• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengelolaan Lingkungan Di Perkebunan Kelapa Sawit Batu Ampar Estate Pt Tapian Nadenggan Dalam Implementasi Indonesian Sustainable Palm Oil.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengelolaan Lingkungan Di Perkebunan Kelapa Sawit Batu Ampar Estate Pt Tapian Nadenggan Dalam Implementasi Indonesian Sustainable Palm Oil."

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGELOLAAN LINGKUNGAN DI PERKEBUNAN

BATU AMPAR ESTATE PT TAPIAN NADENGGAN DALAM

IMPLEMENTASI

INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL

NAMIRA DITA RACHMAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Pengelolaan Lingkungan di Perkebunan Batu Ampar Estate PT Tapian Nadenggan dalam Implementasi Indonesian Sustainable Palm Oil adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015

Namira Dita Rachmawati

(4)
(5)

RINGKASAN

NAMIRA DITA RACHMAWATI. Analisis Pengelolaan Lingkungan Di Perkebunan Kelapa Sawit Batu Ampar Estate PT Tapian Nadenggan Dalam Implementasi Indonesian Sustainable Palm Oil. Dibimbing oleh HARIYADI dan MACHMUD THOHARI.

Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) merupakan sistem usaha di bidang perkebunan kelapa sawit yang layak ekonomi, layak sosial, dan ramah lingkungan didasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. ISPO terdiri dari 7 prinsip, 41 kriteria, dan 128 indikator yang harus dipenuhi sebagai persyaratan untuk penerapan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kinerja pengelolaan lingkungan perkebunan BAME Kabupaten Kotabaru berdasarkan persyaratan ISPO dan merumuskan langkah optimalisasi kinerja pengelolaan lingkungan perkebunan BAME untuk peningkatan berkelanjutan dalam implementasi persyaratan ISPO.

Metode pengumpulan data dilakukan secara studi literatur, observasi lapangan dan kuesioner kepada pihak yang berkompeten dan berwenang terkait masalah yang diteliti. Analisis data dilakukan secara deskriptif melalui evaluasi kinerja pengelolaan lingkungan berdasarkan persyaratan ISPO serta melakukan identifikasi dan analisis permasalahan pengelolaan lingkungan perkebunan BAME. Rumusan optimalisasi untuk perbaikan kinerja lingkungan disusun sesuai dengan persyaratan ISPO dengan menggunakan metode SWOT yaitu instrumen perencanaan strategis dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkebunan BAME dapat memenuhi 63 indikator dari 65 indikator ISPO pada prinsip 1,2, dan 3 terkait pengelolaan lingkungan. Indikator yang belum terpenuhi antara lain indikator 1.2 tentang pembangunan kebun plasma untuk masyarkat sekitar dan indikator 3.3.5 tentang pelaporan pencegahan, penanggulangan dan pemantauan kebakaran. Oleh karena itu, perkebunan BAME memerlukan langkah perbaikan untuk mengoptimalkan kinerja dalam pengelolaan lingkungan terkait ISPO. Langkah optimalisasi untuk memperbaiki kinerja dalam pengelolaan lingkungan perkebunan BAME dilakukan menggunakan analisis SWOT dengan posisi Perkebunan BAME saat ini berada pada kuadran I yaitu strategi agresif dengan skor bobot (1.542, 1.571).

Beberapa strategi telah dirumuskan untuk untuk mengoptimalkan kinerja pengelolaan lingkungan di perkebunan BAME yaitu strategi S-O ( Strengths-Opportunities) antara lain melakukan kerjasama dengan masyarakat untuk mengolah limbah padat perkebunan menjadi pakan ternak, meningkatkan kinerja perusahaan untuk meraih penghargaan dalam bidang lingkungan guna mendapat kepercayaan dari masyarakat dan pasar dunia, menciptakan inovasi baru yang lebih efektif dalam mengelola lingkungan perkebunan dan merancang gagasan dan melakukan kerja sama dengan pemerintah dan masyarakat untuk mengolah TKS menjadi bioethanol.

(6)

SUMMARY

NAMIRA DITA RACHMAWATI. Analysis of Environmental Management In Batu Ampar Estate Oil Palm Plantation PT Tapian Nadenggan In Indonesian Sustainable Palm Oil Implementation. Supervised by HARIYADI and MACHMUD THOHARI.

Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) is a business system in the field of oil palm plantations which are economically decent, socially decent, and environmental friendly based on applicable laws and regulations in Indonesia. ISPO is composed of 7 principles, 41 criteria and 128 indicators that must be met as a condition for the implementation of sustainable palm oil. The purpose of this study was to analyze the performance of environmental management in BAME plantation Kotabaru District ISPO and formulate measures to optimize performance of environmental management in ISPO implementation.

Methods of data collection was carried through literature review, observation and questionnaires to the competent authorities. The data were analyzed descriptively through environmental management performance evaluation based on ISPO requirements then identificated and analyzed environmental management problems in BAME plantation. Formulation of optimization for improved environmental performance prepared in accordance with requirements of ISPO by using SWOT, is a strategic planning instrument by using framework of strengths, weaknesses, opportunities and threats.

The result showed that BAME plantation can meet 63 indicators of 65 indicators ISPO in principle 1,2, and 3 related to environmental management. The unmet indicators are indicator 1.2 on development of plasma plantation for community and indicator 3.3.5 on reporting of prevention, mitigation and fire monitoring. Therefore, BAME plantation requires improvement measures to optimize environmental management performance related to ISPO. Measures optimization to improve environmental management performance is done by using SWOT analysis. The position of BAME plantation is currently at the first quadrant that is an aggressive strategy with score (1.542, 1.571).

Several strategy have been formulated to optimize the performance of environmental management is the SO (Strengths-Opportunities) strategy, among others (1) cooperate with the community to process solid waste plantation into animal feed, (2) improve the company's performance for the award in environmental field in order to gain the trust of public and market world, (3) create new innovations that are more effective in managing plantation environment and (4) work together with governments and communities to cultivate EFB into bioethanol.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

ANALISIS PENGELOLAAN LINGKUNGAN DI PERKEBUNAN

BATU AMPAR ESTATE PT TAPIAN NADENGGAN DALAM

IMPLEMENTASI

INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL

NAMIRA DITA RACHMAWATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Judul Tesis : Analisis Pengelolaan Lingkungan di Perkebunan Kelapa Sawit Batu Ampar Estate PT Tapian Nadenggan dalam Implementasi

Indonesian Sustainable Palm Oil

Nama : Namira Dita Rachmawati NIM : P052114041

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Hariyadi, MS Dr Ir Machmud Thohari, DEA Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya

Alam dan Lingkungan

Prof Dr Cecep Kusmana, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)
(13)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah yang Maha Pengasih atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini adalah pengelolaan lingkungan dengan judul “Analisis Pengelolaan Lingkungan Perkebunan Batu Ampar Estate PT Tapian Nadenggan Batu Ampar dalam Implementasi Indonesian Sustainable Palm Oil”.

Penelitian ini merupakan syarat dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Hariyadi, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing, Bapak Dr Ir Machmud Thohari, DEA selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Ibu Dr Ir Sri Mulatsih, MscAgr selaku penguji luar komisi serta Bapak Dr Ir Syaiful Anwar, MSc selaku pimpinan sidang pada ujian tesis atas segala saran, bimbingan, arahan, motivasi dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh pimpinan dan staf Perkebunan Batu Ampar Estate PT Tapian Nadenggan, Dinas Perkebunan Kabupaten Kotabaru, dan BLHD Kabupaten Kotabaru atas bantuan dan kerjasamanya dalam memberikan informasi yang diperlukan. Selain itu, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Hendra Septiawan dan Dewi Agustina sebagai teman dalam satu tim atas bantuan dan masukannya. Terima kasih kepada Andrian Irwansyah, sahabat karib sejak kecil, dan rekan-rekan seperjuangan Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Angkatan 2012 atas kebersamaannya, diskusi, masukan dan bantuan selama mengikuti pendidikan di IPB. Kepada keluarga tersayang, Ibunda Tati Murniwati dan Ayahanda Eddy Rachman serta adik Apsari Aulia Rachmawati yang selalu

memberi semangat dan do’a, penulis ucapkan terima kasih. Penghargaan secara khusus buat Muhammad Rifqi Nuradi yang dengan sabar dan penuh pengertian mendampingi selama menyelesaikan studi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bogor, Oktober 2015

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xv

DAFTAR SINGKATAN xv

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Kerangka Penelitian 5

Rumusan Masalah 8

Tujuan Penelitian 8

Manfaat Penelitian 8

Ruang Lingkup Penelitian 9

2 METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian 9

Bahan dan Alat 10

Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data 10

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Evaluasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan 12

Prinsip 1 Perizinan dan Managemen Perkebunan 13

Perizinan dan Sertifikat 13

Pembangunan Kebun Untuk Masyarakat Sekitar 15

Lokasi Perkebunan 15

Tumpang Tindih dengan Usaha Perkebunan 17

Sengketa Lahan dan Kompensasinya 17

Status Badan Hukum 18

Manajemen Perkebunan 19

Prinsip 2 Pedoman Teknis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit 20

