• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Fiqih di Kelas VIII MTs. Darul Ma'arif Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Fiqih di Kelas VIII MTs. Darul Ma'arif Jakarta"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY

LEARNING DALAM MENINGKATKAN PRESTASI

BELAJAR FIQIH DI KELAS VIII MTS. DARUL

MA’ARIF JAKARTA

(Penelitian Tindakan Kelas di MTs. Darul Ma’arif Jakarta)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.I)

Disusun oleh :

Chairul Anwar

NIM. 109011000248

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

CHAIRUL ANWAR (NIM. 109011000248).

Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Fiqih VIII di Kelas VIII MTs. Darul Ma’arif Jakarta

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peningkatan prestasi belajar melalui model pembelajaran discovery learning pada pembelajaran Fiqih siswa kelas VIII di Mts Darul Ma’arif Jakarta.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Metode ini dilakukan dengan empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Keempat tahap tersebut terdapat dalam satu siklus yang dilakukan berulang dengan langkah-langkah yang sama dan tetap difokuskan pada cara penyelesaian masalah (jawaban) dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri serta pencarian informasi dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa prestasi belajar siswa dengan menggunakan metode discovery learning ini mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari hasil tiap siklus yang dilakukan. Perincian nilai rata-rata

pretes siklus I rata-ratanya 70,47, pretes siklus II pertemuan kedua rata-ratanya 58,1. Postes siklus I rata-ratanya 85,16, postes siklus II rata-ratanya 88. Peningkatan hasil belajar dapat dilihat dari nilai normali gain tiap siklusnya, yakni N-gain siklus I 0,48

(6)

i

Puji dan syukur dengan hati yang tulus dan pikiran yang jernih kita

panjatkan kehadirat Allah SWT. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada

junjungan kita Nabi Muhammad SAW., beserta keluarga dan para sahabatnya

yang setia mengorbankan jiwa raga hingga tetes darah terakhir demi tegaknya

Islam di seluruh penjuru dunia. Atas izin dan rahmat hidayah-Nya pula maka

tulisan ini yang merupakan syarat untuk menyelesaikan studi kesarjanaan (S1)

pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah, dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat

terbatas, maka dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan

dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan.

2. Bapak Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

(PAI)

3. Ibu Dra. Djunaidatul Munawwaroh, M.Ag selaku dosen pembimbing yang

selalu memberikan arahannya serta membimbing dengan tulus ikhlas dalam

penulisan skripsi ini.

4. Seluruh dosen dan staf jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI)

5. Ibu Hj. Sri Komariyati, S.Ag Selaku Wakepsek Kurikulum dan guru mata

pelajaran Fiqih MTs. Darul MA’arif yang telah membantu penelititan berlangsung.

6. Ibu Salbiyah (ibu) dan Bapak Madaroh (Ayah) tercinta yang telah memberi

dukungan dan kasih sayang yang tiada hentinya kepada penulis.

7. Saudara – saudara kandung saya Maulana (kakak) Nurdiyansyah (kakak) dan terutama Ali Imron (kakak) yang telah menginspirasi dan memberikan

(7)

ii

8. Terimakasih juga untuk seseorang yang special dihati saya, Eni Puspita Sari

yang selalu memberikan support dan doa kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman tercinta di Pendidikan Agama Islam (PAI) angkatan 2009 dan

sahabat – sahabat yang selalu memberikan masukan dan dorongan motivasi kepada penulis.

10.Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan, dan informasi yang

bermanfaat untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih sangat banyak kekurangan dalam penulisan

skripsi ini karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh karena

itu penulis sangat berharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca

sekalian. Mudah – mudahan skrpsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi khazanah ilmu pengetahuan. Amin ya rabbal alamin.

Jakarta, 10 September 2015

Penulis,

(8)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Masalah Penelitian... 4

1. Identifikasi Masalah ... 4

2. Pembatasan Masalah ... 4

3. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Prestasi Belajar a. Pengertian dan Tujuan Belajar ... 7

b. Ciri – ciri Belajar ... 8

c. Pengertian Prestasi belajar ... 8

d. Aspek – aspek yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ... 10

e. Indikator Prestasi Belajar ... 12

2. Fiqih a. Pengertian Mata Pelajaran Fiqih... 14

b. Tujuan, Fungsi dan Ruang Lingkup Mata Pelajaran Fiqih ... 16

3. Model Discovery Learning a. Pengertian Model Pembelajaran ... 19

b. Prinsip-prinsip penentuan Model ... 22

c. Pengertian dan Tujuan Model Pembelajarn Discovery Learning . 22 d. Karakteristik Strategi Pembelajaran Active Learning Model Discovery Learning ... 24

e. Aplikasi Model Pembelajaran Discovery Learning ... 26

B. Hasil Penelitian yang relevan ... 30

C. Pengajuan Konseptual Intervensi Tindakan ... 31

D. Hipotesis Tindakan ... 32

(9)

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelelitian ... 33

C. Subjek Penelitian ... 37

D. Peran dan Posisi Penulis dalam Penelitian... 37

E. Tahapan Intervensi Tindakan ... 38

F. Hasil Intervensi Tindakan yang diharapkan... 41

G. Data dan Sumber Data ... 41

H. Instrumen Pengumpulan Data ... 41

I. Teknik Pengumpulan data... 42

J. Teknik Pemeriksaan Kepercayaan ... 43

K. Analisis dan Interpretasi Data ... 43

L. Pengembangan Perencanaan Tindakan... 44

BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, INTERPRETASI HASIL, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Sekolah ... 45

B. Deskripsi Data Hasil Pengamatan Efek/Hasil Intervensi Tindakan ... 52

C. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 78

D. Analisis Data ... 78

E. Pembahasan Temuan Penelitian ... 78

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA

(10)

i

Lampiran 1 Observasi Awal Wawancara Responden Guru Pra-Penelitian Lampiran 2 Soal Pretes dan Postes Siklus I

Lampiran 3 Hasil Pretes dan Postes Siklus I Lampiran 4 Kunci Jawaban Siklus I

Lampiran 5 Soal Pretes dan Postes Siklus II Lampiran 6 Hasil Pretes dan Postes Siklus II Lampiran 7 Kunci Jawaban Siklus II

Lampiran 8 RPP siklus I dan II Lampiran 9 Materi RPP

Lampiran 10 Lembar Observasi Aktifitas Siswa

Lampiran 11 Lembar Observasi Aktifitas Guru Siklus I Lampiran 12 Catatan Lapangan Siklus I

Lampiran 13 Lembar Observasi Aktifitas Guru Siklus II

Lampiran 14 Lembar Observasi Aktivitas belajar peserta didik siklus I Lampiran 15 Lembar Observasi Aktivitas belajar peserta didik siklus II Lampiran 16 Catatan Lapangan Siklus II

Lampiran 17 Hasil Wawancara Responden Siswa

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Agama diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan

untuk membentuk manusia agamis dengan menanamkan aqidah keimanan,

amaliah dan budi pekerti atau akhlak yang terpuji untuk menjadi manusia yang

taqwa kepada Allah SWT.1 Oleh karena itu Mata Pelajaran Agama adalah

mata pelajaran wajib di setiap sekolah-sekolah Indonesia. Fiqih ini adalah

termasuk di dalamnya. Sebenarnya, melalui Mata Pelajaran Agama, sangat

diharapkan siswa memiliki karakter yang benar-benar seharusnya dimiliki

oleh seseorang yang beragama karena esensi dari mempelajari ilmu

keagamaan adalah sikap. Biasanya pada sekolah-sekolah yang berbasis agama,

mata pelajaran bidang keagamaan menjadi nilai yang menentukan atau salah

satu nilai yang sangat diperhatikan.

