• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian asam semut dan cuka kayu dalam pengendalian tungau, Varroe destructgor pada lebah madu, Apis mellifera

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengujian asam semut dan cuka kayu dalam pengendalian tungau, Varroe destructgor pada lebah madu, Apis mellifera"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUJIAN ASAM SEMUT DAN CUKA KAYU DALAM

PENGENDALIAN TUNGAU (Varroa destructor)

PADA LEBAH MADU (Apis mellifera)

Oleh :

Restu Widyasari

E14201047

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITU PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

RINGKASAN

Restu Widyasari (E14201047). Pengujian Asam Semut dan Cuka Kayu dalam Pengendalian Tungau (Varroa destructor) pada Lebah Madu (Apis mellifera), dibawah bimbingan Ir. Kasno, MSc dan Drs. Chandra Widjaja, MS

Madu dan lebah sudah sejak lama dikenal secara luas oleh masyarakat di Indonesia. Selain madu, kini berbagai produk lain misalnya bee pollen, royal jelly

dan bahkan propolis menjadi produk sampingan dari kegiatan budidaya lebah madu di Jawa. Sejak tiga dasawarsa yang lalu, diperkenalkan lebah madu jenis impor asal (Apis mellifera) di beberapa daerah khususnya di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Praktek kegiatan budidaya lebah madu jenis impor ini dilakukan secara berpindah-pindah (migratory) yang secara tidak langsung telah memberi peluang yang lebih besar penyebaran hama dan penyakit lebah. Salah satu hama lebah yang berupa tungau Varroa destructor sudah menjadi hama umum bagi lebah madu di Jawa. Pada tahun 1999-2004 di Asia khususnya Indonesia dan Philiphina penggunaan bahan kimia asam semut dengan konsentrasi rendah efektif dapat mengontrol tungau lebah V. destructor di Jawa dan Irian jaya (Anderson 2004). Selain dengan asam semut dicobakan juga bahan kimia lain yaitu dengan menggunakan cuka kayu atau wood vinegar. Berdasarkan artikel yang termuat dalam Tabloid AgroIndonesia tanggal 26 April 2005 menyatakan bahwa cuka kayu adalah cairan yang berasal dari asap hasil pembakaran pada proses pembuatan arang kayu yang dapat dimanfaatkan sebagai insektisida dan herbisida organik yang ramah lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan cuka kayu dan asam semut terhadap mortalitas tungau lebah jenis Varroa destructor yang menyerang lebah madu jenis Apis mellifera.

Pada perlakuan dengan menggunakan asam semut dan cuka kayu menunjukkan jumlah mortalitas tungau tidak berbeda nyata dengan kontrol. Perlakuan dengan menggunakan asam semut dan cuka kayu menunjukkan jumlah mortalitas dari waktu ke waktu cenderung meningkat sampai hari ke-12. Kecenderungan (trend) peningkatan mortalitas tungau dari perlakuan tersebut ada sedikit perbedaan, tetapi perbedaannya tidak nyata jika dibandingkan pada trend penyebab mortalitas bakau pada koloni pembanding (kontrol). Terlihat pada jumlah mortalitas tungau mengalami penurunan tajam pada hari ke-13 dan ke-14. Penurunan ini dimungkinkan kandungan kimia asam semut dan cuka kayu sudah mulai berkurang volumenya, karena sifat senyawa asam semut yang mudah menguap. Sehingga keefektifan asam semut dalam pengendalian tungau V. destructor semakin berkurang. Adanya kecenderungan peningkatan mortalitas pada semua koloni lebah mengundang spekulasi adanya faktor lain yang menyebabkan peningkatan mortalitas tungau kecuali pada perlakuan cuka kayu bakau. Faktor yang menyebabkan peningkatan mortalitas tungau dimungkinkan adanya aktivitas lebah pekerja yang cenderung membuang benda asing yang berada dalam sarang. Semakin efektif kerja lebah pekerja membuang benda asing merupakan ciri makin kuatnya koloni lebah secara merata.

