PRESIRKUMSISI DI RUMAH SUNATAN BINTARO
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh :
NADHIA ELSA SILVIANI NIM: 1111104000020
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES SCHOOL OF NURSING
SYARIF HIDAYATULLAH ISLAMIC STATE UNIVERSITY Ungraduate Thesis, July 2015
Nadhia Elsa Silviani, NIM : 1111104000020
Therapeutic Effect of Listening Murottal Al-Qur’an for Precircumcission Children's Anxiety Levels
xvi + 52 pages + 4 tables + 5 attachments
ABSTRACT
Circumcision is one of the anxiety triggers for children, because circumcision is a new thing that may imply a threat for children. Anxiety can make children uncomfortable with the medical procedure to be performed, even children may not be cooperative with circumcision to be performed. Precircumcision anxiety is worth noting that the child can be met sense of comfortable and be cooperative. Listening to Al-Qur’an recitation or murottal as a therapy is one of distraction and STOP coping strategy that can significantly reduce anxiety.
The purpose of this study was to determined the therapeutic effect of listening to Al-Qur’anic murottal to anxiety level of precircumcision children. This research use preexperimental study design with The One Group Pretest and Postest and use accidental sampling to collect data. This study was conducted on 15 children who got circumcision in the Rumah Sunatan Bintaro. Evaluation of children’s anxiety
levels before and after intervention using Three-and Five- Face Facial Scale. Statistical test results found that a decrease in level of cildren’s anxiety with
p<0,05 (p=0,34). Beside that mean value before and after intervention (2.20 ± 0.561 to 1.80 ± 0.414) that show differences between before and after intervention. It can be conclude that listening Qur'anic murottal can reduce anxiety levels of precircumcision children.
iv
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Juli 2015
Nadhia Elsa Silviani, NIM : 1111104000020
Pengaruh Terapi Mendengarkan Al-Qur’an terhadap TingkatKecemasan Anak Presirkumsisi di Rumah Sunatan Bintaro
xxvi + 52 halaman + 4 tabel + 5 lampiran
ABSTRAK
Sirkumsisi merupakan salah satu pemicu cemas bagi anak, karena sirkumsisi termasuk hal baru yang dapat diartikan ancaman bagi anak. Kecemasan tersebut dapat membuat anak tidak nyaman dengan tindakan medis yang akan dilakukan, bahkan bisa saja tidak dapat kooperatif dengan sirkumsisi yang akan dilakukan. Kecemasan presirkumsisi ini perlu diperhatikan agar anak dapat terpenuhi rasa nyamannya dan dapat kooperatif. Terapi mendengarkan murottal Al-Qur’an
merupakan salah satu distraksi dan strategi koping STOP yang dapat menurunkan kecemasan secara signifikan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi mendengarkan murottal Al-Qur’an terhdap tingkat kecemasan anak presirkumsisi. Penelitian
preeksperimental ini menggunakan metode The one group pretest posttest design dengan teknik accidental sampling untuk mengumpulkan data. Penelitian ini dilakukan pada 15 anak yang akan dilakukan sirkumsisi di Rumah Sunatan Bintaro. Evaluasi tingkat kecemasan anak sebelum dan sesudah intervensi menggunakanThree-and Five-Face Facial Scale.
Hasil uji statistik ditemukan adanya penurunan tingkat kecemasan anak antara sebelum dan sesudah intervensi dengan nilai p<0,05 (p=0,034). Rata-rata tingkat kecemasan anak sebelum intervensi 2,20 ± 0,561 dan rata-rata sesudah intervensi 1,80 ± 0,414. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terapi mendengarkan murottal Al-Qur’an dapat menurunkan tingkat kecemasan anak presirkumsisi.
Kata kunci : Kecemasan Anak, Sirkumsisi, Murottal Al-Qur’an,
viii
Tempat, taggal lahir : Cilacap, 05 Juli 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Dsn, Sukamulya, Ds. Bolang, Rt/Rw 01/05, Kecamatan Dayeuhluhur, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah
Hp : 081802908244
E-mail :[email protected]
Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Program Studi Ilmu Keperawatan
Pendidikan
1. TK Melati Asih 1997-1999
2. SD N Bolang 01 1999-2005
3. SMP N 2 Dayeuhluhur 2005-2008
4. SMA N 1 Majenang 2008-2011
5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah 2011-sekarang
Organisasi
1. Sekretaris I OSIS SMP N 2 Dayeuhluhur 2007 2. Koordinator Divisi Media Rohis SMA N I Majenang 2010 3. Ketua Karya Ilmiah Remaja SMA N I Majenang 2010
4. KomDa FKIK UIN Jakarta 2012
ix
Selasar Sebelum Senja
Sebelum senja
Ayah dan bunda memiliki asa
Untuk para lentera-lenteranya
Sebelum senja
Mentari menyapa para mujahid mujahidah yang haus ilmu
Sebelum senja
Pelataran yang luas itu menggambarkan ambisi dan cita mereka
Sebelum senja
Aku harus mengecap indahnya pelita seperti lentera-lentera itu
Karna jika tidak maka ingatlah
Kemalasan yang dipupuk sekarang
ini akan membuat senja tak lagi memiliki cerita
Sebelum senja sang guruImam Syafi’imemberi nasihat pada muridnya Tujuan dari ilmu adalah mengamalkannya
Ilmu yang hakiki adalah merefleksikannya dalam kehidupan
Bukan yang tertengger dikepala
Sebelum senja
aku harus mempunyai selasar
x
hidayah-Nya penullis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Terapi Mendengarkan Murottal Al-Qur’an Terhadap Tingkat Kecemasan Anak Presirkumsisi Di Rumah Sunatan Bintaro”
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, dan arahan dari berbagai pihak. Rangkaian terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Dr. Arif Sumantri, SKM., M.Kes, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN syarif Hidayatullah Jakarta
2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc., selaku Ketua Program Studi dan Ibu Ernawati , S.Kp., M.Kep, Sp.KMB., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Ibu Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc dan Ibu Ns.Gusrina Komara Putri, S.Kep., MSN selkau pembimbing yang selalu memberikan semangat dan mengarahkan penulisan ini kearah yang lebih baik. 4. Bapak dan ibu dosen serta karyawan Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang mendukung dalam terselesaikannya skripsi ini.
5. Ketua Rt/Rw dan remaja masjid Perumahan Kejagung yang telah mengizinkan penulis melakuakan studi pendahuluan.
6. Kepala Humas Rumah Sunatan Bintaro yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan studi pendahuluan dan penelitian.
7. Teman-teman senasib dan sepenanggungan yang selalu setia dalam mengikuti pendidikan di PSIK FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta memberikan dukungan moral yang dapat memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Kedua orang tua, Bapak Rusdianto dan Ibu Yuyum Mulyaningsih yang
selalu setia mendo’akan dan mendengarkan keluh kesah nanda dalam
setiap keadaan. Rasanya tidak ada yang dapat menggantikan jasa-jasa ayah dan bunda. Cinta dan sayang kalian pada nanda tidak dapat nanda ucapkan dengan kata-kata. Semoga Alloh tetap memberikan ketabahan serta keihklasan pada ayah dan bunda dalam mendidik nanda dan adik. 9. Adikku tercinta, Tafhan Naufal Satria Wibowo, terimakasih atas
senyuman dan canda yang selalu disuguhkan disela-sela kesibukan belajar. Gapailah cita-citamu dan bahagiankan kedua orang tua, menjaga akhlak dan agama, serta tetap semangat.
xi
11.Musyrifah Rumah Qur’an UIN, Kak Ati dan Kak Dewi yang
senantiasa selalu memberi motivasi dan memberi saran demi terselesaikannya skripsi ini. Penulis berterimakasih atas didikan dan bimbingan di RQ UIN.
12. Saudara dan saudari ku di KOMDA FKIK, CTQ MITOQONDRIA,
FURKI, Rumah Qur’an UIN, LDK UIN Syahid, KAMMI MEDSOS, serta seluruh aktivis dakwah kampus yang namanya tidak dapat sibutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan spiritual dan kerinduan akan berlomba-lomba dalam kebaikan, penulis sampaikan
“ana uhibukum fillah”
Penulis sadar bahwa skripsi ini jauh dari sempurna baik dari segi penulisan maupun metodologi yang dipakai, sehingga penulis menerima dengan terbuka akan masukan dan komentar yang membangun dan menjadikan skripsi ini jauh lebih baik dari sebelumnya.
