• Tidak ada hasil yang ditemukan

Development of candidate of antiphotoaging active ingredients from some indonesian traditional cosmetic plants

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Development of candidate of antiphotoaging active ingredients from some indonesian traditional cosmetic plants"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pengembangan Kandidat Bahan Aktif Antiphotoaging dari Beberapa Tumbuhan Kosmetik Tradisional Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

(3)

dari Beberapa Tumbuhan Kosmetik Tradisional Indonesia. Dibimbing oleh WASMEN MANALU, FRANS UMBU DATTA, AGIK SUPRAYOGI, dan NASTITI KUSUMORINI.

Kulit merupakan organ terbesar yang bersentuhan langsung dengan lingkungan. Paparan sinar matahari merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh langsung pada kesehatan kulit dan dapat menyebabkan penuaan dini. Penuaan dini pada kulit yang disebabkan oleh paparan sinarultraviolet (UV) dari matahari dikenal dengan istilah photoaging. Salah satu ciri photoaging adalah terbentuknya kerutan yang dalam sebagai gejala klinis pada kulit. Pembentukan kerutan yang dalam pada kulit disebabkan oleh kerusakan dan degenerasi kolagen, khususnya kolagen tipe I. Kerusakan dan degenerasi kolagen tipe I pada photoaging disebabkan oleh paparan radiasi UV. Kerusakan kolagen tipe I disebabkan oleh peningkatan aktivitas matrix metalloproteinase-1 (MMP-1). Degenerasi kolagen tipe I disebabkan oleh degenerasi prokolagen tipe I akibat paparan UV.

Penggunaan antiphotoaging merupakan salah satu cara untuk mencegah photoaging. Mencegah terjadinya kerusakan dan degenerasi kolagen tipe I merupakan tujuan penggunaan antiphotoaging. Salah satu cara populer untuk mencegah photoaging adalah penggunaan bahan alami sebagai bahan aktif antiphotoaging. Pengembangan bahan alami sebagai bahan aktif antiphotoaging merupakan aktivitas penting dalam ruang lingkup penelitianantiphotoaging.

Indonesia memiliki kekayaan sumber bahan kosmetik alami, khususnya tumbuhan kosmetik tradisional yang memiliki peluang untuk dikembangkan sebagai bahan aktif antiphotoaging. Tujuan utama penelitian ini adalah menentukan potensi khasiat dan mekanisme antiphotoaging kandidat ekstrak bahan aktifantiphotoagingdari beberapa bahan tumbuhan kosmetik tradisional Indonesia. Penelitian ini terdiri atas tiga tahap penelitian, yaitu: (i) Penapisan kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging; (ii) Penentuan potensi khasiat dan mekanisme kerja kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging; (iii) Karakterisasi kandidat ekstrak bahan aktifantiphotoaging.

Tahap pertama penelitian ini adalah penapisan kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging dari beberapa ekstrak tumbuhan kosmetik tradisional Indonesia, yaitu: Temu Giring (Curcuma heyneana), Temu Ireng (Curcumaaeruginosa), Temu Putih (Curcuma zedoaria), dan Ki Urat (Plantago major).

Hasil penapisan kandidat ekstrak bahan aktifantiphotoagingmenunjukkan bahwa ekstrak Ki Urat dan Temu Ireng menghambat MMP-1 dalam sel HaCaT yang terpapar UV. Aktivitas antioksidan ekstrak memainkan peran penting dalam aktivitas penghambatan MMP-1. Fakta menunjukkan bahwa kedua ekstrak memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi pada konsentrasi ini.

(4)

degenerasi prokolagen tipe I yang disebabkan paparan sinar UV. Persentase rataan ekspresi prokolagen tipe I perlakuan ekstrak Ki Urat (36.70 x 103 pixel) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan kontrol negatif (7.84 x 103pixel). Rataan ekspresi prokolagen tipe I pada perlakuan ekstrak Ki Urat tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol (32.811 x 103 pixel). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak Ki Urat memiliki aktivitas menghambat penurunan pembentukan prokolagen tipe I pada kultur sel HDFs akibat paparan UV.

Intensitas fluoresensi DCF pada kontrol negatif dan perlakuan ekstrak meningkat dibandingkan kontrol (2338.50). Rataan intensitas fluoresensi DCF pada perlakuan ekstrak Temu Ireng (6169.75) dan perlakuan ekstrak Ki Urat (5604.00) secara signifikan berbeda dan lebih rendah dibandingkan kontrol negatif (8049.75). Kenyataan ini menunjukkan bahwa ekstrak menghambat produksi ROS intraseluler dalam sel HDFs atau menunjukkan efek antioksidan intraseluler.

Hasil penelitian pada tahap ketiga menunjukkan bahwa ekstrak Temu Ireng dan Ki Urat mengandung metabolit sekunder alkaloid, terpenoid, fenol, dan flavonoid. Senyawa fenolik dalam ekstrak sebagai antioksidan memainkan peran penting dalam mencegah photoaging. Senyawa ini dapat menghambat pembentukan MMP-1 dan menghambat penurunan pembentukan prokolagen tipe I akibat paparan UV.

Hasil penelitian menunjukkan kandungan total fenol ekstrak Temu Ireng (11.33 mg/gGAE) lebih rendah dibandingkan ekstrak KiUrat (16.93 mg/gGAE). Hal ini menyebabkan aktivitas antioksidan intraseluler dan kapasitas total antioksidan ekstrak Temu Ireng lebih rendah dibandingkan ekstrak Ki Urat sehingga kemampuan ekstrak Temu Ireng dalam menghambat pembentukan MMP-1 dan menghambat penurunan pembentukan prokolagen tipe I lebih rendah dibandingkan ekstrak Ki Urat.

Fakta ini menguatkan dugaan bahwa kemampuan fenol dalam ekstrak untuk mengatasi stres oksidatif dengan mekanisme antioksidan, sehingga dapat mencegah photoaging dengan menghambat pembentukan MMP-1 dan menghambat penurunan pembentukan prokolagen tipe I yang disebabkan paparan sinar UV.

Hasil penelitian ini secara keseluruhan memberikan fakta-fakta ilmiah tentang potensi ekstrak Ki Urat sebagai bahan aktif antiphotoaging yang dapat menghambat pembentukan MMP-1 dan menghambat penurunan pembentukan prokolagen tipe I akibat paparan sinar UV dengan mekanisme antioksidan yang meredam radikal bebas yang terbentuk karena paparan sinar UV.

(5)

Ingredients from Some Indonesian Traditional Cosmetic Plants. Supervised by WASMEN MANALU, FRANS UMBU DATTA, AGIK SUPRAYOGI, and NASTITI KUSUMORINI.

Skin is the largest organ that direct contact to the environment. Sun exposure is one of the environmental factors has adversely affect the health of skin and causes a premature aging. Skin premature aging is caused by irradiation of sun ultraviolet (UV) and is known as a photoaging. The formation of coarsely wrinkle on the skin is one of the photoaging characteristics. The formation of coarsely wrinkles on the skin is caused by the destruction and degeneration of collagen, particularly type I collagen. Destruction and degeneration of type I collagen on photoaging are caused by the exposure to UV radiation. Destruction of type I collagen due to the increased activity of matrix metalloproteinase-1 (MMP-1). Degeneration of type I collagen is caused by UV-induced degeneration of type I procollagen.

The usage of antiphotoaging is one of the ways to prevent photoaging. Prevention of the destruction and degeneration of type I collagen is one of the goals of antiphotoaging treatment. The usage of natural products as active ingredients antiphotoaging is one of the most popular treatments to prevent photoaging. The development of natural products as active ingredients antiphotoaging is an important activity in antiphotoging research area.

Indonesia has many natural cosmetic resources, particulary traditional cosmetics plants that prospectively to be developed as an antiphotoaging active ingredient. The main purpose of this research is to determine the potential of virtues antiphotoaging virtues and mechanism of antiphotoaging active ingredient extract candidates from several Indonesian traditional cosmetics plants. This research consisted of three research stages, i.e.: (i) Screening of antiphotoaging active ingredient extract candidates; (ii) Determination of potential of antiphotoaging virtues and action mechanism of antiphotoaging active ingredient extract candidates; (iii) characterization of antiphotoaging active ingredient extract candidates.

The first research stage screened antiphotoaging active ingredient extract candidates from several extract of Indonesian traditional cosmetics plants. i.e.: Temu Giring (Curcuma heyneana), Temu Ireng (Curcuma aeruginosa), Temu Putih (Curcuma zedoaria), and Ki Urat (Plantago major).

The result of screening of antiphotoaging showed that the Ki Urat extract and Temu Ireng extract inhibited extracellular MMP-1 expression in HaCaT cells that exposed by UV. The antioxidant activity of the extracts is an important role to inhibit MMP-1 formation. The fact showed both extracts had high antioxidant activities at that concentration.

(6)

an activity to prevent UV-induced degeneration of type I procollagen. The mean of expression levels of type I procollagen in Ki Urat (36.70 x 103 pixel) was significantly higher than that of the negative control (7.84 x 103pixel). The mean of expression levels of type I procollagen in Ki Urat extract was not different from that of the control (32.81 x 103 pixel). This facts showed that the Ki Urat extract inhibited UV-decreased expression levels of type I procollagen in the HDFs cells. The fluorescence intensity at vehicle group and extracts group increased as compered to control (2338.50). The means DCF’s fluorescence intensity of

treatment of Temu Ireng extract (6169.75) and treatment of Ki Urat extract (5604.00) were significantly different and lower than that of the vehicle (8049.75). This fact showed that the extracts inhibit UV-induced intracellular ROS production in the HDFs cell or it showed that they had intracellular antioxidant activities.

The result of the third research stage showed Temu Ireng extract and Ki Urat extract contained secondary metabolite, i.e.: alkaloids, terpenoids, phenols, and flavonoids. The presence of phenolic compounds in the extracts as antioxidants plays an important role in preventing photoaging. This compound inhibited the formation of MMP-1 and inhibited degeneration of type I procollagen due to UV exposure.

