• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekonomi dan Kelembagaan Hutan Rakyat untuk Menunjang Pasokan Bahan Baku Industri Slat Pensil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ekonomi dan Kelembagaan Hutan Rakyat untuk Menunjang Pasokan Bahan Baku Industri Slat Pensil"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

EKONOMI DAN KELEMBAGAAN HUTAN RAKYAT UNTUK

MENUNJANG PASOKAN BAHAN BAKU

INDUSTRI SLAT PENSIL

ANDESTIAN WIJAYA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Ekonomi dan Kelembagaan Hutan Rakyat untuk menunjang Pasokan Bahan Baku Industri Slat Pensil adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

RINGKASAN

ANDESTIAN WIJAYA. Ekonomi dan Kelembagaan Hutan Rakyat untuk Menunjang Pasokan Bahan Baku Industri Slat Pensil. Dibimbing oleh HARDJANTO dan YULIUS HERO.

Hutan rakyat mampu menutupi kekurangan pasokan bahan baku kayu dari hutan alam. Kualitas kayu rakyat memang masih sangat rendah, walaupun hutan rakyat mempunyai potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan. Penggunaan kayu bulat yang bersumber dari hutan rakyat menunjukkan tren positif selama satu dasawarsa terakhir. Salah satu jenis hutan rakyat yang cukup potensial untuk dikembangkan adalah hutan rakyat Pulai (Alstonia sp.) di Kabupaten Musi Rawas. Hutan rakyat Pulai mengalami perkembangan pesat karena daerah ini merupakan sebaran alami dan pangsa pasar Pulai yang tersedia. Kayu Pulai merupakan bahan baku utama untuk produksi pensil. Suplai kayu bulat Pulai saat ini dirasakan belum optimal bagi industri pensil selama kurun waktu 5 tahun terakhir.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kelayakan usaha hutan rakyat Pulai (Alstonia sp.), menganalisis kontibusi pendapatan hutan rakyat terhadap pendapatan total petani, menganalisis kelembagaan hutan rakyat dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengusahakan hutan rakyat. Penelitian dilakukan di Kabupaten Musi Rawas pada dua desa yaitu Desa yaitu SP 5 Suka Makmur (hutan rakyat monokultur Skema Kredit Usaha Hutan Rakyat/KUHR) dan Desa Sumber Harta (hutan rakyat pola agroforestry Pulai dan karet). Penelitian ini menggunakan metode survei dan pengambilan contoh menggunakan pengambilan contoh bertahap.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengusahaan hutan rakyat dengan sistem monokutur maupun sistem agroforestry layak diusahakan. Namun, sistem agroforestry lebih menguntungkan. Berdasarkan analisis sensitivitas kedua sistem pengusahaan hutan rakyat bersifat sensitif terhadap penurunan pendapatan dibandingkan jika terjadi peningkatan biaya. Peningkatan luas lahan hutan rakyat berkorelasi dengan peningkatan pendapatan petani dan kontribusi hutan rakyat rata-rata sebesar 10.3% terhadap total pendapatan petani. Pengeluaran rumah tangga petani terbesar pada kebutuhan bahan makanan berupa beras dan non beras. Terdapat kecenderungan semakin luas lahan hutan rakyat maka semakin besar pengeluaran rumah tangga. Berdasarkan kriteria garis kemiskinan Sayogyo, sebagian besar petani di lokasi penelitian termasuk kategori hidup berkecukupan.

(4)

menyediakan lahan penanaman dan industri menyediakan biaya, sarana produksi, bimbingan teknis dan peningkatan teknologi.

Masyarakat Musi Rawas sudah mengusahakan karet sejak lama, masyarakat lebih menyukai usaha karet sebagai mata pencaharian utama sedangkan usaha HR Pulai sebagai usaha sampingan yang digunakan sebagai tabungan. Jika memiliki lahan kosong, petani lebih menyukai mengusahakan karet dibandingkan Pulai. Petani ingin bergabung dalam program KUHR apabila memiliki lahan marjinal yang cukup luas. Masing-masing pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengusahaan HR memiliki pengaruh dan kepentingan yang berbeda-beda. Pemangku kepentingan cenderung membangun kerjasama, baik sebagai alat tawar maupun sebagai sarana untuk membangun kelembagaan baru dan mempunyai sejumlah agenda untuk membantu memperkuat kelompoknya.

Kinerja usahatani agroforestry Pulai-karet lebih baik dibandingkan usahatani monokultur. Kinerja industri untuk mencapai pemenuhan bahan baku termasuk rendah, sedangkan kinerja industri dalam menghasilkan produk kayu olahan cukup tinggi. Kelembagaan HR Pulai mempunyai tiga ciri pokok yaitu batas yurisdiksi, hak kepemilikan dan aturan representasi. Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa terdapat dua variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap keputusan petani mengusahakan hutan rakyat yaitu luas lahan hutan rakyat dan kemudahan budidaya Pulai.

(5)

SUMMARY

ANDESTIAN WIJAYA. Economic and Institutional Private Forests for Support Industrial Raw Material Supply of Pencil Slat.Supervised by HARDJANTO and YULIUS HERO.

Private forests can cover the shortage of raw materials supply from natural forests. Timber from private forest has a lowed quality, although private forests have a great potensial to use. Usage logs from private forest has showed a positive trend during the last decade. One kind of private forest were potential to be developed is a Pulai (Alstonia sp.) private forest in Musi Rawas. It is evolved considerably because this species are endemic and the market are available. Pulai wood is the main raw material for the production of pencils. Nowdays, supply of logs Pulai had not been optimal for pencil industry during the last 5 years.

The purpose of the study were to analyze the feasibility private forest of Pulai (Alstonia sp.), analyzes contributing of private forest income in total income of farmers, analyze institutional private forests and analyzes the factors that affect farmers decisions to commercialize private forest. Study was conducted in Musi Rawas District at two villages namely SP 5 Suka Makmur (monoculture private forest Scheme of Private Forest Business Credit /or KUHR) and Sumber Harta (private forest agroforestry pattern of Pulai and Rubber). This study used survey method and multistage sampling.

The results showed that private forest cultivation both monoculture system and agroforestry are feasible. However, agroforestry system are more profitable. Based on the sensitivity analysis, both private forest cultivation systems are sensitive to discharge in revenue compared to if there is increase in costs.

Increasing private forest land area correlates with increasing of farmer‟s income

and contribution of private forest average 10.3% to total farmer‟s income. The

biggest farmers household expenditure are on food needs such as from rice and non-rice. There is growing tendency of private forest land area then the bigger the household expenses. Based on the Sayogyo‟s poverty line criteria, most of farmers in the study site are include on live well category.

Pulai wood are tractable, dried, preserved and has a moderate swelling and shrinkage of wood. Pulai wood has known as light wood types, so it could be minimize in cost and effort when transporting. Private forest monoculture in SP 5

Suka Makmur village use cropping systems “cemplongan”, while the private

forest in Sumber Harta village using intercropping planting. Farmers made farmers' groups aims to improve the welfare, solve problems and add information. Agroforestry Farmers Group will be exist even with narrow area of the private forest and traditional cultivation system of Pulai, while monoculture Farmers Group of KUHR because it is formed by interesting project will lose its role. The partnership between PT. XIP and monoculture farmer can classified as core-plasma partnership. The farmers provide the land and industry responsibility about cost, inputs, technical guidance and improved technology.

(6)

fairly extensive marginal land. Each of the stakeholders involved in the operation private forest have different interests and influence. Stakeholders tend to build cooperation, as a bargaining tool, to build institutional and has a number of agenda to help strengthen the group.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan

EKONOMI DAN KELEMBAGAAN HUTAN RAKYAT UNTUK

MENUNJANG PASOKAN BAHAN BAKU

INDUSTRI SLAT PENSIL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(9)
(10)

Judul Tesis : Ekonomi dan Kelembagaan Hutan Rakyat untuk Menunjang Pasokan Bahan Baku Industri Slat Pensil

Nama : Andestian Wijaya NIM : E151130071

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Hardjanto, MS Ketua

Dr Ir Yulius Hero, MSc FTrop Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan

Dr Tatang Tiryana, SHut MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga Tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan Januari–Februari 2015 ini ialah hutan rakyat, dengan judul Ekonomi dan Kelembagaan Hutan Rakyat untuk Menunjang Pasokan Bahan Baku Industri Slat Pensil.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Hardjanto, MS dan Bapak Dr Ir Yulius Hero, MSc FTrop, MSc selaku pembimbing, dosen penguji luar Ibu Dr Ir Leti Sundawati, MSc FTrop, Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan Dr Tatang Tiryana, S Hut, M Sc. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ir Muklis Syarief, Bapak Ir Agus Cik, Bapak Ir Harry Sartono, Bapak Ir M. Ali Wijaya, Ricky Wijaya S Hut, Mas Yosep, Mas Epeng, Kuyung Akmal dari PT. Xylo Indah Pratama, Bapak Ir Risman beserta Staf Dinas Kehutanan Kabupaten Musi Rawas yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, Istri dan Anak serta seluruh Keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga Tesis ini bermanfaat.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR SINGKATAN ISTILAH

