MODEL PENGELOLAAN KERAMBA JARING APUNG (KJA)
MASYARAKAT BERKELANJUTAN
DI DANAU TOBA
DISERTASI
Oleh
MINDO TUA SIAGIAN NIM : 068106003 Program Doktor (S3)
Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MODEL PENGELOLAAN KERAMBA JARING APUNG (KJA) MASYARAKAT BERKELANJUTAN
DI DANAU TOBA
DISERTASI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam Program Doktor Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara di bawah pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,
M.Sc (CTM), Sp.A(K)
untuk dipertahankan dihadapan Sidang Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara
Oleh
MINDO TUA SIAGIAN NIM : 068106003 Program Doktor (S3)
Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Disertasi : MODEL PENGELOLAAN KERAMBA JARING APUNG (kja) MASYARAKAT BERKELANJUTAN DI DANAU TOBA
Nama Mahasiswa : Mindo Tua Siagian Nomor Pokok : 068106003
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PS
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Promotor
Prof.Dr.Ir. Sengli B. Damanik, MSc
Prof.Dr.Retno Widhiastuti,MS
Co – Promotor Co – Promotor
Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS.
Ketua Program Studi Direktur
Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS.
NIP. 196212141991032001 NIP. 196511011991031002 Prof. Dr. Erman Munir, MSc.
Diuji pada Ujian Disertasi Terbuka (Promosi) Tanggal : 29 Juli 2013
PANITIA PENGUJI DISERTASI Pemimpin Sidang:
Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) (Rektor USU)
Ketua : Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc Anggota : Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS
Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS Prof. Dr. Herman Wawengkang Dr. Delvian, SP, MP
PERNYATAAN
Judul Disertasi
”MODEL PENGELOLAAN KERAMBA JARING APUNG (KJA) MASYARAKAT BERKELANJUTAN
DI DANAU TOBA”
Dengan ini penulis menyatakan bahwa disertasi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan disertasi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian disertasi ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Juli 2013 Penulis,
MODEL PENGELOLAAN KERAMBA JARING APUNG (KJA) MASYARAKAT BERKELANJUTAN
DI DANAU TOBA
ABSTRAK
Karakteristik perairan danau berkaitan dengan perbedaan penggunaan lahan secara ekologis, sumber daya alam yang dimiliki oleh masyarakat dan juga multi-sektor, dan juga menerima akibat dari berbagai aktifitas di sekitar area perairan danau. Danau Toba, yang merupakan danau terbesar di Indonesia, juga memiliki kondisi yang sama.
Untuk pemanfaatan bersama yang berkesinambungan serta untuk menjaga keseimbangan ekologisnya, diperlukan peran serta masyarakat sebagai subjek yang memiliki aktivitas Danau Toba. Budidaya ikan di dalam keramba jaring apung (KJA) telah berkembang di beberapa danau di Indonesia, diantaranya Danau Toba. Keuntungan dari kegiatan KJA memberikan dampak positif pada sisi ekonomi, karena memberikan nilai tambah bagi sumberdaya perairan. Namun, pada sisi lain, kegiatan KJA di perairan danau sangat rawan terhadap masalah pelestarian lingkungan, selain juga mendorong timbulnya konflik kepentingan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun model yang mengidentifikasi hubungan antara limbah Kerambah Jaring Apung dengan tingkat penurunan kua litas air di Danau Toba dan juga dengan persepsi masyarakat tentang kehadiran KJA masyarakat di Danau Toba. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar masyarakat menyadari perubahan kualitas air di Danau Toba, dan dari hasil penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa kualitas air Danau Toba masih memenuhi batas ambang air minum. Disertasi ini menghasilkan model pengelolaan kerambah jaring apung yang berkelanjutan.
MANAGEMENT MODEL OF SUSTAINABLE COMMUNITIES FLOATING FISH CAGE AT LAKE TOBA
ABSTRACT
The characteristics of lake waters related to difference in ecological land use, common property and multi-sector, and are open to the influence of the impact of various activities in the area. Lake Toba, which is the biggest lake in Indonesia, also have same conditions.
For use with continuous as well as to maintain the ecological balance, which need the role of the community as a subject that has activities in Lake Toba. Fish farming in floating fish cage has been developed in some lake in Indonesia. The benefits of such culture have given a positive impact on the economy, because it adds more value to the water resources. But, on the other hand, it is also highly vulnerable to the environmental issues and also pushes the conflicts appear.
The purpose of this research is to build a model that identify the relationship between the floating fish cage waste and the rate of decrease in the waters quality and the public perception about the floating fish cage belongs to the community at Lake Toba. From the research result gained that largely communities realize the changes of the waters quality of Lake Toba, and also from the research result gained that the quality of Lake Toba waters still meet with the requirement for drinking water standard. This dissertation produces the model of sustainable management of floating fish cage.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang atas karunia dan berkat-Nya yang berlimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi dengan judul: Model Pengelolaan Keramba Jaring Apung (KJA) Masyarakat di Danau Toba. Disertasi ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir penyelesaian program Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Selama pelaksanaan penelitian dan penulisan disertasi ini penulis telah banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS., selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan selaku Co-Promotor, yang telah membantu penyelesaian disertasi ini.
4. Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc., selaku Promotor yang telah banyak membantu dan mengarahkan penyelesaian disertasi ini.
5. Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS., selaku Co-Promotor yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian disertasi ini.
6. Prof. Dr. Herman Mawengkang, selaku Penguji Luar Komisi, yang telah memberikan koreksi, masukan, saran dan perbaikan dalam penyelesaian disertasi ini.
dan selaku penguji Luar Komisi yang banyak membantu dalam memberikan koreksi, masukan, saran dan perbaikan dalam penyelesain disertasi ini.
8. Dr. Ir. Hotmauli Sianturi, M.Sc., selaku anggota penguji, yang telah memberikan masukan, kritik dan saran dalam rangka penyelesaian disertasi ini. 9. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Program S3 PSL USU.
10. Ayahanda (Alm) Prof. Pemimpin Siagian dan Ibunda Hertha Pardede, yang senantiasa mendorong, memberikan doa restu dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan Doktor di Universitas Sumatera Utara dengan baik.
11. Ayah mertua (Alm) Drs. Manahara Siahaan dan Ibu mertua (Almh) Elseria Tambunan yang mendorong dan memberi doa restu kepada penulis untuk menyelesikan pendidikan Doktor di Universitas Sumatera Utara.
12. Keluargaku tercinta, isteriku Riana Elga Siahaan, SE dan anak-anakku David Siagian, Devina Siagian, Dimitria Siagian, Daniel Siagian dan Dicky Siagian yang telah ikut mendorong penulis dan banyak berkorban selama menempuh dan menyelesaikan pendidikan Doktor di Universitas Sumatera Utara.
13. Kakakku Ir. Morida Siagian, MURP, Cand. Dr./Ir. Rudolf Sitorus, MLA. dan keluarga, adikku Hanny Siagian, SE., MS./Dr. Ir. Gerry Silaban, MS. dan keluarga, adikku Ir. Hotma Siagian, MM./Ir. Ferlist Siahaan, M.Si. dan keluarga serta adikku Ir. Togi Siagian, MM./Dra. Erika Sinaga dan keluarga yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil selama penulis menempuh pendidikan Doktor di Universitas Sumatera Utara.
14. Iparku Dra. Roulina Siahaan/Ir. Justin Simbolon dan keluarga, Theresia Siahaan, SH., Sp. N/Drs. Fransman Tohom Pardede, BE. dan keluarga, Ir. Bonar Siahan/Terry Silalahi, SH, MA. dan keluarga dan Ir. Rudy Siahaan/Ir. Elviani Simatupang dan keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materil selama penulis menempuh pendidikan Doktor di Universitas Sumatera Utara.
Siagian, SKM., yang banyak memberikan masukan serta berdiskusi dengan penulis dalam penyelesaian pendidikan Doktor di Universitas Sumatera Utara.
16. Rekan pengurus DPD Partai Demokrat Sumatera Utara, khusus kepada H. T. Milwan, Saleh Bangun, Drs. Guntur Manurung, Dra. Hj. Meylizar, MM., Ir. Bangun Tampubolon, M.Si., Ir. Ronald Naibaho M.Si.
17. Rekan Paduan Suara Victory, Drs. Junjungan Simanjuntak, M.Si/Christina Hutauruk, SE., Freddy R. Pasaribu, MBA/Sri Runtha Ulina, Ir. Anung Gunawan, MSi./Kristiasih Wulandari, Basar Hutauruk, S.Sos/Berliana Hutagalung, Drs. Sumardjono Margono/Surtini dan ibu May Reni Napitupulu, Elda Manullang yang banyak mendorong penyelesaian disertasi ini.
