• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi kerusakan lahan dan pendapat masyarakat terhadap rencana rehabilitasi lahan pertanian pasca tsunami

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi kerusakan lahan dan pendapat masyarakat terhadap rencana rehabilitasi lahan pertanian pasca tsunami"

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus Kecamatan Lho’nga Kabupaten Aceh Besar )

ASNAWI ACHMAD

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Terhadap Rencana Rehabilitasi Lahan Pertanian Pasca Tsunami (Studi Kasus Kecamatan Lho’nga Kabupaten Aceh Besar). Dibimbing oleh SANTUN R.P.

SITORUS dan H. R. SUNSUN SAEFULHAKIM.

Gempa dan tsunami yang melanda provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada 26 Desember 2004 telah mengakibat 61.816 ha lahan pertanian rusak, sehingga mengakibatkan lumpuhnya kegiatan usahatani masyarakat. Kerusakan lahan terjadi utamanya dalam bentuk perubahan tekstur tanah dan akibat dari intrusi air laut yang mengakibatkan sifat-sifat kimia dan kesuburan tanah mengalami degradasi. Program rehabilitasi lahan pertanian yang rusak akibat tsunami sangat diperlukan, sehingga lahan-lahan pertanian dapat difungsikan kembali. Penelitian bertujuan untuk : (1) mengidentifikasi kerusakan lahan pertanian pada lokasi penelitian berdasarkan jarak dari garis pantai ke arah daratan, (2) Mempelajari aspirasi masyarakat terhadap kegiatan usaha pertanian mereka di masa yang akan datang, (3) Mempelajari pendapat masyarakat terhadap rencana kegiatan rehabilitasi lahan pertanian pasca tsunami. Metode yang digunakan adalah survei lapangan yang mengacu pada kriteria kerusakan lahan yang dikeluarkan oleh FAO tahun 2005 dan analisis contoh tanah yang diambil berdasarkan jarak dari garis pantai ke arah daratan serta wawancara dengan menggunakan kuisioner untuk mengetahui pendapat masyarakat akan dukungan terhadap rencana kegiatan rehabilitasi lahan pertanian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerusakan lahan pertanian tergolong kelas kerusakan B atau sedang,dengan tingkat salinitas cenderung meningkat kearah daratan dengan nilai tertinggi 2,43 mS/cm dijumpai pada jarak 1250 meter dari garis pantai. Sedimentasi yang menutupi lahan pertanian adalah pasir laut dengan ketebalan berkisar antara 5 cm – 27 cm. Masyarakat umumnya mendukung rencana rehabilitasi lahan dan tetap ingin berusahatani kembali di lahan pertanian yang terkena dampak tsunami.

(3)

Community Toward Rehabilitation Plan of Agriculture Land Post-Tsunami (Case Study in Lho’nga subdistrict, Aceh Besar Regency). Supervised by SANTUN R.P

SITORUS and H. R. SUNSUN SAEFULHAKIM

Earthquake and tsunami that hit the Nanggroe Aceh Darusalam Province at 26 December 2006 cause damage 61.816 hectares of agriculture land , resulting agriculture activities farmers stopped. The prime damage of agriculture land is the change of soil texture and impact of sea water intrusion that degrade chemical and fertility of the soil. Degraded agriculture land rehabilitation program affected by tsunami is very necessary, with result that agriculture land can be functioned again. This research objective are (1) To identify agriculture land damage at research location based on distance from coastline, (2) To study aspiration of community for the their agricultural activities for the future, (3) To study opinion of the community for agriculture land rehabilitation plan post-tsunami. The research methods use are (1) Evaluation of area damaging levels using land damage criteria by FAO (2005),(2) Analysis of soil sample collected based on distance from coastline, (3) Interview by questionnaire to know opinion of community in supporting activities of the agriculture land rehabilitation plan. The result of this research show that agriculture land damage belongs to B class or middle damage, level of salinity increase from coastline to continent with the highest value 2,43 mS/cm at distance of 1.250 meter from coastline. Kind of sediment cover the agriculture land is mainly sea sand with thickness ranging from 5 centimetre to 27 centimetre. The communities are generally supporting activities plan to rehabilitate agriculture land and willing to carry out their agriculture activities while the agriculture land completely rehabilitated.

(4)

Besar)

Nama : Asnawi Achmad

Nomor Pokok : P052024011

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dr. Ir. H. R. Sunsun Saefulhakim, M.Agr

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi PSL

Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc

(5)

Penulis, Asnawi Achmad adalah anak ke-2 dari 7 (tujuh) bersaudara

pasangan dari Achmad Ibrahim dan Radimah. Penulis dilahirkan di Banda Aceh

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 12 Oktober 1973.

Tahun 1986 penulis lulus dari SD Negeri No.8 Banda Aceh. Kemudian,

penulis melanjutkan studi ke SLTP Negeri 1 Banda Aceh dan lulus pada tahun 1989.

Tahun 1989 penulis melanjutkan studi ke SLTA Negeri No 1 Banda Aceh,

lulus tahun 1992. Pada tahun 1992 penulis melanjutkan studi ke Sekolah Tinggi Ilmu

Kehutanan (STIK) Banda Aceh lulus pada tahun 1999.

Pada tahun 2002 semester genap, penulis melanjutkan pendidikan dan

diterima di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

(PSL) pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), Bidang Minat

(6)

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat ALLAH SWT karena atas

Rahmat dan Berkah-Nya penulis dapat menyelesaikan rencana penelitian yang

berjudul “ Identifikasi Kerusakan lahan dan Pendapat Masyarakat Terhadap

Rencana Rehabilitasi Lahan Pertanian Pasca Tsunami (Studi Kasus Kecamatan

Lho’nga Kabupaten Aceh Besar)”. Rencana penelitian ini disusun dalam rangka

memenuhi pesyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih penulis kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P

Sitorus selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. H.R. Sunsun

Saefulhakim, M.Agr selaku anggota komisi pembimbing. Meine Van Noordwijk,

Josepine Prasetyo, Diah Wulandari, dan seluruh staf ICRAF atas bantuan yang

diberikan selama penelitian ini. Masyarakat Desa Meunasah Baro dan Meunasah

Manyang, rekan-rekan di BRR Aceh-Nias, Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu

Kehutanan (STIK) Banda Aceh, T. Nova. F, Subhan, S,Hut. Bukhari, S.Hut,

EmDaw, Igal dan semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan dan

dukungan pada saat pengumpulan data untuk penelitian ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermafaat untuk pembangunan kembali

Nanggroe Aceh tercinta

Bogor, Maret 2006

(7)

ii

2.4. Karakteristik Individu ... 12

2.5. Perencanaan Penggunaan Lahan ... 13

III. KERUSAKAN LAHAN PERTANIAN AKIBAT TSUNAMI... 15

3.1..Gempa dan Tsunami ... 15

3.2. Kerusakan Lahan Pertanian ... 15

IV. METODOLOGI PENELITIAN... 18

4.1. Kerangka Pendekatan Metodologi ... 18

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

4.3. Bahan dan Alat... 20

4.4. Analisis Kerusakan Lahan ... 20

4.3.1. Penentuan Lokasi Pengamatan dan Pengambilan Contoh ... 21

4.3.2. Pengumpulan Data ... 21

4.3.3. Analisis Data ... 22

4.5. Analisis Pendapat Masyarakat ... 24

4.4.1. Penentuan Responden ... 24

4.4.2. Pengumpulan Data ... 25

4.4.3. Analisis Data ... 25

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 28

5.1. Letak dan Geografis dan Administrasi Pemerintah... 28

5.2. Kondisi Iklim ... 28

5.3. Geologi dan Topografi... 29

5.4. Jenis Tanah ... 29

5.5. Kependudukan ... 29

5.6. Mata Pencaharian ... 30

5.7. Pendidikan dan Tingkat Pendidikan ... 31

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

6.1. Kerusakan Lahan Pertanian ... 32

6.1.1. Kondisi Kerusakan Lahan Pertanian ... 32

(8)

iii

6.2.1. Karakteristik Masyarakat... 38

6.2.2. Pendapat Masyarakat Terhadap Usahatani ... 40

6.2.3. Pendapat Masyarakat terhadap Rencana Rehabilitasi Lahan... 44

6.2.4. Arahan Rencana Rehabilitasi Lahan Pertanian yang Rusak Pasca Tsunami... 48

VII.KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

7.1. Kesimpulan... 51

7.2. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA... 53

(9)

iv

1. Kondisi kerusakan lahan pertanian, kebun, dan kehilangan ternak di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ... 16

2. Hubungan tujuan 1 penelitian, data yang diperlukan, metode analisis dan hasil yang diharapkan pada analisis kerusakan lahan ... 21

