• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Determinan Ekspor Karet Indonesia dengan Pendekatan Gravity Model

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Determinan Ekspor Karet Indonesia dengan Pendekatan Gravity Model"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DETERMINAN EKSPOR KARET INDONESIA

DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL

TESIS

Oleh

Baida Soraya

117039030/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS DETERMINAN EKSPOR KARET INDONESIA

DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL

TESIS

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Oleh

Baida Soraya

117039030/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul : Analisis Determinan Ekspor Karet Indonesia dengan Pendekatan Gravity Model

Nama : Baida Soraya

NIM : 117039030

Program Studi : Magister Agribisnis

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec) (Dr. Ir. Tavi Supriana, MS. Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi, Dekan

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul:

ANALISIS DETERMINAN EKSPOR KARET INDONESIA

DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Juli 2013

yang membuat pernyataan,

Baida Soraya

(5)

ABSTRAK

BAIDA SORAYA. Analisis Determinan Ekspor Karet Indonesia dengan Pendekatan Gravity Model (Di bawah bimbingan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec sebagai ketua dan Dr. Ir. Tavi Supriana, MS sebagai anggota).

Karet merupakan komoditas ekspor yang penting karena dapat memberikan devisa dan kontribusi yang sangat berarti bagi perekonomian Indonesia. Ada perbedaan nilai ekspor karet yang diperoleh Indonesia berdasarkan negara tujuan ekspor. Tujuan dari penelitian ini menganalisis pengaruh jumlah populasi negara tujuan ekspor, produk domestik bruto (PDB) negara Indonesia, produk domestik bruto (PDB) negara tujuan ekspor karet Indonesia, jarak Indonesia dengan negara tujuan ekspor, nilai tukar riil dan kebijakan “IRCo”. Data yang digunakan yaitu data panel mulai tahun 2001-2010 dengan cross section negara utama tujuan ekspor karet Indonesia yaitu Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Singapura. Metode analisis yang digunakan adalah pendekatan gravity model dengan teknik random effect model dengan menggunakan perangkat lunak Eviews 6.0.

Hasil analisis menunjukkan: variabel nilai tukar riil dan jarak menunjukkan pengaruh yang negatif dan signifikan, variabel PDB negara tujuan ekspor menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan sedangkan variabel PDB negara Indonesia, kebijakan IRCo, dan populasi negara tujuan ekspor karet tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan. Hasil estimasi menunjukkan bahwa intersep atau konstanta dari persamaan nilai ekspor karet Indonesia mulai dari yang paling besar hingga yang paling kecil berturut-turut adalah negara Cina, Amerika Serikat, Singapura, Jepang. Hal ini berarti bahwa tingkat intensitas perdagangan karet Indonesia ke negara tujuan ekspor mulai dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah adalah negara Cina, Amerika Serikat, Singapura, Jepang.

(6)

ABSTRACT

BAIDA SORAYA, The Analysis of Indonesian Rubber Export Determinant with Gravity Model Approach, under the supervisions of Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec (Chair) and Dr. Ir. Tavi Supriana, MS (Member).

Rubber is an important export commodity because it can provide foreign exchange and significant to the Indonesian economy. There is a difference in the rubber export value earned by Indonesia based on export destinations. The purpose of this study was to analyze the influence of the number of population of export destination countries, Gross Domestic Product (GDP) of Indonesia, Gross Domestic Product (GDP) of Indonesia’s rubber export destination countries, the distance between Indonesia and the export destination countries, the real exchange rate in export destination countries and rubber trade policy of “IRCo”. The data used in this study were the panel data from 2001 to 2010 with the cross-section of the main rubber export destination countries such as the United States of America, Japan, China and Singapore. The analysis method used was model gravity approach with random effect model technique using Eviews 6.0 soft-ware program.

The result of this study showed that the variable of real exchange rate had negative and significant influence, the variable of Gross Domestic Product (GDP) of export destination countries had positive and significant influence, while the variables of Gross Domestic Product (GDP) of Indonesia, rubber trade policy of “IRCo”, and population of export destination countries did not show any significant influence. The result of estimation showed that the intercept or constant of the equation of Indonesian rubber export value concecutively from the biggest to the smallest were China, the United States of America, Singapore and Japan. This means that the level of Indonesia’s rubber trade intensity to the export destination countries, from the biggest to the smallest, were China, the United States of America, Singapore and Japan.

(7)

RIWAYAT HIDUP

BAIDA SORAYA, lahir di Medan, pada tanggal 06 Mei 1989 dari Bapak

Drs. Bachtiar, M.Pd dan Ibu Ida Farida. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah di/tempuh penulis ada;ah sebagai berikut:

1. Tahun 1994 masuk Sekolah Dasar Negeri 064028 Medan, tamat tahun 2000.

2. Tahun 2000 masuk Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Medan, tamat tahun 2003.

3. Tahun 2003 masuk Sekolah Menengah Umum Negeri 5 Medan, tamat tahun 2006.

4. Tahun 2006 diterima di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian di Universitas Sumatera Utara Medan tamat tahun 2010.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membantu penulis dalam penyusunan tesis ini.

Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan seluruh keluarga yang telah mendorong dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada instansi terkait yang telah membantu menyediakan segala informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih juga dihaturkan kepada rekan dekat yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran membangun dari semua pihak sangat diharapkan penulis. Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat.

Medan, Juli 2013

(9)

DAFTAR ISI

1.2. Identifikasi Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Kegunaan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Penelitian Terdahulu ... 7

2.2. Landasan Teori ... 10

2.2.1. Pengertian Model Gravitasi (Gravity Model) ... 10

2.2.2. Variabel dalam Model Gravitasi (Gravity Model) ... 12

2.2.3. Persamaan Matematika untuk Model Gravitasi (Gravity Model) ... 13

2.2.4 Determinan Perdagangan Bilateral ... 15

2.2.4.1. Produk Domestik Bruto (PDB) ... 15

2.2.4.2. Populasi ... 17

2.2.4.3. Jarak ... 19

2.2.4.4. Nilai Tukar Riil (Real Effective Exchange Rate) ... 21

2.2.4.5. Kebijakan Perdagangan “International Rubber Consortium Limited” (IRCo) ... 22

2.3. Kerangka Penelitian ... 25

2.4. Hipotesis Penelitian ... 27

III. METODE PENELITIAN ... 28

3.1. Metode Pemilihan Lokasi ... 28

3.2. Metode Penentuan Sampel ... 28

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 29

(10)

3.4.1. Model Penelitian ... 30

3.4.2. Analisis Regresi Data Panel (Regression of Pooled Data) ... 31

3.4.3. Pemilihan Model ... 31

3.4.4. Uji Hipotesis ... 33

3.4.4.1. Menentukan Kriteria Pengujian ... 33

3.4.4.2. Koefisien-Koefisien Regresi ... 34

3.4.5. Uji Asumsi Klasik ... 35

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional ... 38

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1. Deskripsi Data Penelitian ... 40

4.1.1. Nilai Ekspor Karet Indonesia ... 40

4.1.2. Populasi Negara Tujuan Ekspor Karet Indonesia ... 41

4.1.3. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia ... 43

4.1.4. Produk Domestik Bruto (PDB) Negara Tujuan Ekspor ... 44

4.1.5. Nilai Tukar Riil (Real Effective Exchange Rate/REER) ... 45

4.1.6. Jarak Antara Indonesia dengan Negara Tujuan Ekspor Karet Indonesia... 46

4.1.6. Kebijakan Perdagangan Karet “International Rubber Consortium Limited” (IRCo) ... 47

4.2. Hasil Estimasi Analisis Determinan Ekspor Karet Indonesia dengan Pendekatan Gravity Model ... 48

4.2.1. Model Dugaan Determinan Ekspor Karet Indonesia ... 49

4.2.2. Pengujian Kriteria Statistik ... 50

4.2.3 Pengujian Asumsi Klasik ... 54

4.3. Faktor-faktor Determinan Nilai Ekspor Karet Indonesia ke Berbagai Negara Tujuan Ekspor (Amerika Serikat, Jepang, Cina dan Singapura) 56 4.3.1. Jumlah Populasi Negara Tujuan Ekspor Karet Indonesia (POPj) 56 4.3.2. Nilai Tukar Riil (Real Effctive Exchange Rate/REER) ... 58

4.3.3. Jarak Antara Indonesia dengan Negara Tujuan Ekspor Karet Indonesia (DIST) ... 59

4.3.4. Produk Domestik Bruto Indonesia ... 60

4.3.5. Produk Domestik Bruto Negara Tujuan Ekspor (PDBj) ... 61

4.3.6. Kebijakan Perdagangan Karet “International Rubber Consortium Limited”/IRCo (D1) ... 63

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

5.1. Kesimpulan ... ... 64

5.2. Saran ... ... 64

DAFTAR PUSTAKA . ... 65

(11)

DAFTAR TABEL

No Judul Hal

1. Negara-Negara Utama Eksportir Karet Dunia ... 28 2. Nilai Total Ekspor Karet Indonesia ke Berbagai Negara Tujuan Tahun

