• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus) TERHADAP PERBAIKAN STRUKTUR HISTOLOGIS MUKOSA LAMBUNG MENCIT (Mus musculus) YANG DIINDUKSI ASPIRIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus) TERHADAP PERBAIKAN STRUKTUR HISTOLOGIS MUKOSA LAMBUNG MENCIT (Mus musculus) YANG DIINDUKSI ASPIRIN"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENGARUH PEMBERIAN KACANG HIJAU (

Phaseolus

radiatus

) TERHADAP PERBAIKAN STRUKTUR HISTOLOGIS

MUKOSA LAMBUNG MENCIT (

Mus musculus

) YANG

DIINDUKSI ASPIRIN

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

AIZAWANDA RIZQI EIFFELLIA G0007181

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan Judul : Pengaruh Pemberian Kacang Hijau (Phaseolus

radiatus) Terhadap Perbaikan Struktur Histologis Mukosa Lambung Mencit

(Mus musculus) Yang Diinduksi Aspirin

Aizawanda Rizqi Eiffellia, NIM/Semester: G0007181/VII, Tahun: 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari Selasa, Tanggal 02 November 2010

Pembimbing Utama

Nama : Suyatmi, dr., Mbiomed.Sci

NIP : 19720105 200112 2 001 ( ______________________ )

Pembimbing Pendamping

Nama : Andri Iryawan, dr., MS. Sp And

NIP : 195311231 985030 1 006 ( ______________________ )

Penguji Utama

Nama : Much. Arief TQ, dr., MS

NIP : 19500913 198003 1 002 ( ______________________ )

Penguji Pendamping

Nama : Mujosemedi, Drs., MSc

NIP : 19600530 198903 1 001 ( ______________________ )

Surakarta,

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes Prof.DR.A.A.Subijanto,dr.,MS.

(3)

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 02 November 2010

Aizawanda Rizqi Eiffellia

(4)

commit to user

iv

ABSTRAK

Aizawanda Rizqi Eiffellia, G0007181, 2010. Pengaruh Pemberian Kacang Hijau

(Phaseolus radiatus) terhadap Perbaikan Struktur Histologis Mukosa Lambung Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Aspirin, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan Penelitian : untuk mengetahui apakah pemberian kacang hijau secara

peroral dapat memperbaiki struktur histologis mukosa lambung mencit yang terpapar aspirin, dan apakah dengan peningkatan dosis kacang hijau dapat meningkatkan efek perbaikannya.

Metode Penelitian : Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorikdengan post test only control group design. Hewan uji menggunakan 28 ekor mencit strain Swiss Webster jantan dibagi dalam 4 kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan I-III (KP I-III). Pada tiga hari pertama KP I-III diberi aspirin 84mg/kg BB dan aquadest 0,25 ml sedangkan KP II dan III diberi kacang hijau dengan dosis bertingkat (0,05 g dan 0,1 gr/ 20g BB). Pada hari ke-4 sampai hari ke-6 berturut-turut pemberian aspirin pada KP I-III dihentikan. Pada KP I tetap diberikan aquadest 0,25 ml sedangkan pada KP II dan III tetap diberikan kacang hijau. Pada hari ke-7 mencit dikorbankan dan diambil lambungnya untuk pembuatan preparat. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan Kruskal-Wallis menggunakan program SPSS for Windows Release 17.

Hasil Penelitian : Penelitian ini dilihat dari pengamatan struktur mikroskopis

lambung mencit pada seluruh lapang pandang yang berasal dari kurvatura minor. Pada kelompok kontrol didapatkan hasil sebagian besar normal, sedangkan pada KP I menunjukkan kerusakan berat. Pada KP II dan III menunjukkan keadaan normal dan kerusakan ringan yang menunjukkan bukti adanya perbaikan mikroskopis. Hasil uji statistik Kruskal-Wallis signifikan dengan adanya perbedaan yang bermakna antara keempat kelompok penelitian p = 0,000 (p<0,050). Hasil uji statistik Mann-Whitney menunjukkan adanya perbaikan struktur histologis yang dilihat dengan perbandingan antara masing-masing dua kelompok, dimana pada KK-KP I, KP I-KP II, & KP I-KP III hasilnya berbeda signifikan dan pada KK-KP II, KK-KP III, & KP II- KP III hasilnya tidak berbeda signifikan.

Simpulan Penelitian : Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa

pemberian kacang hijau dapat memperbaiki struktur histologis lambung akibat paparan aspirin. Peningkatan dosis kacang hijau tidak menghasilkan efek yang lebih baik dari dosis awal untuk memperbaiki kerusakan mukosa lambung mencit.

(5)

commit to user v

ABSTRACT

Aizawanda Rizqi Eiffellia, G0007181, 2010. Effect of Mungbeans (Phaseolus

radiatus) Against Histological Structure Repair of Gastric Mucosal Mice (Mus musculus) Induced by Aspirin, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.

Objective: to determine whether the peroral administration of mungbeans can

improve histologic structure of mice’s gastric mucosal exposed to aspirin, and whether the increased dose of mungbeans to enhance the repair effect.

Methods: This research was experimental laboratory and post test only control group

design. Animal tests using mice 28 male Swiss Webster strain were divided into 4 groups: control group and treatment groups I-III (KP I-III). In the first three days of KP I-III given aspirin 84mg/kg body weight and 0.25 ml distilled water while the KP II and III were given the mungbeans with graded doses (0.05 g and 0.1 g / 20g BW). On day 4 to day-to-6 in a row of aspirin in KP I-III was stopped. On the KP I still be given 0.25 ml distilled water while in the KP II and III still be given the mungbeans. On day-7 mice were sacrificed and stomach was taken for making preparations. The data obtained were analyzed statistically by Kruskal-Wallis using SPSS for Windows Release 17.

Results: This study viewed from the observation of microscopic structure of the

stomach of mice in the entire field of view which comes from the minor curvature. In the control group obtained results largely normal, while in the KP I shows heavy damage. In the KP II and III showed normal circumstances and the minor damage that showed repair of microscopic evidence. The result of Kruskal-Wallis test statistic is significant in the presence of significance differences between the four study groups p = 0.000 (p <0.050). The result of Mann-Whitney statistical test showed histological improvement as seen by comparison between each two groups, where the KK-KP I, I-KP KP II, & III KP I-KP and the results differ significantly in KK-KP II, KP KK-III, & KP KP II-III results are not significantly different.

Research Conclusions: From these results, it can be concluded that administration of

mungbeans can improve histological structure repair of gastric mucosal because of aspirin exposure. Increasing doses of mungbeans did not produce a better effect than the initial dose to repair the damage to gastric mucosa of mice.

(6)

commit to user vi

PRAKATA

Segala puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-Nya dalam menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Kacang Hijau (Phaseolus radiatus) terhadap Perbaikan Gambaran Histologis Mukosa Lambung Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Aspirin”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. A. A. Subijanto, dr., MS., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., MKes., selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Suyatmi, dr., Mbiomed.Sci, selaku pembimbing utama yang telah berkenan meluangkan waktu memberikan bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis. 4. Andri Iryawan, dr., MS. Sp And, selaku pembimbing pendamping atas segala

bimbingan, arahan, dan waktu yang telah beliau luangkan bagi penulis.

5. Much. Arief TQ., dr., MS., selaku penguji utama yang telah berkenan menguji dan memberikan saran dalam penulisan skripsi ini.

6. Mujosemedi, Drs., MSc, selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk memperbaiki kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

7. Hendra Kusnoto, Drs. dan Elly Zandra, selaku orang tua penulis yang telah memberikan doa, memfasilitasi dan memotivasi dengan penuh kasih sayang. 8. Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, para

dosen beserta segenap staf.