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

2 METODE 5

Kerangka Pikir Penelitian 5

Waktu dan Lokasi Penelitian 7

Alat 8

Jenis Data 8

Metode Pengambilan Contoh 8

Metode Pengumpulan Data 8

Analisis Data 10

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Keadaan Umum Lokasi 14

Sejarah Pembangunan HR Pulai 19

Karakteristik Petani HR 20

Sistem Pengusahaan HR 22

Kelayakan Usaha HR 25

Pendapatan Petani HR 32

Kelembagaan HR 38

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani untuk

Mengusahakan HR 55

4 SIMPULAN DAN SARAN 58

Simpulan 58

Saran 58

DAFTAR PUSTAKA 59

LAMPIRAN 66

(13)

DAFTAR TABEL

1 Jenis, sumber dan tehnik mendapatkan data 9

2 Luas wilayah Musi Rawas menurut penggunaan lahan 14

3 Luas hutan Musi Rawas 16

4 Realisasi pembangunan HR Pulai program KUHR 17

5 Industri pengolahan kayu di Musi Rawas 18

6 Jenis flora dan fauna Musi Rawas 18

7 Karakteristik responden 20

8 Harga satu pohon di tingkat petani 24

9 Perbedaan analisis finansial dan ekonomi 26

10 Produksi fisik, nilai finansial kayu bulat Pulai 28

11 Biaya pengusahaan HR per ha selama daur 29

12 Nilai keuntungan (nominal) usaha hutan rakyat selama daur 30 tahun 30 13 Rekapitulasi nilai NPV, BCR dan IRR pengusahaan hutan rakyat

dengan daur 30 tahun 31

14 Rekapitulasi analisis sensitivitas finansial pengusahaan HR Pulai 32 15 Pendapatan petani dari usaha perkebunan karet 33

16 Pendapatan petani dari usaha pertanian 34

17 Pendapatan usaha peternakan 34

18 Pendapatan petani dari sektor lain 35

19 Kontribusi berbagai sumber pendapatan terhadap pendapatan total

rumah tangga petani 35

20 Pengeluaran rumah tangga petani rata-rata setiap desa 36 21 Proporsi pendapatan terhadap pengeluaran petani 37

22 Tingkat kesejahteraan petani HR 37

23 Karakteristik dan produk Pulai 40

24 Perbedaan situasi desa penelitian 42

25 Alasan petani menjadi anggota KT 43

26 Hak dan kewajiban industri (PT. XIP) 44

27 Hak dan kewajiban petani mitra 44

28 Aturan main petani/kelompok tani agroforestry Pulai dan karet 45 29 Hak dan kewajiban kelompok tani agroforestry Pulai dan karet 45 30 Perbandingan struktur kelembagaan kelompok tani 46 31 Klasifikasi, tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh stakeholders

terhadap pengusahaan HR 49

32 Perilaku stakeholders dan kinerja dalam pengusahaan HR 51

33 Kinerja usahatani 52

34 Kinerja industri slat pensil 53

35 Tipe hak kememilikan serta hak dan kewajiban 54

36 Variabel-variabel dalam dalam analisis regresi logistik 55

37 Uji signifikansi secara keseluruhan 56

38 Nilai statistik uji wald 56

39 Hasil Uji Hosmer–Lemeshow 57

(14)

DAFTAR GAMBAR

1 Tren pemanfaatan kayu bulat oleh IPHHK kapasitas di atas 6.000 m3/tahun. ( ) kayu rakyat, ( ) kayu HTI, ( ) kayu HPH,

( ) kayu IPK/ILS 2

2 Kerangka pikir penelitian 7

3 Jarak dari ibukota kabupaten ke ibukota Kecamatan 15 4 HR Pulai (a) Monokultur dan (b) Agroforestry di Musi Rawas 17

5 Proses pembuatan slat pensil 24

6 Jalur pemasaran kayu Pulai 25

7 Harga jual hasil pertanian di pasar lokal 33

8 Pendapatan rata-rata petani berdasarkan luas lahan HR 36 9 Tingkat kesejahteraan rumah tangga petani HR Pulai 38

10 Produk utama kayu Pulai (a) Proses pembuatan slat pensil

(b) Slat pensil dan (c) Pensil 41

11 Pola kemitraan intiplasma PT. XIP dengan petani 47 12 Matrik nilai kepentingan dan pengaruh stakeholders dalam pengusahaan

HR 50

13 Kinerja industri PT. XIP 53

DAFTAR LAMPIRAN

1 Identitas responden 67

2 Arus kas pengusahaan HR Monokultur program KUHR 68

3 Arus kas pengusahaan HR agroforestry 70

4 Pendapatan total petani 72

5 Pengeluaran rumah tangga petani 73

6 Analisis regresi logistik 74

(15)

DAFTAR SINGKATAN ISTILAH

BRIK : Badan Revitalisasi Industri Kehutanan BCR : Benefit of Cost Ratio

Bappeda : Badan Perencanaan Daerah BTS Ulu : Bulang Tengah Suku Ulu

Ditjen BPDAS-PS : Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial

Ditjen BUHT : Direktorat Jenderal Bina Usaha Hutan Tanaman Ditjen BUK : Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan FSC : Forest Stewardship Council

HOK : Hari Orang Kerja

HPH : Hak Pengusahaan Hutan

HT : Hutan Tanaman

HTI : Hutan Tanaman Industri

HR : Hutan Rakyat

HTR : Hutan Tanaman Rakyat

ILS : Izin Lain Sah

IPHHK : Industri Primer Hasil Hutan Kayu IRR : Internal Rate of Return

KT : Kelompok Tani

KUHR : Kredit Usaha Hutan Rakyat

LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat

NPV : Net Present Value

Permenhut : Peraturan Menteri Kehutanan PHH : Penatausahaan Hasil Hutan

PP : Peraturan Pemerintah

PT. XIP : PT. Xylo Indah Pratama

SDM : Sumber Daya Manusia

SFM : Sustainable Forest Management SHM : Sertifikat Hak Milik

SK : Surat Keputusan

SKAU : Surat Keterangan Asal Usul Kayu

SPH : Surat Pengakuan Hak

SSBP : Situation-Structure-Behaviour-Perfomance SVLK : Sistem Verifikasi Legalitas Kayu

Tupoksi : Tugas Pokok dan Fungsi

(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini terjadi kesenjangan antara kapasitas industri terpasang dengan kemampuan sumber daya alam dalam menyediakan bahan baku industri pengolahan kayu. Defisit produksi kayu bulat terhadap kebutuhan pasokan bahan baku industri semakin besar. Direktorat Jenderal BUK (2014) mencatat kebutuhan bahan baku kayu bulat untuk Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IPHHK) nasional kapasitas di atas 6 000 m3/tahun sebesar 98.19 juta m3/tahun yang terdiri atas 401 unit industri. Realisasi pemenuhan kayu bulat nasional tahun 2014 hanya sebesar 48.25 juta m3 yang berasal dari berbagai sumber yaitu kayu bulat hutan alam dari Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK)/Izin Lain Sah (ILS), kayu dari perkebunan, kayu dari Hutan Tanaman (HTI & Perhutani), kayu dari Hutan Rakyat dan kayu impor. Berdasarkan data di atas IPHHK mengalami kekurangan bahan baku sebesar 50%. Guna memenuhi kapasitas industri tersebut diperlukan upaya untuk memanfaatkan dan mengefektifkan potensi sumber bahan baku kayu semaksimal mungkin melalui ekstensifikasi Hutan Tanaman (HT) antara lain pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI), Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dan Hutan Rakyat (HR). Pembangunan HT yang dilakukan yaitu melalui pengembangan HTI di dalam kawasan hutan dan pengembangan HR di luar kawasan hutan (Supriadi 2002). UU No 41/1999 mendefinisikan HR “hutan yang terdapat di atas tanah yang dibebani hak atas tanah seperti hak milik, hak guna

usaha dan hak pakai”. Kepmenhut No 49/1997 mendefinisikan HR “hutan yang dimiliki rakyat dengan luas minimal 0.25 ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan atau jenis lainnya lebih dari 50% dan atau tanaman tahun pertama sebanyak minimal 500 tanaman tiap hektar”. Hardjanto (2000) secara singkat menjelaskan bahwa HR adalah hutan yang dalam penggunaan lahannya menghasilkan kayu rakyat dan diusahakan dalam lahan milik.

(17)

Kualitas kayu rakyat memang masih sangat rendah. Namun hutan rakyat mempunyai potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan. BRIK (2014) menyebutkan bahwa beberapa jenis kayu dari HR seperti Jati (Tectona grandis), Mahoni (Swietenia mahagoni), Sengon (Paraserianthes falcataria), Durian (Durio zibethinus), Jabon (Anthocephalus cadamba), Bayur (Pterospermum javanicum), Pulai (Alstonia scholaris), Sonokeling (Delbergia latifolia) dan Karet (Hevea brasiliensis) banyak digunakan untuk industri pengolahan kayu untuk produksi veneer, plywood, laminating board, bare core, engineering doors, packaging boxes, flooring, furniture, housing component dan pencil slate.