The research result showed that the total phenol content of the Temu Ireng extracts (11.33 mg / g GAE) was lower than Ki Urat extract (16.93 mg / g GAE). It caused the intracellular antioxidant activity and the total antioxidant capacity of Temu Ireng extract was lower than those of extract Ki Urat, so the ability of Temu Ireng extract to inhibit the MMP-1 formation and inhibit degeneration type I procollagen was lower than that of Ki Urat extract.

This fact reinforces the notion that the ability of phenols in the extracts to overcome the oxidative stress by antioxidant mechanisms, so it prevent photoaging by inhibiting the MMP-1 formation and degeneration of type I procollagen due to UV exposure.

The results of this study provided scientific facts about potential of the Ki Urat extract as an antiphotoaging active ingredient to inhibits the MMP-1 formation and the degeneration of type I procollagen due to UV exposure by antioxidant mechanisms that reduce free radicals due to UV exposure.

(7)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

DODI DARMAKUSUMA

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

pada

Program Studi Ilmu-Ilmu Faal dan Khasiat Obat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

NIM :B161080011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Wasmen Manalu, PhD, AIF Ketua

Prof. Ir Frans Umbu Datta, M.App.Sc, PhD Anggota

Prof. Dr. drh. Agik Suprayogi, MSc, AIF Anggota

Dra. Nastiti Kusumorini, PhD, AIF Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu-Ilmu Faal dan Khasiat Obat

Prof. drh. Agik Suprayogi, MSc, PhD, AIF

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(11)
(12)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala karunia-Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2010 ini ialah Pengembangan Kandidat Bahan Aktif Antiphotoaging dari Beberapa Tumbuhan Kosmetik Tradisional Indonesia.

Disertasi ini merupakan wujud dari keinginan penulis untuk membagi pengetahuan tentang permasalahan photoaging dan memberikan solusi atas permasalahan tersebut dengan menggunakan kekayaan sumber daya alam Indonesia, khususnya kekayaan tumbuhan kosmetik tradisional Indonesia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Ir. Wasmen Manalu, PhD, AIF, Prof. Ir. Frans Umbu Datta, M.App.Sc, PhD, Prof. Dr. drh. Agik Suprayogi, M.Sc, AIF, dan Dra. Nastiti Kusumorini, PhD, AIF sebagai pembimbing. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Jin Ho Chung atas dukungan fasilitas dan bimbingan riset selama penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Yao Cheng MD, Dr. Park, Dr. Lee, Dr. MH Shin , Ge Eung, Mira Shi dan semua rekan-rekan dari Laboratory For Cutaneous Aging Research, Clinical Research Institute, Seoul National University Hospital, Seoul, Republic of Korea, atas persaudaraan, kerja sama dan saran teknis selama penelitian ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Tommy Julianto bin Bustami Effendi dan Ibu Noor Meliza Jamil dari Biopharmaceutics and Pharmacokinetics, Universiti Teknologi MARA, Puncak Alam, Malaysia, atas bantuan yang luar biasa selama riset ini berlangsung. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Nusa Cendana dan Direkur Jenderal Pendidikan Tinggi serta seluruh rakyat Indonesia atas dukungan pembiayaan Program Doktor ini.

Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Mamah, keluarga, guru-guru, dan dosen-dosen yang pernah memberikan Ilmu kepada penulis, Pimpinan dan Staf FKH IPB, Pimpinan dan Staf Departement Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, rekan-rekan dari Universitas Nusa Cendana yang sedang berjuang di IPB, Ibu Dr. Martha Tilaar beserta jajaran PT. Martina Berto Tbk., Yang Mulia Datuk Abdul Rahman, Mr. Mukmin (Mr. Kim), rekan-rekan pejuang devisa di Korea (Da’in cs), Madam Park, Mr. Song, rekan-rekan

Program Studi Magister Ilmu Kimia UNPAD angkatan 1997, rekan-rekan staf Laboratorium Intrumentasi Kimia UPI, dan berbagai pihak yang membantu penyelesaian studi penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014

(13)

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Penelitian 3

1.3 Manfaat Penelitian 3

1.4 Tingkat Kebaharuan (Novelty) 3

1.5 Kerangka Pemikiran 3

2 PENAPISAN KANDIDAT EKSTRAK BAHAN AKTIF ANTIPHOTOAGINGDARI TUMBUHAN KOSMETIK TRADISIONAL INDONESIA

6

2.1 Pendahuluan 6

2.2 Bahan dan Metode 9

2.3 Hasil 13

2.4 Pembahasan 15

2.5 Simpulan 16

3 POTENSI KHASIAT DAN MEKANISMEANTIPHOTOAGING DARI KANDIDAT EKSTRAK BAHAN AKTIF

ANTIPHOTOAGINGTERPILIH

18

3.1 Pendahuluan 18

3.2 Bahan dan Metode 21

3.3 Hasil 26

3.4 Pembahasan 30

3.5 Simpulan 32

4 KARAKTERISASI METABOLIT SEKUNDER: UJI FITOKIMIA, PENENTUAN FENOL, DAN PENENTUAN FLAVONOID PADA EKSTRAK TEMU IRENG DAN EKSTRAK KI URAT

33

4.1 Pendahuluan 33

4.2 Bahan dan Metode 34

4.3 Hasil 37

4.4 Pembahasan 40

4.5 Simpulan 43

5 PEMBAHASAN UMUM 44

6 SIMPULAN DAN SARAN 49

6.1 Simpulan 49

6.2 Saran 49

DAFTAR PUSTAKA 50

LAMPIRAN 59

(14)

1 Rataan ekspresi MMP-1 pada aplikasi ekstrak terhadap sel HaCaT, kapasitas total antioksidan, dan nilai SPF ekstrak

14 2 Rataan ekspresi MMP-1 dan ekspresi prokolagen tipe I pada penentuan

potensi kandidat ekstrak bahan aktifantiphotoagingdalam menghambat pembentukan MMP-1 dan menghambat penurunan pembentukan prokolagen tipe I

27

3 Rataan intensitas fluorocenceDCF pada penentuan aktivitas antioksidan intraseluler

29 4 Hasil uji fitokimia ekstrak Temu Ireng dan Ki Urat 38 5 Rataan kandungan fenol dan flavonoid pada ekstrak Temu Ireng dan Ki

Urat

38 6 Rataan persentase viabilitas sel HaCaT pada penentuan konsentrasi

ekstrak tumbuhan kosmetik tradisional Indonesia tahap kedua

61 7 Rataan persentase viabilitas sel HaCaT pada paparan beberapa dosis UV 61 8 Ekspresi MMP-1 sel HaCaT pada penapisan potensi aktivitas penghambat

pembentukan MMP-1

63 9 Anova ekspresi MMP-1 sel HaCaT pada penapisan potensi aktivitas

penghambat pembentukan MMP-1

63 10 Hasil uji Duncan rataan ekspresi MMP-1 sel HaCaT pada penapisan

potensi aktivitas penghambat pembentukan MMP-1

63 11 Data kapasitas antioksidan ekstrak etanol beberapa tumbuhan kosmetik

tradisional Indonesia dengan konsentrasi 100 ppm

64 12 Anova kapasitas antioksidan ekstrak etanol beberapa tumbuhan kosmetik

tradisional Indonesia dengan konsentrasi 100 ppm

64 13 Hasil uji Duncan kapasitas antioksidan ekstrak etanol beberapa tumbuhan

kosmetik tradisional Indonesia dengan konsentrasi 100 ppm

64

14 Data hasil pengukuran SPF 67

15 Anova hasil pengukuran SPFs 67

16 Hasil uji Duncan rataan SPFs 67

17 Rataan persentase Viabilitas sel HDFs pada perlakuan berbagai konsentrasi larutan ekstrak Temu Ireng dan Ki Urat

68 18 Rataan persentase viabilitas sel HDFs pada paparan beberapa dosis UV 68 19 Ekspresi MMP-1 pada penentuan potensi kandidat ekstrak bahan aktif

antiphotoagingterpilih untuk menghambat pembentukan MMP-1

73 20 Anova ekspresi MMP-1 pada penentuan potensi kandidat ekstrak bahan

aktifantiphotoagingterpilih untuk menghambat pembentukan MMP-1

73 21 Hasil uji Duncan ekspresi MMP-1 pada penentuan potensi kandidat

ekstrak bahan aktifantiphotoagingterpilih untuk menghambat pembentukan MMP-1

73

22 .

