• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pengelolaan Keramba Jaring Apung (KJA) Masyarakat Berkelanjutan di Danau Toba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Model Pengelolaan Keramba Jaring Apung (KJA) Masyarakat Berkelanjutan di Danau Toba"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PENGELOLAAN KERAMBA JARING APUNG (KJA)

MASYARAKAT BERKELANJUTAN

DI DANAU TOBA

DISERTASI

Oleh

MINDO TUA SIAGIAN NIM : 068106003 Program Doktor (S3)

Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

MODEL PENGELOLAAN KERAMBA JARING APUNG (KJA) MASYARAKAT BERKELANJUTAN

DI DANAU TOBA

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam Program Doktor Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara di bawah pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,

M.Sc (CTM), Sp.A(K)

untuk dipertahankan dihadapan Sidang Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara

Oleh

MINDO TUA SIAGIAN NIM : 068106003 Program Doktor (S3)

Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Disertasi : MODEL PENGELOLAAN KERAMBA JARING APUNG (kja) MASYARAKAT BERKELANJUTAN DI DANAU TOBA

Nama Mahasiswa : Mindo Tua Siagian Nomor Pokok : 068106003

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PS

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Promotor

Prof.Dr.Ir. Sengli B. Damanik, MSc

Prof.Dr.Retno Widhiastuti,MS

Co – Promotor Co – Promotor

Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS.

Ketua Program Studi Direktur

Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS.

NIP. 196212141991032001 NIP. 196511011991031002 Prof. Dr. Erman Munir, MSc.

(4)

Diuji pada Ujian Disertasi Terbuka (Promosi) Tanggal : 29 Juli 2013

PANITIA PENGUJI DISERTASI Pemimpin Sidang:

Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) (Rektor USU)

Ketua : Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc Anggota : Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS

Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS Prof. Dr. Herman Wawengkang Dr. Delvian, SP, MP

(5)

PERNYATAAN

Judul Disertasi

”MODEL PENGELOLAAN KERAMBA JARING APUNG (KJA) MASYARAKAT BERKELANJUTAN

DI DANAU TOBA”

Dengan ini penulis menyatakan bahwa disertasi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan disertasi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian disertasi ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Juli 2013 Penulis,

(6)

MODEL PENGELOLAAN KERAMBA JARING APUNG (KJA) MASYARAKAT BERKELANJUTAN

DI DANAU TOBA

ABSTRAK

Karakteristik perairan danau berkaitan dengan perbedaan penggunaan lahan secara ekologis, sumber daya alam yang dimiliki oleh masyarakat dan juga multi-sektor, dan juga menerima akibat dari berbagai aktifitas di sekitar area perairan danau. Danau Toba, yang merupakan danau terbesar di Indonesia, juga memiliki kondisi yang sama.

Untuk pemanfaatan bersama yang berkesinambungan serta untuk menjaga keseimbangan ekologisnya, diperlukan peran serta masyarakat sebagai subjek yang memiliki aktivitas Danau Toba. Budidaya ikan di dalam keramba jaring apung (KJA) telah berkembang di beberapa danau di Indonesia, diantaranya Danau Toba. Keuntungan dari kegiatan KJA memberikan dampak positif pada sisi ekonomi, karena memberikan nilai tambah bagi sumberdaya perairan. Namun, pada sisi lain, kegiatan KJA di perairan danau sangat rawan terhadap masalah pelestarian lingkungan, selain juga mendorong timbulnya konflik kepentingan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun model yang mengidentifikasi hubungan antara limbah Kerambah Jaring Apung dengan tingkat penurunan kua litas air di Danau Toba dan juga dengan persepsi masyarakat tentang kehadiran KJA masyarakat di Danau Toba. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar masyarakat menyadari perubahan kualitas air di Danau Toba, dan dari hasil penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa kualitas air Danau Toba masih memenuhi batas ambang air minum. Disertasi ini menghasilkan model pengelolaan kerambah jaring apung yang berkelanjutan.

(7)

MANAGEMENT MODEL OF SUSTAINABLE COMMUNITIES FLOATING FISH CAGE AT LAKE TOBA

ABSTRACT

The characteristics of lake waters related to difference in ecological land use, common property and multi-sector, and are open to the influence of the impact of various activities in the area. Lake Toba, which is the biggest lake in Indonesia, also have same conditions.

For use with continuous as well as to maintain the ecological balance, which need the role of the community as a subject that has activities in Lake Toba. Fish farming in floating fish cage has been developed in some lake in Indonesia. The benefits of such culture have given a positive impact on the economy, because it adds more value to the water resources. But, on the other hand, it is also highly vulnerable to the environmental issues and also pushes the conflicts appear.

The purpose of this research is to build a model that identify the relationship between the floating fish cage waste and the rate of decrease in the waters quality and the public perception about the floating fish cage belongs to the community at Lake Toba. From the research result gained that largely communities realize the changes of the waters quality of Lake Toba, and also from the research result gained that the quality of Lake Toba waters still meet with the requirement for drinking water standard. This dissertation produces the model of sustainable management of floating fish cage.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang atas karunia dan berkat-Nya yang berlimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi dengan judul: Model Pengelolaan Keramba Jaring Apung (KJA) Masyarakat di Danau Toba. Disertasi ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir penyelesaian program Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Selama pelaksanaan penelitian dan penulisan disertasi ini penulis telah banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.

Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS., selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan selaku Co-Promotor, yang telah membantu penyelesaian disertasi ini.

4. Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc., selaku Promotor yang telah banyak membantu dan mengarahkan penyelesaian disertasi ini.

5. Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS., selaku Co-Promotor yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian disertasi ini.

6. Prof. Dr. Herman Mawengkang, selaku Penguji Luar Komisi, yang telah memberikan koreksi, masukan, saran dan perbaikan dalam penyelesaian disertasi ini.

(9)

dan selaku penguji Luar Komisi yang banyak membantu dalam memberikan koreksi, masukan, saran dan perbaikan dalam penyelesain disertasi ini.

8. Dr. Ir. Hotmauli Sianturi, M.Sc., selaku anggota penguji, yang telah memberikan masukan, kritik dan saran dalam rangka penyelesaian disertasi ini. 9. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Program S3 PSL USU.

10. Ayahanda (Alm) Prof. Pemimpin Siagian dan Ibunda Hertha Pardede, yang senantiasa mendorong, memberikan doa restu dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan Doktor di Universitas Sumatera Utara dengan baik.

11. Ayah mertua (Alm) Drs. Manahara Siahaan dan Ibu mertua (Almh) Elseria Tambunan yang mendorong dan memberi doa restu kepada penulis untuk menyelesikan pendidikan Doktor di Universitas Sumatera Utara.

12. Keluargaku tercinta, isteriku Riana Elga Siahaan, SE dan anak-anakku David Siagian, Devina Siagian, Dimitria Siagian, Daniel Siagian dan Dicky Siagian yang telah ikut mendorong penulis dan banyak berkorban selama menempuh dan menyelesaikan pendidikan Doktor di Universitas Sumatera Utara.

13. Kakakku Ir. Morida Siagian, MURP, Cand. Dr./Ir. Rudolf Sitorus, MLA. dan keluarga, adikku Hanny Siagian, SE., MS./Dr. Ir. Gerry Silaban, MS. dan keluarga, adikku Ir. Hotma Siagian, MM./Ir. Ferlist Siahaan, M.Si. dan keluarga serta adikku Ir. Togi Siagian, MM./Dra. Erika Sinaga dan keluarga yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil selama penulis menempuh pendidikan Doktor di Universitas Sumatera Utara.

14. Iparku Dra. Roulina Siahaan/Ir. Justin Simbolon dan keluarga, Theresia Siahaan, SH., Sp. N/Drs. Fransman Tohom Pardede, BE. dan keluarga, Ir. Bonar Siahan/Terry Silalahi, SH, MA. dan keluarga dan Ir. Rudy Siahaan/Ir. Elviani Simatupang dan keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materil selama penulis menempuh pendidikan Doktor di Universitas Sumatera Utara.

(10)

Siagian, SKM., yang banyak memberikan masukan serta berdiskusi dengan penulis dalam penyelesaian pendidikan Doktor di Universitas Sumatera Utara.

16. Rekan pengurus DPD Partai Demokrat Sumatera Utara, khusus kepada H. T. Milwan, Saleh Bangun, Drs. Guntur Manurung, Dra. Hj. Meylizar, MM., Ir. Bangun Tampubolon, M.Si., Ir. Ronald Naibaho M.Si.

17. Rekan Paduan Suara Victory, Drs. Junjungan Simanjuntak, M.Si/Christina Hutauruk, SE., Freddy R. Pasaribu, MBA/Sri Runtha Ulina, Ir. Anung Gunawan, MSi./Kristiasih Wulandari, Basar Hutauruk, S.Sos/Berliana Hutagalung, Drs. Sumardjono Margono/Surtini dan ibu May Reni Napitupulu, Elda Manullang yang banyak mendorong penyelesaian disertasi ini.

