• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keefektivan Herbisida Pendimethalin untuk Pengendalian Gulma pada Budidaya Tanaman Bawang Merah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keefektivan Herbisida Pendimethalin untuk Pengendalian Gulma pada Budidaya Tanaman Bawang Merah"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

KEEFEKTIVAN HERBISIDA PENDIMETHALIN

UNTUK PENGENDALIAN GULMA PADA BUDIDAYA

TANAMAN BAWANG MERAH

INTAN PUTRI ROLENZAH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keefektivan Herbisida Pendimethalin untuk Pengendalian Gulma pada Budidaya Tanaman Bawang Merah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013

Intan Putri Rolenzah

(4)

ABSTRAK

INTAN PUTRI ROLENZAH. Keefektivan Herbisida Pendimethalin untuk Pengendalian Gulma pada Budidaya Tanaman Bawang Merah. Dibimbing oleh SOFYAN ZAMAN dan DWI GUNTORO.

Salah satu komponen biaya yang besar proporsinya dalam produksi tanaman bawang merah adalah pengendalian gulma secara manual. Aplikasi herbisida pratumbuh diharapkan dapat mengurangi kompetisi gulma dan mengurangi biaya pengendalian gulma. Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari keefektivan herbisida pendimethalin untuk mengendalikan gulma pada pertanaman bawang merah. Penelitian dilaksanakan di Brebes, Jawa Tengah dari bulan Desember 2012 hingga Januari 2013. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok dengan satu faktor perlakuan dan empat ulangan. Percobaan terdiri atas delapan perlakuan yaitu : tanpa penyiangan, pendimethalin 495 g a.i. ha-1, pendimethalin 660 g a.i. ha-1, pendimethalin 825 g

a.i. ha-1, pendimethalin 990 g a.i. ha-1, oxyfluorfen 480 g a.i. ha-1, pendimethalin 330 g a.i. ha-1 + oxyfluorfen 240 g a.i. ha-1, dan penyiangan manual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi herbisida pendimethalin pada dosis 495 g

a.i. ha-1 hingga 990 g a.i. ha-1 dapat mengendalikan gulma spesies Alternanthera philoxeroides and Echinochloa colona, tetapi tidak dapat mengendalikan

Commelina beghalensis and Cyperus rotundus. Aplikasi herbisida pendimethalin pada semua dosis yang diuji tidak menyebabkan gejala fitotoksisistas pada tanaman bawang merah.

Kata kunci : bawang merah, dosis, gulma dominan, herbisida pendimethalin

ABSTRACT

INTAN PUTRI ROLENZAH. Effectiveness of Pendimethalin Herbicide to Control Some Weeds on Shallot Production. Supervised by SOFYAN ZAMAN and DWI GUNTORO.

One of the greatest expenses on shallot production is manual weed control. Preemergence herbicide can reduce weed and reduce expenses for weeding. The objective of the research was to study the effectiveness of pendimethalin herbicide to control some weeds on shallot production. The research was conducted in Brebes, Central Java, from December 2012 to January 2013. The research was arranged in randomized complete block design with four replications. The research consisted of eight treatments i.e. no weeding, pendimethalin 495 g a.i. ha-1, pendimethalin 660 g a.i. ha-1, pendimethalin 825 g a.i. ha-1, pendimethalin 990 g a.i. ha-1, oxyfluorfen 480 g a.i. ha-1, pendimethalin 330 g a.i. ha-1 + oxyfluorfen 240 g a.i. ha-1, and manual weeding. The results showed that pendimethalin application at 495 g a.i. ha-1 to 990 g a.i. ha-1 could control

Alternanthera philoxeroides and Echinochloa colona,but not significant on

Commelina benghalensis and Cyperus rotundus. Application pendimethalin herbicide did not cause fitotoxicity effect on growth of shallot.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

KEEFEKTIVAN HERBISIDA PENDIMETHALIN

UNTUK PENGENDALIAN GULMA PADA BUDIDAYA

TANAMAN BAWANG MERAH

INTAN PUTRI ROLENZAH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Keefektivan Herbisida Pendimethalin untuk Pengendalian Gulma pada Budidaya Tanaman Bawang Merah

Nama : Intan Putri Rolenzah NIM : A24090096

Disetujui oleh

Ir Sofyan Zaman, MP Pembimbing I

Dr Dwi Guntoro, SP., MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc.Agr Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini yang berjudul “Keefektivan Herbisida Pendimethalin untuk Pengendalian Gulma pada Budidaya Tanaman

Bawang Merah” berhasil diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir Sofyan Zaman, MP selaku pembimbing I dan Dr Dwi Guntoro, SP, MSi selaku pembimbing II yang telah banyak memberi saran dan bimbingan selama penelitian. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Ir Adolf Pieter Lontoh, MS sebagai penguji skripsi atas masukan dan saran perbaikannya dan Prof Dr Ir Memen Surahman, MS selaku pembimbing akademik. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2013

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Botani Tanaman Bawang Merah 2

Morfologi Tanaman Bawang Merah 3

Ekologi Bawang Merah 4

Gulma pada Tanaman Bawang Merah 4

Herbisida Pendimethalin 5

BAHAN DAN METODE 6

Waktu dan Tempat 6

Bahan dan Alat 6

Metode Penelitian 6

Pelaksanaan 6

Pengamatan 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Gulma Dominan 7

Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Bawang Merah 10

Produksi Tanaman Bawang Merah 11

Produktivitas Bawang Merah 13

Fitotoksisitas pada Tanaman Bawang Merah 14

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 17

(12)