(3)

3

Kaliandra (C. callothyrsus) sebanyak 258 ekor (ulangan 4), asam semut sebanyak 223 ekor (ulangan 1). Sedangkan jumlah mortalitas tungau terendah masing-masing pada perlakuan kontrol sebanyak 162 ekor (ulangan 4), cuka kayu bakau (Rhizophora sp) 127 ekor (ulangan 2), cuka Akasia (A. mangium) sebanyak 128 ekor (ulangan 1), cuka kayu kaliandra (C. callothyrsus) sebanyak 147 ekor (ulangan 3), asam semut sebanyak 111 ekor (ulangan 4). Berdasarkan pengamatan dilapangan, mortalitas tungau V. destructor terbesar adalah cuka kayu jenis A. mangium sebanyak 747 ekor. Perlakuan cuka kayu A. mangium dilapangan lebih cepat menguap bila dibandingkan dengan asam semut dan cuka kayu jenis lain. Dengan sifat tersebut tungau dapat cepat menghirup partikel-partikel cuka kayu A. mangium sehingga tungau mengalami pengurangan peluang O2 sehingga

mengakibatkan konsumsi O2 semakin berkurang. Dengan demikian, jaringan

tubuh tungau akan mengalami gangguan pernapasan yang mengakibatkan tungau menjadi lemas dan akhirnya mati. Walaupun perlakuan cuka kayu jenis A. mangium memiliki mortalitas paling tinggi tetapi tidak begitu signifikan jika dibandingkan pada perlakuan yang lain.

Perhitungan Analisis Sidik Ragam diperoleh nilai Jumlah Kuadrat Tengah (JKT) sebesar 33359, Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP) sebesar 1294 dan nilai Jumlah Kuadrat Sisaan (JKS) sebesar 32064. Sedangkan kriteria pengujian adalah nilai F-Hitung pada pengujian asam semut dan cuka kayu terhadap mortalitas tungau V. destructor sebesar 0.15. Pada tingkat nyata 1% diperoleh nilai F0.01=

4.89, pada tingkat nyata 5% diperoleh nilai F0.05= 3.06. Karena nilai F hitung < F

(4)

PENGUJIAN ASAM SEMUT DAN CUKA KAYU DALAM

PENGENDALIAN TUNGAU (Varroa destructor)

PADA LEBAH MADU (Apis mellifera)

Oleh :

Restu Widyasari

E14201047

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

5

Judul Skripsi : Pengujian Asam Semut dan Cuka Kayu dalam Pengendalian Tungau (Varroa destructor) pada Lebah Madu (Apis mellifera)

Nama : Restu Widyasari

NIM : E14201047

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Ir. Kasno, MSc) (Drs. M. Chandra Widjadja, MM) NIP 130 891 379 NIP 080 057 508

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS

NIP. 131 430 799

(6)

Karya ini Kupersembahkan untuk :

Bapak, Ibu, kedua adikku (widya, desy) , utik , kakkung (alm) serta

keluarga besarku di Pati.terimakasih atas kasih sayang, dukungan

dan doanya, karya ini tidaklah seberapa untuk membalas kebaikan,

semua pengorbanan, yang selama ini diberikan kepadaku.

Sahabat-sahabat terbaikku yang selalu mengiringi

langkahku disaat suka dan duka, kalian akan selalu ada

dihatiku

Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan

Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).Dari perut lebah itu keluar minuman

(madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang

menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu

benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan

.

(An-Nahl 69).

(7)

7

Maturnuwun Kagem :

Keluarga Besarku di Pati

Bapak, Ibu, kedua adikku (Widya dan Desy), Utik, Kakkung (alm), Bulik Ririn, Om Sohar,dik Sinta, dik Kiki, terimakasih atas semua kasih sayang, pengorbanan, nasehat dan doanya dan tak lupa keluarga besar Giso Maryoto terimakasih atas suport yang diberikan.

Dosen, Staf dan Karyawan Fahutan

Pak Kasno (babe) terimakasih atas bimbingannya selama di IPB khususnya di Fahutan,inget motto-nya ”Restu ingat!!! Pilih Mandiri atau Mati” semangatnya yang luar biasa dalam mendidik dan mengajarkan tentang makna hidup kepadaku. KPAP ers Duo kompak (Pak Ismail dan Ibu Alia) dengan kesabarannya, yang telah membantu dalam mengurusi administrasi selama studi.

Keluarga Besar KPH Sukabumi,

Pak Asper,Pak Hendi,Pak Dadang, Keluarga Pak Ano dan ibu ili terimakasih telah memberi tumpangan tidurnya selama Penelitian di Sukabumi: Pak Andry,Agung,Pak ujang,si Jawa,buat nenek terimakasih tumpangan mandinya tiap sore.

Keluarga Besar Pusbahnas,

Pak Chandra maaf pak jarang konsultasi plus ngilangin buku,

kapok pak, buat Pak Subkhan,Pak Erwin terimakasih ilmu perlebahan yang diberikan.