Ciputat, Juli 2015
xii
Catatan Penulis–Selasar Sebelum Senja ... ix
Kata Pengantar ...x
2.3 Pengaruh Murottal Al-Qur’an terhadap Kecemasan...19
xiii
4.4 Alat Pengumpulan Data ...33
4.5 Metode Pengumpulan Data...34
4.6 Prinsip Etis ...36
4.7 Pengolahan Data ...37
4.8 Analisa Data...38
5. BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Responden ...40
5.2 Analisa Univariat ...41
5.3 Analisa Bivariat ...42
6. BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Pembahasan Hasil Uji Penelitian ...44
6.2 Keterbatasan Penelitian...50
7. BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ...51
7.2 Saran ...52
xiv
HIV :Human Immunodeficiency Virus
UNAIDS :United Nation of Acut Imuno Deficiency Syndrom
WHO :World Health Organization
STOP :Source, Trial and error, Others, Pray and Patient
SC :Sectio Secaria
GABA :Gama aminobutirat
HT :Hydroxytyptamine
DSM :Diagnose and Statistic Manual of Mental Health
OCD :Obsessive Convlusive Disorder
PTSD :Post Traumatic Stress Disorder
RCADS :Revised Child Anxiety and Depression Scale
BAI :Beck Nxiety Scale
HADS-A :Hospital Anxiety and Depression Scale-Anxiety
CTAS :Child Test Anxiety Scale
FAS :Facial Analog Scale
PSIK : Program Studi Ilmu Keperawatan
UIN : Universitas Islam Negeri
FKIK : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
ISK : Infeksi Saluran Kemih
xv
DAFTAR TABEL DAN BAGAN
Halaman
Skema 2.1 Rentang Respon Cemas...16
Skema 2.2 Neurofisiologis Mendengarkan Murottal Al-Qur’an...22
Skema 2.3 Kerangka Teori...26
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ...27
Tabel 3.3 Definisi Operasional ...29
Gambar 4.1Three-and Five-Face Facial Scale...34
Skema 4.2 Alur Penelitian...35
Tabel 5.1 Sebaran Usia Anak Presirkumsisi ...40
Tabel 5.2 Sebaran Tingkat Cemas Anak Sebelum dan Sesudah Intervens...41
xvi
Lampiran 2. Penjelasan tentang Penelitian dan Persetuhjuan Responden
Lampiran 3. Hasil Uji Penelitian
Lampiran 4.Hasil Studi Pendahuluan
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sirkumsisi adalah tindakan membuang kulit (foreskin) yang menutupi
ujung penis (Arifianto, 2012). Sirkumsisi sering dikenal dengan nama lain
khitan atau sunat. Secara historikal sirkumsisi merupakan salah satu interfensi
bedah tertua (Yavuz dkk, 2011). Sirkumsisi dalam agama menurut sebagian
ulama mewajibkannya atas laki-laki muslim sebelum usia baligh, ketika
kewajiban shalat mulai berlaku atas seseorang (Baharits, 2007). Manfaat
sirkumsisi antara lain mengurangi risiko terkena infeksi saluran kemih (ISK),
mengurani risiko terkena infeksi Human Imuno Deficiency Virus (HIV),
mengurangi risiko terkena infeksi menular seksual (IMS), mengurangi risiko
mengalami kanker penis dan mencegah infeksi dikulit foreskin, mengatasi
fimosis, dan memudahkan menjaga kebersihan kemaluan (Afrianto, 2012).
Menurut United Nation of Acute Immuno Deviciency Syndrom
(UNAIDS) (2010) hampir 30% laki-laki disirkumsisi, dan dua dari tiga orang
laki-laki adalah muslim. Praktik sirkumsisi secara umum telah dikenal di
negara muslim wilayah Asia, salah satunya Indonesia (Hull, 2001 dalam
World Health Organisation, 2007). Pelaksanaan sirkumsisi dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain kesehatan, agama, seksualitas, dan untuk
menerapkan norma-norma sosial serta waktu pelaksanaan sirkumsisi pada
2010). Usia anak yang disirkumsisi di Indonesia antara usia satu hingga
sebelas tahun sebanyak >80%, di Ghana , Israel, Kuwait, Oman, Qatar dan
Saudi Arabia usia anak disirkumsisi paling banyak pada usia kurang dari satu
tahun atau pada masa neonatal. Sedangkan di wilayah Kenya dan Vanuatu,
sirkumsisi dilakukan mayoritas laki-laki usia 12-20 tahun (UNAIDS, 2010).
Menurut data di atas, maka dapat dikatakan bahwa usia anak yang
disirkumsisi di Indonesia ada dalam kategori usia sekolah, sedangkan
mayoritas anak laki-laki di Afrika Timur dan Afrika Selatan sirkumsisi
dilakukan pada usia 12-22 tahun, namun biasanya dilakukan lebih awal di
daerah Afrika Timur (WHO, 2009). Data tersebut ditunjang dengan studi
pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Desember di Rumah
Sunatan Bintaro menunjukkan bahwa 70% anak yang akan menjalani
sirkumsisi adalah anak usia sekolah dengan rata-rata usia 8-11 tahun.
Sirkumsisi merupakan hal baru yang akan dihadapi oleh seorang anak
laki-laki. Hal yang baru dapat dipresepsikan sebagai ancaman pada diri yang
menyebabkan cemas. Ancaman tersebut dapat berupa ancaman terhadap
integritas diri dan sistem diri (Asmadi, 2008), sehingga sirkumsisi dapat
menyebabkan kecemasan pada anak. Menurut Utari (2007) anak yang akan
disirkumsisi mengalami kecemasan dengan rentang 11-18. Penelitian lain
menyebutkan bahwa 57% dari 26 anak yang akan disirkumsisi mengalami
kecemasan sedang (Rinduwati dan Yulipurwanti 2006). Rentang kecemasan
ini berbeda pada setiap anak. Rentang respon cemas dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain usia, temperamen, pengobatan sebelumnya, serta
3
Cemas menyebabkan respon kognitif, psikomotor, dan fisiologis yang
tidak nyaman, misalnya kesulitan berpikir logis, peningkatan aktifitas
motorik, agitasi, dan peningkatan tanda-tanda vital (Videbeck, 2008). Hal-hal
tersebut dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada seseorang. Individu
biasanya berupaya untuk mengurangi respon atau bentuk ketidaknyaman
dengan melakukan koping. Koping yang dilakukan individu secara umum
dibagi menjadi dua, yaitu strategi pemecahan masalah yang dikenal dengan
istilah STOP ( Source, Trial and Error, Others, serta Pray and patient) dan
mekanisme pertahanan diri yang biasanya bersifat sementara, diluar
kesadaran, dan seringkali tidak berorientasi pada kenyataan (Asmadi, 2008).
Koping individu yang mengalami cemas dapat berbeda-beda. Menurut
penelitian Rinduwati dan Yulipurwanti (2006) anak yang akan disirkumsisi
rata-rata melakukan koping dengan cara mengobrol dengan teman sebaya,
bertanya kepada orang tua keadaan setelah disunat, dan tidak kabur dari ruang
sunat. Selain dengan strategi koping, beberapa terapi dapat bermanfaat
menurunkan cemas. Menurut hasil penelitian Utari (2007) menyatakan bahwa
terapi menggambar dapat menurunkan cemas anak. Selain terapi
menggambar, terapi yang dipakai untuk menurunkan cemas pada anak yaitu
terapi suara menggunakan musik.
Terapi musik dapat meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikis.
Longhi dan Pickett (2008), Chiu dan Kumar (2003) dalam Darliana (2008)
dikutip oleh Hariati (2010) menyatakan bahwa ketika musik diaktifkan maka
semua area yang berhubungan dengan sistem limbik akan terstimulasi
suara yang lain yang terbukti dapat menurunkan cemas adalah terapi
mendengarkan bacaan Al-Qur’an. Ma’mun (2012) dan Hawari (1996) dalam
Sodikin (2012) menyatakan bahwa Al-Qur’an dapat menyembuhkan berbagai
macam penyakit jasmani maupun rohani seperti kegelisahan, kecemasan, dan
kejiwaan.
Murottal Al-Qur’an terbukti efektif untuk menurunkan cemas pada ibu yang akan melalui operasiSectio Cesaria(SC) ( Mirbagher dkk, 2010 dalam
Haj, 2011). El Syakir (2014) menyebutkan bahwa Al Qadhi melakukan
penelitian yang berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan bacaan
ayat-ayat Al-Qur’an, bagi yang berbahasa Arab maupun bukan, dapat merasakan perubahan fisiologis yang sangat besar. Terdapat hasil bahwa
adanya penurunan depresi dan kesedihan, ketenangan jiwa, dan menangkal
berbagai penyakit. Hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa bacaan
Al-Qur’an berpengaruh sebesar hingga 97% dapat melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit.
