PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY
LEARNING DALAM MENINGKATKAN PRESTASI
BELAJAR FIQIH DI KELAS VIII MTS. DARUL
MA’ARIF JAKARTA
(Penelitian Tindakan Kelas di MTs. Darul Ma’arif Jakarta)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.I)
Disusun oleh :
Chairul Anwar
NIM. 109011000248
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ABSTRAK
CHAIRUL ANWAR (NIM. 109011000248).
Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Fiqih VIII di Kelas VIII MTs. Darul Ma’arif JakartaTujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peningkatan prestasi belajar melalui model pembelajaran discovery learning pada pembelajaran Fiqih siswa kelas VIII di Mts Darul Ma’arif Jakarta.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Metode ini dilakukan dengan empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Keempat tahap tersebut terdapat dalam satu siklus yang dilakukan berulang dengan langkah-langkah yang sama dan tetap difokuskan pada cara penyelesaian masalah (jawaban) dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri serta pencarian informasi dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa prestasi belajar siswa dengan menggunakan metode discovery learning ini mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari hasil tiap siklus yang dilakukan. Perincian nilai rata-rata
pretes siklus I rata-ratanya 70,47, pretes siklus II pertemuan kedua rata-ratanya 58,1. Postes siklus I rata-ratanya 85,16, postes siklus II rata-ratanya 88. Peningkatan hasil belajar dapat dilihat dari nilai normali gain tiap siklusnya, yakni N-gain siklus I 0,48
i
Puji dan syukur dengan hati yang tulus dan pikiran yang jernih kita
panjatkan kehadirat Allah SWT. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW., beserta keluarga dan para sahabatnya
yang setia mengorbankan jiwa raga hingga tetes darah terakhir demi tegaknya
Islam di seluruh penjuru dunia. Atas izin dan rahmat hidayah-Nya pula maka
tulisan ini yang merupakan syarat untuk menyelesaikan studi kesarjanaan (S1)
pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat
terbatas, maka dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan.
2. Bapak Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI)
3. Ibu Dra. Djunaidatul Munawwaroh, M.Ag selaku dosen pembimbing yang
selalu memberikan arahannya serta membimbing dengan tulus ikhlas dalam
penulisan skripsi ini.
4. Seluruh dosen dan staf jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI)
5. Ibu Hj. Sri Komariyati, S.Ag Selaku Wakepsek Kurikulum dan guru mata
pelajaran Fiqih MTs. Darul MA’arif yang telah membantu penelititan berlangsung.
6. Ibu Salbiyah (ibu) dan Bapak Madaroh (Ayah) tercinta yang telah memberi
dukungan dan kasih sayang yang tiada hentinya kepada penulis.
7. Saudara – saudara kandung saya Maulana (kakak) Nurdiyansyah (kakak) dan terutama Ali Imron (kakak) yang telah menginspirasi dan memberikan
ii
8. Terimakasih juga untuk seseorang yang special dihati saya, Eni Puspita Sari
yang selalu memberikan support dan doa kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman tercinta di Pendidikan Agama Islam (PAI) angkatan 2009 dan
sahabat – sahabat yang selalu memberikan masukan dan dorongan motivasi kepada penulis.
10.Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan, dan informasi yang
bermanfaat untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari masih sangat banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh karena
itu penulis sangat berharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca
sekalian. Mudah – mudahan skrpsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi khazanah ilmu pengetahuan. Amin ya rabbal alamin.
Jakarta, 10 September 2015
Penulis,
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR LAMPIRAN ... iii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Masalah Penelitian... 4
1. Identifikasi Masalah ... 4
2. Pembatasan Masalah ... 4
3. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Prestasi Belajar a. Pengertian dan Tujuan Belajar ... 7
b. Ciri – ciri Belajar ... 8
c. Pengertian Prestasi belajar ... 8
d. Aspek – aspek yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ... 10
e. Indikator Prestasi Belajar ... 12
2. Fiqih a. Pengertian Mata Pelajaran Fiqih... 14
b. Tujuan, Fungsi dan Ruang Lingkup Mata Pelajaran Fiqih ... 16
3. Model Discovery Learning a. Pengertian Model Pembelajaran ... 19
b. Prinsip-prinsip penentuan Model ... 22
c. Pengertian dan Tujuan Model Pembelajarn Discovery Learning . 22 d. Karakteristik Strategi Pembelajaran Active Learning Model Discovery Learning ... 24
e. Aplikasi Model Pembelajaran Discovery Learning ... 26
B. Hasil Penelitian yang relevan ... 30
C. Pengajuan Konseptual Intervensi Tindakan ... 31
D. Hipotesis Tindakan ... 32
B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelelitian ... 33
C. Subjek Penelitian ... 37
D. Peran dan Posisi Penulis dalam Penelitian... 37
E. Tahapan Intervensi Tindakan ... 38
F. Hasil Intervensi Tindakan yang diharapkan... 41
G. Data dan Sumber Data ... 41
H. Instrumen Pengumpulan Data ... 41
I. Teknik Pengumpulan data... 42
J. Teknik Pemeriksaan Kepercayaan ... 43
K. Analisis dan Interpretasi Data ... 43
L. Pengembangan Perencanaan Tindakan... 44
BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, INTERPRETASI HASIL, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Sekolah ... 45
B. Deskripsi Data Hasil Pengamatan Efek/Hasil Intervensi Tindakan ... 52
C. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 78
D. Analisis Data ... 78
E. Pembahasan Temuan Penelitian ... 78
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 80
B. Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA
i
Lampiran 1 Observasi Awal Wawancara Responden Guru Pra-Penelitian Lampiran 2 Soal Pretes dan Postes Siklus I
Lampiran 3 Hasil Pretes dan Postes Siklus I Lampiran 4 Kunci Jawaban Siklus I
Lampiran 5 Soal Pretes dan Postes Siklus II Lampiran 6 Hasil Pretes dan Postes Siklus II Lampiran 7 Kunci Jawaban Siklus II
Lampiran 8 RPP siklus I dan II Lampiran 9 Materi RPP
Lampiran 10 Lembar Observasi Aktifitas Siswa
Lampiran 11 Lembar Observasi Aktifitas Guru Siklus I Lampiran 12 Catatan Lapangan Siklus I
Lampiran 13 Lembar Observasi Aktifitas Guru Siklus II
Lampiran 14 Lembar Observasi Aktivitas belajar peserta didik siklus I Lampiran 15 Lembar Observasi Aktivitas belajar peserta didik siklus II Lampiran 16 Catatan Lapangan Siklus II
Lampiran 17 Hasil Wawancara Responden Siswa
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Agama diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan
untuk membentuk manusia agamis dengan menanamkan aqidah keimanan,
amaliah dan budi pekerti atau akhlak yang terpuji untuk menjadi manusia yang
taqwa kepada Allah SWT.1 Oleh karena itu Mata Pelajaran Agama adalah
mata pelajaran wajib di setiap sekolah-sekolah Indonesia. Fiqih ini adalah
termasuk di dalamnya. Sebenarnya, melalui Mata Pelajaran Agama, sangat
diharapkan siswa memiliki karakter yang benar-benar seharusnya dimiliki
oleh seseorang yang beragama karena esensi dari mempelajari ilmu
keagamaan adalah sikap. Biasanya pada sekolah-sekolah yang berbasis agama,
mata pelajaran bidang keagamaan menjadi nilai yang menentukan atau salah
satu nilai yang sangat diperhatikan.