9. Tim Skripsi, Perpustakaan FK UNS yang banyak membantu dalam penyelesaian skripsi dan sebagai salah satu tempat mencari referensi.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang turut membantu penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Surakarta, 02 November 2010

(7)

commit to user

vii

DAFTAR ISI

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... ... 3

D. Manfaat Penelitian ... ... 4

BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... ... 5

1. Kacang Hijau ... 5

a. Taksonomi Kacang Hijau ... 6

b. Nama Asing ... 6

c. Morfologi ... 6

(8)

commit to user

viii

2. Lambung ... 12

a. Anatomi dan Morfologi Lambung ... 12

b. Lapisan Lambung ... 13

1) Tunika Mukosa ... 13

2) Tunika Submukosa ... 14

3) Tunika Muskularis ... 14

4) Tunika Serosa ... 15

c. Kelenjar Lambung ... 15

1) Kelenjar Kardia ... 15

2) Kelenjar Fundus atau Gastrik ... 15

d. Sistem Pertahanan Lambung ... 17

3. Aspirin ... 18

4. Mekanisme Kerusakan Lambung oleh Aspirin dan Mekanisme Gastroprotektor Kacang Hijau ... 20

B. Kerangka Pemikiran ...22

C. Hipotesis ... ... 23

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...24

B. Lokasi Penelitian ...24

(9)

commit to user

ix

D. Teknik Sampling ... 25

E. Rancangan Penelitian ... 25

F. Identifikasi Variabel Penelitian ... 26

G. Definisi Operasional Variabel ... 27

H. Instrumentasi dan Bahan Penelitian ...30

I. Cara Kerja... ... 30

J. Teknik Analisis Data ... 37

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 38

A. Hasil Penelitian ... ... 38

B. Analisis Data ... 40

BAB V. PEMBAHASAN ... ... 42

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 48

B. Saran ... ... 48

DAFTAR PUSTAKA...49

(10)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Obat analgesik antipiretik non steroid (AINS), pada perkembangan

ilmu pengobatan sekarang ini merupakan salah satu kelompok obat yang

banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dokter (Wilmana & Gan,

2007). Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) digunakan secara umum dan luas

oleh kalangan medis, tetapi memiliki risiko yang berhubungan dengan

pemakaiannya (Dewabenny, 2010). Salah satu AINS yang terkenal

penggunaannya di masyarakat adalah aspirin. Aspirin atau asam asetilsalisilat

adalah suatu jenis obat dari keluarga salisilat yang sering digunakan sebagai

analgesik (terhadap rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik, antikoagulan dan

anti-inflamasi. (Wikipedia, 2010).

Tidak ada satupun OAINS yang sama sekali aman, bahkan aspirin

yang merupakan obat yang cukup efektif, mempunyai efek samping yang

lebih sering muncul dan lebih berbahaya jika diberikan dalam dosis yang

berlebihan (Nasution, 1992). Efek samping yang paling sering terjadi adalah

perdarahan traktus gastronintestinal bagian atas yang signifikan (Dewabenny,

2010). Gejala lain yang diakibatkan oleh aspirin antara lain dispepsia, nyeri

epigastrium, indigesti, heart burn (rasa seperti terbakar), nausea dan vomitus

(Nasution, 1992). Sebenarnya penggunaan aspirin aman di konsumsi selama

(11)

commit to user

pada lambung disebabkan karena aspirin merusak ketahanan mukosa

lambung (Amirudin & Usman, 1991), walaupun dalam keadaan normal,

mukosa lambung akan dilindungi oleh barier mukus terhadap bahan-bahan

iritan yang terdapat dalam makanan, bahkan yang dihasilkan oleh lambung

sendiri (Anderson & John, 1986).

Efek samping OAINS cukup berbahaya bagi mukosa lambung. Untuk

itu, diperlukan suatu zat yang dapat memperbaiki atau bahkan mencegah

kerusakan lambung akibat OAINS. Zat yang dibutuhkan tidak harus obat,

tetapi dapat juga dengan memanfaatkan bahan alami dari alam misalnya

kacang-kacangan.

Salah satu kacang-kacangan yang mempunyai efek perbaikan terhadap

lambung adalah kacang hijau. Kacang hijau atau Phaseolus radiatus berasal

dari Famili Leguminoseae (polong-polongan). Kandungan proteinnya cukup

tinggi sebanyak 24%. Selain itu kacang hijau juga merupakan sumber mineral

penting, antara lain; kalsium dan fosfor yang sangat diperlukan tubuh untuk

memperkuat tulang. Sedangkan kandungan lemaknya merupakan 73% asam

lemak tak jenuh sehingga aman dikonsumsi oleh orang yang memiliki

masalah kelebihan berat badan. Manfaat kacang hijau cukup banyak, salah

satunya dapat memproteksi lambung, yang bahkan sudah dijadikan sebagai

obat maag oleh sebagian masyarakat. Akan tetapi, hal ini masih berupa

pengobatan tradisional dan belum diteliti (Hermawan, 2008). Kandungan

lainnya adalah histidin, dan beta karoten sebagai antioksidan, zat besi yang

(12)

commit to user

alpha-linoleic-acid, linoleic-acid, oleic-acid, magnesium, dll. Di dalam

kacang hijau juga terdapat serat, pektin, piridoksin, dsb yang mempunyai

berbagai efek terhadap lambung sebagai antiulserasi, menjaga keasaman

lambung, dan membantu memperlancar pencernaan (Duke, 2010).

Berdasarkan hal tersebut penulis mencoba untuk membuktikan apakah

kacang hijau dapat memperbaiki kerusakan sel lambung mencit akibat

pemberian aspirin.

B.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan

masalah pada penelitian ini, yaitu :

1. Apakah pemberian kacang hijau secara peroral dapat memperbaiki stuktur

histologis mukosa lambung mencit (Mus musculus) yang terpapar aspirin?

2. Apakah peningkatan dosis kacang hijau dapat meningkatkan perbaikan

terhadap kerusakan stuktur histologis mukosa lambung mencit (Mus

musculus) yang terpapar aspirin?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian kacang

hijau secara peroral dapat memperbaiki stuktur histologis mukosa lambung

mencit yang terpapar aspirin, dan apakah dengan peningkatan dosis kacang

(13)

commit to user

D. Manfaat Penelitian

1. Aspek teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah

mengenai pengaruh kacang hijau dalam memperbaiki stuktur histologis

mukosa lambung mencit yang terpapar aspirin.

2. Aspek aplikatif

Penelitian ini dapat menjadikan pedoman pengolahan maupun

penelitian lebih lanjut dari kacang hijau untuk memperbaiki sel epitel

(14)

commit to user

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kacang Hijau (Phaseolus radiatus)

Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan

secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial.

Kacang-kacangan merupakan sumber protein yang baik, dengan

kandungan protein berkisar antara 20 - 35 %. Selain itu,

kacang-kacangan juga merupakan sumber lemak, vitamin, mineral dan serat

pangan (dietary protein). Selain itu, kadar serat kacang-kacangan

mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu mencegah berbagai

penyakit rendah serat (Astawan, 2009).

Tanaman kacang hijau sudah lama dikenal dan ditanam oleh

masyarakat Indonesia. Asal usul kacang hijau diduga dari kawasan India

dengan bukti ditemukannya plasma nutfah kacang hijau jenis Phaseolus

mungo di India atau disebut kacang hijau India. Kacang hijau dibawa

masuk ke Indonesia pada awal abad ke-17, oleh pedagang Cina dan

Portugis. Pusat penyebaran kacang hijau di Indonesia mulanya di Pulau

Jawa dan Bali, tetapi pada tahun 1920-an berkembang di Sulawesi,

(15)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kacang Hijau (Phaseolus radiatus)

Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan

secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial.

Kacang-kacangan merupakan sumber protein yang baik, dengan

kandungan protein berkisar antara 20 - 35 %. Selain itu,

kacang-kacangan juga merupakan sumber lemak, vitamin, mineral dan serat

pangan (dietary protein). Selain itu, kadar serat kacang-kacangan

mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu mencegah berbagai

penyakit rendah serat (Astawan, 2009).