18. Seluruh keluarga, teman-teman, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan bantuan moral maupun materil serta dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan program S3 PSL USU ini.

Penulis menyadari disertasi masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga disertasi ini dapat bermanfaat dan menjadi acuan bagi pengelolaan keramba jaring apung di perairan danau dalam usaha pelestarian lingkungan. Semoga kiranya Tuhan Yang Esa memberkati kita semua. Amin.

Medan, Juli 2013

Penulis,

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Yogyakarta, Provinsi DI. Yogyakarta pada tanggal 14 Desember 1961 sebagai anak kedua dari pasangan Prof. Pemimpin Siagian (alm) dan Hertha Pardede. Pendidikan strata satu ditempuh di Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Bandung, lulus pada tahun 1986. Pada 1989, penulis diterima di Program Studi Perencanaan Wilayah dan Perdesaan pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan menamatkannya pada tahun 1991.

Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil mulai tahun 1988 di Kantor Wilayah Departemen Pekerjaan Umum Provinsi Sumatera Utara, kemudian diangkat sebagai Kepala Sub Dinas Bina Program pada Dinas Perkotaan, Permukiman dan Pengembangan Wilayah Kabupaten Simalungun pada tahun 2000. Lalu pada tahun 2004 dimutasikan sebagai Kepala Sub Dinas Bina Program pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Simalungun. Menjadi Wakil Bupati Kabupaten Toba Samosir periode 2005-2010. Penulis pensiun dari pegawai negeri sipil sejak 2008. Saat ini menjadi pengurus DPD Partai Demokrat Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2015.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Novelty ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Kawasan Danau Toba ... 6

2.2 Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 8

2.3 Pembangunan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Lingkungan.. 3

2.4 Pengelolaan Danau Secara Terpadu ... 6

2.5 Keramba Jaring Apung di Danau Toba ... 0

2.6 Ekosistem Danau ... 1

2.6.1 Faktor Fisika dan Kimia air ... 4

2.6.1.1 Suhu Air ... 4

2.6.1.2 Derajat Keasaman (pH) ... 5

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 47

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 47

3.3 Pelaksanaan Penelitian ... 48

3.3.1 Pengambilan Sampel Kualitas Air ... 48

3.3.2 Sumber dan Beban Pencemaran Perairan Danau ... 49

3.3.3 Persepsi Masyarakat ... 49

3.3.4 Membangun Model Pengendalian Pencemaran Perairan 51

3.4 Parameter Penelitian ... 51

3.5 Analisis Data ... 52

3.5.1 Analisis Kualitas Air si Sekitar KJA ... 52

3.5.2 Analisis Fisika dan Kimia Perairan Sekitar KJA ... 53

3.5.3 Analisis Persepsi Masyarakat Sekitar ... 53

3.5.4 Membangun Model Pengelolaan KJA ... 53

3.5.5 Konsep Dasar Proses Permodelan ... 55

(14)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...

4.1 Letak Geografis ... 58

4.2 Analisis Kualitas Air di Sekitar KJA Masyarakat ... 58

4.2.1 Analisis Kecepatan Air Sebelum dan Sesudah KJA .... 58

4.2.2 Analisis Kualitas Air Berdasarkan Kedalaman ... 59

4.2.3 Analisis Kualitas Air Berdasarkan Jarak dari KJA ... 61

4.3 Analisis Kualitas Fisika dan Kimia Air di Sekitar KJA ... 63

4.3.1 Analisis pH ... 63

4.3.2 Analisis Suhu ... 66

4.3.3 Analisis TDS (Total Disolved Solid) ... 67

4.3.4 Analisis DO (Disolved Oxygen) ... 69

4.3.5 Analisis BOD (Biological Oxygen Demand) ... 71

4.3.6 Analisis COD (Chemical Oxygen Demand) ... 73

4.3.7 Analisis T-P04 ... 74

4.3.8 Analisis N-Total ... 75

4.4 Persepsi Masyarakat Mengenai Danau Toba dan K JA ... 77

4.4.1 Persepsi Masyarakat Mengenai Kualitas Air Danau .... 77

4.4.2 Persepsi Masyarakat Mengenai Lingkungan ... 78

4.4.3 Manfaat KJA bagi Masyarakat ... 78

4.4.4 Persepsi Pemerintah Mengenai KJA ... 79

4.5 Model Pengelolaan KJA Masyarakat Berkelanjutan ... 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... .. 94

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi perairan berdasarkan konsentrasi PO3 …..………….. 43

Tabel 3.1 Jumlah masyarakat pengusaha KJA dan non pengusaha KJA ….. 50

Tabel 3.2 Besar sampel di 3 lokasi penelitian ……….. 51

Tabel 4.1 Kecepatan aliran air sebelum dan sesudah melewati KJA ... 59

Tabel 4.2 Analisis kualitas air berdasarkan kedalaman di Onan Runggu ... 60

Tabel 4.3 Analisis kualitas air berdasarkan kedalamandi Haranggaol ... 60

Tabel 4.4 Analisis kualitas air berdasarkan kedalaman di Pangururan ... 61

Tabel 4.5 Analisis kualitas air berdasarkan jarak di Onan Runggu ... 62

Tabel 4.6 Analisis kualitas air berdasarkan jarak di Haranggaol ... 62

Tabel 4.7 Analisis kualitas air berdasarkan jarak di Pangururan ... 63

Tabel 4.8 Analisis pH air di sekitar KJA ... 64

Tabel 4.9 Analisis suhu air di sekitar KJA ... 66

Tabel 4.10 Analisis nilai TDS air di sekitar KJA ………..….……. 67

Tabel 4.11 Analisis nilai DO air di sekitar KJA ………..…... 69

Tabel 4.12 Analisis nilai BOD air di sekitar KJA ………...….... 71

Tabel 4.13 Analisis nilai COD air di sekitar KJA ………...… 73

Tabel 4.14 Analisis nilai T-PO4 air di sekitar KJA ……….…..…... 75

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 1 Sketsa Pengembilan Sampel Air di Sekitar KJA ………... 49

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran 1 Data hasil penentuan kualitas air pada lokasi Onan Runggu... 104

Lampiran 2 Data hasil penentuan kualitas air pada lokasi Haranggaol... 106

Lampiran 3 Data hasil penentuan kualitas air pada lokasi Pangururan... 108

Lampiran 4 Masyarakat non pengusaha KJA di Onan Runggu (KK)... 110

Lampiran 5 Masyarakat pengusaha KJA di Onan Runggu (KK)... 111

Lampiran 6 Masyarakat non pengusaha KJA di Haranggaol (KK)... 113

Lampiran 7 Masyarakat pengusaha KJA di Haranggaol (KK)... 114

Lampiran 8 Masyarakat non pengusaha KJA di Pangururan (KK)... 116

Lampiran 9 Masyarakat Pengusaha KJA di Pangururan (KK)... 117

Lampiran 10 Kuisioner penelitian... 119

Lampiran 11 Surat pengantar laboratorium... 124

Lampiran 12 Hasil pengambilan data di Onan Runggu... 125

Lampiran 13 Hasil pengambilan data di Haranggaol... 127

Lampiran 14 Hasil Pengambilan Data di Pangururan... 129

(18)

MODEL PENGELOLAAN KERAMBA JARING APUNG (KJA) MASYARAKAT BERKELANJUTAN

DI DANAU TOBA

ABSTRAK

Karakteristik perairan danau berkaitan dengan perbedaan penggunaan lahan secara ekologis, sumber daya alam yang dimiliki oleh masyarakat dan juga multi-sektor, dan juga menerima akibat dari berbagai aktifitas di sekitar area perairan danau. Danau Toba, yang merupakan danau terbesar di Indonesia, juga memiliki kondisi yang sama.

Untuk pemanfaatan bersama yang berkesinambungan serta untuk menjaga keseimbangan ekologisnya, diperlukan peran serta masyarakat sebagai subjek yang memiliki aktivitas Danau Toba. Budidaya ikan di dalam keramba jaring apung (KJA) telah berkembang di beberapa danau di Indonesia, diantaranya Danau Toba. Keuntungan dari kegiatan KJA memberikan dampak positif pada sisi ekonomi, karena memberikan nilai tambah bagi sumberdaya perairan. Namun, pada sisi lain, kegiatan KJA di perairan danau sangat rawan terhadap masalah pelestarian lingkungan, selain juga mendorong timbulnya konflik kepentingan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun model yang mengidentifikasi hubungan antara limbah Kerambah Jaring Apung dengan tingkat penurunan kua litas air di Danau Toba dan juga dengan persepsi masyarakat tentang kehadiran KJA masyarakat di Danau Toba. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar masyarakat menyadari perubahan kualitas air di Danau Toba, dan dari hasil penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa kualitas air Danau Toba masih memenuhi batas ambang air minum. Disertasi ini menghasilkan model pengelolaan kerambah jaring apung yang berkelanjutan.

