• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Perception Imbalance and The Indicator Comprehension of Sustainable Development in Regional Planning of Sukabumi, West Java Province.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Perception Imbalance and The Indicator Comprehension of Sustainable Development in Regional Planning of Sukabumi, West Java Province."

Copied!
406
0
0

Teks penuh

(1)

IRMA RAHMANIAH

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kesenjangan Persepsi dan Pemahaman Indikator Pembangunan Berkelanjutan dalam Perencanaan Wilayah di Kota Sukabumi, Provinsi Jawa Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tulisan ini.

Bogor, Januari 2012

Irma Rahmaniah

(3)

Comprehension of Sustainable Development in Regional Planning of Sukabumi, West Java Province. Under direction of ERNAN RUSTIADI and FREDIAN TONNY NASDIAN

The purpose of the development is to increase the society prosperity can’t be avoided by the nature resources using: however nature resources exploitation which less attention to the capability and environment support make it’s qua lity decline. Sustainable development must be put as a need and now and future aspiration. Thus, the human right as economy, social and culture right, and development right is able to assist to make the development concept formula orientation continuity clear. The purpose of sustainable development could be achieved if the development planning has been got by the continuity principle of it, beside it should be understood/comprehended by the whole sides because it will participate both in planning and its application. Sukabumi is one of the city which rate growth of population getting increase. The rate of growth population about 1,31% pe annum, so it should be anticipated because the large of Sukabumi is only 4.800,23 Ha. Although Sukabumi is not too large but the population grow fastest. If there is no wise arrangement it will appear the ecological suicide like worried by Simonds (1986). Thus, the generation needed should be anticipated optimally by consideration the future needed. The continuity and balance city planning should be begun from the same perception and stakeholder or society comprehension in Sukabumi. The research purpose are following: 1) identify the perception and the comrehension of sustainable development principle from stakeholder and society in Sukabumi, 2) identify the sustainable development principle in planning document in Sukabumi, 3) analysis the indicator achievement of sustainable development, 4) analysis if there is an imbalance/gaps or not among the research result 1, 2, and 3. The result of research indicated that there is a perception imbalance and comprehension in indicator of sustainable development not only from stakeholder and society but also in planning document in Sukabumi. Imbalance indicated that it should be a performance increased in improving the actual performance, so that it seems like a feedback for getting better on future. The result of research indicated that the sustainable development principle has not become mainstreaming in planning document in sukabumi. However in Sukabumi there was an indicator achievement of sustainable development conspicuous than others city such as in education, health and water resources theme.

(4)

Pembangunan Berkelanjutan dalam Perencanaan Wilayah di Kota Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh ERNAN RUSTIADI dan FREDIAN TONNY NASDIAN.

Pembangunan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam; namun eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Pembangunan berkelanjutan harus diletakkan sebagai kebutuhan dan aspirasi manusia kini dan masa depan. Karena itu hak-hak asasi manusia seperti hak-hak ekonomi, sosial, budaya, dan hak atas pembangunan dapat membantu memperjelas arah dan orientasi perumusan konsep pembangunan yang berkelanjutan.

Tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan hanya dapat dicapai apabila perencanaan pengembangan suatu wilayah telah dijiwai oleh prinsip keberlanjutan dari suatu pembangunan yang tentunya harus dipahami oleh semua pihak karena akan berperan dan turut serta baik dalam perencanaan maupun pelaksanaannya.

Kota Sukabumi merupakan suatu kota yang terus meningkat jumlah penduduknya, dimana rata-rata laju pertumbuhan penduduk Kota Sukabumi yaitu sebesar 1,31% tiap tahunnya. Laju pertumbuhan yang relatif besar ini merupakan suatu hal yang harus diantisipasi mengingat luas lahan di Kota Sukabumi hanya

Perencanaan wilayah yang bertujuan mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan seimbang haruslah dimulai dari adanya persamaan persepsi dan pemahaman stakeholder dan masyarakat di Kota Sukabumi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi persepsi dan pemahaman stakeholder dan masyarakat di Kota Sukabumi, (2) mengidentifikasi prinsip pembangunan berkelanjutan dalam dokumen perencanaan di Kota Sukabumi, (3) menganalisis

ketercapaian indikator pembangunan berkelanjutan di Kota Sukabumi dan (4) menganalisis ada/tidaknya kesenjangan antara hasil penelitian 1, 2 dan 3.

4.800,23 Ha. Walaupun lahan di Kota Sukabumi tidak begitu luas, namun pembangunan di kota ini berkembang dengan pesatnya. Perubahan penggunaan

lahan menjadi lahan terbangun secara signifikan terus meningkat di Kota Sukabumi. Apabila tidak ada langkah bijaksana dalam pembangunan di kota

ini, maka apa yang dikhawatirkan oleh Simonds (1986), yaitu ‘ecological

suicides’ atau bunuh diri ekologis dapat terjadi. Oleh sebab itu, maka mengantisipasi kebutuhan generasi sekarang dengan optimal dengan mempertimbangkan kebutuhan generasi yang akan datang merupakan pemikiran yang harus dipadukan dalam perencanaan di wilayah ini.

(5)

demikian terdapat ketercapaian indikator pembangunan berkelanjutan di Kota Sukabumi yang menonjol dibandingkan dengan wilayah yang lebih luas

(Provinsi Jawa Barat) yaitu tema pendidikan, tema kesehatan dan tema sumber daya air.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan lirik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

IRMA RAHMANIAH

TESIS

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MAGISTER SAINS

Pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Nama : Irma Rahmaniah

NRP : A156100234

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ernan Rustiadi,M.Agr.

Ketua Anggota

Ir. Fredian Tonny,MS.

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB

Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr. Ir. Santun R. P. Sitorus Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

(10)

Sebuah karya yang kuperuntukkan bagi orang-orang yang kukasihi dan mengasihiku :

Suamiku tercinta Andri Zaenal Sadikin dan kedua putraku tersayang: Muhammad Iqbal Husaini dan Fauzhan Rafa Firdaus, terimakasih atas

(11)

Segenap puja dan puji senantiasa terpanjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan hati,mata, lisan dan pikiran kepada manusia. Salam atas semua utusan-Nya yang suci, para penyeru tauhid dan keadilan, terutama kepada yang paling mulia diantara mereka, yaitu Khatam al-Anbiya Muhamad Al Mustafa beserta keluarganya. Atas berkat rahmat dan karunia Allah SWT semata sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul Kesenjangan Persepsi dan Pemahaman Indikator Pembangunan Berkelanjutan dalam Perencanaan Wilayah di Kota Sukabumi.

Penelitian ini tidak terlepas dari peran dan dukungan berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis ucapkan sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr.Ir.Ernan Rustiadi,M.Agr. dan Bapak Ir.Fredian Tonny,MS. sebagai dosen pembimbing dengan kesabaran dan keikhlasannya telah meluangkan waktu untuk mengarahkan, membuka wawasan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

2. Ibu Dr.Ir.Laksmi Adriani Savitri,Msi., selaku dosen penguji luar atas

masukan dan sarannya.

3. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan

beasiswa yang diberikan kepada penulis.

4. Pemerintah Daerah Kota Sukabumi yang telah memberikan izin dan bantuan

kepada penulis untuk mengikuti program tugas belajar ini.

5. Segenap dosen dan staf manajemen Program Studi Perencanaan Wilayah IPB

yang telah mengajar dan membantu penulis selama mengikuti studi.

6. Terima kasih yang istimewa khusus disampaikan kepada suami tercinta Andri Zaenal Sadikin dan kedua anakku tersayang Muhammmad Iqbal Husaini dan Fauzhan Rafa Firdaus beserta seluruh keluarga, atas segala do’a, dukungan, kasih sayang, dan pengorbanannya.

7. Rekan-rekan seperjuangan PWL 2010 yang kompak dan bersemangat pantang

menyerah.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan baik moril maupun materiil selama studi dan penulisan tesis ini.

Manusia bukanlah makhluk yang sempurna, oleh sebab itu penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat dan menjadi barokah bagi kita semua.Amin Ya Robbal A’lamin.

Bogor, Januari 2012

(12)

Penulis dilahirkan di Kota Bandung, Jawa Barat pada tanggal 7 Agustus 1975 sebagai anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan

Drs.H.Aan Taqwa Ali Husein dan Ny.Hj.Neneng Siti Arfah (Almarhumah). Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SD Negeri Nanggeleng I Kota Sukabumi pada Tahun 1988. Kemudian penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri I Kota Sukabumi dan menyelesaikannya pada Tahun 1991.

Tahun 1994 penulis lulus dari SMA Negeri I Kota Sukabumi dan pada

tahun yang sama melanjutkan studi di Universitas Islam Bandung (Unisba) Kota Bandung. Penulis mengambil jurusan di Program Studi Perencanaan

Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Unisba. Penulis lulus dengan menyandang

gelar Sarjana Teknik (ST) pada Tahun 2000. Dua tahun kemudian, yaitu pada Tahun 2002 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Pemerintah Kota Sukabumi, mulai bekerja pada Bulan Maret Tahun 2003 dan

ditempatkan di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Sukabumi.