18. Seluruh keluarga, teman-teman, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan bantuan moral maupun materil serta dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan program S3 PSL USU ini.
Penulis menyadari disertasi masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga disertasi ini dapat bermanfaat dan menjadi acuan bagi pengelolaan keramba jaring apung di perairan danau dalam usaha pelestarian lingkungan. Semoga kiranya Tuhan Yang Esa memberkati kita semua. Amin.
Medan, Juli 2013
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Yogyakarta, Provinsi DI. Yogyakarta pada tanggal 14 Desember 1961 sebagai anak kedua dari pasangan Prof. Pemimpin Siagian (alm) dan Hertha Pardede. Pendidikan strata satu ditempuh di Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Bandung, lulus pada tahun 1986. Pada 1989, penulis diterima di Program Studi Perencanaan Wilayah dan Perdesaan pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan menamatkannya pada tahun 1991.
Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil mulai tahun 1988 di Kantor Wilayah Departemen Pekerjaan Umum Provinsi Sumatera Utara, kemudian diangkat sebagai Kepala Sub Dinas Bina Program pada Dinas Perkotaan, Permukiman dan Pengembangan Wilayah Kabupaten Simalungun pada tahun 2000. Lalu pada tahun 2004 dimutasikan sebagai Kepala Sub Dinas Bina Program pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Simalungun. Menjadi Wakil Bupati Kabupaten Toba Samosir periode 2005-2010. Penulis pensiun dari pegawai negeri sipil sejak 2008. Saat ini menjadi pengurus DPD Partai Demokrat Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2015.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
1.5 Novelty ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Kawasan Danau Toba ... 6
2.2 Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 8
2.3 Pembangunan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Lingkungan.. 3
2.4 Pengelolaan Danau Secara Terpadu ... 6
2.5 Keramba Jaring Apung di Danau Toba ... 0
2.6 Ekosistem Danau ... 1
2.6.1 Faktor Fisika dan Kimia air ... 4
2.6.1.1 Suhu Air ... 4
2.6.1.2 Derajat Keasaman (pH) ... 5
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 47
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47
3.2 Jenis dan Sumber Data ... 47
3.3 Pelaksanaan Penelitian ... 48
3.3.1 Pengambilan Sampel Kualitas Air ... 48
3.3.2 Sumber dan Beban Pencemaran Perairan Danau ... 49
3.3.3 Persepsi Masyarakat ... 49
3.3.4 Membangun Model Pengendalian Pencemaran Perairan 51
3.4 Parameter Penelitian ... 51
3.5 Analisis Data ... 52
3.5.1 Analisis Kualitas Air si Sekitar KJA ... 52
3.5.2 Analisis Fisika dan Kimia Perairan Sekitar KJA ... 53
3.5.3 Analisis Persepsi Masyarakat Sekitar ... 53
3.5.4 Membangun Model Pengelolaan KJA ... 53
3.5.5 Konsep Dasar Proses Permodelan ... 55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...
4.1 Letak Geografis ... 58
4.2 Analisis Kualitas Air di Sekitar KJA Masyarakat ... 58
4.2.1 Analisis Kecepatan Air Sebelum dan Sesudah KJA .... 58
4.2.2 Analisis Kualitas Air Berdasarkan Kedalaman ... 59
4.2.3 Analisis Kualitas Air Berdasarkan Jarak dari KJA ... 61
4.3 Analisis Kualitas Fisika dan Kimia Air di Sekitar KJA ... 63
4.3.1 Analisis pH ... 63
4.3.2 Analisis Suhu ... 66
4.3.3 Analisis TDS (Total Disolved Solid) ... 67
4.3.4 Analisis DO (Disolved Oxygen) ... 69
4.3.5 Analisis BOD (Biological Oxygen Demand) ... 71
4.3.6 Analisis COD (Chemical Oxygen Demand) ... 73
4.3.7 Analisis T-P04 ... 74
4.3.8 Analisis N-Total ... 75
4.4 Persepsi Masyarakat Mengenai Danau Toba dan K JA ... 77
4.4.1 Persepsi Masyarakat Mengenai Kualitas Air Danau .... 77
4.4.2 Persepsi Masyarakat Mengenai Lingkungan ... 78
4.4.3 Manfaat KJA bagi Masyarakat ... 78
4.4.4 Persepsi Pemerintah Mengenai KJA ... 79
4.5 Model Pengelolaan KJA Masyarakat Berkelanjutan ... 80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 93
DAFTAR PUSTAKA ... .. 94
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi perairan berdasarkan konsentrasi PO3 …..………….. 43
Tabel 3.1 Jumlah masyarakat pengusaha KJA dan non pengusaha KJA ….. 50
Tabel 3.2 Besar sampel di 3 lokasi penelitian ……….. 51
Tabel 4.1 Kecepatan aliran air sebelum dan sesudah melewati KJA ... 59
Tabel 4.2 Analisis kualitas air berdasarkan kedalaman di Onan Runggu ... 60
Tabel 4.3 Analisis kualitas air berdasarkan kedalamandi Haranggaol ... 60
Tabel 4.4 Analisis kualitas air berdasarkan kedalaman di Pangururan ... 61
Tabel 4.5 Analisis kualitas air berdasarkan jarak di Onan Runggu ... 62
Tabel 4.6 Analisis kualitas air berdasarkan jarak di Haranggaol ... 62
Tabel 4.7 Analisis kualitas air berdasarkan jarak di Pangururan ... 63
Tabel 4.8 Analisis pH air di sekitar KJA ... 64
Tabel 4.9 Analisis suhu air di sekitar KJA ... 66
Tabel 4.10 Analisis nilai TDS air di sekitar KJA ………..….……. 67
Tabel 4.11 Analisis nilai DO air di sekitar KJA ………..…... 69
Tabel 4.12 Analisis nilai BOD air di sekitar KJA ………...….... 71
Tabel 4.13 Analisis nilai COD air di sekitar KJA ………...… 73
Tabel 4.14 Analisis nilai T-PO4 air di sekitar KJA ……….…..…... 75
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 1 Sketsa Pengembilan Sampel Air di Sekitar KJA ………... 49
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran 1 Data hasil penentuan kualitas air pada lokasi Onan Runggu... 104
Lampiran 2 Data hasil penentuan kualitas air pada lokasi Haranggaol... 106
Lampiran 3 Data hasil penentuan kualitas air pada lokasi Pangururan... 108
Lampiran 4 Masyarakat non pengusaha KJA di Onan Runggu (KK)... 110
Lampiran 5 Masyarakat pengusaha KJA di Onan Runggu (KK)... 111
Lampiran 6 Masyarakat non pengusaha KJA di Haranggaol (KK)... 113
Lampiran 7 Masyarakat pengusaha KJA di Haranggaol (KK)... 114
Lampiran 8 Masyarakat non pengusaha KJA di Pangururan (KK)... 116
Lampiran 9 Masyarakat Pengusaha KJA di Pangururan (KK)... 117
Lampiran 10 Kuisioner penelitian... 119
Lampiran 11 Surat pengantar laboratorium... 124
Lampiran 12 Hasil pengambilan data di Onan Runggu... 125
Lampiran 13 Hasil pengambilan data di Haranggaol... 127
Lampiran 14 Hasil Pengambilan Data di Pangururan... 129
MODEL PENGELOLAAN KERAMBA JARING APUNG (KJA) MASYARAKAT BERKELANJUTAN
DI DANAU TOBA
ABSTRAK
Karakteristik perairan danau berkaitan dengan perbedaan penggunaan lahan secara ekologis, sumber daya alam yang dimiliki oleh masyarakat dan juga multi-sektor, dan juga menerima akibat dari berbagai aktifitas di sekitar area perairan danau. Danau Toba, yang merupakan danau terbesar di Indonesia, juga memiliki kondisi yang sama.
Untuk pemanfaatan bersama yang berkesinambungan serta untuk menjaga keseimbangan ekologisnya, diperlukan peran serta masyarakat sebagai subjek yang memiliki aktivitas Danau Toba. Budidaya ikan di dalam keramba jaring apung (KJA) telah berkembang di beberapa danau di Indonesia, diantaranya Danau Toba. Keuntungan dari kegiatan KJA memberikan dampak positif pada sisi ekonomi, karena memberikan nilai tambah bagi sumberdaya perairan. Namun, pada sisi lain, kegiatan KJA di perairan danau sangat rawan terhadap masalah pelestarian lingkungan, selain juga mendorong timbulnya konflik kepentingan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun model yang mengidentifikasi hubungan antara limbah Kerambah Jaring Apung dengan tingkat penurunan kua litas air di Danau Toba dan juga dengan persepsi masyarakat tentang kehadiran KJA masyarakat di Danau Toba. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar masyarakat menyadari perubahan kualitas air di Danau Toba, dan dari hasil penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa kualitas air Danau Toba masih memenuhi batas ambang air minum. Disertasi ini menghasilkan model pengelolaan kerambah jaring apung yang berkelanjutan.
