• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Perkembangan Anakan Kuntul Besar (Egretta alba) dan Kuntul Kecil (Egretta garzetta) Di Kawasan Tambak Tanjung Rejo Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik Perkembangan Anakan Kuntul Besar (Egretta alba) dan Kuntul Kecil (Egretta garzetta) Di Kawasan Tambak Tanjung Rejo Sumatera Utara"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN ANAKAN KUNTUL

BESAR (

Egretta alba

) DAN KUNTUL KECIL (

Egretta garzetta

)

DI KAWASAN TAMBAK TANJUNG REJO SUMATERA

UTARA

SKRIPSI

OLEH

DIAN LESTARI 100805017

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN ANAKAN KUNTUL

BESAR (

Egretta alba

) DAN KUNTUL KECIL (

Egretta garzetta

)

DI KAWASAN TAMBAK TANJUNG REJO SUMATERA

UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

OLEH

DIAN LESTARI 100805017

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

i

PERSETUJUAN

Judul : Karakteristik Perkembangan Anakan Kuntul Besar (Egretta alba) dan Kuntul Kecil (Egretta garzetta) Di Kawasan Tambak Tanjung Rejo Sumatera Utara

Kategori : Skripsi

Nama : Dian Lestari

Progam Studi : Sarjana (S1) Biologi Nomor Induk Mahasiswa : 100805017

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juni 2015

Komisi Pembimbing:

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dr. T. Alief Aththorick, M.Si Dr. Erni Jumilawaty, M.Si NIP. 19690919 199903 1 002 NIP. 19700102 199702 2 001

Disetujui Oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

(4)

ii

PERNYATAAN

KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN ANAKAN KUNTUL

BESAR (

Egretta alba

) DAN KUNTUL KECIL (

Egretta garzetta

)

DI KAWASAN TAMBAK TANJUNG REJO SUMATERA

UTARA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2015

(5)

iii

PENGHARGAAN

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakteristik Perkembangan Anakan Kuntul Besar (Egretta alba) Dan Kuntul Kecil (Egretta garzetta) Di Kawasan Tambak Tanjung Rejo Sumatera Utara”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains pada Fakultas MIPA USU Medan.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu. Dr. Erni Jumilawaty, M.Si selaku pembimbing 1dan Bapak Dr. T. Alief Aththorick, M.Si selaku pembimbing 2 yang telah memberi bimbingan dan banyak masukan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepadaBapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed dan Bapak Drs. M. Zaidun Sofyan, M.Si selaku penguji yang telah memberi banyak masukan dan arahan dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA, USU dan Ibu Dr. Saleha Hanum, M.Si selaku Sekretaris Departemen Biologi FMIPA, USU, serta Staf Pengajar Departemen Biologi, FMIPA, USU. Ibu Roslina Ginting dan Bang Erwin selaku Staf Pegawai Departemen Biologi, FMIPA USU.

Ucapan terima kasih terbesar, penulis sampaikan kepada Ayahanda Tercinta Mhd. Yakub lubis dan Ibunda tercinta Mega Murni Siregar yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, kesabaran, perhatian, pengorbanan dan kasih sayang yang begitu besar kepada penulis. Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan dan umur yang berkah. Skripsi ini penulis hadiahkan kepada Kedua orang tua yang senantiasa tulus dan sabar mengasihi dan menyangi penulis, penulis berjanji selalu menjadi yang terbaik dan membanggakan. Terima kasih kepada abanganda Indra Satria Luhur Lubis S.Sos dan kakanda Emmi Riana Hsb Amd. dan Aisyah Indah Ramadhani Lubis Am.Keb. Serta Kedua adik tercina Diniya Maya Sari Lubis dan Mhd. Andreza Luhur Lubis, dan juga sepupu sayang Rima Amalia Siregar S.T yang telah memberikan doa dan dukungannya kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh keluarga besar penulis.

(6)

iv

Akhirnya dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan ketulusan kita dengan balasan yang setimpal. Amin Ya Rabbal Alamin.

Medan, Mei 2015

(7)

v

KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN ANAKAN KUNTUL BESAR (Egretta alba) DAN KUNTUL KECIL (Egretta garzetta) DI KAWASAN

TAMBAK TANJUNG REJO SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang Karakteristik Perkembangan Anakan Kuntul Besar (Egretta alba) dan Kuntul Kecil (Egretta garzetta). Penelitian ini dilakukan di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo Sumatera Utara Pada Bulan Oktober 2014 sampai Januari 2015. Penelitian ini menggunakan metode observasi langsung dengan studi pendahuluan. Sampel Kuntul Besar (n=13) dan Kuntul kecil (n=14) dengan pengamatan rutin (setiap 3 hari), anakan diukur berat badan (g), panjang culmen, tarsus, ulnar (cm) dengan membawa turun anakan dari sarang dimulai dari menetasnya anakan sampai anakan tidak dapat ditangkap lagi pada usia anakan 21 hari. Kedua Anakan Kuntul memiliki morfologi yang hampir sama, perbedaan terletak pada warna paruh. Perbedaan morfometrik kedua spesies ditemukan pada ukuran tubuh, panjang sayap, panjang kaki. Keduanya memiliki ukuran dan bahan penyusun sarang yang berbeda. Kuntul besar menyusun sarangnya dengan menggunakan bahan penyusun sarang yang lebih bervariasi (22 jenis) dibandingkan Kuntul kecil (13 jenis). Pemilihan pohon dan peletakan sarang kedua spesies berbeda, Kuntul besar memilih pohon yang cukup tinggi (tinggi 7-8 m dengan diameter 27,5-34,75 cm) dan meletakkan sarang pada puncak kanopi pohon sedangkan Kuntul kecil memilih pohon yang kuat dan rimbun (tinggi 5-7 m dengan diameter 24-63 cm) dan meletakkan sarang pada bagian pohon yang tertutupi kanopi (Subcanopy). Telur dari kedua spesies memiliki perbedaan ukuran panjang, lebar dan berat. Telur Kuntul besar memiliki PxL (48,50 x 36,65 mm) dan masa inkubasi 26-29 hari. Sedangkan untuk Kuntul kecil memiliki PxL (43,30 x 34,25) dan masa inkubasi 21-23 hari untuk Kuntul kecil, dengan interval peneluruan 1-4 hari. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan karakteristik perkembangan anakan dari kedua jenis kuntul. Dengan tipe perkembangan anakan yang sama yaitu Semialtricial.

(8)

vi

DEVELOPMENT CHARACTERISTICS OF GREAT EGRET (Egretta alba) AND LITTLE EGRET (Egretta garzetta) IN THE FISHPOND OF

TANJUNG REJO NORTH SUMATRA

ABSTRACT

Research about the characteristics of the development of nestling Great egret (Egretta alba) and Small egret (Egretta garzetta). This research was conducted in the Fishpond of Tanjung Rejo Region North Sumatra On Month October 2014 to January 2015. This study used direct observation with a preliminary study. Geat eget samples (n=13) and Little eget (n=14) with routine observations (every 3 days), tiller measured weight (g), length Culmen, tarsus, ulnar (cm) to bring down chicks from the nest starting from hatching chicks until the puppy can not be arrested again at seedling age 21 days. Both nymphs egets have similar morphology, the difference lies in the beak color. Morphometric differences between the two species are found in body size, wing length, leg length. Both have size and nest materials were different. Great egret nest compiled using nest building blocks are more varied (22 types) than Little eget (13 types). Selection of trees and laying nests of both species differ, great egrets choose a tree that is high (high 7-8 m and diameter 27,5 - 34,75 cm) and put the nest at the top of the tree canopy while Little egret choose a strong and lush trees in (high 5-7 m and diameter 24-63 cm) and laying nests in the tree-covered canopy (Subcanopy). The eggs of both species have different long, size and weight. The eggs Great egret have PxL (48,50 x 36,65 mm) and the incubation period is 26-29 days, while for Little egret have PxL(43,30 x 34,25 mm) and the incubation period is 21-23 days for a length spawn 1-4 day. The results showed differences in seedling gowth characteristics of both types of herons. With the same type of seedling development is Semialtricial.