Gambar 1 Tren pemanfaatan kayu bulat oleh IPHHK kapasitas di atas 6.000 m3/tahun. ( ) kayu rakyat, ( ) kayu HTI, ( ) kayu HPH, ( ) kayu IPK/ILS (Sumber: Ditjen BUK 2014).

Salah satu jenis HR yang cukup potensial untuk dikembangkan adalah HR Pulai (Alstonia sp.) di Kabupaten Musi Rawas. HR Pulai mengalami perkembangan pesat karena daerah ini merupakan sebaran alami dan pangsa pasarnya yang tersedia (Lukman et al. 2012). Jenis Pulai (A. scholaris) Musi Rawas memiliki tingkat keragaman genetik terbesar di Indonesia (Hartati et al. 2007). Dahulu Pulai merupakan tanaman liar dan diangap gulma di perkebunan dan pekarangan masyarakat di Musi Rawas. Usahatani Pulai mulai mengalami perkembangan pesat pada tahun 1997 sejak program Kredit Usaha Hutan Rakyat (KUHR) oleh industri slat pensil1 PT. Xylo Indah Pratama yang melakukan kerjasama penanaman Pulai dengan petani pemilik lahan (Mayers & Varmeulen 2002). Jenis Pulai yang dikembangkan merupakan jenis endemik cepat tumbuh yaitu Pulai Gading (A. scholaris (L.) R.Br.) dan Pulai Darat (A. angustiloba Miq.) (Balitbanghut 2004; Sumadi et al. 2006).

HR Pulai memiliki potensi sebagai penyedia bahan baku industri slat pensil yang pemanfaatannya cukup besar di Musi Rawas (Mashudi 2013). Sebagian besar suplai kayu Pulai untuk industri dipenuhi dari HR dan sebagian dari hutan alam. Kayu Pulai merupakan kayu kualitas terbaik untuk produksi pensil (Maimunah 2014), karena sifatnya yang mudah dikerjakan, dikeringkan, diawetkan dan mempunyai daya kembang susut sedang (Arinana & Diba 2009).

1

Slat pensil (pencil slate) adalah lembaran tipis kayu yang diperoleh dengan mengolah kayu gergajian (sawn timber) dengan ukuran panjang maksimal 300 mm, lebar maksimal 70 mm dan tebal maksimal 6 mm, slat pensil kemudian diolah lebih lanjut menjadi barang jadi berupa pensil. Slat pensil merupakan bagian yang paling penting dalam proses pembuatan pensil (Hanik 2014).

0 5,000,000 10,000,000 15,000,000 20,000,000 25,000,000 30,000,000 35,000,000 40,000,000

Vo

lu

m

e

(m

(18)

Kayu Pulai memiliki nilai ekonomi tinggi, harga kayu Pulai (log) diameter 20 cm di tingkat pabrik rata-rata Rp500 000/m3 (Yuwono 2006), hasil penelusuran pada PT. XIP harga saat ini rata-rata Rp725 000/m3. Di Yogyakarta kayu Pulai dimanfaatkan untuk industri kerajinan topeng dan di Bali dimanfaatkan untuk industri kerajinan ukiran (Mashudi & Adinugraha 2014). Kegunaan kayu Pulai lainnya sebagai barang kerajinan berupa papan tulis, lemari, korek api, hak sepatu, cetakan beton, peti mati dan pulp (Indartik 2009).

Untuk mengetahui apakah pengusahaan HR Pulai berjalan baik atau tidak diperlukan analisis finansial. Ying (2014) menyatakan bahwa analisis finansial usaha HR sangat penting untuk mengetahui kelayakan usaha melalui perhitungan kriteria investasi HR. Analisis ini memberikan gambaran positif atau negatif terhadap pilihan-pilihan tertentu serta menjadi alat pendekatan rasional dalam pengambilan keputusan secara ekonomi. Perhitungan pendapatan HR sangat diperlukan untuk mendapatan gambaran usaha HR, karena adakalanya biaya dan pendapatan yang dihasilkan akan berbeda pada setiap pola pengembangan HR. Sedangkan untuk mengetahui kelembagaan HR digunakan analisa SSBP (Situation, Structure, Behaviour & Perfomance) (Schmid 1987). Schmid menyatakan kelembagaan sebagai inovasi untuk mengatur atau mengontrol interdependensi antar manusia terhadap sesuatu situasi, situasi akan mempengaruhi perilaku, selanjutnya perilaku akan mempengaruhi kinerja. Hardjanto et al. (2012) menyatakan bahwa kinerja usaha HR akan menjadi lebih baik jika kelembagaan yang mendukung pada setiap sub-sistem terus disempurnakan. Kelembagaan adalah bagian penting yang memungkinkan tercapainya kelestarian usaha dan kelestarian hasil HR.

Studi tentang ekonomi dan kelembagaan HR Pulai masih jarang dilakukan, oleh karena itu layak untuk dilakukan penelitian. Hasil studi literatur menunjukkan bahwa kajian HR di Musi Rawas yang telah dilakukan yaitu persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap pembangunan hutan HR pola kemitraan (Yuwono 2006). Fokus penelitian ini adalah tentang analisis kelayakan finansial dan kelembagaan HR Pulai. Penelitian ini bertujuan menganalisis kelayakan HR Pulai di tingkat petani, menganalisis kontribusi pendapatan usahatani HR terhadap total pendapatan petani, menganalisis kelembagaan dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengusahakan HR. Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat sebagai acuan bagi pengambil kebijakan dan menjadi pedoman khususnya dalam rangka pemenuhan bahan baku untuk industri pensil yang berkelanjutan.

Perumusan Masalah

(19)

sebesar 50% dari kebutuhan total industri selama kurun waktu 5 tahun terakhir, total kebutuhan bahan baku slat pensil sebesar 57 000 m3/tahun, hanya mampu dipenuhi rata-rata sebesar 30 340 m3/tahun (Ditjen BUK 2014).

Lingkup kajian dalam penelitian ini hanya pada dua subsitem yaitu sub-sistem produksi (struktur tegakan, hasil produksi dan budidaya) dan sub-sub-sistem kelembagaan (aturan main dan organisasi). Sesungguhnya masih terdapat dua sistem lagi yang mempengaruhi, namun tidak dilakukan penelitian yaitu sub-sistem pemasaran (sub-sistem distribusi, struktur pasar, penentuan harga, perilaku pasar dan keragaan pasar) dan sub-sistem pengolahan (perlakuan yang merubah bahan baku kayu bulat menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi). Permasalahan pada sub-sistem produksi yaitu rendahnya nilai tukar (term of trade) yang diterima petani. Nilai tukar yang merupakan perbandingan manfaat dan biaya belum dapat memberikan kesempatan petani untuk memperoleh keuntungan maksimal. Awang et al. (2002) menyatakan bahwa permasalahan modal merupakan penyebab utama belum maksimalnya usaha HR. Darusman dan Hardjanto (2006) berpendapat bahwa kontribusi pendapatan HR berkisar tidak lebih dari 10% dari pendapatan total petani dan dianggap sebagai pendapatan sampingan serta bersifat insidentil.

Rendahnya nilai tukar yang diterima petani juga disebabkan oleh kurang berfungsinya kelembagaan, terutama kelembagaan yang dapat berperan dalam menaikkan kekuatan tawar-menawar. Secara umum permasalahan pada sub-sitem kelembagaan adalah lemahnya kelembagaan di tingkat organisasi, SDM dan sistem manajemen (Hakim 2010), belum dipahaminya nilai-nilai sosial, norma, aturan main dan organisasi (Rahmawati 2004). Kelembagaan petani dianggap sebagai faktor kunci dalam meningkatkan akses petani, terutama akses terhadap pasar (Hellin et al. 2009). Hal senada dikemukakan oleh Diniyati et. al (2008) bahwa kelembagaan marupakan aspek yang paling berpengaruh, HR akan sulit berkembang tanpa kelembagaan.

Secara khusus studi ini bertujuan menganalisis kelayakan usaha petani HR dilihat dari aspek finansial, menganalisis kontribusi pendapatan usahatani HR terhadap total pendapatan petani, menganalisis kelembagaaan HR dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengusahakan HR. Diharapkan dari hasil analisa ini akan diperoleh manfaat yang sesuai dengan kondisi setempat (local specific) dan mampu diimplementasikan di lapangan. Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat dirumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana kelayakan usaha usahatani HR Pulai?

2. Berapa kontribusi pendapatan usahatani HR terhadap total pendapatan petani? 3. Bagaimana kelembagaan HR berdasarkan kriteria Situasi, Struktur, Perilaku

dan Kinerja?

4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengusahakan HR?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini secara garis besar menganalisis aspek ekonomi dan kelembagaan, secara khusus tujuan penelitian yang ingin dicapai sebagai berikut:

(20)

2. Menganalisis kontribusi pendapatan usahatani HR Pulai terhadap total pendapatan petani

3. Menganalisis kelembagaan HR Pulai berdasarkan kriteria Situasi (Situation), Struktur (Structure), Perilaku (Behaviour) dan Kinerja (Perfomance).

4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengusahakan HR.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan informasi kelayakan usahatani Pulai.

