indonesia penelitian yang mengkaji prestasi belajar pada anak kegemukan masih jarang dilakukan. Kota Bogor termasuk daerah dengan prevalensi kegemukan paling tinggi di Jawa Barat pada anak usia 6-12 tahun. Prevalensi kegemukan pada anak 6-12 tahun di Kota Bogor yaitu 15.4% pada laki-laki dan 8.6% pada perempuan (Kemenkes 2007). Berdasarkan pertimbangan tersebut maka penelitian ini dilakukan di Kota Bogor.

Perumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan tingkat aktivitas fisik, kebugaran, dan prestasi belajar anak yang berstatus gizi normal dan kegemukan?

2. Bagaimana hubungan tingkat aktivitas fisik dengan status gizi maupun kebugaran?

3. Bagaimana hubungan status gizi dengan kebugaran?

4. Bagaimana hubungan konsumsi zat gizi dengan status gizi anak?

5. Faktor-faktor apakah yang berpengaruh terhadap kebugaran dan prestasi belajar anak?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis aktivitas fisik, kebugaran, dan prestasi belajar pada anak kegemukan dan normal di sekolah dasar di Kota Bogor.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengkaji tingkat aktivitas fisik, kebugaran, dan prestasi belajar anak kegemukan dan normal di Kota Bogor.

2. Menganalisis konsumsi anak dan tingkat kecukupan zat gizi anak sekolah dasar kegemukan dan normal di Kota Bogor.

3. Menganalisis hubungan antara konsumsi zat gizi dengan status gizi anak sekolah dasar di Kota Bogor.

4. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kebugaran dan prestasi belajar anak.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan tingkat aktivitas fisik, kebugaran, dan prestasi belajar antara anak kegemukan dan normal.

(21)

4 4. Semakin baik status gizi maka kebugaran anak semakin baik.

5. Status gizi dan tingkat aktivitas fisik berpengaruh positif terhadap kebugaran anak.

6. Status gizi, tingkat aktivitas fisik, dan kebugaran berpengaruh positif terhadap prestasi belajar anak.

Manfaat Penelitian

(22)

5

2. TINJAUAN PUSTAKA

Anak Usia Sekolah

Anak Usia Sekolah (AUS) adalah anak yang berusia 6–12 tahun. Menurut Hurlock (1994), masa ini sebagai akhir masa kanak-kanak (late childhood) yang berlangsung dari usia enam tahun sampai tibanya anak menjadi matang secara seksual, yaitu 13 tahun bagi perempuan dan 14 tahun bagi laki-laki, namun secara umum anak usia sekolah adalah anak yang masuk sekolah dasar (SD). Anak SD dibagi atas dua bagian, yaitu kelas rendah yang berumur 6-9 tahun dan kelas tinggi yang berumur 10-12 tahun. Kebutuhan energi AUS lebih besar karena mereka banyak melakukan aktivitas fisik, misalnya olah raga, bermain atau membantu orang tua. Kecukupan energi pada usia ini adalah 80-90 kkal/kg BB/hari dan kecukupan proteinnya adalah 1 gram/kg BB/hari (Judarwanto 2004). Kebutuhan energi umur 10-12 tahun lebih besar dari pada golongan umur 7-9 tahun, hal ini dikarenakan pertumbuhan mereka lebih cepat, terutama penambahan berat badan. Mulai umur 10-12 tahun, kebutuhan gizi anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik, sehingga memerlukan energi yang lebih banyak dari anak perempuan (As‟ad 2002).

AUS biasanya mempunyai banyak perhatian dan aktivitas di luar rumah, sehingga sering melupakan waktu makan. Nafsu makan AUS umumnya lebih baik daripada golongan anak kecil. Makan pagi (sarapan) perlu diperhatikan supaya anak mudah menerima pelajaran (As‟ad 2002). Menurut Judarwanto (2004), saat sarapan pagi anak harus terpenuhi sebanyak seperempat kebutuhan kalorinya sehari, yaitu sekitar 300 kkal. Selama tahap anak sekolah dan remaja, pada umumnya kebiasaan makan anak telah terbina. Kebutuhan zat gizi melonjak pada masa pubertas. Pada anak wanita, pubertas mungkin terjadi pada akhir bersekolah SD atau pada awal Sekolah Menengah Pertama (SMP). Nilai kecukupan gizi pada anak usia sekolah disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Angka kecukupan gizi anak usia sekolah

Energi dan Zat Gizi 4-6 tahun 7-9 tahun 10-12 tahun

Laki-laki Perempuan

Energi (kkal) 1550 1800 2050 2050

Protein (g) 39 45 50 50

Besi (mg) 9 10 13 14

Vit A (RE) 450 500 600 600

Vit B1 (mg) 0.8 0.9 1.0 1.0

Vit B2 (mg) 0.6 0.9 1.0 1.0

Vit C (mg) 45 45 50 50

Vit D (mg) 5 5 5 5

Vit E (mg) 7 7 11 11

Kalsium (mg) 500 600 1000 1000

Fosfor (mg) 400 400 1000 1000

(23)

6 Kegemukan dan Obesitas pada Anak

Istilah kegemukan (overweight) sering kali disamakan dengan obesitas (obesity), padahal kedua istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Kegemukan (overweight) adalah kondisi berat badan melebihi berat badan normal, sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, untuk pria dan wanita masing-masing melebihi 20% dan 25% dari berat badan. Kegemukan dan obesitas dapat terjadi pada berbagai kelompok usia dan jenis kelamin, termasuk anak-anak. Obesitas pada anak-anak dikenal dengan nama juvenil obesity. Orang yang menderita kegemukan pada usia muda lebih berisiko tinggi menderita obesitas pada saat dewasa dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan normal (Rimbawan & Siagian 2004). Hasil penelitian Togashi et al. (2002) menunjukkan bahwa obesitas yang terjadi pada masa anak-anak usia 12 tahun di Jepang akan berlanjut sampai dewasa. Sebanyak 54.7% kasus obesitas yang terjadi pada anak berlanjut sampai dewasa. Sebanyak 36.7% yang tergolong obesitas berat cenderung menjadi obesitas pada saat dewasa dibandingkan yang tingkat obesitasnya tergolong sedang.