(9)

vii

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bioekologi Kuntul 4

2.1.1. Klasifikasi Burung Kuntul 2.1.2. Ciri-ciri UmumKuntul

4 4

2.2 Tipe Perkembangan Burung 5

2.3 Karakteristik Habitat 7

2.4 Faktor Keberhasilan Dalam Perkembangbiakan 9

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi 11

3.2 Bahan dan Alat 11

3.3 Metoda

3.3.1. Studi Pendahuluan

3.3.2. Breeding Season (Musim Berbiak) 3.3.3. Studi Pendahuluan Anak Burung 3.3.4. Morfometrik Kuntul

3.3.5. Karakteristik Pohon Sarang 3.3.6. Karakteristik Sarang

3.4.2. Analisa Sarang, Telur dan Pohon 3.4.3. Analisa Deskriptif

(10)

viii

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Morfometik Kuntul Dewasa 16

4.2Karakteristik Pohon Sarang 18

4.3Karakteristik Sarang 22

4.4 Karakteristik Bahan Penyusun Sarang 24 4.5 Breeding Season (Musim Berbiak) dan Clutch Size Kedua 27 Spesies Kuntul

4.5.1. Musim Berbiak 27 4.5.2. Deskripsi Telur 27 4.5.3. Clucth Size dan Masa Pengeraman Kedua Spesies Kuntul 28 4.5.4. Perkembangan Anakan Kedua Spesies Kuntul 33 4.5.5. Perilaku Makan dan Makanan 40 4.5.6. Sebab-sebab Kematian 41

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 44

5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

45

46

(11)

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1 Perbandingan Ukuran Morfometri Kuntul besar(Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo tahun 2014

16

2 Perbedaan Morfologi Kuntul besar(Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta)di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

17

3 Jenis Pohon, Tinggi Sarang dan Tinggi Pohon Kuntul besar(Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta)di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

18

4 Karakteristik Pohon Sarang Kuntul besar(Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta)di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

20

5 Perbedaan Bentuk Sarang Kuntul besar(Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta)di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

22

6 Karakteristik Sarang Kuntul besar(Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

24

7 Karaktersitik Bahan Penyusun Sarang Kuntul besar(Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta)di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

25

8 Karakteristik Bahan Penyusun Sarang Kuntul besar(Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta)di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

26

9 Berat dan Ukuran Rata-Rata Telur Kuntul besar(Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta)di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

28

10 Karakteristik Perkembangan Tubuh Anakan Kuntul besar(Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta)di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

34

11 Perbedaan Anakan Kuntul besar(Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

(12)

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1 Sketsa anakan pecuk di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Februari-Juni 2001

6

2 A. Kuntul besar saat tidak berbiak &Kuntul besar saat berbiak. B. Kuntul kecil saat tidak berbiak &Kuntul kecil saat berbiak di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

16

3 Sarang dan telur A. Egretta alba dan B Egretta garzetta

di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

22

4 Karakteristik Ranting Penyusun Kuntul besar(Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

24

5 Telur Kuntul A. Kuntul besar, B. Kuntul kecil di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

27

6 Interval Peneluran Telur Kuntul besar(Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

29

7 Lama Pengeraman Telur Kuntul besar(Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

30

8 Interval Penetasan Telur Kuntul besar dan Kuntul kecil di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo,

30

9A Gafik Perkembangan Anakan Pertama Kuntul besar (Egretta alba) pada sarang No. 4 Besar di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

35

9B Gafik Perkembangan Anakan Kedua Kuntul besar(Egrettta alba) pada sarang No. 4 Besar di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

35

9C Gafik Perkembangan Anakan Ketiga Kuntul besar (Egretta alba) pada sarang No. 4 Besar di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

36

10A Gafik Perkembangan Anakan Pertama Kuntul kecil (Egretta garzetta) pada sarang No. 1 Besar di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

37

10B Gafik Perkembangan Anakan Kedua Kuntul kecil (Egretta garzetta) pada sarang No. 1 Besar di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

37

11A Gambar Perkembangan Anakan Kuntul besar (Egretta alba) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

39

11B Gambar Perkembangan Anakan Kuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

(13)

xi

12A Gafik Perkembangan Telur Kuntul besar(Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

41

12B Gafik Perkembangan Anakan Kuntul besar (Egretta

alba) danKuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

(14)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Karakteristik Pohon Sarang Kuntul besar (Egretta alba) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

49

2. Karakteristik Pohon Sarang Kuntul kecil(Egretta garzetta) di Kawasan Tambak DesaTanjung Rejo

50

3. Perbedaan Karakteristik Pohon Sarang Kuntul besar(Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

51

4. Karateristik Sarang Kuntul besar (Egretta alba) di kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

52

5. Karateristik Sarang Kuntul kecil(Egretta garzetta)di kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

53

6. Berat dan Ukuran Telur Kuntul besar(Egretta alba) Menurut Urutan Peneluran di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

54

7. Berat dan Ukuran Telur Kuntul kecil(Egretta garzetta) MenurutUrutan Peneluran di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

55

8. Pertumbuhan Anakan Kuntul besar (Egretta alba) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

56

9. Pertumbuhan Anakan Kuntul kecil(Egrettagarzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

57

10. Distribusi Berat Ranting Pada Sarang Kuntul besar (Egretta alba) danKuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

58

11. Distribusi Panjang Ranting Pada Sarang Kuntul besar (Egretta alba) danKuntul kecil (Egretta garzetta)di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

59

12. Distribusi Diameter Ranting Pada Sarang Kuntul besar (Egretta alba) danKuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

60

13. Foto Lokasi Penelitian 61

14. Foto Lampiran Anakan Kuntul besar (Egretta alba) 62 15. Foto Lampiran Anakan Kuntul kecil (Egretta garzetta) 63 16.

17.

Foto Kerja

Foto Jenis Pohon Tempat Bersarang dan Peletakan Sarang Pada Kedua Jenis Kuntul

(15)

v

KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN ANAKAN KUNTUL BESAR (Egretta alba) DAN KUNTUL KECIL (Egretta garzetta) DI KAWASAN

TAMBAK TANJUNG REJO SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang Karakteristik Perkembangan Anakan Kuntul Besar (Egretta alba) dan Kuntul Kecil (Egretta garzetta). Penelitian ini dilakukan di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo Sumatera Utara Pada Bulan Oktober 2014 sampai Januari 2015. Penelitian ini menggunakan metode observasi langsung dengan studi pendahuluan. Sampel Kuntul Besar (n=13) dan Kuntul kecil (n=14) dengan pengamatan rutin (setiap 3 hari), anakan diukur berat badan (g), panjang culmen, tarsus, ulnar (cm) dengan membawa turun anakan dari sarang dimulai dari menetasnya anakan sampai anakan tidak dapat ditangkap lagi pada usia anakan 21 hari. Kedua Anakan Kuntul memiliki morfologi yang hampir sama, perbedaan terletak pada warna paruh. Perbedaan morfometrik kedua spesies ditemukan pada ukuran tubuh, panjang sayap, panjang kaki. Keduanya memiliki ukuran dan bahan penyusun sarang yang berbeda. Kuntul besar menyusun sarangnya dengan menggunakan bahan penyusun sarang yang lebih bervariasi (22 jenis) dibandingkan Kuntul kecil (13 jenis). Pemilihan pohon dan peletakan sarang kedua spesies berbeda, Kuntul besar memilih pohon yang cukup tinggi (tinggi 7-8 m dengan diameter 27,5-34,75 cm) dan meletakkan sarang pada puncak kanopi pohon sedangkan Kuntul kecil memilih pohon yang kuat dan rimbun (tinggi 5-7 m dengan diameter 24-63 cm) dan meletakkan sarang pada bagian pohon yang tertutupi kanopi (Subcanopy). Telur dari kedua spesies memiliki perbedaan ukuran panjang, lebar dan berat. Telur Kuntul besar memiliki PxL (48,50 x 36,65 mm) dan masa inkubasi 26-29 hari. Sedangkan untuk Kuntul kecil memiliki PxL (43,30 x 34,25) dan masa inkubasi 21-23 hari untuk Kuntul kecil, dengan interval peneluruan 1-4 hari. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan karakteristik perkembangan anakan dari kedua jenis kuntul. Dengan tipe perkembangan anakan yang sama yaitu Semialtricial.

(16)

vi

DEVELOPMENT CHARACTERISTICS OF GREAT EGRET (Egretta alba) AND LITTLE EGRET (Egretta garzetta) IN THE FISHPOND OF

TANJUNG REJO NORTH SUMATRA

ABSTRACT

Research about the characteristics of the development of nestling Great egret (Egretta alba) and Small egret (Egretta garzetta). This research was conducted in the Fishpond of Tanjung Rejo Region North Sumatra On Month October 2014 to January 2015. This study used direct observation with a preliminary study. Geat eget samples (n=13) and Little eget (n=14) with routine observations (every 3 days), tiller measured weight (g), length Culmen, tarsus, ulnar (cm) to bring down chicks from the nest starting from hatching chicks until the puppy can not be arrested again at seedling age 21 days. Both nymphs egets have similar morphology, the difference lies in the beak color. Morphometric differences between the two species are found in body size, wing length, leg length. Both have size and nest materials were different. Great egret nest compiled using nest building blocks are more varied (22 types) than Little eget (13 types). Selection of trees and laying nests of both species differ, great egrets choose a tree that is high (high 7-8 m and diameter 27,5 - 34,75 cm) and put the nest at the top of the tree canopy while Little egret choose a strong and lush trees in (high 5-7 m and diameter 24-63 cm) and laying nests in the tree-covered canopy (Subcanopy). The eggs of both species have different long, size and weight. The eggs Great egret have PxL (48,50 x 36,65 mm) and the incubation period is 26-29 days, while for Little egret have PxL(43,30 x 34,25 mm) and the incubation period is 21-23 days for a length spawn 1-4 day. The results showed differences in seedling gowth characteristics of both types of herons. With the same type of seedling development is Semialtricial.

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Semua jenis organisme pada akhirnya akan mati. Akan tetapi, sebelum mati, organisme tersebut berusaha untuk mempunyai keturunan melalui proses perkembangbiakan sehingga kelangsungan hidup jenis organisme dapat dipertahankan. Kemampuan berkembang biak pada setiap jenis organisme berbeda, ada yang tinggi dan ada yang rendah. Organisme yang mempunyai banyak keturunan memiliki waktu hidup tidak lama. Sebaliknya, organisme yang mempunyai tingkat perkembangbiakan rendah mempunyai jumlah keturunan sedikit dan memerlukan waktu lama untuk berkembang biak. Beberapa jenis organisme yang hidup di bumi ini jumlah populasinya berbeda-beda, ada yang jumlah populasinya makin menurun, bahkan ada cenderung akan punah. Hal ini disebabkan tingkat perkembangbiakan rendah, kerusakan habitat atau perburuan oleh manusia. Untuk mempertahankan jenisnya, organisme selalu berusaha memperbanyak diri dengan berkembang biak (Kawaguchi, 2013).

