• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Biokimia Hati Pada Anak Thalassemia Mayor di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Biokimia Hati Pada Anak Thalassemia Mayor di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2014"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

41

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : R. Sindhi Triaugustin K.

NIM : 120100026

Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 03 Agustus 1994

Agama : Islam

Alamat : Komplek Bumi Asri Blok D no.15

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat Email : radensindy@gmail.com Riwayat Pendidikan :

1. TK Abdul Qadir, Medan 1998 – 2000

2. SD Ikal, Medan 2000 – 2006

3. SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Ammaliyah 2006 – 2009 4. SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Ammaliyah 2009 – 2012 5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2012 – sekarang

Riwayat Pelatihan : 1. Peserta PMB FK USU 2012

(2)

42

(3)

43

(4)

44

Lampiran 4

RM UMUR JENIS KELAMIN NILAI SGOT NILAI SGPT NILAI BILIRUBIN TOTAL

NILAI BILIRUBIN

DIREK NILAI ALP

RM1 10 Laki-laki 195 161 1,1 0,64 242

RM2 10 Perempuan 92 78 2,41 1,14 212

RM3 13 Perempuan 90 75 2,44 1,21 223

RM4 4 Laki-laki 19 11 1,41 0,42 87

RM5 11 Laki-laki 87 80 1,5 0,4 153

RM6 5 Laki-laki 30 20 1,4 0,22 91

RM7 7 Laki-laki 47 10 1,4 0,25 112

RM8 13 Laki-laki 93 174 1,4 0,37 124

RM9 1 Laki-laki 50 57 1,16 0,31 337

RM10 2 Laki-laki 29 15 1,32 0,54 209

RM11 6 Perempuan 90 75 1,4 0,28 172

RM12 8 Perempuan 25 18 3,31 0,72 122

RM13 8 Perempuan 46 25 1,7 0,15 159

RM14 5 Perempuan 20 10 0,91 0,26 130

RM15 15 Laki-laki 27 14 3,72 0,49 217

RM16 11 Laki-laki 85 115 1,8 0,34 143

RM17 18 Laki-laki 73 106 4,6 0,83 215

RM18 14 Perempuan 35 47 0,34 0,19 65

RM19 1 Perempuan 85 70 1,62 0,51 121

(5)

45

RM21 10 Perempuan 67 72 2,41 0,67 112

RM22 13 Laki-laki 65 79 0,69 0,41 95

RM23 1 Perempuan 57,2 26,6 2,05 0,44 455

RM24 1 Perempuan 23 15 1,42 0,24 95

RM25 11 Perempuan 65 53 1,52 0,38 124

RM26 13 Perempuan 60 50 1,47 0,35 215

RM27 1 Laki-laki 137 22 2,0 0,38 144

RM28 7 Perempuan 48 41 2,1 0,18 131

RM29 14 Perempuan 47 42 2,3 0,23 146

RM30 6 Laki-laki 26 14 0,44 0,36 123

RM31 2 Laki-laki 46 41 1,4 0,42 153

RM32 10 Laki-laki 34 26 1,47 0,18 85

RM33 12 Laki-laki 61 58 1,52 0,61 161

RM34 14 Perempuan 55 50 1,48 0,24 175

RM35 12 Perempuan 62 60 2,12 0,19 112

RM36 13 Laki-laki 70 70 1,2 0,21 139

RM37 6 Laki-laki 71 52 1,40 0,28 122

RM38 15 Laki-laki 69 47 1,42 0,44 96

RM39 3 Laki-laki 47 51 3,21 0,39 128

RM40 7 Perempuan 41 23 6,23 0,70 87

RM41 8 Laki-laki 52 50 2,95 1,21 97

RM42 14 Laki-laki 41 32 1,42 0,42 135

RM43 7 Perempuan 65 11 2,40 0,95 65

RM44 10 Laki-laki 51 48 2,1 1,2 95

(6)

46

RM46 1 Laki-laki 46 48 1,9 0,39 151

RM47 1 Perempuan 48 50 1,7 0,42 147

RM48 7 Perempuan 46 47 1,6 0,31 162

RM49 10 Laki-laki 37 42 0,24 0,14 250

RM50 7 Laki-laki 24 12 1,41 0,46 101

(7)

20 Lampiran 5

Frequency table

Usia Pasien

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid < 12 tahun 39 76.5 76.5 76.5

≥ 12 tahun 12 23.5 23.5 100.0

Total 51 100.0 100.0

Gender Pasien

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 29 56.9 56.9 56.9

Perempuan 22 43.1 43.1 100.0

Total 51 100.0 100.0

Frekuensi Transfusi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid satu bulan sekali 35 68.6 68.6 68.6

satu bulan >2 kali 16 31.4 31.4 100.0

(8)

14

Nilai SGOT

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 16 31.4 31.4 31.4

2 35 68.6 68.6 100.0

Total 51 100.0 100.0

Nilai SGPT

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 18 35.3 35.3 35.3

2 33 64.7 64.7 100.0

Total 51 100.0 100.0

(9)

15

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 6 11.8 11.8 11.8

2 45 88.2 88.2 100.0

Total 51 100.0 100.0

Nilai Bilirubin Total

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 9 17.6 17.6 17.6

2 42 82.4 82.4 100.0

Total 51 100.0 100.0

Nilai Bilirubin Direk

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 13 25.5 25.5 25.5

2 38 74.5 74.5 100.0

(10)

38

DAFTAR PUSTAKA

Aessopos, A., Farmakis D., Deftereos S., Tsironi M., Tassiopoulos S., Moyssakis I., et al., 2005.Thalassemia heart disease: a comparative evaluation of

thalassemia major and thalassemia intermedia. Chest 2005,

127:1523-1530.

Bacon, B.R., Brown K.E., 1996. Iron metabolism and disorders of iron overload. Dalam: Kaplowirz N, penyunting. Biliary disease. Edisi II. Baltimore: Williams & Wilkins. H. 349-62

Combes, B., and Schenker S., 1969. Laboratory test. Disease of the liver. J.B. Lippincott Co, 
Philadelphia Toronto. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12393486?dopt=Abstract

Dewi, S., 2009. Karakteristik penderita thalassemia yang rawat inap di rumah

sakit umum pusat H. adam malik medan tahun 2006-2008.

Dorland,2009.,Kamus Kedokteran Dorland. 28th ed. Jakarta: EGC, 1087.

Eleftheriou, A., 2007. About Thalassaemia.Published by Thalassaemia International Federation, Cyprus.

Ganie, A., 2004. Kajian DNA Thalassemia alpha di Medan.USU Press, Medan. Ganie, A., 2005. Thalassemia: Permasalahan dan Penanganannya.Universitas

Sumatera Utara, Medan Harsono. 2000. Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Hoffbrand, A., dkk, 2005. Kapita Selekta Hematologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Jelvehgari, M., and S.O Mashayekhi., 2007. Demographic and Clinical Aspects in

Thalassemic or Hemophilic Patients Reffered to Pediatric Hospital in

Tabriz City, 2004, Iran.Available from:

http://www.researchgate.net/publication/26589949

Kaplan, M.M. 1993. Laboratory tests. Dalam: Schiff L, Schiff ER, penyunting.

Disease of the liver. Edisi ke-7. Philadelphia: JB Lippincott Company. H.

108-44

(11)

39

Kelly, DA.,Useful investigations in the assessment of liver disease. Dalam: Diseases of the liver and biliary system in children. Oxford: Blackwell Science Ltd, 1999. h. 3-8.

Kumar, P., Ghalaut V.S., Abrol, P., Sen J., dan Schdeva A., 2014.Effect of

Different Modalities of Chelation in Beta Thalassemia. Available from: http://www.jcdr.net/back_issues.asp?issn=0973-709x&year=2010.

[Accessed 14 December 2015].

Laksmitawati, D.R., Handayani S., Udyaningsih-Freisleben S.K., Kurniati V., Adhiyanto C., Hidayat J., et al., 2013. Iron Status and Oxidate Stress in

Beta Thalassemia Patients in Jakarta.

Laksmitawati, D.R., Handayani S., Udyaningsih-Freisleben S.K., Kurniati V., Adhiyanto C., 3, Hidayat J., et al.,Iron Status and Oxidate Stress in Beta

Thalassemia Patients in Jakarta

Lawrence, M., 2003. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Penyakit Dalam. Penerbit Salemba Medika, Jakarta.

Lowry, F., 2008. Chelation May Reverse Thalassemia Complications. Internal

Medicine News 41.7 : 25.

Olivieri NF. The beta-thalassemias. N Engl J Med. 1999 Jul 8;341(2):99-109. Review. Erratum in: N Engl J Med 1999 Oct 28;341(18):1407.

Rejeki, Sri., Pradani P., Nurhayati J., Supriyanto., 2014. Model prediksi

Kebutuhan Darah untuk Penderita Talasemia Mayor.

