LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
FARMASI RUMAH SAKIT
di
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. PIRNGADI
KOTA MEDAN
Disusun Oleh:
Ninda T. M. Sihombing, S.Farm.
NIM 123202077
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT
di
RSUD dr. PIRNGADI KOTA MEDAN
Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Disusun Oleh:
Ninda T. M. Sihombing, S.Farm. NIM 123202077
Disetujui oleh Pembimbing
Pembimbing Fakultas, Pembimbing Rumah Sakit,
Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, S.Si, M.Si., Apt. Dra. Peri, Apt.
NIP 1975061102005012003 NIP 196701101997032001
Diketahui Oleh:
Kepala Instalasi Farmasi
RSUD dr. Pirngadi Kota Medan
Drs. Juangga Tobing, Apt. NIP 195306191985031001
Medan, Juni 2013 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Dekan,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Pirngadi Kota Medan. Tujuan dilaksanakannya PKPA ini adalah untuk
mendidik calon apoteker agar mampu mengelola kegiatan kefarmasian di rumah
sakit sesuai dengan etika dan ketentuan yang berlaku di dalam sistem pelayanan
rumah sakit.
Pelaksanaan Praktik Kerja Profesi ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak dr. Amran Lubis, Sp.JP(K)., FIHA., sebagai Direktur RSUD dr.
Pirngadi Kota Medan yang telah memberikan fasilitas untuk melaksanakan
PKPA.
2. Bapak Drs. Juangga Tobing, Apt., sebagai Kepala Instalansi Farmasi RSUD dr.
Pirngadi Kota Medan yang telah memberikan fasilitas, bimbingan dan
pengarahan kepada penulis selama melakukan PKPA.
3. Ibu Poppy Anjelisa, S.Si., M.Si., Apt., sebagai pembimbing dari Fakultas
Farmasi USU dan Ibu Dra. Peri, Apt., sebagai pembimbing dari Instalansi
Farmasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan yang telah memberikan bimbingan
dan pengarahan kepada penulis selama melakukan PKPA dan proses
4. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi
dan Bapak Drs. Wiryanto, M.S., Apt., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi USU Medan yang telah memberikan
fasilitas kepada penulis untuk melakukan PKPA.
5. Bapak dan Ibu staf pengajar Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi USU Medan yang selalu memberikan bimbingan, pengetahuan dan
bantuan kepada penulis.
6. Bapak dan Ibu Apoteker, staf dan karyawan Instalasi Farmasi RSUD dr.
Pirngadi Kota Medan yang telah memberi petunjuk dan bantuan selama
melaksanakan PKPA.
Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada
terhingga kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, M. Sihombing dan A. boru
Sinaga, yang tiada hentinya berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan
penulis. Juga kepada adik-adikku, Enry H. Sihombing, Medika K. Sihombing, dan
Daniel R. Sihombing, serta kepada Andrew Philip Tobing, yang selalu setia
memberi doa, dukungan dan motivasi selama menyelesaikan program studi
apoteker ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan.
Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis bersedia menerima kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan tulisan ini sehingga dapat
bermanfaat sepenuhnya bagi semua orang.
Medan, 18 Juli 2013 Penulis,
RINGKASAN
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) telah dilakukan Farmasi Rumah
Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Kota Medan. PKPA ini
dilaksanakan agar calon apoteker memperoleh perbekalan, keterampilan dan
keahlian dalam mengelola perbekalan farmasi di rumah sakit dan melihat secara
langsung peran serta apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit. PKPA
ini dilaksanakan pada tanggal 17 April – 21 Mei 2013. Kegiatan PKPA yang
dilaksanakan di rumah sakit meliputi: mempelajari fungsi dan tugas rumah sakit
dalam pelayanan kesehatan masyarakat, mempelajari sistematika kerja Instalasi
Farmasi Rumah Sakit, mempelajari sistem pendistribusian perbekalan farmasi di
rumah sakit (pelayanan rawat inap dan rawat jalan pada pasien Umum, Askes,
Jamkesmas, Medan Sehat, dan Pempropsu), perlengkapan perbekalan farmasi
(pengadaan, penyimpanan, produksi), pengelolaan keuangan dan administrasi
serta melakukan pelayanan farmasi klinis seperti Pelayanan Informasi Obat (PIO)
di unit rawat dan rawat inap, Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit
(PKMRS) mengenai cara penggunaan obat, dan serta meningkatkan kepatuhan
pasien dalam berobat. Selain itu juga melakukan pemantauan terapi obat dan
pengkajian rasionalisasi penggunaan obat melalui studi kasus dan kunjungan
langsung ke pasien, serta melakukan peninjauan ke Instalasi Central Sterilized
Supply Department (CSSD) untuk melihat sistem sterilisasi di rumah sakit dalam
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RINGKASAN ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Kegiatan ... 3
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI ... 4
2.1 Defenisi Rumah Sakit ... 4
2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ... 4
2.3 Klasifikasi Rumah Sakit ... 5
2.3.1 Klasifikasi rumah sakit secara umum ... 5
2.3.2 Klasifikasi rumah sakit umum pemerintah ... 6
2.4 Peran Apoteker dalam Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit ... 7
2.5 Panitia Farmasi dan Terapi ... 7
2.6 Formularium Rumah Sakit ... 9
2.8 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) ... 10
2.8.1 Pengelolaan perbekalan farmasi ... 11
2.8.1.1 Pemilihan ... 11
2.8.1.2 Perencanaan ... 12
2.8.1.3 Pengadaan ... 12
2.8.1.4 Produksi ... 12
2.8.1.5 Penerimaan ... 13
2.8.1.6 Penyimpanan ... 13
2.8.1.7 Pendistribusian ... 14
2.8.2 Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan ... 16
2.8.3 Pelayanan farmasi klinis ... 17
2.8.3.1 Pengkajian dan pelayanan resep ... 17
2.8.3.2 Penelusuran riwayat penggunaan obat ... 19
2.8.3.3 Pelayanan Informasi Obat (PIO) ... 20
2.8.3.4 Konseling ... 20
2.8.3.5 Visite ... 22
2.8.3.6 Pemantauan Terapi Obat (PTO) ... 22
2.8.3.7 Monitoring Efek Samping Obat (MESO) ... 23
2.8.3.8 Pengkajian penggunaan obat ... 24
2.8.3.9 Dispensing sediaan khusus ... 24
2.8.3.10 Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) ... 26
BAB III TINJAUAN KHUSUS RSUD dr. PIRNGADI KOTA
MEDAN ... 29
3.1 Sejarah RSUD dr. Pirngadi Kota Medan ... 29
3.2 Struktur Organisasi ... 30
