• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Jagung Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Di Kabupaten Langkat (Studi Kasus: Desa Namu Ukur Utara Kecamatan Sei Binge Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Jagung Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Di Kabupaten Langkat (Studi Kasus: Desa Namu Ukur Utara Kecamatan Sei Binge Kabupaten Langkat"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA JAGUNG DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

DI KABUPATEN LANGKAT

(Studi Kasus: Desa Namu Ukur Utara Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat)

SKRIPSI

OLEH :

LAMPOS GULTOM 030309032

SEP/PKP

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008

(2)

TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA JAGUNG DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

DI KABUPATEN LANGKAT

(Studi Kasus: Desa Namu Ukur Utara Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat)

SKRIPSI

OLEH :

LAMPOS GULTOM 030309032

SEP/PKP

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua : Anggota :

( Ir.A.T. Hutajulu, M.S) (Nelvariani Hanafi, SP, M.Si)

NIP : 130877998 NIP : 132162040

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

RINGKASAN

Lampos Gultom (030309032) dengan judul skripsi “ Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Jagung dan Faktor-

Faktor yang Mempengaruhinya di Kabupaten Langkat ” ( Studi kasus : Desa Namu Ukur Utara, Kecamatan Sei Bingei, Kabupaten Langkat) yang ditentukan secara Purposive. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. A.T. Hutajulu, MS dan Nelvariani Hanafi SP, M.Si.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknologi budidaya jagung yang dianjurkan oleh PPLdi daerah penelitian, untuk mengetahui tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya jagung, untuk mengetahui apakah ada pengaruh faktor sosial ekonomi petani dengan tingkat adopsi terhadap teknologi budidaya jagung anjuran yang digunakan dengan metode analisis Chi-Sguare.

Desa Namu Ukur Utara, Kecamatan Sei Bingei, Kabupaten Langkat, dipilih sebagai lokasi penelitian secara sengaja karena merupakan sentra produksi jagung dengan jumlah produksi 6.784 ton per tahun dan luas lahan1.032 Ha dengan produktifitas 6,57 ton/Ha. Dan para petaninya memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian sehingga permasalahan yang ada dalam penelitian dapat terjawab, selain itu jumlah petani jagung yang cukup banyak di daerah tersebut yaitu 867 KK. Metode Pengambilan Sampel adalah Stratified Random Sampling, yaitu dari seluruh populsi petani jagung di derah penelitian diambil sampelnya sebanyak 30 KK berdasarkan strata luas lahan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pola tanam jagung yang dilaksanakan adalah menanam jagung 2 kali setahun yaitu bulan Maret dan bulan Juli, komponen sistem pengelolaan budidaya anjuran tanaman jagung meliputi penggunaan bibit bermutu, pengolahan lahan, penanaman, pemupukn, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, pengairan, panen, pasca panen, Tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya anjuran pada tanaman jagung termasuk dalam kategori sedang yaitu 18,30 ; Tidak ada pengaruh antara faktor sosial ekonomi (umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, tingkat kosmopolitan, status lahan, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan usaha tani terhadap teknologi budidaya jagung anjuran; masalah-masah yang dihadapi oleh petani adalah masalah kekurangan modal, serangan hama dn penyakit, keahlian petani dan fluktuasi harga, Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah dalam mengadopsi teknologi budidaya jagung adalah petani melakukan peminjaman pada koperasi desa, melakukan penyemprotan dengan Furadan 3G untuk memberantas hama penggerek dan untuk mencegah penyakit bulai dengan menggunakan ridomil, untuk mengatasi keahlian petani dengan berdiskusi dalam kelompok tani yang selama ini tidak aktif dan berkoordinasi dengan PPL, dan mengatasi masalah fluktuasi harga dengan membuat suatu sistem penjualan bersama dalam kelompok tani sehingga petani dapat memiliki posisi dalam menentukan harga jual.

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Pansurnapitu, KecamatanTarutung pada tanggal 12 Agustus 1984 dari Ayahanda Lamsahari Gultom dan Ibunda Rusmawati Silaban, sebagai anak keenam dari delapan bersaudara.

Pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis adalah sebagai berikut : 1. Tahun 1990 masuk Sekolah Dasar di SD NO 173116 Pansurnapitu Tarutung

dan tamat tahun 1996.

3. Tahun 1996 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 3 Tarutung dan tamat tahun 1999.

4. Tahun 1999 masuk Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Tarutung dan tamat tahun 2002

5. Tahun 2002 diterima di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru ( SPMB) 6. Bulan Juni-Juli 2007 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa

Invaliden, Kecamatan Sei Bingei, Kabupaten Langkat.

7. Bulan Oktober-Nopember, 2007 melaksanakan penelitian skripsi di Desa Namu Ukur Utara, Kecamatan Sei Bingei, Kabupaten Langkat.

(5)

KATA PENGANTAR

Terpujilah Tuhan Yang Maha Kuasa, untuk kasih dan anugerah-Nya yang senantiasa menyertai penulis dalam memulai, menjalani, dan menyelesaikan masa perkuliahan serta dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan penulisan skripsi ini. Adapun judul dari skripsi ini adalah

TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA JAGUNG DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI

KABUPATEN LANGKAT” dengan studi kasus Desa Namu Ukur Utara, Kecamatan Sei Bingei, Kabupaten Langkat.

Pada kesempatan ini, penulis dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Ir. A.T. Hutajulu.MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Nelvariani Hanafi SP.M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Ketua Departemen Sosial Ekonomi

Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Sekretaris Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staff pengajar dan pegawai di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh Instansi yang terkait dengan penelitian ini dan para responden atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis mengadakan penelitian.

(6)

7. Rekan-rekan mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian SEP’03 ( Jona, Edi, Gibson, Kristo, Martondi, JF, Suma, Hery, Bahagia, Syaikibul, Ika, Gurniati, Nola, Cory, dan rekan-rekan yang lainnnya yang belum saya sebut satu persatu yang telah memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

Terima kasih secara khusus penulis ucapkan kepada Ayahanda tercinta L.H Gultom dan Ibunda tercinta R. Silaban atas doa, didikan, nasehat dan

kasih sayang yang begitu besar kepada penulis, dan kepada abang, kakak, dan adikku, Partogian Gultom dan Mariani Gultom serta keluarga Bapa Uda S.B Gultom dan Inang uda R. Panggabean di Medan atas pengajaran, kasih, dorongan, dan doanya selama penulis menyelesaikan studi dan skripsi ini.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman- teman satu pelayanan di IMPERATIF – USU (Yehuda, Bima, B’Ryan, B’Fandy, Fery Zak & Jo, Orlando, Elmi, Angel, Wina, Yanti, Lia, Rinda, Erwin, Daniel, Ishak, Viktor, Bili, Dian, Hana Olin, Santri, Kristian,) dan yang lainnya yang tidak dapat saya sebut satu persatu, atas dukungan doanya dan pelayanan yang boleh kita jalani bersama.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, Maret 2008 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Hal

RINGKASAN ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 6

Tujuan Penelitian ... 6

Kegunaan Penelitian ... 7

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, & HIPOTESIS PENELITIAN... 8

Tinjauan Pustaka ... 8

Tinjauan Agronomis... 8

Tinjauan Ekonomis... 10

Landasan Teori ... 12

Kerangka Pemikiran... 18

METODE PENELITIAN ... 22

Metode Penentuan Daerah Penelitian... 22

Metode Penentuan Sampel ... 22

Metode Pengumpulan Data... 23

Metode Analisis Data ... 23

Defenisi dan Batasan Operasional... 24

Defenisi ... 24

Batasan Operasional ... 27

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL... 32

Deskripsi Daerah Penelitian... 32

Keadaan Fisik dan Geografi ... 32

Keadaan Penduduk... 32

(8)

Penggunaan Tanah ... 34

Sarana dan Prasarana ... 34

Karakteristik Petani Sampel... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

Teknologi Budidaya Jagung yang Dianjurkan PPL ... 39

Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran pada Budidaya Tanaman Jagung ... 46

Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Petani Terhadap Tingkat Adopsi Petani dalam Teknologi Budidaya Jagung ... 48

Masalah-Masalah yang Dihadapi oleh Petani dalam Mengadopsi Teknologi Budidaya Jagung... 59

Upaya- Upaya yang Dilakukan dalam Mengatasi Masalah yang Dihadapi oleh Petani Jagung ... 61

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 63

Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(9)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

1. Luas Tanam, Produksi, dan Produktivitas komoditi Jagung

di Propinsi Sumatera Utara Tahun 2006... 3

2. Luas Tanam, Produksi, dan Produktivitas Komoditi Jagung

di Kabupaten Langkat Tahun 2006 ... 4 3. Luas Tanam, Produksi, dan Produktivitas Komoditi Jagung

di Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat Tahun 2006... 5 4. Populasi dan Sampel Petani Tanaman Jagung di Desa Namu Ukur

Utara Tahun 2006 ... 22 5. Spesifikasi Pengumpulan Data ... 23 6. Paket Teknologi Budidaya Jagung ... 28 7. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur

di Desa Namu Ukur Utara ... 33 8. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian

di Desa Namu Ukur Utara ... 33 9. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Desa Namu Ukur Utara .... 34 10. Sarana dan Prasarana di Desa Namu Ukur Utara ... 35 11. Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Sampel di Desa Namu