Menurut Undang-Undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003, pendidikan

adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat bangsa dan Negara.2

Di dalam buku Pembelajaran Akselerasi karangan Iif Khoiru Ahmadi, dkk terdapat opini Meir yang menyatakan bahwa terdapat beberapa masalah

pembelajaran di sekolah yang antara lain adalah:3

1. Materi ajar yang tidak bermakna

2. Belajar hanya berisi ceramah yang membosankan.

1

M.Basyiruddin Usman, Metode Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h.4

2

Agus N,Cahyo,, Panduan Aplikasi teori-teori Belajar Mengajar Teraktual dan Terpopuler. (Jogjakarta: Diva Press, 2013), h. 18

3

(12)

3. Guru hanya menyuapi (spoon feeding) siswa dengan pengetahuan yang bersifat superficial

4. Proses belajar bukan merupakan proses yang menyenangkan tapi malah

menakutkan.

Dalam pengalaman, penulis pun masih sering menjumpai beberapa

sekolah yang terdapat guru-guru yang masih menerapkan cara-cara

konvensional dalam belajar termasuk di sekolah tempat penulis melakukan

penelititan. Sedangkan dewasa ini siswa dituntut aktif dalam pembelajaran,

guru harus bersikap variatif dalam melaksanakan proses KBM agar siswa

tidak merasa jenuh dan pencapain tujuan pelajaran juga tidak menyentuh pada

ranah kognitif saja, melainkan juga kepada afektif dan psikomotorik.

Selain itu, seiring perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan

teknologi semakin canggih, maka secara otomatis pola pikir masyarakat

berkembang dalam setiap aspek. Sehingga berpengaruh pula terhadap dunia

pendidikan karena dengan berkembangnya pola pikir masyarakat itu, dituntut

untuk adanya inovasi dalam bidang pendidikan, tidak tradisional lagi, yaitu

melaksanakan pemebelajaran hanya dengan ceramah yang merupakan metode

dari zaman dahulu sampai sekarang. Inovasi yang disebutkan itu tidak terlepas

dari peran guru untuk melakukan inovasi cara belajar di kelas.

Seorang guru merupakan salah satu pemegang kendali generasi

bangsa, untuk itu guru dituntut untuk memiliki pengetahuan, keterampilan dan

sikap yang mampu mengembangkan suatu potensi yang terdapat di dalam diri

anak bangsa. Guru adalah merupakan salah satu kunci untuk membuka pintu

perubahan. Dalam bidang keagamaan, yaitu guru agama, dituntut untuk lebih

mengarahkan peserta didik agar memiliki keunggulan dalam aspek moral,

keimanan, ketaqwaan, dan disiplin. Karena studi agama sebenarnya tidak

hanya menyentuh ke arah pengetahuan (kognitif) saja, akan tetapi esensi dari

studi agama atau mata pelajaran agama adalah pembentukan sikap yang

seharusnya memang benar-benar dimiliki oleh setiap orang yang beragama.

(13)

3

Selain itu juga, salah satu faktor yang ada di luar siswa adalah guru

profesional yang mampu mengelola pembelajaran dengan metode-metode

yang tepat, yang memberi kemudahan bagi siswa untuk mempelajari materi

pelajaran, sehingga menghasilkan capaian yang lebik baik. Dalam penggunaan

metode pembelajaran harus bervariasi sehingga siswa tidak bosan dalam

pembelajaran. Penggunaan metode dalam pembelajaran juga tidak boleh

monoton. Dalam proses KBM kadang dijumpai guru yang tidak

mengindahkan metode pembelajaran dalam pelaksanaannya. Guru tidak

sistematis dalam menyampaikan materi sehingga siswa kurang mampu

menyerap materi secara maksimal. Pemilihan metode berkaitan langsung

dengan usaha guru dalam menampilkan pembelajaran yang sesuai dengan

situasi dan kondisi sehingga pencapaian tujuan pembelajaran diperoleh secara

optimal.

Dari pernyataan di atas, dapat dihubungkan pada pernyataan

Muhaimin dan Abdul Mujib (1995) yang menyatakan bahwa guru agama

Islam memiliki peran yang merencanakan program pengajaran dan

melaksanakan program yang tersusun serta diakhiri dengan penilaian. Dan

selain itu, guru juga sebagai pendidik, yang tidak hanya berperan sebagai

pengajar yang transfer of knowledge, tetapi juga pendidik yang transfer of values.4 Dalam penelitian di sini yaitu dengan metode discovery learning ini fokus penelitian saya adalah kepada prestasi belajar siswa, akan tetapi sangat

diharapkan juga dapat menyentuh nilai pendidikannya bukan hanya

pengetahuan pendidikannya saja.

Dalam penulisan ini, tujuan pendidikan yang akan diteliti itu memang

dalam ranah kognitif atau yang biasa disebut hasil belajar atau nilai belajar.

Karena hasil belajar adalah hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan

kegiatan Belajar dan merupakan penilaian yang dicapai seseorang siswa untuk

mengetahui sejauh mana bahan pelajaran atau materi yang sudah diajarkan

4

(14)

siswa.5 Dan menurut Gunarso (1995: 57) mengartikan bahwa hasil belajar

adalah suatu hasil yang dicapai oleh murid sebagai hasil belajarnya baik

berupa angka maupun huruf serta tindakan.

Oleh karena itu, penulis menganggap kirannya penting pula untuk

meneliti hasil belajar dari segi penilaian berupa angka atau nilai tes, karena

walau bagaimanapun penilaian ini juga merupakan hal sangat yang penting

dalam pembelajaran di sekolah, penelitian ini penulis beri judul “Penerapan

Model Pembelajaran Discovery Learning dalam Meningkatkan Prestasi

Belajar Fiqih Siswa Kelas VIII MTs. Darul Ma’arif Jakarta”.

B.

Masalah Penelitian

1.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, serta harapan penulis yang

dengan menggunakan model Discovery Learning dalam proses KBM diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dari sebelumnya,

maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

a. Penggunaan metode pembelajaran dengan ceramah kurang

memotivasi siswa untuk belajar sehingga hal tersebut mempengaruhi

prestasi belajar siswa.

b. Model Discovery Learning dalam mata pelajaran fiqih mungkin belum banyak diterapkan.

c. Faktor dari luar diri yang mempengaruhi hasil belajar siswa salah

satunya adalah pemilihan strategi pembelajaran dan proses

pembelajaran yang dilaksanakan.

2.

Pembatasan Masalah

Dan dari identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi

pembahasan yang akan dikaji, yaitu:

5

(15)

5

a. Menyangkut bagaimana proses perencanaan, dan bagaimana

penerapannya serta apa saja hambatan dalam penggunaan model

discovery learning pada mata pelajaran Fiqih sebagai upaya peningkatan prestasi belajar siswa.

b. Para Siswa yang dimaksud adalah siswa kelas VIII di Mts Darul Ma’arif Jakarta

c. Materi pelajaran Fiqih yang akan diteliti adalah materi Kelas VIII MTS Semester I mengenai “Makanan dan Minuman”

3.

Rumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan itulah saya dapat merumuskan

permasalahan dalam penelitian saya ini, yaitu bagaimanakah prestasi

belajar siswa setelah melalui model pembelajaran discovery learning pada pembelajaran Fiqih pada siswa kelas VIII di Mts Darul Ma’arif?

C.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk

mendeskripsikan peningkatan prestasi belajar melalui model pembelajaran

discovery learning pada pembelajaran Fiqih siswa kelas VIII di Mts Darul Ma’arif Jakarta.

D.

Manfaat Penelitian

Penulis berharap dari hasil penelitian ini, dapat didapat manfaat sebagai

berikut:

1. Bagi siswa

a. Meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami materi yang

dipelajari dalam Fiqih Bab Makanan dan Minuman

b. Dengan penerapan metode ini diharapkan mampu membuat siswa

lebih aktif dalam proses pembelajaran Fiqih bab Makanan dan

Minuman.

(16)

2. Bagi guru

a. Dapat memacu para guru untuk senantiasa meningkatkan kualitas

pengelolaan kelas dalam proses pembelajaran

b. Membuat para guru untuk senantiasa mencipatakan suasana belajar

yang aktif, kreatif, dan menyenangkan.

c. Dapat menjadi referensi sekaligus solusi bagi para guru yang sedang

mengalami permasalahan dalam proses pembelajaran.

3. Bagi sekolah

Dapat memajukan dan meningkatkan prestasi dan mutu sekolah.