(19)

MANAGEMENT MODEL OF SUSTAINABLE COMMUNITIES FLOATING FISH CAGE AT LAKE TOBA

ABSTRACT

The characteristics of lake waters related to difference in ecological land use, common property and multi-sector, and are open to the influence of the impact of various activities in the area. Lake Toba, which is the biggest lake in Indonesia, also have same conditions.

For use with continuous as well as to maintain the ecological balance, which need the role of the community as a subject that has activities in Lake Toba. Fish farming in floating fish cage has been developed in some lake in Indonesia. The benefits of such culture have given a positive impact on the economy, because it adds more value to the water resources. But, on the other hand, it is also highly vulnerable to the environmental issues and also pushes the conflicts appear.

The purpose of this research is to build a model that identify the relationship between the floating fish cage waste and the rate of decrease in the waters quality and the public perception about the floating fish cage belongs to the community at Lake Toba. From the research result gained that largely communities realize the changes of the waters quality of Lake Toba, and also from the research result gained that the quality of Lake Toba waters still meet with the requirement for drinking water standard. This dissertation produces the model of sustainable management of floating fish cage.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perairan danau merupakan sumberdaya alam yang dimiliki bersama oleh

masyarakat (common property), sehingga dalam pemanfaatannya sering dilakukan

secara bebas sesuai kebutuhannya. Sejalan dengan waktu, semakin intensif dan

semakin beragam kebutuhan masyarakat, sehingga dalam perkembangannya dan

dalam kewenangan pengelolaannya muncul kebijakan dan kepentingan bersifat

multisektor (Lukman, 2011a.). Apalagi dengan berkembangnya otonomi daerah

kepentingan wilayah adminstrasi akan lebih mewarnai variasi pemanfaatan

perairan danau.

Fungsi lingkungan perairan Danau Toba secara umum diperuntukkan dan

dimanfaatkan sebagai sumber air untuk penyediaan air bersih, air industri, air

pengairan pertanian, sebagai sumber daya pariwisata, sumber daya perikanan,

sumber daya energi dan prasarana transportasi, tapi sekaligus sebagai penerima

berbagai macam limbah.

Kualitas perairan Danau Toba pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh

kegiatan-kegiatan manusia, terutama pemukiman penduduk, peternakan,

pertanian, kegiatan industri pariwisata, kegiatan perindustrian dan perdagangan

termasuk pasar, hotel dan restoran, serta kegiatan transportasi air. Pengaruh

terpenting dari seluruh kegiatan tersebut adalah produksi sampah dan limbah yang

(21)

Kegiatan pemanfaatan sumber daya alam Kawasan Ekosistem Danau Toba

baik di Daerah Tangkapan Air di Danau Toba, maupun kegiatan di perairan

Danau Toba, telah menghasilkan berbagai limbah cair, limbah padat termasuk

sampah, serta meningkatnya logam berat dan zat kimia, serta peningkatan zat

organik. Kesemuanya ini dapat menimbulkan pencemaran dan kerusakan

lingkungan

Kegiatan lain yang telah berkembang di perairan Danau Toba adalah usaha

perikanan budidaya sistem keramba jaring apung (KJA), yang pertama kali dicoba

pada tahun 1980-an. Aktivitas budidaya ikan sistem KJA di perairan danau,

merupakan salah satu usaha peningkatan produksi perikanan dengan

memanfaatkan potensi perairan yang ada. Usaha KJA ini banyak menuai perhatian

masyarakat, terkait kontroversi antara kebutuhan sosial ekonomi masyarakat dan

kelestarian lingkungan, serta antara pencapaian produksi dan daya dukung

perairan.

Krismono (1998) mengemukakan bahwa perairan danau dan waduk di

Indonesia yang mencapai 2,1 juta ha berpotensi untuk budidaya ikan dengan

sistem KJA yang dapat mencapai produksi 800 ton ikan/hari. Batas toleransi

diperbolehkan mengoperasikan KJA di perairan Danau Toba yakni 443 ha.

Danau Toba dengan luas 110.000 ha saat ini sudah beroperasi 1.780 unit

KJA milik perusahaan dan 6.800 unit milik masyarakat. Bila satu unit KJA

memiliki luas 16 meter, maka luas Danau Toba yang dipergunakan untuk KJA

137,28 ha.

Jumlah KJA yang telah beroperasi di Danau Toba semakin meningkat dan

(22)

dan kebijakan berbeda dari setiap perairan untuk pengembangan KJA, mengingat

perbedaan karakter setiap perairan darat.

Usaha budidaya dengan KJA di perairan danau diperkirakan akan terus

berkembang sejalan dengan kebutuhan akan protein hewani dan kebijakan

pemerintahan setempat yang membutuhkan peningkatan pendapatan asli daerah

nya dari sumberdaya alam yang dimilikinya.

Semakin banyak jumlah KJA yang beroperasi di perairan Danau Toba

maka semakin banyak pula jumlah pakan yang ditabur ke perairan danau yang

merupakan salah satu sumber pencemaran di perairan Danau Toba. Pemeriksaan

laboratorium juga menyimpulkan, keruhnya air danau dan tumbuhnya enceng

gondok menjadi sebuah ancaman kebersihan dan keindahan danau. Dari berbagai

penelitian yang dilakukan memberikan indikasi telah terjadi penurunan kualitas

air di lokasi yang terkena dampak kegiatan masyarakat (Barus, 2007). Air Danau

Toba telah mengalami penurunan kualitas air, dan diperparah lagi dengan

pertumbuhan enceng gondok yang begitu subur menjadi indikator bahwa air kaya

akan zat-zat organik (pencemaran organik). Jenis pencemaran tersebut akan

menimbulkan gangguan pada kesehatan masyarakat setempat.

Panjaitan (2009) menulis bahwa salah satu perusahaan besar milik PMA

yang mengelola keramba jaring apung di Danau Toba adalah PT. Aquafarm

Nusantara dengan memasukkan pakan sebesar 200 ton setiap hari. Dari hasil

penelitiannya, diperoleh bahwa prosentasi nitrogen dari pakan yang menjadi

limbah di perairan Danau Toba adalah sebesar 69,00%, sehingga total limbah

(23)

setiap hari dengan asumsi 5% pakan tidak terkonsumsi oleh ikan. Hasil penelitian

ini juga mencatat bahwa prosentasi nitrogen pakan yang menjadi limbah di

perairan Danau Toba didukung oleh hasil penelitian sebelumnya (Beveridge, 1996

dalam Panjaitan, 2009) yang menunjukkan bahwa 70,00% nitrogen yang

dikonsumsi oleh ikan akan terbuang di perairan. Lebih lanjut total limbah fosfor

yang dihasilkan di periran Danau Toba setiap hari adalah sebanyak 2,27 ton,

dengan asumsi 5% pakan tidak terkonsumsi oleh ikan.

Berdasarkan survei awal penulis yang dilakukan di Kabupaten Toba

Samosir menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk menggunakan air danau

sebagai sumber air minum dan keperluan rumah tangga. Dengan begitu maraknya

pertumbuhan aktivitas KJA akan berpotensi mencemari lingkungan perairan

Danau Toba jika tidak dikendalikan dengan baik.

Menurut Payne (1986), konsentrasi zat-zat yang terdapat di danau

merupakan hasil dari zat-zat yang berasal dari aliran air yang masuk, ini terjadi

karena pada umumnya perairan danau menerima masukan air dari daerah

tangkapan air di sekitar danau, sehingga perairan danau cenderung menerima

bahan-bahan terlarut yang terangkut bersamaan dengan air masuk. Jadi kualitas

perairan danau sangat tergantung pada pengelolaan atau pengendalian daerah

aliran sungai (DAS) yang berada diatasnya.

Pencemaran yang terjadi di perairan danau merupakan masalah penting

yang perlu memperoleh perhatian dari berbagai pihak. Hal ini disebabkan

beragamnya sumber bahan pencemar yang masuk dan terakumulasi di danau.

(24)

produktif dan non produktif di up land (lahan atas), dari pemukiman dan dari

kegiatan yang berlangsung di badan perairan danau itu sendiri, dan sebagainya.

Jenis bahan pencemar utama yang masuk ke perairan danau terdiri dari beberapa

macam, antara lain limbah organik dan anorganik, residu pestisida, sedimen dan

bahan-bahan lainnya.

Keberadaan bahan pencemar tersebut dapat menyebabkan terjadinya

penurunan kualitas perairan danau, sehingga tidak sesuai lagi dengan jenis

peruntukkannya sebagai sumber air baku air minum, perikanan, pariwisata dan

sebagainya. Selain itu pencemaran juga dapat menyebabkan hilangnya keaneka

ragaman hayati, khususnya spesies endemik (asli) danau tersebut (Khosla et al.,

1995., Kumurur, 2002). Dampak negatif lain dari pencemaran perairan danau

tidak hanya dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis dan ekologis berupa

penurunan produktivitas hayati perairan, tetapi juga dapat membahayakan

kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian manusia yang memanfaatkan

perairan danau untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Fakhrudin et al., 2002).

