commit to user
PENGARUH PEMBERIAN KACANG HIJAU (
Phaseolus
radiatus
) TERHADAP PERBAIKAN STRUKTUR HISTOLOGIS
MUKOSA LAMBUNG MENCIT (
Mus musculus
) YANG
DIINDUKSI ASPIRIN
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
AIZAWANDA RIZQI EIFFELLIA G0007181
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan Judul : Pengaruh Pemberian Kacang Hijau (Phaseolus
radiatus) Terhadap Perbaikan Struktur Histologis Mukosa Lambung Mencit
(Mus musculus) Yang Diinduksi Aspirin
Aizawanda Rizqi Eiffellia, NIM/Semester: G0007181/VII, Tahun: 2010
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari Selasa, Tanggal 02 November 2010
Pembimbing Utama
Nama : Suyatmi, dr., Mbiomed.Sci
NIP : 19720105 200112 2 001 ( ______________________ )
Pembimbing Pendamping
Nama : Andri Iryawan, dr., MS. Sp And
NIP : 195311231 985030 1 006 ( ______________________ )
Penguji Utama
Nama : Much. Arief TQ, dr., MS
NIP : 19500913 198003 1 002 ( ______________________ )
Penguji Pendamping
Nama : Mujosemedi, Drs., MSc
NIP : 19600530 198903 1 001 ( ______________________ )
Surakarta,
Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS
Muthmainah, dr., M.Kes Prof.DR.A.A.Subijanto,dr.,MS.
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 02 November 2010
Aizawanda Rizqi Eiffellia
commit to user
iv
ABSTRAK
Aizawanda Rizqi Eiffellia, G0007181, 2010. Pengaruh Pemberian Kacang Hijau
(Phaseolus radiatus) terhadap Perbaikan Struktur Histologis Mukosa Lambung Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Aspirin, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Tujuan Penelitian : untuk mengetahui apakah pemberian kacang hijau secara
peroral dapat memperbaiki struktur histologis mukosa lambung mencit yang terpapar aspirin, dan apakah dengan peningkatan dosis kacang hijau dapat meningkatkan efek perbaikannya.
Metode Penelitian : Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorikdengan post test only control group design. Hewan uji menggunakan 28 ekor mencit strain Swiss Webster jantan dibagi dalam 4 kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan I-III (KP I-III). Pada tiga hari pertama KP I-III diberi aspirin 84mg/kg BB dan aquadest 0,25 ml sedangkan KP II dan III diberi kacang hijau dengan dosis bertingkat (0,05 g dan 0,1 gr/ 20g BB). Pada hari ke-4 sampai hari ke-6 berturut-turut pemberian aspirin pada KP I-III dihentikan. Pada KP I tetap diberikan aquadest 0,25 ml sedangkan pada KP II dan III tetap diberikan kacang hijau. Pada hari ke-7 mencit dikorbankan dan diambil lambungnya untuk pembuatan preparat. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan Kruskal-Wallis menggunakan program SPSS for Windows Release 17.
Hasil Penelitian : Penelitian ini dilihat dari pengamatan struktur mikroskopis
lambung mencit pada seluruh lapang pandang yang berasal dari kurvatura minor. Pada kelompok kontrol didapatkan hasil sebagian besar normal, sedangkan pada KP I menunjukkan kerusakan berat. Pada KP II dan III menunjukkan keadaan normal dan kerusakan ringan yang menunjukkan bukti adanya perbaikan mikroskopis. Hasil uji statistik Kruskal-Wallis signifikan dengan adanya perbedaan yang bermakna antara keempat kelompok penelitian p = 0,000 (p<0,050). Hasil uji statistik Mann-Whitney menunjukkan adanya perbaikan struktur histologis yang dilihat dengan perbandingan antara masing-masing dua kelompok, dimana pada KK-KP I, KP I-KP II, & KP I-KP III hasilnya berbeda signifikan dan pada KK-KP II, KK-KP III, & KP II- KP III hasilnya tidak berbeda signifikan.
Simpulan Penelitian : Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa
pemberian kacang hijau dapat memperbaiki struktur histologis lambung akibat paparan aspirin. Peningkatan dosis kacang hijau tidak menghasilkan efek yang lebih baik dari dosis awal untuk memperbaiki kerusakan mukosa lambung mencit.
commit to user v
ABSTRACT
Aizawanda Rizqi Eiffellia, G0007181, 2010. Effect of Mungbeans (Phaseolus
radiatus) Against Histological Structure Repair of Gastric Mucosal Mice (Mus musculus) Induced by Aspirin, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.
Objective: to determine whether the peroral administration of mungbeans can
improve histologic structure of mice’s gastric mucosal exposed to aspirin, and whether the increased dose of mungbeans to enhance the repair effect.
Methods: This research was experimental laboratory and post test only control group
design. Animal tests using mice 28 male Swiss Webster strain were divided into 4 groups: control group and treatment groups I-III (KP I-III). In the first three days of KP I-III given aspirin 84mg/kg body weight and 0.25 ml distilled water while the KP II and III were given the mungbeans with graded doses (0.05 g and 0.1 g / 20g BW). On day 4 to day-to-6 in a row of aspirin in KP I-III was stopped. On the KP I still be given 0.25 ml distilled water while in the KP II and III still be given the mungbeans. On day-7 mice were sacrificed and stomach was taken for making preparations. The data obtained were analyzed statistically by Kruskal-Wallis using SPSS for Windows Release 17.
Results: This study viewed from the observation of microscopic structure of the
stomach of mice in the entire field of view which comes from the minor curvature. In the control group obtained results largely normal, while in the KP I shows heavy damage. In the KP II and III showed normal circumstances and the minor damage that showed repair of microscopic evidence. The result of Kruskal-Wallis test statistic is significant in the presence of significance differences between the four study groups p = 0.000 (p <0.050). The result of Mann-Whitney statistical test showed histological improvement as seen by comparison between each two groups, where the KK-KP I, I-KP KP II, & III KP I-KP and the results differ significantly in KK-KP II, KP KK-III, & KP KP II-III results are not significantly different.
Research Conclusions: From these results, it can be concluded that administration of
mungbeans can improve histological structure repair of gastric mucosal because of aspirin exposure. Increasing doses of mungbeans did not produce a better effect than the initial dose to repair the damage to gastric mucosa of mice.
commit to user vi
PRAKATA
Segala puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-Nya dalam menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Kacang Hijau (Phaseolus radiatus) terhadap Perbaikan Gambaran Histologis Mukosa Lambung Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Aspirin”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. A. A. Subijanto, dr., MS., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Muthmainah, dr., MKes., selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Suyatmi, dr., Mbiomed.Sci, selaku pembimbing utama yang telah berkenan meluangkan waktu memberikan bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis. 4. Andri Iryawan, dr., MS. Sp And, selaku pembimbing pendamping atas segala
bimbingan, arahan, dan waktu yang telah beliau luangkan bagi penulis.
5. Much. Arief TQ., dr., MS., selaku penguji utama yang telah berkenan menguji dan memberikan saran dalam penulisan skripsi ini.
6. Mujosemedi, Drs., MSc, selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk memperbaiki kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
7. Hendra Kusnoto, Drs. dan Elly Zandra, selaku orang tua penulis yang telah memberikan doa, memfasilitasi dan memotivasi dengan penuh kasih sayang. 8. Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, para
dosen beserta segenap staf.