3. Jenis data dan metode pengumpulan data di lapangan... 22

4. Tabel Observasi untuk Kerusakan Lahan... 23

5. Hubungan tujuan 2 dan 3 penelitian, data yang diperlukan, metode analisis dan hasil yang diharapkan pada analisis pendapat

masyarakat ... 25

6. Jumlah penduduk dalam kecamatan Lho’nga tahun 2003... 30

7. Hasil pengamatan kerusakan lahan pertanian dengan metode FAO tahun 2005 ... 32

8. Hasil pengamatan ketebalan sedimen pasir di dua desa di Kecamatan Lho’nga menurut jaraknya dari garis pantai ... 33

9. Hasil analisis vegetasi pada tiap titik pengamatan di dua desa di Kecamatan Lho’nga... 35

10. Data analisis sifat kimia tanah pada tiap titik pengamatan di dua desa di Kecamatan Lho’nga... 36

11. Data analisis sifat fisika tanah pada tiap titik pengamatan di dua desa di Kecamatan Lho’nga... 37

12. Hasil rata-rata sifat kimia tanah berdasarkan jarak dari pantai di dua desa di Kacamatan Lho’nga... 37

13. Karakteristik responden di dua desa di Kecamatan Lho’nga ... 40

14. Pendapat masyarakat terhadap kegiatan usahatani di dua desa di Kecamatan Lho’nga ... 41

15. Nilai korelasi parsial dan nilai skor kategori analisis Kuantifikasi Hayashi II pada pendapat masyarakat serta keinginan mencari

pekerjaan lain sebagai mata pencaharian utama... 43

16. Pendapat masyarakat terhadap rencana rehabilitasi lahan pertanian pasca tsunami di dua desa di Kecamatan Lho’nga ... 45

17. Nilai korelasi parsial dan nilai skor kategori analisis Kuantifikasi Hayashi II pada pendapat masyarakat serta pengetahuan akan

rencana kegiatan rehabilitasi lahan pertanian pasca tsunami ... 46

18. Nilai korelasi parsial dan nilai skor kategori analisis Kuantifikasi Hayashi II pada pendapat masyarakat serta dukungan rencana

(10)

v

Gambar Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ... 7

2. Kerangka pendekatan metodologi ... 19

3. Peta lokasi penelitian ... 20

4. Skema pengambilan contoh tanah ... 20

5. Kondisi kerusakan lahan pertanian di lokasi penelitian ... 32

6. Ketebalan sedimentasi pasir di Kecamatan Lho’nga... 33

7. Vegetasi penutup lahan pertanian di lokasi penelitian ... 34

(11)

(Studi Kasus Kecamatan Lho’nga Kabupaten Aceh Besar )

ASNAWI ACHMAD

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Terhadap Rencana Rehabilitasi Lahan Pertanian Pasca Tsunami (Studi Kasus Kecamatan Lho’nga Kabupaten Aceh Besar). Dibimbing oleh SANTUN R.P.

SITORUS dan H. R. SUNSUN SAEFULHAKIM.

Gempa dan tsunami yang melanda provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada 26 Desember 2004 telah mengakibat 61.816 ha lahan pertanian rusak, sehingga mengakibatkan lumpuhnya kegiatan usahatani masyarakat. Kerusakan lahan terjadi utamanya dalam bentuk perubahan tekstur tanah dan akibat dari intrusi air laut yang mengakibatkan sifat-sifat kimia dan kesuburan tanah mengalami degradasi. Program rehabilitasi lahan pertanian yang rusak akibat tsunami sangat diperlukan, sehingga lahan-lahan pertanian dapat difungsikan kembali. Penelitian bertujuan untuk : (1) mengidentifikasi kerusakan lahan pertanian pada lokasi penelitian berdasarkan jarak dari garis pantai ke arah daratan, (2) Mempelajari aspirasi masyarakat terhadap kegiatan usaha pertanian mereka di masa yang akan datang, (3) Mempelajari pendapat masyarakat terhadap rencana kegiatan rehabilitasi lahan pertanian pasca tsunami. Metode yang digunakan adalah survei lapangan yang mengacu pada kriteria kerusakan lahan yang dikeluarkan oleh FAO tahun 2005 dan analisis contoh tanah yang diambil berdasarkan jarak dari garis pantai ke arah daratan serta wawancara dengan menggunakan kuisioner untuk mengetahui pendapat masyarakat akan dukungan terhadap rencana kegiatan rehabilitasi lahan pertanian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerusakan lahan pertanian tergolong kelas kerusakan B atau sedang,dengan tingkat salinitas cenderung meningkat kearah daratan dengan nilai tertinggi 2,43 mS/cm dijumpai pada jarak 1250 meter dari garis pantai. Sedimentasi yang menutupi lahan pertanian adalah pasir laut dengan ketebalan berkisar antara 5 cm – 27 cm. Masyarakat umumnya mendukung rencana rehabilitasi lahan dan tetap ingin berusahatani kembali di lahan pertanian yang terkena dampak tsunami.

(13)

Community Toward Rehabilitation Plan of Agriculture Land Post-Tsunami (Case Study in Lho’nga subdistrict, Aceh Besar Regency). Supervised by SANTUN R.P

SITORUS and H. R. SUNSUN SAEFULHAKIM

Earthquake and tsunami that hit the Nanggroe Aceh Darusalam Province at 26 December 2006 cause damage 61.816 hectares of agriculture land , resulting agriculture activities farmers stopped. The prime damage of agriculture land is the change of soil texture and impact of sea water intrusion that degrade chemical and fertility of the soil. Degraded agriculture land rehabilitation program affected by tsunami is very necessary, with result that agriculture land can be functioned again. This research objective are (1) To identify agriculture land damage at research location based on distance from coastline, (2) To study aspiration of community for the their agricultural activities for the future, (3) To study opinion of the community for agriculture land rehabilitation plan post-tsunami. The research methods use are (1) Evaluation of area damaging levels using land damage criteria by FAO (2005),(2) Analysis of soil sample collected based on distance from coastline, (3) Interview by questionnaire to know opinion of community in supporting activities of the agriculture land rehabilitation plan. The result of this research show that agriculture land damage belongs to B class or middle damage, level of salinity increase from coastline to continent with the highest value 2,43 mS/cm at distance of 1.250 meter from coastline. Kind of sediment cover the agriculture land is mainly sea sand with thickness ranging from 5 centimetre to 27 centimetre. The communities are generally supporting activities plan to rehabilitate agriculture land and willing to carry out their agriculture activities while the agriculture land completely rehabilitated.

(14)

Besar)

Nama : Asnawi Achmad

Nomor Pokok : P052024011

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dr. Ir. H. R. Sunsun Saefulhakim, M.Agr

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi PSL

Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc

(15)

Penulis, Asnawi Achmad adalah anak ke-2 dari 7 (tujuh) bersaudara

pasangan dari Achmad Ibrahim dan Radimah. Penulis dilahirkan di Banda Aceh

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 12 Oktober 1973.

Tahun 1986 penulis lulus dari SD Negeri No.8 Banda Aceh. Kemudian,

penulis melanjutkan studi ke SLTP Negeri 1 Banda Aceh dan lulus pada tahun 1989.

Tahun 1989 penulis melanjutkan studi ke SLTA Negeri No 1 Banda Aceh,

lulus tahun 1992. Pada tahun 1992 penulis melanjutkan studi ke Sekolah Tinggi Ilmu

Kehutanan (STIK) Banda Aceh lulus pada tahun 1999.

Pada tahun 2002 semester genap, penulis melanjutkan pendidikan dan

diterima di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

(PSL) pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), Bidang Minat

(16)

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat ALLAH SWT karena atas

Rahmat dan Berkah-Nya penulis dapat menyelesaikan rencana penelitian yang

berjudul “ Identifikasi Kerusakan lahan dan Pendapat Masyarakat Terhadap

Rencana Rehabilitasi Lahan Pertanian Pasca Tsunami (Studi Kasus Kecamatan

Lho’nga Kabupaten Aceh Besar)”. Rencana penelitian ini disusun dalam rangka

memenuhi pesyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih penulis kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P

Sitorus selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. H.R. Sunsun

Saefulhakim, M.Agr selaku anggota komisi pembimbing. Meine Van Noordwijk,

Josepine Prasetyo, Diah Wulandari, dan seluruh staf ICRAF atas bantuan yang

diberikan selama penelitian ini. Masyarakat Desa Meunasah Baro dan Meunasah

Manyang, rekan-rekan di BRR Aceh-Nias, Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu

Kehutanan (STIK) Banda Aceh, T. Nova. F, Subhan, S,Hut. Bukhari, S.Hut,

EmDaw, Igal dan semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan dan

dukungan pada saat pengumpulan data untuk penelitian ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermafaat untuk pembangunan kembali

Nanggroe Aceh tercinta

Bogor, Maret 2006

(17)

ii

2.4. Karakteristik Individu ... 12

2.5. Perencanaan Penggunaan Lahan ... 13

III. KERUSAKAN LAHAN PERTANIAN AKIBAT TSUNAMI... 15

3.1..Gempa dan Tsunami ... 15

3.2. Kerusakan Lahan Pertanian ... 15

IV. METODOLOGI PENELITIAN... 18

4.1. Kerangka Pendekatan Metodologi ... 18

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

4.3. Bahan dan Alat... 20

4.4. Analisis Kerusakan Lahan ... 20

4.3.1. Penentuan Lokasi Pengamatan dan Pengambilan Contoh ... 21

4.3.2. Pengumpulan Data ... 21

4.3.3. Analisis Data ... 22

4.5. Analisis Pendapat Masyarakat ... 24

4.4.1. Penentuan Responden ... 24

4.4.2. Pengumpulan Data ... 25

4.4.3. Analisis Data ... 25

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 28

5.1. Letak dan Geografis dan Administrasi Pemerintah... 28

5.2. Kondisi Iklim ... 28

5.3. Geologi dan Topografi... 29

5.4. Jenis Tanah ... 29

5.5. Kependudukan ... 29

5.6. Mata Pencaharian ... 30

5.7. Pendidikan dan Tingkat Pendidikan ... 31

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

6.1. Kerusakan Lahan Pertanian ... 32

6.1.1. Kondisi Kerusakan Lahan Pertanian ... 32

(18)

iii

6.2.1. Karakteristik Masyarakat... 38

6.2.2. Pendapat Masyarakat Terhadap Usahatani ... 40

6.2.3. Pendapat Masyarakat terhadap Rencana Rehabilitasi Lahan... 44

6.2.4. Arahan Rencana Rehabilitasi Lahan Pertanian yang Rusak Pasca Tsunami... 48

VII.KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

7.1. Kesimpulan... 51

7.2. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA... 53

(19)

iv

1. Kondisi kerusakan lahan pertanian, kebun, dan kehilangan ternak di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ... 16