Kesuksesan perkembangbiakan pada burung didefenisikan sebagai persentase jumlah anakan yang dapat terbang dari jumlah telur yang dihasilkan dalam satu musim berbiak. Perkembangbiakan dinilai sukses apabila anakan tetap

hidup hingga berumur 50 hari atau mampu terbang. Kegagalan perkembangbiakan dibagi ke dalam 4 kategori, yaitu: (i) telur hancur sebelum menetas, (ii) telur tidak menetas atau busuk, (iii) telur ditinggalkan dan tidak dierami oleh kedua induk, dan (iv) anakan mati atau hilang sebelum berumur 50 hari (Imanuddin dan Mardiastuti, 2003).

(18)

2

Pantai Percut Sei Tuan merupakan suatu kawasan yang terdiri dari hutan mangove, pantai berlumpur, daerah pertambakan dan pemukiman penduduk, dan secara administratif terletak di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Kawasan ini memiliki sumber kehidupan bagi beberapa jenis burung air karena kawasan ini memiliki lahan basah yang sangat penting sebagai tempat berbiak, sumber nutrisi, dan kebutuhan lain bagi burung air yang tersebar di kawasan itu. Burung air yang terdapat di kawasan Pantai Percut diantaranya burung Kuntul, yaitu Kuntul besar (Egretta alba) (Susanti, 2007).

Burung menempati habitat sesuai dengan keadaan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung kelangsungan hidupnya. Habitat yang sesuai bagi suatu spesies belum tentu sesuai untuk spesies yang lain, karena masing-masing menghendaki kondisi habitat yang berbeda (Alikodra, 1990).

Lokasi berbiak dan tempat bersarang (breeding site) burung air dari famili Ardeidea dan Phalacrocoracidae adalah merupakan areal tambak. Vegetasi dominan yang ditemukan di areal ini adalah jenis Xylocarpus ganatum (nyiri),

Rhizophora apiculata dan Rhizophora mucronata (bakau hitam). Sebagian besar lahan persawahan yang terdapat disekitar areal pengamatan telah dijadikan lahan tempat memancing warga sekitar. Wilayah ini juga sering dijadikan sebagai lokasi berburu burung air (Susanti, 2007).

Menurut Alikodra (1990) umumnya habitat dapat mengalami perubahan

struktur dan ketersediaan pakan yang disebabkan oleh kondisi musiman. Pergantian dan perubahan habitat seperti aliran sungai dan rawa-rawa, terutama di daerah kering atau selama musim kemarau, maupun kawasan hutan merupakan tempat yang menarik bagi burung, baik sebagai habitat maupun tempat untuk mencari makan.

(19)

Jumlah predator dan parasit dalam suatu habitat, yang dapat mempengaruhi kesuksesan perkawinan, dan perkembangan. Populasi yang terisolasi terjadi pada pembagian habitat yang lebih rentan terhadap peristiwa bencana, baik dari alam maupun dari buatan manusia (Wells, 2008).

1.2Rumusan Permasalahan

Kawasan tambak Tanjung Rejo merupakan kawasan breeding season

(Musim berbiak) berbagai jenis burung, kawasan ini banyak ditanami tumbuhan mangove yang cocok sebagai tempat burung untuk bersarang dan membesarkan anak. Sedikitnya terdapat tujuh jenis burung pada kawasan ini, diantaranya burung Kuntul besar dan Kuntul kecil. kawasan ini merupakan tempat yang ramai pengunjung seperti areal tambak, tempat memancing, dan perkebunan bagi masyarakat sekitar yang dapat mempengaruhi perkembangan anakan burung, sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap karakteristik perkembangan anakan burung di daerah tambak Tanjung Rejo.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini ialah:

a. Untuk mengetahuiperbedaan morfologi dalam pertumbuhan dan perkembangan anakan dari kedua spesies Kuntul di Kawasan Tambak Tanjung Rejo.

b. Untuk mengetahui faktor lingkungan yang mempengaruhi karaktersitik perkembangan anakan dari kedua spesies Kuntul di Kawasan Tambak Tanjung Rejo.

1.4Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:

a. Memberikan informasi tentang gambaran karaktersitik perkembangan anakan burung Kuntul besar dan Kuntul kecil.

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bioekologi Kuntul

2.1.1 Klasifikasi Burung Kuntul

Burung kuntul termasuk ordo Ciconiiformes dan famili Ardeidae (Mackinnon, 1993). klasifikasi Kuntul besar (Egretta alba) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Vertebrata Class : Aves

Subclass : Neornithes Ordo : Ciconiiformes Family : Ardeidae Genus : Egetta Spesies : Egretta alba

Egretta garzetta

2.1.2 Ciri-ciri umum Kuntul

Ciri-ciri utama dari kelas aves adalah mempunyai bulu, anggota gerak depan telah termodifikasi menjadi sayap, anggota gerak belakang sudah teradaptasi untuk berjalan, berenang dan bertengger, pada tungkai terdapat sisik, rahang bawah mempunyai gigi, tulang rangka kecil dan banyak mengalami penyatuan, jantung terdiri dari empat ruang, kantung udara meluas ke seluruh tubuh dan perkembangbiakan ovipar (Salsabila, 1985).

Kuntul besar (Egretta alba) merupakan kuntul yang berbulu putih dengan ukuran tubuh berkisar antara 85 – 105 cm, memiliki leher yang panjang dan khas seperti berbentuk huruf “S”. Pada saat tidak berbiak ujung paruh berwarna hitam,

telapak kaki, dan jari kaki berwarna kuning, tungkainya berwarna hitam serta kulit muka bagian pipi agak kekuningan. Panjang paruh individu dewasa berkisar antara 15 – 20 cm (Mackinnon, 1993).

(21)

paruh dantungkai berwarna hitam sedang jari dan telapak kaki berwarna kuning. Panjang paruh yang dimiliki individu dewasa berkisar antara 10 – 15 cm. Pada musim berbiak terdapat jambul atau bulu yang berbentuk pita di bagian tengkuk dan leher. Selain itu bulu pada dada dan punggung menjadi lebih halus, panjang dan terkulai. Paruh dan kaki tidak mengalami perubahan warna, beberapa peneliti (Elfidasari, 2008).

Kuntul kecil sekilas sangat mirip dengan Kuntul Kerbau kecuali paruh dan kakinya yang berwarna hitam, ukuran lebih besar (60 cm) dan lebih ramping ramping. Kemiripan ini yang sering terlewatkan sehingga dianggap jarang tercatat. Warna jari kuning, menunjukkan dia adalah pendatang. Di Taman Nasional Baluran, Kuntul kecil lebih sering mengunjungi areal bekas kolam tambak yang masih sedikit tergenang air. Populasinya masih jauh di bawah saudaranya Kuntul Kerbau yang lebih banyak tersebar di areal persawahan. Burung ini cenderung pendiam, lebih sering terlihat menyendiri bahkan sering “berselisih” dengan kuntul lain ketika ikut bergabung dalam satu kolam tambak. Dia juga lebih sensitif terhadap manusia dibadingkan Kuntul Kerbau (Winnasis, et al., 2009).

2.2. Tipe Perkembangan Burung

Secara umum strategi pasca menetas pada burung dapat dibagi menjadi precocial, semiprecocial, semiatricial dan altricial, yaitu:

1. Precocial. Burung yang termasuk kategori ini menetas dengan keadaan mata terbuka, dan tubuh sudah ditumbuhi bulu-bulu halus. Burung pada kelompok ini tidak mengerami telurnya. Telur burung dari kelompok ini diletakkan dalam sebuah lubang yang ditutupi dengan ranting-ranting atau dedaunan kering. Setelah menetas anak burung akan keluar tanpa bantuan dari induknya. Contoh burung dari kelompok ini adalah burung maleo.

(22)

6

3. Semialtricial. Burung pada kelompok ini menetas dengan tubuh tertutup bulu halus. Individu yang baru menetas tidak dapat meninggalkan sarang. Contoh burung dari kelompok ini adalah jenis elang dan bangau.

4. Altricial. Kelompok burung ini menetas dengan kondisi mata tertutup, tubuh telanjang (tidak ditutupi bulu halus) dan tidak berdaya. Contoh burung dalam kelompok ini adalah burung pecuk.

Gambar 1. Sketsa anakan pecuk di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Februari-Juni 2001 (Jumilawaty, 2004).