9. Tim Skripsi, Perpustakaan FK UNS yang banyak membantu dalam penyelesaian skripsi dan sebagai salah satu tempat mencari referensi.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang turut membantu penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Surakarta, 02 November 2010
commit to user
vii
DAFTAR ISI
PRAKATA ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... ... 3
D. Manfaat Penelitian ... ... 4
BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... ... 5
1. Kacang Hijau ... 5
a. Taksonomi Kacang Hijau ... 6
b. Nama Asing ... 6
c. Morfologi ... 6
commit to user
viii
2. Lambung ... 12
a. Anatomi dan Morfologi Lambung ... 12
b. Lapisan Lambung ... 13
1) Tunika Mukosa ... 13
2) Tunika Submukosa ... 14
3) Tunika Muskularis ... 14
4) Tunika Serosa ... 15
c. Kelenjar Lambung ... 15
1) Kelenjar Kardia ... 15
2) Kelenjar Fundus atau Gastrik ... 15
d. Sistem Pertahanan Lambung ... 17
3. Aspirin ... 18
4. Mekanisme Kerusakan Lambung oleh Aspirin dan Mekanisme Gastroprotektor Kacang Hijau ... 20
B. Kerangka Pemikiran ...22
C. Hipotesis ... ... 23
BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...24
B. Lokasi Penelitian ...24
commit to user
ix
D. Teknik Sampling ... 25
E. Rancangan Penelitian ... 25
F. Identifikasi Variabel Penelitian ... 26
G. Definisi Operasional Variabel ... 27
H. Instrumentasi dan Bahan Penelitian ...30
I. Cara Kerja... ... 30
J. Teknik Analisis Data ... 37
BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 38
A. Hasil Penelitian ... ... 38
B. Analisis Data ... 40
BAB V. PEMBAHASAN ... ... 42
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 48
B. Saran ... ... 48
DAFTAR PUSTAKA...49
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Obat analgesik antipiretik non steroid (AINS), pada perkembangan
ilmu pengobatan sekarang ini merupakan salah satu kelompok obat yang
banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dokter (Wilmana & Gan,
2007). Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) digunakan secara umum dan luas
oleh kalangan medis, tetapi memiliki risiko yang berhubungan dengan
pemakaiannya (Dewabenny, 2010). Salah satu AINS yang terkenal
penggunaannya di masyarakat adalah aspirin. Aspirin atau asam asetilsalisilat
adalah suatu jenis obat dari keluarga salisilat yang sering digunakan sebagai
analgesik (terhadap rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik, antikoagulan dan
anti-inflamasi. (Wikipedia, 2010).
Tidak ada satupun OAINS yang sama sekali aman, bahkan aspirin
yang merupakan obat yang cukup efektif, mempunyai efek samping yang
lebih sering muncul dan lebih berbahaya jika diberikan dalam dosis yang
berlebihan (Nasution, 1992). Efek samping yang paling sering terjadi adalah
perdarahan traktus gastronintestinal bagian atas yang signifikan (Dewabenny,
2010). Gejala lain yang diakibatkan oleh aspirin antara lain dispepsia, nyeri
epigastrium, indigesti, heart burn (rasa seperti terbakar), nausea dan vomitus
(Nasution, 1992). Sebenarnya penggunaan aspirin aman di konsumsi selama
commit to user
pada lambung disebabkan karena aspirin merusak ketahanan mukosa
lambung (Amirudin & Usman, 1991), walaupun dalam keadaan normal,
mukosa lambung akan dilindungi oleh barier mukus terhadap bahan-bahan
iritan yang terdapat dalam makanan, bahkan yang dihasilkan oleh lambung
sendiri (Anderson & John, 1986).
Efek samping OAINS cukup berbahaya bagi mukosa lambung. Untuk
itu, diperlukan suatu zat yang dapat memperbaiki atau bahkan mencegah
kerusakan lambung akibat OAINS. Zat yang dibutuhkan tidak harus obat,
tetapi dapat juga dengan memanfaatkan bahan alami dari alam misalnya
kacang-kacangan.
Salah satu kacang-kacangan yang mempunyai efek perbaikan terhadap
lambung adalah kacang hijau. Kacang hijau atau Phaseolus radiatus berasal
dari Famili Leguminoseae (polong-polongan). Kandungan proteinnya cukup
tinggi sebanyak 24%. Selain itu kacang hijau juga merupakan sumber mineral
penting, antara lain; kalsium dan fosfor yang sangat diperlukan tubuh untuk
memperkuat tulang. Sedangkan kandungan lemaknya merupakan 73% asam
lemak tak jenuh sehingga aman dikonsumsi oleh orang yang memiliki
masalah kelebihan berat badan. Manfaat kacang hijau cukup banyak, salah
satunya dapat memproteksi lambung, yang bahkan sudah dijadikan sebagai
obat maag oleh sebagian masyarakat. Akan tetapi, hal ini masih berupa
pengobatan tradisional dan belum diteliti (Hermawan, 2008). Kandungan
lainnya adalah histidin, dan beta karoten sebagai antioksidan, zat besi yang
commit to user
alpha-linoleic-acid, linoleic-acid, oleic-acid, magnesium, dll. Di dalam
kacang hijau juga terdapat serat, pektin, piridoksin, dsb yang mempunyai
berbagai efek terhadap lambung sebagai antiulserasi, menjaga keasaman
lambung, dan membantu memperlancar pencernaan (Duke, 2010).
Berdasarkan hal tersebut penulis mencoba untuk membuktikan apakah
kacang hijau dapat memperbaiki kerusakan sel lambung mencit akibat
pemberian aspirin.
B.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah pada penelitian ini, yaitu :
1. Apakah pemberian kacang hijau secara peroral dapat memperbaiki stuktur
histologis mukosa lambung mencit (Mus musculus) yang terpapar aspirin?
2. Apakah peningkatan dosis kacang hijau dapat meningkatkan perbaikan
terhadap kerusakan stuktur histologis mukosa lambung mencit (Mus
musculus) yang terpapar aspirin?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian kacang
hijau secara peroral dapat memperbaiki stuktur histologis mukosa lambung
mencit yang terpapar aspirin, dan apakah dengan peningkatan dosis kacang
commit to user
D. Manfaat Penelitian
1. Aspek teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai pengaruh kacang hijau dalam memperbaiki stuktur histologis
mukosa lambung mencit yang terpapar aspirin.
2. Aspek aplikatif
Penelitian ini dapat menjadikan pedoman pengolahan maupun
penelitian lebih lanjut dari kacang hijau untuk memperbaiki sel epitel
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kacang Hijau (Phaseolus radiatus)
Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan
secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial.
Kacang-kacangan merupakan sumber protein yang baik, dengan
kandungan protein berkisar antara 20 - 35 %. Selain itu,
kacang-kacangan juga merupakan sumber lemak, vitamin, mineral dan serat
pangan (dietary protein). Selain itu, kadar serat kacang-kacangan
mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu mencegah berbagai
penyakit rendah serat (Astawan, 2009).
Tanaman kacang hijau sudah lama dikenal dan ditanam oleh
masyarakat Indonesia. Asal usul kacang hijau diduga dari kawasan India
dengan bukti ditemukannya plasma nutfah kacang hijau jenis Phaseolus
mungo di India atau disebut kacang hijau India. Kacang hijau dibawa
masuk ke Indonesia pada awal abad ke-17, oleh pedagang Cina dan
Portugis. Pusat penyebaran kacang hijau di Indonesia mulanya di Pulau
Jawa dan Bali, tetapi pada tahun 1920-an berkembang di Sulawesi,
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kacang Hijau (Phaseolus radiatus)
Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan
secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial.
Kacang-kacangan merupakan sumber protein yang baik, dengan
kandungan protein berkisar antara 20 - 35 %. Selain itu,
kacang-kacangan juga merupakan sumber lemak, vitamin, mineral dan serat
pangan (dietary protein). Selain itu, kadar serat kacang-kacangan
mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu mencegah berbagai
penyakit rendah serat (Astawan, 2009).