Pembukaan Lahan dan Penanaman 21

Perlindungan Terhadap Sumber dan Kualitas Air 22 Pemeliharaan Tanaman & Pengendalian OPT 25

Pengelolaan Limbah B3 28

Pemanfaatan Limbah 31

Prinsip 3 Pengelolaan dan Pamantauan Lingkungan 34

Kewajiban terkait AMDAL/UKL-UPL 34

Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran 35

Pelestarian Biodiversitas 38

Perlindungan Kawasan yang Mempunyai NKT 41

Mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) 47

Konservasi Kawasan dengan Potensi Erosi Tinggi 50 Hasil Evaluasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan dalam Penerapan ISPO 53

Strategi Optimalisasi Pengelolaan Lingkungan 54

Analisis Faktor Internal 54

Analisis Faktor Eksternal 58

(16)

Analisis Strategi 62

Kajian Kritis Prinsip dan Kriteria ISPO 65

4 SIMPULAN DAN SARAN 66

Simpulan 66

Saran 67

DAFTAR PUSTAKA 67

LAMPIRAN 70

DAFTAR TABEL

1. Negara produsen CPO terbesar tahun 2012 3

2. Luas areal perkebunan kelapa sawit dan produksi CPO tahun 2008-2014 5

3. Ekspor CPO Indonesia Tahun 2013 5

4. Matriks analisis SWOT 12

5. Hasil evaluasi perizinan dan sertifikat Perkebunan BAME 14

6. Hasil evaluasi lokasi Perkebunan BAME 17

7. Hasil evaluasi sengketa lahan dan kompensasi Perkebunan BAME 18

8. Hasil evaluasi manajemen Perkebunan BAME 20

9. Tahun tanam Perkebunan BAME 21

10.Hasil evaluasi pembukaan lahan Perkebunan BAME 22 11.Hasil analisis kualitas air sungai serongga yang belum memenuhi baku

Mutu 24

12.Hasil evaluasi perlindungan terhadap sumber dan kualitas air

Perkebunan BAME 24

13.Pemeliharaan tanaman menghasilkan Perkebunan BAME 25 14.Hasil evaluasi pemeliharaan tanaman dan pengendalian OPT

Perkebunan BAME 27

15.Bangunan pembilasan kemasan pestisida 30

16.Hasil evaluasi pengelolaan limbah B3 Perkebunan BAME 30

17.Prosentase unsur hara dalam TKS 31

18.Efisisnesi pupuk dari pemanfaatan TKS tahun 2013 32 19.Efisiensi pupuk dan pemanfaatan LCPKS tahun 2013 33 20.Hasil evaluasi pemanfaatan limbah Perkebunan BAME 33 21.Hasil evaluasi kewajiban terkait AMDAL/UKL-UPL Perkebunan BAME 35 22.Hasil evaluasi pencegahan dan penanggulangan kebakaran

Perkebunan BAME 37

23.Daftar spesies dilindungi pada areal Perkebunan BAME 40 24.Hasil evaluasi pelestarian biodiversitas Perkebunan BAME 41

25.Keberadaan NKT di Areal Perkebunan BAME 42

26.Hasil evaluasi perlindungan kawasan yang mempunyai nilai NKT

Perkebunan BAME 46

27.Emisi gas rumah kaca Perkebunan BAME tahun 2013 48

(17)

29.Hasil evaluasi mitigasi emisi GRK Perkebunan BAME 49 30.Luas kawasan dengan potensi erosi tinggi Perkebunan BAME 51 31.Nilai tingkat bahaya erosi (TBE) berdasarkan kedalaman tanah dan

estimasi erosi di Perkebunan BAME 51

32.Hasil evaluasi konservasi kawasan dengan potensi erosi tinggi

Perkebunan BAME 53

33.Rincian hasil evaluasi kinerja Perkebunan BAME dalam Penerapan ISPO 53

34.Matriks IFE Perkebunan BAME 57

35.Matriks EFE Perkebunan BAME 61

36.Matriks SWOT Perkebunan BAME 63

37.Perbedaan ISPO dan RSPO 66

DAFTAR GAMBAR

1. Luas perkebunan penghasil minyak nabati dan produksi minyak nabati di

duniatahun 2012 1 1

2. Peta persebaran luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia tahun 2013 3

3. Kerangka pemikiran penelitian 7

4. Peta lokasi perkebunan kelapa sawit Perkebunan BAME 9

5. Struktur organisasi Perkebunan BAME 20

6. Bagan Optimalisasi Pemakaian Pestisida 29

7. Peta persebaran NKT Perkebunan BAME 45

8. Posisi perkebunan Perkebunan BAME 61

DAFTAR LAMPIRAN

1. Checklist prinsip dan kriteria ISPO Perkebunan BAME 70

2. Peta RTRW Kabupaten Kotabaru Tahun 2012-2032 87

3. Penggunaan pupuk, herbisida dan rodentisida Perkebunan BAME

Tahun 2013 88

4. Hasil IFE Perkebunan BAME 89

5. Hasil EFE Perkebunan BAME 90

DAFTAR SINGKATAN

AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan APD Alat Pelindung Diri

BAME Batu Ampar Estate

BOD Biological Oxygen Demand

(18)

CDA Controlled Droplet Aplication

CPO Crude Palm Oil

D&L Dokumen & Legal

D&L LH Dokumen & Legal Lingkungan Hidup

EFB Empty Fruir Brunch

EFE External Factor Evaluation

HGU Hak Guna Usaha

IFE Internal Factor Evaluation

IK Instruksi Kerja

IPAL Instalasi Pengelolaan Air Limbah IUP Izin Usaha Perkebunan

ISPO Indonesian Sustainable Palm Oil

LCPKS Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit OPT Organisme Pengganggu Tanaman PKS Pabrik Kelapa Sawit

PHT Pengendali Hama Terpadu

RKL – RPL Rencana Pengelolaan Lingkungan – Rencana Pemantauan Lingkungan

RSPO Roundtable Sustainable Palm Oil

SOP Standart Operation Procedure

SWOT Strength, Weakness, Opportunity, Threat

TBS Tandan Buah Segar

TKS Tandan Kosong Kelapa Sawit TM Tanaman Menghasilkan TPH Tempat Pengumpulan Hasil

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam pasar global. Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dunia, maka terjadi kenaikan kebutuhan konsumsi minyak nabati. Cepatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan India, negara yang berpenduduk paling banyak, telah mendorong peningkatan konsumsi minyak nabati dunia. Menurut GAPKI (2014), konsumsi minyak nabati di dunia didominasi oleh minyak kedelai pada tahun 1965 sampai 2008 dengan rata-rata peninggkatan konsumsi setiap tahunnya sebesar 22.95 persen disusul dengan minyak kelapa sawit, minyak rapeseed dan minyak bunga matahari. Pada tahun 2008, minyak kelapa sawit menggeser dominasi minyak kedelai dunia dan sekaligus menempatkan minyak kelapa sawit sebagai sumber penting minyak nabati dunia. Hal ini disebabkan oleh kekeringan yang terjadi di Brazil dan Argentina yang merupakan supplier terbesar minyak kedelai dunia sehingga menyebabkan kelangkaan kedelai sebagai bahan baku minyak kedelai.

Diantara komoditas minyak nabati, minyak kelapa sawit jauh meraih tingkat pertumbuhan paling tinggi dengan produksinya mencapai hingga sepuluh kali lebih banyak dalam satu hektar sehingga harga produksi menjadi lebih ringan (Teoh 2010). Adapun menurut Oil World (2013), kelapa sawit merupakan tanaman yang paling efisien dalam memproduksi minyak nabati ditinjau dari segi produktivitas dan biaya produksi. Produksi minyak kelapa sawit mencapai 4.14 juta ton hektar per tahun, sedangkan minyak nabati yang dihasilkan dari kedelai, bunga matahari dan kanola hanya berkisar 0.40-0.72 ton per hektar per tahun. Luas perkebunan kelapa sawit di dunia hanya seluas 5.5 persen lahan dari total luas perkebunan penghasil minyak nabati lainnya, tetapi mampu menghasilkan minyak kelapa sawit sebanyak 32 persen dari total minyak nabati di dunia pada tahun 2012 (Gambar 1).

Gambar 1 Luas Perkebunan Penghasil Minyak Nabati dan Produksi Minyak Nabati di Dunia Tahun 2012

Luas Perkebunan Penghasil Minyak Nabati di Dunia Tahun 2012

(20)

Minyak nabati yang berasal dari kelapa sawit (Elaeis guineensis J.) atau disebut Crude Palm Oil (CPO) sebagian besar digunakan oleh industri pangan sebagai bahan baku minyak goreng dan margarin. Bahkan pada industri non pangan juga digunakan sebagai bahan baku farmasi, sabun, detergen, dan kosmetika. Di samping itu, minyak kelapa sawit juga dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkit tenaga listrik atau diolah menjadi energi alternatif biodiesel untuk kendaraan. Minyak kelapa sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karena keunggulan sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang kosmetik (Depperin 2007).