2. Hubungan tujuan 1 penelitian, data yang diperlukan, metode analisis dan hasil yang diharapkan pada analisis kerusakan lahan ... 21

3. Jenis data dan metode pengumpulan data di lapangan... 22

4. Tabel Observasi untuk Kerusakan Lahan... 23

5. Hubungan tujuan 2 dan 3 penelitian, data yang diperlukan, metode analisis dan hasil yang diharapkan pada analisis pendapat

masyarakat ... 25

6. Jumlah penduduk dalam kecamatan Lho’nga tahun 2003... 30

7. Hasil pengamatan kerusakan lahan pertanian dengan metode FAO tahun 2005 ... 32

8. Hasil pengamatan ketebalan sedimen pasir di dua desa di Kecamatan Lho’nga menurut jaraknya dari garis pantai ... 33

9. Hasil analisis vegetasi pada tiap titik pengamatan di dua desa di Kecamatan Lho’nga... 35

10. Data analisis sifat kimia tanah pada tiap titik pengamatan di dua desa di Kecamatan Lho’nga... 36

11. Data analisis sifat fisika tanah pada tiap titik pengamatan di dua desa di Kecamatan Lho’nga... 37

12. Hasil rata-rata sifat kimia tanah berdasarkan jarak dari pantai di dua desa di Kacamatan Lho’nga... 37

13. Karakteristik responden di dua desa di Kecamatan Lho’nga ... 40

14. Pendapat masyarakat terhadap kegiatan usahatani di dua desa di Kecamatan Lho’nga ... 41

15. Nilai korelasi parsial dan nilai skor kategori analisis Kuantifikasi Hayashi II pada pendapat masyarakat serta keinginan mencari

pekerjaan lain sebagai mata pencaharian utama... 43

16. Pendapat masyarakat terhadap rencana rehabilitasi lahan pertanian pasca tsunami di dua desa di Kecamatan Lho’nga ... 45

17. Nilai korelasi parsial dan nilai skor kategori analisis Kuantifikasi Hayashi II pada pendapat masyarakat serta pengetahuan akan

rencana kegiatan rehabilitasi lahan pertanian pasca tsunami ... 46

18. Nilai korelasi parsial dan nilai skor kategori analisis Kuantifikasi Hayashi II pada pendapat masyarakat serta dukungan rencana

(20)

v

Gambar Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ... 7

2. Kerangka pendekatan metodologi ... 19

3. Peta lokasi penelitian ... 20

4. Skema pengambilan contoh tanah ... 20

5. Kondisi kerusakan lahan pertanian di lokasi penelitian ... 32

6. Ketebalan sedimentasi pasir di Kecamatan Lho’nga... 33

7. Vegetasi penutup lahan pertanian di lokasi penelitian ... 34

(21)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Fisik dan Kimia Tanah ... 57

2. Hasil Analisis Fisik dan Kimia Tanah ... 58

3. Kriteria Penilaian Analisis Tanah ... 60

4. Data Curah Hujan Rata-rata Banda Aceh dan Aceh Besar ... 61

5. Data Pengamatan Kerusakan Lahan Berdasarkan Kriteria FAO tahun 2005 ... 62

6. Hasil Analisis Kuantifikasi Hayashi II ... 63

7. Hasil Analisis Korelasi... 67

(22)

1.1. Latar Belakang

Bencana Gempa dan Tsunami yang terjadi di beberapa wilayah di Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada 26 Desember 2004 telah menimbulkan

dampak yang sungguh luar biasa besarnya, baik terhadap manusia dan sumber

daya alam yang ada di wilayah tersebut. Bencana alam tersebut telah

memporak-porandakan dan menghancurkan kehidupan manusia yang

sebelumnya berlangsung normal menjadi demikian naif, tak berdaya, dan

kehilangan semua yang dimilikinya.

Dampak langsung bencana gempa bumi dan tsunami terhadap manusia

terlihat pada banyaknya korban meninggal dan hancurnya tempat tinggal serta

fasilitas umum lainnya, seperti perkantoran, sarana prasarana transportasi, dan

tempat ibadah serta kerusakan terhadap lahan-lahan pertanian. Menurut catatan

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia, sampai

dengan Februari 2005, jumlah korban meninggal di seluruh Provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam tercatat 124.603 jiwa, 400.379 jiwa mengungsi akibat

kehilangan tempat tinggal, dan 111.769 jiwa lainnya dinyatakan hilang. Musibah

ini menyebabkan berkurangnya jumlah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

penduduk sekitar empat persen, yang sebelumnya berjumlah sekitar 4,2 jiwa

turun menjadi 4.031.589 setelah tsunami.

Secara umum, wilayah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang paling

parah terkena dampak bencana gempa bumi dan tsunami adalah kabupaten/kota

yang berada di wilayah pantai barat Aceh, yaitu Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh

Jaya, Aceh Barat, dan sebagian Nagan Raya. Adapun wilayah kabupaten/kota

di pantai timur Aceh yang juga terkena dampak gempa bumi dan tsunami

meskipun tidak separah kondisi di wilayah pantai barat adalah Pidie, Bireuen,

Lhoksuemawe, Aceh Utara, dan Aceh Timur.

Disamping korban manusia, dampak kerusakan juga terjadi pada

lingkungan dan sumberdaya alam. Secara logis, karena episentrum gempa bumi berpusat di laut (sebelah barat daya Banda Aceh) maka kerusakan lingkungan

laut sudah pasti terjadi meskipun belum ada hasil penelitian yang secara resmi

menjelaskan tingkat kerusakan lingkungan laut akibat gempa bumi tersebut.

(23)

yang diakibatkan oleh gempa tersebut. Catatan Badan Meteorologi Amerika

Serikat menyebutkan bahwa kekuatan gempa yang mengguncang kawasan Asia

yang berpusat di lautan Hindia tersebut mencapai 8,9 pada Skala Richter.

Berdasarkan hasil penilaian sementara oleh Departemen Pertanian, lahan

sawah milik masyarakat yang mengalami kerusakan berat (puso) diperkirakan

mencapai 20.101 Ha dan kerusakan ladang mencapai 31.345 Ha. Ladang yang

mengalami puso sebagian besar biasanya digunakan untuk membudidayakan

tanaman palawija dan hortikultur serta sedikit perkebunan kelapa.Tercatat

sembilan kabupaten/kota yang terkena bencana tsunami dan mengalami

kerusakan lahan pertanian cukup parah yaitu di Kabupaten Aceh Besar, Aceh

Barat Daya, Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Utara, Aceh Timur, Simeuleu, Pidie,

dan Bireun. Sedangkan berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO) kerusakan lahan pertanian tanaman pangan dan hortikultur diperkirakan

61.816 ha lahan yang terdiri dari 37.471 ha lahan basah dan 24.345 ha lahan

kering.

Selain kerusakan pada lahan pertanian tersebut, kerusakan juga terjadi

pada jaringan irigasi, bangunan irigasi, saluran irigasi di tingkat usahatani, jalan

usahatani, pematang (sawah), terasering (lahan kering), serta bangunan petakan

lahan usahatani. Lahan perkebunan yang mengalami kerusakan diperkirakan

mencapai 36.803 ha yang meliputi lahan perkebunan karet, kelapa, kelapa sawit,

kopi, cengkeh, pala, pinang, coklat, nilam, dan jahe (Departemen Pertanian,

dalam BAPPENAS, 2005). Lahan perkebunan yang paling luas mengalami kerusakan adalah tanaman kelapa yang tumbuh di sepanjang pesisir.

Sedangkan berdasarkan wilayah, lahan perkebunan yang paling banyak

mengalami kerusakan berada di wilayah Kabupaten Aceh Barat, Simeulue,

Nagan Raya, dan Aceh Jaya. Belum ada data mengenai persentase dari

kerusakan lahan perkebunan terhadap total lahan perkebunan yang ada di NAD.

Besarnya kerusakan sumberdaya alam dan ekosistem akibat gempa dan

tsunami memerlukan perhatian khusus terutama pada lahan-lahan pertanian

yang merupakan lahan usaha masyarakat. Hal ini mengingat begitu banyak

masyarakat yang hidupnya tergantung pada lahan pertanian. Hancurnya

lahan-lahan pertanian tersebut mengakibatkan hancurnya kegiatan perekonomian

masyarakat, khususnya di sektor pertanian dan perikanan yang menjadi mata

pencaharian utama masyarakat setempat. Perkiraan terakhir menunjukkan

(24)

160.000 orang pekerja mengalami kemacetan (Subagyono, 2005). Untuk

menggerakkan kembali perekonomian di sektor pertanian, diperlukan suatu

kondisi yang layak untuk pemanfaatan lahan bagi kegiatan pertanian.

Kenyataaan di atas menjadi latar belakang melakukan penelitian dalam

penelitian identifikasi kondisi lahan-lahan pertanian yang terkena dampak

tsunami serta pendapat masyarakat terhadap upaya rehabilitasi lahan pertanian

yang rusak akibat tsunami agar lahan pertanian dapat kembali difungsikan

secara berkelanjutan.

