GUSTI RUSMAYADI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pemodelan Pertumbuhan
dan Perkembangan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Mei 2009
Gusti Rusmayadi
GUSTI RUSMAYADI. Crop modeling of Growth and Development of Jatropha (Jatropha curcas L.). Under direction of HANDOKO, YONNY KOESMARYONO and DIDIEK HADJAR GOENADI.
Plant growth interpretation in terms of accumulated intercepted solar radiation and the radiation use efficiency (RUE) was used to study the growth and development of Jatropha (Jatropha curcas L.). Some of crop growth simulation models have been developed using the RUE concept to predict crop growth and yield under various environments. This research was carried out to quantify the RUE, biomass and leaf area index on Jatropha under different rainfall condition, four levels of nitrogen fertilizer (N) and three population densities (P) planted twice. The experiments used a systematic Nelder fan design with 9 spokes and 4 – 5 rings were conducted atSEAMEO-BIOTROP field experiment in 2007. The inner and outer plants were not used as sample. This design has 18 – 27 data observation per plot every experiment. In plot was be placed nitrogen treatment (N) that are W1N0 (0 g Urea per plant), W1N1 (20 g Urea per plant), W1N2 (40 g Urea per plant), and W1N3 (60 g Urea per plant) and every ring was be placed population density (P) of W1P1 (17.698 plant per hectare or 1.7 plant per m2), W1P2 (3.246 plant per hectare or 0.32 plant per m2) and W2P1 (17 698 plant per hectare or 1.7 plant per m2), W2P2 (3 246 plant per hectare or 0.32 plant per m2) and W2P3 (1 314 plant per hectare or 0.13 plant per m2). Data from the first experiment (W1) were used for parameterization and calibration and the second experiment (W2) data for model validation. The parameterization and evaluation used of was employed radiation intensity that varied substantially from about 2.2 to 14.9 MJm-2d-1. Values of RUE at treatment W1N0, W1N1, W1N2, and W1N3 obtained were 0.58 (r=0.85) g MJ-1, 0.66 (r=0.75) g MJ-1, 0.94 (r=0.82) g MJ-1 to 0.90 (r=0.76) g MJ-1 and for population density W1P1 and W1P2 were 1.3 (r=0.76) and 0.24 (r=0.76), respectively. Based on parameterization, we found that RUE for prediction above ground biomass accumulation of Jatropha were 0.94 (r=0.83) g MJ-1 to 1.3 (r=0.75) g MJ-1. Beside, we also found that on rainfed dry-land WUE increased according to nitrogen fertilizer. Value of WUE at treatment W2N0, W2N1, W2N2, and W2N3 were 4.9243 kg ha-1mm-1, 4.4253 kg ha-1mm-1, 6.0858 kg ha-1mm-1 and 4.3124 kg ha-1 mm-1 and for population density W2P1, W2P2 and W2P3 were 9.6514 kg ha-1 mm-1, 2.6178 kg ha-1mm-1 and 0.726 kg ha-1mm-1, respectively. Validation between model prediction and field experimental data showed that the best fit of the model indicates that the model can simulate crop growth and development of Jatropha.
GUSTI RUSMAYADI. Pemodelan Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Dibimbing oleh HANDOKO, YONNY KOESMARYONO dan DIDIEK HADJAR GOENADI.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
GUSTI RUSMAYADI
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Klimatologi Terapan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr.Ir. Suwarto, M.Si.
Staf pengajar pada Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Penguji pada Ujian Terbuka : Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA.
Staf Pengajar pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Head of Enterprise Development Centre, SEAMEO BIOTROP.
Judul Disertasi : Pemodelan Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)
Nama : Gusti Rusmayadi
NRP : G261060021
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir. Handoko, M.Sc. Ketua
Prof.Dr.Ir. Yonny Koesmaryono,M.S. Dr.Ir. Didiek Hadjar Goenadi, M.Sc, APU.
Anggota Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Klimatologi Terapan
Prof.Dr.Ir. Handoko, M.Sc. Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2007 ini adalah pemodelan tanaman atas biaya dari DIPA SEAMEO-BIOTROP tahun 2007, dengan judul Pemodelan Pertumbuhan dan Perkembangan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada SEAMEO-BIOTROP.
Disertasi ini memuat empat bab yang merupakan pengembangan dari naskah artikel yang diajukan ke jurnal ilmiah. Bab 2 berisi artikel yang berjudul “Estimasi Efisiensi Penggunaan Radiasi Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) untuk Parameter Pemodelan Tanaman” telah diterbitkan (Agritek 15:165-169). Bab 4 berisi artikel yang berjudul “Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya untuk Pemodelan Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) telah diterbikan (Agroscientie 16:78-89).
Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof.Dr.Ir. Handoko, M.Sc., sebagai ketua komisi pembimbing yang telah mengenalkan pemodelan tanaman dan masih berkenan membimbing dan memberikan keleluasaan untuk berkreatifitas dalam penulisan disertasi, kepada Prof.Dr.Ir. Yonny Koesmaryono, M.S., sebagai anggota komisi yang menekankan peran penting novelty penelitian dan ketepatan waktu studi dan juga kepada Bapak Dr.Ir. Didiek Hadjar Goenadi, M.Sc., APU., sebagai anggota komisi yang memberi saran penulisan yang berkualitas.
Kepada Dr.Ir. Imam Santosa, M.Si. yang memberikan masukan pada ujian prelim lisan, Dr.Ir. Suwarto, M.Si. yang melihat disertasi ini dengan cermat pada ujian tertutup, juga kepada Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA dan Dr.Ir. Agung Primanto Murdanoto, M.Agr. yang memberikan masukan rinci pada ujian terbuka, penulis mengucapkan terimakasih. Ucapan yang sama disampaikan kepada Rektor Universitas Lambung Mangkurat dan Drs. Wahyu Utomo yang berkenan membantu kelancaran pelaksanaan pada ujian terbuka, kepada Ir. Bregas Budianto, M.Sc., atas bantuan peralatan meteororologi, Ir. I Putu Santikayasa, M.Sc., dan Laksmita Prima Santi atas bantuan penelusuran pustaka. Atas motovasi agar menyelesaikan studi, penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr.Ir. Sobri Effendy, M.Si., Ir. Poppy Rejekiningrum, M.Si., Ir. Abdul Syakur, M.Si., Ir. Muji Haryadi, M.Si. (alm), dan Ir. Yayan Apriyana, M.Sc.
Ucapan terimakasih kepada teknisi Lab SEAMEO BIOTROP, pak Ading selaku asisten lapangan, Mega F, S.Si dan Rifki atas bantuan teknis dalam pengelolaan tanaman, pengukuran dan pengambilan contoh tanah dan tanaman. Demikian pula kepada nama-nama yang tidak dapat disebut satu persatu.
RIWAYAT HIDUP
Gusti Rusmayadi dilahirkan di Kotabaru – Kalimantan Selatan (Kal-Sel)
pada tanggal 1 Januari 1963 sebagai anak ke-dua dari tiga bersaudara, dengan
pasangan bapak H. Gt. Imberan dan ibu Hj. Hatifah. Pada tanggal 8 Juli 1990,
penulis menikah dengan Ir. Umi Salawati dan telah dikarunia seorang putri yang
bernama Gusti Mirsa Rossaliani.
Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM) Banjarbaru dan
lulus pada tahun 1988. Pada tahun 1993, penulis melanjutkan studi magister di
Program Studi Agroklimatologi (AGK), FMIPA IPB Bogor dan
menyelesaikannya pada tahun 1996. Program doktor dilanjutkan pada program
studi Klimatologi Terapan (AGK) di perguruan tinggi yang sama pada tahun
2006. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan
Nasional.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas Pertanian Unlam
sejak tahun 1990. Bidang keilmuan yang menjadi tanggung jawab kami adalah
Klimatologi Pertanian.
Hasil penelitian yang berjudul Crop Modeling of Growth and Development of Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) yang dibiayai oleh DIPA SEAMEO-BIOTROP tahun 2007 telah disajikan pada Seminar Biofuel,
Biodiversity Conservation, Sustainable Development and Biotechnology di SEAMEO-BIOTROP Bogor pada bulan Maret 2008. Hasil penelitian ini
merupakan bagian dari program penelitian S3 penulis.
Sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul “Estimasi Efisiensi
Penggunaan Radiasi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) untuk Parameter
Pemodelan Tanaman” pada Jurnal Agritek – IPM Malang tahun 2007. Artikel
lainnya telah diterbitkan pada Jurnal Agroscientie – Fakultas Pertanian UNLAM
pada bulan April 2009 dengan judul “Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya untuk
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.1.1. Pemodelan Tanaman Jarak Pagar ... 2
1.1.2. Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) ... 5
1.1.3. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman .... 9
1.1.4. Neraca Air dan Kebutuhan Air Tanaman ... 11
1.1.5. Neraca Nitrogen ... 12
1.2. Tujuan Penelitian ... 14
1.3. Hipotesis ... 14
1.4. Manfaat Penelitian ... 14
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 14
2 EFISIENSI PENGGUNAAN RADIASI DAN PRODUKSI BIOMASSA TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) PADA LAHAN KERING TADAH HUJAN ... 17
2.1. Pendahuluan ………... 17
2.2. Bahan Dan Metode ……….….…... 18
2.2.1. Tempat dan Waktu Percobaan ……….……… 18
2.2.2. Percobaan Pertama (W1) ………. 19
2.2.3. Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya ...……… 20
2.2.4. Pengamatan... 20
2.3. Hasil ... 23
2.3.1. Kondisi Cuaca dan Fase Perkembangan Tanaman ……….. 23
2.3.2. Kandungan Air Tanah ………. 25
2.3.3. Neraca Air ……… 27
2.3.4. Nitrogen Tanah ……… 28
2.3.5. Intersepsi dan Efisiensi Penggunaan Radiasi .. 31
2.3.6. Keragaan Tanaman ……….. 34
2.4. Pembahasan ……… 38
2.5. Kesimpulan ………. 40
3 PENGGUNAAN AIR TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DI BAWAH KONDISI PEMUPUKAN NITROGEN DAN KERAPATAN POPULASI PADA LAHAN KERING TADAH HUJAN ... 42
3.1. Pendahuluan ... 42
3.2. Bahan Dan Metode ... 44
3.2.1. Tempat dan Waktu Percobaan ... 44
3.2.2. Rancangan Percobaan ... 45
3.2.3. Percobaan Kedua (W2) ... 45
3.3. Hasil ………... 48
3.3.1. Periode Tumbuh dan Kondisi Cuaca selama Percobaan ………. 48
3.3.2. Neraca Air ………... 48
3.3.3. Efisiensi Penggunaan Air ………..…..… 50
3.3.4. Kandungan Air pada Tanaman ……….……... 51
3.3.5. Nitrogen Tanah ………...……. 52
3.3.6. Intersepsi Radiasi Surya ……….. 54
3.3.7. Keragaan Tanaman ……….. 55
3.3.8. Pembahasan ………. 59
3.4. Kesimpulan ………. 61
4 PEMODELAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha Curcas L.) ………… 63
4.1. Pendahuluan ……… 63
4.2. Bahan Dan Metode ………. 68
4.2.1. Tempat dan Waktu Percobaan ………... 68
4.2.2. Data Percobaan ……….……. 68
4.2.3. Model Simulasi Tanaman ………. 68
4.2.4. Parameterisasi ……… 83
4.2.5. Kalibrasi ……… 85
4.2.6. Validasi Model ……….. 85
4.2.7. Tampilan Model ……… 86
4.3. Hasil ……….……….. 87
4.3.1. Parameterisasi Model ……… 87
4.3.2. Tampilan Model Tanaman Jarak ………….. 87
4.3.3. Validasi Model Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Jarak Pagar ……… 90
4.4. Aplikasi Model Simulasi Tanaman Jarak Pagar ………. 94
4.4.1. Penentuan Waktu Tanam terhadap Produksi Jarak Pagar …... 96
4.4.2. Pengaruh Pemupukan Nitrogen terhadap Jarak Pagar ………... 98
4.4.3. Pengaruh Pengurangan Radiasi Surya terhadap Produksi Jarak Pagar ... 98
4.4.4. Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Produksi Jarak Pagar ... 101
4.5 Pembahasan ……… 103
4.6 Kesimpulan ………. 105
5 PEMBAHASAN UMUM ……….………. 106
6 KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 115
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Peubah iklim selama fase perkembangan tanaman .………… 25 2. Neraca air selama periode pertumbuhan ………. 27 3. Mineralisasi nitrogen tanah dan nitrogen yang diserap
tanaman ………... 30 4. Estimasi, koefisien korelasi dan galat baku parameter serta
hasil pengukuran N tanaman, ILD dan Qint ……….. 32 5. Evaluasi parameter RUE antara pengukuran dan perhitungan
produksi biomassa di atas tanah (AGB) pada percobaan
pertama dan kedua ... 33 6. Peubah iklim selama fase perkembangan tanaman …….…… 48 7. Neraca air selama periode pertumbuhan ………. 50 8. WUE, biomassa dan indek luas daun masing-masing
perlakuan ………. 55 9. Uji berpasangan dengan t-student ………... 91 10. Pengujian ketepatan prediksi model dengan pengukuran
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Sabuk distribusi Jatropha curcas L. (sumber: The Jatropha
system_http_www.jatropha.de, 2008) ……… 7
2. Peubah cuaca selama periode pertumbuhan tanaman percobaan ke-satu dan ke-dua (HST 0=18 April dan 2 Mei 2007) ………... 24
3. Kadar air tanah pada 0 - 20 cm dengan peningkatan pemberian nitrogen dan kerapatan populasi ………... 26
4. Kadar air tanah kedalaman 0 - 100 cm pada pemberian nitrogen dan kerapatan populasi ... 26
5. Evapotranspirasi aktual (ETa) masing-masing perlakuan selama percobaan ……… 27
6. Evapotranspirasi relatif masing-masing perlakuan …………. 28
7. Kandungan amonium dan nitrat sampai kedalaman 40 cm perlakuan pemupukan ……….. 29
8. Kandungan amonium dan nitrat sampai kedalaman 40 cm perlakuan kerapatan populasi ……….……….. 30
9. Fraksi intersepsi radiasi surya pada perlakuan pumupukan dan kerapatan populasi ... 31
10. Efisiensi penggunaan radiasi surya (RUE) ... 32
11. Hubungan antara RUE dengan nitrogen tanaman ... 33
12. Perbandingan antara perhitungan dan pengukuran AGB dalam parameterisasi (a) dan evaluasi (b) ………... 34
13. Biomassa tanaman pada perlakuan nitrogen dan kerapatan populasi ... 35
14. Indeks luas daun selama percobaan ... 36
15. Proporsi biomasa (g m-2) masing-masing perlakuan ... 37
16. Hasil tanaman jarak pagar ... 37
17. Nitrogen di atas tanah, AGN (kg ha-1) (atas) dan nitrogen biji (kg ha-1) (bawah) masing-masing perlakuan …………... 38
18. Kadar air tanah masing-masing perlakuan ……….. 49
19. Evapotranspirasi aktual dan potensial (a) dan nisbah evapotranspirasi aktual dan potensial (b) masing-masing perlakuan ………. 49
20. Efisiensi penggunaan air masing-masing perlakuan ..………. 50
21. Kadar air tanaman masing-masing perlakuan ... 51
22. Kandungan air tanaman ... 52
23. Kandungan nitrogen tanah (NH4+) dan (NO3-) pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm perlakuan pemupukan ... 53
24. Kandungan nitrogen tanah (NH4+) dan (NO3-) pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm perlakuan kerapatan populasi ………... 54
Halaman
26. Biomassa tanaman pada perlakuan nitrogen dan kerapatan
populasi ... 56 27. Distribusi biomasa pada perlakuan pemupukan ... 56 28. Distribusi biomasa pada kerapatan populasi ………... 57 29. Indeks luas daun masing-masing perlakuan selama
percobaan ………
57
30. Hasil tanaman masing-masing perlakuan ……… 58 31. Nitrogen tanaman dan biji masing-masing perlakuan ... 59 32. Bagan diagram alir dari suatu sistem pada produksi tingkat
3 dengan kekurangan nitrogen sebagai faktor pembatas
utama (dimodifikasi dari Penning de Vriest et al. 1989) …… 66 33. Interaksi antara komponen pendukung pemodelan jarak
pagar yang dibatasi oleh hara nitrogen, air dan iklim
(dimodifikasi dari Penning de Vriest, 1989) ………... 68 34. Diagram model perkembangan tanaman ..………... 69 35. Diagram Forrester submodel perkembangan tanaman ……… 70 36. Diagram Forrester submodel pertumbuhan jarak pagar …….. 71 37. Diagram Forrester submodel neraca air jarak pagar ... 75 38. Diagram Forrester submodel neraca nitrogen (diadopsi
dari Handoko, 1992) ... 79 39. Organisasi model selama simulasi ... 87 40. Perbandingan antara prediksi (garis) dan pengukuran
(simbol) kadar air tanah (a) dan perbandingan dengan
plot 1 : 1 ... 88 41. Perbandingan antara prediksi (garis) dan pengukuran
(simbol) fase perkembangan tanaman (a) dan perbandingan
dengan plot 1 : 1 ... 88 42. Perbandingan antara prediksi (garis) dan pengukuran
(simbol) indeks luas daun (a), biomassa dan biji (c) dan
perbandingan dengan plot 1:1. (b,d) ... 89 43. Perbandingan antara prediksi (garis) dan pengukuran
(simbol) nitrogen tanah (a) dan perbandingan dengan
plot 1 : 1 (b) ………... 89 44. Perbandingan antara prediksi (garis) dan pengukuran
(simbol) nitrogen tanaman (a) dan perbandingan dengan
plot 1 : 1 (b) ……….…….………... 90 45. Hasil prediksi dan pengukuran fase perkembangan tanaman
selama periode pertumbuhan (a) dan perbandingan dengan
plot 1:1 (b) ……….….…………. 91 46. Hasil prediksi dan pengukuran AGB dan ILD selama
periode pertumbuhan (a,c) dan perbandingan dengan plot
1:1 (b,d) ………... 92 47. Hasil prediksi dan pengukuran kadar air tanah selama
periode pertumbuhan (a) dan perbandingan dengan plot
Halaman
48. Hasil prediksi dan pengukuran evapotranspirasi kumulatif selama periode pertumbuhan (a) dan perbandingan dengan
plot 1:1 (b) ……….…. 93 49. Hasil prediksi dan pengukuran N tanah selama periode
pertumbuhan (a) dan perbandingan dengan plot 1:1 (b) .…… 94 50. Hasil prediksi dan pengukuran N tanah dan AGN selama
periode pertumbuhan (a,c) dan perbandingan dengan plot
1:1 (b,d) ………... 94 51. Variasi hasil biji jarak pagar yang ditanam menurut bulan
kalender di Bogor-Jawa Barat ………. 97 52. Radiasi yang diintersepsi dan curah hujan yang diterima
selama periode pertumbuhan tanaman ... 97 53. Simulasi respon biomassa dan biji jarak terhadap pemupukan
nitrogen ………... 98 54. Simulasi pemupukan nitrogen pada tanaman jarak terhadap
kandungan air tanah dan evapotranspirasi aktual ……… 99 55. Simulasi respon tanaman jarak terhadap pengurangan radiasi
surya sebesar 20% terhadap AGB dan biji (a), ILD (b) dan
fase perkembangan, s (c) ………. 100 56. Simulasi respon tanaman jarak akibat pengurangan radiasi
surya sebesar 20% terhadap KAT (a) dan ETa (b) ... 101 57. Simulasi biomasa (a) dan hasil biji jarak di Bogor-Jawa
Barat yang ditanam tanggal 14 setiap bulan, pada kodisi
curah hujan sekarang dan akan datang dengan 3 skenario ….. 102 58. Skenario pengurangan curah hujan dan peningkatan suhu
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Nelder Fan design percobaan I dan II ……… 128
2. Denah rancangan percobaan I dan II ………... 129
3. Deskripsi populasi IP-1P ………. 130
4. Data percobaan ke-satu ………... 131
5. Foto percobaan ……… 136
6. Penurunan beberapa parameter ………... 137
7. Data percobaan ke-dua ……… 139
8. Parameter dalam model simulasi tanaman jarak pagar .…….. 145
9. List program pemodelan tanaman jarak pagar …..………….. 146
10. Uji t berpasangan antara model dan pengukuran percobaan II 164
1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Unsur iklim radiasi surya di daerah tropis lebih berpengaruh terhadap
produksi jarak dibandingkan dengan suhu udara. Secara teoritis, tanaman
penghasil minyak seperti jarak pagar untuk berproduksi tinggi memerlukan lama
penyinaran yang lebih panjang dibandingkan tanaman penghasil karbohidrat.