MANAGEMENT MODEL OF SUSTAINABLE COMMUNITIES FLOATING FISH CAGE AT LAKE TOBA
ABSTRACT
The characteristics of lake waters related to difference in ecological land use, common property and multi-sector, and are open to the influence of the impact of various activities in the area. Lake Toba, which is the biggest lake in Indonesia, also have same conditions.
For use with continuous as well as to maintain the ecological balance, which need the role of the community as a subject that has activities in Lake Toba. Fish farming in floating fish cage has been developed in some lake in Indonesia. The benefits of such culture have given a positive impact on the economy, because it adds more value to the water resources. But, on the other hand, it is also highly vulnerable to the environmental issues and also pushes the conflicts appear.
The purpose of this research is to build a model that identify the relationship between the floating fish cage waste and the rate of decrease in the waters quality and the public perception about the floating fish cage belongs to the community at Lake Toba. From the research result gained that largely communities realize the changes of the waters quality of Lake Toba, and also from the research result gained that the quality of Lake Toba waters still meet with the requirement for drinking water standard. This dissertation produces the model of sustainable management of floating fish cage.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perairan danau merupakan sumberdaya alam yang dimiliki bersama oleh
masyarakat (common property), sehingga dalam pemanfaatannya sering dilakukan
secara bebas sesuai kebutuhannya. Sejalan dengan waktu, semakin intensif dan
semakin beragam kebutuhan masyarakat, sehingga dalam perkembangannya dan
dalam kewenangan pengelolaannya muncul kebijakan dan kepentingan bersifat
multisektor (Lukman, 2011a.). Apalagi dengan berkembangnya otonomi daerah
kepentingan wilayah adminstrasi akan lebih mewarnai variasi pemanfaatan
perairan danau.
Fungsi lingkungan perairan Danau Toba secara umum diperuntukkan dan
dimanfaatkan sebagai sumber air untuk penyediaan air bersih, air industri, air
pengairan pertanian, sebagai sumber daya pariwisata, sumber daya perikanan,
sumber daya energi dan prasarana transportasi, tapi sekaligus sebagai penerima
berbagai macam limbah.
Kualitas perairan Danau Toba pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh
kegiatan-kegiatan manusia, terutama pemukiman penduduk, peternakan,
pertanian, kegiatan industri pariwisata, kegiatan perindustrian dan perdagangan
termasuk pasar, hotel dan restoran, serta kegiatan transportasi air. Pengaruh
terpenting dari seluruh kegiatan tersebut adalah produksi sampah dan limbah yang
Kegiatan pemanfaatan sumber daya alam Kawasan Ekosistem Danau Toba
baik di Daerah Tangkapan Air di Danau Toba, maupun kegiatan di perairan
Danau Toba, telah menghasilkan berbagai limbah cair, limbah padat termasuk
sampah, serta meningkatnya logam berat dan zat kimia, serta peningkatan zat
organik. Kesemuanya ini dapat menimbulkan pencemaran dan kerusakan
lingkungan
Kegiatan lain yang telah berkembang di perairan Danau Toba adalah usaha
perikanan budidaya sistem keramba jaring apung (KJA), yang pertama kali dicoba
pada tahun 1980-an. Aktivitas budidaya ikan sistem KJA di perairan danau,
merupakan salah satu usaha peningkatan produksi perikanan dengan
memanfaatkan potensi perairan yang ada. Usaha KJA ini banyak menuai perhatian
masyarakat, terkait kontroversi antara kebutuhan sosial ekonomi masyarakat dan
kelestarian lingkungan, serta antara pencapaian produksi dan daya dukung
perairan.
Krismono (1998) mengemukakan bahwa perairan danau dan waduk di
Indonesia yang mencapai 2,1 juta ha berpotensi untuk budidaya ikan dengan
sistem KJA yang dapat mencapai produksi 800 ton ikan/hari. Batas toleransi
diperbolehkan mengoperasikan KJA di perairan Danau Toba yakni 443 ha.
Danau Toba dengan luas 110.000 ha saat ini sudah beroperasi 1.780 unit
KJA milik perusahaan dan 6.800 unit milik masyarakat. Bila satu unit KJA
memiliki luas 16 meter, maka luas Danau Toba yang dipergunakan untuk KJA
137,28 ha.
Jumlah KJA yang telah beroperasi di Danau Toba semakin meningkat dan
dan kebijakan berbeda dari setiap perairan untuk pengembangan KJA, mengingat
perbedaan karakter setiap perairan darat.
Usaha budidaya dengan KJA di perairan danau diperkirakan akan terus
berkembang sejalan dengan kebutuhan akan protein hewani dan kebijakan
pemerintahan setempat yang membutuhkan peningkatan pendapatan asli daerah
nya dari sumberdaya alam yang dimilikinya.
Semakin banyak jumlah KJA yang beroperasi di perairan Danau Toba
maka semakin banyak pula jumlah pakan yang ditabur ke perairan danau yang
merupakan salah satu sumber pencemaran di perairan Danau Toba. Pemeriksaan
laboratorium juga menyimpulkan, keruhnya air danau dan tumbuhnya enceng
gondok menjadi sebuah ancaman kebersihan dan keindahan danau. Dari berbagai
penelitian yang dilakukan memberikan indikasi telah terjadi penurunan kualitas
air di lokasi yang terkena dampak kegiatan masyarakat (Barus, 2007). Air Danau
Toba telah mengalami penurunan kualitas air, dan diperparah lagi dengan
pertumbuhan enceng gondok yang begitu subur menjadi indikator bahwa air kaya
akan zat-zat organik (pencemaran organik). Jenis pencemaran tersebut akan
menimbulkan gangguan pada kesehatan masyarakat setempat.
Panjaitan (2009) menulis bahwa salah satu perusahaan besar milik PMA
yang mengelola keramba jaring apung di Danau Toba adalah PT. Aquafarm
Nusantara dengan memasukkan pakan sebesar 200 ton setiap hari. Dari hasil
penelitiannya, diperoleh bahwa prosentasi nitrogen dari pakan yang menjadi
limbah di perairan Danau Toba adalah sebesar 69,00%, sehingga total limbah
setiap hari dengan asumsi 5% pakan tidak terkonsumsi oleh ikan. Hasil penelitian
ini juga mencatat bahwa prosentasi nitrogen pakan yang menjadi limbah di
perairan Danau Toba didukung oleh hasil penelitian sebelumnya (Beveridge, 1996
dalam Panjaitan, 2009) yang menunjukkan bahwa 70,00% nitrogen yang
dikonsumsi oleh ikan akan terbuang di perairan. Lebih lanjut total limbah fosfor
yang dihasilkan di periran Danau Toba setiap hari adalah sebanyak 2,27 ton,
dengan asumsi 5% pakan tidak terkonsumsi oleh ikan.
Berdasarkan survei awal penulis yang dilakukan di Kabupaten Toba
Samosir menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk menggunakan air danau
sebagai sumber air minum dan keperluan rumah tangga. Dengan begitu maraknya
pertumbuhan aktivitas KJA akan berpotensi mencemari lingkungan perairan
Danau Toba jika tidak dikendalikan dengan baik.
Menurut Payne (1986), konsentrasi zat-zat yang terdapat di danau
merupakan hasil dari zat-zat yang berasal dari aliran air yang masuk, ini terjadi
karena pada umumnya perairan danau menerima masukan air dari daerah
tangkapan air di sekitar danau, sehingga perairan danau cenderung menerima
bahan-bahan terlarut yang terangkut bersamaan dengan air masuk. Jadi kualitas
perairan danau sangat tergantung pada pengelolaan atau pengendalian daerah
aliran sungai (DAS) yang berada diatasnya.
Pencemaran yang terjadi di perairan danau merupakan masalah penting
yang perlu memperoleh perhatian dari berbagai pihak. Hal ini disebabkan
beragamnya sumber bahan pencemar yang masuk dan terakumulasi di danau.
produktif dan non produktif di up land (lahan atas), dari pemukiman dan dari
kegiatan yang berlangsung di badan perairan danau itu sendiri, dan sebagainya.