Ukur Utara... 36 12. Analisis Usaha Tani Jagung Dari Petani

Sampel di Daerah Penelitian... 38 13. Perbandingan Teknologi Budidaya Jagung yang

Dianjurkan dengan yang Diterapkan oleh Petani

di Desa Namu Ukur Utara ... 42 14. Teknologi yang Dianjurkan oleh PPL dengan

Persentase Harapan oleh Petani pada Budidaya Jagung

di Desa Namu Ukur Utara ... 47

(10)

15. Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi

Budidaya Jagung di Desa Namu Ukur Utara... 48 16. Pengaruh Umur TerhadapTingkat Adopsi Petani dalam

Teknologi Budidaya Jagung ... 49

17. Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Tingkat Adopsi

Petani dalam Teknologi Budidaya Jagung ... 50 18. Pengaruh Pengalaman Bertani Terhadap Tingkat

Adopsi Petani dalam Teknologi Budidaya Jagung ... 52 19. Pengaruh Tingkat Kosmopolitan Terhadap Tingkat

Adopsi Petani dalam Teknologi Budidaya Jagung

di Desa Namu Ukur Utara ... 53 20. Pengaruh Status Lahan Terhadap Tingkat Adopsi

Petani dalam Teknologi Budidaya Jagung

di Desa Namu Ukur Utara ... 54 21. Pengaruh Luas Lahan Terhadap Tingkat Adopsi

Petani dalam Teknologi Budidaya Jagung

di Desa Namu Ukur Utara ... 55 22. Pengaruh Jumlah Tanggungan Keluarga Terhadap Tingkat

Adopsi Petani dalam Teknologi Budidaya Jagung

di Desa Namu Ukur Utara ... 56 23. Pengaruh Pendapatan Usaha Tani Terhadap Tingkat

Adopsi Petani dalam Teknologi Budidaya Jagung

di Desa Namu Ukur Utara ... 58 24. Jumlah dan Persentase Petani Berdasarkan Masalah yang

Dihadapi di Desa Namu Ukur Utara... 60

(11)

No. Judul Hal 1. Skema Kerangka Pemikiran... 20

2. Skema Pola Tanam Jagung yang Dilaksanakan Petani di Daerah Penelitian... 38

PENDAHULUAN

(12)

Latar Belakang

Pembangunan pertanian akan selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para petani, daerah pedesaan tempat dimana mayoritas petani menjalani kehidupan sehari-hari, mempunyai beberapa permasalahan seperti, tingkat pendidikan yang rendah, tingkat ketrampilan yang masih terbatas, produktivitas dan tingkat pendapatan yang rendah adanya sikap mental yang kurang mendukung dan masalah-masalahnya. Permasalahan tersebut meliputi seluruh aspek

kehidupan masyarakat petani pedesaan yang satu sama lain saling terkait (Wiraatmadja, 1992).

Langkah untuk mempercepat laju pembangunan pertanian maka kegiatan penyuluhan pertanian sangat memegang peranan penting, adanya penyuluhan pertanian para petani diharapkan mempunyai suatu persepsi yang positif terhadap suatu teknologi, kemudian dengan persepsi yang positif tersebut diharapkan petani bersedia mengubah sikap dan perilaku dalam pengolahan usaha tani sesuai dengan anjuran teknologi yang hendak diterapkan (Gultom, 1994).

Pengolahan usaha tani dimana saja dan kapan saja pada hakekatnya akan dipengaruhi oleh perilaku petani yang mengusahakan usahatani. Perilaku orang yang ternyata tergantung banyak faktor, diantaranya watak, suku dan kebudayaan dari petani itu sendiri, tingkat kebudayaan bangsa dan masyarakatnya juga dari kebijakan pemerintah (Van Den Ban dan Hawins, 1999).

(13)

berdasarkan urutan bahwa makanan pokok didunia, jagung menduduki urutan ke 3 setelah gandum dan padi (Ipteknet, 2006)

Produksi jagung dewasa ini tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga diperlukan impor. Keadaan ini tidak dapat dibiarkan karena akan merugikan para peternak yang membutuhkan pakan, dimana jagung memegang peranan 51 % sebagai bahan pokok pembuatan pakan dan juga konsumsi manusia. (Rukmana,1994).

Hal ini sangat memerlukan penyediaan bibit varietas ungggul. Varietas unggul jagung adalah jenis jagung yang mempunyai sifat-sifat lebih baik dari pada jenis jenis yang lainnya sifat penting yang harus dimiliki suatu varietas unggul adalah berpotensi hasil tinggi, berumur pendek dapat memanfaatkan atau menggunakan pupuk sebaik mungkin dan tahan terhadap hama ataupun penyakit (Rukmana, 1998)

Penelitian sistem usaha tani merupakan suatu pendekatan penelitian dan pengembangan pertanian yang memandang keseluruhan usahatani sebagai suatu sistem yang menitikberatkan pada komponen atau unsur sistem usaha tani dengan lingkungan dan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dari sistem usaha tani melalui pemanfaatan yang lebih baik dan teknologi yang telah diperbaiki untuk meningkatkan pendapatan (Surapto, 1999)

Data dan informasi yang diperoleh dari Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Langkat merupakan penghasil ke 5 terbesar

produksi tanaman jagung di Propinsi Sumatera Utara dengan luas lahan 15.787 Ha dengan produksi 86..828,5 ton atau produktivitas 5,78 ton/Ha Hal ini

dapat dilihat pada Tabel 1.

(14)

Tabel 1. Luas Tanam, Produksi, dan Produktivitas Komoditi Jagung di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006

No Kabupaten /Kota Luas

Mandailing Natal Tapanuli Selatan Jumlah Total 170.465 954.608,5 5,63 Sumber: Dinas Pertanian Sumatera Utara 2006

Tabel 1 dapat dilihat jumlah total luas lahan komoditi jagung di Propinsi Sumatera Utara 170.465 Ha, dengan produksi 954.608.5 ton dan produktivitas 5,63 ton/Ha. Ada 5 Kabupaten /Kota diprovinsi Sumatera Utara yang memiliki luas lahan, produksi, produktivitas tertinggi dari 25 keseluruhan Kabupaten yang ada, yaitu Simalungun, Karo, Dairi, Deli Serdang dan Langkat. Kabupaten tertinggi tersebut produktivitas tanaman jagung adalah Kabupaten Simalungun

(15)

adalah urutan ke 5 dengan jumlah produksi 86.828,5 ton dan luas tanam (Ha) 15.787 (Ha) serta produktivitas 5,78 ton/Ha. Daerah ini merupakan daerah yang dijadikan lokasi penelitian. Adapun luas tanam produksi dan produktivitas komoditi jagung menurut Kecamatan, di Kabupaten Langkat dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas Tanam, Produksi, dan Produktivitas Komoditi Jagung di Kabupaten Langkat Tahun 2006

No Kecamatan Luas Tanam Sawit Seberang Padang Taualang

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Langkat 2006

Tabel 2 dapat dilihat bahwa Kecamatan Sei Bingei merupakan penghasil produksi jagung tertinggi di Kabupaten Langkat dengan luas tanaman Jagung 5.631 Ha dan produksi 33.554 ton dan produktivitas 5,82 ton/Ha dan disusul Kecamatan Selesai, produksi 11.285 ton, luas lahan 2.555 Ha dan produktivitas 4,98 ton/Ha.

(16)

Selanjutnya Tabel 3 dikemukakan bahwa Desa Namu Ukur Utara merupakan daerah sentra produksi terbesar di Kecamatan Sei Bingei dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Luas Tanam, Produksi, dan Produktivitas Komoditi Jagung di Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat Tahun 2006

No Desa/ Kelurahan Luas Tanam Namu Ukur Selatan Namu Ukur Utara Ps. VIII Namo Terasi Emp.N. Trasi Ps. V Purwobinangun Kwala Mencirim Ps.VI Kwala M.T Seribu

Sumber : Mantan /BPP/Sek. Bimas Kecamatan Sei Bingei Tahun 2006

(17)

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka dapat dirumuskan permasalahan yang perlu diteliti sebagai berikut :

1. Bagaimana teknologi budidaya jagung yang dianjurkan oleh PPL di daerah penelitian ?

2. Bagaimana tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya jagung di daerah penelitian ?

3. Bagaimana pengaruh faktor sosial ekonomi (umur petani, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, tingkat kosmopolitan, status lahan, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan usaha tani) dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya jagung di daerah penelitian ?

4. Apa masalah – masalah yang dihadapi petani dalam mengadopsi teknologi budidaya jagung di daerah penelitian ?

5. Apa upaya upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah –masalah yang dihadapi petani dalam mengadopsi teknologi budidaya jagung di daerah penelitian ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah maka tujuan penelitian dapat dirumuskan untuk :

1. Mengetahui teknologi budidaya jagung yang dianjurkan oleh PPL di daerah penelitian.

2. Mengetahui tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya jagung di daerah penelitian.

(18)

3. Mengetahui pengaruh faktor sosial ekonomi (umur petani, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, tingkat kosmopolitan, status lahan, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan usaha tani) terhadap teknologi budidaya jagung di daerah penelitian.