3.3 Instalasi Farmasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan ... 31
3.3.1 Sub instalasi administrasi ... 31
3.3.2 Sub instalasi perbekalan ... 34
3.3.2.1 Pemilihan ... 34
3.3.2.2 Perencanaan ... 35
3.3.2.3 Pengadaan ... 35
3.3.2.4 Produksi ... 35
3.3.2.5 Penerimaan ... 35
3.3.2.6 Penyimpanan ... 35
3.3.2.7 Pendistribusian ... 36
3.3.2.8 Pengendalian ... 36
3.3.2.9 Penghapusan ... 36
3.3.3 Sub instalasi distribusi ... 40
3.3.3.1 Pelayanan farmasi rawat inap/jalan umum ... 42
3.3.3.2 Pelayanan farmasi rawat inap Askes/ Jamkesmas/Medan Sehat/Pempropsu ... 45
3.3.3.2.1 Pasien Askes ... 45
3.3.3.2.2 Pasien Jamskesmas ... 46
3.3.3.2.3 Pasien Medan Sehat ... 46
3.3.3.2.4 Pasien Pempropsu ... 47
3.3.3.4 Pelayanan farmasi di Instalasi Gawat Darurat
(IGD) ... 49
3.3.3.4.1 Pelayanan farmasi pasien umum ... 50
3.3.3.4.2 Pelayanan farmasi pasien Askes ... 51
3.3.3.4.3 Pelayanan farmasi pasien kredit ... 52
3.3.3.4.4 Pelayanan farmasi pasien Jamkesmas/ Medan Sehat/Pempropsu ... 53
3.3.3.4.5 Pelayanan farmasi pasien Mr/ Mrs.X ... 54
3.3.3.4.6 Pelayanan Kamar Bedan Emergency (KBE) ... 54
3.3.3.5 Pelayanan farmasi di Instalasi Bedan Sentral (IBS) ... 55
3.3.3.6 Distribusi ruangan ... 58
3.3.4 Sub instalasi farmasi klinis ... 59
3.4 Instalasi Central Sterilization Supply Department (CSSD) ... 62
BAB IV PEMBAHASAN ... 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 71
5.1 Kesimpulan ... 71
5.2 Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 73
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Struktur organisasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan ... 74
2. Struktur organisasi Instalasi Farmasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan ... 75
3. Rekapitulasi perhitungan Unit Cost pasien Askes ... 76
4. Form B2 (Daftar Permintaan dan Pengeluaran Farmasi) ... 77
5. Form pelayanan pencamuran obat sitostatika ... 78
6. Kartu obat ... 79
7. Kartu kendali obat pasien ... 80
8. Form pemakaian obat golongan narkotika ... 81
9. Form P1 (Permohonan pembelian barang medis) ... 82
10. Berkas pemeriksaan untuk pengajuan pembayaran ... 83
11. Surat pesanan narkotika ... 84
12. Surat pesanan psikotropika ... 85
13. Alur dokumen pemesanan perbekalan farmasi ... 86
14. Surat pesanan barang ... 87
15. Contoh faktur dari PBF ... 88
16. Faktur pajak ... 89
17. Surat setoran pajak pertambahan nilai (SSP PPN) ... 90
18. Surat setoran pajak penghasilan (SSP PPh) ... 91
19. Form pelayanan kefarmasian kemoterapi sitotoksik ... 92
22. Surat keterangan obat yang memerlukan protokol terapi ... 95
23. Form pemakaian obat dan alat kesehatan untuk pasien operasi ... 96
24. Laporan penggunaan obat narkotika ... 97
25. Formulir pelaporan efek samping obat ... 98
26. Contoh berita acara pemusnahan resep ... 99
27. Formulis pelayanan informasi obat (PIO) instalasi farmasi ... 100
28. Alur aktifitas fungsional CSSD ... 101
29. Alur kerja (aktifitas) instalasi CSSD RSUD dr. Pirngadi ... 102
30. Proses sterilisasi barang medis habis pakai ... 103
RINGKASAN
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) telah dilakukan Farmasi Rumah
Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Kota Medan. PKPA ini
dilaksanakan agar calon apoteker memperoleh perbekalan, keterampilan dan
keahlian dalam mengelola perbekalan farmasi di rumah sakit dan melihat secara
langsung peran serta apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit. PKPA
ini dilaksanakan pada tanggal 17 April – 21 Mei 2013. Kegiatan PKPA yang
dilaksanakan di rumah sakit meliputi: mempelajari fungsi dan tugas rumah sakit
dalam pelayanan kesehatan masyarakat, mempelajari sistematika kerja Instalasi
Farmasi Rumah Sakit, mempelajari sistem pendistribusian perbekalan farmasi di
rumah sakit (pelayanan rawat inap dan rawat jalan pada pasien Umum, Askes,
Jamkesmas, Medan Sehat, dan Pempropsu), perlengkapan perbekalan farmasi
(pengadaan, penyimpanan, produksi), pengelolaan keuangan dan administrasi
serta melakukan pelayanan farmasi klinis seperti Pelayanan Informasi Obat (PIO)
di unit rawat dan rawat inap, Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit
(PKMRS) mengenai cara penggunaan obat, dan serta meningkatkan kepatuhan
pasien dalam berobat. Selain itu juga melakukan pemantauan terapi obat dan
pengkajian rasionalisasi penggunaan obat melalui studi kasus dan kunjungan
langsung ke pasien, serta melakukan peninjauan ke Instalasi Central Sterilized
Supply Department (CSSD) untuk melihat sistem sterilisasi di rumah sakit dalam
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Menurut Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009, yang dimaksud
dengan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis (Depkes, 2009).
Rumah Sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan
upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan
pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitasi), yang
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan (Siregar dan
Amalia, 2004).
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah
sakit sebagai penunjang upaya kesehatan untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi pada
pelayanan farmasi klinis, pelayanan farmasi produk dan terjangkau bagi semua
lapisan masyarakat. Praktik pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang
terpadu dengan tujuan mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah
Pelayanan farmasi Rumah Sakit dikelola oleh Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Kota Medan yang merupakan sarana pelayanan
kesehatan yang berkewajiban untuk mengadakan, menyiapkan, meracik,
mendistribusikan obat yang aman dan rasional di rumah sakit, di bawah pimpinan
seorang apoteker yang bertanggung jawab secara langsung kepada wakil direktur
bidang administrasi umum.
Perwujudan profesionalisme apoteker dalam menjalankan profesinya
dilaksanakan melalui peningkatan sumber daya manusia sehingga apoteker dapat
menjalankan fungsinya yaitu sesuai dengan konsep The Eight Star Pharmacist
meliputi sikap apoteker sebagai pemberi pelayanan (care giver), pembuat
keputusan (decision maker), communicator, manager, pembelajaran jangka
panjang (long life learner), guru (teacher), pemimpin (leader) dan researcher
(ISFI, 2007).
