ANALISIS HUKUM TERHADAP PEMBELIAN KEMBALI
SAHAM SEBAGAI BENTUK PENGAMBILALIHAN
PERSEROAN TERBUKA DAN
GO PRIVATE PERUSAHAAN
TESIS
FITRI WAHYUNI 0770050097/HK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS HUKUM TERHADAP PEMBELIAN KEMBALI SAHAM SEBAGAI BENTUK PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBUKA
DAN GO PRIVATE PERUSAHAAN
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora
dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
FITRI WAHYUNI 077005097/HK
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS HUKUM TERHADAP PEMBELIAN KEMBALI SAHAM SEBAGAI
BENTUK PENGAMBILALIHAN
PERSEROAN TERBUKA DAN GO PRIVATE PERUSAHAAN
Nama Mahasiswa : Fitri Wahyuni
Nomor Pokok : 077005097
Program Studi : Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait SH, MLI) K e t u a
(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum) (Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum) A n g g o t a A n g g o t a
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal 26 Agustus 2009
____________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
: Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait SH, MLI
Anggota
: 1. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum
2. Dr. Mahmul Siregar SH, M.Hum
3. Prof. Dr. Tan Kamelo, Sh, MS
ABSTRAK
Buyback atau pembelian kembali saham adalah pembelian kembali
saham-saham yang telah diterbitkan oleh suatu perusahaan dan dimiliki oleh perseroan untuk jangka waktu tertentu yaitu maksimum selama 3 tahun. Buyback merupakan bentuk tanggung jawab dari perseroan yang dilakukan oleh perseroan dengan tujuan untuk memberikan perlindungan atas modal dan kekayaan perseroan. Go private sendiri berarti perubahan status sebuah perseroan yang semula merupakan perseroan tercatat atau perseroan terbuka menjadi perseroan tertutup. Buyback dan go private adalah sebuah aksi korporasi yang kerap dilakukan oleh perseroan untuk meningkatkan kondisi perseroan atau bahkan untuk menyelamatkan perseroan dari hal terburuk.
Berangkat dari latar belakang tersebut, penelitian ini berusahaa untuk memaparkan beberapa pertanyaan seperti bagaimanakah pengaturan mengenai
buyback saham perseroan terbatas di Indonesia, bagaimanakah pengaturan mengenai go private bagi perseroan terbatas terbuka dan bagaimana konsekuensi yuridis dari buyback saham perseroan dan proses go private suatu perseroan terbuka.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku maupun hukum yang diputus oleh hakim melalui proses pengadilan. Sumber penelitian yang digunakan berupa sumber hukum primer, sekunder dan tersier dan teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan cara studi kepustakaan. Pengaturan mengenai buyback terdapat didalam Undang-Undang No. 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Bapepam No.XI.B.2 Tanggal 14 Agustus 1998 Tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik dan Peraturan Bapepam No.XI.B.3 Tanggal 9 Oktober 2008 Tentang Pembelian Kembali Saham Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berpotensi Krisis. Sedangkan pengaturan mengenai go private terdapat pada Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Bapepam Tentang Benturan Kepentingan, Peraturan Bapepam Tentang Penawaran Tender, Surat Bapepam No.2432/PM/2005 Perihal Rencana Go Private PT. Komatsu Indonesia Tbk dan Peraturan Bursa Efek Jakarta No. 1-1 Tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) Dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham Di Bursa. Buyback dan go private menjadi berkaitan karena buyback dapat menyebabkan sebuah perseroan menjadi tidak lagi memenuhi persyaratan untuk menjadi perusahaan tercatat apabila buyback dilakukan secara berlebihan. Apabila buyback dilakukan hingga akhirnya mengakibatkan jumlah pemegang saham dibawah 300 orang maka perseroan tersebut tidak lagi memenuhi persyaratan dan dapat berakibat terjadinya
delisting terhadap perseroan tersebut.
Kata kunci : Pembelian Kembali Saham, Pengambilalihan Perseroan Terbuka, Go
ABSTRACT
Buy back or to buy back the shares issued by a company and owned by the share holders for a maximum period of 3 (three) years is a form of responsibility of a company and done by a company to protect the capital an property of the company it self. Go private means that a company changes its status from a registered company or open company into closed company. Buy back and go private are the action of corporation which are practiced by a company to improve the condition of the company or even to save the company from the worst.
The purpose of this normative legal or doctrinal study is to look at how the buyback of the share owned by the limited liability company in Indonesia is regulated to find out how the go private for an open limited liability company is regulated, and to analyze the juridical consequences resulted from the buyback oh the shares owned by the limited liability company and the process of the go private for an open limited liability company.
The data for this study were primary, secondary and tertiary legal materials in the form of written laws and the decisions decided by the judges in the court of law obtained through library research.
The regulation on buyback is stated in Law No. 40/2007 on Limited Liability Company, the Regulation of Bapepam No. XI.B.2 dated August 14, 1998 on Buyback of Shares Issued by Emiter or Public Company and the Regulation of Bapepam No. XI.B.3 dated October 9,2008 on Buyback of Shares Issued by Emiter or Public Company in Critical Market Condition. The regulation on go private is stated in Law No.40/2007 on Limited Liability Company, The Regulation of Bapepam on Conflict of Interest, The Regulation of Bapepam on Bid Offer, The Letter of Bapepam No. 2432/PM/2005 on The Go Private Plan Of PT.Komatsu Indonesia Tbk and The Regulation of Jakarta Stock Exchanges No.1-1 on Delisting and Relisting Shares in Stock Exchanges. Buyback and go private are related to wach other because buyback can make a company illegitimate to be alistid company if the buyback is too much done. If the buyback done causes the number of the share holders to be less than 300 persons, the company becomes illegitimate and can be delisted
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur kepada ALLAH SWT atas
segala karunia-Nya, rahmat dan hidayah-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan
dengan baik dan te[at pada waktunya.
Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar
Magister Humaniora pada Program Studi Ilmu Hukum, Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Adapun judul tesis ini adalah :”Analisis Hukum Terhadap Pembelian
Kembali Saham Sebagai Bentuk Pengambilalihan Perseroan Terbuka Dan Go
Private Perusahaan”
Di dalam menyelesaikan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan baik
berupa pengajaran, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Perkenankanlah
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam
penyelesaian studi ini, yaitu kepada:
1. Prof. Chairuddin P. Lubis DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. Dr. Ir. T.
Chairun Nisa B, M.Sc, atas kesempatan yang diberikan untuk menjadi
mahasiswi Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution SH, MH sebagai Ketua Program Studi
Magister Ilmu Hukum atas ilmu dan bimbingan yang telah diberikan selama
masa perkuliahan.
4. Ibu Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait SH, MLI sebagai Ketua Komisi
Pembimbing penulis yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing
penulis dalam penulisan tesis ini serta dorongan dan masukan yang
5. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum sebagai Anggota Komisi
Pembimbing yang telah memberikan pengarahan, dorongan dan bimbingan
kepada penulis.
6. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum sebagai Anggota Komisi
Pembimbing yang telah memberikan pengarahan, dorongan, bimbingan dan
saran kepada penulis.
7. Kedua orang tua yang penulis sayangi Drs. H. Hasbi Budiman M.Si dan Hj.
Rahmawati yang telah mendidik dengan penuh kasih sayang, menanamkan
budi pekerti dan mengajarkan kebaikan.
8. Saudaraku, Kakak, Abang dan Adik atas dorongan semangatnya kepada
penulis
9. Teman-teman di Sekolah Pascasarjana dan teman lain yang tidak mungkin
disebutkan satu persatu
Semoga Allah SWT membalas jasa, amal dan budi baik tersebut dengan
pahala dan kebaikan yang berlipat ganda.
Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan
menyampaikan permintaa maaf yang tulus jika seandainya dalam penulisan ini
terdapat kekurangan dan kekeliruan, penulis juga menerima kritik dan saran yang
bertujuan serta bersifat membangun untuk menyempurnakan penulisan tesis ini.