Prospek kebutuhan pasar dunia cenderung meningkat dan memberikan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan pasar. Dari sisi geografis dan beriklim tropis, Indonesia mempunyai keunggulan yang menjadi potensi untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit maupun industri CPO. Dari sisi daya saing bahan baku, Indonesia mempunyai ketersediaan bahan baku yang tinggi mengingat lahan perkebunan kelapa sawit nasional paling luas di dunia. Menurut FAO (2013), Indonesia menjadi negara produsen CPO terbesar di dunia pada tahun 2012 (Tabel 1).

Tabel 1 Negara produsen CPO terbesar tahun 2012

No. Negara Produksi CPO

(dalam 1 000 ton)

1 Indonesia 26 094

2 Malaysia 20 707

3 Thailand 1 764

4 Kolombia 1 066

5 Nigeria 1 036

6 Papua Nugini 584

7 Pantai Gading 461

8 Honduras 435

9 Kamerun 355

10 Brazil 342

Sumber: FAO (2013)

Pertanian juga merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia. Pernyataan ini terbukti dari mayoritas penduduk Indonesia bekerja pada sektor pertanian pada tahun 2009 yaitu sebesar 41,18 % atau hampir setengah dari penduduk usia kerja di Indonesia (BPS 2009 dalam Sinaga dan Hendarto 2012). Cerahnya usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang kaya akan sumberdaya alam dan tingginya permintaan dunia akan minyak kelapa sawit telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit.

(21)

dan Papua Barat. Provinsi yang memproduksi minyak sawit (CPO) terbesar pada tahun 2012 adalah Provinsi Riau sebesar 6.38 persen atau sekitar 24.54 persen dari total produksi Indonesia. Pada tahun 2013 Provinsi Riau tetap menjadi produsen CPO terbesar di Indonesia dengan total produksi 24.17 persen (BPS 2013). Penyebaran lokasi perkebunan kelapa sawit di Indonesia seperti pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta Persebaran Luas Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia Tahun 2013

Perkembangan produksi minyak sawit (CPO) meningkat sejalan dengan luas area yakni sekitar 3.38-10.25 persen dari tahun 2008 sampai 2014. Pada tahun 2008 produksi minyak sawit (CPO) sebesar 19.40 juta ton meningkat menjadi 26.02 juta ton pada tahun 2012. Tahun 2013 produksi minyak sawit (CPO) akan meningkat 3.38 persen menjadi sebesar 26.90 juta ton dan di tahun 2014 meningkat 4.19 persen menjadi 28.02 juta ton. Sedangkan pada tahun 2008 lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia tercatat seluas 7.33 juta hektar menjadi 10.13 juta hektar pada tahun 2012. Indonesia melonjak naik menjadi produsen ekspor minyak kelapa sawit di dunia. Peningkatan produksi CPO di Indonesia menyebabkan lonjakan pertumbuhan produksi CPO dunia yang cukup mengesankan. Luas areal dan produksi perkebunan sawit di Indonesia berdasarkan status kepemilikan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Luas Areal perkebunan kelapa sawit dan produksi CPO tahun 2008-2014

Tahun Luas Area (ha)

Produksi CPO (ton)

2008 7 333 707 19 400 794

2009 7 949 389 21 390 326

2010 8 548 828 22 496 857

2011 9 102 296 23 995 973

2012 10 133 322 26 015 519 2013 10 586 467 26 895 450 2014 10 850 348 28 021 289 Sumber: BPS (2013)

. – – – . .

. – – – . .

Tidak ada

.

200.001 – 500.000 500.001 – 700.000 700.001 – 1.000.000

. .

(22)

Kenaikan angka yang berlipat ganda pada produksi CPO di Indonesia diperkirakaan akan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Indonesia menguasai pangsa minyak kelapa sawi dunia sebesar 49 persen pada tahun 2013 (EPOA 2014). Ekspor minyak kelapa sawit Indonesia menjangkau lima benua yakni Asia, Afrika, Australia, Amerika dan Eropa dengan pangsa utama di Asia. Pada tahun 2013, lima besar negara pengimpor CPO Indonesia adalah India, Belanda, Italia, Singapura dan Spanyol. Volume ekspor terbesar didominasi oleh India yang mencapai 3.10 juta ton atau 47.07 persen dari total volume ekspor CPO Indonesia dengan nilai US$2.33 miliar.

Tabel 3 Ekspor CPO Indonesia tahun 2013 Negara Tujuan

Volume Ekspor (Juta Ton)

Nilai Ekspor (US$)

Prosentase (%)

India 3.10 2.33 miliar 47.07

Belanda 1.09 0.83 miliar 16.62

Italia 0.68 529.9 juta 10.38

Singapura 0.54 417.9 juta 8.28

Spanyol 0.42 315.4 juta 6.40

Lainnya 11.25

Sumber: BPS (2013)

(23)

budidaya kelapa sawit dapat dilakukan dengan memperhatikan karakteristik lahan gambut sehingga tidak menimbulkan kerusakan fungsi lingkungan.

Banyaknya kritik terhadap pengembangan kebun kelapa sawit di dunia menjadi pemicu munculnya kampanye negatif yang digulirkan oleh sejumlah negara barat. Salah satu faktornya, persaingan komoditas penghasil minyak nabati seperti minyak kedelai dan beberapa komoditas lainnya dengan minyak sawit. Kebangkitan perekonomian Indonesia di sektor perkebunan dan industri sawit, diprediksi menjadi ancaman bagi eksistensi perekonomian negara-negara barat. Menurut Sulistyanto dan Akyuwen (2011), meskipun permintaan CPO meningkat akibat kenaikan harga minyak nabati lainnya, kampanye negatif memberikan pengaruh secara signifikan terhadap ekspor CPO Indonesia. Akibatnya permintaan CPO dari Indonesia mengalami penurunan tajam pada tahun 2008, akan tetapi meningkat perlahan-lahan pada awal tahun 2009.

Kampanye negatif telah mendorong adanya tuntutan untuk memproduksi minyak sawit lestari datang dari konsumen, industri, pembeli, dan yang paling lantang adalah organisasi non pemerintah yang melihatnya dari aspek lingkungan dan sosial yang telah diwujudkan dengan dibentuknya RSPO (Dirjenbun 2011). RSPO adalah suatu asosiasi internasional yang mempromosikan pertumbuhan dan penggunaan kelapa sawit yang berkelanjutan dengan melakukan dialog dengan berbagai pihak yang terlibat di dalamnya. RSPO bekerja untuk menyelesaikan masalah yang ada dengan mekanisme dan standar sawit berkelanjutan yang diadopsi pada anggotanya dan para investor atau donor pembangunan industri dan perkebunan sawit berkelanjutan, produser, pengecer maupun pembeli. Pada tahun 2009 terhitung 1.4 juta ton minyak kelapa sawit bersertifikat RSPO yang masuk ke pasar dunia. Angka tersebut mencakup 3.2 persen dari keseluruhan panen dunia (Deininger et al 2010).

Namun menurut Adity (2011) dan Agroindonesia (2011), dominasi RSPO di negara-negara penghasil minyak kelapa sawit dan dianggap berpengaruh terhadap kebijakan Pemerintah Indonesia karena terlalu membela konsumen daripada prodesen. Pemerintah Indonesia dalam kebijakannya untuk sektor kelapa sawit juga memilki visi dan misi pengembangan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang ditetapkan dalam ISPO yang terdiri dari 7 prinsip, 41 kriteria dan 128 indikator tercantum pada Permentan Nomor 19 Tahun 2011 tanggal 29 Maret 2011 dan secara resmi berlaku mulai Maret 2012.

Kerangka Pemikiran

Agribisnis perkebunan kelapa sawit di Indonesia masih berpotensi untuk terus dikembangkan. Dalam pengembangan itu perlu adanya suatu pengelolaan lingkungan untuk meningkatkan kinerja suatu perusahaan dan meminimalisasi terjadinya pencemaran serta kerusakan lingkungan.

Untuk mengetahui seberapa efektif kinerja perusahaan dalam upaya pengelolaan lingkungan dan pelestarian keanekaragaman hayati, maka diperlukan ada suatu kajian untuk mengukur kinerja perusahaan tersebut. Kajian yang dilakukan berpedoman pada persyaratan ISPO yang diterapkan pada Permentan Nomor 19 Tahun 2011 sesuai dengan prinsip ke 1 mengenai sisten perizinan dan manajemen perkebunan, prinsip ke 2 mengenai teknis budi daya dan pengolahan kelapa sawit, dan prinsip ke 3 mengenai pengelolaan dan pemantauan lingkungan.

(24)

Ruang lingkup penelitian ini adalah di perkebunan kelapa sawit Perkebunan BAME PT Tapian Nadenggan Kalimantan Selatan.