Pada Tahun 2009 penulis dipromosikan menduduki jabatan di

(13)
(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 6

1.3 Tujuan Penelitian... 14

1.4 Manfaat Penelitian... 15

1.5 Kerangka Pemikiran... 15

II TINJAUAN PUSTAKA... 17

2.1 Pembangunan Berkelanjutan sebagai Paradigma... 17

2.2 Sejarah Lahirnya Paradigma Pembangunan Berkelanjutan... 18

2.3 Konsep dalam Pembangunan Berkelanjutan... 19

2.4 Definisi Pembangunan Berkelanjutan... 20

2.5 Perencanaan dalam Pembangunan... 22

2.6 Definisi Wilayah... 25

2.7 Indikator Pembangunan Berkelanjutan... 26

2.7.1 Lingkungan yang Berkelanjutan dan Seimbang (Environmentally Sustainable/Ecological Balance... 29

2.7.2 Aspek Sosial yang Bertanggungjawab dan Berkembang (Socially Responsible/Social Progres)... 30

2.7.2 Pertumbuhan Ekonomi dan Berkelanjutan (Economically Viable/Economic Growth... 31

2.7.3 Kelembagaan Berkelanjutan (Institutional Sustainability)... 32

2.8 Kota yang Berkelanjutan (Sustainable City)... 33

III METODE PENELITIAN... 39

3.1 Tempat dan Waktu... 39

3.2 Metode Pengumpulan Data... 40

3.3 Bagan Alir Penelitian... 41

3.4 Metode Analisis Data... 41

3.4.1Analisis Deskriftif... 41

3.4.2 Statistika Deskriftif... 43

3.4.3 Analisis Persepsi dan Pemahaman... 43

3.4.4 Analisis Hirarki Proses/Analytic Hierarchy Process (AHP)... 48

3.4.4.1Substansi Kuisioner untuk Stakeholder... 52

3.4.4.2 Penentuan Struktur Hirarki untuk AHP... 53

3.4.5 Analisis Ketercapaian Indikator Berdasarkan Indeks Komposit... 56

(15)

3.4.5.2 Pemilihan Indikator Pembangunan Berkelanjutan

pada Penelitian... 61

3.4.6 Analisis Isi (Content Analysis)... 61

3.4.6.1 Penerapanan Analisis Isi pada Penelitian... 65

3.4.7 Analisis Kesenjangan (Gap Analysis)... 66

3.4.7.1 Analisis Kesenjangan (Gap Analysis) dan Pengukuran Kinerja... 68

IV PROFIL DAN PERENCANAAN WILAYAH DI KOTA SUKABUMI... 71

4.3.1.2 Ekonomi Kota Sukabumi dalam Lingkup Internal... 74

4.3.1.3 Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita di Kota Sukabumi... 75

4.3.1.4 Ekonomi tiap Kecamatan di Kota Sukabumi... 76

4.3.2 Ekonomi Sektoral... 78

4.3.2.1 Industri... 78

4.3.2.2 Perdagangan... 80

4.3.2.3 Pertanian... 81

4.3.2.4 Wisata... 81

4.3.2.5 Kondisi Aspek Transportasi... 82

4.4 Sosial dan Kependudukan... 83

4.4.1 Kependudukan... 83

4.4.2 Ketenagakerjaan... 85

4.5Kebijakan... 87

4.5.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Sukabumi Tahun 2005-2025... 87

4.5.2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Sukabumi Tahun 2008-2013... 89

4.6.2.1 Visi dan Misi... 89

4.6.2.2 Kebijakan dan Strategi... 90

4.5.3 Draft Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Sukabumi Tahun 2009-2029... 92

4.6.3.1 Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kota Sukabumi Kota Sukabumi Tahun 2009-2029...92

4.6.3.2 Rencana Struktur Ruang... 94

4.6.3.3 Rencana Pola Pemanfaatan Ruang... 95

(16)

V PERSEPSI STAKEHOLDER DAN MASYARAKAT DI KOTA SUKABUMI TENTANG PRINSIP PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN... 99

5.1 Persepsi dan Pemahaman Stakeholder di Kota Sukabumi tentang Prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan... 99

5.1.1 Persepsi dan Pemahaman Informan tentang Substansi Bagian Pertama... 100

5.1.2 Persepsi dan Pemahaman Informan tentang Substansi Bagian Kedua... 107

5.2 Persepsi dan Pemahaman Masyarakat di Kota Sukabumi tentang Prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan... 115

VI PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM DOKUMEN PERENCANAAN WILAYAH DI KOTA SUKABUMI... 127

6.1 Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dalam RPJPD Kota Sukabumi Tahun 2005 – 2025... 128

6.2 Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dalam Draft RTRW Kota Sukabumi Tahun 2009-2029... 133

VII KETERCAPAIAN INDIKATOR PEMBANGUNAN BERKELANJUTANDI KOTA SUKABUMI DAN ANALISIS KESENJANGAN... 138

7.1 Ketercapaian Indikator Pembangunan Berkelanjutan di Kota Sukabumi... 138

7.2 Kesenjangan Antara Persepsi dan Pemahaman Stakeholder dan Masyarakat , Dokumen Perencanaan dan Ketercapaian Indikator Pembangunan Berkelanjutan di Kota Sukabumi...144

7.2.1 Kesenjangan Antara Persepsi Stakeholders dan Persepsi Masyarakat... 144

7.2.2 Analisis Kesenjangan Antara Dokumen Perencanaan dengan Kondisi Eksisting di Kota Sukabumi... 145

7.2.3 Analisis Kesenjangan dalam Ketercapaian Indikator Pembangunan Berkelanjutan di Kota Sukabumi... 150

VIII KESIMPULAN DAN SARAN... 154

8.1 Kesimpulan... 154

8.2 Saran... 155

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Perkembangan dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Sukabumi Tahun 2005

– 2009... 5

2 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota Sukabumi Tahun 2009... 10

3 Pekiraan Emisi CO2 dari Konsumsi Energi menurut Sektor Pengguna di Kota Sukabumi Tahun 2009... 11

4 Jumlah Responden, Teknik Sampling, Metode Pengambilan Data dan Hasil yang diinginkan... 40

5 Tujuan Penelitian,Metode Analisis, Variabel, Sumber Data dan Output Penelitian... 42

6 Hasil Wawancara sebagai Kerangka Acuan Kuesioner... 46

7 Validitas Kuisoner... 48

8 Acuan Skala Kepentingan dalam Analisis Hierarki Proses... 51

9 Tingkat Konsistensi Substansi Kuisioner yang Diujikan... 55

10 Pemilihan Indikator Pembangunan Berkelanjutan Penelitian berdasarkan Indikator Pembangunan Berkelanjutan dari Commision Sustainable Development (CSD)... 62

11 Tahapan Prosedur Analisis Isi... 67

12 JumlahDesa dan Kelurahan diKota Sukabumi Tahun 2009... 72

13 Luas Tanah menurut Kecamatan dan Penggunaannya di Kota Sukabumi Tahun 2009 (Ha)... 73

14 PDRB Jawa Barat atas Dasar Harga Berlaku menurut Kabupaten/Kota (Termasuk Minyak dan Gas Bumi) Tahun 2006 – 2008... 75

15 Produk Domestik Regional Bruto Kota Sukabumi Atas Dasar Harga Konstant 2000 Tahun 2006-2009 (Juta Rupiah)... 79

16 Produk Domestik Regional Bruto Kecamatan Atas Dasar Harga Berlaku di Kota Sukabumi Tahun 2007-2009... 78

17 Jumlah Perusahaan Industri Besar/Sedang menurut Kecamatan di Kota Sukabumi Tahun 2009... 79

18 Perkiraan Beban Limbah Cair Industri Skala Menengah dan Besar di Kota Sukabumi Tahun 2009... 80

19 Panjang Jalan menurut Kewenangan di Kota Sukabumi Tahun 2010... 83

20 Perubahan Jumlah Penduduk menurut Jenis Mata Pencaharian di Kota SukabumiTahun 2005 dan Tahun 2009... 85

21 Kondisi Ketenagakerjaan di Kota Sukabumi Tahun 2009 (%)... 86

22 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kota Sukabumi Tahun 2009 (persen)... 87

23 Target Indikator Makro Pembangunan Kota Sukabumi Tahun 2008 – 2013... 93

24 Karateristik Informan... 99

(18)

26 Hasil Persepsi dan Pemahaman Informan tentang Dampak Pembangunan di

Kota Sukabumi... 101

27 Hasil Persepsi dan Pemahaman Informan tentang Program-programPembangunan di Kota Sukabumi... 101 28 Hasil Persepsi dan Pemahaman Informan tentang Kebutuhan Generasi Mendatang... 102