Menurut hasil studi pendahuluan di Sunatan Masal Perum Kejagung,
Ciputat, 28 Desember 2014 pada pengukuran tingkat kecemasan anak
presirkumsisi menggunkanThree-and Five- Face Facial Scale pada 24 anak
usia sekolah didapatkan 3 anak (12,5%) dengan tingkat kecemasan
kecemasan skala 2 (cukup cemas), 17 anak (70,83%) dengan tingkat
kecemasan skala 3 (sangat cemas), dan 4 anak (16,67 %) dengan tingkat
kecemasan skala 4 (amat sangat cemas). Setelah dilakukan pengkajian tingkat
cemas terhadap 12 anak yang dipilih untuk menjadi responden, didapatkan
5
(sangat cemas) dan rata-rata tingkat kecemasan posintervensi murottal
Al-Qur’andengan skala 2 (cukup cemas).
Selain melakukan studi pendahuluan dengan intervensi murottal
Al-Qur’an, peneliti juga melakukan studi pendahuluan dengan mewawancarai 3 anak yang akan menjalani sirkumsisi. Peneliti melakukan wawancara terkait
munculnya kecemasan, didapatkan bahwa 3 anak tersebut merasa cemas
sehari sebelum sirkumsisi dan meningkat ketika tiba di tempat sirkumsisi.
Perawat merupakan pemberi asuhan yang holistik menyangkut
biopsikososio dan spiritual pasien. Selain itu perawat juga harus memberikan
kenyamanan pada pasien. Salah satu pemberian kenyamanan adalah
mereduksi cemas, terutama pada pasien anak yang akan mengahadapi
sirkumsisi. Seperti yang sudah dikemukakan oleh penelitian di atas bahwa
anak yang akan disirkumsisi mengalami kecemasan, maka peneliti tertarik
untuk meneliti pengaruh mendengarkan Al-Qur’an terhadap penurunan
kecemasan anak presirkumsisi.
1.2 Rumusan Masalah
Sirkumsisi dapat menjadi salah satu pemicu cemas pada anak.
Beberapa terapi komplementer seperti menggambar (Utari, 2007) dan
melakukan terapi musik secara aktif dan pasif (Chen dkk, 2014) dapat
menurunkan cemas pada anak presirkumsisi. Dua metode tersebut merupakan
terapi komplementer yang dapat dilakukan untuk menurunkan kecemasan
pada anak. Selain dua metode tersebut salah satu terapi komplementer adalah
Mirbagher dkk (2010) dalam Haj (2011) bahwa Al-Qur’an terbukti efektif
untuk menurunkan cemas pada ibu yang akan melalui operasi Sectio Cesaria
(SC).
Murottal Al-Qur’an juga efektif menurunkan kecemasan pada pasien preoperasi fraktur ekstrimitas (Faradisi, 2011). Peneliti telah melakukan
literature rivew pada beberapa penelitan terkait penurunan tingkat cemas
menggunakan terapi Al-Qur’an, namun penelitian mengenai pengaruh bacaan Al-Qur’an terhadap tingkat cemas anak presirkumsisi belum pernah dilakukan di Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut maka rumusan masalah
pada penelitian ini adalah “Adakah pengaruh mendengarkan murottal Al-Qur’an terhadap tingkat kecemasan anak presirkumsisi?”
1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh mendengarkan murottal al-qur’an terhadap
tingkat cemas pada anak presirkumsisi sebelum dan sesudah intervensi.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui demografi usia anak presirkumsisi
2. Mengetahui tingkat cemas pada anak presirkumsisi sebelum
intervensi.
3. Mengetahui tingkat cemas pada anak presirkumsisi setelah
7
4. Mengetahui pengaruh mendengarkan murottal Al-Qur’an terhadap tingkat cemas pada anak presirkumsisi sebelum dan sesudah
intervensi.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Pelayanan Kesehatan
Penelitian mengenai penurunan cemas menggunakan bacaan
Al-Qur’an telah banyak dibuktikan. Sedangkan penelitian pengaruh mendengarkan bacaan Al-Qur’anterhadap penurunan kecemasan pada anak presirkumsisi peneliti belum menemukan penelitian terkait, maka penelitian
ini diharapkan memberikan rekomendasi pilihan terapi disamping terapi lain
yang telah dipakai oleh institusi dengan untuk meningkatkan pemberian
pelayanan, mengaplikasikan atraumatic care pada anak, dan
mengintegrasikan keislaman, yaitu intervensi terapi mendengarkan murottal
Al-Qur’an dengan intervensi sirkumsisi yang dilakukan.
1.4.2 Bagi Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat membantu pasien memberikan
kenyamanan secara psikologis dan memperkenalkan terapi religious sebagai
terapi komplementer untuk menurunkan cemas pada anak yang akan
1.4.3 Bagi Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi penguat penelitian lain dalam
pemenuhan kebutuhan rasa nyaman dan spiritual anak sebelum menjalani
tindakan medis.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan terapi
mendengarkan murottal Al-Qur’an pada tingkat cemas anak presirkumsisi di Rumah Sunatan Bintaro. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Variabel yang akan dikaji dan sampel yang digunakan pada penelitian
ini termasuk dalam ruang lingkup keperawatan anak dengan memperhatikan
aspek jiwa anak dalam menghadapi tindakan medis, yaitu kecemasan sebelum
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Al-Qur’an
2.1.1. Definisi Al-Qur’andan Murottal Al-Qur’an 2.1.1.a Definisi Al-Qur’an
Arti kata Al-Qur’an menurut bahasa berarti bacaan, sedangkan definisi lain Al-Qur’an adalah sebuah kalam ilahi (Kurniawan, 2008). Menurut Al Ghazali (1983) dalam A’la (2006) wahyu ilahi merupakan
kalam al nafs yangqadim dan intrinsik dengan dzat-Nya, serta bebas dari
huruf dan bunyi. Dengan demikian Al-Qur’an hadir mempresentasikan wahyu untuk membimbing manusia menuju kehidupan yang bebas dari
muatan pragmatis, sempit, dan sesat (A’la, 2006).
2.1.1.b Definisi Murottal Al-Qur’an
Membaca Al-Qur’an adalah suatu kewajiban bagi umat muslim.
Seperti yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Muzammil ayat empat yang berarti
“Bacalah Al-Qur’an dengan tartil”
Kata tartil diatas mengandung makna membaca Al-Qur’an dengan
memperhatikan panjang pendeknya dan tajwidnya, bukan dengan
menyanyikan dan melagu-lagukannya, tidak berlebih-lebihan, dan bukan
Berbeda dengan metode Qiro’ah yang mengedepankan cara membaca
terlebih dahulu daripada pengenalan huruf (Mulyono, 2011).
2.1.2 Manfaat Al-Qur’anBagi Kesehatan
Al-Qur’an memiliki fungsi sebagai penyembuh atau obat. Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al Isra ayat 82 yang berarti
“Dan Kami turunkan Al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman…”.
Beberapa penelitian mengenai pengaruh Al-Qur’an terhadap kesehatan dapat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa dan fisik. Al-Qur’an
berpengaruh meningkatkan kesehatan jiwa pada lansia (Sooki dkk, 2010)
dan mahasiswa keperawatan di Universitas Rafsanjan (Kazemi, dkk 2004).
Dimensi kesehatan fisik memang terlihat tidak berpengaruh secara
langsung, namun secara jelas diperintahkan oleh Allah dalam Al-Qur’an
beberapa perintah untuk menguatkan fisik, antara lain shalat dan puasa.
Assegaf (2009) dalam bukunya menuliskan manfaat shalat dan puasa
bagi kesehatan fisik. Manfaat shalat yang khusuk, ikhlas, dan merasakan
hati sedang berkomunikasi dengan Allah dapat mencegah bahkan
menyembuhkan rematik dan spondiloartrosis (radang tulang belakang),
mencegah stroke, pikun dini, serta meningkatkan kreatifitas dan
menentramkan hati. Manfaat puasa yang paling jelas terlihat menurutnya
adalah detoksifikasi serta revitalisasi organ-organ utama yaitu hati, kelenjar
11
Penelitian ini lebih berfokus pada pengaruh mendengarkan murottal
Al-Qur’anterhadap kecemasan anak presirkumsisi, sehingga pengaruh
Al-Qur’an terhadap kesehatan fisik atau kesehatan jiwa yang lain tidak akan dibahas.