Keluarga Besar Litbang Lab. kimia kayu

Ibu Tjutju Nurhayati terimakasih cuka kayunya,Pak Slamet, ibu Rena makasih atas tinpus Cuka kayunya sangat berguna sekali, bapak2 yang diperpus litbang terimakasih telah banyak membantu dalam mencari literatur skripsi.

Keluarga besar Apiari Mutiara Tugu Ibu

(8)

Sahabat-sahabat terbaikku :

Cewek” Uhuyy

(Samsi, Esin, Siti, Silvana,Erica, Epi, Nani, Elen, mami Ira),ak membayangkan klo qt kumpul2 aduhh kaya pasar

kaget ☺

Pondok malea atas

yang dimotori Bounce: Mira, Indah, kiki, mba Icut (Kepala Suku), Tesy, Fitri (thank parsel buat sidangnya), Yustin, Atik (makasih atas pinjaman printernya), Nia, Lely, Hida, Lia, Onet, Dea.

Sahabat-sahabatku nun jauh disana

buat Adi makasih telah dengerin curhat aku,support,doa dan terimakasih atas kiriman bahan skripsi formic acidnya berguna sekali buatku makasih ya di,buat mba Tinuk di Semarang masuk kul qt sama, lulus sama,asal

jangan semuanya sama yak ☺, Trio BDH 38 (Nani, Rinto, Efi) yang

di Aceh rukun2lah kalian.

Kelompok P3H

Aji dengan topi hawaii, Galuh dengan anak tercintanya Sebastian (bule Jerman), Erin miss tingi, Cemplok UGM (Pakde),Yames, Irma, Kripani,Rinul, yang selalu kompak waktu praktek.

Groups KKN

Esin, Siti, Mami Ira, Ika, Yeni, Yuni, Cristin, Jeng Leny, Penyok, Pepen,buat Titin makasih dah nganter2 aku selama penelitian.

Lab Hama Hutan

(sahabatku Rini akhirnya qt lulus bareng, bom2 semangat penelitiannya),

Temen2 Budidaya Hutan 38

Buat Gita yang banyak becanda dengan data2 penelitiannya Semangat!!!, Mukhti dan Surya (terimakasih dah dipinjemin labtopnya buat seminar dan sidang),Tedy (terimakasih telah buatin konsentrasi asam semut), Gethuk, Danu, asri, mute, Beni, Agung (master Statistik, terimakasih dalam membantu pengolahan datanya), Efi (transletter prosidingku, thenkyu)

Alumni Ponzoer

Grup pembuat onar,(ike, dan yeye), eka juga Sendi yang udah nungguin sidang manurnuwun gugoyane sing ra jelas.
(9)

9

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang berjudul

Pengujian Asam Semut dan Cuka Kayu dalam Pengendalian Tungau

(Varroa destructor) pada Lebah Madu (Apis mellifera). Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis telah banyak dibantu dan dibimbing oleh berbagai

pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu, Bapak, kedua adikku (Widya dan Desy), Utik, Kakkung (alm) serta

segenap keluarga besar di Pati yang senantiasa memberikan doa, kasih

sayang, kebahagiaan, motivasi dan nasehatnya.

2. Bapak Ir. Kasno, MSc dan Bapak Drs. Chandra Widjaja, MS selaku dosen

pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak arahan dan bimbingan

dari awal sampai selesainya skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Achmad M. Thohari, DEA selaku dosen penguji dari

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Bapak Ir.T.R.

Mardikanto, MS selaku dosen penguji dari Departemen Teknologi Hasil

Hutan atas tambahan pengetahuan dan bimbingannya.

4. Ibu Tjutju Nurhayati terimakasih telah memberikan cuka kayu sebagai

bahan penelitian serta pengetahuannya yang telah diberikan.

5. Teman - teman Budidaya Hutan 38, Pondok Malea Atas yang tidak

mungkin disebut satu persatu, atas ilmu dan pengalaman yang telah

diberikan.

6. Seluruh Dosen, Staf dan Karyawan Fakultas Kehutanan IPB atas

bantuannya selama penulis melaksanakan studi.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna dan memiliki

banyak kekurangan, oleh karena itu penulis dengan segala kerendahan hati

menerima saran dan kritik untuk menyempurnakan skripsi ini.