2001-2010 ... 29 3. Variabel dan Sumber Data Penelitian ... 30 4. Jarak Geografis antara Indonesia dengan Negara Tujuan Utama Ekspor Karet Indonesia ... 46 5. Keikutsertaan Indonesia pada Perjanjian Perdagangan IRCo ... 47 6. Hasil Estimasi Faktor-Faktor Determinan Ekspor Karet Indonesia

dengan Pendekatan Gravity Model ... 49 7. Hasil Uji Hipotesis Secara Individual (Uji-t) ... 52 8. Perbandingan Uji Regresi pada Masing-Masing Variabel Independen

dan Variabel Dependen ... 55 9. Uji Wald pada Determinasi Karet Indonesia dengan Pendekatan Gravity

(12)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

1. Nilai Ekspor Karet Indonesia dari Tahun 2001-2010 (juta US $) ... 2

2. Volume Total Ekspor Karet Indonesia Tahun 2006-2010 Berdasarkan Negara Tujuan (000 ton) ... 3

3. Kurva Kemungkinan Produksi ... 16

4. Hubungan Pertumbuhan Populasi dengan Perdagangan ... 17

5. Hubungan Pertumbuhan Populasi dengan Pertumbuhan Ekonomi ... 18

6. Kerangka Penelitian ... 27

7. Nilai Ekspor Karet Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan ... 41

8. Populasi Negara Tujuan Ekspor Karet Indonesia Tahun 2001-2010 ... 42

9. Nilai PDB Negara Indonesia (Milyar US $) Taqhun 2001-2010 ... 43

10. Nilai PDB Negara Tujuan Ekspor Karet Indonesia (Juta US $) Tahun 2001-2010 ... 44

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hal

1. Nilai Masing-Masing Variabel Penelitian ... 68

2. Transformasi Logaritma Natural (Ln) pada Nilai Masing-Masing Variabel Penelitian ... 70

3. Hasil Estimasi Variabel Penelitian dengan (Output Eviews) ... 72

4. Uji Regresi Pada Masing-Masing Variabel Independen ... 73

5. Uji Haussman pada Variabel Penelitian ... 79

6. Uji Wald pada Variabel Penelitian ... 80

7. Hasil Estimasi Persamaan Ekspor Karet Indonesia (Output Eviews) ... 81

I. PENDAHULUAN

(14)

ABSTRAK

BAIDA SORAYA. Analisis Determinan Ekspor Karet Indonesia dengan Pendekatan Gravity Model (Di bawah bimbingan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec sebagai ketua dan Dr. Ir. Tavi Supriana, MS sebagai anggota).

Karet merupakan komoditas ekspor yang penting karena dapat memberikan devisa dan kontribusi yang sangat berarti bagi perekonomian Indonesia. Ada perbedaan nilai ekspor karet yang diperoleh Indonesia berdasarkan negara tujuan ekspor. Tujuan dari penelitian ini menganalisis pengaruh jumlah populasi negara tujuan ekspor, produk domestik bruto (PDB) negara Indonesia, produk domestik bruto (PDB) negara tujuan ekspor karet Indonesia, jarak Indonesia dengan negara tujuan ekspor, nilai tukar riil dan kebijakan “IRCo”. Data yang digunakan yaitu data panel mulai tahun 2001-2010 dengan cross section negara utama tujuan ekspor karet Indonesia yaitu Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Singapura. Metode analisis yang digunakan adalah pendekatan gravity model dengan teknik random effect model dengan menggunakan perangkat lunak Eviews 6.0.

Hasil analisis menunjukkan: variabel nilai tukar riil dan jarak menunjukkan pengaruh yang negatif dan signifikan, variabel PDB negara tujuan ekspor menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan sedangkan variabel PDB negara Indonesia, kebijakan IRCo, dan populasi negara tujuan ekspor karet tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan. Hasil estimasi menunjukkan bahwa intersep atau konstanta dari persamaan nilai ekspor karet Indonesia mulai dari yang paling besar hingga yang paling kecil berturut-turut adalah negara Cina, Amerika Serikat, Singapura, Jepang. Hal ini berarti bahwa tingkat intensitas perdagangan karet Indonesia ke negara tujuan ekspor mulai dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah adalah negara Cina, Amerika Serikat, Singapura, Jepang.

(15)

ABSTRACT

BAIDA SORAYA, The Analysis of Indonesian Rubber Export Determinant with Gravity Model Approach, under the supervisions of Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec (Chair) and Dr. Ir. Tavi Supriana, MS (Member).

Rubber is an important export commodity because it can provide foreign exchange and significant to the Indonesian economy. There is a difference in the rubber export value earned by Indonesia based on export destinations. The purpose of this study was to analyze the influence of the number of population of export destination countries, Gross Domestic Product (GDP) of Indonesia, Gross Domestic Product (GDP) of Indonesia’s rubber export destination countries, the distance between Indonesia and the export destination countries, the real exchange rate in export destination countries and rubber trade policy of “IRCo”. The data used in this study were the panel data from 2001 to 2010 with the cross-section of the main rubber export destination countries such as the United States of America, Japan, China and Singapore. The analysis method used was model gravity approach with random effect model technique using Eviews 6.0 soft-ware program.

The result of this study showed that the variable of real exchange rate had negative and significant influence, the variable of Gross Domestic Product (GDP) of export destination countries had positive and significant influence, while the variables of Gross Domestic Product (GDP) of Indonesia, rubber trade policy of “IRCo”, and population of export destination countries did not show any significant influence. The result of estimation showed that the intercept or constant of the equation of Indonesian rubber export value concecutively from the biggest to the smallest were China, the United States of America, Singapore and Japan. This means that the level of Indonesia’s rubber trade intensity to the export destination countries, from the biggest to the smallest, were China, the United States of America, Singapore and Japan.

(16)

Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja bagi sekitar 1,4 juta kepala keluarga (KK), komoditas ini juga memberikan kontribusi yang signifikan sebagai salah satu sumber devisa non-migas, pemasok bahan baku karet dan berperan penting dalam mendorong pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru di wilayah-wilayah pengembangan karet. Selain itu, perkebunan karet di Indonesia telah diakui menjadi sumber keragaman hayati yang bermanfaat dalam pelestarian lingkungan, sumber penyerapan CO2 dan penghasil O2, serta memberi fungsi

orologis bagi wilayah di sekitarnya. Selain itu, tanaman karet ke depan akan merupakan sumber kayu potensial yang dapat mensubstitusi kebutuhan kayu yang selama ini mengandalkan hutan alam.

Tanaman karet merupakan penghasil devisa negara, karet memberikan kontribusi yang sangat berarti. Sampai dengan tahun 1998 komoditas karet masih merupakan penghasil devisa terbesar dari subsektor perkebunan dengan nilai US$ 1,1 miliar, namun pada tahun 2003 turun menjadi nomor dua setelah kelapa sawit dengan nilai US$ 1,4 miliar (nilai ekspor minyak sawit mencapai US$ 2,4 miliar). Pada tahun 2005 pendapatan devisa dari komoditas karet mencapai US$ 2,6 miliar, atau sekitar 5% dari pendapatan devisa non-migas. Di samping itu, perusahaan besar yang bergerak di bidang karet juga memberikan sumbangan pendapatan kepada negara dalam bentuk berbagai jenis pajak dan pungutan perusahaan (Deptan, 2007).

(17)

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2011 (diolah)

Gambar 1. Nilai Ekspor Karet Indonesia dari Tahun 2001-2010 (juta US $)

Berdasarkan Gambar 1, dapat dilihat bahwa nilai ekspor karet Indonesia dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 menunjukkan peningkatan. Namun, pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 mengalami penurunan dan kembali mengalami peningkatan dari tahun 2009 ke tahun 2010. Adanya fluktuasi nilai ekspor karet dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 dapat diakibatkan oleh banyak faktor.

Karet dari Indonesia diekspor ke berbagai negara tujuan seperti negara Amerika Serikat, Benua Eropa, Cina, Jepang, dan wilayah Asia. Jumlah permintaan terhadap karet berbeda-beda tergantung pada negara tujuannya. Volume ekspor karet Indonesia berdasarkan negara tujuan ekspor dari tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Gambar 2.

282 387

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

(18)

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2011 (diolah)

Gambar 2. Volume Total Ekspor Karet Indonesia Tahun 2006-2010 Berdasarkan Negara Tujuan (000 Ton)

Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat bahwa negara tujuan utama ekspor karet adalah Amerika Serikat, Cina, dan Jepang dengan volume total ekspor masing-masing sebesar 2.631,6 ribu ton; 1.713,9 ribu ton ; dan 1.549,2 ribu ton selain ketiga negara tersebut, Indonesia juga mengekspor karet ke Singapura, Korea Selatan, Kanada, Brazil, Perancis, Jerman dan negara lainnya.

