ABSTRAK
EFIKASI HERBISIDA PIROKSASULFON DAN KOMBINASINYA DENGAN PENDIMETHALIN UNTUK MENGENDALIKAN GULMA
PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)
Oleh Ardiansyah
Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu tanaman sayuran dengan prospek yang cukup baik dalam pengembangan agribisnis di Indonesia.
Kebutuhan dan permintaan konsumen akan bawang merah terus menerus meningkat, sehingga perlu dilakukan suatu usaha pengembangan di sektor pertanian. Salah satu cara peningkatan produktivitas bawang merah yaitu teknik
budidaya. Gulma merupakan salah satu masalah yang dihadapi dalam praktik budidaya bawang merah. Kehadiran gulma pada lahan budidaya memiliki
pengaruh nyata dalam penurunan hasil produksi. Hal tersebut disebabkan terjadinya persaingan antara gulma dengan tanaman budidaya dalam memperoleh
unsur hara, air, cahaya, CO2, serta ruang tumbuh. Salah satu metode pengendalian gulma yang dapat dilakukan yaitu pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan herbisida piroksasulfon. piroksasulfon merupakan herbisida yang
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) daya kendali piroksasulfon yang
diaplikasikan secara tunggal dan dikombinasi dengan herbisida pendimethalin terhadap pertumbuhan gulma pada budidaya tanaman bawang; (2) perubahan
komposisi jenis gulma setelah aplikasi piroksasulfon yang diaplikasi secara tunggal maupun dikombinasi dengan herbisida pendimethalin; (3) respon tanaman bawang terhadap piroksasulfon yang diaplikasi secara tunggal maupun
dikombinasi dengan herbisida pendimethalin. Penelitian ini dilakukan di Lahan Penelitian Bataranila Lampung Selatan dan Laboratorium Gulma Fakultas
Pertanian Universitas Lampung, yaitu pada bulan September hingga November 2009. Perlakuan diterapkan pada petak percobaan dalam rancangan kelompok
teracak sempurna (RKTS) yang terdiri dari 10 perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali. Homogenitas ragam diuji dengan Uji Bartlett dan aditivitas data diuji dengan Uji Tukey. Selanjutnya data dianalisis dengan sidik ragam dan perbedaan nilai
tengah perlakuan diuji dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kombinasi piroksasulfon dosis 60 g/ha dengan pendimethalin 910 g/ha efektif dalam mengendalikan gulma pada pertanaman bawang merah. Piroksasulfon tunggal dan kombinasinya dengan
pendimethalin mampu mengendalikan gulma dominan Ottochloa nodosa, (2) terdapat perubahan komposisi jenis gulma akibat aplikasi piroksasulfon tunggal
dan kombinasinya dengan pendimethalin, dan (3) semua taraf dosis piroksasulfon tunggal dan kombinasi yang diaplikasikan menunjukkan gejala keracunan sedang
ABSTRACT
EFFICACY PYROXASULFONE HERBICIDE AND ITS COMBINATION WITH PENDIMETHALINE FOR WEED CONTROL IN ONION
CULTIVATION (Allium ascalonicum L.)
By Ardiansyah
Red onion (Allium ascalonicum L.) is one vegetable crop with a good prospect in
the development of agribusiness in Indonesia. The consumer’s needs and demands
will continue increase, so it needs some developments in the agricultural sector. One way to increase the productivity of onion is by cultivation techniques. Weeds is one of the problems encountered in the practice of onion cultivation. The
presence of weeds on cultivated land cause decrease in yield. It caused by the competition between weeds with crop plants in obtaining nutrients, water, light, CO2, and grow space. One method of weed control is a chemical control by using
pyroxasulfone herbicides. The pyroxasulfone is a new herbicide, which is must be tested to obtain information about weed control.
The objective of this research were to identify: (1) the efficacy of pyroxasulfone
and its combination with the herbicide pendimethaline in growth of weeds on onion crop cultivation, (2) composition changes of weeds species after the
(3) the responses of red onion to pyroxasulfone and its combination. This
research was conducted in Natar, South Lampung and at the laboratory of weed science, Faculty of Agriculture, University of Lampung, from September to
November 2009. The treatments were applied to experimental plots in a complete-randomized block design (RKTS) with 10 treatments and 3 replications. Homogeneity of variance was tested with Bartlett’s test and additivity with
Tukey’s test, then the data were analyzed with ANOVA and mean differences
among the treatment were determined with Honestly Significant Difference Test
(BNJ) at level P=0,05.