Bogor, 2006

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pati Jawa Tengah pada tanggal 1 Juli 1983 sebagai

anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Purwiyanto dan Ibu Kemini.

Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Pati dan pada tahun yang

sama penulis diterima menjadi mahasiswi Institut Pertanian Bogor, Fakultas

Kehutanan, Program Studi Budidaya Hutan melalui jalur USMI (Undangan

Seleksi Masuk IPB). Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB,

pada tahun 2004 penulis mengikuti kegiatan Praktek Lapangan. Penulis mengikuti

Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di BKPH Rawa Timur, KPH

Banyumas Barat dan BKPH Gunung Slamet, KPH Banyumas Timur dan Praktek

Pengelolaan Hutan di Getas, Kampus Praktek Lapang Universitas Gajah Mada.

Pada bulan Februari-April tahun 2005, penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata

(KKN) di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa

Barat.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di

Fakultas Kehutanan IPB, Penulis melakukan penelitian dengan judul Pengujian

(11)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Lebah madu jenis Apis mellifera ... 3

Klasifikasi Apis mellifera ... 3

Kehidupan sosial lebah Apis mellifera ... 3

Tahap perkembangan hidup lebah ... 6

Tungau lebah jenis Varroa destructor ... 6

Kedudukan dan taksonomi V destructor dalam klasifikasi binatang 7

Bahan aktif asam semut (formic acid) ... 8

Cuka kayu (wood vinegar) ... 9

METODE PENELITIAN Waktu dan lokasi ... 11

Bahan dan alat ... 11

Metode penelitian ... 11

Prosedur pengujian ... 12

Analisis data ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik tungau Varroa destructor ... 16

Efektifitas asam semut ... 17

Efektifitas cuka kayu ... 20

Pengaruh perlakuan ... 21

Rancangan percobaan... 23

Kualitas madu ... 24

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 25

Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Analisis Ragam Percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) ... 14

2. Daftar Sidik Ragam (Anova) ... 15

3. Jumlah mortalitas tungau Varroa destructor perlakuan asam semut

dan cuka kayu selama 14 hari ... 22

(13)

iii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Skema penempatan cairan asam semut dan cuka kayu dalam

pengujian efektifitasnya untuk pemberantasan tungau lebah... 13

2 Arah dorsal tungau V. destructor dilihat dari mikroskop ... 16

3 Pupa lebah yang diserang tungau V. destructor ... 16

4. Contoh penggunaan asam semut cair yang disemprotkan langsung

pada sisiran sarang (Nasr 1996)... 18

5 Contoh penggunaan asam semut dalam bentuk gel yang dikemas dalam kantong plastik berpori untuk pengendalian Varroa destructor

(Nasr 2002)... 19

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Jumlah mortalitas tungau Varroa destructor perlakuan asam

semut dan cuka kayu pengamatan selama 14 hari ... 30

2 Rata-rata mortalitas tungau Varroa destructor perlakuan pada

Kontrol…………... ... 37

3 Rata-rata mortalitas tungau Varroa destructor perlakuan pada cuka

kayu Bakau (Rhizophora sp) ... 38

4 Rata-rata mortalitas tungau Varroa destructor perlakuan pada cuka kayu Akasia ( A. mangium) ... 39

5 Rata-rata mortalitas tungau Varroa destuctor perlakuan pada cuka kayu Kaliandra (C. calothyrsus) ... 40

6 Rata-rata mortalitas tungau Varroa destuctor perlakuan pada asam semut (formic acid) ... 41

7 Hasil pengolahan data dengan menggunakan program Minitab 13 .. 42

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Madu dan lebah sudah sejak lama dikenal secara luas oleh masyarakat di

Indonesia. Selain madu, kini berbagai produk lain misalnya bee pollen, royal jelly

dan bahkan propolis menjadi produk sampingan dari kegiatan budidaya lebah

madu di Jawa. Periode sebelum tahun tujuh puluhan, produksi madu nasional

mengandalkan pada madu dari lebah hutan (Apis dorsata). Dalam masa itu

produksi madu asal lebah hutan masih mendominasi produksi madu nasional.

Selain madu asal lebah hutan, madu produksi dari lebah ternakan asli Asia yang

lain (Apis cerana) khususnya juga banyak beredar di pasaran.

Sejak tiga dasawarsa yang lalu, diperkenalkan lebah madu jenis impor asal

Eropa “Allien species” jenis Apis mellifera di beberapa daerah khususnya di Jawa

Timur dan Jawa Tengah. Dalam perkembangannya kegiatan budidaya lebah madu

jenis impor (A. mellifera) tersebut makin menunjukkan peran pentingnya sebagai

suatu kegiatan ekonomi masyarakat di pedesaan.