4. Mengetahui masalah yang dihadapi petani dalam mengadopsi teknologi budidaya jagung di daerah penelitian.

5. Mengetahui upaya yang dilakukan petani untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dalam mengadopsi teknologi budidaya

jagung di daerah penelitian.

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian yang dilakukan ini adalah sebagai :

1. Bahan refrensi dan studi untuk pengembangan ilmu bagi pihak-pihak yang membutuhkan .

2. Bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan dan kebijakan dalam rangka peningkatan produksi usaha tani Jagung.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN

KERANGKA PEMIKIRAN

Tinjauan Pustaka

Tinjauan Agronomis

Tanaman jagung merupakan tanaman semusim yang termasuk famili rumput-rumputan (Graminae) yang memiliki nama latin Zea mays Linn. Tanaman jagung berasal dari negara Meksiko kemudian menyebar ke benua Eropa abad 15. Di Indonesia dikenal sekitar abad 17 yang lalu yang didatangkan dari negara Portugis dan Spanyol. Daerah sentra produksi jagung di Indonesia pada mulanya terkonsentrasi di pulau Jawa yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, kemudian menyebar ke pulau Nusa Tenggara, Sulawesi dan Sumatera.

Tanaman jagung (Zea mays L) dalam tata nama atau sistematikanya diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisio : Spermathopyta (tumbuhan Berbiji) SubDivisio : Angiospermae (berbiji tertutup) Classis : Monocotyledone (berkeping satu) Ordo : Graminae (rumput-rumputan)

Familia : Graminaceae

Genus : Zea

Species : Zea mays L ( Warisno, 2002)

Akar tanaman jagung dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pada kondisi tanah yang subur dan gembur karena sistem pengolahan tanahnya cukup baik, akan didapatkan jumlah akar yang cukup banyak, sedangkan pada tanah yang kurang baik (jelek) akar yang tumbuh terbatas (sedikit).

(20)

Batang tanaman jagung silindris dan tidak berlubang seperti halnya tanaman padi, tetapi padat dan berisi berkas-berkas pembuluh sehingga makin memperkuat berdirinya batang. Jumlah ruas tergantung pada varietas jagung yang ditanam dan umur tanaman. Fungsi batang tanaman jagung yang berisi berkas-berkas pembuluh adalah sebagai media pengangkut zat-zat makanan dari atas kebawah sebaliknya (Warisno, 2002).

Anakan jagung berbentuk nodia atau buku yang terletak di bawah tanah

karena terdapat mata tunas yang dorman (istirahat). Anakan tersebut dapat tumbuh bila keadaan lingkungan memenuhi syarat, misalnya kandungan lengas tanah yang tinggi. Bila didukung oleh curah hujan yang tinggi, pada fase vegetatif ini akan terbentuk anakan (tunas-tunas kaki).

Daun tanaman jagung berbentuk pita atau garis .Jumlah daun sekitar 8 helai - 48 helai setiap batangnya, panjang daun 30 cm - 45 cm dan lebarnya antara 5 cm -15 cm. Fungsi daun tanaman jagung sangat berpengaruh dalam penentuan produksi. Sebab pada daun tersebut terjadi beberapa aktivitas tanaman yang sangat mendukung proses perkembangan tanaman.

Bunga tanaman jagung biasanya terdapat bunga jantan dan bunga betina yang letaknya. Bunga jantan terdapat pada malai bunga ujung tanaman, sedangkan bunga betina terdapat pada tongkol jagung. Keistimewaan tanaman jagung ialah jumlah ruas pada tongkol sama dengan jumlah ruas dari tongkol keatas.

(21)

siap untuk membuahi. Biji jagung yang digunakan untuk benih biasanya hanya yang terdapat pada bagian tengah saja. ( Warisno, 2002).

Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah-daerah beriklim subtropis / tropis yang basah. Di daerah tropis juga banyak ditanam jagung. Jagung dapat tumbuh didaerah yang terletak antara 0 0- 50 0 LU hingga 0 0 – 40 0 0 LS. Suhu yang dikehendaki 21 0 C- 30 0 C. Jagung dapat ditanam pada daerah yang ketinggiannya 100-1.800 meter diatas permukaan laut. Air yang dibutuhkan tanaman jagung untuk dapat bertahan hidup mencapai 1,8 liter air/ hari. (Surapto, 1999).

Tanaman jagung dapat tumbuh hampir disemua macam tanah. Tanah yang padat serta kuat menahan air tidak baik untuk ditanam jagung, karena pertumbuhan akarnya tidak baik atau akarnya menjadi busuk. Untuk tanah berat perlu dibuat saluran drainase. Jagung tumbuh baik pada pH tanah antara 5,5 -7,0 (Aninomus,1999).

Tinjauan Ekonomis

Produksi utama usahatani jagung adalah biji. Biji jagung merupakan sumber karbohidrat yang potensial untuk bahan pangan ataupun non pangan. Produksi Sampingan kempa batang, dan kelobot dapat dimanfatkan sebagai bahan pakan ternak ataupun pupuk kompos.

Biji jagung tua dapat diolah menjadi pati, tepung jagung, makanan kecil (snack), brondong (popcorn), emplek dan lepet jagung serta aneka pangan lainnya. Sementara biji jagung yang telah kering diolah menjadi jagung pipilan, beras jagung , ataupun jagung giling.

(22)

Tongkol jagung muda dan biji jagung merupakan sumber karbohidrat potensial untuk dijadikan bahan pangan sayur dan bahan baku berbagai industri makan kandungan kimia jagung terdiri atas air, protein, lemak, karbohidrat, gula, pentosa, abu dan zat yang lain. (Rukmana, 1994)

Pada saat ini telah diorbitkan jagung - jagung varietas unggul yang memiliki kemampuan berproduksi tinggi seperti jagung hibrida C-1, jagung hibrida IPB-4, Jagung Hibrida Pioneer, Jagung Hibrida BISI ( Benih Inti Subur Tani ), dan jagung hibrida Pokhand. Teknologi budidaya jagung yang digunakan didaerah penelitian adalah dengan menggunakan varietas unggul. Karena varietas unggul yang ditanam di daerah penilitian adalah Jagung Hibrida Pioneer- 12, NK – 22, dan BISI -2, C7-1. Masing- masing hasil produksi dari jenis varietas tersebut

adalah jenis hibrida Pioner : 6-7,5 ton/ ha, . NK -22 : 6,5- 8 ton /Ha, Bisi -2 : 5-6 ton/ ha, C7 -1 : 7 ton/ha. (BPP Sei Bingei, 2006)

Metoda untuk memperoleh hasil yang diharapkan maka petani harus mampu memanajemen faktor-faktor produksi tersebut secara efisien. Faktor produksi yang dimaksud adalah tanah, modal, tenaga kerja dan sarana produksi. Permasalahan yang dihadapai petani adalah kemampuan petani dalam menguasai suatu teknologi baru.

(23)

berbagai kebutuhan seperti untuk biaya produksi periode selanjutnya, tabungan dan pengeluaran lainnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga (Soekartawi,1996).

Landasan Teori

Adopsi dapat diartikan sebagai penerapan atau penggunaan sesuatu idea atau

alat teknologi baru yang disampaikan lewat pesan komunikasi (lewat penyuluhan ). Adopsi merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

seserorang terhadap sesuatu inovasi sejak mengenal, menaruh minat, menilai

sampai menerapkan. Atau dengan kata lain suatu inovasi yang diterima (Levis, 1992).

Usaha yang dilakukan dalam memperkenalkan suatu teknologi baru (inovasi) kepada seseorang, maka sebelum orang tersebut mau menerapkannya, terdapat suatu proses yang disebut proses adopsi. Dalam proses ini terdapat tahapan-tahapan yang meliputi tahapan dari belum diketahui sesuatu oleh seseorang sampai dengan diterapkannya inovasi tersebut. Dalam proses penerimaan inovasi, terdapat lima (5) tahapan yang dilalui sebelum sesorang bersedia menerapakan suatau inovasi yang diperkenalkan kepadanya.

Lampos Gultom : Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Jagung Dan Faktor-Faktor Yang

Pada tingkatan 1) Sadar, adalah seorang belajar tentang ide baru, produk atau praktek baru. Dia hanya mempunyai pengetahuan umum mengenai

ide baru tersebut, tidak mengetahui kulitasnya dan pemanfaatanya secara khusus.

(24)

baik untuknya. 4) Coba-coba, adalah seseorang sekali dia putuskan bahwa dia menyukai ide tersebut, dia akan mengadakan percobaan. Hal ini mungkin

terlaksana dalam kurun waktu yang lama atau dalam skala yang terbatas.