Soelaiman, B.H., 1976. Aplikasi Klinik dari Tes Faal Hati. Majalah Ilmu Penyakit Dalam Vol. IX No. 
1

Soliman, A., Mohamed Y., Fawzia A.Y., Lowla A., Noora A., Ami S., et al., 2014. Longitudinal Study on Liver Functions in Patients with Thalassemia

Major before and after Deferasinox (DFX) Therapy. [Accessed 14

December 2015]

Suyono, S., 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Tavill, AS., Hemochromatosis. Dalam Schiff L, Schiff ER, penyunting. Diseases

(12)

40

669-691.

TIF., 2008. Guidelines for the Clinical Management of Thalassaemia. Available from: http://www.thalassaemia.org.cy

Wahidiyat, I.,Penelitian thalassemia di Jalarta. Tesis, 1979.

Weatherall, D.J., Clegg, J.B., 2001. The Thalassemia Syndromes. Oxford: Blackwell Science. 846p.

Whitby, L.G., Percy-Robb, I.W., and Smith, A.F. 1980. Lecture Notes on Clinical

Chemistry, 2ndEd. 
Blackwell Scientific Publications, Osney Mead, Oxford.

Wilkins, I.,2009.Nonimmune hydrops. In Creasy and Resnick's Maternal Fetal- Medicine Principles and Practice sixth ed.Ed Creasy R et al., Saunders. Pp505-517

Zilva, J.F., and Pannall, P.R. 1979. Clinical Chemistry in Diagnosis and

Treatment, 3rdEd. Lioyd-Luke 
(Medicine Books) Ltd. London.

(13)

20

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1.Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disampaikan pada Bab 1, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Yang di teliti Yang tidak di teliti Kadar

Hemoglobin

Jumlah Transfusi Transfusi Berulang

Thalassemia �-mayor Hemosiderosis

Hemokromatosis

Hemosiderosis Pembuangan Kelebihan Zat Besi

Gangguan Hati

SGOT SGPT

Bilirubin Total Bilirubin Direk

ALP

Gangguan Ginjal

(14)

25

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Pasien thalassemia mayor

Pasienthalassemia mayor adalah pasien yang datang dan dirawat di RSUP Haji Adam Malik medan tahun 2014.

3.2.2.Parameter klinik

1. Usia adalah usia pasien thalassemia mayor yang di teliti si RSUP Haji Adam Malik Medan.

Cara ukur : rekam medik. Kategori :1 :< 12 tahun

2 : 12 tahun Skala ukur : ordinal.

2. Jenis kelamin adalah jenis kelamin pasien thalassemia mayor yang di teliti di RSUP Haji Adam Malik Medan.

Cara ukur : rekam medik. Kategori : 1 :Laki – laki 2 : Perempuan Skala ukur : nominal.

3. Frekuensi transfusi adalah frekuensi pasienthalassemia menjalani transfusi yang di teliti di RSUP Haji Adam Malik Medan.

Cara ukur : rekam medik. Kategori : 1 : Satu bulan sekali

2 :Satu bulan 2 kali Skala ukur : ordinal.

3.2.3. Parameter laboratorium

1. SGOT adalah kadar enzim SGOT pada pasien thalassemia mayor dari hasil laboratorium.

Cara ukur : rekam medik.

Kategori : 1 : Normal (3-45 U/L) 2 : Tinggi ( 46 U/L) Skala ukur : ordinal.

(15)

20

2. SGPT adalah kadar enzim SGPT pada pasien thalassemia mayor dari

hasil laboratorium.

Cara ukur : rekam medik.

Kategori : 1 : Normal (0-35 U/L) 2 : Tinggi ( 36 U/L) Skala ukur : ordinal.

3. ALP adalah kadar enzim ALP pada pasien thalassemia mayor dari hasil laboratorium.

Cara ukur : rekam medik.

Kategori : 1 : Normal (36-92 U/L)

2 : Tinggi ( 93 U/L) Skala ukur : ordinal

4.Bilirubin adalah kadar bilirubin pada pasien thalassemia mayor dari hasil laboratorium.

Cara ukur : rekam medik. Kategori :

 Bilirubin Total

1 :Normal (0,3-1,2 mg/dL)

2 : Tinggi ( 1,3 mg/dL)  Bilirubin Direk

1 :Normal (0,0-0,25 mg/dL) 2 :Tinggi ( 0,26 mg/dL) Skala ukur : ordinal

(16)

20

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran biokimia hati pada anak thalassemia mayor di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan pendekatan cross sectional study dan dilakukan dengan melakukan pengukuran sesaat.

4.2.Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu persiapan proposal penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Maret 2015 hingga Mei 2015. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik di Kota Medan. Adapun pertimbangan memilih lokasi tersebut dikarenakan rumah sakit pusat dan rujukan dari Sumatera Utara. Pengumpulan data akan dilaksanakan pada bulan September 2015, lalu dilanjutkan dengan pengolahan dan analisa data. Penilitian ini akan dilaksanakan setelah mendapat persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan .

4.3.Populasi dan Sampel 4.3.1.Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua data penderita thalassemia beta mayor di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2014 sebanyak 133 data penderita.

4.3.2.Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah data semua pasien thalassemia yang di rawat inap di RSUP Haji Adam Malik mulai dari bulan Januari 2014 sampai bulan Desember 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

(17)

26

4.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria Inklusi pada penelitian ini adalah:

- Pasien thalassemia yang di rawat di RSUP Haji Adam Malik Medan - Data laboratorium dari rekam medik yang akurat

b. Kriteria Eksklusi

- Data laboratorium dari rekam medik yang tidak dapat di baca dan rusak

- Data laboratorium dari rekam medik yang berulang

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan total sampling dan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari kartu status penderita

thalassemia yang bersumber dari bagian rekam medik RSUP Haji Adam Malik

Medan tahun 2014 kemudian dilakukan pencatatan sesuai variabel yang diteliti.

4.5.Pengolahan dan AnalisaData

Pengelolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu :

1. Editing: Memeriksa nama, umur, jenis kelamin, dan hasil pemeriksaan.

2. Coding: Memberi kode atau angka pada label.

3. Entrying data: Memasukkan data dari rekam medis melalui pengolahan

komputer dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package for

Social Science).

4. Cleaning: Pembersihan data. Kegiatan meneliti kembali data yang sudah

ada, apakah terdapat kesalahan atau tidak. 5. Saving: Upaya penyimpanan data.

Setelah data diolah kemudian data tersebut dianalisa secara deskriptif untuk mengetahui gambaran biokimia hati pada pasien Thalassemia Mayor di RSUP Haji Adam Malik Medan. Hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

(18)

27

4.6.Ethical Clearance

Ethical clearance atau kelayakan etik adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh komisi etik penelitian untuk penelitian yang melibatkan makhluk hidup serta manusia, hewan dan tumbuhan, dimana dinyatakan bahwa suatu proposal riset layak dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan. Pada penelitian ini, akan dilakukan pengambilan rekam medik dari RSUP Haji Adam Malik Medan jika ethical clearence pada penelitian ini sudah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran USU.

Tabel 4.7. Jadwal Perencanaan Penelitian

No. Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des

1 Studi

Kepustakaan x x x

2 Proposal

Penelitian x

3 Pengumpulan

Data x x

4 Penelitian x x

5 Pengolahan

Data x x x

6

Pembacaan Hasil Peneltian

(19)

28

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian

Pengambilan data penelitian dilaksanakan selama dua bulan yaitu mulai bulan September hingga Oktober 2015 di bagian rekam medik RSUP Haji Adam Malik Medan. Dari 155 buah rekam medik pasien dengan thalassemia mayor yang diperiksa, ditemukan 51 buah rekam medik pasien denganthalassemia mayoryang memenuhi kriteria untuk dimasukkan sebagai sampel. Berdasarkan hasil pengumpulan dan analisis data rekam medik, maka dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut.

5.1.1.Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah sakit tersebut merupakan Rumah Sakit Tipe A sesuai dengan SK Menkes No. 355/Menkes/SK/VII/1990. RSUP Haji Adam Malik Medan telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan Rumah Sakit Pusat Rujukan untuk daerah pembangunan A yang meliputi propinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien-pasien dengan latar belakang yang bervariasi. Selain alasan diatas, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5.1.2.Karakteristik Sampel

Sampel yang didapat dengan metode total sampling, didapatkan 51 pasien penderita thalassemia mayor yang berkunjung ke RSUP Haji Adam Malik tahun 2014. Semua data responden diambil dari data sekunder yaitu rekam medik pasien. Dari keseluruhan responden, variabel yang dinilai adalah jenis kelamin,

(20)

29

usia, frekuensi transfusi darah, nilai SGOT, nilai SGPT, nilai Bilirubin Total, nilai Bilirubin Direk, dan nilai ALP.

5.1.2.1.Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien

Tabel 5.1KarkteristikSampel Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

Laki-laki 29 56,9

Perempuan 22 43,1

Total 51 100,0

Berdasarkan Tabel 5.1., dapat diketahui distribusi pasien Thalassemia mayor jenis kelamin terdiri dari 29 pasien laki-laki (56,9%) dan 22 pasien perempuan (43,1%).