Menurut WHO (1998) meningkatnya prevalensi kegemukan (overweight) dan obesitas ada hubungannya dengan 10 masalah kesehatan di dunia termasuk penyakit jantung. Must dan Strauss (1999) menyebutkan bahwa obesitas berkaitan dengan insiden hipertensi, diabetes mellitus tipe 2, dislipidemia, dan kanker. Anak-anak yang mengalami obesitas juga akan berisiko terkena penyakit degeneratif dini, seperti penyakit diabetes mellitus dan penyakit jantung koroner. Data menunjukkan bahwa secara global 44% penyakit diabetes, 23% penyakit jantung iskemik, dan 7-41% penyakit kanker tertentu terjadi akibat overweight dan obesitas (WHO 2012). Studi pada anak-anak dan remaja yang mengalami overweight memiliki peningkatan risiko terkena penyakit kardiovaskuler pada masa dewasanya (Must et al. 1992; Oren et al. 2003; Wright et al. 2001).

Kegemukan atau obesitas merupakan manifestasi dari ketidakseimbangan energi, yaitu asupan energi lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran energi. Menurut Almatsier (2002), keseimbangan energi terjadi apabila energi yang diperoleh dari konsumsi pangan sama dengan penggunaan energi untuk metabolisme tubuh dan melakukan aktivitas otot. Penyebab kegemukan dan obesitas bisa karena faktor genetik maupun lingkungan. Menurut Efendi (2003), faktor keturunan berpengaruh terhadap gangguan keseimbangan energi. Apabila kedua orang tua tidak gemuk, maka kemungkinan anak menjadi gemuk adalah 9%. Apabila salah satu orang tua gemuk, maka kemungkinan anak menjadi gemuk menjadi 41-51%, sedangkan apabila kedua orang tua gemuk, maka kemungkinan anak menjadi gemuk sebesar 66-80%. Hasil penelitian Chaput et al. (2006) menunjukkan bahwa riwayat obesitas orang tua berhubungan signifikan dengan kejadian kegemukan (overweight) dan obesitas pada anak. Hasil penelitian Pramudita (2011) menunjukkan bahwa indeks massa tubuh ayah dan ibu merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian obesitas pada anak obesitas.

(24)

7 Kemajuan teknologi di bidang informasi dan teknologi pangan menyebabkan sebagian masyarakat, terutama di wilayah perkotaan mengalami perubahan gaya hidup dalam pemilihan makanan, yaitu cenderung menyukai makanan cepat saji yang kandungan gizinya tidak seimbang. Perubahan gaya hidup dan pola konsumsi pangan yang mengarah pada konsumsi pangan tinggi lemak, gula, dan garam serta miskin akan serat dapat memicu kegemukan dan obesitas (Suryaalamsyah 2009).

Pola makan yang tidak seimbang dapat memicu kegemukan atau obesitas. Hasil penelitian Pramudita (2011) menunjukkan bahwa pola konsumsi anak obesitas lebih banyak ngemil (87.5%). Makanan yang biasa dijadikan makanan cemilan anak adalah makanan yang padat kalori dan lemak sehingga dapat memicu timbulnya kelebihan berat badan, terutama apabila tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang cukup. Frekuensi konsumsi makanan berlemak dan frekuensi konsumsi fast food secara signifikan berpengaruh terhadap kejadian obesitas pada anak. Hasil penelitian Suryaalamsyah (2009), menunjukkan bahwa konsumsi fast food berhubungan dengan kejadian kegemukan pada anak sekolah dasar.

Selain pola konsumsi pangan yang tidak seimbang, aktivitas fisik juga berperan terhadap kejadian kegemukan maupun obesitas pada anak. Perkembangan teknologi menyebabkan kemudahan dalam mengakses segala hal sehingga memicu perilaku sedentary. Perkembangan akses internet dan mobile phone menyebabkan anak tidak perlu keluar rumah untuk berkomunikasi dengan temannya, dengan demikian kondisi ini dapat menyebabkan perilaku sedentary yang menyebabkan rendahnya pengeluaran energi. Hasil penelitian Sawello dan Malonda (2012), sebagian besar anak SMP N 1 Manado yang obes memiliki aktivitas fisik ringan (total MET 577.56 MET/minggu) dan anak tidak obes sebagian besar memiliki aktivitas fisik sedang (total MET 785.62 MET/minggu). Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada remaja di SMP N 1 Manado (p< 0.05; OR= 6.591).

Hasil penelitian Chaput et al. (2006) menunjukkan bahwa penurunan aktivitas fisik berhubungan secara signifikan dengan kejadian kegemukan dan obesitas pada anak. Beberapa perilaku sedentary pada anak diantaranya adalah tidur, main game, bermain internet, dan menonton televisi. Durasi tidur yang panjang (12-13 jam) 1.42 kali lebih berisiko mengalami kegemukan dan obesitas dibandingkan dengan waktu tidur 10.5-11.5 jam dan 3.45 kali lebih berisiko jika dibandingkan dengan durasi tidur anak 8-10 jam. Hasil ini setelah disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, dan faktor risiko obesitas lainnya.

Penilaian Status Gizi

(25)

8 keadaan terjadinya ketidakseimbangan energi dan protein secara kronis. Antropometri dapat mendeteksi malnutrisi derajat sedang dan berat. Keuntungan lain dari pengukuran antropometri adalah memberikan informasi mengenai riwayat gizi masa lampau (Riyadi 2003).