Radiasi sangat diperlukan untuk fotosintesis yang menghasilkan berat kering
tanaman. Berat kering tanaman tersebut berkorelasi dengan jumlah radiasi yang
diintersepsi selama pertumbuhan. Ini berarti mengedepankan pengumpulan dan
penyimpanan energi matahari yang dapat diperbaharui melalui tumbuhan hijau
dan dikenal sebagai energi hijau (green energy) atau Bahan Bakar Nabati (BBN) dengan penekanan pada budi daya energi (energy farming) bukan berburu energi (energy hunting) seperti halnya dilakukan pada pengolahan BBM. Untuk
mengubah sebanyak mungkin radiasi yang diintersepsi tanaman menjadi
biomassa dan hasil diperlukan efisiensi penggunaan radiasi surya yang tinggi.
Efisiensi penggunaan radiasi surya (RUE) adalah faktor konversi antara
total radiasi intersepsi kanopi tanaman dan dikaitkan dengan karbondioksida
yang difiksasi atau biomassa yang dihasilkan. Faktor ini telah dipergunakan
untuk mempelajari pertumbuhan, analisis varietas tanaman dan lingkungan. RUE
telah menjadi komponen yang berguna dalam model pertumbuhan tanaman dan
hasilnya (Arkebauer, 1992).
Selain RUE, ketersediaan air penting dalam memenuhi evapotranspirasi
yang merupakan faktor pendorong aliran massa air, perkolasi dan rembesan
untuk menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang tinggi. Kebutuhan air
bervariasi menurut umur, varietas, tipe tanah, topografi dan lain-lain.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman hanya berlangsung optimal
apabila tersedia unsur-unsur hara makro dan mikro. Nitrogen adalah unsur hara
makro yang banyak dibutuhkan tanaman penghasil minyak dan pertumbuhan
tanaman relatif peka terhadap kekurangan nitrogen yang dapat mengakibatkan
1.1.1. Pemodelan Tanaman Jarak Pagar
Analisis sistem adalah studi tentang sistem dan atau organisasi dengan
menggunakan azas ilmiah yang menghasilkan suatu konsepsi atau model. Model
dapat berupa konsepsi mental yang bersifat kuantitatif dan kualitatif, hubungan
empirik dengan penggunaan teknik statistik dan hubungan mekanistik dengan
persamaan matematik, atau dapat dinyatakan sebagai representasi sederhana dari
sistem yang kompleks (Haan, 1977; Hartrisari, 2007). Handoko (1994)
mengemukakan bahwa model dapat dipergunakan untuk (1) pemahaman proses
(2) prediksi, dan (3) keperluan manajemen.
Kajian hubungan antara iklim, air dan tanah terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman jarak yang terintegrasi belum banyak dilakukan,
khususnya model mekanistik. Model pertumbuhan tanaman mekanistik
mempunyai banyak penggunaan potensial untuk manajemen tanaman (Bannayan
et al. 2003). Model simulasi tanaman merupakan penyederhanaan dari analisis
sistem sebagai suatu metode pendekatan masalah secara integral. Model simulasi
tanaman juga alat analisis dan sintesis hasil penelitian lapang yang mempunyai
kemampuan memprediksi. Oleh karena itu, aplikasi model ini dapat
dipergunakan dalam perencanaan di wilayah pengembangan baik skala nasional,
regional bahkan lebih luas (Travasso & Delecolle, 1995; Supit, 1997) dan juga
dapat sebagai dasar acuan pengelolaan tanaman jarak di wilayah sentra
produksinya.
Ketepatan pengambilan keputusan dalam mengelola pertanaman jarak
memerlukan suatu model yang dapat menduga produksi dari data yang tersedia.
Untuk maksud tersebut maka perlu diperhatikan pengaruh sifat genetis, kultur
teknis dan keadaan lingkungan fisik tanaman terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman jarak.
Pemodelan tanaman merupakan pendekatan kuantitatif untuk
memprediksi pertumbuhan, perkembangan dan hasil tanaman, koefisien genetik
tanaman dan peubah yang berhubungan dengan faktor lingkungan (Monteith,
1996). Aplikasi model simulasi tanaman telah dikembangkan selama dua dekade
dengan memanfaatkan simulasi komputer dan menurut Sirotenko (2001)
sebagai solusi untuk menjelaskan berbagai masalah pada perkembangan
tanaman, prediksi hasil, kajian iklim dan tanah, serta kajian perubahan iklim.
Pemodelan hasil tanaman dengan kondisi defisit air dapat menjelaskan
perilaku tanaman pada kondisi lapangan umumnya, karena kapasitas pertukaran
gas dari daun dan RUE tergantung pada pengaruh fisiologis defisit air tanah.
Oleh karena itu, menurut Arkebauer et al. (1994) perhitungan neraca air tanah harian, sebagai konsekuensi kandungan air tanah dapat dihubungkan langsung
dengan RUE, pertumbuhan tanaman dan hasil. Beberapa model yang berhasil
dibuat dalam menyimulasikan pertumbuhan tanaman adalah model kedelai,
jagung (Muchow & Sinclair, 1986; 1991) dan gandum (Amir & Sinclair, 1991;
Handoko 1992). Pemodelan tanaman penghasil bio-pelumas pada jarak (Ricinus communis L.) telah dilakukan oleh Djufry (2005), tetapi model ini belum mengintegrasikan neraca nitrogen yang memodelkan dinamika nitrogen pada
tanah dan tanaman.
Hasil panen ditentukan oleh produksi biomassa atau bahan kering
tanaman yang merupakan perwujudan akhir hasil fotosintesis. Thornley (1976)
menyatakan bahwa produksi bahan kering berasal dari aliran asimilat yang
jumlahnya tergantung pada radiasi datang dan luas daun aktif berfotosintesis.
Model simulasi untuk menduga hasil tanaman setidaknya harus bertitik-tolak
dari peubah genetik dan cuaca (Penning de Vries et al. 1989; Messina et al. 2006). Peubah genetik yang digunakan adalah fenologi, laju pertumbuhan
potensial dan tipe daun, sedangkan peubah cuaca adalah radiasi surya, suhu
udara, curah hujan, kelembapan udara, kecepatan angin dan diasumsikan bahwa
air dan atmosfir (CO2) tidak menjadi kendala.
Dalam beberapa hal, model simulasi tanaman lebih unggul dibandingkan
hasil penelitian agronomi di lapangan khususnya dalam penghematan waktu dan
biaya. Model yang absah dapat membantu pengambilan keputusan agronomis
seperti waktu tanam, kerapatan tanaman, waktu dan laju pemupukan nitrogen,
3.3.1.1. Struktur Model.
Model simulasi tanaman jarak pagar yang dibangun terdiri dari empat
sub-model dan disusun untuk kondisi iklim di Indonesia. Sub-model tersebut
adalah (1) perkembangan, (2) pertumbuhan, (3) neraca air, dan (4) neraca
nitrogen. Model ini mempunyai resolusi harian yang memerlukan masukan
berupa unsur cuaca harian radiasi surya, suhu, kelembapan, kecepatan angin, dan
curah hujan. Model ini memerlukan data awal berupa kadar air tanah, sifat fisik
tanah dan parameter tanaman. Sub model neraca nitrogen merupakan sub model
pengembangan yang ditambahkan dari model yang telah dikembangkan oleh
Djufry (2005).
Submodel perkembangan menyimulasikan perkembangan dari saat tanam
sampai panen. Laju perkembangan diperhitungkan berdasarkan konsep heat unit dengan menggunakan data suhu harian dan waktu (Baskerville & Emin, 1969;
Andrewartha & Birch, 1973; Allen, 1976; Zalom et al. 1983). Parameter
perkembangan tanaman diturunkan dari percobaan lapang.