5) Adopsi, adalah tahap dimana dia menyakini akan kebenaran atau keunggulan ide baru tersebut sehingga menerapkannya dan mungkin juga mendorong penerapan oleh orang lain, dan inovasi biasanya diadopsi dengan cepat karena:

1. Memiliki keuntungan relatif tinggi bagi petani. 2. Sesuai dengan nilai-nilai sosial/ adat setempat. 3. Tidak rumit.

4. Dapat dicoba dalam skala kecil. 5. Mudah diamati.

(Ginting, 2002)

Hasil penelitian adopsi dapat digunakan oleh organisasi penyuluhan untuk mempercepat tingkat adopsi inovasi atau mengubah proses adopsi inovasi sedemikian rupa sehingga kategori petani tertentu dapat mengadopsinya lebih cepat.

Lamanya waktu yang dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat menerima inovasi tidaklah sama, hal ini dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, pengalaman pribadi maupun tekanan dalam kelompoknya. Menurut para pakar sosiologi berdasarkan atas kerangka waktu penerimaannya, maka penerimaan inovasi dapat digolongkan kedalam 5 lima macam kelompok masyarakat yaitu :

(25)

2. Penerap dini (early adopters) adalah sejumlah petani yang cepat mengikuti inovator.

3. Penerap mayoritas awal (early majority) adalah sekelompok petani penerap menengah setelah kelompok penerapan dini.

4. Penerap mayoritas akhir (late mayority) adalah sejumlah petani yang lambat dalam menerima suatu inovasi (teknologi atau praktek- praktek baru).

5. Kelompok penentang (laggard ) adalah sekelompok petani yang tidak mau menerima inovasi ( teknologi atau praktek-praktek baru).

(Suhardiyono, 1992)

Pelaksanaan penyuluhan, sebelum petani itu menerapkan anjuran yanmg disampaikan oleh penyuluh lapangan, terdapat suatu proses yang disebut dengan proses penerimaan dan proses adopsi terhadap teknologi baru. Dalam penerimaan teknologi baru yang dianjurkan oleh penyuluh lapangan, maka kecepatan penerimaan petani terhadap teknologi tidaklah sama tergantung pada sikap dan kondisi masing-masing petani pada saat teknologi tersebut diperkenalkan kepada mereka (Suhardiyono, 1992).

Penyebaran teknologi baru memiliki waktu untuk diterapkan oleh petani disebabkan karena setiap hal atau pemikiran baru untuk dapat diterima oleh

seseorang lebih dahulu mengalami proses yaitu proses adopsi (Van Den Ban dan Hawkins, 2000).

Perubahan perilaku melalui penyuluhan pertanian pada diri petani pada umumnya berjalan dengan lambat, hal ini disebabkan ;

a) Tingkat pengetahuan, kecakapan dan mental petani.

(26)

b) Penyuluhan yang disampaikan hanya akan diterima (diterapkan atau diadopsi) setelah para petani mendapat gambaran nyata atau berkenyakinan bahwa hal-hal; yang diterima dari penyuluhan akan berguna, memberikan keuntungan, peningkatan hasil bila dipraktekan, atau tidak menimbulkan kerugian terhadap apa yang sedang dilakukan. (Kartasaputra, 1994).

Pada dasarnya perilaku petani sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, kecakapan dan sikap mental itu sendiri. Dalam hal ini pada umumnya karena tingkat kesejahteraan hidupnya dan keadaan lingkungan dimana mereka tinggal, dapat dikatakan masih menyedihkan sehingga menyebabkan pengetahuan dan kecakapannya tetap berada dalam tingkatan rendah dan keadaan seperti ini tentu akan menekan sikap dan mentalnya.

Perubahan perilaku dapat dilakukan melalui: a. Penarikan minat :

Teori mendidik yang tingkat intelegensinya masih rendah dan mental yang tertekan, hanya dapat dijalankan dengan cara mengajak untuk dapat melihat, mendengar dan ikut melakukan sendiri dengan abik apa yang menjadi materi dalam penyuluhan tersebut.

b. Mudah dan dapat dipercaya.

(27)

c. Peragaan dan disertai dengan sarannya

Penyuluhan harus disertai dengan peragaan yang didukung dengan sarana/ alat-alat peragaan yang mudah didapat, murah dan mudah dikerjakan oleh para petani apabila mereka berniat untuk mempraktekkanya.

d. Saat dan tempatnya harus tepat.

Para penyuluh harus pandai memperhitungkan kapan petani bersantai / ada dirumah, kapan biasanya mereka berkumpul dan dimana kebiasaan mereka berkumpul dilakukan (Sastraadmadja, 1993).

Hasil – hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan diantara keberhasilan agen pembaharuan mempengaruhi petani dalam menerima inovasi dengan kerja usaha yang ia akan lakukan dalam memperkenalkan suatu inovasi baru. Semakin rajin penyuluh menawarkan inovasi atau mempromosikan inovasinya, proses adopsi akan semakin cepat.

Suatu paket teknologi pertanian akan tidak ada manfaatnya bagi petani dipedesaan jika teknologi tersebut tidak dikomunikasikan pada masyarakat pedesaan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menciptakan struktur komunikasi informasi dipedesaan menjadi sangat kompleks sehingga dapat dikatakan bahwa akan ada perubahan secara terus menerus dalam cara kerja (teknik kerja) pada petani jika kepada mereka melakukan komunikasi teknologi yang baik dan tepat (Sastria Negara. 2000 ).

Peran media komunikasi menjadi sangat penting terutama dalam proses pendekatan dalam menyampaikan suatu maksud agar dapat diterima oleh masyarakat petani. Sukses atau gagalnya serta untung atau ruginya hasil-hasil

(28)

pertanian sangat dipengaruhi oleh adanya informasi yang diterima oleh para petani (Ginting, 2002).

Adopsi teknologi baru adalah merupakan proses yang terjadi dari petani untuk menerapkan teknologi tersebut pada usaha taninya. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor sosial ekonomi petani yaitu:

Umur Petani

Makin tua (umur produktif 22-55 tahun ) petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarrnya mereka masih belum berpengalaman soal adopsi inovasi .

Tingkat pendidikan Petani

Pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunana praktek pertanian yang lebih modern. Mereka yang berpendidikan lebih tinggi adalah relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi petani.

Pengalaman bertani

Petani yang sudah lebih lama berusaha tani akan lebih mudah menerapkan inovasi dibanding dengan membuat perbandingan dalam mengambil keputusan . Dibandingkan yang masih pemula dalam berusaha tani.

Tingkat kosmopolitan

(29)

Status lahan

Petani yang memiliki lahan usaha tani sendiri lebih mudah menerapkan teknologi baru dibandingkan petani penyewa lahan usahatani yang membuat perbandingan dalam mengambil keputusan.

Luas lahan

Petani yang mempunyai lahan yang lebih luas akan lebih mudah menerapkan inovasi dibanding daripada petani yang berlahan sempit. Hal ini dikarenakan keefektifan dan efisiensi dalam penggunaan sarana produksi (saprodi) .

Pendapatan usaha tani

Petani yang memiliki tingkat pendapatan usaha taninya tinggi akan berusaha lagi mencari informasi dan melakukan inovasi baru agar produksi usaha taninya lebih meningkat. Dan petani yang pendapatan usaha tani rendah akan lebih sulit dal;am menerapakn inovasi baru.

Jumlah tanggungan keluarga

Petani yang memiliki jumlah tanggungan yang banyak akan lebih sulit dalam menerapkan teknologi karena biaya untuk mencukupi kebutuhan keluarga sangat tinggi mereka sulit menerima resiko yang besar jika nantinya inovasi tersebut tidak berhasil.

Kerangka Pemikiran

Lampos Gultom : Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Jagung Dan Faktor-Faktor Yang

(30)

penting dalam memperkenalkan teknologi pada petani karena dengan bantuan penyuluh maka inovasi akan lebih cepat diterima oleh petani .

Adopsi teknologi baru adalah merupakan proses yang terjadi dari petani untuk menerapkan teknologi tersebut pada usaha taninya. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor sosial ekonomi petani yaitu, umur, petani, pendidikan, pengalaman bertani, status lahan, tingkat kosmopolitan, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan usahatani.

Seorang petani dalam mengadopsi teknologi budidaya jagung tidak sama, ada yang cepat, ada yang lambat bahkan ada yang menunda, oleh karena itu tingkat adopsi dapat dikategorikan rendah, sedang, dan tinggi.

Tingkat adopsi teknologi budidaya jagung diukur dengan pemanfaatan budidaya anjuran yang disarankan oleh penyuluh dari Dinas Pertanian oleh Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Dalam mengadopsi teknologi budidaya jagung, petani dikategorikan kedalam tiga tingkatan adopsi yaitu tingkat adopsi tinggi dengan kriteria skor 20 – 27 penilaian untuk kriteria tingkat adopsi sedang dengan kriteria skor 10 - 19 dan kriteria tingkat adopsi rendah dengan skor 0 – 9.