Serta dapat menjadi bahan informasi dan sumbangan pemikiran yang

dapat dijadikan bahan perbandingan atau acuan bagi sekolah atau

lembaga-lembaga lain dalam mengembangkan segala hal yang berkaitan

(17)

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1.

Prestasi belajar

a.

Pengertian dan Tujuan Belajar

Belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat

pengalaman atau latihan.1 Selain itu juga belajar dapat diartikan

sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif

menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan

yang melibatakan proses kognitif.2 Dalam deifinisi lain menyatakan

bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya.3

Dari beberapa definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan

bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang menyeluruh, yang

berbeda dari tingkah laku sebelumnya melalui usaha nyata, dan

perubahan itu cenderung menetap atau tidak mudah hilang. Perubahan

tingkah laku yang dimaksud menyeluruh itu adalah perubahan mulai

dari pengetahuan atapun sikap nyatanya. Sehingga dengan kata lain,

apabila seseorang yang belajar dan tidak mengalami perubahan dari

segi pengetahuan ataupun sikapnya maka dapat dikatakan orang itu

tidak belajar.

Dari definis belajar, belajar itu merupakan suatu usaha nyata

yang menimbulkan perubahan, dengannya dapat dipastikan bahwa

1

Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2007), h. 55. 2

Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h. 92-93.

3

(18)

belajar itu memiliki tujuan. Dalam buku Psikologi Pendidikan Bapak

Drs. Alisuf Sabri dipaparkan beberapa tujuan dari belajar menurut

Taksonomi Bloom, bahwa pencapaian pada ranah yuang mencakup

kognitif (Pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor

(keterampilan).

Menurut winarno Surachmad, tujuan belaajr di sekolah itu

ditujukan untuk mencapai:4

1)Pengumpulan pengetahuan

2)Penanaman konsep dan kecekatan.keterampilan

3)Pembentukan sikap dan perbuatan

b.

Ciri

ciri Belajar

Dari pengertian yang telah penulis paparkan sebelumnya, belajar

adalah merupakan suatu kegiatan dan suatu kegiatan itu dapat

diidentifikasikan dengan ciri – ciri sebagai berikut:5

1) Suatu kegiatan atau aktifitas yang menghasilkan perubahan pada

diri individu yang belajar baik aktual maupun potensial.

2) Perubahan itu pada dasarnya adalah didapatkan kemampuan baru

yang berlaku dalam waktu yang relatif lama, dan,

3) Perubahan itu terjadi karena adanya usaha (dengan sengaja).

c.

Pengertian Prestasi Belajar

Satu hal penting dalam rangkaian proses belajar mengajar

adalah mengetahui seberapa jauh kemajuan atau prestasi peserta

didik. Kata prestasi belajar terdiri dari dua suku kata, yaitu Prestasi

dan belajar. Meskipun demikian kedua kata tersebut saling

berhubungan antara satu dengan yang lain. Beberapa ahli sepakat

bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan. Hasil yang dimaksud

4

Sabri, op.cit., h. 58 5

(19)

9

adalah hasil yang memiliki ukuran atau nilai. Berikut ini merupakan

pendapat para ahli dalam memahami kata prestasi yaitu:

1) WJS Poerdarminta berpendapat, bahwa prestasi adalah hasil yang

telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan lain sebagainya).

2) Masud Khasan Abu Qodar, prestasi adalah apa yang telah

diciptakan, hasil pekerjaan, hasil menyenangkan hati yang

diperoleh dengan jalan keuletan kerja.

3) Nasrun Harahap dan kawan-kawan memberi pengertian prestasi

adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan kemajuan

murid yang berkenaan dengan penguasaan terhadap nilai-nilai

yang terdapat dalam kurikulum.6

Dari pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka

dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi adalah hasil yang dicapai

dari suatu kegiatan berupa penilaian terhadap proses yang telah

dilalui. Dimana di dalam pendidikan, prestasi merupakan hasil dari

pemahaman yang didapat serta penguasaan nilai-nilai yang terdapat

dalam kurikulum. Sehingga prestasi dapat diukur dengan nilai yang

didapat dari pengadaan tes maupun evaluasi belajar.

Sedangkan definisi belajar sebagaimana yang telah dijelaskan di

atas, belajar merupakan proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh perubahan baik kognitif, afektif, dan psikomotorik

sebagai hasil dari pengalaman seseorang berinteraksi dengan

lingkungannya.

Prestasi belajar secara umum berarti suatu hasil yang dicapai

dengan perubahan tingkah laku yaitu melalui proses membandingkan

pengalaman masa lampau dengan apa yang sedang diamati oleh siswa

dalam bentuk angka yang bersangkutan dan hasil evaluasi dari

berbagai aspek pendidikan baik aspek kognitif, afektif, dan

psikomotorik. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa kata

6 Nelly Maghfiroh, “

(20)

prestasi pada dasarnya adalah hasil yang diperoleh dari aktivitas.

Sedangkan belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan

yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu yaitu perubahan

tingkah laku. Jadi prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa

kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan prilaku individu sebagai

hasil dari aktivitas belajar.

d.

Aspek

aspek yang mempengaruhi Prestasi Belajar

Belajar sebagai suatu aktivitas tidak terlepas dari berbagai faktor

yang mempengaruhi proses aktivitas tersebut. Faktor-faktor ini akan

menunjang berhasil atau tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai

hasil yang optimal. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh

dua faktor utama, yaitu faktor dari dalam diri siswa (internal) yaitu faktor

fisiologis dan faktor psikologis. Dan faktor yang datang dari luar diri siswa

yaitu faktor sosial dan non sosial.

1) Faktor Internal

a) Faktor Fisiologis : Faktor fisiologis mempunyai pengaruh yang

besar terhadap prestasi belajar siswa, sekurang-kurangnya terdapat

dua faktor yang masuk kedalam faktor fisiologis ini, yaitu:

Pertama, Kesehatan. Sehat berarti baik seluruh anggota badan beserta bagian- bagiannya bebas dari penyakit. Dalam proses

belajar, siswa akan merasa terganggu jika kesehatannya terganggu,

sehingga dapat mempengaruhi kemampuan belajarnya, dan

mengurangi semangatnya untuk belajar. Karena itu pemeliharaan

kesehatan sangatlah penting bagi setiap orang baik jasmani maupun

rohani agar badan tetap kuat, fikiran selalu segar dan fokus serta

bersemangat dalam belajarnya. Kedua, Cacat Tubuh. Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang

sempurna mengenai anggota tubuh atau badan, misalnya buta, tuli

lumpuh dan lain sebagainya. Cacat tubuh sangat mempengaruhi

(21)

11

keaadan lemah atau kurang baik, maka segala yang diajarkan oleh

guru tidak akan diterina dengan baik pula.

b) Faktor Psikologis : Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan

maupun yang dapat diperoleh seperti minat, bakat, intelegensi,

motivasi dan kemampuan kognitif seperti kemampuan persepsi,

ingatan berfikir dan kemampuan dasar bahan pengetahuan (bahan

appersepsi) yang dimilikinya.7

Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil

belajar. Seperti dikemukakan Clark “bahwa hasil belajar siswa di

sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30%

dipengaruhi oleh lingkungan”.8

2) Faktor Eksternal

a) Faktor Sosial : Faktor sosial adalah faktor yang menyangkut

hubungan antara manusia yang terjadi dalam berbagai situasi

sosial. Yang termasuk kedalam faktor ini adalah keluarga,

lingkungan sekolah, teman bermain dan masyarakat.

b) Faktor non Sosial : Faktor non sosial dapat diartikan sebagai faktor

lingkungan yang bukan sosial, antara lain lingkungan alam dan

lingkungan fisik seperti keadaan rumah, ruang belajar, fasilitas

belajar, dan buku-buku sumber lainnya.9

Dengan demikian, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

prestasi belajar siswa dapat disimpulkan menjadi dua faktor secara

garis besar, yaitu faktor yang datang dari dalam diri siswa dan faktor

yang datang dari luar diri siswa. Faktor-faktor tersebut sebagian

besarnya menunjang prestasi belajar siswa, tetapi adakalanya dapat

menghambat prestasi belajar siswa.