DAFTAR TABEL

1. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot kering biomassa gulma A. philoxeroides (Mart.) Griseb dan E. colona (L.) Link 9 2. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot kering biomassa

gulma spesies C. benghalensis L. dan C. rotundus L. 10 3. Tinggi tanaman dan jumlah daun bawang merah pada perlakuan

herbisida pendimethalin pada saat tanaman berumur 6 MST 10 4. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap umbi bawang merah per

rumpun 11

5. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot kering umbi bawang

merah 12

6. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot kering tajuk bawang

merah 12

7. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot biomassa total (tajuk

+ umbi) tanaman bawang merah 13

8. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot umbi basah dan bobot

umbi kering bawang merah 13

9. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap fitotoksisitas pada tanaman

bawang merah 14

DAFTAR GAMBAR

1. Struktur kimia pendimethalin 5

2. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot kering biomassa

gulma total 8

DAFTAR LAMPIRAN

1. Denah percobaan 18

2. Kondisi pertanaman bawang merah pada perlakuan herbisida

pendimethalin 19

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi ditinjau dari sisi pemenuhan konsumsi nasional, sumber penghasilan petani, maupun potensinya sebagai penghasil devisa negara (Suryana 2005). Bawang merah dikembangkan di beberapa sentra bawang merah di Indonesia yang tersebar di beberapa provinsi baik di Jawa maupun luar Jawa, antara lain : Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Jogjakarta, Nusa Tenggara Barat, Bali, Sulawesi Tengah, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Bawang merah secara terus-menerus dibutuhkan oleh konsumen rumah tangga sebagai pelengkap bumbu masak sehari-hari, sebagai obat tradisional, bahan baku farmasi dan kosmetika.

Kebutuhan bawang merah cenderung meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia. Tingkat konsumsi bawang merah penduduk Indonesia per kapita per tahun mencapai 4.56 kg atau 0.38 kg per kapita per bulan (Susenas 2011). Namun, peningkatan kebutuhan ini tidak selalu diikuti dengan peningkatan produksi bawang merah dalam negeri. Perkembangan produksi bawang merah tahun 2011 sebesar 893 124 ribu ton, dengan luas panen sebesar 93 667 ribu ha, dan rata-rata produktivitas sebesar 9.45 ton ha-1. Produksi tersebut mengalami penurunan sebesar 155 810 ton (14.85%) bila dibandingkan dengan produksi tahun 2010 yang disebabkan oleh penurunan produktivitas sebesar 0.03 ton ha-1 (0.31%) dan penurunan luas panen seluas 15 967 ribu ha (14.56%) (BPS 2012).

Salah satu faktor utama yang menyebabkan kehilangan hasil dan menurunkan produktivitas tanaman bawang merah adalah gulma. Kehilangan hasil bawang merah akibat gulma mencapai 40-80% (Verma dan Singh 1997). Metode pengendalian gulma pada tanaman bawang merah biasa dilakukan secara manual. Namun demikian, pengendalian gulma secara manual ini membutuhkan tenaga kerja yang banyak, mahal, dan tidak efisien. Pada masa yang akan datang, pengendalian gulma pada tanaman bawang menjadi sangat mahal karena peningkatan upah tenaga kerja dan ketersediaan tenaga kerja semakin berkurang. Oleh karena itu, pengendalian gulma menggunakan herbisida merupakan alternatif pilihan yang paling efisien.

Salah satu herbisida yang dapat digunakan untuk pengendalian gulma pada budidaya tanaman bawang merah adalah herbisida berbahan aktif pendimethalin. Pendimethalin merupakan herbisida grup dinitroanilin, selektif, dan pratumbuh

(preemergence) yang digunakan secara luas untuk mengendalikan gulma

golongan rumput dan gulma berdaun lebar. Pendimethalin bekerja mengganggu pembelahan mitosis dengan menghambat produksi protein mikrotubule (Shaner 2012).

(14)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui keefektivan herbisida berbahan aktif pendimethalin dalam pengendalian gulma pada tanaman bawang merah.

Hipotesis

1. Herbisida berbahan aktif pendimethalin dapat mengendalikan gulma pada budidaya bawang merah

2. Pengendalian gulma menggunakan herbisida berbahan aktif pendimethalin dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Bawang Merah

Klasifikasi bawang merah berdasarkan taksonominya menurut Fritsch dan Friesen (2002) adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Spesies Allium cepa terbagi ke dalam dua kelompok yaitu Common Onion

(termasuk di dalamnya : Allium cepa var. cepa; Allium cepa L. ssp. cepa dan ssp. australe Trofim) dan Aggregatum Group (termasuk di dalamnya Allium ascalonicum auct non Strand; Allium cepa ssp. orientale Kazak; Allium cepa var.

ascalonicum Baker) (Brewster 1994). Bawang merah dinamakan Allium cepa var.

aggregatumgroup yang berada dalam spesies yang sama dengan bawang bombay

karena kemampuannya untuk disilangkan dengan bawang bombay dan menghasilkan anakan yang fertil (Brewster 1994; Rabinowitch dan Kamenetsky 2002). Umbi dari Aggregatum lebih kecil dibandingkan dengan Common Onion

karena umbinya terbagi dengan cepat dan membentuk cabang/lateral, kemudian membentuk kelompok umbi. Grup Aggregatum biasanya diperbanyak secara vegetatif (Brewster 1994).