Menurut Undang-Undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003, pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat bangsa dan Negara.2
Di dalam buku Pembelajaran Akselerasi karangan Iif Khoiru Ahmadi, dkk terdapat opini Meir yang menyatakan bahwa terdapat beberapa masalah
pembelajaran di sekolah yang antara lain adalah:3
1. Materi ajar yang tidak bermakna
2. Belajar hanya berisi ceramah yang membosankan.
1
M.Basyiruddin Usman, Metode Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h.4
2
Agus N,Cahyo,, Panduan Aplikasi teori-teori Belajar Mengajar Teraktual dan Terpopuler. (Jogjakarta: Diva Press, 2013), h. 18
3
3. Guru hanya menyuapi (spoon feeding) siswa dengan pengetahuan yang bersifat superficial
4. Proses belajar bukan merupakan proses yang menyenangkan tapi malah
menakutkan.
Dalam pengalaman, penulis pun masih sering menjumpai beberapa
sekolah yang terdapat guru-guru yang masih menerapkan cara-cara
konvensional dalam belajar termasuk di sekolah tempat penulis melakukan
penelititan. Sedangkan dewasa ini siswa dituntut aktif dalam pembelajaran,
guru harus bersikap variatif dalam melaksanakan proses KBM agar siswa
tidak merasa jenuh dan pencapain tujuan pelajaran juga tidak menyentuh pada
ranah kognitif saja, melainkan juga kepada afektif dan psikomotorik.
Selain itu, seiring perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan
teknologi semakin canggih, maka secara otomatis pola pikir masyarakat
berkembang dalam setiap aspek. Sehingga berpengaruh pula terhadap dunia
pendidikan karena dengan berkembangnya pola pikir masyarakat itu, dituntut
untuk adanya inovasi dalam bidang pendidikan, tidak tradisional lagi, yaitu
melaksanakan pemebelajaran hanya dengan ceramah yang merupakan metode
dari zaman dahulu sampai sekarang. Inovasi yang disebutkan itu tidak terlepas
dari peran guru untuk melakukan inovasi cara belajar di kelas.
Seorang guru merupakan salah satu pemegang kendali generasi
bangsa, untuk itu guru dituntut untuk memiliki pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang mampu mengembangkan suatu potensi yang terdapat di dalam diri
anak bangsa. Guru adalah merupakan salah satu kunci untuk membuka pintu
perubahan. Dalam bidang keagamaan, yaitu guru agama, dituntut untuk lebih
mengarahkan peserta didik agar memiliki keunggulan dalam aspek moral,
keimanan, ketaqwaan, dan disiplin. Karena studi agama sebenarnya tidak
hanya menyentuh ke arah pengetahuan (kognitif) saja, akan tetapi esensi dari
studi agama atau mata pelajaran agama adalah pembentukan sikap yang
seharusnya memang benar-benar dimiliki oleh setiap orang yang beragama.
3
Selain itu juga, salah satu faktor yang ada di luar siswa adalah guru
profesional yang mampu mengelola pembelajaran dengan metode-metode
yang tepat, yang memberi kemudahan bagi siswa untuk mempelajari materi
pelajaran, sehingga menghasilkan capaian yang lebik baik. Dalam penggunaan
metode pembelajaran harus bervariasi sehingga siswa tidak bosan dalam
pembelajaran. Penggunaan metode dalam pembelajaran juga tidak boleh
monoton. Dalam proses KBM kadang dijumpai guru yang tidak
mengindahkan metode pembelajaran dalam pelaksanaannya. Guru tidak
sistematis dalam menyampaikan materi sehingga siswa kurang mampu
menyerap materi secara maksimal. Pemilihan metode berkaitan langsung
dengan usaha guru dalam menampilkan pembelajaran yang sesuai dengan
situasi dan kondisi sehingga pencapaian tujuan pembelajaran diperoleh secara
optimal.
Dari pernyataan di atas, dapat dihubungkan pada pernyataan
Muhaimin dan Abdul Mujib (1995) yang menyatakan bahwa guru agama
Islam memiliki peran yang merencanakan program pengajaran dan
melaksanakan program yang tersusun serta diakhiri dengan penilaian. Dan
selain itu, guru juga sebagai pendidik, yang tidak hanya berperan sebagai
pengajar yang transfer of knowledge, tetapi juga pendidik yang transfer of values.4 Dalam penelitian di sini yaitu dengan metode discovery learning ini fokus penelitian saya adalah kepada prestasi belajar siswa, akan tetapi sangat
diharapkan juga dapat menyentuh nilai pendidikannya bukan hanya
pengetahuan pendidikannya saja.
Dalam penulisan ini, tujuan pendidikan yang akan diteliti itu memang
dalam ranah kognitif atau yang biasa disebut hasil belajar atau nilai belajar.
Karena hasil belajar adalah hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan
kegiatan Belajar dan merupakan penilaian yang dicapai seseorang siswa untuk
mengetahui sejauh mana bahan pelajaran atau materi yang sudah diajarkan
4
siswa.5 Dan menurut Gunarso (1995: 57) mengartikan bahwa hasil belajar
adalah suatu hasil yang dicapai oleh murid sebagai hasil belajarnya baik
berupa angka maupun huruf serta tindakan.
Oleh karena itu, penulis menganggap kirannya penting pula untuk
meneliti hasil belajar dari segi penilaian berupa angka atau nilai tes, karena
walau bagaimanapun penilaian ini juga merupakan hal sangat yang penting
dalam pembelajaran di sekolah, penelitian ini penulis beri judul “Penerapan
Model Pembelajaran Discovery Learning dalam Meningkatkan Prestasi
Belajar Fiqih Siswa Kelas VIII MTs. Darul Ma’arif Jakarta”.
B.
Masalah Penelitian
1.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, serta harapan penulis yang
dengan menggunakan model Discovery Learning dalam proses KBM diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dari sebelumnya,
maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
a. Penggunaan metode pembelajaran dengan ceramah kurang
memotivasi siswa untuk belajar sehingga hal tersebut mempengaruhi
prestasi belajar siswa.
b. Model Discovery Learning dalam mata pelajaran fiqih mungkin belum banyak diterapkan.
c. Faktor dari luar diri yang mempengaruhi hasil belajar siswa salah
satunya adalah pemilihan strategi pembelajaran dan proses
pembelajaran yang dilaksanakan.
2.
Pembatasan Masalah
Dan dari identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi
pembahasan yang akan dikaji, yaitu:
5
5
a. Menyangkut bagaimana proses perencanaan, dan bagaimana
penerapannya serta apa saja hambatan dalam penggunaan model
discovery learning pada mata pelajaran Fiqih sebagai upaya peningkatan prestasi belajar siswa.
b. Para Siswa yang dimaksud adalah siswa kelas VIII di Mts Darul Ma’arif Jakarta
c. Materi pelajaran Fiqih yang akan diteliti adalah materi Kelas VIII MTS Semester I mengenai “Makanan dan Minuman”
3.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan itulah saya dapat merumuskan
permasalahan dalam penelitian saya ini, yaitu bagaimanakah prestasi
belajar siswa setelah melalui model pembelajaran discovery learning pada pembelajaran Fiqih pada siswa kelas VIII di Mts Darul Ma’arif?
C.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk
mendeskripsikan peningkatan prestasi belajar melalui model pembelajaran
discovery learning pada pembelajaran Fiqih siswa kelas VIII di Mts Darul Ma’arif Jakarta.
D.
Manfaat Penelitian
Penulis berharap dari hasil penelitian ini, dapat didapat manfaat sebagai
berikut:
1. Bagi siswa
a. Meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami materi yang
dipelajari dalam Fiqih Bab Makanan dan Minuman
b. Dengan penerapan metode ini diharapkan mampu membuat siswa
lebih aktif dalam proses pembelajaran Fiqih bab Makanan dan
Minuman.
2. Bagi guru
a. Dapat memacu para guru untuk senantiasa meningkatkan kualitas
pengelolaan kelas dalam proses pembelajaran
b. Membuat para guru untuk senantiasa mencipatakan suasana belajar
yang aktif, kreatif, dan menyenangkan.
c. Dapat menjadi referensi sekaligus solusi bagi para guru yang sedang
mengalami permasalahan dalam proses pembelajaran.