Tanaman kacang hijau sudah lama dikenal dan ditanam oleh

masyarakat Indonesia. Asal usul kacang hijau diduga dari kawasan India

dengan bukti ditemukannya plasma nutfah kacang hijau jenis Phaseolus

mungo di India atau disebut kacang hijau India. Kacang hijau dibawa

masuk ke Indonesia pada awal abad ke-17, oleh pedagang Cina dan

Portugis. Pusat penyebaran kacang hijau di Indonesia mulanya di Pulau

Jawa dan Bali, tetapi pada tahun 1920-an berkembang di Sulawesi,

(16)

commit to user

a. Taksonomi Kacang Hijau

Tanaman kacang hijau termasuk suku (famili) Leguminosae

yang banyak varietasnya. Kedudukan kacang hijau dalam taksonomi

tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom: Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi: Angiospremae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Leguminales

Famili : Leguminosae

Genus : Phaseolus

Spesies : Phaseolus radiatus L. (Soeprapto, 1993; Rukmana, 1997)

b. Nama Asing

Di Indonesia kacang hijau memiliki beberapa nama daerah,

seperti artak (Madura), kacang wilis (Bali), buwe (Flores), tibowang

cadi (Makassar) (Astawan, 2009). Kerabat dekat kacang hijau adalah

kacang hijau India (P.mungo), kratok (P.lunatus L.), kacang merah

(P.vulgaris L.), kacang kapri (Pisum sativum L.) (Rukmana, 1997).

c. Morfologi

Susunan tubuh tanaman (morfologi) kacang hijau terdiri atas

akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji. Perakaran tanaman kacang

(17)

commit to user

Makin banyak nodula akar, makin tinggi kandungan Nitrogen

sehingga menyuburkan tanah (Rukmana, 1997). Tanaman kacang

hijau berbatang tegak dengan ketinggian sangat bervariasi, antara

30-60 cm, tergantung varietasnya. Cabangnya menyamping pada bagian

utama, berbentuk bulat dan berbulu. Warna batang dan cabangnya

ada yang hijau dan ada yang ungu (Soeprapto, 1993).

Batang tanaman kacang hijau berukuran kecil, berbulu,

berwarna hijau kecokelat-cokelatan, atau kemerah-merahan; tumbuh

tegak mencapai ketinggian 30 cm – 110 cm dan bercabang menyebar

ke semua arah (Rukmana, 1997).

Daun tanaman ini tumbuh majemuk, tiga helai anak per daun

per tangkai (Rukmana, 1997). Daunnya trifoliate (terdiri dari tiga

helaian) dan letaknya berseling (Soeprapto, 1993). Helai daun

berbentuk oval dengan ujung lancip dan berwarna hijau (Rukmana,

1997). Tangkai daunnya cukup panjang, lebih panjang dari daunnya

(Soeprapto, 1993).

Bunga kacang hijau berkelamin sempurna (hermaphrodite),

berbentuk kupu-kupu, dan berwarna kuning (Rukmana, 1997).

Bunga kacang hijau tersusun dalam tandan, keluar pada cabang serta

batang, dan dapat menyerbuk sendiri (Soeprapto, 1993).

Buah tanaman ini berpolong, panjangnya antara 6 cm – 15 cm.

(18)

commit to user

Biji kacang hijau berbentuk bulat lonjong, umumnya berwarna

hijau, tetapi ada juga yang berwarna kuning, cokelat, atau

berbintik-bintik hitam (Rukmana, 1997). Biji kacang hijau lebih kecil

dibanding biji kacang-kacangan lain (Soeprapto, 1993). Bijinya

terdiri atas tiga bagian utama, yaitu kulit biji (10%), kotiledon (88%),

dan sisanya adalah lembaga (2%). Kotiledon banyak mengandung

pati dan serat, sedangkan lembaga merupakan sumber protein dan

lemak (Astawan, 2009). Biji kacang hijau berbentuk bulat kecil

dengan bobot per butir sekitar 0,5 mg – 0,8 mg atau berat per 1000

butir antara 36 gr – 78 gr, berwarna hijau sampai hijau mengkilap

(Rukmana, 1997).

d. Kandungan dan Manfaat

Kacang hijau memiliki kandungan protein yang cukup tinggi,

yaitu sebanyak 24 %. Di dalamnya terdapat sumber mineral penting

antara lain kalsium dan fosfor yang bermanfaat untuk memperkuat

tulang. Lemaknya merupakan asam lemak tak jenuh sehingga baik

untuk jantung. Selain itu aman dikonsumsi oleh mereka yang

memiliki masalah dengan berat badan karena kandungan lemaknya

rendah (Yartati, 2005).

Kacang hijau mengandung vitamin B1 yang berfungsi untuk

mencegah penyakit beri-beri, membantu proses pertumbuhan,

meningkatkan nafsu makan, memperbaiki saluran pencernaan, dan

(19)

commit to user

bahwa pada sekelompok orang yang makanannya kurang cukup

mengandung vitamin B1, dalam waktu singkat muncul gejala-gejala

mudah tersinggung, tidak mampu memusatkan pikiran, dan kurang

bersemangat. Gejala-gejala ini mirip dengan tanda-tanda orang stres

(Yartati, 2005).

Selain vitamin B1, kacang hijau juga mengandung vitamin

B2 yang tugasnya membantu penyerapan protein dalam tubuh.

Dengan adanya vitamin B2 ini akan meningkatkan pemanfaatan

protein sehingga penyerapannya menjadi lebih efisien (Yartati,

2005).

Pada kacang hijau juga terdapat alpha-linoleic-acid, yang

berfungsi sebagai anti inflamasi dan juga vasodilator. Efek

vasodilatasi terhadap lambung yaitu melancarkan peredaran darah di

lambung sehingga memperbaiki restitusi sel-sel epitel lambung.

Selain alpha-linoleic-acid, zat yang memiliki khasiat sebagai anti

inflamasi adalah linoleic acid, magnesium (yang juga mempunyai

sifat basa), oleic-acid, dan mufa sedangkan zat yang menyebabkan

vasodilatasi adalah arginin, dan serat. Selain manfaat di atas, terdapat

pula khasiat antiulserasi yang berasal dari ascorbic-acid, yang juga

berfungsi sebagai antigastritik; beta karoten, yang juga sebagai

antioksidan, gastroprotektif, antiulcer, dan mucogenic (zat penghasil

mukus); serat; glisin; histidin, yang juga sebagai antioksidan, dsb

(20)

commit to user

Betakaroten merupakan antioksidan larut lemak yang dapat

melindungi tubuh dari dampak negatif radikal bebas. Beta karoten

merupakan molekul yang mudah teroksidasi dan berubah menjadi

bahan kimia lain. Karena mudah teroksidasi beta karoten dapat

menjaga keutuhan sel dengan menyediakan satu elektronnya

berikatan dengan molekul lain yang mempunyai elektron tidak

berpasangan (Dreosti, 1993; Jerusha, 1993; McDermott, 2000).

Perlindungan beta karoten terhadap lambung berupa antioksidan

yang menghambat proses inflamasi. Ketika inflamasi pada lambung

terjadi, maka neutrofil dan makrofag yang teraktivasi akan

menghasilkan enzim proteolitik seperti neutrofil elastase dan

metaloproteinase serta mieloperoksidase. Pelepasan

mieloperoksidase memicu produksi radikal bebas oksigen yang

merupakan properti proinflamasi dan penghambat α-1 antitripsin,

sebagai penghambat elastase terpenting. Sebagai antioksidan, beta

karoten bereaksi dengan pro-oksida dan menjadikannya tidak

berbahaya (Amin, 2006). Selain itu, beta karoten mempunyai

kemampuan proteksi terhadap mukus.

Vitamin C merupakan antioksidan non enzimatis yang

mempunyai sifat polaritas yang tinggi karena banyak mengandung

gugus hidroksil sehingga mudah larut di dalam air, vitamin C

terdapat di cairan ekstraseluler (Burton, 1992). Sebagai antioksidan,

(21)

commit to user

yang dihasilkan dari proses inflamasi (Fouad & Fisher, 1988).

Bentuk vitamin C yang ada di alam terutama adalah L-asam

askorbat. D-asam askorbat jarang terdapat di alam dan hanya

memiliki 10 persen aktivitas vitamin C (Andharwulan, 1992). Asam

askorbat memperbaiki serabut kolagen yang terdapat pada lamina

propia lambung karena berfungsi sebagai kofaktor pada alfa

hidroksilasi pro kolagen. Pada dosis yang tidak berlebih, asam

askorbat membantu proteksi lambung dari inflamasi dengan daya

regenerasi serabut-serabut kolagen sehingga tidak mengakibatkan

ulserasi.

Pada kacang hijau juga terdapat antiulserasi, yang

menghambat dan memperbaiki perlukaan (Duke, 2010). Para peneliti

Swedia menyatakan bahwa zat yang mengandung antiulserasi

diantaranya adalah beta karoten, asam askorbat, pektin, dan

piridoksin. Pektin merupakan segolongan polimer heterosakarida

yang diperoleh dari dinding sel tumbuhan darat. Pektin merupakan

agen anti-ulkus berpotensi yang berguna saat memperkuat ketahanan

mukosa dan memajukan penyembuhan luka (Reichert, 1993).

Sedangkan piridoksin bersama dengan piridoksal dan piridoksamin,

adalah jenis senyawa yang dapat disebut sebagai vitamin B6.