Medan, Agustus 2009
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Nama : Fitri Wahyuni
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 23 Juni 1985
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : - Sekolah Dasar Negeri 060818, Medan
(Lulus Tahun 1997)
- Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
Negeri 3, Medan (Lulus Tahun 2000)
- Sekolah Menengah Umum Negeri 10,
Medan (Lulus Tahun 2003)
- Universitas Islam Sumatera Utara
(Lulus Tahun 2007)
- Program Studi Magister Ilmu Hukum
Sekolah Pascasarjana Universitas
DAFTAR ISI
BAB II : PENGATURAN BUY BACK SAHAM PERSEROAN TERBATAS ……….. 33
B. Pengaturan Mengenai Buy Back Saham Pada Perseroan Terbatas ……… 56
1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ………. 57
Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berpotensi
Krisis ………... 64
C. Ketentuan Pembelian Kembali Dan Penjualan Kembali Di Bursa Efek ……….. 69
D. Alasan Perseroan Terbatas Melakukan Buy Back Saham………. 74
BAB III : PENGATURAN MENGENAI GO PRIVATE BAGI PERSEROAN TERBUKA DI INDONESIA ……… 81
A. Pengaturan Go Private Perseroan Terbatas Terbuka ……… 81
1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ……… 84
2. Peraturan Bapepam Tentang Benturan Kepentingan … 86 3. Peraturan Bapepam Tentang Penawaran Tender ……. 92
4. Surat Bapepam No.2432/PM/2005 Perihal Rencana Go Private PT. Komatsu Indonesia Tbk ……… 93
5. Peraturan Bursa Efek Jakarta No.I-I Tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) Dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham Di Bursa …… 94
B. Alasan Pelaksanaan Dan Konsekuensi Go Private Pada Perseroan Terbatas Terbuka ………. 95
1. Alasan Pelaksanaan Go Private Perseroan Terbuka .. 95
2. Konsekuensi Go Private Perseroan Terbuka………. 106
C. Mekanisme Pelaksanaan Go Private Perseroan Terbuka….. 109
BAB IV : KONSEKUENSI YURIDIS DARI BUY BACK SAHAM PERSEROAN DAN PROSES GO PRIVATE PERSEROAN TERBUKA ………. 124
A. Buy Back Sebagai Penyebab Go Private Perseroan ……… 124
DAFTAR ISTILAH
Buy back : pembelian kembali
Cash out merger : penggabungan dimana dalam arti luas dapat juga meliputi konsolidasi atau peleburan dan akuisisi atau pengambilalihan
Capital gain : keuntungan yang diperoleh investor atau perusahaan ketika menjual sahamnya dengan harga yang lebih tinggi dari harga beli direksi dan dapat memberikan suara atas kebijakan perusahaan.
Delisting : penghapusan efek dari daftar efek yang tercatat di bursa. Penghapusan ini dapat terjadi karena permohonan penghapusan pencatatan saham yang diajukan oleh perusahaan tercatat yang bersangkutan dan karena dihapus pencatatan sahamnya oleh bursa sesuai dengan peraturan bursa
Disclosure : pemberian informasi oleh emiten, baik yang bersifat positif ataupun negatif yang mungkin berpengaruh terhadap keputusan pemodal
Dividen : pembagian sebagian laba perusahaan
kepada para pemegang saham, penentuan pembagian dividen ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham
Earning per share : laba bersih periode tertentu dibagi dengan jumlah saham yang beredar. Employee Stock Option Plan : rencana terorganisir untuk
Forced delisting : penghapusan pencatatan saham secara paksa oleh pihak bursa karena melanggar atau tidak memenuhi peraturan yang berlaku sesuai ketentuan Bapepam tentang penawaran saham
Go private : perubahan status sebuah perseroan yang semula perusahaan terbuka atau perusahaan tercatat menjadi perseroan tertutup
Idle : saham yang dikeluarkan oleh
perusahaan, akan tetapi tidak dimiliki oleh siapapun
Leverage : jumlah utang yang digunakan untuk membiayai atau membeli asset-asset perusahaan. Leverage juga dapat berarti penggunaan berbagai macam instrumen keuangan atau modal pinjaman untuk meningkatkan hasil potensial suatu investasi.
Negative covenants : persetujuan atau janji untuk tidak melakukan sesuatu sesuai dengan yang diperjanjikan
Preemptive right : hak yang dimiliki pemegang saham saat ini untuk membeli saham baru yang dikeluarkan perusahaan. Hak tersebut diberikan untuk menghindari terjadinya penurunan persentase kepemilikan atau dilusi
Preference stock : saham yang memberikan hak untuk mendapatkan deviden dan atau bagian harta kekayaan pada saat pembubaran perseroan lebih dulu dari saham biasa Return on equity : pengembalian atas kekayaan bersih,
yaitu hubungan laba tahunan setelah pajak terhadap ekuitas pemegang saham yang tercatat. Rasio ini digunakan sebagai ukuran efektivitas dana pemegang saham yang telah diinvestasikan
sehingga harga saham akan meningkat sesuai dengan rasio penggabungan. Umumnya hal ini dilakukan jika harga saham sudah terlalu murah.
Solvabilitas : kemampuan perusahaan untuk
membayar semua hutangnya
Tender offer : proses penawaran pembelian kembali saham publik setelah suatu pihak melakukan pengambilalihan suatu perusahaan yaitu dengan jalan membeli sejumlah persentase saham dan menyebabkan perubahan pengendalian atas perusahaan tersebut Treasury stock : saham yang dibeli kembali oleh
perseroan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada akhir tahun 2008 yang lalu, dunia perekonomian dan perbankan
dikejutkan dengan adanya krisis finansial yang melanda Amerika Serikat yang pada
akhirnya juga melanda seluruh dunia. Berbagai perseroan yang selama ini dianggap
berdiri kokoh dan tahan terhadap guncangan perekonomian ternyata harus menyerah
kalah dalam menghadapi krisis tersebut1.
Goncangnya perekonomian Amerika Serikat benar-benar membawa pengaruh
negatif yang tidak dapat disepelekan oleh negara lain termasuk juga
negara-negara di Asia dan Indonesia tentunya. Pada dasarnya krisis yang terjadi pada
perekonomian Amerika Serikat yang tercermin dengan hancurnya pasar modal
Amerika Serikat tidak membawa pengaruh yang terlalu hebat bagi Indonesia
walaupun memang sedikit banyak membawa pengaruh yang tidak baik terhadap
dunia perekonomian dan pasar modal2.
Kehidupan pasar modal Amerika Serikat memang sangat berbeda dengan
pasar modal Indonesia. Hampir sebagian besar masyarakat Amerika Serikat dan juga
negara-negara Eropa menggantungkan hidupnya pada kegiatan pasar modal, baik
1
Program Buy Back Saham Ditangani Securitas Pelat Merah, dikutip dari:
http”//www.detikfinance.com/read/2008/10/11/172331/1018626/6/program-buy-back-ditangani-sekuritas-pelat merah.html, diakses pada tanggal 3 Maret 2009 2
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu jika terjadi sesuatu pada
kegiatan pasar modal maka masyarakat akan langsung terpengaruh. Sedangkan di
Indonesia, kegiatan pasar modal hanya diikuti oleh segelintir orang atau kalangan
saja. Hal ini terjadi karena dunia pasar modal merupakan sebuah kegiatan yang
dianggap hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu saja yang memiliki basis
keuangan yang memadai3.