Status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga merupakan kombinasi antara ketiganya. lndikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini karena mudah berubah. Namun indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan tidak hanya dipengaruhi oleh umur tetapi juga oleh tinggi badan (TB). lndikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu, dan indikator BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini (Soekirman 2000). Menurut WHO (2005) dalam Kemenkes RI (2011) bahwa pengukuran status gizi pada anak usia 5-19 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi menggunakan indeks massa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). Kategori status gizi berdasarkan IMT/U dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U

Nilai Z-score Status Gizi

Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat (Sediaoetama 2010).

Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan. Konsumsi, jumlah dan jenis pangan dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang sangat memengaruhi konsumsi pangan adalah jenis, jumlah produksi, dan ketersediaan pangan. Faktor yang memengaruhi tingkat konsumsi, lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi (Sediaoetama 2010).

(26)

9 badan akan menurun yang disertai dengan menurunnya produktivitas kerja. Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk. Apabila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan protein yang mencukupi, pada akhirnya tubuh akan mudah terserang penyakit infeksi yang selanjutnya dapat menyebabkan kematian (Hardinsyah & Martianto 1992).

Pola konsumsi khususnya konsumsi pangan rumah tangga merupakan salah satu faktor penentu tingkat kesehatan dan produktivitas rumah tangga. Berdasarkan sisi norma gizi terdapat standar minimum jumlah makanan yang dibutuhkan seorang individu agar dapat hidup sehat dan aktif beraktivitas. Angka kecukupan energi dan protein masing-masing yang dibutuhkan yaitu 2000 kkal/kapita/hari dan 52 gram/kapita/hari (WKNPG 2004). Kekurangan konsumsi bagi seseorang dari standar minimum tersebut akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan, aktivitas, dan produktivitas kerja. Kekurangan konsumsi pangan, baik jumlah maupun kualitasnya (terutama pada anak balita) akan berpengaruh terhadap kualitas sumberdaya manusia (Hardinsyah & Tambunan 2004).

Kecukupan Gizi

Kecukupan gizi adalah rata-rata asupan gizi harian yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi hampir semua (97.5%) orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentu. Nilai asupan harian zat gizi yang diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan gizi mencakup 50% orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentu disebut dengan kebutuhan gizi (Hardinsyah & Tambunan 2004). Kecukupan energi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, status fisiologis, kegiatan, efek termik, iklim dan adaptasi. Kecukupan protein dipengaruhi oleh faktor-faktor umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, status fisiologi, kualitas protein, tingkat konsumsi energi dan adaptasi (Hardinsyah & Tambunan 2004).

Kebutuhan energi dan protein individu dihitung dengan membandingkan berat badan aktual individu dengan berat badan ideal dikalikan dengan angka kecukupan energi atau protein yang dianjurkan (Hardinsyah & Martianto 1992). Klasifikasi tingkat konsumsi energi dan protein dibagi menjadi lima golongan, yaitu defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-90%), normal (90-119%), dan kelebihan (>120%) (Kementrian Kesehatan 1996).

Food Recall 24 jam

(27)

10 pangan dengan cara recall ini pertama adalah menanyakan kepada individu mengenai jumlah pangan yang dikonsumsi dalam satuan URT (ukuran rumah tangga), selanjutnya dikonversi kedalam satuan berat dalam gram, kemudian dapat dihitung kandungan zat gizinya dengan bantuan DKBM (Daftar Konsumsi Bahan Makanan) (Kusharto & Sa‟diyyah 2012).

Menurut Gibson (2005) recall 24 jam minimal dilakukan sebanyak dua kali supaya dapat menggambarkan asupan zat gizi yang representatif serta dapat menggambarkan kebiasaan makan individu. Keunggulan dari metode recall ini murah serta tidak membutuhkan waktu yang banyak (Kusharto & Sa‟diyyah 2012). Menurut Gibney (2008), kelebihan dari recall yaitu format pertanyaannya berujung terbuka (open-ended) sehingga tepat bagi semua pola makan, memberikan informasi yang sangat rinci tentang pola makan, serta metode ini tidak memengaruhi pemilihan makanan. Beberapa kekurangan metode recall adalah kurang akurat karena mengandalkan daya ingat seseorang serta tergantung dari keahlian tenaga pencatatan dalam mengonversikan URT ke dalam satuan berat serta adanya variasi URT antar daerah. Selain itu, interpretasi ukuran dari setiap individu bisa bervariasi.

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik umumnya didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot rangka dan secara substansial meningkatkan pengeluaran energi (Bouchard 1990; U.S. Department of Health and Human Services 1996). Oleh karena itu, aktivitas fisik adalah istilah yang mencakup kegiatan olahraga, tari, dan rekreasi. Sebaliknya, latihan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan mengembangkan kesehatan dan kebugaran fisik (Corbin et al. 2000).

Menurut Almatsier (2003) ativitas fisik merupakan salah satu bentuk penggunaan energi dalam tubuh, di samping metabolisme basal. Aktivitas fisik merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu sekitar 20-50% dari total energy expenditure. Penelitian di negara maju menunjukkan hubungan antara aktvitas fisik yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar 5 kg. Penelitian di Jepang menunjukkan pada kelompok yang mempunyai kebiasaan olah raga berisiko 0.48 kali mengalami obesitas. Penelitian terhadap anak di Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama menunjukkan bahwa mereka yang menonton televisi 5 jam per hari mempunyai risiko obesitas sebesar 5.3 kali lebih besar dibandingkan mereka yang menonton televisi 2 jam setiap harinya (Hidayati et al. 2009).

(28)

11 aktif. Contoh aktivitas fisik yang tergolong inaktif adalah menonton televisi, duduk, membaca, mengerjakan pekerjaan di kursi, dan lainnya.