(15)

3 Morfologi Tanaman Bawang Merah

Bawang merah merupakan tanaman terna rendah yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak panjang dan tidak terlalu dalam tertanam di tanah. Tanaman bawang merah ini termasuk tanaman yang tidak tahan kekeringan (Wibowo 1999).

Morfologi bawang merah terdiri atas akar, batang, daun, bunga, buah, biji, dan umbi lapis. Bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar pada kedalaman antara 15 – 30 cm di dalam tanah.

Bawang merah memiliki batang sejati yang disebut discus yang bentuknya seperti cakram tipis dan pendek sebagai tempat melekatnya perakaran dan mata tunas (titik tumbuh). Discus bagian atas membentuk batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun. Pangkal daun bersatu membentuk batang semu. Batang semu yang berada di dalam tanah akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi umbi lapis atau bulbus (Sumarni, et al. 2005).

Pembentukan umbi pada bawang merah dapat tejadi sebagai respon terhadap suhu yang tinggi, fotoperiodisme yang berlangsung lama dan rasio cahaya Red (R)/Far Red (FR) yang rendah (Brewster 1994), serta adanya perbedaan kultivar yang dapat dibedakan dari panjang hari minimal yang dibutuhkan untuk menginduksi setiap kultivar dalam membentuk umbi (Rabinowitch dan Kamenetsky 2002).

Proses pembentukan umbi pada bawang merah berlangsung serupa seperti yang terjadi pada bawang bombay. Namun pada bawang merah, bagian basal plate akan menghasilkan tunas lateral yang akan menjadi individu umbi yang baru. Proses pembentukan umbi bawang dimulai dari penebalan pada leher tanaman dan pembengkakan pada daun pelepah pertama. Penebalan ini terjadi karena adanya perluasan sel dan tidak melibatkan pembelahan sel. Ketika daun pelepah mulai gugur, daun pipa mengalami senescense, sementara daun-daun baru mulai bermunculan hingga akhirnya mengering dan digantikan daun pelepah dan daun pipa yang baru (Brewster 1994).

Umbi mulai membengkak ketika bobot maksimum tanaman tercapai. Pada tahap ini, saat umbi mulai membengkak dan daun-daun mengering dalam waktu yang cepat, kulit terluar yang kering pada umbi mulai terbentuk. Pematangan umbi tercapai setelah jaringan leher tanaman mulai melunak dan kehilangan turgiditasnya, akibatnya tanaman rebah dan umbi mencapai ukuran maksimal (Brewster 1994).

Umbi Alliummempunyai kulit yang ’membranous’, serta memiliki variasi

dalam bentuk, ukuran dan warna. Bentuk umbi lapis bawang merah sangat bervariasi, ada yang bulat sampai pipih, sedangkan ukuran umbi meliputi besar, sedang, dan kecil. Bunganya berwarna putih, berbentuk seperti bintang dengan tepal yang menyebar (Rabinowitch dan Brewster 1990).

(16)

4

cendawan dan juga menunjukan aktivitas anti kanker dan sifat anti koagulan (Rubatzky dan Yamaguchi 1998).

Pada setiap 100 gram, bawang merah mengandung air 88 g, protein 1.5 g, lemak 0.3 g, karbohidat 9 g, serat 0.7 g, Ca 36 mg, P 40 mg, Fe 0.8 mg, vitamin A 5 IU, vitamin B1 0.03 mg, dan vitamin C 2 mg. Nilai energi yang dikandung adalah 160 kJ/100 g (Permadi dan Meer 1994).

Ekologi Bawang Merah

Tanaman bawang merah memiliki daya adaptasi luas karena dapat tumbuh mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi (1000 m di atas permukaan laut). Ketinggian tempat ideal untuk budidaya tanaman bawang merah antara 0 – 800 m dpl. Namun pada dataran tinggi, tanaman bawang merah akan berumur lebih panjang dan hasil umbinya lebih rendah daripada di dataran rendah (Suwandi dan Hilman 1997).

Tanaman bawang merah dapat diusahakan pada lahan bekas sawah maupun di tanah darat atau lahan kering seperti tegalan, kebun, dan pekarangan. Jenis tanah yang paling baik adalah lempung berpasir atau lempung berdebu. Derajat keasaman (pH) tanah antara 5.5 – 6.5. Drainase dan aerasi dalam tanah berjalan baik (Suwandi dan Hilman 1997).

Tanaman bawang merah termasuk tanaman hari panjang, menyukai tempat yang terbuka dan cukup mendapat sinar matahari (70%) terutama bila lamanya penyinaran lebih dari 12 jam (Sumarni dan Rosliani 1997). Untuk dapat tumbuh dengan baik, tanaman bawang merah memerlukan kondisi lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut Grubben (1990) dalam

Rosliani et al. (2005), suhu udara yang cocok untuk pertumbuhan bawang merah yaitu antara 20-30 ºC dengan curah hujan 100-200 mm/bulan. Tiupan angin sepoi-sepoi berpengaruh baik terhadap laju fotosintesis dan hasil umbi akan tinggi.