5.1.2.2.Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia Pasien

Tabel 5.2Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia Pasien

Usia Frekuensi (n) Persentase (%)

1 < 12 tahun 39 76,5

2 12 tahun 12 23,5

Total 51 100,0

Berdasarkan Tabel5.2., dapat diketahui distribusi pasien thalassemia mayor berdasarkan usia terdiri dari 39 pasien berusia di bawah 12 tahun (76,5%), dan 12 pasien berusia di atas 12 tahun (23,5%).

(21)

30

5.1.2.3.Karakteristik Sampel Berdasarkan Frekuensi Transfusi

Tabel 5.3Karakteristik Sampel Berdasarkan Frekuensi Transfusi Frekuensi Transfusi Frekuensi (n) Persentase (%)

1 Sekali per bulan 35 68,6

2 2 kali per bulan 16 31,4

Total 51 100,0

Berdasarkan Tabel 5.3., dapat diketahui prevalensi pasien thalassemia mayor yang mendapatkan transfusi darah sekali perbulan sebanyak 35 pasien (68,6%) dan yang mendapatkan transfusi darah 2 kali perbulan sebanyak 16 pasien (31,4%).

5.1.2.4.Karakteristik Sampel Berdasarkan Nilai SGOT

Tabel 5.4Karakteristik Sampel Berdasarkan Nilai SGOT Nilai SGOT Frekuensi (n) Persentase (%)

1 Normal (3-45 U/L) 16 31,4

2 Tinggi( 46 U/L) 35 68,6

Total 51 100,0

Berdasarkan Tabel 5.4., dapat diketahui prevalensi pasien thalassemia mayor sebagian besar memiliki kadarSGOT yang tinggi yaitu sebanyak 35 pasien (68,6%), dan yang memiliki kadar normal sebanyak 16 pasien (31,4%).

5.1.2.5. Karakteristik Sampel Berdasarkan Nilai SGPT

Tabel 5.5Karakteristik Sampel Berdasarkan Nilai SGPT Nilai SGPT Frekuensi (n) Persentase (%)

1 Normal (0-35 U/L) 18 35,3

2 Tinggi (≥ 36 U/L) 33 64,7

Total 51 100,0

(22)

31

Berdasarkan Tabel 5.5., dapat diketahui prevalensi pasien thalassemia mayor sebagian besar memiliki kadar SGPT yang tinggi yaitu sebanyak 33 pasien (64,7%), dan yang memiliki kadar normal sebanyak 18 pasien (35,3%).

5.1.2.6. Karakteristik Sampel Berdasarkan Nilai Bilirubin Total

Tabel 5.6Karakteristik Sampel Berdasarkan Nilai Bilirubin Total Nilai Bilirubin Total Frekuensi (n) Persentase (%)

1 Normal (0.3-1,2 mg/dL) 9 17,6

2 Tinggi (≥ 1,3 mg/dL) 42 82,4

Total 51 100,0

Berdasarkan Tabel 5.6., dapat diketahui prevalensi pasien thalassemia mayor sebagian besar memiliki kadar Bilirubin Total yang tinggi yaitu sebanyak 42 pasien (82,4%), dan yang memiliki kadar normal sebanyak 9 pasien (17,6%).

5.1.2.7. Karakteristik Sampel Berdasarkan Nilai Bilirubin Direk

Tabel 5.7Karakteristik Sampel Berdasarkan Nilai Bilirubin Direk Nilai Bilirubin Direk Frekuensi (n) Persentase (%)

1 Normal (0.0-0,25

mg/dL)

13 25,5

2 Tinggi (≥ 0,26 mg/dL) 38 74,5

Total 51 100,0

Berdasarkan Tabel 5.7., dapat diketahui prevalensi pasien thalassemia mayor sebagian besar memiliki kadar Bilirubin Direk yang tinggi yaitu sebanyak 38 pasien (74,5%), dan yang memiliki kadar normal sebanyak 13 pasien (25,5%).

(23)

32

5.1.2.8.Karakteristik Sampel Berdasarkan Nilai ALP

Tabel 5.8Karakteristik Sampel Berdasarkan Nilai ALP Nilai ALP Frekuensi (n) Persentase (%)

1 Normal (36-92 U/L) 6 11,8

2 Tinggi (≥ 93 U/L) 45 88,2

Total 51 100,0

Berdasarkan Tabel5.8., dapat diketahui prevalensi pasien thalassemia mayor sebagian besar memiliki kadar ALP yang tinggi yaitu sebanyak 45 pasien (88,2%), dan yang memiliki kadar normal sebanyak 6 pasien (11,8%).

(24)

33

5.2. Pembahasan

Dari hasil penelitian ini, didapati pasien thalassemia mayor berdasarkan jenis kelamin terdiri dari pasien laki-laki sebanyak 29 pasien (56,9%) dan 22 pasien perempuan (43,1%). Dapat disimpulkan bahwa pasien thalassemia mayor lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2009) terhadap pasien-pasien di lokasi yang sama yang menunjukkan prevalensi pasien

thalassemia mayor laki-laki lebih banyak yaitu 76 pasien (63,3%) dibandingkan

dengan perempuan sebanyak 44 pasien (36,7%). Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jelvehgari (2007) di kota Tabriz, Iran yang melaporkan bahwa pasien thalassemia mayor terbanyak pada laki-laki sebanyak 72 pasien (65%) dan perempuan sebanyak 38 pasien (35%).Thalassemia adalah penyakit genetik yang disebabkan oleh faktor alel tunggal autosomal resesif, bukan penyakit genetik yang disebabkan oleh faktor alel terpaut dengan kromosom seks/kelamin. Oleh karena itu penderita thalassemia tidak tergantung dari jenis kelamin, baik laki-laki maupun perempuan sama-sama dapat menderita penyakit thalassemia ini (Rejeki, 2014).

Berdasarkan usia, didapati bahwa prevalensi pasien thalassemia mayor terdiri dari 39 pasien berusia di bawah 12 tahun (76,5%), dan 12 pasien berusia di atas 12 tahun (23,5%). Dapat disimpulkan bahwa pasien thalassemia mayor lebih banyak pada usia di bawah 12 tahun dibandingkan dengan usia di atas 12 tahun.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2009) terhadap pasien-pasien di lokasi yang sama yang menunjukkan prevalensi pasien

thalassemia mayor terbanyak pada usia 6-12 tahun yaitu 79 pasien(65,8%). Hal

ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jelvehgari (2007) yang menunjukkan pasien thalassemia mayor terbanyak pada usia >5 tahun yaitu 42 pasien (38%). Thalassemia tidak bergantung pada umur, namun umur berpengaruh pada kebutuhan darah transfusi penderita thalassemia. Setiap kenaikan satu tahun, maka kebutuhan darah akan bertambah sekitar 0,816 mililiter (Rejeki, 2014).

(25)

34

Berdasarkan frekuensi transfusi, didapati prevalensi pasien thalassemia mayor yang mendapatkan transfusi darah sekali perbulan sebanyak 35 pasien (68,6%) dan yang mendapatkan transfusi darah ≥ 2 kali perbulan sebanyak 16 pasien (31,4%). Dapat disimpulkan bahwa pasien thalassemia mayor yang mendapatkan transfusi sekali perbulan lebih banyak dibandingkan yang mendapatkan transfusi darah ≥ 2 kali perbulan.

Berdasarkan nilai SGOT, didapati prevalensi pasien thalassemia mayor dengan nilai yang tinggi sebanyak 35 pasien (68,6%), dan yang memiliki nilai normal sebanyak 16 pasien (31,45%). Dapat disimpulkan bahwa pasien

thalassemia mayor dengan nilai SGOT yang tinggi lebih banyak dibandingkan

dengan nilai SGOT yang normal.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Laksmitawati (2013) pada pasien-pasien dengan kriteria yang sama di salah satu rumah sakit di Jakarta didapatkan hasil rata-rata SGOT pasien dengan nilai 88,9 U/L atau dapat dikatakan kebanyakan pasien memiliki nilai SGOT yang tinggi.

Berdasarkan nilai SGPT, didapati prevalensi pasien thalassemia mayor dengan nilai yang tinggi sebanyak 33 pasien (64,7%), dan yang memiliki nilai normal sebanyak 18 pasien (35,3%). Dapat disimpulkan bahwa pasien

thalassemia mayor dengan nilaiSGPT yang tinggi lebih banyak dibandingkan

dengan nilaiSGPT yang normal.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Kumar, dkk (2010) pada pasien-pasien dengan kriteria yang sama di salah satu rumah sakit di India didapatkan hasil rata-rata SGPT pasien dengan nilai 116,13U/L atau dapat dikatakan kebanyakan pasien memiliki nilai SGPT yang tinggi.