1.2. Perumusan Masalah

Sebelum bencana gempa bumi dan tsunami terjadi, sektor pertanian

merupakan salah satu sektor unggulan dalam pembangunan ekonomi Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam. Beberapa kabupaten yang merupakan sentra

kegiatan pertanian adalah Aceh Besar, Aceh Barat Daya, Aceh Jaya, Aceh

Barat, Aceh Utara, Aceh Timur, Simeuleu, Pidie, dan Bireun.

Bencana alam tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 di Nanggroe

Aceh Darussalam tidak saja menyebabkan ratusan ribu orang meninggal dan

ratusan ribu lainnya hilang, tetapi juga merusak berbagai fasilitas termasuk lahan

pertanian. Kerusakan lahan pertanian sebagian besar diakibatkan oleh

peningkatan kadar garam (salinitas), sedimen lumpur laut, sampah dan

puing-puing bangunan, serta rusaknya infrastruktur irigasi/drainase dan jalan.

Kerusakan lahan pertanian (tanaman pangan dan hortikultur) akibat tsunami

mencapai 61.816 ha yang meliputi lahan basah dan lahah kering. Kerusakan

yang terjadi di pantai barat Nanggroe Aceh Darussalam sebesar 45.755 ha dan

di pantai timur sebesar 16.061 ha. Dari jumlah lahan pertanian yang rusak di

pantai timur dapat diklasifikasikan sekitar 50% tergolong rusak ringan dan 50%

rusak sedang, sedangkan di pantai barat dari jumlah 45.755 ha, 10% tergolong

rusak ringan (4.575,5 ha), 20% rusak sedang (9.151 ha) dan 60% rusak berat

(27.453 ha) dan 10% tergenang air laut (5.575,5 ha). (FAO, 2005). Petani yang

meninggal dunia dan hilang akibat tsunami sebanyak 47.275 orang dan sekitar

243.394 orang petani yang selamat kini menempati kamp dan barak hunian

sementara.

Kerusakan lahan terjadi utamanya dalam bentuk perubahan tekstur tanah

(25)

terkena gelombang tsunami. Kerusakan lahan juga terjadi karena penimbunan

dan pemadatan limbah tsunami yang terus berlangsung dibeberapa lokasi.

Bentuk kerusakan lahan lain terjadi akibat dari luapan air laut yang

mengakibatkan sifat-sifat kimia dan kesuburan tanah mengalami degradasi.

Shofiyati, (2005) menyatakan paling sedikit ada empat bentuk utama kerusakan

pada lahan pertanian yang terindentifikasi merupakan satu atau kombinasi dari

bentuk kerusakan tersebut yaitu : 1) perubahan bentang lahan (landscape), 2) endapan lumpur dari laut dan pantai, 3) intrusi air laut ke dalam profil tanah, dan

4) penutupan sampah di atas permukaan tanah.

Kerusakan terhadap lahan pertanian tersebut telah menyebabkan

kehancuran terhadap roda perekonomian masyarakat, karena sebagian besar

penduduk di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam bermata pencaharian sebagai

petani. Saat sekarang ini lahan-lahan yang rusak tersebut tidak dapat

diusahakan sehingga masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani

terpaksa mencari kegiatan usaha di bidang lainnya bahkan ada sebagian dari

mereka hanya menunggu bantuan dari pemerintah untuk dapat memenuhi

kebutuhan hidupnya. Dengan hancurnya berbagai kegiatan perekonomian

masyarakat, khususnya di bidang pertanian yang menjadi andalan masyarakat

setempat, mengakibatkan masyarakat memerlukan pengaktifan kembali kegiatan

usaha pertaniannya dan pemberian bantuan, untuk memulihkan keadaan

perekonomiannya.

Menanggapi bencana tersebut pemerintah dengan berbagai pihak, baik luar

negeri maupun dalam negeri, menaruh perhatian yang sangat besar terhadap

pembangunan kembali provinsi ini (recovery). Dalam hal penanganan sektor pertanian terutama lahan-lahan pertanian yang terkena tsunami pemerintah telah

merencanakan program rehabilitasi lahan pertanian yang rusak, sehingga

lahan-lahan pertanian dapat difungsikan kembali agar masyarakat kembali dapat

melakukan aktifitas pertanian. Selain itu, perlu pula diperhatikan aspirasi

masyarakat yang menghendaki adanya pengalihan kegiatan usaha, mengingat

sebagian lahan pertanian mereka ada yang sama sekali tidak dapat difungsikan

lagi karena lahan tersebut sudah tergenangi air laut.

Berdasarkan gambaran kondisi dan permasalahan seperti di atas , maka

dapat disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik lahan pertanian yang rusak akibat tsunami pada

(26)

2. Bagaimana aspirasi masyarakat terhadap kegiatan usaha pertanian mereka

dimasa yang akan datang

3. Bagaimana pendapat masyarakat terhadap rencana kegiatan rehabilitasi dan

perbaikan lahan pertanian pasca tsunami yang akan dilakukan oleh

pemerintah dalam upaya recovery Aceh pasca tsunami.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi kerusakan lahan pertanian pada lokasi penelitian

berdasarkan jarak dari garis pantai ke arah daratan

2. Mempelajari aspirasi masyarakat terhadap kegiatan usaha pertanian

mereka di masa yang akan datang.

3. Mempelajari pendapat masyarakat terhadap rencana kegiatan rehabilitasi

lahan pertanian pasca tsunami.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan dalam memberikan

masukan dan petunjuk untuk pemerintah dalam menentukan arah rencana

pelaksanaan kegiatan rehabilitasi lahan pertanian pasca tsunami di Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam.

2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi masyarakat.

3. Sebagai bahan informasi, pengetahuan dan rujukan untuk pengembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi

1.5. Kerangka Pemikiran

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam

pembangunan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dalam pengembangan

sektor pertanian yang menjadi tujuan pokok adalah peningkatan produktivitas

pertanian dan pendapatan petani sekaligus mempertahankan kesuburan tanah

pertanian .

Gempa dan tsunami yang terjadi pada akhir tahun 2004 di Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam telah memporak-porandakan semua segi kehidupan

yang ada di provinsi paling Barat Sumatera ini. Dampak langsung dari bencana

(27)

terhadap sarana dan prasarana yang ada, ditambah lagi kerusakan terhadap

sumberdaya alam dan lingkungan.

Salah satu sumberdaya alam yang terkena dampak kerusakan adalah

sumberdaya pertanian yaitu berupa rusaknya lahan-lahan pertanian produktif

milik masyarakat terutama lahan persawahan. Kerusakan ini mengakibatkan

lumpuhnya perekonomian masyarakat yang sebagian besar menggantungkan

hidupnya pada sektor ini. Kerusakan ini berupa timbunan sampah dan lumpur

yang cukup tebal, perubahan tekstur tanah, dan meningkatnya salinitas tanah.

Hal lain yang memperparah adalah kerusakan fasilitas pengairan dan irigasi

serta kehilangan sarana produksi pertanian.

Untuk mengembalikan roda perekonomian masyarakat di sektor ini

diperlukan suatu upaya rehabilitasi tanah-tanah pertanian yang terkena dampak

tsunami. Untuk melakukan rehabilitasi terhadap tanah-tanah pertanian tersebut

perlu dilakukan pengamatan langsung terhadap karakteristik lahan pertanian

yang rusak serta seberapa besar tingkat kerusakan yang terjadi, sehingga dapat

diperoleh suatu gambaran tentang kondisi aktual lahan tersebut untuk dapat

difungsikan kembali sebagai lahan pertanian. Sebelum tsunami provinsi NAD

mampu memproduksi 1.5 juta ton padi dari 380 ribu ha sawah, 190 ribu ha

diantara diairi oleh irigasi. Kerusakan lahan sawah akibat tsunami diperkirakan

sebesar 10 % dari total luas areal sawah yang ada di provinsi ini. Hal ini

membuat kehilangan produksi padi yang besar. Rata-rata produktivitas tanah

untuk produksi padi sebesar 4,2 ton /ha,dan kehilangan produksi padi yang

potensial paling sedikit sebesar 120.000 ton padi per musim tanam. Rehabilitasi

lahan pertanian ini tidak saja bisa memulihkan keamanan pangan tetapi lebih

dari pada itu juga memulihkan kembali mata pencaharian para petani.

(Rachman, et al., 2005)

Pemerintah saat ini telah mempunyai rencana rehabilitasi lahan-lahan

pertanian yang rusak akibat tsunami dengan tujuan memperbaiki kondisi lahan

tersebut agar dapat difungsikan kembali. Rencana kegiatan tersebut haruslah

dilakukan melalui pendekatan sosial sehingga diharapkan kegiatan rehabilitasi

dapat melibatkan partisipasi aktif masyarakat.

Penelitian ini mencoba untuk melakukan identifikasi terhadap karakteristik

lahan pertanian yang rusak akibat tsunami melalui pendekatan biofisik dan

sosial. Pendekatan biofisik berhubungan dengan kondisi sifat fisik-kimia tanah

(28)

dampak gelombang tsunami, sedangkan pendekatan sosial untuk melihat

pendapat masyarakat terhadap rencana kegiatan rehabilitasi lahan pertanian

yang akan dilakukan oleh pemerintah, karena pendapat masyarakat yang positif

terhadap kegiatan rehabilitasi lahan tersebut dapat mendorong partisipasi

mereka dalam pelaksanaan rehabilitasi lahan. Skema kerangka pemikiran

penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

(29)

2.1. Konsep Lahan Secara Umum

Lahan mempunyai arti yang sangat penting dalam pembangunan.