Dalam rangka meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya di rumah sakit, maka
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara menyelenggarakan Praktik Kerja
Profesi (PKP) bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker,
bekerja sama dengan Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Kota Medan.
Praktik Kerja Profesi ini meliputi:
1. Menerima materi tentang Instalasi Farmasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan.
2. Melihat langsung aktivitas dan peranan apoteker secara umum di RSUD dr.
Pirngadi Kota Medan, khususnya di Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
3. Melakukan pemberian obat dan informasi terhadap pasien di pelayanan farmasi
4. Melakukan wawancara dan konseling terhadap pasien kemoterapi sitostatika.
5. Mengetahui peran dan tugas CSSD di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan.
1.2 Tujuan Kegiatan
Tujuan umum dilaksanakannya Praktik Kerja Profesi Apoteker di Rumah
Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Kota Medan ini adalah untuk mendidik calon
apoteker agar mampu mengelola kegiatan kefarmasian di rumah sakit sesuai
BAB II
TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI
2.1 Definisi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada
nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak
dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta
mempunyai fungsi sosial (Depkes RI, 2009).
2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Tugas rumah sakit adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya
guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan
pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya
peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan (Depkes RI, 2004).
Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan
kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif (Depkes RI,
Upaya menjalankan tugas sebagaimana disebut diatas, menurut UU No. 44
Tahun 2009, rumah sakit mempunyai fungsi:
a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna sesuai kebutuhan medis
c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan
d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan
2.3Klasifikasi Rumah Sakit
2.3.1 Klasifikasi rumah sakit secara umum
Rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.
a. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan
i. Rumah Sakit Umum: memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang
dan jenis penyakit.
ii. Rumah Sakit Khusus: memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau
satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,
organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.
b. Berdasarkan pengelolaannya
i. Rumah Sakit Publik: dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah,
ii. Rumah Sakit Privat: dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang
berbentuk perseroan terbatas atau persero.
2.3.2Klasifikasi rumah sakit umum pemerintah
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara
berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum diklasifikasikan berdasarkan
fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit.
Klasifikasi rumah sakit umum, sebagai berikut:
a. Rumah Sakit Umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medis yang bersifat spesialisistik dan
subspesialistik yang luas serta mempunyai kapasitas tempat tidur lebih dari
1000.
b. Rumah Sakit Umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik
dan subspesialistik terbatas serta mempunyai kapasitas tempat tidur antara
500-1000.
c. Rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik sekurang-kurangnya 4
dasar lengkap serta kapasitas tempat tidur antara 100-300.
d. Rumah Sakit Umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar dengan kapasitas tempat tidur
Klasifikasi rumah sakit khusus, sebagai berikut:
a) Rumah Sakit Khusus kelas A
b) Rumah Sakit Khusus kelas B
c) Rumah Sakit Khusus kelas C
2.4 Peran Apoteker dalam Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit
Di rumah sakit apoteker berperan dalam penerapan terapi dengan
memastikan ketepatan pemberian obat oleh dokter, penyediaan obat dan
memastikan penggunaan obat dengan tepat. Apoteker juga berperan dalam
manajemen farmasi rumah sakit (Siregar dan Amalia, 2004).
2.5 Panitia Farmasi dan Terapi
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) menurut Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 1197/Menkes/SK/X/2004 adalah organisasi yang mewakili
hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga
anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di
rumah sakit dan apoteker sebagai sekretaris dari PFT serta tenaga kesehatan
lainnya (Depkes RI, 2004).
Tujuan PFT, adalah:
1) Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat
serta evaluasinya.
2) Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru
Menurut Kepmenkes No. 1197/Menkes/SK/X/2004, fungsi dan ruang
lingkup PFT adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya
Pemilihan obat untuk dimasukkan ke dalam formularium harus didasarkan
pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat
dan juga harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk
obat yang sama.
b. PFT harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru atau
dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.
c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang
termasuk kategori khusus.
d. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di
rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.
e. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan
mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnose dan terapi.
Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus
penggunaan obat secara rasional.
f. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
g. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis
dan perawat.
Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena semua
kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit
secara baik dan benar, peran apoteker harus mendasar dan mendalam dibekali
dengan ilmu-ilmu farmakologi, farmakologi klinik, farmako epidemologi dan
farmako ekonomi disamping ilmu-ilmu lain yang sangat dibutuhkan untuk
memperlancar hubungan profesionalnya dengan para petugas kesehatan lain di
rumah sakit (Depkes RI, 2004).
2.6 Formularium Rumah Sakit
Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, formularium adalah himpunan obat yang
diterima/disetujui oleh Komite Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah
sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan dimana
formularium harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK).
Sistem formularium rumah sakit adalah suatu metode yang digunakan staf
medik di suatu rumah sakit yang disusun oleh komite farmasi dan terapi yang
bertujuan untuk mengevaluasi, menilai dan memilih produk obat yang dianggap
paling berguna dalam perawatan penderita. Obat yang ditetapkan dalam
formularium rumah sakit harus tersedia di instalasi farmasi rumah sakit (Siregar
dan Amalia, 2004).
Formularium rumah sakit dievaluasi oleh komite farmasi dan terapi untuk
menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih
mempertimbangkan kesejahteraan pasien. Selama formularium rumah sakit di
evaluasi, formularium rumah sakit tersebut masih dapat digunakan oleh staf medis
Menurut Siregar dan Amalia (2004), kegunaan formularium rumah sakit
adalah sebagai pedoman dalam penulisan resep di rumah sakit untuk:
1. Membantu meyakinkan mutu dan ketepatan penggunaan obat di rumah sakit
2. Sebagai bahan edukasi bagi staf medik tentang terapi obat yang benar.
3. Memberi rasio manfaat yang tinggi dengan biaya yang minimal
2.7 Rekam Medik
Menurut PerMenKes RI No.269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud
dengan rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien (Siregar dan Amalia, 2004).
Menurut Depkes RI (2008), pemanfaatan rekam medik meliputi:
a. Pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.
b. Alat bukti dalam proses penegakkan hukum, disiplin kedokteran dan
kedokteran gigi dan penegakkan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi.
c. Keperluan pendidikan dan penelitian.
d. Dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan.
e. Data statistik kesehatan.
2.8 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu departemen atau unit atau
bagian di suatu rumah sakit yang berada di bawah pimpinan seorang apoteker dan
dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan
merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas
seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan
rumah sakit itu sendiri (Siregar dan Amalia, 2004). Berdasarkan Kepmenkes No.