3. Bagi sekolah
Dapat memajukan dan meningkatkan prestasi dan mutu sekolah.
Serta dapat menjadi bahan informasi dan sumbangan pemikiran yang
dapat dijadikan bahan perbandingan atau acuan bagi sekolah atau
lembaga-lembaga lain dalam mengembangkan segala hal yang berkaitan
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1.
Prestasi belajar
a.
Pengertian dan Tujuan Belajar
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat
pengalaman atau latihan.1 Selain itu juga belajar dapat diartikan
sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif
menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan
yang melibatakan proses kognitif.2 Dalam deifinisi lain menyatakan
bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.3
Dari beberapa definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang menyeluruh, yang
berbeda dari tingkah laku sebelumnya melalui usaha nyata, dan
perubahan itu cenderung menetap atau tidak mudah hilang. Perubahan
tingkah laku yang dimaksud menyeluruh itu adalah perubahan mulai
dari pengetahuan atapun sikap nyatanya. Sehingga dengan kata lain,
apabila seseorang yang belajar dan tidak mengalami perubahan dari
segi pengetahuan ataupun sikapnya maka dapat dikatakan orang itu
tidak belajar.
Dari definis belajar, belajar itu merupakan suatu usaha nyata
yang menimbulkan perubahan, dengannya dapat dipastikan bahwa
1
Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2007), h. 55. 2
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h. 92-93.
3
belajar itu memiliki tujuan. Dalam buku Psikologi Pendidikan Bapak
Drs. Alisuf Sabri dipaparkan beberapa tujuan dari belajar menurut
Taksonomi Bloom, bahwa pencapaian pada ranah yuang mencakup
kognitif (Pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor
(keterampilan).
Menurut winarno Surachmad, tujuan belaajr di sekolah itu
ditujukan untuk mencapai:4
1)Pengumpulan pengetahuan
2)Penanaman konsep dan kecekatan.keterampilan
3)Pembentukan sikap dan perbuatan
b.
Ciri
–
ciri Belajar
Dari pengertian yang telah penulis paparkan sebelumnya, belajar
adalah merupakan suatu kegiatan dan suatu kegiatan itu dapat
diidentifikasikan dengan ciri – ciri sebagai berikut:5
1) Suatu kegiatan atau aktifitas yang menghasilkan perubahan pada
diri individu yang belajar baik aktual maupun potensial.
2) Perubahan itu pada dasarnya adalah didapatkan kemampuan baru
yang berlaku dalam waktu yang relatif lama, dan,
3) Perubahan itu terjadi karena adanya usaha (dengan sengaja).
c.
Pengertian Prestasi Belajar
Satu hal penting dalam rangkaian proses belajar mengajar
adalah mengetahui seberapa jauh kemajuan atau prestasi peserta
didik. Kata prestasi belajar terdiri dari dua suku kata, yaitu Prestasi
dan belajar. Meskipun demikian kedua kata tersebut saling
berhubungan antara satu dengan yang lain. Beberapa ahli sepakat
bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan. Hasil yang dimaksud
4
Sabri, op.cit., h. 58 5
9
adalah hasil yang memiliki ukuran atau nilai. Berikut ini merupakan
pendapat para ahli dalam memahami kata prestasi yaitu:
1) WJS Poerdarminta berpendapat, bahwa prestasi adalah hasil yang
telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan lain sebagainya).
2) Masud Khasan Abu Qodar, prestasi adalah apa yang telah
diciptakan, hasil pekerjaan, hasil menyenangkan hati yang
diperoleh dengan jalan keuletan kerja.
3) Nasrun Harahap dan kawan-kawan memberi pengertian prestasi
adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan kemajuan
murid yang berkenaan dengan penguasaan terhadap nilai-nilai
yang terdapat dalam kurikulum.6
Dari pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi adalah hasil yang dicapai
dari suatu kegiatan berupa penilaian terhadap proses yang telah
dilalui. Dimana di dalam pendidikan, prestasi merupakan hasil dari
pemahaman yang didapat serta penguasaan nilai-nilai yang terdapat
dalam kurikulum. Sehingga prestasi dapat diukur dengan nilai yang
didapat dari pengadaan tes maupun evaluasi belajar.
Sedangkan definisi belajar sebagaimana yang telah dijelaskan di
atas, belajar merupakan proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh perubahan baik kognitif, afektif, dan psikomotorik
sebagai hasil dari pengalaman seseorang berinteraksi dengan
lingkungannya.
Prestasi belajar secara umum berarti suatu hasil yang dicapai
dengan perubahan tingkah laku yaitu melalui proses membandingkan
pengalaman masa lampau dengan apa yang sedang diamati oleh siswa
dalam bentuk angka yang bersangkutan dan hasil evaluasi dari
berbagai aspek pendidikan baik aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa kata
6 Nelly Maghfiroh, “
prestasi pada dasarnya adalah hasil yang diperoleh dari aktivitas.
Sedangkan belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan
yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu yaitu perubahan
tingkah laku. Jadi prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa
kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan prilaku individu sebagai
hasil dari aktivitas belajar.
d.
Aspek
–
aspek yang mempengaruhi Prestasi Belajar
Belajar sebagai suatu aktivitas tidak terlepas dari berbagai faktor
yang mempengaruhi proses aktivitas tersebut. Faktor-faktor ini akan
menunjang berhasil atau tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai
hasil yang optimal. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh
dua faktor utama, yaitu faktor dari dalam diri siswa (internal) yaitu faktor
fisiologis dan faktor psikologis. Dan faktor yang datang dari luar diri siswa
yaitu faktor sosial dan non sosial.
1) Faktor Internal
a) Faktor Fisiologis : Faktor fisiologis mempunyai pengaruh yang
besar terhadap prestasi belajar siswa, sekurang-kurangnya terdapat
dua faktor yang masuk kedalam faktor fisiologis ini, yaitu:
Pertama, Kesehatan. Sehat berarti baik seluruh anggota badan beserta bagian- bagiannya bebas dari penyakit. Dalam proses
belajar, siswa akan merasa terganggu jika kesehatannya terganggu,
sehingga dapat mempengaruhi kemampuan belajarnya, dan
mengurangi semangatnya untuk belajar. Karena itu pemeliharaan
kesehatan sangatlah penting bagi setiap orang baik jasmani maupun
rohani agar badan tetap kuat, fikiran selalu segar dan fokus serta
bersemangat dalam belajarnya. Kedua, Cacat Tubuh. Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang
sempurna mengenai anggota tubuh atau badan, misalnya buta, tuli
lumpuh dan lain sebagainya. Cacat tubuh sangat mempengaruhi
11
keaadan lemah atau kurang baik, maka segala yang diajarkan oleh
guru tidak akan diterina dengan baik pula.
b) Faktor Psikologis : Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan
maupun yang dapat diperoleh seperti minat, bakat, intelegensi,
motivasi dan kemampuan kognitif seperti kemampuan persepsi,
ingatan berfikir dan kemampuan dasar bahan pengetahuan (bahan
appersepsi) yang dimilikinya.7
Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil
belajar. Seperti dikemukakan Clark “bahwa hasil belajar siswa di
sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30%
dipengaruhi oleh lingkungan”.8
2) Faktor Eksternal
a) Faktor Sosial : Faktor sosial adalah faktor yang menyangkut
hubungan antara manusia yang terjadi dalam berbagai situasi
sosial. Yang termasuk kedalam faktor ini adalah keluarga,
lingkungan sekolah, teman bermain dan masyarakat.
b) Faktor non Sosial : Faktor non sosial dapat diartikan sebagai faktor
lingkungan yang bukan sosial, antara lain lingkungan alam dan
lingkungan fisik seperti keadaan rumah, ruang belajar, fasilitas
belajar, dan buku-buku sumber lainnya.9
Dengan demikian, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar siswa dapat disimpulkan menjadi dua faktor secara
garis besar, yaitu faktor yang datang dari dalam diri siswa dan faktor
yang datang dari luar diri siswa. Faktor-faktor tersebut sebagian
besarnya menunjang prestasi belajar siswa, tetapi adakalanya dapat
menghambat prestasi belajar siswa.