29 Hasil Persepsi dan Pemahaman Informan tentang Contoh Kasus Kebutuhan Generasi Mendatang... 103

30 Hasil Persepsi dan Pemahaman Informan tentang Ketercapaian Indikator Pembangunan Berkelanjutan di Kota Sukabumi... 104

31 Hasil Persepsi dan Pemahaman Informan tentang Ketercapaian Indikator Pembangunan Berkelanjutan dan Hubungannya dengan Program-program Pembangunan di Kota Sukabumi... 105

32 Definisi Pembangunan Berkelanjutan menurut Informan... 106

33 Hasil Gabungan Persepsi dan Pemahaman Informan tentang Prinsip Pembangunan Berkelanjutan... 106

34 Sintesis Bobot Pertimbangan tiap Informan dalam Aspek Lingkungan... 108

35 Sintesis Bobot Pertimbangan tiap Informan dalam Aspek Sosial... 108

36 Sintesis Bobot Pertimbangan Tiap Informan dalam AspekEkonomi... 109

37 Sintesis Bobot Pertimbangan Tiap Informan dalam Aspek Kelembagaan... 110

38 Sintesis Bobot Pertimbangan Seluruh Informan... 111

39 Hasil Pengolahan Horizontal AHP... 113

40 Urutan Preferensi Gabungan Informan... 114

41 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karateristik Responden di Kota Sukabumi (n = 60)... 116

42 Respon Masyarakat Kota Sukabumi terhadap Aspek Pembangunan di Kota Sukabumi... 118

43 Respon Masyarakat Kota Sukabumi terhadap Aspek Ketercapaian Pembangunan dan Dampak Pembangunan di Kota Sukabumi ... 119

44 Respon Masyarakat Kota Sukabumi terhadap Aspek Kepedulian Akan Masa yang Akan Datang di Kota Sukabumi... 120

45 Respon Masyarakat Kota Sukabumi terhadap Aspek Perencanaan Partisipatif di Kota Sukabumi... 121

46 Respon Masyarakat Kota Sukabumi terhadap Aspek Pembangunan Berkelanjutan di Kota Sukabumi... 122

47 Respon Responden Masyarakat terhadap Pernyataan-pernyataan Dalam Kuisioner... 123

48 Hasil Persepsi Masyarakat Kota Sukabumi tentang Prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan... 124

49 Hasil Pengkodean Pada Analisis Isi (Content Analysis) RPJPD Kota Sukabumi Tahun 2005-2025... 129

(19)

51 Interprestasi Hasil Analisis Isi (Content Analysis) RPJPD Kota Sukabumi Tahun 2005-2025... 132 52 Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dalam RPJPD Kota Sukabumi

Tahun 2005-2025... 132 53 Hasil Pengkodean Analisis Isi (Content Analysis) pada Draft RTRW Kota

Sukabumi Tahun 2009-2029... 134 54 Bahasan dalam RTRW Kota Sukabumi Tahun 2009-2029 yang Terkait

dengan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan... 135 55 Interprestasi Hasil Analisis Isi (Content Analysis) Draft RTRW

Kota Sukabumi Tahun 2009-2029... 136 56 Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dalam Draft RTRW Kota Sukabumi

Tahun 2009-2029... 137 57 Nilai Indeks Komposit dari Pencapaian Indikator Pembangunan Berkelanjutan

di Kota Sukabumi dan Provinsi Jawa Barat... 142 58 Ketercapaian Indikator Pembangunan Berkelanjutan yang Menonjol di

Kota Sukabumi terkait dengan Prinsip-prinsip Pembangunan

Berkelanjutan... 144 59 Kesenjangan Antara Persepsi Stakeholder dan Persepsi Masyarakat tentang

Prinsip Pembangunan Berkelanjutan... 145 60 Nilai Kesenjangan Antara Target dalam Tahapan Rencana Tahun

2008-2013 dengan Kondisi Eksisting Tahun 2009... 148 61 Kesenjangan Antara Hasil Persepsi Stakeholder dengan Hasil Analisis Isi

pada RPJPD Kota Sukabumi Tahun 2005-2025... 149 62 Kesenjangan Antara Hasil Persepsi Stakeholder dengan Hasil Analisis Isi

pada Draft RTRW Kota Sukabumi Tahun 2009-2029... 149 63 Kesenjangan Antara Hasil Persepsi Stakeholder dengan Hasil Analisis Isi

(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Penggunaaan Lahan di Kota SukabumiTahun 2005 dan

Tahun 2009(Ha)... 6

2 Peta Administrasi Kota Sukabumi Provinsi Jawa Barat... 8

3 Peta Orientasi Kota Sukabumi Provinsi Jawa Barat... 9

4 Nilai Investasi PMDN di Kota Sukabumi Tahun 2007-2010... 7

5 Jumlah Ijin Mendirikan Bangunan yang diterbitkan selama Tahun 2010 dan Tahun 2011 di Kota Sukabumi... 7

6 Perkembangan PDRB Kota Sukabumi dari Tahun 2006-2009... 10

7 Kerangka Pemikiran... 16

8 The Semantic of Sustainable Development... 20

9 Penjelasan Prinsip Equitas dalam Pembangunan Berkelanjutan... 27

10 Sistematika Konsep-konsep Wilayah... 29

11 Komunitas merupakan Jaringan Interaksi antara Lingkungan, Ekonomi dan Sosial... 28

12 Bagan Alir Tahapan Penelitian... 44

13 Suasana Wawancara untuk Membuat Kerangka Kuisioner... 47

14 Struktur Hirarki Tujuan Pembangunan Berkelanjutan... 54

15 Pengukuran Kinerja Pada Analisis Kesenjangan... 70

16 Luas Wilayah Kota Sukabumi menurut Kecamatan (Km2) Tahun 2009... 72

17 Persentase Kontribusi Kota Sukabumi dalam Pembentukan PDRB Provinsi Jawa Barat Tahun 2006 – 2008... 75

18 Perkembangan PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku di Kota Sukabumi dari Tahun 2006 – 2009... 79

19 Jumlah Perusahaan yang Memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan di Kota Sukabumi Tahun 2004-2009... 81

20 Perkembangan Penduduk Kota Sukabumi Tahun 2004 – 2009... 84

21 Perbandingan Jumlah Penduduk tiap Kecamatan pada Tahun 2005 Tahun 2010... 84

22 SuasanaPengambilanInformasidenganInforman... 115

23 SuasanaBerlangsungnyaPenyebaranKuisionerterhadapMasyarakatdi KotaSukabumi... 125

24 Kemacetan dan Berkurangnya Kualitas Lingkungan di Kota Sukabumi menjadi Dampak Pembangunan Negatif yang dirasakan oleh Masyarakat... 126

25 Persentase Isi Pesan yang Berkaitan dengan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan Pada RPJPD Kota Sukabumi Tahun 2005-2025... 131

26 Persentase Isi Pesan yang Berkaitan dengan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dalam RTRW Kota Sukabumi Tahun 2009-2029... 136

27 Ketercapaian 9 Tema Indikator Pembangunan Berkelanjutan di Kota Sukabumi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat... 143

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Kuisioner untuk Stakeholder... 162 2 Kuisioner untuk Masyarakat... 170 3 Perhitungan Indikator Pembangunan Berkelanjutan di Kota

Sukabumi...

175

4 Perhitungan Analisis Kesenjangan pada Hasil Kuesioner

Stakeholder... 178

5 Perhitungan Analisis Kesenjangan pada Hasil Kuesioner

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pembangunan menurut Kartasasmita (1994) yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”. Pembangunan adalah untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kualitas manusia yang terlebur dalam arus besar pembangunan untuk meningkatkan kualitas hidup.

Apabila cara pembangunan seperti sekarang ini berlangsung terus, merusak lingkungan, maka kelangsungan pembangunan itu sendiri terancam. Hal ini memungkinkan adanya peningkatan kesejahteraan generasi masa depan juga akan terganggu. Menurut Salim (1987), orang sekarang tidak lagi bicara tentang kecukupan kebutuhan pokok atau pemerataan, tetapi mulai bertanya tentang kualitas hidup apa yang dihasilkan oleh proses pembangunan ini. Kualitas hidup tersebut mencakup baik kualitas lingkungan tempat manusia bermukim, maupun kualitas diri manusia itu sendiri.

Rustiadi et al. (2009) menegaskan bahwa di masa sekarang dan yang akan datang diperlukan adanya pendekatan perencanaan wilayah yang berbasis pada hal-hal berikut : (i) sebagai bagian dari upaya memenuhi kebutuhan masyarakat untuk melakukan perubahan atau upaya untuk mencegah terjadinya perubahan yang diinginkan, (ii) menciptakan keseimbangan pembangunan antar wilayah, (iii) menciptakan keseimbangan pemanfaatan sumberdaya di masa sekarang dan masa yang akan datang (pembangunan berkelanjutan), dan (iv) disesuaikan dengan kapasitas pemerintah dan masyarakat untuk mengimplementasikan perencanaan yang disusun.