Ekspresi prokolagen pipe I pada penentuan potensi penghambatan penurunan pembentukan prokolagen tipe I kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging

77

23 Anova rataan ekspresi prokolagen tipe I pada penentuan potensi

penghambatan penurunan pembentukan prokolagen tipe I kandidat ekstrak bahan aktifantiphotoaging

(15)

25 Absorbansi DPPH pada penentuaninhibition ioncentration 50 (IC50)

ekstrak Temu Ireng

78 26 Data % Inhibisi radikal DPPH pada penentuaninhibition concentration 50

(IC50) ekstrak Temu Ireng

78 27 Absorbansi DPPH pada penentuaninhibition concentration 50 (IC50)

ekstrak Ki Urat

78 28 Data % inhibisi radikal DPPH pada penentuaninhibition concentration 50

(IC50) ekstrak Ki Urat

79 29 IntensitasfluorocenceDCF pada perlakuan dan kontrol 80

30 Anova rataan intensitasfluorocenceDCF 80

31 Hasil uji Duncan rataan intensitas fluorocenceDCF 80 32 Hasil pengukuran absorbansi larutan bakugallic acidpada 730 nm 83 33 Hasil pengukuran absorbansi ekstrak Temu Ireng dan ekstrak Ki Urat

pada 730 nm

83 34 Nilai GAE ekstrak Temu Ireng dan ekstrak Ki Urat 84 35 Hasil uji t rataan kandungan fenol total ekstrak Temu Ireng dan ekstrak Ki

Urat

84 36 Hasil pengukuran absorbansi larutan bakuquercetinpada 415 nm 85 37 Hasil pengukuran absorbansi ekstrak Temu Ireng dan ekstrak Ki Urat

pada 415 nm

85 38 Nilai QE ekstrak Temu Ireng dan ekstrak Ki Urat 86 39 Hasil uji t rataan kandungan flavonoid total ekstrak Temu Ireng dan

ekstrak Ki Urat

86 40 Komponen hasil kromatografi ekstrak Temu Ireng 87

(16)

1 Skema kerangka pemikiran 5 2 Kurva regresi yang menghubungkan konsentrasi larutan ekstrak Temu

Ireng dengan persentaseTACDPPH

28 3 Kurva regresi yang menghubungkan konsentrasi larutan ekstrak Ki Urat

dengan persentaseTACDPPH

28 4 Kromatogram hasil kromatografi gas ekstrak Temu Ireng 39 5 Kromatogram hasil kromatografi gas ekstrak Ki Urat 40

6 Mekanismeantiphotoaging ekstrak 46

7 Ekspresi MMP-1 pada penentuan dosis paparan UV yang diberikan pada sel HaCaT

62

8 Grafik pengukuran SPF EkstrakTemu Giring 65

9 Grafik pengukuran SPF EkstrakTemu Ireng 65

10 Grafik pengukuran SPF EkstrakCurcuma zeodaria 66

11 Grafik pengukuran SPF EkstrakKi Urat 66

12 Ekspresi prokolagen tipe I pada penentuan dosis paparan UV yang diberikan pada sel HDFs.

69 13 Pita ekspresi,surface plotdaninteractive 3D surface plot MMP-1 pada

uji potensi kandidat ekstrak bahan aktifantiphotoagingterpilih untuk menghambat pembentukan MMP-1 pada media kultur sel HaCaT ulangan 1

70

14 Pita ekspresi,surface plotdaninteractive 3D surface plot MMP-1 pada uji potensi kandidat ekstrak bahan aktifantiphotoagingterpilih untuk menghambat pembentukan MMP-1 pada media kultur sel HaCaT ulangan 2

71

15 Pita ekspresi,surface plotdaninteractive 3D surface plot MMP-1 pada uji potensi kandidat ekstrak bahan aktifantiphotoagingterpilih untuk menghambat pembentukan MMP-1 pada media kultur sel HaCaT ulangan 3

72

16 Ekspresi prokolagen tipe I pada uji potensi kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoagingterpilih untuk menghambat penurunan pembentukan prokolagen tipe I pada sel HDFs ulangan 1

74

17 Ekspresi prokolagen tipe I pada uji potensi kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoagingterpilih untuk menghambat penurunan pembentukan prokolagen tipe I pada sel HDFs ulangan 2

75

18 Ekspresi prokolagen tipe I pada uji potensi kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoagingterpilih untuk menghambat penurunan pembentukan prokolagen tipe I pada sel HDFs ulangan 3

76

19 Kurva baku larutangallic acid 83

20 Kurva baku larutanquercetin 85

21 Sprektra massa Peak 40 waktu retensi 27.105 menit (a) dan spektra massa rujukan (b)

88 22 Sprektra massa peak 49 ekstrak Temu Ireng waktu retensi 28.288 menit

(a) dan spektra massa rujukan (b)

89 23 Sprektra massa peak 59 ekstrak Temu Ireng waktu retensi 29.977 menit

(a) dan spektra massa rujukan (b)

(17)

menit (a) dan spektra massa rujukan (b)

26 Sprektra massa peak 75 ekstrak Temu Ireng waktu retensi 31.932 menit (a) dan spektra massa rujukan (b)

90 27 Sprektra massa peak 77 ekstrak Temu Ireng waktu retensi 32.291 menit

(a) dan spektra massa rujukan (b)

90 28 Sprektra massa peak 82 ekstrak Temu Ireng waktu retensi 32.836 (a)

dan spektra massa rujukan (b)

91 29 Sprektra massa peak 44 ekstrak Temu Ireng waktu retensi 32.836 (a)

dan spektra massa rujukan (b)

91 30 Sprektra massa peak 50 ekstrak Temu Ireng waktu retensi 28.432 menit

(a) dan spektra massa rujukan (b)

91 31 Spektra massa peak 4 ekstrak Ki Urat waktu retensi 4.439 menit menit

(a) dan spektra massa rujukan (b)

93 32 Spektra massa peak 66 ekstrak Ki Urat waktu retensi 29.380 menit

menit (a) dan spektra massa rujukan (b)

(18)

1 Hasil Identifikasi Sampel 60 2 Penentuan Konsentrasi Larutan Uji dan Dosis Paparan UV pada Penapisan

Aktivitas Penghambatan Pembentukan MMP-1

61 3 Hasil Pengolahan Data Ekspresi MMP-1 Ekstraseluler Kultur Sel Hacat

pada Penapisan Potensi Aktivitas Penghambat Pembentukan MMP-1

63

4 Data Hasil Penapisan Potensi Antioksidan 64

5 Grafik Hasil Pengukuran SPF 65

6 Hasil Pengukuran SPF 67

7 Penentuan Konsentrasi Larutan Ekstrak dan Dosis Paparan UV untuk Penentuan Potensi Penghambatan Penurunan Pembentukan Prokolagen Tipe I

68

8 AnaslisisSurface Plot danInteractive 3D Surface Plot Ekspresi MMP-1 pada Penentuan Potensi Kandidat Ekstrak Bahan Aktif Antiphotoaging Terpilih untuk Menghambat Pembentukan MMP-1

70

9 Data Hasil Penentuan Potensi Kandidat Ekstrak Bahan Aktif AntiphotoagingTerpilih untuk Menghambat Pembentukan MMP-1

73 10 Anaslisis Surface Plot dan Interactive 3D Surface Plot Ekspresi

Prokolagen Tipe I pada Penentuan Potensi Kandidat Ekstrak Bahan Aktif Antiphotoaging Terpilih untuk Menghambat Penurunan Pembentukan Prokolagen Tipe I

74

11 Data Hasil Penentuan Potensi Penghambatan Penurunan Pembentukan Prokolagen Tipe I Kandidat Ekstrak Bahan AktifAntiphotoaging

77 12 Data Hasil PenentuanInhibition Concentration 50 (IC50) Kandidat

Ekstrak Bahan AktifAntiphotoaging

78 13 Data Hasil Uji Antioksidan Intraselular Kandidat Ekstrak Bahan Aktif

Antiphotoaging

80 14 Hasil Analisis Kualitatif Fitokimia pada Kandidat Ekstrak Bahan Aktif

Antiphotoaging

81

15 Penentuan Fenol Total 83

16 Penentuan Flavonoid Total 85

17 Hasil GCMS Ekstrak Temu Ireng 87

(19)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kulit merupakan organ tubuh yang bersentuhan langsung dengan lingkungan luar. Kondisi lingkungan yang buruk akan berpengaruh langsung pada kesehatan kulit. Paparan sinar matahari merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat berpengaruh buruk pada kesehatan kulit dan menjadi penyebab utama penuaan dini (premature aging). Penuaan kulit didefinisikan sebagai proses penurunan fungsi maksimum dan kapasitas cadangan kulit. Merujuk pada definisi penuaan kulit maka penuaan dini kulit dapat didefinisikan sebagai proses penurunan fungsi maksimum dan kapasitas cadangan kulit yang terjadi lebih cepat. Penuaan dini kulit yang disebabkan oleh paparan radiasi ultraviolet (UV) matahari secara berlebihan dikenal dengan istilah photoaging (Audonneau et al.1999; Fisher et al. 2002; Yaar et al.2002; Agiuset al.2007).

Radiasi UV didefinisikan sebagai radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 100 dan 400 nm. Radiasi UV dibedakan menjadi 3 kelompok panjang gelombang, yaitu UVA (320-400 nm), UVB (290-320 nm), dan UVC (100-290 nm). Radiasi UV dari sinar matahari yang mencapai permukaan bumi terdiri atas 95-98% UVA dan 2-5% UVB, sedangkan UVC diserap oleh lapisan ozon. Photoaging disebabkan oleh paparan radiasi UVA dan UVB dari sinar matahari (Herrling et al. 1999; Ho 2001; Edlich et al. 2004; Chenet al. 2009; Masnec dan Pojube 2008).

Photoaging merupakan gejala kronis yang berlangsung dalam hitungan dekade, namun photoaging harus dibedakan dari penuaan alami. Photoaging secara klinik dan histologi sangat berbeda dari penuaan alami. Penuaan pada kulit akibat photoaging memiliki karakteristik yang berbeda dari penuaan alami. Salah satu karakteristik photoaging pada kulit adalah kerutan yang dalam. Pembentukan kerutan yang dalam pada kulit ini disebabkan oleh kerusakan dan penurunan pembentukan kolagen akibat paparan sinar UV (Nishigori et al. 2003; Chung 2003; Helfrich et al. 2008; Laga dan Murphy 2009; Philipset al. 2009).

(20)

Photoaging pada kulit tidak hanya mengurangi fungsi normal kulit, tetapi juga mengurangi kecantikan kulit. Fungsi normal kulit sangat erat kaitannya dengan kesehatan tubuh secara keseluruhan. Kerutan yang terbentuk pada photoaging sangat berpengaruh pada kecantikan kulit. Kecantikan kulit sangat erat hubungannya dengan rasa percaya diri yang berpengaruh pada performa dan kinerja seseorang. Oleh karena itu, diperlukan suatu produk kosmetik yang dapat mencegahphotoaging(antiphotoaging).