Pembangunan tidak dapat dilaksanakan tanpa ketersediaan lahan guna

menopang pembangunan tersebut. Pengertian lahan (land) seringkali disalahartikan dengan tanah (soil). Sitorus (1998) mengemukakan bahwa pengertian lahan adalah bentang lahan (landscape) yang meliputi lingkungan fisik seperti iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan vegetasi yang semuanya

secara potensial berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Dalam hal ini lahan

juga dapat mengandung pengertian ruang (space) atau tempat (Sitorus, 2004a). Lahan dapat juga didefinisikan sebagai wilayah di permukaan bumi yang

mencakup semua komponen biosfer yang dapat dianggap atau bersifat siklis

yang berada di atas dan di bawah wilayah tersebut, termasuk atmosfer, tanah,

batuan induk, relief, hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala akibat yang

ditimbulkan oleh aktivitas manusia di masa lalu dan sekarang, yang semuanya

tersebut berpengaruh terhadap penggunaan lahan (Brinkman dan Smith, 1973

dan FAO,1976).

Lahan sebagai suatu sistem mempunyai komponen-komponen yang

terorganisir secara spesifik dan perilakunya menuju pada sasaran-sasaran

tertentu. Komponen-komponen lahan ini dapat dipandang sebagai sumberdaya

dalam hubungannya dengan aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya. Dalam hubungannya dengan periode formasinya dan dampak yang

dapat ditimbulkan oleh aktivitas manusia, maka sumberdaya lahan tersebut

dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori (Vink, 1975), yaitu : 1) sumberdaya

yang sangat stabil (iklim, relief, dan formasi geologi), 2) sumberdaya buatan yang

merupakan hasil budaya manusia (sumberdaya artifisial), dan 3) sumberdaya

yang relatif tidak stabil (vegetasi dengan berbagai karakter biologinya, termasuk

tipe-tipe vegetasi alamiah dan tanaman).

Menurut Sitorus (2004a) komponen-komponen penyusun sumberdaya

lahan terdiri dari : 1) iklim, 2) air, 3) bentuk lahan dan topografi, 4) tanah, 5)

formasi geologi, 6) vegetasi, 7) organisme/hewan, 8) manusia dan 9) produk

budaya manusia. Dipandang dari sudut pendekatan sistematik, sumberdaya

(30)

sub-sistem yaitu : 1) sub-sub-sistem tanah, 2) sub-sub-sistem klimatologi, 3) sub-sub-sistem

hidrologi, 4) sub-sistem vegetasi, 5) sub-sistem manusia dan budayanya dan 6)

sub-sistem penunjang aktivitas manusia.

Sumberdaya tanah sering kali dianggap sebagai komponen yang sangat

vital dalam sistem lahan dan pengelolaannya. Tanah dapat dipandang sebagai

sebidang bentang lahan dengan permukaan dan bentuk lahannya sendiri, serta

mempunyai profil tanah dan karakteristik internal yang spesifik, seperti

penyebaran kadar liat, komposisi mineral dan sifat fisik-kimia, serta sifat-sifat

geofisika (Soemarno, 1991). Tanah juga dipandang sebagai tubuh alami yang

tersusun atas komplek ekosistem, di dalamnya terdapat berbagai jenis

organisme hidup mulai dari bakteri hingga vertebrata.

Bagi lahan pertanian, penggunaan lahan merupakan wujud usaha petani

untuk memanfaatkan lahannya, yaitu bagaimana petani mengelola lahan dengan

penentuan dan pengaturan jenis tanaman menurut luas lahan dan giliran

tertentu, sehingga dengan luas lahan yang dimilikinya diharapkan dapat

diperoleh hasil yang optimal untuk tujuan tertentu (Gustafon, 1984 dalam Barijadi, 1986).

2.2. Degradasi Lahan

Degradasi lahan adalah penurunan kualitas lahan dan produktifitas lahan

atau pengurangan kemampuan lahan, baik secara alami atau karena pengaruh

manusia (Dent, 1993). Perkembangan selanjutnya menuju fase-fase yang

menunjukkan tingkat keparahannya, sebelum mencapai suatu keadaan ekstrim

rusak (lahan kritis). Salah satu akibat terjadinya lahan kritis menurut Lal dan

Miller (1989) adalah hilangnya kemampuan berproduksi jangka panjang.

Penyebab terjadinya degradasi lahan menurut Sitorus (2004b) dapat

dikelompokkan atas : (1) Bahaya alami (Natural Hazard), yaitu degradasi yang terjadi tanpa campur tangan manusia, contohnya longsor, (2) Perubahan

populasi, yaitu meningkatnya populasi terkait dengan kebutuhan dan intensitas

penggunaan lahan, contohnya pertumbuhan penduduk, (3) Marginalisasi, yaitu

eksploitasi lahan terhadap lahan-lahan marginal, (4) Kemiskinan (Poverty), yaitu penduduk miskin yang mengolah lahan cenderung untuk mendapatkan

(31)

dan salah Administrasi (maladministration), misalnya peraturan yang dibuat tanpa memperhatikan kebutuhan petani, (7) Aspek sosial ekonomi, yaitu

terbentuknya degradasi lahan yang disebabkan oleh kegiatan olah tanah tanpa

reinvestasi, (8) Kesehatan, yaitu tanah ditinggalkan, padahal tanah tersebut

tanah yang subur untuk pertanian akibat adanya outbreak penyakit pada suatu tempat, (9) Pertanian tidak tepat (Inapropriate agriculture), yaitu terjadinya degradasi lahan karena memaksakan suatu teknologi yang tidak cocok pada

suatu daerah, dan (10) Aktifitas pertambangan dan industri.

Riquier (1977) mengelompokkan degradasi lahan ke dalam dua

kelompok, yaitu degradasi alami dan degradasi dipercepat. Degradasi alami

terjadi pada masa lampau akibat denundasi, yang biasa meninggalkan sisanya

dalam bentuk permukaan erosi atau dataran aluvial yang luas berbentuk dataran

banjir. Degradasi dipercepat adalah degradasi yang prosesnya berlangsung

cepat, umumnya disebabkan oleh campur tangan manusia. Unsur lahan yang

umumnya mengalami degradasi adalah tanah dan vegetasi.

Menurut Barrow (1991) degradasi lahan didefinisikan sebagai fenomena

hilangnya dan berkurangnya manfaat atau potensi dari suatu lahan. Hilangnya

atau berubahnya suatu komposisi flora dan fauna yang tidak digantikan terjadi

pada lahan yang terdegradasi.

Ada dua kategori proses degradasi tanah, yakni (1) Berkaitan dengan

pemindahan bahan atau materi tanah (erosi oleh angin dan air), dan (2)

Menurunnya kondisi tanah tersebut (proses degradasi beberapa sifat fisik dan

kimia) ( Anonymous, 1993 dalam Situmorang, 1999).

Menurut bentuknya degradasi dibagi menjadi tiga, yaitu degradasi fisik,

degradasi kimia dan degradasi biologi. Degradasi fisik terjadi akibat penebangan

hutan, penanaman intensif menurut arah lereng, pengolahan tanah berlebihan

dan penanaman intensif tanpa penambahan unsur hara atau hanya dengan input hara rendah. Degradasi kimia diakibatkan oleh penggaraman atau pengasaman

tanah, sedangkan degradasi biologi dicirikan oleh penurunan produksi dan

kandungan bahan organik tanah (Lal dan Miller, 1989).

Dent (1993) membagi pemicu terbentuknya degradasi lahah ke dalam

tiga kelompok yaitu : (1) Kerusakan morfologi: kehilangan lapisan tanah melalui

erosi alur, pengikisan tebing sungai dan longsor; (2) Kerusakan kimia dicirikan

(32)

kerusakan fisik meliputi genangan air, penurunan muka air tanah dan menipisnya

tanah-tanah organik.

Kerusakan tanah dapat terjadi oleh (1) Kehilangan unsur hara dan bahan

organik dari daerah perakaran, (2) Terkumpulnya garam di daerah perkaran

(salinasasi), (3) Penjenuhan tanah oleh air (water logging), dan (4) Erosi. Kerusakan tanah oleh satu atau lebih proses tersebut menyebabkan

berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman.

Kerusakan tanah akibat terkumpulnya garan di sekitar perakaran dapat

menghambat pertumbuhan tanaman atau mematikan tanaman. Kerusakan ini

dapat hilang pada musim hujan dengan tercucinya garam-garam tersebut

(Arsyad, 1989).

2.3. Persepsi

Pengertian persepsi dinyatakan dalam berbagai rumusan yang secara

substantif ditekankan pada penafsiran informasi yang menerpa panca indera.

Persepsi adalah suatu proses berpikir yang mampu memberikan

penafsiran khusus terhadap situasi tertentu (Luthans, 1981). Menurut Rakhmat

(2000) persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau

hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan

pesan. Sadli (1976) mengemukakan pengertian yang lebih luas bahwa persepsi

seseorang merupakan suatu proses aktif, dimana yang memegang peranan

bukan hanya stimulus yang mengenainya, tetapi juga keseluruhan

pengalaman-pengalaman, motivasi, dan sikap-sikapnya yang relevan terhadap stimulus

tersebut.