Jenis bahan pencemar utama yang masuk ke perairan danau terdiri dari beberapa
macam, antara lain limbah organik dan anorganik, residu pestisida, sedimen dan
bahan-bahan lainnya.
Keberadaan bahan pencemar tersebut dapat menyebabkan terjadinya
penurunan kualitas perairan danau, sehingga tidak sesuai lagi dengan jenis
peruntukkannya sebagai sumber air baku air minum, perikanan, pariwisata dan
sebagainya. Selain itu pencemaran juga dapat menyebabkan hilangnya keaneka
ragaman hayati, khususnya spesies endemik (asli) danau tersebut (Khosla et al.,
1995., Kumurur, 2002). Dampak negatif lain dari pencemaran perairan danau
tidak hanya dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis dan ekologis berupa
penurunan produktivitas hayati perairan, tetapi juga dapat membahayakan
kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian manusia yang memanfaatkan
perairan danau untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Fakhrudin et al., 2002).
Nilai penting lainnya dari keberadaan Danau Toba adalah adanya jenis ikan
endemik, yakni ikan Batak yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
Keberadaan ikan tersebut sudah semakin terancam akibat semakin meningkatnya
beban pencemaran yang masuk ke badan air danau, sehingga menyebabkan
kualitas perairan danau semakin menurun.
Meningkatnya beban pencemaran yang masuk ke perairan danau juga
disebabkan oleh kebiasaan masyarakat yang berdomisili di sekitar danau seperti
memberikan tekanan terhadap ekosistem perairan danau (Haryani, 2004).
Berbagai aktivitas penduduk yang ada di sempadan danau, seperti
permukiman, perhotelan, pertanian dan peternakan merupakan sumber bahan
pencemar yang masuk ke perairan danau. Kegiatan di badan perairan danau,
berupa pembudidayaan ikan dengan teknik keramba jaring apung (KJA) juga
merupakan sumber limbah yang potensial mencemari perairan danau.
Menurut hasil pusat penelitian limnologi LIPI, Lukman (2011b) bahwa
produksi ikan perairan Danau Toba pada saat ini telah melebihi daya dukung
danau dan sebagai penyebab utama penurunan kualitas air Danau Toba adalah
akibat dari kegiatan KJA yang sudah melampaui daya dukung perairan Danau
Toba. Kualitas perairan Danau Toba cenderung terus menurun dari waktu ke
waktu, yang diakibatkan oleh semakin tingginya tingkat pencemaran dari buangan
limbah domestik dan pertanian.
Saat ini kepedulian terhadap ekosistem Danau Toba semakin kurang
diperhatikan oleh hampir seluruh pengguna ekosistem perairan danau tersebut.
Prinsip-prinsip ekologis bahwa perairan danau memiliki daya dukung dan daya
asimilasi terhadap limbah yang terbatas tidak dipahami oleh sebagian besar
masyarakat pengguna danau. Sebagai contoh : pemanfaatan danau untuk kegiatan
KJA yang meningkat setiap tahunnya (10%) yang akan memberikan tekanan
terhadap perairan danau semakin meningkat. Keberadaan keramba jaring apung
diperairan Danau Toba menambah beban pencemaran akibat adanya limbah
Di satu sisi pengembangan usaha budidaya ikan dalam KJA akan
memberikan dampak positip berupa penciptaan lapangan pekerjaan baru dan
peningkatan pendapatan masyarakat setempat, namun disisi lain usaha ini juga
akan membawa dampak negatif tehadap ekosistem perairan danau. Dalam hal ini,
kegiatan dengan budidaya ikan dengan KJA secara langsung akan mempengaruhi
(menurunkan) kualitas perairan danau (Barus, 2007). Pengaruh tersebut
disebabkan oleh limbah pakan dan zat pemberantas hama perikanan. Bila
konsentrasinya melebihi ambang batas, dapat mencemari dan meracuni biota di
perairan danau tersebut. Kematian masal ikan dalam KJA sebanyak kurang lebih
700 ton yang terjadi pada tahun 2005 yang menelan miliyaran rupiah,
mengindikasikan telah terjadi penurunan kualitas perairan di Danau Toba.
Masuknya limbah pakan ke perairan danau dalam jumlah yang berlebih
dapat menyebabkan perairan menjadi kelewat subur, sehingga akan menstimulir
ledakan populasi fitoplankton dan mikroba air yang bersifat patogen. Limbah zat
hara dan organik baik dalam bentuk terlarut maupun partikel, berasal dari pakan
yang tidak dimakan dan ekresi ikan, yang umumnya dikarakterisasi oleh
peningkatan total padatan tersuspensi (TSS), Biochemical Oxygen Demand
(BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), dan kandungan C, N dan P. Secara
potensial penyebaran dampak buangan limbah yang kaya zat hara dan bahan
organik tersebut dapat meningkatkan sedimentasi, siltasi, hipoksia,
hipernutrifikasi dan perubahan produktivitas serta struktur komunitas bentik
(Barg, 1992).
Fenomena-fenomena tersebut menunjukkan bahwa pencemaran yang
mengan-cam kelestarian fungsi danau. Hal ini merupakan masalah yang perlu segera
ditangani secara serius agar tidak meluas dan semakin parah di kemudian hari.
Oleh sebab itu penting sekali dilakukan pengkajian nilai-nilai sosial dan
ekonomi dari perairan danau, tidak semata-mata dari pendekatan presepektif
biofisik. Klessig (2001) mengemukakan bahwa danau hanya dapat memberikan
keuntungan sosial yang optimal jika kebijakan pengelolaannya mengakui
settingsepenuhnya dari kontribusi potensial danau yang dapat dibuat untuk
masyarakat serta kebijakan pengelolaan tersebut terintegrasi untuk memberikan
perhatian yang seimbang pada seluruh nilai-nilai yang dapat danau berikan
Ekosistem danau merupakan suatu sistem, terdiri dari komponen biotik
dan abiotik yang saling berinteraksi dengan lingkungannya. Fenomena tentang
penurunan kualitas perairan (pencemaran) yang terjadi di perairan Danau Toba,
menunjukkan permasalahan yang kompleks dan sulit dipahami jika hanya
meng-gunakan satu disiplin keilmuan. Konsep sistem yang berlandaskan pada unit
keanekaragaman dan selalu mencari suatu keterpaduan antar komponen melalui
pemahaman secara menyeluruh dan utuh, merupakan suatu alternatif pendekatan
yang baru dalam memahami dunia nyata. Pendekatan sistem merupa-kan cara
penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap
sejumlah kebutuhan, sehingga dapat menhasilkan sejumlah operasi sistem yang
efektif (Eriyatno, 2002). Oleh karena itu, kajian tentang pengelolaan KJA
berkelanjutan di perairan Danau Toba dapat dilakukan dengan pendekatan sistem
dalam membangun model pengelolaan KJA berkelanjutan di perairan Danau Toba
dalam upaya mewujudkan perairan danau yang bersih dan lestari, sehingga
Dalam literatur terdapat beberapa publikasi yang mengetengahkan model
kualitas air danau. Dahl et al. (2006) mengajukan model persamaan differensial
untuk memodelkan kualitas air danau yang tercemar oleh adanya partikel padat
dan posfor. Penelitian mereka ini terutama terpakai untuk danau-danau yang
kurang dalam (kedalaman maksimum 27 m). Model kualitas air yang dinamis
dipergunakan oleh McKellar et al. (2008) dalam penelitian mereka tentang
kualitas danau Greenwood di South Carolina, Amerika Serikat. Namun mereka ini
hanya mempergunakan perangkat lunak CE-QUAL-W2. Kemudian Rippey dan
McSorley (2009) menyajikan model kualitas air danau yang terkontaminasi oleh
logam berat sehingga kadar oksigen air danau menurun. Penelitian mereka ini
terutama untuk sendimentasi pada danau. Penelitian yang juga terkait dengan
sendimen danau dikemukakan oleh Rippey (2010). Namun dia hanya meneliti
tentang konsentrasi Pb dan biphenyl terklorinasi. Terlihat bahwa model-model
yang telah diajukan oleh beberapa peneliti tadi belum ada yang menyinggung
tentang pemodelan kualitas air danau yang di sekitar danau terdapat kerambah
apung. Dalam literatur terdapat beberapa publikasi yang mengetengahkan model
kualitas air danau. Dahl et al. (2006) mengajukan model persamaan differensial
untuk memodelkan kualitas air danau yang tercemar oleh adanya partikel padat
dan posfor. Penelitian mereka ini terutama terpakai untuk danau-danau yang
kurang dalam (kedalaman maksimum 27 m). Model kualitas air yang dinamis
dipergunakan oleh McKellar et al. (2008) dalam penelitian mereka tentang
kualitas danau Greenwood di South Carolina, Amerika Serikat. Namun mereka ini
hanya mempergunakan perangkat lunak CE-QUAL-W2. Kemudian Rippey dan
logam berat sehingga kadar oksigen air danau menurun. Penelitian mereka ini
terutama untuk sedimentasi pada danau. Penelitian yang juga terkait dengan
sedimentasi danau dikemukakan oleh Rippey (2010). Namun dia hanya meneliti
tentang konsentrasi Pb dan biphenyl terklorinasi. Terlihat bahwa model-model
yang telah diajukan oleh beberapa peneliti tadi belum ada yang menyinggung
tentang pemodelan kualitas air danau yang disekitar danau terdapat kerambah
jaring apung.