Berdasarkan nilai Bilirubin Total, didapati prevalensi pasien thalassemia mayor dengan nilai yang tinggi yaitu sebanyak 42 pasien (82,4%), dan yang memiliki nilai normal sebanyak 9 pasien (17,6%). Dapat disimpulkan bahwa pasien thalassemia mayor dengan nilai Bilirubin Total yang tinggi lebih banyak dibandingkan dengan nilai Bilirubin Total yang normal.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Laksmitawati (2013) pada pasien-pasien dengan kriteria yang sama di salah satu rumah sakit di Jakarta didapatkan

(26)

35

hasil rata-rata Bilirubin Total pasien dengan nilai 1,9 mg/dL atau dapat dikatakan kebanyakan pasien memiliki nilai Bilirubin Total yang tinggi.

Berdasarkan nilai Bilirubin Direk, didapati prevalensi pasien thalassemia mayor dengan nilai yang tinggi yaitu sebanyak 38 pasien (74,5%), dan yang memiliki nilai normal sebanyak 13 pasien (25,5%). Dapat disimpulkan bahwa pasien thalassemia mayor dengan nilai Bilirubin Direk yang tinggi lebih banyak dibandingkan dengan nilai Bilirubin Direk yang normal.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Laksmitawati (2013) pada pasien-pasien dengan kriteria yang sama di salah satu rumah sakit di Jakarta didapatkan hasil rata-rata Bilirubin Direk pasien dengan nilai 0,6 mg/dL atau dapat dikatakan kebanyakan pasien memiliki nilai Bilirubin Direk yang tinggi.

Berdasarkan nilai ALP, didapati prevalensi pasien thalassemia mayor dengan nilai yang tinggi yaitu sebanyak 45 pasien (88,2%), dan yang memiliki nilai normal sebanyak 6 pasien (11,8%). Dapat disimpulkan bahwa pasien

thalassemia mayor dengan nilai ALP yang tinggi lebih banyak dibandingkan

dengan nilai ALP yang normal.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Soliman (2014) pada pasien-pasien dengan kriteria yang sama di salah satu rumah sakit di Qatar didapatkan hasil rata-rata ALP pasien dengan nilai 199 U/L atau dapat dikatakan kebanyakan pasien memiliki nilai ALP yang tinggi.

(27)

36

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian gambaran biokimia hati pada anak thalassemia mayor di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2014 diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Prevalensi kadar SGOT yang tinggi pada pasien thalassemia mayor sebanyak 35 pasien (68,6%), sedangkan pasien thalassemia mayor dengan kadar SGOT yang normal sebanyak 16 pasien (31,4%).

2. Prevalensi kadar SGPT yang tinggi pada pasien thalassemia mayor sebanyak 33 pasien (64,7%), sedangkan pasien thalassemia mayor dengan kadar SGPT yang normal sebanyak 18 pasien (35,3%).

3. Prevalensi kadar Bilirubin Total yang tinggi pada pasien thalassemia mayor sebanyak 42 pasien (82,4%), sedangkan pasien thalassemia mayor dengan kadar Bilirubin Total yang normal sebanyak 9 pasien (17,6%). Prevalensi kadar Bilirubin Direk yang tinggi pada pasien thalassemia mayor sebanyak 38 pasien (74,5%), sedangkan pasien thalassemia mayor dengan kadar Bilirubin Direk yang normal sebanyak 13 pasien (25,5%). 4. Prevalensi kadar ALP yang tinggi pada pasien thalassemia mayor

sebanyak 45 pasien (88,2%), sedangkan pasien thalassemia mayor dengan kadar ALP yang normal sebanyak 6 pasien (11,8%).

(28)

37

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat disampaikan adalah : 1. Diharapkan melalui penelitian ini, tenaga kesehatan dapat mengenali

lebih dalam tentang gambaran biokimia hati pada anak thalassemia mayor.

2. Diharapkan kepada masyarakatagar lebih peduli terhadap kesehatan terutama pada anak-anak yang didiagnosa thalassemia mayor, dan sangat disarankan pada pasien thalassemia mayor untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala, hal ini untuk diberikan pengobatan lebih awal.

3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi data dasar sebagai acuan untuk penelitian-penelitian berikutnya terutama yang berkaitan dengan

thalassemia mayor.

4. Kepada pihak RSUP Haji Adam Malik, disarankan untuk lebih melengkapi pencatatan variabel tentang thalassemia.

(29)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Thalassemia 2.1.1.Definisi

Thalassemiaadalah penyakit kelainan genetik yang paling sering terjadi dan

menjadi masalah kesehatan masyarakat dan memiliki angka kejadian yang tinggi pada negara-negara tropis.Thalassemia merupakan kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang ditandai dengan adanya penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin atau lebih dan diklasifikasikan menurut rantai yang terkena ( (Dorland, 2009).

2.1.2.Epidemiologi

Thalassemia dapat dijumpai pada laki-laki dan perempuan dengan

perbandingan yang sama. Angka kejadian terjadi pada sekitar 4,4 dari setiap 10.000 kelahiran hidup. Thalassemiaalfa merupakan yang paling umum terjadi pada penduduk Afrika dan keturunan dari Asia Tenggara. Sementarathalassemiabeta paling sering terjadi pada individu-individu dari Mediterania, Afrika dan keturunan Asia Tenggara (Weatherall, 2001).

Untuk thalassemia alfa di daerah perbatasan Muang Thai dan Laos frekuensinya berkisar 30-40%, kemudian tersebar dalam frekuensi lebih rendah di Asia Tenggara termasuk Indonesia (Weatherall, 2001).

Prevalensi carrier thalassemia di Indonesia sekitar 3-8%, artinya 3-8 dari 100 orang Indonesia membawa sifat thalassemia. Dari total populasi pembawa sifat genetik thalassemia, 7% ditemukan di Palembang, 3,4% di Jawa dan 8% di

Makasar. Jika diasumsikan terdapat 5% saja carrier dan angka kelahiran 23 per mil dari total populasi 240 juta jiwa, maka diperkirakan terdapat 3.000 bayi penderita thalassemia setiap tahunnya. Secara keseluruhan di Indonesia diperkirakan prevalensi carrier thalassemia alfa kira-kira 1-10% dan thalassemia

(30)

5

Data yang diperoleh dari rekam medik di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2004-2005 ditemukan penderita thalassemia rawat inap sebanyak 35 orang, pada tahun 2006-2008 ditemukan penderita thalassemia rawat inap sebanyak 120 orang (Ganie, 2004), dan setelah dilakukan survey awal di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2014 ditemukan penderita thalassemia rawat inap sebanyak 133 orang.

2.1.3.Etiologi

Tubuh memiliki 3 jenis sel darah yaitu sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.Sel darah merah mengandung hemoglobin, protein kaya zat besi yang membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh.Hemoglobin juga membawa karbon dioksida dari tubuh untuk paru-paru (Ganie, 2005).

Hemoglobin manusia terdiri dari persenyawaan hem dan globin. Hem terdiri dari zat besi dan globin adalah suatu protein yang terdiri dari rantai polipeptida. Hemoglobin pada manusia normal terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta. Rantai globin merupakan suatu protein, maka sintesisnya dikendalikan oleh suatu gen. Dua kelompok gen yang mengatur yaitu kluster gen globin-αterletak pada kromosom 16 dan kluster globin-βterletak pada kromosom 11. Penyakit

thalassemia diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta. Gen

globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Gen globin beta hanya sebelah yang mengalami kelainan maka disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak nomal atau sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal dan dapat berfungsi dengan baik dan jarang memerlukan pengobatan. Kelainan gen globin yang terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita

thalassemia mayor yang berasal dari kedua orang tua yang masing-masing

(31)

6

2.1.4.Klasifikasi

Thalassemia dapat di klasifikasikan menjadi thalassemia alfa dan thalassemia beta (Eleftheriou, 2007).

1. Thalassemia Alfa

Thalassemia ini disebabkan oleh mutasi salah satu atau seluruh globin

rantai alfa yang ada.Thalasemia alfa terdiri dari : (a). ThalassemiaTrait ;(b). Hemoglobin H ; (c). Fetalis Hydrops ;(d). Hemoglobin Bart(Eleftheriou, 2007).

Pada thalassemia trait, orang dengan hilang 2 alpha globin gen (αα / - - / α-) akanmemiliki alpha thalassemia trait. Pada thalassemia ini biasanya

tidak menyebabkan masalah kesehatan tetapi dapat menyebab kadar sel darah merah yang rendah (anemia) dan sel darah merah kecil (Eleftheriou, 2007).Ada 2 jenis alpha thalassemia trait, yaitu: (1). Seseorang dengan kehilangan satu gen

globin alpha pada setiap kromosom (α- / α-).Keadaan ini disebut bentuk trans alpha thalassemia trait. Bentuk trans alpha thalassemia trait (α- / α-) umumnya di Afrika-Amerika sekitar 20-30% ; (2). Seseorang dengan kehilangan 2 gen globin alpha pada kromosom yang sama(αα / -).Keadaan ini disebut bentuk cis alpha thalassemia trait. Orang dengan alpha thalassemia trait tidak akan

berkembang menjadi penyakit Hemoglobin H atau Hydrops Fetalis di kemudian hari (Eleftheriou, 2007).