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
struktur organisasi instalasi farmasi rumah sakit mencakup penyelenggaraan
pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat
dan alat kesehatan serta pelayanan farmasi klinis.
2.8.1 Pengelolaan perbekalan farmasi
Pengelolaan Perbekalan Farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai
dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta
evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan (Kepmenkes
No.1197/MENKES/SK/X/2004).
Tujuan kegiatan ini adalah:
a. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efesien
b. Menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan
c. Meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi
d. Mewujudkan Sistem Informasi Manajemen berdaya guna dan tepat guna
e. Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan
2.8.1.1 Pemilihan
Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang
terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan
kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai
peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas
dan efektifitas serta jaminan purna transaksi pembelian.
2.8.1.2Perencanaan
Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga
perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan
antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan
epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan berdasarkan DOEN, formularium rumah sakit,
Standar Terapi Rumah Sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data catatan
medic, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa
persediaan,data pemakaian periode yang lalu, dan perencanaan pengembangan.
2.8.1.3 Pengadaan
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui, melalui pembelian secara tender (oleh Panitia
Pembelian Barang Farmasi) dan secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang
besar farmasi/rekanan, melalui produksi/pembuatan sediaan farmasi (produksi
steril dan produksi non steril), dan melalui sumbangan/droping/hibah.
2.8.1.4 Produksi
Merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali
sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
a. Sediaan farmasi dengan formula khusus
b. Sediaan farmasi dengan harga murah
c. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil
d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran
e. Sediaan farmasi untuk penelitian
f. Sediaan nutrisi parenteral
g. Rekonstruksi sediaan obat kanker
2.8.1.5Penerimaan
Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender,
konsinyasi atau sumbangan. Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi:
a. Pabrik harus mempunyai Sertifikat Analisa
b. Barang harus bersumber dari distributor utama
c. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS)
d. Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin
e. Expired date minimal 2 tahun
2.8.1.6Penyimpanan
Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan
yang ditetapkan menurut bentuk sediaan dan jenisnya, suhu dan kestabilannya,
mudah tidaknya meledak/terbakar, dan tahan/tidaknya terhadap cahaya, disertai
dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi
2.8.1.7Pendistribusian
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit
untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat
jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi dirancang atas
dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan:
a. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada
b. Metode sentralisasi atau desentralisasi
c. Sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi
Distribusi dapat dilakukan melalui cara-cara berikut:
1)Sistem Floor Stock
Pada sistem ini, perbekalan farmasi didistribusikan langsung kepada setiap
unit perawatan. Dengan adanya sistem ini, perbekalan farmasi yang dibutuhkan
dalam keadaan darurat di ruangan (seperti obat-obat emergensi) dapat dengan
mudah diperoleh pasien, karena telah tersedia melalui sistem floor stock. Namun
sistem ini hanya bisa diterapkan untuk pelayanan pada pasien rawat inap.
Keuntungan sistem floor stock adalah obat yang dibutuhkan cepat tersedia,
meniadakan obat yang return, pasien tidak harus membayar obat yang lebih, serta
tidak perlu tenaga banyak dalam mendistribusikannya. Adapun kelemahan sistem
floor stock, yaitu sering terjadi kesalahan, seperti kesalahan peracikan oleh
perawat atau adanya kesalahan penulisan etiket, persediaan obat di ruangan harus
banyak, serta kemungkinan kehilangan dan kerusakan obat lebih besar.
2)Resep perorangan (individual prescription)
Penyaluran perbekalan farmasi dengan sistem ini adalah berdasarkan resep
sesuai resep. Semua pasien rawat jalan menerima perbekalan farmasi melalui
resep perorangan, tetapi sebagian pasien rawat inap juga menerima resep
perorangan. Sistem ini memungkinkan apoteker untuk langsung mengkaji resep
terlebih dahulu dan membuka kesempatan untuk berinteraksi antara dokter,
apoteker, perawat dan pasien. Kekurangannya adalah jika obat berlebih, pasien
tetap harus membayarnya dan perbekalan dapat terlambat sampai ke pasien.
3)Sistem One Day Dose Dispensing (ODDD)
Distribusi perbekalan farmasi dengan menggunakan sistem ODDD berarti
bahwa pendistribusian obat sesuai dengan dosis per hari yang dibutuhkan oleh
pasien. Pembayaran perbekalan yang digunakan oleh pasien juga sesuai dengan
kebutuhannya untuk satu hari. Sistem ini melibatkan kerjasama apoteker dengan
dokter dan juga perawat dalam memonitor pendistribusian seluruh perbekalan
farmasi kepada pasien sehingga penggunaan obat yang rasional dan efektif dapat
tercapai.
Keuntungan sistem ODDD, adalah pasien hanya membayar obat sesuai
yang telah digunakannya, sehingga tidak ada kelebihan obat atau alat yang tidak
terpakai di ruangan perawat. Selain itu dapat menciptakan pengawasan ganda oleh
apoteker dan perawat serta kerusakan dan kehilangan obat hampir tidak ada
4) Sistem kombinasi
Rumah sakit besar pada umumnya tidak terpaku pada satu sistem distribusi
obat saja tetapi lebih fleksibel, yaitu dengan mengkombinasikan beberapa sistem
di atas, bahkan mungkin menggunakan semua sistem di atas, namun sesuai
sakit tidak harus sama satu dengan lainnya, tergantung pada kebijakan rumah sakit
itu sendiri.
2.8.2 Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan
Adalah pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin
penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau
oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan perilaku
apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya.
Kegiatan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat
kesehatan, meliputi:
a) Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien
b)Mengidentifikasi masalah tentang penggunaan obat dan alat kesehatan
c) Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat
kesehatan
d)Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan
e) Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga
f) Memberi konseling kepada pasien/keluarga
g)Melakukan pencampuran obat suntik
h)Melakukan penyiapan nutrisi parenteral
i) Melakukan penanganan obat kanker
j) Melakukan penentuan kadar obat dalam darah
k)Melakukan pencatatan setiap kegiatan
Tujuan kegiatan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat
kesehatan adalah:
a. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di rumah
sakit
b. Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas, keamanan
dan efisiensi penggunaan obat
c. Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain yang terkait
dalam pelayanan farmasi
d. Melaksanakan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan
penggunaan obat secara rasional
2.8.3 Pelayanan farmasi klinis
Pelayanan farmasi klinis adalah praktik kefarmasian berorientasi kepada
pasien dengan penerapan pengetahuan dan keahlian farmasi dalam membantu
memaksimalkan efek obat dan meminimalkan toksisitas bagi pasien secara
individual.