Menurut Zanden (1984) dalam Arianty (2004), persepsi adalah proses pengumpulan dan penafsiran dari informasi. Persepsi merujuk pada beberapa

proses sehingga seseorang menjadi tahu dan berpikir mengenai beberapa hal,

berupa karakteristik, kualitas dan pernyataan diri. Seseorang membentuk

pandangannya mengenai beberapa hal tersebut untuk menetapkan dan

membuat perkiraan serta mengatur pandangannya mengenai masyarakat

berdasarkan informasi.

Va den Ban dan Hawkins (1999) dalam Arianty (2004) mengemukakan bahwa persepsi seseorang bisa berlainan satu sama lain dalam situasi yang

(33)

individu bekerja menurut caranya sendiri tergantung dari faktor-faktor

kepribadian, misalnya tingkat keterbukaan atau ketertutupan pikiran. Ini berarti

bahwa persepsi seseorang terhadap sesuatu obyek ditentukan oleh karakteristik

personal dan kebiasaan berkomunikasi.

Persepsi merupakan dasar pengambilan keputusan inovasi opsional.

Keputusan inovasi opsional ialah yang dibuat oleh seseorang , terlepas dari

keputusan-keputusan yang dibuat oleh anggota sistem sosialnya, dalam proses

keputusan inovasi. Proses keputusan inovasi adalah proses mental, sejak

seseorang mengetahui adanya inovasi sampai mengambil keputusan menerima

inovasi (melaksanakan kegiatan inovatif tertentu) atau menolaknya (tidak

berpengaruh untuk bertindak melaksanakan kegiatan inovatif tertentu). (Rogers

dan Shoemaker, 1985 dalam Arianty , 2004).

2.4. Karakteristik Individu

Karakteristik individu yang patut diperhatikan untuk menerangkan

persepsi seseorang terhadap suatu informasi antara lain adalah umur, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, bangsa, agama dan lain-lain

(Tubbs dan Moss, 2001).

Karakteristik sosial ekonomi meliputi umur, pendidikan, pendapatan,

pemilikan barang (lahan), dan pekerjaan. Sedangkan ciri lain, yakni kepribadian

(personality) meliputi pengalaman, motivasi, dan kepribadian komunikan. Pendapat lain dikemukakan oleh Bettinghaus, (1980) dalam Tubbs dan Moss (2001), yang menjelaskan beberapa ciri dari anggota kelompok yang dapat

mempengaruhi cara mereka berkomunikasi. Ciri-ciri tersebut antara lain meliputi

jenis kelamin, umur, kelas sosial, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan.

Karakteristik demografi dan karakteristik psikografik merupakan

karakteristik seseorang yang dapat menjelaskan perilaku komunikasi dan

persepsinya terhadap suatu informasi. Kotler (1980) dalam Tubbs dan Moss (2001) menyebutkan bahwa karakteristik demografik meliputi umur, jenis

kelamin, ukuran keluarga, daur hidup keluarga, penghasilan, pekerjaan,

pendidikan, agama, ras, kebangsaan dan tingkat sosial. Disebutkan juga bahwa

karakteristik psikografik meliputi gaya hidup dan kepribadian. McLeod dan

O’keefe Jr (1972) dalam Tubbs dan Moss (2001) menyatakan bahwa variabel demografik seperti jenis kelamin, umur dan status sosial merupakan indikator

(34)

2.5. Perencanaan Penggunaan Lahan

Perencanaan dalam arti luas adalah merupakan proses yang dilakukan

secara sadar dan sistematis dari sejumlah kegiatan dalam memilih dan

mengembangkan tindakan yang paling baik untuk mencapai tujuan tertentu

(Sitorus, 2004). Kay dan Alder (1999) dalam Rustiadi et al. (2003) menyatakan perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa

yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk

mencapainya.

Katz dalam Tjokroamidjojo (1979) dalam Sitorus (2004) mengemukakan lima alasan perlunya melakukan perencanaan, yaitu :

1. Dengan adanya perencanaan diharapkan terdapatnya pengarahan kegiatan,

adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan pada

pencapaian tujuan pembangunan;

2. Dengan perencanaan dapat dilakukan suatu prakiraan (forecasting) terhadap berbagai hal dalam periode pelaksanaan. Prakiraan dilakukan terhadap

potensi-potensi dan prospek-prospek pengembangan, serta mengenai

hambatan-hambatan dan resiko-resiko yang mungkin dihadapi. Perencanaan

mengusahakan supaya ketidakpastian dapat dibatasi sedikit mungkin;

3. Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternatif

tentang cara terbaik atau kesempatan untuk memilih kombinasi cara yang

terbaik;

4. Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas dengan memilih

urutan-urutan dari segi pentingnya suatu tujuan, sasaran maupun kegiatan

usahanya, dan;

5. Dengan adanya rencana maka akan ada suatu alat pengukur atau patokan

dalam melakukan dan evaluasi.

Perencanan penggunaan lahan merupakan proses inventarisasi dan

penilaian keadaan (status), potensi, dan pembatas-pembatas dari suatu daerah

tertentu dan sumberdayanya , yang berinteraksi dengan penduduk setempat

atau dengan orang lain yang menaruh perhatian terhadap daerah tersebut dalam

menentukan kebutuhan-kebutuhan mereka, keinginan dan aspirasinya untuk

masa mendatang (Soil Conservation Society of America, 1982 dalam Sitorus, 2004a).

Perencanaan penggunaan lahan yang berkelanjutan sebenarnya

(35)

termasuk dalam kategori apa dan kemungkinan terbaik apa yang dapat

diusahakan pada lahan tersebut secara berkesinambungan. Fungsi utama dari

perencanaan penggunaan lahan adalah untuk memberikan petunjuk atau

pengarahan dalam proses pengambilan keputusan tentang penggunaan lahan

sehingga sumberdaya lahan dan lingkungan tersebut ditempatkan pada

penggunaan yang paling menguntungkan/efisien bagi manusia, dan dalam waktu

yang bersamaan juga mengkonservasikannya untuk penggunaan pada masa

yang akan datang (Dent, 1978; Jones dan Davies, 1978) dalam Sitorus (2004a). Dalam kaitan dengan keperluan yang lebih operasional perencanaan

penggunaan lahan bertujuan untuk (Sandy, 1984; Silalahi, 1985) dalam Sitorus (2004a) :

1. Mencegah penggunaan lahan yang salah tempat dalam mengupayakan

terciptanya penggunaan lahan yang optimal ;

2. Mencegah adanya salah urus yang menyebabkan lahan rusak dalam

mengupayakan penggunaan lahan yang berkesinambungan;

3. Mencegah adanya tuna kendali dalam mengupayakan penggunaan lahan

yang senantiasa diserasikan oleh adanya kendali;

4. Menyediakan lahan untuk keperluan pembangunan yang terus meningkat ;

(36)

Aktivitas gempa di Nanggroe Aceh Darussalam bukanlah suatu hal yang

luar biasa, karena wilayah NAD memang terletak di jalur gempa. Berdasarkan

sejarah gempa yang telah diketahui para ahli geofisika selama 30 tahun ini saja

telah terjadi sekitar 100 kali gempa berskala sekitar 5 Skala Richter. Pusat

gempa terbanyak di sepanjang laut sebelah timur Aceh, 15 kali gempa diatas 7

skala Richter di laut, dan 6 kali di daratan sepanjang patahan Sumatera yang

melintasi Aceh. Keseluruhan gempa diatas memiliki kedalaman yang dangkal.

Sedangkan gempa menengah telah terjadi 27 kali di sepanjang laut sebelah

timur Aceh dan 25 kali di daratan. Sebagian besar gempa-gempa tersebut

berkedudukan di Laut sekitar Pulau Simeulue dan Bukit Barisan berarah

baratdaya-timurlaut dan menerus sampai ke laut Andaman dan Birma.

Gempa pada tanggal 26 Desember 2004 tersebut adalah gempa terbesar

yang pernah terjadi di daerah ini, dengan kekuatan 9.0 Skala Richter dengan

pusat gempa berada 225 Km di selatan Kota Banda Aceh pada kedalaman 9-10

km, Gempa bumi ini diikuti gelombang tsunami yang menghantam hampir

seluruh pesisir Provinsi NAD, dengan kerusakan terparah melanda Banda Aceh

hingga pantai barat Sumatera Utara.

Tsunami merupakan proses akibat terjadinya gempa pada kedalaman yang

dangkal, karena sebagian besar energy release ke kolom air laut di atasnya. Gempa bawah laut merenggutkan massa besar air laut dalam satu hentakan

kuat. Gelombang balik air menerjang dengan kecepatan hingga 800 km/jam,

mendekati pantai gelombang melambat namun mendesak ke atas, menghempas

ke daratan, dan menghancurkan apapun di belakang pantai. Terjangan

gelombang menunjukkan arah relatif tegak lurus garis pantai. Pola kerusakan

sejajar garis pantai dengan gradasi kerusakan melemah tegak lurus menjauhi

pantai. Tingkat kerusakan meliputi kawasan perkotaan dan/atau pedesaan

hancur total, rusak berat, sedang, dan ringan (BAPPENAS, 2005).

3.2. Kerusakan Lahan Pertanian

Gempa bumi dan terutama tsunami telah meluluhlantakkan sebagian

(37)

dan kerugian yang sangat besar, baik kerugian fisik maupun kerugian non fisik.