Gulma pada Tanaman Bawang Merah

Gulma menimbulkan kerugian secara perlahan selama gulma tersebut hidup berinteraksi bersama dengan tanaman. Kerugian akibat gulma dapat terjadi melalui proses persaingan antara gulma dan tanaman dalam memperoleh sarana tumbuh dan melalui proses allelopati (Sembodo 2010). Gulma dapat menurunkan mutu hasil akibat kontaminasi dengan bagian-bagian gulma, mengeluarkan senyawa allelopati yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, menjadi bagi hama dan pathogen yang menyerang tanaman, mengganggu tata guna air, meningkatkan biaya usahatani, serta menurunkan produksi (Sukman dan Yakup 2002).

(17)

5 Herbisida Pendimethalin

Pendimethalin merupakan padatan kristal berwarna jingga kekuningan dengan titik leleh 54-58 °C. Padatan ini larut dalam hidrokarbon diklorinasi dan pelarut aromatik seperti metilen klorida, aseton, dan xilena, tetapi hanya larut dalam air pada <0.5 ppm dengan suhu 20 °C. Pendimethalin stabil dalam kondisi asam dan basa. Nama kimia pendimethalin adalah N-(1-ethylpropyl)-3,4-dimethyl-2,6-dinitrobenzenamine dengan struktur kimia sebagai berikut.

Gambar 1. Struktur kimia pendimethalin (Ashton dan Thomas 1991)

Herbisida pendimethalin termasuk dalam golongan herbisida dinitroanilin. Herbisida tersebut akan aktif bila diaplikasikan ke tanah sebelum gulma tumbuh atau berkecambah. Pola kerja herbisida dinitroanilin adalah sebagai racun mitotik yang menghambat perkembangan akar dan tajuk gulma yang baru berkecambah (Sembodo 2010).

Pendimethalin adalah herbisida yang digunakan secara luas untuk mengendalikan gulma terutama gulma golongan rumput-rumputan semusim dan beberapa gulma golongan berdaun lebar pada tanaman budidaya seperti pada tanaman padi, kacang tanah, kedelai, kubis, bawang putih, bawang merah, tomat, dan tembakau. Walker and Bond (1977) mendapatkan bahwa waktu paruh pendimethalin pada tanah pasir dengan kelembaban 75% kapasitas lapang adalah 98 hari pada suhu 30 ºC pada tanah pasir dan 409 hari pada suhu 10 ºC. Waktu paruh pendimethalin pada tanah lempung berpasir yang diberi perlakuan 1.5 kg a.i

ha-1 pada tanaman gandum berkisar antara 58-63 hari.

(18)

6

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Percobaan ini akan dilaksanakan di Brebes, Jawa Tengah. Percobaan ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2012 sampai Januari 2013

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain : umbi bawang merah varietas Bima Curut, pupuk urea, NPK, SP-18, Zeolit, Grower, Hidrokarate, KAMAS, DAP, KCl, dan pestisida. Herbisida yang digunakan adalah pendimethalin 330 g/l dalam Prowl 330 EC. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain : alat budidaya, alat semprot punggung tipe solo,

nozzle biru, neraca analitik, dan oven.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor perlakuan dan empat ulangan. Percobaan terdiri atas delapan perlakuan pengendalian gulma yaitu tanpa pengendalian gulma (P0), pendimethalin 495 g a.i. ha-1 (P1), pendimethalin 660 g a.i. ha-1 (P2), pendimethalin 825 g a.i. ha-1 (P3), pendimethalin 990 g a.i. ha-1 (P4), oxyfluorfen 480 g a.i. ha-1 (P5), pendimethalin 330 g a.i. ha-1 + oxyfluorfen 240 g a.i. ha-1 (P6), dan penyiangan manual (P7). Satuan percobaan berupa petak bedengan berukuran 1.5 m x 10 m. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam (Uji F) pada taraf 5% dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT).

Model statistik untuk rancangan RKLT dengan faktor tunggal adalah sebagai berikut :

dengan: i = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan j = 1, 2, 3, 4

Yij : Respon tanaman terhadap perlakuan-i dan ulangan ke-j µ : Nilai tengah

αi : Perlakuan ke-i

βj : Pengaruh ulangan ke-j

εijk : Galat percobaan.

Pelaksanaan

Persiapan lahan diawali pembuatan bedengan dan pengolahan tanah bedengan. Tanah bedengan dihaluskan dengan menggunakan cangkul. Jarak antara bedengan berupa parit dengan kedalaman 60 cm dan lebar 50 cm. Penanaman bawang merah dilakukan pada saat satu minggu setelah persiapan lahan dengan jarak tanam 15 cm x 10 cm. Setiap lubang ditanam sebanyak satu umbi bawang merah. Penyemprotan herbisida dilakukan pada saat 3 hari setelah tanam (HST) dengan alat semprot punggung tipe solo dan menggunakan nozzle

(19)

7 335 kg NPK ha-1, 200 kg SP-18 ha-1, 135 kg Urea ha-1, dan 200 kg Zeolit ha-1. Pemupukan kedua dilakukan pada saat tanaman bawang merah berumur 14 HST dengan dosis 335 kg Grower ha-1, 335 kg Hidrokarate ha-1, dan 200 kg Zeolit ha-1. Pemupukan ketiga dilakukan pada saat tanaman bawang merah berumur 21 HST dengan dosis 260 kg KAMAS ha-1, 260 kg DAP ha-1, dan 260 kg KCl ha-1, dan 260 kg Zeolit ha-1. Perlakuan penyiangan manual dilakukan pada saat 2 minggu setelah aplikasi (MSA), 4 MSA, dan 6 MSA. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan pestisida setiap 3 hari sekali. Panen dilakukan pada saat tanaman berumur 45 HST.