Submodel pertumbuhan menyimulasikan produksi biomassa tanaman
berdasarkan efisiensi penggunaan radiasi surya (Monteith, 1977; Gallagher &
Biscoe, 1978; Sinclair, 1991), faktor ketersediaan air yang dihitung berdasarkan
nisbah antara transpirasi aktual dan maksimumnya, serta ketersediaan nitrogen.
Dalam submodel ini, respirasi dihitung dari fungsi suhu udara dan biomassa
masing-masing organ. Potensi hasil biji jarak ditentukan oleh jumlah biji yang
dihitung dari biomassa saat bunga mekar atau anthesis.
Submodel neraca air menyimulasikan komponen-komponen neraca air
yang mencakup kadar air tanah, transpirasi, evaporasi, intersepsi tajuk dan
perkolasi. Evapotranspirasi potensial dihitung menurut Penman (1948) dan
digunakan untuk menurunkan transpirasi aktual dan evaporasi aktual. Laju
perkolasi dihitung menggunakan dengan metode jungkitan (tipping bucket method) (Ritchie, 1972).
Submodel neraca nitrogen menyimulasikan pertumbuhan tanaman
dengan sumber utama nitrogen yang berasal berbagai lapisan tanah. Penyerapan
nitrogen oleh tanaman kemudian dibagi ke organ-organ tanaman. Sumber kedua
nitrogen dimobilisasi dari daun dan batang yang merupakan sumber utama untuk
akumulasi nitrogen oleh biji. Jika kebutuhan nitrogen tidak dapat dipenuhi
melalui mobilisasi, maka tanaman mengambil nitrogen dari tanah tergantung
dari kebutuhan, persediaan tanah (NO3-), kadar air dan keberadaan akar pada
masing-masing lapisan.
1.1.2. Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)
Peningkatan aktivitas transportasi dan industri akan memperbesar
kebutuhan bahan bakar minyak. Indonesia adalah produsen dan pengimpor
bahan bakar minyak karena kebutuhan dalam negeri lebih besar dibandingkan
produksinya. Cadangan minyak Indonesia diperkirakan hanya cukup untuk 18
tahun mendatang (Prihandana & Hendroko, 2007). Industri yang bermunculan
akan mempertemukan antara kekurangan suplai bahan makanan dengan harga
CPO/soya oil yang tinggi, dan juga perdebatan antara tanaman untuk makanan atau minyak, sehingga memerlukan inisiatif dalam teknologi budidaya tanaman
dan sumber bahan seperti makanan yang kompetitif dan kesemuanya itu akan
mengubah nilai ekonomi dari bio-energi. Jadi, perlu dikembangkan energi
alternatif yang bersifat ramah lingkungan (environmental friendly), berkelanjutan (sustainable) dan dapat diperbaharui (renewable).
Kebijakan utama pengembangan energi nasional diarahkan pada tiga hal,
yaitu kebijakan harga, diversifikasi dan konservasi energi. Kebijakan harga
energi dimaksudkan untuk menerapkan harga energi sesuai dengan mekanisme
pasar. Diversifikasi energi adalah pemanfaatan energi alternatif yang salah
satunya menggunakan Bahan Bakar Nabati (BBN) yang dapat diperoleh di
Indonesia. Banyak jenis sumber nabati yang bisa diolah menjadi BBN, mulai
dari buah atau biji (misal jarak pagar dan kelapa sawit), batang (tebu), bahkan
sampai ke jenis umbi-umbian (ubi kayu) yang ketersediaannya
berkesinambungan. Kebijakan koservasi energi dimaksudkan untuk efisiensi
atau konservasi pemakaian energi.
Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Percepatan
Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran telah merekomendasi empat
penghasil biodiesel, serta tebu dan singkong sebagai penghasil bioetanol
(Prihandana & Hendroko, 2007). Oleh karena kelapa sawit berfungsi juga
sebagai subsitusi minyak makan (edible oil), maka peluang jarak pagar sebagai
bahan baku biodiesel lebih terbuka. Dengan demikian, pemanfaatan jarak pagar
sebagai bahan baku biodiesel tidak mengganggu kebutuhan minyak makan
nasional, industri oleokimia dan ekspor CPO. Jadi, minyak jarak (CJO) cocok
untuk substitusi CPO dalam penggunaan non-pangan sebagai bahan baku
biodiesel dibandingkan CPO dan tetes tebu.
Minyak biji jarak telah diterima secara luas dan disarankan digunakan
secara komersial sebagai sumber bahan bakar (Takeda, 1982; Banerji et al. 1985; Martin & Mayeux, 1985). Kandungan minyak dalam biji jarak pagar sebesar
48.5% dengan nilai kalori sebesar 41.77 kJ/g. Nilai tersebut mirip dengan nilai
kalori standar untuk minyak diesel yaitu sebesar 42.24 kJ/g.
Selama ini, di Indonesia jarak pagar tidak dikembangkan sebagai bahan
bakar alternatif pengganti minyak solar dan minyak tanah karena secara
komersial tidak bisa bersaing dengan BBM solar dan minyak tanah yang relatif
murah karena disubsidi pemerintah. Namun, negara yang miskin sumberdaya
BBM, jarak pagar telah lama dikembangkan sebagai pengganti solar dan minyak
tanah, sehingga informasi tentang teknologi budidayanya telah tersedia.
Pada saat harga BBM meningkat dan masa yang akan datang menikmati
BBM murah kecil peluangnya, maka semua pihak perlu mencari bahan bakar
alternatif, khususnya yang terbarukan. Jadi, yang dipandang potensial dari
kelompok tanaman adalah jarak pagar karena memiliki keunggulan tersendiri
dibandingkan sumber nabati lainnya yang menurut Mahmud (2006), antara lain:
(1) relatif mudah dibudidayakan oleh petani kecil, dapat ditanam sebagai batas
kebun, dapat ditanam secara monokultur atau campuran, cocok di daerah
beriklim kering, dapat ditanam sebagai tanaman konservasi lahan, dapat tumbuh
di lahan marjinal, dan juga dapat ditanam di pekarangan atau sekitar rumah
sehingga basis sumber bahan bakunya dapat sangat luas, (2) pengolahan minyak
jarak kasar atau untuk kebutuhan rumah tangga pengganti minyak tanah dan
untuk pembakaran tungku atau boiler sangat sederhana sehingga mudah
pengganti minyak solar juga tidak memerlukan teknologi tinggi sehingga biaya
investasinya relatif lebih murah.
Tujuan pengembangan jarak pagar dari hulu sampai hilir secara nasional
adalah untuk menyediakan energi alternatif dalam jangka panjang dan
menyediakan sumber tambahan pendapatan serta membuka lapangan kerja baru
dalam jangka pendek. Untuk mendukung pengembangan BBN pemerintah telah
mengeluarkan Perpres No.5 tahun 2006 dan Inpres No.1 tahun 2006, sedang
untuk organisasinya dibentuk Tim Nasional berdasarkan Kepres No.10 tahun
2006. Strategi penyediaan energi alternatif tahun 2010 sebesar 720 000 kilo
liter/tahun atau sekitar 2% dari kebutuhan solar nasional. Kebutuhan tersebut
akan terpenuhi kalau luas lahan jarak pagar bertambah tiap tahun dan pada tahun
2011 mencapai 2 juta ha. BUMN yang bersedia untuk menjadi bapak angkat dan
menyerap produk dalam negeri adalah Pertamina dan PLN. Untuk menunjang
penyediaan BBN di pedesaan, pemerintah telah mengembangkan program desa
mandiri energi (DME) dengan dukungan dari berbagai pihak seperti Departemen
Perindustrian, BRI, BUMN Agro, PLN, dan Pertamina (Hamdi, 2007).
Jarak pagar (Jatropha) tumbuh liar atau sebagai tanaman Pagar sehingga
dinamakan jarak pagar serta dikenal sebagai purging nut (kacang pencahar) atau physic nut (kacang urus-urus). Jatropha berasal dari Amerika Selatan (Brazil) dan tumbuh di semua wilayah tropis dan subtropis pada lintang antara 28ºLU
sampai 30ºLS (Gambar 1.1). Di Indonesia terdapat berbagai jenis tanaman jarak
seperti jarak kepyar (Ricinuscommunis L.), jarak Bali (Jatropha podagrica L.), jarak ulung (Jatropha gossypifolia L.) dan jarak pagar (Jatropha curcas L).
Jarak di pulau Jawa dan Madura banyak ditanam dengan nama berbeda
misalnya, nawaih nawas (Aceh), jarak kosta (Sunda), jarak gundul, jarak Cina,
jarak pagar (Jawa), paku kare (Timor), peleng kaliki (Bugis), dan lain-lain
(Hariyadi, 2005; Hambali et al. 2006).
Jarak tumbuh baik di wilayah kering tropika, dengan ketinggian tempat
antara 0 - 500 m di atas permukaan laut (Heller, 1996; Jøker & Jepsen, 2003)
dan masih dapat bertahan terhadap frost ringan pada ketinggian mendekati 1 700 m (Heller, 1996).
Karakteristik tanaman jarak pagar dapat menggugurkan daunnya untuk
mengurangi transpirasi (Nyamai & Omuodo, 2007) dan perakarannya kokoh,
sehingga cocok menjadi tanaman konservasi. Di samping itu, tanaman ini dapat
menyimpan air pada daun dan akarnya selama musim kering (Prihandana &
Hendroko, 2007) dan juga memiliki adaptasi yang sangat baik dan luas di
wilayah-wilayah yang kering dan semi kering (Heller, 1996). Berikutnya,
tanaman ini dapat tumbuh baik pada tanah marginal, sehingga mengurangi
persaingan ruang bagi tanaman makanan lainnya.