The results of experience indicated that (1) pyroxasulfone’s combination in 60
g/ha with pendimethaline 910 g/ha is effective to control weeds in onion crop. The
pyroxasulfone herbicide and its combination are able to control the dominant weeds Ottochloa nodosa, (2) there are changes in weed species composition due to a pyroxasulfone applications and its combinations, and (3) all of the
pyroxasulfone’s dose levels and its combinations show poisoned symptoms at the
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu tanaman sayuran dengan prospek yang cukup baik dalam pengembangan agribisnis di Indonesia. Komoditi ini banyak dibutuhkan terutama sebagai pelengkap bumbu masakan
untuk menambah cita rasa dan kenikmatan makanan. Berbagai kegunaan bawang merah dalam kebutuhan sehari-hari menyebabkan permintaan akan komoditas ini
semakin meningkat. Maka perlu adanya usaha peningkatan produksi (Rahayu dan Berlian, 2002)
Prospek bawang merah begitu cerah karena tidak adanya bahan pengganti (barang subtitusi) yaitu barang berupa komoditi lain yang sifat dan fungsinya hampir sama
dengan bawang merah, baik yang bersifat sintetis maupun alami. Ketiadaan barang subtitusi tersebut makin menambah tingginya kebutuhan masyarakat akan
bawang merah (Nazarudin, 1994).
Dalam upaya memenuhi kebutuhan dan permintaan konsumen akan bawang merah yang terus menerus meningkat, harus dilakukan usaha pengembangannya
2 antara lain memperhatikan faktor lingkungan, genetik, teknik budidaya yang
diterapkan, iklim mikro, dan keberadaan hama atau penyakit.
Salah satu langkah yang dilakukan oleh petani untuk meningkatkan produksi
tanaman bawang yaitu perlindungan tanaman atau pengendalian organisme pengganggu tanaman. Sebayang (2008) menyatakan bahwa di bidang pertanian,
gulma ialah setiap tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak diinginkan sehingga manusia berusaha untuk mengendalikannya. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara manual, mekanis, kultur teknis, kimia dan hayati.
Beberapa kerugian yang timbul akibat keberadaan gulma pada lahan pertanian
yaitu: (1) menurunkan hasil produksi, (2) menurunkan mutu hasil, (3) menjadi inang alternatif hama dan patogen, (4) mempersulit pengolahan tanah dan
mempertinggi biaya produksi, (5) menimbulkan zat beracun dari golongan fenol bagi tumbuhan yang lain, (6) mengurangi debit dan kualitas air (Triharso,1994).
Kehadiran gulma pada lahan budidaya memiliki pengaruh nyata dalam penurunan
hasil produksi. Penurunan produktivitas oleh gulma dapat mencapai 20-80% bila gulma tidak dikendalikan. Hal tersebut disebabkan terjadinya persaingan antara gulma dengan tanaman budidaya dalam memperoleh unsur hara, air, cahaya, CO2,
serta ruang tumbuh (Moenandir, 1993a). Menurut PT Tanindo Subur Prima
(2008), keberadaan gulma kini menjadi ancaman khusus yang perlu dikendalikan
sesegera mungkin. Selain menggunakan pengendalian secara fisik seperti mencabut langsung atau menggunakan alat khusus, kini tidak sedikit para petani yang mengambil jalan lebih sederhana yaitu menggunakan herbisida. Disamping
3 memberantas gulma. Bila ditinjau dari biaya maupun penggunaan tenaga tentu
saja penggunaan herbisida lebih murah, apalagi herbisida ini mampu mengendalikan gulma hingga ke akar-akarnya.
Pengendalian secara mekanis maupun kimia keduanya sama efektifnya, hanya
saja bila kita merujuk pada waktu dan efisiensinya, tentunya pengendalian secara kimia perlu diperhitungkan. Banyaknya jenis gulma menuntut petani untuk
menggunakan herbisida yang tepat untuk gulma sasaran. Berkaitan dengan itu, banyaknya jenis gulma ternyata berimplikasi pada berbagai jenis bahan aktif dari herbisida. Menurut Beste (1983), herbisida adalah bahan kimia yang digunakan
untuk mengontrol, menekan, atau membunuh tumbuhan atau sangat mengganggu proses pertumbuhan normal tumbuhan.