2.2. Konsep Cemas
2.2.1 Definisi Cemas
Cemas atau dalam istilah kesehatan sering dikenal dengan ansietas
dapat terjadi pada setiap individu. Corey (2005) dalam Asmadi (2008)
menyatakan bahwa cemas dapat menjadi suatu kekuatan motivasi untuk
pertumbuhan dan perkembangan pada individu yang bersangkutan. Definisi
cemas menurut May (1967) dalam Semium (2006) adalah kekhawatiran
yang disebabkan oleh suatu ancaman terhadap nilai yang dianggap individu
sangat penting bagi eksistensinya. Ketika merasa cemas, individu merasa
tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa
masalah petaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam
tersebut terjadi, sehingga cemas merupakan peringatan internal yang
memberikan tanda bahaya kepada individu (Videbeck, 2008).
Menurut Videbeck (2008) dalam bukunya menyatakan bahwa cemas
dan takut tidak dapat dibedakan, karena respon prilaku, fisiologis, dan
emosional mengalami respon prilaku yang sama. Menurutnya perbedaan
antara cemas dan takut hanya terdapat satu perbedaan saja, yaitu bahwa rasa
didefinisikan dan spesifik, sedangkan ansietas atau cemas adalah emosi
yang ditimbulkan oleh rasa takut.
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Menurut Asmadi (2008) faktor-faktor yang dapat menjadi pencetus
seseorang merasa cemas dapat berasal dari diri sendiri (faktor internal) dan
faktor dari luar dirinya (eksternal). Faktor internal yaitu faktor usia,
temperamen,tindakan medis sebelumnya, kedekatan dan kualitas hubungan
anak dengan orang tua (Ahmed, 2011). Sedangkan dari luar dirinya (faktor
eksternal) yaitu ancaman terhadap integritas fisik dan ancaman terhadap
self-esteem (Stuart dan Sudden, 1998 dalam Iriana, 2014). Asmadi (2008)
mengelompokkan pencetus cemas menjadi dua kategori, yaitu :
1. Ancaman terhadap integritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis
atau gangguan dalam melakukan aktifitas sehari-hari guna pemenuhan
terhadap kebutuhan dasarnya.
2. Ancaman terhadap sistem diri yaitu adanya sesuatu yang dapat
mengancam terhadap identitas diri, harga diri, kehilangan status atau
perasaan diri, dan hubungan interpersonal.
Banyak teori yang membahas mengenai kecemasan, penyebabnya,
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Teori tersebut antara lain :
a. Teori Interpersonal
Menurut teori interpersonal Sullivan (1952) dalam Videbeck
(2008) ansietas timbul dari masalah-masalah dalam hubungan
13
mengakibatkan disfungsi, misalnya kegagalan untuk mencapai tugas
perkembangan yang sesuai dengan usia.
b. Teori Biologi
Teori ini membahas mengenai penyebab cemas yang berbeda
dengan penyebab psikologis. Menurut teori biologis individu yang
mengalami sikap bermusuhan, iritabilitas, prilaku sosial, dan perasaan
mendadak bahwa sesuatu tidak nyata dapat menunjukkan gangguan
panik.
c. Teori Genetik
Teori ini menyatakan bahwa cemas memiliki komponen yang
dapat diwariskan. Horwath dan Weissman (2000) dalam Viedebeck
(2008) menjelaskan suatu kemungkinan “sindrom kromosom 13”
yang dimungkinkan terlibat dalam hubungan genetik pada gangguan
panik, sakit kepala hebat, masalah ginjal, kandung kemih, hipertiroid,
atau prolaps katup mitral.
d.Teori Prilaku
Ahli teori ini memandang cemas sebagai suatu yang dipelajari
melalui pengalaman individu.
2.2.3 Cemas pada Anak Presirkumsisi
Usia anak sekolah sudah mulai mengikuti kegiatan di luar rumah.
Umumnya anak usia sekolah mempunyai hubungan yang cukup baik dengan
petugas perawatan kesehatan yang mereka andalkan dari pengalaman masa
lalu untuk menuntun mereka. Seringkali mereka mungkin merasa takut
orang ketiga sangat membantu dalam menghilangkan rasa takut dan
kecemasan serta memungkinkan anak mengungkapkan rasa sakit (Joyce,
2008).
Yavuz (2011) mengatakan bahwa secara historikal sirkumsisi
merupakan interfensi bedah tertua. Proses pembedahan akan menimbulkan
perasaan yang mengganggu dan tidak nyaman pada anak atau keluarga
(Ghabeli dkk, 2014). Ahmed (2011) membagi faktor yang mempengaruhi
cemas pada anak preoperatif menjadi tiga, yaitu faktor anak, orang tua dan
lingkungan. Faktor anak meliputi usia, anak yang usianya semakin besar
akan mudah untuk mengungkapkan cemas, temperamen, medikasi
sebelumnya, dan hubungan anak dengan orang tua. Faktor orang tua
meliputi pengaruh kecemasan anak, gender orang tua yang menemani (Kain
dkk, 2009). Sedangkan aspek lingkungan meliputi induksi anestesi, ingatan
yang negatif mengenai rumah sakit, dan orang tua yang tidak mempraktikan
aspek keagamaan (Wollin, 2003 dalam Ahmed, 2011).
2.2.4 Mekanisme Cemas
Cemas atau ansietas diperantarai oleh suatu sistem kompleks yang
melibatkan (sedikitnya) sistem limbik (amigdala, hipokampus), talamus,
korteks frontal secara otomatis dan norepinefrin (lokus seruleus), serotonin
(nukleus rafe dorsal) dan GABA reseptor GABAA berpasangan dengan
reseptor benzodiazepine) pada sistem neurokimia (Tomb, 2003).
Teori mekanisme cemas seperti di atas merupakan teori neurokimia.
Menurut Videbeck (2008) asam gama-aminobutirat (GABA) merupakan
panik. Individu dengan cemas ringan dan sedang dapat memproses
informasi, belajar, dan menyelesaikan masalah. Sedangkan pada individu
yang mengakami cemas berat dan panik memiliki keterampilan bertahan
yang lebih sederhana, respon defensive, dan keterampilan kognitif
menurun. Respon cemas dapat diukur menggunakan instrumen pengkajian
cemas untuk menentukan skala cemas.
Beberapa instrumen cemas dapat digunakan untuk mengkaji
tingkat kecemasan individu. Instrument tersebut antara lain:
a. Self Report
Diagnose and Statistic Manual of mental health(DSM-IV),
memberikan gambaran tentang masalah cemas, yang di dalamnya
sudah mencakup agrofobia, fobia sosial, fobia sederhana,
obsessive compulsive disorder (OCD), post traumatic stres
disorder (PTSD), dan cemas secara umum. Self report berfungsi
untuk mengkaji cemas secara umum (Han, 2009)
b. Revised Child Anxiety and Depression Scale(RCADS)
Kuisioner ini terdiri dari 47 item pertanyaan, yang
mencakup fobia social, gangguan cemas umum, gangguan panik,
OCD, dan gangguan depresi mayor (Chorpita, 2011).
c. Severity Measure for Social Anniety Disorder(fobia sosial)
Kuisioner ini digunakan untuk mengukur tingkat fobia sosial
pada individu dengan rentang usia 18 tahun ke atas (Craske dkk,
17
d. Beck Anxiety Disorder(BAI)
Pengkajian untuk mengukur gejala cemas somatik, yang
membedakan antara cemas dengan depresi (Beck dkk, 1988
dalam Julian, 2011). Pengkajian ini terdiri dari 21 poin yang
mengkaji tingkat gugup, kesulitan untuk tenang, dan lain-lain
(Julian, 2011).
e. Hospital Anxiety and Depression Scale-Anxiety(HADS-A)
HADS-A digunakan untuk mengkaji gejala umum pada
cemas dan takut. Tujuan pembentukan instrumen ini adalah untuk
melihat gejala cemas dan depresi pada pasien yang di rumah sakit.
HADS memiliki 7 poin pengkajian yang mengkaji ketegangan,
kekhawatiran, takut, panik, kesulitan untuk tenang, dan kesulitan
beristirahat (Julian, 2011).
f. Child Tests Anxiety Scale(CTAS)
Pengkajian ini dikembangkan oleh Saron dkk (1960) dalam
(Waren dkk, 2004) dengan 30 poin pengkajian yang mengkaji
tingkat cemas anak dengan menggunakan jawaban ya atau tidak.
Pengkajian ini cocok untuk anak usia sekolah.
g. Face Anxiety Scale(FAS)
Instrumen ini dikembangkan oleh McKinley (2004) untuk
mengkaji tingkat cemas pasien di ruang ICU. Instrumen ini
dikembangkan dalam bentuk kartu dengan ukuran 11x42 cm (4,3
x 16,5 in). Pasien diinstruksikan menunjuk salah satu dari lima
wajah. Rentang cemas mulai dari tidak cemas hingga amat sangat
cemas.
h. Three- and Five- Face Facial Scale
Instrumen ini dikembangkan oleh Quiles dkk (2013).