Anakan Pecuk termasuk tipe Altricial, waktu menetas matanya tertutup, belum memiliki bulu, sangat lemah sehingga tidak dapat meninggalkan sarang dan memerlukan pemeliharaan oleh induknya. Proses penetasan dimulai saat anakan dalam telur membuat lubang kecil di dinding telur. berbeda dengan anakan semi altricial, anakan pecuk pada saat menetas tidak memiliki bulu, matanya tertutup, bulu natal baru mulai tumbuh pada saat anakan berumur 11 hari sedangkan Kuntul dan Bluwok saat menetas anakan telah memiliki bulu natal dan matanya terbuka. Persamaannya anakan masih sangat lemah dan memerlukan perawatan dan perhatian dari induknya. Perkembangan selanjutnya sama dengan anakan kuntul dan Bluwok yaitu bulu lebih dahulu tumbuh pada bagian Humeral

(23)

Pemilihan strategi altricial dan precocial ini didasarkan pada kemampuan induk dalam mengumpulkan makanan. Pada kelompok hewan precorcial induk dapat mengumpulkan makanan yang mempunyai protein tinggi sebelum melakukan proses bertelur. Telur yang dihasilkan berukuran besar dan mengandung banyak protein. Kandungan protein ini akan digunakan sebagai makanan oleh embrio. Berlawanan dengan kelompok precocial, kelompok altricial tidak perlu mengumpulkan banyak protein sebelum bertelur. Sehingga mereka menghasilkan telur dengan ukuran kecil.

Selain dipengaruhi oleh kemampuan mengumpulkan makanan, pemilihan strategi articial atau precocial juga dipengaruhi oleh tingkat predasi. Burung yang mampu membuat sarang ditempat yang tinggi tentu tidak terlalu khawatir anaknya akan dimangsa oleh predator. Bandingkan dengan ayam atau maleo yang membuat sarang pada tempat yang masih bisa dijangkau oleh predator, tentu predator akan dengan mudah memangsa individu muda. Mereka diharuskan dapat bertahan hidup dari serangan predator.

Perkembangan burung dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu dari dua jenis utama: precocial dan altricial. Burung precocial, seperti ayam, bebek, dan burung hantu, menetasdengan penutup hangat bulu bawah. Seekor betina precocial dapat menjaga tubuhnya cukup hangat dalam kurangnya suhu dengan pengeraman dari induknya. Beberapa anak ayam precocial bisa makan sendiri segera setelah menetas. Seekor Scaupitik Lesser bisa berenang, menyelam dan

menangkap ikan hanya tigahari setelah menetas. Lainnya, seperti burung camar dan terns, tergantung pada orang tua mereka memberikan makanan (Dunn, 1975).

2.3.Karakteristik Habitat

(24)

8

Burung tidak hanya menggunakan pohon untuk bertengger saja tapi juga sebagai tempat untuk berlindung, bersarang, dan mencari makan, karena pohon menyediakan buah, ulat (serangga) dan nektar sebagai makanan burung sehingga pilihan penghijauan menjadi sangat penting untuk kelangsungan kehidupan burung. Tanaman mangove merupakan tumbuhan yang memiliki peranan menonjol bagi burung karena dapat digunakan untuk berlindung, membangun sarang dan menyediakan berbagai makanan bagi burung (Wibowo, 2004).

Sebagian besar jenis kuntul menghuni daerah tropis dan subtropis. Biasanya mereka menjadikan daerah perairan atau lahan basah dan sekitarnya sebagai habitat. Seluruh aktivitas hidupnya bergantung pada keberadaan daerah tersebut. Hal ini berkaitan dengan fungsi daerah tersebut sebagai penunjang aktivitas hidup yang menyediakan tenggeran dan makanan yang melimpah bagi makhluk hidup di sekitarnya (Davies et al, 1996 ).

Perilaku sosial (Social behaviour), yang didefinisikan secara luas adalah

setiap jenis interaksi antara dua hewan atau lebih, umumnya dari spesies yang sama.

Meskipun sebagian besar spesies yang bereproduksi secara seksual harus

bersosialisasi pada siklus hidup mereka dengan tujuan untuk bereproduksi, beberapa

spesies menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam hubungan yang dekat dengan

spesies sejenisnya. Interaksi sosial telah lama menjadi suatu fokus penelitian bagi

scientis yang mempelajari perilaku (Campbell, 2002).

Semua spesies burung merupakan subyek predasi, menunjukkan adaptasi

perilaku yang berguna yntuk ketahanan diri. Perilaku ini ditujukan untuk

perlindungan diri sendiri maupun kerabatnya, seperti: anggota yang lebih muda dan

kelompoknya. Burung bereaksi terhapap stimuli bahaya melalui pendengaran dan

penglihatan (Rukmi, 2002).

Untuk menghindari musuh burung melakukan gerakan mengancam seperti misalnya merentangkan sayap lebar-lebar dan menegakkan kepala sehingga terlihat lebih besar dari ukuran sebenarnya. Burung-burung yang menjaga sarang atau memiliki anak yang masih kecil selain menakut-nakuti juga langsung menyerang pengganggunya. Selain semua bentuk pertahanan diri yang telah disebutkan sebelumnya, burung juga memiliki kecenderungan untuk

(25)

biak, selain itu faktor angin juga dapat mempengaruhi perubahan penyebaran burung tersebut (Susanti, 2007).

Salah satu penyebab kemelimpahan burung pada suatu lokasi adalah ketersedian bahan makanan. Bahkan beberapa kelompok burung dapat hidup lestari hingga saat ini disebabkan telah berhasil menciptakan relung yang khusus bagi dirinya sendiri untuk mengurangi kompetisi atas kebutuhan sumber daya dan sebagai bentuk adaptasi terhadap kondisi lingkungan. Egretta garzetta, E. sacra, dan Ardea cinerea merupakan burung air yang biasa mencari mangsa di daerah pesisir pantai atau muara sungai yang berlumpur (Elfidasari & Junardi, 2006).

Signifikasi adaptif dari waktu homeothermy tergantung pada kondisi alamiah. Setiap induk membangun lingkungan sarang yang efektif agar seimbang selama masa pertumbuhan anakan burung yang bermanfaat untuk mengerami anakan, sehingga membebaskan kedua induk pada tahap awal untuk menyediakan makanan, atau mengurangi risiko induk yang diserang oleh predator. Tentu saja, keuntungan apapun harus dipertimbangkan dalam hal peningkatan reproduksi dalam jangka panjang yang cukup menghabiskan waktu, tenaga, atau risiko yang terlibat dalam membuat modifikasi lingkungan sarang. Seleksi termogulator terhadap kebiasaan anakan harus dipertimbangkan dengan cara yang sama (Dunn, 1975).

2.4 Faktor Keberhasilan Dalam Perkembangbiakan

Setiap organisme memiliki kemampuan untuk hidup, dan berkembang biak pada habitat yang sesuai dengannya. Salah satu cara untuk mempertahankan hidupnya adalah dengan mempertahankan perilaku keseharian pada saat musim berbiak. Faktor yang sangat menentukan perilaku ini di antaranya habitat tempat tinggalnya meliputi keamanan dan ketersediaan sumber daya hayati yang dapat mendukung kelestariannya terutama pada saat berbiak, dimana organisme membutuhkan keamanan dan ketersediaan lebih baik dibandingkan pada saat tidak memasuki musim berbiak (Jumilawaty, 2006).

(26)

10

periode perkembangan setelah menetas pada unggasyaitu periode starter (periode baru menetas), periode gower (periode pertumbuhan), dan periode layer (periode dewasa). Ketiga periode tersebut padasetiap jenis unggas berlangsung pada umur berbeda.

Menurut Perrins & Birkhead (1983), salah satu faktor yang mendorong burung untuk melakukan perkembangbiakan adalah ketersediaan pakan. Pakan yang berlimpah akan menjamin pemeliharaan anakan berlangsung dengan baik. Jika persediaan makanan cukup berlimpah induk dapat memelihara seluruh anakan sama baiknya.

Faktor lain yang menjadi penyebab kegagalan perkembangbiakan adalah telur yang busuk. Penyebab busuknya telur diduga berkaitan dengan buruknya cuaca pada saat musim berbiak. Hujan yang berlangsung terus menerus menyebabkan suhu lingkungan menjadi rendah dan tubuh induk selalu basah sehingga mengganggu proses inkubasi. Cuaca yang buruk juga dapat mengakibatkan induk sulit kembali setelah mencari makan, akibatnya proses pengeraman tidak dapat berlangsung dengan normal (Imanuddin & Mardiastuti, 2002).

Jumlah anakan yang sukses diproduksi oleh kuntul dan sarang kuntul tergantung pada jumlah anakan yang menetas di sarang dan tingkat pengurangan induk berikutnya (yaitu, kematian anakan burung selama periode mengerami-membesarkan). Kedua parameter (anakan menetas persarang dan kelangsungan

hidup anakan), menggambarkan jumlah habitat mencari makan yang sesuai dan/atau pasokan atau adanya pemangsa, di lahan basah di sekitarnya, terutama yang diperlukan untuk penyediaan makanan bagi anakan burung (Kelly dan Nur 2011).

(27)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan September 2014 - Januari 2015 di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo Sumatera Utara.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Peta lokasi penelitian: yaitu peta kawasan Pantai Percut Sei Tuan.

2. Timbangan pegas: yaitu alat pengukur berat, yang digunakan untuk mengukur berat telur dan berat badan sarang.

3. Caliper (Jangka sorong), digunakan untuk mengukur diameter panjang dan lebar telur, panjang paruh, kaki dan sayap dengan ketelitian sampai 0,05 mm.

4. Meteran, digunakan untuk mengukur panjang tubuh burung kuntul. 5. Tali kain berwarna yang digunakan untuk menandai pohon sarang.

6. Spidol tahan air, digunakan untuk menulis nomor sarang dan nomor telur. 7. Kantung kain, sebagai alat bantu dalam mengukut berat telur dan anakan.