Kerugian fisik berupa kerusakan lahan, sarana dan prasarana umum serta

sumber-sumber ekonomi lainnya. Kerugian non fisik berupa korban jiwa manusia

sejumlah 124.603 jiwa, 400.379 jiwa mengungsi akibat kehilangan tempat

tinggal, dan 111.769 jiwa lainnya dinyatakan hilang, dengan daerah terparah

berada pada pantai barat meliputi Banda Aceh hingga Meulaboh, meskipun

pantai timur juga mengalami kerusakan yang tidak ringan.

Berdasarkan hasil penilaian sementara oleh Departemen Pertanian

(2005) dalam BAPPENAS (2005), lahan sawah milik masyarakat yang mengalami kerusakan berat (puso) diperkirakan mencapai 20.101 Ha,

sedangkan kerusakan ladang mencapai 31.345 Ha. Ladang yang mengalami

puso sebagian besar biasanya digunakan untuk membudidayakan tanaman

palawija dan hortikultur serta sedikit perkebunan kelapa. Tercatat 9 kabupaten/

kota yang terkena bencana tsunami dan mengalami kerusakan lahan pertanian

cukup besar yaitu Kabupaten Aceh Besar, Aceh Barat Daya, Aceh Jaya, Aceh

Barat, Aceh Utara, Aceh Timur, Simeuleu, Pidie, dan Bireun,seperti tercantum

pada Tabel 1. Jumlah ternak yang mati atau hilang diperkirakan mencapai 1,9

juta ekor yang sebagian besar adalah ternak unggas, dan sisanya ternak

ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing/domba.(Tabel 1)

Tabel 1 Kondisi kerusakan lahan pertanian, Kebun, Ladang dan Kehilangan ternak di Provinsi Naggroe Aceh Darussalam

Kerusakan Lahan Pertanian No Kabupaten dan Kota

Sawah (Ha) Kebun (Ha) Ladang (Ha)

Keterangan:* Sebagian besar unggas

(38)

Selain kerusakan pada lahan pertanian, kerusakan juga terjadi pada

jaringan irigasi, bangunan irigasi, saluran irigasi di tingkat usahatani, jalan

usahatani, pematang (sawah), terasering (lahan kering), serta bangunan petakan

lahan usahatani. Lahan perkebunan yang mengalami kerusakan diperkirakan

mencapai 36.803 Ha (Departemen Pertanian, 2005 dalam BAPPENAS, 2005) yang meliputi lahan perkebunan karet, kelapa, kelapa sawit, kopi, cengkeh, pala,

pinang, coklat, nilam, dan jahe. Lahan perkebunan yang paling luas mengalami

kerusakan adalah tanaman kelapa yang tumbuh di sepanjang pesisir.

Berdasarkan wilayah administratif, lahan perkebunan yang paling banyak

mengalami kerusakan berada di wilayah Kabupaten Aceh Barat, Simeulue,

Nagan Raya, dan Aceh Jaya.

Belum ada data mengenai persentase dari kerusakan lahan perkebunan

terhadap total lahan perkebunan yang ada di Nanggroe Aceh Darussalam.

Kerusakan lahan akibat gempa dan tsunami menyebabkan masuknya air laut

(salinitas) ke darat dan tebalnya sedimen yang diendapkan. Berdasarkan survei

dari Food and Agriculture Organization (FAO) yang dilakukan pada tanggal 11-14 Januari 2005, kerusakan berat di wilayah Aceh bagian barat adalah tingkat

salinitas mencapai 40 kali tingkat yang dapat ditoleransi oleh tanaman. Pengaruh

air laut masuk ke daratan sampai ketinggian 20 meter di atas permukaan laut.

Hasil analisis laboratorium Departemen Pertanian terhadap beberapa contoh

lumpur menunjukkan rata-rata Daya Hantar Listrik (DHL) adalah 30,7 dS/m

dengan kisaran 11,5 sampai 48.9 dS/m, DHL untuk tanah permukaan rata-rata

sebesar 4,8 dS/m dengan kisaran 0.3 sampai 8.4 dS/m. Umumnya tanaman

semusim seperti jagung, kacang tanah, dan padi mulai terganggu

pertumbuhannya pada DHL 4 dS/m. Kandungan garam pada contoh lumpur dan

tanah juga cukup tinggi yaitu 2000-26900 ppm untuk lumpur dan 140 – 6000

ppm untuk tanah. Tingkat toleransi tanaman semusim terhadap kandungan

garam-garam dalam tanah umumnya sekitar 2000ppm.

Secara umum kerusakan lahan pertanian di pantai barat lebih berat

dibandingkan pantai timur.Di pantai barat sedimen yang menutup lahan lebih

tebal, umumnya >20 cm, dibandingkan dengan di pantai timur yang umumnya

<20 cm. Lumpur tebal (>10 cm) umumnya dijumpai pada jarak 3 – 4 km dari

pantai, makin dekat ke pantai ketebalan lumpur makin tipis dan teksturnya makin

kasar. Lumpur ini berwarna abu-abu sampai hijau terang dan sangat keras ketika

(39)

Bencana alam tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 di Nanggroe Aceh

Darussalam tidak saja menyebabkan ratusan ribu orang meninggal dan ratusan ribu

lainnya hilang, tetapi juga merusak berbagai fasilitas termasuk lahan pertanian.

Kerusakan lahan pertanian sebagian besar diakibatkan oleh peningkatan kadar garam

(salinitas), sedimen lumpur laut, sampah dan puing-puing bangunan, serta rusaknya

infrastruktur irigasi/drainase dan jalan. Kerusakan lahan terjadi utamanya dalam

bentuk perubahan tekstur tanah dan perubahan garis pantai yang terjadi di hampir

seluruh kawasan pesisir yg terkena gelombang tsunami. Kerusakan lahan juga terjadi

karena penimbunan dan pemadatan limbah tsunami yang terjadi dibeberapa lokasi.

Bentuk kerusakan lahan lain terjadi akibat dari luapan air laut yang mengakibatkan

sifat-sifat kimia dan kesuburan tanah mengalami degradasi. Kerusakan lahan

pertanian tersebut juga telah menyebabkan kegiatan usahatani masyarakat terhenti.

Kerusakan lahan pertanian tersebut harus diupayakan perbaikan atau

rehabilitasi dengan suatu perencanaan rehabilitasi yang baik dengan mengakomodir

aspirasi masyarakat yang merupakan pihak yang sangat merasakan dampak dari

kerusakan lahan pertanian tersebut. Perencanaan kegiatan rehabilitasi lahan pertanian

pascatsunami harus didukung oleh data-data mengenai kondisi kerusakan lahan dan

aspirasi masyarakat terhadap rencana rehabilitasi lahan pertanian yang akan

dilakukan oleh pemerintah.Untuk mendapatkan data mengenai kondisi kerusakan

lahan pertanian dilakukan pengamatan terhadap lahan pertanian yang rusak melalui

pendekatan metode observasi yang dikeluarkan oleh FAO tahun 2005 dan untuk

mendapatkan data karakteritik lahan dilakukan pengambilan contoh tanah yang

selanjutnya dianalisis di dalam laboratorium untuk mendapatkan karakteristik sifat

fisika dan kimia tanah.

Data mengenai aspirasi dan pendapat masyarakat diperoleh melalui

pendekatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan kuesioner dan wawancara,

hasil kuesioner dianalisis dengan menggunakan metode Kuantifikasi Hayashi II untuk

mendapatkan hubungan antara karakteristik masyarakat dengan pendapat mereka

akan rencana rehabilitasi lahan pertanian pascatsunami. Lebih jelas kerangka

(40)

Gambar 2. Kerangka pendekatan metodologi

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Lho’nga, Kabupaten Aceh Besar ,

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Desa yang dipilih adalah Desa Meunasah Baro

dan Desa Meunasah Manyang. Pemilihan kedua desa tersebut dengan pertimbangan

bahwa keduanya merupakan desa yang letaknya dekat dengan pantai dan memiliki

lahan pertanian. Penelitian dilakukan selama tujuh bulan, dimulai dari bulan Mei

hingga Desember 2005. Adapun peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 3.

(41)

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

4.3. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah contoh tanah, bahan-bahan kimia yang digunakan

dalam analisis contoh tanah di laboratorium, peta rupa bumi skala 1:50.000 (Badan

Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional,1984), peta tanah skala 1:250.000 (Pusat

Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1990)

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat untuk

analisis di laboratorium, bor tanah, ring sampel, cangkul, meteran, plastik sampel, alat

tulis dan alat dokumentasi.

4.4. Analisis Kerusakan Lahan

Hubungan antara tujuan 1 penelitian, analisis data, data yang diperlukan, sumber

data dan output yang diharapkan dari analisis terhadap kerusakan lahan dapat dilihat

pada Tabel 2 .

10 0 10 20 Kilometers

N

E W

S PETA ADMINISTRASI KECAMATAN ACEH BESAR

(42)

Tabel 2. Hubungan tujuan 1 penelitian, data yang diperlukan, metode analisis dan hasil yang diharapkan pada analisis kerusakan lahan

Data yang diperlukan dan Sumber data Tujuan

nomor

Tujuan

penelitian Data Primer Data sekunder Metode Analisis

Hasil yang fisik dan kimia tanah serta pengamatan terhadap vegetasi yang ada di lokasi penelitian

4.4.1. Penentuan Lokasi Pengamatan dan Pengambilan Contoh

Penentuan lokasi pengamatan dilakukan secara sengaja dengan ketentuan desa

yang dipilih merupakan desa yang mempunyai lahan pertanian dekat dengan garis

pantai. Pengambilan contoh tanah dengan menggunakan metode jalur. Pada pada tiap

desa terpilih dibuat dua jalur dengan garis pantai sebagai base line selanjutnya contoh tanah diambil dalam jalur sampai dengan dengan jarak 1250 meter dari garis pantai,

interval jarak tiap titik pengamatan sepanjang 250 meter, sehingga terdapat 20 titik

pengamatan dari kedua desa terpilih. Skema pengambilan contoh tanah seperti pada

Gambar 4.