1.2 Perumusan Masalah
Pada saat ini telah berlangsung berbagai kegiatan usaha di perairan dan
berkembang dengan pesat, di antaranya adalah kegiatan KJA. Di perairan Danau
Toba ini tempo dulu masih dijumpai ikan asli yaitu ikan batak dan pora-pora.
Tetapi saat ini sudah jarang bahkan mungkin sudah hilang dan tidak jelas apa
penyebabnya. Pada tahun 1996 usaha perikanan di perairan Danau Toba mulai
berkembang dalam bentuk KJA dan hingga saat ini mencapai luas lebih kurang
443 ha. Menurut laporan LP USU tahun 1999, luas perairan yang digarap baru
mencapai 0,4% dari ambang luas yang diizinkan sebesar 1% dari luas perairan
Danau Toba. Yang menjadi masalah adalah penyebaran lokasi KJA tersebut
berada dalam kawasan daerah wisata. Contoh: turis yang datang ke Tomok
rata-rata enggan berenang di danau karena airnya kotor. Demikian juga di Haranggaol,
sepanjang pantainya penuh dengan KJA sehingga mengganggu sekaligus sebagai
kota tujuan wisata potensial di Kabupaten Simalungun dan banyak lagi kota lain
di sekitar Danau Toba dan Pulau Samosir. Dengan demikian sudah terjadi konflik
pariwisata. Demikian juga dengan transportasi perairan danau (perhubungan)
dapat terganggu apabila penempatan KJA yang sembarangan (Tumiar, 2004).
Menurut Southwick (1976), terjadinya pencemaran di perairan danau
dapat ditentukan oleh dua hal, yaitu (1) adanya pengkayaan unsur hara yang
tinggi, sehingga komunitas biota dengan produksi yang berlebihan, (2) air
diracuni oleh zat kimia toksik yang menyebabkan lenyapnya organisme hidup,
bahkan mencegah semua kehidupan di perairan. Sama dengan Saeni (1989)
menyatakan bahwa pencemaran yang terjadi di perairan dapat ditentukan oleh tiga
jenis, yaitu (1) pencemaran kimiawi berupa zat-zat beracun, bahan-bahan organik,
mineral, dan radioaktif, (2) pencemaran fisik berupa lumpur dan uap panas, dan
(3) pencemaran biologis berupa berkembangbiaknya ganggang,
tumbuh-tumbuhan pengganggu air, kontaminasi organismo mikro yang berbahaya atau
dapat berupa kombinasi dari ketiga pencemaran tersebut.
Pencemaran yang terjadi di Danau Toba diduga berasal dari aliran
(masukan) beban limbah dari kegiatan masyarakat yang berlangsung di
indogenous (badan air danau) dan di exogenous (luar danau). Limbah yang berasal
dari kegiatan yang berlangsung di badan air bersumber dari kegiatan KJA
masyarakat maupun industri. Porpraset (1989) mengatakan, limbah organik
merupakan sisa atau buangan dari aktivitas manusia, yang biasanya tersusun dari
karbon, hidrogen, oksigen, fosfor, sulfur dan mineral lainnya. Sutamihardja
(1992) menyatakan bahwa bahan pencemaran yang menurunkan kualitas air dapat
menyebabkan gangguan pada kesehatan (health hazard), sanitari (sanitary
Beban limbah organik yang bersumber dari KJA berupa sisa pakan dan
feses ikan dapat menurunkan kualitas perairan danau. Selain itu penurunan
kualitas perairan danau juga disebabkan oleh limbah yang berasal dari luar danau
berupa limbah domestik, limbah dari kegiatan pertanian, dan peternakan yang
berada di sekitar perairan Danau Toba.
Penumpukan unsur hara hasil dekomposisi bahan organik yang berlebihan
di perairan danau, akan menimbulkan permasalahan karena, unsur hara yang
berlebihan akan menyebabkan perairan mengalami pengkayaan unsur hara
(eutrofikasi). Gejala eutrofikasi yang disebabkan oleh penumpukan zat hara ini
dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi biomassa di bgian epilimnion danau
dan tingginya laju pengendapan alga ke bagian kolom air, sehingga menyebabkan
kondisi anaerobik pada daerah hipolimnion (Gather dan Imboden, 1985). Hal
yang sama juga dikemukakan oleh Agustiyani (2004), meningkatnya unsur hara
pada perairan danau akan mengakibatkan meningkatnya biomassa organismo
primer tetapi akan menurunkan jenis konsumer yang selanjutnya mengakibatkan
melimpahnya salah satu jenis saja dan mengurangi varietas dan kualitas. Setianna
(1996) menyatakan bahwa proses masuknya unsur hara ke badan perairan dapat
melalui dua cara, yaitu: 1) penapisan air drainase lewat pelepasan hara tanaman
terlarut dari tanah; dan 2) lewat erosi permukaan tanah atau gerakan dari partikel
tanah halus masuk ke sistem drainase. Proses tersebut membutuhkan waktu yang
cukup lama, namun dapat dipercepat oleh berbagai aktivitas penduduk disekitar
perairan danau.
Dekomposisi bahan organik yang berlebihan juga akan menyebabkan
adanya oksigen akan menyebabkan terbentuknya senyawa-senyawa toksik
(beracun) sehingga berdampak buruk terhadap organisme akuatik dan manusia
yang memanfaatkan perairan danau tersebut.
Pendangkalan yang terjadi di danau diduga berasal dari erosi yang berasal
dari tangkapan air danau (DTA) dan sempadan danau. Erosi yang tinggi pada
daerah tersebut akan terbawa oleh aliran sungai yang pada akhirnya akan
mengendap sebagai sedimen di dasar danau. Akumulasi dari erosi yang terjadi
terus-menerus akan mengarah pada terjadinya pendangkalan danau, penurunan
kuantitas dan kualitas air serta dapat merusak habitat di badan perairan danau.
Oleh sebab itu diperlukan upaya-upaya pengendalian sumber pencemaran yang
masuk ke perairan danau melalui pendekatan kesisteman dan kebijakan yang
dapat diterima oleh berbagai pihak.
Menurut Manetsch dan Park (1997), suatu pendekatan sistem akan dapat
berjalan dengan baik apabila kondisi-kondisi berikut terpenuhi: 1) Tujuan sistem
didefenisikan dengan baik dan dapat dikenali jika tidak dapat dikuantifikasikan, 2)
prosedur pembuatan keputusan dalam sistem riiladalah tersentralisasi atauj cukup
jelas batasannya, dan 3) dalam perencanaan jangka panjang memungkinkan untuk
dilakukan. Sedangkan menurut Ford (1999), mendefinisikan sistem sebagai suatu
kombinasi dari dua atau lebih elemen yang saling terkait dan memiliki
ketergantungan antar komponen.
Menurut Jorgensen (1989) dalam Marganof (2007) penggunaan model
sangat cocok untuk memecahkan permasalahan lingkungan yang kompleks.
tentang fungsi sistem yang kompleks seperti dalam ekosistem. Berdasarkan latar
belakang dan rumusan masalah tersebut terlihat bahwa ada keterkaitan fungsi
danau dengan dampak dari pencemaran yang terjadi di perairan danau. Oleh sebab
itu, maka dalam konteks pengelolaan KJA di Danau Toba diajukan beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana kualitas perairan dan tingkat pencemaran perairan di Danau Toba?
2. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kehadiran keramba jaring apung
yang dikelola oleh masyarakat?
3. Bagaimana Model Pengelolaan keramba jaring apung (KJA) masyarakat yang
berkelanjutan di perairan Danau Toba?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah membangun model pengelolaan KJA
masyarakat berkelanjutan di perairan Danau Toba. Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka dalam penelitian ini dilakukan kegiatan-kegiatan :
1. Menganalisis kualitas perairan dan tingkat pencemaran perairan Danau Toba.
2. Menganalisis persepsi masyarakat terhadap kegiatan perikanan keramba jaring
apung (KJA) di sekitar Danau Toba.