Instrumen ini terdiri dari delapan skala wajah yang di adaptasi
dari Facial Affective Scale (FAS) McGrath dkk (1996).
Three-and five- Face Facial Scaledibagi menjadi dua bagian, yaitu lima
bagian skala wajah, dan tiga bagian skala wajah. Skala yang
digunakan pada lima skala wajah adalah tidak cemas, agak cemas,
cukup cemas, sangat cemas, amat sangat cemas. Sedangkan pada
tiga skala wajah adalah tidak cemas, cukup cemas, dan amat
sangat cemas.
2.2.5.b. Strategi Mengontrol Cemas
Pengontrolan cemas diperlukan untuk mengontrol cemas dapat
dilakukan dengan terapi dan koping. Menurut Asmadi (2008) strategi
koping dibagai menjadi dua, yaitu STOP ( Source, Trial and Error,
Others,sertaPray and patient).
Source berarti mencari dan mengidentifikasi apa yang menjadi
sumber masalah, trial and error berarti mencoba berbagai rencana
pemecahan masalah yang telah disusun, others berarti meminta bantuan
pada orang lain bila diri sendiri tidak mampu, pray and patient berarti
berdo’a kepada Tuhan (Asmadi, 2008). Strategi koping yang lain, adalah
19
seseorang untuk mempertahankan rasa terkendali terhadap situasi, rasa
tidak nyaman, dan menghadapi situasi penyebab stres.
Selain koping, strategi mengontrol cemas dapat dilakukan dengan
mengalihkan perhatian anak dari hal yang membuat cemas yaitu teknik
distraksi (Koller dan Goldman, 2011) beberapa terapi dapat dipakai
sebagai teknik distraksi, antara lain terapi menggambar (Utari, 2007),
terapi suara (Tumiran dkk, 2013) dan terapi bermain ( Sembiring, 2015).
2.3. Pengaruh Murottal Al-Qur’anterhadap Kecemasan
Menurut lireratur riview yang peneliti lakukan, terdapat banyak
manfaat bacaan murottal Al-Qur’ansebagi terapi kesehatan, terutama sebagai terapi pada jiwa. Salah satu metode yang dapat meningkatkan kesehatan jiwa
adalah dengan mendengarkan bacaan Al-Qur’an. Mendengarkan bacaan
Al-Qur’an selama lima belas menit dapat meningkatkan kesehatan jiwa mahasiswa keperawatan, Universitas Rafsanjan (Kazemi dkk, 2004).
Allah sendiri menegaskan pengaruh Al-Qur’an, baik membaca maupun mendengarkannya dalam Al-Qur’ansurat Ar-Ra’d ayat 28 yang artinya,
“ (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram
dengan mengingat Allah. Ingatlah Allah, hanya dengan mengingat Allah hati
menjadi tentram”.
Mengingat Allah, yang sering dikenal dengan berdzikir adalah selalu
mengingat dan menyebut nama Allah. Berdzikir atau mengingat Allah maka
hatipun akan selalu penuh dengan keimanan yang mampu menghilangkan
salah satu dzikir yang dianjurkan adalah dengan membaca atau
mendengarkan bacaan Al-Qur’an.
Al-Qur’an adalah obat istimewa bagi kegundahan hati, kesedihan, keputusasaan, dan kecemasan (Pedak, 2009). Pendapat tersebut dikuatkan
dengan beberapa penelitian terkait terapi mendengarkan Al-Qur’anterhadap kecemasan. Mendengarkan Al-Qur’andapat menurunkan kecemasan terhadap ibu yang akan menjalani operasi SC (Mirbagher dkk, 2010 dalam Haj, 2011)
dan pada kecemasan ibu saat kala I aktif (Handayani dkk, 2014). Al-Qur’an
mempunyai efek terhadap tingkat depresi, cemas, dan stres pada individu
yang mendengarkan bacaan Al-Qur’an. Tingkat depresi, cemas, dan stres mahasiswa yang mendengarkan Al-Qur’anlebih rendah dibandingkan tingkat stres mahasiswa yang tidak mendengarkan Al-Qur’an (Pouralkhas dkk, 2012).
Fungsi pendengaran manusia yang merupakan penerimaan rangsang
auditori atau suara diterangkan oleh Pedak (2009) bahwa rangsangan auditori
yang berupa suara diterima oleh telinga sehingga membuatnya bergetar.
Getaran ini akan diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang bertautan
antara satu dengan yang lain.
Rangsang fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion kalium dan ion
natrum menjadi aliran listrik yang melalui saraf Nervus VII (vestibule
cokhlearis) menuju ke otak, tepatnya di area pendengaran. Setelah
mengalami perubahan potensial aksi yang dihasilkan oleh saraf auditorius,
perambatan potensial aksi ke korteks auditorius (yang bertanggung jawab
21
perbandingan nada, menghambat respon motorik yang tidak diinginkan,
pendengaran yang serius, dan sebagainya) diterima oleh lobus temporal otak
untuk mempresepsikan suara (Sherwood, 2011). Talamus sebagai pemancar
impuls akan meneruskan rangsang ke amigdala (tempat penyimpanan memori
emosi) yang merupakan bagian penting dari sistem limbik (yang
mempengaruhi emosi dan perilaku).
Penjelasan tersebut sejalan dengan konsep dan respon cemas yang
melibatkan emosi dan perilaku individu yang sedang merasakan cemas dan
mekanisme terapi musik dalam menciptakan perasaan dan ekspresi. Selain
penjelasan diatas, dalam bukunya Pedak (2009) menuturkan alur
neurofisiologis mendengarkan Al-Qur’an.
Skema 2 .2. Neurofisiologis Mendengarkan Murottal.
Sumber : Mukjizat Terapi Al-Qur’an untuk Kesuksesan Hidup (Pedak, 2009)
2.4. Konsep Anak
2.4.1. Tumbuh Kembang Anak Usia Sekolah
Usia sekolah merupakan masa pengembangan kekuatan internal dan
tingkat kematangan yang memungkinkan anak bergaul diluar rumah (Joyce,
2008). Pengasuh, baik kedua orang tua, keluarga, dan perawat hendaknya Daun telinga Telinga tengah kokhlea
hipotalamus Amigdala talamus
mengetahui tumbuh kembang dan tugas perkembangannya. Rentang anak
usia sekolah yaitu 6-12 tahun (Wong, 2008).
Beberapa karakteristik anak usia sekolah yang dijelaskan oleh Wong
(2008) adalah sebagai berikut:
a. Kemandirian anak
Pada anak usia pertengahan (usia sekolah) memperoleh kepuasan
sangat besar dari perilaku mandiri dalam menggali dan memanipulasi
lingkungannya dan dari interaksi dengan teman sebyanya. Seringkali
aktifitas ini merupakan pencapain dalam aktifitas sosial. Pencapaian
tersebut juga melibatkan untuk bekerjasama, bersaing dengan orang
lain, dan untuk melakukan koping secara efektif dengan masyarakat.
Bahaya yang terdapat dalam periode ini adalah terjadinya keadaan
yang dapat mengakibatkan inferioritas. Perasaan inferioritas atau tidak
berharga yaitu dapat timbul dari lingkungan maupun dirinya sendiri.
Biasanya hal ini terjadi pada anak dengan keterbatasan fisik atau
keterbatasan mental yang mungkin dapat menyebabkan mereka
kesulitan dalam menerima atau melakuakan keterampilan tertentu.
b. Perkembangan Spiritual
Anak-anak pada usia ini berpikir dalam batasan yang sangat
konkret tetapi merupakan pelajar yang sangant baik dan memiliki
kemauan besar untuk mempelajari Tuhan. Mereka menggambarkan
Tuhan memiliki kasih sayang. Konsep agaman harus dijelaskan
dengan benar dan konkret. Mereka juga mulai merasa nyaman dengan
23
merupakan bagian dari kegiatan sehari-harinya, hal ini dapat
membantu anak melakukan koping dalam menghadapi situasi yang
mengancam. Salah satu kegiatan dan ibadah umat muslim adalah
membaca atau mendengarkan Al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan sebuah dzikir yang berfungsi untuk mengingat Allah.
2.4.2. Al-Qur’andan Perkembangan Anak
Al-Qur’an merupakan kitab bagi seluruh umat manusia di bumi.
Al-Qur’anditurunkan dalam bahasa yang mudah di pahami, yaitu berbahasa arab agar Rasulullah mudah untuk memahami dan menyampaikan risalahnya pada
umat manusia. Hal ini telah disebutkan dalam Al-Qur’an.