7 Masturo, “

Pengaruh Perbedaan Asal Sekolah Siswa Terhadap Prestasi Belajar Bidang Pendidikan Agama Islam” (Skripsi S1, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah

Jakarta, 2000), hlm.19. 8

Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), hlm. 39.

9

(22)

e.

Indikator Prestasi Belajar

Idealnya pengungkapan hasil belajar meliputi segenap ranah

psikologi yang mengalami perubahan sebagai akibat dari pengalaman dan

proses belajar siswa.. akan tetapi pengungkapan perubahan tingkah laku

dari seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa (afektif), sangat sulit untuk

diraba, hal ini di sebabkan karena perubahan hasil belajar itu ada yang

bersifat intangible (tak dapat diraba).

Adapun yang dapat dijadikan kunci pokok untuk memperoleh

ukuran dan data hasil belajar peserta didik sebagaimana yang dijelaskan di

atas adalah dengan cara mengetahui indikator-indikator yang dikaitkan

dengan jenis prestasi yang hendak diukur atau diungkapkan.10

Selanjutnya agar pemahaman akan penjelasan di atas mengenai

indikator prestasi belajar lebih mendalam dan memudahkan kita dalam

[image:22.595.82.501.302.695.2]

menggunakan alat dan kiat evaluasi, maka berikut ini disajikan sebuah

tabel panjang, terkait dengan jenis, indikator dan cara evaluasi belajar

Tabel 1.1

Jenis, Indikator, dan Cara Evaluasi Prestasi

Ranah/ Jenis Prestasi Indikator Cara Evaluasi

A. Ranah Kognitif

1. Pengamatan

2. Ingatan

3. Pemahaman

1. Dapat menunjukan;

2. Dapat membandingkan;

3. Dapat menghubungkan,

1. Dapat menyebutkan;

2. Dapat menunjukan kembali.

1. Dapat menjelaskan;

2. Dapat mendefinisikan dengan

bahasa sendiri.

1. Tes lisan

2. Tes tertulis

3. Observasi

1. Tes lisan

2. Tes tertulis

3. Observasi

1. Tes lisan;

2. Tes tertulis

10

(23)

13 4. Aplikasi/penera pan 5. Analisis 6. Sintesis (membuat

paduan baru dan

utuh)

1. Dapat memberikan contoh;

2. Dapat menggunakan secara

tepat.

1. Dapat menguraikan;

2. Dapat mengklasifikasikan

1. Dapat menghubungkan

materi-materi. Sehingga menjadi

kesatuan baru;

2. Dapat menyimpulkan;

3. Dapat menggeneralisasikan

(membuat prinsip umum)

1. Tes tertulis;

2. Pemberian

tugas;

3. Observasi.

1. Tes tertulis;

2. Pembagian

tugas.

1. Tes tertulis;

2. Pemberian

tugas.

B. Ranah Afektif

1. Penerimaan

2. Sambutan

3. Apresiasi

4. Internalisasi

(pendalaman)

1. Menunjukan sikap penerima;

2. Menunjukan sikap menolak.

1. Kesediaan berpartisipasi;

2. Kesediaan memanfaatkan.

1. Menganggap penting dan

bermanfaat;

2. Menganggap indah dan

harmonis;

3. Mengagumi.

1. Mengakui dan meyakini;

2. Mengingkari.

1. Tes tertulis;

2. Tes skala sikap;

3. Obsevasi.

1. Tes tertulis;

2. Tes skala sikap;

3. Obsevasi.

1. Tes skala sikap;

2. Pemberian

tugas;

3. Observasi.

1. Tes skala sikap;

2. Pemberian tugas

ekspresif dan

(24)

5. Karakterisasi

(penghayatan)

1. Melembagakan atau

meniadakan;

2. Menjelmakan dalam pribadi

dan perilaku sehari-hari.

1. Pemberian tugas

ekspresif dan

proyektif.

2. Observasi.

C. Ranah

Psikomotorik

1. Keterampilan

bergerak dan

bertindak

2. Kecakapan

ekspresi verbal

dan non verbal

Kecakapan mengkoordinasikan

gerak mata, tangan, kaki, dan

anggota tubuh lainnya.

1. Kefasihan melafalkan;

2. Kecakapan membuat mimik

dan gerakan jasmani

1. Observasi;

2. Tes tindakan.

1. Tes lisan;

2. Observasi;

3. Tes tindakan.

2.

Fiqih

a.

Pengertian Mata Pelajaran Fiqih

Menurut Etimologi (bahasa), fiqih berarti pemahaman yang

mendalam dan membutuhkan pengerahan potensi akal.11 Pengertian

tersebut dapat ditemukan dalam alqur’an, yakni dalam surat Thoha

(20) : 27-28,

dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku. Supaya mereka mengerti perkataanku

Menurut istilah para ahli hukum Islam, fiqih diartikan sebagai

hukum-hukum syar’iyah yang bersifat amaliah, yang telah

diistinbatkan oleh para mujtahid dari dalil-dalil syar’i yang

terperinci.12

Pada mulanya, fiqih berarti pengetahuan keagamaan yang

mencakup seluruh ajaran agama, baik berupa akidah, akhlak, maupun

11 Rahmat Syafe’I,

Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung:Pustaka Setia, 2010) hal,18 12

(25)

15

amaliah (ibadah), yakni sama dengan arti Syari’ah Islamiyah. Namun pada perkembangan selanjutnya, fiqih diartikan sebagai bagian dari

syari’ah Islamiyah, yaitu pengetahuan tentang hukum syari’ah

Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat yang diambil dalil-dalil terperinci.

Masih banyak definisi fiqih lainnya yang dikemukakan para

ulama. Ada yang mendefinisikan sebagai himpunan dalil yang

mendasari ketentuan hukum Islam. Adapula yang menekankan bahwa

fiqih adalah hukum syari’ah yang diambil dari dalilnya. Namun

demikian, pendapat yang menarik untuk dikaji adalah pernyataan

Imam Haramain bahwa fiqih merupakan hukum syara’ dengan jalan

ijtihad. Demikian pendapat pula Al-Amidi bahwa yang dimaksud

dengan pengetahuan hukum dalam fiqih adalah melalui kajian dari

penalaran (nadzar dan istidhah). Pengetahuan hukum yang tidak

melalui ijtihad (kajian), tetapi bersifat dharuri, seperti sholat wajib

lima waktu, zina haram, dan masalah-masalah qath’I lainnya tidak

termasuk fiqih.13

Hal itu menunjukan bahwa fiqih bersifat ijtihadi atau zhanni.

Pada perkembangan selanjutnya, istilah fiqih sering dirangkaikan

dengan kata Al-Islami sehingga terangkai Al-Fiqh Al-Islami, yang

sering diterjemahkan dengan hukum Islam yang memiliki cakupan

sangat luas.

Mata pelajaran fiqih adalah bimbingan untuk mengetahui

ketentuan-ketentuan syariat Islam. Materi yang sifatnya memahami,

menghayati dan mengamalkan pelaksanaan tersebut yang kemudian

menjadi dasar pandangan dalam kehidupannya, keluarga dan

masyarakat lingkungannya.

Bentuk bimbingan tersebut tidak terbatas pada pemberian

pemgetahuan, tetapi lebih jauh seorang guru dapat menjadi contoh dan

tauladan bagi siswa dan masyarakat lingkungannya. Dengan

13Rahmat Syafe’I,

(26)

keteladanan guru diharapkan para orangtua dan masyarakat membantu

secara aktif pelaksanaan fiqih dalam rumah tangga dan masyarakat

lingkungannya.

Dari penjelasan diatas dapat penulis pahami tentang pengertian

mata pelajaran fiqih dalam kurikulum madrasah tsanawiyah yaitu

mata pelajaran yang diarahkan untuk memberika pengetahuan,

pemahaman dan bimbingan pada siswa mengenai ketentuan-ketentuan

syariat Islam untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

b.