2. Memberikan informasi kontribusi pendapatan HR terhadap total pendapatan petani dan perekonomian desa.

3. Sebagai referensi bagi peneliti, akademisi dan pemerintah dalam mengkaji kelembagaan HR.

4. Memberikan informasi tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan untuk mengusahakan HR.

Ruang Lingkup Penelitian

Analisis diarahkan pada penilaian tentang ekonomi dan kelembagaan yang mendukung pembangunan HR sehingga menghasilkan keluaran yang berdampak dan memberikan manfaat bagi para pelaku HR. Ruang lingkup penelitian HR Pulai sebagai berikut:

1. Rumah tangga petani, kelompok tani dan stakeholders yang terkait HR. 2. Industri slat pensil PT. Xylo Indah Pratama.

2

METODE

Kerangka Pikir Penelitian

(21)

pilihan sehingga meningkatkan intensitas penebangan yang dapat menyebabkan penurunan kelas diameter.

Usaha HR merupakan usaha yang membutuhan waktu yang cukup lama, mulai dari persiapan lahan hingga panen. Oleh karena itu, pendapatan dan pengeluaran tidak diperoleh petani pada saat yang bersamaaan. HR banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai usaha sampingan. HR cukup potensial untuk dikembangkan dengan budidaya jenis tanaman cepat tumbuh. HR dapat menjadi alternatif untuk mencukupi kekurangan bahan baku kayu yang berasal dari hutan alam. Berdasarkan kondisi tersebut terdapat peluang pengelolaan HR dalam rangka meningkatkan kelancaran pasokan bahan baku yaitu pada sub-sistem produksi dan sub-sistem kelembagaan. Pada sub-sitem produksi obyek penelitiannya adalah petani HR dan pada sub-sistem kelembagaan obyek penelitiannya adalah organisasi petani dan para pemangku kepentingan yang terkait HR. Sesungguhnya masih terdapat dua subsitem lagi yang mempengaruhi yaitu sub-sistem pemasaran dan sub-sistem pengolahan, namun kedua subsitem ini tidak dilakukan penelitian kareana alasan keterbatasan waktu.

Pada rumah tangga petani dilakukan analisis finansial untuk mengetahui kelayakan usahatani Pulai dan analisis pendapatan HR terhadap pendapatan total petani untuk mengetahui tingkat kontibusi HR dan tingkat kesejahteraan petani. Usahatani adalah suatu usaha dimana petani (pemilik, penggarap, penyakap) baik secara individual atau berkelompok melaksanakan proses produksi dengan mensinergikan penggunaan faktor input yang terdiri atas modal, tenaga kerja, sumberdaya alam dan keterampilan sesuai dengan tingkat teknologi yang dimiliki (Awang et al. 2002). Analisis kelayakan berfungsi untuk menentukan apakah suatu usaha layak dijalankan, hal ini penting dilakukan agar usaha yang sedang dirintis atau dikembangkan terhindar dari kerugian. Parameter penilai kelayakan usaha HR yang digunakan adalah nilai keuntungan bersih pengusahaan saat ini (NPV), rasio keuntungan kotor (BCR) dan tingkat kemampuan pemanfaatan modal usahatani (IRR).

Analisis kelembagaan dilakukan secara deskriptif kualitatif menggunakan analisis SSBP (Schmid 1987). Situasi akan mendeskripsikan karakteristik komoditas Pulai dan produknya, biofisik dan kondisi sosial ekonomi petani, Struktur berhubungan dengan aturan main dan organisasi baik formal maupun informal, Perilaku akan menjelaskan perilaku petani dan stakeholders pengusahaan HR dan Kinerja akan menjelaskan kinerja usahatani serta kinerja industri slat pensil. Terdapat tiga ciri kelembagaan yang akan diuraikan yaitu batas yurisdiksi, hak kepemilikan dan aturan representasi. Tahap selanjutnya adalah analisis regresi logistik untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengusahakan HR. Terdapat Sembilan faktor yang diduga mempengaruhi keputusan petani untuk mengusahakan HR yaitu luas lahan HR, pendapatan petani, umur, tingkat pendidikan, keanggotaan kelompok tani, harga kayu Pulai yang diterima petani, kemudahan produksi Pulai, kemudahan pemasaran Pulai dan jumlah tanggungan keluarga. Hasil analisis diharapkan menjadi bahan pertimbangan dan strategi untuk mencapai kondisi pemenuhan bahan baku yang optimum serta berkelanjutan. Kerangka pikir yang dibangun dalam rangka penelitian ekonomi dan kelembagaan HR untuk menunjang pasokan bahan baku slat pensil (Gambar 2).

(22)

Keterangan:

Tidak dilakukan penelitian

Dilakukan dalam penelitian

Gambar 2 Kerangka pikir penelitian

Waktu dan Lokasi Penelitian

(23)

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner, kamera digital, pita ukur, tape recorder, handcounter.

Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan yaitu (1) Data primer meliputi karakteristik petani, teknis usahatani mulai investasi awal, sampai dengan panen, pengolahan dan penjualannya (distribusi) baik dalam satuan teknis maupun nilai (value), pengeluaran rumah tangga, pendapatan dari non HR dan data organisasi kelompok tani, (2) Data sekunder meliputi keadaan biofisik, sosial ekonomi masyarakat, karakteristik HR dan data-data lain yang berhubungan dengan obyek penelitian. Data sekunder dikumpulkan dengan teknik pencatatan dokumen pada instansi-instansi terkait seperti Dinas Kehutanan, Badan Pusat Statistik (BPS), swasta serta data lain yang berhubungan dengan penelitian.

Metode Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh untuk lingkup satu kabupaten Musi Rawas dengan menggunakan menggunakan pengambilan contoh bertahap (multistage sampling) dengan tiga tahap (Soekartawi et al. 1984) yaitu kecamatan, desa dan rumah tangga petani, sebagai berikut:

1. Wilayah Kecamatan, dipilih dua Kecamatan yaitu Kecamatan BTS Ulu dan Kecamatan Sumber Harta. Pertimbangan pemilihan lokasi Kecamatan adalah : a. Kecamatan BTS Ulu merupakan Kecamatan yang terdapat pengusahaaan

HR Pulai program KUHR terluas dan terdapat kelompok tani Pulai.

b. Kecamatan Sumber Harta, merupakan Kecamatan yang terdapat usahatani Pulai dengan pola agroforestry terluas dan terdapat kelompok tani Pulai. 2. Wilayah Desa, dipilih masing-masing satu desa yaitu SP 5 Suka Makmur

(mewakili Kecamatan BTS Ulu) dan Desa Sumber Harta (Mewakili Kecamatan Sumber Harta) dengan kriteria sekurang-kurangnya 65% dari jumlah rumah tangganya mengusahakan HR dan setiap desa terdapat kelompok tani.

3. Rumah tangga petani, dari setiap Desa dipilih responden rumah tangga petani secara acak (random) sebanyak 40 orang (Desa SP 5 Suka Makmur) dan sebanyak 40 orang (Desa Sumber Harta). Menurut Mantra dan Kasto (1989) dalam penelitian survei standar minimal responden yang diambil adalah minimal 30 responden.

Metode Pengumpulan Data

(24)

yang berkaitan dengan penelitian. (4) Studi literatur, yaitu pengumpulan data dari

(25)

Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: (1) Analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung kelayakan finansial dan menghitung kontribusi pendapatan dari usaha HR terhadap total pendapatan rumah tangga serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengusahakan HR dan (2) Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisis kelembagaan.

Analisis Finansial

Untuk mengetahui kelayakan usaha HR digunakan analisis finansial dengan tiga kriteria kelayakan (Gittinger 1972):

a. NPV (Net Present Value)

Merupakan nilai saat ini yang mencerminkan nilai keuntungan yang diperoleh selama jangka waktu pengusahaan HR.

NPV = ( �– �) (1 +�)� �

�=0

……….……(1)

b. BCR (Benefit Cost Ratio)

Merupakan perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran selama jangka waktu pengusahaan HR.

BCR = �

1 +� �

�=0

1 +� �

�=0

………(2)

c. IRR (Internal Rate of Return)

Merupakan tingkat suku bunga maksimum yang dapat dibayar oleh usaha HR atau kemampuan memperoleh pendapatan dari uang yang diinvestasikan.IRR adalah suatu nilai tingkat diskonto yang menghasilkan NPV=0.

IRR = ( �– �) (1 +�)� �

�=0

= 0……….….…(3)

Keterangan :

Bt : Manfaat tahun t (Rp) Ct : Biayapada tahun t (Rp)

i : Discount rate (dalam desimal) t : Tahun ke-t

n : Lama waktu dalam tahun

Kriteria kelayakan pengusahaan HR dalam penelitian ini dianggap layak jika; (1) BCR > 1, (2) NPV positif (> 0) dan (3) IRR lebih besar dari discount rate.

Analisis Pendapatan Petani

(26)

bagaimana peranan pengusahaan HR terhadap kehidupan ekonomi rumah tangga petani. Untuk menghitung pendapatan total petani dari seluruh bidang usaha dengan rumus (Soekartawi et al.1984):

Ptot = Pa+Pb+Pc+Pd+Pe ……….(4)

Keterangan :

Ptot = Total pendapatan rumah tangga per tahun

Pa…n = Pendapatan petani yang berasal dari; (a) Perkebunan karet, (b) Pertanian (c) Peternakan, (d) Hutan rakyat dan (e) Usaha lain non pertanian.