Beberapa bukti epidemiologi menunjukkan bahwa aktivitas fisik sangat bermanfaat bagi kesehatan. Tingkat aktivitas fisik harian yang lebih tinggi atau latihan fisik yang teratur berkaitan dengan penurunan angka mortalitas karena penyakit kardiovaskuler. Latihan fisik yang teratur dapat menurunkan risiko terkena penyakit jantung koroner dan penurunnya sama dengan pengaruh penghentian merokok. Latihan fisik yang teratur juga dapat mencegah atau memperlambat onset tekanan darah tinggi dan menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi, proteksi terhadap beberapa penyakit kanker, serta mengurangi risiko timbulnya penyakit diabetes mellitus tipe 2. Aktivitas fisik membantu mempertahankan keseimbangan energi sehingga dapat mencegah obesitas. Aktivitas yang bersifat weight bearing sangat penting bagi perkembangan skeleton selama masa anak-anak, remaja, serta dapat membantu mencapai massa tulang yang maksimal (peak bone mass) pada dewasa muda (Gibney et al. 2008).

Penurunan aktivitas fisik menyebabkan rendahnya tingkat kesegaran jasmani dengan berkurangnya kekuatan, kelenturan, tenaga aerobik dan keterampilan atletik (Meredith 1996). Aktivitas fisik terutama latihan dapat memperbaiki kelenturan, kekuatan otot, daya tahan otot dan kesegaran kardiorespirasi (Johnson & Nelson 1986). Sebuah penelitian di Inggris menunjukkan adanya korelasi positif yang bermakna antara aktivitas fisik dan kesegaran jasmani pada anak berusia 8-10 tahun (Rowland et al. 1999). Penelitian di Yunani (2003) menyatakan bahwa aktivitas fisik di sekolah melalui kurikulum pendidikan jasmani memengaruhi tingkat kesegaran jasmani yang berkaitan dengan kardiovaskuler dan motorik (Koutedakis & Bouziotas 2003). Penelitian di Oman menyimpulkan bahwa kesegaran aerobik berkorelasi negatif dengan aktivitas fisik sedentari seperti menonton televisi, main komputer dan video games (Barwani et al. 2001).

Physical Activity Level (PAL)

Physical activity level (PAL) merupakan metode standar untuk mengukur total pengeluaran energi pada berbagai resting metabolic rate (RMR) (Westerterp 1999). Rata-rata PAL harian 1.75 atau lebih (rata-rata 75% diatas RMR) telah direkomendasikan untuk mencegah obesitas pada semua tahapan kehidupan (WHO 1998). Rekomendasi International Association for Study of Obesity melakukan aktivitas dengan intensitas sedang selama 60-90 menit/hari atau 35 menit/hari dengan intensitas tinggi untuk mencegah kejadian obesitas. Meskipun data epidemiologi dan laboratorium terbatas, muncul anjuran melakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang sekitar 45-60 menit/hari untuk mencegah transisi status gizi normal menjadi obesitas (Pietro et al. 2004).

Kebugaran Jasmani

(29)

12 aktivitas fisik. Kebugaran fisik merupakan kualitas atau kondisi fisiologis sehingga berbeda dengan aktivitas fisik dan latihan fisik. Kebugaran fisik dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan dan kinerja. Kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan mengacu pada komponen yang secara spesifik berhubungan dengan kesehatan dan pada keadaan tertentu berhubungan dengan kinerja.

Komponen kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan meliputi kebugaran kardiorespiratori (aerobik), kekuatan serta ketahanan otot, komposisi tubuh, dan fleksibilitas tubuh (Gibney et al. 2008). Kebugaran kardiorespiratori berhubungan dengan kemampuan sistem respirasi dan sirkulasi untuk memberikan oksigen kepada otot selama seseorang melakukan aktivitas fisik. Pengambilan maksimum (VO2max) seringkali digunakan sebagai indikator untuk kebugaran

kardiorespiratori seseorang. VO2max biasanya diukur dengan kalorimetri indirect

pada saat seseorang menjalani tes latihan fisik bertahap sampai terjadi kelelahan, indikator ini dianggap sebagai penanda terbaik untuk menunjukkan kebugaran aerobik. Tes latihan lain yang dikembangkan untuk mengukur kebugaran kardiorespiratori diantaranya adalah tes sepeda ergometrik dan tes melakukan gerakan berjalan. Kekuatan otot (muscle strength) merupakan kemampuan otot untuk mengeluarkan energi, sedangkan ketahanan otot (muscle endurance) merupakan kemampuan otot untuk terus-menerus melakukan aktivitas fisik tanpa merasa letih (Gibney et al. 2008).

Komponen yang spesifik dari kebugaran yang berkaitan dengan kinerja adalah kekuatan otot, kecepatan, kelincahan, dan keseimbangan. Komponen ini hampir seluruhnya berkaitan dengan kinerja (performance) atletik. Kekuatan otot merupakan tingkat otot dalam melakukan pekerjaanya. Kelincahan merupakan kemampuan mengubah posisi tubuh dengan cepat dalam ruang, sedangkan kecepatan merupakan kemampuan melakukan gerakan seluruh tubuh dalam periode waktu yang singkat. Keseimbangan merupakan kemampuan mempertahankan/ekuilibrium dalam keadaan stasioner (diam) atau bergerak (Gibney et al. 2008).

Kemampuan tubuh mengadakan adaptasi terhadap beban kerja inilah yang dinamakan “bugar”. Pengertian umum bugar adalah keadaan untuk dapat menyesuaikan fungsi alat-alat tubuh terhadap tugas jasmani tertentu yang harus diatasi dengan cara yang efisien, tanpa kelelahan yang berlebihan.

Komponen kebugaran jasmani adalah:

1. Daya tahan, yaitu kemampuan untuk bekerja dalam waktu yang lama. 2. Kelincahan, yaitu kemampuan mengubah arah dengan cepat.

3. Kekuatan, yaitu kemampuan untuk menahan suatu tahanan.

4. Kecepatan, kemampuan menempuh jarak dalam waktu yang singkat. 5. Kelentukan, kemampuan untuk bergerak dalam ruang gerak sendi.