(25)

Gambar 4

Gambar 3 Kerangka Pemikiran Penelitian

Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan

Gangguan Keseimbangan Ekosistem

Continual Improvement

REKOMENDASI

Optimalisasi Pengelolaan Lingkungan dan Pelesatrian Keanekaragaman Hayati

TIDAK EFEKTIF DALAM PELAKSANAAN ISPO EFEKTIF DALAM

PELAKSANAAN ISPO

dan Pelestarian Keanekaragaman Hayati Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit

Kinerja Pengelolaan Lingkungan Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit yang Berkelanjutan

Penerapan ISPO (Terkait lingkungan perkebunan)  Prinsip 1 : Perizinan Usaha dan Manajemen Kebun

 Prinsip 2 : Teknis Budidaya dan Pengolahan KelapaSawit

 Prinsip 3 : Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan

Kajian

Penerapan ISPO Prinsip 1,2 dan 3

(26)

Rumusan Masalah

ISPO merupakan adalah suatu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementrian Pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing minyak kelapa sawit Indonesia di pasar dunia dan ikut berpartisipasi dalam rangka memenuhi komitmen Presiden Republik Indonesia untuk mengurangi gas rumah kaca serta memberi perhatian terhadap masalah lingkungan. ISPO telah ditetapkan dalam Permentan No.19 Tahun 2011 tanggal 29 Maret 2011 dan secara resmi berlaku mulai Maret 2012. Pemerintah Indonesia mengharuskan semua perkebunan kelapa sawit di Indonesia sudah bersertifikat ISPO paling lambat 31 Desember 2014. Namun menurut Dirjenbun (2011) pada implementasinya, dari target 881 perusahaan kelas I, II, dan III baru sekitar 200 perusahaan yang mengajukan permohonan sertifikasi ISPO dan sebanyak 63 perusahaan atau sekitar 7.78% dari jumlah tersebut yang tersertifikasi. Adapun pada pasal 4 disebutkan bahwa perusahaan perkebunan kelapa sawit kelas I, II, atau III sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 belum mengajukan permohonan untuk mendapatkan sertifikat ISPO, dikenakan sanksi penurunan kelas kebun menjadi Kelas IV. Perkebunan Batu Ampar Estate (BAME) yang terletak di Kalimantan Selatan adalah pekebunan kelapa sawit dengan golongan kelas III sehingga diwajibkan memiliki sertifikat ISPO sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengkaji kinerja perkebunan BAME dalam pengelolaan lingkungan berdasarkan peraturan perundangan sesuai persyaratan ISPO.

2. Merumuskan langkah optimalisasi kinerja perkebunan BAME dalam pengelolaan lingkungan perkebunan kelapa sawit agar tercapainya pengelolaan berasakan keberlanjutan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi beberapa pemangku kepentingan antara lain:

1. Memberikan informasi mengenai kondisi maupun kendala pengelolaan lingkungan di perkebunan BAME.

2. Memberikan panduan untuk memenuhi dan menerapkan standar ISPO khususnya dalam pengelolaan lingkungan di perkebunan BAME.

(27)

Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian ii dibatasi pada analisis kinerja pengelolaan lingkungan sesuai prinsip dan kriteria ISPO di perkebunan BAME. Lingkup pengelolaan lingkungan meliputi prinsip 1, 2, dan 3 terkait pengelolaan lingkungan perkebunan. Penelitian ini juga merumuskan optimalisasi untuk peningkatan kinerja pengelolaan lingkungan secara terus menerus sesuai dengan persyaratan ISPO.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2013-Desember 2014 di perkebunan kelapa sawit Perkebunan BAME PT Tapian Nadenggan, Kecamatan Kelumpang Hilir, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Perkebunan kelapa sawit Perkebunan Batu Ampar Estate (BAME) PT Tapian Nadenggan (PTTN) terletak pada 116o 01' 28'' BT 3o 14' 07'' LS. Area total perkebunan kelapa sawit seluas 4 571.35 ha dengan area tanam seluas 4,019.66 ha. PT Tapian Nadenggan merupakan salah satu anak perusahaan PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMART) yaitu perusahaan publik produk konsumen berbasis kelapa sawit yang terintegrasi dan terbesar di Indonesia. Sebagai perusahaan berbasis sumber daya alam, PT Tapian Nadenggan memiliki tanggung jawab mendasar atas manajemen dampak lingkungan yang efektif di sepanjang rantai. Peta lokasi perkebunan BAME disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Peta Lokasi Perkebunan BAME

(28)

Perkebunan BAME berbatasan dengan:

1. Utara : Perkebunan plasma PT Sinar Kencana Inti Perkasa 2. Timur : Pabrik ITP dan perkebunan Batu Mulia Estate

3. Selatan : Desa Serongga, pertambangan batubara, dan perkebunan karet PT Kodeco Agro Jaya Mandiri

4. Barat : Perkebunan PT Sinar Kencana Inti Perkasa

Bahan dan Alat

Bahan penelitian ini bersumber dari data yang dikumpulkan melalui asisten setiap divisi kebun, asisten D&L, asisten D&L LH Perkebunan BAME yang dilengkapi dengan studi literatur dari berbagai sumber referensi.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kamera digital untuk dokumentasi, check list persyaratan ISPO, dan komputer/laptop beserta perlengkapannya untuk analisis dan pengolahan data. Indikator terkait pengelolaan lingkungan dalam ISPO yang akan dievaluasi pada penelitian ini berjumlah 65 indikator yang terdiri dari 20 indikator pada prinsip 1, 2 indikator pada prinsip 2, dan 22 indikator pada prinsip 3.

Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik sebagai berikut :

1. Data Primer dikumpulkan melalui observasi lapangan yang dilakukan dengan cara pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala, peristiwa dan aspek-aspek yang diteliti di lokasi penelitian dan memberikan kuesioner kepada pihak yang berkompeten atau berwenang terkait masalah yang diteliti, antara lain 2 responden dari perkebunan BAME, 2 responden dari Dinas Perkebunan Kabupaten Kotabaru, dan 2 responden dari BLHD Kabupaten Kotabaru. Pemilihan responden dilakukan dengan cara purposive sampling

atau pemilihan dengan pertimbangan tertentu. Responden yang dimaksud adalah responden yang terlibat langsung atau responden yang dianggap mempunyai kemampuan dan mengerti permasalahan terkait dengan pengelolaan lingkungan perkebunan BAME.

2. Data sekunder dikumpulkan dengan mengkaji pemenuhan dokumen dan data rekaman hasil kegiatan pengelolaan serta pemantauan lingkungan. Pengumpulan data juga dilengkapi dokumentasi selama kegiatan penelitian dengan mengambil gambar/foto-foto mengenai kondisi pengelolaan lingkungan perusahaan.

Selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data secara deskriptif melalui evaluasi kinerja pengelolaan lingkungan berdasarkan persyaratan ISPO serta melakukan identifikasi dan analisis permasalahan pengelolaan lingkungan perkebunan BAME.

(29)

ancaman. Menurut Rangkuti (2006), proses pembuatan analisis SWOT terdiri dari beberapa tahapan yaitu :

1. Tahap Pengambilan Data

Penilaian dilakukan dengan menganalisis lingkungan internal dan eksternal dengan menggunakan matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (Eksternal Factor Evaluation). Penilaian internal dilakukan untuk mengukur sejauh mana kekuatan dan kelemahan perusahaan yang merupakan inti dari matriks IFE sedangkan penilaian eksternal dilakukan untuk mengukur sejauh mana peluang dan ancaman perusahaan yang merupakan inti dari matriks EFE (David 2009). Proses penggunaan matriks IFE dan EFE dilakukan dengan penentuan bobot, rating dan perhitungan skor bobot dan rating tersebut. Penentuan bobot dan rating dilakukan dengan mengajukan identifikasi faktor strategis internal dan eksternal kepada pihak manajemen yang menentukan kebijakan perusahaan atau pakar dengan metode paired comparison (Pearce dan Robinson 1998). Kemudian melakukan perhitungan skor (a) dan bobot (b) serta jumlah total perkalian skor dan bobot (c = a x b) pada setiap faktor SWOT. Skor adalah penilaian yang diberikan untuk kondisi atau keadaan yang sudah berjalan dalam organisasi atau perusahaan. Bobot merupakan prosentase pentingnya suatu variabel atau indikator dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Total bobot masing-masing analisis adalah 1.

2. Tahap Analisis

Matriks yang digunakan pada tahap ini adalah matriks internal – eksternal. Matriks internal eksternal (IE) merupakan penggabungan dari matriks IFE dan EFE. Skor yang telah diperoleh dari matriks IFE dan EFE dipetakan ke dalam matriks IE, total skor IFE pada sumbu horizontal dan total skor EFE pada sumbu vertikal. Hasil dari pemetaan skor terbagi kedalam empat kuadran utama dengan implikasi strategi yang berbeda, yaitu:

 Kuadran I (positif, positif)

Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang, Rekomendasi strategi yang diberikan adalah progresif, artinya organisasi dalam kondisi prima dan mantap sehingga sangat dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal.

 Kuadran II (positif, negatif)

Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah diversifikasi strategi, artinya organisasi dalam kondisi mantap namun menghadapi sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan roda organisasi akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya. Oleh karenanya, organisasi disarankan untuk segera memperbanyak ragam strategi taktisnya.