Pengamatan

Peubah yang diamati antara lain bobot kering biomassa gulma total dan gulma per spesies, tinggi tanaman, jumlah daun, bobot kering biomassa bawang merah, fitotoksisitas, dan bobot segar serta bobot kering umbi ubinan (1.0 m x 0.75 m). Bobot kering gulma diamati dengan metode kuadrat. Setiap petak diambil dua contoh kuadrat berukuran 0.5 m x 0.5 m secara purposive sampling. Gulma yang masih segar setelah aplikasi herbisida diambil dengan cara dipotong tepat permukaan tanah, dipisahkan berdasarkan spesies, dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC selama 24 jam, selanjutnya ditimbang dengan neraca analitik. Fitotoksisitas diamati pada saat 1, 2, dan 3 minggu setelah aplikasi herbisida dengan cara skoring. Skoring fitotoksisitas sebagai berikut :

0 = tidak ada keracunan, 0-5 % bentuk daun atau warna daun dan atau pertumbuhan tanaman tidak normal;

1 = keracunan ringan, > 5-20 % bentuk daun atau warna daun dan atau pertumbuhan tanaman tidak normal;

2 = keracunan sedang, > 20-50 % bentuk daun atau warna daun dan atau pertumbuhan tanaman tidak normal;

3 = keracunan berat, > 50-75 % bentuk daun atau warna daun dan atau pertumbuhan tanaman tidak normal;

4 = keracunan sangat berat, > 75 % bentuk daun atau warna daun dan atau pertumbuhan tanaman tidak normal sampai tanaman mati.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gulma Dominan Bobot Kering Gulma Total

(20)

8

oxyfluorfen 480 g a.i. ha-1 dan campuran pendimethalin 330 g a.i. ha-1 + oxyfluorfen 240 g a.i. ha-1 serta dibandingkan terhadap perlakuan penyiangan manual (Gambar 1). Menurut Shaner (2012) pendimethalin merupakan herbisida grup dinitroanilin, selektif, preemergence yang efektif mengendalikan gulma golongan rumput dan gulma berdaun lebar dengan mengganggu pembelahan mitosis dengan menghambat produksi protein mikrotubule (tubulin).

(P0) tanpa pengendalian gulma (P1) pendimethalin 495 g a.i. ha-1 (P2) pendimethalin 660 g a.i. ha-1 (P3) pendimethalin 825 g a.i. ha-1 (P4) pendimethalin 990 g a.i. ha-1 (P5) oxyfluorfen 480 g a.i. ha-1 (P6) pendimethalin 330 g a.i. ha-1 + oxyfluorfen 240 g a.i. ha-1

(P7) Penyiangan manual

Gambar 2. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot kering biomassa gulma total

Bobot Kering Biomassa Alternanthera philoxeroides (Mart.) Griseb dan

Echinochloa colona (L.) Link

Gulma spesies A. philoxeroides (Mart.) Griseb (aligatorweed) merupakan gulma golongan berdaun lebar (broadleaf), perenial, dikotil, famili

Amaranthaceae yang toleran terhadap kondisi anaerob. Gulma E. colona (L.) Link (junglerice) merupakan gulma golongan rumput (grasses), annual, monokotil, famili poacea, dan tidak toleran terhadap kondisi anaerob (USDA 2013; Bryson et. al. 2011).

Aplikasi herbisida pendimethalin mulai dosis 495 g a.i. ha-1 hingga 990 g a.i.

ha-1 dapat mengendalikan gulma A. philoxeroides (Mart.) Griseb dan E. colona

(L.) Link yang ditunjukkan dengan bobot kering gulma spesies A. philoxeroides

(Mart.) Griseb dan E. colona (L.) Link yang nyata lebih rendah dibandingkan terhadap kontrol pada pengamatan 4 MSA dan 6 MSA. Aplikasi herbisida pendimethalin mulai dosis 495 g a.i. ha-1 hingga 990 g a.i. ha-1 menunjukkan hasil pengendalian terhadap gulma spesies A. philoxeroides (Mart.) Griseb dan E. colona (L.) Link yang tidak berbeda nyata dibandingkan terhadap penyiangan manual yang ditunjukkan dengan bobot kering gulma spesies A. philoxeroides

(21)

9 Tabel 1. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot kering

biomassa gulma A. philoxeroides (Mart.) Griseb dan E. colona

(L.) Link

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%.

Bobot Kering Biomassa Commelina benghalensis L. dan Cyperus rotundus L. Gulma spesies C. benghalensis L. (tropical spiderwort) merupakan gulma golongan berdaun lebar (broadleaf), famili Commelinaceae, monokotil, dan

perenial (tropis), annual (temperate) (Webster et al. 2005). Gulma ini tumbuh dari biji di dalam tanah dengan produksi biji mencapai 8000 – 12 000 biji/m2 (Walker dan Evenson, 1985).