Tanaman kacang hijau sudah lama dikenal dan ditanam oleh
masyarakat Indonesia. Asal usul kacang hijau diduga dari kawasan India
dengan bukti ditemukannya plasma nutfah kacang hijau jenis Phaseolus
mungo di India atau disebut kacang hijau India. Kacang hijau dibawa
masuk ke Indonesia pada awal abad ke-17, oleh pedagang Cina dan
Portugis. Pusat penyebaran kacang hijau di Indonesia mulanya di Pulau
Jawa dan Bali, tetapi pada tahun 1920-an berkembang di Sulawesi,
commit to user
a. Taksonomi Kacang Hijau
Tanaman kacang hijau termasuk suku (famili) Leguminosae
yang banyak varietasnya. Kedudukan kacang hijau dalam taksonomi
tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi: Angiospremae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Leguminales
Famili : Leguminosae
Genus : Phaseolus
Spesies : Phaseolus radiatus L. (Soeprapto, 1993; Rukmana, 1997)
b. Nama Asing
Di Indonesia kacang hijau memiliki beberapa nama daerah,
seperti artak (Madura), kacang wilis (Bali), buwe (Flores), tibowang
cadi (Makassar) (Astawan, 2009). Kerabat dekat kacang hijau adalah
kacang hijau India (P.mungo), kratok (P.lunatus L.), kacang merah
(P.vulgaris L.), kacang kapri (Pisum sativum L.) (Rukmana, 1997).
c. Morfologi
Susunan tubuh tanaman (morfologi) kacang hijau terdiri atas
akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji. Perakaran tanaman kacang
commit to user
Makin banyak nodula akar, makin tinggi kandungan Nitrogen
sehingga menyuburkan tanah (Rukmana, 1997). Tanaman kacang
hijau berbatang tegak dengan ketinggian sangat bervariasi, antara
30-60 cm, tergantung varietasnya. Cabangnya menyamping pada bagian
utama, berbentuk bulat dan berbulu. Warna batang dan cabangnya
ada yang hijau dan ada yang ungu (Soeprapto, 1993).
Batang tanaman kacang hijau berukuran kecil, berbulu,
berwarna hijau kecokelat-cokelatan, atau kemerah-merahan; tumbuh
tegak mencapai ketinggian 30 cm – 110 cm dan bercabang menyebar
ke semua arah (Rukmana, 1997).
Daun tanaman ini tumbuh majemuk, tiga helai anak per daun
per tangkai (Rukmana, 1997). Daunnya trifoliate (terdiri dari tiga
helaian) dan letaknya berseling (Soeprapto, 1993). Helai daun
berbentuk oval dengan ujung lancip dan berwarna hijau (Rukmana,
1997). Tangkai daunnya cukup panjang, lebih panjang dari daunnya
(Soeprapto, 1993).
Bunga kacang hijau berkelamin sempurna (hermaphrodite),
berbentuk kupu-kupu, dan berwarna kuning (Rukmana, 1997).
Bunga kacang hijau tersusun dalam tandan, keluar pada cabang serta
batang, dan dapat menyerbuk sendiri (Soeprapto, 1993).
Buah tanaman ini berpolong, panjangnya antara 6 cm – 15 cm.
commit to user
Biji kacang hijau berbentuk bulat lonjong, umumnya berwarna
hijau, tetapi ada juga yang berwarna kuning, cokelat, atau
berbintik-bintik hitam (Rukmana, 1997). Biji kacang hijau lebih kecil
dibanding biji kacang-kacangan lain (Soeprapto, 1993). Bijinya
terdiri atas tiga bagian utama, yaitu kulit biji (10%), kotiledon (88%),
dan sisanya adalah lembaga (2%). Kotiledon banyak mengandung
pati dan serat, sedangkan lembaga merupakan sumber protein dan
lemak (Astawan, 2009). Biji kacang hijau berbentuk bulat kecil
dengan bobot per butir sekitar 0,5 mg – 0,8 mg atau berat per 1000
butir antara 36 gr – 78 gr, berwarna hijau sampai hijau mengkilap
(Rukmana, 1997).
d. Kandungan dan Manfaat
Kacang hijau memiliki kandungan protein yang cukup tinggi,
yaitu sebanyak 24 %. Di dalamnya terdapat sumber mineral penting
antara lain kalsium dan fosfor yang bermanfaat untuk memperkuat
tulang. Lemaknya merupakan asam lemak tak jenuh sehingga baik
untuk jantung. Selain itu aman dikonsumsi oleh mereka yang
memiliki masalah dengan berat badan karena kandungan lemaknya
rendah (Yartati, 2005).
Kacang hijau mengandung vitamin B1 yang berfungsi untuk
mencegah penyakit beri-beri, membantu proses pertumbuhan,
meningkatkan nafsu makan, memperbaiki saluran pencernaan, dan
commit to user
bahwa pada sekelompok orang yang makanannya kurang cukup
mengandung vitamin B1, dalam waktu singkat muncul gejala-gejala
mudah tersinggung, tidak mampu memusatkan pikiran, dan kurang
bersemangat. Gejala-gejala ini mirip dengan tanda-tanda orang stres
(Yartati, 2005).
Selain vitamin B1, kacang hijau juga mengandung vitamin
B2 yang tugasnya membantu penyerapan protein dalam tubuh.
Dengan adanya vitamin B2 ini akan meningkatkan pemanfaatan
protein sehingga penyerapannya menjadi lebih efisien (Yartati,
2005).
Pada kacang hijau juga terdapat alpha-linoleic-acid, yang
berfungsi sebagai anti inflamasi dan juga vasodilator. Efek
vasodilatasi terhadap lambung yaitu melancarkan peredaran darah di
lambung sehingga memperbaiki restitusi sel-sel epitel lambung.
Selain alpha-linoleic-acid, zat yang memiliki khasiat sebagai anti
inflamasi adalah linoleic acid, magnesium (yang juga mempunyai
sifat basa), oleic-acid, dan mufa sedangkan zat yang menyebabkan
vasodilatasi adalah arginin, dan serat. Selain manfaat di atas, terdapat
pula khasiat antiulserasi yang berasal dari ascorbic-acid, yang juga
berfungsi sebagai antigastritik; beta karoten, yang juga sebagai
antioksidan, gastroprotektif, antiulcer, dan mucogenic (zat penghasil
mukus); serat; glisin; histidin, yang juga sebagai antioksidan, dsb
commit to user
Betakaroten merupakan antioksidan larut lemak yang dapat
melindungi tubuh dari dampak negatif radikal bebas. Beta karoten
merupakan molekul yang mudah teroksidasi dan berubah menjadi
bahan kimia lain. Karena mudah teroksidasi beta karoten dapat
menjaga keutuhan sel dengan menyediakan satu elektronnya
berikatan dengan molekul lain yang mempunyai elektron tidak
berpasangan (Dreosti, 1993; Jerusha, 1993; McDermott, 2000).
Perlindungan beta karoten terhadap lambung berupa antioksidan
yang menghambat proses inflamasi. Ketika inflamasi pada lambung
terjadi, maka neutrofil dan makrofag yang teraktivasi akan
menghasilkan enzim proteolitik seperti neutrofil elastase dan
metaloproteinase serta mieloperoksidase. Pelepasan
mieloperoksidase memicu produksi radikal bebas oksigen yang
merupakan properti proinflamasi dan penghambat α-1 antitripsin,
sebagai penghambat elastase terpenting. Sebagai antioksidan, beta
karoten bereaksi dengan pro-oksida dan menjadikannya tidak
berbahaya (Amin, 2006). Selain itu, beta karoten mempunyai
kemampuan proteksi terhadap mukus.
Vitamin C merupakan antioksidan non enzimatis yang
mempunyai sifat polaritas yang tinggi karena banyak mengandung
gugus hidroksil sehingga mudah larut di dalam air, vitamin C
terdapat di cairan ekstraseluler (Burton, 1992). Sebagai antioksidan,
commit to user
yang dihasilkan dari proses inflamasi (Fouad & Fisher, 1988).
Bentuk vitamin C yang ada di alam terutama adalah L-asam
askorbat. D-asam askorbat jarang terdapat di alam dan hanya
memiliki 10 persen aktivitas vitamin C (Andharwulan, 1992). Asam
askorbat memperbaiki serabut kolagen yang terdapat pada lamina
propia lambung karena berfungsi sebagai kofaktor pada alfa
hidroksilasi pro kolagen. Pada dosis yang tidak berlebih, asam
askorbat membantu proteksi lambung dari inflamasi dengan daya
regenerasi serabut-serabut kolagen sehingga tidak mengakibatkan
ulserasi.