Jarak adalah tumbuhan tahunan (perennial) yang toleran terhadap musim
kering panjang. Di Nicaragua pembungaannya cenderung menjadi tidak tetap
(episodik) dan responsif terhadap variasi curah hujan (Aker, 1997). Curah hujan yang sesuai adalah 625 mm/tahun dengan rentang antara 300 – 2 380 mm/tahun.
Curah hujan yang diperlukan termasuk sedikit di antara tanaman yang
potensial sebagai bahan baku biodiesel. Curah hujan untuk kelapa sawit sebagai
contoh memerlukan sekitar 2 000 - 2 500 mm per tahun (Risza, 2005). Lagi pula,
jarak pagar dapat tumbuh pada periode kekeringan yang panjang (Gübjtza et al. 1999; Nyamai & Omuodo, 2007).
Penyebaran jarak menurut curah hujan masih bervariasi antara lain dari
450 – 2 380 mm (Jones & Miller, 1992), antara 300 – 1 000 mm/tahun (Heller,
1996), minimal 250 mm dan pertumbuhan terbaik antara 900 – 1 200 mm
(Becker & Makkar, 1999). Rata-rata suhu udara tahunan di atas 20°C dengan
kisaran yang sesuai antara 20º - 28ºC (Heller, 1996; 11 – 38°C (Rivaie et al. 2006). Wilayah dengan suhu di atas 35ºC atau di bawah 15ºC akan menghambat
komposisinya. Jarak pagar tidak tahan cuaca yang dingin dan tidak peka
terhadap panjang hari (ICRAF, 2003).
Jarak dapat tumbuh pada berbagai jenis tekstur dan jenis tanah, baik
tanah berbatu, berpasir, maupun berlempung atau tanah liat. Selanjutnya, tanah
harus memiliki draenase baik, tidak tergenang dan pH tanah 5.0 – 6.5. Defisiensi
unsur hara menyebabkan pertumbuhan dan reproduksi jarak akan berhenti dan
bentuk tanaman menjadi kecil (Aker, 1997), akan tetapi dapat beradaptasi di
tanah yang tidak begitu subur atau tanah bergaram (Nyamai & Omuodo, 2007).
1.1.3. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Jarak Pagar
Periode perkecambahan (emergence) memerlukan waktu sekitar 10 hari. Setelah biji terpisah, radicula muncul dan empat akar samping dibentuk. Setelah daun pertama berkembang, cotyledon terangkat, jatuh, pertumbuhan menjadi sympodial. Di Thailand, penyemaian dalam bulan Mei, ketinggian sekitar 1 m dicapai dalam waktu 5 bulan (Sukarin et al. 1987). Untuk wilayah equator basah,
pembungaan terjadi sepanjang tahun. Perkembangan buah memerlukan 90 hari
sampai biji masak. Pertumbuhan tanaman berkaitan dengan musim hujan.
Pertumbuhan vegetatif terjadi selama musim hujan dan sedikit peningkatannya
pada musim kering.
Bahan tanam dapat berasal dari stek cabang atau batang, maupun benih
dan dimungkinkan penyediaan bibit dengan teknik kultur jaringan. Jika
menggunakan stek dipilih cabang atau batang yang telah cukup berkayu. Benih
dipilih dari biji yang telah cukup tua yaitu diambil dari buah yang telah masak
biasanya berwarna hitam. Saat ini, di Indonesia sumber benih selain
mengandalkan pengumpulkan bahan tanaman dari petani juga dari Kebun Induk
Jarak Pagar (KIJP).Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan melakukan
eksplorasi di 10 propinsi dan menanam hasil eksplorasi tersebut di 3 kebun
induk, yaitu K.P. Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, untuk mewakili wilayah
iklim sangat kering; K.P. Muktiharjo, Pati, Jawa Tengah, mewakili wilayah
iklim sedang; dan K.P. Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat, mewakili wilayah
sehingga diperoleh tiga populasi masing-masing 1A (dari Asembagus),
IP-1M (dari Muktiharjo) dan IP-1P (dari Pakuwon) (Puslitbangbun, 2006).
Penanaman dengan jarak tanam 3.0 m x 3.0 m (populasi 1.100
pohon/ha), 2.0 m x 3.0 m (populasi 1 600 pohon/ha), 2.0 m x 2.0 m (populasi 2
500 pohon/ha) atau 1.5 m x 2.0 m (populasi 3 300 pohon/ha). Pada areal yang
miring digunakan sistem kontur dengan jarak dalam barisan 1.5 m. Lubang
tanam dibuat dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm (Hambali et al. 2006). Jarak tanam yang lebar menyebabkan tanaman dapat berbuah lebih banyak,
paling tidak dalam 2 tahun. Sementara itu, pada jarak tanam yang lebih rapat
harus dilakukan penjarangan.
Tanaman jarak pagar yang mempunyai sifat unggul agar mampu
berproduksi secara maksimal disepanjang tahun pada dasarnya sangat
memerlukan ketersediaan air dan nutrisi. Nutrisi dan air yang cukup pada jarak
pagar akan memacu pembentukan premordia bunga dan buah secara normal
sehingga tanaman jarak pagar siap dipanen setiap 4-7 hari sekali. Tanaman jarak
pagar dalam lingkungan yang kering masih mampu membentuk premordia
bunga dan buah secara baik walaupun jumlah kapsul yang terbentuk menurun
akibat gangguan penyerbukan kurang sempurna.
Tanaman jarak pagar mulai berbunga setelah umur 3 – 4 bulan,
sedangkan pembentukan buah mulai pada umur 4 – 5 bulan. Pemanenan
dilakukan jika buah telah masak, dicirikan kulit buah berwarna kuning dan
kemudian mulai mengering. Biasanya buah masak setelah berumur 5 – 6 bulan.
Tanaman jarak pagar merupakan tanaman tahunan yang dapat hidup lebih dari
20 tahun dengan pemeliharan yang optimal (Hambali et al. 2006).
Panen pertama 6 – 8 bulan setelah tanam dengan produktivitas 0.5 – 1.0
ton biji kering per hektar per tahun kemudian meningkat secara gradual dan
stabil sekitar 5.0 ton pada tahun ke 5 setelah tanam. Biji berwarna hitam dengan
ukuran panjang 2 cm dan tebal 1 cm. Menurut Puslibangbun (2006) populasi
IP-1P (dari KIJP Pakuwon) yang direkomendasikan untuk daerah beriklim basah
mempunyai potensi produksi sebesar 0.25-0.30 ton pada tahun pertama, 4-5 ton
Hasil penelitian Balittas (Yeyen et al. 2006) menunjukkan bahwa panen buah pada tingkat 4 buah masak, memberikan hasil minyak tertinggi yaitu
30.32% untuk buah berwarna kuning dan 31.47% untuk buah hitam sedang buah
pada tingkat 3 buah tua dengan kulit berwarna hijau tua dan biji berwarna hitam
kandungan minyaknya hanya 20.70%.
Cara pemanenan dengan memetik buah yang telah masak dengan tangan
atau gunting. Apabila setiap hektar terdiri atas 2 500 tanaman jarak pagar unggul
yang sudah dewasa umur 4 tahun setelah tanam dengan kondisi syarat tumbuh
tanah dan iklim dan pemeliharaan yang optimal maka setiap pohon memiliki 40
cabang, setiap cabang mempunyai 3 tandan buah per tahun, setiap tandan
menghasilkan 10 - 15 buah per tandan sekitar 30 - 45 biji. Dalam kondisi yang
demikian, jumlah biji yang akan dihasilkan dari luasan 1 ha adalah 2 500
tanaman x 40 cabang x 3 tandan x (10 - 15) buah x 3 biji = 9 000 000 – 13 500
000 biji. Apabila 1 kg terdiri atas 2 000 biji kering maka produksi jarak pagar
per hektar per tahun adalah 4.5 – 6.75 ton biji kering. Jika rendemen minyak
sebesar 35 % maka setiap hektar lahan dapat diperoleh 1.6 – 2.4 ton
minyak/ha/tahun (Mahmud, 2006).
1.1.4. Neraca Air dan Kebutuhan Air Tanaman
Air merupakan komponen utama dalam pertumbuhan tanaman, karena
berfungsi dalam berbagai proses fisiologi tanaman. Kekurangan air pada
tanaman menyebabkan indeks luas daun (ILD) kecil, daun menggulung dan
stomata menutup, sehingga secara fisiologis dapat menurunkan laju fotosintesis
dan mobilitas unsur hara sehingga hasil akan berkurang.
Untuk mencukupi kebutuhan air tanaman, maka penanaman dilakukan
pada awal atau selama musim penghujan sehingga kebutuhan air bagi tanaman
cukup tersedia. Bibit yang ditanam dipilih yang sehat dan cukup kuat serta tinggi
bibit sekitar 25 cm dengan diameter 1 – 2.5 cm (Pranowo, 2006). Saat
penanaman tanah di sekitar batang tanaman dipadatkan dan permukaannya
dibuat agak cembung.
Jika di dataran tinggi lebih dari 700 m dpl faktor pembatasnya radiasi
ketersediaan air tanah. Biasanya iklim yang lebih kering akan meningkatkan
kadar minyak dalam biji. Jarak pagar memang tahan terhadap kekeringan, tetapi
bukan berarti akan dapat tumbuh dan berproduksi tinggi bila kecukupan air tidak
terpenuhi. Jarak pagar punya mekanisme untuk bertahan hidup pada kondisi
kekurangan air dengan menggugurkan daun (stagnan) dan meminimalkan atau menghentikan aktifitas tumbuh dan berkembang dalam jangka waktu yang cukup
lama, termasuk aktifitas reproduksi, akibatnya produktifitas akan turun drastis.