Nilai penting lainnya dari keberadaan Danau Toba adalah adanya jenis ikan

endemik, yakni ikan Batak yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.

Keberadaan ikan tersebut sudah semakin terancam akibat semakin meningkatnya

beban pencemaran yang masuk ke badan air danau, sehingga menyebabkan

kualitas perairan danau semakin menurun.

Meningkatnya beban pencemaran yang masuk ke perairan danau juga

disebabkan oleh kebiasaan masyarakat yang berdomisili di sekitar danau seperti

(25)

memberikan tekanan terhadap ekosistem perairan danau (Haryani, 2004).

Berbagai aktivitas penduduk yang ada di sempadan danau, seperti

permukiman, perhotelan, pertanian dan peternakan merupakan sumber bahan

pencemar yang masuk ke perairan danau. Kegiatan di badan perairan danau,

berupa pembudidayaan ikan dengan teknik keramba jaring apung (KJA) juga

merupakan sumber limbah yang potensial mencemari perairan danau.

Menurut hasil pusat penelitian limnologi LIPI, Lukman (2011b) bahwa

produksi ikan perairan Danau Toba pada saat ini telah melebihi daya dukung

danau dan sebagai penyebab utama penurunan kualitas air Danau Toba adalah

akibat dari kegiatan KJA yang sudah melampaui daya dukung perairan Danau

Toba. Kualitas perairan Danau Toba cenderung terus menurun dari waktu ke

waktu, yang diakibatkan oleh semakin tingginya tingkat pencemaran dari buangan

limbah domestik dan pertanian.

Saat ini kepedulian terhadap ekosistem Danau Toba semakin kurang

diperhatikan oleh hampir seluruh pengguna ekosistem perairan danau tersebut.

Prinsip-prinsip ekologis bahwa perairan danau memiliki daya dukung dan daya

asimilasi terhadap limbah yang terbatas tidak dipahami oleh sebagian besar

masyarakat pengguna danau. Sebagai contoh : pemanfaatan danau untuk kegiatan

KJA yang meningkat setiap tahunnya (10%) yang akan memberikan tekanan

terhadap perairan danau semakin meningkat. Keberadaan keramba jaring apung

diperairan Danau Toba menambah beban pencemaran akibat adanya limbah

(26)

Di satu sisi pengembangan usaha budidaya ikan dalam KJA akan

memberikan dampak positip berupa penciptaan lapangan pekerjaan baru dan

peningkatan pendapatan masyarakat setempat, namun disisi lain usaha ini juga

akan membawa dampak negatif tehadap ekosistem perairan danau. Dalam hal ini,

kegiatan dengan budidaya ikan dengan KJA secara langsung akan mempengaruhi

(menurunkan) kualitas perairan danau (Barus, 2007). Pengaruh tersebut

disebabkan oleh limbah pakan dan zat pemberantas hama perikanan. Bila

konsentrasinya melebihi ambang batas, dapat mencemari dan meracuni biota di

perairan danau tersebut. Kematian masal ikan dalam KJA sebanyak kurang lebih

700 ton yang terjadi pada tahun 2005 yang menelan miliyaran rupiah,

mengindikasikan telah terjadi penurunan kualitas perairan di Danau Toba.

Masuknya limbah pakan ke perairan danau dalam jumlah yang berlebih

dapat menyebabkan perairan menjadi kelewat subur, sehingga akan menstimulir

ledakan populasi fitoplankton dan mikroba air yang bersifat patogen. Limbah zat

hara dan organik baik dalam bentuk terlarut maupun partikel, berasal dari pakan

yang tidak dimakan dan ekresi ikan, yang umumnya dikarakterisasi oleh

peningkatan total padatan tersuspensi (TSS), Biochemical Oxygen Demand

(BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), dan kandungan C, N dan P. Secara

potensial penyebaran dampak buangan limbah yang kaya zat hara dan bahan

organik tersebut dapat meningkatkan sedimentasi, siltasi, hipoksia,

hipernutrifikasi dan perubahan produktivitas serta struktur komunitas bentik

(Barg, 1992).

Fenomena-fenomena tersebut menunjukkan bahwa pencemaran yang

(27)

mengan-cam kelestarian fungsi danau. Hal ini merupakan masalah yang perlu segera

ditangani secara serius agar tidak meluas dan semakin parah di kemudian hari.

Oleh sebab itu penting sekali dilakukan pengkajian nilai-nilai sosial dan

ekonomi dari perairan danau, tidak semata-mata dari pendekatan presepektif

biofisik. Klessig (2001) mengemukakan bahwa danau hanya dapat memberikan

keuntungan sosial yang optimal jika kebijakan pengelolaannya mengakui

settingsepenuhnya dari kontribusi potensial danau yang dapat dibuat untuk

masyarakat serta kebijakan pengelolaan tersebut terintegrasi untuk memberikan

perhatian yang seimbang pada seluruh nilai-nilai yang dapat danau berikan

Ekosistem danau merupakan suatu sistem, terdiri dari komponen biotik

dan abiotik yang saling berinteraksi dengan lingkungannya. Fenomena tentang

penurunan kualitas perairan (pencemaran) yang terjadi di perairan Danau Toba,

menunjukkan permasalahan yang kompleks dan sulit dipahami jika hanya

meng-gunakan satu disiplin keilmuan. Konsep sistem yang berlandaskan pada unit

keanekaragaman dan selalu mencari suatu keterpaduan antar komponen melalui

pemahaman secara menyeluruh dan utuh, merupakan suatu alternatif pendekatan

yang baru dalam memahami dunia nyata. Pendekatan sistem merupa-kan cara

penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap

sejumlah kebutuhan, sehingga dapat menhasilkan sejumlah operasi sistem yang

efektif (Eriyatno, 2002). Oleh karena itu, kajian tentang pengelolaan KJA

berkelanjutan di perairan Danau Toba dapat dilakukan dengan pendekatan sistem

dalam membangun model pengelolaan KJA berkelanjutan di perairan Danau Toba

dalam upaya mewujudkan perairan danau yang bersih dan lestari, sehingga

(28)

Dalam literatur terdapat beberapa publikasi yang mengetengahkan model

kualitas air danau. Dahl et al. (2006) mengajukan model persamaan differensial

untuk memodelkan kualitas air danau yang tercemar oleh adanya partikel padat

dan posfor. Penelitian mereka ini terutama terpakai untuk danau-danau yang

kurang dalam (kedalaman maksimum 27 m). Model kualitas air yang dinamis

dipergunakan oleh McKellar et al. (2008) dalam penelitian mereka tentang

kualitas danau Greenwood di South Carolina, Amerika Serikat. Namun mereka ini

hanya mempergunakan perangkat lunak CE-QUAL-W2. Kemudian Rippey dan

McSorley (2009) menyajikan model kualitas air danau yang terkontaminasi oleh

logam berat sehingga kadar oksigen air danau menurun. Penelitian mereka ini

terutama untuk sendimentasi pada danau. Penelitian yang juga terkait dengan

sendimen danau dikemukakan oleh Rippey (2010). Namun dia hanya meneliti

tentang konsentrasi Pb dan biphenyl terklorinasi. Terlihat bahwa model-model

yang telah diajukan oleh beberapa peneliti tadi belum ada yang menyinggung

tentang pemodelan kualitas air danau yang di sekitar danau terdapat kerambah

apung. Dalam literatur terdapat beberapa publikasi yang mengetengahkan model

kualitas air danau. Dahl et al. (2006) mengajukan model persamaan differensial

untuk memodelkan kualitas air danau yang tercemar oleh adanya partikel padat

dan posfor. Penelitian mereka ini terutama terpakai untuk danau-danau yang

kurang dalam (kedalaman maksimum 27 m). Model kualitas air yang dinamis

dipergunakan oleh McKellar et al. (2008) dalam penelitian mereka tentang

kualitas danau Greenwood di South Carolina, Amerika Serikat. Namun mereka ini

hanya mempergunakan perangkat lunak CE-QUAL-W2. Kemudian Rippey dan

(29)

logam berat sehingga kadar oksigen air danau menurun. Penelitian mereka ini

terutama untuk sedimentasi pada danau. Penelitian yang juga terkait dengan

sedimentasi danau dikemukakan oleh Rippey (2010). Namun dia hanya meneliti

tentang konsentrasi Pb dan biphenyl terklorinasi. Terlihat bahwa model-model

yang telah diajukan oleh beberapa peneliti tadi belum ada yang menyinggung

tentang pemodelan kualitas air danau yang disekitar danau terdapat kerambah

jaring apung.