(30)

13 Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan output sekolah yang sangat penting, yang dijadikan alat ukur untuk mengukur kemampuan kognitif anak. Banyak faktor yang memengaruhi pencapaian prestasi belajar seseorang, baik yang ada di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Pola belajar anak juga menentukan keberhasilan anak untuk mencapai sebuah prestasi. Kebiasaan belajar teratur dan bertahap akan lebih menanamkan ilmu yang dipelajari dalam diri anak (Hartanto 1991).

Beberapa faktor lingkungan yang memengaruhi prestasi belajar anak diantaranya adalah latar belakang sosial ekonomi orang tua, perhatian orang tua, teman, dan lingkungan belajar anak. Faktor lingkungan ini cukup berperan karena pada rentang usia 8-10 tahun (usia SD) anak sudah mulai berhubungan dengan kelompok sosial tertentu, yang pengaruhnya terhadap anak cukup besar. Lingkungan keluarga yang paling dekat dengan anak juga pengaruhnya cukup besar. Peran orang tua dalam membimbing belajar anak sangat berperan dalam menentukan keberhasilan pencapaian prestasi anak. Keterlibatan orang tua dalam membantu belajar anak dengan tulus, tidak menyalahkan maupun mengkritik akan mendorong minat belajar anak sehingga mendorong pencapaian prestasi belajar anak yang baik.

Selain faktor lingkungan, faktor individu terkait dengan gizi secara tidak langsung juga berperan dalam mendukung prestasi belajar anak. Status gizi yang baik pada anak akan mendukung kemampuan anak untuk belajar dengan baik sehingga prestasi belajar anak akan baik. Terpenuhinya zat gizi pada anak dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan berlangsung baik sehingga kondisi fisik dan mental anak menjadi baik, dengan demikian anak akan belajar dengan lancar. Hasil penelitian Maharani (2012) menunjukkan adanya hubungan konsumsi protein dengan prestasi belajar remaja. Hasil penelitian Isdaryanti (2007) juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara konsumsi protein dengan prestasi belajar anak sekolah dasar. Protein merupakan zat gizi yang berperan sebagai unsur pembangun, salah satunya dalam pembentukan jaringan tubuh, termasuk otak. Protein mempunyai fungsi penting dalam membangun dan memelihara sel jaringan tubuh. Protein juga merupakan prekursor untuk neurotransmitter yang mendukung perkembangan otak. Fungsi otak yang baik tergantung pada kapasitas menyerap dan memproses informasi. Neurotransmitter catecholaimes dibentuk dari asam amino penting. Tyrosine dan neurotransmitter serotonin dibentuk dari tryptophan. Serotonin menstimulasi tidur yang penting untuk perkembangan otak dalam memproses informasi, sedangkan catecholamine berkaitan dengan keadaan siaga yang membantu menyerap informasi di otak (Sediaoetama 2010).

Hubungan Aktivitas Fisik dengan Prestasi Belajar

(31)

14 untuk melatih fisiknya (Kusumaningrum 2006). Aktivitas fisik yang teratur berhubungan dengan peningkatan kognitif seseorang. Seseorang yang melakukan aktivitas jasmani dengan teratur memiliki skor IQ yang lebih baik dibandingkan dengan seseorang yang melakukan aktivitas fisik secara tidak teraatur. Aktivitas fisik dapat berpengaruh langsung terhadap fungsi kognitif seseorang dengan cara meningkatkan fungsi otak (cerebrovaskuler) serta frekuansinya.

Aktivitas fisik ini merupakan salah satu faktor yang memengaruhi prestasi belajar. Menurut Ahmadi dan Supriyono (2004), terdapat beberapa faktor yang memengaruhi prestasi belajar diantaranya adalah motivasi, sikap, kesehatan fisik dan mental, serta kepribadian dan ketekunan. Aktivitas fisik yang teratur dapat mendukung terwujudnya kesehatan fisik dan mental seseorang, yang merupakan salah satu poin penting dalam mendukung prestasi belajar seseorang.

Pada saat seseorang melakukan aktivitas fisik maka ada gerakan yang terjadi pada tubuh. Gerak didefinisikan sebagai perubahan posisi yang terjadi pada tubuh. Salah satu mekanisme yang terjadi pada proses gerak adalah kontraksi otot. Kontraksi otot terjadi apabila ada perintah yang berasal dari otak dan sum-sum tulang belakang yang disampaikan oleh sel-sel syaraf, yaitu neuron motor. Proses gerak melibatkan kerja otak sehingga hal ini dapat merangsang fungsi otak, dengan demikian dapat mendukung pencapaian academic achievement yang optimal.

Pengalaman aktivitas fisik menyebabkan terlatihnya beberapa indra tubuh seperti visual, tactile, auditory, vestibular kinestetic. Aktivitas fisik mendukung proses integrasi indra di dalam tubuh seseorang. Integrasi indra yang baik dapat mendukung kemampuan belajar seseorang. Teori gerak Kephart menjelaskan bahwa gerak telah terbukti meningkatkan kemampuan dan ferforma akademik seseorang. Rendahnya kemampuan belajar adalah akibat integrasi panca indra yang lemah. Integrasi panca indra merupakan langkah kritis dalam proses persepsi gerak. Integrasi tersebut dapat dipelajari dari kebiasaan-kebiasaan gerak yang dilakukan.

Aktivitas fisik telah dihubungkan dengan dengan higher grade point average sementara obesitas dihubungkan dengan lower grade point average pada remaja. Sehingga fungsi motorik pada anak memiliki hubungan negatif yang tidak langsung terhadap academic achievment melalui rendahnya aktivitas fisik tetapi tidak pada cardiorespiratory fitness. Hasil studi yang dilakukan Kantomaa et al. (2012) menjelaskan bahwa aktivitas fisik dan obesitas mungkin memediasi hubungan antara fungsi motorik anak dan academic achievment pada remaja.