Berdasarkan nilai ekspor dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2010 dan volume ekspor karet Indonesia ke berbagai negara tujuan ekspor dapat dilihat adanya beberapa masalah yaitu kesenjangan nilai ekspor yang diperoleh Indonesia. Pada tahun 2001 hingga tahun 2007, nilai ekspor karet Indonesia selalu mengalami peningkataan. Namun pada tahun 2008, nilai ekspor karet Indonesia turun menjadi US $ 613.000.000 dimana pada tahun sebelumnya atau tahun 2007 nilai ekspor karet Indonesia adalah sebesar US$ 1.550.000.000.

(19)

negara asal dan negara tujuan. Keunggulan model gravitasi dibandingkan dengan model perdagangan lainnya karena model yang disajikan lebih empiris. Tidak seperti model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas (Sitorus, 2009).

Penggunaan Gravity model didasarkan pada hukum gravitasi Newton, yang menyatakan bahwa gaya gravitasi antara dua benda secara langsung dipengaruhi secara proporsional oleh massa dari kedua benda dan sebaliknya secara proporsional dipengaruhi kuadrat jarak antara keduanya. Dalam konteks perdagangan model ini menyatakan, bahwa intensitas perdagangan antara negara-negara akan berhubungan positif dengan pendapatan nasional masing-masing negara dan berhubungan terbalik dengan jarak diantara keduanya (Yuniarti, 2007). Salah satu penelitian yang mengkajian tentang perdagangan komoditas perkebunan Indonesia dilakukan oleh Martha (2011) yang menyatakan bahwa perdagangan CPO ke empat negara mitra dagang utama (India, Belanda, Malaysia dan Singapura) secara signifikan pada taraf lima persen dipengaruhi oleh variabel Produk Domestik Bruto (PDB) negara Indonesia dan Produk Domestik Bruto (PDB) keempat mitra dagang.

(20)

Berdasarkan latar belakang maka penelitian ini akan melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap fluktuasi nilai ekspor karet Indonesia pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2010 baik pada peningkatan ekspor maupun penurunan nilai ekspor karet Indonesia ke negara tujuan ekspor.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, Produk Domestik Bruto (PDB) negara tujuan ekspor karet Indonesia, jarak Indonesia dengan negara tujuan ekspor karet Indonesia, populasi negara tujuan ekspor karet Indonesia, nilai tukar riil negara tujuan ekspor karet Indonesia, dan kebijakan perdagangan secara signifikan berpengaruh terhadap nilai ekspor karet Indonesia ke negara tujuan?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia Produk Domestik Bruto (PDB) negara tujuan ekspor karet Indonesia, jarak Indonesia dengan negara tujuan ekspor karet Indonesia, populasi negara tujuan ekspor karet Indonesia, nilai tukar riil negara tujuan ekpor karet Indonesia serta kebijakan perdagangan terhadap nilai ekspor karet Indonesia ke negara tujuan.

(21)

Penelitian dalam hal ini diharapkan dapat berguna antara lain sebagai berikut:

1. Sebagai instrumen untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ekspor karet Indonesia.

2. Sebagai referensi pengambilan kebijakan oleh pihak-pihak yang mengemban tugas untuk meningkatkan nilai ekspor karet Indonesia.

3. Sebagai referensi bagi pihak-pihak yang melakukan penelitian dan studi yang terkait dengan penelitian ini.

(22)

2.1. Penelitian Terdahulu

Yuniarti (2007) meneliti tentang determinan perdagangan bilateral Indonesia dengan pendekatan Gravity Model. Penelitian tersebut bertujuan untuk melakukan estimasi terhadap determinan perdagangan bilateral Indonesia. Adapun determinan yang dimasukan ke dalam model meliputi Produk Domestik Bruto (PDB), jarak, populasi, kesamaan ukuran perekonomian, perbedaan relatif faktor endowment, dan keanggotaan dalam area perdagangan bebas.

Berdasarkan hasil estimasi penelitian tersebut diperoleh uji signifikansi model yang menyatakan bahwa konstanta tidak sama untuk semua unit tetapi slopenya sama. Hal tersebut dibuktikan melalui F-Test dengan hasil perhitungan F hitung sebesar 12,03325 lebih besar dari F-tabel (19.119) dengan α = 5% sebesar 1,69 yang berarti model metode Fixed Effect Model (FEM) lebih tepat dibandingkan metode common effect model (CEM) dan lebih tepat dari metode Random Effect Model (REM) karena jumlah data croos section (10) lebih besar dari data time series (7) dengan pengambilan sampel yang tidak acak.

Berkaitan dengan tanda koefisien, semua hasil estimasi konsisten dengan teori mengenai Gravity Model. Pendapatan nasional (PDB) dari negara eksportir (Yi) dan importir (Yj) mempunyai hubungan positif dengan perdagangan bilateral,

(23)

fenomena perdagangan intraindustri. Variabel populasi mitra dagang mempunyai pengaruh yang posistif terhadap perdagangan bilateral dan keanggotaan dalam area perdagangan bebas tidak berpengaruh terhadap perdagangan bilateral.

Yuniarti (2008) dalam penelitiannya mengenai potensi perdagangan global Indonesia dengan pendekataan Gravity Model mengemukakan bahwa hasil estimasi Gravity Model dapat digunakan untuk memprediksi potensi perdagangan bilateral yang selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan ekspansi negara-negara tujuan ekspor. Pengukuran potensi perdagangan bilateral dilakukan dengan membagi nilai prediksi perdagangan dari estimasi Gravity Model dengan nilai aktual perdagangan dari estimasi Gravity Model. Pada hasil estimasi, secara bersama-sama variabel inpenden menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap variabel pada derajat keyakinan 99 persen yang ditunjukkan oleh nilai F hitung (21,424) lebih besar dari F tabel (6,103) pada α 5% = 2,18.

(24)

Amerika, Korea, Malaysia, Singapura, Jerman, Belanda dan India. Sedangkan kondisi under trade dicapai pada negara Jepang dan Cina.

Penelitian oleh Sitorus (2009) dengan topik Peningkatan Ekspor CPO dan Kakao Dibawah Pengaruh Liberalisasi Perdagangan (Suatu Pendekatan Model Gravitasi) menyimpulkan bahwa model panel data yang digunakan dalam estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kakao dan CPO adalah model pooled Least Square atau PLS tanpa uji Chow. Hal tersebut disebabkan oleh ketidaksesuaian Fixed Effect Model dengan data yang digunakan sehingga terjadi near singular matrix.

Adapun variabel yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor kakao dari negara importir ke negara tujuan ekspor adalah variabel populasi negara pengimpor (POPi), populasi negara pengekspor (POPj) sedangkan variabel

PDB negara pengimpor memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan, dan PDB negara pengekspor, nilai tukar (ER) juga jarak memiliki pengaruh negatif dan signifikan sedangkan variabel yang signifikan pada ekspor CPO adalah variabel PDB negara pengekspor dan pengimpor, populasi negara pengekspor dan pengimpor serta jarak. Sedangkan variabel nilai tukar tidak berpengaruh nyata.

(25)

tujuan, populasi, jarak antar negara, nilai tukar, harga ekspor komoditi di negara tujuan ekspor, dan ekspor komoditi ke negara tujuan satu tahun sebelumnya.

Karomah (2011) yang melakukan penelitian terhadap analisis daya saing dan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran ekspor nenas Indonesia di pasar internasional menyimpulkan bahwa Variabel pendapatan perkapita negara tujuan berpengaruh positif dan signifikan terhadap aliran ekspor nenas dari Indonesia. Artinya, apabila pendapatan perkapita negara importir meningkat maka akan meningkatkan ekspor nenas Indonesia. Selanjutnya pada variabel jarak Indonesia dengan negara tujuan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap aliran ekspor nenas dari Indonesia. Artinya, apabila jarak Indonesia dengan negara tujuan semakin jauh maka akan menurunkan ekspor nenas Indonesia.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Andelisa (2011) yang melakukan penelitian terhadap analisis daya saing dan aliran ekspor produk Crude Coconut Oil (CCO) Indonesia menyimpulkan bahwa variabel yang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume ekspor CCO adalah variabel populasi, PDB Indonesia, nilai tukar dan jarak sedangkan variabel yang berpengaruh positif dan signifikan adalah variabel PDB.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Pengertian Model Gravitasi (Gravity Model)

(26)

Gravity Model pertama kali dipakai untuk aliran perdagangan internasional oleh Tinbergen pada tahun 1962 yang selanjutnya diikuti oleh banyak peneliti. Model ini kemudian diestimasi untuk banyak negara, periode waktu dan tingkat disagregasi (Yuniarti, 2007).

Penamaan Gravity Model didasarkan pada penggunaan suatu perumusan yang sama dengan model gravitasi Newton, dimana interaksi antara dua objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masing-masing. Dalam konteks perdagangan model ini menyatakan bahwa intensitas perdagangan antara negara-negara akan berhubungan secara positif dengan pendapatan nasional masing-masing negara dan berhubungan terbalik dengan jarak diantara keduanya sehingga dengan kata lain Gravity Model dapat menjelaskan aliran perdagangan internasional dengan baik yang mana aliran perdagangan bilateral merupakan fungsi loglinear dari pendapatan dan jarak (Martha, 2011).