1.2 Perumusan Masalah

Pada saat ini telah berlangsung berbagai kegiatan usaha di perairan dan

berkembang dengan pesat, di antaranya adalah kegiatan KJA. Di perairan Danau

Toba ini tempo dulu masih dijumpai ikan asli yaitu ikan batak dan pora-pora.

Tetapi saat ini sudah jarang bahkan mungkin sudah hilang dan tidak jelas apa

penyebabnya. Pada tahun 1996 usaha perikanan di perairan Danau Toba mulai

berkembang dalam bentuk KJA dan hingga saat ini mencapai luas lebih kurang

443 ha. Menurut laporan LP USU tahun 1999, luas perairan yang digarap baru

mencapai 0,4% dari ambang luas yang diizinkan sebesar 1% dari luas perairan

Danau Toba. Yang menjadi masalah adalah penyebaran lokasi KJA tersebut

berada dalam kawasan daerah wisata. Contoh: turis yang datang ke Tomok

rata-rata enggan berenang di danau karena airnya kotor. Demikian juga di Haranggaol,

sepanjang pantainya penuh dengan KJA sehingga mengganggu sekaligus sebagai

kota tujuan wisata potensial di Kabupaten Simalungun dan banyak lagi kota lain

di sekitar Danau Toba dan Pulau Samosir. Dengan demikian sudah terjadi konflik

(30)

pariwisata. Demikian juga dengan transportasi perairan danau (perhubungan)

dapat terganggu apabila penempatan KJA yang sembarangan (Tumiar, 2004).

Menurut Southwick (1976), terjadinya pencemaran di perairan danau

dapat ditentukan oleh dua hal, yaitu (1) adanya pengkayaan unsur hara yang

tinggi, sehingga komunitas biota dengan produksi yang berlebihan, (2) air

diracuni oleh zat kimia toksik yang menyebabkan lenyapnya organisme hidup,

bahkan mencegah semua kehidupan di perairan. Sama dengan Saeni (1989)

menyatakan bahwa pencemaran yang terjadi di perairan dapat ditentukan oleh tiga

jenis, yaitu (1) pencemaran kimiawi berupa zat-zat beracun, bahan-bahan organik,

mineral, dan radioaktif, (2) pencemaran fisik berupa lumpur dan uap panas, dan

(3) pencemaran biologis berupa berkembangbiaknya ganggang,

tumbuh-tumbuhan pengganggu air, kontaminasi organismo mikro yang berbahaya atau

dapat berupa kombinasi dari ketiga pencemaran tersebut.

Pencemaran yang terjadi di Danau Toba diduga berasal dari aliran

(masukan) beban limbah dari kegiatan masyarakat yang berlangsung di

indogenous (badan air danau) dan di exogenous (luar danau). Limbah yang berasal

dari kegiatan yang berlangsung di badan air bersumber dari kegiatan KJA

masyarakat maupun industri. Porpraset (1989) mengatakan, limbah organik

merupakan sisa atau buangan dari aktivitas manusia, yang biasanya tersusun dari

karbon, hidrogen, oksigen, fosfor, sulfur dan mineral lainnya. Sutamihardja

(1992) menyatakan bahwa bahan pencemaran yang menurunkan kualitas air dapat

menyebabkan gangguan pada kesehatan (health hazard), sanitari (sanitary

(31)

Beban limbah organik yang bersumber dari KJA berupa sisa pakan dan

feses ikan dapat menurunkan kualitas perairan danau. Selain itu penurunan

kualitas perairan danau juga disebabkan oleh limbah yang berasal dari luar danau

berupa limbah domestik, limbah dari kegiatan pertanian, dan peternakan yang

berada di sekitar perairan Danau Toba.

Penumpukan unsur hara hasil dekomposisi bahan organik yang berlebihan

di perairan danau, akan menimbulkan permasalahan karena, unsur hara yang

berlebihan akan menyebabkan perairan mengalami pengkayaan unsur hara

(eutrofikasi). Gejala eutrofikasi yang disebabkan oleh penumpukan zat hara ini

dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi biomassa di bgian epilimnion danau

dan tingginya laju pengendapan alga ke bagian kolom air, sehingga menyebabkan

kondisi anaerobik pada daerah hipolimnion (Gather dan Imboden, 1985). Hal

yang sama juga dikemukakan oleh Agustiyani (2004), meningkatnya unsur hara

pada perairan danau akan mengakibatkan meningkatnya biomassa organismo

primer tetapi akan menurunkan jenis konsumer yang selanjutnya mengakibatkan

melimpahnya salah satu jenis saja dan mengurangi varietas dan kualitas. Setianna

(1996) menyatakan bahwa proses masuknya unsur hara ke badan perairan dapat

melalui dua cara, yaitu: 1) penapisan air drainase lewat pelepasan hara tanaman

terlarut dari tanah; dan 2) lewat erosi permukaan tanah atau gerakan dari partikel

tanah halus masuk ke sistem drainase. Proses tersebut membutuhkan waktu yang

cukup lama, namun dapat dipercepat oleh berbagai aktivitas penduduk disekitar

perairan danau.

Dekomposisi bahan organik yang berlebihan juga akan menyebabkan

(32)

adanya oksigen akan menyebabkan terbentuknya senyawa-senyawa toksik

(beracun) sehingga berdampak buruk terhadap organisme akuatik dan manusia

yang memanfaatkan perairan danau tersebut.

Pendangkalan yang terjadi di danau diduga berasal dari erosi yang berasal

dari tangkapan air danau (DTA) dan sempadan danau. Erosi yang tinggi pada

daerah tersebut akan terbawa oleh aliran sungai yang pada akhirnya akan

mengendap sebagai sedimen di dasar danau. Akumulasi dari erosi yang terjadi

terus-menerus akan mengarah pada terjadinya pendangkalan danau, penurunan

kuantitas dan kualitas air serta dapat merusak habitat di badan perairan danau.

Oleh sebab itu diperlukan upaya-upaya pengendalian sumber pencemaran yang

masuk ke perairan danau melalui pendekatan kesisteman dan kebijakan yang

dapat diterima oleh berbagai pihak.

Menurut Manetsch dan Park (1997), suatu pendekatan sistem akan dapat

berjalan dengan baik apabila kondisi-kondisi berikut terpenuhi: 1) Tujuan sistem

didefenisikan dengan baik dan dapat dikenali jika tidak dapat dikuantifikasikan, 2)

prosedur pembuatan keputusan dalam sistem riiladalah tersentralisasi atauj cukup

jelas batasannya, dan 3) dalam perencanaan jangka panjang memungkinkan untuk

dilakukan. Sedangkan menurut Ford (1999), mendefinisikan sistem sebagai suatu

kombinasi dari dua atau lebih elemen yang saling terkait dan memiliki

ketergantungan antar komponen.

Menurut Jorgensen (1989) dalam Marganof (2007) penggunaan model

sangat cocok untuk memecahkan permasalahan lingkungan yang kompleks.

(33)

tentang fungsi sistem yang kompleks seperti dalam ekosistem. Berdasarkan latar

belakang dan rumusan masalah tersebut terlihat bahwa ada keterkaitan fungsi

danau dengan dampak dari pencemaran yang terjadi di perairan danau. Oleh sebab

itu, maka dalam konteks pengelolaan KJA di Danau Toba diajukan beberapa

pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana kualitas perairan dan tingkat pencemaran perairan di Danau Toba?

2. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kehadiran keramba jaring apung

yang dikelola oleh masyarakat?

3. Bagaimana Model Pengelolaan keramba jaring apung (KJA) masyarakat yang

berkelanjutan di perairan Danau Toba?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah membangun model pengelolaan KJA

masyarakat berkelanjutan di perairan Danau Toba. Untuk mencapai tujuan

tersebut, maka dalam penelitian ini dilakukan kegiatan-kegiatan :

1. Menganalisis kualitas perairan dan tingkat pencemaran perairan Danau Toba.

2. Menganalisis persepsi masyarakat terhadap kegiatan perikanan keramba jaring

apung (KJA) di sekitar Danau Toba.

3. Membangun model yang pengelolaan keramba jaring apung (KJA) masyarakat

(34)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada

berbagai pihak, terutama:

1. Bagi pemerintah daerah, informasi ini dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan atau acuan dalam memformulasi kebijakan dalam pengelolaan

keramba jaring apung (KJA) masyarakat di perairan Danau Toba.

2. Bagi masyarakat sebagai informasi dalam pemanfaatan dan pelestarian

sumberdaya di perairan Danau Toba.

3. Sebagai sumber informasi untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam

menyelesaikan masalah pengelolaan keramba jaring apung (KJA) masyarakat,

khususnya di Danau Toba.

1.5 Novelty

Model hasil penelitian ini sebagai acuan pengelolaan keramba jaring

(35)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kawasan Danau Toba

Kawasan Danau Toba adalah Kawasan Strategis Nasional (wilayah yang

penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting

secara nasional terhadap kedaulatan negara) yang telah ditetapkan dengan

Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Tata Ruang Wilayah Nasional.