Tujuan pelayanan farmasi klinis adalah meningkatkan keuntungan terapi
obat dan mengoreksi kekurangan yang terdeteksi dalam proses penggunaan obat
sehingga meningkatkan dan memastikan kerasionalan, kemanfaatan, dan
keamanan terapi obat. Pelayanan farmasi klinis (Depkes RI, 2004), meliputi:
2.8.3.1Pengkajian dan pelayanan resep
Interpretasi pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan
ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk peracikan
alur pelayanan resep, dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan
pemberian obat (medication error).
Tujuan pengkajian pelayanan dan resep untuk menganalisis adanya
masalah terkait obat, jika ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan
kepada dokter penulis resep. Kegiatan yang dilakukan, yaitu apoteker harus
melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan
farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat
jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
a. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan serta tinggi badan pasien
b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter
c. Tanggal resep
d. Ruangan/unit asal resep
Persyaratan farmasetik meliputi:
1. Nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan
2. Dosis dan jumlah obat
3. Stabilitas
4. Aturan dan cara penggunaan
Persyaratan klinis meliputi:
a) Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat
b) Duplikasi pengobatan
c) Alergi, interaksi dan efek samping obat
2.8.3.2Penelusuran riwayat penggunaan obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat adalah proses untuk mendapatkan
informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang
digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam
medik/pencatatan penggunaan obat pasien.
Tujuan penelusuran riwayat penggunaan obat adalah:
a. Membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam
medik/pencatatan penggunaan obat untuk mengetahui perbedaan informasi
penggunaan obat
b. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh tenaga
kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan
c. Mendokumentasikan adanya alergi dan reaksi obat merugikan
d. Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat
e. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan obat
f. Melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan
g. Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat yang
digunakan
h. Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat
i. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat
j. Mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan
dokter
k. Mengidentifikasi terapi lain misalnya suplemen dan pengobatan alternatif yang
Kegiatan yang dilakukan meliputi penelusuran riwayat penggunaan obat
kepada pasien/keluarganya dan melakukan penilaian terhadap pengaturan
penggunaan obat pasien. Informasi yang harus didapatkan adalah nama obat
(termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi penggunaan indikasi
dan lama penggunaan obat, ROTD termasuk riwayat alergi dan kepatuhan
terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang tersisa).
2.8.3.3Pelayanan Informasi Obat (PIO)
PIO adalah kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi
obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan
oleh apoteker kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta
pasien dan pihak lain di luar rumah sakit.
Tujuan PIO adalah menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien
dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit dan pihak lain di luar rumah
sakit, membuat kebijakan yang berhubungan dengan obat/perbekalan farmasi,
terutama bagi komite/sub komite farmasi dan terapi, menunjang penggunaan obat
yang rasional.
2.8.3.4Konseling
Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi
dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat-obatan
pada pasien rawat jalan dan pasien rawat inap. Konseling bertujuan memberikan
pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan
mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan
obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara
Kegiatan yang dilakukan dalam konseling meliputi:
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien
b. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui
three prime questions
c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien
untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan obat
e. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien
f. Dokumentasi
Faktor yang perlu diperhatikan dalam memberikan konseling, adalah:
a) Kriteria pasien
b) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan ginjal, ibu
hamil dan menyusui)
c) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi)
d) Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus
e) Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit
f) Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi)
g) Pasien yang memiliki riwayat kepatuhan penggunaan obat rendah
h) Sarana dan prasarana
- Ruangan atau tempat konseling
2.8.3.5Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat,
memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan
terapi obat yang rasional dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien
serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit
atas permintaan pasien yang biasa disebut dengan pelayanan kefarmasian di
rumah (home pharmacy care). Sebelum melakukan kegiatan visite apoteker harus
mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien
dan memeriksa terapi obat dari rekam medis atau sumber lain.
2.8.3.6 Pemantauan Terapi Obat (PTO)
PTO adalah suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan
terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah
meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan resiko ROTD. Kegiatan yang
dilakukan meliputi pengkajian pemilihan obat (dosis, cara pemberian obat, respon
terapi, ROTD), pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat dan
pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat. Tahapan pemantauan terapi
obat yaitu pengumpulan data pasien, identifikasi masalah terkait obat,
rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat, pemantauan dan tindak lanjut.
Kegiatan yang dilakukan meliputi pengkajian pemilihan obat (dosis, cara
pemberian obat, respon terapi, ROTD), pemberian rekomendasi penyelesaian
Tahapan pemantauan terapi obat yaitu pengumpulan data pasien, identifikasi
masalah terkait obat, rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat, pemantauan
dan tindak lanjut.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam PTO, adalah:
a. Kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis bukti terkini dan
terpercaya
b. Kerahasiaan informasi
c. Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat).
2.8.2.7 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring efek samping obat merupakan kegiatan pemantauan terhadap
respons obat yang tidak dikehendaki (ROTD) yang terjadi pada dosis lazim yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi. Efek
samping obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja
farmakologi.
Tujuan dilakukan MESO adalah:
i. Menentukan efek samping obat (ESO) yang berbahaya dan jarang terjadi,
menentukan frekuensi ESO, dan meminimalkan ESO.
ii. ESO yang ditemukan dicatat dalam format dan laporkan ke pusat monitoring
efek samping obat nasional.
iii. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi
angka kejadian dan hebatnya efek samping obat.
iv. Meminimalkan resiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki.
Kegiatan pemantauan dan pelaporan efek samping obat, adalah:
a. Mendeteksi adanya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD)
b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami ESO
c. Mengevaluasi laporan ESO
d. Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di komite/sub PFT
e. Melaporkan ke pusat MESO
2.8.2.8 Pengkajian penggunaan obat
Pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan
obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obatan yang
digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.
Tujuan dari pengkajian penggunaan obat, yaitu:
a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada
pelayanan kesehatan/dokter tertentu
b. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu
dengan yang lain
c. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik
d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat
Kegiatan praktik EPO adalah mengevaluasi penggunaan obat secara
kualitatif. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada EPO meliputi indikator
peresepan, indikator pelayanan, dan indikator fasilitas.
2.8.2.9 Dispensing sediaan khusus
Dispensing sediaan khusus steril dilakukan di instalasi farmasi rumah sakit
melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya
kesalahan pemberian obat. Tujuan dilakukan dispensing sediaan khusus adalah
untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk, melindungi petugas dari paparan
zat berbahaya dan menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat. Dispensing
sediaan khusus terdiri atas pencampuran obat suntik, penyiapan nutrisi parenteral
dan penanganan sediaan sitotoksik.
Penanganan obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai
kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada
keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik
dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada
saat pencampuran, distribusi, maupun pemberian kepada pasien sampai kepada
pembuangan limbahnya. Secara operasional dalam mempersiapkan dan
melakukan harus sesuai prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang
memadai.