Aktivitas fisik dapat menurunkan gejala depresi, kemungkinan stres, dan perasaan khawatir (Dunn et al. 2001). Perbedaan individu dalam pertumbuhan dan perkembangan berkontribusi untuk terjadinya variasi dalam pencapaian kemampuan motorik, kematangan fisik, dan beberapa penampilan spesifik anak seperti kesadaran untuk beraktivitas fisik, pengalaman percaya diri dan self-esteem, perasaan untuk menguasai maupun kompetensi (Hills et al.2007).

(32)

15 perifer. Blakemore menjelaskan bahwa selama melakukan aktivitas fisik maka otak akan aktif dengan meningkatkan aliran darah ke daerah-daerah yang penting, berperan dalam merangsang belajar. Hasil studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara otak kecil dan memori, persepsi spasial, perhatian bahasa, emosi, isyarat non-verbal dan kemampuan anak dalam pengambilan keputusan.

Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Prestasi Belajar

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 105 anak (responden), didapat bahwa prestasi belajar sebagian besar anak (41%) berada dalam kategori baik. Konsumsi energi sebagian besar (59.1%) anak dan protein pada sebagian besar (41.9%) anak sudah memenuhi kebutuhan energi protein yang dianjurkan. Sebagian besar anak berada dalam kategori kurang vitamin B1 (95.2% anak), vitamin B2 (85.7% anak) dan vitamin B12 (75.2%). Begitu pula dari hasil penelitian berdasarkan kecukupan mineral, sebagian besar anak berada dalam kategori kurang kalsium (47.6% anak), seng (79% anak) dan besi (71.4% anak), sedangkan status gizi sebagian besar anak berada dalam kategori normal (82.9% anak pada indikator BB/U, 88.6 % anak pada indikator TB/U, dan 72.4% anak pada indikator BB/TB (Minatun 2011).

(33)

16

3. KERANGKA PEMIKIRAN

Gaya hidup yang mengarah pada sedentary lifestyle menyebabkan penurunan aktivitas fisik. Dewasa ini, perkembangan ilmu dan teknologi menyebabkan kemudahan akses dalam segala hal, termasuk hiburan maupun makanan. Semua kemudahan yang ada memicu perilaku sedentary lifestyle. Perkembangan akses internet, mobile phone, game online, menyebabkan anak tidak perlu keluar rumah untuk berkomunikasi maupun bermain dengan temannya. Kondisi ini menyebabkan rendahnya pengeluaran energi. Selain itu, pola konsumsi anak lebih mengarah pada pola makan yang kurang sehat. Pola makan anak lebih banyak mengarah pada makanan yang padat kalori dan tinggi lemak. Penurunan aktivitas fisik yang dibarengi dengan konsumsi makanan tinggi kalori dan lemak dapat memicu kegemukan pada anak.

Penurunan aktivitas fisik dapat menyebabkan ruang gerak anak terbatas sehingga otot-ototnya tidak terlatih. Penurunan aktivitas fisik menyebabkan berkurangnya kekuatan, kelenturan, tenaga aerobik, dan keterampilan atletik yang merupakan komponen kebugaran seseorang, sehingga dapat menyebabkan rendahnya tingkat kebugaran seseorang. Rendahnya aktivitas fisik pada anak gemuk dan obesitas menyebabkan kebugaran yang rendah karena ototnya tidak terlatih. Kebugaran anak laki-laki obesitas cenderung lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tidak obes. Kebugaran wanita yang mengalami kegemukan lebih rendah dibandingkan wanita tidak gemuk yang berusia 7-17 tahun. Remaja yang aktif memiliki tingkat kebugaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja yang kurang aktif. Penelitian di Inggris menunjukkan adanya korelasi positif yang bermakna antara aktivitas fisik dan kesegaran jasmani pada anak berusia 8-10 tahun.

Pengalaman aktivitas fisik berkaitan dengan perkembangan gerak yang juga berkaitan dengan perkembangan kognitif seseorang. Teori Piaget menjelaskan bahwa salah satu tahapan perkembangan manusia adalah tahap sensorimotor. Teori ini menjelaskan bahwa kemampuan intelektual seseorang berkembang dari perilaku gerak. Melalui gerak seseorang akan berfikir dan hal ini dapat mendorong pengembangan kemampuan intelektual seseorang. Penurunan kognitif terjadi sejalan dengan penurunan aktivitas fisik dan aerobic fitness serta peningkatan massa tubuh dan konsumsi energi. Dengan demikian, kemampuan intelektual anak yang mengalami kegemukan diduga lebih rendah dibandingkan anak yang status gizinya normal.

Teori gerak Kephart menjelaskan bahwa gerak telah terbukti meningkatkan kemampuan dan ferforma akademik seseorang. Rendahnya kemampuan belajar adalah akibat integrasi panca indra yang lemah. Integrasi panca indra merupakan langkah kritis dalam proses persepsi gerak. Integrasi tersebut dapat dipelajari dari kebiasaan-kebiasaan gerak yang dilakukan.

(34)

17 Konsumsi zat gizi secara tidak langsung memengaruhi prestasi belajar anak. Konsumsi zat gizi yang cukup dapat memenuhi pertumbuhan dan perkembangan otak. Seseorang yang terpenuhi kebutuhan zat gizinya memungkinkan memiliki prestasi akademik yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang yang kekurangan gizi. Konsumsi zat gizi seseorang dipengaruhi oleh karakteristik keluarga seperti jumlah anggota keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, serta pendapatan orang tua. Skema kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan dalam Gambar 1:

Gambar 1 Skema kerangka pemikiran kaitan antara aktivitas fisik, kebugaran, dan prestasi belajar anak sekolah dasar di Kota Bogor

(35)

18

4. METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian observasional analitik dengan menggunakan desain studi cross sectional karena dilakukan untuk mengetahui hubungan antara exposure (aktivitas fisik, kebugaran) dan outcome (prestasi akademik) yang ada di masyarakat tertentu pada waktu tertentu. Desain studi cross sectional menggunakan pendeketan point time dimana penyebab dan efek diobservasi pada saat yang sama. Pengambilan data dilakukan hanya sekali dan digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan dan menilai hubungan antara variabel-variabel yang digunakan.