(27)

2.2.2. Variabel dalam Model Gravitasi (Gravity Model)

Tarigan (2005) dalam Sitorus (2009) pada gravity model aliran perdagangan bilateral ditentukan oleh tiga kelompok variabel yaitu (1) variabel yang mewakili total permintaan potensial negara pengimpor (2) variabel indikator total penawaran potensial negara pengekspor (3) variabel-variabel pendukung atau penghambat aliran perdagangan antar negara pengekspor dan negara pengimpor.

Gravity model didasarkan pada peramalan potensi perdagangan melalui variabel jarak, populasi dan produk domestik bruto maupun netto dari negara tersebut. Argumen yang melatar belakangi pemakaian gravity model, bahwa negara yang lebih besar dan kaya akan lebih banyak melakukan perdagangan luar negeri bila dibandingkan dengan negara yang lebih kecil dan miskin dimana jarak yang semakin jauh dianggap bukan sebagai hambatan. Gravity model berkaitan dengan long-range equilibrium aliran perdagangan dan sebagai model ideal untuk membandingkan perdagangan dari dua daerah atau dari dua sistem ekonomi yang berbeda (Hadi, 2009).

(28)

atau kemampuan daya beli suatu negara atas suatu komoditi dapat diukur dari pendapatan per kapita penduduknya. Jika pendapatan per kapita suatu negara dinilai cukup tinggi, maka dapat dikatakan suatu negara tersebut merupakan pasar potensial bagi pemasaran suatu komoditi ataupun produk tertentu. Beberapa variabel tambahan sebagai penghambat dalam aliran ekspor adalah adanya variabel jarak antar dua negara (Andelisa, 2011).

2.2.3. Persamaan Matematika untuk Model Gravitasi (Gravity Model)

Model persamaan Gravitasi telah digunakan secara luas pada berbagai

sektor-sektor seperti migrasi, Foreign Direct Investment, dan banyak lagi terkait

perdagangan internasional serta menjadi alat yang dapat diandalkan untuk

menganalisis fenomena perdagangan bebas. Persamaan dasar dari model gravitasi

adalah:

Tij = A x �� x ��

� ����

� ………..(1)

Tij adalah nilai perdagangan antara negara i dan negara j, Yi adalah PDB

negara i, Yj adalah PDB negara j, Dij dan adalah jarak diantara kedua negara.

Model persamaan Gravitasi ini dikutip dari teori Krugman dan Obstfeld (2002).

Mereka juga mengemukakan bahwa latar belakang penamaan Gravitasi pada

model ini merupakan analogi dari teori gravitasi Newton: layaknya gaya tarik

gravitasi diantara dua obyek bersifat proporsional terhadap massa dan makin

berkurang dengan adanya jarak. Perdagangan antar dua negara, hal lain dianggap

sama, bersifat proporsional terhadap PDB dan berkurang seiring dengan

(29)

Pada tahun 1962, dalam Kartini (2007) menjelaskan bahwa model gravitasi untuk perdagangan barang dan jasa. Model tersebut dapat digunakan untuk menghitung arus perdagangan dari dua daerah. Persamaan terebut dirumuskan sebagai berikut :

Fij=� �� �

��

��� ………..(2)

Fij : Volume total interaksi antara wilayah i dan wilayah j

Mi dan Mj :Variabel yang dapat menggambarkan besarnya suatu tempat,

berdasarkan faktor ekonominya. Jika ingin mengukur arus dengan satuan uang (seperti ekspor dan impor) maka variable yang digunakan adalah pendapatan nasional seperti GNP dan GNI (Gross Nasional Income). Jika ingin mengukur pergerakan tenaga kerja, maka variabel yang biasa digunakan adalah populasi.

Dij : jarak antara kedua tempat

G : suatu konstanta. Nilainya tergantung dari unit apa yang akan digunakan.

Menurut Bergstrand (1985), dalam Retnowati (2007), pada umumnya gravity model dirumuskan sebagai berikut:

Tij = f (Yi, Yj, Fij)………(3) dimana :

Tij = Aliran perdagangan dari negara i ke negara j, Yi = Gross Domestic Product negara i,

Yj = Gross Domestic Product negara j,

(30)

Bentuk standar yang dapat digunakan dalam gravity model adalah sebagai berikut:

Ln Xij = β0 + β1 lnYi + β3 lnYj + β4 lnNj + β5 lnDij + β6 lnPij + uij ………...(4)

dimana :

Xij : Komoditi aliran perdagangan bilateral dari negara i ke negara j,

Yi, Yj : PDB negara i dan j,

Ni, Nj : Populasi negara i dan j,

Dij : Jarak antara negara i dan j,

Pij : Dummy,

uij : standar error.

β: koefisien

Model di atas menggambar pola normal atau sistematik dari perdagangan dunia yang digambarkan oleh logaritma natural dari volume perdagangan seperti Yi, Yj, Ni, Nj , Dij sedangkan variabel dummy integrasi ekonomi diperkenalkan

untuk menjelaskan deviasi dari pola perdagangan. Variabel jarak bilateral dipakai untuk setiap aliran perdagangan bilateral (Sitorus, 2009).

2.2.4. Determinan Perdagangan Bilateral

2.2.4.1.Produk Domestik Bruto(PDB)

(31)

Permintaan ekspor juga sama halnya dengan penawaran ekspor, bahwa pengertian dari permintaan eskpor dapat diambil dari pengertian permintaan. Pengertian dari permintaan (Lipsey, dkk 1999) adalah jumlah suatu komoditas yang akan dibeli oleh rumah tangga sedangkan permintaan ekspor dapat berarti jumlah suatu komoditas ekspor yang diminta oleh suatu negara tertentu.

PDB suatu negara adalah ukuran kapasitas untuk memproduksi komoditi ekspor negara tersebut. Kapasitas perekonomian suatu negara terbuka dapat diketahui berdasarkan kurva batas kemungkinan produksinya. Batas kemungkinan produksi adalah sebuah kurva yang memperlihatkan berbagai alternatif kombinasi dua komoditi yang dapat diproduksi oleh sebuah negara dengan menggunakan semua sumber daya dan tekonologi terbaik yang dimilikinya.

Komoditi Y

KI

KKP2

KKP1

E E

X1 X2 X3

Sumber : Salvatore (1997)

Gambar 3. Kurva Kemungkinan Produksi

Pada Gambar 3 terdapat dua kurva kemungkinan produksi, KKP1 dan KKP2. Asumsi negara memproduksi komoditi ekspor X, maka apabila terjadi

(32)

Et

menjadi KKP2. Besar perubahan KKP tergantung pada besar perubahan PDB yang terjadi dan pergeseran ini menggambarkan pertambahan produksi domestik suatu negara. Sesudah terjadi pergeseran dengan asumsi konsumsi masyarakat sama dan negara mengekspor komoditi X, ekspor meningkat dari sebesar X1X2 menjadi X1X3.

2.2.4.2. Populasi

Salvatore (1997) menyebutkan bahwa pertambahan populasi dapat mempengaruhi perdagangan di negara yang bersangkutan melalui ekspor dan impor. Secara grafis, pengaruh pertambahan populasi terhadap perdagangan ekspor suatu negara dapat dilihat pada Gambar 4.

Sumber : Salvatore (1997)

Pada Gambar 4 terlihat bahwa pertambahan populasi di negara pengekspor akan menggeser kurva permintaan domestik dari Dx ke Dt. Akibatnya jumlah

Sx

Pasar di negara 2 untuk komoditi X

(33)

ekspor akan menurun sehingga keseimbangan yang berlaku pada pasar internasional berada pada tingkat harga P3 dan jumlah komoditi yang

diperdagangkan menurun dari X1 menjadi X2. Secara tidak langsung, maka

pertambahan populasi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara-negara pengekspor. Secara grafis dampak pertumbuhan populasi terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat pada Gambar 5.

Sumber : Salvatore (1997)

Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan populasi akan menggeser garis A ke B yang menunjukkan depresiasi ke atas. Jadi model Solow memprediksi perekonomian dengan tingkat pertumbuhan populasi yang lebih tinggi akan memiliki tongkat modal per pekerja yang lebih rendah dan pendapatan yang lebih rendah pula. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada keadaan tertentu, pertumbuhan populasi dapat memberikan pengaruh positif maupun dampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi. Jika tingkat pertumbuhan

1. Kenaikan tingkat pertumbuhan populasi ...

2. ... menurunkan persediaan modal pada kondisi mapan

Modal per pekerja, k Investasi

A B

(34)

populasi suatu negara dapat meningkatkan kinerja ekspornya, maka pertumbuhan populasi akan membawa dampak positif bagi pertumbuhan ekonominya. Demikian juga sebaliknya, jika tingkat pertumbuhan populasi suatu negara justru semakin meningkatkan impor, maka pertumbuhan populasi akan membawa dampak negatif bagi pertumbuhan ekonominya (Mankiw, 2007).