8. Teropong Binokuler, untuk mengidentifikasi jenis burung dan sarang. 9. Kamera, yang digunakan untuk mendokumentasikan hasil pengamatan. 10.Alat tulis.

3.3 Metoda

3.3.1. Studi Pendahuluan

(28)

12

Kegiatan ini merupakan studi awal berupa observasi terhadap daerah-daerah konsentrasi kedua Kuntul, dengan bantuan peta lokasi penelitian untuk membantu dalam penempatan plot-plot pengamatan.

3.3.2. Breeding Season (Musim Berbiak)

Pengamatan breeding season dilakukan pada saat sebagian besar Kuntul membangun sarangnya, mengasuh anak sampai anak dapat terbang atau meninggalkan sarang.

Metode pengumpulan data meliputi beberapa kegiatan yaitu: a. Pengamatan telur

Pemeriksaan harian dilakukan pada sarang yang masih baru dan belum berisi telur, atau berisi sebutir telur, sehingga dapat diketahui dengan pasti tanggal peneluran, interval peneluran, jumlah telur per sarang, interval penetasan dan lama masa inkubasi pada kedua jenis kuntul berdasarkan Julian Date. Sarang-sarang yang diamati pada pohonnya diberi tanda dengan tali kain berwarna yang diikatkan pada batang utama yang mudah dilihat.

b. Pengukuran Telur

Telur –telur yang ada di setiap sarang diberi tanda dengan menggunakan

spidol sesuai dengan urutan peneluran. Selanjutnya telur diukur berat, panjang dan lebar, serta warna dan bentuk telur. Pengukuran panjang dan lebar telur menggunaan jangka sorong, penggunaan berat telur dengan menggunakan timbangan digital. Penimbangan dilakukan dibawah pohon dengan cara membawa telur ke bawah dalam kantung kain, selanjutnya berat, panjang, lebar, warna dan bentuknya dicatat.

3.3.3. Studi Perkembangan Anak Burung

(29)

Pertumbuhan anggota badan, yaitu; paruh pada culmen (panjang paruh), sayap pada ulnar (panjang rentangan) dan kaki (pada tarsometatarsus), setiap 2 hari diukur menggunakan jangka sorong. Selain itu berat tubuh anak ditimbang setiap 2 hari dengan cara menurunkan anakan kebawah dengan menggunakan kantung kain, selanjutnya ditimbang dengan menggunakan timbangan pegas.

3.3.4. Morfometrik Kuntul Dewasa

Mengukur variabel morfologi Kuntul besar dan Kuntul kecil dewasa yang diperoleh, dengan cara menangkap kuntul yang hidup bebas di lokasi penelitian. Kuntul yang ditangkap ini tidak dibedakan jenis kelaminnya (monomorfik).

Variabel morfologi Kuntul yang diukur meliputi: 1. Panjang tubuh, mulai ujung paruh sampai ujung ekor.

2. Panjang rentangan sayap, diukur dari pangkal hingga ujung sayap dalam keadaan direntangkan.

3. Panjang bulu ekor, mulai dari pangkal kloaka sampai ujung ekor yang terpanjang.

4. Panjang tarsometatarsus, mulai lekukan sendi antara pada dengan tarsus sampai pertemuan tarsus dengan jari kaki.

5. Culmen, mulai dari ujung sampai pangkal paruh bawah.

6. Panjang paruh, mulai ujung sampai pangkalnya. (Koffijberg dan Van Eerden (1995) dalam (Jumilawaty 2002)).

Pengukuran panjang tubuh dan panjang sayap dilakukan dengan menggunakan meteran, sedangkan panjang paruh, culmen dan panjang tarsometatarsus dilakukan dengan jangka sorong. Selanjutnya data hasil pengukuran antara Kuntul besar dan Kuntul kecil dikelompokkan, kemudian diuji secara statistik sampai diperoleh rata-rata dan standar deviasi.

3.3.4. Karakteristik Pohon Sarang

(30)

14

pengukuran ulang pohon-pohon tersebut ditandai dengan menggunakan tali kain berwarna.

Karakteristik pohon sarang yang diukur meliputi:

1. Jenis pohon yang dijadikan tempat bersarang oleh kedua kuntul 2. Htree (tinggi pohon) tempat bersarang.

3. Htrunk, tinggi pohon dari akar/rhizopor

4. Diatree, diameter pohon tempat bersarang, diukur dengan menggunakan meteran pada batang dengan tinggi 1,30 m dari permukaan tanah atau permukaan air atau 10 cm dari akar banir paling atas.

5. Distree, jarak dari pohon sarang ke pohon terdekat yang digunakan 6. Disedg, jarak pohon sarang ke tepi tambak terdekat

7. Disform, jarak pohon sarang ke tipe vegetasi berbeda yang terdekat 8. Nnest, jumlah sarang pada satu pohon

9. Hnest, tinggi sarang

10.Dianest, diameter cabang penyangga terbesar 11.Disin, jarak sarang ke batang utama

12.Disout, jarak sarang ke tepi kanopi 13.Nbr, jumlah cabang penyangga sarang

14.Disbnest, jarak ke sarang terdekat pada satu pohon sarang 15.Top, jarak ke puncak kanopi

3.3.5. Karakteristik Sarang

Untuk mengetahui karakteristik sarang kedua kuntul dilakukan pengamatan terhadap 5 sarang Kuntul besar dan 5 sarang Kuntul kecil. Pengukuran dilakukan diatas pohon dengan cara pohon sarang dipanjat dan selanjutnya sarang diukur dengan menggunakan meteran.

Pengukuran dilakukan berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut: - Panjang sarang (cm) adalah bagian sarang terpanjang.

- Lebar sarang (cm) adalah bagian sarang terlebar.

(31)

- Bibir sarang (cm) adalah jarak tegak lurus dari mulut sarang ke permukaan dasar sarang.

Panjang dan lebar sarang diukur menggunakan meteran, sedangkan ketebalan sarang diukur menggunakan kaliper. Selain itu diamati cara penempatan sarang, dan jenis pohon dimana sarang berada. Bagian pohon tempat diletakkan sarang terbagi pada bagian cabang utama dan ranting atau tajuk. Pengukuran dilakukan dengan cara menarik garis lurus dari batang utama tempat sarang diletakkan. Jarak antar sarang dari batang utama diukur berdasarkan jarak terdekat tempat diletakkannya sarang dari batang utama.

Contoh bahan penyusun sarang diperoleh dari sarang yang tidak dipergunakan lagi oleh burung kuntul dengan cara menurunkan sarang tersebut, selanjutnya ranting-ranting penyusun dan bahan lainnya dipilah-pilah dan di kelompokka berdasarkan jenisnya dan besarnya ranting. Contoh sarang diambil secara acak pada lokasi penelitian sebanyak 5 sarang.

3.4 Analisis Data

3.4.1. Analisis Morfologi

Data morfologi kedua kuntul di analisis menggunakan metoda statistik, sehingga diperoleh nilai rata-rata dan standar deviasi.

3.4.2. Analisis Sarang, Pohon dan Telur

Semua data hasil pengukuran terhadap variabel-variabel yang berhubungan dengan sarang, pohon dan telur kedua kuntul dianalisis dengan menggunakan metode statistik, sehingga diperoleh nilai rata-rata dan standar deviasi.

3.4.3 Analisis Deskriptif

(32)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Morfometrik Kuntul Dewasa

Hasil pengukuran morfometri Kuntul besar dan Kuntul kecil dewasa yang ditemukan di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo, menunjukkan perbedaan morfologi terutama ukuran antara kedua kuntul tersebut, dimana Kuntul besar memiliki panjang tubuh, tarsometatarsus dan sayap lebih besar dibandingkan dengan Kuntul kecil. Sedangkan Panjang Bulu ekor, paruh, dan culmen tidak begitu berbeda jauh seperti tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Ukuran Morfometri Kuntul besar (Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo tahun 2014.

Morfometri (cm) Egretta alba Egretta garzetta

Panjang Tubuh 92,5 cm 62,5 cm Panjang Bulu Ekor 12 cm 10 cm Panjang Tarsometatarsus 35 cm 28 cm

Panjang Paruh 17 cm 12 cm

Panjang Culmen 104 cm 88 cm Bulu Sayap Primer 15 pasang 16 pasang Bulu Sayap Sekunder 16 pasang 15 pasang

Pada Tabel 1 dapat dilihat ada perbedaan disemua aspek morfologi antara

kedua spesies. Perbedaan yang sangat jelas terlihat pada panjang tubuh, sayap dan tarsometatarsus. Jumlah bulu sayap sekunder dan jumlah bulu sayap primer pada kedua jenis burung tidak berbeda hal ini diduga berhubungan erat dengan adanya bulu molting pada saat berbiak atau setelah berbiak.

(33)

Tabel 2. Perbedaan Morfologi Kuntul besar (Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo.