Dalam menghadapi kondisi yang tidak stabil tersebut, pasar modal tanah air
pada saat itu dapat dikatakan sedang dilanda “demam”. Demam tersebut adalah
demam buy back. Yang dimaksud dengan buy back (pada pembahasan berikutnya
pembelian kembali saham ini akan menggunakan kata “buy back” sebab
penggunaannya lebih familiar walaupun merupakan bahasa asing) adalah pembelian
kembali saham-saham yang telah diterbitkan oleh suatu perseroan dan dimiliki oleh
perseroan untuk jangka waktu tertentu, maksimum selama 3 tahun. Pada dasarnya buy
back saham merupakan bentuk tanggung jawab dari perseroan yang dilakukan oleh
perseroan dengan tujuan untuk memberikan perlindungan atas modal dan kekayaan
perseroan4. Buy back saham dapat dilakukan oleh perseroan apabila terjadi suatu
keadaan dimana terdapat sejumlah saham yang telah dikeluarkan oleh perseroan,
3
Bagi masyarakat Indonesia, kegiatan pasar modal adalah kegiatan yang sangat beresiko karena bersifat spekulatif. Keadaan bursa yang dapat aja berubah sewaktu-waktu dan dengan sifat kedinamisan yang sangat tinggi membuat masyarakat pada umumnya berfikir bahwa untuk ikut terjun kedalam pasar modal adalah hal yang akan merugikan kecuali sudah memiliki dasar pendidikan yang sangat memadai mengenai pasar modal itu sendiri. Hal inilah yang menjadi salah satu penghambat kemajuan pasar modal di Indonesia.
4
Demam Buy Back Di Indonesia, dikutip dari:
namun saham tersebut dalam status idle. Artinya tidak dimiliki atau dibeli oleh
siapapun untuk jangka waktu tertentu5. Kemudian untuk mengamankan modal dan kekayaan perseroan, maka saham tersebut akhirnya dibeli kembali oleh perseroan.
Karena apabila tidak dibeli kembali oleh perseroan, maka harus dilakukan koreksi
atau penurunan dari total nominal modal disetor dan modal ditempatkan perseroan6. Pada akhir tahun 2008 yang lalu dunia usaha Indonesia memang benar-benar
terserang demam buy back ini. Ini merupakan demam yang membuat emiten atau
perseroan publik berhasrat untuk membeli kembali sahamnya karena harganya sudah
murah. Kondisi pasar yang tengah memburuk memang membuka peluang bagi
perseroan untuk membeli kembali sahamnya. Bagaimana tidak karena pada saat itu
harga saham perseroan mereka jauh dibawah valuasi wajar. Jadi hal itu dianggap
sebagai suatu kesempatan untuk mengakumulasi lagi saham-saham yang dulu dijual
ke publik atau masyarakat, tentunya dengan harga yang lebih murah7.
Krisis finansial global yang melanda dunia membuat banyak perseroan kuat
menjadi ikut terguncang. Misalnya saham PT. Bumi Resources Tbk (BUMI) yang
sebelumnya merupakan investor darling dan menjadi penentu arah pasar, pada saat
5
Buy Back Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas no 40 Tahun 2007, dikutip dari: http://www.irmadevita.com/2008/060240buy back-saham-berdasarkanuupt-no-402007.html, diakses pada tanggal 3 Maret 2009
6
Andy Porman Tambunan, Menilai Harga Saham Wajar, (Jakarta: PT. Elex MediaComputindo, 2008), hal. 39
7
itu dapat dibeli dibawah harga Rp. 2.200, sangat jauh bila dibandingkan dengan harga
tertingginya pada medio Juni yang berada di atas Rp. 8.8008.
Tak jauh berbeda, saham PT. Aneka Tambang Tbk kini dijual banting harga
di kisaran Rp. 1.000 bahkan sempat Rp.900. Investor juga bisa mendapatkan saham
PT. Adhi Karya Tbk dengan potongan harga 80%9. Benar bahwa koreksi pada saham-saham tersebut dipengaruhi sentiment yang berdampak pada ekspektasi
kinerja perseroan. BUMI misalnya, yang tertekan setelah harga batu bara belakangan
terus menurun. Atau PT. Adhi yang mulai dijauhi investor karena ketidakjelasan
proyek monorel10.
Namun dalam keadaan normal, faktor-faktor itu tidak akan membuat harga
saham terkoreksi hingga lebih dari 50%. Kejatuhan drastis saham-saham di Bursa
Efek Indonesia disebabkan kepanikan di luar nalar seperti halnya terjadi di bursa
global. Sebuah resiko yang tidak bisa dianalisa melalui pendekatan fundamental
maupun teknikal karena yang lebih berperan adalah faktor psikologis, pemerintah
bersama otoritas kemudian mengambil langkah-langkah yang mungkin dapat
menenangkan dan mengembalikan kepercayaan pasar11.
8
Demam Buy Back Di Indonesia, dikutip dari :
http://www.economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/10/16/279/154475/demam-buy-back.html, diakses pada tanggal 3 Maret 2009 9
Ibid. 10
Nasib Perusahaan Indonesia, dikutip dari :
http://www.economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/10/17/287/165457/nasib-perusahaan-indonesia.html, diakses pada tanggal 3 Maret 2009 11
Langkah yang diambil antara lain adalah seruan kepada emiten Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) untuk melakukan buy back. Dengan aksi ini, saham-saham
“plat merah” diharapkan bisa naik dan memancing investor untuk masuk lagi ke
pasar12. Seruan ini ditindaklanjuti oleh Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) dengan menerbitkan Peraturan Bapepam-LK No. XI. B.
3 tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Emiten Atau Perseroan
Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berpotensi Krisis. Peraturan yang bersifat
insidentil ini memberi sejumlah kelonggaran, terutama batas pembelian kembali
saham yang dinaikkan menjadi 20% serta tidak perlu meminta persetujuan Rapat
Umum Pemegang Saham13.
Disinilah kehebohan mengenai buy back dimulai. Sebab sang regulator
menegaskan bahwa peraturan tersebut berlaku bagi semua perseroan yang tercatat di
bursa, tidak hanya emiten BUMN. Akhirnya emiten beramai-ramai mengajukan
permohonan buy back termasuk yang sebelumnya tidak punya agenda membeli
kembali sahamnya. Pembelian kembali saham atau buy back pada dasarnya adalah
aksi korporasi yang wajar. Langkah buy back dilakukan biasanya dengan
pertimbangan memberi nilai tambah bagi perseroan dan pemegang saham. Buy back
secara teknis membuat laba per saham naik sehingga kemungkinan deviden per
saham ikut naik. Pada perusahaan-perusahaan BUMN, pemerintah sendiri baru akan
12
Demam Buy Back Di Indonesia, dikutip dari :
http://www.economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/10/16/279/154475/demam-buy-back.html, diakses pada tanggal 3 Maret 2009 13
melakukan buy back apabila memiliki nilai strategis yang tinggi bagi pemerintah, dan
perusahaan tersebut tidak boleh dalam keadaam merugi. Artinya jika BUMN tersebut
sudah mempunyai cash flow yang kuat barulah pemerintah akan dapat melakukan buy
back14.
Dalam kondisi normal, perseroan yang berniat melakukan buy back harus
menggelar RUPS15. Dalam rapat tersebut, pemegang saham akan menentukan boleh tidaknya buy back dilaksanakan. Seandainya disetujui, berapa banyak saham yang
akan dibeli kembali, bagaimana pendanaannya, berapa lama jangka waktu dan siapa
pelaksana buy back tersebut. Intinya perseroan yang berniat buy back harus melalui
beberapa proses yang memakan waktu sekitar dua atau tiga bulan. Dan masih ada
peluang rencana buy back tidak disetujui karena pemegang saham menilai perseroan
tidak memiliki dana, atau dengan alasan yang lain. Karena itu terbitnya aturan
insidental mengenai buy back pada kondisi krisis langsung disambut antusias. Hal ini
terjadi karena emiten tidak perlu meminta persetujuan RUPS, namun cukup hanya
dengan melakukan paparan publik. Aturan tersebut memang memberi kemudahan
dan efektif16.