7 Masturo, “
Pengaruh Perbedaan Asal Sekolah Siswa Terhadap Prestasi Belajar Bidang Pendidikan Agama Islam” (Skripsi S1, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah
Jakarta, 2000), hlm.19. 8
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), hlm. 39.
9
e.
Indikator Prestasi Belajar
Idealnya pengungkapan hasil belajar meliputi segenap ranah
psikologi yang mengalami perubahan sebagai akibat dari pengalaman dan
proses belajar siswa.. akan tetapi pengungkapan perubahan tingkah laku
dari seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa (afektif), sangat sulit untuk
diraba, hal ini di sebabkan karena perubahan hasil belajar itu ada yang
bersifat intangible (tak dapat diraba).
Adapun yang dapat dijadikan kunci pokok untuk memperoleh
ukuran dan data hasil belajar peserta didik sebagaimana yang dijelaskan di
atas adalah dengan cara mengetahui indikator-indikator yang dikaitkan
dengan jenis prestasi yang hendak diukur atau diungkapkan.10
Selanjutnya agar pemahaman akan penjelasan di atas mengenai
indikator prestasi belajar lebih mendalam dan memudahkan kita dalam
[image:22.595.82.501.302.695.2]menggunakan alat dan kiat evaluasi, maka berikut ini disajikan sebuah
tabel panjang, terkait dengan jenis, indikator dan cara evaluasi belajar
Tabel 1.1
Jenis, Indikator, dan Cara Evaluasi Prestasi
Ranah/ Jenis Prestasi Indikator Cara Evaluasi
A. Ranah Kognitif
1. Pengamatan
2. Ingatan
3. Pemahaman
1. Dapat menunjukan;
2. Dapat membandingkan;
3. Dapat menghubungkan,
1. Dapat menyebutkan;
2. Dapat menunjukan kembali.
1. Dapat menjelaskan;
2. Dapat mendefinisikan dengan
bahasa sendiri.
1. Tes lisan
2. Tes tertulis
3. Observasi
1. Tes lisan
2. Tes tertulis
3. Observasi
1. Tes lisan;
2. Tes tertulis
10
13 4. Aplikasi/penera pan 5. Analisis 6. Sintesis (membuat
paduan baru dan
utuh)
1. Dapat memberikan contoh;
2. Dapat menggunakan secara
tepat.
1. Dapat menguraikan;
2. Dapat mengklasifikasikan
1. Dapat menghubungkan
materi-materi. Sehingga menjadi
kesatuan baru;
2. Dapat menyimpulkan;
3. Dapat menggeneralisasikan
(membuat prinsip umum)
1. Tes tertulis;
2. Pemberian
tugas;
3. Observasi.
1. Tes tertulis;
2. Pembagian
tugas.
1. Tes tertulis;
2. Pemberian
tugas.
B. Ranah Afektif
1. Penerimaan
2. Sambutan
3. Apresiasi
4. Internalisasi
(pendalaman)
1. Menunjukan sikap penerima;
2. Menunjukan sikap menolak.
1. Kesediaan berpartisipasi;
2. Kesediaan memanfaatkan.
1. Menganggap penting dan
bermanfaat;
2. Menganggap indah dan
harmonis;
3. Mengagumi.
1. Mengakui dan meyakini;
2. Mengingkari.
1. Tes tertulis;
2. Tes skala sikap;
3. Obsevasi.
1. Tes tertulis;
2. Tes skala sikap;
3. Obsevasi.
1. Tes skala sikap;
2. Pemberian
tugas;
3. Observasi.
1. Tes skala sikap;
2. Pemberian tugas
ekspresif dan
5. Karakterisasi
(penghayatan)
1. Melembagakan atau
meniadakan;
2. Menjelmakan dalam pribadi
dan perilaku sehari-hari.
1. Pemberian tugas
ekspresif dan
proyektif.
2. Observasi.
C. Ranah
Psikomotorik
1. Keterampilan
bergerak dan
bertindak
2. Kecakapan
ekspresi verbal
dan non verbal
Kecakapan mengkoordinasikan
gerak mata, tangan, kaki, dan
anggota tubuh lainnya.
1. Kefasihan melafalkan;
2. Kecakapan membuat mimik
dan gerakan jasmani
1. Observasi;
2. Tes tindakan.
1. Tes lisan;
2. Observasi;
3. Tes tindakan.
2.
Fiqih
a.
Pengertian Mata Pelajaran Fiqih
Menurut Etimologi (bahasa), fiqih berarti pemahaman yang
mendalam dan membutuhkan pengerahan potensi akal.11 Pengertian
tersebut dapat ditemukan dalam alqur’an, yakni dalam surat Thoha
(20) : 27-28,
“dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku. Supaya mereka mengerti perkataanku ”
Menurut istilah para ahli hukum Islam, fiqih diartikan sebagai
hukum-hukum syar’iyah yang bersifat amaliah, yang telah
diistinbatkan oleh para mujtahid dari dalil-dalil syar’i yang
terperinci.12
Pada mulanya, fiqih berarti pengetahuan keagamaan yang
mencakup seluruh ajaran agama, baik berupa akidah, akhlak, maupun
11 Rahmat Syafe’I,
Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung:Pustaka Setia, 2010) hal,18 12
15
amaliah (ibadah), yakni sama dengan arti Syari’ah Islamiyah. Namun pada perkembangan selanjutnya, fiqih diartikan sebagai bagian dari
syari’ah Islamiyah, yaitu pengetahuan tentang hukum syari’ah
Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat yang diambil dalil-dalil terperinci.
Masih banyak definisi fiqih lainnya yang dikemukakan para
ulama. Ada yang mendefinisikan sebagai himpunan dalil yang
mendasari ketentuan hukum Islam. Adapula yang menekankan bahwa
fiqih adalah hukum syari’ah yang diambil dari dalilnya. Namun
demikian, pendapat yang menarik untuk dikaji adalah pernyataan
Imam Haramain bahwa fiqih merupakan hukum syara’ dengan jalan
ijtihad. Demikian pendapat pula Al-Amidi bahwa yang dimaksud
dengan pengetahuan hukum dalam fiqih adalah melalui kajian dari
penalaran (nadzar dan istidhah). Pengetahuan hukum yang tidak
melalui ijtihad (kajian), tetapi bersifat dharuri, seperti sholat wajib
lima waktu, zina haram, dan masalah-masalah qath’I lainnya tidak
termasuk fiqih.13
Hal itu menunjukan bahwa fiqih bersifat ijtihadi atau zhanni.
Pada perkembangan selanjutnya, istilah fiqih sering dirangkaikan
dengan kata Al-Islami sehingga terangkai Al-Fiqh Al-Islami, yang
sering diterjemahkan dengan hukum Islam yang memiliki cakupan
sangat luas.
Mata pelajaran fiqih adalah bimbingan untuk mengetahui
ketentuan-ketentuan syariat Islam. Materi yang sifatnya memahami,
menghayati dan mengamalkan pelaksanaan tersebut yang kemudian
menjadi dasar pandangan dalam kehidupannya, keluarga dan
masyarakat lingkungannya.