”Dan kalau Al Quran itu kami turunkan kepada salah seorang dari golongan bukan Arab, Lalu ia (Rasul) membacakannya kepada mereka
(orang-orang kafir); niscaya mereka tidak akan beriman kepadanya.”
(Syu’ara’,198-199).
Ayat diatas didukung dengan ayat lain dalam Al-Qur’an
”Kami tidak mengutus seorang Rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada
mereka.”(Ibrahim: 4)
Menurut dua ayat di atas, sangat jelas bahwa bahasa Al-Qur’an
diturunkan dalam bahasa arab untuk mempermudah penyampaian pesan yang
Usia sekolah anak sudah bisa dikenalkan pada konsep ketuhanan. Anak
memposisikan Tuhan sebagai penolong yang memiliki kasih sayang. Anak
juga lebih tertarik pada konsep surga dan neraka. Pembelajaran keagamaan
dan ritual yang diterapkan sehari-hari dapat menolong anak untuk menjadikan
koping anak terhadap rasa yang mengancamnya (Wong,2008).
Memperkenalkan Al-Qur’an pada anak merupakan hal penting, karena
Al-Qur’an dapat dibaca baik oleh anak-anak, muda atau tua, cerdas atau tidak, Al-Qur’an dapat menjadi penawar hati dan pikiran mereka. Beberapa metode telah dikembangkan dalam mempelajari Al-Qur’an, namun pada
penelitian ini tidak akan membahas tentang hal tersebut. Mencelupkan
anak-anak kita sejak dini dalam Al-Qur’an, mengenalkan pada pilihan yang sesuai dengan anak akan memberikan harapan bagi masa depan (Suharsono, 2004).
Maka pada penelitian ini terapi murottal yang akan diberikan pada anak yaitu
terapi murottal Al-Qur’an juz 30. Anak akan memilih sendiri surat yang sering diperdengarkan atau tidak asing bagi anak agar anak dapat mengikuti
murottal yang dibacakan sehingga terjadi pengalihan perhatian, mengurangi
ketakutan, dan merilekskan anak (Chen dkk, 2014).
2.5. Konsep Sirkumsisi
2.5.1 Definisi Sirkumsisi
Sirkumsisi atau dalam bahasa sehari-hari lebih dikenal dengan sunatan
25
Sirkumsisi adalah tindakan membuang kulit (foreskin) yang menutupi ujung
penis (Arifianto, 2012). Cara membuang kulit yang menutupi ujung penis
tersebut dilakukan dengan cara bedah, hal ini biasanya dilakukan oleh dokter
atau tenaga medis terlatih, seperti perawat. Beberapa macam teknik
sirkumsisi sekarang mulai berkembang, misalnya teknik couterisasi yaitu
pemotongnya bisa berupa gunting, kauter (listrik) (Harsono dkk, 2011),
smart clamp(Karadag, 2015)
2.5.2 Manfaat Sirkumsisi
Manfaat sirkumsisi anatara lain mengurangi risiko terkena infeksi
saluran kemih (ISK), mengurani risiko terkena infeksi Human Imuno
Deficiency Virus (HIV), mengurangi risiko terkena infeksi menular seksual
(IMS), mengurangi risiko mengalami kanker penis dan mencegah infeksi
dikulit foreskin, mengatasi fimosis, dan memudahkan menjaga kebersihan
2.6 Kerangka Teori
Skema 2.3. Kerangka Teori
Modifikasi dari : Asmadi (2008), Pedak (2009), Wong (2008), Viedebeck (2008), dan Ahmed (2011)
Cemas Presirkumsisi Sumber Cemas :
27
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESA, DAN DEFINISI
OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep (conceptual framework) adalah model pendahuluan dari
sebuah masalah penelitian, dan merupakan refleksi dari hubungan
variabel-variabel yang diteliti (Swardjana,2012). Variabel pada penelitian ini terdiri dari
dua variabel, yaitu variabel independen yaitu mendengarkan murottal Al-Qur’an,
variabel dependen yaitu kecemasan anak presirkumsisi.
Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen
3.2 Hipotesa
Hipotesa adalah hasil yang diharapkan atau hasil yang diantisipasi dari
sebuah penelitian (Swadjana, 2012). Terdapat dua macam hipotesa pada
penelitian, yaitu hipotesa nol (Ho), dan hipotesa alternative (Ha/H1). Hipotesa
nol adalah hipotesa yang digunakan untuk pengukuran statistik dan interpretasi Anak yang akan
dianestesi sebelum sirkumsisi
Mendengarkan MurottalAl Qur’an
Tingkat
hasil statistik, sedangkan hipotesa alternative adalah hipotesisi penelitian yang
menyatakan adanya hubungan, pengaruh, dan perbedaan antara dua atau lebih
variable (Nursalam,2008). Hipotesa pada penelitian ini melibatkan dua hipotesa,
antara lain :
a. Hipotesa nol yaitu tidak ada pengaruh terapi mendengarkan murottal
Al-Qur’an terhadap tingkat cemas anak presirkumsisi
b. Hipotesa alternatif yaitu ada pengaruh terapi mendengarkan murottal
29
3.3 Definisi Operasional
Tabel 3.2 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian pre-eksperimentsl
design. Rancangan ini merupakan suatu bentuk penelitian experiment yang
memanipulasi variabel independen, pemilihan subjek penelitian dilakukan
non random, dan tidak memiliki control group atau comparison group
(Carmen G, Loiselle et al, 2010 dalam Swardjana, 2012). Jenis rancangan
penelitian pre-eksperimental design yang akan digunakan pada penelitian ini
adalah The one group pretest posttest design, sehingga pada penelitian ini
akan menggunakan satu sampel yang dilakukan pretest, kemudian dilakukan
intervensi mendengarkan murottal Al-Qur’an, lalu dilakukan pengkajian posttest setelah intervensi, kemudian dilakukan perbandingan hasil
pengkajianpretestdanposttest.
O1 X O2
Keterangan :
O1: pretes
X : Perlakuan (intervensi)
4.2. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek yang akan diteliti (Wasis, 2006).
Populasi pada penelitian ini adalah anak yang akan di sirkumsisi dalam waktu
satu bulan selama penelitian di Rumah Sunatan Binataro. Setelah menentukan
populasi, peneliti akan mengerucutkan menjadi sampel. Menurut Wasis
(2006) sampel adalah bagian dari populasi yang diambil dengan cara-cara
tertentu.
Teknik pengambilan samel menggunakan teknik non probability
sampling atau non random. Jenis yang akan digunakan adalah accidental
sampling, sehingga pasien yang datang ke tempat penelitian dan memenuhi
kriteria penelitian selama kurun waktu tertentu sehingga jumlah sampel
terpenuhi akan dipilih sebagai sampel penelitian (Sugiyono, 2001 dalam
Hidayat, 2014). Jumlah minimal sampel pada penelitian eksperimen menurut
Gay dalam Umar (2011) adalah 15 orang pada setiap kelompok, dikarenakan
pada penelitian ini hanya menggunakan satu kelompok, maka sampel jumlah
sampel yang akan diberikan intervensi murottal Al-Qur’an hanya 15 orang.
Teknik pengambilan sampel yang akan diambil akan memperhatikan
dua kriteria, yaitu kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.
a. Kriteria Inklusi
Anak usia sekolah
Anak mengenal bacaan Al-Qur’anjuz 30
b. Kriteria Eksklusi
Anak tidak dapat kooperatif
Anak beragama non muslim
4.3. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di lokasi Rumah Sunatan Bintaro yang terletak
di Jalan Puter Blok EC II/45 Bintaro Sektor 5. Pengambilan data pada bulan
pertengahan bulan Mei sampai Juni. Pemilihan tempat penelitian di Rumah
Sunatan Bintaro adalah mempertimbangkan jumlah sampel yang akan
diambil. Jumlah sampel berdasarkan data tahun 2014 pada bulan Mei terdapat
38 pasien dalam satu bulan. Jumlah tersebut dapat memenuhi jumlah sampel
minimal.
4.4. Alat Pengukuran Data
Instrumen penelitian ini menggunakan Three-and Five- Face Facial
Scale dengan menggunakan skala grafirk (graphic rating scale) dimana
responden diminta untuk menunjuk salah satu titik dari suat kontinium
padasuatu garis tertentu. Instrumen ini akan diberikan skala 0-4 untuk
menunjukkan skala, dan akan diberikan rentang cemas pada setiap angka
untuk menentukan tingkat cemas anak.