Piridoksin berbeda dari piridoksamin pada substituen posisi nomor

'4' dari cincin karbonnya. Piridoksin sering digunakan dalam bentuk

(22)

commit to user

berbagai tumbuhan. Piridoksin dan berbagai zat antiulcer lain

mampu mengurangi jumlah sel mast dan gravitasi mukosa lambung

(Mahmud, 2006).

2. Lambung

Lambung/ventrikulus adalah bagian endokrin dan eksokrin

campuran yang mencerna dan mensekresikan hormon (Junqueira, 1997).

Ruang pada lambung berbentuk kantung mirip huruf J yang terletak

diantara esofagus dan usus halus (Sherwood, 2001). Berdasarkan

anatomis, histologis dan fungsional lambung dibagi menjadi tiga bagian.

Fundus adalah bagian lambung yang terletak di atas lubang esofagus.

Bagian tengah atau utama lambung adalah korpus. Lapisan otot polos di

fundus dan di korpus relatif lebih tipis, tetapi bagian bawah lambung,

antrum memiliki otot lebih tebal (Sherwood, 2001).

a. Anatomi dan Morfologi Lambung

Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di

abdomen atas tepat di bawah diagfragma (Lindseth, 2006).

Ventrikulus mempunyai dua lubang yaitu ostium cardiacum dan

ostium pyloricum. Lambung juga mempunyai dua

curvatura/lengkungan yang dikenal sebagai curvatura gastrica mayor

dan curvatura gastrica minor. Ventriculus mempunyai tiga buah

incisura, yaitu incisura cardiaca, incisura angularis dan sulcus

(23)

commit to user

dan terletak di sebelah kiri ostium cardiacus. Corpus adalah bagian

ventriculus dari ostium cardiacum sampai incisura angularis.

Anthrum pyloricum adalah bagian lambung yang paling berbentuk

seperti lambung, dimana lapisan ototnya tebal membentuk musculus

spinchter pyloricus. Pada permukaan dalam ventriculus dapat

dijumpai plica gastrica, rugae mucosae, dan canalis gastricus

waldeyer (Budianto, 2003).

b. Lapisan Lambung

Lambung memiliki beberapa lapisan jika ditinjau dari

histologisnya. Lapisan-lapisan tersebut adalah:

1) Tunika Mukosa

Mukosa, lapisan terdalam lambung, tersusun atas

lipatan-lipatan longitudinal disebut rugae, yang memungkinkan

terjadinya distensi lambung sewaktu diisi makanan. Terdapat

beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan

menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya (Lindseth,

2006). Epitel yang melapisi adalah epitel selapis silindris yang

menghasilkan mukus. Intinya bulat dan lonjong dekat bagian

basal dan mengandung granula mukosa (Junqueira, 1997). Pada

bagian apikalnya memiliki vili pendek yang ujungnya

dilengkapi filamen-filamen halus dari glikokaliks yang jarang.

Lamina propria terdiri atas anyaman longgar serat retikuler dan

(24)

commit to user

mengandung limfosit, eosinofil, sel mast, dan beberapa sel

plasma (Bloom & Fawcett, 2002).

2) Tunika Submukosa

Submukosa tersusun atas jaringan areolar longgar yang

menghubungkan lapisan mukosa dan lapisan muskularis

(Lindseth, 2006). Submukosa diserbuk oleh sel-sel limfosit,

makrofag, dan sel mast (Junqueira, 1997). Jaringan areolar

pada submukosa memungkinkan mukosa bergerak dengan

gerakan peristaltik. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf,

pembuluh darah, dan saluran limfe (Lindseth, 2006). Sedikit sel

adiposa mungkin terdapat pada submukosa (Bloom & Fawcett,

2002).

3) Tunika Muskularis

Tidak seperti bagian cerna lain, tunika muskularis tersusun atas

tiga lapis dan bukan dua lapis otot polos. Lapisan yang paling

luar adalah lapisan longitudinal, lapisan sirkulare di bagian

tengah dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot

yang unik ini memungkinkan berbagai macam kombinasi

kontraksi yang diperlukan untuk memecah makanan menjadi

partikel-partikel yang kecil, mengaduk dan mencampur

makanan tersebut dengan cairan lambung, dan mendorongnya

(25)

commit to user

4) Tunika Serosa

Tunika serosa lambung merupakan lapisan paling luar yang

merupakan bagian dari peritoneum visceralis (Lindseth, 2006).

c. Kelenjar Lambung

Beberapa kelenjar di dalam lambung memengaruhi aktivitas

pencernaan dan menyekresikan getah untuk melindungi lambung.

Kelenjar-kelenjar tersebut adalah:

1) Kelenjar Kardia

Kelenjar kardia berada di dekat orifisium kardia dan

menyekresikan mukus. Mukus ini berfungsi protektif terhadap

sel epitel lambung (Valle, 2005).

2) Kelenjar Fundus atau Gastrik

Kelenjar ini terletak di fundus dan pada hampir seluruh korpus

lambung. Kelenjar gastrik memiliki tiga tipe utama sel. Sel-sel

zimogenik (chief cell) menyekresikan pepsinogen. Pepsinogen

diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Pepsinogen

berfungsi untuk mencerna protein di dalam lambung dan

memecah rantai protein menjadi polipeptida. Sel-sel parietal

menyekresikan asam hidroklorida (HCl) dan faktor intrinsik. HCl

yang dihasilkan berfungsi mematikan agen-agen berbahaya dan

mencerna makanan. Sedangkan, faktor intrinsik diperlukan untuk

absorbsi vitamin B12 di dalam usus halus. Sel-sel mukus

(26)

commit to user

bersifat protektif terhadap lambung. Selain kelenjar-kelenjar

yang telah disebutkan, terdapat juga hormon gastrin pada

lambung (Lindseth, 2006; Valle, 2005). Hormon gastrin

diproduksi oleh sel G yang terletak di pilorus lambung. Gastrin

merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam

hidroklorida dan pepsinogen (Lindseth, 2006). Sel

Enteroendokrin ditemukan di dasar kelenjar lambung. Sel ini

berbentuk piramidal atau lonjong, menyelip di antara dasar

sel-sel eksokrin berdekatan dari epitel. Sebagian memiliki apeks

sempit yang menjulur ke lumen, lainnya terbatas pada dasar

epitel. Sebagian dari sel-sel enteroendokrin memiliki sifat-sifat

sitokimia yang biasanya dimiliki sel penghasil hormon peptide

dan oleh beberapa peneliti digolongkan bersama dengan istilah

sel-sel AUPD (Amine Precursor Uptake and Decarboxylation).

Sel-sel AUPD tidak hanya terbatas pada saluran gastrointestinal

namun juga terdapat di saluran nafas dan tempat lain tubuh.

Sel-sel enteroendokrin mukosa lambung mencakup: Sel-sel G penghasil

gastrin, sel EC penghasil serotonin, sel D penghasil somatostatin,

dan sel A penghasil enteroglukagon. Diantara sel-sel tersebut, sel

G mempunyai manfaat fisiologik paling besar. Sel G paling

banyak terdapat di antrum pilori. Bentuknya piramidal dengan

apeks sempit yang dilengkapi mikrovili panjang. Sel G

(27)

commit to user

motilitas lambung dan stimulator kuat agar sel-sel okstinsik

menghasilkan asam (Bloom & Fawcett, 2002).

d. Sistem Pertahanan Lambung

Pertahanan mukosa gastroduodenal dalam keadaan normal

merupakan sistem yang mampu melakukan pemulihan dan bisa

bertahan terhadap bahan-bahan yang merusak seperti asam lambung,

pepsin, asam empedu, enzim pankreas, obat-obatan dan bakteri.