Fenomena buah kopong pada jarak pagar akan dijumpai pada musim
kemarau apabila pada fase pengisian polong terjadi kekurangan nutrisi esensial
dan air (Purlani, 2007). Ini berarti perlu pengkajian yang mendalam tentang
penyesuaian antara nutrisi pada kondisi lahan kering yang pengairannya
tergantung pada air hujan.
Produksi akan menurun sampai 37-59% bila tanaman tidak diairi hanya
1-2 kali (pengairan saat kandungan air tanah 35-50% mulai umur 120-180 hari),
apabila menggunakan IP-1A, dan 17-31% pada IP-1P. Penurunan tersebut akan
semakin besar dengan umur panen semakin bertambah, terutama pada musim
kemarau. Penurunan hasil yang lebih rendah pada IP-1P menunjukkan bahwa
komposit tersebut dapat ditanam mulai daerah yang tidak berkecukupan air
(wilayah kering) sampai daerah dengan berkecukupan air (wilayah basah)
(Riajaya et al. 2007).
1.1.5. Neraca Nitrogen
Nitrogen merupakan unsur hara yang banyak dibutuhkan tanaman dan
tanaman relatif peka terhadap kekurangan nitrogen. Bentuk nitrogen dari dalam
tanah yang diserap oleh tanaman adalah nitrat (NO3-) dan amonium (NH4+)
(Marschner, 1995). Bentuk nitrat biasanya yang lebih banyak diserap
dibandingkan dengan amonium.
Nitrat diasimilasikan ke bentuk amonium dalam tanah oleh enzim nitrat
dan nitrit reduktase. Reduksi nitrat ini berlangsung pada akar dan tajuk (Dubey
& Pessarakli, 1995). Beberapa penulis seperti Li (1995) dan McIntyre (1997)
waktu dan metode pemupukan, kombinasi efek osmotik dalam pengambilan air
dan efek hara pada sintesis protein.
Weiss (2000) menjelaskan untuk menghasilkan 1 700 kg/ha biji jarak,
terangkut unsur hara makro 50 kg N, 20 kg P dan 16 kg K, sedangkan untuk
menghasilkan biji jarak sebanyak 2 500 kg/ha unsur hara yang diserap sekitar 80
kg N, 18 kg P, 32 kg K, 12 kg Ca, dan 10 kg Mg/ha.
Jarak pagar memiliki daya adaptasi yang sangat lebar, tetapi harus
dibedakan antara “berproduksi baik” dan “tumbuh baik”. Untuk mencapai
produktivitas optimal sesuai potensi genetiknya, tanaman jarak juga memerlukan
pupuk.
Jenis dan dosis pupuk yang diperlukan disesuaikan dengan tingkat
kesuburan tanah setempat. Pupuk N diberikan pada saat tanam dan umur 28
hari setelah tanam (HST), sedangkan pupuk P, K, Ca dan Mg diberikan saat
tanam. Perkiraan dosis pemupukan pada tahun ke-1 adalah 2x20 gram Urea,
2x20 gram SP36, 2x30 gram KCl, dan 2x5 gram Kieserit per pohon per tahun
(Hambali et al. 2006). Dosis tersebut terus meningkat setiap tahunnya. Pemberian pupuk organik disarankan untuk memperbaiki struktur tanah.
Pemberian pupuk N dengan dosis 150 kg, P dengan dosis 100 kg/ha dan
K dengan dosis 100 kg/ha memberikan produksi biji kering tertinggi sebesar 867
g/tanaman sedang tanaman yang tidak dilakukan pemupukan hanya memberikan
produksi biji kering sebesar 546 g/tanaman. Pemupukan N dengan dosis 150 kg,
P dengan dosis 100 kg/ha dan K dengan dosis 100 kg/ha memberikan berat 100
biji kering meningkat menjadi 74.32 g/100 biji dibanding dengan tanaman yang
tidak dipupuk sebesar 73.65 g/100 biji kering (Puslitbangbun, 2008).
Pemberian pupuk juga dapat meningkatkan kandungan minyak biji jarak,
dari hasil analisis menunjukan bahwa kandungan minyak pada perlakuan
pemupukan dengan Pupuk N 150 kg/ha, P 50 kg/ha dan pemupukan K dengan
dosis 100 kg K tertinggi sebesar 34.63% sedang tanaman yang tidak dilakukan
1.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk menetapkan parameter efisiensi
penggunaan radiasi surya jarak pagar, kemudian menggunakannya untuk model
simulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman bersama-sama dengan
parameter ketersediaan air dan nitrogen.
1.2. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah pemodelan yang berbasis parameter
efisiensi penggunaan radiasi surya, ketersediaan air dan nitrogen dapat
menyimulasikan pertumbuhan dan produksi biji jarak pagar.
1.3. Manfaat Penelitian
Manfaat model ini adalah menilai potensi besaran produksi biji suatu
wilayah dalam pengembangan jarak pagar berdasarkan data cuaca historis atau
bangkitan (generate) serta tindak agronomis yang akan diterapkan.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Penanaman jarak pagar dianjurkan untuk lahan marginal dan kebutuhan
airnya relatif sedikit, oleh karena itu penelitian ini difokuskan pada pemanfaatan
air hujan di lahan kering untuk produksi tanaman jarak. Menurut Sukarin et al. (1987) dan Aker (1997) variabilitas iklim curah hujan mengendalikan
penggunaan air pada kondisi air yang terbatas dalam produksi jarak pagar.
Jarak pagar merupakan tanaman yang dapat menyimpan air pada daun
dan akarnya selama musim kering (Prihandana & Hendroko, 2007) dan termasuk
tanaman succulent yang daunnya menutup di musim kering, jadi tanaman ini memiliki adaptasi yang sangat baik dan luas di wilayah-wilayah kering dan semi
kering (Heller, 1996). Namun, kekeringan dapat membatasi nitrogen (N) yang
dapat diserap tanaman, melalui pengurangan laju mineralisasi N. Hujan yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan kehilangan N dari tanah melalui pencucian dan
(Matthews, 2002). Variabilitas iklim juga mempengaruhi efisiensi penggunaan
radiasi (RUE) dan pengaruh defisit air tanah dapat dihubungkan secara langsung
dengan RUE, pertumbuhan tanaman dan hasil (Demetriades-Shah et al. 1992;
Arkebauer et al. 1994). RUE juga bervariasi menurut umur dan nitrogen daun spesifik (SLN) (Muchow & Davis, 1988; Sinclair & Horie, 1989).
Tanaman jarak memerlukan nitrogen dalam jumlah besar dibandingkan
dengan unsur hara lainnya. Komponen minyak jarak pagar yang terbesar adalah
trigliserida yang mengandung asam lemak oleat dan linoleat yang melibatkan
banyak nitrogen.
Ketersediaan nitrogen tergantung pada perubahan antara bahan organik
dan ketersediaan, ini penentu utama dari vigor tanaman dan karena dari
permintaan dan penggunaan air. Dalam variabilitas suplai air, peningkatan
tingkat suplai nitrogen dapat berakibat positif atau negatif pada hasil (Taylor et
al. 1988). Tanaman tergantung pada pelepasan nitrogen dari dekomposisi bahan organik untuk menyediakan mineral nitrogen yang dapat diambil dari dalam
tanah (Seligman et al. 1986).
Dalam keperluan praktis, permasalahan yang muncul adalah
menyesuaikan suplai nitrogen dengan curah hujan dan terhadap hasil potensial.
Ini berarti, tanaman tidak dapat merespon terhadap suplai nitrogen cukup kalau
kebasahan melebihi dari kondisi iklim normal. Dalam kondisi iklim kering yang
melebihi dari kondisi iklim normal, keperluan nitrogen rendah, dan pada tingkat
tinggi dapat menekan hasil pada kondisi air terbatas. Situasi ini muncul karena
nitrogen menstimulasi pertumbuhan awal dan meningkatkan penggunaan air
selama fase vegetatif sehingga air tidak cukup pada saat pengisian biji (Storrier,
1962).
Tanaman jarak pagar dikenal sebagai tanaman yang rakus unsur hara,
dengan demikian setelah panen raya perlu diberikan pemupukan dengan dosis
yang sesuai untuk menggantikan hara yang telah digunakan. Air yang
merupakan media transportasi nutrisi dari tanah ke seluruh organ tanaman, juga
merupakan faktor penentu pada pengisian biji. Kekurangan transportasi nutrisi
(P dan K) karena kekurangan air pada saat proses pengisian biji diduga akan
Biomassa yang dihasikan menurut prinsip fisiologi tanaman adalah
proposional dengan akumulasi radiasi yang diintersepsi oleh tanaman dan juga
proposional dengan sejumlah air yang ditranspirasikan selama periode
pertumbuhan tanaman (Purcell, 2006). Oleh karena itu, dalam laporan ini
sistematika dibagi secara bertahap dalam beberapa sub judul dengan maksud
memberikan keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian berikutnya.
Bagian 1 memberikan gambaran umum penelitian secara keseluruhan
dan juga dijelaskan tentang tujuan, hipotesis, manfaat, dan ruang lingkup
penelitian.