Tujuan, Fungsi dan Ruang Lingkup Mata Pelajaran

Fiqih

Sebagai bahan pelajaran yang diberikan pada anak didik dalam

proses belajar mengajar, mata pelajaran fiqih tentu memiliki sasaran

dan tujuan yang ingin dicapai. Untuk memenuhi tujuan tersebut,

dalam skripsi ini diuraikan dan dikomparasikan antar tujuan fiqih dan

tujuan mata pelajaran fiqih secara spesifik. Menurut Aswadi Syukur,

tujuan fiqih (ilmu fiqih) adalah “menerapkan hukum syara pada setiap perkataan dan perbuatan mukallaf.14 sedangkan rumusan fiqih

menurut Abdul Wahab Kallaf adalah “menerapkan hukum-hukum

syariat Islam bagi seluruh tindakan dan ucapan manusia”.15

kedua

rumusan tujuan fiqih tersebut tidaklah berbeda, keduanya

menghendaki penerapan hukum syara pada setiap tingkah laku dan

ucapan mukallaf ditengah hidup dan kehidupannya.

Tujuan fiqih tersebut mengalami perincian ketika telah

menjadi tujuan mata pelajaran seperti yang tertera dalam kurikulum

Madrasah Tsanawiyah yang dikeluarkan oleh departemen Agama RI

adalah membekali peserta didik agar dapat:

1) Mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum Islam secara

terperinci dan menyeluruh, baik berupa dalil naqli maupun aqli.

14

M.Aswadi Syukur, Pengantar Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, (Surabaya: Bina Ilmu) cet ke-1, h.4

15

(27)

17

Pengetahuan dan pemahaman tersebut diharapkan menjadi

pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan sosial.

2) Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan

benar. Pengalaman tersebut diharapkan dapat menumbuhkan

ketaatan menjalankan hukum Islam, disiplin dan tanggung jawab

sosial yang tinggi dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.16

Mengenai fungsi fiqih, secara umum dapat disebutkan bahwa

fiqih berfungsi: “sebagai rujukan para mukallaf untuk mengetahui

syariat Islam sehingga pola tingkah lakunya dapat terkendali pada

landasan etika dan moral yang religious”.

Fungsi mata pelajaran fiqih di Madrasah Tsanawiyah seperti

yang termaktub dalam kurikulum 2004 Madrasah Tsanawiyah adalah:

1) Penanaman nilai-nilai dan kesadaran beribadah peserta didik

kepada Allah SWT sebagai pedoman mencapai kebahagiaan

hidup didunia dan di akhirat.

2) penanaman kebiasaan melaksanakan hukum Islam dikalangan

peserta didik dengan ikhlas dan prilaku yang sesuai dengan

peraturan yang berlaku di Madrasah dan masyarakat.

3) pembentukan kedisiplinan dan rasa tanggung jawab sosial di

Madrasah dan Masyarakat.

4) pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta

akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin, melanjutkan yang

telah ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan keluarga.

5) pembangunan mental peserta didik terhadap lingkunga fisik dan

sosial melalui ibadah dan muamalah.

6) perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta

didik dalam keyakinan dan pelaksanaan ibada dalam kehidupan

sehari-hari.

16

(28)

7) pembekalan peserta didik untuk memehami fiqih atau hukum

Islam pada jenjang yang lebih tinggi.17

Fiqih berfungsi sebagai sumber hukum yang menjadi

pendorong dan pembentuk tingkah laku yang sesuai dengan

ketentuan-ketentuan hukum sehinnga terbentuk komunitas masyarakat

muslim yang memiliki kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai

prasayarat terwujudnya kondisi hidu dan kehidupan yang harmonis

dan sejahtera. Para pengajar harus memahamifungsi fiqih ini agar

pendidikan dan pembinaan pribadi siswa dapat terarah sesuai dengan

harapan yang ditentukan.

Sedangkan ruang lingkup pengajaran fiqih di Madrasah

Tsanawiyah meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan

antara:

1) Hubungan manusia dengan alam

2) Hubungan manusia dengan Allah SWT

3) Hubungan manusia dengan sesame manusia, dan selain manusia

dan lingkungan.

Dari ruang lingkup maupun fungsi yang tercantum dalam

kurikulum MTs terlihatruang lingkup materi pelajaran begitu luas

menyangkut hubunganvertikal dan horizontal peserta didik. Demikian

juga dengan fungsi yang terkandung dalam matapelajaran tersebut

yang sangat diharapkan sekali siswa mampu menjadi dirinya sebagai

muslim ang memiliki kesadaran sebagai hamba Allah untuk beribadah

secara benar dan melaksanakan syariat dengan ikhlas. Semua itu tidak

terlepas dari bagaimana kondisi pembelajaran fiqih tersebut mencapai

fungsi yang diharapkan.

Tujuan, fungsi dan ruang lingkup pembelajaran fiqih di

Madrasah semuanya akan terpenuhi atau tidak tergantung kepada

17

(29)

19

upaya yang diterapkan oleh Madrasah yang bersangkutan terutama

pada kegiatan pengelolaan pembelajaranna

3.

Model Discovery

Learning

a.

Model Pembelajaran

Sebelum membahas tentang model pembelajaran, terlebih

dahulu kita harus mengatahui apakah yang dimaksud dengan model? Secara kaffah model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan sesuatu hal. Sesuatu yang nyata

dan dikonversi untuksebuah bentuk yang lebih komprehensif. (Meyer,

W.J.,1985:2).

Agar pembelajaran fiqih dapat diserap dengan baik oleh siswa,

selain diperlukan strategi pembelajaran, guru juga perlu memiliki

metode dan model pembelajaran yang dipandang tepat dan sesuai

dengan kondisi siswa. Istilah model pembelajaran dibedakan dari istilah

metode pembelajaran. Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola

interaksi siswa dengan guru didalam kelas yang menyangkut srtrategi,

pendekatan, metode dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam

pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dikelas. Sedanglkan metode

pembelajaran adalah cara menyajikan materi yang masih bersifat

umum.

Arends menyatakan “The tern teaching models refers to a

particular approach to instruction that includes its goals, syntax,

environment, and managemeny system”.18 Yang artinya, istilah model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu

termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungan dan sistem pengelolaannya.

Adapun sukamto, dkk mengemukakan maksud dari model

pembelajaran adalah: “kerangka konseptual yang melukiskan prosedur

yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk

18

(30)

mencapai tujuan belajar tertentu, an berfungsi sebagai pedoman bagi

para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan

aktivitas belajar mengajar.19

Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas

dari pada strategi,metode atau prosedur. Model pembelajaran

mempunai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode

atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah:20

1) Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau

pengembangnya

2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar

(tujuan pembelajaran akan dicapai).

3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat

dilaksanakan dengan berhasil

4) Lingkungan belajar diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat

tercapai.

Model pembelajaran memiliki tahapan-tahapan yang harus

diperhatikan. Tahapan-tahapan berikut antara lain.

1) Sintaks/pentahapan, merupakan penjelasan pengoperasian model.

2) Sistem sosial, bagaimana penjelasan tentang peranan guru dan

pembelajaran.

3) Prinsip-prinsip reaksi, menjelaskan bagaimana sebaiknya guru

bersikap dan berespon terhadap aktivitas siswa.

4) Sistem pendukung, menjelaskan hal-hal yang diperlukan sebagai

kelengkapan model diluar manusia.

19

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovativ-Progresif, (Jakarta: KencanaPrenada Media Group, 2009) h.22

20

(31)

21

Model-model pembelajaran mempunya empat ciri khusus yang

membedakan dengan strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut

adalah sebagai berikut.21

1) Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau

pengembangnya.

2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik

belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai)

3) Tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agar model tersebut

dapat dilaksanakan dengan berhasil, dan lingkungan belajar yang

diperlukan agar tujuan belajar terseut dapat tercapai.

Dari pembelajaran diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan

prosedur yang sistematis dalam menggorganisasikan pengalaman

belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentudan berfungsi sebagai

pedoman bagi perancang dan para pengajar dalam merencanakan dan

melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Jadi istilah model

pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada metode

pembelajaran.