Populasi atau jumlah penduduk di semua negara senantiasa mengalami perubahan jumlah setiap tahunnya. Perubahan angka populasi berimplikasi pada perubahan ukuran atau jumlah angkatan kerjanya. Perubahan populasi juga terjadi pada kepemilikan modal, karena setiap negara berusaha untuk mengerahkan seluruh sumberdaya yang dimilikinya untuk menciptakan dan mengakumulasikan modal (Kartikasari, 2008).

Pertambahan populasi pada negara importir dapat berada pada sisi penawaran maupun permintaan. Pada sisi penawaran pertambahan populasi akan meningkatkan produksi dalam negeri dalam hal kuantitas maupun diversifikasi produk negara importir. Kondisi ini akan mengakibatkan penurunan permintaan komoditi ekspor oleh negara importir. Pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatkan permintaan komoditi ekspor dari negara importir maka jumlah komoditi yang diperdagangkan antar kedua negara semakin besar (Sitorus, 2009).

2.2.4.3. Jarak (Distance)

(35)

keduanya. Dengan adanya biaya transportasi keuntungan yang diterima oleh suatu negara dari perdagangan internasional semakin kecil. Krugman dan Obstfeld (1991) mempertimbangkan jarak kedua negara sebagai determinan penting untuk pola perdagangan geografis.

Selanjutnya Krugman dan Obstfeld (1991) mengemukakan beberapa penjelasan tentang peranan faktor jarak dalam arus perdagangan, yaitu :

a. Jarak adalah proksi untuk biaya transportasi.

b. Jarak menunjukkan waktu yang hilang selama pengiriman. Untuk barang yang mudah rusak kemungkinan bertahan utuh merupakan fungsi menurun terhadap waktu transit. Kerusakan tersebut mencakup resiko berikut :

- Kerusakan atau kehilangan barang akibat cuaca atau kesalahan penanganan.

- Terjadi dekomposisi dan pembusukan bahan organik.

- Kehilangan pasar (kemungkinan pembeli yang diharapkan tidak mau ataupun tidak mampu melakukan pembayaran).

c. Biaya sinkronisasi. Adanya jarak antara pabrik dan bahan input mengharuskan pabrik menggunakan gudang untuk menyimpan persediaan bahan input. Hal ini bertujuan agar tidak mengganggu proses produksi ketika terjadi kemacetatn datangnya bahan input. Sehingga semakin dekat bahan input maka biaya sinkronisasi semakin kecil.

(36)

pelanggan, dan sebagainya; dimana bisnis banyak tergantung pada kemampuan untuk bertukar lebih banyak informasi.

e. Biaya transaksi. Jarak juga dapat berkorelasi dengan biaya mencari peluang perdagangan dan pembentukan kepercayaan antara mitra dagang potensial.

f. Jarak budaya. Jarak geografis yang lebih besar berkorelasi dengan perbedaan budaya yang lebih besar. Perbedaan budaya dapat menghambat perdagangan dalam banyak hal seperti hambatan komunikasi, kemungkinan kesalahpahaman, bentrokan dalam gaya negoisasi, dan sebagainya.

2.2.4.4. Nilai Tukar Riil (Real EffectiveExchange Rate)

Seperti perdagangan pada umumnya kegiatan perdagangan Internasional juga mempertimbangkan faktor harga dari suatu komoditi yang diperdagangkan. Menurut Mankiw (2007), kurs atau exchange rate antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan.

(37)

sebagai P*, maka perhitungan kurs riil untuk suatu komoditi adalah sebagai berikut:

ε = e × (P/P∗) ……….…………(5)

Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa jika kurs riil tinggi maka harga barang-barang luar negeri menjadi relatif lebih murah, dan harga barang-barang domestik menjadi lebih mahal. Demikian juga sebaliknya, jika kurs riil rendah maka harga barang-barang luar negeri menjadi relatif lebih mahal, dan harga barang-barang domestik menjadi lebih murah (Mankiw, 2007).

2.2.4.5.Kebijakan Perdagangan “International Rubber Consortium Limited” (IRCo)

Pemerintah Thailand, Indonesia dan Malaysia telah sepakat mendirikan perusahaan patungan karet alam bernama “International Rubber Consortium Limited (IRCo)” untuk mengatasi merosotnya harga karet alam, Kesepakatan pendirian perusahaan patungan IRCo ini telah tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) yang ditanda-tangani oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI, Menteri Agriculture and Cooperatives Thailand dan Menteri Primary Industries Malaysia pada tanggal 8 Agustus 2002 di Bali.

IRCo berfungsi sebagai pelengkap dari skema penyeimbang harga yang lain, yaitu Supply Management Scheme (SMS) dan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) sebagaimana disepakati dalam “Joint Ministerial Declaration (Bali Declaration) 2001”, yaitu melaksanakan kegiatan strategic marketing yang meliputi pembelian dan penjualan karet alam.

(38)

dan Pemerintah Malaysia (Memorandum of Understanding-MoU among The Government of the Kingdom of Thailand, The Government of Malaysia and the Government of the Republic of Indonesia on Rubber Cooperation), telah diadakan beberapa kali Pertemuan Tingkat Pejabat Senior (Senior Officials Meeting-SOM), terakhir Pertemuan SOM ke-13 yang diadakan pada tanggal 30-31 Juli 2003 di Jakarta dan Mini SOM tanggal 1 Oktober 2003 di Bangkok, guna menyelesaikan dokumen-dokumen penting yang diperlukan dalam pendirian IRCo. Dokumen-dokumen dimaksud antara lain Shareholders Agreement (SA), Memorandum of Association (MoA), dan Articles of Association (AoA).

1) Mekanisme Operasi IRCo

Mekanisme beroperasinya IRCo, secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Apabila harga karet alam pada suatu saat turun hingga menyentuh pada tingkat reference price yang telah disepakati, maka perlu dilaksanakannya langkah-langkah Supply Management Scheme (SMS) dan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS)*.

(Dalam “Joint Ministerial Declaration (Bali Declaration) 2001”, ketiga negara telah sepakat melaksanakan pengurangan produksi sebesar 4% setiap tahunnya dalam jangka waktu tertentu melalui mekanisme SMS, dan melakukan pengurangan ekspor sebesar 10% melalui mekanisme AETS. Kebijakan AETS dan SMS mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2002)

(39)

tingkat harga yang wajar sesuai reference price, maka perlu ada tindakan yang harus dilakukan oleh Board of Directors IRCo, yang salah satu diantaranya adalah melakukan pembelian karet alam.

2) Target IRCo

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya mengenai mekanisme beroperasinya IRCo, bahwa apabila harga karet alam turun hingga menyentuh pada tingkat reference price yang telah disepakati, maka perlu dilaksanakan langkah-langkah pengurangan produksi melalui Supply Management Scheme (SMS) dan pengurangan ekspor melalui Agreed Export Tonnage Scheme (AETS). Selanjutnya, bilamana harga karet alam terus menurun secara drastis dan mekanisme SMS maupun AETS tidak berhasil mengangkat harga pada tingkat yang wajar sesuai reference price, maka perlu ada tindakan yang harus dilakukan oleh IRCo, yaitu melakukan pembelian karet alam. Sebaliknya bila harga karet cenderung terus meningkat karena IRCo telah melakukan operasi beli, maka pada tingkat reference price yang telah ditentukan, IRCo harus segera melakukan operasi jual sejumlah stock karet yang ada.

Harga karet alam yang terlalu tinggi akan membawa dampak yang tidak baik bagi pengembangan industri yang menggunakan bahan baku dari karet alam di dalam negeri (negara-negara produsen), seperti ban mobil/sepeda motor. Terlalu tingginya harga bahan baku karet alam, akan meningkatkan biaya produksi.

(40)

hal ini terjadi, maka akan mengakibatkan permintaan karet alam berkurang, dan untuk mengambalikan permintaan pada posisi semula, akan membutuhkan waktu yang cukup lama.

Hal yang perlu dicermati pula adalah bahwa meski harga minyak bumi melonjak tajam, yang dampaknya akan meningkatkan harga karet sintetis, bukan berarti konsumen akan beralih ke karet alam. Oleh karena itu, dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, IRCo harus jeli dan dapat menentukan reference price pada tingkat yang menguntungkan. Tingkat harga minimal sama dengan harga sebelum terjadinya krisis moneter (US 102,75 cent/kg). Hal yang lebih penting lagi, bahwa bilamana target harga tersebut dapat dicapai, diharapkan akan dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

Pertemuan Tingkat Menteri di Bangkok pada tanggal 9 Maret 2004 telah disepakati bahwa referensi harga FOB karet alam adalah US $ 1,10/kg. Mengingat harga karet alam saat itu masih di atas US $ 1,10/kg, yaitu berkisar antara US $ 1,25 hingga US $ 1,30 per kg, maka tidak perlu ada tindakan apapun dari pemerintah maupun IRCo. Apabila harga karet alam nantinya turun hingga menyentuh US $ 1,10, maka perlu dilaksanakan langkah SMS dan AETS.