0 untuk tidak ada cemas
1 untuk agak cemas
2 untuk cukup cemas
3 untuk sangat cemas
b. Melakukan pemilihan responden berdasarkan kriteria inklusi yang
telah ditetapkan oleh peneliti. Pemilihan responden dilakukan dengan
wawancara.
c. Menjelaskan secara rinci tujuan, manfaat, dan tahap penelitian sesuai
etika penelitian dan memberikan lembar persetujuan.
d. Mengukur tingkat cemas anak (pretest) sebelum intervensi.
e. Melakukan intervensi (mendengarkan murottal Al-Qur’an).
f. Mengukur tingkat cemas anak (posttest) setelah intervensi, sebelum
responden disirkumsisi.
g. Mengumpulkan data untuk diolah dan dianalisa.
Skema 4.2. Alur Penelitian
pretest
Posttest
Sumber : Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data (Hidayat, 2014)
4.6. Prinsip Etis
Secara umum prinsip etik dalam penelitian/pengumpulan data adalah
-hak subjek, dan prinsip keadilan. Berikut prinsip etis pada penelitian ini
adalah:
4.6.1. Prinsip manfaat
Penelitian ini tidak mengakibatkan penderitaan kepada subjek
penelitian, karena tidak ada tindakan khusus pada tubuh responden.
Penelitian ini hanya melibatkan stimulus dan respon responden pada
terapi mendengarkan murottal Al-Qur’an terhadap tingkat kecemsan
presirkumsisi. Sebelum melakukan terapi peneliti memberikan penjelasan
terkait manfaat terapi mendengarkan murottal Al-Qur’an bagi responden.
4.6.2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity) Responden dan keluarga akan mendapatkan penjelasan terkait
intervensi yang akan dilakukan, tujuan penelitian, dan manfaat intervensi
oleh peneliti. Setelah diberikan penjelasan, maka peneliti memberikan
lampiran kesediaan untuk menjadi responden dalam penelitian. Pasien dan
keluarga memiliki hak untuk menolak atau menerima menjadi responden
penelitian.
4.6.3. Prinsip Kerahasiaan (right to justice)
Responden yang terlibat dalam penelitian akan dilakukan intervensi
yang sama, yaitu mendengarkan murottal Al-Qur’anselama sepuluh menit sebelum dilakukan anestesi, hingga anestesi selesai dan boleg dilanjutkan
hingga sirkumsisi selesai. Kerahasiaan data yang telah diberikan dan hasil
4. 7 Prosedur Pengolahan Data
Proes pengumpulan data yang haru dilakukan adalah :
4.7.1 Editing
Proses ini dilakukan untuk memeriksa kesesuaian dan kebenaran
data yang dikumpulkan. Editing dilakukan pada asaat pengumpulan data.
Responden mengembalikan kembali formulir yang telah diberikan untuk
dilakukancoding.
4.7.2Coding
Coding merupakan kegiatan memberikan kode numerik (angka)
terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini
sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer.
4. 7.3 Sorting
Sorting adalah proses memilih atau mengelompokkan data menurut
jenis yang dikehendaki (klasifikasi data).
4.7.4 Entri Data
Jawaban-jawaban yang sudah diberi kode kategori kemudian
dimasukkan dalam tebel dengan cara menghitung frekuensi data.
Memasukkan data boleh dengan cara manual atau melalui pengolahan
komputer.
4.7.5. Cleaning
Melakukan pembersihan data, melihat variabel apakah data sudah
4.7.6 Melakukan teknik analisis
Dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian akan
menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang
akan dianalisis.
4.8 Analisa Data
4.8.1 Analisa Univariat
Tujuan analisa ini adalah untuk mendeskripsikan karakteristik
masaing-masing variable yang diteliti. Hasil univariat terdiri dari distribusi
frekuensi dan presentase data demografi usia anak, dan tingkat kecemasan
anak sebelum dan sesudah intervensi pada kesua kelompok.
4.8.2 Uji Normalitas Data
Peneliti akan melakukan uji normalitas data yang bertujuan untuk
mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati
distribusi normal, yakni distribusi data dengan bentuk lonceng (bell
shaped) (Santoso, 2010), selain itu normalitas data dapat dilihat dengan
nilai alpha . Nilai alpha lebih dari 0,05 maka data tidak terdistribusi
normal, sedangkan nilai alpha kurang dari 0,05 data terdistribusi normal
(Dahlan, 2012). Uji normalitas data dapat menggunakan berbagai cara,
yaitu uji kertas peluang, uji Liliefors, dan uji chi square dan uji
Kolmogorov-Smirnov (Hidayat, 2014) dan Shaphiro-Wilk jika data kurang
4.8.3 Analisa Bivariat
Analisa bivariat peneitian ini menggunakan uji non parametric
untuk dua data kategorik berpasangan, yaitu uji Wilcoxon. Prinsip uji ini
adalah menguji dua data berpasangan yakni membandingkan data
pengamatan yang berasal dari satu sampel (Hidayat, 2014). Data yang
akan dibandingkan pada penelitian ini adalah nilai kecemasan anak
presirkumsisi preintervensi dan posintervensi.
Analisa bivariat diperlukan untuk menjelaskan hubungan dua
variabel yaitu antara variable bebas dan variable terikat (Budiharto,2006).
Interpretasi hasil analisa bivariat ini menggunakan hasil uji hipotesa
dengan nilai p < 0,05 yang berarti jika angka signifikan < 0,05 maka
hipotesa nol ditolak, dan hipotesa alternatif diterima (Santoso, 2010;
40
Penjelasan berikut ini memaparkan hasil penelitian pengaruh
mendengarkan murottal Al-Qur’an terhadap tingkat kecemasan anak
presirkumsisi. Penelitian ini dilakukan pada 15 orang anak yang akan menjalani
sirkumsisi di Rumah Sunatan Bintaro dan dilakukan dalam satu kali pertemuan
dengan satu responden. Pengumpulan data dibagi menjadi dua gelombang, yaitu
pada tanggal 11-23 Mei dan 5-10 Juni 2015. Kelompok reponden diberikan
intervensi mendengarkan murottal Al-Qur’an selama 10 menit. Dilakukan
evaluasi tingkat kecemasan sebelum dan sesudah intervensi menggunakan
Three-and five- face facial scale.
5.1 Karakteristik Responden
Responden pada penelitian ini berjumlah 15 orang anak yang beragama
Islam dan telah mengenal bacaan Al-Qur’an Juz 30 dengan rentang usia 6-12 tahun. rentang usia tersebut termasuk rentang usia sekolah. Data usia disajikan
dalam bentuk tabel sebagai berikut.
Tabel 5.1 Sebaran usia anak presirkumsisi (n=15)
Usia Frekuensi Persentase
8 2 13,3%
9 4 26,7%
10 2 13,3%
11 4 26,7%
41
Tabel diatas menunjukkan bahwa presentase teringgi usia anak yang
akan menjalani sirkumsisi adalah 26,7 % (n=4) pada rentang usia 9 tahun dan
11 tahun.
5.2 Analisa Univariat
Analisa univariat menjelaskan tingkat kecemasan preintervensi dan
posintervensi dalam bentuk presentase.
Tabel 5.2 Sebaran tingkat cemas anak preintervensi dan posintervensi (n=15)
Presentase tingkat kecemasan anak presirkumsisi sebelum intervensi yaitu
tidak cemas 6,7% (n=10), agak cemas 66,7%, dan 26,7% (n=4), pada tingkat
sangat cemas dan amat sangat cemas 0% (n=0). Presentase tertinggi tingkat
kecemasan sebelum intervensi yaitu agak cemas 66,7% (n=10), sedangkan
presentase terendah yaitu sangat cemas dan amat sangat cemas yaitu 0% (n=0).
Presentase tingkat kecemasan anak presirkumsisi setelah intervensi yaitu
tidak cemas 20% (n=12), agak cemas 80% (n=12), pada tingkat cukup cemas,
sangat cemas, dan amat sangat cemas menunjukkan presentase dan jumlah yang
sama yaitu 0% (n=0). Presentase tingkat kecemasan setelah intervensi tertinggi
yaitu agak cemas 80,0% (n=12) dan terendah yaitu cukup cemas, sangat cemas,
sangat cemas menunjukkan presentase yang sama pada responden sebelum
dilakukan intervensi dan setelah dilakukan intervensi, yaitu 0% (n=0). Terdapat
perbedaan tingkat kecemasan preintervensi dan posintervensi pada tingkat
kecemasan cukup cemas.
5.3 Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk menguji hipotesa penelitian, yaitu untuk
menentukan ada atau tidaknya pengaruh mendengarkan murottal Al-Qur’an
terhadap tingkat kecemasan anak presirkumsisi sebelum menganalisa
menggunakan analisa bivariat, data ini diuji normalitasnya. Uji normalitas data ini
menggunakan uji Shapiro-Wilk karena data kurang dari 50 (n=15) (Dahlan,
2012). Data normal nilai p > 0,05, sedangkan pada data ini nilai p < 0,05 maka
distribusi data dikatakan tidak normal. Uji bivariat yang digunakan yaitu
menggunakan uji Wilcoxondengan tingkat kepercayaan 95 % atau (nilai alpha=
0,05).