Bagian 2 menjelaskan hubungan antara biomassa dengan akumulasi
radiasi surya yang diintersepsi tanaman yang diistilahkan sebagai efisiensi
penggunaan radiasi (RUE). Selain itu juga dijelaskan hasil penelitian tentang
fase perkembangan tanaman, kandungan air tanah, neraca air, nitrogen tanah,
dan keragaan tanaman jarak pagar yang ditanam pada lahan kering tadah hujan
di bawah kondisi pemupukan nitrogen dan kerapatan populasi.
Bagian 3 menjelaskan hubungan antara biomassa dengan penggunaan air
oleh tanaman yang diistilahkan sebagai efisiensi penggunaan air (WUE). Dalam
bagian ini juga diberikan hasil penelitian lainnya seperti kandungan air tanaman,
nitrogen tanah dan keragaan tanaman jarak pagar yang juga ditanam pada lahan
kering tadah hujan di bawah kondisi pemupukan nitrogen dan kerapatan
populasi.
Bagian 4 menfokuskan pada tahapan rinci penyusunan model. Model
yang dibangun berdasarkan model mekanistik sehingga dapat menjelaskan
perubahan proses dari waktu ke waktu dalam sistem yang dimodelkan sesuai
dengan perubahan waktu. Dalam bagian ini juga dijelaskan pemanfaatan data
percobaan pertama yang telah dibahas pada bagian 2 untuk parameterisasi dan
kalibrasi model. Setelah itu juga dijelaskan pemanfaatan data percobaan kedua
yang dibahas pada bagian 3 untuk keperluan validasi model. Kemudian pada
bagian ini juga didemonstrasikan aplikasi model untuk pemahaman proses,
prediksi dan pengambilan keputusan dengan beberapa skenario sebagai masukan
model mulai dari tindak agronomis pemupukan, pengaruh pengurangan radiasi
2.
EFISIENSI PENGGUNAAN RADIASI SURYA DAN
PRODUKSI BIOMASSA TANAMAN JARAK PAGAR
(
JATROPHA CURCAS
L.) PADA LAHAN KERING TADAH
HUJAN
2.1.
Pendahuluan
Tanaman penghasil minyak seperti jarak pagar untuk berproduksi tinggi
memerlukan lama penyinaran yang lebih panjang dibandingkan tanaman
penghasil karbohidrat. Di Indonesia selama musim hujan, pengurangan intensitas
dan kualitas radiasi surya sangat nyata, terutama diduga dari fraksi cahaya
tampak yang sangat dibutuhkan oleh tanaman (Chambers, 1978). Di dataran
tinggi lebih dari 700 m dpl. faktor pembatasnya radiasi matahari dan pada
dataran rendah kurang dari 700 m dpl. adalah ketersediaan air tanah.
Radiasi surya pada kisaran panjang gelombang PAR berperan dalam
fotosintesis dan lajunya meningkat sampai titik kejenuhan cahaya. Efisiensi
penggunaan radiasi surya (RUE, g MJ-1) tanaman di lapangan dinyatakan dengan nisbah antara penambahan biomassa tanaman (dW) dengan jumlah radiasi yang
diintersepsi tajuk tanaman (Qint) dan dapat dipergunakan untuk menganalisis
pertumbuhan (Monteith, 1977; Gallagher & Biscoe, 1978; Sinclair, 1991).
Menurut Purcell (2006) masing-masing radiasi yang diintersepsi oleh tanaman,
secara konstan meningkatkan sejumlah biomassa tanaman yang dihasilkan.
Radiasi intersepsi merupakan selisih antara radiasi surya datang dengan
yang diteruskan tajuk tanaman. Jadi, dW merupakan integral laju fotosintesis
menurut luas daun dan waktu yang dikurangi respirasi (R). Pada berbagai hasil
pengamatan beberapa tanaman pertanian (Gallagher & Biscoe, 1978), spesies
pohon (Linder, 1985; Grace et al. 1987; Dalla-Tea & Jokela, 1991; Harrington & Fownes, 1995) terdapat hubungan yang linier antara biomassa dan radiasi
yang diintersepsi.
matahari (Helianthusannus L.) serta 1.0 g MJ-1 untuk padi (Orizasativa L.) dan gandum (Triticumaestivum L.).
Efisiensi penggunaan radiasi dipergunakan secara luas dalam analisis
pertumbuhan tanaman dan perhitungan produksi biomassa dalam model simulasi
tanaman (Sinclair & Muchow, 1999; Kemanian et al. 2004). Dalam simulasi, produksi biomassa diperoleh melalui hasil kali antara intersepsi radiasi surya
dengan RUE (Lecoeur & Ney, 2003).
Sinclair & Horie (1989) menunjukkan RUE berbeda dalam spesies dan
bervariasi di antara spesies tergantung tingkat kejenuhan cahaya pada laju
fotosintesis dan kandungan nitrogen daun. Prediksi peran penting nitrogen daun
telah dicobakan pada jagung dan sorghum (Muchow & Davis, 1988), kacang
tanah (Wright et al. 1993) dan kedele (Sinclair & Shiraiwa, 1993).
Defisit air langsung menurunkan RUE akibat penurunan aktifitas
fotosintesis (Demetriades-Shah et al. 1992), karena defisit air yang terjadi pada kondisi lapang. Pengurangan RUE karena pengaruh dari defisit air dapat
dikuantifikasi dengan membandingkan RUE observasi dengan RUE pada
kondisi air yang cukup. Pengukuran RUE sangat membantu untuk memahami
konsekuensi kekeringan bagi tanaman, dan variasinya menurut umur dan
nitrogen daun spesifik (SLN) (Muchow & Davis, 1988).
Perdebatan telah terjadi mengenai pengukuran biomassa tanaman dan
intersepsi radiasi yang datanya akan digunakan untuk menghitung RUE
(Demetriades-Shah et al. 1992 & 1994; Monteith, 1994; Arkebauer et al.1994; Kiniry, 1994). Lindquist et al. (2005) menunjukkan bahwa walaupun keragaman
lebih besar pada RUE yang diukur dengan metode CGR (crop’s growth rate) dibandingkan dengan metode akumulasi biomassa tanaman, namun kedua
metode tersebut tidak berbeda nyata. Dalam penelitian pemodelan ini, nilai RUE
ditentukan dengan metode akumulasi biomassa, selanjutnya digunakan sebagai
parameter dalam memprediksi pertumbuhan dan hasil tanaman jarak pagar.
Tujuan
Penelitian ini dimaksudkan untuk menetapkan efisiensi penggunaan
lahan kering tadah hujan. Data yang diperoleh dari percobaan ini juga digunakan
untuk parameterisasi dan kalibrasi model akan dibangun.
2.2. Bahan dan Metode
2.2.1. Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan pertama dilaksanakan pada lahan percobaan
SEAMEO-BIOTROP pada bulan Maret sampai Nopember tahun 2007. Percobaan pertama
dimaksudkan selain menetapkan RUE juga mengkaji partisi biomassa dan hara
nitrogen dalam organ tanaman yaitu akar, batang, daun, dan biji yang disebabkan
oleh pemupukan nitrogen pada lahan kering tadah hujan.
2.2.2. Percobaan Pertama (W1)
Percobaan disusun secara Nelder Fan Design (Mark, 1983). Nelder Fan Design adalah plot lingkaran dengan sejumlah spoke per plot dan ring per spoke. Data yang diperoleh dari rancangan ini dianalisis menggunakan regresi dan baik
untuk memprediksi parameter. Dalam percobaan pertama ini, setiap plot terdiri
dari 9 spoke dan 4 ring per spoke (Lampiran 1 dan 2). Tanaman bagian terdalam (inner) dan terluar (outer) tidak digunakan sebagai contoh. Ini akan menyediakan 18 data pengamatan per plot.
Pada masing-masing plot ditempatkan perlakuan pemupukan nitrogen
(N) yaitu W1N0 (0 g Urea per pohon), W1N1 (20 g Urea per pohon), W1N2 (40
g Urea per pohon), dan W1N3 (60 g Urea per pohon), serta dalam setiap ring ditempatkan populasi tanaman (P) yaitu W1P1 (17 698 tanaman per hektar atau
1.7 tanaman per m2) dan W1P2 (3 246 tanaman per hektar atau 0.32 tanaman per m2). Pada percobaan pertama, tanaman asal biji disebar langsung di plot percobaan pada tanggal 18 April 2007 dan dipanen tanggal 22 Oktober 2007.
Data yang disajikan pada laporan ini untuk perlakuan pemupukan pada
kerapatan populasi P2, sedangkan perlakuan kerapatan populasi pada kondisi
pemberian nitrogen N2. Deskripsi jarak pagar (Jatropha curcas L.) populasi
IP-1P yang digunakan sebagai bahan tanaman dicantumkan dalam Lampiran 3.
Aplikasi pupuk nitrogen pada masing-masing percobaan diberikan
perlakuan. Pupuk P dan K diberikan sesuai dosis anjuran, yaitu pada tahun
pertama masing-masing sebesar 40 g per pohon SP-36 dan KCl (Hambali et al. 2006). Pupuk SP-36 dan KCl diberikan pada saat tanam. Aplikasi pestisida
diberikan adalah fungsisida, furadan dan insektisida.