Pada Hemoglobin H, Jika satu (1) orang tua memiliki bentuk cis alpha

thalassemia trait (αα / -), dan orang tua lainnya adalah silent carrier(αα/α-), maka

kemungkinannya adalah 25% (1 dari 4) kesempatan dengan setiap kehamilan memiliki anak dengan penyakit Hemoglobin H (Eleftheriou, 2007).

(32)

7

Pada Fetalis Hydrops, jika kedua orang tua memiliki bentuk cis alpha

thalassemia trait(αα / -), ada 25% (1 dari 4) kesempatan dengan setiap kehamilan

memiliki anak dengan hidrops fetalis (-/-). Penyakit ini adalah kondisi kesehatan yang serius yang biasanya dapat menyebab kematian sebelum atau segera setelah lahir (Wilkins, 2009).

Gambaran klinisnya adalah bayi edema pucat dengan tanda-tanda gagal jantung dan anemia intra-uterus yang berkepanjangan. Kondisi lain yang dijumpai adalah hepatosplenomegali, keterbelakangan dalam pertumbuhan otak, tulang dan kelainan bentuk kardiovaskular dan pembesaran plasenta (Wilkins, 2009).

Bayi dengan hidrop fetalis hampir selalu mati dalam rahim (23-38 minggu) atau segera setelah lahir, meskipun beberapa kasus telah dijelaskan bahwa neonatus diberikan intensif pendukung kehidupan yaitu terapi dan diobati dengan tranfusi darah (Wilkins, 2009).

Pada Hemoglobin Bart, seorang bayi dengan Hemoglobin Bart dapat menyebabkan kadar sel darah merah yang rendah (anemia ringan) (Chui, 2002).Jika sejumlah kecil Hemoglobin Bart pada saat lahir, biasanya akan hilang segera setelah lahir. Ini berarti anak tersebut memiliki alpha thalassemia trait atau

silent carrier.Tes skrinning bayi baru lahir biasanya tidak bisa mendeteksi kondisi

ini.Jika sejumlah besar Hemoglobin Bart pada saat lahir, biasanya akan ditegakkan dengan penyakit Hemoglobin H pada tes skrinning bayi baru lahir (Chui, 2002).

2. Thalassemia Beta

Sindrom thalassemia beta adalah kelompok kelainan darah herediter yang

ditandai dengan berkurangnya atau tidak ada sintesis rantai beta globin, sehingga

mengurangi kadar hemoglobin dalam sel darah merah (RBC), penurunan produksi

RBC dan dapat mengakibatkan anemia (Suyono, 2001).Thalassemia beta terdiri

dari: (a). Thalassemia Beta Mayor ; (b). Beta Thalassemia Intermedia ; (c). Beta

Thalassemia Minor ; (d). Dominan Beta Thalassemia ; (e). Beta Thalassemia

(33)

8

Pada Thalassemia Beta Mayor, presentasi klinisnya dapat terjadi di antara usia 6 hingga 24 bulan. Pada bayi yang terkena dapat menyebabkan gagal berkembang dan menjadi pucat secara progresif. Adanya masalah pada intake makanan, diare, iritabilitas, demam dengan serangan berulang, pembesaran progresif dari perut yang disebabkan oleh limpa dan pembesaran hati juga dapat terjadi (Aessopos, 2005).

Di beberapa negara berkembang, karena kurangnya sumber daya manusia sehingga banyak pasien yang tidak tertangani dan tidak ditransfusi, gambaran klinis dari thalassemia mayor tersebut dapat ditandai dengan retardasi pertumbuhan, pucat, kuning, perburukan massa otot, genu valgum, hepatosplenomegali, kaki borok dan perubahan otot skeletal yang dihasilkan dari ekspansi sumsum tulang. Perubahan tulang juga termasuk kelainan ada tulang panjang pada kaki dan perubahan bentuk dari kraniofasial (malar lebih menonjol, depresi pada jembatan dari hidung, hipertrofi maksilla yang cenderung akan lebih memperlihatkan gigi atas) (Aessopos, 2005).

Jika program tranfusi sudah dimulai secara rutin sejak konsentrasi Hb dari 9,5-10,5 g/dL, maka pertumbuhan dan perkembangan cenderung normal hingga 10 sampai 12 tahun. Pasien yang ditransfusi dapat menyebabkan komplikasi yang berhubungan dengan zat besi yang berlebihan bagi tubuhnya. Selain itu, komplikasi pada anak-anak termasuk retardasi pertumbuhan dan keterlambatan pematangan seksual. Adanya komplikasi dari zat besi yang berlebihan dapat berhubungan dengan komplikasi pada jantung (pembesaran pada otot jantung), hati (fibrosis dan sirosis), kelenjar endokrin (diabetes mellitus, hipogonadisme dan insufisiensi dari kelenjar paratiroid, tiroid, pituitary dan yang paling jarang terkena yaitu kelenjar adrenal) (Aessopos, 2005).

(34)

9

teratur biasanya meninggal sebelum dekade kedua dan ketiga. Para penderita yang telah dilakukan transfusi secara teratur dapat mencapai usia lebih dari 40 tahun. Penyakit jantung yang disebabkan oleh siderosis dari miokard merupakan komplikasi yang paling penting dari beban besi yang berlebihan dari beta

thalassemia. Bahkan, komplikasi jantung merupakan penyebab kematian sekitar

71% pada pasien dengan beta thalassemia mayor (Aessopos, 2005).

Pada Beta Thalassemia Intermedia, memiliki karakteristik anemia yang lebih ringan dan tidak membutuhkan transfusi darah atau hanya kadang-kadang jika dibutuhkan. Pada kasus yang dapat terjadi, pasien datang di antara usia 2 hingga 6 tahun dan walaupun dapat bertahan tanpa transfusi darah rutin dapat terjadi gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan. Pada kasus lain,pasien-pasien sama sekali tidak menunjukkan gejala hingga dewasa dan hanya mengalami anemia ringan (Hoffman, 2001).

Pada Beta Thalassemia Minor, biasanya tanpa gejala klinis namun terkadang memiliki anemia ringan. Bila kedua orang tua merupakan pembawa maka terdapat resiko 25% pada setiap kehamilan dengan anak yang memiliki thalassemia homozigot (Hoffman, 2001).

Pada Dominan Beta Thalassemia, berbeda dengan pembentukan

thalassemia beta yang menyebabkan berkurangnya produksi rantai globin beta

normal. Beberapa mutasi langka dapat terjadi mengakibatkan adanya sindrom varian beta globin yang tidak stabil yang mengendap pada eritroid dan dapat menyebabkan eritropoiesis tidak efektif.Mutasi ini berhubungan dengan

thalassemia pada fenotip heterozigot oleh karena itu disebut sebagai dominan beta thalassemia.Adanya hiperstabil Hb harus dicurigai pada setiap individu dengan thalassemia intermedia dimana kedua orang tua dengan hasil darah normal atau

pada keluarga dengan pola dominan thalassemia.Beta globin tersebut yang menetapkan diagnosis dominan beta thalassemia (Olivieri, 1999).

(35)

10

sebagai berikut:(1). Mild HbE/ beta thalassemia; (2). Moderately severe HbE/

beta thalassemia;dan (3). Severe HbE/ beta thalassemia(Olivieri, 1999).

Mild HbE/ beta thalassemia.Hal ini diamati pada sekitar 15% dari semua

kasus di Asia Tenggara.Pada kelompok pasien dipertahankan Hb antara 9 hingga 12 g/dL dan biasanya tidak ada masalah kelainan klinis.Tidak ada pengobatan yang diperlukan (Olivieri, 1999).

Moderately severe HbE, beta thalassemia.Mayoritas kasus HbE/ beta thalassemia termasuk di dalam kategori ini.Kadar Hb tetap pada 6-7 g/dL dan

gejala klinis mirip dengan thalassemia intermedia.Transfusi darah tidak diperlukan kecuali adanya infeksi dapat memicu terjadinya anemia lebih lanjut.Kadar besi yang berlebihan dapat terjadi (Olivieri, 1999).

Severe HbE/ beta thalassemia.Kadar Hb dapat serendah 4-5 g/dL. Pasien

pada kelompok ini memiliki gejala klinis sama dengan thalassemia mayor dan diterapi sebagai pasien dengan thalassemia mayor. Pasien dengan HbC/ beta

thalassemia dapat hidup tanpa gejala dan dapat terdiagnosa melalui tes darah

rutin.Bila terjadi, gejala klinis merupakan anemia dan pembesaran pada limpa.Transfusi darah jarang diperlukan.Mikrositosis dan hipokrom dapat ditemukan pada setiap kasus (Olivieri, 1999).