Pemakaian tabir surya (sunscreen) sangat disarankan untuk melindungi kulit dari photoaging. Tabir surya merupakan standar utama yang selama ini digunakan untuk melindungi kulit dari kerusakan akibat paparan cahaya matahari, namun komposisi tabir surya kemungkinan menghasilkan radikal bebas ketika terpapar radiasi UV. Bahan kimia tabir surya dapat saja terserap oleh kulit dan berpotensi menyebabkan kerusakan kulit (Pinnell 2003; Crosset al. 2007; Mülleret al. 2008). Pada kondisi ini, tabir surya tidak dapat berperan dalam mencegah photoaging, tetapi justru berperan sebagai pencetus photoaging. Oleh karena itu, diperlukan suatu bahan aktif yang dapat mencegah photoaging tanpa menyebabkan efek samping yang merusak kulit ketika terpapar sinar matahari.

Penelitian dan pengembangan produk kosmetik antiphotoaging masih terus dilakukan. Tumbuhan merupakan sumber daya alami hayati yang potensial untuk dikembangkan sebagai sumber bahan aktif antiphotoaging. Pengembangan bahan asal tumbuhan diharapkan dapat menghasilkan bahan aktif antiphotoaging yang dapat mencegah photoaging tanpa menyebabkan efek samping yang merusak kulit ketika terpapar sinar matahari.

Pengamatan awal dan penelusuran literatur memperoleh informasi tentang beberapa bahan tumbuhan yang secara empirik telah digunakan sebagai bahan kosmetik tradisional, antara lain: rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria), rimpang Temu Giring (Curcuma heyneana), rimpang Temu Ireng (Curcuma aeruginosa roxb), dan daun Ki Urat (Plantago major). Penelusuran literatur lebih lanjut belum menemukan informasi mengenai upaya penapisan aktivitas antiphotoaging yang pernah dilakukan terhadap bahan tumbuhan tersebut.

(21)

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah menentukan potensi khasiat dan mekanisme antiphotoaging kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging dari beberapa bahan tumbuhan kosmetik tradisional Indonesia. Berdasarkan tujuan utama tersebut, maka tujuan khusus penelitian ini antara lain: (i) Menentukan kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging dari rimpang Temu Putih, rimpang Temu Giring, rimpang Temu Ireng, dan daun Ki Urat; (ii) Menentukan potensi khasiat dan mekanisme antiphotoaging kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging; (iii) Menentukan metabolit sekunder pada kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging yang terkait dengan mekanisme antiphotoaging.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat utama penelitian ini adalah diperoleh suatu kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoagingdari tumbuhan kosmetik tradisional Indonesia yang diketahui potensi dan mekanismenya dalam mencegah photoaging. Manfaat ilmiah penelitian ini untuk pengembangan ilmu pengetahuan, antara lain: (i) Diperoleh fakta tentang ekspresi MMP-1 ekstraseluler kultur sel HaCaT pada aplikasi ekstrak etanol rimpang Temu Putih, rimpang Temu Giring, rimpang Temu Ireng, dan daun Ki Urat; (ii) Diperoleh fakta tentang potensi kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging dalam menghambat penurunan pembentukan prokolagen tipe I pada kultur sel Human Dermal Fibroblast (HDFs); (iii) Diperoleh fakta tentang aktivitas antioksidan intraseluler kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging pada kultur sel HDFs di bawah paparan sinar UV.

1.4 Tingkat Kebaharuan (Novelty)

Kebaharuan yang diperoleh dari penelitian ini adalah suatu kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging berupa ekstrak etanol tumbuhan kosmetik tradisional asal Indonesia dengan parameter penghambatan pembentukan MMP-1 dan penghambatan penurunan pembentukan prokolagen tipe I.

1.5 Kerangka Pemikiran

Penuaan kulit adalah proses penurunan fungsi maksimum dan kapasitas cadangan kulit. Penuaan kulit yang disebabkan oleh paparan sinar UV pada kulit secara berlebihan dikenal dengan istilah photoaging. Salah satu karakteristik photoaging pada kulit adalah kerutan yang dalam. Terbentuk kerutan yang dalam ini disebabkan oleh kerusakan kolagen tipe I oleh sinar UV (Chung et al. 1996; Fisher et al. 2002; Yaar et al. 2002; Nishigori et al. 2003; Chung 2003; Agiuset al.2007; Helfrichet al.2008; Philipset al.2009).

(22)

Transforming growth factor-β adalah suatu sitokinin yang memacu pembentukan kolagen tipe I, sedangkan AP-1 merupakan suatu transcription factoryang berperan dalam proses perusakan kolagen tipe I (Fisheret al. 1996; Expositoet al.2002; Kadleret al. 2007; Donget al. 2008; Helfrichet al. 2008; Philipset al. 2009; Fisheret al.2009; Leeet al.2009a).

Ketika kulit terpapar sinar matahari, radiasi UV diserap oleh molekul kulit dan menghasilkan suatu kelompok senyawa yang berbahaya yang biasa disebut sebagai reactive oxygen species (ROS). Akumulasi pembentukan ROS akan memacu kerusakan kolagen dengan memacu pembentukan AP-1 dan menurunkan aktivitas TGF-β. Peningkatan AP-1 pada dermis dan epidermis yang menyebabkan peningkatan aktivitas MMP-1 yang selanjutnya meningkatkan perusakan kolagen tipe I. Penurunan aktivitas TGF-β menyebakan penurunan pembentukan prokolagen tipe I. Hal ini menyebabkan terjadinya kerutan yang berasosiasi dengan photoaging (Fisher et al. 1999; Nishigori et al. 2003; Quan et al. 2004; Lin et al. 2005; Huang et al. 2007; Almaidaet al.2008; Donget al.2008; Helfrichet al.2008; Leeet al. 2009a).

Untuk mencegah terjadinya photoaging, diperlukan suatu bahan aktif yang dapat menghambat terjadinya photoaging (Antiphotoaging). Bahan aktif antiphotoaging ini diharapkan menghambat pembentukan MMP-1 dan mencegah penurunan pembentukan prokolagen tipe I akibat paparan UV. Eksplorasi terhadap bahan aktif antiphotoaging terus dilakukan, khususnya dari sumber bahan alami, termasuk dari bahan tumbuhan.

(23)

Gambar 1 Skema kerangka pemikiran Bahan sintesis

Bahan alami

Kosmetik Tradisional

Temu Putih (Curcuma zedoaria) Temu Giring (Curcuma heyneana) Temu Ireng (Curcuma aeruginosaroxb) Ki Urat (Plantago major)

Aktivitasantiphotoaging?

Penapisan kandidat ekstrak bahan aktifantiphotoaging

Kandidat Ekstrak Bahan AktifAntiphotoagingTerpilih

Penentuan potensi khasiat dan mekanisme

Antiphotoaging

Karakterisasi

Kandidat Ekstrak Bahan AktifAntiphotoaging

(24)

2 PENAPISAN KANDIDAT EKSTRAK BAHAN AKTIF

ANTIPHOTOAGING

DARI TUMBUHAN KOSMETIK

TRADISIONAL INDONESIA

2.1 Pendahuluan

Penuaan kulit merupakan proses biologi yang sangat kompleks. Penuaan kulit secara garis besar dibagi menjadi dua bagian, yaitu intrinsic aging (penuaan dari dalam) dan extrinsic aging (penuaan dari luar). Intrinsic aging sebagian besar ditentukan oleh faktor genetik. Extrinsic aging disebabkan oleh faktor lingkungan, terutama paparan radiasi UV dari sinar matahari. Penuaan kulit secara lebih rinci dibedakan menjadi 7 tipe, antara lain: kronologikal, genetik, photoaging, kebiasaan atau cara hidup, katabolik, endokrin, dan gravitasional. Tipe photoaging adalah penuaan kulit yang disebabkan oleh paparan radiasi UV pada kulit secara berlebihan. Meskipun photoagingbukan satu-satunya penyebab penuaan dini pada kulit, tipe penuaan ini sangat populer sebagai bentuk penuaan dini pada kulit, sehingga penuaan dini pada kulit sering kali diasosiasikan sebagai photoaging (Jenkins 2002; Agiuset al. 2007).

Bagian kulit tubuh yang terpapar sinar matahari akan mengalami kedua proses penuaan, baik intrinsic aging dan terutama extrinsic aging. Pengaruh paparan radiasi UV dari matahari sangat besar dalam prosesextrinsic aging dan menjadi penyebab utama penuaan dini pada bagian kulit ini, sehingga pada bagian kulit tubuh ini photoaging mendominasi proses penuaan kulit (Gilchrest 1989; Jenkins 2002; Chung et al. 2002a; Chung et al. 2002b; Seo dan Chung 2006; Agiuset al.2007; Fisheret al.2009).

Photoaging harus dibedakan dari penuaan alami. Secara klinik dan histologi, photoaging sangat berbeda dari penuan alami, meskipun keduanya berlangsung dalam hitungan dekade. Photoaging merupakan proses biologis kompleks yang mempengaruhi berbagai lapisan kulit dan menyebabkan kerusakan besar pada jaringan ikat dermis. Kerusakan besar pada jaringan ikat dermis ini berasosiasi dengan kerutan kulit. Kerutan kulit pada kulit akibat photoaging lebih dalam dan kasar dibandingkan kerutan kulit pada proses penuaan alami. Terbentuknya kerutan yang dalam ini disebabkan oleh kerusakan kolagen akibat paparan radiasi UV (Chung et al. 2002a; Nishigori et al. 2003; Chung et al. 2003; Helfrich et al. 2008; Laga dan Murphy 2009; Janget al.2011).

Semua segmen radiasi UV dapat menyebabkan kerusakan pada kulit. Radiasi UVC memiliki daya penetrasi kuat ke dalam kulit, namun segmen UV ini dihalangi oleh lapisan ozon atmosfer. Radiasi UVA memiliki energi yang lebih kecil dibandingkan UVB namun penetrasinya ke dalam kulit jauh lebih dalam. Radiasi UVA dan UVB menyebabkan efek photoaging (Herrling et al. 1999; Edlichet al.2004; Masnec dan Pojube 2008; Chenet al.2009).