(31)

Petani Jagung

Usaha Tani

Jagung Faktor Sosial Ekonomi: 1. Umur Petani

Rendah Sedang

Upaya untuk mengatasi masalah 5. Pemeliharaan 6. Pengendalian Hama

dan Penyakit

Gambar 1: Skema Kerangka Pemikiran

(32)

Hipotesa Penelitian

Berdasarkan skema kerangka pemikiran maka dapat dirumuskan hipotesa penelitian adalah sebagai berikut:

1. Tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya jagung didaerah penelitian sudah tinggi.

(33)

M ETODE PENELITIAN

Metode Penentuan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ditentukan secara secara Purposive Sampling, yaitu penentuan secara sengaja didesa Namu Ukur Utara Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat dengan pertimbangan bahwa desa tersebut adanya penyuluhan teknologi budidaya jagung dan sebagai sentra produksi jagung terbesar di Kabupaten Langkat. Produksi tanaman jagung 6.784 ton dan luas lahan 1.032 ha dengan produktivitas 6,57 ton / Ha .

Metode Penentuan Sampel

Populasi adalah petani yang mengusahakan usaha tani jagung di desa Namu ukur yang berjumlah 867 KK. Populasi dikelompokkan atas 3 strata berdasarkan luas lahan. Metode penentuan sampel dilakukan secara Stratified Random Sampling dengan besar sampel ditetapkan 30 KK. Pengambilan sampel berdasarkan strata luas lahan bertujuan supaya sampel terwakili dari semua populasi. Jumlah populasi dan sampel menurut strata luas lahan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Populasi dan Sampel Petani Tanaman Jagung di Desa Namu Ukur Utara tahun 2006

No Strata Luas Lahan

(Ha)

Populasi (KK)

Sampel (KK)

1 < 0,5 252 8

2 0,5 – 1,0 432 14

3 > 1 183 6

Jumlah 867 30

Sumber: BPP Kec Sei Bingei

(34)

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data Primer merupakan data yang langsung diperoleh dari daerah penelitian, merupakan hasil wawancara langsung dengan petani responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah dipersiapkan sedangkan data sekunder merupakan data pelengkap yang diperoleh dari instansi /dinas yang terkait dan dari literatur/buku-buku yang berhubungan dengan penelitian dan untuk lebih jelas dapat dilihat Spesifikasi Pengumpulan Data pada Tabel 5:

Tabel 5. Spesifikasi Pengumpulan Data

Metode

No Jenis Data Sumber

Observasi Wawancara

1 Identitas petani Petani - √

2 Luas lahan Petani - √

3 Tingkat produktivitas tanaman jagung

Petani/kontak tani - √ 4 Pola Usaha tani Petani/ kontak tani √ √ 5 Teknologi budidaya yang

dianjurkan

PPL /petani √ √

6 Masalah masalah petani Petani / PPL √ √ 7 Upaya mengatasi masalah Petani /PPL √ √

8 Monografi desa Kepala lurah √ √

Metode Analisis Data

Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Untuk hipotesis 1,2, 3,5,6 diuji dengan cara deskriftif berdasarkan data yang diperoleh didaerah penelitian.

2. Untuk hipotesis 4 dianalisis dengan menggunakan Chi Sguare (Nazir, S, 2002) untuk masing-masing faktor yang akan diuji .

X

2

=

Ei

(35)

Qi = nilai pengamatan yang diperoleh pada setiap kategori faktor

Ei = nilai harapan (Expected Value) pada setiap kategori faktor

= jumlah kategori yang diamati dengan kriteria keputusan sebagai berikut:

Ho diterima jika X X 2 ≤ 2 α ; derajat bebas tertentu. H1 diterima jika X X 2 ≥ 2 α ; derajat bebas tertentu.

Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahan penafsiran penelitian maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:

Defenisi

1. Adopsi adalah penerapan suatu ide atau teknologi baru yang disampaikan lewat pesan komunikasi (lewat penyuluhan).

2. Inovasi adalah gagasan, tindakan, atau teknologi, termasuk barang yang dianggap baru oleh seseorang. Inovasi dalam penelitian adalah sesuai dengan anjuran.

3. Penyuluh pertanian adalah seseorang yang memperkenalkan inovasi baru bagi petani sehingga petani mengalami perubahan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan dalam usaha taninya..

4. Petani sampel adalah petani yang menanam jagung dengan mengadopsi budidaya anjuran terhadap budidaya jagung didaerah penelitian .

5. Proses adopsi adalah penerapan inovasi pada skala besar setelah membandingkannya dengan metode lama.

(36)

6. Tingkat adopsi adalah tingkat penerapan teknologi pada usahatani jagung melalui skor penilaian tahapan kegioatan teknologi budidaya jagung.

Penilaiannya adalah : a. Skor 0 - 9 : Kriteria sedang b. Skor 10 -18 : Kriteria sedang c. Skor 19 - 27 : Kriteria tinggi

7. Pola tanam adalah jumlah musim tanam usaha tani jagung yang dilakukan oleh petani dalam 1 tahun.

8. Paket teknologi budidaya jagung adalah sistem atau tahapan yang dilakukan dalam bercocok tanam jagung sesuai anjuran PPL dapat dilihat pada tabel 6. 9. Faktor sosial ekonomi adalah faktor dari diri petani baik dari faktor sosial

maupun faktor ekonomi yang mempengaruhi dalam kegiatan usaha taninya. 10. Faktor sosial ekonomi meliputi umur petani, tingkat pendidikan, pengalaman

bertani, tingkat kosmopolitan, status lahan, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga, dan pendapatan usaha tani .

11. Tingkat pendidikan adalah lamanya petani dalam mengikuti pendidikan formal diukur berdasarkan pendidikan formal yang pernah ditempuh seperti Tingkat SD, SLTP, SMU, dan S I .

Tingkat pendidikan petani sampel diklasifikasikan atas 3 yaitu: - Pendidikan rendah dikategorikan hanya lulus tamat SD ( 6 tahun)

- Tingkat pendidikan sedang dikategorikan tamat SLTP &SMU (9-12 tahun) - Tingkat pendidikan tinggi dikategorikan tamat Diploma, dan Sarjana (13- 17 tahun)

(37)

13. Pendapatan bersih usahatani adalah total penerimaan dikurangi dengan biaya produksi dalam satu musim tanam,dinyatakan dengan Rp/MT

14. Jumlah tanggungan keluarga adalah sejumlah anggota keluarga yang menjadi beban tanggungan dari lamanya petani sampel.

15. Pengalaman bertani adalah lamanya waktu sejak seorang petani mulai melakukan usaha tani jagung yang diukur dalam satuan tahun.

16. Kegiatan penyuluhan adalah kegiatan yang dilakukan PPL kepada petani ataupun kelompok tani dengan menyampaikan suatau materi yang berhubungan dengan teknologi budidaya jagung .

17. Produksi adalah seluruh hasil usaha tani jagung yang dapat dipanen dan dijual dalam satu musim tanam yang diukur dengan satuan ton.

18. Tingkat kosmopolitan adalah tingkat keterbukaan petani terhadap dunia luar yang diukur berdasarkan banyaknya buku yang dibaca, frekwensi nonton TV, dengar radio dan majalah/ brosur yang berkaitan dengan pertanian.

Ada 10 parameter dari tingkat kosmopolitn dimana setiap para meter diberi skor,0,1,2,3,4 maka jumlah skor tingkat kosmopolitan berada antara 0 - 40 Penilaian skor berada pada :

0-13 tingkat kosmopolitan rendah 14- 27 tingkat kosmopolitan sedang 28 - 40 tingkat kosmopolitan tinggi

19. Status lahan yang diteliti didaerah penelitian adalah penyewa dan pemilik murni.

(38)

Batasan Operasional

1. Faktor sosial ekonomi yang diteliti adalah (umur petani, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, tingkat kosmopolitan status lahan, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan usaha tani) dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya jagung didaerah penelitian . 2. Penelitian dilakukan di Desa Namu Ukur kecamatan Sei Bingei Kabupaten

Langkat

3. Sampel penelitian adalah petani jagung yang mengelola usahatani jagung di daerah penelitian.

(39)

Tabel 6. Paket Teknologi Budidaya Jagung Sesuai dengan Anjuran

1. Mengikuti semua teknologi sesuai anjuran

2. Melakukan salah satu cara teknologi budidaya sesuai anjuran

3. Melakukan teknologi budidaya jagung tetapi tidak sesuai dengan anjuran .

4. Tidak melakukan semua teknologi budidaya jagung dan tidak mengikuti semua anjuran.

• Tanah dibajak sedalam 15-20

• Dibuat lubang dengan tugal sedalam 3-5 cm.