2.1.5.Gejala Klinis

Gejala klinis pada pasien thalassemia mayor dapat berupa: (1). Facies

colley ; (2). Pucat yang berlangsung lama ; dan (3). Perut membuncit (TIF, 2008). Facies cooley, terjadi keaktifan sumsum tulang yang luar biasa pada tulang

muka dan tulang tengkorak hingga mengakibatkan pertumbuhan tulang tersebut dan umumnya terjadi pada anak usia lebih dari 2 tahun (TIF, 2008).

Pucat yang berlangsung lama, merupakan gejala umum pada penderita

thalassemia, yang berkaitan dengan anemia berat (TIF, 2008).

(36)

11

indirek, sehingga menimbulkan kuning pada penderita thalassemia dan kadang ditemui trombositopenia (TIF, 2008).

Gejala klinis lain yang dapat ditemukan yaitu: (1). Pada anak yang cukup mendapat transfusi, pertumbuhan dan perkembangannya biasanya normal. Bila terapi kelasi efektif, anak tersebut bisa mencapai pubertas dan terus mencapai usia dewasa secara normal. Bila terapi kelasi tidak efektif, maka secara bertahap akan terjadi penumpukan zat besi. Efeknya mulai tampak pada akhir dekade pertama, efeknya dapat berupa komplikasi hati, endokrin dan jantung akibat kelebihan zat besi mulai tampak, termasuk diabetes, hipertiroid, hipoparatiroid, dan kegagalan hati progresif dan tanda-tanda seks sekunder akan terlambat atau tidak muncul (TIF, 2008). ; (2).Gambaran klinis pasien yang tidak mendapat transfusi adekuat sangat berbeda. Pertumbuhan dan perkembangan sangat terlambat dan pembesaran limpa progresif. Terjadi perluasan sumsum tulang yang mengakibatkan deformitas tulang kepala, dengan zigoma yang menonjol, memberikan gambaran khas wajah mongoloid. Pasien dapat terlihat pucat, kuning, perut membesar oleh karena splenomegali (TIF, 2008).

2.1.6. Diagnosis

Penyakit thalassemia ini dapat di diagnosis dengan cara sebagai berikut: (a). Anamnesa ; (b). Pemeriksaan fisik ; dan (c). Pemeriksaan penunjang (Lawrence, 2003).

Pada anamnesa, penderita pertama datang dengan keluhan anemia/pucat, tidak nafsu makan dan perut membesar. Keluhan umumnya muncul pada usia 6 bulan (Lawrence, 2003).

Pada Pemeriksaan fisik, didapati penderita thalassemia dengan bentuk muka mongoloid (facies Cooley), ikterus, gangguan pertumbuhan, splenomegali dan hepatomegaliyang menyebabkan perut membesar (Lawrence, 2003).

(37)

12

dan sel target (Lawrence, 2003).

Pemeriksaan khusus juga diperlukan untuk menegakkan diagnosis meliputi: Hb F meningkat 20%-90%, elektroforesis Hb (Lawrence, 2003).

Pembawa sifat penyakit thalassemia alpha.Pasien dengan 2 gen globin

alphaakan mengalami anemia ringan, dengan kadar hematokrit antara 28%

sampai 40%. Kadar volume eritrosit rata-rata (MCV) turun nyata (60-75fL) meskipun pada derajat anemia yang paling ringan, Angka eritrosit bisa normal atau meningkat.Angka retikulosit dalam batas normal.Elektroforesis hemoglobin menunjukkan tidak ada peningkatan presentasi hemoglobin A2 atau F dan tidak

didapatkan hemoglobin H (Lawrence, 2003).

Penyakit hemoglobin H. Pada pasien ini terdapat anemia hemolitik dengan derajat yang bervariasi.Kadar hematokrit 28% sampai 32%.Kadar MCV turun nyata (60-70fL).Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas, hipokromi, mikrositosis, sel target dan poikilositosis.Angka retikulosis meningkat.Elektroforesis hemoglobin menunjukkan adanya migrasi hemoglobin yang berlangsung cepat(Lawrence, 2003).

Thalassemia beta minor. Pasien akan mengalami anemia ringan dengan

hematokrit berkisar antara 28% sampai 40%. Kadar MCV antara 55-75fL, dan angka eritrosit bisa normal ataupun meningkat.Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas ringan, dengan hipokromi, mikrositosis, dan sel target.Pada thalassemia beta minor bisa dijumpai basophil stippling.Angka retikulosit bisa normal atau sedikit meningkat. Elektroforesis hemoglobin menunjukkan peningkatan hemoglobin A2 sampai 48%, dan terkadang didapatkan peningkatan

hemoglobin F 1-5% (Lawrence, 2003).

Thalassemia beta mayor. Thalassemia beta mayor menyebabkan anemia

berat, dan tanpa transfusi hematokrit dapat turun sampai di bawah 10%.Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas (bizzare), adanya poikilositosis berat, hipokromi, mikrositosis, sel target, basophil stippling dan eritrosit berinti.Tidak didapati atau hanya sedikit terdapat hemoglobin A. Tampak hemoglobin A2

(38)

13

2.1.7. Terapi pada Thalassemia Mayor

Pengobatan pada penderita thalassemia dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu dengan pemberian medikamentosa, terapi suportif dan terapi bedah. Macam-macam terapi medikamentosa yaitu: (1). Pemberian iron chelating agent (desferoxamine) ; (2). Vitamin C ; (c). Asam folat ; dan (d). Vitamin E(Bacon, 1996).

Pemberian iron chelating agent (desferoxamine), diberikan setelah kadar ferritin serum mencapai 1000 mg/l atau saturasi ferritin lebih dari 50%. Desferoxamine dengan dosis 25-50 mg/kg BB/hari subkutan melalui infus dalam waktu 8-12 jam minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah (Bacon, 1996).

Vitamin C di berikan dengan dosis 100-250 mg/hari selama pemberian khalesi besi. Asam folat di berikan dengan dosis 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. Vitamin E di berikan dengan dosis 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan untuk memperpanjang umur sel darah merah(Bacon, 1996).

Terapi suportif pada thalassemia mayor adalah transfusi darah.Tujuan terapi transfusi adalah untuk mengkoreksi anemia, menekan eritropoiesis dan menghambat penyerapan besi pada saluran cerna dimana terjadi pada pasien yang tidak ditransfusi. Keputusan untuk memulai terapi transfusi pada pasien dengan diagnosis thalassemia harus berdasarkan dengan adanya anemia berat (Hb < 7 g/dL selama lebih dari dua minggu, tidak termasuk dengan adanya penyebab lainnya seperti infeksi) (Lawrence, 2003).

Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi jangka panjang, yang tidak dapat di hindari karena setiap 500 ml darah membawa kira-kira 200 mg besi ke jaringan yang tidak dapat di ekskresikan secara fisiologis. Hemosiderosis dapat di turunkan atau bahkan di cegah dengan pemberian parenteral obat pengkelasi besi

(iron chelating drugs) deferoksamin, yang membentuk kompleks besi yang dapat

di ekskresikan dalam urin (Lawrence, 2003).

(39)

14

menerus menjadi salah satu pertimbangan untuk dilakukannya tindakan splenoktomikarena dapat mengurangi hemolisis. Adapun indikasi dilakukannya tindakan splenoktomi adalah limpa yang terlalu besar sehingga membatasi gerak pasien dan menimbulkan peningkatan tekanan intra abdomen dan bahaya terjadinya ruptur (Lawrence, 2003). Transplantasi sumsum tulangumumnya lebih efektif dari transfusi darah, akan tetapi membutuhkan sarana yang khusus dan biaya yang lebih besar, maka dari itu transplantasi sumsum tulang jarang dilakukan (Lawrence, 2003).

2.2. Hati

Hati merupakan organ intestinal terbesar yang terletak dalam rongga perut sebelah kanan atas tepatnya di bawah diafragma dan disamping kirinya terletak organ limpa. Hati terbagi atas dua bagian besar yaitu lobus kanan dan kiri, juga satu bagian kecil ditengah yaitu lobus asesorius. Hati tersusun atas tiga jaringan yang meliputi saluran empedu, susunan pembuluh darah dan sel parenkim. Di antara lembaran sel hati terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatica. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik (sel

kupffer) yang merupakan sistem retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan

bakteri dan benda asing lain di dalam tubuh. Jadi, hati merupakan salah satu organ utama pertahanan tubuh terhadap serangan bakteri dan organ toksik (Maller, 1994).

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dan memiliki peran penting dalam metabolisme dan berbagai fungsi tubuh yang lain. Kelainan yang terjadi pada penyakit hati oleh karena penyebab tertentu, dapat merupakan kelainan fungsi metabolisme (fungsi sintesis, penyimpanan dan ekskresi), kelainan fungsi pertahanan tubuh (fungsi penawar racun) dan kerusakan sel hati (Kaplan, 1993).