 Kuadran III (negatif, positif)

(30)

 Kuadran IV (negatif, negatif)

Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah dan menghadapi tantangan besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah strategi bertahan, artinya kondisi internal organisasi berada pada pilihan dilematis. Oleh karenanya organisasi disarankan untuk meenggunakan strategi bertahan, mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin terperosok. Strategi ini dipertahankan sambil terus berupaya membenahi diri.

3. Tahap Pengambilan Keputusan dengan Matriks SWOT

Matriks SWOT merupakan matching tool (alat penyesuaian) yang penting untuk memantu perusahaan mengembangkan empat tipe strategi, yaitu strategi S-O (Strengths-Opportunities), strategi W-O (Weaknesses-Opportunities), strategi S-T (Strengths-Threats), dan strategi W-T (Weaknesses-Threats) (Rangkuti 2006). Perumusan strategi-strategi SWOT tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan hasil evaluasi kinerja pengelolaan lingkungan dan pelestarian keanekaragaman hayati dan hasil analisis matriks IE. Penjelasan mengenai 4 strategi tersebut yaitu:

 Strategi SO merupakan strategi yang menggunakan seluruh kekuatan untuk mengambil keuntungan dari adanya kesempatan dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

 Strategi WO merupakan strategi yang didasarkan pada pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan dan mengatasi kelemahan.

 Strategi ST adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk menghindari dan mengatasi ancaman.

 Strategi WT ditetapkan berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dengan meminimalisir kelemahan dan menghindari ancaman.

Strategi tersebut dapat digambarkan pada matriks SWOT sebagai berikut.

Tabel 4 Matriks analisis SWOT

Faktor Eksternal

Faktor Internal Kekuatan

(Strengths)

Kelemahan (Weaknesses)

Peluang (Opportunities) S-O W-O

Ancaman (Threats) S-T W-T

Sumber: Rangkuti 2006

HASIL DAN PEMBAHASAN

Evaluasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan

(31)

Prinsip 1 Perizinan dan Manajemen Perkebunan

Perizinan dan Sertifikat

Izin lokasi adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha penanaman modalnya. Pasal 2 Peraturan Menteri Agraria/ Kepala BPN Nomor 2 Tahun 1999 menyebutkan bahwa setiap perusahaan yang telah memperoleh persetujuan penanaman modal wajib mempunyai izin lokasi untuk memperoleh tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman modal yang bersangkutan. Perkebunan BAME memiliki izin lokasi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang yaitu Surat Bupati KDH TK II Kota Baru Nomor 525.26/0745/EKO Tanggal 19 April 1989 tentang penetapan titik tetap (Site Plan) untuk perkebunan PT. Inti Gerakmaju seluas 10,000 ha di Kecamatan Batu Licin dan Kelumpang Selatan Kabupaten Kotabaru. Selain itu, disebutkan juga pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Pertanian bahwa usaha budidaya memiliki unit pengolahan hasil perkebunan yang kapasitas lebih dari sama dengan 5 ton/jam TBS wajib memiliki IUP. Perusahaan Perkebunan yang memiliki IUP dan akan melakukan perubahan luas lahan melalui perluasan atau pengurangan, harus mendapat persetujuan dari gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangan. Sebelumnya perkebunan BAME ditanami oleh komoditi karet, kelapa hibrida dan kelapa sawit yang dikelola oleh PT. Inti Gerak Maju, namun terjadi perubahan komoditi yaitu menjadi kelapa sawit pada seluruh lahan pada tahun 2004. IUP yang diberikan pada perkebunan BAME berupa Keputusan Bupati Kotabaru Nomor 459 Tahun 2004 tanggal 24 Oktober 2004 tentang perubahan izin usaha perkebunan dari hibrida ke kelapa sawit seluruhnya pada lahan 4,789.45 ha dan pabrik dengan kapasitas 60 ton TBS/jam. Pada Tahun 2005, Bupati Kotabaru mengeluarkan IUP baru berupa Keputusan Bupati Kotabaru Nomor 142 Tahun 2005 tentang Izin Usaha Perkebunan (IUP) Kelapa Sawit PT. Tapian Nadenggan di Kabupaten Kotabaru kemudian diperbaharui dengan Keputusan Bupati Kotabaru Nomor 188.45/246/ KUM/2011 tentang pemberian IUP kepada PT. Tapian Nadenggan. Perizinan lain yang wajib dimiliki perusahaan adalah Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan dan Izin Prinsip. Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan untuk Budidaya yang selanjutnya disebut STD-B adalah keterangan budidaya yang diberikan kepada pekebun. STD-B PT. Tapian Nadenggan yaitu Surat Pendaftaran Usaha Perkebunan dari Departemen Kehutanan dan Perkebunsn Nomor 464/Menhutbun-VII/ 2000 tanggal 25 April 2000 dan Izin Prinsip berupa Persetujuan prinsip usaha perkebunan dari Direktorat Jendral Perkebunan Nomor HK.350/E4.486/07.93 tanggal 30 April 1998 dari Menteri Pertanian.

Izin lokasi dan IUP merupakan salah satu persyaratan bagi perusahaan untuk mengajukan permohonan HGU. Menurut PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai Atas Tanah, dalam hal tanah yang akan diberikan dengan Hak Guna Usaha itu adalah tanah Negara yang merupakan kawasan hutan, maka pemberian Hak Guna Usaha dapat dilakukan setelah tanah yang bersangkutan dikeluarkan dari statusnya sebagai kawasan hutan.

(32)

35 tahun dan diberikan perpanjangan waktu paling lama 25 tahun oleh instansi yang berwenang di bidang pertanahan, jika pelaku usaha perkebunan yang bersangkutan menurut penilaian menteri memenuhi keseluruhan kewajibannya dan dapat melaksanakan pengelolaan perkebuan sesuai dengan teknis yang ditetapkan. Setelah jangka waktu perpanjangan telah berakhir maka atas permohonan bekas pemegang hak diberikan Hak Guna Usaha baru. Adapun HGU perpanjangan waktu dan perbaharuan perkebunan BAME dikeluarkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional berupa Hak Guna Usaha Nomor 23/HGU/BPN/2000 Desa Serongga dan Batu Ampar, Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 95/HGU/BPN/ 2004. Tanggal 19 Oktober 2004 tentang perpanjangan waktu 25 Tahun dan pembaharuan 35 tahun Hak Guna Usaha atas Tanah.

Tabel 5 menyajikan ringkasan hasil evaluasi perizinan dan sertifikat perkebunan BAME.

Tabel 5 Hasil evaluasi perizinan dan sertifikat Perkebunan BAME Indikator ISPO Kondisi Perkebunan BAME Kriteria 1.1

1. Telah memiliki izin lokasi dari pejabat yang berwenang

Memiliki Surat Bupati KDH TK II

Kota Baru Nomor

525.26/0745/EKO Tanggal 19 April 1989 tentang penetapan titik tetap (Site Plan) untuk perkebunan PT. Inti Gerakmaju seluas 10,000 ha di Kecamatan Batu Licin dan Kelumpang Selatan Kabupaten Kotabaru.

2. Telah memiliki perizinan yang sesuai seperti: IUP, IUP-B, IUP-P, SPUP, ITUP, Izin/Persetujuan Prinsip.

Perkebunan BAME memiliki perizinan:

 Keputusan Bupati Kotabaru Nomor 459 Tahun 2004 tanggal 24 Oktober 2004 tentang perubahan izin usaha perkebunan dari hibrida ke kelapa sawit seluruhnya pada lahan 4.789,45 Ha dan pabrik dengan kapasitas 60 ton TBS/jam.

 Keputusan Bupati Kotabaru Nomor 142 Tahun 2005 tentang Izin Usaha Perkebunan (IUP) Kelapa Sawit PT. Tapian Nadenggan di Kabupaten

Kotabaru kemudian

(33)

Tabel 6 Hasil evaluasi perizinan dan sertifikat Perkebunan BAME (Lanjutan)

Indikator ISPO Kondisi Perkebunan BAME

pemberian IUP kepada perkebunan BAME

 Persetujuan prinsip usaha perkebunan dari Direktoratt Jendral

Perkebunan Nomor:

HK.350/E4.486/07.93 tanggal 30 April 1998 dari Menteri Pertanian. Surat Pendaftaran Usaha Perkebunan dari Departemen Kehutanan dan Perkebunsn Nomor 464/Menhutbun-VII/ 2000 tanggal 25 April 2000. 3. Telah memiliki hak atas

tanah/dalam proses, sertifikat yang sesuai, seperti : HGU, HGB, Hak Pakai (HP), atau konversi hak barat (erfpahct).

Memiliki Hak Guna Usaha No. 23/HGU/BPN/2000 Desa Serongga dan Batu Ampar, Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.95/HGU/BPN/ 2004. Tanggal 19 Oktober 2004 tentang perpanjangan waktu 25 Tahun dan pembaharuan 35 tahun Hak Guna Usaha atas Tanah.