Danau Toba terletak di pegunungan Bukit Barisan berlokasi di Provinsi

Sumatera Utara, secara administrasi pemerintahan merupakan bagian dari

7 wilayah kabupaten, yaitu : Kabupaten Karo; Simalungun; Dairi; Toba Samosir;

Samosir; Humbang Hasundutan dan Tapanuli Utara. Secara geografis, Ekosistem

Kawasan Danau Toba terletak pada koordinat 980 31’ 2” – 980 09’ 14” Bujur Timur (BT) dan 20 19’ 15” – 20 54’ 02” Lintang Utara (LU), dengan ketinggian permukaan air Danau Toba yang pernah diamati dan dicatat adalah sekitar 906

meter dpl (di atas permukaan laut) (van Bemmelen, 1994 dalam Tumiar, 2004).

Tetapi akhir-akhir ini dari data pengamatan perorangan, ada yang menyebutkan

bahwa kedalaman permukaan perairan Danau Toba saat ini sudah mengalami

penurunan sehingga ketinggian permukaan air Danau Toba sekitar 903 meter dpl

(Tumiar, 2004). Danau ini merupakan danau terluas di Indonesia dengan luas

(36)

Danau Toba adalah perairan daratan yang memiliki peran multi sektor,

baik bagi kepentingan masyarakat lokal maupun nasional bahkan internasional.

Wilayah Danau Toba adalah pusat kepariwisataan di Sumatera Utara, dengan daya

tarik utamanya panorama hamparan air Danau Toba dan kawasan sekitarnya

merupakan objek pariwisata yang sudah dikenal ke mancanegara. Hal ini telah

menjadi kebijakan nasional, bahwa kawasan Danau Toba menjadi salah satu

andalan dan potensi Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional

(RIPNAS) (Ardika, 1999). Potensi yang sangat besar dari perairan Danau Toba

adalah air yang mengalir melalui outletnya yang telah dimanfaatkan untuk

pembangkitan listrik pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sigura-gura

yang memiliki kapasitas yang cukup besar (286 Megawatt) dan telah beroperasi

sejak tahuh 1982, bandingkan dengan PLTA Maninjau yang hanya 68 MW

(Lukman, 2010).

Danau Toba merupakan sumberdaya air yang mempunyai nilai sangat

penting ditinjau dari fungsi ekologi, hidrologi serta ekonomi. Hal ini berkaitan

dengan fungsi Danau Toba sebagai habitat berbagai organisme air, sebagai

sumber air minum bagi masyarakat sekitar, sebagai tempat penangkapan dan

budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA), kegiatan transportasi air, dan

menunjang berbagai jenis industri.

Danau Toba dan daerah tangkapan air (catchment area) nya merupakan

bentang alam yang sangat luas. Daerah tangkapan air danau meliputi area 369.854

ha yang terdiri dari 190.314 ha daratan di Pulau Sumatera, 69.280 ha daratan

Pulau Samosir dan 110.260 ha luas permukaan danau. Kawasan Danau Toba

(37)

Kondisi ekosistem kawasan ini berpengaruh langsung dan tidak langsung bagi

daerah hilirnya. Ekosistem kawasan danau memiliki nilai ekologi, sosial budaya

dan ekonomi bagi kehidupan manusia.

Kawasan Danau Toba, adalah salah satu kawasan andalan wisata yang

merupakan aset nasional, dan memiliki nilai strategis bagi Propinsi Sumatera

Utara, dengan fungsinya yang beraneka ragam, yaitu sebagai andalan daerah

tujuan wisata, sumber air bersih bagi penduduk, kegiatan perikanan, baik secara

tradisional maupun budidaya KJA, kegiatan pertanian, kegiatan transportasi air

dan pembangkit tenaga listrik.

2.2 Pengelolaan Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup selalu diartikan sebagai gabungan dari semua

faktor-faktor eksternal atau kondisi-kondisi eksternal yang mempengaruhi kehidupan

mahluk-mahluk yang yang ada di dalamnya. Karena lingkungan hidup mencakup

semua mahluk hidup dan benda-benda mati (seperti udara, tanah, air) yang

berpengaruh terhadap organisme.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997,

lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,daya, keadaan, dan

mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi

kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain

dan pengelolaan lingkungan adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi

lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,

pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian

(38)

Untuk meningkatkan kualitas hidup, manusia selalu memanfaatkan sumber

daya alam bahkan secara berlebihan. Semakin terbatas sumber daya alam untuk

mendukung manusia, semakin sulit manusia mempertahankan kualitas hidup yang

layak. Hal ini berarti, bahwa banyak masalah lingkungan hidup terjadi karena

proses peningkatan kualitas hidup (Soemarwoto, 2004).

Dengan bertambahnya jumlah penduduk, berarti penggunaan sumber daya

alam semakin tinggi, akibatnya pelepasan sisi-sisa (limbah) ke lingkungan juga

bertambah. Karena lingkungan mempunyai daya dukung terbatas, maka dalam

jangka waktu tertentu lingkungan tidak dapat lagi mendukung semua kegiatan dan

kebutuhan manusia. Hal ini sangat berbahaya bagi lingkungan, terutama bagi

manusia itu sendiri.

Pengelolaan lingkungan dapatlah kita artikan sebagai usaha sadar untuk

memelihara atau dan memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar kita

dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Karena persepsi tentang kebutuhan dasar,

terutama untuk kelangsungan hidup yang manusiawi, tidak sama untuk semua

golongan masyarakat dan berubah-ubah dari waktu ke waktu, pengelolaan

lingkungan haruslah bersifat lentur. Dengan kelenturan itu kita berusaha untuk

menutup pilihan golongan masyarakat tertentu untuk mendapatkan kebutuhan

dasarnya atau menutup secara dini pilihan kita untuk kemudian hari (Soemarwoto,

2004).

Manusia mempunyai daya adaptasi yang besar, baik secara hayati maupun

kultural. Misalnya, manusia dapat menyesuaikan diri pada penggunaan air yang

(39)

kebiasaan menekan rasa jijiknya terhadap air yang kotor, air bersih tidak lagi

dirasakan sebagai kebutuhan dasar kelompok manusia tersebut.

Pengelolaan lingkungan sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru, sejak

manusia ada, ia telah melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan. Manusia

pemburu harus mencari dan mengejar hewan buruannya. Hasilnya tidak dapat

dipastikan. Kadang-kadang banyak dan kadang-kadang sedikit. Jenis hewan yang

tertangkap pun tidak dapat dipastikan. Untuk dapat lebih memastikan atau

memperbesar kepastian hasilnya, baik dalam jumlah maupun dalam jenis hewan

yang dapat ditangkapnya, manusia menjinakkan dan memelihara hewan tertentu

sebagai ternak. Ia membuat dan memelihara padang rerumuputan. Ia menjaga pula

ternaknya terhadap serangan hewan buas. Dengan perkembangan peternakan itu

manfaat lingkungan dapat diperbesar dan resiko lingkungan diperkecil, sehingga

kemungkinan terpenuhinya kebutuhan dasarnya dapat lebih terjamin. Hal yang

serupa kita dapatkan dalam perikanan, pertanian dan perhutanan. Domestikasi,

yaitu penjinakan dan pemeliharaan, ikan, ternak dan tumbuhan merupakan usaha

pengelolaan lingkungan yang dimulai sangat awal dalam kebudayaan manusia.

Pembangunan mempunyai tujuan jangka panjang dalam arti kita tidak

hanya membangun untuk kita, melainkan juga untuk anak cucu kita, generasi

yang akan datang. Dalam hubungan ini patutlah kiranya untuk kita renungkan

konsep pembangunan di bumi pada umumnya dan tanah air Indonesia pada

khususnya.

Daya dukung berkelanjutan ditentukan oleh banyak faktor, baik faktor

(40)

mempengaruhi. Faktor biofisik penting yang menentukan daya dukung

berkelanjutan ialah proses ekologi yang merupakan sistim pendukung kehidupan

dan keanekaan jenis yang merupakan sumberdaya gen. Misalnya, hutan adalah

salah satu faktor ekologi dalam sistim pendukung kehidupan. Hutan melakukan

proses fotosíntesis yang menghasilkan oksigen yang kita perlukan untuk

pernafasan kita. Apabila proses fotosíntesis terhenti atau menurun drastis karena

hutan atau tumbuhan pada umumnya habis atau sangat berkurang, kandungan

oksigen dalam udara akan menurun dan kehidupan kita akan terganggu.

Kerusakan hutan akan mengakibatkan rusaknya tata guna air dan terjadinya erosi

tanah. Hutan bakau melindungi pantai dari hempasan ombak. Hutan bakau juga

merupakan habitat berbagai macam udang, kepiting dan ikan, dan karena itu

merupakan ekosistem yang amat penting dalam perikanan.