Aplikasi serentak dari bahan agrokimia yang sesuai memberikan keuntungan yang
meliputi pengurangan biaya produksi dalam bentuk penghematan waktu dan tenaga, pengurangan pemadatan tanah, spektrum organisme pengganggu yang dapat dikendalikan lebih besar dan pengaruhnya lebih lama, memperlambat
timbulnya gulma yang resisten terhadap herbisida, memperbaiki daya kontrol pada keadaan cuaca yang lebih bervariasi, mengurangi kemungkinan keracunan
pada tanaman budidaya karena komponen dosis campuran dipakai lebih rendah daripada bila bahan tersebut diaplikasi secara tunggal (Tjitrosemito dan Burhan, 1995). Menurut Alif (1977) dalam Setyobudi et al. (1995), pencampuran dua
jenis herbisida yang kompatibel, ditujukan untuk menghasilkan efek yang sinergis. Sedangkan pencampuran dua jenis herbisida yang tidak kompatibel akan
4
Pada penelitian ini herbisida yang digunakan adalah herbisida baru yang
diproduksi oleh PT BASF dengan kode BAS 94461H dengan bahan aktif piroksasulfon yang diaplikasi secara tunggal dan dikombinasi dengan herbisida berbahan aktif pendimethalin, sehingga diketahui daya kendali herbisida terhadap
pertumbuhan gulma, respons terhadap tanaman bawang, dan perubahan komposisi jenis gulma. Untuk mengetahui daya kendali herbisida piroksasulfon ini, penulis
melakukan salah satu pengujian terhadap piroksasulfon yaitu uji efikasi. Uji efikasi merupakan salah satu prosedur yang dilakukan untuk mendapatkan izin suatu pestisida layak dipasarkan. Dengan melakukan uji efikasi terhadap herbisida
piroksasulfon, dapat diketahui daya kendali herbisida tersebut terhadap gulma pada budidaya bawang, pengaruh bagi tanaman bawang, serta dosis dan jenis
aplikasi (tunggal atau campuran) piroksasulfon yang tepat sehingga piroksasulfon dapat digunakan untuk mengendalikan gulma sasaran pada budidaya bawang, dan mencegah bahaya keracunan.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat disusun
perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana daya kendali piroksasulfon yang diaplikasikan secara tunggal dan
dikombinasi dengan herbisida pendimethalin terhadap pertumbuhan gulma pada budidaya tanaman bawang?
2. Apakah terjadi perubahan komposisi jenis gulma setelah aplikasi
5 3. Bagaimana respons tanaman bawang terhadap piroksasulfon yang diaplikasi
secara tunggal maupun dikombinasi dengan herbisida pendimethalin?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah disusun tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Mengetahui daya kendali piroksasulfon yang diaplikasikan secara tunggal
dan dikombinasi dengan herbisida pendimethalin terhadap pertumbuhan gulma pada budidaya tanaman bawang.
2. Mengetahui perubahan komposisi jenis gulma setelah aplikasi piroksasulfon yang diaplikasi secara tunggal maupun dikombinasi dengan
herbisida pendimethalin.
3. Mengetahui respons tanaman bawang terhadap piroksasulfon yang diaplikasi secara tunggal maupun dikombinasi dengan herbisida
pendimethalin.
1.3 Landasan Teori
Dalam rangka menyusun penjelasan teoritis terhadap pertanyaan yang telah dikemukakan, penulis menggunakan landasan teoritis sebagai berikut: Gulma
merupakan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang tidak akan pernah hilang dari pandangan petani, penyuluh, peneliti, dan pengambil kebijakan karena keberadaannya lebih banyak merugikan daripada memberikan keuntungan. Oleh
6 Menurut Djojosumarto (2008), gangguan pada tanaman bisa disebabkan oleh
faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik diantaranya keadaan tanah, air, keadaan udara, dan faktor iklim. Gangguan ini dapat diatasi dengan tindakan pengoreksian.
Sementara itu, faktor biotik yang menyebabkan gangguan pada tanaman disebut dengan istilah organisme pengganggu tanaman (OPT). Dalam pengertian sehari-hari, OPT dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: hama, penyakit, dan gulma
(tumbuhan pengganggu).
Menurut Sebayang (2008), di bidang pertanian, gulma dapat merugikan pertumbuhan dan hasil tanaman karena bersaing dalam memperoleh unsur hara,
air, cahaya dan sarana tumbuh lainnya. Selain itu gulma dapat juga dimanfaatkan sebagai penyedia bahan organik, sebagai bahan penutup tanah untuk mencegah
erosi dan bahan obat tradisional. Persaingan antara gulma dan tanaman dipengaruhi oleh jenis dan kepadatan gulma, kultur teknik, jenis tanaman, pemupukan, faktor tanah dan iklim.
Ciri gulma berbahaya antara lain: memiliki pertumbuhan vegetatif yang cepat,
memperbanyak diri lebih awal dan efisien, memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dan beradaptasi pada kondisi lingkungan yang kurang baik, memiliki sifat
dormansi, dapat menurunkan produksi meskipun pada populasi gulma yang rendah.