(23)

Adapun definisi pembangunan berkelanjutan berdasarkan pengertian dari World Commision on Environment and Development (WCED) pada Tahun 1987 yaitu pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi kini tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang untuk dapat memenuhi sendiri kebutuhan mereka. Definisi ini sangat berkaitan erat dengan intra-generational equity (memenuhi kebutuhan generasi kini secara merata) dan inter-generational equity

(memenuhi kebutuhan generasi kini dan generasi mendatang secara adil). Umat manusia memiliki kemampuan untuk menjadikan pembangunan ini

berkelanjutan (sustainable) - untuk memastikan bahwa pembangunan ini dapat mencukupi kebutuhan sekarang tanpa mengkompromikan kemampuan generasi mendatang untuk mencukupi kebutuhan mereka sendiri.

Konsep pembangunan berkelanjutan dikembangkan sejak KTT Bumi di Rio de Jeneiro, Brazil pada bulan Juni 1992. Hasil KTT Bumi tersebut adalah agenda 21 yaitu sebuah program global bagi pembangunan berkelanjutan yang mencakup dimensi pertumbuhan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan hidup (World bank, 2001). Konsep pembangunan keberlanjutan diamanatkan pula dalam Amandemen Undang-undang Dasar 1945 yaitu pasal 28 H ayat (1) dan pasal 33 ayat (4). Hal ini mempunyai arti bahwa pasal tersebut menjadi dasar dalam rumusan hukum tertinggi di Indonesia dan menunjukkan bahwa kebijakan-kebijakan pembangunan di Indonesia haruslah mengacu terhadap prinsip dalam pasal-pasal tersebut.

(24)

Ada beberapa indikator untuk menilai pembangunan berkelanjutan di suatu negara/kota. Hal ini seperti yang terdapat dalam Buku Indicators of Sustainable Development : Guidelines and Methodoligies - third edition ( United Nation Publicity, 2007) yang menyebutkan bahwa indikator penilaian keberlanjutan tersebut (yang dikeluarkan oleh Commission on Sustainable Development, United Nations) terdiri dari 14 tema utama dengan 44 sub tema, 50 indikator utama dan 46 indikator lain.

Indikator menjadi sesuatu yang penting karena indikator merupakan petunjuk yang memberikan indikasi tentang suatu keadaan dan merupakan refleksi dari keadaan tersebut, artinya dengan menggunakan indikator maka dapat berfungsi dalam mengklasifikasi sehingga mempermudah untuk membuat suatu keputusan atau kebijakan.

Penelitian yang terkait dengan pembangunan berkelanjutan telah banyak dilakukan. Purnomo (2002) melakukan pengkajian terhadap penerapan dari model persamaan struktural dalam melihat keterkaitan antar indikator pembangunan berkelanjutan di Pulau Jawa dan Luar Jawa. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa keberlanjutan dan ketidakberlanjutan pembangunan tergantung terhadap kondisi sumberdaya manusia-nya. Lain halnya dengan yang dilakukan Nurmalasari (2003) yang menerapkan metode analisis Procrustes dan autokorelasi spasial dalam melihat hubungan jarak kota dengan indikator pembangunan berkelanjutan yang ada di Provinsi Jawa Barat. Adapun hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa autokorelasi spasial mempunyai indikasi yang negatif terhadap sebagian besar pencapaian indikator pembangunan berkelanjutan di Provinsi Jawa Barat.

(25)

penelitian ini yaitu daftar pernyataan dan kerangka kerja yang efektif tentang indikator keberlanjutan dari para ahli berbagai bidang yang dikombinasikan dengan persepsi masyarakat yang disesuaikan dengan manfaat yang didapat sesuai kehidupan masyarakat sehari-hari.

Dalam aspek yang lain Surd et al. (2011) meneliti tentang solusi geo-spasial terhadap visi stratejik dan konsep perencanaan wilayah dan pembangunan berkelanjutan di Rumania. Adapun penelitiannya menunjukkan bahwa dalam pengembangan dan implementasi konsep kemitraan strategis perencanaan wilayah (baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang) identifikasi solusi geo-spasial yang sesuai, merupakan kunci faktor yang mendasari pelaksanaan kebijakan daerah yang diperlukan untuk menjamin kerangka kerja bagi pengembangan pembangunan berkelanjutan dan seimbang.

Counsell dan Haughton (2006) dalam penelitian yang lain menyebutkan bahwa penilaian keberlanjutan (sustainability appraisal) merupakan suatu teknik untuk mencapai tujuan dari ‘pembangunan berkelanjutan’ dalam suatu perencanaan wilayah. Penilaian keberlanjutan sekarang telah dipadukan dengan proses perencanaan wilayah dan bahkan prakteknya, hal ini merupakan refleksi dari perhatian pemerintah terhadap regulasi perencanaan menurut pandangan masing-masing terhadap pembangunan berkelanjutan. Menurut kedua peneliti tersebut, dengan penilaian berkelanjutan akan membantu dalam sistem perencanaan dengan transparansi dan partisipasi yang lebih besar. Kegagalan pemerintah dalam memperbaiki konflik ekonomi, sosial maupun lingkungan merupakan bukti ketidaktercapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.

(26)

tersebar luas. Meskipun masalahnya bukanlah semata-mata jumlah penduduk namun adalah distribusi sumberdaya; pembangunan berkelanjutan hanya dapat dicapai bila pembangunan demografi selaras dengan perubahan potensi produktif ekosistem (WCED, 1987).

Dalam pelaksanaan pembangunan, penduduk bukan hanya merupakan modal akan tetapi penduduk dapat menjadi beban pembangunan apabila tidak diarahkan kepada peningkatan kualitas sumberdaya manusianya. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan syarat penting tidak hanya untuk mengumpulkan pengetahuan dan kemampuan teknis, namun juga untuk menciptakan nilai-nilai baru untuk membantu individu dan bangsa keseluruhan dalam mengatasi realitas-realitas sosial, lingkungan dan pembangunan yang berubah cepat.

Tabel 1 Perkembangan dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Sukabumi Tahun 2005 – 2009

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Sukabumi,2011

Seiring dengan perkembangan jumlah penduduk, di Kota Sukabumi juga terjadi perubahan penggunaan lahan secara signifikan. Selama 5 (lima) tahun terdapat kenaikan luas lahan pekarangan dan rumah sebesar 5% sedangkan penggunaan lahan lainnya mengalami penurunan. Perbandingan penggunaan lahan antara Tahun 2005 dan Tahun 2009 di Kota Sukabumi dapat dilihat pada Gambar 1.

No. Tahun

Jenis Kelamin

Jumlah (Jiwa)

LPP (%)

Laki-laki

Perempuan

1 2005 136.673 136.205 272.878 1,37

2 2006 138.548 138.067 276.615 1,37

3 2007 140.413 139.956 280.369 1,36

4 2008 142.238 141.887 281.030 1,34

(27)

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Sukabumi,2011

Gambar 1 Penggunaaan lahan di Kota Sukabumi Tahun 2005 dan Tahun 2009

(Ha)

1.2 Perumusan Masalah

Kota Sukabumi berada pada posisi strategis karena berada diantara pusat pertumbuhan megaurban JABOTADEBEK dan BANDUNG RAYA, sehingga merupakan salah satu kawasan andalan dari 8 kawasan andalan di Jawa Barat (RTRW Jawa Barat) yang berpotensi selain memacu perkembangan wilayahnya juga mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah disekitarnya (hinterland). Untuk lebih jelas batas administrasi dan posisi Kota Sukabumi dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Sukabumi Tahun 2002 – 2011 yang ditetapkan oleh Peraturan Daerah Kota Sukabumi No.8 Tahun 2002

tentang RTRW Kota Sukabumi Tahun 2002 -2011 disebutkan bahwa terdapat 8 (delapan) fungsi Kota Sukabumi yaitu perumahan/permukiman, pemerintahan,

perdagangan dan jasa, koleksi dan distribusi, parawisata, pusat pengembangan industri, pusat pendidikan dan pusat.

Sesuai dengan visi pembangunan Kota Sukabumi Tahun 2005-2025 seperti yang termuat dalam RPJPD Kota Sukabumi Tahun 2005-2025 yaitu : “Terwujudnya Kota Sukabumi sebagai pusat pelayanan berkualitas bidang

Pekarangan &

Rumah Tegal/kebun Lain-lain

Kolam/tebat/e mpang

tahun 2005 1.891 293 201 97

tahun 2010 1.993 152 181 91

-500 1.000 1.500 2.000 2.500

L

u

as

L

ah

an

(

H

(28)

pendidikan, kesehatan dan perdagangan di Jawa Barat berlandaskan iman dan taqwa”, maka kota ini termasuk salah satu tujuan investasi dari luar daerah.