Sistem pertahanan atau sistem defensif mukosa gastroduodenal

terdiri dari 3 rintangan yakni lapisan pre epitel, sel epitel permukaan

dan sub epitel (Tarigan, 2006). Selain itu, beberapa hal yang penting

untuk pertahanan mukosa lambung adalah mukus, daya regenerasi

sel, aliran darah mukosa dan prostaglandin. Mukus lambung

merupakan protektor iritasi mekanis dan kimiawi. Mukus dapat

memproteksi mukosa lambung dari asam dan pepsin. Pertahanan

lambung juga dibantu daya regenerasi lambung yang cepat. Daya

regenerasi yang tinggi ini membuat epitel lambung yang rusak selalu

diganti sehingga tidak menghasilkan erosi pada epitelnya. Selain itu,

aliran darah mukosa ikut menjaga keutuhan sel dengan

mengeluarkan asam yang berlebihan di dalam sel dengan

memelihara oksigenasi jaringan sehingga membuffer difusi balik

asam. Dalam pertahanan lambung, prostaglandin memperbaiki aliran

darah dan mukosa serta menghambat sekresi asam (Amirudin &

(28)

commit to user

Selain itu, faktor agresif di atas, kondisi psikologis juga

berpengaruh pada lambung. Kondisi seperti capek, stress, akan

memacu sekresi sel parietal untuk mengeluarkan HCl. Dalam hal ini,

kondisi psikologis yang kurang baik dapat menurunkan pertahanan

lambung (Sherwood, 2001).

3. Aspirin

Obat antiinflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih

dikenal dengan sebutan NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory

Drugs) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgesik

(pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan antiinflamasi (anti

radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk membedakan jenis

obat-obatan ini dengan steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. NSAID

bukan tergolong obat-obatan jenis narkotika (Rossi, 2006). Anti

Inflamasi Non Steroid (AINS; NSAID) umum digunakan untuk

mengobati peradangan/inflamasi, nyeri, dan demam dengan

menghambat sintesis prostaglandin melalui blokade enzim

siklooksigenase (COX). Masih sedikit penelitian yang mendukung

mengenai efektivitas terapi nyeri ketika dibandingkan dengan semua

AINS (Dewabenny, 2010). AINS menghambat COX-1 dan COX-2,

dimana COX-1 bermanfaat mempertahankan integritas mukosa gaster

dan duodenum, renal blood flow dan aktifitas koagulasi. Jika aktifitas

(29)

commit to user

OAINS tersebut yaitu perdarahan gaster dan duodenum, renal

insufisiensi dan perdarahan pada tempat lain. Kemudian, ekspresi

COX-2 akan meningkat seiring dengan beratnya proses inflamasi. Jika aktifitas

COX-2 dihambat dengan OAINS maka proses inflamasi akan berkurang

(Simon, 2001).

Aspirin menghambat agregasi platelet melalui penghambatan

jalur COX-1. Aspirin memiliki sifat unik dibandingkan dengan yang lain

karena berikatan secara irreversibel dan kovalen dengan enzim COX

yang bertanggung jawab untuk mediasi agregasi platelet, dan

berlangsung selama umur hidup platelet ( 8 – 12 hari). Karena proteksi

gastrointestinal dimediasi oleh prostaglandin yang terbentuk melalui

enzim COX-1, maka pemberian aspirin terhadap lambung dapat

meningkatkan HCl dan menurunkan sekresi mukus yang melindungi

lambung (Dewabenny, 2010).

Aspirin juga dapat menyebabkan hipersensitivitas. Pada beberapa

pasien dengan asma bronkial, terutama yang mempunyai trias: rinitis

vasomotor, poliposis nasal dan asma akut sering mengalami reaksi ini.

Hal ini disebabkan oleh hambatan prostaglandin yang bersifat

bronkodilator. Hambatan terhadap jalur siklo-oksigenase akan

mendorong metabolisme asam arakidonat ke arah pembentukan produk

lipoksigenase seperti zat anafilaksis yang bereaksi lambat dan leukotrien

(C4 dan D4). Zat-zat ini dapat mencetuskan bronkospasme. Pasien yang

(30)

commit to user

karena itu harus dihindari. Reaksi anafilaksis telah dilaporkan pada

beberapa OAINS lain terutama tolmetin dan zomepirac. Zomepirac telah

ditarik dari peredaran oleh karena efek sampingnya (Nasution, 1992).

4. Mekanisme Kerusakan Lambung oleh Aspirin dan Mekanisme

Gastroprotektor Kacang Hijau

Kerusakan lambung diakibatkan ketidakseimbangan antara faktor

defensif dengan faktor agresif (Nasution, 1992). Faktor defensif

merupakan faktor yang mempertahankan keadaan lambung, sedangkan

faktor agresif adalah faktor yang merusak mukosa lambung.

Asam asetil salisilat merupakan asam lemah dan sangat kecil

terionkan dalam lambung pada pemberian oral. Hal ini menyebabkan H+

dan anion terkait asam tersebut tetap menyatu sehingga tidak larut dalam

kondisi asam dari lambung dan menyebabkan absorbsinya di tunda

(Valle, 2005). Aspirin juga merupakan asam larut lemak sehingga dapat

menembus membran plasma sel epitel yang melapisi mukosa lambung

secara cepat (Sherwood, 2001). Mukus pada lambung melindungi

lambung dengan cara mencegah difusi asam dari lumen ke mukosa

(Amirudin & Usman, 1991). Jika mukosa lambung di tembus dengan

asam, maka lambung menjadi luka dan perdarahan (Valle, 2005).

Selain itu, sifat aspirin menghambat enzim COX-1 yang

mengakibatkan berkurangnya kadar prostaglandin pada lambung.

(31)

commit to user

peran sentral pada pertahanan dan perbaikan sel epitel lambung,

menghasilkan mukus bikarbonat, menghambat sekresi sel parietal,

mempertahankan sirkulasi mukosa, dan restitusi sel epitel lambung

(Tarigan, 2006).

Mekanisme gastroprotektor kacang hijau terhadap lambung dapat

dengan cara memperbaiki sirkulasi lambung yaitu dengan cara

vasodilatasi aliran darah lambung. Zat-zat yang terkait adalah

alpha-linoleic-acid, arginin, dan serat. Selain dengan cara vasodilatasi, dapat

juga dengan efek antiinflamasi yang terkandung dalam linoleic acid,

magnesium, oleic-acid,dan mufa (Duke, 2010). Terdapat juga efek

antiulcer pada pektin dan piridoksin juga antihistamin dari oleic acid dan

linoleic acid. Selain itu, efek antioksidan dan pro-kolagen dari

ascorbic-acid dan efek mukogenik dari beta karoten menambah proteksi sel-sel

lambung terhadap makanan, asam lambung yang berlebih, dan kadar

(32)

commit to user

: menghambat : dikatalis oleh

(33)

commit to user

C. Hipotesis

1. Pemberian kacang hijau dapat memperbaiki stuktur histologis mukosa

lambung mencit (Mus musculus) yang terpapar aspirin.

2. Peningkatan dosis kacang hijau dapat meningkatkan efek perbaikan

terhadap stuktur histologis mukosa lambung mencit (Mus musculus)

(34)

commit to user

24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

Peneliti mengadakan perlakuan terhadap sampel yang telah ditentukan yaitu

berupa hewan coba di laboratorium.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus

musculus) dengan kriteria subjek berjenis kelamin jantan, strain Swiss

Webster dan berumur 2-3 bulan dengan berat badan ± 20 gr.

2. Besar sampel: tiga puluh enam (36) ekor mencit

Menurut Purawisastra (2001), besar sampel yang digunakan berdasarkan

rumus Federer yaitu :

(k-1) (n-1) > 15

(4-1) (n-1) > 15

3 (n-1) > 15

3n > 15+3

n > 6 ~ 7

Keterangan :

k : Jumlah kelompok

(35)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. Peneliti

mengadakan perlakuan terhadap sampel yang telah ditentukan yaitu berupa

hewan coba di laboratorium.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus

musculus) dengan kriteria subjek berjenis kelamin jantan, strain Swiss

Webster dan berumur 2-3 bulan dengan berat badan ± 20 gr.

2. Besar sampel: dua puluh lima (36) ekor mencit

Menurut Purawisastra (2001), besar sampel yang digunakan berdasarkan

rumus Federer yaitu :

(k-1) (n-1) > 15

(4-1) (n-1) > 15

3 (n-1) > 15

3n > 15+3

n > 6 ~ 7

Keterangan :

k : Jumlah kelompok

(36)

commit to user

Pada penelitian ini besar sampel untuk tiap kelompok ditentukan

sebanyak 9 ekor mencit (n > 6), dan jumlah kelompok mencit ada 4

sehingga penelitian ini membutuhkan 36 mencit dari populasi yang ada.

D. Teknik Sampling

Teknik sampling yang dipakai adalah incidental sampling. Sampel

diperoleh dengan mengambil begitu saja subjek penelitian yang ditemui dari

populasi yang ada.

Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian

Keterangan :

KK = Kelompok kontrol tanpa diberi kacang hijau dan aspirin.