Model pembelajaran yang baik memiliki ciri – ciri sebagai

berikut:

1) Valid, yaitu model pembelajaran berhubungan dengan rasional

teoritik dan memiliki konsistensi internal.

2) Praktis, apa yang dikembangkan memang benar – benar diterapkan.

3) Efektif, yaitu model pembelajaran harus memberi hasil sesuai

dengan yang diharapkan.

21

(32)

b.

Prinsip-prinsip Penentuan Model

Telah disinggung sebelumnya, metode yang tepat dapat

menentukan keefektifan proses belajar mengajar. Oleh karena itu,

dalam memilih model hendaklah memperhatikan prinsip-prinsip

sebagai berikut:

1) Prinsip motivasi dan tujuan belajar. Pilihlah model yang kiranya

dapat memotivasi siswa dalam kegiatan belajar.

2) Prinsip kematangan dan perbedaan individu.

3) Prinsip penyediaan peluang dan pengalaman. Jadi dalam

pembelajaran berikanlah peluang peserta didik untuk berbuat,

bukan hanya mendengarkan.

4) Integrasi pemahaman dan pengalaman. Dalam pembelajaran,

penyatuan pemahaman dan pengalaman menghendaki suatu

proses pembelajaran yang mampu menerapkan pengalaman nyata

dalam suatu pembelajaran.

5) Prinsip fungsional. Artinya bahwa belajar itu merupakan kegiatan

yang benar-benar bermanfaat untuk kehidupan berikutnya.

6) Prinsip menggembirakan.

7) Prinsip motivasi dan tujuan belajar, dalam kegiatan belajar

mengajar yang menggembirakan dapat senantiasa memotivasi

siswa pada kegiatan belajar selanjutnya karena belajar merupakan

proses lanjut tanpa henti.

c.

Pengertian dan Tujuan Model Pembelajaran

Discovery

Learning

Model discovery learning dapat diartikan sebagai cara penyajian pelajaran yang memberi pelajaran kepada peserta didik

untuk menemukan informasi dengan atau tanpa bantuan guru.22 Model

discovery learning lebih dikenal dengan metode penemuan

22

(33)

23

terbimbing, para siswa diberi bimbingan singkat untuk menemukan

jawabannya. Harus diusahakan agar jawaban atau hasil akhir itu tetap

ditemukan sendiri oleh siswa.

Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran

yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model

ini menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting

terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa ssecara aktif

dalam proses pembelajaran.

Metode pembelajaran berbasis penemuan atau discovery

learning adalah metode belajar yang mengatur pengajaran sedemikian

rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum

diketahuinya tidak melalui pemberitahuan, namun ditemukan

sendiri.23

Dalam pembelajaran discovery (penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa, sehingga siswa dapat

menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses

mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan

pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan,

menarik kesimpulam dan sebagainya untuk menemukan beberapa

konsep atau prinsip.

Metode Discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, memanipulasi objek sebelum

sampai pada generalisasi>. Makanya anak harus berperan aktif dalam

belajar. Peran aktif anak dalam belajar ini diterapkan melalui

penemuan.

Sedangkan menurut Budiningsih (2005), metode discovery learning adalah memahami konsep, arti dan hubungan, melalui proses intuitif untuk pada akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan.

23

(34)

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri,

menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan

lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan

belajar penemuan, anak juga bisa belajar berfikir analisis dan mencoba

memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan di

transfer dalam kehidupan bermasyarakat.

Metode mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan

belajar mengajar. Kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki anak

didik akan ditentukan oleh relevasian penggunaan suatu metode yang

sesuai dengan tujuan. Itu berarti tujuan pembelajaran akan dapat

dicapai dengan penggunaaan metode yang tepat, sesuai dengan

standar keberhasilan yang terpatri dalam suatu tujuan.

Penggunaan model discovery learning guru berusaha untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar.

Sehingga model discovery learning ini memiliki tujuan sebagai berikut:24 (a) teknik ini mampu membantu siswa untuk

menegmbangkan, memperbanyak kesiapan serta, penguasaan

keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa, (b) siswa

memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual

sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa siswa

tersebut, (c) dapat meningkatkan kegairan belajar para siswa.

d.

Karakteristik Strategi Pembelajaran Active Learning

Model

Discovery Learning

Menurut Bonwell, Pembelajaran Aktif memiliki

karakteristik-karakteristik sebagai berikut:

24

(35)

25

1) Pembelajaran berpusat pada siswa. Siswa berperan lebih aktif

dalam mengembangkan cara-cara belajar mandiri. Siswa berperan

serta pada perencanaan, pelaksanaan dan penilaian proses belajar.

Pengalaman siswa lebih diutamakan.

2) Guru membimbing dalam terjadinya pengalaman belajar. Guru

bukan satu-satunya sumber belajar. Guru merupakan salah

satunya sumber belajar, yang memberikan peluang bagi siswa

agar dapat memperoleh pengetahuan atau ketrampilan sendiri

melalui usaha sendiri, dapat mengembangkan motivasi dari dalam

dirinya, dan dapat mengembangkan pengalaman untuk membuat

suatu karya.

3) Tujuan kegiatan pembelajaran tidak hanya untuk sekedar

mengejar standar akademis. Selain pencapaian standar akademis,

kegiatan ditekankan untuk mengembangkan siswa secara utuh dan

seimbang.

4) Pengelolaan kegiatan pembelajaran ditekankan pada kreativitas

siswa, dan memperhatikan kemajuan siswa untuk menguasai

konsep-konsep dengan mantap.

5) Penilaian dilakukan untuk mengukur dan mengamati kegiatan dan

kemajuan siswa, serta mengukur ketrampilan dan hasil belajar

siswa.25

Dalam model Discovery Learning itu sendiri, siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya

membimbing dan memberikan intruksi. Dengan demikian potensi

siswa dapat diberdayakan, dan dapat belajar mandiri. Siswa tidak lagi

sebagai penerima pengetahuan, dan guru dapat berperan sebagai

motivator, pengarah, dan pemberi stimulus.

25 Muchlisin Riadi, “Pembelajaran Aktif”

(36)

e. Aplikasi Model Pembelajaran

Discovery Learning

Dalam rangka mengaplikasikan model pembelajaran discovery learning didalam kelas guru bidang studi harus melakukan beberapa persiapan terlebih dahulu. Berikut ini tahapan perencanaan menurut

Brunner:26

1) Tahap persiapan dalam aplikasi model Discovey Learning

a) Menentukan tujuan pembelajaran.

b) Menentukan identifikasikarakteristik siswa (kemampuan awal,

minat, gaya belajar, dan sebagainya).

c) Memilih materi pelajaran.

d) Menentukan topic-topik yang harus dipelajari siswa secara

induktif (dari contoh-contoh generalisasi).

e) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa

contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.

f) Mengatur topik-topik plajaran dari yang sederhana ke

kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap

enaktik, ikonik sampai ke simbolik.

g) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

2) Prosedur Aplikasi Discovery Learning

Menurut Syah (2004), dalam mengaplikasi Model discovery learning di dalam kelas, tahapan atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum adalah

sebagai berikut:

a) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan.

b) Problem Statemen (pernyataan/identifikasi masalah) c) Data Collection (pengumpulan data).

d) Data Processing (pengolahan data).

e) Verification (petahkikan/pembuktian)

f) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi).

26

(37)

27

Sedangkan langkah-langkah pelaksanaan model discovery learning menurut pendapat Gilstrap (1975):27

1) Menilai kebutuhan dan minat siswa, dan menggunakannya

sebagai dasar untuk menentukan tujuan yang berguna dan

realities untuk mengajar dengan penemuan

2) Seleksi pendahuluan atas dasar kebutuhan dan minat siswa,

prinsip-prinsip, generalisasi, pengertian dan hubungannya

dengan apa yang dipelajari.

3) Mengatur susunan kelas sedemikian rupa sehingga

memudahkan terlibatnya arus bebas pikiran siswa dalam

belajar dengan penemuan.

4) Berkomunikasi dengan siswa akan membantu menjelaskan

peranan penemuan.