Morfologi Egretta alba Egretta garzetta

Warna Bulu Putih bersih dan tampak lebih lebat bercahaya

Putih dan tampak lebih sedikit dan kurang bercahaya

Bulu pada saat berbiak Terdapat bulu-bulu halus pada tubuh

Tengkuk berbulu tipis menjuntai dan bulu pada punggung serta dada menjuntai

Penutup sayap Berupa bulu-bulu halus Bulu putih

Paruh kuning Hitam

Mata Hitam dengan iris kuning disekitarnya

Hitam

A. Kuntul besar Tidak Berbiak & Kuntul besar Sedang Berbiak

B. Kuntul kecil Tidak Berbiak & Kuntul kecil Sedang Berbiak

Gambar 2. A. Kuntul besar saat tidak berbiak &Kuntul besar saat berbiak

(34)

18

Pada masa berbiak Kuntul besar paruhnya berubah menjadi hitam, tibia

bagian dalam berwarna merah dan kulit muka hijau, sedangkan pada masa tidak berbiak kulit muka kekuningan, paruh kuning biasanya berujung hitam, serta kaki dan tungkai berwarna hitam, iris berwarna kuning. Terbang dengan kepakan pelan yang anggun tetapi penuh tenaga. Sedangkan Kuntuk kecil pada musim berbiak, tumbuh jumbai-jumbai di kepala, yaitu dua bulu hias yang halus dan memanjang. Bulu-bulu ini juga banyak tumbuh dibagian punggung, tumbuh memanjang hingga mencapai ujung ekor, dan juga tumbuh dibawah pangkal leher, yang tumbuh memanjang menutupi dada bagian atas (Mackinnon et al., 1993).

4.2.Karakteristik Pohon Sarang

Karakteristik pohon sarang yang digunakan oleh Kuntul besar dan Kuntul kecil selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Sarang umumnya diletakkan diranting-ranting yang masih hidup dan dominan memiliki tajuk, dengan tinggi pohon dan tinggi sarang pada masing masing spesies cukup bervariasi seperti dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3. Jenis Pohon, Tinggi Sarang dan Tinggi Pohon Kuntul besar (Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo.

Catatan: Homogen: Koloni Kuntul tanpa ada burung air lain

Heterogen: Koloni Kuntul dengan burung lain (Kuntul, pecuk, dan Kowak malam)

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa jenis pohon yang ditempati Kuntul besar terdiri dari tiga 3 jenis pohon yaitu Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata

(35)

persentasi tinggi sarang yaitu Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculatadan

Rhizophora Stylosa.

Kuntul kecil menempati 4 jenis pohon sarang yaitu Rhizophora Stylosa,

Rhizophora apiculata, Rhizophora cylindrica, dan Rhizophora mucronata. Tinggi pohon sarang bervariasi antara 3 - 5 m, dengan persentasi tinggi sarang yaitu

Rhizophora Stylosa, Rhizophora apiculata, Rhizophora cylindrica dan

Rhizophora mucronata.

Kuntul besar umumnya selalu memilih penempatan sarang pada tajuk pohon atas atau puncak kanopi dan cenderung homogen, umumnya dalam satu pohon dihuni oleh 3-4 sarang. Tetapi ada juga yang membentuk koloni dengan burung air lainnya terutama dengan Kowak malam danKuntul kecil. Berbeda dengan Kuntul kecil pada umumnya membentuk koloni yang cenderung heterogen dengan burung air lainnya seperti Kuntul kerbau, Kuntul besar, Kowak malam, dan Pecuk, umumnya dihuni oleh 5-18 sarang. Menurut Mardiastuti (1992), Pemilihan pohon sarang oleh burung-burung air sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: (1) aman dari angin, (2) Struktur pohon, (3) Kerapatan dedaunan dan (4) struktur sayap.

Adanya perbedaan pemilihan pohon sarang pada kedua jenis kuntul ini dipengaruhi bobot tubuh, kompetisi dan keamanan dari gangguan predator. Dalam hal ini bobot tubuh Kuntul besar lebih besar daripada Kuntul kecil sehingga letak sarang Kuntul besar selalu berada pada tajuk pohon dan tidak jarang juga

homogen, sedangkan Kuntul kecil dengan bobot tubuh yang lebih kecil lebih memilih meletakkan sarang biasanya pada tajuk bagian tengah (subcanopy) untuk menghindari gangguan dan demi kenyamanan pada saat membesarkan anakan.

Menurut Begon et., al (1990) dalam Jumilawaty (2004), individu sejenis memiliki kebutuhan akan sumber-sumber kehidupan, pertumbuhan dan reproduksi yang relatif sama. Individu tersebut akan berkompetisi untuk mendapatkan sumber kehidupan tersebut. Dua individu yang sama jenis dan hidup pada habitat yang sama dapat hidup berdampingan selama sumber kehidupan berlimpah dan bila sumber menipis akan terjadi persaingan diantara keduanya sehingga akan menghasilkan satu spesies yang lebih kuat (Pianka, 1983) dalam

(36)

20

Pada penelitian ini antara Kuntul besar dan Kuntul kecil cenderung memilih pohon sarang yang berbeda, jika menempati pohon sarang yang sama maka sarang Kuntul besar selalu berada diatas Kuntul kecil ataupun burung air lainnya. Tetapi dalam hal mencari makan kedua jenis kuntul ini sering mencari makan pada lokasi yang sama dengan burung air lainnya. namun sering terlihat Kuntul besar mencari makan didaerah sekitaran pantai yang berada tidak jauh dari lokasi penelitian.

Menurut Jumilawaty (2004), disamping untuk keperluan berbiak dan menggunakan ruang, interaksi di antara spesies yang berbeda ini juga seringkali merupakan suatu strategi untuk menghindari diri dari ancaman pemangsa, misalnya untuk menghindari predator biawak biasanya burung air akan memilih untuk bersarang dalam suatu koloni baik itu antar sesama jenis maupun berbeda jenis.

Tabel 4. Karakteristik Pohon Sarang Kuntul besar (Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo.

Karakteristik

Egretta alba Egretta garzetta

R.

Jarak pohon ke vegetasi

berbeda (m) 12,5 9,5 7 6 11 3 14

Jumlah sarang pada satu pohon 3,5 3 4 15 17 5 13

Tinggi sarang (m) 3,8 5,15 5,5 4 2,8 1,6 3

Diameter cabang penyangga

sarang (cm) 17,25 15 14 22 60 39 24

Jarak sarang dari batang utama

(cm) 64,5 97,5 50 62 84 40 160

Jarak sarang ke puncak kanopi

(m) 0,5 0,5 0 2,5 2,7 4,5 4

(37)

surut. Diameter pohon yang digunakan antara 13,75 – 17,5 cm. Jarak sarang ke puncak kanopi antara 0,5 - 1 m, seringkali Kuntul besar lebih menyukai membuat sarang pada bagian atas pohon hal ini disebabkan karena Kuntul besar memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan jenis burung air lainnya sehingga kuntul ini lebih memilih membangun sarang pada bagian puncak pohon demi kenyamanan dan memudahkannya untuk bergerak lama saat akan terbang dan mendarat. Menurut Rukmi (2002), Kuntul besar cenderung memilih bagian atas pohon untuk meletakkan sarang.

Kuntul kecilmemilih pohon sarang dengan tinggi pohon antara 3 - 5 m, pengukuran dimulai dari barir yang terlihat pada saat air tambak sedikit surut. Diameter pohon yang digunakan oleh Kuntul kecil bekisar antara 13,75 – 31,5 cm, lebih besar dibandingkan dengan diameter pohon yang digunakan oleh Kuntul besar yang hanya memiliki diameter pohon 13,75 – 17,5 cm, hal ini disebabkan karena Kuntul kecil memilih pohon yang lebih pendek tetapi memiliki diameter pohon yang besar, sedangkan Kuntul besar memilih pohon yang tinggi tetapi diameter pohon kecil, dan juga diduga karena bervariasinya besar pohon yang ada pada lokasi penelitian. Jarak sarang ke puncak kanopi antara 2,5-4,5 m. Umumnya Kuntul kecil menempatkan sarang pada bagian yang tertutupi kanopi pohon dimaksudkan untuk menghindari terpaan angin. Menurut Sulistiani (1991), sebagian besar sarang Kuntul kecil berada pada jenis-jenis pohon yang mendominasi di masing-masing daerah tempat bersarang, sarang umumnya

diletakan di ranting-ranting pohon yang masih hidup, tetapi adapula yang berada di pohon mati.

Pada pohon tempat meletakkan sarang Kuntul kecil jumlah sarang yang terdapat pada pohon Rhizophora stylosa lebih banyak dibandingkan dengan pohon lain yaitu antara 12-18 sarang, selain Kuntul kecil beberapa pohon ini juga disukai dan dijadikan tempat bersarang oleh jenis burung lainnya, dengan diameter yang besar sehingga cukup kuat untuk meletakkan banyak sarang.

(38)

22

4.3.Karakteristik Sarang

Sarang berbentuk cawan dangkal, bulat melebar, tebal dan sedikit renggang. Sarang Kuntul besar dan Kuntul kecil ini sedikit susah dibedakan dengan jenis burung air yang lainnya yang terdapat di lokasi penelitian misalnya sulit dibedakan dengan Kuntul kerbau ataupun Kowak malam yang ada pada satu pohon karena kemiripan yang tidak terlalu terlihat. Sarang kedua jenis kuntul ini dapat dibedakan dengan melihat ukuran dan bentuk (Tabel 5).

Tabel 5. Perbedaan Bentuk Sarang Kuntul besar (Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo.