(25)

yang dikaji dalam banyak penelitian. Hal ini berkaitan dengan efek radiasi UV pada kerusakan dan penghambatan pembentukan (degenerasi) kolagen tipe I sebagai penyebab timbulnya kerutan pada kulit yang mengalamiphotoaging.

Eksplorasi terhadap bahan yang dapat mencegah photoaging (antiphotoaging) merupakan aktivitas utama pada penelitian yang berorientasi pada tindakan preventif photoaging. Eksplorasi bahan potensial antiphotoaging terus dilakukan terhadap bahan kosmetik yang telah ada maupun terhadap bahan baru, termasuk bahan kosmetik alami yang berasal dari bahan tumbuhan. Berdasarkan penelusuran literatur yang dilakukan, belum diperoleh informasi tentang upaya eksplorasi bahan aktif antiphotoaging dari tumbuhan kosmetik tradisional Indonesia. Hal ini merupakan peluang yang harus segera dimanfaatkan untuk mengoptimalkan kekayaan sumber daya hayati Indonesia.

Pengembangan tumbuhan kosmetik tradisional Indonesia sebagai bahan aktif antiphotoaging diawali dengan penapisan terhadap aktivitas penghambatan pembentukan MMP-1, aktivitas antioksidan, dan aktivitas tabir surya. Terdapat hubungan yang erat antara ketiga parameter ini dalam proses photoagingdan pencegahanphotoaging.

Peran MMP-1 dalam photoaging berkaitan dengan terbentuknya kerutan pada kulit sebagai ciri utama photoaging. Kerutan pada kulit ini terjadi akibat kerusakan dan penghambatan pembentukan matriks ekstraseluler akibat peningkatan aktivitas enzim-enzim MMPs. Matrix metalloproteinases merupakan kelompok enzim-enzim matrix-degrading yang berperan penting pada berbagai proses penuaan kulit. Matrix metalloproteinases utama adalah MMP-1. Matrix metalloproteinase-1 merupakan suatu enzim utama yang bertanggung jawab atas kerusakan kolagen tipe I. Kolagen tipe I merupakan hasil sintesis sel fibroblast yang menjadi komponen utama matriks ekstraseluler hewan. Oleh karena itu, MMP-1 memiliki peran yang sangat besar dalam kerusakan matriks ekstraseluler (Exposito et al. 2002; Chung 2003; Seo dan Chung 2006; Kadler et al. 2007; Helfrich 2008; Dong et al. 2008; Philipset al. 2009; Pluemsamranet al.2012).

Paparan radiasi UV menginduksi MMPs pada berbagai sel, seperti keratinocyte dan fibroblast. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa paparan radiasi UV pada kultur biakan sel fibroblast maupun secara in vivo dapat menyebabkan peningkatan MMP-1 dan menurunkan pembentukan kolagen tipe I. Hal ini memberikan kontribusi nyata pada photoaging. Pemahaman mengenai peran MMP-1 dalam photoaging dapat dimulai dari kajian tentang pembentukan kolagen tipe I. Fibroblast dermal membuat prokolagen tipe I yang kemudian dikonversi menjadi kolagen tipe I. Peningkatan MMP-1 terkait erat dengan keberadaan ROS. Pembentukan ROS ini menjadi pencetus aktivitas AP-1 selama proses photoaging. Peningkatan aktivitas AP-1 memacu MMP-1 yang berakhir dengan perusakan kolagen dan penurunan sintesis kolagen (Chunget al.2003; Sies dan Stahl 2004; Kimet al. 2005; Seo dan Chung 2006; Helfrichet al.2008).

(26)

Pembentukan radikal bebas yang dipicu oleh paparan UV dimulai dari interaksi foton dengan asam trans-urokanik atau komponen kimia lainnya pada kulit sehingga membentuk oksigen tunggal. Oksigen tunggal dapat menghasilkan oksigen radikal bebas yang menyebabkan kerusakan oksidatif pada berbagai komponen seluler dan berperan penting sebagai pencetus photoaging (Traikovich 1999; Nishigoriet al. 2003; Lin et al. 2005; Huang et al.2007; Almeidaet al.2008; Dai dan Mumper 2010).

Berdasarkan uraian tersebut di atas, diketahui bahwa radikal bebas berperan penting dalam pembentukan MMP-1 sehingga penggunaan senyawa antioksidan sangat penting dalam menghambat pembentukan MMP-1. Hasil penelitian pada hewan coba tikus menunjukkan bahwa kemampuan sistem pertahanan antioksidan pada kulit terhadap ROS menurun seiring dengan penuaan. Hal ini berarti semakin cepat penuaan yang terjadi semakin cepat penurunan kemampuan sistem pertahanan antioksidan kulit. Penurunan kemampuan sistem pertahanan antioksidan kulit memerlukan solusi aplikasi topikal antioksidan. Aplikasi topikal antioksidan memberikan manfaat dalam mencegah pengaruh buruk radikal bebas akibat paparan radiasi UV pada kulit (Yasui dan Sakurai 2003; Almeidaet al.2008).

Antioksidan asal tumbuhan memperlihatkan kemampuan mengurangi ROS yang menyebabkan photoaging. Hal ini telah memacu penelitian penggunaan bahan tumbuhan yang kaya antioksidan untuk mencegah photoaging. Perlindungan menggunakan sistem pertahanan antioksidan untuk mencegah kerusakan yang disebabkan paparan radiasi UV telah diusulkan sebagai mekanisme bagi senyawa asal tumbuhan dalam memperlambat proses penuaan kulit. Penggunaan antioksidan asal tumbuhan terbukti dapat menghambat pembentukan MMP-1, khususnya pada fibroblast dermis manusia (Pluemsamran et al.2012; Huanget al. 2007; Afaq dan Mukhtar 2006; Moon et al. 2004). Hal ini menunjukkan bahwa antioksidan sangat berperan dalam mencegahphotoaging.

Potensi tabir surya yang dimiliki suatu bahan juga berperan penting dalam pencegahan photoaging. Tabir surya yang memadai merupakan kebutuhan yang esensial untuk mengontrol kerusakan kulit yang disebabkan oleh radiasi UV, di antaranya kulit terbakar, photoaging dan kanker akibat paparan sinar UV atau photocarcinogenesis (Cross et al. 2007; Müller et al. 2008; Korac dan Khambholja 2011). Pengertian bahan tabir surya berdasarkan keputusan Kepala BPOM RI no: HK.00.05.42.1018 didefinisikan sebagai bahan yang digunakan untuk melindungi kulit dari radiasi sinar UV dengan cara menyerap, memancarkan, dan menghamburkan.

Tabir surya merupakan standar utama untuk melindungi kulit dari kerusakan akibat paparan radiasi matahari, namun komposisi bahan kimia yang digunakan pada formulasi tabir surya memiliki kemungkinan untuk menghasilkan radikal bebas ketika terpapar radiasi UV. Bahan kimia tabir surya dapat saja terserap oleh kulit dan berpotensi menyebabkan kerusakan kulit (Pinnell 2003).

(27)

Sun protection factor (SPF) merupakan suatu nilai yang digunakan untuk mengukur aktivitas suatu tabir surya dan digunakan secara luas untuk mengevaluasi potensi perlindungan suatu material terhadap sinar matahari. Istilah SPF diperkenalkan pertama kali pada dekade 1930-an dan dapat diukur dengan cara pengujian secara in vitroatau in vivo (Ho 2001; Gonzalez 2006; Oliveira et al.2008).

Pada tahun 2002, COLIPA (The European Cosmetic Toiletry and Parfume Association), JCIA (Japan Cosmetic Industry Association), dan CTFA-SA (Cosmetic Toiletry and Fragrance Association of South Africa) bersama-sama menyepakati metode penentuan SPF. Metode ini didasarkan hasil perbandingan dosis minimum sinar UVA dan UVB yang menyebabkan erythermal (MED) pada punggung sukarelawan (tipe kulit I, II dan III) yang menggunakan tabir surya dan tidak menggunakan tabir surya. Namun, pengujian ini memerlukan biaya yang besar dan waktu yang cukup lama. Pertimbangan ekonomi, teknis, dan etis menyebabkan pengukuran SPF secara in vitro lebih dapat diterima dan lazim digunakan dalam penapisan tabir surya untuk pengembangan produk (Pissavini et al. 2003; Gonzalez 2006; Oliveira et al.2008).

Pada mulanya, nilai SPF hanya ditujukan untuk menyatakan potensi perlindungan kulit terhadap paparan UVB. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa UVA dapat menyebabkan kerusakan pada kulit. Terkait dengan kerusakan kolagen tipe I, telah diketahui bahwa paparan sinar UVA dan UVB dapat memacu pembentukan MMP-1. Fokus pembuatan produk tabir surya saat ini ditujukan untuk melindungi kulit dari paparan UVA dan UVB (Evelson et al.1997; Chung 2003; Baronet al.2008).

Berdasarkan uraian di atas, maka penentuan aktivitas penghambatan pembentukan MMP-1, aktivitas antioksidan, dan aktivitas tabir surya sangat penting untuk dilakukan dalam upaya penapisan ekstrak bahan aktif antiphotoaging dari tumbuhan kosmetik tradisional Indonesia. Data aktivitas antioksidan, dan data aktivitas tabir surya dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging. Pada tahap penelitian ini dilakukan penapisan kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging dari ekstrak etanol rimpang Temu Putih, rimpang Temu Giring, rimpang Temu Ireng, dan daun Ki Urat. Penapisan yang dilakukan meliputi potensi aktivitas penghambatan pembentukan MMP-1, potensi antioksidan, dan aktivitas tabir surya terhadap ekstrak tumbuhan kosmetik tradisional Indonesia tersebut.