Gulma spesies C. rotundus L. (purple nutsedge) merupakan gulma golongan teki (sedges), monokotil, perenial dengan sistem umbi yang ekstensif (USDA, 2013; Singh Pandey dan Singh, 2009). Gulma ini menjadi spesies invasif di lebih dari 90 negara karena distribusi dan pengaruhnya terhadap tanaman. Jaringan bawah tanah yang kompleks mulai dari umbi, akar dan rimpang menjadikan gulma ini mampu bertahan hidup dan bereproduksi dalam kondisi buruk. Gulma ini mampu beradaptasi terhadap suhu tinggi, radiasi matahari dan kelembaban (ISSG, 2013).

Aplikasi herbisida Pendimethalin mulai dosis 495 g a.i. ha-1 hingga 990 g

(22)

10

Tabel 2. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot kering biomassa gulma spesies C. benghalensis L. dan C. rotundus L.

Perlakuan

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%.

Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Bawang Merah

Aplikasi herbisida pendimethalin mulai dosis 495 g a.i. ha-1 hingga 990 g

a.i. ha-1 tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman bawang merah, mulai pengamatan 1 MSA hingga pengamatan 6 MSA (Tabel 3).

Tabel 3. Tinggi tanaman dan jumlah daun bawang merah pada perlakuan herbisida pendimethalin pada saat tanaman berumur 6 MST

Perlakuan Tinggi tanaman

(cm)

Jumlah daun (helai)

Tanpa penyiangan 38.40a 13.0a

Pendimethalin 495 g a.i. ha-1 36.88a 13.4a

Penyiangan manual 38.24a 13.1a

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%.

(23)

11 bawang merah. Menurut Parka (1977) herbisida pendimethalin merupakan herbisida selektif dan translokasinya di dalam tanaman dari akar ke ujung tajuk sangat rendah.

Produksi Tanaman Bawang Merah

Aplikasi herbisida pendimethalin berpengaruh terhadap jumlah umbi tanaman bawang merah per rumpun pada saat 4 MSA, sedangkan pada pengamatan 2 MSA dan 6 MSA pengaruh herbisida pendimethalin tidak terlihat. Pada pengamatan 4 MSA, aplikasi herbisida pendimethalin pada dosis 495 g a.i.

ha-1 menghasilkan jumlah umbi yang nyata lebih tinggi dibandingkan terhadap kontrol jumlah umbi terbanyak ditunjukkan oleh perlakuan herbisida oxyfluorfen yakni sebanyak 9.4 umbi per rumpun, nyata lebih tinggi dibandingkan terhadap kontrol tanpa penyiangan. Aplikasi herbisida pendimethalin pada dosis 495 g a.i.

ha-1 hingga 990 g a.i. ha-1 menghasilkan jumlah umbi yang nyata lebih banyak dibandingkan terhadap kontrol. Aplikasi herbisida pendimethalin pada dosis yang lebih tinggi dari 495 g a.i. ha-1 hanya menunjukkan kecenderungan jumlah umbi yang lebih banyak dibandingkan terhadap kontrol dan cenderung lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan penyiangan manual (Tabel 4).

Tabel 4. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap umbi bawang merah per rumpun

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%.

Bobot Kering Biomassa Umbi dan Tajuk

(24)

12

Tabel 5. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot kering umbi bawang merah

Perlakuan Bobot kering umbi

2 MSA 4 MSA 6 MSA

………... (g/rumpun) ………

Tanpa penyiangan 0.34a 2.26a 4.10b

Pendimethalin 495 g a.i. ha-1 0.36a 1.83a 5.29b

Penyiangan manual 0.46a 2.15a 5.45b

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%.

Tabel 6. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot kering tajuk bawang merah

Perlakuan Bobot kering tajuk

2 MSA 4 MSA 6 MSA

………... (g/rumpun) ………..

Tanpa penyiangan 0.93a 2.35a 1.39a

Pendimethalin 495 g a.i. ha-1 1.05a 3.09a 1.51a

Penyiangan manual 1.15a 2.70a 1.84a

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%.

Bobot Biomassa Total

(25)

13 Tabel 7. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot biomassa total

(tajuk + umbi) tanaman bawang merah

Perlakuan Bobot kering biomassa total

2 MSA 4 MSA 6 MSA

……….. (g/rumpun) …..….……

Tanpa penyiangan 1.45a 4.76ab 5.49c

Pendimethalin 495 g a.i. ha-1 1.46a 5.10ab 6.80bc

Penyiangan manual 1.75a 5.03ab 7.29bc

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%.

Produktivitas Bawang Merah

Aplikasi herbisida pendimethalin pada semua dosis yang diuji berpengaruh terhadap bobot basah dan bobot kering umbi per hektar. Aplikasi pendimethalin dosis 495 g a.i. ha-1 hingga 990 g a.i. ha-1 menunjukkan bobot basah dan bobot kering umbi lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa penyiangan (Tabel 8). Peningkatan produktivitas disebabkan oleh peningkatan ukuran dan jumlah umbi karena menurunnya persaingan terhadap gulma.

Tabel 8. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot umbi basah dan bobot umbi kering bawang merah

Perlakuan Bobot umbi ubinan Produktivitas umbi

Basah Kering Basah Kering

….…. (g/0.75 m2)……. ………. (ton/ha) ……...