2.3. Kerangka Penelitian

(41)

tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 nilai ekspor karet mengalami penurunan, setelah itu nilai ekspor karet kembali naik pada tahun 2010.

Karet Indonesia di ekspor ke berbagai belahan dunia. Permintaan akan ekspor Indonesia terbesar berturut-turut adalah Amerika, Cina dan Jepang. Adanya perbedaan nilai dan volume ekspor ke berbagai negara dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti nilai PDB Indonesia, nilai PDB negara importir, jumlah populasi, adanya perbedaan jarak dan nilai tukar riil.

Penentuan kemana prioritas utama dan faktor apa yang memengaruhi nilai ekspor karet perlu untuk diteliti. Adapun pengaruh jarak dalam penelitian adalah negatif karena semakin jauh jarak maka biaya yang semakin tinggi, sehingga akan mengurangi keuntungan bila dilakukan kegiatan ekspor maupun impor dari negara tersebut. Pada variabel PDB Indonesia dan PDB negara tujuan juga memiliki pengaruh yang positif dan signifikan karena PDB menunjukkan kemampuan suatu negara untuk memproduksi barang dan jasa sehingga, bila dilakukan kegiatan ekspor ke negara yang memiliki PDB yang tinggi maka dapat meningkatkan nilai ekspor karet Indonesia.

(42)

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan penelitian terdahulu maka disimpulkan hipotesis penelitian sebagai berikut :

Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, Produk Domestik Bruto (PDB) negara tujuan, populasi negara tujuan, dan kebijakan perdagangan IRCo berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume ekspor karet Indonesia sedangkan nilai tukar riil negara importir dan jarak Indonesia dengan negara tujuan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai ekspor karet Indonesia.

Nilai PDB Indonesia (+)

Jarak (-)

Jumlah Populasi Negara Importir (+) Nilai PDB Negara Importir (+)

Nilai Tukar Riil Negara Importir (-) Kebijakan IRCo (+)

Nilai Ekspor Karet Indonesia

Keterangan:

berpengaruh signifikan (+) berpengaruh positif (-) berpengaruh negatif

(43)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Pemilihan Lokasi

Lokasi penelitian yang dipilih adalah Indonesia. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) berdasarkan data dari organisasi perdagangan Internasional yaitu International Trade Centre UNCTAD dan WTO bahwa Indonesia merupakan negara pengekspor karet terbesar kedua di dunia.

Tabel 1. Negara-Negara Utama Eksportir Karet Dunia

No Negara Nilai (000) US$

1. Thailand 2.796.770

2. Indonesia 1.494.620

3. Malaysia 942.829

4. Vietnam 270.890

5. Singapura 194.593

Sumber : www.nationmaster.com (2013)

3.2. Metode Penentuan Sampel

Metode penentuan sampel dalam penelitian ini adalah secara purposive (sengaja). Sampel ditentukan berdasarkan pada nilai ekspor karet Indonesia terbesar ke negara tujuan dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2010. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik negara tujuan ekspor karet Indonesia yang dipilih adalah Amerika Serikat, Jepang, Cina dan Singapura.

(44)

Tabel 2. Nilai Total Ekspor Karet Indonesia ke Berbagai Negara Tujuan (2001-2010)

Negara Tujuan Nilai Total (juta US$)

Amerika 10.523,00

Jepang 4.989,20

Cina 4.490,40

Singapura 1.719,20

Korea Selatan 802,50

Jerman 600,00

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2011

Berdasarkan Tabel 2. Dapat dilihat bahwa Indonesia memperoleh volume ekspor karet tertinggi dari hasil perdagangan dengan Amerika, yaitu nilai 10.523,00 juta US$. Sedangkan perolehan nilai ekspor karet tertinggi kedua bersumber dari perdagangan karet Indonesia dengan negara Jepang dengan perolehan devisa sebesar 4.989,20 juta US$ dan di urutan ketiga dan keempat berturut-turut adalah Cina dan Singapura sebesar 4.490,40 juta US$ dan 1.719,20 juta US$.

3.3. Metode Pengumpulan Data

(45)

Tabel 3. Variabel dan Sumber Data Penelitian

Variabel Sumber Data

Nilai ekspor karet Indonesia Statistik Indonesia, Badan Pusat Statistik (berbagai tahun terbit)

Produk domestik bruto/GDP Penn World Table 7.1 University of Pennylvania

Jarak geografis

Populasi Penn World Table 7.1 University of Pennylvania Nilai tukar riil Penn World Table 7.1 University of Pennylvania

3.4. Metode Analisis Data

3.4.1. Model Penelitian

Penelitian ini akan menganalisis nilai dan signifikansi pengaruh variabel bebas Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, PDB negara tujuan ekspor karet Indonesia, populasi negara tujuan ekspor karet Indonesia, jarak, nilai tukar riil negara tujuan ekspor karet Indonesia, dan kebijakan “IRCo”. Adapun model yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

Ln ���� = β0+ β1ln���+ β2ln��� + β3ln��� + β4ln��� + β5����

j = (1,…,N); negara tujuan utama ekspor karet Indonesia

I = Indonesia importir-j pada tahun-t (km)

������ = nilai tukar riil negara importir-j pada tahun-t

D1 = Dummy variabel kebijakan perdagangan karet Reference Price

1 = Tahun-tahun setelah pemberlakuan Reference Price 0 = Tahun-tahun sebelum pemberlakuan Reference Price

(46)

3.4.2. Analisis Regresi Data Panel (Regression of Pooled Data)

Metode yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor karet Indonesia ke negara tujuan utama dilakukan dengan model regresi least squares pooled data dengan beberapa teknik, salah saatunnya teknik Model Efek Random (Random Effect Model, REM).

− Model Efek Random (Random Effect Model, REM)

Penaksiran model regresi data panel Random Effect akan menghasilkan model regresi dengan error term yang terdiri dari dua komponen, yaitu komponen cross section spesifik perusahaan dan komponen error. Komponen error merupakan kombinasi time series error dan cross section error. Asumsi error component model atau random effect model adalah komponen error tidak berkorelasi satu sama lain dan tidak autokorelasi antara cross section dan time series. Perbedaan penting antara fixed effect model (FEM) dan random effect model (REM) adalah pada FEM setiap unit cross section mempunyai nilai titik potong tetap dari semua observasi N, sedangkan pada REM nilai titik potong b0

menjelaskan nilai rata-rata semua titik potong cross section dan komponen error menjelaskan deviasi titik potong anggota panel dari nilai rata-rata. Komponen error ini tidak diamati atau unobservable or latent variable. Oleh sebab itu asumsi di atas harus mengikuti: E(Eit) = 0 dan var(Eit) = σ2ε + σ2e dan σ2e = 0. Asumsi

homoskedastisitas dari Eitmenunjukkan korelasi antara E(εitεjs), yaitu:

corr (Eit, Eis) =

3.4.3 Pemilihan Model

(47)

Model (FEM) yang akan dipilih untuk estimasi data dapat dilakukan dengan uji F- test atau uji Chow Test.

− Uji Haussman (Haussman Test)

Pengujian ini dilakukan untuk menentukan apakah model fixed effect atau random effect yang dipilih. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:

H0: Model Random Effect

H1: Model Fixed Effect

Dasar penolakan H0 adalah dengan menggunakan pertimbangan statistik Chi

Square. Jika Chi Square statistik > Chi Square table maka H0 ditolak (model yang

digunakan adalah Fixed Effect), dan sebaliknya.

Manurung, Manurung dan Saragih (2005) dalam tulisannya meyebutkan ada empat pertimbangan pokok untuk memilih FEM dan REM, yaitu:

1. Jika jumlah time series (T) besar dan jumlah cross section (N) kecil maka nilai taksiran parameter berbeda kecil, sehingga pilihan didasarkan pada kemudahan perhitungan, yaitu FEM.

2. Bila N besar dan T kecil penaksiran dengan FEM dan REM menghasilkan perbedaan yang signifikan. Pada REM diketahui bahwa α0i = α0 + εi, di

mana εi adalah komponen acak cross section, pada FEM diperlakukan α0

adalah tetap atau tidak acak. Bila diyakini bahwa individu atau cross section tidak acak maka FEM lebih tepat, sebaliknya jika cross section acak maka REM lebih tepat.

3. Jika komponen error εi individu berkorelasi maka penaksir REM adalah

(48)

4. Jika N besar dan T kecil serta asumsi REM dipenuhi maka penaksir REM lebih efisien dari penaksir FEM.

Apabila pada model efek tetap, perbedaan individu dan atau antarwaktu dicerminkan melalui intercept, maka pada model efek random, perbedaan tersebut diakomodasi lewat error. Teknik ini juga memperhitungkan bahwa error mungkin berkorelasi sepanjang time series dan cross section.