Metode yang umumnya sering digunakan dalam pengendalian gulma adalah
pengendalian secara kimiawi, yaitu menggunakan herbisida. Herbisida adalah bahan kimia yang dapat menghentikan pertumbuhan gulma sementara atau
7 kadar racun bahan kimia suatu herbisida menentukan arti daripada herbisida itu
sendiri (Moenandir, 1990).
Menurut Sembodo (2010), herbisida digunakan untuk mengendalikan gulma
karena dapat mengendalikan gulma sejak dini; efisien dalam waktu, tenaga kerja, dan biaya; dapat mengendalikan gulma yang sulit dikendalikan dengan cara lain; dan mencegah erosi serta mendukung konsep olah tanah konvensional (OTK).
Kekurangan dalam penggunaan herbisida adalah perlu kecakapan khusus (teknik aplikasi, pemilihan jenis herbisida, penentuan dosis, penanganan herbisida, dan
keamanan), investasi alat aplikasi, dan kelestarian serta kualitas lingkungan. Keberhasilan aplikasi herbisida ditentukan oleh banyak hal, antara lain gulma sasaran, herbisida yang digunakan, dan cara pengaplikasiannya. Syarat
pengaplikasian herbisida yang baik dirangkum dalam 4 tepat, yaitu tepat jenis, tepat cara, tepat dosis, dan tepat waktu.
Menurut Radonsevich dan Holt (1984) dalam Lubis (2002), beberapa kelemahan yang timbul akibat pemakaian herbisida tunggal adalah:
(1) Hanya mampu mengendalikan gulma dari golongan tertentu.
(2) Pemakaian satu jenis herbisida secara terus-menerus akan membentuk gulma-gulma yang resisten sehingga akan sulit untuk mengendalikannya.
(3) Timbulnya resistensi gulma akan menambah permasalahan pengelolaan gulma seperti menambah biaya pengendalian dan timbulnya persaingan yang
8 Pada dasarnya tidak ada jenis herbisida yang dapat memberantas semua jenis
gulma, maka untuk memperluas spektrum pengendalian gulma dapat dilakukan dengan mencampur suatu jenis herbisida dengan herbisida lain atau diberi
tambahan adjuvan (Setyobudi et al., 1995). Umumnya gulma sasaran dari suatu herbisida hanya beberapa spesies gulma saja, sedangkan di lahan dijumpai keragaman spesies gulma dari berbagai golongan. Oleh karena itu, beberapa
formulasi herbisida mengandung lebih dari satu macam bahan aktif untuk memperluas jangakauan sasaran gulma.
Dari pencampuran dua herbisida diharapkan akan terjadi sifat sinergis yang
mampu memberikan daya pengendalian lebih besar dibandingkan dengan komponen herbisida tunggalnya.
Piroksasulfon merupakan herbisida yang relatif baru. Herbisida ini masih harus
diuji lebih lanjut untuk mengetahui jenis dan sasaran gulma yang dapat dikendalikan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan pengujian efikasi. Piroksasulfon diaplikasi secara tunggal pada beberapa dosis dan dikombinasikan
dengan herbisida pendimethalin, sehingga diketahui respons dan daya kendali herbisida yang diujikan serta perubahan komposisi gulma.
1.4 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, maka disusunlah kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap perumusan masalah.
9 Fungsi esensial pada bawang merah menunjukan jumlah penggunaan pada tiap
masakan yang memerlukan penyedap sayuran ini.
Kebutuhan akan bawang merah akan terus meningkat seiring bertambahnya
penduduk dan daya beli masyarakat. Untuk mencukupi permintaan masyarakat yang terus meningkat, diperlukan upaya-upaya peningkatan produksi tanaman bawang merah dan peningkatan kualitas produksi. Salah satu faktor yang dapat
meningkatkan produksi bawang merah adalah teknik budidaya yang baik. Dalam melaksanakan teknik budidaya itu, salah satu factor penghambat adalah kehadiran
gulma. Kehadiran gulma dapat menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman karena gulma memiliki keperluan dasar yang sama dengan tanaman seperti unsur hara, mineral, air, CO2, cahaya, dan ruang tumbuh.
Kompetisi antara tanaman dan gulma dapat mengurangi hasil dan mutu tanaman.
Gulma yang tumbuh di areal budidaya tanaman akan bersaing dengan tanaman
untuk mendapatkan unsur hara sehingga tanaman tidak mendapatkan unsur hara yang cukup. Pengelolaan gulma yang baik akan sangat membantu dalam upaya meningkatkan hasil dan mutu tanaman.