2.2 Bahan dan Metode

(28)

2.2.1 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: etanol (Merck), metanol (Merck), aquadest, Transpore Tape® (3M, USA), Dulbecco’s

Modified Eagle Medium (DMEM; WelGENE), Trypan Blue Stain 0.4% (GIBCO), Acrylamide/Bis Solution 30% (BIO-RAD), Protein Markers ProSieve Color (Lonza), polyvinylidene fluoride membranes (Amersham Biosciences, Buckinghamshire, England), Antibodi primer rabbit monoclonal anti-MMP-1 (Laboratory for Cutaneous Aging Research, Clinical Research Institute, Seoul National University Hospital, Seoul, Republic of Korea) antibodi sekunder anti-rabbitIgG-HRP conjugates (Santacruz company), AmershamECL Prime Western Blotting Detection Reagent (Amersham Pharmacia Biotech),film X-ray (AFGA), 2,2’diphenylpicrylhydrazyl (DPPH; Sigma Aldrich). Bahan biologis yang digunakan dalam penelitian ini adalah kultur sel human keratinocyte cell line (HaCaT) yang diperoleh dari Laboratory for Cutaneous Aging Research, Clinical Research Institute, Seoul National University Hospital, Seoul, Korea Selatan.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: freeze dryer FD-5N (EYELA), penangas air WB-20E (JEIO TECH), optometrics SPF-290s analyzer, microplate reader VERSA Max (Tunable), sterilizer (Han Shin Co. LTD), Kodak X-OMAT processor, UV meter (Waldman Medizintechnik), water bath (JEIO TECH), inkubator CO2 Series II (Thermo Forma),

biological safety cabinets 1300 Series A2 (Thermo Scientific), lampu UV Phillips TL 20W/12 RS florescent sun lamps (Einthoven, Netherlands), filter UV C Kodacel filter TA401/407, mikroskop IX50 (Olympus), neraca Harvard Trip (OHAUS), micro high speed centrifuge MICRO 17R (Hanil Science Industrial), spektrofotometer UV-vis UV-mini 1240 (Shimadzu), tangki elektroforesis (EzCell), spektrometer gas kromatografi QP 2010 ULTRA (Shimadzu), multitask plate reader model 1420 Victor3 (PerkinElmer), pencatu daya (PowerPac HC BIO-RAD). Perangkat Lunak yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: ImageJ 1.43u (Wayne Rasband National Institutes of Health, USA), SPSS 17.0 (SPSS Inc. Chicago, Illinois, USA), MS. Exce 2007 (Microsoft).

2.2.2 Ekstraksi sampel

Sampel rimpang Temu Giring, rimpang Temu Ireng, dan rimpang Temu Putih dikoleksi dari daerah Lembang pada bulan Desember 2010. Sampel daun Ki Urat dikoleksi dari daerah Ciampea Bogor pada bulan Januari 2011. Sampel telah diidentifikasi oleh Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dengan nomor surat identifikasi 159/IPH.1.02/If.8/II/2011 (Lampiran 1).

(29)

dipekatkan dengan menggunakan evaporator pada temperatur 35°C hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental dikeringkan lebih lanjut dengan menggunakanfreeze dryeruntuk memperoleh ekstrak kering.

2.2.3 Penyiapan kultur sel HaCaT

Cryovial kultur sel HaCaT dikeluarkan dari nitrogen cair, lalu ditempatkan dalam wadah yang berisi dry ice, dicairkan dengan menempatkannya pada penangas air bertemperatur 37°C. Ditambahkan 2 mL media DMEM, kemudian kultur sel HaCaT dipindahkan pada 100 mm cell culture dish yang telah berisi 10 mL media DMEM yang mengandung 10% Fetal Bovine Serum, 2 mM glutamin, antibiotik penisilin 100 U/mL dan streptomisin 100 µg/mL. Kultur sel diinkubasi selama 24 jam pada 37°C dengan kadar CO2 5% di inkubator. Setelah 24 jam, media diganti dan

diinkubasi selama 48-72 jam. Setelah 48-72 jam diamati kultur sel HaCaT di bawah mikroskop, bila kultur sel HaCaT mencapai subkonfluen (80-90%) maka dilakukan subkultur.

Media dibuang dan kultur sel HaCaT dibilas dengan 7 mL Phosphate buffered saline (PBS). Setelah PBS dibuang, ditambahkan 3 mL trypsin-EDT dan diinkubasi selama 5-7 menit pada 37oC, 5% CO2. Setelah diinkubasi,

ditambahkan 5-8 mL media DMEM dan dipindahkan pada tabung 15 mL, lalu disentrifugasi pada 1.500 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang dan kultur sel diresuspensi dengan menambahkan 10 mL media DMEM. Sel HaCaT dihitung dengan menggunakan hemasitometer, bila perlu dilakukan pengenceran hingga diperoleh suspensi sel HaCaT 106 sel/mL dengan menambahkan media DMEM.

Sebanyak 2 mL suspensi sel ditempatkan pada 100 mm cell culture dish, lalu ditambah sebanyak 8 mL media DMEM dan inkubasi selama 48-72 jam. Subkultur dilanjutkan hingga diperoleh kultur sel dalam jumlah yang cukup untuk percobaan yang akan dilakukan.

2.2.4 Penentuan aktivitas penghambatan pembentukan MMP-1

Disiapkan 50 mL suspensi sel HaCaT dengan konsentrasi 105sel/mL dalam media DMEM yang mengandung 10% FBS, 2 mM glutamin, antibiotik penisilin 100 U/mL, dan streptomisin 100 µg/mL. Disiapkan 15 buah 35 mm cell culture dish. Sebanyak 2 mL suspensi sel HaCaT ditumbuhkan pada masing-masing 35 mm cell culture dish, lalu diinkubasi selama 24 jam pada 37°C dengan kadar CO2 5%. Setelah 24 jam, media dibuang, kultur sel dicuci

(30)

Konsentrasi larutan uji ekstrak sebesar 100 ppm dan dosis paparan UV 60 mJ/cm2yang digunakan ditentukan berdasarkan hasil penentuan konsentrasi larutan uji dan dosis paparan UV (Lampiran 2).

Perlakuan dan kontrol diinkubasi selama 2 jam. Setelah 2 jam, media DMEM dibuang dan digantikan dengan 200 µL PBS dan dilakukan paparan radiasi UV 60 mJ/cm2. Sumber radiasi UV yang digunakan adalah lampu Phillips TL 20W/12 RS florescent sun lamps dengan spektrum emisi 275 nm hingga 380 nm. Bagian UV C dihilangkan dengan menggunakan filter UV C Kodacel filter TA401/407. Kuat radiasi UV diukur dengan menggunakan UV meter Waldmand model 585100.

Setelah paparan UV diberikan, larutan PBS dibuang dan kultur sel HaCat diberikan media DMEM. Kultur sel HaCaT diinkubasi selama 48 jam. Setelah 48 jam, sebanyak 200 µL media kultur sel dipisahkan untuk penentuan ekspresi MMP-1 yang dikeluarkan sel HaCaT ke media dengan metode western blott.

2.2.5Western blotting

Sebanyak 200 µL media disentrifugasi pada 13000 rpm 4°C. Supernatan dipisahkan, selanjutnya 150 µL supernatan dicampur dengan 50 µL SDS buffer sample, lalu divorteks. Campuran disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm pada temperatur ruang. Bila masih terdapat endapan, campuran divorteks kembali. Selanjutnya campuran dipanaskan pada suhu 90°C selama 5-10 menit. Bila masih terdapat endapan campuran divorteks kembali, kemudian dipanaskan lagi pada suhu 90°C selama 5-10 menit. Sampel dapat disimpan pada lemari pendingin sampai digunakan kembali. Protein dipisahkan dengan menggunakan 10% SDS-PAGE, kemudian ditransfer pada membran polyvinylidene fluoride. Setelah proses transfer selesai, membran dicuci dua kali dengan menggunakan Tris Buffer Saline Tween 20 (TBS/T), selanjutnya membran diblok dengan skim milk 5% dalam TBS/T selama 1 jam pada temperatur ruang. Setelah proses blok, membran diinkubasi dengan antibodi primer rabbit monoclonal anti-MMP-1 (1:1000) pada temperatur 4 °C selama 12 jam. Selanjutnya membran diinkubasi dengan antibodi sekunder anti-rabbitIgG-HRP conjugates (Santacruz company; 1:5000), selama 2 jam pada temperatur ruang dan kemudian dicuci dua kali dengan TBST. Protein divisualisasi dengan pereaksi Amersham ECL Prime Western Blotting Detection Reagent yang dipandu Protein Markers, kemudian dikembangkan pada film X-ray dengan menggunakan peralatan Kodak X-OMAT Processor (Chung et al. 2001; Shin et al.2005a). Ekspresi MMP-1 yang telah dikembangkan pada film X-ray dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak ImageJ 1.43u. Data ekspresi MMP-1 dianalisis dengan analisis sidik ragam satu arah (One-way analysis of variance/ANOVA) menggunakan perangkat lunak SPSS 17.0. Uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan untuk menentukan keberartian perbedaan antara dua rataan.

2.2.6 Penentuan aktivitas antioksidan

(31)

bebas DPPH. Prosedur yang digunakan mengadaptasi metode yang dikemukakan oleh Nepote et al. (2005), Que et al. (2006), Villano et al. (2006), Stefet al. (2009).

Uji ini menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri atas 4 perlakuan. Perlakuan 1 merupakan larutan ekstrak rimpang Temu Giring dengan konsentrasi akhir 100 ppm dalam metanol. Perlakuan 2 merupakan larutan ekstrak rimpang Temu Ireng dengan konsentrasi akhir 100 ppm dalam metanol. Perlakuan 3 merupakan larutan ekstrak rimpang Temu Putih dengan konsentrasi akhir 100 ppm dalam metanol. Perlakuan 4 merupakan larutan ekstrak daun Ki Urat dengan konsentrasi akhir 100 ppm dalam metanol. Masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali pengulangan. Setiap perlakuan diberikan larutan radikal DPPH dengan konsentrasi akhir 0.1 mM dalam metanol, kemudian diinkubasi selama 40 menit. Absorbansi DPPH diukur pada 517 nm. Prosedur yang sama dilakukan terhadap blanko yang berupa larutan metanol. Parameter yang diukur adalah % kapasitas total antioksidan (TAC) yang dihitung dengan cara :

TACDPPH(%) = (Ablanko–Asampel)/Ablankox 100

Data persentase kapasitas total antioksidan dinyatakan sebagai rataan dari 3 kali pengulangan. Data dianalisis dengan analisis sidik ragam satu arah (One-way analysis of variance / ANOVA) menggunakan perangkat lunak SPSS 17.0. Perbedaan rataan persentase kapasitas total antioksidan diuji lanjut dengan uji Duncan.