Kegiatan yang dilakukan dalam dispensing sediaan khusus, meliputi:
i. Melakukan perhitungan dosis secara akurat
ii. Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai
iii. Mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan
iv. Mengemas dalam pengemas tertentu
v. Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku
Faktor yang perlu diperhatikan pada penanganan obat kanker adalah
ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai, lemari pencampuran
biological safety cabinet, HEPA filter, alat pelindung diri, sumber daya manusia
2.8.3.10 Pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD)
Pemantauan kadar obat dalam darah dilakukan untuk menginterpretasikan
hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat
karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari apoteker kepada dokter.
Tujuan pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD), adalah:
a. Mengetahui kadar obat dalam darah
b. Memberikan rekomendasi pada dokter yang merawat
Kegiatan yang dilakukan meliputi:
a) Memisahkan serum dan plasma darah
b) Memeriksa kadar obat yang terdapat dalam plasma
c) Membuat rekomendasi kepada dokter berdasarkan hasil pemeriksaan
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam PKOD, adalah:
1. Alat therapeutic drug monitoring/instrument untuk mengukur kadar obat
2. Reagen sesuai obat yang diperiksa
2.9 Central Sterilization Supply Department (CSSD)
Central Sterilization Supply Department (CSSD) atau Instalasi Pusat
Pelayanan Sterilisasi merupakan satu unit/departemen dari rumah sakit yang
menyelenggarakan proses pencucian, pengemasan dan sterilisasi terhadap semua
alat atau bahan yang dibutuhkan rumah sakit dalam merawat/ melakukan tindakan
kepada pasien dalam kondisi steril. Instalasi CSSD dipimpin oleh seorang
apoteker sebagai kepala instalasi yang bertanggung jawab langsung kepada
Latar belakang berdirinya CSSD di rumah sakit adalah:
a. Besarnya angka kematian akibat infeksi nosokomial
b. Kuman mudah menyebar, mengkontaminasi benda dan menginfeksi manusia
di lingkungan rumah sakit
c. Merupakan salah satu pendukung jaminan mutu pelayanan rumah sakit akan
peran dan fungsi CSSD sangat penting.
Tujuan dibentuknya CSSD di rumah sakit adalah:
1. Mengurangi infeksi nosokomial dengan menyediakan peralatan yang telah
mengalami penyortiran, pencucian dan sterilisasi yang sempurna
2. Memutuskan mata rantai penyebaran kuman di lingkungan rumah sakit
3. Menyediakan dan menjamin kualitas sterilisasi produk yang dihasilkan
Fungsi CSSD di rumah sakit adalah:
a) Menyediakan peralatan dan bahan steril untuk tindakan medis dan penunjang
medis
b)Tempat dilakukan proses desinfeksi, sterilisasi alat dan bahan habis pakai steril
c) Mendistribusikan alat dan bahan habis pakai steril
d)Mendokumentasikan semua kegiatan harian (jumlah instrumen atau jumlah
bahan habis pakai yang disterilkan)
Sistem pelayanan yang dilakukan dibagi atas 2 kelompok yaitu:
1) Sistem titipan
Menerima alat kesehatan yang belum steril dari ruangan untuk disterilkan
di CSSD, kemudian menyerahkannya kembali kepada ruangan yang bersangkutan
dalam keadaan steril. Ruangan yang dilayani adalah klinik atau ruang perawatan
2) Sistem distribusi
Memproses penyediaan kebutuhan alat atau perlengkapan bedah dimulai
dari pencucian, pengeringan, pengepakan, sterilisasi, penyimpanan dan
pendistribusian. Melayani kebutuhan alat bedah steril untuk ruangan IBS
(Instalasi Bedah Sentral), KBE (Kamar Bedah Emergensi), kamar bedah THT,
kamar bedah mata dan kamar bedah kulit.
Kegiatan sterilisasi yang dilakukan di CSSD dilakukan dengan beberapa
tahap yaitu:
a) Alat kotor disortir dan dicek kelengkapannya kemudian dicuci dengan larutan
Aniosyme lalu disikat dengan air mengalir untuk membuang darah yang
melekat pada alat
b)Direndam dengan larutan first aid selama 30 menit
c) Dicuci dengan air bersih dan disikat sampai bersih
d)Direndam di ultrasonik dengan larutan saflon selama 30 menit
e) Dibilas di alat ultrasonik dengan air panas
f) Dikeringkan di alat ultrasonik
g)Alat dikeluarkan dan disusun sesuai tindakan operasi
h)Diberi tanda (indikator paper)
BAB III
TINJAUAN KHUSUS RSUD dr. PIRNGADI KOTA MEDAN
3.1 Sejarah RSUD dr. Pirngadi Kota Medan
RSUD dr. Pirngadi Kota Medan didirikan pada tanggal 11 Agustus 1928
oleh Pemerintah Kolonial Belanda dengan nama GEMENTA ZIEKEN HUIS.
Setelah Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942 diambil alih dan berganti
nama menjadi Syuritsu Byusono Ince yang dipimpin oleh seorang putra Indonesia
yaitu dr. Raden Pirngadi Gonggo Putro. Setelah kemerdekaan bangsa Indonesia,
pada tahun 1947 diambil alih oleh pemerintah negara RIS dengan nama Rumah
Sakit Kota Medan. Dengan berdirinya NKRI pada tanggal 17 Agustus 1950
Rumah Sakit Kota Medan diambil alih oleh pemerintah pusat/kementerian
kesehatan di Jakarta dengan nama RSU Pusat. Kemudian pada tahun 1971,
diserahkan dari pusat ke Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan berganti nama
menjadi RSU Pusat Provinsi Medan.
Pada tahun 1979 diganti menjadi RSU dr. Pirngadi Medan dan semenjak
tanggal 27 Desember 2001 telah diserahkan kepemilikannya dari Pemerintahan
Propinsi Sumatera Utara kepada Pemerintahan Kota Medan. Pada tanggal 6
September 2002, status kelembagaan RSU dr. Pirngadi Medan ditetapkan menjadi
Badan Pelayanan Kesehatan RSU dr. Pirngadi Kota Medan. Sesuai Peraturan
Daerah Pemerintahan Kota Medan No. 3 Tahun 2009, sejak tanggal 4 Maret 2009
BPK RSU dr. Pirngadi Kota Medan berubah menjadi RSUD dr. Pirngadi Kota
RSUD dr. Pirngadi Kota Medan ditetapkan statusnya menjadi PPK BLUD RSUD
dr. Pirngadi Kota Medan.