Pada kacang hijau juga terdapat antiulserasi, yang
menghambat dan memperbaiki perlukaan (Duke, 2010). Para peneliti
Swedia menyatakan bahwa zat yang mengandung antiulserasi
diantaranya adalah beta karoten, asam askorbat, pektin, dan
piridoksin. Pektin merupakan segolongan polimer heterosakarida
yang diperoleh dari dinding sel tumbuhan darat. Pektin merupakan
agen anti-ulkus berpotensi yang berguna saat memperkuat ketahanan
mukosa dan memajukan penyembuhan luka (Reichert, 1993).
Sedangkan piridoksin bersama dengan piridoksal dan piridoksamin,
adalah jenis senyawa yang dapat disebut sebagai vitamin B6.
Piridoksin berbeda dari piridoksamin pada substituen posisi nomor
'4' dari cincin karbonnya. Piridoksin sering digunakan dalam bentuk
commit to user
berbagai tumbuhan. Piridoksin dan berbagai zat antiulcer lain
mampu mengurangi jumlah sel mast dan gravitasi mukosa lambung
(Mahmud, 2006).
2. Lambung
Lambung/ventrikulus adalah bagian endokrin dan eksokrin
campuran yang mencerna dan mensekresikan hormon (Junqueira, 1997).
Ruang pada lambung berbentuk kantung mirip huruf J yang terletak
diantara esofagus dan usus halus (Sherwood, 2001). Berdasarkan
anatomis, histologis dan fungsional lambung dibagi menjadi tiga bagian.
Fundus adalah bagian lambung yang terletak di atas lubang esofagus.
Bagian tengah atau utama lambung adalah korpus. Lapisan otot polos di
fundus dan di korpus relatif lebih tipis, tetapi bagian bawah lambung,
antrum memiliki otot lebih tebal (Sherwood, 2001).
a. Anatomi dan Morfologi Lambung
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di
abdomen atas tepat di bawah diagfragma (Lindseth, 2006).
Ventrikulus mempunyai dua lubang yaitu ostium cardiacum dan
ostium pyloricum. Lambung juga mempunyai dua
curvatura/lengkungan yang dikenal sebagai curvatura gastrica mayor
dan curvatura gastrica minor. Ventriculus mempunyai tiga buah
incisura, yaitu incisura cardiaca, incisura angularis dan sulcus
commit to user
dan terletak di sebelah kiri ostium cardiacus. Corpus adalah bagian
ventriculus dari ostium cardiacum sampai incisura angularis.
Anthrum pyloricum adalah bagian lambung yang paling berbentuk
seperti lambung, dimana lapisan ototnya tebal membentuk musculus
spinchter pyloricus. Pada permukaan dalam ventriculus dapat
dijumpai plica gastrica, rugae mucosae, dan canalis gastricus
waldeyer (Budianto, 2003).
b. Lapisan Lambung
Lambung memiliki beberapa lapisan jika ditinjau dari
histologisnya. Lapisan-lapisan tersebut adalah:
1) Tunika Mukosa
Mukosa, lapisan terdalam lambung, tersusun atas
lipatan-lipatan longitudinal disebut rugae, yang memungkinkan
terjadinya distensi lambung sewaktu diisi makanan. Terdapat
beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan
menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya (Lindseth,
2006). Epitel yang melapisi adalah epitel selapis silindris yang
menghasilkan mukus. Intinya bulat dan lonjong dekat bagian
basal dan mengandung granula mukosa (Junqueira, 1997). Pada
bagian apikalnya memiliki vili pendek yang ujungnya
dilengkapi filamen-filamen halus dari glikokaliks yang jarang.
Lamina propria terdiri atas anyaman longgar serat retikuler dan
commit to user
mengandung limfosit, eosinofil, sel mast, dan beberapa sel
plasma (Bloom & Fawcett, 2002).
2) Tunika Submukosa
Submukosa tersusun atas jaringan areolar longgar yang
menghubungkan lapisan mukosa dan lapisan muskularis
(Lindseth, 2006). Submukosa diserbuk oleh sel-sel limfosit,
makrofag, dan sel mast (Junqueira, 1997). Jaringan areolar
pada submukosa memungkinkan mukosa bergerak dengan
gerakan peristaltik. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf,
pembuluh darah, dan saluran limfe (Lindseth, 2006). Sedikit sel
adiposa mungkin terdapat pada submukosa (Bloom & Fawcett,
2002).
3) Tunika Muskularis
Tidak seperti bagian cerna lain, tunika muskularis tersusun atas
tiga lapis dan bukan dua lapis otot polos. Lapisan yang paling
luar adalah lapisan longitudinal, lapisan sirkulare di bagian
tengah dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot
yang unik ini memungkinkan berbagai macam kombinasi
kontraksi yang diperlukan untuk memecah makanan menjadi
partikel-partikel yang kecil, mengaduk dan mencampur
makanan tersebut dengan cairan lambung, dan mendorongnya
commit to user
4) Tunika Serosa
Tunika serosa lambung merupakan lapisan paling luar yang
merupakan bagian dari peritoneum visceralis (Lindseth, 2006).
c. Kelenjar Lambung
Beberapa kelenjar di dalam lambung memengaruhi aktivitas
pencernaan dan menyekresikan getah untuk melindungi lambung.
Kelenjar-kelenjar tersebut adalah:
1) Kelenjar Kardia
Kelenjar kardia berada di dekat orifisium kardia dan
menyekresikan mukus. Mukus ini berfungsi protektif terhadap
sel epitel lambung (Valle, 2005).
2) Kelenjar Fundus atau Gastrik
Kelenjar ini terletak di fundus dan pada hampir seluruh korpus
lambung. Kelenjar gastrik memiliki tiga tipe utama sel. Sel-sel
zimogenik (chief cell) menyekresikan pepsinogen. Pepsinogen
diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Pepsinogen
berfungsi untuk mencerna protein di dalam lambung dan
memecah rantai protein menjadi polipeptida. Sel-sel parietal
menyekresikan asam hidroklorida (HCl) dan faktor intrinsik. HCl
yang dihasilkan berfungsi mematikan agen-agen berbahaya dan
mencerna makanan. Sedangkan, faktor intrinsik diperlukan untuk
absorbsi vitamin B12 di dalam usus halus. Sel-sel mukus
commit to user
bersifat protektif terhadap lambung. Selain kelenjar-kelenjar
yang telah disebutkan, terdapat juga hormon gastrin pada
lambung (Lindseth, 2006; Valle, 2005). Hormon gastrin
diproduksi oleh sel G yang terletak di pilorus lambung. Gastrin
merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam
hidroklorida dan pepsinogen (Lindseth, 2006). Sel
Enteroendokrin ditemukan di dasar kelenjar lambung. Sel ini
berbentuk piramidal atau lonjong, menyelip di antara dasar
sel-sel eksokrin berdekatan dari epitel. Sebagian memiliki apeks
sempit yang menjulur ke lumen, lainnya terbatas pada dasar
epitel. Sebagian dari sel-sel enteroendokrin memiliki sifat-sifat
sitokimia yang biasanya dimiliki sel penghasil hormon peptide
dan oleh beberapa peneliti digolongkan bersama dengan istilah
sel-sel AUPD (Amine Precursor Uptake and Decarboxylation).
Sel-sel AUPD tidak hanya terbatas pada saluran gastrointestinal
namun juga terdapat di saluran nafas dan tempat lain tubuh.
Sel-sel enteroendokrin mukosa lambung mencakup: Sel-sel G penghasil
gastrin, sel EC penghasil serotonin, sel D penghasil somatostatin,
dan sel A penghasil enteroglukagon. Diantara sel-sel tersebut, sel
G mempunyai manfaat fisiologik paling besar. Sel G paling
banyak terdapat di antrum pilori. Bentuknya piramidal dengan
apeks sempit yang dilengkapi mikrovili panjang. Sel G
commit to user
motilitas lambung dan stimulator kuat agar sel-sel okstinsik
menghasilkan asam (Bloom & Fawcett, 2002).
d. Sistem Pertahanan Lambung
Pertahanan mukosa gastroduodenal dalam keadaan normal
merupakan sistem yang mampu melakukan pemulihan dan bisa
bertahan terhadap bahan-bahan yang merusak seperti asam lambung,
pepsin, asam empedu, enzim pankreas, obat-obatan dan bakteri.