5) Menyiapkan suatu situasi yang mengandung masalah yang

minta dipecahkan.

6) Mengecek pengertian siswa tentang masalah yang digunakan

untuk merangsang belajar dengan penemuan.

7) Menambah berbagai alat peraga untuk kepentingan

pelaksanaan penemuan.

8) Memberi kesempatan kepada siswa untuk bergiat

mengumpulkan dan bekerja dengan data, misalnya setiap siswa

mempunyai data harga dan bahan-bahan pokok dan jumlah

orang yang membutuhkan bahan-bahan pokok tersebut.

9) Mempersilahkan siswa mengumpulkan dan mengatur data

sesuai dengan kecepatannya sendiri, sehingga memperoleh

tilikan umum.

10)Memberi kesempatan kepada siswa melanjutkan pengalaman

belajarnya, walaupun sebagian atas tanggung jawabnya sendiri.

27

(38)

11)Memberi jawaban dengan cepat dan tepat sesuai dengan data

dan informasi bila ditanya dan diperlukan siswa dalam

kelangsungan kegiatannya.

12)Memimpin analisisnya sendiri melalui percakapan dan

eksplorasinya sendiri dengan pertanyaan yang mengarahkan

dan mengidentifikasikan proses.

13)Mengajarkan keterampilan untunk belajar dengan penemuan

yang diidentifikasi oleh kebutuhan siswa, misalnya latihan

penyelidikan.

14)Merangsang interaksi siswa dengan siswa, misalnya

merundingkan strategi penemuan, mendiskusikan hipotesis dan

data yang terkumpul.

15)Mengajukan pertanyaan tingkat tinggi maupun pertanyaan

tingkat sederhana.

16)Bersikap membantu jawaban siswa, ide siswa, pandangan dan

tafsiran yang berbeda. Bukan menilai secara kritis tetapi

membantu menarik kesimpulan yang benar.

17)Membesarkan siswa untuk memperkuat pernyataannya dengan

alasan dan fakta.

18)Memuji siswa yang sedang bergiat dalam proses penemuan,

misalnya seorang siswa yang bertanya kepada temannya atau

guru tentang berbagai tingkat kesukaran dan siswa yang

mengidentifikasi hasil dari penyelidikannya sendiri.

19)Membantu siswa menulis atau merumuskan prinsip, aturan ide,

generalisasi atau pengertian yang menjadi pusat dari masalah

semula dan yang telah ditentukan melalui strategi penemuan.

20)Mengecek apakah siswa mnggunaka apa yang telah

ditemukannya, misalnya teori atau teknik, dalam situasi

berikutnya, yaitu situasi dimana siswa bebas menentukan

(39)

29

Kesepakatan guru mitra dengan peneliti, kelemahan-kelemahan

harus segera diatasi melalui pendekatan discovery learning denagn tindakan pada masing-masing tahap pembelajaran berikut:28

1) Kegiatan awal pembelajaran meliputi langkah – langkah sebagai

berikut:

a) Menyiapkan alat bantu yang sesuai dan menarik materi yang

akan disampaikan.

b) Memberikasn motivasi untuk meningkatkan minat belajar

siswa.

c) Memberikan tinjauan yang jelas tentan materi yang akan

disampaikan sehingga siswa mempunyai arah yang jelas saat

belajar.

d) Membagi siswa menjadi beberapa kelompok belajar

e) Membuka pelajaran sesuai dengan pendekatan untuk

meningkatkan rasa takut siswa.

2) Tindakan penyampaian dan pengembangan meliputi

langkah-langkah sebagi berikut:

a) Penyampaian konsep dasar materi

b) Penjelasan cara menggunakan alat peraga yang digunakan

dalam proses belajar.

c) Penyampaian disesuaikan dengan gaya bahasa siswa sehingga

siswa dapat menerima pelajaran dengan mudah.

d) Belajar kelompok dan pengembangan minat individu dengan

mempraktekkan alat peraga yang sudah disiapkan.

e) Pelatihan memecahkan suatu masalah yang berkaitan dengan

materi baik secara individu maupun kelompok.

3) Tindakan pada tahap penerapan

a) Mengusahakan umpan balik/.

28

(40)

b) Pemberian soal latihan baik kelompok maupun individu

kepada siswa dan kesempatan untuk mengerjakannya.

c) Pembahasan soal latihan secara bersama-sama.

d) Refleksi individu tentang capaian materi yang telah didapat

selama proses belajar

e) Review materi pelajaran yang belum dipahami siswa.

4) Tindakan pada akhir prmbelajaran

a) Penarikan kesimpulan bersama

b) Penguatan materi yang tela didapat siswa dengan memberikan

waktu kepada siswa untuk bertanya.

c) Evaluasi kinerja siswa oleh guru dan memberikan motivasi

kepada seluruh siswa.

d) Eksplorasi kesulitan belajar siswa, hal-hal yang menarik yang

telah didapat siswa dan hal-hal yang tidak disukai siswa.

e) Pembagian tugas rumah yang menyenangkan sesuai materi

yang telah dipelajari.

B.

Hasil Penelitian Yang Relevan

Berdasarkan penelitian dilakukan oleh Istianah dengan judul “Upaya

peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS dengan menerapkan

metode Discovery Learning”, menunjukan bahwa hasil belajar siswa dengan

metode ddiscovery learning, menunjukan bahwa pembelajaran dengan

menerapkan metode discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar

siswa pada mata pelajaran IPS. Hal ini terlihat dari perolehan tes hasil belajar

setiap siklusnya. Perolehan hasil belajar siswa pada siklus I mencapai nilai

rata-rata 71,67 dengan persentase ketuntasan 57,15% karena dari 21 siswa

yang memperoleh nilai dibawah KKM (70) ada 9 siswa. Sedangkan pada

siklus II nilai rata-rata yang diperolehmencapai 86,67 dengan persentase

ketuntasan 100%. Hal ini berarti seluruh siswa nilainya sudah sesuai dengan

(41)

31

hipotesis tindakan diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa metode

discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa.29

Penelitian juga dilakukan oleh Asrori dengan judul “pengaruh metode

Discovery Learning terhadap hasil belajar Fisika siswa pada konsep suhu dan

kalor di SMA Negri 4 Pandeglang Banten”, dapat disimpulkan bahwa

terdapat pengaruh metode Discovery Learning terhadap hasil belajar fisika

siswa pada konsep suhu dan kalor. Hal tersebut terlihat pada hasil posttest

pada kedua kelompok dengan rata-rata untuk kelompok eksperimen sbesar

67,3 dan kelompok control sebesar 61,9. Hal ini terlihat pula pada hasil

pengujian hipotesis melalui uji-t pada taraf signifikansi 0,05 didapat hasil

t

-hitung >

t

-tabel yaitu 2,21 > 2,002 sehingga hipotesis nol (Ho) ditolak dan

hipotesis alternatif (Ha) diterima. Hal tersebut juga didukung dengan hasil

lembar angket mengenai respon siswa terhadap penerapan metode

pembelajaran, dimana kedua kelompok memberi respon yang positif, baik

kelompok control dengan rata-rata persentase sebesar 75%.30

Selanjutnya adalah Hesti Nurhayati (2007) dengan judul penelitiannya

“Pembelajaran dengan metode Discovery Terbimbing dalam meningkatkan

hasil belajar Kimia siswa pada konsep Bahasan Asam Basa, dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara penggunaan

metode discovery terbimbing dengan metode ceramah dalam meningkatkan

hasil belajar siswa.

C. Pengajuan Konseptual Intervensi Tindakan

Pembelajaran yang masih dilaksanakan guru masih bersifat

konvensional yang hanya berceramah dan menggunakan metode penugasan

sehingga siswa kurang tertarik dalam mengikuti pelajaran, hal ini juga

mengakibatkan masih ada siswa yang nilainya belum mencapai KKM dan

29

Upaya peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS dengan menerapkan metode Discovery Learning, (Jakarta : UIN , 2012)

30

(42)

juga siswa kurang mengerti makna dan tujuan dari pembelajaran sehingga

siswa menjadi acuh tak acuh terhadap fiqih terutama pada nilai karakter yang

tertanam pada pelajaran fiqih itu sendiri.