Egretta alba Egretta garzetta

Bentuk Cawan datar bulat melebar agak jarang

Cawan dangkal dan lebih bulat menebal kebawah Ukuran sarang Besar rapi (38,80 ± 4,76) Kecil rapi (25,80 ± 3,03) Ranting Diameter besar lebar dan

panjang serta bahan penyusun sarang cukup bervariasi

Diameter lebih kecil dan pendek serta bahan penyusun sarang kurang bervariasi

Penampakan Sarang lebih bersih Sarang lebih kotor dan lebih lembab (banyak kotoran dan pakan yang dimuntahi)

Secara umum Sarang Kuntul besar sulit untuk dicapai karena diletakkan pada bagian atas ataupun puncak tajuk pohon dan terletak diujung dahan. Berbeda dengan Kuntul kecil peletakan sarangnya tidak spesifik, bisa diletakkan diantara percabangan, di batang utama, ataupun pada dahan yang mudah dijangkau.

Karakteristik sarang Kuntul besar dan Kuntul kecil (Tabel 6) dapat dibedakan dengan melihat ukurannya, dimana Kuntul besar memiliki sarang dan ranting penyusun yang dominan lebih besar rapi dan bersih dibandingkan dengan

Kuntul kecil. Untuk kedalaman dan bibir sarang kedua jenis kuntul ini tidak jauh berbeda, Kuntul besar memiliki kedalaman 4,60 ± 0,89 cm dan bibir sarang

(39)

Struktur sarang kedua jenis Kuntul sama yaitu rapi yang membedakan keduanya adalah pada ukurannya Kuntul besar ukuran sarang lebih besar dan Kuntul kecil ukuran sarang lebih kecil dan hanya bertumpu pada beberapa cabang penyangga saja (Gambar 3A dan B). Bagian dasar berupa landasan dari ranting- ranting yang diletakkan secara silang menyilang, panjang dan diameter ranting tersebut lebih besar dibandingkan ranting-ranting di bagian atasnya. Pada lapisan teratas sarang terdiri dari ranting-ranting yang lebih halus dan pada akhir pembuatan sarang, burung ini menambahkan beberapa ranting di pinggir sarang untuk memperlebar dan menaikkan bibir sarang.

Menurut Rukmi (2002), sarang Kuntul besar berbentuk cawan datar dengan jalinan ranting-ranting yang sangat kuat tetapi agak jarang sehingga telur dapat terlihat bila diamati dari bawah sarang. Sarang Kuntul besar rata-rata terdiri dari 235 bahan sarang dengan berat rata-rata 1166,75 gam, terdiri dari 16 jenis tumbuhan ditambah dengan beberapa kawat, didominasi oleh ranting.

Menurut Sulistiani (1991), Sarang Kuntul kecil umumnya berbentuk cawan dangkal, kadang bulat atau lonjong. Ukuran rata-rata sarang Kuntul kecil, struktur sarang tidak teratur tanpa pelapisan yang nyata. Bagian dasar berupa landasan dari ranting-ranting yang saling menyilang, panjang dan diameter ranting-rantingya lebih besar dibandingkan ranting-ranting atasnya. Lapisan teratas sarang terdiri dari ranting-ranting yang lebih halus dan diakhir pembuatan sarang, burung ini menambahkan beberapa ranting dipinggiran sarang untuk

memperlebar dan menaikkan bibir sarang.

A B

(40)

24

Tabel 6. Karakteristik Sarang Kuntul besar (Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak di Desa Tanjung Rejo.

Karakteristik Sarang

(cm) Kisaran

Kuntul besar

Kisaran Kuntul kecil

0 ± Sd 0 ± Sd

Dari Tabel 6 terlihat perbedaan karakteristik sarang dari kedua kuntul ini. Kuntul besar memiliki lebar, panjang, tinggi dan bibir sarang yang lebih besar

dibandingkan Kuntul kecil. Sedangkan untuk kedalaman sarang tidak terlihat adanya perbedaan. Menurut Jumilawaty (2004), bentuk sarang dan material yang digunakan oleh pasangan burung dalam membangun sarang sangat dipengaruhi oleh spesies.

4.4.Karakteristik Bahan Penyusun Sarang

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap 2 contoh sarang yang diperoleh bahwa karakteristik ranting terbagi dalam 4 kategori yaitu lurus bercabang, lurus tidak bercabang, bengkok bercabang dan bengkok tidak bercabang (Gambar 4). Sarang pada umumnya dari ranting-ranting yang telah kering dan ada beberapa yang menambahkan rumput. Sebuah sarang Kuntul besar rata-rata terdiri dari 195,50 ranting bahan sarang dan memiliki berat rata-rata 864 g. Satu sarang burung Kuntul besar disusun oleh 19 bahan yang terdiri atas Rumput-rumputan, lidi, ranting Tumbuhan dan juga ditemukan adanya bangkai kaki burung yang digunakan sebagai sarang, diduga bangkai kaki burung ini memiliki kemiripian dengan ranting lain sehingga Kuntul besar mengira bangkai kaki burung itu ranting. Dengan diameter, berat panjang yang sangat bervariasi (Tabel 8), yang didominasi oleh ranting dengan diameter 2-2,9 cm (50%), berat 5 – 6,9 g (73%) dan panjang 30 – 44,9 cm (58%).

(41)

dan panjang yang sangat bervariasi (Tabel 9). Sarang didominasi oleh ranting dengan diameter 0,0 – 1,9 cm ( 55%), berat 0,0 – 2,9 g (69%) dan panjang 15 - 29,9 cm (58%).

Kuntul besar (Egretta alba) Kuntul kecil (Egretta garzetta) Gambar 4. Karakteristik Ranting Penyusun Kuntul besar (Egretta alba) dan

Kuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo.

Tabel 7. Karaktersitik Bahan Penyusun Sarang Kuntul besar (Egretta alba) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo.

Jenis ranting Nama Latin Ʃ

Pecut kuda Stachytarpheta

(42)

26

Menurut Jumilawaty (2005), disamping faktor ketersediaan makanan, kemelimpahan, dan spesies, faktor berat ukuran ranting juga mempengaruhi pemilihan bahan sarang. Spesies dengan ukuran tubuh yang berbeda menggunakan ranting yang berbeda baik ukuran, berat maupun jumlahnya.

Tabel 8. Karakteristik Bahan Penyusun Sarang Kuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo.

Jenis ranting Nama Latin Ʃ

DariTabel 8 dapat dilihat bahan penyusun sarang yang paling banyak digunakan Kuntul kecil yaitu dari tumbuhan Excoearia agallocha terdiri dari 50 ranting, dengan panjang ranting rata-rata 23,81 ± 3,37 cm, diameter 1,84 ± 0,22cm, dan 1,94 ± 0,54 cm. Hal ini disebabkan jenis pohon ini mudah dan banyak ditemukan pada lokasi penelitian.

Dari Tabel 7 & 8 dapat dilihat perbedaan karakteristik dari masing-masing kuntul, dimana bahan penyusun sarang dari Kuntul besar lebih bervariasi dibandingkan dengan bahan penyusun sarang Kuntul kecil. Bentuk sarang dan material yang digunakan oleh pasangan burung dalam membangun sarang sangat dipengaruhi oleh spesies. Adanya variasi jumlah dan panjang ranting pada setiap sarang dipengaruhi oleh a). Posisi sarang, b). Faktor penginjakan oleh anakan dan induk burung yang berdesakan di sarang sehingga ranting akan padat menjadi

(43)

4.5. Breeding Season (Musim Berbiak) dan Clutch Size Kedua Spesies Kuntul

4.5.1. Musim Berbiak

Musim berbiak Kuntul besar dan Kuntul kecil di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo terjadi pada bulan sama (Breeding synchrony) bersamaan dengan musim hujan, hanya awal berbiak berbeda. Awal musim berbiak Kuntul besar diperkirakan terjadi bulan September saat dilakukan studi pendahuluan dan mencapai puncaknya pada Oktober-Desember, dan untuk Kuntul kecil musim berbiak terjadi pada bulan Oktober dan puncaknya November-Desember. Ditandai dengan semakin banyak burung yang membangun sarang pada lokasi penelitian. Musim berbiakdiduga dimulai bertepatan dengan kelimpahan jumlah pakan (ikan dan krustacea) di daerah mencari makan yang terjadi pada musim penghujan.

Pada musim penghujan daerah persawahan mulai diolah sehingga menyediakan dataran lumpur (mudflat) yang cukup luas sebagai daerah feeding gound, begitu

pula daerah rawa yang ada akan terisi air sehingga menyediakan ikan yang cukup banyak sebagai pakan selama musim berbiak (Imanuddin & Mardiastuti, 2001).

4.5.2. Deskripsi Telur

Telur Kuntul Berbentuk simetris, yaitu bentuknya lebar-oval, hampir bulat yang simetris, dimana diketahui perbandingan panjang dan lebar rata-rata Kuntul besar adalah 45,28 x 34,34 mm 1 : 1,32 (n=13) dan Kuntul kecil 41,30 x 33,14 mm atau 1 : 1,25 (n=14) (Tabel 9). Kulit telur licin, warna kusam tidak bercahaya dan dilapisi kapur. Telur yang baru berwarna biru muda-kehijauan, tetapi lama kelamaan warna berubah sampai akhir pengeraman menjadi putih kecoklatan.

(44)

28

A B

Gambar 5. Telur Kuntul A. Kuntul besar, B. Kuntul kecil di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo

Tabel 9. Berat dan Ukuran Rata-Rata Telur Kuntul besar (Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo berdasarkan Clutch Size.