Sumber: Diolah dari PTTN Perkebunan BAME (2013)

Pembangunan Kebun Untuk Masyarakat Sekitar

Perkebunan yang memiliki IUP atau IUP-B wajib membangun kebun untuk masyarakat seluas 20% dari total luas areal kebun yang diusahakan. Perkebunan BAME telah melengkapi persyaratan perizinan seperti yang telah dibahas pada subsubbab sebelumnya, namun hingga kini belum memiliki perkebunan plasma sebagimana diwajibkan pada ISPO. Hal ini disebabkan karena keterbatasan lahan yang dimiliki oleh perkebunan BAME sehingga perlu adanya musyawarah antara manajemen perusahaan dan masyarakat agar tercapai mufakat. Perkebunan BAME belum memenuhi kriteria 1.2 dan harus secepatnya dipenuhi karena ISPO bersifat wajib.

Lokasi Perkebunan

Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang satu dan yang lain. Penataan ruang harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang sehingga diharapkan dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan, tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang dan tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.

(34)

terjadinya penurunan kualitas ruang. Penataan ruang didasarkan pada karakteristik, daya dukung, teknologi dan daya tampung lingkungan sehingga tercipta keseimbangan antara subsistem yang saling terkait satu sama lain. Seluruh pembangunan di Kabupaten Kotabaru dilokasikan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kotabaru yang merupakan arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah daerah yang menjadi pedoman bagi penataan wilayah yang merupakan dasar dalam penyusunan program pembangunan. Tujuan penataan ruang wilayah adalah terwujudnya keterpaduan struktur ruang dan pola ruang daerah yang efisien dan berkelanjutan untuk mendukung terwujudnya pembangunan Kabupaten Kotabaru yang berkelanjutan menuju masyarakat yang demokratis, religius, adil dan sejahtera.

Peraturan Daerah Kabupaten Kotabaru No. 11 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kotabaru Tahun 2012-2032 menyebutkan bahwa ketentuan zonasi kawasan perkebunan besar komoditas yang ditanam harus memperhatikan kaidah kesesuaian lahan dan pengelolaannya diwajibkan untuk memperhatikan keberlanjutan aspek produksi dan peningkatan sosial ekonomi masyarakat setempat. Berdasarkan Peta RTRW Kabupaten Kotabaru, Perkebunan BAME seluas 4 789.45 ha terletak pada kawasan peruntukan perkebunan seluas 424 728.72 ha dengan komoditas utama kelapa sawit, kelapa hibrida dan karet ditandai dengan peta berwarna hijau. Pada kawasan ini, lokasi perkebunan tidak tumpang tindih dengan usaha pertambangan. Peta RTRW Kabupaten Kotabaru dapat dilihat pada Lampiran 2.

Kesesuaian lahan untuk pengembangan perkebunan pada saat ini sangat diperlukan terutama dipicu oleh perluasan perkebunan yang terus dilakukan oleh perusahaan perkebunan. Pemanfaatan kesesuaian lahan adalah salah satu usaha untuk mengenal suatu wilayah sedemikian rupa sehingga dapat memanfaatkan lahan tersebut seoptimal mungkin dengan memperhatikan berbagai variabel-variabel yang dimilikinya sebagai faktor pendukung dan pembatas. Penetapan komoditas suatu wilayah atas dasar kemampuan (daya dukung) lahan adalah suatu usaha pertanian dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas, hal ini disebabkan oleh tidak adanya usaha rekayasa kemampuan lahan, efisien secara ekonomi berarti tidak menimbulkan biaya tambahan bagi pengusaha dan secara efektif dapat memberikan manfaat yang lebih besar dengan tanpa ada rekayasa (Maylan 2007).

Lokasi perkebunan BAME berada di kawasan HPK. Peraturan Menteri Kehutanan No.45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan menyebutkan bahwa pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan hanya dapat dilakukan apabila telah memiliki izin dari pejabat yang berwenang. oleh karena itu diperlukan perizinan berupa Keputusan Menteri Kehutanan untuk pelepasan hutan. Izin pelepasan hutan yang telah dimiliki perkebunan BAME adalah Keputusan Menteri Kehutanan No.15/Kpts-II/1993 tanggal 18 April 1994 tentang Pelepasan sebagain kelompok hutan Sungai Serungga dan Sungai Terusan seluas 4 789.5 ha.

(35)

Tabel 6 Hasil evaluasi lokasi Perkebunan BAME

Indikator ISPO Kondisi Perkebunan BAME Kriteria 1.3

1. Rencana tata ruang sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau ketentuan

Lokasi perkebunan merupakan kawasan yang diperuntukan untuk lainnya yang ditentukan oleh

pemerintah daerah setempat.

perkebunan berdasarkan RTRW Kabupaten Kotabaru tahun 2012-2032

2. Dokumen izin lokasi perusahaan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang

Dokumen izin lokasi dikeluarkan oleh Bupati KDH TK II pada tahun 1989.

3. Keputusan Menteri Kehutanan bagi lahan yang memerlukan Pelepasan Kawasan Hutan atau memerlukan Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan.

Memiliki Hak Guna Usaha No.

23/HGU/BPN/2000 Desa

Serongga dan Batu Ampar, Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.95/HGU/BPN/ 2004. Tanggal 19 Oktober 2004 tentang perpanjangan waktu 25 Tahun dan pembaharuan 35 tahun Hak Guna Usaha atas Tanah.

5. Peta lokasi kebun/topografi/jenis tanah Memiliki peta lokasi kebun berskala 1:50.000 dan peta topografi berskala 1:50.000

Sumber: Diolah dari PTTN Perkebunan BAME (2013)

Tumpang Tindih dengan Usaha Pertambangan

Menurut peta RTRW Kabupaten Kotabaru Tahun 2012-2032, Perkebunan BAME terletak pada kawasan peruntukan perkebunan. Perkebunan BAME berbatasan sebelah selatan dengan usaha pertambangan batubara, namun usaha pertambangan berada di luar areal perkebunan BAME dan tidak terdapat tumpang tindih perizinan lokasi dengan usaha pertambangan. Oleh karena itu, kriteria 1.4 tidak dilakukan evaluasi.

Sengketa Lahan dan Kompensasinya

(36)

masyarakat untuk usaha perkebunan dilakukan juga secara musyawarah dengn membayarkan ganti rugi sebesar Rp46 640 197.5 untuk penggunaan lahan masyarakat kepada 91 orang seluas 5 522 093 m2, masing-masing berada di Desa Batu Ampar dengan rincian Rp45 475 380 kepada 83 orang seluas 5 392 984 m2 dan Desa Sungai Dua dengan rincian Rp1 164 817.5 kepada 8 orang seluas 129 109 m2. Kelengkapam dokumen yang dimiliki perkebunan BAME terkait sengketa lahan dan kompensasinya yaitu peta lokasi lahan sengketa, berita acara ganti rugi lahan, salinan perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak, daftar hadir dan dokumentasi. Mekanisme penyelesaian sengketa dan kelengkapan dokumen sengketa lahan yang dimiliki perkebunan BAME telah memenuhi ISPO kriteria 1.5.

Tabel 7 menyajikan ringkasan hasil evaluasi sengketa lahan dan kompensasi perkebunan BAME.

Tabel 7 Hasil evaluasi sengketa lahan dan kompensasi Perkebunan BAME Indikator ISPO Kondisi Perkebunan BAME 1. Tersedia mekanisme penyelesaian

sengketa yang terdokumentasi untuk penyelesaian sengketa.

Diselesaikan dengan musyawarah kemudian berlanjut pada jalur hukum sesuai dengan SOP Penyelesaian Konflik Lahan SOP/SPO/SMART/LH-04 dan SOP Ganti Rugi Lahan PT TN/-BAME/SOP/24

2. Tersedia peta lokasi lahan yang disengketakan

Peta lokasi lahan sengketa terlampir pada berita acara ganti rugi lahan.

3. Tersedianya salinan perjanjian yang telah disepakati.

Memiliki salinan perjanjian yang telah disepakati tersedia

4. Peta lokasi kebun/topografi/jenis tanah Memiliki rekaman dalam bentuk berita acara kegiatan, daftar hadir, dan dokumentasi kegiatan.

Sumber: Diolah dari PTTN Perkebunan BAME (2013)

Status Badan Hukum

(37)

Manajemen Perkebunan

Visi merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh perusahaan di masa depan. Visi merupakan cita-cita dari pendiri perusahaan yang mewakili seluruh anggota perusahaan. Dalam melaksanakan kegiatan usahanya setiap anggota dalam perusahaan sangat dipengaruhi oleh visi persero. Adapun visi dari perkebunan BAME adalah“We aim to be the best to become the largest integrated and most profitable palm-based consumer company” atau “Kami bertujuan menjadi yang terbaik untuk menjadi perusahaan kelapa sawit berbasis konsumen terbesar dan terintegrasi dan paling menguntungkan”.