Bentuk bimbingan tersebut tidak terbatas pada pemberian
pemgetahuan, tetapi lebih jauh seorang guru dapat menjadi contoh dan
tauladan bagi siswa dan masyarakat lingkungannya. Dengan
13Rahmat Syafe’I,
keteladanan guru diharapkan para orangtua dan masyarakat membantu
secara aktif pelaksanaan fiqih dalam rumah tangga dan masyarakat
lingkungannya.
Dari penjelasan diatas dapat penulis pahami tentang pengertian
mata pelajaran fiqih dalam kurikulum madrasah tsanawiyah yaitu
mata pelajaran yang diarahkan untuk memberika pengetahuan,
pemahaman dan bimbingan pada siswa mengenai ketentuan-ketentuan
syariat Islam untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
b.
Tujuan, Fungsi dan Ruang Lingkup Mata Pelajaran
Fiqih
Sebagai bahan pelajaran yang diberikan pada anak didik dalam
proses belajar mengajar, mata pelajaran fiqih tentu memiliki sasaran
dan tujuan yang ingin dicapai. Untuk memenuhi tujuan tersebut,
dalam skripsi ini diuraikan dan dikomparasikan antar tujuan fiqih dan
tujuan mata pelajaran fiqih secara spesifik. Menurut Aswadi Syukur,
tujuan fiqih (ilmu fiqih) adalah “menerapkan hukum syara pada setiap perkataan dan perbuatan mukallaf.14 sedangkan rumusan fiqih
menurut Abdul Wahab Kallaf adalah “menerapkan hukum-hukum
syariat Islam bagi seluruh tindakan dan ucapan manusia”.15
kedua
rumusan tujuan fiqih tersebut tidaklah berbeda, keduanya
menghendaki penerapan hukum syara pada setiap tingkah laku dan
ucapan mukallaf ditengah hidup dan kehidupannya.
Tujuan fiqih tersebut mengalami perincian ketika telah
menjadi tujuan mata pelajaran seperti yang tertera dalam kurikulum
Madrasah Tsanawiyah yang dikeluarkan oleh departemen Agama RI
adalah membekali peserta didik agar dapat:
1) Mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum Islam secara
terperinci dan menyeluruh, baik berupa dalil naqli maupun aqli.
14
M.Aswadi Syukur, Pengantar Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, (Surabaya: Bina Ilmu) cet ke-1, h.4
15
17
Pengetahuan dan pemahaman tersebut diharapkan menjadi
pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan sosial.
2) Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan
benar. Pengalaman tersebut diharapkan dapat menumbuhkan
ketaatan menjalankan hukum Islam, disiplin dan tanggung jawab
sosial yang tinggi dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.16
Mengenai fungsi fiqih, secara umum dapat disebutkan bahwa
fiqih berfungsi: “sebagai rujukan para mukallaf untuk mengetahui
syariat Islam sehingga pola tingkah lakunya dapat terkendali pada
landasan etika dan moral yang religious”.
Fungsi mata pelajaran fiqih di Madrasah Tsanawiyah seperti
yang termaktub dalam kurikulum 2004 Madrasah Tsanawiyah adalah:
1) Penanaman nilai-nilai dan kesadaran beribadah peserta didik
kepada Allah SWT sebagai pedoman mencapai kebahagiaan
hidup didunia dan di akhirat.
2) penanaman kebiasaan melaksanakan hukum Islam dikalangan
peserta didik dengan ikhlas dan prilaku yang sesuai dengan
peraturan yang berlaku di Madrasah dan masyarakat.
3) pembentukan kedisiplinan dan rasa tanggung jawab sosial di
Madrasah dan Masyarakat.
4) pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta
akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin, melanjutkan yang
telah ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan keluarga.
5) pembangunan mental peserta didik terhadap lingkunga fisik dan
sosial melalui ibadah dan muamalah.
6) perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta
didik dalam keyakinan dan pelaksanaan ibada dalam kehidupan
sehari-hari.
16
7) pembekalan peserta didik untuk memehami fiqih atau hukum
Islam pada jenjang yang lebih tinggi.17
Fiqih berfungsi sebagai sumber hukum yang menjadi
pendorong dan pembentuk tingkah laku yang sesuai dengan
ketentuan-ketentuan hukum sehinnga terbentuk komunitas masyarakat
muslim yang memiliki kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai
prasayarat terwujudnya kondisi hidu dan kehidupan yang harmonis
dan sejahtera. Para pengajar harus memahamifungsi fiqih ini agar
pendidikan dan pembinaan pribadi siswa dapat terarah sesuai dengan
harapan yang ditentukan.
Sedangkan ruang lingkup pengajaran fiqih di Madrasah
Tsanawiyah meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
antara:
1) Hubungan manusia dengan alam
2) Hubungan manusia dengan Allah SWT
3) Hubungan manusia dengan sesame manusia, dan selain manusia
dan lingkungan.
Dari ruang lingkup maupun fungsi yang tercantum dalam
kurikulum MTs terlihatruang lingkup materi pelajaran begitu luas
menyangkut hubunganvertikal dan horizontal peserta didik. Demikian
juga dengan fungsi yang terkandung dalam matapelajaran tersebut
yang sangat diharapkan sekali siswa mampu menjadi dirinya sebagai
muslim ang memiliki kesadaran sebagai hamba Allah untuk beribadah
secara benar dan melaksanakan syariat dengan ikhlas. Semua itu tidak
terlepas dari bagaimana kondisi pembelajaran fiqih tersebut mencapai
fungsi yang diharapkan.
Tujuan, fungsi dan ruang lingkup pembelajaran fiqih di
Madrasah semuanya akan terpenuhi atau tidak tergantung kepada
17
19
upaya yang diterapkan oleh Madrasah yang bersangkutan terutama
pada kegiatan pengelolaan pembelajaranna
3.
Model Discovery
Learning
a.
Model Pembelajaran
Sebelum membahas tentang model pembelajaran, terlebih
dahulu kita harus mengatahui apakah yang dimaksud dengan model? Secara kaffah model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan sesuatu hal. Sesuatu yang nyata
dan dikonversi untuksebuah bentuk yang lebih komprehensif. (Meyer,
W.J.,1985:2).
Agar pembelajaran fiqih dapat diserap dengan baik oleh siswa,
selain diperlukan strategi pembelajaran, guru juga perlu memiliki
metode dan model pembelajaran yang dipandang tepat dan sesuai
dengan kondisi siswa. Istilah model pembelajaran dibedakan dari istilah
metode pembelajaran. Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola
interaksi siswa dengan guru didalam kelas yang menyangkut srtrategi,
pendekatan, metode dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dikelas. Sedanglkan metode
pembelajaran adalah cara menyajikan materi yang masih bersifat
umum.
Arends menyatakan “The tern teaching models refers to a
particular approach to instruction that includes its goals, syntax,
environment, and managemeny system”.18 Yang artinya, istilah model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu
termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungan dan sistem pengelolaannya.
Adapun sukamto, dkk mengemukakan maksud dari model
pembelajaran adalah: “kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
18
mencapai tujuan belajar tertentu, an berfungsi sebagai pedoman bagi
para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan
aktivitas belajar mengajar.19
Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas
dari pada strategi,metode atau prosedur. Model pembelajaran
mempunai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode
atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah:20
1) Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau
pengembangnya
2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar
(tujuan pembelajaran akan dicapai).
3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil
4) Lingkungan belajar diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat
tercapai.
Model pembelajaran memiliki tahapan-tahapan yang harus
diperhatikan. Tahapan-tahapan berikut antara lain.
1) Sintaks/pentahapan, merupakan penjelasan pengoperasian model.
2) Sistem sosial, bagaimana penjelasan tentang peranan guru dan
pembelajaran.
3) Prinsip-prinsip reaksi, menjelaskan bagaimana sebaiknya guru
bersikap dan berespon terhadap aktivitas siswa.