3.4.4 Uji Hipotesis

3.4.4.1 Menentukan Kriteria Pengujian

Kriteria pengujian adalah bentuk pembuatan keputusan dalam menerima atau menolak hipotesis nol (H0) dengan cara membandingkan nilai α tabel

distribusinya (nilai kritis) dengan nilai uji statistiknya, sesuai dengan bentuk pengujiannya. Penerimaan H0 terjadi jika nilai uji statistiknya lebih kecil atau

lebih besar daripada nilai positif atau negatif dari α tabel. Atau nilai uji statistik

berada di luar nilai kritis.

Penolakan H0 terjadi jika nilai uji statistiknya lebih besar atau lebih kecil

daripada nilai positif atau negatif dari α tabel. Atau nilai uji statistik berada di

dalam nilai kritis.

− Pengujian Hipotesis Individual (Uji-t)

(49)

Untuk menetukan atau menolak atau tidak menolak sebuah hipotesis nol berdasarkan perhitungan nilai-t, digunakan nilai kritis-t. Menurut Sarwoko (2005) nilai kritis-t adalah nilai yang membedakan daerah penerimaan dari daerah penolakan. Nilai kritis-t dapat dilihat dari table-t. Aturan keputusan uji-t adalah sebagai berikut “Menolak H0 jika  th  > tt dan jika tanda yang dimiliki oleh

koefisien seperti dinyatakan dalam hipotesis alternatif. Tidak menolak jika sebaliknya”.

− Pengujian Hipotesis Serempak (Uji F)

Uji F adalah suatu cara menguji hipotesis nol yang melibatkan lebih dari satu koefisien. Untuk menunjukkan bahwa kecocokan secara keseluruhan pada persamaan hasil estimasi adalah signifikan, maka kita harus dapat menolak hipotesis nol ini menggunakan uji F.

Keputusan menggunakan uji F adalah menolak hipotesi nol apabila nilai F hasil hitung estimasi persamaan lebih besar daripada nilai kritis F atau “menolak Ho jika F > Ft dan Tidak Menolak H0 jika F < Ft.

3.4.4.2 Koefisien-Koefisien Regresi

− Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi adalah ukuran variasi total pada peubah tak bebas yang dapat dijelaskan oleh hubungannya dengan peubah bebas. Koefisien determinasi juga disebut sebagai R2. Batas nilai r antara -1 dan 1, tanda minus terjadi kalau Σxiyi memberikan nilai minus. Nilai terkecil (minimum) r2 adalah nol

(0) terjadi kalau Σei2 = Σyi2, yaitu kalau garis regresi =Y dan explained variation

(50)

Untuk menghitung koefisien determinasi digunakan rumus sebagai berikut:

R2 = ���

���……….(7)

SSE (Sum of Square Error) menunjukkan jumlah total kuadrat peubah tak bebas yang tidak dijelaskan oleh garis regresi kuadrat terkecil. Sedangkan SSR (Sum of Square Regression) merupakan jumlah total kuadrat yang dapat dijelaskan oleh garis regresi sedangkan TSS (Total Sum of Square) merupakan jumlah SSE dan SSR.

3.4.5 Uji Asumsi Klasik

− Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Asumsi dalam autokorelasi adalah:

E(r ui uj) = o atau Con (uiuj) = 0 (i tidak sama dengan j)………...(8)

Untuk menguji Autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Waston (DW), yaitu jika nilai DW terletak antara du dan (4 – dU) atau du ≤ DW ≤ (4 – dU) berarti bebas dari Autokorelasi, sebaliknya jika nilai DW < dL atau DW > (4 – dL) berarti terdapat Autokorelasi. Nilai dL dan dU dapat dilihat pada tabel Durbin Watson, yaitu nilai dL ; dU ; α ; n ; (k – 1) dimana n adalah jumlah sampel, k adalah jumlah variabel, dan α adalah taraf signifikan (Sarwoko, 2005).

(51)

1) Autorelasi akan meningkatkan varian pada distribusi b.

2) Autokorelasi menyebabkan OLS menaksir terlalu rendah terhadap Standar Error Koefisien.

− Uji Multikolinearitas

Multikolinieritas adalah masalah yang timbul pada regresi linier apabila terdapat suatu hubungan atau ketergantungan linier di antara beberapa atau semua dari peubah-peubah bebas. Jika peubah-peubah bebas tersebut saling berkorelasi, maka akan sangat sulit untuk memisahkan pengaruh mereka masing- masing terhadap peubah tak bebas dan untuk mendapatkan penaksir yang baik bagi koefisien-koefisien regresi.

Masalah multikolinieritas seperti ini mungkin juga terdapat dalam analisis regresi sederhana. Masalah kolinieritas yang sempurna pada regresi linear sederhana terjadi jika nilai Xi yang diamati itu sama dengan X rata-rata.

Secara ekstrim, ada kemungkinan terjadi 2 peubah bebas atau lebih yang mempunyai hubungan yang sangat kuat sehingga pengaruh masing-masing peubah tersebut terhadap Y sukar untuk dibedakan.

Akibat dari multikolinieritas adalah :

a. Apabila hubungan tersebut sempurna, maka koefisien regresi parsial tak akan dapat diestimasi.

(52)

Priyatno (2009) menyebutkan bahwa ada beberapa metode untuk menguji multikolinearitas antara lain sebagai berikut :

a. Dengan membandingkan nilai koefisien determinasi individual (r2) dengan nilai determinasi serentak (R2). Dengan kriteria pengujian adalah sebagai berikut :

- Jika r2 > R2, maka terjadi multikolinearitas - Jika r2 < R2, maka tidak terjadi multikolinearitas

b. Dengan melihat nilai tolerance dan inflation factor (VIF) pada model regresi bahwa variabel yang menyebabkan multikolinearitas dapat dilihat dari tolerance yang lebih kecil dari 0,1 atau nilai VIF yang lebih besar dari 10.

Cara mengatasi masalah multikolinieritas antara lain :

a. Menggunakan apriori extraneous information. Metode ini dilakukan dengan menggantikan variabel-variabel bebas yang saling berkorelasi ke variabel baru. Namun penggunaan apriori extraneous information sangat bergantung pada beberapa hal misalnya jenis informasi yang ada, tujuan analisis, dan daya kaya khayal imajinasi peneliti karena tidak ada aturan yang tetap untuk hal tersebut.

b. Melakukan transformasi bentuk linier ke bentuk tak linier (model regresi polinomial).

(53)

d. Variance Inflation Factor: Salah satu cara sederhana untuk mendeteksi multikolinieritas adalah mengamati apakah korelasi antara peubah bebas X cukup besar. Cara lain yang lebih peka dan lebih formal untuk mendeteksi adanya multikolinieritas adalah variance inflation factor yang biasa disingkat VIF. VIF digunakan untuk mengukur seberapa besar perubahan varians koefisien apabila peubah bebas tidak saling berkorelasi.

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk keseragaman persepsi, dalam penulisan ini ditetapkan batasan-batasan operasional sebagai berikut:

1. Nilai ekspor karet Indonesia adalah nilai ekspor karet dalam berbagai bentuk olahan dari Indonesia ke negara Amerika serikat, Cina dan Jepang, masing-masing dari tahun 2001-2010, yang dinyatakan dalam juta US $. 2. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia adalah keseluruhan nilai tambah

bruto dari kegiatan perekonomian Indonesia,berdasarkan harga berlaku, dari tahun 2001-2010, yang dinyatakan dalam US $.

3. Produk Domestik Bruto (PDB) negara tujuan ekspor karet Indonesia adalah nilai produk domestik bruto negara Amerika Serikat, Cina, Jepang, dan Singapura, berdasarkan harga berlaku, masing-masing dari tahun 2001-2010, yang dinyatakan dalam US $.

4. Populasi negara importir adalah jumlah penduduk importir segala usia dari tahun 2001-2010, yang dinyatakan dalam jiwa.

(54)

6. Nilai tukar riil negara importir adalah nilai tukar riil mata uang negara importir karet Indonesia, yang dihitung berdasarkan harga domestik dan harga luar negeri berbagai dari tahun 2001-2010.

(55)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Data Penelitian

Penelitian ini meneliti tentang faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi nilai ekspor karet Indonesia mulai dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2010. Variabel dalam penelitian ini adalah jumlah populasi negara tujuan ekspor karet Indonesia, nilai Produk Domestik Bruto (PDB) negara tujuan ekspor karet Indonesia, nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, dan variabel sebelum dan sesudah penerapan kebijakan IRCo (International Rubber Consortium Limited). Deskripsi masing-masing variabel yang digunakan pada penelitian disajikan dalam bagian berikut ini.

4.1.1. Nilai Ekspor Karet Indonesia

Tanaman karet merupakan pengahasil devisa negara karena karet memberikan kontribusi yang sangat berarti yaitu sebagai sumber lapangan pekerjaan dan berperan penting dalam mendorong pertumbuhan sentra-sentara ekonomi baru di wilayah pengembangan tanaman karet. Pendapatan yang diberikan kepada negara dalam bentuk berbagai jenis pajak dan pungutan perusahaan (Deptan, 2007). Perkebunan karet di Indonesia juga memberikan manfaat di dalam bidang lingkungan, sebagai sumber penyerapan CO2 dan

penghasil O2.