Akan tetapi aturan ini menyisakan celah yang dapat disalahgunakan. Idealnya
buy back dilakukan jika perseroan memang memiliki kas internal lebih sehingga tidak
mengganggu keuangan dan rencana bisnis. Namun dengan adanya kemudahan aturan,
14
Mulai Dari Menjaga Likuiditas Hingga Tindakan Hukum, dikutip dari : http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=20262&cl=Berita.html, diakses pada tanggal 6 Maret 2009
15
Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 200), hal. 40
16
prinsip tersebut berpeluang dilanggar. Tanpa persetujuan pemegang saham bisa saja
sebuah perseroan mencari pinjaman untuk mendanai buy back karena terbayang
keuntungan di masa depan. DPR sendiri telah menyetujui rencana pengalokasian dana
sebesar 4 triliun yang selama ini dikelola Pusat Investasi Pemerintah (PIP) untuk
membeli kembali saham-saham emiten BUMN17.
Selain dipakai PIP, dana ini dapat dipinjamkan kepada BUMN yang tidak
punya uang untuk membeli kembali sahamnya. Dengan fasilitas ini, tentunya semua
pihak tergiur untuk melakukan buy back. Diluar BUMN, emiten swasta juga ada yang
berniat melakukan buy back menggunakan utang18.
Bursa Efek Indonesia (BEI) menegaskan bahwa buy back tidak boleh
menggunakan dana pinjaman. Namun ini menjadi polemik karena menurut Bapepam,
dari segi regulasi tidak ada pasal yang mengatur boleh tidaknya buy back didanai oleh
utang. Terlepas dari masalah regulasi, akan lebih baik jika buy back dilakukan tanpa
memaksakan diri karena dikhawatirkan akan mengganggu solvabilitas. Oleh karena
itu seorang analis pasar modal, Adler Manurung bahkan mengatakan bahwa buy back
17
Pembelian Kembali Saham BUMN ,dikutip dari : http”//www.indofinanz,comv92/new_forumviewpost.inz?ID=8942.html, diakses pada tanggal 2 Maret 2009
18
Akuisisi Sebagai Salah Satu Aksi Korporasi, dikutip dari : http://www.bocah
seharusnya tidak diberlakukan oleh swasta pada situasi tertentu (krisis yang dialami
perekonomian akhir tahun 2008 lalu)19.
Selain maraknya buy back, hal lain yang juga menjadi semakin sering terjadi
dan semakin semarak dalam dunia usaha sejak terjadinya krisis finansial yang
melanda dunia adalah terjadinya go private perseroan terbuka menjadi perseroan
tertutup20. Yang dimaksud dengan go private adalah dimana sebuah perseroan terbuka yang berubah menjadi sebuah perseroan tertutup. Akhir-akhir ini ada
kecenderungan bagi perseroan publik yang selama ini tercatat di bursa namun
kemudian mengajukan permintaan untuk go private dan hal ini menjadi perhatian
pemerintah. Setiap ada perseroan publik yang memutuskan untuk melangkah go
private itu menjadi persoalan khusus bagi pemerintah. Pemerintah sendiri berasumsi
hal ini terjadi karena mungkin saja perseroan publik yang mengajukan diri untuk go
private merasa tidak ada lagi manfaatnya untuk terus berada di bursa.
Bapepam dan Bursa Efek seharusnya memperhatikan alasan mengapa
perseroan tersebut ingin merubah status menjadi perseroan tertutup. Perseroan publik
yang menjadi perseroan tertutup dapat terjadi dengan alasan sukarela (voluntary
delisting) atau karena didelisting21 akibat menyalahi aturan yang ada. Jika perseroan
19
Buy Back Tanpa Melanggar Undang-Undang, , dikutip dari : http://www.kompas.com,/read/xml/2008/10/09/12182363/pengamat.buy.back.tanpa.langgar.uu.html diakses pada tanggal 3 Maret 2009
20
Boleh Buy Back Asalkan…., dikutip dari : http://www.kontan.co.idindex.php/Investasi/news/2146/buy-back-oke-asalkan.html, diakses pada tanggal 4 Maret 2009
21
perusahaan-tersebut menjadi perseroan tertutup akibat didelisting karena tidak mampu mencapai
kinerja atau aturan yang telah disepakati, maka hal itu bukanlah suatu permasalahan.
Akan tetapi go private ini menjadi serius apabila perseroan-perseroan terbuka
tersebut mengajukan diri secara sukarela untuk delisting karena menganggap tidak
ada lagi manfaatnya sebagai perseroan terbuka atau perseroan publik akibat lebih
banyaknya biaya yang harus dikeluarkan daripada keuntungan yang didapatkan
(akses pendanaan). Dengan keikutsertaan sebuah perseroan terbuka dalam pasar
modal, secara otomatis ada biaya-biaya tertentu yang harus dikeluarkan, dimana
biaya tersebut tidak harus dikeluarkan oleh perseroan tertutup. Contoh biaya tersebut
adalah pada saat kembali kepada perhitungan akuntansi yang konservatif, maka
pembayaran pajaknya akan menjadi lebih rendah, selain itu tidak perlu menyiapkan
surat-surat yang diwajibkan oleh Badan Otoritas Pasar Modal, serta tidak terlalu
wajib atau diperlukan untuk melakukan investasi modal yang spekulatif.
Sebelumnya ada beberapa perseroan yang mengajukan diri untuk go private.
Belum lama ini Sari Husada memutuskan untuk go private22, kemudian ada Makindo lalu diikuti oleh permohonan Mulialand juga ingin mengajukan diri untuk go private.
PT. Darya Varia juga pernah mengajukan permohonan untuk mengajukan go private,
namun akhirnya dibatalkan karena tidak adanya kesepakatan dengan pemegang
perusahaan yang sudah terdaftar di bursa efek karena perusahaan tersebut tidak mematuhi aturan-aturan yang berlaku atau keadaan keuangannya jauh dibawah standar yang berlaku atau keadaan keuangannya jauh dibawah standar yang berlaku secara umum.
22
saham. Hal utama yang harus diperhatikan dalam go private adalah perlindungan
terhadap investor publik. Memang terdapat keuntungan-keuntungan tersendiri jika
perseroan itu merupakan perseroan yang tertutup, namun sebuah perseroan yang
awalnya adalah perseroan terbuka namun berubah status menjadi perseroan tertutup,
tentu akan memiliki resiko tersendiri. Misalnya berkurangnya atau bahkan hilangnya
kepercayaan pasar atau konsumen terhadap perseroan tersebut. Padahal yang yang
menjadi modal utama dalam menjalin suatu hubungan hukum dengan pihak lain
adalah kepercayaan.
Baik buy back ataupun go private adalah dua hal dari sedemikian banyak
kegiatan yang dapat dilakukan oleh sebuah perseroan. Hanya saja jika buy back dapat
dilakukan oleh perseroan terbuka dan tertutup, maka go private hanya dapat
dilakukan oleh perseroan terbuka. Dari kedua kegiatan perseroan tersebut yang harus
disadari adalah bahwa keduanya saling berkaitan. Buy back merupakan salah satu
bentuk pengambilalihan pada suatu perseroan dan go private merupakan suatu akibat
yang dapat terjadi pada suatu perseroan terbuka jika saham-saham perseroan tersebut
akhirnya bertumpu pada perseroan atau hanya segelintir orang saja sehingga tidak
memenuhi syarat-syarat sebagai perusahaan terbuka. Buy back dan go private adalah
dua kegiatan yang saling bertolak belakang namun memiliki hubungan sebab akibat
yang sangat terkait satu sama lain 23.
23
Emiten Yang Mengajukan Go Private Menjadi Perhatian Pemerintah, dikutip dari :
Dalam hal pengambilalihan pada perseroan, Undang-Undang Perseroan
Terbatas menyatakan bahwa pengambilalihan perseroan dapat dilakukan, baik oleh
suatu badan hukum maupun orang perseorangan. Pengambilalihan tersebut dapat
dilakukan melalui pengambilalihan dari seluruh maupun sebagian besar saham, yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan24.