2.2.3. Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya
Efisiensi penggunaan radiasi (RUE) diperoleh berdasarkan metode
akumulasi biomassa (AGB) (g MJ-1; Monteith, 1977) seperti pada persamaan (1). Nilai RUE adalah landaian (slope) dari hubungan antara radiasi yang diintersepsi atau diserap oleh kanopi tanaman dengan bahan kering di atas tanah
(AGB) yang dihasilkan selama periode emergence (muncul lapang) sampai
masak fisiologis. Efisiensi penggunaan radiasi (ε, g MJ-1) yang dihitung menurut Monteith (1977):
int Q
W
=
ε (1)
W adalah akumulasi biomassa tanaman (g m-2). Qint adalah radiasi intersepsi
(MJ m-2) yang diperoleh dari proporsi radiasi yang ditransmisikan ke permukaan tanah (It) dengan radiasi di atas kanopi tanaman (I0) (persamaan 2).
t Qs
I I
Q ⎟⎟
⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛
− =
0
int 1 (2)
Qs adalah radiasi surya di atas tajuk tanaman atau yang terukur di stasiun
klimatologi (MJ m-2 hari-1).
Metode pengukuran RUE tanaman biasanya melebihi beberapa minggu
yang mencakup pengukuran contoh destruktif dari bahan kering tanaman di atas
tanah yang bersamaan dengan pengukuran absorpsi radiasi oleh tanaman
(Tollenaar & Bruulsema, 1988; Tollenaar & Aguilera, 1992; Muchow &
Sinclair, 1994; Lindquist et al. 2005) atau secara periodik (Otegui et al. 1995; Westgate et al. 1997; Purcell et al. 2002). Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran biomassa tanaman secara bersamaan dengan radiasi yang
2.2.4. Pengamatan
2.2.4.1. Tanaman.
Pertumbuhan tanaman yang diamati adalah biomassa, produksi biji,
indeks luas daun, dan nitrogen tanaman. Pengamatan contoh secara destruktif
dilakukan dengan mengambil tanaman setiap plot perlakuan pada setiap fase
perkembangan tanaman. Berat kering biomassa tanaman ditimbang kering oven
pada suhu 70ºC selama 72 jam. Nitrogen total bagian tanaman (akar, batang,
daun, dan biji) dianalisis menurut metode Kjedhal.
Fase perkembangan tanaman diamati harian terhadap kondisi fisik
pertumbuhan tanaman. Fase perkembangan jarak pagar dibedakan atas semai
(S), emergence (E), kuncup bunga (KB), bunga mekar (BM) sampai dengan masak fisiologis (MF).
Semai adalah hari pada saat jarak ditanam sebagai awal perhitungan fase
perkembangan. Fase perkembangan ini diberi nilai s = 0.00. Fase muncul lapang
(emergence) ditandai kemunculan koleoptil ke permukaan tanah, tetapi daun pertama belum menembus koleoptil. Waktu sejak semai sampai emergence diberi nilai s = 0.25. Fase kuncup bunga merupakan akhir dari pertumbuhan
vegetatif yang ditandai oleh minimal 50% populasi tanaman telah mengeluarkan
bunga sampai fase bunga mekar. Saat itu diberi nilai s = 0.50. Fase bunga mekar
dicirikan oleh minimal 50% bunga yang muncul sejak kuncup bunga telah
mekar. Kejadian ini diberi nilai s = 0.75. Fase masak fisiologis ditandai oleh
buah yang berwarna hitam minimal 50%. Waktu sejak bunga mekar sampai
dengan waktu masak fisiologis diberi nilai s = 1.00.
Satuan panas (heat unit, HU) diperoleh dari hubungan antara suhu udara
rata-rata (T) dengan suhu dasar (T0) dengan rumus sbb:
(
)
∑
=
−
= n
t
T T HU
0
0 T〉T0 (3)
2.2.4.2. Tanah.
Pada saat percobaan pertama berlangsung nilai pF 2.54 = 36.28% (%
volume) dan pF 4.2 = 27.48% (% volume), bobot isi adalah 1.42 g cm-3, laju permeabilitas 2.13 cm jam-1 (sedang), N total 0.18% (rendah) yang relatif seragam sampai dengan kedalaman 40 cm, dan pH 5.2 (agak masam). Nisbah
C/N dan bahan organik sebesar 9.3 dan 2.92%. Jenis tanah tempat percobaan
adalah Ultisol (Goenadi, 1982). Proporsi pasir : debu : liat adalah 6.2% : 45.3% :
48.5% atau tekstur tanah termasuk liat berdebu atau tanah bertekstur halus
(Lampiran 4.1). Nitrogen dianalisis pada tahap emergence, kuncup bunga, bunga
mekar, dan masak fisilogis dengan metode Kjedhal. Kadar air tanah diukur
seminggu sekali sampai masak fisiologis pada masing-masing perlakuan.
2.2.4.3. Cuaca dan Intersepsi Radiasi Surya
Keadaan unsur iklim di lapang terbuka, kecuali data curah hujan (mm
hari-1), diambil dari pengamatan stasiun klimatologi Baranangsiang yang terletak sekitar 1 km dari lokasi penelitian, seperti intensitas radiasi surya (cal cm-2 hari
-1
), suhu udara (°C), kelembapan nisbi (%) dan kecepatan angin (m detik-1). Radiasi surya diambil menggunakan sensor radiasi portabel tipe 303 Digital
Multimeter pada ketinggian 5 cm di atas tanah dan di atas tanaman atau tempat
terbuka.
Proporsi radiasi yang diintersepsi diukur setiap minggu sampai dengan
tanaman masak secara fisiologis. Pada percobaan pertama, pengukuran proporsi
intersepsi radiasi ini pada setiap fase perkembangan tanaman dilakukan setiap
jam sejak dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 15.00, kemudian hasil
pengukuran tersebut dirata-ratakan. Sementara itu, pengukuran intersepsi radiasi
di luar fase perkembangan tanaman diukur hanya sekali antara jam 11.00 sampai
15.00.
2.2.4.4. Neraca air
Kandungan air tanah diukur dengan menggunakan sensor kadar air tanah
portabel tipe 303 Digital Multimeter selang 7 hari sampai masak fisiologis.
Pengukuran pada kedalaman 20 cm dan 40 cm, dengan asumsi lahan pertanaman
evapotranspirasi tanaman termasuk evaporasi tanah serta intersepsi kanopi
tanaman, diukur berdasarkan kandungan air tanah pada saat t-1 dan t dan curah
hujan sebagai berikut (Handoko, 1992; Angus & van Herwaarden, 2001; Chen et
al. 2003):
ETat =SWCt −SWCt−1+CHt (4) ETat adalah evapotranspirasi tanaman (mm) pada saat t. SWC adalah
kandungan air tanah rata-rata seluruh profil (mm) pada waktu pengamatan
kandungan air tanah minggu ini (t) dan waktu pengamatan minggu sebelumnya
(t-1). CHt adalah curah hujan (mm) pada saat t.
Drainase (mm) yang pada percobaan ini tidak diukur dan diabaikan
berdasarkan Payne et al. (2001), demikian pula dengan limpasan permukaan karena lahan percobaan relatif datar. Perhitungan di atas dimaksudkan untuk
mendapatkan informasi tentang evapotranspirasi total tanaman dan pada setiap
fase perkembangan tanaman dengan kondisi air terbatas.
2.2.4.5. Nitrogen tanah
Kandungan nitrogen tanah dalam bentuk amonium (NH4+) dan nitrat
(NO3-) diukur sebanyak empat kali selama periode pertumbuhan. Contoh tanah
diambil dengan bor pada kedalaman 0-20 dan 20-40 cm sesuai perlakuan.
Contoh seberat 30 g tanah diekstrak dengan 80 ml 2.5 N KCl. Penetapan NH4+
dan N03- dengan metode Kjedhal.
2.3. Hasil
2.3.1. Kondisi Iklim dan Fase Perkembangan Tanaman
Unsur iklim radiasi surya, curah hujan, suhu udara, kelembapan udara
dan kecepatan angin dan evapotranspirasi potensial selama percobaan disajikan
pada Gambar 2. Radiasi surya kumulatif bervariasi mulai 2.1 sampai dengan
14.9 MJ m-2 hari-1 dengan kecenderungan menaik. Suhu udara harian rata-rata sekitar 27.3°C dengan kecenderungan meningkat. Sebaliknya, kelembapan udara
rata sekitar 75.0% (sedang) yang cenderung menurun. Kecepatan angin
lemah) dengan kecenderungan menaik dan demikian pula dengan rata-rata
evapotranspirasi potensial (ETp) 4.8 mm hari-1. Sementara itu, curah hujan yang terjadi sekitar 570.4 mm dan mempunyai kecenderungan menurun.
Curah hujan yang diterima sebesar 570.4 mm dan evapotranspirasi
potensial sebesar 628.9 mm, sehingga pada periode tanam ini secara
klimatologis terjadi défisit air. Oleh karena sebaran curah hujan tidak merata
(Gambar 2 dan Tabel 1), maka nisbah curah hujan (CH)/evapotranspirasi (ETp)
pada fase kuncup bunga (KB - BM) dan bunga mekar (BM - MF) sangat kecil
yaitu 0.01 dan 0.18 atau kurang dari 0.5 ETp yang berarti pada periode ini
pemenuhan kebutuhan air tanaman kurang dari 50%. Kondisi nisbah CH/ETp ini
berpengaruh pada fluktuasi air tanah.
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0
91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291
Julian date Ra d ia s i s u ry a (MJ m
-1 ha
ri -1) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291
Julian date An g in ( km j am -1) 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0
91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291
Julian date S u h u u d ar a ( oC )
Suhu Udara (0C) Max Suhu Udara (0C) Min Suhu Udara (0C) Rerata Linear (Suhu Udara (0C) Max)
Li (S h Ud (0C) R ) 40.0
50.0 60.0 70.0 80.0 90.0 100.0
0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0
91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291
Julian date C u ra h hu jan ( mm ) BM KB 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0