Untuk mengetahui prosentase pendapatan usaha ke-i terhadap total pendapatan petani:

Pi% = Pi

Ptot x 100% ………..……(5) Keterangan :

Pi% = Prosentase pendapatan dari bidang usaha ke-i,

Pi = Pendapatan yang diperoleh dari usaha ke-i (Rp/tahun),

Ptot = Pendapatan total petani yakni total pendapatan yang berasal HR

maupun non-HR (Rp/tahun).

Setelah diperoleh data pendapatan maka akan diukur tingkat kesejahteraan petani berdasarkan perhitungan pendapatan/kapita dari masing-masing petani yang dibandingkan dengan nilai beras yang dikonsumsi petani menurut klasifikasi Sayogyo (1977).

Analisis Kelembagaan

Analisis kelembagaan digunakan analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif tidak berfokus pada pengujian hipotesis, akan tetapi bertujuan menggambarkan realitas sosial yang kompleks dengan cara-cara mengkonstruksi realitas yang terjadi (Bungin 2009). Analisis kelembagaan menggunakan analisis SSBP (Schmid 1987). Pendekatan SSBP banyak digunakan dalam analisis kelembagaan dengan pendekatan ekonomi kelembagaan (institutional economic analysis). Schmid (1987) lebih lanjut menjelaskan bahwa keterkaitan antar empat komponen tersebut saling mempengaruhi, dimana situasi akan mempengaruhi struktur, struktur dianggap akan menentukan perilaku, dan perilaku selanjutnya mempengaruhi kinerja.

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani dalam Pengambilan Keputusan Pengusahaan HR

(27)

berbentuk dummy (0 = Tidak mengusahakan HR dan 1 = Mengusahakan HR). Persamaan regresi logit sebagai berikut :

π x = exp β0 + β1X1+β2X2+…+ β9X9

1+ exp β0 + β1X12X2+…+ β9X9 ………(6) Persamaan (6) tersebut kemudian ditransformasi yang dikenal dengan tranformasi logit π(x) untuk memperoleh fungsi g(x) yang linear dalam parameternya, sehingga mempermudah pendugaan parameter regresi yang dirumuskan sebagai berikut :

g(x) =ln �(�)

1−�(�) =β0 + β1X1+β2X2++ β9X9+ε………..(7)

Keterangan :

π (x) = Probabilitas petani mengambil keputusan mengusahakan` HR

g (x) = Keputusan petani untuk mengusahaan HR (0=Tidak mengusahakan HR, 1= Mengusahakan HR)

β0 = Konstanta

β1-n = Koofisien regresi ε = Galat

X1 = Luas lahan (ha)

X2 = Pendapatan total Petani (Rp/tahun)

X3 = Umur (tahun)

X4 = Tingkat pendidikan

X5 = Keanggotaan kelompok tani

X6 = Harga Pulai yang diterima petani (Rp/pohon)

X7 = Kemudahan dalam produksi Pulai

X8 = Kemudahan dalam pemasaran Pulai

X9 = Jumlah tanggungan keluarga (orang)

Pengujian signifikansi model dan parameter dalam analisis regresi logistik diuraikan sebagai berikut :

1. Uji Hosmer dan Lemeshow’s Goodness of Fit Test, digunakan untuk mengevaluasi cocok tidaknya model dengan data:

χ2HL= f x = Oi−Niπi

2

Niπi 1- πi

g

i=1

………(8)

Keterangan :

Ni =Total frekwensi pengamatan kelompok ke-i O1= Frekwensi pengamatan kelompok ke-i

� � = Rata-rata taksiran peluang kelompok ke-i

Hipotesis : H0 = π x =

eg(x)

1+ eg(x) (Model cocok dengan data pengamatan)

H1 ≠ π x = eg(x)

(28)

Untuk menguji kecocokan model, nilai Chi-square yang diperoleh dibandingkan dengan nilai Chi-square tabel dengan df = g-2, dimana g adalah banyaknya kelompok. Kriteria uji tolak H0Jika χ2HL ≥ χ2( α, g−2) atau p-value

≤α dan terima H1 jika Jika χ2HL ≤ χ2( α, g−2) atau p-value ≥α. Selang

kepercayaan yang digunakan 95% atau α = 0.05. 2. Uji signifikansi parameter

a. Uji G atau uji signifikansi parameter secara bersama (rasio likelihood), digunakan untuk menguji peranan variabel penjelas di dalam model secara bersama-sama, dengan rumus :

G= -2log l0

l1 =-2 log l0 −log l1 =-2 L0 −L1 ………(9)

Keterangan :

l0 = Nilai maksimum fungsi kemungkinan untuk model di bawah

hipotesis nol

l1 = Nilai maksimum fungsi kemungkinan untuk model di bawah

hipotesis alternatif

L0 = Nilai maksimum fungsi log kemungkinan untuk model di bawah

hipotesis nol

L1 = Nilai maksimum fungsi log kemungkinan untuk model di bawah

hipotesis alternatif Hipotesis :

H0 : β1= β2= … = βk= 0 (model tidak berarti) dimana k= 1,2...p.

H1 : Minimal ada satu βk ≠ 0 (model berarti)

Nilai −2(L0 L1) tersebut mengikuti distribusi Chi-square dengan df = p

dengan α=0,05, maka kriteria ujinya adalah tolak H0 jika −2(L0 L1) ≥ χ2 (p)

atau p-value ≤ α dan terima H1 jika −2(L0L1) ≤ χ2 (p) atau p-value ≥ α.

Selang kepercayaan yang digunakan 95% atau α = 0,05

b. Uji signifikansi tiap parameter (uji Wald) digunakan untuk menguji signifikansi parameter model secara terpisah. Uji Wald didefinisikan dengan :

W2 = ����

� � …….…….…….……….…….………….(10)

Keterangan :

βk = Nilai dari estimasi parameter regresidan SE β

k

= Standard error Hipotesis :

H0: βk= 0 (Koofisien logit tidak signifikan terhadap model) k= 1,2…p.

H1 : βk≠ 0 (Koofisien logit signifikan terhadap model)

Statistik uji W2 mendekati distribusi Chi-square dengan df = 1. Kriteria keputusan yang diambil tolak H0 jika W2>χ2(1, α) dan terima H1 jika

(29)

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi

Biofisik Kabupaten Musi Rawas

Secara astronomis Kabupaten Musi Rawas terletak pada posisi 102 º07‟00”

–103 º40‟00” BT dan 2 º20‟00” –3 º38‟00” LS. Secara geografis merupakan salah

satu kabupaten paling barat di Provinsi Sumatera Selatan yang berbatasan dengan Provinsi Jambi di bagian Utara, Kabupaten Empat Lawang di bagian Selatan, Provinsi Bengkulu dan Kota Lubuk Linggau di bagian Barat serta Kabupaten Musi Banyuasin dan Kabupaten Muara Enim di bagian Timur. Secara keseluruhan Kabupaten Musi Rawas memiliki luas wilayah 1.2 juta ha yang terdiri atas 21 Kecamatan. Topografi yang beragam, mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi, ketinggian wilayah 25–1000 mdpl. Jenis tanahnya terdiri atas jenis alluvial, litosol, asosiasi latisol, regosol, podsolik, asosiasi podsolik dan komplek podsolik. Kabupaten Musi Rawas beriklim tropis dan basah dengan curah hujan rata-rata per bulan pada tahun 2014 sebesar 283 mm dengan rata-rata hari hujan 14 hari per bulannya. Curah hujan rata-rata tertinggi terjadi di bulan Februari yakni 407 mm sedangkan hari hujan terbanyak terjadi di bulan April dengan 19 hari hujan. Temperatur rata-rata 26 ºC dengan kelembapan 87.3%. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, Musi Rawas termasuk tipeiklim A. Tidak terdapat gunung berapi, di bagian Barat terdapat dataran rendah yang sempit dan berbatasan dengan Bukit Barisan. Keadaan alam terbagi menjadi lahan potensial, sawah, ladang, kebun karet dan lahan lainnya. Lahan paling banyak dimanfaatkan untuk perkebunan yakni 26.59% dari total luas lahan kabupaten dan sebanyak 4.08% adalah lahan pertanian berupa sawah (Tabel 2).