Dari kedua rumusan tersebut dapat dikatakan bahwa dalam ketentuan UUPT
ini yang diatur adalah pengambilalihan saham-saham dalam suatu perseroan terbatas,
dimana pengambilalihan tersebut dapat dilakukan oleh suatu badan hukum, baik yang
berupa suatu perseroan terbatas atau badan-badan hukum lainnya dan orang
perseorangan. Ini berarti UUPT mengakui dan mengatur pengambilalihan perseroan
terbatas oleh setiap objek hukum lainnya selain perseroan terbatas itu sendiri
termasuk yang dilakukan orang perseorangan.
Ada beberapa jenis pengambilalihan yang dapat dilakukan sebuah perseroan,
antara lain25:
a. Akuisisi saham
Akuisisi saham adalah akuisisi yang dilakukan dengan cara membeli saham
suatu perusahaan oleh perusahaan yang lainnya. Akuisisi seperti ini
dimaksudkan hanya membeli sejumlah saham atau perusahaan yang
bersangkutan berada dibawah kepemilikan perorangan atau suatu perusahaan
yang membeli saham perusahaan yang bersangkutan.
24
Lihat pasal 1 ayat 11 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 25
b. Akuisisi asset
Akuisisi asset adalah akuisisi dengan cara membeli asset dari perusahaan yang
diakuisisi. Akuisisi asset ini hanya melakukan pembelian terhadap asset
perusahaan yang berupa aktiva atau pasiva perusahaan yang akan diakuisisi
yang merupakan harta kekayaan perusahaan sehingga pada akhirnya asset-aset
tertentu dari perusahaan menjadi milik perusahaan yang mengakuisisi, dan
asset tersebut berada dibawah penguasaan perusahaan yang mengakuisisi,
sehingga perusahaan mempunyai akses pada perusahaan yang diakuisisinya
Ada banyak hal lagi yang dapat dijabarkan berkaitan dengan buy back,
pengambilalihan dan juga proses go private perseroan. Hal inilah yang
melatarbelakangi penulis untuk membahas masalah buy back sebagai bentuk
pengambilalihan perseroan terbuka dan go private perusahaan. Karena mengingat
konektifitas antara buy back jika dilakukan pada sebuah perseroan terbuka dan akibat
yang akan ditimbulkan jika hal itu terjadi juga mengenai pengambilalihan persero itu
sendiri. Apalagi jika mengingat beberapa bulan yang lalu ketika krisis finansial itu
mulai terdengar, buy back merupakan hal yang sangat baru untuk dibahas karena
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan buy back saham perseroan terbatas?
2. Bagaimanakah pengaturan go private bagi perseroan terbatas terbuka?
3. Bagaimanakah konsekuensi yuridis dari buy back saham perseroan dan proses
go private suatu perseroan terbuka?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian yang terdapat pada rumusan masalah diatas, maka yang
menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaturan buy back saham perseroan terbatas.
2. Mengetahui pengaturan go private bagi perseroan terbatas terbuka.
3. Mengetahui konsekuensi yuridis dari buy back saham perseroan dengan
proses go private suatu perseroan terbuka.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang dilakukan ini dibedakan ke dalam dua sudut
1. Manfaat teoritis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:
a. Memberikan sumbangan pemikiran pada ilmu pengetahuan hukum,
khususnya dalam ilmu hukum bisnis, lebih khusus lagi dalam ilmu hukum
perseroan yang membahah tentang pengalihan saham dan pembelian
kembali saham (buy back).
b. Memberikan tambahan wawasan pemikiran kepada kalangan yang
berminat pada hukum bisnis, khususnya bagi pihak-pihak yang
berhubungan langsung dengan dunia usaha atau perseroan.
2. Manfaat Praktis
Adapun yang menjadi manfaat praktis dari penelitian ini antara lain:
a. Kepada masyarakat atau pihak-pihak yang bersinggungan dengan dunia
usaha atau hukum perusahaan mengetahui bagaimana proses
pengambilalihan suatu perseroan.
b. Kepada masyarakat khususnya investor atau pihak-pihak yang ingin
melakukan pembelian kembali atas saham-saham perseroan agar
benar-benar mengetahui proses pembelian kembali (buy back), mengingat
terjadi perubahan-perubahan mekanisme terhadap pembelian kembali
saham perseroan sejak terjadinya krisis finansial global yang juga
membawa pengaruh terhadap dunia perbankan dan dunia usaha di
c. Kepada para pemegang saham dan perseroan yang ingin melakukan buy
back terhadap saham perseroan mereka agar benar-benar memperhatikan
pengaruh buy back terhadap perseroan mereka.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelitian kepustakaan yang dilakukan penulis, diketahui bahwa
belum ada penelitian yang membahas tentang “Analisis Hukum Terhadap Pembelian
Kembali Saham Sebagai Bentuk Pengambilalihan Perseroan Terbuka Dan Go Private
Perusahaan”, meskipun mungkin di dalam bentuk makalah, kertas kerja pada
seminar-seminar, semiloka, diskusi panel sudah pernah dilakukan penelitian atau
pembahasan. Maka untuk itu, penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan penulis
keasliannya, dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, obyektif dan
terbuka atas masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan dengan
pendekatan dan perumusan masalah.
F. Kerangka Teori Dan Konsep
1. Kerangka Teori
Salah satu bentuk badan hukum yang sering dikenal adalah Perseroan
Terbatas atau PT. Perseroan terbatas menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007, seperti yang terdapat pada pasal 1 ayat 1 adalah:
yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksananya”
Dari batasan yang diberika tersebut diatas ada lima hal pokok yang dapat
dikemukakan disini, antara lain26:
a. Perseroan terbatas merupakan suatu badan hukum
b. Didirikan berdasarkan suatu perjanjian.
c. Menjalankan suatu usaha tertentu
d. Memiliki modal yang terbagi dalam saham-saham
e. Memenuhi persyaratan undang-undang
Sebagaimana yang telah dikemukakan diatas, bahwa perjanjian sebagai proses
awal berdirinya suatu perseroan terbatas harus dibuat dihadapan notaris (pejabat
berwenang), dengan ketentuan bahwa setiap pendiri perseroan wajib mengambil
bagian saham pada saat perseroan tersebut didirikan.
Perseroan terbatas yang ada di Indonesia dapat dibedakan dalam 2 bentuk
yaitu:
1. Perseroan terbatas tertutup
Yang dimaksud dengan perseroan terbatas tertutup adalah suatu perseroan
terbatas yang saham-sahamnya masih dipegang oleh beberapa
orang/perusahaan saja, sehingga jual beli sahamnya dilakukan dengan
cara-cara yang ditentukan dan diatur oleh anggaran dasar perseroan, yang pada
26
umumnya diserahkan kepada kebijaksanaan pemegang saham yang
bersangkutan27.
2. Perseroan terbatas terbuka
Suatu perseroan terbatas yang modal dan sahamnya telah memenuhi
syarat-syarat tertentu, dimana saham-sahamnya dipegang oleh banyak orang atau
banyak perusahaan, yang penawaran sahamnya dilakukan kepada
publik/masyarakat sehingga jual beli sahamnya dilakukan melalui pasar
modal28.
Ilmu hukum mengenal dua macam subjek hukum yaitu subjek hukum pribadi
(orang perorangan) dan subjek hukum berupa badan hukum. Terhadap
masing-masing subjek hukum tersebut berlaku ketentuan hukum yang berbeda satu dengan
yang lainnya, meskipun dalam hal-hal tertentu terhadap keduanya dapat diterapkan
suatu aturan yang berlaku umum. Salah satu cirri khas yang membedakan subjek
hukum pribadi dengan subjek hukum berupa badan hukum adalah saat lahirnya
subjek hukum tersebut, yang pada akhirnya akan menentukan saat lahirnya hak-hak
dan kewajiban bagi masing-masing subjek hukum tersebut. Pada subjek pribadi,
status subjek hukum dianggap telah ada bahkan pada saat pribadi orang perseorangan
tersebut berada dalam kandungan29. Sedangkan pada badan hukum, keberadaan status badan hukumnya baru diperoleh setelah ia memperoleh pengesahan pejabat yang
27
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 51 28
Ibid 29
berwenang, yang memberikan hak-hak, kewajiban dan harta kekayaan sendiri bagi
badan hukum tersebut, terlepas dari hak-hak, kewajiban dan harta kekayaan para
pendiri, pemegang saham maupun pengurusnya.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak satupun pasal yang
menyatakan bahwa perseroan adalah badan hukum, tetapi dalam Undang-Undang
Perseroan Terbatas secara tegas dinyatakan bahwa perseroan adalah badan hukum30. Ini berarti perseroan tersebut memenuhi syarat keilmuan sebagai pendukung
kewajiban dan hak, antara lain memiliki harta kekayaan sendiri terpisah dari harta
kekayaan pendiri atau pengurusnya.