1. Mengikuti semua teknologi sesuai anjuran

2. Melakukan salah satu cara teknologi budidaya sesuai anjuran

3. Melakukan teknologi budidaya jagung tetapi tidak sesuai dengan anjuran .

4. Tidak melakukan semua teknologi budidaya jagung dan tidak mengikuti semua anjuran

• Jarak tungalan 75 x 25 cm antar lubang,

kemudian

• Ditutup dengan tanah kompos

1. Mengikuti semua teknologi sesuai anjuran

2. Melakukan salah satu cara teknologi budidaya sesuai anjuran

3. Melakukan teknologi budidaya jagung tetapi tidak sesuai dengan anjuran .

4. Tidak melakukan semua teknologi budidaya jagung dan tidak mengikuti semua anjuran.

3

2

1

0

(40)

4 Pemupukan • Pada saat umur pada saat umur tanaman 35-42 hari (pupuk lanjutan)

1. Mengikuti semua teknologi sesuai anjuran

2. Melakukan salah satu cara teknologi budidaya sesuai anjuran

3. Melakukan teknologi budidaya jagung tetapi tidak sesuai dengan anjuran .

4. Tidak melakukan semua teknologi budidaya jagung dan tidak mengikuti semua anjuran. pada saat umur 15 hari setelah tanam dan penyiangan

kedua pada umur 45-60 hari setelah tanam.

• Penyiangan ini dilakukan

1. Mengikuti semua teknologi sesuai anjuran

2. Melakukan salah satu cara teknologi budidaya sesuai anjuran

3. Melakukan teknologi budidaya jagung tetapi tidak sesuai dengan anjuran .

4. Tidak melakukan semua teknologi budidaya jagung dan tidak mengikuti semua anjuran.

• Pada penyakit bulai. Ini dapat dicegah dengan

1. Mengikuti semua teknologi sesuai anjuran

2. Melakukan salah satu cara teknologi budidaya sesuai anjuran

3. Melakukan teknologi budidaya jagung tetapi tidak sesuai dengan anjuran .

4. Tidak melakukan semua teknologi budidaya jagung dan tidak mengikuti semua anjuran.

3

2

1

(41)

tanam dengan jumlah 3-4 butir / tanaman.

• Mencabut dan memusnahkan tanaman jagung yang sakit berat. 7 Pengairan • Pada saat umur

1. Mengikuti semua teknologi sesuai anjuran

2. Melakukan salah satu cara teknologi budidaya sesuai anjuran

3. Melakukan teknologi budidaya jagung tetapi tidak sesuai dengan anjuran .

4. Tidak melakukan semua teknologi budidaya jagung dan tidak mengikuti semua anjuran.

• Bijinya keras dan mengkilap dan bila ditekan dengan kuku

Dan dipanen pada saat siang hari atau sore hari.

1. Mengikuti semua teknologi sesuai anjuran

2. Melakukan salah satu cara teknologi budidaya sesuai anjuran

3. Melakukan teknologi budidaya jagung tetapi tidak sesuai dengan anjuran .

4. Tidak melakukan semua teknologi budidaya jagung dan tidak mengikuti semua anjuran.

3

2

1

0

(42)

9 Pasca Panen • Pengeringan

• Dijual kepasar dan ketoke

1. Mengikuti semua teknologi sesuai anjuran

2. Melakukan salah satu cara teknologi budidaya sesuai anjuran

3. Melakukan teknologi budidaya jagung tetapi tidak sesuai dengan anjuran .

4. Tidak melakukan semua teknologi budidaya jagung dan tidak mengikuti semua anjuran.

3

2

1

0

Penilaian skoring tahapan teknologi budidaya anjuran pada tanaman jagung dengan kriteria.

Kriteria penilaian

• Mengikuti semua teknologi budidaya sesuai dengan anjuran , skor 3. • Melakukan salah satu cara teknolgi budidaya sesuai anjuran, skor 2 • Melakukan teknologi budidaya tetapi tidak sesuai semua anjuran skor 1

• Tidak melakukan semua teknologi budidaya dan tidak mengikuti semua

anjuran , skor 0

Penilaiaan skor :

Tingkat adopsi diukur berdasarkan kriteria diatas berada antara 0-32, sehingga dapat ditentukan kategori tingkat adopsi budidaya jagung berdasarkan skor yaitu ; 0- 9 = tingkat adopsi rendah

(43)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

Deskripsi Daerah Penelitian

Keadaan Fisik Dan Geografi

Desa Namu Ukur Utara Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat berada

pada ketinggian 75 meter diatas permukaan laut. Keadaan suhu rata-rata 25 0-32 0 C, curah hujan rata-rata 800 mm/tahun, dan memiliki luas 619,89 ha.

Secara administratif Desa Namu Ukur Utara mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pasar IV Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Durin Lingga

Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Namu Ukur Selatan dan Sungai Bingei. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pasar VIII dan Desa Namu Terasi.

Desa ini terletak kira-kira 3 km dari ibukota Kecamatan Sei Bingei, dan 25 km dari ibukota Kabupaten yaitu Kota Stabat, dan 32 km dari ibukota Propinsi yaitu Kota Medan .

Keadaan Penduduk

Desa Namu Ukur Utara sebanyak berpenduduk 4.958 jiwa, terdiri dari 2.446 jiwa laki-laki dan 2,512 jiwa perempuan, dengan atau 1.325 KK. Keadaan penduduk menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 7.

(44)

Tabel 7. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Namu

Sumber : Monografi Desa Namu Ukur Utara Tahun 2006 773

Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah penduduk terbanyak adalah kelompok umur 40-49 tahun sebanyak 1.225 jiwa (24,70 %), kemudian kelompok umur 30 – 39 tahun sebanyak 833 jiwa (16,80 %) dan Dari data diatas dapat dijelaskan bahwa penduduk usia 10-59 tahun terdapat 4185 jiwa (83,91%) dan usia < 10 tahun & 60 tahun keatas terdapat 773 jiwa (16,19%).

Pekerjaan atau mata pencaharian penduduk di Desa penelitian sangat beragam. Karena dengan adanya mata pencaharian para penduduk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Keadaan penduduk menurut mata pencaharian tersebut dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian Desa Namu Ukur Utara

3 Wiraswasta, pedagang dan pertukangan 250 11.98 4 Pegawai Negeri , TNI dan POLRI 168 8.07 5 Lain -2 nya ( pensiunan, montir, jasa) 172 7,74

6 Karyawan Swasta 110 5.26

Jumlah 2.092 100

(45)

Tabel 8 menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk Desa Namu Ukur Utara yang paling dominan adalah petani yakni 1.020 jiwa atau 52,60 % dan umumnya mengusahakan tanaman palawija dan hortikultura.

Penggunaan Tanah

Luas wilayah desa penelitian adalh 619,89 Ha dengan penggunaannya untuk sawah, dan ladang, perkebunan, perkuburan, pemukiman, dan fasilitas umum. Gambaran peruntukan lahan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 . Luas Lahan Menurut Penggunaanya di Desa Namu Ukur Utara.

No Jenis Penggunaan Lahan Luas

(Ha)

Persentase (%)

1 Sawah dan Ladang 1142 83,54

2 Perkebunan 25 1,83

3 Pemukiman 160 11,70

4 Fasilitas umum ( olah raga, pendidikan, pekuburan, tempat ibadah , dsb)

40 2. 93

Jumlah 1367 100

Sumber : Monografi Desa Namu Ukur Utara Tahun 2006

Tabel 9 menunjukkan bahwa penggunaan tanah yang paling luas adalah untuk sawah dan ladang yakni seluas 1142 Ha ( 83,54 %), perkebunan seluas 25 Ha ( 1, 83 %), fasilitas umum seluas 40 Ha ( 2,93 %) , pemukiman seluas 160 Ha ( 11,63%), dan fasilitas umum seluas 40 Ha ( 2,93%)

Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana suatu desa akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakatnya. Semakin baik sarana dan prasarana pendukung yang tersedia maka akan mempercepat laju perkembangan desa tersebut. Distribusi sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Namu Ukur Utara dapat dilihat pada Tabel 10.

(46)

Tabel 10. Sarana dan Prasarana di Desa Namu Ukur Utara

N O

Sarana dan Prasarana Jumlah

(unit ) - Pesawat Televisi - Telepon Umum

5 Toko Sarana Produksi Pertanian 10

6 Warung 50

Jumlah total 2.497

Sumber : Monografi Desa Namu Ukur Utara Tahun 2006

(47)

Disamping itu sarana transportasi kedesa ini sudah lancar, dimana mudah dijangkau dengan kendaraan umum dan kondisi jalan raya cukup memadai .

Karakteristik Petani Sampel

Karakteristik petani sampel yang dimaksud disini adalah meliputi karakteristik sosial ekonomi petani, yaitu terdiri dari umur, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, pengalaman bertani, status kepemilikan lahan , luas lahan, jumlah tanggungan keluarga dan total pendapatan usahatani. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Sampel di Desa Namu UkurUtara.

No Karakteristik Petani Sampel Satuan Range Rataan

1 Umur Tahun 28 - 60 42,26

2 Tingkat Pendidikan Tahun 6-17 9,6

3 Pengalaman Bertani Tahun 10-28 18,9

4 Tingkat Kosmopolitan Skor 14 -36 24,57

5 Status Lahan Sewa/pemilik

murni

6 Luas lahan Ha 0,1-4,0 0,95

7 Jumlah Tanggungan Keluarga Jiwa 1-5 3,06

8 Pendapatan Usaha Tani Rp (1000) 507,5.-28.017,.5

6.549,1 5 Sumber : Data primer diolah dari Lampiran 1

Tabel 11 mengemukakan bahwa umur petani sampel range antara 28 - 62 tahun dengan rataan sebesar 42,26 tahun. Data ini menjelaskan bahwa petani sampel masih berada dalam kategori usia produktif, sehingga potensi tenaga kerja yang dimiliki oleh petani didalam mengelola usaha taninya cukup tinggi.