4) Sistem pendukung, menjelaskan hal-hal yang diperlukan sebagai
kelengkapan model diluar manusia.
19
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovativ-Progresif, (Jakarta: KencanaPrenada Media Group, 2009) h.22
20
21
Model-model pembelajaran mempunya empat ciri khusus yang
membedakan dengan strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut
adalah sebagai berikut.21
1) Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau
pengembangnya.
2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik
belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai)
3) Tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agar model tersebut
dapat dilaksanakan dengan berhasil, dan lingkungan belajar yang
diperlukan agar tujuan belajar terseut dapat tercapai.
Dari pembelajaran diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan
prosedur yang sistematis dalam menggorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentudan berfungsi sebagai
pedoman bagi perancang dan para pengajar dalam merencanakan dan
melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Jadi istilah model
pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada metode
pembelajaran.
Model pembelajaran yang baik memiliki ciri – ciri sebagai
berikut:
1) Valid, yaitu model pembelajaran berhubungan dengan rasional
teoritik dan memiliki konsistensi internal.
2) Praktis, apa yang dikembangkan memang benar – benar diterapkan.
3) Efektif, yaitu model pembelajaran harus memberi hasil sesuai
dengan yang diharapkan.
21
b.
Prinsip-prinsip Penentuan Model
Telah disinggung sebelumnya, metode yang tepat dapat
menentukan keefektifan proses belajar mengajar. Oleh karena itu,
dalam memilih model hendaklah memperhatikan prinsip-prinsip
sebagai berikut:
1) Prinsip motivasi dan tujuan belajar. Pilihlah model yang kiranya
dapat memotivasi siswa dalam kegiatan belajar.
2) Prinsip kematangan dan perbedaan individu.
3) Prinsip penyediaan peluang dan pengalaman. Jadi dalam
pembelajaran berikanlah peluang peserta didik untuk berbuat,
bukan hanya mendengarkan.
4) Integrasi pemahaman dan pengalaman. Dalam pembelajaran,
penyatuan pemahaman dan pengalaman menghendaki suatu
proses pembelajaran yang mampu menerapkan pengalaman nyata
dalam suatu pembelajaran.
5) Prinsip fungsional. Artinya bahwa belajar itu merupakan kegiatan
yang benar-benar bermanfaat untuk kehidupan berikutnya.
6) Prinsip menggembirakan.
7) Prinsip motivasi dan tujuan belajar, dalam kegiatan belajar
mengajar yang menggembirakan dapat senantiasa memotivasi
siswa pada kegiatan belajar selanjutnya karena belajar merupakan
proses lanjut tanpa henti.
c.
Pengertian dan Tujuan Model Pembelajaran
Discovery
Learning
Model discovery learning dapat diartikan sebagai cara penyajian pelajaran yang memberi pelajaran kepada peserta didik
untuk menemukan informasi dengan atau tanpa bantuan guru.22 Model
discovery learning lebih dikenal dengan metode penemuan
22
23
terbimbing, para siswa diberi bimbingan singkat untuk menemukan
jawabannya. Harus diusahakan agar jawaban atau hasil akhir itu tetap
ditemukan sendiri oleh siswa.
Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran
yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model
ini menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting
terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa ssecara aktif
dalam proses pembelajaran.
Metode pembelajaran berbasis penemuan atau discovery
learning adalah metode belajar yang mengatur pengajaran sedemikian
rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum
diketahuinya tidak melalui pemberitahuan, namun ditemukan
sendiri.23
Dalam pembelajaran discovery (penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa, sehingga siswa dapat
menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses
mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan
pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan,
menarik kesimpulam dan sebagainya untuk menemukan beberapa
konsep atau prinsip.
Metode Discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, memanipulasi objek sebelum
sampai pada generalisasi>. Makanya anak harus berperan aktif dalam
belajar. Peran aktif anak dalam belajar ini diterapkan melalui
penemuan.
Sedangkan menurut Budiningsih (2005), metode discovery learning adalah memahami konsep, arti dan hubungan, melalui proses intuitif untuk pada akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan.
23
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri,
menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan
lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan
belajar penemuan, anak juga bisa belajar berfikir analisis dan mencoba
memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan di
transfer dalam kehidupan bermasyarakat.
Metode mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan
belajar mengajar. Kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki anak
didik akan ditentukan oleh relevasian penggunaan suatu metode yang
sesuai dengan tujuan. Itu berarti tujuan pembelajaran akan dapat
dicapai dengan penggunaaan metode yang tepat, sesuai dengan
standar keberhasilan yang terpatri dalam suatu tujuan.
Penggunaan model discovery learning guru berusaha untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar.
Sehingga model discovery learning ini memiliki tujuan sebagai berikut:24 (a) teknik ini mampu membantu siswa untuk
menegmbangkan, memperbanyak kesiapan serta, penguasaan
keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa, (b) siswa
memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual
sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa siswa
tersebut, (c) dapat meningkatkan kegairan belajar para siswa.
d.
Karakteristik Strategi Pembelajaran Active Learning
Model
Discovery Learning
Menurut Bonwell, Pembelajaran Aktif memiliki
karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
24
25
1) Pembelajaran berpusat pada siswa. Siswa berperan lebih aktif
dalam mengembangkan cara-cara belajar mandiri. Siswa berperan
serta pada perencanaan, pelaksanaan dan penilaian proses belajar.
Pengalaman siswa lebih diutamakan.
2) Guru membimbing dalam terjadinya pengalaman belajar. Guru
bukan satu-satunya sumber belajar. Guru merupakan salah
satunya sumber belajar, yang memberikan peluang bagi siswa
agar dapat memperoleh pengetahuan atau ketrampilan sendiri
melalui usaha sendiri, dapat mengembangkan motivasi dari dalam
dirinya, dan dapat mengembangkan pengalaman untuk membuat
suatu karya.
3) Tujuan kegiatan pembelajaran tidak hanya untuk sekedar
mengejar standar akademis. Selain pencapaian standar akademis,
kegiatan ditekankan untuk mengembangkan siswa secara utuh dan
seimbang.
4) Pengelolaan kegiatan pembelajaran ditekankan pada kreativitas
siswa, dan memperhatikan kemajuan siswa untuk menguasai
konsep-konsep dengan mantap.
5) Penilaian dilakukan untuk mengukur dan mengamati kegiatan dan
kemajuan siswa, serta mengukur ketrampilan dan hasil belajar
siswa.25
Dalam model Discovery Learning itu sendiri, siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya
membimbing dan memberikan intruksi. Dengan demikian potensi
siswa dapat diberdayakan, dan dapat belajar mandiri. Siswa tidak lagi
sebagai penerima pengetahuan, dan guru dapat berperan sebagai
motivator, pengarah, dan pemberi stimulus.
25 Muchlisin Riadi, “Pembelajaran Aktif”
e. Aplikasi Model Pembelajaran
Discovery Learning
Dalam rangka mengaplikasikan model pembelajaran discovery learning didalam kelas guru bidang studi harus melakukan beberapa persiapan terlebih dahulu. Berikut ini tahapan perencanaan menurut
Brunner:26
1) Tahap persiapan dalam aplikasi model Discovey Learning
a) Menentukan tujuan pembelajaran.
b) Menentukan identifikasikarakteristik siswa (kemampuan awal,
minat, gaya belajar, dan sebagainya).
c) Memilih materi pelajaran.
d) Menentukan topic-topik yang harus dipelajari siswa secara
induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
e) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa
contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
f) Mengatur topik-topik plajaran dari yang sederhana ke
kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap
enaktik, ikonik sampai ke simbolik.
g) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
2) Prosedur Aplikasi Discovery Learning
Menurut Syah (2004), dalam mengaplikasi Model discovery learning di dalam kelas, tahapan atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum adalah
sebagai berikut:
a) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan.
b) Problem Statemen (pernyataan/identifikasi masalah) c) Data Collection (pengumpulan data).
d) Data Processing (pengolahan data).
e) Verification (petahkikan/pembuktian)
f) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi).