3. Membangun model yang pengelolaan keramba jaring apung (KJA) masyarakat
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
berbagai pihak, terutama:
1. Bagi pemerintah daerah, informasi ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan atau acuan dalam memformulasi kebijakan dalam pengelolaan
keramba jaring apung (KJA) masyarakat di perairan Danau Toba.
2. Bagi masyarakat sebagai informasi dalam pemanfaatan dan pelestarian
sumberdaya di perairan Danau Toba.
3. Sebagai sumber informasi untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam
menyelesaikan masalah pengelolaan keramba jaring apung (KJA) masyarakat,
khususnya di Danau Toba.
1.5 Novelty
Model hasil penelitian ini sebagai acuan pengelolaan keramba jaring
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kawasan Danau Toba
Kawasan Danau Toba adalah Kawasan Strategis Nasional (wilayah yang
penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting
secara nasional terhadap kedaulatan negara) yang telah ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Tata Ruang Wilayah Nasional.
Danau Toba terletak di pegunungan Bukit Barisan berlokasi di Provinsi
Sumatera Utara, secara administrasi pemerintahan merupakan bagian dari
7 wilayah kabupaten, yaitu : Kabupaten Karo; Simalungun; Dairi; Toba Samosir;
Samosir; Humbang Hasundutan dan Tapanuli Utara. Secara geografis, Ekosistem
Kawasan Danau Toba terletak pada koordinat 980 31’ 2” – 980 09’ 14” Bujur Timur (BT) dan 20 19’ 15” – 20 54’ 02” Lintang Utara (LU), dengan ketinggian permukaan air Danau Toba yang pernah diamati dan dicatat adalah sekitar 906
meter dpl (di atas permukaan laut) (van Bemmelen, 1994 dalam Tumiar, 2004).
Tetapi akhir-akhir ini dari data pengamatan perorangan, ada yang menyebutkan
bahwa kedalaman permukaan perairan Danau Toba saat ini sudah mengalami
penurunan sehingga ketinggian permukaan air Danau Toba sekitar 903 meter dpl
(Tumiar, 2004). Danau ini merupakan danau terluas di Indonesia dengan luas
Danau Toba adalah perairan daratan yang memiliki peran multi sektor,
baik bagi kepentingan masyarakat lokal maupun nasional bahkan internasional.
Wilayah Danau Toba adalah pusat kepariwisataan di Sumatera Utara, dengan daya
tarik utamanya panorama hamparan air Danau Toba dan kawasan sekitarnya
merupakan objek pariwisata yang sudah dikenal ke mancanegara. Hal ini telah
menjadi kebijakan nasional, bahwa kawasan Danau Toba menjadi salah satu
andalan dan potensi Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional
(RIPNAS) (Ardika, 1999). Potensi yang sangat besar dari perairan Danau Toba
adalah air yang mengalir melalui outletnya yang telah dimanfaatkan untuk
pembangkitan listrik pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sigura-gura
yang memiliki kapasitas yang cukup besar (286 Megawatt) dan telah beroperasi
sejak tahuh 1982, bandingkan dengan PLTA Maninjau yang hanya 68 MW
(Lukman, 2010).
Danau Toba merupakan sumberdaya air yang mempunyai nilai sangat
penting ditinjau dari fungsi ekologi, hidrologi serta ekonomi. Hal ini berkaitan
dengan fungsi Danau Toba sebagai habitat berbagai organisme air, sebagai
sumber air minum bagi masyarakat sekitar, sebagai tempat penangkapan dan
budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA), kegiatan transportasi air, dan
menunjang berbagai jenis industri.
Danau Toba dan daerah tangkapan air (catchment area) nya merupakan
bentang alam yang sangat luas. Daerah tangkapan air danau meliputi area 369.854
ha yang terdiri dari 190.314 ha daratan di Pulau Sumatera, 69.280 ha daratan
Pulau Samosir dan 110.260 ha luas permukaan danau. Kawasan Danau Toba
Kondisi ekosistem kawasan ini berpengaruh langsung dan tidak langsung bagi
daerah hilirnya. Ekosistem kawasan danau memiliki nilai ekologi, sosial budaya
dan ekonomi bagi kehidupan manusia.
Kawasan Danau Toba, adalah salah satu kawasan andalan wisata yang
merupakan aset nasional, dan memiliki nilai strategis bagi Propinsi Sumatera
Utara, dengan fungsinya yang beraneka ragam, yaitu sebagai andalan daerah
tujuan wisata, sumber air bersih bagi penduduk, kegiatan perikanan, baik secara
tradisional maupun budidaya KJA, kegiatan pertanian, kegiatan transportasi air
dan pembangkit tenaga listrik.
2.2 Pengelolaan Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup selalu diartikan sebagai gabungan dari semua
faktor-faktor eksternal atau kondisi-kondisi eksternal yang mempengaruhi kehidupan
mahluk-mahluk yang yang ada di dalamnya. Karena lingkungan hidup mencakup
semua mahluk hidup dan benda-benda mati (seperti udara, tanah, air) yang
berpengaruh terhadap organisme.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997,
lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,daya, keadaan, dan
mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain
dan pengelolaan lingkungan adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian
Untuk meningkatkan kualitas hidup, manusia selalu memanfaatkan sumber
daya alam bahkan secara berlebihan. Semakin terbatas sumber daya alam untuk
mendukung manusia, semakin sulit manusia mempertahankan kualitas hidup yang
layak. Hal ini berarti, bahwa banyak masalah lingkungan hidup terjadi karena
proses peningkatan kualitas hidup (Soemarwoto, 2004).
Dengan bertambahnya jumlah penduduk, berarti penggunaan sumber daya
alam semakin tinggi, akibatnya pelepasan sisi-sisa (limbah) ke lingkungan juga
bertambah. Karena lingkungan mempunyai daya dukung terbatas, maka dalam
jangka waktu tertentu lingkungan tidak dapat lagi mendukung semua kegiatan dan
kebutuhan manusia. Hal ini sangat berbahaya bagi lingkungan, terutama bagi
manusia itu sendiri.
Pengelolaan lingkungan dapatlah kita artikan sebagai usaha sadar untuk
memelihara atau dan memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar kita
dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Karena persepsi tentang kebutuhan dasar,
terutama untuk kelangsungan hidup yang manusiawi, tidak sama untuk semua
golongan masyarakat dan berubah-ubah dari waktu ke waktu, pengelolaan
lingkungan haruslah bersifat lentur. Dengan kelenturan itu kita berusaha untuk
menutup pilihan golongan masyarakat tertentu untuk mendapatkan kebutuhan
dasarnya atau menutup secara dini pilihan kita untuk kemudian hari (Soemarwoto,
2004).
Manusia mempunyai daya adaptasi yang besar, baik secara hayati maupun
kultural. Misalnya, manusia dapat menyesuaikan diri pada penggunaan air yang
kebiasaan menekan rasa jijiknya terhadap air yang kotor, air bersih tidak lagi
dirasakan sebagai kebutuhan dasar kelompok manusia tersebut.
Pengelolaan lingkungan sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru, sejak
manusia ada, ia telah melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan. Manusia
pemburu harus mencari dan mengejar hewan buruannya. Hasilnya tidak dapat
dipastikan. Kadang-kadang banyak dan kadang-kadang sedikit. Jenis hewan yang
tertangkap pun tidak dapat dipastikan. Untuk dapat lebih memastikan atau
memperbesar kepastian hasilnya, baik dalam jumlah maupun dalam jenis hewan
yang dapat ditangkapnya, manusia menjinakkan dan memelihara hewan tertentu
sebagai ternak. Ia membuat dan memelihara padang rerumuputan. Ia menjaga pula
ternaknya terhadap serangan hewan buas. Dengan perkembangan peternakan itu
manfaat lingkungan dapat diperbesar dan resiko lingkungan diperkecil, sehingga
kemungkinan terpenuhinya kebutuhan dasarnya dapat lebih terjamin. Hal yang
serupa kita dapatkan dalam perikanan, pertanian dan perhutanan. Domestikasi,
yaitu penjinakan dan pemeliharaan, ikan, ternak dan tumbuhan merupakan usaha
pengelolaan lingkungan yang dimulai sangat awal dalam kebudayaan manusia.
Pembangunan mempunyai tujuan jangka panjang dalam arti kita tidak
hanya membangun untuk kita, melainkan juga untuk anak cucu kita, generasi
yang akan datang. Dalam hubungan ini patutlah kiranya untuk kita renungkan
konsep pembangunan di bumi pada umumnya dan tanah air Indonesia pada
khususnya.