Sistem pertahanan atau sistem defensif mukosa gastroduodenal
terdiri dari 3 rintangan yakni lapisan pre epitel, sel epitel permukaan
dan sub epitel (Tarigan, 2006). Selain itu, beberapa hal yang penting
untuk pertahanan mukosa lambung adalah mukus, daya regenerasi
sel, aliran darah mukosa dan prostaglandin. Mukus lambung
merupakan protektor iritasi mekanis dan kimiawi. Mukus dapat
memproteksi mukosa lambung dari asam dan pepsin. Pertahanan
lambung juga dibantu daya regenerasi lambung yang cepat. Daya
regenerasi yang tinggi ini membuat epitel lambung yang rusak selalu
diganti sehingga tidak menghasilkan erosi pada epitelnya. Selain itu,
aliran darah mukosa ikut menjaga keutuhan sel dengan
mengeluarkan asam yang berlebihan di dalam sel dengan
memelihara oksigenasi jaringan sehingga membuffer difusi balik
asam. Dalam pertahanan lambung, prostaglandin memperbaiki aliran
darah dan mukosa serta menghambat sekresi asam (Amirudin &
commit to user
Selain itu, faktor agresif di atas, kondisi psikologis juga
berpengaruh pada lambung. Kondisi seperti capek, stress, akan
memacu sekresi sel parietal untuk mengeluarkan HCl. Dalam hal ini,
kondisi psikologis yang kurang baik dapat menurunkan pertahanan
lambung (Sherwood, 2001).
3. Aspirin
Obat antiinflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih
dikenal dengan sebutan NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory
Drugs) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgesik
(pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan antiinflamasi (anti
radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk membedakan jenis
obat-obatan ini dengan steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. NSAID
bukan tergolong obat-obatan jenis narkotika (Rossi, 2006). Anti
Inflamasi Non Steroid (AINS; NSAID) umum digunakan untuk
mengobati peradangan/inflamasi, nyeri, dan demam dengan
menghambat sintesis prostaglandin melalui blokade enzim
siklooksigenase (COX). Masih sedikit penelitian yang mendukung
mengenai efektivitas terapi nyeri ketika dibandingkan dengan semua
AINS (Dewabenny, 2010). AINS menghambat COX-1 dan COX-2,
dimana COX-1 bermanfaat mempertahankan integritas mukosa gaster
dan duodenum, renal blood flow dan aktifitas koagulasi. Jika aktifitas
commit to user
OAINS tersebut yaitu perdarahan gaster dan duodenum, renal
insufisiensi dan perdarahan pada tempat lain. Kemudian, ekspresi
COX-2 akan meningkat seiring dengan beratnya proses inflamasi. Jika aktifitas
COX-2 dihambat dengan OAINS maka proses inflamasi akan berkurang
(Simon, 2001).
Aspirin menghambat agregasi platelet melalui penghambatan
jalur COX-1. Aspirin memiliki sifat unik dibandingkan dengan yang lain
karena berikatan secara irreversibel dan kovalen dengan enzim COX
yang bertanggung jawab untuk mediasi agregasi platelet, dan
berlangsung selama umur hidup platelet ( 8 – 12 hari). Karena proteksi
gastrointestinal dimediasi oleh prostaglandin yang terbentuk melalui
enzim COX-1, maka pemberian aspirin terhadap lambung dapat
meningkatkan HCl dan menurunkan sekresi mukus yang melindungi
lambung (Dewabenny, 2010).
Aspirin juga dapat menyebabkan hipersensitivitas. Pada beberapa
pasien dengan asma bronkial, terutama yang mempunyai trias: rinitis
vasomotor, poliposis nasal dan asma akut sering mengalami reaksi ini.
Hal ini disebabkan oleh hambatan prostaglandin yang bersifat
bronkodilator. Hambatan terhadap jalur siklo-oksigenase akan
mendorong metabolisme asam arakidonat ke arah pembentukan produk
lipoksigenase seperti zat anafilaksis yang bereaksi lambat dan leukotrien
(C4 dan D4). Zat-zat ini dapat mencetuskan bronkospasme. Pasien yang
commit to user
karena itu harus dihindari. Reaksi anafilaksis telah dilaporkan pada
beberapa OAINS lain terutama tolmetin dan zomepirac. Zomepirac telah
ditarik dari peredaran oleh karena efek sampingnya (Nasution, 1992).
4. Mekanisme Kerusakan Lambung oleh Aspirin dan Mekanisme
Gastroprotektor Kacang Hijau
Kerusakan lambung diakibatkan ketidakseimbangan antara faktor
defensif dengan faktor agresif (Nasution, 1992). Faktor defensif
merupakan faktor yang mempertahankan keadaan lambung, sedangkan
faktor agresif adalah faktor yang merusak mukosa lambung.
Asam asetil salisilat merupakan asam lemah dan sangat kecil
terionkan dalam lambung pada pemberian oral. Hal ini menyebabkan H+
dan anion terkait asam tersebut tetap menyatu sehingga tidak larut dalam
kondisi asam dari lambung dan menyebabkan absorbsinya di tunda
(Valle, 2005). Aspirin juga merupakan asam larut lemak sehingga dapat
menembus membran plasma sel epitel yang melapisi mukosa lambung
secara cepat (Sherwood, 2001). Mukus pada lambung melindungi
lambung dengan cara mencegah difusi asam dari lumen ke mukosa
(Amirudin & Usman, 1991). Jika mukosa lambung di tembus dengan
asam, maka lambung menjadi luka dan perdarahan (Valle, 2005).
Selain itu, sifat aspirin menghambat enzim COX-1 yang
mengakibatkan berkurangnya kadar prostaglandin pada lambung.
commit to user
peran sentral pada pertahanan dan perbaikan sel epitel lambung,
menghasilkan mukus bikarbonat, menghambat sekresi sel parietal,
mempertahankan sirkulasi mukosa, dan restitusi sel epitel lambung
(Tarigan, 2006).
Mekanisme gastroprotektor kacang hijau terhadap lambung dapat
dengan cara memperbaiki sirkulasi lambung yaitu dengan cara
vasodilatasi aliran darah lambung. Zat-zat yang terkait adalah
alpha-linoleic-acid, arginin, dan serat. Selain dengan cara vasodilatasi, dapat
juga dengan efek antiinflamasi yang terkandung dalam linoleic acid,
magnesium, oleic-acid,dan mufa (Duke, 2010). Terdapat juga efek
antiulcer pada pektin dan piridoksin juga antihistamin dari oleic acid dan
linoleic acid. Selain itu, efek antioksidan dan pro-kolagen dari
ascorbic-acid dan efek mukogenik dari beta karoten menambah proteksi sel-sel
lambung terhadap makanan, asam lambung yang berlebih, dan kadar
commit to user
: menghambat : dikatalis oleh
commit to user
C. Hipotesis
1. Pemberian kacang hijau dapat memperbaiki stuktur histologis mukosa
lambung mencit (Mus musculus) yang terpapar aspirin.
2. Peningkatan dosis kacang hijau dapat meningkatkan efek perbaikan
terhadap stuktur histologis mukosa lambung mencit (Mus musculus)
commit to user
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.
Peneliti mengadakan perlakuan terhadap sampel yang telah ditentukan yaitu
berupa hewan coba di laboratorium.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
C. Subjek Penelitian
1. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus
musculus) dengan kriteria subjek berjenis kelamin jantan, strain Swiss
Webster dan berumur 2-3 bulan dengan berat badan ± 20 gr.
2. Besar sampel: tiga puluh enam (36) ekor mencit
Menurut Purawisastra (2001), besar sampel yang digunakan berdasarkan
rumus Federer yaitu :
(k-1) (n-1) > 15
(4-1) (n-1) > 15
3 (n-1) > 15
3n > 15+3
n > 6 ~ 7
Keterangan :
k : Jumlah kelompok
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. Peneliti
mengadakan perlakuan terhadap sampel yang telah ditentukan yaitu berupa
hewan coba di laboratorium.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
C. Subjek Penelitian
1. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus
musculus) dengan kriteria subjek berjenis kelamin jantan, strain Swiss
Webster dan berumur 2-3 bulan dengan berat badan ± 20 gr.