26
27
Sedangkan langkah-langkah pelaksanaan model discovery learning menurut pendapat Gilstrap (1975):27
1) Menilai kebutuhan dan minat siswa, dan menggunakannya
sebagai dasar untuk menentukan tujuan yang berguna dan
realities untuk mengajar dengan penemuan
2) Seleksi pendahuluan atas dasar kebutuhan dan minat siswa,
prinsip-prinsip, generalisasi, pengertian dan hubungannya
dengan apa yang dipelajari.
3) Mengatur susunan kelas sedemikian rupa sehingga
memudahkan terlibatnya arus bebas pikiran siswa dalam
belajar dengan penemuan.
4) Berkomunikasi dengan siswa akan membantu menjelaskan
peranan penemuan.
5) Menyiapkan suatu situasi yang mengandung masalah yang
minta dipecahkan.
6) Mengecek pengertian siswa tentang masalah yang digunakan
untuk merangsang belajar dengan penemuan.
7) Menambah berbagai alat peraga untuk kepentingan
pelaksanaan penemuan.
8) Memberi kesempatan kepada siswa untuk bergiat
mengumpulkan dan bekerja dengan data, misalnya setiap siswa
mempunyai data harga dan bahan-bahan pokok dan jumlah
orang yang membutuhkan bahan-bahan pokok tersebut.
9) Mempersilahkan siswa mengumpulkan dan mengatur data
sesuai dengan kecepatannya sendiri, sehingga memperoleh
tilikan umum.
10)Memberi kesempatan kepada siswa melanjutkan pengalaman
belajarnya, walaupun sebagian atas tanggung jawabnya sendiri.
27
11)Memberi jawaban dengan cepat dan tepat sesuai dengan data
dan informasi bila ditanya dan diperlukan siswa dalam
kelangsungan kegiatannya.
12)Memimpin analisisnya sendiri melalui percakapan dan
eksplorasinya sendiri dengan pertanyaan yang mengarahkan
dan mengidentifikasikan proses.
13)Mengajarkan keterampilan untunk belajar dengan penemuan
yang diidentifikasi oleh kebutuhan siswa, misalnya latihan
penyelidikan.
14)Merangsang interaksi siswa dengan siswa, misalnya
merundingkan strategi penemuan, mendiskusikan hipotesis dan
data yang terkumpul.
15)Mengajukan pertanyaan tingkat tinggi maupun pertanyaan
tingkat sederhana.
16)Bersikap membantu jawaban siswa, ide siswa, pandangan dan
tafsiran yang berbeda. Bukan menilai secara kritis tetapi
membantu menarik kesimpulan yang benar.
17)Membesarkan siswa untuk memperkuat pernyataannya dengan
alasan dan fakta.
18)Memuji siswa yang sedang bergiat dalam proses penemuan,
misalnya seorang siswa yang bertanya kepada temannya atau
guru tentang berbagai tingkat kesukaran dan siswa yang
mengidentifikasi hasil dari penyelidikannya sendiri.
19)Membantu siswa menulis atau merumuskan prinsip, aturan ide,
generalisasi atau pengertian yang menjadi pusat dari masalah
semula dan yang telah ditentukan melalui strategi penemuan.
20)Mengecek apakah siswa mnggunaka apa yang telah
ditemukannya, misalnya teori atau teknik, dalam situasi
berikutnya, yaitu situasi dimana siswa bebas menentukan
29
Kesepakatan guru mitra dengan peneliti, kelemahan-kelemahan
harus segera diatasi melalui pendekatan discovery learning denagn tindakan pada masing-masing tahap pembelajaran berikut:28
1) Kegiatan awal pembelajaran meliputi langkah – langkah sebagai
berikut:
a) Menyiapkan alat bantu yang sesuai dan menarik materi yang
akan disampaikan.
b) Memberikasn motivasi untuk meningkatkan minat belajar
siswa.
c) Memberikan tinjauan yang jelas tentan materi yang akan
disampaikan sehingga siswa mempunyai arah yang jelas saat
belajar.
d) Membagi siswa menjadi beberapa kelompok belajar
e) Membuka pelajaran sesuai dengan pendekatan untuk
meningkatkan rasa takut siswa.
2) Tindakan penyampaian dan pengembangan meliputi
langkah-langkah sebagi berikut:
a) Penyampaian konsep dasar materi
b) Penjelasan cara menggunakan alat peraga yang digunakan
dalam proses belajar.
c) Penyampaian disesuaikan dengan gaya bahasa siswa sehingga
siswa dapat menerima pelajaran dengan mudah.
d) Belajar kelompok dan pengembangan minat individu dengan
mempraktekkan alat peraga yang sudah disiapkan.
e) Pelatihan memecahkan suatu masalah yang berkaitan dengan
materi baik secara individu maupun kelompok.
3) Tindakan pada tahap penerapan
a) Mengusahakan umpan balik/.
28
b) Pemberian soal latihan baik kelompok maupun individu
kepada siswa dan kesempatan untuk mengerjakannya.
c) Pembahasan soal latihan secara bersama-sama.
d) Refleksi individu tentang capaian materi yang telah didapat
selama proses belajar
e) Review materi pelajaran yang belum dipahami siswa.
4) Tindakan pada akhir prmbelajaran
a) Penarikan kesimpulan bersama
b) Penguatan materi yang tela didapat siswa dengan memberikan
waktu kepada siswa untuk bertanya.
c) Evaluasi kinerja siswa oleh guru dan memberikan motivasi
kepada seluruh siswa.
d) Eksplorasi kesulitan belajar siswa, hal-hal yang menarik yang
telah didapat siswa dan hal-hal yang tidak disukai siswa.
e) Pembagian tugas rumah yang menyenangkan sesuai materi
yang telah dipelajari.
B.
Hasil Penelitian Yang Relevan
Berdasarkan penelitian dilakukan oleh Istianah dengan judul “Upaya
peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS dengan menerapkan
metode Discovery Learning”, menunjukan bahwa hasil belajar siswa dengan
metode ddiscovery learning, menunjukan bahwa pembelajaran dengan
menerapkan metode discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar
siswa pada mata pelajaran IPS. Hal ini terlihat dari perolehan tes hasil belajar
setiap siklusnya. Perolehan hasil belajar siswa pada siklus I mencapai nilai
rata-rata 71,67 dengan persentase ketuntasan 57,15% karena dari 21 siswa
yang memperoleh nilai dibawah KKM (70) ada 9 siswa. Sedangkan pada
siklus II nilai rata-rata yang diperolehmencapai 86,67 dengan persentase
ketuntasan 100%. Hal ini berarti seluruh siswa nilainya sudah sesuai dengan
31
hipotesis tindakan diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa metode
discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa.29
Penelitian juga dilakukan oleh Asrori dengan judul “pengaruh metode
Discovery Learning terhadap hasil belajar Fisika siswa pada konsep suhu dan
kalor di SMA Negri 4 Pandeglang Banten”, dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh metode Discovery Learning terhadap hasil belajar fisika
siswa pada konsep suhu dan kalor. Hal tersebut terlihat pada hasil posttest
pada kedua kelompok dengan rata-rata untuk kelompok eksperimen sbesar
67,3 dan kelompok control sebesar 61,9. Hal ini terlihat pula pada hasil
pengujian hipotesis melalui uji-t pada taraf signifikansi 0,05 didapat hasil
t
-hitung >
t
-tabel yaitu 2,21 > 2,002 sehingga hipotesis nol (Ho) ditolak danhipotesis alternatif (Ha) diterima. Hal tersebut juga didukung dengan hasil
lembar angket mengenai respon siswa terhadap penerapan metode
pembelajaran, dimana kedua kelompok memberi respon yang positif, baik
kelompok control dengan rata-rata persentase sebesar 75%.30
Selanjutnya adalah Hesti Nurhayati (2007) dengan judul penelitiannya
“Pembelajaran dengan metode Discovery Terbimbing dalam meningkatkan
hasil belajar Kimia siswa pada konsep Bahasan Asam Basa, dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara penggunaan
metode discovery terbimbing dengan metode ceramah dalam meningkatkan
hasil belajar siswa.