Daya dukung berkelanjutan ditentukan oleh banyak faktor, baik faktor
mempengaruhi. Faktor biofisik penting yang menentukan daya dukung
berkelanjutan ialah proses ekologi yang merupakan sistim pendukung kehidupan
dan keanekaan jenis yang merupakan sumberdaya gen. Misalnya, hutan adalah
salah satu faktor ekologi dalam sistim pendukung kehidupan. Hutan melakukan
proses fotosíntesis yang menghasilkan oksigen yang kita perlukan untuk
pernafasan kita. Apabila proses fotosíntesis terhenti atau menurun drastis karena
hutan atau tumbuhan pada umumnya habis atau sangat berkurang, kandungan
oksigen dalam udara akan menurun dan kehidupan kita akan terganggu.
Kerusakan hutan akan mengakibatkan rusaknya tata guna air dan terjadinya erosi
tanah. Hutan bakau melindungi pantai dari hempasan ombak. Hutan bakau juga
merupakan habitat berbagai macam udang, kepiting dan ikan, dan karena itu
merupakan ekosistem yang amat penting dalam perikanan.
Pembangunan pada hakekatnya adalah pengubahan lingkungan, yaitu
mengurangi resiko lingkungan atau dan memperbesar manfaat linkungan. Sejak
berabad tahun yang lalu nenek moyang kita telah mengubah hutan menjadi daerah
permukiman dan pertanian. Pengubahan hutan menjadi sawah merupakan usaha
untuk memanfaatkan lahan untuk produksi bahan makanan dalam kondisi curah
hujan yang tinggi dan juga untuk mengurangi resiko erosi di daerah yang banyak
bergunung. Hingga sekarang pencetakan sawah baru masih terus berjalan. Dengan
pengubahan hutan atau tataguna lahan menjadi sawah berubahlah pula
keseimbangan lingkungan.
Dalam usaha untuk mengubah keseimbangan lingkungan yang ada pada
mutu hidup yang rendah ke keseimbangan lingkungan baru pada tingkat mutu
hidup yang lebih tinggi itu. Dengan demikian jelaslah bahwa yang kita lestarikan
bukanlah keserasian dan keseimbangan lingkungan, melainkan kita ingin
melestarikan daya dukung lingkungan yang dapat menopang secara berkelanjutan
pertumbuhan dan perkembangan yang kita usahakan dalam pembangunan.
Walaupun lingkungan berubah, kita usahakan agar tetap ada kondisi yang mampu
untuk menopang secara terus-menerus pertumbuhan dan perkembangan, sehingga
kelangsungan hidup kita dan anak cucu kita dapat terjamin pada tingkat mutu
hidup yang makin baik.
Berkenaan dengan pengelolaan ekosistem kawasan Danau Toba,
Panjaitan (2009) menyatakan bahwa para pemangku amanah ekosistem kawasan
Danau Toba pada tahun 2004 telah menyepakati bahwa Pengelolaan Ekosistem
Danau Toba saat ini adalah mengedepankan pendekatan ekosistem dimana
pengelolan Ekosistem Kawasan Danau Toba dilakukan secara bersama-sama dan
dengan mendefenisikan dan mengintegrasikan keberatan faktor-faktor ekologi,
ekonomi dam sosial di wilayah para Pemangku Amanah secara ekologis, bukan
berdasarkan batas-batas administratif, sektor, dan kewilayahan semata.
Mengingat fungsi ekosistem Danau Toba yang sangat beranekaragam,
diperlukan suatu strategi pengelolaan yang efisien agar kelestarian ekosistem
Danau Toba dapat tetap dipertahankan sejalan dengan pemanfaatan yang
dilakukan untuk berbagai kepentingan.
2.3 Pembangunan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Lingkungan
Secara konseptual, pengertian pembanguan berkelanjutan berasal dari ilmu
untuk menjamin keberlanjutan pembangunan ekonomi bagi kesejahteraan
masyarakat. Pengertian dari segi ekonomi ini juga dilatarbelakangi oleh ilmu
biologi yang membahas keberlanjutan dari segi kemampuan dan kesesuaian
(capability and surtability) suatu lokasi dengan potensi regenarasi/productivitas
lingkungan hidupnya.
Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah
upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber
daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan,
dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1997).
Konsep ‘berkelanjutan’ (sustainability) sebenarnya telah lama dikenal
sebagai bagian dari biologi. Pada konferensi “Analisa dan Manajemen
Penggunaan Berkelanjutan Tanah Hutan Tropis” (Forest Land Assessment and
Management for Sustainable Uses) perkataan ‘sustainable use’ diartikan sebagai:
‘continuing national use of land without severe or permanent
deterioration in the quality and quantity of one or more component of the
integrated ecosystem or landscape unit’.
Dalam pada itu, istilah ‘pembangunan berkelanjutan’ atau sustainable
development merupakan konsep muncul belakangan terkait dengan konsep
pembagunan. Arti keterkaitan ini dapat dihubungkan dengan masalah efisien dan
keadilan. Didalam melakukan efisiensi untuk memperbesar pembangunan dan
keadilan (equity) untuk pembagian yang layak dan menjaga keberlanjutan
Pengertian pembangunan berkelanjutan dapat ditemukan baik secara
eksplisit maupun implisit dalam berbagai perjanjian internasional dan berbagai
instrumen lainnya. Laporan Komisi Brundtland pada tahun 1987 merupakan
pengertian hukum yang luas dan dianut secara luas yang memberikan pengertian
‘sustainable development’: ‘development that meet the needs of the present
generation without compromising the ability of future generation to meet their
own needs’
Ada dua konsep tentang membangun konsep sustainable development,
yaitu konsep kebutuhan (needs) terutama kebutuhan dasar generasi saat ini, dan
ide keterbatasan yang didasarkan pada pertimbangan kemajuan teknologi dan
organisasi sosial untuk menetapkan daya dukung lingkungan yang mampu
menopang kehidupan generasi sekarang dan generasi masa depan. Laporan
Brundtland mengidentifikasi beberapa masalah kritis yang perlu dijadikan dasar
kebijakan lingkungan bagi konsep pembangunan berkelanjutan:
a) Mendorong pertumbuhan dan meningkatkan kualitas (reviving growth
and changing its quality);
b) Memenuhi kebutuhan pokok mengenai pekerjaan, makanan, energi, air
dan sanitasi (meeting essestial needs for jobs, food, energy, water, and
sanitation);
c) Menjamin tingkat pertumbuhan penduduk yang mendukung keberlanjutan
(ensuring asustainable level of population);
and enhancing the resource base);
e) Orientasi teknologi dan mengelola resiko (reorienting technology
and managing risks) dan
f) Memadukan pertimbangan lingkungan ekonomi dalam proses pengambilan
keputusan (merging environment and economics in decision-making).
Arah dan tujuan pembinaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah
dijabarkan lebih lanjut sebagai:
1. Meningkatkan mutu lingkungan hidup baik fisik, sosial dan ekonomi
yang mendukung pembanguan daerah yang berkelanjutan.
2. Meningkatnya pengenalan jumlah dan mutu sumberdaya alam serta jasa
lingkungan, pengenalan tingkat kerusakan, penggunaan dan
kemungkinan pengembangannya.
3. Terpeliharanya kawasan konservasi, keanekaragaman hayati
dan fungsi ekosistem khususnya Daerah Aliran Sungai (DAS).
4. Terbentuknya sistem kelembagaan lingkungan hidup yang lebih efisien
dan efektif, mulai dari tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten/kota,
baik dalam lingkungan pemerintahan, dunia usaha maupun kegiatan
kemasyarakatan.
5. Terkendalinya pencemaran perairan, tanah dan udara yang
disebabkan oleh kegiatan pembangunan dan ekonomi, terutama bagi
6. Pulihnya potensi/produktivitas lahan kritis untuk
meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan serta meningkatkan
fungsi lingkungan hidup.
7. Meningkatnya ketersediaan data dan informasi lingkungan
hidup yang dipadukan dalam suatu Jaringan Sistem Informasi
Lingkungan Hidup Daerah.
Konsep berkelanjutan dalam budidaya ikan menurut Beveridge (1996),
ditentukan dari langkah awal dan umumnya dimulai dari dari pemilihan lokasi,
karena pemilihan lokasi yang salah akan menyebabkan kegiatan budidaya tidak
berlangsung lama.
2.4 Pengelolaan Danau Secara Terpadu
Danau adalah salah satu bentuk ekosistem yang menempati daerah yang
relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut dan daratan.