Nilai investasi di Kota Sukabumi relatif terus meningkat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.

Sumber : Kantor Penanaman Modal Kota Sukabumi,2011

Gambar 4 Nilai Investasi PMDN Di Kota Sukabumi Tahun 2007-2010

Investasi yang ditanamkan di suatu kota berkaitan erat dengan meningkatnya pembangunan fisik di kota tersebut., hal ini sesuai dengan kondisi di Kota Sukabumi, dimana pembangunan fisiknya terus meningkat (Gambar 5).

Sumber : Kantor Penanaman Modal Kota Sukabumi,2011

Gambar 5 Jumlah Ijin Mendirikan Bangunan yang diterbitkan selama Tahun 2010 dan Tahun 2011 di Kota Sukabumi

2007 2008 2009 2010

Investasi Per Tahun (Rp) 103.003.620.7 67.729.525.27 117.341.289.8 125.351.450.0 0,00

Tahun 2010 91 124 113 143

Tahun 2011 124 156 165

(29)

Gambar 2 Peta Administrasi Kota Sukabumi Provinsi Jawa Barat

(30)

Aspek ekonomi adalah salah satu aspek terpenting dalam menentukan indikator pembangunan wilayah. Diantara berbagai indikator ekonomi, indikator mengenai pendapatan masyarakat di suatu wilayah merupakan indikator yang terpenting. Salah satu ukuran produktivitas wilayah yang paling umum dan paling diterima secara luas sebagai standar ukuran pembangunan dalam skala wilayah dan negara yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau Gross Domestic Product (GDP).

Walaupun Redclift (1990) menyebutkan bahwa PDRB mempunyai keterbatasan, dimana ukurannya aktivitas ‘produktif’ yang disebutkan didalamnya berarti sempit, termasuk didalamnya aktivitas produktif dari rumah tangga karena banyak diantaranya dikerjakan oleh wanita dan anak-anak. PDRB merupakan ukuran dari aktivitas sektor ‘ formal’, meskipun dalam sektor utama (seperti pertanian) atau dalam industri dan jasa. Sedangkan sektor ‘informal’, dimana pasar eksis tetapi tidak sepenuhnya dilaporkan secara statistik, dan dengan apa masyarakat menghasilkan untuk konsumsi mereka sendiri tidak diperlihatkan dalam gambaran PDRB.

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Sukabumi dalam Buku tentang PDRB

Kota Sukabumi Per Kecamatan Tahun 2009 menyebutkan bahwa laju

pertumbuhan ekonomi Kota Sukabumi pada Tahun 2009 mencapai 6,14 persen sedangkan pada Tahun 2008 sebesar 6,11 persen. Kondisi tersebut menggambarkan pertumbuhan ekonomi pada tahun tersebut mengalami peningkatan sebesar 0,03 persen. Namun demikian pertumbuhan ekonomi Kota Sukabumi pada tahun tersebut masih diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yaitu sebesar 4,29 persen. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan perkembangan atau pertumbuhan riil perekonomian, atau dapat menggambarkan kinerja pembangunan dari suatu periode ke periode sebelumnya.

(31)

usaha yang menjadi sumber mata pencaharian penduduk terbanyak di Kota Sukabumi, yaitu sebagai buruh dan pedagang (setelah proporsi yang terbesar yaitu pelajar dan mahasiswa) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Sumber : Kota Sukabumi Dalam Angka Tahun 2010

Gambar 6 Perkembangan PDRB Kota Sukabumi Dari Tahun 2006-2009

Tabel 2 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota Sukabumi Tahun 2009

Pada dasarnya Kota Sukabumi memiliki sumberdaya alam yang terbatas, namun demikian kondisi alam yang ada menjadi salah salah satu modal dasar dalam pembangunan disamping sumber daya manusia (SDM) Kota Sukabumi. Kondisi alam yang dimiliki tetap dipertahankan agar tidak mengalami degradasi

- 1.000.000,00 2.000.000,00 3.000.000,00 PERTANIAN,PETERNAKAN,KEHUTAN…

PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK,GAS DAN AIR BESIH BANGUNAN PERDAGANGAN,HOTEL DAN … PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN,PERSEWAAN DAN JASA …

(32)

kualitasnya yang tentunya dapat merugikan Kota Sukabumi di masa-masa yang akan datang.

Kegiatan transportasi yang menggunakan kendaraan bermotor merupakan sumber utama penyebab terjadinya pencemaran udara di Kota Sukabumi yaitu dengan dihasilkannya gas buangan berupa CO, NO2, Hidrokarbon dan SO2 yang

merupakan parameter-parameter penting akibat aktivitas ini. Unsur-unsur tersebut adalah bahan logam timah yang ditambahkan kedalam bensin berkualitas rendah untuk meningkatkan nilai oktan guna mencegah terjadinya letupan pada mesin. Udara yang tercemar dengan partikel dan gas ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang berbeda tingkatan dan jenisnya, tergantung dari macam, ukuran dan komposisi kimiawinya. Gangguan tersebut terutama terjadi pada fungsi faal dari organ tubuh, paru-paru, susunan saraf pusat dan pembuluh darah juga menyebabkan iritasi pada mata dan kulit. Meskipun kualitas udara di Kota Sukabumi pada tiga titik lokasi pengujian masih dibawah ambang batas yang disyaratkan seperti yang diperlihatkan pada Tabel 3 , akan tetapi hal ini tetaplah harus diantisipasi, sehingga tidak menjadi masalah dikemudian hari.

Tabel 3 Pekiraan Emisi CO2

No.

dari Konsumsi Energi menurut Sektor Pengguna di Kota Sukabumi Tahun 2009

Sektor Pengguna

Energi Konsumsi Energi

Emisi CO2 (Ton/Tahun)

1. Transportasi 905.400 10.500

2. Industri 5.400 33

3. Rumah Tangga 94.400 704

Total 1.005.200 11.237

Sumber : Buku Satuan Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota Sukabumi Tahun 2009

Menurut Buku Resume RPJMD Kota Sukabumi Tahun 2008-2013, kondisi sumberdaya alam dan lingkungan hidup dalam hal ini sungai di Kota Sukabumi kondisinya semakin memprihatinkan, terutama pada pemukiman-pemukiman padat di sepanjang bantaran sungai. Masyarakat Kota Sukabumi banyak yang masih membuang sampah dan tinja ke sungai. Kondisi tersebut merupakan salah satu penyebab banjir pada musim hujan.

(33)

mempunyai kebiasaan membuang sampah ke sungai. Hal ini erat kaitannya dengan perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat. Kondisi ini salah satunya disebabkan pula oleh kurang tersedianya sarana dan prasarana Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) di lokasi-lokasi tertentu di kota.

Terkait dengan pembangunan perkotaan, maka kota yang menganut paradigma pembangunan berkelanjutan dalam rencana tata ruangnya merupakan suatu kota yang nyaman bagi penghuninya, dimana akses ekonomi dan sosial budaya terbuka luas bagi setiap warganya untuk memenuhi kebutuhan dasar maupun kebutuhan interaksi sosial warganya serta kedekatan dengan lingkungannya.

Simonds dalam Budiharjo dan Sujarto (1999) mengingatkan bahwa kita agar berhati-hati dalam mengelola kota dan lingkungan binaan manusia. Disebutkan bahwa para pengelola kota bersama kalangan pengusaha, dan masyarakat luas sedang bersama-sama melakukan apa yang disebutnya dengan ‘ecological suicide’ atau bunuh diri ekologis. Prakiraan tentang anatomi kota masa depan memang sulit dilakukan, mengingat banyaknya aktor-aktor pembangunan yang terlibat. Menurut Budihardjo dan Sujarto (1999) kota masa depan yang diinginkan yaitu wajah kota yang humanopolis.

Kota humanopolis yaitu pembangunan kota dengan wajah kota yang ditentukan sendiri sepenuhnya oleh warganya. Keterlibatan warga kota dalam pembangunan kota yang berwajahkota yang berwajah manusia tidak sekadar terbatas pada pemberian informasi, penyelenggaraan diskusi dan konsultasi, tetapi sudah sampai pada tahap citizen power. Rakyatlah yang lebih menentukan wajah kota masa depan.

Kota yang berkelanjutan adalah suatu daerah perkotaan yang mampu berkompetisi secara sukses dalam pertarungan ekonomi global dan mampu merpertahankan vitalitas budaya serta keserasian lingkungan. Keberlanjutan pada hakikatnya adalah suatu etik, suatu perangkat prinsip-prinsip, dan pandangan masa depan. Konsep kota yang berkelanjutan merupakan suatu konsep global yang kuat yang diekspresikan dan diaktualisasikan secara lokal.

(34)

adanya jenis capital stock yaitu natural capital stock (berupa segala sesuatu yang disediakan oleh alam); human-made capital stock (antara lain dalam wujud investasi dan teknologi); human capital stock (berupa sumberdaya manusia dengan segenap kemampuan, keterampilan dan perilakunya); dan social capital stock (berupa organisasi sosial, kelembagaan atau institusi.