Tingkat pendidikan formal petani sampel mempunyai range antara 6-17 tahun, dan rataan 9,6 tahun. Artinya rata- rata tamat SMP, dengan demikian

(48)

wawasan pengetahuan serta cara berpikir dan bertindak petani sampel dalam mengelola usahataninya relatif baik.

Pengalaman bertani petani sampel berkisar antara 10-28 tahun, dengan rataan 18,9 tahun. Dari rataan tersebut pengalaman bertani petani sampel sudah cukup lama, sehingga memiliki wawasan dan pengetahuan yang lebih baik dan hati-hati dalam menerapkan inovasi baru dalam usaha tani jagungnya.

Skor tingkat kosmopolitan petani sampel mempunyai range antara 14 - 40 dengan ratan 24,57. Dari rataan dapat dilihat bahwa tingkat kosmopolitan petani sampel dalam kategori sedang. Artinya keterbukaan petani terhadap inovasi dan dunia luar udah mulai meningkat.

Status lahan didaerah penelitian terbagi 2 yaitu pemilik murni dan penyewa, terdapat 53 % pemilik murni dan 47 % penyewa.

Luas lahan petani sampel berkisar antara 0,1 – 4 ha. dengan rataan sebesar 0,95 ha. Dari rataan tersebut dapat dilihat bahwa luas lahan yang diusahakan petani sampel adalah relatif sedang .

Jumlah anggota keluarga para petani sampel antara 1-5 dengan rataan 3,06 jiwa. Dari rataan tersebut dapat dilihat bahwa jumlah tanggungan kelurga petani sampel adalah kecil .

(49)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan terhadap petani jagung yang terdapat di Desa Namu Ukur Utara Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat. Pada penelitian ini ditetapkan 30 sampel dari 867 petani jagung yang ditentukan berdasarkan strata luas lahan yang ada di desa Namu Ukur Utara. Pola tanaman jagung yang dilaksanakan didaerah penelitian 2 kali setahun yaitu periode 1 tanamnya awal bulan Maret dan panennya bulan Juni minggu ke 2. Periode II tanamnya awal bulan Juli dan panennya minggu ke 2 bulan Oktober. Bulan Nopember Petani menanam Padi (palawija). Agar lebih jelasnya pola tanam budidaya jagung yang dilaksanakan didaerah penelitian dapat dilihat pada berikut ini.

Jagung + Jagung + Padi

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 (Masa menanam + masa panen)

Keterangan : Bulan Ke 3 – 6 : Musim tanam Periode I : Bulan ke 7-10 : Musim tanam Periode II

Gambar 2. Pola Tanam Budidaya Jagung Yang dilaksanakan Petani di Daerah Penelitian.

Adapun analisis usaha tani jagung dari 30 petani sampel dapat dilihat pada Tabel. 12 berikut ini.

Tabel 12. Analisis Usahatani Jagung dari Petani Sampel di Daerah Penelitian

No Uraian Petani Ha

1 Produksi jagung ( Ton/ MT) 6, 95 7,32

2 Biaya produksi ( Rp/ MT) 1.792.517 2.196.154

3 Penerimaan ( Rp / MT) 8.341.666 8.780.700

(50)

Sumber : Data diolah dari Lampiran 12

Dari Tabel 12 diatas dapat diketahui bahwa rata rata produksi dan preoduktivitas petani sampel/musim tanam adalah 6,95 ton atau sekitar 7,32 Ton / Ha, sedangkan pendapatan bersih petani Rp 6.549.149 / musim tanam dan dapat dialokasikan pendapatan bersih dalam satu hektar sekitar Rp 6.584.546 per musim tanam. Produksi jagung ini terus meningkat karena petani selalu aktif dalam mengadopsi teknologi budidaya jagung.

A. Teknologi Budidaya Jagung Yang Dianjurkan di Daerah Penelitian

Komponen sistem pengelolaan teknologi budidaya anjuran adalah teknologi yang dianjurkan oleh penyuluh kepada petani untuk meningkatkan usaha tani para petani jagung. Dalam hal ini teknologi yang disarankan penyuluh kepada para petani jagung adalah sistem pengelolaan teknologi budidaya jagung meliputi : Penggunaan benih bermutu, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan/ penyiangan, pemupukan yang berimbang, pengendalian hama dan penyakit, pengairan, panen dan pasca panen.

1. Penggunaan Benih Bermutu.

(51)

anjuran jumlah bibit 15-20 Kg per/Ha berarti penggunaan jumlah bibit sudah sesuai dengan anjuran.

2. Pengolahan Lahan

Hasil pengamatan dilapangan bahwa pengolahan lahan sebagian besar petani telah mengikuti anjuran. Pertama sekali petani membersihkan lahan dari sisa-sisa tanaman sebelumnya. Tanah dibajak sedalam 15-20 cm kemudian digemburkan dan diratakan berbentuk bedengan dan lurus memanjang, dan tanah yang gembur tanpa olah. selanjutnya membuat lubang dengan tugal sedalam 3-5 cm. Namun masih terdapat 16,7 % petani sampel yang belum menerapkan pengolahan lahan yang sesuai dengan anjuran.

3. Penanaman

Pada saat penanaman, benih dimasukkan pada lubang yang sudah ditunggal sebanyak 2 butir dengan jarak 75 x 25 cm antar lubang, kemudian ditutup dengan tanah yang gembur dan tidak dipadatkan. Kenyataan terdapat 20 % petani sampel melakukan penanaman yang belum sesuai dengan anjuran.

4. Pemupukan

Setelah penanaman selesai, pada saat umur 10 -25 hari dilakukan pemupukan dengan takaran pupuk Urea sebanyak 150/ ha. SP 36 150/ ha, dan pupuk KCL sebanyak 100 Kg / ha . Pupuk KCL ini diberikan pada saat umur tanaman 35-45 hari ( pupuk lanjutan ). Nampaknya baru 13,3 % petani sampel yang menerapkan pemupukan sesuai dengan anjuran.

5. Penyiangan / Pemeliharaan

(52)

melimpah. Penyiangan 1 pada saat umur 15 hari setelah tanam dan penyinagan kedua pada umur 45-60 hari setelah tanam. Penyiangan ini dilakukan sebelum melakukan pemupukan baik pemupukan 1 atau pemupukan kedua. Ternyata hampir semua menerapkan pemeliharaan sesuai dengan anjuran.

6. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama penyakit pada tanaman jagung sangat penting sekali, terutama pada penyakit bulai. Ini dapat dicegah dengan menggunakan obat penyakit ridomil sedangkan untuk pengendalian ham penggerek diberi insektisida Furadan 3G melalui pucuk tanam dengan jumlah 3-4 butir / tanaman. Kenyataan dilapangan terdapat 33,3% petani sampel belum menerapkan kegiatan ini sesuai dengan anjuran.

7. Pengairan

Untuk pertumbuhan tanaman jagung diperlukan curah hujan yang merata . Air berperan sangat penting dalam peningkatan produksi. Pada saat terbentuknya malai dan tongkol, kondisi tanaman sangat peka terhadap kekurangan air, maka proses pengisian biji akan terganggu. Pada saat tersebut air mutlak dibutuhkan walaupun selama pertumbuhan penanaman benih juga memerlukan air.

Nampaknya penerapan pengairan yang sesuai dengan anjuran belum sepenuhnya dilakukan petani, artinya terdapat 33,3 % belum mengadakan pengairan dengan baik.

Cara pemberian air:

(53)

8. Panen

Buah jagung sudah dapat dipanen setelah umur lebih dari 3 bulan . Dengan ciri fisik tanaman, daunnya sudah kering kuning tua dan bijinya keras dan mengkilap dan bila ditekan dengan kuku tidak membekas, dan dipanen pada saat siang hari atau sore hari. Hampir seluruh petani mengikuti kegiatan ini dengan baik.

9. Pasca Panen

Penanganan pasca panen adalah dengan melakukan pengupasan . Pengupasan dilakukan untuk menjaga agar kadar air didalam tongkol dapat diturunkan dan kelembaban disekitar biji tidak menimbulkan kerusakan biji/ mengakibatkan cendawan, kemudian pengeringan dengan menjemur 2-3 kali . setelah pengerigan dilakukan pengumpilan dengan alat procesing .

Uraian diatas dapat dikemukakan pembudidayaan jagung di daerah penelitian dibandingkan dengan teknologi budidaya jagung sesuai anjuran tertera pada Tabel 13.

Tabel 13. Perbandingan Teknologi Budidaya Jagung yang Dianjurkan dengan yang Diterapkan Oleh Petani di Desa Namu Ukur

Utara.