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD yang terletak di Kota Bogor, dengan pertimbangan bahwa jumlah anak yang mengalami kegemukan banyak terdapat di Kota Bogor. Penelitian ini dilakukan di dua SD yang yaitu SD Bina Insani dan SD Insan Kamil. Pemilihan sekolah-sekolah tersebut sebagai tempat penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa kondisi sosial ekonomi menengah ke atas sehingga jumlah anak yang mengalami kegemukan cukup banyak serta alasan sudah pernah bekerja sama dengan IPB. Hasil penelitian Suryaalamsyah (2009) menunjukkan bahwa prevalensi kegemukan pada anak kelas 4 dan 5 di SD Bina Insani sebanyak 18.4%. Prevalensi anak obesitas kelas 4 dan 5 di SD Insan Kamil adalah 15.1% (Pramudita 2011).

Waktu Penelitian

Persiapan penelitian meliputi pemilihan lokasi dan sasaran, persiapan proposal, pembuatan kuesioner, uji coba kuesioner, dan pengambilan data di lapangan. Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan yaitu pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2013.

Teknik Pemilihan Sampel

(36)

19 Populasi dalam penelitian ini adalah anak-anak kelas V yang ada di SD Bina Insani dan SD Insan Kamil. Jumlah anak kelas V di SD Bina Insani adalah sebanyak 117 anak, sedangkan jumlah anak kelas V di SD Insan Kamil adalah 184. Contoh dipilih secara purposive berdasarkan kesediaan dari pihak sekolah dan anak untuk mengikuti penelitian ini. Kriteria inklusi sampel yaitu contoh terdaftar sebagai anak sekolah tersebut, tidak memiliki penyakit seperti asma, dan tergolong status gizi gemuk (termasuk obes dan overweight) dan status gizi normal. Anak dikategorikan kegemukan apabila IMT/U +1 SD < Z ≤ +2 SD dan IMT/U >+2 SD, serta normal apabila IMT/U -2 SD < Z ≤ +1 SD (Kemenkes 2011). Anak yang bersedia menjadi sampel di SD Insan Kamil sebanyak 60 anak dan anak yang bersedia menjadi sampel di SD Bina Insani sebanyak 48 anak, sehingga jumlah total contoh sebanyak 108 anak.

Pertimbangan penggunaan kriteria inklusi adalah untuk menghindari terjadinya bias seleksi karena adanya kemungkinan pengaruh yang berbeda dari status gizi yang berbeda terhadap aktivitas fisik, kebugaran, dan prestasi akademik. Jumlah minimum sampel dihitung dengan rumus pendugaan proporsi sebagai berikut: Proporsi anak sekolah dasar gemuk sebesar 7.7% (Hermina dan Jahari 2007).

Presisi Mutlaq

n = Jumlah minimum sampel yang diambil 1-α = 95% (peluang)

P = 7.7% proporsi anak sekolah dasar gemuk di Kota Bogor d = Kesalahan yang dapat ditaksir (presisi=0.05)

Jumlah minimum sampel diperoleh sebagai berikut:

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik sosial ekonomi orang tua, data karakteristik anak, aktivitas fisik 2x24 jam di hari sekolah dan hari libur, data status gizi, konsumsi pangan 2x24 jam pada hari sekolah dan hari libur, serta kebugaran (physical fitness). Data sekunder meliputi data mengenai gambaran umum lokasi penelitian dan jumlah anak SD di Kota Bogor, data prestasi belajar yaitu tes hasil belajar terakhir siswa. Jenis dan cara pengumpulan data secara rinci disajikan pada Tabel 9.

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik. Data karakteristik sosial ekonomi orang tua, karakteristik anak, aktivitas fisik 2x24 jam

n = p(1-p) Z2α/2 d2

n = p(1-p) Z2α/2 d2

n= 0.077 (0.915)(1.96)2 (0.05)2

(37)

20 anak di hari sekolah dan hari libur, dan konsumsi zat gizi, diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Data kebugaran (physical fitness) diukur dengan melakukan observasi menggunakan panduan (Nurhassan & Cholil 2007). Data status gizi anak diambil dengan mengukur secara langsung tinggi badan contoh menggunakan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm, dan data berat badan anak diukur menggunakan timbangan berat badan merk Camry. Pengkategorian status gizi anak berdasarkan IMT/U standar (Kemenkes 2011). Data sekunder terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian, jumlah anak kelas V, serta tes hasil belajar terakhir, diperoleh dari sekolah yang bersangkutan serta melalui penelusuran literatur.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang didapatkan di lapangan diolah dengan menggunakan beberapa tahapan yaitu penyusunan kode untuk memudahkan proses entry data, pembersihan data/cleaning data untuk menghindari kesalahan dalam memasukan data, skoring terhadap nilai tingkat aktivitas fisik anak, kebugaran, serta kategorisasi terhadap data skor, analisis deskriptif, uji Chi Square, analisis pengaruh, serta uji beda (independen t-tes). Analisis korelasi dilakukan untuk menilai hubungan antara variabel (status gizi, aktivitas fisik, kebugaran, konsumsi pangan, dan prestasi belajar). Analisis pengaruh digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kebugaran dan prestasi belajar. Uji beda dilakukan untuk melihat perbedaan variabel antara kelompok status gizi normal dan kegemukan.