Konsep kota yang berkelanjutan haruslah sudah dipikirkan oleh segenap pelaku pembangunan yang terlibat dalam pembangunan perkotaan. Kota harus berkembang terus secara berkelanjutan, melalui saling kebergantungan dan saling mendukung secara resiprokal antara elemen alam dan elemen buatan manusia. Untuk mewujudkan impian menjadi kota yang berkelanjutan, maka persepsi dan pemahaman segenap pelaku pembangunan termasuk masyarakat tentang prinsip pembangunan berkelanjutan itu sendiri haruslah sama. Apabila prinsip pembangunan berkelanjutan sudah dipahami oleh pelaku pembangunan dengan proses perencanaan partisipatif atau bersama-sama, maka dokumen perencanaan yang merupakan hasil penyusunan bersama pelaku pembangunan pun akan terjiwai oleh prinsip pembangunan berkelanjutan. Tercapainya prinsip pembangunan berkelanjutan pada suatu daerah dapat diukur melalui ketercapaian indikator pembangunan berkelanjutan di daerah tersebut.

Oleh sebab itu maka penelitian yang akan dilakukan merupakan upaya dalam mengidentifikasi sejauhmana persepsi stakeholder dan masyarakat di Kota Sukabumi sebagai pelaku pembangunan mengenai pembangunan berkelanjutan serta mengkaji pencapaian indikator pembangunan berkelanjutan di Kota Sukabumi. Penelitian ini juga akan melihat sejauhmana prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan menjiwai terhadap dokumen perencanaan wilayah yang telah ada.

Dari penelitian tersebut diharapkan dapat menganalis apakah terjadi kesenjangan/gap antara persepsi stakeholder dan masyarakat tentang pembangunan berkelanjutan, ketercapaian indikator pembangunan berkelanjutan

(35)

Memperhatikan uraian latar belakang dan perumusan masalah di atas, ada beberapa pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana persepsi dan pemahaman stakeholder di Kota Sukabumi tentang prinsip pembangunan berkelanjutan?

2. Sejauhmana prinsip pembangunan berkelanjutan telah diterapkan pada dokumen perencanaan di wilayah Kota Sukabumi?

3. Sampai sejauh mana ketercapaian indikator pembangunan berkelanjutan yang ada di Kota Sukabumi?

4. Sampai sejauh mana kesenjangan/gap antara persepsi dan pemahaman stakeholder di Kota Sukabumi tentang prinsip pembangunan berkelanjutan, realita ketercapaian indikator pembangunan berkelanjutan di Kota Sukabumi dengan dokumen perencanaan wilayahnya?

1.3 Tujuan Penelitian

Apabila membaca uraian permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu :

1. Mengidentifikasi persepsi dan pemahaman stakeholder dan masyarakat di Kota Sukabumi tentang prinsip pembangunan berkelanjutan .

2. Mengidentifikasi prinsip pembangunan berkelanjutan yang ada dalam dokumen perencanaan di Kota Sukabumi (khususnya draft RTRW Kota Sukabumi Tahun 2009-2029 dan RPJPD Kota Sukabumi Tahun 2005-2025 ).

3. Menganalisis ketercapaian indikator pembangunan berkelanjutan di Kota Sukabumi.

(36)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna dalam memberikan masukan dan informasi sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Kota Sukabumi dalam perumusan perencanaan pembangunan di wilayahnya.

1.5 Kerangka Pemikiran

Pembangunan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam; namun eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Pembangunan berkelanjutan harus diletakkan sebagai kebutuhan dan aspirasi manusia kini dan masa depan. Oleh sebab itu, maka hak-hak asasi manusia seperti hak-hak ekonomi, sosial, budaya, dan hak atas pembangunan dapat membantu memperjelas arah dan orientasi perumusan konsep pembangunan yang berkelanjutan.

(37)

Adapun kerangka pemikiran penelitian ini yaitu dapat dilihat pada

Gambar 7 .

Gambar 7 Kerangka Pemikiran

Paradigma Pembangunan Berkelanjutan

Economic Growth

Social Progress

Ecological Balance

Institutional Sustainability

Ketercapaian Indikator Pembangunan Berkelanjutan

Stakeholder dan masyarakat

Perencanaan Wilayah

Pembangunan Yang Seimbang dan Berkelanjutan

P

er

enc

ana

an

P

ar

ti

si

p

at

if

(38)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan Berkelanjutan sebagai Paradigma

Paradigma berasal dari bahasa Yunani yang mempunyai arti model, kerangka kerja, patern atau pun contoh. Menurut Kuhn dalam Bratakusumah (2011). Paradigma adalah suatu kerangka kerja dari asumsi dasar ; termasuk standar-standar untuk menentukan validitas dari aturan pengetahuan berdasarkan bukti dan penarikan kesimpulan, dan merupakan prinsip dasar dari penyebab dan efek yang dibagi oleh komunitas ilmiah. Hal ini kemudian disimpulkan oleh Bratakusumah (2011) bahwa paradigma merupakan pola pikir yang menjadi landasan bagi setiap kegiatan dalam mencapai tujuan.

Paradigma merupakan serangkaian asumsi, ide, pemahaman dan nilai-nilai (umumnya tidak tertulis) yang menghimpun aturan-aturan tentang apa yang relevan dan yang tidak relevan, apa pertanyaan yang harus diajukan dan apa yang tidak, apa pengetahuan yang dipandang legitimate, dan apa praktek-praktek yang dianggap benar (Nasdian, 2011).

Pergeseran paradigma muncul dari proses penciptaan sosial kolektif yang global. Logika yang dominan dari paradigma ini adalah mengenai suatu ekologi manusia yang seimbang dengan sumber daya informasi dan prakarsa kreatif. Tujuan utamanya adalah pertumbuhan manusia yang didefinisikan sebagai perwujudan yang lebih tinggi dari potensi manusia.

Gran dalam Korten (1998) menyebutkan bahwa “ Paradigma ini memberi peran kepada individu bukan sebagai subyek melainkan sebagai aktor yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumberdaya dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya. “

(39)

harus selaras dengan tujuan sosial maupun kepentingan lingkungan. Selain itu, kepentingan antar kelompok masyarakat dan antar generasi mendapat perhatian besar (WCED, 1987).

Ada dua unsur untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dalam perspektif Sosiologis. Pertama, adanya konsep yang mengatur tata kelola organisasi dalam kehidupan budaya, hubungan sesama manusia dan sumberdaya alam. Dari unsur pertama tersebut diharapkan menghasilkan “social organization” (organisasi sosial). Kedua, adanya teknik sosial yang tepat untuk mengkoordinasikan tindakan sosial untuk mencegah kerusakan prilaku dan mempercepat perkembangan pembentukan modal sosial.

Modal sosial dapat terbentuk pada setiap individu dalam organisasi. Organisasi yang diinginkan adalah yang dapat meningkatkan kapasitas sosial setiap individu sehingga lebih berdaya dan tindakannya lebih terorganisir dalam melaksanakan kegiatan pembangunan (Carnea, 1993).

Salah satu kerangka strategi untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan adalah kelembagaan. Kerangka kelembagaan dalam pembangunan berkelanjutan ini adalah: a) suatu sistem dengan fungsi yang mempunyai hubungan dengan lingkungannya, b) adanya struktur organisasi dan prosedur yang mengatur tugas, produk, masyarakat, sumberdaya serta tujuan organisasi tersebut, c) menyiapkan ketahanan organisasi terhadap perubahan sumberdaya akibat hubungan ekonomi dan politik.

2.2 Sejarah Lahirnya Paradigma Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable development. Istilah pembangunan berkelanjutan diperkenalkan dalam World Conservation Strategy (Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP), International Union for Conservation of Nature andNatural Resources (IUCN), dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada 1980.

(40)

tersebut disepakati pembentukan Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (World Commission on Environment and Development - WCED). PBB memilih PM Norwegia Nyonya Harlem Brundtland dan mantan Menlu Sudan, Mansyur Khaled, masing-masing menjadi Ketua dan Wakil Ketua WCED.

Menurut Brundtland Report dari PBB, pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat dan sebagainya) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”. Konsep Pembangunan Berkelanjutan ini kemudian dipopulerkan melalui laporan WCED berjudul “Our Common Future” (Hari Depan Kita Bersama) yang diterbitkan pada Tahun 1987.

Laporan ini mendefinisikan Pembangunan Berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Di dalam konsep tersebut terkandung dua gagasan penting. Pertama, gagasan kebutuhan, khususnya kebutuhan esensial kaum miskin sedunia yang harus diberi prioritas utama. Kedua, gagasan keterbatasan, yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebututuhan kini dan hari depan. Jadi, tujuan pembangunan ekonomi dan sosial harus dituangkan dalam gagasan keberlanjutan di semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

2.3 Konsep dalam Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) yang didefinisikan oleh Lele dalam Nasdian (2010), terbagi menjadi dua definisi yaitu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan (development).