Tabel 2 Luas wilayah Musi Rawas menurut penggunaan lahana

Jenis penggunaan Luas lahan

(ha)

Prosentase terhadap total

(%)

Lahan Sawah 50 410 4.08

a. Irigasi 15 017 1.21

b. Tadah hujan 16 867 1.36

c. Rawa pasang surut 8 080 0.65

d. Rawa lebak 10 446 0.84

Lahan pertanian bukan sawah 899 243 72.72

a. Tegal/kebun 51 342 4.15

b. Ladang/huma 29 571 2.39

c. Perkebunan 328 825 26.59

d. Ditanami pohon/HR 174 953 14.15

e. Padang Penggembalaan/rumput 2 356 0.19

f. Sementara tidak diusahakan 108 329 8.67

g. Lainnya (tambak, kolam, empang, hutan negara dan lain-lain)

208 867 16.49

Lahan bukan pertanian 286 930 23.20

Total 1 236 583.66 100.00

a

(30)

Sosial Ekonomi Masyarakat

Penduduk Musi Rawas berjumlah 551 500 jiwa, dengan kepadatan 45 jiwa/km2. Hal ini menunjukkan jumlah penduduk yang meningkat

dibandingkan tahun sebelumnya yakni sebesar 547 096 jiwa. Penduduk terdiri atas multi etnis, disamping penduduk asli. Hal ini merupakan konsekuensi dari keberadaan Kabupaten Musi Rawas sebagai salah satu daerah tujuan transmigrasi di Indonesia. Beberapa suku yang mendominasi diantaranya adalah suku Jawa, Sunda dan Melayu. Agama Islam merupakan agama mayoritas yang dianut oleh penduduk (98.49% Islam dan 1.15% agama lain). Mata pencaharian penduduk sangat beragam, umumnya di sektor pertanian tanaman pangan dan palawija. Kegiatan sektor pertanian yang banyak dilakukan adalah usahatani kebun agroforestry dan tanaman utama yang dibudidayakan adalah karet. Jenis komoditas lainnya seperti durian, pisang, rambutan, sayuran, padi ladang dan lain-lain. Disamping pekerjaan utama, terdapat beberapa lahan usaha sebagai alternatif mata pencaharian antara lain pencari hasil hutan dan buruh perkebunan. Sarana pendidikan tersedia sekolah dari tingkat Taman Kanak-Kanak hingga perguruan tinggi. Fasilitas kesehatan relatif memadai di setiap kecamatan, telah tersedia puskemas dan puskemas pembantu di beberapa desa (BPS 2014).

Aksesibilitas

(31)
(32)

Tabel 4 Realisasi pembangunan HR Pulai program KUHRa

No. Periode

Jumlah petani

(KK)

Jumlah kelompok

tani

Luas (ha)

Jumlah tegakan (pohon)

Jenis Tanaman

1. 1996 – 1997 208 11 904.51 668 018 Pulai

2. 1997 – 1998 303 12 1 095.49 1 214 027 Pulai 3. 1998 – 1999 954 20 2 000.00 2 180 171 Pulai

4. 1999 – 2004 264 4 1 014.30 1 104 570 Pulai

Jumlah 1 729 47 5 014.30 5 166 786

a

Sumber: PT. XIP 2012.

Gambar 4 menunjukkan dua skema pengelolaan HR Pulai di Kabupaten Musi Rawas.

a. HR Pulai monokultur di Desa SP 5 Suka Makmur

b. HR pola agroforestry Pulai-karet di Desa Sumber Harta

Gambar 4 HR Pulai (a) Monokultur dan (b) Agroforestry di Musi Rawas

Profil Industri

(33)

berupa pensil yang berkualitas. Jenis kayu kayu lain yang kadang digunakan sebagai bahan baku slat pensil yaitu labu (Endospermum sp.) dan jabon

„kelempayan‟ (Anthocephalus chinensis), namun kedua jenis tanaman ini masih

mengandalkan tegakan alami. Dalam rangka pengelolaan HR yang lestari dan pengolahan bahan baku yang berkelanjutan, PT. XIP telah memperoleh sertifikasi FSC untuk kategori manajemen pengelolaan penanaman Pulai dan kategori proses produksi slat pensil serta memperoleh sertifikat SVLK. Selain industri PT. XIP terdapat 10 industri pengolahan kayu lain di Musi Rawas (Tabel 5).

Tabel 5 Industri pengolahan kayu di Musi Rawasa

No. Nama IPHHK Jenis Industri Kapasitas ijin

Produksi (m3/thn) Keterangan

1. CV. Musi Karya Sawn Timber 6 000

2. PT. Xylo Indah Pratama Sawn Timber 28 500 Diolah menjadi slat pensil

3. PT. Musi Rawas LM Veneer 45 000

4. PD. Pribumi Umum Sawmill Sawn Timber 1 500

5. CV. Tugu Monas Sawn Timber 6 000

6. CV. Takazah Sawn Timber 5 900

7. Karya Mandiri Sawn Timer 2 000

8. Sungai Pinang Sawn Timber 2 000

9. PD. Berkad Jaya Sawn Timber 4 000

10. CV. Sinar Naga Mas Sawn Timber 4 500

11. Mitra Jaya Sawn Timber 4 000

a

Sumber : Dishut Musi Rawas (2014)

Flora dan Fauna

Secara umum flora dan fauna dalam wilayah agroekosistem Musi Rawas bervariasi mulai dari alang-alang sampai hutan (Tabel 6).

Tabel 6 Jenis flora dan fauna Musi Rawasa

No. Jenis Flora Jenis Fauna

1. Krembi (Pellacalyx lobbi) Babi hutan (Sus barbatus)

2. Kungkung (Meliosma nitida) Kera hutan (Tarsius bancanus)

3. Anggrung (Trema orientalis) Berang-berang (Castor sp.)

4. Walik angin (Mallotus mollucanus) Kancil (Tragalus javanicus)

5. Rumput krisan (Scleria laevis) Kijang (Muntiacus muntjak)

6. Terong hutan (Solanum torvum) Rusa (Cervus timorensis)

7. Pakis panjang (Nephrolepsis bisserata) Tringgiling (Manis javanica)

8. Balam (Palaquium sumatranum) Ayam hutan (Gallus sp.)

9. Kulim (Ochanostachhys amentaceae) Kukang (Nycticebus coucang)

10. Jelutung (Dyera costulata) Ular sawah (Phyton veticulatus)

11. Labu (Deplanchea bancana) Gagak hutan (Corvus enca)

12. Petanang (Strombosia ceylanica) Murai batu (Copsychus malabariccus)

13. Pulai (Alstonia sp.) Elang hitam (Ictinaetus malayensis)

14. Terap (Artocarpus elasticus) Lutung hitam (Presbytes cristata)

a

(34)

Sejarah Pembangunan HR Pulai

Pada awalnya bahan baku slat pensil berasal dari jenis Jelutung (Dyera costulata) yang tumbuh di di lahan masyarakat dan hutan alam. Tingginya intensitas tebangan menyebabkan pasokan bahan baku jelutung semakin sulit diperoleh (Nawir & Santoso 2005). Permasalahan muncul ketika PT. XIP mengembangkan tanaman jelutung tanpa melibatkan masyarakat setempat. Semakin meningkatnya kebutuhan hidup membuat masyarakat ingin memanfaatkan getah jelutung di tegakan PT. XIP secara ilegal dan cenderung destruktif. Pengalaman tersebut mendorong PT. XIP untuk melakukan kerjasama penanaman Pulai yang merupakan bahan baku utama slat pensil sebagai pengganti jelutung. Pulai semula merupakan tanaman liar, banyak tumbuh di pekarangan dan dianggap gulma di perkebunan karet masyarakat. Pasokan kayu Pulai sebagian besar berasal dari perkebunan karet rakyat atau pekarangan masyarakat. Kebutuhan bahan baku yang terus meningkat membuat PT. XIP mulai memikirkan kegiatan penanaman dan mengurangi ketergantungan Pulai dari kebun karet masyarakat.

Pada tahun 1997 PT. XIP memperoleh dan mengelola pinjaman modal Kredit Usaha Hutan Rakyat (KUHR) yang bersumber dari Dana Reboisasi (DR) Depertemen Kehutanan (Kepmenhut Nomor 49/Kpts-II/1997 tentang Pendanaan dan Usaha Hutan Rakyat). Kredit diberikan selama daur tanaman Pulai (11 tahun). Pada awalnya seluruh kegiatan pembangunan HR dibiayai oleh industri, namun agar dapat mengoptimalkan pemanfaatan dana KUHR, industri bekerjasama dengan petani/kelompok tani pemilik lahan dengan sistem bagi hasil. Total sebanyak 1 729 petani yang tergabung dalam 47 kelompok tani yang telah berpartisipasi. Fokus penanaman Pulai program KUHR (Nawir dan Santoso 2005) yaitu lahan marjinal milik masyarakat (lahan umumnya terdiri atas 65% alang-alang dan 35% semak belukar). Realisasi penanaman Pulai program KUHR di lahan masyarakat ±5 000 ha dari target penanaman 10 000 ha. Petani pemilik lahan yang tergabung dalam program KUHR umumnya tidak mempunyai modal usaha untuk mengelola lahan marjinal yang tediri alang-alang dan rumput yang sangat sulit untuk direhabilitasi (Mayers & Varmeulen 2002). Sebagian besar petani program KUHR adalah petani pemilik kebun karet dan lahan marjinal dengan rata-rata luas lahan untuk program KUHR 2–4 ha. Motivasi utama petani untuk berpartisipasi dalam program KUHR agar memperoleh pendapatan dari kayu dan hasil pertanian melalui sistem tumpangsari. Namun, menurut Hindra (2006) sejak tahun 2001 bantuan kredit tersebut tidak dapat dilanjutkan karena Departemen Kehutanan selaku intansi berwenang masih melakukan evaluasi terhadap penyaluran dana dan dengan adanya mandat PP No 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi yang mengatur penyelenggaraan skim kredit melalui rekening pembangunan hutan yang diatur melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan dan Menteri Kehutanan.