Kegiatan pengendalian gulma meliputi pengendalian gulma secara manual (mekanis), kultur teknis, hayati, kimiawi, dan terpadu. Setiap pengendalian gulma
memiliki kelebihan dan kekurangan, tergantung dari kondisi lahan, sifat tanaman, sifat gulma, dampak pada lingkungan, faktor eksternal, dan lain-lain. Pengendalian yang banyak dilakukan pada saat ini yaitu dengan cara kimiawi
10 penggunaan herbisida dalam kegiatan pengendalian gulma secara kimiawi
bukanlah hal yang baru bagi petani karena secara ekonomi beberapa herbisida lebih murah daripada upah tenaga kerja, lebih efisien waktu dan tenaga, mudah,
dan lebih praktis.
Umumnya, herbisida terdaftar merupakan herbisida yang terdiri dari satu bahan aktif saja dan beberapa diformulasikan dengan dua atau lebih bahan aktif.
Penggunaan salah satu jenis herbisida secara terus-menerus dapat menyebabkan gulma menjadi resisten. Oleh karena itu dilakukan kombinasi dua jenis herbisida
untuk memperoleh daya kendali terhadap gulma yang lebih baik dan lebih lama menekan pertumbuhan gulma.
Piroksasulfon merupakan herbisida baru yang harus diuji efikasi terlebih dahulu
agar diketahui daya kendalinya, gulma sasaran, pengaruh herbisida terhadap tanaman, dosis yang tepat dan jenis aplikasinya (tunggal atau kombinasi), dan
diharapkan tidak berpengaruh buruk bagi lingkungan dan tanaman. Pada penelitian ini diterapkan dua jenis aplikasi yaitu secara tunggal dan kombinasi, herbisida piroksasulfon diaplikasi secara tunggal pada beberapa taraf dosis dan
dikombinasi dengan herbisida herbisida pendimethalin.
Adanya kombinasi dua jenis herbisida akan menyebabkan terjadinya interaksi, yaitu sinergisme, antagonisme, dan aditif. Dengan adanya kombinasi, maka dapat
diketahui daya kendali masing-masing herbisida yang diujikan terhadap kondisi dan pertumbuhan gulma, respons terhadap tanaman bawang, dan perubahan
11 yang terbaik. Diusahakan tidak ada persaingan dengan gulma dan tidak teracuni
dengan herbisida dan petak kontrol (untuk gulma) untuk menciptakan kondisi gulma yang terbaik (pertumbuhan gulma tidak terganggu).
Piroksasulfon adalah herbisida yang dikeluarkan oleh PT. BAS. Piroksasulfon
adalah bahan aktif yang termasuk dalam kelompok kimia pirazol dan oksazol. Pola kerjanya dalam tumbuhan sebagai penghambat sulfonilioksazon ALS
(asetolasetat sintase) (Kurtz et al., 2009).
Pengujian pada piroksasulfon diperlukan untuk melihat hasil daya efikasinya terhadap gulma maupun tanaman bawang. Hasil tersebut nantinya dapat menjadi
suatu rekomendasi yang diharapkan dapat membantu untuk mengatasi masalah gulma pada budidaya bawang merah.
1.5Hipotesis
Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukan diajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Piroksasulfon yang diaplikasikan secara tunggal maupun yang dikombinasi dengan herbisida pendimethalin dapat mengendalikan gulma pada budidaya tanaman bawang.
2. Terjadi perubahan komposisi jenis gulma setelah aplikasi piroksasulfon baik secara tunggal maupun dikombinasi dengan herbisida pendimethalin
12 3. Pertumbuhan dan produksi tanaman bawang tidak terpengaruh akibat
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Kombinasi piroksasulfon dosis 60 g/ha dengan pendimethalin 910 g/ha efektif
dalam mengendalikan gulma pada pertanaman bawang merah. Piroksasulfon tunggal dan kombinasinya dengan pendimethalin mampu mengendalikan gulma dominan Ottochloa nodosa.
2. Terdapat perubahan komposisi jenis gulma akibat aplikasi piroksasulfon tunggal dan kombinasinya dengan pendimethalin.
3. Semua taraf dosis piroksasulfon tunggal dan kombinasi yang diaplikasikan
menunjukkan gejala keracunan sedang terhadap tanaman bawang merah awal-awal setelah pengaplikasian, namun 4 minggu setelah aplikasi tanaman sudah
51 5.2 Saran
Hasil penelitian menunjukkan piroksasulfon tunggal dan kombinasi tidak mampu mengendalikan gulma Mimosa invisa. Sehingga diperlukan penelitian lanjutan pada lahan pertanaman bawang merah menggunakan herbisida piroksasulfon dan