Spesies Clutch size Panjang

(mm) Lebar (mm) Berat (g) Rasio P x L

4.5.3. Clutch Sizedan Masa Pengeraman Kedua Spesies Kuntul

Clutch size pada saat pengamatan tidak terlalu bervariasi, mengingat kondisi lapangan yang terbatas dan daya jangkau untuk masing-masing pohon sarang juga terbatas sehingga tidak memungkinkan untuk bergerak bebas karena harus menggunakan alat transportasi yaitu sampan kecil. Clutch size sarang yang diamati hanya terdiri dari 2-3 telur saja. Sedangkan untuk rata-rata berat telur Kuntul besar28,53 ± 1,15 g (n=13) dan Kuntul kecil23,95 ± 3,31 g (n=14).

(45)

ketersediaan dan kelimpahan makanan di kawasan tambak tersebut pada saat pengamatan berlangsung (Jumilawaty, 2004). Perbedaan ukuran telur terjadi karena adanya perbedaan strategi reproduksi antara individu. Kemampuan suatu individu dapat diukur dari jumlah anak yang dihasilkan individu tersebut dalam satu populasi. Ukuran telur erat hubungannya dengan kemampuan hidup, anak yang berasal dari telur yang berukuran besar lebih mampu bertahan hidup pada keadaan yang ekstrem (Perrins, 1996).

Clutch size Kuntul besar 2-3 telur. Telur telur tersebut diletakkan secara berurutan dengan selang waktu antara 1-4 hari, 2 telur dengan interval peneluran 1 hari, 4 telur dengan interval peneluran 2 hari, 3 telur dengan interval peneluran 3 hari dan 1 telur dengan interval peneluran 1 hari. Menurut Rukmi (2002), sebagian besar Kuntul besar menghasilkan telur dengan selang waktu 2,25 ± 0,43 hari dan jarak peneluruan dominan 2 hari (75%).

Sedangkan Clutch size Kuntul kecil bekisar antara 2-3 telur. 3 telur dengan interval peneluran 1 hari, 5 telur dengan interval peneluran 2 hari dan 3 telur dengan interval peneluran 3 hari. Telur-telur diletakkan secara berurutan dengan selang waktu antara 1-3 hari (Tabel 9 dan Gambar 5). Menurut Sulistiani (1991), sebagian besar Kuntul kecil menghasilkan telur dengan selang waktu rata-rata 2,1 ± 0,78 hari dan jarak peneluran dominan 2 hari (75 %), tidak jauh berbeda dengan interval peneluran Kuntul besar. Telur pertama diletakkan saat sarang 90% telah selesai dibangun, dengan melihat ketebalan sarang dan hari pembuatan sarang.

(46)

30

Gambar 6. Interval Peneluran Telur Kuntul besar (Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo.

Data yang diperoleh mengenai interval peneluran, masa pengeraman dan interval peneluran telur sangat sedikit, karena pengamatan yang dilakukan terhadap sarang-sarang terbatas mengingat pengamatan ini mengganggu induk burung.

Pengaruh urutan peneluran terhadap ukuran dan berat telur bervariasi diantara jenis-jenis burung, pada penelitian ini kedua kuntul memiliki kesamaan dimana kedua jenis kuntul ini memperlihatkan ukuran dan berat yang semakin kecil berdasarkan urutan peneluran. Berdasarkan clutch size ukuran dan beratjuga tidak terlalu berbeda antara cultch size 2 dan 3 telur mempunyai berat yang hampir sama. Hal ini juga didukung dengan penelitian Sulistiani (1991) cluch size

yang berisi 2-3 telur memliki rata-rata berat yang hampir sama yaitu 20,62 g untuk clutch size 2 dan 20,60 g untuk clutch size 3. Ukuran dan bentuk telur yang dihasilkan oleh induk sangat dipengaruhi oleh spesies burung disamping faktor fisiologis dari induk.

Menurut Jumilawaty (2004), jumlah telur yang diletakkan dalam sebuah sarang oleh induk burung biasanya berkaitan erat dengan jumlah anak yang dapat dibesarkannya sesuai dengan kondisi lingkungan terutama suplai makanan.

Kenyataannya suplai makanan kadang-kadang sangat bervariasi dan sulit untuk memprediksi ketersediaan makanan pada saat membesarkan anak-anaknya nanti.

(47)

Gambar 7. Lama Pengeraman Telur Kuntul besar (Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta)di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo.

Sama hal dengan jenis burung air lainnya Kuntul mengerami telurnya secara bergantian antara jantan dan betina. Setiap kali terjadi pergantian shift, si induk akan memberikan tanda seperti mengeluarkan suara. Selama mengerami Kuntul banyak melakukan aktivitas diantaranya: gaving (display paruh), pointing

(melihat sekililing), panting (menarik napas), bill raising (menengadahkan paruh), menelisik dibagian perut, menggaruk leher dan kepala dengan menggunakan kaki.

Gaving dan bill raising dilakukan bila cuaca bagus atau panas, sedangkan

pointing dan raising dilakukan bila Kuntul merasakan adanya gangguan. Sesekali Kuntul menambah ranting atau bahan sarang lainnya ke sarangnya dengan mengambil ranting dari pohon tempat sarang diletakkan atau dibawa oleh pasangannya.

Gambar 8. Interval Penetasan Telur Kuntul besar (Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo.

(48)

32

Dari Gambar 7 dapat dilihat lama masa inkubasi Kuntul besar dan Kuntul kecil di Percut tidak berbeda dengan di Jakarta (penelitian Sulistiani dan Rukmi) yaitu lama inkubasi Kuntul besar 27 hari dan Kuntul kecil 21 hari, dimana masa inkubasi untuk masing-masing telur Kuntul besar (dengan N=13) adalah 5 telur (38,46%) masa inkubasi 27 hari, 4 telur (30,75%) 28 hari, dan 2 telur (15,38%) 26 & 29 hari. Sedangkan lama pengeraman untuk Kuntul kecil 21-23 hari, dimana masa inkubasi untuk masing-masing telur Kuntul kecil (dengan N=14) adalah 7 telur (50,00%) masa inkubasi 23 hari, 5 telur (35,71%) masa inkubasi 22 hari, dan 2 telur (14,29%) masa inkubasi 21 hari. Pengeraman dimulai pada saat telur pertama diletakkan sehingga telur-telur menetas pada waktu yang berbeda (asynchronous hatching), yaitu rata-rata waktu penetasan antara 1-3 hari. Menurut Rukmi (2002), sebagian besar Kuntul besar memiliki masa pengeraman selama 27 hari. Menurut Sulistiani (1991), sebagian besar masa pengeraman Kuntul kecil antara 21 hari.

Awal pengeraman berbeda-beda antara kelompok burung, tetapi normalnya pengeraman terjadi pada saat telur pertama diletakkan sehingga penetasan terjadi tidak bersamaan. Selama mengeram telur diapit diantara kaki dan bulu dada (Johnsgard, 1993; dalam jumilawaty 2004). Umumnya anakan yang menetas dari telur yang besar memiliki kesempatan hidup lebih besar dari telur yang berukuran kecil. Ini dapat dilihat dari sarang yang berisi satu telur dan anak pertama dari sarang yang berisi dua atau tiga telur (Jumilawaty, 2004)

Perrins (1996), juga mengatakan ukuran anakan biasanya berhubungan erat dengan ukuran telur. Anakan yang menetas dari telur yang besar relatif memiliki keuntungan dibandingkan yang menetas dari telur yang lebih kecil.

Gambar

Gambar 1. Sketsa anakan pecuk di Suaka Margasatwa Pulau Rambut,
Tabel 1. Perbandingan Ukuran Morfometri Kuntul besar (Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo tahun 2014
Tabel 2. Perbedaan Morfologi Kuntul besar (Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo
Tabel 3. Jenis Pohon, Tinggi Sarang dan Tinggi Pohon Kuntul besar (Egretta alba) dan Kuntul kecil (Egretta garzetta) di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Discovery Learning adalah siswa mampu menemukan konsep, hukum, atau prinsip dari materi ajar melalui penyelidikan individu atau kelompok, sedangkan model sedangkan

Tindak Pidana Penganiayaan Biasa Penganiayaan biasa yang dapat juga disebut dengan penganiayaan pokok atau bentuk standar terhadap ketentuan Pasal 351 yaitu pada

Moralitas (dari kata sifat latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan moral. Hanya ada nada lebih abstrak. Kita berbicara tentang moralitas suatu perbuatan

private javax.swing.JButton bt_cariKry2; private javax.swing.JButton bt_cariKry3; private javax.swing.JButton bt_editAbsen; private javax.swing.JButton bt_editGaji;

Perdarahan yang banyak menyebabkan kematian ibu.Penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara tingkat anemia dengan kejadian abortus pada ibu hamil di wilayah

Hasil penelitian antara lain: Ketersediaan ubi kayu di Provinsi Sumatera Utara secara serempak dipengaruhi oleh luas panen ubi kayu, harga ubi kayu, jumlah

Tiga Manunggal Synthetic Industries dan merancang sistem sederhana mengenai perhitungan penggajian serta tampilan laporan yang sesuai dengan Label Gaji PT.Tiga

Hasil penelitian menunjukkan (1) Penerapan model pembelajaran Numbered Heads Together pada pembelajaran PKn dilaksanakan guru dengan baik dan sesuai dengan