KPI = Kelompok perlakuan I yang diberi aspirin tanpa diberi kacang hijau.

KPII = Kelompok perlakuan II yang diberi aspirin dan kacang hijau dosis I.

KPIII = Kelompok perlakuan III yang diberi aspirin dan kacang hijau dosis

II.

(-) = Pemberian aquades 0,20 ml dan 0,25 ml peroral/mencit pada

(37)

commit to user

X I = Pemberian aspirin 84 mg/kgBB mencit dan aquades 0,25 ml

perhari pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dilanjutkan dengan

aquades 0,25 ml pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan

X II = Pemberian aspirin 84 mg/kgBB mencit perhari dan 1 jam kemudian

diberikan kacang hijau dosis I yaitu 0,05 gr/20 grBB mencit pada

hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang

hijau 0,05 gr/20grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan

X III = Pemberian aspirin 84 mg/kgBB mencit perhari dan 1 jam kemudian

diberikan kacang hijau dosis II yaitu 0,10 gr/20 grBB mencit pada

hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang

hijau 0,10 gr/20grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan

O0 = Gambaran histologis mukosa lambung mencit pada bagian

kurvatura minor pada kelompok kontrol.

O1 = Gambaran histologis mukosa lambung mencit pada bagian

kurvatura minor pada KP1.

O2 = Gambaran histologis mukosa lambung mencit pada bagian

kurvatura minor pada KP2.

O3 = Gambaran histologis mukosa lambung mencit pada bagian

kurvatura minor pada KP3

Pengamatan keadaan mukosa lambung mencit pada bagian kurvatura minor

dilakukan setelah hari ke-14 sejak adaptasi dimulai.

F. Identifikasi variabel penelitian

1. Variabel bebas : Pemberian kacang hijau.

(38)

commit to user

3. Variabel luar

a. Variabel luar terkendali

Variasi genetik, jenis kelamin, umur, suhu udara, berat badan, dan jenis

pakan mencit semuanya diseragamkan.

b. Variabel luar tak terkendali

Kondisi psikologis, reaksi hipersensitivitas dan keadaan awal lambung

mencit.

G. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel bebas: pemberian kacang hijau

Kacang hijau yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang

hijau yang bagus bewarna hijau dan masih segar yang bisa didapatkan di

pasar. Kacang hijau kemudian dibersihkan, ditumbuk atau diblender tanpa

air kemudian ditimbang dan diberikan secara per oral dengan sonde

lambung dalam 2 dosis yaitu 3 gr kacang hijau dilarutkan dengan 15 ml air

sehingga untuk 0,05 gr didapatkan 0,25 ml larutan kacang hijau dan dosis

2 kalinya yaitu 0,5 ml larutan kacang hijau.

a. Dosis I : 0,05 gr/20grBB mencit/hari dosis kacang hijau diberikan

pada mencit KP2 1 jam setelah pemberian aspirin pada hari ke 1-3

perlakuan dan 0,05 gr/20grBB mencit/hari ke 4-6 perlakuan.

b. Dosis II : 0,1 ml/20grBB mencit/hari dosis kacang hijau diberikan

pada mencit KP3 1 jam setelah pemberian aspirin pada hari ke 1-3

(39)

commit to user

2. Variabel terikat: Keadaan histologis mukosa lambung

Diukur dengan melihat tingkat kerusakan mukosa lambung pada

bagian kurvatura minor dimana vaskularisasi sangat sedikit sehingga

mudah mengalami perlukaan akibat faktor agresif (Sangelorang, 1998).

a. Normal : tidak terdapat sebukan limfosit dan tidak terdapat

kerusakan mukosa serta eksfoliasi sel epitel

b. Kerusakan ringan : terdapat sebukan limfosit disertai sel-sel radang

di lamina propria, dan eksfoliasi sel epitel

superfisial

c. Kerusakan berat : terdapat pelepasan sebagian atau seluruh jaringan

mukosa sampai ke lapisan submukosa dengan

atau tanpa terlihat tanda-tanda perdarahan.

Untuk keperluan uji statistik, maka masing-masing kategori

diberikan skor. Gambaran mikroskopis normal diberi skor 0, gambaran

mikroskopis kerusakan ringan diberi skor 1, sedangkan gambaran

mikroskopis kerusakan berat diberi skor 2. Skala yang pengukuran

variabel terikat adalah skala ordinal. Dicari pada semua bagian mukosa di

kurvatura minor.

3. Variabel luar terkendali

a. Variasi genetik

Jenis hewan coba yang digunakan adalah mencit (Mus musculus)

dengan galur Swiss webster.

b. Jenis kelamin

(40)

commit to user

c. Umur

Umur mencit pada penelitian ini adalah 2-3 bulan.

d. Suhu udara

Hewan percobaan diletakkan dalam ruangan dengan suhu udara

berkisar antara 25-28o C.

e. Berat badan

Berat badan hewan percobaan + 20 g.

f. Jenis makanan

Makanan yang diberikan berupa pellet dan minuman dari air PAM.

g. Keadaan awal lambung hewan coba

Hewan coba dipilih yang sehat dan diadaptasikan dengan baik

sehingga diminimalisasikan adanya kerusakan lambung sebelum

perlakuan.

4. Variabel luar tak terkendali

a. Kondisi psikologis mencit dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.

Lingkungan yang terlalu ramai dan gaduh, pemberian perlakuan yang

berulang kali, dan perkelahian antar mencit dapat mempengaruhi

kondisi psikologis mencit.

b. Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi karena adanya variasi kepekaan

(41)

commit to user

H. Instrumentasi dan Bahan Penelitian

1. Alat-alat yang digunakan

a. Kandang mencit 4 buah masing-masing untuk 9 ekor mencit.

b. Timbangan hewan.

c. Timbangan obat.

d. Alat bedah hewan percobaan (scalpel, pinset, gunting, jarum, meja).

e. Sonde lambung.

f. Alat untuk pembuatan preparat histologi.

g. Mikroskop cahaya medan terang.

h. Gelas ukur dan pengaduk.

i. Kamera digital

2. Bahan yang digunakan

a. Aspirin.

b. Makanan hewan percobaan (pellet).

c. Aquades.

d. Air PAM.

e. Bahan untuk pembuatan preparat histologi dengan pengecatan HE.

f. Kacang hijau

I. Cara Kerja

1. Dosis dan pengenceran kacang hijau

Kacang hijau yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang

(42)

commit to user

pasar. Untuk pembuatan larutan, dilakukan di Laboratorium Histologi FK

UNS.

Perhitungan kacang hijau :

Untuk dosis kacang hijau pada mencit, menggunakan faktor

konversi dosis untuk manusia dengan berat badan 70 kg pada mencit

dengan berat badan 20 gr adalah 0,0026 (Ngatidjan, 1991). Menurut

Agustin dalam bukunya yang berjudul Pengobatan Tradisional, dosis

tepung kacang hijau yang digunakan untuk manusia adalah satu sendok

makan (15 ml) atau 18 gr untuk manusia dengan berat badan 70 kg. Nilai

konversi 0,0026 untuk mencit maka 18 x 0,0026 = 0,05 gr untuk mencit

dengan berat badan 20 gr.

Kacang hijau dicuci, dihancurkan tanpa air, kemudian ditimbang.

3 gr kacang hijau dilarutkan dengan 15 ml air sehingga untuk 0,05 gr

didapatkan 0,25 ml larutan kacang hijau.

Kemudian, untuk mengetahui dosis yang paling efektif dalam

memperbaiki kerusakan sel epitel mukosa lambung dipakai dosis 2

kalinya yaitu 0,50 ml larutan kacang hijau.

Jadi, dalam penelitian ini dipakai dua dosis kacang hijau, yaitu

dosis pertama 0,05 gr/20grBB dan dosis kedua 0,1 gr/20grBB.

2. Dosis dan pengenceran aspirin

Dosis aspirin yang diketahui dapat merusak mukosa lambung tikus

(43)

commit to user

mencit adalah 0,14. Jadi, dosis untuk mencit adalah 0,14 x 600 = 84

mg/KgBB atau untuk mencit dengan berat badan 20 gr = 1,7 mg aspirin

Aspirin 500 mg dilarutkan dalam aquadest hingga 59 ml. Dalam 1

ml larutan aspirin mengandung 8,5 mg aspirin. Dosis pemberian aspirin

peroral adalah 1,7 mg/20 gr berat badan mencit. Jumlah yang diberikan

yaitu 0,20 ml = 84 mg/kgBB mencit setiap kali pemberian. Aspirin ini

diberikan pada kelompok perlakuan 1, 2, dan 3. Preparat aspirin yang telah

dilarutkan dalam aquades ini diberikan satu kali sehari.