RSUD dr. Pirngadi Kota Medan adalah rumah sakit kelas B Pendidikan
yang mempunyai fasilitas dan kemampuan medis spesialis dasar, spesialis luas,
dan beberapa subspesialis, yang terletak di Jl. Prof. Haji Mohammad Yamin, SH
No. 47 dan Jl. Perintis Kemerdekaan, Kelurahan Perintis Kemerdekaan,
Kecamatan Medan Timur. Kepegawaian RSUD dr. Pirngadi Kota Medan meliputi
tenaga medis, tenaga penunjang medis, dan tenaga non medis.
3.2 Struktur Organisasi
RSUD dr. Pirngadi Kota Medan dipimpin oleh seorang Direktur yang
dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh 3 orang wakil direktur yaitu:
1. Wakil direktur bidang administrasi umum.
2. Wakil direktur bidang pelayanan medis dan keperawatan.
3. Wakil direktur bidang sumber daya manusia dan pendidikan.
Direktur RSUD dr. Pirngadi Kota Medan juga dibantu oleh kelompok
pejabat fungsional yang terdiri dari staf medik fungsional dan instalasi yang
bertanggung jawab kepada Kepala RSUD dr. Pirngadi Kota Medan melalui wakil
direktur bidang administrasi umum dan wakil direktur bidang pelayanan medis
dan keperawatan. Salah satu instalasi tersebut adalah instalasi farmasi yang
bertugas mengatur dan menyelenggarakan semua kegiatan kefarmasian di rumah
sakit. Struktur organisasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan dapat dilihat pada
3.3Instalasi Farmasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan
Instalasi Farmasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan merupakan salah satu
unit fungsional bersifat swakelola yang dipimpin oleh seorang Apoteker dan
dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Direktur RSUD dr.
Pirngadi Kota Medan melalui wakil direktur bidang administrasi umum RSUD dr.
Pirngadi Kota Medan. Motto instalasi farmasi adalah: Obat yang Bermutu dan
Terjangkau Adalah yang Utama. Struktur Instalasi Farmasi dapat dilihat pada
Lampiran 2, halaman 75.
Instalasi farmasi dibagi menjadi empat bagian subinstalasi, yaitu sub
instalasi administrasi, sub instalasi perbekalan, sub instalasi distribusi dan sub
instalasi farmasi klinis.
3.3.1 Sub instalasi administrasi
Merupakan bagian dari instalasi farmasi rumah sakit yang bertugas
melaksanakan kegiatan administrasi kefarmasian di instalasi farmasi.
Kesekretariatan dipimpin oleh seorang Apoteker yang disebut dengan sekretaris
instalasi farmasi.
Dalam melaksanakan tugasnya sub instalasi administrasi dibagi dua
bagian, yaitu:
1. Umum, kepegawaian dan rumah tangga, tugasnya adalah:
a) Mencatat surat-surat yang masuk ke instalasi farmasi dan mengarsipkannya
dengan rapi. Pada buku agenda, surat-surat yang masuk dicatat tanggal, asal
b) Mencatat surat-surat yang keluar dari instalasi farmasi dan menyampaikan
ke alamat yang dituju dengan pertanggungjawaban yang jelas dan
mengarsipkannya
c) Mengarsipkan data-data pegawai di instalasi farmasi
d) Membalas surat yang masuk ke instalasi farmasi
e) Mengatur mutasi pegawai di lingkungan instalasi farmasi
f) Mengarsipkan resep dan kuitansi penjualan resep
g) Mengurus permintaan keperluan rumah tangga di instalasi farmasi misalnya
alat tulis, dan mengurus kerusakan alat-alat rumah tangga
2. Akuntansi, laporan dan statistik, tugasnya adalah:
a) Mencatat semua data-data pengeluaran dan pemasukan obat-obatan, dan alat
kesehatan
b) Melakukan pemeriksaan silang (cross check) dengan gudang dan sub
instalasi distribusi setiap bulan dan menyesuaikannya dengan kartu
administrasi persediaan farmasi
c) Membuat laporan bulanan penjualan obat-obatan yang terjual melalui resep
setiap bulan
d)Membuat laporan pengeluaran obat-obatan, dan alat kesehatan yang
dikeluarkan instalasi farmasi dalam bentuk laporan tahunan
e) Menyesuaikan jumlah uang hasil penjualan dengan kuitansi penjualan resep
yang akan disetor ke bagian keuangan setiap hari
f) Membuat neraca rugi laba berdasarkan data dari semua bagian instalasi
farmasi rumah sakit setiap akhir tahun. Berdasarkan data yang dikumpulkan
Selain tugas-tugas di atas, subinstalasi administrasi juga bertugas
membuat, mengatur, dan mengevaluasi perhitungan unit cost. Unit cost adalah
biaya yang dikeluarkan oleh instalasi farmasi rumah sakit untuk keperluan
pemeriksaan, perawatan, dan tindakan medis bagi pasien, yang dalam
penggunaannya tidak dapat ditentukan jumlah satuannya seperti reagen, kapas,
plester dan lain-lain.
Penentuan besarnya biaya unit cost untuk pasien rawat jalan, operasi dan
rawat inap dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
a. Pasien rawat jalan
Keterangan: Data diambil minimal selama 3 bulan berturut-turut kemudian dihitung rata-ratanya.
Biaya unit cost untuk pasien Askes, Jamkesmas, Medan sehat, Pempropsu
dan umum besarnya sama. Jumlah biaya unit cost ini diproses menggunakan
sistem komputerisasi, dihitung jumlahnya oleh petugas instalasi farmasi dan
pembayarannya langsung diklaim oleh instalasi farmasi ke keuangan rumah sakit.
Contoh rekapitulasi perhitungan unit cost dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman
76. Setiap bulan dibuat neraca rugi/laba untuk unit cost sehingga dapat dievaluasi
secara berkala dan dapat segera disesuaikan jika terdapat perubahan yang
Tabel 3.1 Perhitungan harga Unit cost perbekalan farmasi untuk anastesi operasi
(0.08 rol/ pasien) Rp 14.116,67 5 Nald Hecting Bgks/ 12 buah Rp 108.900,- 1 buah Rp 14.116,67
Sub instalasi perbekalan farmasi dipimpin oleh seorang apoteker dan
bertugas untuk membantu dan menunjang fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
dalam hal pemilihan, perencanaan, pengadaan, produksi, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan dan administrasi
perbekalan farmasi sesuai kebutuhan rumah sakit.
3.3.2.1 Pemilihan
Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang
terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan
kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai
menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan
peran aktif apoteker dalam PFT untuk menetapkan kualitas dan efektifitas serta
3.3.2.2Perencanaan
Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga
perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan
antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan
epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
3.3.2.3Pengadaan
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui melalui pembelian secara langsung dari
pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/rekanan berdasarkan kebutuhan obat
yang diperlukan.