2. Besar sampel: dua puluh lima (36) ekor mencit
Menurut Purawisastra (2001), besar sampel yang digunakan berdasarkan
rumus Federer yaitu :
(k-1) (n-1) > 15
(4-1) (n-1) > 15
3 (n-1) > 15
3n > 15+3
n > 6 ~ 7
Keterangan :
k : Jumlah kelompok
commit to user
Pada penelitian ini besar sampel untuk tiap kelompok ditentukan
sebanyak 9 ekor mencit (n > 6), dan jumlah kelompok mencit ada 4
sehingga penelitian ini membutuhkan 36 mencit dari populasi yang ada.
D. Teknik Sampling
Teknik sampling yang dipakai adalah incidental sampling. Sampel
diperoleh dengan mengambil begitu saja subjek penelitian yang ditemui dari
populasi yang ada.
Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian
Keterangan :
KK = Kelompok kontrol tanpa diberi kacang hijau dan aspirin.
KPI = Kelompok perlakuan I yang diberi aspirin tanpa diberi kacang hijau.
KPII = Kelompok perlakuan II yang diberi aspirin dan kacang hijau dosis I.
KPIII = Kelompok perlakuan III yang diberi aspirin dan kacang hijau dosis
II.
(-) = Pemberian aquades 0,20 ml dan 0,25 ml peroral/mencit pada
commit to user
X I = Pemberian aspirin 84 mg/kgBB mencit dan aquades 0,25 ml
perhari pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dilanjutkan dengan
aquades 0,25 ml pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan
X II = Pemberian aspirin 84 mg/kgBB mencit perhari dan 1 jam kemudian
diberikan kacang hijau dosis I yaitu 0,05 gr/20 grBB mencit pada
hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang
hijau 0,05 gr/20grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan
X III = Pemberian aspirin 84 mg/kgBB mencit perhari dan 1 jam kemudian
diberikan kacang hijau dosis II yaitu 0,10 gr/20 grBB mencit pada
hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang
hijau 0,10 gr/20grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan
O0 = Gambaran histologis mukosa lambung mencit pada bagian
kurvatura minor pada kelompok kontrol.
O1 = Gambaran histologis mukosa lambung mencit pada bagian
kurvatura minor pada KP1.
O2 = Gambaran histologis mukosa lambung mencit pada bagian
kurvatura minor pada KP2.
O3 = Gambaran histologis mukosa lambung mencit pada bagian
kurvatura minor pada KP3
Pengamatan keadaan mukosa lambung mencit pada bagian kurvatura minor
dilakukan setelah hari ke-14 sejak adaptasi dimulai.
F. Identifikasi variabel penelitian
1. Variabel bebas : Pemberian kacang hijau.
commit to user
3. Variabel luar
a. Variabel luar terkendali
Variasi genetik, jenis kelamin, umur, suhu udara, berat badan, dan jenis
pakan mencit semuanya diseragamkan.
b. Variabel luar tak terkendali
Kondisi psikologis, reaksi hipersensitivitas dan keadaan awal lambung
mencit.
G. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel bebas: pemberian kacang hijau
Kacang hijau yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang
hijau yang bagus bewarna hijau dan masih segar yang bisa didapatkan di
pasar. Kacang hijau kemudian dibersihkan, ditumbuk atau diblender tanpa
air kemudian ditimbang dan diberikan secara per oral dengan sonde
lambung dalam 2 dosis yaitu 3 gr kacang hijau dilarutkan dengan 15 ml air
sehingga untuk 0,05 gr didapatkan 0,25 ml larutan kacang hijau dan dosis
2 kalinya yaitu 0,5 ml larutan kacang hijau.
a. Dosis I : 0,05 gr/20grBB mencit/hari dosis kacang hijau diberikan
pada mencit KP2 1 jam setelah pemberian aspirin pada hari ke 1-3
perlakuan dan 0,05 gr/20grBB mencit/hari ke 4-6 perlakuan.
b. Dosis II : 0,1 ml/20grBB mencit/hari dosis kacang hijau diberikan
pada mencit KP3 1 jam setelah pemberian aspirin pada hari ke 1-3
commit to user
2. Variabel terikat: Keadaan histologis mukosa lambung
Diukur dengan melihat tingkat kerusakan mukosa lambung pada
bagian kurvatura minor dimana vaskularisasi sangat sedikit sehingga
mudah mengalami perlukaan akibat faktor agresif (Sangelorang, 1998).
a. Normal : tidak terdapat sebukan limfosit dan tidak terdapat
kerusakan mukosa serta eksfoliasi sel epitel
b. Kerusakan ringan : terdapat sebukan limfosit disertai sel-sel radang
di lamina propria, dan eksfoliasi sel epitel
superfisial
c. Kerusakan berat : terdapat pelepasan sebagian atau seluruh jaringan
mukosa sampai ke lapisan submukosa dengan
atau tanpa terlihat tanda-tanda perdarahan.
Untuk keperluan uji statistik, maka masing-masing kategori
diberikan skor. Gambaran mikroskopis normal diberi skor 0, gambaran
mikroskopis kerusakan ringan diberi skor 1, sedangkan gambaran
mikroskopis kerusakan berat diberi skor 2. Skala yang pengukuran
variabel terikat adalah skala ordinal. Dicari pada semua bagian mukosa di
kurvatura minor.
3. Variabel luar terkendali
a. Variasi genetik
Jenis hewan coba yang digunakan adalah mencit (Mus musculus)
dengan galur Swiss webster.
b. Jenis kelamin
commit to user
c. Umur
Umur mencit pada penelitian ini adalah 2-3 bulan.
d. Suhu udara
Hewan percobaan diletakkan dalam ruangan dengan suhu udara
berkisar antara 25-28o C.
e. Berat badan
Berat badan hewan percobaan + 20 g.
f. Jenis makanan
Makanan yang diberikan berupa pellet dan minuman dari air PAM.
g. Keadaan awal lambung hewan coba
Hewan coba dipilih yang sehat dan diadaptasikan dengan baik
sehingga diminimalisasikan adanya kerusakan lambung sebelum
perlakuan.
4. Variabel luar tak terkendali
a. Kondisi psikologis mencit dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.
Lingkungan yang terlalu ramai dan gaduh, pemberian perlakuan yang
berulang kali, dan perkelahian antar mencit dapat mempengaruhi
kondisi psikologis mencit.
b. Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi karena adanya variasi kepekaan
commit to user
H. Instrumentasi dan Bahan Penelitian
1. Alat-alat yang digunakan
a. Kandang mencit 4 buah masing-masing untuk 9 ekor mencit.
b. Timbangan hewan.
c. Timbangan obat.
d. Alat bedah hewan percobaan (scalpel, pinset, gunting, jarum, meja).
e. Sonde lambung.
f. Alat untuk pembuatan preparat histologi.
g. Mikroskop cahaya medan terang.
h. Gelas ukur dan pengaduk.
i. Kamera digital
2. Bahan yang digunakan
a. Aspirin.
b. Makanan hewan percobaan (pellet).
c. Aquades.
d. Air PAM.
e. Bahan untuk pembuatan preparat histologi dengan pengecatan HE.
f. Kacang hijau
I. Cara Kerja
1. Dosis dan pengenceran kacang hijau
Kacang hijau yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang
commit to user
pasar. Untuk pembuatan larutan, dilakukan di Laboratorium Histologi FK
UNS.
Perhitungan kacang hijau :
Untuk dosis kacang hijau pada mencit, menggunakan faktor
konversi dosis untuk manusia dengan berat badan 70 kg pada mencit
dengan berat badan 20 gr adalah 0,0026 (Ngatidjan, 1991). Menurut
Agustin dalam bukunya yang berjudul Pengobatan Tradisional, dosis
tepung kacang hijau yang digunakan untuk manusia adalah satu sendok
makan (15 ml) atau 18 gr untuk manusia dengan berat badan 70 kg. Nilai
konversi 0,0026 untuk mencit maka 18 x 0,0026 = 0,05 gr untuk mencit
dengan berat badan 20 gr.