3. Persiapan mencit

Mencit diadaptasikan selama tujuh hari di Laboratorium Histologi

Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta. Sesudah adaptasi, keesokan harinya

dilakukan penimbangan untuk menentukan dosis dan dilakukan perlakuan.

4. Pengelompokan Subjek

Pada minggu kedua mulai dilakukan percobaan. Selanjutnya subjek

dikelompokkan menjadi empat kelompok secara random, dan

masing-masing kelompok terdiri dari 9 mencit. Adapun pengelompokan subjek

adalah sebagai berikut:

KK = Kelompok kontrol diberi aquades 0,20 ml peroral/mencit dan

aquades 0,25 ml setiap hari selama 9 hari berturut-turut.

Kemudian dilanjutkan aquades 0,25 ml dari hari ke-11 hingga

hari ke-13

b. KP1 = Kelompok perlakuan I diberi aspirin 84 mg/kgBB mencit dan

(44)

commit to user

dan dilanjutkan pemberian aquades 0,25 ml pada hari ke-4

hingga ke-6 perlakuan.

c. KP2 = Kelompok perlakuan II diberi aspirin 84 mg/kgBB mencit

1x/hari diberikan 2 jam setelah makan dan kacang hijau peroral

dosis I yaitu 0,05 gr/20grBB mencit pada hari ke-1 hingga ke-3

perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,05

gr/20grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan.

d. KP3 = Kelompok perlakuan III diberi aspirin 84 mg/kgBB mencit

1x/hari diberikan 2 jam setelah makan dan kacang hijau peroral

dosis II yaitu 0,10 gr/20grBB mencit pada hari 1 hingga

ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,10

gr/20grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan.

5. Penelitian Pendahuluan

Pada penelitian pendahuluan, mencit telah diadaptasikan selama 7

hari, kemudian mencit ditimbang berat badannya. Perlu diketahui, mencit

yang digunakan untuk penelitian ini tidak termasuk dengan mencit yang

digunakan untuk perlakuan nantinya. Setelah 2 jam dipuasakan sehabis

makan, mencit diberi aspirin dengan dosis 84 mg/kgBB kemudian

ditunggu selama 2 jam untuk mengetahui sejauh mana kerusakan yang

telah ditimbulkan setelah diinduksi aspirin. Setiap 1 jam, seekor mencit

dikorbankan dan dilihat lambungnya untuk menentukan derajat kerusakan

(45)

commit to user

Hasil dari penilitan ini didapatkan kerusakan mukosa lambung

derajat ringan pada mencit pertama yang dikorbankan 1 jam setelah

pemberian aspirin. Sedangkan pada mencit yang dikorbankan setelah 2

jam pemberian aspirin mengalami kerusakan mukosa lambung derajat

berat.

6. Cara Kerja dan Perlakuan

Pada perlakuan sesungguhnya, mencit yang sudah dikelompokkan

kemudian diadaptasikan terhadap lingkungan Laboratorium Histologi FK

UNS selama 7 hari serta diberi makan dan minum secara ad libitum dan

pada hari ke-8 dilakukan penimbangan untuk menentukan dosis dan

dilakukan perlakuan. Kemudian sampel dibagi menjadi 4 kelompok,

dengan masing-masing kelompok 9 ekor dengan cara random. Kelompok

kontrol diberi aquadest per oral selama 13 hari. Kelompok perlakuan 1

diberi Aspirin dengan dosis 84 mg/Kg BB peroral dan aquades 0,25 ml

perhari selama 3 hari dimulai dari hari pertama hingga hari ke-3 perlakuan

dilanjutkan pemberian aquades 0,25 ml pada hari ke-4 hingga ke-6

perlakuan.

Kelompok perlakuan 2 diberi aspirin dengan dosis 84 mg/Kg BB

peroral 2 jam setelah makan di siang hari dan 1 jam kemudian diberikan

kacang hijau 0,05 gr/20grBB 1x/hari diberikan sejak hari pertama hingga

hari ke-3 perlakuan, kemudian dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,05

gr/20grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan. Kelompok perlakuan 3

(46)

commit to user

dan 1 jam kemudian diberikan kacang hijau 0,10 gr/20grBB sejak hari

pertama hingga hari ke-3 perlakuan, dan dilanjutkan pemberian kacang

hijau 0,10 gr/20grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan.

Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan,

pemberian kacang hijau dilakukan setelah 1 jam pemberian aspirin

karena dalam waktu 1 jam mukosa lambung mencit akan mengalami

kerusakan ringan dan dalam waktu 2 jam akan mengalami kerusakan

(47)

commit to user Aquades 0,25

ml

Aquades 0,25 ml Kacang hijau

0,05 gr/20grBB

Kacang hijau 0,10 gr/20grBB

Dilanjutkan hingga hari ke-13 penelitian, kemudian hewan dikorbankan dan dibuat preparat

Dipuasakan 2 jam setelah pemberian pakan

Sampel 36 ekor mencit

Diadaptasikan selama 7 hari, dengan pemberian pakan dan air minum dari PAM

Aspirin dosis 84/KgBB

Perlakuan dilanjutkan sampai hari ke-10 penelitian

Aquades 0,2 ml

Hari ke-8 ditimbang BB untuk menentukan dosis dan perlakuan

ditunggu sekitar 1 jam

Gambar 3.2 Skema Alur Penelitian

(48)

commit to user

7. Pengukuran hasil

Setelah perlakuan selesai, pada hari ke-14 semua hewan percobaan

dikorbankan dengan cara dislokasi vertebra cervical. Kemudian lambung

pada bagian kurvatura minor diambil untuk selanjutnya dibuat preparat

dengan potongan transversal. Tiap 1 hewan uji dibuat menjadi 3 preparat

dengan ketebalan 7-10 mikron. Preparat dibuat dengan pengecatan HE

dengan metode parafin. Pengamatan preparat dengan perbesaran 100x

untuk mengamati seluruh lapang pandang.

J. Teknik analisis data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji statistic

Kruskal-Wallis (α = 0, 05) untuk mengetahui bahwa paling sedikit ada satu

kelompok menunjukkan nilai yang lebih besar daripada kelompok lainnya.

Kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney (α = 0, 05) untuk

mengetahui perbedaan yang bermakna antara dua kelompok perlakuan

(Murthi, 1994). Data diolah dengan program komputer Statistical Product

(49)

commit to user

38

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Data hasil penelitian berupa tingkat kerusakan mukosa lambung yaitu

kerusakan ringan, berat, ataukah normal yang dilihat pada seluruh lapang

pandang tiap 1 preparat mukosa lambung mencit bagian kurvatura minor.

Untuk masing-masing kelompok yaitu kelompok kontrol, kelompok

perlakuan I, kelompok perlakuan II, dan kelompok perlakuan III dapat dilihat

dalam gambar berikut ini:

0 1 2 3 4 5 6 7

kontrol KP I KP II KP III

normal

kerusakan ringan

kerusakan berat

Gambar 4.1 Tingkat Kerusakan Mukosa Lambung pada Kelompok Kontrol,

(50)

commit to user

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Data hasil penelitian berupa tingkat kerusakan mukosa lambung yaitu

kerusakan ringan, berat, ataukah normal yang dilihat pada seluruh lapang

pandang tiap 1 preparat mukosa lambung mencit bagian kurvatura minor.