Misi adalah tujuan atau alasan mengapa organisasi hidup. Pernyataan misi yang disusun dengan baik mendefenisikan tujuan mendasar dan unik yang membedakan suatu perusahaan dengan perusahaan lain dan mengidentifikasikan jangkauan operasi perusahaan dalam produk yang ditawarkan dan pasar yang dilayani. Misi mengembangkan harapan pada karyawan dan mengkomunikasikan pandangan umum untuk kelompok pemegang saham utama dalam lingkungan kerja perusahaan. Misi memberitahukan siapa kita dan apa yang kita lakukan (David 2009). Dengan bahasa sederhana misi didefenisikan sebagai suatu tujuan unik yang membedakannya dengan perusahaan-perusahaan lain yang sejenis dan mengidentifikasikan cakupan operasinya. Atau dengan kata lain misi merupakan penjabaran dari visi perusahaan. Misi perkebunan BAME adalah:

1. Melebihi standar kualitas tertinggi

2. Mempertahankan tingkat tertinggi keberlanjutan dan integritas

3. Memberdayakan masyarakat dan komunitas

4. Trend pengaturan inovasi dan teknologi

5. Mencapai nilai maksimal bagi pemegang saham

Organisasi merupakan proses kerjasama antara orang-orang yang tergabung dalam suatu wadah tertentu untuk mencapai tujuan bersama. Proses pencapaian tujuan bersama tersebut dilakukan melalui proses manajemen perusahaan. Fungsi manajemen dimulai dari proses perencanaan, proses pengorganisasian, pelaksanaan, serta pengawasan. Agar fungsi manajemen berjalan, maka suatu organisasi haruslah menggambarkan secara jelas pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab.

Struktur organisasi perkebunan BAME memberikan gambaran tugas dan wewenang dari setiap personil yang terkait. Struktur organisasi disusun sesuai dengan urutan dan kebutuhannya. Pimpinan sebagai manusia secara umum memiliki kemampuan terbatas, karena itu seorang pemimpin tidak dapat melaksanakan tugas secara sendiri tanpa dukungan dari bawahannya, dengan ini sangat dibutuhkan pembagian tugas dan tanggung jawab untuk mencapai tujuan perusahaan. Struktur Organisasi perkebunan BAME dapat diihat pada Gambar 5.

(38)

Dengan adanya manajemen perkebunan, perkebunan BAME telah memenuhi ISPO kriteria 1.7.

Gambar 5 Struktur Organisasi Perkebunan BAME

Tabel 8 menyajikan ringkasan hasil evaluasi manajemen perkebunan BAME.

Tabel 8 Hasil evaluasi manajemen Perkebunan BAME

Indikator ISPO Kondisi Perkebunan BAME 1. Perusahaan telah memiliki Visi dan

Misi serta komitmen untuk

memproduksi minyak sawit lestari.

Perusahaan sudah mempunyai visi dan misi serta kebijakan lingkungan

2. Memiliki SOP untuk praktek budidaya dan pengolahan hasil perkebunan.

3. Memiliki struktur organisasi dan uraian tugas yang jelas bagi setiap unit pelaksanaan

Memiliki SOP Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan PT TN-BAME/SOP/ 13; SOP Panen PT TN-BAME/ SOP/14

Terpasang di dinding kantor PTTN dan memiliki program kerja untuk setiap divisi.

Sumber: Diolah dari PTTN Perkebunan BAME (2013)

Prinsip 2 Penerapan Pedoman Teknis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit

Indikator ISPO pada prinsip 2 yang dievaluasi pada penelitian ini hanya indikator-indikator pada 2.1 terkait penerapan pedoman teknis budidaya di perkebunan BAME.

(39)

Pembukaan Lahan dan Penanaman

Pembukaan lahan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dalam usaha tani yang didalamnya terdapat perencanaan tata ruang dan tata letak yang kegiatannya meliputi pengukuran areal, pembangunan infrastruktur, dan pembersihan lahan sampai dengan lahan siap ditanami kelapa sawit. Tujuan pembukaan lahan adalah agar bibit yang ditanam mendapatkan ruang dan tempat tumbuh yang normal terhindar pengganggu baik berupa gulma, hama, ataupun penyakit. Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 10 Tahun 2010 tentang Mekanisme Pencegahan Pencemaran Lingkungan terkait Kebakaran Hutan, Pembukaan lahan adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyiapan dan pembersihan lahan untuk kegiatan budidaya maupun non budidaya dan dalam kegiatan pembukaan lahan diperlukan upaya untuk mempertahankan fungsi hutan dan/atau lahan melalui cara-cara yang tidak memberi peluang berlangsungnya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan.

Pembukaan lahan untuk perkebunan BAME dilakukan berdasarkan petunjuk teknik persiapan lahan yang dimiliki oleh perusahaan dengan metode tebang habis secara manual, yaitu menggunakan bantuan alat gergaji mesin (Chain saw) dan parang. Rincian kegiatan imas yang berupa penebangan semak kelukar dan tegakan berdiameter kecil berikut tanggul-tanggul akarnya (underblushing), yang kemudian disusul oleh kegiatan tebang dan rencek yang berupa penebangan/penumbangan (cutting of felling) tegakan yang masih berdiri serta pemupukan (pilling). Kegiatan akhir rangkaian pembukaan lahan tidak dilaksanakan pembakaran, tetapi dengan memanfaatkan kayu sisa yang masih bermanfaat untuk industry pengolahan sedangkan serpihan kayu dibersihkan dengan dibantu alat mekanis berupa traktor yang dipasang alat pendorong. Pembukaan lahan besar-besaran dilaksanakan pada 2 periode yaitu pada tahun 1993 sampai 1999 seluas ± 2 340 ha untuk penanaman komoditi kelapa sawit termasuk 750 ha untuk penanaman komoditi kelapa hibrida kemudian tahun 2005 hingga 2007 seluas ± 1 680 ha termasuk mengganti perkebunan kelapa hibrida dengan komoditi kelapa sawit seluas 750 ha.

Penanaman kelapa sawit dilakukan pada lahan mineral sejak tahun 1993 hingga 2007 dengan luas tanam seluas 4 019.66 ha. Perkebunan BAME tidak terdapat kawasan gambut. Rincian tahun tanam perkebunan BAME dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Tahun tanam Perkebunan BAME Tahun Tanam Luas Areal (Ha)

1993 1 721.56

1998 94.83

1999 522.78

2005 1 002.95

2006 420.86

2007 256.68

Total 4 019.66

(40)

Sehubungan dengan Surat Menteri Pertanian RI No. 184/LB/130/M/8/2007 tanggal 14 Agustus 2007 tentang Larangan Membuka Hutan Lahan dengan cara membakar, perusahaan juga mengeluarkan Surat Edaran No: 071/SMD OPS/IX/2007 tanggal 4 September 2007 perihal Larangan membuka lahan dengan cara membakar. Adapun upaya yang dilakukan perusahaan untuk menindaklanjuti surat edaran tersebut antara lain:

1. Mengadakan patrol pencegahan kebakaran lahan di wilayah kebun dan lingkungan sekitarnya

2. Mempersiapkan regu dan sarana pemadam kebakaran sesuai dengan kondisi kerawanan masing-masing lokasi

3. Membantu pemerintah daerah apabila terjadi kebakaran lahan di sekitar lokasi kebun atau areal pengembangan kebun

4. Membuat papan peringatan bahaya kebakaran dan larangan membakar lahan serta mensosialisasikannya kepada karyawan dan kontraktor yang bekerja di lingkungan kebun

5. Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait d tingkat kabuoaten dalam upaya pencegahan kebakaran lahan dan kebun

6. Tidak membuka kebun atau mengolah lahan dengan cara membakar baik disengaja maupun karena kelalaian di lokasi kebun atau areal pengembangan yang sudah mendapat izin.

Tabel 10 menyajikan ringkasan hasil evaluasi pembukaan lahan perkebunan BAME.

Tabel 10 Hasil evaluasi pembukaan lahan Perkebunan BAME Indikator ISPO Kondisi Perkebunan BAME Kriteria 2.1.1

1. Tersedia SOP Pembukaan lahan Memiliki Petunjuk Teknis Persiapan Lahan dan Surat Edaran No: 071/SMD OPS/IX/2007 tanggal 4 September 2007 perihal Larangan membuka lahan dengan cara membakar.

2. Tersedia rekaman pembukaan lahan Pembukaan lahan dilakukan dengan menggunakan traktor untuk menggantikan tanaman kelapa hibrida menjadi kelapa sawit dan memiliki dokumentasi pembukaan lahan.

Sumber: Diolah dari PTTN Perkebunan BAME (2013)

Perlindungan Terhadap Sumber dan Kualitas Air

(41)

Serongga. Sumber air tersebut merupakan sumber air yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat setempat dan harus dilindungi dari proses pencemaran akibat aktivitas perkebunan. Perlindungan air itu sendiri menurut Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air adalah upaya pengamanan sumber air dari kerusakan yang ditimbulkan, baik akibat tindakan manusia maupun gangguan yang disebabkan oleh daya alam. Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan untuk mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Beberapa upaya perlindungan terhadap kualitas dan sumber air dan pencegahan pencemaran yang dilakukan oleh perkebunan BAME seperti menerapkan prinsip Best Management Practices (BMP) yaitu menerapkan metode, teknik agronomis dan pengelolaan yang baik dalam kegiatan pemeliharaan tanaman. Kegiatan pemeliharaan tanaman tidak mengaplikasikan bahan kimia (agrochemical) dalam mengendalikan gulma di areal sempadan sungai. Dimana kegiatan pemeliharaan tanaman kelapa sawit di areal sempadan sungai dilakukan secara manual (pembabatan gulma dan garuk piringan). Kegiatan pemeliharaan manual dengan cara membabatan gulma membutukan biaya operasional yang lebih tinggi dibandingkan dengan kegiatan penyemprotan. Namun, secara ekologis hal ini diharapkan dapat membantu dalam menjaga kualitas air sungai. Selain itu, perusahaan juga menerapkan sistem pemupukan secara manual di areal tersebut. Pemupukan dilakukan secara manual agar pupuk tidak masuk ke dalam sungai. Selain itu, dilakukan juga pemasangan tanda batas aplikasi agrochemical berupa papan amaran bertuliskan “BATAS SEMPROT” di

setiap jalan yang terlihan sungai serta tanda silang (x) yang dicatkan pada setiap pokok kelima terluar dari sempadan sungai. Papan amaran NKT juga telah dipasang di lokasi-lokasi sempadan sungai yang strategis.