Sebagai badan hukum, perseroan memenuhi unsur-unsur badan hukum seperti
yang telah ditentukan dalam UUPT, unsur-unsur tersebut adalah:
a. Organisasi yang teratur
Organisasi yang teratur ini dapat kita lihat dari adanya organ perseroan yang
terdiri atas rapat umum pemegang saham, direksi dan komisaris31. Keteraturan organisasi perseroan dapat diketahui melalui ketentuan UUPT,
anggaran dasar perseroan, keputusan rapat umum pemegang saham,
keputusan dewan direksi, keputusan dewan komisaris dan peraturan-peraturan
perseroan lainnya yang dapat dikeluarkan sewaktu-waktu.
30
Lihat pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 31
b. Harta kekayaan sendiri
Harta kekayaan sendiri ini berupa modal dasar yang terdiri atas seluruh nilai
nominal saham.
c. Melakukan hubungan hukum sendiri
Sebagai badan hukum, perseroan melakukan sendiri hubungan hukum dengan
pihak ketiga yang diwakili oleh pengurus yang disebut dengan direksi dan
komisaris. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan
untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di
dalam maupun di luar pengadilan. Dalam melaksanakan kegiatannya tersebut,
direksi berada dalam pengawasan dewan komisaris, yang dalam hal-hal
tertentu membantu direksi dalam menjalankan tugasnya tersebut.
d. Mempunyai tujuan sendiri
Tujuan tersebut ditentukan dalam anggaran dasar perseroan. Karena perseroan
menjalankan perusahaan maka tujuan utama perusahaan adalah memperoleh
keuntungan atau laba
Dalam usaha untuk menjalankan perusahaan dan mencapai keuntungan yang
sebesar-besarnya bagi perusahaan, maka direksi melakukan usaha-usaha yang dapat
mendorong tercapainya tujuan perusahaan antara lain menjual sahamnya kepada
masyarakat (dalam usaha go public), melakukan penggabungan, pemisahan,
pengambilalihan, melakukan pembelian kembali saham atau bahkan mengubah status
ini memungkinkan karena sudah cukup mapannya kondisi permodalan perseroan.
Direksi sebagai pengemban asas duty of loyality dan duty of care harus melakukan
segala sesuatu yang terbaik bagi perseroan. Adanya doktrin bussines judgement rule
dan good corporate governance membuat direksi bisa lebih leluasa dalam melakukan
aksi-aksi korporasi guna kemajuan perusahaan32.
Seperti yang dikemukakan diatas bahwa ada banyak cara yang dapat
dilakukan untuk mengembangkan sebuah perseroan salah satunya adalah dengan
melakukan penjualan saham perseroan dan hal ini diatur dalam undang-undang. Pasal
55 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 mewajibkan setiap
anggaran dasar perseroan memuat ketentuan mengenai tata cara pemindahan hak atas
saham yang wajib disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-Undang menentukan bahwa setiap pemindahan hak saham atas nama
dilakukan dengan akta pemindahan hak dan pemindahan hak saham atas atas tunjuk
cukup dilakukan dengan penyerahan surat saham tersebut. Ketentuan ini pada
dasarnya merupakan pengulangan dari aturan mengenai peralihan kebendaan tak
bertubuh atas nama maupun atas tunjuk, sebagaimana diatur dalam pasal 612
KUHPerdata
Tidak ada satupun aturan umum mengenai formalitas dan bentuk akta
pemindahan hak yang diperlukan bagi pemindahan hak atas saham atas nama, hanya
saja akta pemindahan hak tersebut atau salinannya harus disampaikan secara tertulis
32
kepada perseroan, untuk dicatat tanggal dan hari pemindahan hak tersebut dalam
Daftar Pemegang Saham atau Daftar Khusus yang disediakan untuk itu.
Undang-undang memberikan keleluasaan kepada para pihak baik pendiri atau
pemegang saham untuk mengatur anggaran dasar perseroan tentang
ketentuan-ketentuan pembatasan pemindahan hak atas saham yaitu berupa33:
1. Keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan
klsifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya;
2. Keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan;
dan/atau
3. Keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal hak-hak istimewa tersebut diberikan maka setiap pelaksanaan dan
pengecualian terhadap ketentuan tersebut hanya dapat dilakukan berdasarkan
katentuan yang diberikan dalam pasal 5834 dan pasal 59 UUPT35 ini. UUPT juga
33
Buy Back Saham Boleh Tanpa Persetujuan RUPS, dikutip dari : http://kompas.com/read/xml/2008/1//09/2090620/buy.back.saham.boleh.tanpa .persetujuan.rups,html, diakses pada tanggal 4 Maret 2008.
34
Pasal 58 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas berbunyi:
1. Dalam hal anggaran dasar mengharuskan pemegang saham penjual menawarkan terlebih dahulu sahamnya kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain, dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penawaran dilakukan ternyata pemegang saham tersebut tidak membeli, pemegang saham penjual dapat menawarkan dan menjual sahamnya kepada pihak ketiga.
2. Setiap pemegang saham penjual yang diharuskan menawarkan sahamnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak menarik kembali penawaran tersebut, setelah lewatnya jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
memungkinkan perseroan terbatas untuk membeli kembali saham perseroan. Hak
untuk membeli kembali ini hanya diperkenankan dalam hal kedaan yang memaksa
dimana perseroan berkewajiban/diwajibkan untuk membeli kembali sahamnya atas
permintaan pemegang saham yang merasa dirugikan atas tindakan perseroan terhadap
perubahan anggaran dasar yang bersifat sangat pokok, atas pengalihan atau
penjaminan sebagian besar atau seluruh harta kekayaan perseroan, serta dalam hal
terjadinya penggabungan, peleburan atau pengambilalihan perseroan.
Ketentuan ini pun ternyata dibatasi hingga sampai pada kepemilikan
sebanyak-banyaknya hingga mencapai jumlah sepuluh persen dari jumlah saham
yang dikeluarkan oleh perseroan, dengan ketentuan bahwa pembelian tersebut harus
dibayar dari laba bersih perseroan selama hal tersebut tidak akan menyebabkan
kekayaan bersih perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan
ditambah dengan cadangan yang diwajibkan oleh UUPT.
Setiap pembelian saham oleh perseroan yang baik secara langsung maupun
tidak langsung terjadi bukan sebagai akibat keadaan yang memaksa seperti tersebut
diatas, harus dianggap batal demi hukum dan seluruh pembayaran yang telah diterima
35
Pasal 59 Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas berbunyi:
1. Pemberian persetujuan pemindahan hak atas saham yang memerlukan persetujuan Organ Perseroan atau penolakannya harus diberikan secara tertulis dalam jangka wamtu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal Organ perseroan menerima permintaan persetujuan pemindahan hak tersebut.
2. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Organ Perseroan tidak memberikan pernyataan tertulis, Organ Perseroan dianggap menyetujui pemindahan hak atas saham tersebut.
oleh pemegang saham dari perseroanharus dikembalikan. Jika terjadi kerugian yang
diderita oleh pemegang saham sebagai akibat kebatalan tersebut maka direksi
perseroan bertanggung jawab sepenuhnya atas akibat hukum dari kebatalan tersebut,
kecuali dapat membuktikan dan melakukan pembelaan sesuai pasal 97 ayat 5
UUPT36.