2.2.7 Penentuan Aktivitas Tabir Surya

Penapisan aktivitas tabir surya ekstrak yang diuji dilakukan dengan menggunakan peralatan SPF meter. Perlakuan terdiri atas: perlakuan 1 ekstrak etanol rimpang Temu Giring; perlakuan 2 ekstrak etanol rimpang Temu Ireng; perlakuan 3 ekstrak etanol rimpang Temu Putih; perlakuan 4 ekstrak etanol daun Ki Urat. Sampel dalam jumlah kecil dioleskan ke pita/plaster Transpore®. Sampel disebar secara tipis dan merata pada area 50 cm2yang setara dengan 2 µL/cm2. Kemudian pita/plaster Transpore® ditempatkan pada bingkai logam terbuka. Selanjutnya dilakukan pengukuran menggunakan peralatan SPF meter Optometrics SPF-290s Analyzer dengan range panjang gelombang 290-400 nm. Setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 10 kali. Parameter yang diukur adalah SPF. Pengukuran ini dilakukan pada selang panjang 290 nm hingga 400 nm. Data nilai SPF dinyatakan sebagai rataan dari 10 kali pengulangan. Data dianalisis dengan analisis sidik ragam satu arah (One-way analysis of variance / ANOVA) menggunakan perangkat lunak SPSS 17.0. Uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan untuk menentukan keberartian perbedaan antara rataan.

2.3 Hasil

(32)

Tabel 1 Rataan ekspresi MMP-1 pada aplikasi ekstrak terhadap sel HaCaT, kapasitas total antioksidan, dan nilai SPF ekstrak

Perlakuan ekspresi MMP-1

(103 pixel)

kapasitas total

antioksidan (%) nilai SPF

Kontrol 42.40±3.46a -

-Temu Putih 33.99±4.73b 26.45 ± 1.122d 1.47±0.298c Temu Giring 33.13±2.44b 28.80 ± 1.760c 1.62±0.244c Temu Ireng 26.87±4.70bc 55.75 ± 0.289b 3.02±0.326b Ki Urat 24.37±3.60c 60.72 ± 0.599a 3.99±0.702a Ket: Data dinyatakan sebagai rataan ± simpangan baku. Huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf keberartian 0.05

Hasil analisis MMP-1 dengan western blotting menunjukkan bahwa aplikasi ekstrak tumbuhan kosmetik tradisional Indonesia pada konsentrasi 100 ppm berpotensi menghambat ekspresi MMP-1 pada sel HaCaT yang mendapat perlakuan dosis UV 60 mJ/cm2.

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa ekstrak tumbuhan kosmetik tradisional Indonesia yang diuji memiliki ekspresi MMP-1 di bawah ekspresi MMP-1 kontrol. Fakta ini menunjukkan bahwa ekstrak yang diuji memiliki potensi aktivitas penghambatan pembentukan MMP-1. Hasil uji Duncan (Lampiran 3, Tabel 10) menunjukkan bahwa kontrol menunjukkan ekspresi MMP-1 (42.40 x 103pixel) tertinggi dan berbeda nyata dari ekspresi MMP-1 pada perlakuan ekstrak. Ekspresi MMP-1 ekstrak Temu Putih (33.99 x 103 pixel), ekstrak Temu Giring (33.13 x 103pixel), dan ekstrak Temu Ireng (26.8 x 103 pixel) tidak berbeda nyata. Perlakuan ekstrak Ki Urat menunjukkan ekspresi MMP-1 (24.37 x 103 pixel) terendah dan berbeda nyata dari ekspresi MMP-1 ekstrak Temu Putih dan ekspresi MMP-1 ekstrak Temu Giring. Ekspresi MMP-1 ekstrak Ki Urat tak berbeda nyata dari ekspresi MMP-1 ekstrak Temu Ireng. Data lengkap hasil analisis MMP-1 dengan western blottingditampilkan pada Lampiran 3.

Dari Tabel 1 diketahui bahwa ekstrak tumbuhan kosmetik Indonesia yang diuji memiliki kapasitas total antioksidan di atas 20% pada konsentrasi 100 ppm. Aktivitas antioksidan ini diduga berkaitan dengan keberadaan senyawa fenol, flavonoid, dan senyawa lain yang memiliki aktivitas antioksidan yang terdapat dalam ekstrak tumbuhan kosmetik tradisional Indonesia tersebut.

Hasil anova menunjukkan perlakuan aplikasi ekstrak tumbuhan kosmetik tradisional Indonesia yang diuji berpengaruh nyata pada kapasitas total antioksidan (Lampiran 4). Hasil uji lanjut dengan uji Duncan menunjukkan bahwa ekstrak Ki Urat pada konsentrasi 100 ppm memiliki kapasitas total antioksidan tertinggi (60,72%) dan berbeda nyata dari kapasitas total antioksidan ekstrak lain pada konsentrasi yang sama. Ekstrak Ki Urat dan ekstrak Temu Ireng memiliki kapasitas total antioksidan lebih dari 50%.

(33)

Urat memiliki rataan nilai SPF tertinggi yang berbeda nyata dari rataan nilai SPF ekstrak lainnya (Lampiran 6).

Ekstrak etanol rimpang Temu Ireng dan daun Ki Urat memiliki karakteristik perlindungan terhadap UV pada rentang panjang gelombang yang berbeda. Grafik dan data lengkap hasil penentuan SPF dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6. Berdasarkan grafik pengukuran SPF (Lampiran 5, Gambar 9 dan 11) diketahui bahwa ekstrak etanol rimpang Temu Ireng berpotensi memberikan proteksi terhadap UVB, sedangkan ekstrak etanol daun Ki Urat memiliki potensi perlindungan terhadap UVA maupun UVB. Proteksi ekstrak etanol daun Ki Urat terhadap UVA lebih baik dibandingkan UVB.

2.4 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa perlakuan ekstrak dapat menghambat pembentukan MMP-1 pada sel HaCaT yang terpapar UV. Ekstrak Ki Urat memiliki potensi menghambat pembentukan MMP-1 yang lebih besar dibandingkan ekstrak lainnya. Kemampuan ekstrak dalam Temu Ireng menghambat pembentukan MMP-1 tidak berbeda nyata dari ekstrak Ki Urat. Kemampuan kedua ekstrak ini untuk menghambat ekspresi MMP-1 diduga berkaitan erat dengan kapasitas total antioksidan kedua ekstrak ini yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain.

Kapasitas total antioksidan ekstrak etanol Ki Urat dan Temu Ireng lebih tinggi dan berbeda nyata dari aktivitas antioksidan ekstrak etanol rimpang Temu Giring dan Temu Putih. Kapasitas total antioksidan ekstrak etanol Ki Urat dan Temu Ireng pada konsentrasi 100 ppm lebih dari 50%.

Kapasitas total antioksidan kedua ekstrak dapat memberikan gambaran kemampuan ekstrak tersebut untuk menghambat pembentukan MMP-1 pada kultur sel HaCaT yang terpapar UV. Senyawa antioksidan memiliki peran yang penting dalam melindungi kulit dari pengaruh buruk induksi ROS yang dipicu radiasi UV sehingga dapat mencegah photoaging(Huang et al.2007; Almaida et al. 2008). Hal tersebut dapat dijelaskan dari beberapa hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan fakta bahwa peningkatan ekspresi MMP-1 dipicu oleh peningkatan ROS (Wertz et al. 2004; Kim et al. 2010), dengan demikian adanya senyawa antioksidan akan menghambat pembentukan ROS yang selanjutnya dapat menurunkan ekspresi MMP-1 pada media HaCaT.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ekstrak Ki Urat memiliki Rataan nilai SPF tertinggi (3.99) diikuti oleh ekstrak Temu Ireng (3.02), sedangkan rataan nilai SPF ekstrak Temu Giring dan Temu putih lebih rendah dan berbeda nyata pada kedua ekstrak tersebut. Sediaan tabir surya dikatakan dapat memberikan perlindungan apabila memiliki nilai SPF 2-8. Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat membagi efektivitas tabir surya suatu zat dalam lima kelompok, yaitu: proteksi minimal dengan nilai SPF 2-<4, proteksi sedang dengan nilai SPF 4-<6, proteksi ekstra dengan nilai SPF 6-<8, proteksi maksimum dengan nilai SPF 8-<15, dan proteksi ultra dengan nilai SPF≥ 15 (James dan Middleton 1981; Baronet al. 2008).

(34)

SPF = 1.47) dan Temu Giring (Rataan SPF = 1.62) tidak memberikan efek perlindungan terhadap radiasi UV. Rataan SPF dari ekstrak etanol rimpang Temu Ireng dan daun Ki Urat berbeda secara nyata namun kedua nilai SPF tersebut berada pada kriteria perlindungan yang sama.