Bagi manusia kepentingannya jauh lebih berarti dibandingkan dengan luas
daerahnya. Untuk memenuhi kepentingan manusia, lingkungan sekitar danau
diubah untuk dicocokkan dengan cara hidup dan bermukim manusia. Ruang dan
tanah di sekitar kawasan ini dirombak untuk menampung berbagai bentuk
kegiatan manusia seperti permukiman, prasarana jalan, saluran limbah rumah
tangga, tanah pertanian, rekreasi dan sebagainya (Connell dan Miller, 1995).
Sehingga seringkali terjadi pemanfaatan danau dan konservasi danau yang tidak
berimbang, dimana pemanfaatan danau lebih mendominasi sumberdaya alam
danau dan kawasan daerah aliran sungai (watershed). Mengakibatkan danau
berada pada kondisi suksesi, yaitu berubah dari ekosistem perairan ke bentuk
suksesi suatu perairan danau. Hilangnya ekosistem danau mengakibatkan
kekurangan cadangan air tanah pada suatu kawasan/wilayah yang bakal
mengancam ketersediaan air bersih bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya. Akibatnya, keberlanjutan suatu lingkungan hidup yang didalamnya
terdapat manusia dan alam terancam tak dapat berlanjut. Darmono (2001)
menyatakan pengaruh negatif dari eutrofikasi di perairan danau adalah terjadinya
perubahan keseimbangan kehidupan antara tanaman air dan hewan air, sehingga
beberapa spesies ikan akan musnah dan tanaman air akan menghambat laju arus
air.
Beberapa fungsi penting ekosistem ini sebagai berikut:
1. Sebagai sumber plasma nuftah yang berpotensi sebagai penyumbang
bahan genetik.
2. Sebagai tempat berlangsungnya siklus hidup jenis flora/fauna yang
penting.
3. Sebagai sumber air yang dapat digunakan langsung oleh masyarakat
sekitarnya (rumah tangga, industri dan pertanian).
4. Sebagai tempat penyimpanan kelebihan air yang berasal dari air hujan,
aliran permukaan, sungai-sungai atau dari sumber-sumber air bawah tanah.
5. Memelihara iklim mikro, di mana keberadaan ekosistem danau dapat
mempengaruhi kelembaman dan tingkat curah hujan setempat.
6. Sebagai sarana transportasi untuk memindahkan hasil-hasil pertanian dari
tempat satu ke tempat lainnya.
7. Sebagai penghasil energi melalui PLTA.
Dua hal lain yang ditawarkan ekosistem danau adalah:
1. Sebagai sumber air yang paling praktis dan murah untuk kepentingan
domestik maupun industri.
2. Sebagai pembuangan yang memadai dan paling murah (Connell dan
Miller, 1995).
Sebagai sumber air paling praktis, danau sudah menyediakannya melalui
terkumpulnya air secara alami melalui aliran permukaan yang masuk ke danau,
aliran sungai-sungai yang menuju ke danau dan melalui aliran di bawah tanah
yang secara alami mengisi cekungan dimuka bumi ini. Bentuk fisik danau pun
memberikan daya tarik sebagai tempat membuang yang praktis. Jika kita
membiarkan semua demikian, maka akan mengakibatkan danau tak akan bertahan
lama berada di muka bumi ini. Saat ini kita melihat ekosistem danau tidak
dikelola sebagaimana mestinya, sebaliknya untuk memenuhi kepentingan
manusia, lingkungan sekitar danau diubah untuk dicocokkan dengan cara hidup
dan cara bermukim manusia.
Keadaan ekosistem perairan danau kini cenderung mengalami degradasi
karena kurang kepedulian dan kesungguhan dalam pengelolaannya. Banyak
diantaranya terancam, baik dari segi kuantitas maupun kualitas airnya, juga dari
segi kelangsungan hidup biotanya. Hal ini disebabkan terutama oleh
meningkatnya kegiatan manusia di perairan maupun di daerah tangkapan airnya
(Nurjanah, 2011). Sumber pencemaran air danau adalah limbah domestik berupa
bahan organik dari permukiman penduduk. Adanya kegiatan lain berupa usaha
apung dan pariwisata menambah limbah bahan organik yang masuk ke perairan
danau.
Eutrofikasi dan pencemaran merupakan permasalahan lingkungan yang
berpengaruh terhadap perairan danau secara umum dimana akibat yang
ditimbulkannya akan mempengaruhi kelangsungan hidup. Suryono et al. ( 2010),
Eutrofikasi atau sering disebut pengkayaan unsur hara dalam perairan akan
mengakibatkan perairan menjadi subur. Proses eutrofikasi sendiri merupakan
proses alami yang akan terjadi pada setiap perairan tergenang namun dalam waktu
yang lama. Seiring dengan meningkatnya aktifitas masyarakat, maka akan
memeberikan masukan berupa unsur hara ke badan air danau dan jika proses pulih
diri (self purification) terlampaui maka akan mempercepat proses eutrofikasi.
Kumurur (2002), area danau perlu pengelolaan yang terpadu (integrated)
agar fungsi ekologis dan fungsi ekonomis dari sumberdaya alam ini dapat
dilestarikan untuk menopang kehidupan generasi pada masa datang. Keberhasilan
pelestarian dan pengelolaan sumberdaya alam akan menjadi kunci terpenuhinya
harkat hidup seluruh masyarakat. Dalam rangka pengelolaan danau, perlu ditinjau
beberapa aspek strategis yang menjadi “focal point” bagi skenario pengelolaan
terwujudnya tujuan atau “goal” di dalam suatu konsep “Integrated Lake
Management” yang “sustainable”. Beberapa aspek strategis yang mesti dipikirkan
tersebut adalah: pemanfaaan perairan danau (lake use), keanekaragaman hayati
Rekomendasi yang perlu mendapat perhatian bagi pemerintah daerah
dalam menetapkan kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan adalah yang
berkaitan dengan:
a. kelebihan kapasitas penangkapan ikan;
b. ketidakseimbangan antara kepentingan berbagai pihak dalam
memanfaatkan sumberdaya;
c. kerusakan habitat, kecenderungan kepunahan jenis ikan tertentu;
d. degradasi sumberdaya perikanan;
e. peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan yang
tersosialisasi dengan baik kepada masyarakat.
2.5 Keramba Jaring Apung di Danau Toba
Kegiatan budidaya ikan di dalam keramba jaring apung (KJA) akan
memberikan nilai tambah bagi sumberdaya perairan. Saat ini Danau Toba telah
dimanfaatkan antara lain untuk sebagai lokasi penangkapan dan budidaya
keramba jaring apung.
Metoda keramba jaring apung (KJA) semakin marak dilakukan oleh
masyarakat dalam membudidayakan ikan, khususnya diperairan air tawar.
Perkembangan teknologi ini berkembang pesat. Hal ini terbukti dari banyaknya
danau-danau di seluruh nusantara yang dipenuhi oleh kerambah jaring apung
milik masyarakat. Dilihat dari efektifitas dan efisiensinya, metoda keramba jaring
ditambah dengan cocoknya iklim di air danau dengan perkembangan ikan,
membuat penggunaan KJA semakin banyak.
Namun dalam perkembangannya, pemakaian metode KJA di perairan
danau, telah menimbulkan banyak problema. Mulai dari kematian ikan yang
mendadak hingga ke persoalan terganggunya ekosistem di danau. Pengembangan
KJA akan bernilai positif selama dalam batas kapasitas daya dukung (DD)
perairan. Peningkatan KJA yang berlebihan akan menimbulkan dampak yang
buruk pada masa yang akan datang (Lukman et al. 2011).
2.6 Ekosistem Danau
Secara umum ekosistem perairan darat dapat dibagi menjadi dua yaitu
perairan lentik dan perairan lotik. Perairan lentik disebut juga perairan tenang
karena mempunyai kecepatan arus yang lambat sehingga terjadi akumulasi massa
air dalam periode waktu yang cukup lama. Yang termasuk perairan lentik adalah
danau, kolam rawa, waduk, situ dan telaga. Sementara itu perairan lotik
merupakan perairan berarus deras atau memiliki kecepatan arus tinggi yang
disertai dengan perpindahan massa air dengan cepat. Yang termasuk kedalam
perairan lotik misalnya sungai dan kanal.
Sebagai salah satu bentuk ekosisitem, perairan danau terdiri dari faktor
abiotik (fisika dan kimia) dan faktor biotik (produsen, konsumen dan
dekomposer), dimana faktor-faktor tersebut membentuk suatu hubungan timbal
balik dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Secara fisik, danau