(56)

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

USA 282 387 520 685 804 1040 1220 1550 613 1570

Jepang 83 137 189 220 216 525 659 974 444 954

Cina 30 21 82 192 263 546 610 813 657 1270

negara Amerika Serikat, Cina, Jepang dan Singapura yang dinyatakan dalam juta US $ mulai dari Tahun 2001 sampai dengan Tahun 2010. Besaran nilai ekspor karet Indonesia pada msing-masing negara tersebut dapat dilihat pada Gambar 7

Sumber : Badan Pusat Statitik (BPS), 2011

Gambar 7. Nilai Ekspor Karet Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan Tahun 2001-2010

(57)

4.1.2. Populasi Negara Tujuan Ekspor Karet Indonesia

Populasi negara tujuan menggambarkan besaran permintaan terhadap ekspor karet dari Indonesia ke negara tujuan. Pertambahan populasi akan meningkatkan permintaan komoditi ekspor dari negara importir yang dapat membuat nilai dan jumlah komoditi yang akan diperdagangkan antar kedua negara semakin besar. Hal ini dapat terjadi akibat permintaan yang meningkat terhadap kebutuhan bahan baku karet untuk diolah menjadi berbagai produk untuk kebutuhan penduduk itu sendiri, maupun diolah kembali menjadi bentuk lain.

Populasi penduduk negara tujuan ekspor dan nilai ekspor karet Indonesia dapat dilihat pada Gambar 8.

Sumber: Penn World Table 7,1 University of Pennsylvania, 2011

Gambar 8. Populasi Negara Tujuan Ekspor Karet Indonesia Tahun 2001-2010

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Amerika 284.9 287.6 290.1 292.8 295.5 298.3 301.2 304.0 306.7 309.3

Jepang 127.1 127.4 127.7 127.7 127.7 127.7 127.7 127.7 127.5 127.4

Cina 1271. 1280. 1288. 1296. 1303. 1311. 1317. 1324. 1331. 1337.

(58)

Berdasarkan Gambar 8 dapat diketahui bahwa jumlah populasi negara terbesar adalah negara Cina dengan jumlah populasi penduduk sebesar 1.337 juta jiwa pada Tahun 2010, sedangkan yang terendah adalah negara Singapura dengan jumlah penduduk pada Tahun 2010 sebesar 5,08 juta jiwa.

4.1.3. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia

Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara adalah ukuran kapasitas untuk memproduksi komoditas ekspor negara tersebut Salvatore (1997). Semakin besar kapasitas produksi suatu negara maka akan menentukan perkembangan ekonomi suatu negara. Jika pesentase pertumbuhan PDB negara tersebut positif menunjukkan bahwa keadaan kapasitas untuk memproduksi komoditi ekspor sedang mengalami peningkatan. Nilai dan perkembangan PDB Indonesia dapat dilihat pada Gambar 9.

Sumber : Penn World Table 7,1 University of Pennsylvania, 2011

Gambar 9. Nilai PDB Negara Indonesia (Milyar US $) Tahun 2001-2010 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

(59)

Berdasarkan Gambar 9, rata-rata PDB Indonesia dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2010 adalah sebesar US $ 368 milyar dengan pertumbuhan rata-rata dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2010 adalah 15,05 persen. Persentase pertumbuhan PDB Indonesia tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 23,79 persen sedangakan Persentase pertumbuhan PDB Indonesia terendah terjadi pada tahun 2009.

4.1.4. Produk Domestik Bruto (PDB) Negara Tujuan Ekspor Karet Indonesia

PDB dari negara eksportir dan importir memiliki hubungan yang positif dengan perdagangan bilateral (Yuniarti, 2008). PDB dari negara eksportir mengukur kapasitas produksi negara tersebut. Gambar 10 akan menunjukkan nilai negara tujuan terhadap nilai ekspor Indonesia.

Sumber: Penn World Table 7,1 University of Pennsylvania

Gambar 10. Nilai PDB Negara Tujuan Ekspor Karet Indonesia (Juta US $) Tahun 2001-2010

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Series 1 10.23 10.59 11.09 11.80 12.56 13.31 13.96 14.22 13.86 14.45 Series 2 4.16 3.98 4.30 4.66 4.57 4.36 4.36 4.85 5.04 5.49 Series 3 1.32 1.45 1.64 1.93 2.26 2.71 3.49 4.52 4.99 5.93 Series 4 0.09 0.09 0.09 0.11 0.12 0.14 0.17 0.17 0.18 0.21

(60)

Gambar 10 menunjukkan bahwa diantara keempat negara, Amerika Serikat merupakan negara dengan PDB tertinggi yaitu sebesar US $ 14.447 juta pada Tahun 2010 sedangkan negara dengan PDB terendah adalah negara Singapura yaitu sebesar US $ 0,213 juta pada Tahun 2010. Hal ini dapat menunjukkan bahwa jika PDB negara tujuan ekspor karet besar maka ada kecenderungan negara tersebut meningkatkan terhadap permintaan karet Indonesia.

4.1.5. Nilai Tukar Riil (Real Effective Exchange Rate/REER)

Nilai tukar riil suatu negara berbanding terbalik dengan jumlah ekspor dan berbanding lurus dengan jumlah impor negara tersebut. Nilai tukar riil suatu negara tinggi (apresiasi) maka harga barang-barang domestik negara tersebut menjadi relatif lebih mahal dibandingkan dengan barang-barang luar negeri, sehingga negara tersebut akan meningkatkan jumlah ekspornya sebaliknya jika nilai tukar riil suatu negara rendah (depresiasi) maka harga barang-barang luar negeri relatif lebih mahal, sedangkan harga barang-barang domestik menjadi lebih

mahal sehingga negara tersebut akan meningkatkan jumlah impornya (Mankiw, 2007). Nilai tukar riil negara tujuan ekspor karet Indonesia dapat dilihat

(61)

Gambar 11. Nilai Tukar Riil (REER) Negara Tujuan Ekspor Karet Indonesia Tahun 2001 – 2010

Sumber: Penn World Table 7,1 University of Pennsylvania

Gambar 11 menunjukkan fluktuasi nilai tukar riil negara Amerika Serikat, Jepang, Cina dan Singapura dari Tahun 2001 sampai dengan Tahun 2010. Nilai tukar riil tertinggi adalah nilai tukar riil negara Cina sebesar 118,6 pada Tahun 2010 sedangkan nilai tukar riil yang terendah yaitu Amerika sebesar 91,42.

4.1.6. Jarak Antara Indonesia dengan Negara Tujuan Ekspor Karet Indonesia

Jarak merupakan variabel yang akan dapat meningkatkan biaya ekspor. Apabila jarak semakin jauh, ada kemungkinan biaya yang diperlukan untuk transportasi akan meningkat. Jarak geografis antara Indonesia dengan negara tujuan utama ekspor karet Indonesia, yaitu negara Amerika Serikat, Jepang, Cina dan Singapura, dapat dilihat pada Tabel 4.

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Amerika 113.8 113.6 106.3 101.3 100.0 99.43 94.74 91.01 95.12 91.42

Jepang 112.3 104.6 105.5 106.6 100.0 90.58 83.21 90.10 101.5 102.7

Cina 113.2 110.5 103.3 100.5 100.0 101.5 105.5 115.2 119.2 118.6

Gambar

Gambar 1. Nilai Ekspor Karet Indonesia dari Tahun 2001-2010 (juta US $)
Gambar 3. Kurva Kemungkinan Produksi
Gambar 4. Hubungan Pertumbuhan Populasi dengan Perdagangan
Gambar 5. Hubungan Pertumbuhan Populasi dengan Pertumbuhan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel yang digunakan dalam analisis metode panel adalah data volume ekspor biji pala ke negara tujuan (kg), data Produk Domestik Bruto perkapita riil negara tujuan ekspor

Hasil pengolahan menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan ekspor karet alam Indonesia di Negara Cina adalah harga ekspor karet alam Indonesia ke Cina

Variabel yang digunakan dalam analisis metode panel adalah data volume ekspor biji pala ke negara tujuan (kg), data Produk Domestik Bruto perkapita riil negara tujuan ekspor

Wansbeek and Kapteyn estimator of component variances White cross-section standard errors &amp; covariance (d.f. corrected) WARNING: estimated coefficient covariance matrix is

Hasil pengolahan menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan ekspor karet alam Indonesia di Negara Cina adalah harga ekspor karet alam Indonesia ke Cina

Pada variabel PDB Indonesia dan PDB negara tujuan juga memiliki pengaruh yang positif dan signifikan karena PDB menunjukkan kemampuan suatu negara untuk memproduksi barang dan

Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor karet alam Indonesia adalah : volume produksi karet alam domestik, konsumsi karet alam domestik, nilai tukar Rupiah terhadap

Pengaruh Inflasi, Kurs, dan Produk Domestik Bruto Secara Simultan Terhadap Ekspor Tembakau Di Indonesia Berdasarkan data sebelumnya, Variabel Inflasi X1, Kurs X2, dan PDB X3 secara