Ekstrak etanol rimpang Temu Ireng dan daun Ki Urat memiliki karakteristik perlindungan terhadap UV pada rentang panjang gelombang yang berbeda. Ekstrak etanol rimpang Temu Ireng berpotensi memberikan proteksi terhadap paparan radiasi UV B, sedangkan ekstrak etanol daun Ki Urat memiliki potensi perlindungan terhadap UV A maupun UV B. Proteksi terhadap UV A dari ekstrak etanol daun Ki Urat lebih baik dibandingkan UV B. Karakteristik ini sangat penting karena bahan yang memberikan pelindungan terhadap UV A lebih jarang ditemukan dibandingkan bahan yang memberikan pelindungan terhadap UV B (Korac dan Khambholja 2011).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai kapasitas total antioksidan maka MMP-1 yang terbentuk semakin berkurang. Ekstrak Ki Urat dan Temu Ireng memiliki kapasitas totalantioksidan yang berbeda nyata, namun kapasitas antioksidan kedua ekstrak pada 100 ppm di atas 50%. Kapasitas total antioksidan kedua ekstrak ini lebih tinggi dibandingkan ekstrak Temu Putih dan Temu Giring, sehingga dapat dipahami ekspresi MMP-1 yang terbentuk pada perlakuan kedua ekstrak ini lebih kecil dibandingkan aplikasi ekstrak Temu Putih dan Temu Giring.

Fakta-fakta yang diperoleh pada tahap penelitian ini memperkuat dugaan bahwa potensi menghambat pembentuk MMP-1 yang dimiliki ekstrak Ki Urat dan Temu Ireng disebabkan oleh aktivitas antioksidan. Ekstrak Ki Urat dan Temu Ireng memiliki potensi untuk mencegah photoaging dibandingkan ekstrak lainnya.

2.5 Simpulan

Perlakuan ekstrak Ki Urat menunjukkan ekspresi MMP-1 yang lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan ekspresi MMP-1 kontrol, perlakuan ekstrak Temu Giring dan Perlakuan ekstrak Temu Putih. Perlakuan ekstrak Ki Urat menunjukkan ekspresi MMP-1 yang lebih rendah dan tidak berbeda nyata dibandingkan ekspresi MMP-1 perlakuan Temu Ireng. Perlakuan ekstrak Temu Ireng menunjukkan ekspresi MMP-1 yang lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan ekspresi MMP-1 kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak Ki Urat memiliki aktivitas penghambatan pembentukan MMP-1 yang lebih besar dibandingkan ekstrak Temu Giring dan Temu Ireng, namun tidak berbeda dari ekstrak Temu Ireng.

Kapasitas total antioksidan ekstrakKi Uratdan Temu Ireng lebih tinggi dan berdeda nyata dibandingkan ekstrak Temu Giring dan Temu Putih. Kapasitas total antioksidan ekstrak Ki Urat dan Temu Ireng pada konsentrasi 100 ppm yang mencapai lebih dari 50%. Aktivitas antioksidan ekstrak Temu Ireng dan Ki Urat diduga berperan dalam mekanisme kerja penghambatan pembentukan MMP-1 pada sel HaCaT.

(35)

minimal terhadap UV sehingga aktivitas tabir surya diduga tidak memberikan kontribusi nyata pada aktivitas penghambatan pembentukan MMP-1 yang ditunjukkan kedua ekstrak tersebut.

(36)

3 POTENSI KHASIAT DAN MEKANISME

ANTIPHOTOAGING

DARI KANDIDAT EKSTRAK BAHAN

AKTIF

ANTIPHOTOAGING

TERPILIH

3.1 Pendahuluan

Hasil penapisan kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging menghasilkan dua kadidat bahan aktif antiphotoaging terpilih, yaitu ekstrak etanol rimpang Temu Ireng (ekstrak Temu Ireng) dan ekstrak etanol daun Ki Urat (ekstrak Ki Urat). Aktivitas antioksidan kedua ekstrak ini diduga berperan dalam mekanisme kerja penghambatan pembentukan MMP-1 pada sel HaCaT. Dugaan ini menjadi acuan dalam penentuan mekanisme antiphotoaging dari kedua ekstrak sebagai kandidat ekstrak aktifantiphotoaging.

Pada tahap penelitian ini dilakukan penentuan potensi khasiat dan mekanisme antiphotoaging kedua ekstrak tersebut. Penentuan mekanisme ini dilakukan berdasarkan penentuan potensi khasiat menghambat pembentukan MMP-1 dan potensi khasiat menghambat penurunan prokolagen tipe I yang didukung dengan penentuan kapasitas total antioksidan dan aktivitas antioksidan intraseluler.

Prosesphotoagingmerupakan proses kompleks yang melibatkan proses intraseluler dan ekstraseluler. Proses ini dimulai dari pembentukan radikal bebas akibat paparan UV dan berakhir dengan kerusakan komponen utama matriks esktraseluler, yaitu kolagen tipe I. Pada penelitian ini, mekanisme penghambatan proses photoaging (antiphotoaging) oleh suatu bahan berdasarkan aktivitas antioksidan akan ditempatkan pada kerangka proses photoagingsebagai proses kerusakan kolagen tipe I.

Mekanisme antiphotoaging berdasarkan aktivitas antioksidan dapat dipahami dengan baik melalui 2 pengetahuan dasar yang terkait dengan kerusakan kolagen tipe I. Pertama, pemahaman mengenai kolagen tipe I sebagai komponen utama matriks esktraseluler kulit. Kedua, pemahaman tentang radiasi UV sebagai penyebab kerusakan dan penghambat pembentukan kolagen tipe I.

Matriks ekstraseluler dapat dilihat sebagai perekat makromolekul yang berbeda dalam ruang ekstraseluler yang memberikan bentuk spesifik pada suatu jaringan dan merupakan pembangun integritasnya. Molekul-molekul matriks ekstraseluler berguna sebagai kerangka struktur sehingga matriks ekstraseluler sering didefinisikan sebagai substansi yang memberikan integritas stuktur pada organisme multiseluler (Tsuchiya et al. 2008; Ottani et al.2001; Expositoet al. 2002).

(37)

Kolagen merupakan komponen protein terbesar dalam tubuh kita. Kolagen tipe I merupakan protein terbanyak dalam tubuh hewan dan ditemukan dalam setiap jaringan ikat, seperti tulang, kulit, dan tendon. Kolagen tipe I merupakan kolagen dominan pada jaringan kulit manusia dan merupakan 75-80% dari bobot kering kulit (Prockop dan Kivirikko 1995; Yaar et al. 1998; Exposito et al. 2002; Kotch dan Raines 2006; Agius et al. 2007).

Pemahaman tentang peran radiasi UV sebagai penyebab kerusakan dan penghambat pembentukan kolagen tipe I sangat diperlukan untuk memahami proses photoaging. Radiasi UV sangat berbahaya bagi kesehatan kulit manusia karena dapat mempercepat penuaan kulit. Semua segmen radiasi UV yang sampai ke bumi (UVA dan UVB) dapat menyebabkan photoaging. Paparan kronik UV pada kulit manusia dapat menyebabkan photoaging yang ditandai oleh kerutan pada kulit. Radiasi UV memainkan peran penting dalam patogenesis penuaan dini kulit melalui sitotoksisitas keratinosit dan degradasi kolagen (Abeyama et al. 2000; Huang et al. 2007; Philips et al. 2009; Pluemsamranet al. 2012).

Kerusakan kolagen pada proses photoaging ditandai dengan terjadinya kerutan pada kulit. Pada photoaging terjadi degenerasi matriks ekstraseluler yang disebabkan oleh peningkatan ekspresi atau aktivitas matrix metalloproteinases (MMPs) yang merusak struktur kolagen. Peningkatan MMPs akibat paparan UV berperan penting dalam kerusakan kolagen dan protein matriks ekstraseluler lainnya dan berhubungan langsung dengan efek photoaging pada kulit manusia. Matrix metalloproteinases utama adalah MMP-1 yang menyebabkan kerusakan kolagen tipe I sebagai komponen utama dari matriks ekstraseluler kulit manusia (Fisher et al. 1996; Kimet al. 2005; Donget al.2008; Philipset al. 2009).

Peningkatan ekspresi MMP-1 sebagai awal dari kerusakan kolagen tipe I pada proses photoaging dipicu oleh paparan UV. Hasil penelitian Seo et al. (2001) menunjukkan bahwa paparan akut radiasi UV pada sel fibroblat maupun secara in vivo meningkatkan MMP-1 dan menyebabkan kekurangan kolagen tipe I sehingga memberikan kontribusi pada photoaging. Kolagen tipe I disintesis dari prokolagen tipe I yang dibentuk pada proses intraseluler. Pada proses photoaging, radiasi UV menyebabkan penurunan TGF-β sehingga terjadi penurunan pembentukan prokolagen tipe I. Hal ini menyebabkan penurunan pembentukan kolagen tipe I pada ruang ekstraseluler (Brodsky et al.1994; Fisheret al.1999; Helfrichet al. 2008; Leeet al.2009b).

Gambar

Grafik pengukuran SPF Ekstrak Temu Giring
Grafik Hasil Pengukuran SPF
Gambar 1 Skema kerangka pemikiran
Tabel 1 Rataan ekspresi MMP-1 pada aplikasi ekstrak terhadap sel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berkaitan hal tersebut maka perusahaan melakukan berbagai macam kegiatan dan usaha agar dapat bersaing dengan perusahaan yang serupa. Salah satu usaha yang dilakukan yaitu

Menyelasaikan Pemecahan Masalah terkait Fungsi eksponen dan logaritma serta grafiknya pertidaksamaan linear Menyelesaikan persamaan kuadrat Bentuk kuadrat

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum.

Jika seorang manajer unit bisnis melakukan pengendalian manajemen terhadap kinerja manajer dengan pegawai-pegawai unit bisnisnya, maka seorang manajer pusat

Keterkaitan variabel peningkatan market share ini didapatkan dari jurnal Tabucannon (1998) dan disesuaikan dengan kondisi riil sistem industri marmer dan

Merchandise merupakan produk- produk yang dijual peritel dalam gerainya, sedangkan merchandise adalah kegiatan pengadaan agarang- barang yang sesuai dengan bisnis

– Nutrient content: a good cereal containing rather more protein than maize, rice or wheat, but they also contain a considerable quantity of phytic acid which may hinder

Bahwa berhubung dengan keadaan yang telah berubah ternyata perlu sekali menetapkan peraturan baru tentang pemberian pengganti kerugian kepada