Tanpa penyiangan 2.52c 0.76c 25.19c 10.08c

Pendimethalin 495 g a.i. ha-1 3.52b 1.06b 35.21b 14.08b Pendimethalin 660 g a.i. ha-1 4.28a 1.28a 42.81a 17.13a Pendimethalin 825 g a.i. ha-1 4.10ab 1.23ab 41.04ab 16.42ab Pendimethalin 990 g a.i. ha-1 4.44a 1.33a 44.38a 17.75a Oxyfluorfen 480 g a.i. ha-1 4.31a 1.29a 43.13a 17.25a Pendimethalin 330 g a.i. ha-1

+ oxyfluorfen 240 g a.i. ha-1

3.89ab 1.17ab 38.86ab 15.54ab

Penyiangan manual 4.04ab 1.21ab 40.42ab 16.17ab

(26)

14

Fitotoksisitas pada Tanaman Bawang Merah

Aplikasi herbisida pendimethalin pada semua dosis yang diuji menunjukkan gejala fitotoksisitas yang sangat ringan dengan persentase fitotoksisitas di bawah lima persen pada saat pengamatan 1 MSA hingga 2 MSA. Gejala fitotoksisitas tidak terlihat lagi pada saat pengamatan 3 MSA. Namun berdasarkan skoring fitotoksisitas, persentase fitotoksisitas di bawah lima persen dikategorikan dalam skor 0 atau dikategorikan tidak ada fitotoksisitas (Tabel 9).

Tabel 9. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap fitotoksisitas pada tanaman bawang merah

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Aplikasi herbisida pendimethalin 33% mulai dosis 495 g a.i. ha-1 hingga 990 g a.i. ha-1 dapat mengendalikan gulma umum pada tanaman bawang merah hingga 6 MSA. Gulma dominan yang ada di lokasi percobaan antara lain spesies

C. rotundus, C. benghalensis, A. philoxeroides, dan E. colona. Gulma yang dapat dikendalikan oleh aplikasi herbisida pendimethalin yaitu gulma spesies A. philoxeroides dan E. colona.

Pengendalian gulma dengan aplikasi herbisida pendimethalin dapat meningkatkan produksi tanaman bawang merah. Peningkatan produksi sekitar 45% dibandingkan dengan tanpa penyiangan.

Dosis efektif herbisida pendimethalin 33% untuk pengendalian gulma umum pada tanaman bawang merah di lokasi percobaan adalah dosis 495 g a.i. ha -1

hingga 660 g a.i. ha-1. Aplikasi herbisida pendimethalin mulai dosis 495 g a.i.

(27)

15 Saran

Berdasarkan hasil percobaan efikasi di lapangan, untuk mengendalikan gulma umum pada pertanaman bawang merah dengan komposisi gulma seperti pada lokasi percobaan, aplikasi herbisida pendimethalin 33% disarankan menggunakan dosis 495 g a.i. ha-1 hingga 660 g a.i. ha-1.

DAFTAR PUSTAKA

Ashrafuzzaman M, Millat MN, Ismail MR, Shahidullah SM. 2009. Influence of paclobutrazol and bulb sizes on seed yield and yield attributing traits of

onion (Allium cepa L.) cv Taherpuri. Archives of Agron and Soil Sci. 55:

609–621.

Bell CE, Boutwell BE. 2001. Combining bensulide and pendimethalin controls weeds in shallots. California Agric. 55:35–38.

Brewster JL. 1994. Onions and Other Vegetable Alliums. Wallingford (GB): CAB International.

Bryson CT, Skojac DA. 2011. An annotated checklist of the vascular flora of Washington County, Mississippi. J. Bot. Res. Institute of Texas. 5:855-866. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Luas panen, produksi, dan produktivitas

bawang merah. http://www.bps.go.id. [25 September 2012].

Fritsch RM, Friesen N. 2002. Evolution, Domestication and Taxonomy. Recent Advances. In Rabinowitch HD, Currah L, editors. Wallingford (GB): CABI Publishing.

[ISSG] Invasive Species Specialist Group. 2013. Global Invasive Species

Database. http://www.issg.org. [7 Maret 2013].

Lin HT, Chen SW, Shen CJ, Chu C. 2007. Dissipation of pendimethalin in the Garlic (Allium sativum L.) under subtropical condition. Bull Environ. Contam. Toxicol. 79:84–86.

Parka S, Soper O. 1977. The physiology and mode of action of the dinitroaniline herbicides. Weed Sci. 25: 79-87.

Permadi AH, Van der Meer QP. 1994. Allium cepa L. Cv. Group Aggregatum. Siemonsma JS, Piluek K, editors. Prosea Plant Resources of South East Asia 8 Vegetables. Bogor (ID).

Prostko EP, Culpepper AS, Webster TM, Flanders JT. 2005. Tropical spiderwort identification and control in Georgia field crops. Circular 884, Cooperative Extension Service, The University of Georgia College of Agricultural and Environmental Sciences.

Rabinowitch HD, Kamenetsky R. 2002. Shallot (Allium cepa, Aggregatum Group). Rabinowitch HD, Currah L, editors. Allium Crop Science: Recent Advances. p 409-426.

Rosliani R, Suwandi, Sumarni N. 2005. Pengaruh waktu tanam dan zat pengatur tumbuh mepiquat klorida terhadap pembungaan dan pembijian bawang merah (TSS). J.Hort.15(3): 192-198.

(28)

16

Sembodo DRJ. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Shaner DL. 2012. Field dissipation of sulfentrazone and pendimethalin in

Colorado. Weed Tech. 26(4):633-637.

Sing NB, Pandey BN, Sing A. 2009. Allelophatic effect of Cyperus rotundus

extract in vitro and ex vitro on banana. Acta Physiol. Plant. 31: 633-638. Singh S, Malik RK, Samdyan JS. 1992. Evaluation of herbicides for weed control

in shallot (Allium cepa L.). Tests of Agrochemicals and Cultivars. 13:54– 55.