No Uraian Anjuran yang diterapkan

Petani

Keterangan

1 Penggunaan Bibit Bermutu

• Bibit berlabel seperti Pioneer -12, NK- 22, BISI- 2, Arjuna dan C7-1,

• Jumlah 15 - 25 kg /ha

• Ber label

• Jumlah 15-25 kg

Sesuai

(54)

2 Pengolahan

• Tanah dibajak sedalam 15-20

dibersihkan dari sisa-sisa • Dibuat lubang

dengan tugal • Jarak tungalan

75 x 25 cm antar

(55)

hari

5 Pemeliharaan

• Penyiangan 1 pada saat umur 15 hari setelah tanam dan penyiangan

kedua pada umur 45-60 hari setelah tanam.

• Penyiangan ini dilakukan pada saat umur 15 hari setelah tanam dan penyiangan

kedua pada umur 45-60 hari setelah tanam.

• Penyiangan ini dilakukan

• Pada penyakit bulai. Ini dapat dicegah dengan jumlah 3-4 butir / tanaman.

• Mencabut dan memusnahkan tanaman jagung yang sakit berat.

Masih sebagian jumlah 3-4 butir/ tanaman. begitu banyak • Dan pada umur

(56)

7 Pengairan

• Dengan ciri fisik tanaman,

daunnya sudah kering kuning tua

• Bijinya keras dan mengkilap dan bila ditekan dengan kuku pada saat siang hari atau sore hari.

• Dengan ciri fisik tanaman,

daunnya sudah kering kuning tua

• Bijinya keras dan mengkilap dan bila ditekan dengan kuku tidak membekas, • Dilakukan > 3

bulan setelah tanamDan

dipanen pada saat siang hari atau sore hari.

(57)

9 Pasca Panen

• Dijual kepasar dan ketoke

• Dijual kepasar dan ke toke

sesuai

Sumber : Data primer diolah dari lampiran 2.

Rekapitulasi Tabel 13 terdiri dari 9 kegiatan budidaya jagung ternyata 3 kegiatan yaitu pemupukan, pengairan dan pengendalian hama penyakit belum sepenuhnya sesuai dengan anjuran namun kegiatan lainnya sudah sesuai anjuran. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa masalah dan tujuan bagaimana suatu pengelolaan teknologi budidaya jagung didaerah penelitian telah terjawab artinya sudah termasuk insentif.

B.Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran Pada Budidaya Tanaman Jagung.

Adopsi merupakan suatu proses mental yang terjadi pada diri seseorang pada saat menerima/ menggunakan suatu ide, inovasi atau teknologi baru yang disampaikan berupa pesan komunikasi. Proses adopsi ada 5 tahapan yakni tahap sadar, tahap minat, tahap menilai, tahap mencoba, dan tahap mengadopsi atau menerapkan.

(58)

Dari hasil observasi dilapangan, adopsi petani terhadap teknologi yang dianjurkan oleh PPL adalah sudah relatif baik karena petani jagung dalam usahataninya sudah sebagian besar melaksanakan teknologi budidaya anjuran sesuai yang dianjurkan. Tetapi disamping itu masih ada masalah petani yang mempengaruhinya yaitu ketersediaan modal. Untuk melihat sejauh mana perbandingan teknologi yang dianjurkan dengan yang diterapkan oleh petani pada budidaya tanaman jagung dapat dilihat pada Tabel 13 berikut ini.

Tabel 14. Teknologi Yang Dianjurkan PPL Dengan Persentase Harapan Oleh Petani Pada Budidaya Jagung di Desa Namu Ukur Utara.

No Teknologi Budidaya

Skor Harapan Skor rata-rata yang diperoleh

Persentase Ketercapaian

(%)

1 Penggunaan Benih bermutu

0-3 2,27 75,5

2 Pengolahan lahan 0-3 2,10 68,8

3 Penanaman 0-3 2,20 73,30

4 Pemupukan 0 -3 1,97 70

5 Pemeliharaan 0-3 2,10 66,6

6 Pengendalian hama/ penyakit

0-3 1,73 57.7

7 Pengairan 0-3 1,77 57,7

8 Panen 0-3 2,10 68,8

9 Pasca Panen 0-3 2,10 70

Jumlah 0 - 27 18, 34 67,7

Sumber : Data primer diolah dari lampiran 2

(59)

berjalan tetapi perlu lagi ditingkatkan. Petani sudah tergolong maju dalam mengelola usaha tani jagung disamping komoditi utama lainnya.

Secara keseluruhan diperoleh skor rataan tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya jagung adalah 18,3 artinya tingkat adopsi petani termasuk atau termasuk dalam kategori sedang. Hal ini disebabkan ada 3 kegiatan teknologi budidaya jagung yaitu pemupukan, pengendalian hama & penyakit dan pengamatan persentase ketercapaian rata- rata dibawah 70 %. Oleh karena perlu ditingkatkan agar adopsi budidaya jagung lebih baik. Frekuensi petani menurut tingkat adopsi dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Jagung di Desa Namu Ukur.

SKOR TINGKAT ADOPSI Uraian

Rendah Sedang Tinggi

Jumlah

Jumlah Petani 0 18 12 30

Persentasi ( %) 0 60 40 100

Sumber : Data primer diolah dari lampiran 2

Tabel 15 menunjukkan bahwa dari 30 sampel tidak ada petani sampel yang tingkat adopsinya rendah ( 0) %, 18 orang (60%) petani sampel yang tingkat adopsinya sedang, dan 12 orang (40 %) petani sampel yang tingkat adopsinya tinggi. Secara keseluruhan diperoleh skor 18,3 artinya tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya anjuran pada tanaman jagung adalah dalam kategori Tinggi. Dengan demikian hipotesis 1 yang menyatakan bahwa tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya jagung di daerah penelitian dikategorikan sedang ditolak, hal ini para petani jagung masih belum menerapkan teknologi budidaya jagung yang dianjurkan secara lengkap.

(60)

C. Pengaruh Faktor- Faktor Sosial Ekonomi Petani Terhadap Tingkat Adopsi Petani dalam Teknologi Budidaya Tanaman Jagung.

Tingkat adopsi petani terhadap sesuatu teknologi selalu dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi petani sendiri meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, status kepemilikan lahan, tingkat kosmopolitan, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga dan pendapatan usaha tani. Oleh karena itu untuk mengetahui bagaimana pengaruh masing- masing faktor sosial ekonomi petani terhadap tingkat adopsi petani dalam teknologi budidaya jagung maka digunakan pengujian dengan analisis Chi –Square secara parsial.

1.) Pengaruh Umur Terhadap Tingkat Adopsi Petani dalam Teknologi Budidaya Tanaman Jagung

Umur dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam melihat produktivitas seseorang dalam bekerja, karena dengan kondisi umur yang masih produktif maka akan memungkinkan seseorang untuk bekerja lebih maksimal dan lebih baik. Pengaruh umur terhadap tingkat adopsi petani dalam teknologi budidaya jagung dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Pengaruh Umur Terhadap Tingkat Adopsi Petani Dalam Teknologi Budidaya Jagung di Desa Namu Ukur Utara

Tingkat Adopsi NO Umur

Rendah Sedang Tinggi

Jumlah

1 28 – 39 0 5 (16,6) 8 (26,7) 13 (43, 3)

2 40 – 50 0 10 (33,3) 3 (10) 12 (40)

3 51 --60 0 3 (10) 1 ( 3,3) 5 (16,6)

Jumlah 0 18 (60) 12 (40) 30 (100)

Gambar

Tabel 1 dapat dilihat jumlah total luas lahan komoditi jagung  di  Propinsi
Tabel  2. Luas Tanam, Produksi, dan Produktivitas Komoditi  Jagung di Kabupaten  Langkat Tahun 2006
Tabel 3. Luas Tanam, Produksi, dan Produktivitas Komoditi  Jagung di      Kecamatan Sei Bingei  Kabupaten Langkat Tahun 2006
Gambar 1: Skema Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Logika yang berhubungan dengan kuun waktu merupakan anggapan yang dapat berubah sesuai dengan kemajuan zaman.Logika berdasarkan ilmu pengetahuan logika merupakan

Ketenagakerjaan (arbeidsrecht) adalah hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu dilakukan dibawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang

Kesimpulan penelitian ini adalah, pemberian madu hutan yang berasal dari daerah Flores 100% dan 50% pada mencit tidak meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan

Ketiga, Al Ihsan , adalah melakukan sesuatu yang terbaik dan lebih baik lagi. Kalau kita cermati kualitas ihksan memiliki dua makna dan dua pesan, yaitu; 1) Melakukan

Sistem informasi dalam bisnis berfungsi memberikan dukungan yang efektif atas strategi perusahaan agar dapat memperoleh keunggulan kompetitif yang melibatkan

Nigerian medicinal plants ( Aspilia africana and Bryophyllum pinnatum ) were analyzed for their chemical composition, vitamins and minerals.. These herbs are good sources

Hasil penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Jagir Surabaya menunjukkan bahwa responden yang tidak mendapatkan dukungan keluarga melakukan pengendalian kadar

Uji Adaptasi Klon Karet IRR Seri 100 Pada Agroklimat Kering di Kebun Sungei Baleh Kabupaten Asahan Sumatera Utara ( Adaptation Test of IRR 100 Series Rubber Clones at