Untuk masing-masing kelompok yaitu kelompok kontrol, kelompok

perlakuan I, kelompok perlakuan II, dan kelompok perlakuan III dapat dilihat

dalam gambar berikut ini:

0 1 2 3 4 5 6 7

kontrol KP I KP II KP III

normal

kerusakan ringan

kerusakan berat

Gambar 4.1 Tingkat kerusakan mukosa lambung pada kelompok kontrol,

(51)

commit to user

Keterangan :

K : Kelompok kontrol diberi aquades 0,2 ml dan 0,25 ml

peroral/mencit pada kelompok kontrol selama 6 hari perlakuan

KP I : Kelompok perlakuan I yang diberi aspirin 84 mg/kgBB mencit

dan aquades 0,25 ml perhari pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan

dilanjutkan dengan aquades 0,25 ml pada hari ke-4 hingga ke-6

perlakuan

KP II : Kelompok perlakuan II yang diberi aspirin 84 mg/kgBB mencit

perhari dan 1 jam kemudian diberikan kacang hijau dosis I yaitu

0,25 ml/20 grBB mencit pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan

dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,25 ml pada hari ke-4 hingga

ke-6 perlakuan

KP III : Kelompok perlakuan III diberi aspirin 84 mg/kgBB mencit

perhari dan 1 jam kemudian diberikan kacang hijau dosis II yaitu

0,5 ml/20 grBB mencit pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan

dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,5 ml pada hari ke-4 hingga

ke-6 perlakuan

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa gambaran histologis mukosa

lambung pada kelompok kontrol terdapat empat preparat dalam keadaan

normal dan tiga preparat dengan kerusakan ringan. Pada kelompok perlakuan

I yang hanya diberikan aspirin terdapat tujuh preparat dengan kerusakan

berat. Sedangkan pada kelompok perlakuan II dan III, selain diberikan aspirin

(52)

commit to user

penurunan jumlah kerusakan mukosa yang signifikan jika dibandingkan

dengan kelompok perlakuan I, yaitu pada kelompok perlakukan II dengan

tiga preparat dalam keadaan normal serta empat preparat dengan kerusakan

ringan, dan kelompok perlakuan III satu preparat dalam keadaan normal,

serta enam preparat sisanya dalam kerusakan ringan.

B. Analisis Data

Data tersebut kemudian diuji dengan uji non parametrik. Karena

data yang didapat merupakan data kategorikal dengan skala ordinal dan

kelompok perlakuan lebih dari 2 kelompok, maka digunakan uji

Kruskall-Wallis untuk menguji data tersebut.

Uji Kruskall-Wallis dengan tingkat signifikansi 5% (α = 0,05)

bertujuan mengetahui bahwa paling sedikit ada satu kelompok menunjukkan

nilai yang lebih besar daripada kelompok lainnya.

Tabel 4.2 Hasil Uji Kruskal-Wallis antara Kelima Kelompok

Keadaan Lambung

p Pengambilan keputusan

Histologis

Mukosa

0,000 (p<0,05) Ho ditolak à signifikan

Pada uji Kruskal-Wallis didapatkan nilai signifikasi terhadap keadaan

histologis mukosa lambung 0,000 dimana signifikasi p<0,05, sehingga Ho

ditolak, yang artinya H1 diterima. Dimana H1 adalah data diantara keempat

(53)

commit to user

Untuk mengetahui letak perbedaan keadaan histologis mukosa

lambung keempat kelompok tersebut selanjutnya dilakukan uji

Mann-Whitney. Hasil ujinya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini:

Tabel 4.3 Hasil Uji Mann-Whitney Keadaan Histologis Mukosa Lambung

No. Pasangan kelompok Signifikansi/p< 0,05 Simpulan

1. KK – KP I 0,001 Berbeda signifikan

2. KK – KP II 0,606 Tidak signifikan

3. KK – KP III 0,107 Tidak signifikan

4. KP I – KP II 0,001 Berbeda signifikan

5. KP I – KP III 0,000 Berbeda signifikan

6. KP II – KP III 0,254 Tidak signifikan

Dari hasil di atas p<0,05 dikatakan signifikan. Pada pasangan

kelompok KK – KP I, KP I – KP II, dan KP I – KP III didapatkan p<0,05.

Maka hasil dari pasangan kelompok tersebut adalah signifikan yang berarti

terdapat perbedaan bermakna dari pasangan kelompok di atas.

Sebaliknya, pada pasangan kelompok KK – KP II, KK – KP III, dan

KP II – KP III mempunyai hasil p>0,05. Dengan kata lain, hasil dari

pasangan kelompok tersebut tidak signifikan yang berarti tidak ada perbedaan

(54)

commit to user

42

BAB V

PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan 36 ekor mencit yang dibagi dalam empat

kelompok yaitu kelompok kontrol (KK), kelompok perlakuan I (KP-I), kelompok

perlakuan II (KP-II), dan kelompok perlakuan III (KP-III). Dari 36 mencit yang

ada, hanya tujuh mencit perkelompok yang digunakan lambungnya sehingga 28

mencit digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis. Kelompok kontrol hanya

diberi diet standar, aquades 0,2 ml dan 0,25 ml peroral/mencit selama 6 hari

perlakuan. Kelompok perlakuan I diberi diet standar dan aspirin 84 mg/kgBB

mencit serta aquades 0,25 ml perhari pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan

dilanjutkan dengan aquades 0,25 ml pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan.

Kelompok perlakuan II diberi diet standar dan aspirin 84 mg/kgBB mencit

perhari kemudian 1 jam setelah itu diberikan kacang hijau dosis I yaitu 0,05 gr/20

grBB mencit pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian

kacang hijau 0,05 gr/20 grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan. Kelompok

perlakuan III diberi diet standar dan aspirin 84 mg/kgBB mencit perhari serta 1

jam kemudian diberikan kacang hijau dosis II yaitu 0,10 gr/20 grBB mencit pada

hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,10

gr/20 grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan.

Pengamatan pada penelitian ini adalah pengaruh pemberian kacang hijau

terhadap kerusakan histologis mukosa lambung mencit yang dipapar dengan

(55)

commit to user

BAB V

PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan 36 ekor mencit yang dibagi dalam empat

kelompok yaitu kelompok kontrol (KK), kelompok perlakuan I (KP-I), kelompok

perlakuan II (KP-II), dan kelompok perlakuan III (KP-III). Dari 36 mencit yang

ada, hanya tujuh mencit perkelompok yang digunakan lambungnya sehingga 28

mencit digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis. Kelompok kontrol hanya

diberi diet standar, aquades 0,2 ml dan 0,25 ml peroral/mencit selama 6 hari

perlakuan. Kelompok perlakuan I diberi diet standar dan aspirin 84 mg/kgBB

mencit serta aquades 0,25 ml perhari pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan

dilanjutkan dengan aquades 0,25 ml pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan

Kelompok perlakuan II diberi diet standar dan aspirin 84 mg/kgBB mencit

perhari kemudian 1 jam setelah itu diberikan kacang hijau dosis I yaitu 0,05 gr/20

grBB mencit pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian

kacang hijau 0,05 gr/20 grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan. Kelompok

perlakuan III diberi diet standar dan aspirin 84 mg/kgBB mencit perhari serta 1

jam kemudian diberikan kacang hijau dosis II yaitu 0,10 gr/20 grBB mencit pada

hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,10

gr/20 grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan.

Pengamatan pada penelitian ini adalah pengaruh pemberian kacang hijau

terhadap kerusakan histologis mukosa lambung mencit yang dipapar dengan

Gambar

Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian
Gambaran histologis mukosa lambung mencit pada bagian
Gambar 3.2  Skema Alur Penelitian
Gambar 4.1 Tingkat Kerusakan Mukosa Lambung pada Kelompok Kontrol, Kelompok Perlakuan I, II, dan III
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini yaitu lingko lodok adalah peninggalan leluhur orang Manggarai yang merupakan adaptasi dari bentuk rumah adat Manggarai yang berbentuk bundar/bulat

Surakarta is to inform the tourists about Surakarta tourism and the persuasive communication technique used by the staffs is to persuade the tourists to do something recommended

Hasil kategorisasi penelitian menunjukkan bahwa secara umum subjek pada sistem pembelajaran taman kanak-kanak full days dan reguler memiliki tingkat penyesuaian

Therefore, this study attempted to develop English speaking materials for the staff of Bank Mandiri in Yogyakarta using the principles of task- based learning.. The

Hasilnya diperoleh bahwa (1) Kerajaan-kerajaan lama di Afrika Utara dapat dibagi menjadi tiga yakni kerajaan-kerajaan di wilayah Barat meliputi Ghana dan Mali, Tengah yakni

In this paper we determine the dynamical model of a closed serial queuing network with fuzzy activity time and its periodic properties using max-plus algebra approach. This approach

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa kelas XI IS 3 SMA Stella Duce 2 Yogyakarta pada mata pelajaran siklus akuntansi perusahaan jasa,

a) Kegiatan usahanya selalu membantu orang lain/badan lain dengan menerima balas jasa. b) Pembelian barang oleh perusahaan jasa (bahan habis pakai/perlengkapan dan peralatan)