Program perlindungan sumber dan kualitas air berdasarkan RKL dan RPL diatur dalam SOP Perlindungan Daerah Sempadan Sungai SOP/SPO/SMART/LH-06 dan SOP Pengelolaan Daerah Aliran Sungai SOP/SPO/SMART/LH-07. Sempadan sungai di areal perkebunan Perkebunan BAME merupakan kawasan NKT yang dilindungi oleh perusahaan. Dalam rencana pengelolaan sumber daya air dan sesuai dengan SOP bahwa areal sempadan sungai akan dilindungi sejauh 50 meter (kiri dan kanan sungai) dengan cara merehabilitasi pada saat kegiatan replanting.

(42)

kegunaan tersebut. Hasil analisis menunjukan bahwa beberapa parameter fisik dan kimia belum memenuhi standar baku mutu sesuai dengan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No. 5 Tahun 2007. Berikut hasil analisis kualitas air sungai serongga yang belum memenuhi standar baku mutu disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Hasil analisis kualitas air sungai serongga yang belum memenuhi baku mutu

Parameter Satuan Baku Mutu

Hasil Analisis* Hilir Hulu

TSS mg/L 50 92 86

Flourida (F-) mg/L 0.1 1.59 1.42

COD mg/L 25 251.20 146.81

BOD mg/L 3 22.86 18.09

Tembaga (Cu) mg/L 0.02 0.04 0.17

Minyak dan Lemak mg/L 1 2.0 1.6

*Analisis pada bulan Mei 2013

Sumber: PTTN Perkebunan BAME (2013)

Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa kualitas air sungai serongga di areal perkebunan di hilir lebih baik daripada di hulu. Hal ini membuktikan bahwa perusahaan bertanggung jawab atas kualitas air sungai yang berada dalam areal perkebunan dengan tidak menambah beban pencemar ke badan air. Pencemar yang masuk ke sungai, baik dari bagian hulu dan tengah akan terakumulasi di daerah hilir. Menurut Agustiningsih et al (2012), hal ini tersebut mungkin saja terjadi mengingat sungai mempunyai kemampuan memulihkan dirinya sendiri (self purification) dari bahan pencemar, dimana kandungan bahan organik mengalami penurunan yang ditunjukkan dengan nilai BOD yang menurun bila dibandingkan hulu sungai.

Tabel 12 menyajikan ringkasan hasil evaluasi perlindungan terhadap sumber dan kualitas air perkebunan BAME.

Tabel 12 Hasil evaluasi perlindungan terhadap sumber dan kualitas air Perkebunan BAME

Indikator ISPO Kondisi Perkebunan BAME Kriteria 2.1.2

1. Tersedia rekaman pengelolaan air dan pemeliharaan sumber air

Memiliki rekaman pengelolaan air dan pemeliharan sumber air berupa hasil analisis kualitas air permukaan pada hulu dan hilir sungai serongga dan hasil analisis kualitas air tanah pada sumur pantau setiap 1 bulan sekali. 2. Tersedia program pemantauan kualitas

air permukaan.

Menguji kualitas air permukaan (sungai serongga) yang digunakan untuk kebutuhan domestik karyawan/masyarakat.

(43)

Pemeliharaan Tanaman dan Pengendalian OPT

Pemeliharaan tanaman merupakan tahapan awal yang sangat menentukan keberhasilan kegiatan pemeliharaan tanaman. Perkebunan BAME memiliki prosedur untuk pemeliharaan tanaman yang diatur dalam SOP Pemeliharaan Tanaman PT TN-BAME/SOP/143 dan Instruksi Kerja (IK) terkait pemeliharaan tanaman. Upaya yang dilakukan perusahaan untuk memelihara tanaman antara lain:

1. Pemeliharaan gawangan, piringan, pasar pikul danTPH

Piringan,pasar pikul dan THP merupakan sarana terpenting dari produksi dan perawatan tanaman. Piringan adalah area di sekeliling tanaman yang berfungsi sebagai tempat penyebarnya pupuk. Selain itu, piringan juga merupakan tempat jatuhnya tandan buah dan brondolan (Pahan 2006). Dalam budidaya kelapa sawit, piringan harus terus dipelihara agar selalu dalam keadaan bebas dari gulma. Selain untuk meminimalisasi persaingan dalam mendapatkan unsur hara antara tanaman dan gulma, pemeliharaan piringan juga penting dilakukan untuk menghindari kerusakan tanaman akibat efek negatif gulma, mendukung kegiatan pemeliharaan tanaman lainnya, dan mempermudah kegiatan pengawasan dan panen pada fase tanaman menghasilkan. Pemeliharaan piringan dilakukan dengan membersihkan gulma yang terdapat pada piringan dari tanaman baik itu dilakukan secara mekanis seperti dicangkul untuk gulma anak kayu dan secara kimiawi dengan aplikasi herbisida untuk semak dan lalang. Tujuan pengendalian lalang di piringan dan gawangan yaitu untuk menghentikan perkembagbiakannya karena pertumbuhan populasi ilalang sangat cepat, ditinjau dari segi penyediaan bahan organic ilalang tidak memberikan kontribusi, pada populasi tinggi ilalang sangat berperan sebagai penyulut terjadinya kebakaran dan ilalang menyerap unsur hara yang disimpan dalam rhizome. Diameter piringan digaruk secara manual hingga bersih sepanjang diameter 200 cm. Pasar pikul berfungsi sebagai jalan untuk mengangkut buah ke TPH dan menjalankan aktifitas operasional lainnya. Sementara, TPH berfungsi sebagai tempat pengumpulan hasil panen sebelum diangkut ke PKS. Agar berfungsi sebagaimana mestinya, sarana tersebut mutlak memerlukan pemeliharaan yang berkesinambungan. Hal tersebut diatur perusahaan dalam IK Pemeliharaan Gawangan IK/BAME/TM/02, dan IK Pemeliharaan Piringan dan Pasar Pikul IK/BAME/TM/03, IK Pemberantasan Lalang. Adapun rotasi pemeliharaan tanaman memiliki perlakuan yang berbeda sesuai dengan sasaran gunma seperti yang disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Pemeliharaan tanaman menghasilkan Perkebunan BAME Kegiatan/Gulma Sasaran Metode Rotasi/

Tahun Gawangan

DAK TM Muda Manual 3

DAK TM Remaja-Tua Manual 2

Semprot Semak Secara Umum Kimia 2

Semak Dominan Putihan (Chromolaeana odorata/ Melastoma)

Gambar

Gambar 2 Peta Persebaran Luas Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia  Tahun 2013
Gambar 4 Peta Lokasi Perkebunan BAME
Tabel  5  menyajikan  ringkasan  hasil  evaluasi  perizinan  dan  sertifikat  perkebunan BAME
Gambar 5 Struktur Organisasi Perkebunan BAME
+7

Referensi

Dokumen terkait

19/Permentan/OT/140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia ( Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO), menyatakan bahwa : “Perusahaan Perkebunan

Dari analisis sebelumnya diketahui sebanyak 17 variabel yang berperan dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit yaitu: luas lahan, status penguasaan lahan, kesesuaian

Perusahaan perkebunan sawit yang telah mendapatkan penilaian Kelas I, Kelas II atau Kelas III sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07/Permentan/OT.140/2/2009 tentang

Penanaman pada Lahan Gambut Penanaman kelapa sawit Memiliki catatan untuk penanaman pada lahan gambut yang mengacu kepada peraturan (1) Tersedia rekaman penanama

Tapian Nadenggan telah melaksanakan pengelolaan aspek lingkungan sosial ekonomi berkelanjutan berdasarkan kriteria ISPO pada perolehan hak atas tanah, tanggung jawab

Pekebun, kelompok tani, koperasi memastikan bahwa panen dilakukan tepat waktu dan dengan cara yang benar. Buah yang dipanen adalah buah matang panen dan dilakukan pada waktu yang

Metode MDS merupakan teknik analisis statistik berbasis komputer dengan menggunakan perangkat lunak SPSS, yang melakukan transformasi terhadap setiap dimensi dan

1. JAKARTA JAWA BARAT BANTEN JAWA TENGAH D.I. Wujud Produksi/Production : Minyak Sawit/Crude Palm Oil.. Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Perkebunan Besar Swasta Asing Menurut