2.2.1.Fungsi hati

(40)

15

(pigmen empedu) merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak memiliki peran aktif, tapi penting sebagai indikator penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin dapat memberi warna pada jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya (Kaplan, 1993).

Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah menghasilkan protein plasma berupa albumin (yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan osmotik koloid), protombin, fibrinogen, dan faktor bekuan lainnya (Kaplan, 1993).

Fungsi hati dalam metabolisme lemak adalah menghasilkan lipoprotein, kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat.Hati mempunyai multi fungsi yang berkaitan dengan metabolisme makan gangguan faal hati dapat disebabkan oleh kelainan prehepatik, intra hepatik dan post-hepatik. Kelainan prehepatik misalnya pada anemia hemolitik, kelainan intrahepatik atau hepatoseluler misalnya pada hepatitis, sirosis, dan karsinoma hepatis.Sedangkan kelainan post hepatik karena adanya tumor (Kaplan, 1993).

2.2.2. Pemeriksaan laboratorium fungsi hati

Organ hati terdapat enzim-enzim sebagai detoksifikasi pada hati, sehingga enzim-enzim tersebut dapat digunakan sebagai parameter kerusakan hati. Dua macam enzim transaminase yang sering digunakan dalam diagnosis klinik kerusakan sel hati adalah SGOT dan SGPT. Transaminaseadalah sekelompok enzim yang berkerja sebagai katalisator dalam proses pemindahan gugus amino dari suatu asam alfa amino ke suatu asam alfa keto. Transamine dalam plasma pada kadar di atas nilai normal memberi gambaran peningkatan kecepatan kerusakan jaringan (Combes, 1969).

SGOT dan SGPT dalam jumlah kecil di produksi oleh sel otot, jantung,

pankreas, dan ginjal. Sel-sel otot apabila mengalami kerusakan maka kadar kedua enzim ini pun meningkat. Kerusakan sel-sel otot dapat disebabkan oleh aktivitas fisik yang berat, luka, atau trauma (Combes, 1969).

SGOT disebut juga AST (aspartate aminotransferase).AST adalah protein

(41)

16

SGOT bisa bermakna kelainan non hepatik atau kelainan hati yang didominasi

kerusakan mitokondria karena SGOT berada dalam sitosol dan mitokondria (Kelly, 1999).

SGPTdisebut juga ALT (alanine aminotransferase).Jaringan hati

mengandung banyak SGPT daripada SGOT.SGPT paling banyak ditemukan dalam sitoplasma sel hati, sehingga dianggap lebih spesifik untuk mendeteksi kelainan hati di banding SGOT.Biasanya peningkatan SGPT terjadi bila kerusakan pada selaput sel hati.Setiap jenis peradangan hati dapat menyebabkan peningkatan pada SGPT.Peradangan pada hati dapat disebabkan oleh hepatitis virus, obat-obatan, penggunaan alcohol, dan penyakit pada saluran cerna empedu (Kelly, 1999).

Pemeriksaan fungsi hati juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan berikut: (1). Alkaline phosphatase (ALP) ; (2). Gamma-glutamyltransferase (GGT) ; (3). Albumin ; (4). Bilirubin ; dan (5). Lactat dehydrogenase(LDH) (Combes, 1969).

Alkaline Phosphatase (ALP). ALP tinggi terdapat pada hati, saluran

empedu, plasenta, dan tulang. Enzim ini terutama terlibat dalam diagnosis obstruksi empedu dan biasanya ditemukan pada dinding duktus intra dan ekstra biller di hati. Jika ditemukan dalam tulang dan plasenta sehingga terjadi peningkatan kadar ALP, mungkin hal ini disebabkan karena masalah di luar hati seperti keganasan (Combes, 1969).

Gamma-Glutamyltransferase (GGT). Tes untuk mengukur jumlah enzim

GGT dalam darah. Enzim GGT terutama terdapat di hati, ginjal saluran empedu

dan pankreas. Enzim ini diperiksa untuk menentukan disfungsi sel hati atau saluran empedu dan mendeteksi penyakit hati yang diinduksi oleh alkohol (Whitby, 1980).

(42)

obat-17

obatan.Hal ini merupakan peranan penting dalam menjaga cairan darah bocor keluar ke jaringan (Soelaiman, 1976).

Pada penyakit hati yang luas, baru terjadi penurunan kadar albumin. Tetapi kadar albumin yang rendah bukan hanya disebabkan kelainan hati, melainkan dapat juga disebabkan adanya kebocoran albumin di tempat lain seperti pada ginjal, usus, kulit yang disebabkan oleh peradangan atau infeksi (Soelaiman, 1976).

Bilirubin. Bilirubin merupakan pigmen kekuningan yang ditemukan pada cairan empedu, yang dihasilkan oleh hati.Bilirubin di produksi sebagai hasil pemecahan sel darah merah dalam tubuh (Zilva, 1979).

Bilirubin dalam jumlah besar di dalam tubuh dapat menyebabkan penyakit kuning.Pasien kuning memiliki perubahan warna kulit dan sklera mata menjadi kuning.Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk mendiagnosis masalah hati atau kantung empedu. Namun, bilirubin tidak hanya meningkat pada penyakit hati, tetapi bisa juga karena kondisi lain yang menyebabkan peningkatan kerusakan sel darah merah (Zilva, 1979).

Lactat Dehydrogenase (LDH). Laktat dehidrogenase (LDH) adalah enzim intraseluler yang terdapat pada hampir semua sel yang bermetabolisme, dengan

konsentrasi tertinggi dijumpai di jantung, otot rangka, hati, ginjal, otak, dan sel

darah merah (Soelaiman, 1976).

(43)

18

analisis biokimia termasuk pemeriksaan transaminase serum (Tavill, 1993).

2.2.3. Gambaran Biokimia Hati Pada Thalassemia Mayor

Thalassemia merupakan penyakit hemolitik kronis dengan gejala utama

anemia dan memerlukan transfusi darah berulang. Transfusi darah berulang dan peningkatan absorpsi besi di usus sebagai akibat eritropoiesis yang tidak efektif pada penderita thalassemia menyebabkan penimbunan besi. Hati merupakan organ utama yang terganggu karena hati merupakan tempat penyimpanan utama cadangan besi. Pada keadaan penimbunan besi, kadar besi serum, saturasi transferin dan feritin akan meningkat serta transferin binding capacity (TBC) terlampaui, hal ini dapat menyebabkan reaksi radikal bebas yang bersifat sitotoksik sehingga mengakibatkan kerusakan oksidasi lipid, protein dan asam nukleat. Penimbunan besi kronis di hati mengakibatkan fibrosis serta sirosis hati, dan biopsi hati merupakan baku emas untuk menilai penimbunan besi di hati juga dapat memberi informasi mengenai derajat kerusakan hati. terhadap setiap donor darah (Bacon, 1993).

Pada keadaan penimbunan besi, terjadi peningkatan kadar besi serum, feritin serum dan saturasi transferin. Saturasi transferin umumnya mencapai lebih dari 80%. Sebagai akibat peroksidasi lipid, maka akan terjadi kerusakan sel hati. Seperti pada kerusakan sel hati akibat penyebab yang lain, penimbunan besi akan menyebabkan peningkatan kadar enzim transaminase serum, yaitu SGOT dan

SGPT (Kaplan, 1993).

Pasien thalassemia mayor sangat ketergantungan dengan transfusi darah, karena terjadi kerusakan 2 gen yang mensintesis rantai pada globin, sehingga penderitanya tidak dapat mensistesis hemoglobin normal, akibatnya akan terjadi anemia berat, dan untuk menaikkan kadar Hb perlu dilakukan transfusi darah secara rutin. Untuk mengetahui efek yang timbul dan terapi transfusi darah terhadap nilai SGOT dan SGPT (Kelly, 1999).

SGOT dan SGPT adalah enzim yang terdapat di dalam hati yang berperan

(44)

19

sensitif untuk menunjukkan cedera sel hati dan sangat membantu dalam pendeteksian penyakit hati (Suyono, 2001).

(45)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut.

Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah dan ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya (Wahidayat, 1999).

Kelompok etnis yang berasal dari wilayah dengan malaria mempunyai frekuensi yang tinggi terhadap thalassemia. Ada hampir 300 juta pembawa kelainan hemoglobin di dunia, dengan mayoritas tinggal di Asia Tenggara. Di seluruh dunia, Asia, India dan wilayah Timur Tengah terhitung 95% kelahiran

thalassemia. Frekuensi dari thalassemia mencapai 25% di Thailand, dan HbE

mendekati 60% di berbagai wilayah dari Thailand, Laos dan Kamboja. WHO (World Health Organization) memperkirakan bahwa Thailand mempunyai lebih dari 250.000 pasien thalassemia(Ganie, 2004).