Data karakteristik sosial ekonomi orang tua yang dikumpulkan terdiri dari jumlah anggota keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, serta pendapatan orang tua. Pengkategorian besar anggota keluarga mengacu pada BKKBN (1998), yaitu keluarga kecil apabila jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang, keluarga sedang 5-6 orang, serta keluarga besar apabila jumlah anggota keluarga ≥ 7 orang. Data pendidikan orangtua dikategorikan menurut jenjang pendidikan yang pernah diperoleh yaitu tidak sekolah, SD, SMP, SMA, dan Sarjana yang kemudian dianalisis secara deskriptif. Data pekerjaan orang tua dikategorikan menjadi tidak bekerja/ibu rumah tangga, PNS/TNI/POLRI, karyawan swasta, buruh, wiraswasta/pedagang, jasa, dan lainnya.

(38)

21 setiap kegiatan tersebut. Aktivitas fisik yang dilakukan seseorang dinyatakan dalam tingkat aktivitas fisik atau Physical Activity Level (PAL).

Berikut adalah cara perhitungan aktivitas fisik menurut FAO/WHO/UNU (2001):

Keterangan:

PAL : Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik)

PAR : Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)

Menurut FAO (2001), tingkat aktivitas fisik dikategorikan menjadi tiga, yaitu ringan (1.40-1.69), sedang (1.70-1.99), serta berat (2.00-2.40). Nilai PAR setiap kegiatan anak mengacu pada nilai PAR remaja dan orang dewasa (FAO/WHO/UNU 2001).

Data konsumsi pangan diperoleh dengan cara food recall 2x24 jam, kemudian dikonversikan ke dalam energi dan zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994), rumus konversi adalah sebagai berikut:

Keterangan:

Kei : Kandungan energi dari bahan makanan i yang dikonsumsi (g) Bi : Berat bahan makanan i yang dikonsumsi (g)

Gi : Kandungan energi dalam 100 g BDD bahan makanan BDDi : Persen bahan makanan yang dapat dimakan (% BDD)

Tingkat kecukupan zat gizi untuk energi dan protein memperhitungkan berat badan aktual dan berat badan ideal yang ada pada tabel Angka Kecukupan Gizi (AKG). Berikut ini adalah rumus perhitungannya:

Keterangan:

AKP : Angka kecukupan protein (g) Ba : Berat badan aktual (Kg) Bs : Berat badan rujukan (Kg)

AKGi : Angka kecukupan energi yang dianjurkan AKGj : Angka kecukupan protein yang dianjurkan

Menurut Depkes (1996), berikut cut off point tingkat kecukupan defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), kurang (<90%), cukup (90-119%), dan lebih (≥120%) (Kemenkes 1996).

PAL = Σ(PAR x alokasi waktu tiap aktivitas) 24 jam

Kei = Bi x BDDi x Gi 100 100

(39)

22 Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994), tingkat konsumsi zat gizi dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

TKGi : Tingkat kecukupan zat gizi i Ki : Konsumsi zat gizi i

AKGi : Kecukupan zat gizi i yang dianjurkan

Data prestasi belajar diperoleh dari nilai tes hasil belajar akhir pada semester ganjil. Menurut Syah (2010), penilaian prestasi belajar dikategorikan menjadi 4, yaitu sangat baik (80-100), baik (70-79), cukup (60-69), kurang (50-59). Data status gizi anak dikategorikan dengan menggunakan acuan Indeks Massa Tubuh/Umur menurut (Kemenkes 2011) sebagaimana disajikan dalam Tabel 2.

Data mengenai karakteristik sosial ekonomi, karakteristik anak menggunakan analisis statistik deskriptif. Selain analisis deskriptif, dilakukan juga analisis statistik inferensia dengan menggunakan program Microsoft Excell 2007 dan SPSS 16 for Windows untuk melihat korelasi atau hubungan antar variabel yang diteliti serta faktor yang memengaruhi kebugaran dan prestasi belajar anak. Berikut ini adalah analisis yang dilakukan:

1. Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi orang tua dan karakteristik anak sekolah dasar kegemukan dan normal.

2. Mengkaji perbedaan tingkat aktivitas fisik, kebugaran, dan prestasi belajar anak kegemukan dan normal.

3. Menganalisis hubungan aktivitas fisik dengan status gizi. 4. Menganalisis hubungan aktivitas fisik dengan kebugaraan. 5. Menganalisis hubungan status gizi dengan kebugaran.

6. Menganalisis konsumsi anak dan tingkat kecukupan zat gizi anak sekolah dasar kegemukan dan normal.

7. Menganalisis hubungan antara konsumsi zat gizi dengan status gizi anak sekolah dasar kegemukan dan normal.

8. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kebugaran dan prestasi belajar anak kegemukan dan normal.

Gambar

Tabel 1 Angka kecukupan gizi anak usia sekolah
Gambar 1 Skema kerangka pemikiran kaitan antara aktivitas fisik, kebugaran, dan
Tabel 7 Penilaian tes lari 600 meter
Tabel 9 Jenis dan cara pengumpulan data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Brand Association sepatu olah raga dengan merek Nike menurut pengguna sepatu olah raga adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan. pengguna sepatu olah raga mengenai sepatu

produksinya, ia harus menentukan besarnya kapasitas pabrik (plan size) yang akan meminimumkan biaya produksi dalam analisis ekonomi kapasitas pabrik dapat

Pengaruh Manajemen Karir Terhadap Motivasi Berprestasi Karyawan Hotel Grand Royal Panghegar Bandung.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

First, it is suggested to the English teacher to apply team word-webbing technique because it can motivate the students to learn and make students’ learn to

Faktor Dorongan dan Halangan Penggunaan Bahan Bantu Mengajar oleh Guru Pendidikan Islam di Sekolah Bestari ( Motivation Factors and Obstacles use of teaching aids by the

[r]

Berdasarkan permasalahan dan pengolahan data hasil penelitian, maka dinyatakan bahwa secara umum terdapat pengaruh antara motivasi berprestasi, minat dan sikap terhadap

This paper focuses on technical overview of currently available distributed computing environments, as well as GIS data (raster data) partitioning, distribution and