Pembangunan pada hakekatnya adalah pengubahan lingkungan, yaitu

mengurangi resiko lingkungan atau dan memperbesar manfaat linkungan. Sejak

berabad tahun yang lalu nenek moyang kita telah mengubah hutan menjadi daerah

permukiman dan pertanian. Pengubahan hutan menjadi sawah merupakan usaha

untuk memanfaatkan lahan untuk produksi bahan makanan dalam kondisi curah

hujan yang tinggi dan juga untuk mengurangi resiko erosi di daerah yang banyak

bergunung. Hingga sekarang pencetakan sawah baru masih terus berjalan. Dengan

pengubahan hutan atau tataguna lahan menjadi sawah berubahlah pula

keseimbangan lingkungan.

Dalam usaha untuk mengubah keseimbangan lingkungan yang ada pada

mutu hidup yang rendah ke keseimbangan lingkungan baru pada tingkat mutu

(41)

hidup yang lebih tinggi itu. Dengan demikian jelaslah bahwa yang kita lestarikan

bukanlah keserasian dan keseimbangan lingkungan, melainkan kita ingin

melestarikan daya dukung lingkungan yang dapat menopang secara berkelanjutan

pertumbuhan dan perkembangan yang kita usahakan dalam pembangunan.

Walaupun lingkungan berubah, kita usahakan agar tetap ada kondisi yang mampu

untuk menopang secara terus-menerus pertumbuhan dan perkembangan, sehingga

kelangsungan hidup kita dan anak cucu kita dapat terjamin pada tingkat mutu

hidup yang makin baik.

Berkenaan dengan pengelolaan ekosistem kawasan Danau Toba,

Panjaitan (2009) menyatakan bahwa para pemangku amanah ekosistem kawasan

Danau Toba pada tahun 2004 telah menyepakati bahwa Pengelolaan Ekosistem

Danau Toba saat ini adalah mengedepankan pendekatan ekosistem dimana

pengelolan Ekosistem Kawasan Danau Toba dilakukan secara bersama-sama dan

dengan mendefenisikan dan mengintegrasikan keberatan faktor-faktor ekologi,

ekonomi dam sosial di wilayah para Pemangku Amanah secara ekologis, bukan

berdasarkan batas-batas administratif, sektor, dan kewilayahan semata.

Mengingat fungsi ekosistem Danau Toba yang sangat beranekaragam,

diperlukan suatu strategi pengelolaan yang efisien agar kelestarian ekosistem

Danau Toba dapat tetap dipertahankan sejalan dengan pemanfaatan yang

dilakukan untuk berbagai kepentingan.

2.3 Pembangunan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Lingkungan

Secara konseptual, pengertian pembanguan berkelanjutan berasal dari ilmu

(42)

untuk menjamin keberlanjutan pembangunan ekonomi bagi kesejahteraan

masyarakat. Pengertian dari segi ekonomi ini juga dilatarbelakangi oleh ilmu

biologi yang membahas keberlanjutan dari segi kemampuan dan kesesuaian

(capability and surtability) suatu lokasi dengan potensi regenarasi/productivitas

lingkungan hidupnya.

Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah

upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber

daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan,

dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan (Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 23 Tahun 1997).

Konsep ‘berkelanjutan’ (sustainability) sebenarnya telah lama dikenal

sebagai bagian dari biologi. Pada konferensi “Analisa dan Manajemen

Penggunaan Berkelanjutan Tanah Hutan Tropis” (Forest Land Assessment and

Management for Sustainable Uses) perkataan ‘sustainable use’ diartikan sebagai:

continuing national use of land without severe or permanent

deterioration in the quality and quantity of one or more component of the

integrated ecosystem or landscape unit’.

Dalam pada itu, istilah ‘pembangunan berkelanjutan’ atau sustainable

development merupakan konsep muncul belakangan terkait dengan konsep

pembagunan. Arti keterkaitan ini dapat dihubungkan dengan masalah efisien dan

keadilan. Didalam melakukan efisiensi untuk memperbesar pembangunan dan

keadilan (equity) untuk pembagian yang layak dan menjaga keberlanjutan

(43)

Pengertian pembangunan berkelanjutan dapat ditemukan baik secara

eksplisit maupun implisit dalam berbagai perjanjian internasional dan berbagai

instrumen lainnya. Laporan Komisi Brundtland pada tahun 1987 merupakan

pengertian hukum yang luas dan dianut secara luas yang memberikan pengertian

sustainable development’: ‘development that meet the needs of the present

generation without compromising the ability of future generation to meet their

own needs’

Ada dua konsep tentang membangun konsep sustainable development,

yaitu konsep kebutuhan (needs) terutama kebutuhan dasar generasi saat ini, dan

ide keterbatasan yang didasarkan pada pertimbangan kemajuan teknologi dan

organisasi sosial untuk menetapkan daya dukung lingkungan yang mampu

menopang kehidupan generasi sekarang dan generasi masa depan. Laporan

Brundtland mengidentifikasi beberapa masalah kritis yang perlu dijadikan dasar

kebijakan lingkungan bagi konsep pembangunan berkelanjutan:

a) Mendorong pertumbuhan dan meningkatkan kualitas (reviving growth

and changing its quality);

b) Memenuhi kebutuhan pokok mengenai pekerjaan, makanan, energi, air

dan sanitasi (meeting essestial needs for jobs, food, energy, water, and

sanitation);

c) Menjamin tingkat pertumbuhan penduduk yang mendukung keberlanjutan

(ensuring asustainable level of population);

(44)

and enhancing the resource base);

e) Orientasi teknologi dan mengelola resiko (reorienting technology

and managing risks) dan

f) Memadukan pertimbangan lingkungan ekonomi dalam proses pengambilan

keputusan (merging environment and economics in decision-making).

Arah dan tujuan pembinaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah

dijabarkan lebih lanjut sebagai:

1. Meningkatkan mutu lingkungan hidup baik fisik, sosial dan ekonomi

yang mendukung pembanguan daerah yang berkelanjutan.

2. Meningkatnya pengenalan jumlah dan mutu sumberdaya alam serta jasa

lingkungan, pengenalan tingkat kerusakan, penggunaan dan

kemungkinan pengembangannya.

3. Terpeliharanya kawasan konservasi, keanekaragaman hayati

dan fungsi ekosistem khususnya Daerah Aliran Sungai (DAS).

4. Terbentuknya sistem kelembagaan lingkungan hidup yang lebih efisien

dan efektif, mulai dari tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten/kota,

baik dalam lingkungan pemerintahan, dunia usaha maupun kegiatan

kemasyarakatan.

5. Terkendalinya pencemaran perairan, tanah dan udara yang

disebabkan oleh kegiatan pembangunan dan ekonomi, terutama bagi

(45)

6. Pulihnya potensi/produktivitas lahan kritis untuk

meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan serta meningkatkan

fungsi lingkungan hidup.

7. Meningkatnya ketersediaan data dan informasi lingkungan

hidup yang dipadukan dalam suatu Jaringan Sistem Informasi

Lingkungan Hidup Daerah.

Konsep berkelanjutan dalam budidaya ikan menurut Beveridge (1996),

ditentukan dari langkah awal dan umumnya dimulai dari dari pemilihan lokasi,

karena pemilihan lokasi yang salah akan menyebabkan kegiatan budidaya tidak

berlangsung lama.

2.4 Pengelolaan Danau Secara Terpadu

Danau adalah salah satu bentuk ekosistem yang menempati daerah yang

relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut dan daratan.

Bagi manusia kepentingannya jauh lebih berarti dibandingkan dengan luas

daerahnya. Untuk memenuhi kepentingan manusia, lingkungan sekitar danau

diubah untuk dicocokkan dengan cara hidup dan bermukim manusia. Ruang dan

tanah di sekitar kawasan ini dirombak untuk menampung berbagai bentuk

kegiatan manusia seperti permukiman, prasarana jalan, saluran limbah rumah

tangga, tanah pertanian, rekreasi dan sebagainya (Connell dan Miller, 1995).

Sehingga seringkali terjadi pemanfaatan danau dan konservasi danau yang tidak

berimbang, dimana pemanfaatan danau lebih mendominasi sumberdaya alam

danau dan kawasan daerah aliran sungai (watershed). Mengakibatkan danau

berada pada kondisi suksesi, yaitu berubah dari ekosistem perairan ke bentuk

(46)

suksesi suatu perairan danau. Hilangnya ekosistem danau mengakibatkan

kekurangan cadangan air tanah pada suatu kawasan/wilayah yang bakal

mengancam ketersediaan air bersih bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup

lainnya. Akibatnya, keberlanjutan suatu lingkungan hidup yang didalamnya

terdapat manusia dan alam terancam tak dapat berlanjut. Darmono (2001)

menyatakan pengaruh negatif dari eutrofikasi di perairan danau adalah terjadinya

perubahan keseimbangan kehidupan antara tanaman air dan hewan air, sehingga

beberapa spesies ikan akan musnah dan tanaman air akan menghambat laju arus

air.