Kurang lebih 3% dari penduduk dunia mempunyai gen thalassemia dimana angka kejadian tertinggi sampai dengan 40% kasus adalah di Asia. Di Indonesia thalassemia merupakan penyakit terbanyak diantara golongan anemia hemolitik dengan penyebab intrakorpuskuler. Jenis thalassemia terbanyak yang ditemukan di Indonesia adalah thalassemia beta mayor sebanyak 50% dan

thalassemia HbE sebanyak 45%. Frekuensi pembawa sifat thalassemia untuk

(46)

2

kelahiran 37% dapat diperkirakan menurut persamaan Hardy-Weiberg akan lahir 29% bayi pembawa gen thalassemia tiap tahunnya (Wahidayat, 1999).

Penderita thalassemia mayor membutuhkan transfusi seumur hidup untuk mengatasi anemia. Transfusi ini diberikan apabila kadarHb<8 gr/dl dan diusahan kadar Hb>10 gr/dl. Namun transfusi yang berulang juga dapat menimbulkan komplikasi seperti hemosiderosis dan hemokromatosis. Hal ini akan mengakibatkan penumpukan zat besi pada jaringan tubuh seperti hati, pankreas dan ginjal. Akumulasi zat besi pada jaringan hati mulai terjadi setelah dua tahun mendapat transfusi. Penelitian yang dilakukan pada tahun 1998 melaporkan adanya gangguan faal hati yang terjadi pada transfusi ke 20 hingga 30 dengan jumlah total darah yang ditransfusikan 2.500-3.750 ml pada usia penderita 2-9 tahun(Lowry, 2008).

Ganie (2005) menyatakan di Sumatera Utara khususnya di Medan, taksiran pembawa Thalassemiaα adalah 3,35% sedangkan bagi Thalassemia β pula adalah 4,07% dan HbE sebanyak 0,26%. Skrining donor darah yang dilakukan di Medan juga menunjukkan prevalensi thalassemia lebih dari 5%.

Karena prevalensi thalassemia yang cukup tinggi di Indonesia, maka perlu dilakukan penelitian tentang gambaran biokimia hati pada anak Thalassemia Mayor yang dirawat di RSUP Haji Adam Malik Medan, Indonesia. Penelitian terdahulu telah dilakukan di mana rekam medik yang diperoleh menunjukkan jumlah pasien rawat inap sebanyak 35 orang pada tahun 2004-2005 dan 120 orang pada tahun 2006-2008 (Ganie, 2004). Dengan itu data yang akan diambil adalah untuk pasien thalassemia mayor pada tahun 2014.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka peneliti ingin

mengetahui : “bagaimana gambaran biokimia hati pada anak thalassemia mayor

(47)

3

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran biokimia hati pada anak thalassemia mayor di RSUPHaji Adam Malik Medan tahun 2014.

1.3.2.Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kadar SGOT pada thalassemia mayor. 2. Untuk mengetahui kadar SGPT pada thalassemia mayor. 3. Untuk mengetahui kadar bilirubin pada thalassemia mayor.

4. Untuk mengetahui kadar Alkaline Phosphatase pada thalassemia mayor.

1.4.Manfaat Penelitian

1.4.1.Bidang pelayanan kesehatan

Sebagai masukan bagi pengelolaan penderita thalassemia agar mencapai hasil yang maksimal.

1.4.2.Bidang hematologi anak

Memberikan informasi tentang gambaran biokimia hati pada anak

thalassemia mayor.

1.4.3.Peneliti

Meningkatkan wawasan tentang gambaran biokimia hati pada anak

thalassemia mayor.

1.4.4.Peneliti selanjutnya

(48)

ii ABSTRAK

Thalassemia merupakan kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang ditandai dengan adanya penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin atau lebih dan di klasifikasikan menurut rantai yang terkena (α, β, δ).

Penderita thalassemia mayor membutuhkan transfusi darah seumur hidup untuk memperbaiki kondisi anemia agar tumbuh kembang anak dapat di pertahankan secara optimal. Hati merupakan organ utama yang terganggu karena hati merupakan tempat penyimpanan utama cadangan besi. Hemosiderosis dan hemokromatosis merupakan masalah utama yang di alami pasien thalassemia mayor yang senantiasa memerlukan transfusi darah.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk mengetahui gambaran biokimia hati pada anak thalassemia mayor di RSUP Haji Adam Malik Medan berdasarkan usia, jenis kelamin, frekuensi transfusi, nilai

SGOT, nilai SGPT, nilai Bilirubin Total, nilai Bilirubin Direk, dan nilai ALP.

Populasi penelitian merupakan data sekunder dari rekam medis penderita

thalassemia mayor tahun 2014 yang memenuhi criteria inklusi dan ekslusi.

Terdapat 51 kasus penderita thalassemia mayor padatahun 2014 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok umur yang paling banyak menderita thalassemia mayor adalah kelompok umur dibawah 12 tahun sebanyak 39 pasien (76,5%), jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki sebanyak 29 pasien (56,9%), prevalensi frekuensi transfusi terbanyak adalah satu kali perbulan sebanyak 35 pasien (68,6%). Gambaran biokimia hati pada thalassemia mayor yang didapa adalah peningkatan

SGOT (68,6%), SGPT (64,7%), Bilirubin Total (82,4%), Bilirubin Direk (74,5%),

dan ALP (88,2%).

(49)

iii

ABSTRACT

Thalassemia is a heterogeneous group of hereditary hemolytic anemia characterize by the reduction in the speed of synthesis of one or more hemoglobin polypeptide chains and are classified according to the affected chains (α, β, δ).

Patients with major thalassemia require lifelong blood transfusions in order to improve the conditions of anemiaso the child development can be maintained optimally. The liver is main organ that is disturbed because the liver is the main storage iron reserves. Hemosiderosis and hemochromatosis is a major problem that is experienced patients with major thalassemia who always require a blood transfusion.

This research is a descriptive study, which aims to identify biochemical liver in children with mayor thalassemia based on age, gender, frequency of transfusion, SGOT value, SGPT value, Total Bilirubin value, Direct Bilirubin, and ALP value.The population of this research is secondary data from medical records of patients with major thalassemia in the year 2014 which include the inclusion and exclusion criteria

There were 51 cases of major thalassemia in the year 2014 at Haji Adam Malik Hospital in Medan. The results of this study indicate that most suffered from major thalassemia is the age group under 12 years old as many as 39 patients (76,5%), most gender is male as many as 29 patients (56,9%), the prevalence of transfusion frequency was once per month as many as 35 patients (68,6%). Biochemical liver in major thalassemia is an increase of SGOT (68,6%), SGPT (64,7%), Total Bilirubin (82,4%), Direct Bilirubin (74,5%), and ALP (88,2%).

(50)

HASIL PENELITIAN

GAMBARAN BIOKIMIA HATI PADA ANAK THALASSEMIA MAYOR DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014

OLEH:

R. SINDHI TRIAUGUSTIN K.M

120100026

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(51)

GAMBARAN BIOKIMIA HATI PADA ANAK THALASSEMIA MAYOR DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

R. SINDHI TRIAUGUSTIN K.M 120100026

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(52)

i

LEMBAR PENGESAHAN

Judul penelitian : Gambaran Biokimia Hati Pada Anak Thalassemia Mayor di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2014 Nama : R. Sindhi Triaugustin K.M

NIM : 120100026

Dosen Pembimbing Dosen Penguji I

dr. Selvi Nafianti, M.Ked(Ped), Sp.A(K) dr. Betty,M.Ked(PA), SpPA NIP. 196911252003112001 NIP. 196810091999032002

Dosen Penguji II

dr. Ginanda Putra Siregar, Sp.U NIP. 198512202009121005

Medan, Januari 2016 Dekan Fakultas Kedokteran USU

(53)

ii ABSTRAK

Thalassemia merupakan kelompok heterogen anemia hem

Gambar

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 4.7. Jadwal Perencanaan Penelitian
Tabel 5.1KarkteristikSampel Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien
Tabel 5.3Karakteristik Sampel Berdasarkan Frekuensi Transfusi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pada tanggal 31 Desember 2013 dan 2012, deposito berjangka yang ditempatkan Perusahaan sehubungan dengan uang jaminan yang berasal dari distributor dan agen disajikan sebagai

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLII-2/W3, 2017 3D Virtual Reconstruction and Visualization of

Pada tanggal 31 Desember 2016 dan 2015, utang yang timbul dari tagihan terhadap pekerjaan konstruksi tersebut disajikan sebagai bagian dari &#34;Utang Lain-lain&#34; pada laporan

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLII-2/W3, 2017 3D Virtual Reconstruction and Visualization of

Setiap usulan Pemegang Saham akan dimasukkan dalam acara Rapat jika memenuhi persyaratan dalam Pasal 14 ayat 10 Anggaran Dasar Perseroan dan usul tersebut harus sudah

[r]

[r]

Program dan Jenis Kegiatan Hasil yang diharapkan Waktu Pelaksana an Pelaksa na Sumbe r Dana penyelenggaraan Prakerin 2.3 Pencarian obyek. 2.4   Rapat   pembentukan