Pada setiap titik pengamatan tanah juga dibuat plot pengamatan untuk vegetasi

dengan ukuran plot 10 m x 10 m. Setiap tanaman yang ditemui tumbuh pada tiap titik

pengamatan tersebut dicatat jenis dan jumlahnya.

4.4.2. Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dari 20 titik pengamatan di dua desa yang terpilih. Contoh

tanah diambil di masing-masing titik pengamatan dalam jalur pada tiap desa. Contoh

tanah yang diambil merupakan tanah asli di bawah sedimen yang menutupi lahan

pertanian dengan kedalaman 20 cm. Adapun data yang dikumpulkan meliputi sifat fisik

tanah : tekstur, permeabilitas, puing dan sampah yang menutupi lahan, dan genangan

air di permukaan. Data sifat kimia tanah meliputi : pH, salinitas, N, P, K, C-organik

KTK . Data vegetasi meliputi jenis dan jumlah vegetasi yang tumbuh pada lahan yang

(43)

Data didapat dari pengamatan di lapangan dan analisis laboratorium. Jenis data

dan metode pengumpulan data tertera pada Tabel 3. Data sekunder didapatkan dari

instansi terkait.

Gambar 4. Skema Pengambilan Contoh Tanah

Tabel 3.Jenis data dan metode pengumpulan data di lapangan

Jenis Data Metode Pengambilan dan Sumber Data

1. Data primer di lapangan

• Tekstur Pengambilan contoh tanah (analisis lab) • Permeabilitas Pengambilan contoh tanah (analisis lab) • Batuan dipermukaan Pengamatan dilapangan

• Puing dan sampah Pengamatan dilapangan • Genangan air dipermukaan Pengamatan dilapangan

• pH Pengambilan contoh tanah (analisis lab) • Salinitas Pengambilan contoh tanah (analisis lab) • Bahan Organik Pengambilan contoh tanah (analisis lab) • Penutupan Vegetasi Pengamatan dilapangan

• Pendapat masyarakat Pengamatan lapangan dan wawancara 2. Data Sekunder

• Peta tanah 1:250.000 Hasil PUSLITANAK (1990) • Peta rupa bumi 1:50.000 BAKOSURTANAL (1984)

• Data curah hujan Stasiun klimatologi Indarapuri aceh Besar • Hasil penelitian sebelumnya Laporan penelitian dan pustaka

(44)

4.4.3. Analisis Data

Secara umum analisis data untuk identifikasi kerusakan lahan dan pendapat

masyarakat terhadap rencana rehabilitasi lahan pertanian pasca tsunami terdiri atas ;

(1) Analisis deskriptif dan tabulasi data dari hasil survei dan pengamatan, (2) Analisis

terhadap vegetasi yang tumbuh pada lokasi penelitian sepanjang transek yang

diamati, (3) Analisis terhadap pendapat masyarakat.

1. Analisis karakteristik lahan dilakukan dengan membuat tabel secara sederhana

hasil analisis laboratorium contoh tanah. Identifikasi kerusakan lahan dilakukan

dengan menggunakan Framework for Soil Reclamation and Restart Cultivation dari FAO tahun 2005. Adapun jenis kerusakan dan tingkat kerusakan untuk

observasi tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Tabel Observasi untuk Kerusakan Lahan di Kecamatan Lho’nga

Kerusakan Rendah Sedang Tinggi Ranking

1. Rendah

8 -16 = kerusakan sedang Jumlah Antara 5 dan 24

> 16 = kerusakan tinggi

Sumber: FAO (2005b) dimodifikasi

Adapun indikator pengamatan di lapangan untuk masing-masing tingkat kerusakan

adalah sebagai berikut :

Puing dan sampah ; Rendah (sampah dan puing yang menutupi lahan pertanian

(45)

pertanian 10-50 % dari luas lahan), Banyak (sampah dan puing yang menutupi

lahan pertanian >50 % dari luas lahan).

Erosi ; Erosi rendah (erosi permukaan yang terjadi pada lahan < 15 % dari luas

lahan), Erosi sedang (erosi permukaan yang terjadi pada lahan 15 – 30 % Dari

luas lahan), Erosi tinggi (erosi permukaan yang terjadi pada lahan > 30 % dari luas

lahan).

Sedimentasi ; < 4 cm (jika ketebalan sedimen yang menutupi lahan < 4cm), 4-10

cm (jika ketebalan sedimen yang menutupi lahan antara 4-10 cm), > 10 cm (jika

ketebalan sedimen yang menutupi lahan > 10cm).

Lama genangan ; 4 hari ( jika dengan yang terjadi kurang dari 4 hari), 4-5 hari

(jika genagan yang terjadi antara 4-5 hari), >6 hari ( jika genagan yang terjadi pada

lahan > 6 hari)

Infiltrasi ; Penetapan laju infiltrasi didasarkan pada hasil uji laboratorium terhadap

permeabilitas dari contoh tanah yang diambil.

Selanjutnya berdasarkan jumlah skor, lahan diklasifikasikan ke dalam empat

kelas yaitu :

1. Kelas A (kerusakan rendah) skor <8

2. Kelas B (kerusakan sedang) skor 8-16

3. Kelas C (kerusakan tinggi) skor >16, dan

4. Kelas D (hilang) lahan tergenang.

2. Analisis terhadap vegetasi dilakukan dengan membuat tabel pengamatan

terhadap jenis dan jumlah vegetasi yang ditemui pada setiap titik pengamatan

yang telah ditentukan pada tiap transek. Selanjutnya dilakukan analisis

terhadap data yang diperoleh untuk mendapatkan gambaran tentang jenis dan

jumlah vegetasi yang tumbuh atau bertahan pada lahan yang rusak akibat

tsunami.

4.5. Analisis Pendapat Masyarakat

Hubungan antara tujuan 2 dan 3 penelitian, analisis data, data yang diperlukan,

(46)

Tabel 5. Hubungan tujuan penelitian, data yang diperlukan, metode analisis dan hasil yang diharapkan pada analisis pendapat masyarakat

Data yang diperlukan dan Sumber data Tujuan

nomor

Tujuan

penelitian Data Primer Data sekunder Metode Analisis

Hasil yang mereka di masa akan datang.

4.5.1. Pene ntuan Responden

Penentuan responden menggunakan metode stratified simple random sampling dimana strata adalah masyarakat yang mempunyai kegiatan usahatani selanjutnya

dari strata tersebut dipilih sebanyak 15 orang sebagai responden, sehingga jumlah

responden adalah 30 orang dari dua strata yang berusahatani di dua desa. Responden

merupakan penduduk yang sudah dewasa yaitu penduduk yang telah matang dalam

pengambilan keputusan dan dapat memberikan jawaban atas pertanyaan yang

diajukan. Penentuan jumlah ini didasari pada ketentuan bahwa 30 responden sudah

cukup untuk mewakili populasi yang ada, dimana sampai pada saat penelitian

dilakukan jumlah keseluruhan penduduk dilokasi penelitian belum ada data yang pasti.

Menurut Mantra dan Kasto (1989) ; Effendi dan Singarimbun (1995) ; Sugiarto,et al. (2001), pada umumnya jumlah sampel yang harus diambil untuk tahap awal ataupun untuk penelitian pemula sekitar 10 persen dari total individu populasi yang

diteliti. Bilamana sampel sebesar 10 persen dari populasi masih dianggap besar (lebih

dari 30) maka alternatif yang biasa digunakan adalah mengambil sampel sejumlah 30

Gambar

Tabel 1 Kondisi kerusakan lahan pertanian, Kebun, Ladang dan Kehilangan ternak di Provinsi Naggroe Aceh Darussalam
Gambar 3. Peta lokasi penelitian
Tabel 3.Jenis data dan metode pengumpulan data di lapangan
Tabel 4. Tabel Observasi untuk Kerusakan Lahan di Kecamatan Lho’nga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada pembelajaran kooperatif tipe NHT aktifitas belajar lebih banyak berpusat pada siswa, dalam proses diskusi dan kerja kelompok guru hanya berfungsi sebagai fasilitator

Berdasarkan hasil penelitian yang telah di- lakukan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan se- mentara bahwa kemampuan materi/subjek spe- sifik pedagogi calon guru biologi

Pada variabel pendapatan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap intensi muzakki, yang artinya pendapatan yang

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufiq serta hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keanekaragaman Makrofauna Tanah di

Menyadari relasi kita dengan Tuhan dalam kedirian kita yang berseksual; bagaimana kita menjadi sadar bahwa seksualitas tidak bertentangan dengan spiritualitas, tetapi

Dosis pemeliharaan pada umumnya '9 mg Dosis pemeliharaan pada umumnya '9 mg sehari atau ika diperlukan dapat diberikan 09 mg : 59 mg dalam dosis tunggal atau sehari atau

Belum lagi ditambah dengan polusi udara dari emisi gas buang dari kendaraan bermotor yang berlalu-lalang dan terjebak kemacetan akan membuat tingkat urban heat island pada

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa minat menghafal al-Qur’an dan Hadits siswa Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Al-Hikmah Bangkinang Seberang dikategorikan