(35)

tani. Seluruh petani yang tergabung dalam kemitraaan wajib mengikuti kriteria Forest Stewardship Council (FSC) yang telah disepakati. PT. XIP memberikan bantuan bibit gratis kepada pemilik lahan untuk ditanam di kebun karet/pekarangan dan ditanam pada kawasan perlindungan setempat. Selama periode 2006–2014 jumlah bibit yang telah dibagikan kepada petani sebanyak 107 900 bibit. Petani agroforestry terus mengalami perkembangan pesat karena didukung pangsa pasar yang jelas dan pengaruh faktor harga karet yang terus menurun. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, petani bersedia menanam Pulai walaupun petani belum tergabung dalam program KUHR.

Karakteristik Petani HR

(36)

Lanjutan tabel 7 …

f. Luas Lahan HR (ha)

 <0.5 12 30.00 2 05.00

 0.5 –1.99 22 55.00 10 25.00

 2 –3.49 0 00.00 19 47.50

 >3.49 0 00.00 6 15.00

 Tidak mengusahakan HR 6 15.00 3 07.50

Jumlah 40 100.00 40 100.00

g. Jumlah Tanggungan Keluarga (orang)

 <3 13 32.50 8 20.00

 3 –6 25 62.50 29 72.50

 >6 2 05.00 3 07.50

Jumlah 40 100.00 40 100.00

a

Petani pola agroforestry Pulai dan karet. bPetani program KUHR monokultur

Umur

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata umur petani di kedua lokasi tergolong dalam umut produktif (75%) dengan umur 32–54 tahun, sedangkan 25% tergolong dalam usia di atas 54 tahun. Jumlah petani dengan umur produktif pada Desa Sumber Harta lebih tinggi dibandingkan Desa SP 5 Suka Makmur. Informasi tingkat umur dapat digunakan sebagai informasi awal untuk menyatakan bahwa di lokasi penelitian usaha tani HR cenderung diusahakan oleh petani-petani berusia produktif. Menurut pendapat Mantra (2004) bahwa petani pada usia produktif akan memiliki tingkat kemauan, semangat, kemampuan, dan tanggung jawab yang besar dalam mengembangkan usahanya (Tabel 7).

Pendidikan

Tingkat pendidikan petani berpengaruh dalam pola pikir petani dalam pengelolaan HR sebagai upaya untuk meningkatkan taraf hidup petani. Data tingkat pendidikan di kedua lokasi penelitian menunjukkan petani berpendidikan SD (50%), SLTP (31.25%), SLTA (15%) dan hanya 3.75% berpendidikan sarjana (Tabel 7). Data menunjukkan bahwa pendidikan formal responden termasuk kategori rendah, kondisi ini menggambarkan tingkat kemajuan dan kemampuan SDM rendah. Rendahnya tingkat pendidikan disebabkan beberapa faktor antara lain minimnya biaya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Tingkat pendidikan yang masih rendah menjadi penyebab keterbatasan penduduk dalam mencari lapangan pekerjaan selain menjadi petani. Soekartawi (2002) berpendapat bahwa petani yang berpendidikan tinggi akan lebih cepat dalam mengadopsi inovasi, dibandingkan dengan petani yang berpendidikan lebih rendah.

Pekerjaan Pokok dan Sampingan

(37)

buruh pabrik, peternak, pedagang dan jasa. Lebih dari 50% petani di kedua desa tidak mempunyai pekerjaan sampingan selain bertani. Pekerjaan sampingan antara lain berkerja sebagai petani, PNS, perangkat desa, pegawai swasta, pencari/penggosok batu, pedagang, pengrajin dan jasa (Tabel 7).

Jumlah Tanggungan Keluarga

Hasil penelitian di kedua desa menunjukkan sebanyak 67.5% jumlah tanggungan keluarga petani 3–6 orang. Tingginya rata-rata jumlah tanggungan keluarga disebabkan sebagian besar keluarga petani telah pulang ke kampung halaman untuk bekerja menjadi petani karet (Tabel 7).

Luas Lahan Perkebunan Karet dan HR

Petani di kedua lokasi penelitian hampir seluruhnya mengusahakan karet sebagai sumber mata pencaharian utama. Petani yang tergabung dalam program KUHR memiliki lahan perkebunan karet dengan luasan rata-rata 2 ha. Terdapat petani yang memiliki lahan karet dengan luasan lebih dari 5 ha dan beberapa petani memiliki lahan marjinal yang cukup luas untuk dijadikan lahan program KUHR berikutnya. Sistem pengusahaan HR sebagian besar diusahakan secara monokultur. Petani HR agroforestry memiliki rata-rata luas lahan perkebunan karet dan lahan HR yang sempit rata-rata 0.5 ha.Seluruh HR dikelola dengan sistem agroforestry Pulai dan karet.

Sistem Pengusahaan HR

Sistem pengusahaa HR Pulai terdiri atas empat sub-sistem yaitu; (1) Sub-sistem produksi, (2) Sub-Sub-sistem pengolahan, (3) Sub-Sub-sistem pemasaran dan (d) Sub-sistem kelembagaan (Darusman & Hardjanto 2006). Keempat sub-sistem tersebut saling berhubungan, jika terjadi perubahan di salah satu sub-sistem akan mempengaruhi ketiga sub-sistem yang lainnya (Hardjanto et al. 2012). Ke-empat sub-sistem dalam pengelolaan HR Pulai di Musi Rawas diuraikan sebagai berikut :

1. Sub-sistem produksi

Budidaya HR pada prinsipnya telah dikuasai oleh petani secara sederhana mulai dari pembibitan, penanaman, pemeliharaan sampai panen (Hardjanto 2000). Sub-sistem produksi pada pengusahaan HR Pulai sebagai berikut : a. Penyiapan lahan

Persiapan lahan biasanya dimulai dengan penebasan semak belukar gulma, perdu dan penyemprotan alang-alang dengan herbisida. Jika kondisi tanah padat di lakukan pencangkulan sedalam 20–25 cm kemudian digemburkan. Pada lahan dengan kelerengan miring, tanah diolah pada jarak 1 meter dari lubang tanam agar tidak mudah terkena erosi.

b. Pembibitan

(38)

pernah dibangun persemaian di Kelurahan Pagar Ayu, Kecamatan Jayaloka, SP 5 dan SP 7 (kapasitas masing-masing 500 ribu bibit), namun tidak beroperasi karena program KUHR menemui kendala. Petani dengan lokasi jauh dari industri dan persemaian mengandalkan bibit dari anakan Pulai yang tersebar di kebun milik petani. Kegiatan pembibitan yaitu; (1) Perlakuan pendahuluan sebelum benih disemaikan, penjemuran buah selama 2 hari dan pemisahan antara biji dan kulit buah, (2) Penyemaian biji dalam bak tabur selama 9–11 hari sampai biji berkecambah, (3) Penyapihan benih, dilakukan setelah bibit berdaun 3–5 helai (umur 1.5 bulan), pemindahan ke polybag dengan menggunakan bambu, (4) Pemeliharaan bibit berupa penyiraman dan penyulaman dan (5) Pengangkutan dilakukan setelah bibit berumur 6 bulan (tinggi tanaman 40–80 cm).

c. Penanaman

Diawali dengan pemasangan ajir dan pembuatan lubang tanam dengan ukuran lubang (30 cm x 30 cm x 30 cm) dan dibiarkan selama 2 minggu sebelum penanaman. Setelah 2 minggu lubang tanam dicampur pupuk kandang dan tanah galian, dibiarkan selama 2 minggu lagi. Jarak tanam 3 m x 4.5 m dengan pola tanam baris umumnya digunakan untuk penanaman Pulai monokultur program KUHR. Sedangkan Jarak tanam yang lebih lebar yaitu 4 m x 4 m dan 6 m x 6 m dengan pola tanam jalur digunakan untuk memberikan ruang bagi tanaman tumpangsari. Bibit yang telah dipersiapkan dimasukan lubang tanam dengan terlebih dahulu melepas polybag.

d. Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan tahun kesatu sampai tahun ketiga. Tahap-tahap pemeliharaan yaitu; (1) Penyulaman yaitu dengan mengganti anakan Pulai yang mati dan dilakukan segera pada awal musim hujan, (2) Penyiangan merupakan kegiatan pembersihan di sekitar tanaman pokok dengan tujuan untuk melindungi bibit dari persaingan mendapatkan unsur hara, air dan sinar matahari, (3) Pendangiran, penggemburan tanah di sekitar tanaman pokok, (4) Pemupukan, penentuan jenis dan dosis pupuk bergantung pada kondisi lapangan. Jenis pupuk yang digunakan umumnya urea (100 kg/ha) dan ponska (50 kg/ha), (5) Pemangkasan (wiwilan) dilakukan pada tahun ke-2 dengan tujuan memperoleh tanaman pokok yang silindris, (6) Penjarangan, pengendalian hama dan penyakit, dengan penyemprotan herbisida.

e. Pemanenan hasil

Pemanenan pulai pada pola monokultur dilakukan setelah tanaman berumur 10–11 tahun dengan sistem pemanenan tebang habis saat pulai mencapai

diameter standar industri (≤20 cm). Petani agroforestry Pulai-karet

melakukan sistem tebang butuh (daur butuh) yaitu ketika petani membutuhkan uang maka pohon ditebang. Kegiatan pemanenan pohon dilakukan oleh pembeli (industri atau supplier) sehingga petani tidak mengeluarkan biaya pemanenan. Petani berpendapat bahwa tebang butuh dapat menghemat waktu dan dianggap lebih praktis (Lampiran 7).