Penggunaan uji Wilcoxon dipakai dengan syarat data berpasangan yang
berarti peneliti mengumpulkan data dari responden yang sama dan dilakukan
pengukuran sbelum dan sesudah melakukan perlakuan (Dahlan, 2012). Salah satu
syarat lain data yang akan diuji adalah data ordinal (Santoso, 2010). Jenis data
pada penelitian ini berpasangan yaitu data hasil preintervensi dan posintervensi
pada masing-masing responden yang menunjukkan tingkat kecemasan anak
sebelum intervensi dan sesudah intervensi. Selain itu data pada penelitian ini
43
Tabel 5.3 Analisa bivariat tingkat cemas anak presirkumsisi preintervensi dan posintervensi
(n=15) Tingkat
Kecemasan
n Median (minimum-maksimum)
Mean ± s.d P
Preintervensi 15 2,00 (1-3)
2,20 ± 0,561 0,034
Preintervensi 15 2,00 (1-2)
1,80 ± 0,414
Uji Wilcoxon menunjukkan bahwa terdapat perbedaaan rata-rata tingkat
kecemasan preintervensi dan posintevensi. Rata-rata tingkat kecemasan
preintervensi 2,20 ± 0,561 dan rata-rata posintervensi 1,80 ± 0,414, sehingga
terdapat penurunan rata-rata kecemasan sebelum intervensi dan setelah intervensi
sebesar 0,4%. Analisa statistik pada uji bivariat menunjukan nilai p = 0,034 yang
berarti nilai p < 0,05, maka hipotesa nul tidak diterima, yaitu ada pengaruh
44
PEMBAHASAN
Sirkumsisi merupakan tindakan bedah minor dengan membuang atau
memotong sebagian atau keseluruhan kulit yang menutupi glands penis atau
foreskin. Bagi anak laki-laki sirkumsisi merupakan hal baru yang dapat
menyebabkan kecemasan. Penurunan kecemasan pada anak peresirkumsisi dapat
dilakukan dengan beberapa macam teknik, salah satunya adalah dengan terapi
mendengarkan murottal Al-Qur’an. Didalam bab ini peneliti akan menguraikan mengenai pembahasan hasil penelitian dengan kajian teori dan hasil penelitian
sebelumnya serta memaparkan kekurangan penelitian.
6.1 Pembahasan Hasil Uji Penelitan
6.1.1 Gambaran Responden Penelitian
Responden pada penelitian ini adalah anak usia sekolah dengan
rentang 6-12 tahun. Didapatkan data usia anak yang akan menjalani
sirkumsisi pada penelitian ini paling banyak di usia 9 dan 11 tahun
sebanyak 4 orang pada masing-masing usia. Penelitian ini selaras dengan
penelitian Seno (2012) yang menyatakan bahwa median usia anak saat
menjalani sirkumsisi adalah 9 pada rentang usia 1-15 tahun dan 11 tahun
pada rentang usia 7-17 tahun. Data lain didukung oleh UNAIDS (2010)
bahwa usia anak yang disirkumsisi di Indonesia antara usia satu hingga 11
45
Karakteristik anak usia sekolah dapat dilihat dari beberapa segi,
atara lain dari segi kemandirian dan perkembangan spiritual. Anak usia
sekolah mampu melakukan koping secara efektif dan mampu bekerja
sama dengan petugas kesehatan, sedangkan dari segi spiritual anak usia
sekolah sudah mulai nyaman dengan ritual keagamaan, misalnya berdo’a
(Wong, 2008). Walaupun anak usia sekolah memiliki sifat kemandirian
yang mampu bekerja sama dengan petugas kesehatan, namun ada beberapa
faktor yang dapat membuatnya cemas, salah satunya adalah prosedur
medikasi yang akan dilakukan (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami,
2005 dalam Purwandari 2009). Contoh prosedur medikasi yang akan
dilakukan adalah prosedur bedah, salah satunya sirkumsisi (Yafuz dkk,
2011) dan perawatan gigi (Jindal, 2007 dalam Rafdi, 2014).
6.1.2 Tingkat Cemas Anak Sebelum dan Sesudah Intervensi
Anak usia sekolah sudah mampu mengungkapkan rasa cemasnya
baik secara verbal maupun non verbal (Utari, 2007). Salah satu cara non
verbal mengevaluasi kecemasan anak adalah dengan instrumen wajah,
salah satunya adalahFacial Affective Scale(FAS) dirancang oleh McGrath
untuk mengevaluasi tidak hanya intensitas nyeri, tetapi juga
ketidaknyamanan terkait dengan rasa sakit pada anak-anak (McGrath dkk,
1996) yang kemudian diadaptasi oleh Quiles dkk (2013) menjadi
Three-and Five-face facial scalesyang digunakan pada penelitian ini.
Telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya bahwa tindakan
anak. Secara umum faktor cemas pada anak yang akan menjalani tindakan
medis dapat dibagi menjadi tiga, yaitu faktor anak, orang tua, dan
lingkungan (Ahmed, 2011). Faktor anak dipengaruhi oleh usia,
temperamen, dan presepsi anak terhadap suatu tindakan pengobatan
tertentu (Ahmed, 2011). Kehadiran orang tua atau keluarga dapat
berpengaruh terhadap kecemasan anak (Kain, 2006; Forter, 2011).
Penelitian tersebut mendukung penelitian ini, bahwa ditemukan 6 dari 15
anak meminta ditemani ibu, dan 9 lainnya meminta ditemani oleh ayah
atau keluarga laki-laki lainnya (paman, kakek, atau kakak) sebelum
tindakan dimulai.
Faktor lain yaitu faktor lingkungan, salah satunya adalah induksi
anestesi (Wollin, 2003 dalam Ahmded 2011). Hasil penelitian tersebut
selaras dengan penelitian ini bahwa ditemukan tingkat kecemasan anak
presirkumsisi pada penelitian ini bervariatif. Tingkat kecemasan anak
sebelum intervensi antara lain tidak cemas 6,7 % (n= 1), agak cemas
66,7% (n=10), dan cukup cemas 4% (n= 26,7) dengan rata-rata 2,20 ±
0,561, sedangkan kecemasan anak setelah intervensi berada di tingkat
tidak cemas 20,0% (n=3) dan agak cemas 80% (n=80,0%) dengan rata-rata
1,80 ± 0,414. Hal ini menunjukan bahwa anak yang akan menjalani
sirkumsisi mengalami kecemasan bervariatif. Data tersebut menunjukkan
bahwa anak mengalami kecemasan ringan hingga sedang.
Tingkat kecemasan ringan dapat kooperatif terhadap intervensi luar
sedangkan pada kecemasan sedang individu memerlukan koping yang
47
Pernyataan tersebut mendukung kriteria inklusi pada penelitian ini bahwa
anak yang akan diberikan intervensi dapat kooperatif dengan peneliti.
Hasil diatas sejalan dengan penelitian Rinduwati dan Yulipurwanti
(2006) bahwa kecemasan anak yang akan menjalani sirkumsisi berada
dalam rentang kecemasan ringan sampai sedang. Penelitian ini tidak
sepenuhnya sejalan dengan penelitian Arifin (2014) bahwa kecemasan
anak yang akan menjalani sirkumsisi berada pada rentang kecemasan
ringan sampai panik dengan mayoritas anak mengalami kecemasan berat.
Kecemasan anak akibat tindakan bedah atau tindakan medis tertenu
dapat menjadikannya trauma atau memunculkan kecemasan berikutnya,
sehingga menunjukkan bahwa perlu adanya terapi baik farmakologi
maupun non farmakologi. Terapi farmakologi biasanya memakai obat-obat
sedatif, sedangkan terapi non farmakologi antara lain kehadiran atau
dukungan orang tua (Parjanto, 2009), terapi suara antara lain terapi musik
(Wright dkk 2007) dan terapi mendengarkan Al-Qur’an (Zahrofi, 2013), terapi menggambar (Utari, 2007), dan terapi bermain dengan story telling
(Edisaputra dkk, 2012).
6.1.3 Pengaruh Terapi Mendengarkan Murottal Al-Qur’an Kecemasan Presirkumsisi
Penelitian ini menggunakan bacaan murottal Al-Quran yang
diperdengarkan pada anak 10 menit sebelum dilakukan sirkumsisi. Terapi
mendengarkan murottal Al-Qur’an merupakan terapi suara yang dapat