Memungkinkannya perseroan terbatas untuk memiliki sahamnya sendiri
berarti memberikan keleluasaan kepada direksi perseroan selaku yang berhak dan
berwenang untuk bertindak atas nama perseroan, untuk bertindak seluas-luasnya
tanpa dapat dikontrol. Dengan terwujudnya kepemilikan saham sendiri oleh
perseroan, berarti suara mayoritas jika diadakan RUPS di perseroan telah dikuasai
oleh direksi perseroan lewat kepemilikan saham perseroan itu sendiri. Sehingga
praktis organ rapat umum pemegang saham dalam perseroan tidak dapat berfungsi
dengan baik, yang pada akhirnya akan merugikan pemegang saham minoritas.
Selanjutnya pada UUPT yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1995 dan UUPT yang sedang berlaku sekarang yaitu Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 sebagai perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham secara
36
Pasal 97 ayat 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas berbunyi:
“Anggota direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat 3 apabila dapat membuktikan:
a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya
b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan
c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
keseluruhan, maka pembelian saham kembali saham tersebut dan pengalihan lebih
lanjut hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS). Keputusan RUPS tersebut hanya sah jika memenuhi kourum kehadiran dan
ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS37.
Selain dengan cara melakukan merger,take over dan akuisisi, usaha lain
yang juga dapat dilakukan oleh direksi dalam usaha memajukan atau
mengembangkan keuntungan perseroan adalah mengubah sebuah perseroan yang
semula perseroan terbuka menjadi sebuah perseroan tertutup. Sekilas pasti akan
berpikir bahwa langkah ini merupakan pertanda kemunduran dari perseroan. Padahal
ada banyak keuntungan yang didapat jika sebuah perseroan memiliki status sebagai
perusahaan tertutup38. Antara lain perseroan tidak perlu melakukan tindakan yang harus didasari oleh harga saham, mendapat pajak yang lebih kecil karena
menggunakan perhitungan akuntansi yang konservatif dan yang terpenting adalah
penguasaan kendali atas perseroan bagi pihak yang khawatir akan kehilangan
kekuasaannya apabila kepemilikan saham mayoritas berada di tangan publik. Masih
ada beberapa keuntungan lain yang didapat apabila sebuah perseroan tetap pada
37
Pasal 125 ayat 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 berbunyi:
“Pengambilalihan yang dilakukan oleh badan hukum berbentuk perseroan, direksi sebelum melakukan perbuatan hukum pengambilalihan harus berdasarkan keputusan RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dalam pasal 89”
38
statusnya sebagai perseroan tertutup, walaupun tentu saja tetap memiliki
kelemahan-kelemahan39.
Pada akhirnya memang sudah merupakan kewajiban dan tugas dari
Direksi untuk melakukan tindakan-tindakan yang dapat memajukan perseroan,baik
bagi keuntungan pemegang saham, keuntungan perseroan, direksi dan bahkan untuk
kebaikan keryawan perseroan tersebut. Dalam usaha melakukan mendapatkan
kemajuan tersebut, buy back dan go private pada kondisi tertentu merupakan salah
satu solusi terbaik. Jika hal ini dilakukan dengan itikad baik maka direksi dapat
dikatakan sudah menjalankan kewajibannya terlepas apakah kemudian upaya buy
back atau go private tersebut berjalan lancar sesuai prediksi direksi atau tidak. Hal ini
terkait dengan teori Perseroan Terbatas sebagai entitas hukum yang memiliki legal
personality, yang bermaksud bahwa perseroan memiliki tujuan sendiri dan memiliki
organ perseroan yang wajib melakukan usaha yang terbaik demi kepentingan
perseroan. Teori lain yang juga terkait adealah teori corporate opportunity,40 teori ini merupakan suatu teori yang mengajarkan bayhwa seorang direktur, komisaris atau
pegawai perseroan lainnya ataupun pemegang saham utama tidak diperkenankan
mengambil kesempatan untuk mencari keuntungan pribadi manakala tindakan yang
39
Gunawan Widjaja dan Wulandari Risnamanitis, Go Public Dan Go Private Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 34
40
dilakukannya tersebut sebenarnya merupakan perbuatan yang semestinya dilakukan
oleh perseroan dalam menjalankan bisnisnya itu41.
2. Konsep
Konseptual adalah merupakan definisi dari operasional dari berbagai istilah
yang dipergunakan dalam tulisan ini. Sebagaimana dikemukakan M. Solly Lubis
bahwa kerangka konsep adalah merupakan konstruksi konsep secara internal pada
pembaca yang mendapat stimulasi dan dorongan konseptual dari bacaan dan tinjauan
pustaka.42. Kerangka konseptual ini dibuat untuk menghindari pemahaman dan penafsiran yang keliru dan memberikan arah dalam penelitian ini, maka dirasa perlu
untuk memberikan batasan judul penelitian yaitu sebagai berikut
Pembelian kembali saham atau buy back adalah pembelian kembali
saham-saham yang telah diterbitkan suatu perseroan dan dimiliki perseroan untuk jangka
waktu tertentu, maksimum selama 3 tahun. Pada dasarnya buyback saham merupakan
bentuk tanggung jawab dari perseroan yang dilakukan oleh perseroan dengan tujuan
untuk memberikan perlindungan atas modal dan kekayaan perseroan.43.
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum
atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan
beralihnya kepemilikan saham tersebut
41 Ibid 42
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80 43
Perseroan terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
undang-undang serta pelaksanaannya.44
Perseroan terbuka adalah perseroan publik atau perseroan yang melakukan
penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal.45
Go private adalah perusahaan yang sahamnya semula dimiliki oleh publik
atau perusahaan terbuka, berubah kembali menjadi perusahaan tertutup yang dimiliki
oleh segelintir pemegang saham saja.46
G. Metode Penelitian
Metode penelitian digunakan dalam suatu penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah
adalah penalaran yang mengikuti suatu alur berpikir atau logika yang tertentu dan
yang menggabungkan metode induksi (empiris), karena penelitian ilmiah selalu
menuntut pengujian dan pembuktian empiris yang disusun secara deduktif47. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Metode
penelitian hukum normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal yaitu suatu
penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku maupun hukum
44
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 45
Pasal 1 ayat 7 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 46
Gunawan Widjaja dan Wulandari Risnamanitis D, Go Public Dan Go Private Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 32
47
yang diputus oleh hakim melalui proses pengadilan48. Penelitian hukum normatif berdasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah analisis normatif
kualitatif49
Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu “method” yang berarti jalan.
Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja,
yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang
bersangkutan.Sedangkan penelitian secara harfiah diadopsi dari literatur bahasa
Inggris yaitu “research”, jadi metode penelitian dapat diartikan sebagai suatu cara
yang dilakukan untuk memahami suatu objek yang diteliti untuk membuktikan
kebenarannya.
1. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Tujuan penelitian deskriptif adalah
menggambarkan secara tepat sifat individu, suatu gejala, keadaan atau kelompok
tertentu50. Deskriptif analitis berarti bahwa penelitian ini menggambarkan suatu peraturan hukum dalam konteks teori-teori hukum dan pelaksanaannya serta
menganalisis fakta secara cermat tentang penggunaan peraturan perundang-undangan
dalam hal pembelian kembali saham sebagai bentuk pengambilalihan dan proses go
private perusahaan.
48
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Grafiti Press, 2006), hal. 118
49
J. Suprapto, Metode Penelitian Hukum Dan Statistik, (Jakarta: Pranadya Paramitha, 2003), hal. 3
50
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan perundang-undangan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan tersebut karena yang akan diteliti adalah
berbagai aturan hukum yang akan menjadi fokus suatu penelitian51. Analisis hukum yang dihasilkan oleh suatu penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan
perundang-undangan akan menghasilkan suatu penelitian yang akurat. Pendekatan
tersebut melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan pembelian saham kembali (buy back) sebagai bentuk pengambilalihan dan go
private perusahaan.