Untuk mengatasi hal tersebut di atas perlu diadakan pembenahan dalam

proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru khususnya dalam

pembelajaran materi makanan dan minuman. Solusi yang saya ambil adalah

dengan menerapkan model pembelajaran discovery learning siswa akan lebih tertarik dan antusias dalam mengikuti pelajaran ini. Setelah penggunaan

model pembelajaran discovery learning maka nilai siswa dapat meningkat.

D. Hipotesis Tindakan

Dari uraian latar belakang dan rumusan masalah sebelumnya, serta hasil

penelitian-penelitian yang berhubungan yang pernah ada, penulis dapat

mengambil kesimpulan sementara (hipotesis) bahwa dengan diterapkannya

(43)

33

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakanakan pada semester genap tahun ajaran

2014/2015 bulan Januari s.d Mei 2015 . Tempat yang dipilih untuk penelitian

adalah MTS Darul Ma’arif Jakarta Selatan. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan terhadap seluruh siswa kelas VIII B sebanyak 32 siswa.

B.

Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian

Metode secara harfiah (Method) berarti cara. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai cara melakukan sesuatu kegiatan atau cara

melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep – konsep secara

sistematis.1 Sedangkan dalam konteks pembelajaran, Metode juga diartikan

sebagai cara yang digunakan guru dalam menjalankan fungsinya merupakan

alat untuk mencapai tujuan pembelajaran.2

Sedangkan penelitian dapat diartikan sebagai kegiatan mencermati

suatu obyek. Jadi, metode penelitian dapat diartikan secara singkat menjadi

suatu cara yang digunakan untuk mencermati suatu obyek. Dalam penulisan

ini, penulis menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas dalam penelitian

yang akan dilakukan. Ide penelitian tindakan kelas pertama dikembangkan

oleh Kurt Lewin setelah perang dunia kedua, sebagai suatu cara penanganan

masalah sosial. Kurt Lewin mengemukakan adanya empat frase dalam

melaksanakan penelitian tindakan, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan

refleksi.3 Penelitian jenis inilah yang penulis gunakan dalam penelitian ini.

1

Muhibin Syah. Psikologi Pendidikan dan Pendekatan Baru. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 21.

2

Hamzah B Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar Kreatif dan Efektif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007) ,h. 2.

3

(44)

Penelitian tindakan kelas terdiri dari tiga kata yang dalam buku

Suharsimi Arikunto dijabarkan sebagai berikut:4

1. Penelitian, kegiatan mencermati suatu obyek, menggunakan aturan

metodologi tertentu untuk memperoleh data atu informasi yang

bermanfaat untuk meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan

penting bagi peneliti.

2. Tindakan, sesuatu gerak kegiatan yang disengaja dilakukan dengan

tujuan tertentu, yang dalam penelitian ini berbentuk rangkaian siklus

kegiatan.

3. Kelas, sekelompok siswa yang dalam kurun yang sama menerima

pelajaran yang sama dari seorang guru.

Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, karena juga

menggambarkan bagaimana metode pembelajaran ini diterapkan di kelas dan

bagaimana pula hasil yang dicapai dari penelitian ini. PTK ini membantu

seseorang dalam mengatasi persoalan dan membantu pencapaian tujuan dalam

kerangka etika yang disepakati bersama antara guru, siswa, dan peneliti.

Seperti yang telah dijelaskan di sebelumnya, bahwa penulis

menggunakan metode penelitian PTK dengan jenis yang dicetuskan Kurt

Lewin, dan metode yang penulis gunakan di dalam kelas adalah model

discovery learning. Secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.

Model PTK yang peneliti gunakan adalah model Kurt Lewin, seperti

[image:44.595.94.490.124.706.2]

pada gambar :

Gambar 1.1.

Penelitian tindakan

model Lewin

4

(45)

35

Empat kegiatan utama yang ada pada siklus yaitu:

1. Perencanaan (Planning)

Perencanaan terbagi menjadi dua yaitu umum dan khusus. Adapaun

perencanaan umum yaitu meliputi keseluruhan penelitian yang akan

dilakukan, sedangkan perencanaan khusus meliputi perencaan tiap siklus

yang akan dilaksanakan. Peneliti merencanakan tindakan yang akan

dilakukan selama proses belajar mengajar berlangsung. Peneliti

menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar observasi, lembar

pengamatan, dan lembar penilaian siswa.

2. Tindakan (Acting)

Pada tahap tindakan ini peneliti melaksanakan apa yang telah

dirancangkan pada tahap perencanaan. Tahap tindakan ini juga bisa

meliputi tindakan perbaikan terhadap situasi dan kondisi pembelajaran

yang telah dilakukan.

3. Pengamatan (Observation)

Peneliti melakukan pengamatan pada siswa selama proses belajar

mengajar berlangsung dengan lembar observasi. Pengamatan juga dapat

dilakukan oleh kolaborator dengan mencatat semua peristiwa atau semua

hal yang terjadi di kelas penelitian. Misalnya, mengenai kinerja guru,

situasi kelas, prilaku dan sikap siswa, penyajian atau pembahasan materi,

penyerapan siswa terhadap materi yang diajarkan, dan sebagainya.5

4. Refleksi

Pada tahap ini peneliti beserta guru menganalisis data yang diperoleh

dari kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan

yang direncanakan. Hasil ini kemudian dianalisis dan akan digunakan

untuk merencanakan tindakan selanjutnya.

5

(46)
[image:46.595.98.478.120.500.2]

Gambar 3.1

Rancangan siklus penelitian6

Jadi sebelum menerapkan model discovery learning untuk meneliti, penulis mempersiapkan langkah – langkah yang akan dilakukan. Setelah itu

penulis terapkan di dalam kelas sambil mengamati kelangsungan proses KBM.

Dan membiaskan atau memikirkan kegiatan yang telah dilakukan.

Karena dalam penelitian penulis adalah bertujuan untuk mengetahui

efektivitas pembelajaran dengan model discovery learning ini, maka penulis menggunakan perhitungan statistik yang hasilnya mengenai peningkatan hasil

belajar siswa setelah diterapkannya model discovery learning dalam pembelajaran. Dengan demikian, penulis akan mendapatkan hasil apakah

metode ini dapat meningkatkan atau malah sebaliknya.

6

Rochiati Wiriaatmaadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. 2, h. 66

Perencanaan

SIKLUS I Pelaksanaan

Pengamatan Pengamatan

Perencanaan

SIKLUS I Pelaksanaan

(47)

Gambar

tabel panjang, terkait dengan jenis, indikator dan cara evaluasi belajar
Gambar 1.1.
Rancangan siklus penelitianGambar 3.1 6
DAFTAR SUBJEK PENELITIANTABEL 1.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seperti halnya di MA NU Nurussalam Gebog Kudus sudah menerapakan strategi discovery learning & exposition learning dalam mata pelajaran Fiqih, strategi pembelajaran ini

meningkatkan prestasi belajar siswa kelas III MI Darul Hijroh Surabaya Tahun Ajaran 2017/2018? 2) Bagaimana peningkatan prestasi belajar melalui model pembelajaran Contextual

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan media pembelajaran e-learning dalam pembelajaran fiqih di MTs Al Fatah Jabon Sidoarjo, mendeskripsikan

Tabel 2.1 Persamaan dan Perbedaan Penelitian “Pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik Kelas V Mata Pelajaran Akidah

belajar yang signifikan dan berarti “Ada pengaruh model pembelajaran Discovery Learning terhadap prestasi belajar peserta didik kelas V mata pelajaran Akidah Akhlak MIN

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar IPS melalui model pembelajaran cooperative learning tipe Numbered Heads Together (NHT) pada siswa kelas V SD

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dengan penerapan model Discovery Learning melalui lawatan sejarah dapat meningkatkan kesadaran sejarah dan prestasi belajar

iv ABSTRAK Belia Fadhila, 2022 : Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik pada Pembelajaran Tematik Terpadu Tema 8 di Kelas V SD Negeri 12