(41)

Sumber : Lele,1991

Gambar 8 The Semantic of Sustainable Development

Sedangkan konotasi pembangunan/development terbagi menjadi

pembangunan sebagai proses/process dan pembangunan sebagai

obyektifitas/objectives.

(42)

2.4 Definisi Pembangunan Berkelanjutan

WCED (1987) menegaskan bahwa pada dasarnya pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses perubahan yang didalamnya eksploitasi sumberdaya, arah investasi, orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan semuanya dalam keadaan yang selaras serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia.

Definisi ini sangat berkaitan erat dengan intra-generational equity (memenuhi kebutuhan generasi kini secara merata) dan inter-generational equity (memenuhi kebutuhan generasi kini dan generasi mendatang secara adil).

George (2000) memandang kedua hal tersebut merupakan prinsip dari pembangunan berkelanjutan, intra-generational equity merupakan kondisi yang penting untuk keberlanjutan, sedangkan inter-generational equity merupakan kondisi yang penting untuk pembangunan, dimana kedua prinsip tersebut dijelaskan dalam Gambar 9.

Dalam inter generational equity, prinsip equitas dalam keberlanjutan ditekankan kepada konservasi terhadap modal/kapital dalam bentuk alam, sosial maupun ekonomi sehingga tetap bernilai dan bermanfaat untuk generasi yang akan datang. Sedangkan dalam intra generational equity, prinsip equitas dalam keberlanjutan ditekankan kepada kesetaraan lokal, kesetaraan nasional maupun kesetaraan secara global. Adapun yang dimaksud kesetaraan disini adalah setara dalam terpenuhinya kebutuhan sebagai akibat adanya pengaruh distribusi, perubahan biodiversitas dan perubahan sosial.

Tujuan pembangunan berkelanjutan terfokus pada ketiga aspek yaitu keberlanjutan pertumbuhan yang tinggi (economic growth), keberlanjutan kesejahteraan yang adil dan merata (social progress), serta keberlanjutan ekologi dalam tata kehidupan yang serasi dan seimbang (ecological balance). Selanjutnya aspek tersebut bertambah dengan adanya aspek kelembagaan yang berkelanjutan (institutional sustainability).

(43)

permasalahan karena ketidakharmonisan dalam pelaksanaan pembangunan; dan sistem internasional dengan pola berkelanjutan dalam pengelolaan keuangan serta perdagangan. Hal itu diharapkan dapat dicapai dengan cara bertahap (reformasi) dari pemerintahan yang kini ada menuju pemerintahan baru yang lebih baik (good governance).

Sumber : George, 2000

Gambar 9 Penjelasan prinsip equitas dalam pembangunan berkelanjutan

2.5 Perencanaan dalam Pembangunan

Pembangunan dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi, dan pembangunan adalah mengadakan atau membuat atau mengatur yang belum ada (Rustiadi, 2009). Paling tidak menurut Todaro (2000) pembangunan harus memenuhi tiga komponen dasar yang dijadikan sebagai basis konseptual dan

Sustainable Development

Inter-generational equity Intra-generational equity

Conservation of capital

Precautionary principle ecological risk

Conservation of natural capital

Zero impact of full mitigation in kind

Conservation of natural+social+econo

mic capital

Valuation of natural capital

Conservation of the capital into which it

is converted

Social impact assesment

Local equity

Public participation

National equity

Distributional effects

Global equity

Biodiversity change: Different criteria apply for

high and low income countries, to allow for different past contributions

(44)

pedoman praktis dalam memahami pembangunan yang paling hakiki yaitu kecukupan (sustainance), memenuhi kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga diri atau jati diri (self-esteem), serta kebebasan (freedom) untuk memilih.

Todaro berpendapat bahwa pembangunan harus dipandang sebagai proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial,sikap-sikap masyarakat,dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada hakekatnya pembangunan ini harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik secara material maupu n spritual.

Long dalam Nasdian (2010) menyebutkan bahwa pembangunan dari perspektif sosiologi dan antropologi adalah perubahan yang sudah direncanakan, sebagai pemahaman pola pembangunan dan perubahan menyangkut jenis pendekatan yang digunakan oleh pemerintah dan perwakilannya untuk memulai pembangunan ekonomi dan perubahan sosial. Di dunia ketiga peran pemerintah sangat besar dalam menata masyarakat sesuai sasaran politik dan ekonomi tertentu. Jika di negara maju sasaran lebih utama pada bidang sosial dan ekonomi maka di negara berkembang lebih banyak ke arah perencanaan negara yang terpusat dengan mendapat bantuan luar yang banyak.

Menurut Korten (1998) perbedaan pembangunan yang berpusat pada rakyat dengan berpusat pada industri adalah bahwa pembangunan yang berpusat pada rakyat secara rutin menempatkan kebutuhan rakyat diatas kebutuhan-kebutuhan sistem produksi sedangkan pembangunan yang berpusat pada sistem produksi secara konsisten menempatkan kebutuhan-kebutuhan sistem produksi di atas kebutuhan-kebutuhan rakyat. Conyers (1994) menyebutkan bahwa perencanaan sosial bukan semata dokumen perencanaan tetapi lebih kepada bagaimana perencanaan sosial menjadi arahan bagi tujuan perencanaan itu sendiri.

(45)

baik karena berkenaan dengan pekerjaan yang mereka kerjakan. Namun dalam prakteknya para perencana melakukan pekerjaan yang sangat beragam, sehingga mereka mengartikan hal-hal yang berbeda dengan kata istilah tersebut.

Menurut Hall (2002), menyimpulkan bahwa arti “perencanaan” adalah proses aktivitas yang bertahap yang ditujukan untuk tercapainya suatu atau beberapa tujuan. Adapun teknis penyusunannya yang utama adalah berupa pernyataan-pernyataan (statements) tertulis, yang dapat saja dilengkapi dengan proyeksi-proyeksi statistik yang relevan, formulasi-formulasi matematis, evaluasi kuantitatif dan ilustrasi-ilustrasi diagram yang mendeskrifsikan keterkaitan komponen-komponen dari perencanaan yang disusun, dan bisa saja tanpa disertai cetak biru representasi fisik atas obyek-obyek perencanaan sama sekali.

Perencanaan merupakan cara yang rasional dalam menghadapi masa depan, secara tipikal melibatkan pengumpulan data dan analisis data, mempelajari kemungkinan trend di masa depan, mempertimbangkan skenario-skenario alternatif, beberapa darinya menganalisis berapa keuntungan dan biaya yang harus dikeluarkan, memilih skenario yang disarankan dan merencanakan bagaimana mengimplementasikannya ( Kelly dan Becker, 2000).

Lain halnya menurut Rustiadi etal. (2009) yang menyebutkan bahwa secara umum terdapat dua unsur penting dalam perencanaan, yaitu hal yang ingin dicapai, dan cara untuk mencapainya. Dalam proses perencanaan, kedua unsur tersebut baik secara eksplisit maupun implisit dimuat pada berbagai nomenklatur seperti; visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program, proyek, aktivitas dan lain sebagainya.

(46)

pribadi-pribadi menurut latar belakang khususnya dan bukan pada lembaga-lembaga yang abstrak. Sehingga dia menamakan gaya perencanaan ini sebagai transaktif dan model yang mendasarinya sebagai “social learning”.

2.6 Definisi Wilayah

Pengertian wilayah menurut Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdsasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Isard dalam Rustiadi et al. (2009) menganggap pengertian suatu wilayah pada dasarnya bukan sekadar area dengan batas-batas tertentu. Menurutnya wilayah adalah suatu area yang memiliki arti (meaningful) karena adanya masalah-masalah yang ada didalamnya sedemikian rupa, sehingga ahli regional memiliki interest dalam menangani permasalahan tersebut, khususnya karena menyangkut permasalahan sosial-ekonomi.

Dengan cara yang lain Murty dalam Rustiadi et al. (2009) mendefinisikan wilayah sebagai suatu area geografis, teritorial atau tempat, yang dapat berwujud sebagai suatu negara, negara bagian, provinsi, distrik (kabupaten) dan perdesaan. Tetapi suatu wilayah pada umumnya tidak sekedar merujuk suatu tempat atau area, melainkan merupakan suatu kesatuan ekonomi, politik, sosial, administrasi, iklim hingga geografis, sesuai dengan tujuan pembangunan atau kajian.

Dalam mendefiniskan konsep wilayah terdapat keragaman, hal ini terjadi karena perbedaan dalam permasalahan ataupun tujuan pembangunan wilayah yang dihadapi. Kenyataannnya tidak ada konsep wilayah yang benar-benar diterima secara luas.

Para ahli cenderung melepaskan perbedaan-perbedaan konsep wilayah terjadi sesuai fokus masalah dan tujuan-tujuan pengembangan wilayah.