3. Sumber Data Penelitian
Sumber-sumber penelitian dapat dibedakan menjadi sumber-sumber
penelitian yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan
hukum tersier. Bahan-bahan tersebut antara lain:
a. Bahan atau sumber hukum primer, yaitu bahan pustaka yang berisi
pengetahuan ilmiah yang terbaru ataupun pengertian yang baru tentang
fakta yang diketahui maupun mengenai studi gagasan dalam bentuk
Undang-Undang dan Yurisprudensi. Bahan atau sumber hukum primer
yang sesuai dengan kebutuhan tesis ini meliputi: Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 8
51
Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dan peraturan perundang-undangan
lain yang berhubungan dengan pembelian kembali (buy back) saham dan
perseroan terbatas, baik dalam bentuk Keputusan Presiden, Keputusan
Menteri Keuangan, BAPEPAM-LK,Bursa Efek Jakarta, Bursa Efek
Surabaya, KUHPerdata maupun internet.
b. Bahan atau sumber hukum sekunder, yaitu bahan kepustakaan yang
berisikan informasi tentang bahan prmer yang berupa hasil-hasil
penelitian, karya ilmiah dari kalangan hukum serta yang relevan dengan
penulisan ini.
c. Bahan atau sumber hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang
berupa kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar, jurnal-jurnal ilmiah52 dan lain sebagainya sepanjang masih erat kaitannya dengan penelitian
ini53.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan untuk
mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap peraturan
52
Petter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Pranadya Paramitha, 2005), hal. 141 53
undangan, literatur –literatur, tulisan-tulisan para pakar hukum, bahan kuliah dan
putusan-putusan pengadilan yang berkaitan dengan penelitian ini54.
5. Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini dilakukan
dengan mengumpulkan bahan-bahan baik itu berupa peraturan perundang-undangan
maupun bahan kepustakaan lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
6. Analisis Data
Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat
dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian
konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke dalam kategori atas
dasar pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum tersebut. Data yang diperoleh
melalui studi kepustakaan, peraturan perundang-undangan, putusan-putusan
pengadilan dan dianalisis berdasarkan metode kualitatif, yaitu dengan melakukan:55 a. Menemukan konsep-konsep yang terkandung dalam bahan-bahan hukum
yang dilakukan dengan cara memberikan interpretasi terhadap bahan hukum
tersebut.
b. Mengelompokkan konsep-konsep yang terkandung atau peraturan-peraturan
yang sejenis atau berkaitan.
54
Riduan, Metode Dan Teknik Menyusun Tesis, (Bandung: Bina Cipta, 2004), hal. 97 55
c. Menemukan hubungan diantara berbagai kategori atau peraturan, lalu
kemudian diolah.
d. Menjelaskan dan menguraikan hubungan diantara berbagai kategori atau
peraturan perundang-undangan, kemudian dianalisis secara deskriptif
kualitatif, sehingga mengungkapkan hasil yang diharapkan dan kesimpulan
B A B I I
PENGATURAN BUY BACK SAHAM PERSEROAN TERBATAS
A. Perseroan Terbatas
Diundangkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan
Terbatas merupakan suatu kebutuhan yang dirasa perlu oleh kalangan pengusaha
sebagai pelaku usaha maupun pemerintah sebagai pihak regulator dibidang usaha,
karena undang-undang yang selama ini berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas sedah dianggap tidak relevan lagi dengan
perkembangan dunia usaha56. UUPT No 1 Tahun 1995 dipandang tidak lagi sesuai dalam memenuhi perkembangan hukum dan perkembangan masyarakat karena
keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi yang
sudah berkembang begitu pesatnya khususnya di era globalisasi. Disamping itu,
meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum serta
tuntutan akan pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan
perusahaan yang baik sehingga menuntut penyempurnaan peraturan.
Pengaturan tentang Perseroan Terbatas dapat ditemukan dalam
Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menggantikan
berlakunya Undang-Undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan
56
Terbatas.57Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal
terdiri dari saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang
dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan,
perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan
perusahaan.
Perseroan terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan
tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan
pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri. Setiap orang
dapat memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti pemilikan perusahaan.
Pemilik saham mempunyai tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak saham
yang dimiliki. Apabila utang perusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka
kelebihan utang tersebut tidak menjadi tanggung jawab para pemegang saham. Akan
tetapi, apakah pertanggungjawaban demikian berlaku mutlak? Hal ini timbul terutama
jika sebuah badan hukum dijadikan sebagai kendaraan untuk maksud-maksud yang
menyimpang dari norma hukum. Oleh karena itu, timbul suatu prinsip yakni piercing
the corporate veil yang secara sederhana dapat dikatakan bahwa tanggung jawab
terbatas pemegang saham, direksi dan atau komisaris dalam hal-hal tertentu dapat
57
menjadi tidak terbatas58. Berkaitan dengan doktrin piercing the corporate veil ini, dapat dikemukakan pendapat Henry Campbell Black yang menyatakan59:
“Menyingkap tabir perseroan. Proses hukum yang dilaksanakan pengadilan biasanya dengan mengabaikan kekebalan hukum pejabat perusahaan atau pihak tertentu perusahaan dari tanggung jawab aktivitas perusahaan, misalnya ketika dalam perusahaan dengan sengaja melakukan kejahatan. Doktrin yang ada berpendapat bahwa struktur perusahaan dengan adanya tanggung jawab terbatas pemegang saham, pejabat perusahaan dan direktur perusahaan. Pengadilan dalam masalah tersebut akan memandang perusahaan hanya dari sisi kegagalan pembelaan atas tindak kejahatan atau kesalahan atau pemberian sanksi hukuman”.
Chatamarrasjid menyebutkan antara lain, apabila terbukti bahwa telah terjadi
perbauran harta kekayaan pribadi pemegang saham dan harta kekayaan perseroan,
sehingga perseroan didirikan semata-mata sebagai alat yang dipergunakan pemegang
saham untuk memenuhi tujuan pribadinya60. Dengan demikian maka para pemegang saham, direksi dan komisaris yang telah melakukan perbuatan tersebut yang
bersangkutan berdasarkan prinsip diatas harus bertanggung jawab sampai dengan
harta pribadinya dan atau tanggung jawab pribadinya sendiri, baik pidana maupun
perdata peralihan tanggung jawab pemegang saham, komisaris dan direksi perseroan
dari semula terbatas menjadi tidak terbatas karena prinsip ini. Oleh karena itu pula
apabila perusahaan mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut dibagikan sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan. Pemilik saham akan memperoleh bagian
58 Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas; Keberadaan, Tugas, Wewenang Dan Tanggung Jawab, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2005), hal. 30.
59
Ibid, hal. 31 60
keuntungan yang disebut dividen yang besarnya tergantung pada besar-kecilnya
keuntungan yang diperoleh perseroan terbatas.
Selain berasal dari saham, modal PT dapat pula berasal dari obligasi.
Keuntungan yang diperoleh para pemilik obligasi adalah mereka mendapatkan bunga
tetap tanpa menghiraukan untung atau ruginya perseroan terbatas tersebut.
1. Mekanisme Pendirian Perseroan Terbatas
Perkembangan perseroan terbatas sebagai pengumpul capital sangat pesat dan
menjadikan peran perseroan terbatas menjadi sangat penting terutama dalam rangka
pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian serta menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat61.Untuk mendirikan perseroan terbatas, harus dengan menggunakan akta resmi (akta yang dibuat oleh notaris) yang di dalamnya dicantumkan nama lain dari
perseroan terbatas, modal, bidang usaha, alamat perusahaan dan lain-lain. Akta ini
harus disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
(dahulu Menteri Kehakiman). Untuk mendapat izin dari menteri kehakiman, harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
61