2. Sub-sistem pengolahan

(39)

dilakukan oleh masyarakat di kedua desa dengan tujuan untuk dipakai sendiri adalah untuk bahan bangunan, dijual dalam bentuk pohon berdiri dan dijual dalam bentuk kayu bakar. Pemanenan pohon dalam bentuk pohon berdiri dilakukan oleh pembeli (industri/supplier) sehingga petani tidak mengeluarkan biaya pemanenan. Sampai saat ini pengolahan lebih lanjut untuk meningkatkan nilai tambah belum dilakukan oleh petani, hal ini disebabkan oleh minimnya pengetahuan dan keterampilan petani dalam proses pengolahan hasil. Umumnya petani ingin menghemat waktu dan memudahkan pemasaran. Kayu bulat (log) Pulai di industri diolah menjadi slat pensil yang kemudian diproses lebih lanjut menjadi produk jadi berupa pensil dengan kualitas terbaik (Gambar 5).

a. Kayu bulat Pulai (log) b. Pembelahan (break down) c.Pembentukan kayu gergajian

d. Pengampelasan (sanding) e. Pemotongan (cross cutting) f. Packing

Gambar 5 Proses pembuatan slat pensil 3. Sub-sistem pemasaran

Menurut Hardjanto (2003) permintaan kayu rakyat berasal dari: (1) Pasar lokal, (2) Industri menengah dan (3) Industri besar. Berdasarkan kriteria tersebut permintaan kayu Pulai di Kabupaten Musi Rawas dilakukan oleh industri besar yaitu (1) PT. XIP dan merupakan satu-satunya industri kayu yang menggunakan Pulai di Musi Rawas. Kayu yang dijual ke PT. XIP dalam log dengan ukuran panjang sortimen 1.10 m, dan (2) Pembeli dari luar kabupaten yang membeli kayu Pulai bentuk balok (square). Umumnya petani tidak memasarkan secara langsung kayu hasil hutan dengan menebang, membagi batang dan menjual kepada pembeli, tetapi sebaliknya pembeli datang dan melakukan seluruh kegiatan pemanenan. Petani menjual dalam tegakan berdiri dengan harga yang telah disepakati karena dianggap lebih praktis dan tidak menyulitkan petani (Tabel 8).

Tabel 8 Harga satu pohon di tingkat petani

(40)

Petani program monokultur KUHR wajib menjual hasil panen ke industri, sedangkan petani HR Pulai pola agroforestry boleh menjual kayu ke industri lain (Gambar 6). Sistem pembayaran dilakukan secara tunai karena petani tidak mau mengambil resiko jika pohon cacat atau gerowong. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden beberapa faktor yang mempengaruhi harga kayu antara lain faktor lokasi pohon. Semakin dekat lokasinya dengan jalan dan mudah dijangkau maka harganya akan tinggi, dan sebaliknya apabila lokasi pohon tersebut jauh akan semakin rendah harganya. Faktor lain yang mempengaruhi harga kayu adalah ukuran pohon dan keadaan fisik pohon.

Keterangan

Jalur pasar 1 : Petani/kelompok tani –Supplier– Konsumen akhir Jalur pasar 2 : Petani/kelompok tani – Konsumen akhir

Gambar 6 Jalur pemasaran kayu Pulai 4. Subsistem kelembagaan

Kelembagaan berhubungan dengan aturan main dan organisasi. Usaha HR adalah usaha yang banyak melibatkan pihak yang saling mulai dari petani, kelompok tani, pengepul/supplier, industri, pemerintah desa, pemerintah daerah dan pusat. Sub-sistem kelembagaan akan di bahas secara khusus pada subbab berikutnya dalam tulisan ini. Hardjanto et al. (2012) menyebutkan bahwa permasalahan pada ketiga sub-sistem yaitu sub-sistem produksi, pengolahan dan pemasaran berkaitan erat dengan sub-sistem kelembagaan.

Kelayakan Usaha HR

Dalam perkembangan HR sampai saat ini, usahatani HR adalah usaha yang tidak pernah besar, namun juga tidak pernah mati (Hardjanto 2000). Kendala yang dihadapi oleh petani bervariasi, sehingga kinerja usahatani antara suatu lokasi dengan lokasi lain berbeda. Menurut Soekartawi et al. (1984) biaya usahatani dikelompokkan menjadi dua yaitu: (1) Biaya tetap yaitu biaya yang tidak berhubungan dengan volume barang yang diproduksi (sewa tanah, pajak, peralatan, perijinan, perencanaan, pajak bumi dan bangunan dan pemondokan) dan (2) Biaya variabel yaitu biaya yang nilainya bergantung pada jumlah barang yang dihasilkan (biaya penyiapan lahan, pengadaan bibit, pengangkutan bibit, penanaman, penyulaman, penyiangan, pemupukan, pemeliharaan, pemanenan, perlindungan, pupuk dan operasional produksi). Tujuan dilakukan analisis kelayakan agar menghindari keterlanjuran investasi besar untuk suatu kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan (Giatman 2006). Analisis usahatani HR

Petani/kelompok tani

Industri PT. XIP Industri luar Kabupaten

Supplier

1

(41)

diperlukan tidak hanya untuk kepentingan petani tetapi untuk kepentingan para penyuluh, akademisi dan pihak lain yang terkait usahatani HR. Umumnya petani kurang memperhatikan aspek finansial, sehingga usaha HR belum benar-benar menjadi usaha agribisnis yang mampu memberikan keuntungan yang layak dan dapat menjadi bentuk investasi yang handal (Diniyati et al. 2013). Untuk menghitung nilai sekarang akan digunakan konsep nilai sekarang (present) yang didiskontokan dengan tingkat suku bunga yang berlaku. Alasan penggunaan nilai sekarang karena adanya ketidakpastian dari hasil yang akan datang, baik harga maupun biaya yang ditetapkan sepanjang pengusahaan HR. Untuk menganalisis usahatani HR dapat dilakukan dengan dua cara yaitu analisis finansial dan analisis ekonomi. Menurut Soekartawi (1995) pada analisis finansial data biaya yang digunakan data rill yang sesungguhnya, sedangkan pada analisis ekonomi data upah yang digunakan berdasarkan harga bayangan. Kadariah et al. (1978)

Soemitro (2004) menjelaskan bahwa indikator kelayakan secara matematis pada prinsipnya sama. NPV menunjukkan hasil pembagian (pecahan) dan IRR menunjukkan angka persen (%). Setiap indikator diimplementasikan bahwa NPV cocok untuk menilai proyek (investasi) besar karena yang dicari adalah angka surplus yang besar, sedangkan BCR meskipun menghasilkan rasio yang tinggi tetapi jumlah absolutnya bisa saja kecil.

Asumsi yang Digunakan

Dalam penelitian ini tanaman Pulai yang dianalisis kelayakan finansialnya difokuskan pada tanaman Pulai yang dikelola dengan dua skema yaitu petani monokultur KUHR dan petani pola agroforestry Pulai dan karet. Hal ini sesuai dengan perkembangan yang dapat ditemui di lapangan bahwa masyarakat yang

3

Gambar

Tabel 3 Luas hutan Musi Rawasa
Gambar 4  HR Pulai  (a) Monokultur dan (b) Agroforestry di Musi Rawas
Tabel 5 Industri pengolahan kayu di Musi Rawasa
Tabel 7 Karakteristik responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis des- kriptif dengan menyajikan gambar dan grafik di- lakukan terhadap sebaran ukuran panjang dan bobot ikan yang tertangkap, hubungan panjang dan bobot, hubungan

Salah satu misi Diplomasi Parlemen yang dilakukan adalah berperan sebagai promotor potensi daerah untuk go international antara lain pada Sidang Umum ke-41 ASEAN Inter

Investment dan Net Profit Margin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Intellectual Capital yang mengakibatkan bahwa kemampuan perusahaan dalam

Gambar digital juga dapat direpresentasikan dalam format monokrom atau sering disebut grayscale, pada format ini gambar disimpan dalam 8 bit integer yang memberikan 256

Tempat parkir merupakan layanan diberikan pihak stasiun untuk parkir kendaraan baik roda 2 maupun 4 yang telah disesuaikan dengan luas parkir sirkulasi keluar

Pasar Jongkok Wonokromo terlihat ramai oleh pengunjung pada jam 19:00 WIB terutama pada hari sabtu malam minggu, pasar ini ramai oleh pelaku pasar, sehingga lalu

 Responden C tidak mengalami perkembangan pemahaman setelah proses pembelajaran, karena tetap keliru menyimpulkan hubungan antara suhu dan volume ban serta kaitannya dengan

kelompok terlibat aktif dalam pencarian informasi, mencatat informasi penting dan diskusi mengenai materi yang telah ditentukan hanya 5-6 orang anggota tim yang aktif