(47)

Blair dalam Rustiadi et al. (2009) memandang konsep wilayah nodal terlalu sempit untuk menjelaskan fenomena yang ada dan cenderung menggunakan konsep wilayah fungsional (functional region), yakni suatu konsep wilayah yang lebih luas, dimana konsep wilayah nodal hanyalah salah satu bagian dari konsep wilayah fungsional. Lebih lanjut Blair cenderung mengistilahkan wilayah perencanaan sebagai wilayah administratif (administrative region).

Menurut pendapat Rustiadi et al. (2009), kerangka klasifikasi konsep wilayah yang lebih mampu menjelaskan berbagai konsep wilayah yang dikenal selama ini adalah: (1) wilayah homogen (uniform), (2) wilayah sistem/fungsional, dan (3) wilayah perencanaan/pengelolaan (planning region atau programming region).

Dalam pendekatan klasifikasi konsep wilayah ini, wilayah nodal dipandang sebagai salah satu bentuk dari konsep wilayah sistem. Sedangkan dalam kelompok konsep wilayah perencanan, terdapat konsep wilayah administratif-politis dan wilayah perencanaan fungsional.

Gambar 10 berikut mendeskrifsikan sistematis pembagian dan keterkaitan berbagai konsep-konsep wilayah.

2.7 Indikator Pembangunan Berkelanjutan

Hart (2010) menyebutkan bahwa indikator merupakan strategi dalam melakukan katalisasi dan monitoring terhadap kemajuan suatu daerah menuju daerah yang lebih ‘sustainable’ atau berkelanjutan. Sejumlah indikator yang inti memberikan pijakan dalam mengukur kemajuan tercapai atau tidaknya prinsip pembangunan berkelanjutan.

(48)

Sumber : Rustiadi et al. (2009).

Gambar 10 Sistematika Konsep-konsep Wilayah

Menurut Hart (2010) indikator adalah sesuatu yang membantu kita untuk mengerti dimana kita, arah mana yang akan kita tempuh dan sejauh mana kita dari apa yang kita inginkan. Suatu indikator yang baik akan memberikan isyarat kepada kita tentang adanya masalah sebelum bertambah buruk dan membantu kita menyadari apa yang dibutuhkan untuk memperbaiki masalah tersebut. Indikator keberlanjutan suatu komunitas menunjukkan daerah mana dalam keterkaitan antara ekonomi, lingkungan dan sosial yang lemah. Hart (2010) menegaskan bahwa indikator memberikan kepada kita dimana terjadinya masalah tersebut dan membantu menggambarkan cara untuk memperbaikinya. Indikator keberlanjutan mencerminkan kenyataan bahwa tiga segmen tersebut sangat erat dan saling berhubungan satu sama lain. Hal ini ditunjukkan dalam Gambar 11.

Wilayah

Homogen

Sistem/fungsional

Perencanaan/Pengelolaa

Sistem Sederhana

Sistem Komplek

Nodal (Pusat-Hinterland)

Desa-Kota Budaya-Lindung

Sistem Ekonomi – Kawasan Produksi Kawasan Industri Sistem Ekologi:DAS, Hutan,Pesisir Sistem Sosial-Politik:Kawasan Adat,

Wilayah Etnik

Wilayah Perencanaan Khusus : Jabodetabekjur,KAPET Wilayah Administratif Politik

:Provinsi,Kabupaten,Kota

Konsep Alamiah

(49)

Selanjutnya Hart (2010) menambahkan bahwa indikator adalah sesuatu yang menunjukkan poin dari isu atau kondisi yang terjadi. Indikator bertujuan memperlihatkan kepada kita sebaik apa suatu sistem berjalan. Apabila terjadi masalah, indikator dapat membantu menentukan arah untuk mengatasi isu tersebut.

Sumber: Hart, 2010

Gambar 11 Komunitas merupakan jaringan interaksi antara lingkungan, ekonomi dan sosial

Indikator tersebut bermacam-macam sebagaimana jenis sistem yang dimonitor, bagaimanapun juga terdapat karakteristik tertentu yang dipunyai oleh indikator efektif yaitu :

1. Indikator yang efektif adalah saling berhubungan (relevant); memperlihatkan tentang sistem yang ingin diketahui,

2. Indikator yang efektif dapat mudah dimengerti (easy to understand), bahkan oleh orang yang bukan ahli,

3. Indikator yang efektif adalah dapat dipercaya (reliable), kita dapat mempercayai informasi yang diberikan indikator tersebut, dan

4. Indikator yang efektif berdasarkan data yang mudah didapatkan (accessible data); informasi tersebut tersedia atau dapat dikumpulkan pada saat masih terdapat waktu untuk bertindak.

Keuntungan Pemegang

Saham Pendidikan

Kesehatan

Kemiskinan

Kejahatan Bahan

Produksi

Lapangan Pekerjaan

Kualitas Air

Kualitas Udara

(50)

Rustiadi et al. (2009) mengartikan bahwa indikator merupakan ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Selain itu, indikator kinerja digunakan untuk meyakinkan bahwa hari demi hari organisasi atau program yang bersangkutan menunjukkan kemajuan dalam rangka menuju tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Indikator kinerja pembangunan berkelanjutan di daerah menurut pedoman teknis Peringkat Kinerja Pembangunan Berkelanjutan Daerah yang diterbitkan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan Tahun 2001 menyebutkan bahwa tujuan pembangunan berkelanjutan didasarkan pada tiga prinsip yaitu Environmentally sustainable/ Ecological Balance, Socially responsible/Social Progress dan economically viable/ Economic Growth dan dijabarkan sebagai berikut;

2.7.1 Lingkungan yang Berkelanjutan dan Seimbang (Environmentally Sustainable/Ecological Balance)

Environmentally sustainable merupakan prioritas pertama prasayarat tercapainya pembangunan berkelanjutan. Kelestarian lingkungan adalah suatu necessary condition tetapi bukan sufficient condition karena belum memasukkan dimensi sosial dan ekonomi. Pembangunan berkelanjutan secara ekologi saja, belum mencakup sebab-sebab terjadinya unsustainable development atau pembangunan yang tidak berkelanjutan. Untuk memahaminya perlu perspektif yang lebih luas yaitu internalisasi humanisme ke dalam ekosistem.

Pembangunan harus lestari secara ekologi, tetapi untuk mewujudkan hal tersebut, pembangunan juga harus socially and economically sustainable.

Dua krtiteria environmentally sustainable yang dikembangkan yaitu : 1. Terjaminnya ketersediaan dan fungsi sumberdaya alam.

(51)

b. Sumberdaya alam tak terbarui; laju pengurangannya tidak boleh melebihi laju sustained income atau substitusi terbarukan yang dikembangkan melalui intervensi manusia dan manusia.

2. Rendahnya tingkat pencemaran

a. Emisi pencemar tidak boleh melebihi kapasitas asimilasi lingkungan untuk menyerap.

2.7.2 Aspek Sosial yang Bertanggungjawab dan Berkembang (Socially Responsible/Social Progress )

Aspek sosial merupakan bagian integral dari lingkungan hidup, dan secara kolektif mencakup manusia, baik orang-perorangan maupun kelompok, kepranataan serta interaksi yang terjadi antar komponen tersebut. Berbagai pemasalahan sosial yang kemudian timbul menuntut berbagai kuantifikasi dan kualifikasi yang spesifik dan rumit. Masalah-masalah sosial (social problems) acapkali disebut ‘intangible’, susah diukur secara konkrit/kuantitatif.

Masalah-masalah sosial tidak tunduk pada ukuran-ukuran (measurements) yang menyandang derajat akurasi/presisi yang tinggi. Berbeda dengan komponen-komponen lingkungan hidup hayati dan geo-fisik yang untuk pengukurannya memiliki baku mutu (quality standars) yang jelas, baku mutu sosial tidak mudah dimantapkan karena sulit menangkap tingkat ambang batasnya, disamping sangat rentan terhadap fluktuasi waktu dan dinamika masyarakat (perubahan sosial).

Oleh karena itu, yang diukur adalah gejalanya, yang kemudian secara teknis diartikan sebagai indikator. Berbagai indikator sosial yang diuraikan berikut ini yang terkait dengan penentuan peringkat kinerja pembangunan berkelanjutan daerah ditentukan berdasarkan keterkaitannya dengan konsep pembangunan berkelanjutan, sifat data (kuantitatif), sumber atau ketersediaan data, dan metodologi pengumpulan data.

Ciri-ciri socially responsible :

Gambar

Gambar 6  Perkembangan PDRB Kota Sukabumi Dari Tahun 2006-2009
Gambar 7 Kerangka Pemikiran
Gambar 8 The Semantic of Sustainable Development
Gambar 9 Penjelasan prinsip equitas dalam pembangunan berkelanjutan
+7

Referensi

Dokumen terkait