3.3.2.4Produksi
Merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali
sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
3.3.2.5Penerimaan
Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung.
3.3.2.6Penyimpanan
Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan
3.3.2.7Pendistribusian
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit
untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat
jalan serta untuk menunjang pelayanan medis.
3.3.2.8Pengendalian
Merupakan suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang
diinginkan sesuai strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak
terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit-unit pelayanan.
3.3.2.9Penghapusan
Merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi yang tidak
terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak memenuhi syarat dengan cara
membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai
dengan prosedur yang berlaku. Tujuan adalah menjamin perbekalan farmasi yang
tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang berlaku.
Sub instalasi perbekalan farmasi dibagi atas dua bagian, yaitu:
1. Unit perencanaan dan pengadaan
Unit perencanaan dan pengadaan mempunyai tugas sebagai berikut:
a) Merencanakan seluruh kebutuhan perbekalan farmasi dan alat kesehatan di
dalam rumah sakit. Perencanaan ini dilakukan berdasarkan data pemakaian
periode yang lalu, sisa stok, dan pola penyakit, kemudian di tambahkan sebesar
10%.
b)Memesan dan menyediakan perbekalan farmasi sesuai permintaan untuk
Bagian perencanaan dan pengadaan melakukan pemesanan bahan-bahan
obat dan alat kesehatan untuk kebutuhan selama satu bulan berdasarkan
permintaan dari gudang kecuali ada permintaan kebutuhan khusus yang
mendesak. Prinsip pengadaan perbekalan farmasi yaitu tersedianya seluruh
kebutuhan perbekalan farmasi dengan jenis dan jumlah yang memadai sesuai
dengan formularium yang berlaku di rumah sakit tersebut.
Proses pengadaan perbekalan farmasi (Lampiran 13, halaman 86) dapat
dijelaskan melalui tahap berikut:
a. Sub instalasi distribusi meminta barang ke gudang dengan menyerahkan
formulir B2 (Daftar permintaan dan pengeluaran farmasi) yang dapat dilihat
pada Lampiran 4, halaman 77. Jika barang yang diminta hampir habis (dilihat
dari kartu stok gudang) maka gudang akan membuat permohonan pembelian
barang dengan menggunakan formulir P1 (Permohonan pembelian barang
medis), yang dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 82 dan menyerahkannya
pada unit pengadaan.
b. Unit pengadaan memesan perbekalan farmasi dengan menggunakan surat
pesanan/order pembelian kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) setelah
disetujui dan ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi. Untuk pemesanan
obat-obat Askes harus sesuai dengan DPHO (Daftar Plafon Harga Obat) dan
disetujui oleh petugas Askes.
c. Untuk pengadaan obat golongan narkotika seperti: kodein, pethidin, fentanyl,
dan morfin sulfat dilakukan oleh unit pengadaan dengan menggunakan surat
pesanan formulir form N-9 kepada PT. Kimia Farma yang ditandatangani oleh
pemesanan obat narkotika dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 84.
Sedangkan obat psikotropika seperti diazepam dan luminal dapat dipesan dari
PBF lainnya selain PT. Kimia Farma. Contoh formulir pemesanan obat
psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 12, halaman 85.
d. Barang pesanan kemudian diantar oleh PBF ke gudang dengan membawa
faktur penjualan dan diperiksa oleh petugas gudang. Sebelum jatuh tempo
pihak PBF akan datang untuk penagihan. Pada saat penagihan PBF membawa
faktur asli beserta kuitansi, surat pesanan (dapat dilihat pada Lampiran 14,
halalam 87), SSP PPN (dapat dilihat pada Lampiran 17, halaman 90) dan SSP
PPh (dapat dilihat pada Lampiran 18, halaman 91). Pembayaran dilakukan
apabila berkas penagihan telah disetujui oleh direktur.
2. Unit Gudang
Unit gudang bertugas menerima, menyimpan dan menyalurkan perbekalan
farmasi ke seluruh unit pelayanan yang ada di rumah sakit. Apabila ada
perbekalan farmasi yang persediaannya hampir habis, pihak gudang akan
mencatat dan memintanya ke unit pengadaan sebulan sekali yang ditulis dalam
lembar Permohonan Pembelian Barang Medis (Formulir P1). Permintaan
perbekalan farmasi ke pengadaan dapat dilakukan lebih dari satu kali dalam
sebulan jika kebutuhan rumah sakit meningkat dibandingkan biasanya. Setelah
Permohonan Pembelian Barang Medis dikirim ke pengadaan, maka pengadaan
akan membuat order pembelian dan memesannya ke Pedagang Besar Farmasi
(PBF).
Perbekalan farmasi yang telah dipesan diantar oleh PBF ke bagian gudang.
pesanan yang meliputi: jenis, jumlah, tanggal kadaluarsa, nomor batch, dan
kondisi barang. Apabila telah sesuai maka barang yang diantar dicatat di buku
barang masuk disertai potongan harganya, lalu dicatat di kartu stok gudang.
Kemudian faktur ditandatangani oleh penerima barang di unit gudang. Harga di
buku barang masuk gudang sudah disesuaikan dengan Harga Pokok Penjualan
(HPP) yaitu harga modal ditambah PPN 10%. Jika barang yang diterima tidak
sesuai dengan faktur dan surat pesanan maka barang akan dikembalikan.
Perbekalan farmasi yang masuk ke gudang harus dicatat dalam buku
barang masuk dan barang yang keluar dicatat dalam kartu stok gudang. Gudang
mengeluarkan barang berdasarkan permintaan dari sub instalasi distribusi dengan
menggunakan formulir B2 (daftar permintaan dan pengeluaran farmasi).
Penyimpanan dan pengeluaran perbekalan farmasi dilakukan berdasarkan
prinsip FIFO (First In F irst Out) dan FEFO (First Expired First Out). Obat-obat
narkotika dan psikotropika disimpan di dalam lemari khusus yang terkunci.
Obat-obat yang penyimpanannya pada suhu tertentu seperti serum, vaksin dan
supositoria disimpan dalam lemari pendingin. Setiap akhir bulan petugas gudang
membuat laporan sisa stok dan menghitung jumlah dan kondisi perbekalan
farmasi dan alat kesehatan di gudang.
Unit gudang dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a) Gudang obat-obatan
Bertugas membuat permohonan pembelian obat, menerima, menyimpan,
dan menyalurkan perbekalan farmasi berupa obat-obatan. Gudang obat terbagi
dua yaitu gudang obat Askes dan gudang obat swakelola. Gudang obat Askes