C. Pengajuan Konseptual Intervensi Tindakan
Pembelajaran yang masih dilaksanakan guru masih bersifat
konvensional yang hanya berceramah dan menggunakan metode penugasan
sehingga siswa kurang tertarik dalam mengikuti pelajaran, hal ini juga
mengakibatkan masih ada siswa yang nilainya belum mencapai KKM dan
29
Upaya peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS dengan menerapkan metode Discovery Learning, (Jakarta : UIN , 2012)
30
juga siswa kurang mengerti makna dan tujuan dari pembelajaran sehingga
siswa menjadi acuh tak acuh terhadap fiqih terutama pada nilai karakter yang
tertanam pada pelajaran fiqih itu sendiri.
Untuk mengatasi hal tersebut di atas perlu diadakan pembenahan dalam
proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru khususnya dalam
pembelajaran materi makanan dan minuman. Solusi yang saya ambil adalah
dengan menerapkan model pembelajaran discovery learning siswa akan lebih tertarik dan antusias dalam mengikuti pelajaran ini. Setelah penggunaan
model pembelajaran discovery learning maka nilai siswa dapat meningkat.
D. Hipotesis Tindakan
Dari uraian latar belakang dan rumusan masalah sebelumnya, serta hasil
penelitian-penelitian yang berhubungan yang pernah ada, penulis dapat
mengambil kesimpulan sementara (hipotesis) bahwa dengan diterapkannya
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakanakan pada semester genap tahun ajaran
2014/2015 bulan Januari s.d Mei 2015 . Tempat yang dipilih untuk penelitian
adalah MTS Darul Ma’arif Jakarta Selatan. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan terhadap seluruh siswa kelas VIII B sebanyak 32 siswa.
B.
Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian
Metode secara harfiah (Method) berarti cara. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai cara melakukan sesuatu kegiatan atau cara
melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep – konsep secara
sistematis.1 Sedangkan dalam konteks pembelajaran, Metode juga diartikan
sebagai cara yang digunakan guru dalam menjalankan fungsinya merupakan
alat untuk mencapai tujuan pembelajaran.2
Sedangkan penelitian dapat diartikan sebagai kegiatan mencermati
suatu obyek. Jadi, metode penelitian dapat diartikan secara singkat menjadi
suatu cara yang digunakan untuk mencermati suatu obyek. Dalam penulisan
ini, penulis menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas dalam penelitian
yang akan dilakukan. Ide penelitian tindakan kelas pertama dikembangkan
oleh Kurt Lewin setelah perang dunia kedua, sebagai suatu cara penanganan
masalah sosial. Kurt Lewin mengemukakan adanya empat frase dalam
melaksanakan penelitian tindakan, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan
refleksi.3 Penelitian jenis inilah yang penulis gunakan dalam penelitian ini.
1
Muhibin Syah. Psikologi Pendidikan dan Pendekatan Baru. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 21.
2
Hamzah B Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar Kreatif dan Efektif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007) ,h. 2.
3
Penelitian tindakan kelas terdiri dari tiga kata yang dalam buku
Suharsimi Arikunto dijabarkan sebagai berikut:4
1. Penelitian, kegiatan mencermati suatu obyek, menggunakan aturan
metodologi tertentu untuk memperoleh data atu informasi yang
bermanfaat untuk meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan
penting bagi peneliti.
2. Tindakan, sesuatu gerak kegiatan yang disengaja dilakukan dengan
tujuan tertentu, yang dalam penelitian ini berbentuk rangkaian siklus
kegiatan.
3. Kelas, sekelompok siswa yang dalam kurun yang sama menerima
pelajaran yang sama dari seorang guru.
Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, karena juga
menggambarkan bagaimana metode pembelajaran ini diterapkan di kelas dan
bagaimana pula hasil yang dicapai dari penelitian ini. PTK ini membantu
seseorang dalam mengatasi persoalan dan membantu pencapaian tujuan dalam
kerangka etika yang disepakati bersama antara guru, siswa, dan peneliti.
Seperti yang telah dijelaskan di sebelumnya, bahwa penulis
menggunakan metode penelitian PTK dengan jenis yang dicetuskan Kurt
Lewin, dan metode yang penulis gunakan di dalam kelas adalah model
discovery learning. Secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
Model PTK yang peneliti gunakan adalah model Kurt Lewin, seperti
[image:44.595.94.490.124.706.2]pada gambar :
Gambar 1.1.
Penelitian tindakan
model Lewin
4
35
Empat kegiatan utama yang ada pada siklus yaitu:
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan terbagi menjadi dua yaitu umum dan khusus. Adapaun
perencanaan umum yaitu meliputi keseluruhan penelitian yang akan
dilakukan, sedangkan perencanaan khusus meliputi perencaan tiap siklus
yang akan dilaksanakan. Peneliti merencanakan tindakan yang akan
dilakukan selama proses belajar mengajar berlangsung. Peneliti
menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar observasi, lembar
pengamatan, dan lembar penilaian siswa.
2. Tindakan (Acting)
Pada tahap tindakan ini peneliti melaksanakan apa yang telah
dirancangkan pada tahap perencanaan. Tahap tindakan ini juga bisa
meliputi tindakan perbaikan terhadap situasi dan kondisi pembelajaran
yang telah dilakukan.
3. Pengamatan (Observation)
Peneliti melakukan pengamatan pada siswa selama proses belajar
mengajar berlangsung dengan lembar observasi. Pengamatan juga dapat
dilakukan oleh kolaborator dengan mencatat semua peristiwa atau semua
hal yang terjadi di kelas penelitian. Misalnya, mengenai kinerja guru,
situasi kelas, prilaku dan sikap siswa, penyajian atau pembahasan materi,
penyerapan siswa terhadap materi yang diajarkan, dan sebagainya.5
4. Refleksi
Pada tahap ini peneliti beserta guru menganalisis data yang diperoleh
dari kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan
yang direncanakan. Hasil ini kemudian dianalisis dan akan digunakan
untuk merencanakan tindakan selanjutnya.
5
Gambar 3.1
Rancangan siklus penelitian6
Jadi sebelum menerapkan model discovery learning untuk meneliti, penulis mempersiapkan langkah – langkah yang akan dilakukan. Setelah itu
penulis terapkan di dalam kelas sambil mengamati kelangsungan proses KBM.
Dan membiaskan atau memikirkan kegiatan yang telah dilakukan.
Karena dalam penelitian penulis adalah bertujuan untuk mengetahui
efektivitas pembelajaran dengan model discovery learning ini, maka penulis menggunakan perhitungan statistik yang hasilnya mengenai peningkatan hasil
belajar siswa setelah diterapkannya model discovery learning dalam pembelajaran. Dengan demikian, penulis akan mendapatkan hasil apakah
metode ini dapat meningkatkan atau malah sebaliknya.
6
Rochiati Wiriaatmaadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. 2, h. 66
Perencanaan
SIKLUS I Pelaksanaan
Pengamatan Pengamatan
Perencanaan
SIKLUS I Pelaksanaan