Beberapa fungsi penting ekosistem ini sebagai berikut:

1. Sebagai sumber plasma nuftah yang berpotensi sebagai penyumbang

bahan genetik.

2. Sebagai tempat berlangsungnya siklus hidup jenis flora/fauna yang

penting.

3. Sebagai sumber air yang dapat digunakan langsung oleh masyarakat

sekitarnya (rumah tangga, industri dan pertanian).

4. Sebagai tempat penyimpanan kelebihan air yang berasal dari air hujan,

aliran permukaan, sungai-sungai atau dari sumber-sumber air bawah tanah.

5. Memelihara iklim mikro, di mana keberadaan ekosistem danau dapat

mempengaruhi kelembaman dan tingkat curah hujan setempat.

6. Sebagai sarana transportasi untuk memindahkan hasil-hasil pertanian dari

tempat satu ke tempat lainnya.

7. Sebagai penghasil energi melalui PLTA.

(47)

Dua hal lain yang ditawarkan ekosistem danau adalah:

1. Sebagai sumber air yang paling praktis dan murah untuk kepentingan

domestik maupun industri.

2. Sebagai pembuangan yang memadai dan paling murah (Connell dan

Miller, 1995).

Sebagai sumber air paling praktis, danau sudah menyediakannya melalui

terkumpulnya air secara alami melalui aliran permukaan yang masuk ke danau,

aliran sungai-sungai yang menuju ke danau dan melalui aliran di bawah tanah

yang secara alami mengisi cekungan dimuka bumi ini. Bentuk fisik danau pun

memberikan daya tarik sebagai tempat membuang yang praktis. Jika kita

membiarkan semua demikian, maka akan mengakibatkan danau tak akan bertahan

lama berada di muka bumi ini. Saat ini kita melihat ekosistem danau tidak

dikelola sebagaimana mestinya, sebaliknya untuk memenuhi kepentingan

manusia, lingkungan sekitar danau diubah untuk dicocokkan dengan cara hidup

dan cara bermukim manusia.

Keadaan ekosistem perairan danau kini cenderung mengalami degradasi

karena kurang kepedulian dan kesungguhan dalam pengelolaannya. Banyak

diantaranya terancam, baik dari segi kuantitas maupun kualitas airnya, juga dari

segi kelangsungan hidup biotanya. Hal ini disebabkan terutama oleh

meningkatnya kegiatan manusia di perairan maupun di daerah tangkapan airnya

(Nurjanah, 2011). Sumber pencemaran air danau adalah limbah domestik berupa

bahan organik dari permukiman penduduk. Adanya kegiatan lain berupa usaha

(48)

apung dan pariwisata menambah limbah bahan organik yang masuk ke perairan

danau.

Eutrofikasi dan pencemaran merupakan permasalahan lingkungan yang

berpengaruh terhadap perairan danau secara umum dimana akibat yang

ditimbulkannya akan mempengaruhi kelangsungan hidup. Suryono et al. ( 2010),

Eutrofikasi atau sering disebut pengkayaan unsur hara dalam perairan akan

mengakibatkan perairan menjadi subur. Proses eutrofikasi sendiri merupakan

proses alami yang akan terjadi pada setiap perairan tergenang namun dalam waktu

yang lama. Seiring dengan meningkatnya aktifitas masyarakat, maka akan

memeberikan masukan berupa unsur hara ke badan air danau dan jika proses pulih

diri (self purification) terlampaui maka akan mempercepat proses eutrofikasi.

Kumurur (2002), area danau perlu pengelolaan yang terpadu (integrated)

agar fungsi ekologis dan fungsi ekonomis dari sumberdaya alam ini dapat

dilestarikan untuk menopang kehidupan generasi pada masa datang. Keberhasilan

pelestarian dan pengelolaan sumberdaya alam akan menjadi kunci terpenuhinya

harkat hidup seluruh masyarakat. Dalam rangka pengelolaan danau, perlu ditinjau

beberapa aspek strategis yang menjadi “focal point” bagi skenario pengelolaan

terwujudnya tujuan atau “goal” di dalam suatu konsep “Integrated Lake

Management” yang “sustainable”. Beberapa aspek strategis yang mesti dipikirkan

tersebut adalah: pemanfaaan perairan danau (lake use), keanekaragaman hayati

(49)

Rekomendasi yang perlu mendapat perhatian bagi pemerintah daerah

dalam menetapkan kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan adalah yang

berkaitan dengan:

a. kelebihan kapasitas penangkapan ikan;

b. ketidakseimbangan antara kepentingan berbagai pihak dalam

memanfaatkan sumberdaya;

c. kerusakan habitat, kecenderungan kepunahan jenis ikan tertentu;

d. degradasi sumberdaya perikanan;

e. peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan yang

tersosialisasi dengan baik kepada masyarakat.

2.5 Keramba Jaring Apung di Danau Toba

Kegiatan budidaya ikan di dalam keramba jaring apung (KJA) akan

memberikan nilai tambah bagi sumberdaya perairan. Saat ini Danau Toba telah

dimanfaatkan antara lain untuk sebagai lokasi penangkapan dan budidaya

keramba jaring apung.

Metoda keramba jaring apung (KJA) semakin marak dilakukan oleh

masyarakat dalam membudidayakan ikan, khususnya diperairan air tawar.

Perkembangan teknologi ini berkembang pesat. Hal ini terbukti dari banyaknya

danau-danau di seluruh nusantara yang dipenuhi oleh kerambah jaring apung

milik masyarakat. Dilihat dari efektifitas dan efisiensinya, metoda keramba jaring

(50)

ditambah dengan cocoknya iklim di air danau dengan perkembangan ikan,

membuat penggunaan KJA semakin banyak.

Namun dalam perkembangannya, pemakaian metode KJA di perairan

danau, telah menimbulkan banyak problema. Mulai dari kematian ikan yang

mendadak hingga ke persoalan terganggunya ekosistem di danau. Pengembangan

KJA akan bernilai positif selama dalam batas kapasitas daya dukung (DD)

perairan. Peningkatan KJA yang berlebihan akan menimbulkan dampak yang

buruk pada masa yang akan datang (Lukman et al. 2011).

2.6 Ekosistem Danau

Secara umum ekosistem perairan darat dapat dibagi menjadi dua yaitu

perairan lentik dan perairan lotik. Perairan lentik disebut juga perairan tenang

karena mempunyai kecepatan arus yang lambat sehingga terjadi akumulasi massa

air dalam periode waktu yang cukup lama. Yang termasuk perairan lentik adalah

danau, kolam rawa, waduk, situ dan telaga. Sementara itu perairan lotik

merupakan perairan berarus deras atau memiliki kecepatan arus tinggi yang

disertai dengan perpindahan massa air dengan cepat. Yang termasuk kedalam

perairan lotik misalnya sungai dan kanal.

Sebagai salah satu bentuk ekosisitem, perairan danau terdiri dari faktor

abiotik (fisika dan kimia) dan faktor biotik (produsen, konsumen dan

dekomposer), dimana faktor-faktor tersebut membentuk suatu hubungan timbal

balik dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Secara fisik, danau

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi Perairan Berdasarkan Konsentrasi PO4
Gambar 1:  Sketsa  posisi pengambilan sampel air di sekitar KJA
Tabel 3.1 Jumlah KK pengusaha KJA dan non pengusaha KJA
Tabel 3.2 Besar sampel di 3 lokasi penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian Putz-Bankuti et al ini yaitu terdapat hubungan signifikan dari 25(OH)D dengan derajat disfungsi hati dan memberi kesan bahwa rendahnya kadar

Pada dasarnya analisis semen bertujuan mengukur kemampuan pejantan dalam menghasilkan semen yang berkualitas. Beberapa analisis tersebut diantaranya adalah; 1) Kapasitas

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

Subjek YM dan JM tergolong dalam tipe prasangka asertive dimana dalam aspek kognitif, kedua subjek memiliki kognisi bahwa bersikap baik dan ramah adalah suatu hal yang penting

Keterlibatan kaum perempuan dalam pendidikan di Indonesia pada masa pergerakan nasional dianggap masih kurang. Selama ini, perempuan hanya diberi ruang dalam sector

Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada hewan coba yang lebih tinggi seperti pada penelitian ini dilakukan penelitian dengan hewan coba kelinci untuk mengetahui

rata-rata curah hujan dan kecepatan angin diperoleh curah hujan paling tinggi terjadi pada bulan Agustus 2014 yaitu 4,94 mm/hari dengan arah dan kecepatan

Dana yang telah diterima untuk Penyelenggaraan Program Bantuan Revitalisasi Sarana Kursus dan Pelatihan tahun 2014 pada Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan, Direktorat