Sumarni E, Sumiati, Suwandi. 2005. Pengaruh kerapatan tanaman dan aplikasi zat pengatur tumbuh terhadap produksi umbi bibit bawang merah asal biji kultivar bima. J Hort. 15(1): 208-214.

Sumarni N, Rosliani R. 1996. Ekologi Bawang Merah. Teknologi Produksi Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, Bandung. Hal 12-17.

Suryana A. 2005. Prospek dan arah pengembangan agribisnis bawang merah. http://www.litbang.deptan.go.id. [25 September 2012].

[SUSENAS] Survey Sosial Ekonomi Nasional. 2011. Komoditas bawang merah. http://www.bps.go.id. [12 Desember 2012].

Suwandi, Hilman Y. 1996. Budidaya Tanaman Bawang Merah. Teknologi Produksi Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, Bandung. Hal 51-56.

[USDA] United States Department of Agriculture. 2013. Natural Resources Conservation Service. http://www.plants.usda.gov. [7 Maret 2013]. Verma SK, Singh HT. 1997. Effect of weed control measures and fertility on

growth and productivity of rainy season shallot (Allium cepa). Indian J Agron. 42:540–543.

Walker SR, Evenson JP. 1985. Biology of Commelina beghalensis L. in shout-estern Queensland: growth, development, and seed production. Weed Res. 25:239-244.

Webster TM, Burton MG, Culpepper AS, York AC, Prostko EP. 2005. Tropical spiderwort (Commelina benghalensis): A tropical invader threatens agroecosystems of the Southern United States. Weed Tech. 19:501–508. Wibowo S. 1999. Budidaya Bawang Bawang Putih, Bawang Putih, Bawang

(29)

17

(30)

18

Lampiran 1. Denah percobaan

Ulangan IV Ulangan III Ulangan II Ulangan I P2 P6 P1 P4 P3 P0 P4 P1 P5 P3 P0 P6 P1 P4 P7 P2

P3 P0 P5 P7 P6 P5 P7 P2 P4 P1 P2 P7 P3 P6 P0 P5 Keterangan :

P0 : tanpa pengendalian (kontrol)

P1 : aplikasi pendimethalin 495 g a.i. ha-1 P2 : aplikasi pendimethalin 660 g a.i. ha-1 P3 : aplikasi pendimethalin 825 g a.i. ha-1 P4 : aplikasi pendimethalin 990 g a.i. ha-1 P5 : aplikasi oxyfluorfen 480 g a.i. ha-1

(31)

19 Lampiran 2. Kondisi pertanaman bawang merah pada perlakuan herbisida

(32)

20

Lampiran 3. Spesies-spesies gulma dominan di lokasi percobaan

Cyperus rotundus Commelina benghalensis

(33)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 April 1991. Penulis adalah putri pertama dari Bapak Khairul Bin Zahri dan Ibu Lela Suhana. Penulis menempuh pendidikan tingkat pertama di SMP Negeri 4 Bogor dari tahun 2003 hingga tahun 2006. Pendidikan lanjutan atas ditempuh di SMA Negeri 5 Bogor dari tahun 2006 hingga 2009. Penulis diterima di IPB melalui jalur USMI pada tahun 2009 dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.

Gambar

Gambar 1.  Struktur kimia pendimethalin (Ashton dan Thomas 1991)
Tabel 3.   Tinggi tanaman dan jumlah daun bawang merah pada perlakuan
Tabel 5.   Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot kering umbi bawang merah
Tabel 7.   Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot biomassa total (tajuk + umbi) tanaman bawang merah

Referensi

Dokumen terkait

Karena sifatnya yang sistemik dan selektif serta mudah diabsorpsi oleh akar tumbuhan, maka herbisida pendimethalin dipilih untuk menjadi salah satu herbisida yang digunakan

Untuk menentukan dosis herbisida metil metsulfuron yang efektif untuk mengendalikan gulma total dan gulma dominan pada piringan tanaman kelapa sawit menghasilkan.. Untuk

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Kombinasi herbisida aminopiralid + glifosat efektif menekan pertumbuhan gulma total dan golongan rumput sampai 12 MSA, serta

menunjukan pada 3 MSA seluruh perlakuan herbisida atrazin mampu memberikan penekanan hingga 100% hal ini karena pada 3 MSA pada keseluruhan petak percobaan, gulma

Dengan demikian, uji ulang dilakukan untuk herbisida parakuat diklorida setiap 5 tahun sekali untuk melihat efektivitas herbisida dalam berbagai dosis untuk mengendalikan gulma

Campuran herbisida Atrazin + Nicosulfuron dosis 1.5 – 3.0 l/ha efektif mengendalikan gulma daun lebar seperti Richardia brasiliensis dan Synedrella nodiflora, gulma rumput

Hal tersebut didukung oleh (Hastuti et al., 2017) bahwa pemberian amonium glufosinate 3 l/ha dapat mengendalikan gulma jenis rumput berbeda dengan pemberian herbisida

Dosis herbisida yang efektif dalam mengendalikan gulma adalah herbisida campuran glifosat + 2,4-D dosis 2,6 l.ha-1 mampu menekan bobot kering gulma hingga 12 Minggu Setelah Aplikasi dan