Kacang hijau dicuci, dihancurkan tanpa air, kemudian ditimbang.
3 gr kacang hijau dilarutkan dengan 15 ml air sehingga untuk 0,05 gr
didapatkan 0,25 ml larutan kacang hijau.
Kemudian, untuk mengetahui dosis yang paling efektif dalam
memperbaiki kerusakan sel epitel mukosa lambung dipakai dosis 2
kalinya yaitu 0,50 ml larutan kacang hijau.
Jadi, dalam penelitian ini dipakai dua dosis kacang hijau, yaitu
dosis pertama 0,05 gr/20grBB dan dosis kedua 0,1 gr/20grBB.
2. Dosis dan pengenceran aspirin
Dosis aspirin yang diketahui dapat merusak mukosa lambung tikus
commit to user
mencit adalah 0,14. Jadi, dosis untuk mencit adalah 0,14 x 600 = 84
mg/KgBB atau untuk mencit dengan berat badan 20 gr = 1,7 mg aspirin
Aspirin 500 mg dilarutkan dalam aquadest hingga 59 ml. Dalam 1
ml larutan aspirin mengandung 8,5 mg aspirin. Dosis pemberian aspirin
peroral adalah 1,7 mg/20 gr berat badan mencit. Jumlah yang diberikan
yaitu 0,20 ml = 84 mg/kgBB mencit setiap kali pemberian. Aspirin ini
diberikan pada kelompok perlakuan 1, 2, dan 3. Preparat aspirin yang telah
dilarutkan dalam aquades ini diberikan satu kali sehari.
3. Persiapan mencit
Mencit diadaptasikan selama tujuh hari di Laboratorium Histologi
Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta. Sesudah adaptasi, keesokan harinya
dilakukan penimbangan untuk menentukan dosis dan dilakukan perlakuan.
4. Pengelompokan Subjek
Pada minggu kedua mulai dilakukan percobaan. Selanjutnya subjek
dikelompokkan menjadi empat kelompok secara random, dan
masing-masing kelompok terdiri dari 9 mencit. Adapun pengelompokan subjek
adalah sebagai berikut:
KK = Kelompok kontrol diberi aquades 0,20 ml peroral/mencit dan
aquades 0,25 ml setiap hari selama 9 hari berturut-turut.
Kemudian dilanjutkan aquades 0,25 ml dari hari ke-11 hingga
hari ke-13
b. KP1 = Kelompok perlakuan I diberi aspirin 84 mg/kgBB mencit dan
commit to user
dan dilanjutkan pemberian aquades 0,25 ml pada hari ke-4
hingga ke-6 perlakuan.
c. KP2 = Kelompok perlakuan II diberi aspirin 84 mg/kgBB mencit
1x/hari diberikan 2 jam setelah makan dan kacang hijau peroral
dosis I yaitu 0,05 gr/20grBB mencit pada hari ke-1 hingga ke-3
perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,05
gr/20grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan.
d. KP3 = Kelompok perlakuan III diberi aspirin 84 mg/kgBB mencit
1x/hari diberikan 2 jam setelah makan dan kacang hijau peroral
dosis II yaitu 0,10 gr/20grBB mencit pada hari 1 hingga
ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,10
gr/20grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan.
5. Penelitian Pendahuluan
Pada penelitian pendahuluan, mencit telah diadaptasikan selama 7
hari, kemudian mencit ditimbang berat badannya. Perlu diketahui, mencit
yang digunakan untuk penelitian ini tidak termasuk dengan mencit yang
digunakan untuk perlakuan nantinya. Setelah 2 jam dipuasakan sehabis
makan, mencit diberi aspirin dengan dosis 84 mg/kgBB kemudian
ditunggu selama 2 jam untuk mengetahui sejauh mana kerusakan yang
telah ditimbulkan setelah diinduksi aspirin. Setiap 1 jam, seekor mencit
dikorbankan dan dilihat lambungnya untuk menentukan derajat kerusakan
commit to user
Hasil dari penilitan ini didapatkan kerusakan mukosa lambung
derajat ringan pada mencit pertama yang dikorbankan 1 jam setelah
pemberian aspirin. Sedangkan pada mencit yang dikorbankan setelah 2
jam pemberian aspirin mengalami kerusakan mukosa lambung derajat
berat.
6. Cara Kerja dan Perlakuan
Pada perlakuan sesungguhnya, mencit yang sudah dikelompokkan
kemudian diadaptasikan terhadap lingkungan Laboratorium Histologi FK
UNS selama 7 hari serta diberi makan dan minum secara ad libitum dan
pada hari ke-8 dilakukan penimbangan untuk menentukan dosis dan
dilakukan perlakuan. Kemudian sampel dibagi menjadi 4 kelompok,
dengan masing-masing kelompok 9 ekor dengan cara random. Kelompok
kontrol diberi aquadest per oral selama 13 hari. Kelompok perlakuan 1
diberi Aspirin dengan dosis 84 mg/Kg BB peroral dan aquades 0,25 ml
perhari selama 3 hari dimulai dari hari pertama hingga hari ke-3 perlakuan
dilanjutkan pemberian aquades 0,25 ml pada hari ke-4 hingga ke-6
perlakuan.
Kelompok perlakuan 2 diberi aspirin dengan dosis 84 mg/Kg BB
peroral 2 jam setelah makan di siang hari dan 1 jam kemudian diberikan
kacang hijau 0,05 gr/20grBB 1x/hari diberikan sejak hari pertama hingga
hari ke-3 perlakuan, kemudian dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,05
gr/20grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan. Kelompok perlakuan 3
commit to user
dan 1 jam kemudian diberikan kacang hijau 0,10 gr/20grBB sejak hari
pertama hingga hari ke-3 perlakuan, dan dilanjutkan pemberian kacang
hijau 0,10 gr/20grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan.
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan,
pemberian kacang hijau dilakukan setelah 1 jam pemberian aspirin
karena dalam waktu 1 jam mukosa lambung mencit akan mengalami
kerusakan ringan dan dalam waktu 2 jam akan mengalami kerusakan
commit to user Aquades 0,25
ml
Aquades 0,25 ml Kacang hijau
0,05 gr/20grBB
Kacang hijau 0,10 gr/20grBB
Dilanjutkan hingga hari ke-13 penelitian, kemudian hewan dikorbankan dan dibuat preparat
Dipuasakan 2 jam setelah pemberian pakan
Sampel 36 ekor mencit
Diadaptasikan selama 7 hari, dengan pemberian pakan dan air minum dari PAM
Aspirin dosis 84/KgBB
Perlakuan dilanjutkan sampai hari ke-10 penelitian
Aquades 0,2 ml
Hari ke-8 ditimbang BB untuk menentukan dosis dan perlakuan
ditunggu sekitar 1 jam
Gambar 3.2 Skema Alur Penelitian
commit to user
7. Pengukuran hasil
Setelah perlakuan selesai, pada hari ke-14 semua hewan percobaan
dikorbankan dengan cara dislokasi vertebra cervical. Kemudian lambung
pada bagian kurvatura minor diambil untuk selanjutnya dibuat preparat
dengan potongan transversal. Tiap 1 hewan uji dibuat menjadi 3 preparat
dengan ketebalan 7-10 mikron. Preparat dibuat dengan pengecatan HE
dengan metode parafin. Pengamatan preparat dengan perbesaran 100x
untuk mengamati seluruh lapang pandang.
J. Teknik analisis data
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji statistic
Kruskal-Wallis (α = 0, 05) untuk mengetahui bahwa paling sedikit ada satu
kelompok menunjukkan nilai yang lebih besar daripada kelompok lainnya.
Kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney (α = 0, 05) untuk
mengetahui perbedaan yang bermakna antara dua kelompok perlakuan
(Murthi, 1994). Data diolah dengan program komputer Statistical Product
commit to user
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Data hasil penelitian berupa tingkat kerusakan mukosa lambung yaitu
kerusakan ringan, berat, ataukah normal yang dilihat pada seluruh lapang
pandang tiap 1 preparat mukosa lambung mencit bagian kurvatura minor.
Untuk masing-masing kelompok yaitu kelompok kontrol, kelompok
perlakuan I, kelompok perlakuan II, dan kelompok perlakuan III dapat dilihat
dalam gambar berikut ini:
0 1 2 3 4 5 6 7
kontrol KP I KP II KP III
normal
kerusakan ringan
kerusakan berat
Gambar 4.1 Tingkat Kerusakan Mukosa Lambung pada Kelompok Kontrol,
commit to user
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Data hasil penelitian berupa tingkat kerusakan mukosa lambung yaitu
kerusakan ringan, berat, ataukah normal yang dilihat pada seluruh lapang
pandang tiap 1 preparat mukosa lambung mencit bagian kurvatura minor.
Untuk masing-masing kelompok yaitu kelompok kontrol, kelompok
perlakuan I, kelompok perlakuan II, dan kelompok perlakuan III dapat dilihat
dalam gambar berikut ini:
0 1 2 3 4 5 6 7
kontrol KP I KP II KP III
normal
kerusakan ringan
kerusakan berat
Gambar 4.1 Tingkat kerusakan mukosa lambung pada kelompok kontrol,
commit to user
Keterangan :
K : Kelompok kontrol diberi aquades 0,2 ml dan 0,25 ml
peroral/mencit pada kelompok kontrol selama 6 hari perlakuan
KP I : Kelompok perlakuan I yang diberi aspirin 84 mg/kgBB mencit
dan aquades 0,25 ml perhari pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan
dilanjutkan dengan aquades 0,25 ml pada hari ke-4 hingga ke-6
perlakuan
KP II : Kelompok perlakuan II yang diberi aspirin 84 mg/kgBB mencit
perhari dan 1 jam kemudian diberikan kacang hijau dosis I yaitu
0,25 ml/20 grBB mencit pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan
dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,25 ml pada hari ke-4 hingga
ke-6 perlakuan
KP III : Kelompok perlakuan III diberi aspirin 84 mg/kgBB mencit
perhari dan 1 jam kemudian diberikan kacang hijau dosis II yaitu
0,5 ml/20 grBB mencit pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan
dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,5 ml pada hari ke-4 hingga
ke-6 perlakuan
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa gambaran histologis mukosa
lambung pada kelompok kontrol terdapat empat preparat dalam keadaan
normal dan tiga preparat dengan kerusakan ringan. Pada kelompok perlakuan
I yang hanya diberikan aspirin terdapat tujuh preparat dengan kerusakan
berat. Sedangkan pada kelompok perlakuan II dan III, selain diberikan aspirin
commit to user
penurunan jumlah kerusakan mukosa yang signifikan jika dibandingkan
dengan kelompok perlakuan I, yaitu pada kelompok perlakukan II dengan
tiga preparat dalam keadaan normal serta empat preparat dengan kerusakan
ringan, dan kelompok perlakuan III satu preparat dalam keadaan normal,
serta enam preparat sisanya dalam kerusakan ringan.
B. Analisis Data
Data tersebut kemudian diuji dengan uji non parametrik. Karena
data yang didapat merupakan data kategorikal dengan skala ordinal dan
kelompok perlakuan lebih dari 2 kelompok, maka digunakan uji
Kruskall-Wallis untuk menguji data tersebut.
Uji Kruskall-Wallis dengan tingkat signifikansi 5% (α = 0,05)
bertujuan mengetahui bahwa paling sedikit ada satu kelompok menunjukkan
nilai yang lebih besar daripada kelompok lainnya.
Tabel 4.2 Hasil Uji Kruskal-Wallis antara Kelima Kelompok
Keadaan Lambung
p Pengambilan keputusan
Histologis
Mukosa
0,000 (p<0,05) Ho ditolak à signifikan
Pada uji Kruskal-Wallis didapatkan nilai signifikasi terhadap keadaan
histologis mukosa lambung 0,000 dimana signifikasi p<0,05, sehingga Ho
ditolak, yang artinya H1 diterima. Dimana H1 adalah data diantara keempat
commit to user
Untuk mengetahui letak perbedaan keadaan histologis mukosa
lambung keempat kelompok tersebut selanjutnya dilakukan uji
Mann-Whitney. Hasil ujinya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini:
Tabel 4.3 Hasil Uji Mann-Whitney Keadaan Histologis Mukosa Lambung
No. Pasangan kelompok Signifikansi/p< 0,05 Simpulan
1. KK – KP I 0,001 Berbeda signifikan
2. KK – KP II 0,606 Tidak signifikan
3. KK – KP III 0,107 Tidak signifikan
4. KP I – KP II 0,001 Berbeda signifikan
5. KP I – KP III 0,000 Berbeda signifikan
6. KP II – KP III 0,254 Tidak signifikan
Dari hasil di atas p<0,05 dikatakan signifikan. Pada pasangan
kelompok KK – KP I, KP I – KP II, dan KP I – KP III didapatkan p<0,05.
Maka hasil dari pasangan kelompok tersebut adalah signifikan yang berarti
terdapat perbedaan bermakna dari pasangan kelompok di atas.
Sebaliknya, pada pasangan kelompok KK – KP II, KK – KP III, dan
KP II – KP III mempunyai hasil p>0,05. Dengan kata lain, hasil dari
pasangan kelompok tersebut tidak signifikan yang berarti tidak ada perbedaan
commit to user
42
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan 36 ekor mencit yang dibagi dalam empat
kelompok yaitu kelompok kontrol (KK), kelompok perlakuan I (KP-I), kelompok
perlakuan II (KP-II), dan kelompok perlakuan III (KP-III). Dari 36 mencit yang
ada, hanya tujuh mencit perkelompok yang digunakan lambungnya sehingga 28
mencit digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis. Kelompok kontrol hanya
diberi diet standar, aquades 0,2 ml dan 0,25 ml peroral/mencit selama 6 hari
perlakuan. Kelompok perlakuan I diberi diet standar dan aspirin 84 mg/kgBB
mencit serta aquades 0,25 ml perhari pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan
dilanjutkan dengan aquades 0,25 ml pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan.
Kelompok perlakuan II diberi diet standar dan aspirin 84 mg/kgBB mencit
perhari kemudian 1 jam setelah itu diberikan kacang hijau dosis I yaitu 0,05 gr/20
grBB mencit pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian
kacang hijau 0,05 gr/20 grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan. Kelompok
perlakuan III diberi diet standar dan aspirin 84 mg/kgBB mencit perhari serta 1
jam kemudian diberikan kacang hijau dosis II yaitu 0,10 gr/20 grBB mencit pada
hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,10
gr/20 grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan.
Pengamatan pada penelitian ini adalah pengaruh pemberian kacang hijau
terhadap kerusakan histologis mukosa lambung mencit yang dipapar dengan
commit to user
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan 36 ekor mencit yang dibagi dalam empat
kelompok yaitu kelompok kontrol (KK), kelompok perlakuan I (KP-I), kelompok
perlakuan II (KP-II), dan kelompok perlakuan III (KP-III). Dari 36 mencit yang
ada, hanya tujuh mencit perkelompok yang digunakan lambungnya sehingga 28
mencit digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis. Kelompok kontrol hanya
diberi diet standar, aquades 0,2 ml dan 0,25 ml peroral/mencit selama 6 hari
perlakuan. Kelompok perlakuan I diberi diet standar dan aspirin 84 mg/kgBB
mencit serta aquades 0,25 ml perhari pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan
dilanjutkan dengan aquades 0,25 ml pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan
Kelompok perlakuan II diberi diet standar dan aspirin 84 mg/kgBB mencit
perhari kemudian 1 jam setelah itu diberikan kacang hijau dosis I yaitu 0,05 gr/20
grBB mencit pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian
kacang hijau 0,05 gr/20 grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan. Kelompok
perlakuan III diberi diet standar dan aspirin 84 mg/kgBB mencit perhari serta 1
jam kemudian diberikan kacang hijau dosis II yaitu 0,10 gr/20 grBB mencit pada
hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,10
gr/20 grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan.
Pengamatan pada penelitian ini adalah pengaruh pemberian kacang hijau
terhadap kerusakan histologis mukosa lambung mencit yang dipapar dengan