Praktek kegiatan budidaya lebah madu jenis impor ini dilakukan secara

berpindah-pindah (migratory) dari satu lokasi pengangonan ke lokasi

pengangonan yang lain untuk mendekatkan kotak lebah dengan lokasi sumber

pakannya. Jarak antar satu lokasi pengangonan ke lokasi pengangonan yang lain

bisa mencapai puluhan atau bahkan ratusan kilometer. Kegiatan pengangonan

lebah dari suatu lokasi ke lokasi yang lain adalah dalam rangka mengoptimalkan

produktivitas lebah madu. Di sisi lain, sistem budidaya lebah madu

berpindah-pindah di Jawa ini secara tidak langsung telah makin memberi peluang yang lebih

besar penyebaran hama dan penyakit lebah. Salah satu hama lebah yang berupa

tungau Varroa destructor sudah menjadi hama umum bagi lebah madu di Jawa.

Tindakan pengendalian tungau lebah menjadi bagian penting dari kegiatan

budidaya lebah madu khususnya di Jawa. Pengendalian dengan menggunakan

pestisida sering kurang tepat sasaran sehingga residunya bisa terbawa pada madu

yang dipanen. Di negara maju berbagai macam upaya telah banyak dilakukan

dalam pengendalian tungau lebah. Salah satunya dengan menggunakan bahan

(16)

Indonesia dan Philiphina penggunaan bahan kimia asam semut dengan

konsentrasi rendah efektif dapat mengontrol tungau lebah V. destructor di Jawa

dan Irian jaya (Anderson 2004).

Selain dengan asam semut dicobakan juga bahan kimia lain yaitu dengan

menggunakan cuka kayu atau wood vinegar. Cuka kayu ini merupakan uji coba

yang pertama dilakukan dalam pengendalian tungau lebah. Berdasarkan artikel

yang termuat dalam Tabloid AgroIndonesia tanggal 26 April 2005 menyatakan

bahwa cuka kayu adalah cairan yang berasal dari asap hasil pembakaran pada

proses pembuatan arang kayu yang dapat dimanfaatkan sebagai insektisida dan

herbisida organik yang ramah lingkungan (Nurhayati 2005).

Dengan dasar kebutuhan ini, penulis ingin melakukan pengujian efektivitas

cuka kayu (wood vinegar) dan asam semut (formic acid) sebagai bahan untuk

mengatasi masalah tungau lebah.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan asam semut dan

cuka kayu terhadap mortalitas tungau lebah jenis Varroa destructor yang

menyerang lebah madu jenis Apis mellifera.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini sebagai pertimbangan untuk menentukan dan mencari

metoda-metoda yang tepat dan efektif untuk penelitian selanjutnya dalam pengendalian

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Lebah Madu Jenis Apis mellifera

Lebah madu jenis Apis mellifera merupakan jenis lebah madu yang berasal

dari Eropa yang dikenal sebagai “Western Honeybee” dan kini sudah

dibudidayakan secara luas dibanyak negara selain di Eropa (Ruttner 1988). Jenis

lebah ini pernah dicoba dimasukkan ke Jawa untuk pertama kali dalam masa

penjajahan Belanda tetapi tidak berhasil dikembangkan. Pada tahun 1972 jenis

lebah ini didatangkan dari Australia ke Indonesia dan sampai kini telah

dibudidayakan secara luas khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Pusat

Perlebahan Apiari Pramuka 2003).

Klasifikasi Apis mellifera

Menurut Butler (1987) berdasarkan ahli taksonomi dari Swedia Linnaeus

dalam bukunya “Binomial System of Classification” menyatakan bahwa

kedudukan Apis mellifera dalam klasifikasi binatang adalah sebagai berikut :

Phyllum : Arthropoda

Sub Phyllum : Uniramia

Klass : Insecta

Ordo : Hymenoptera

Sub Ordo : Apocrita

Family : Apidae

Sub Family : Apinae

Genus : Apis

Spesies : Apis mellifera

Kehidupan sosial lebah Apis mellifera

Diantara banyak buku teks berbahasa Inggris yang merangkum hal ihwal

lebah madu adalah “ The Hive and Honey Bee “ yang disusun oleh beberapa pakar

spesialis aspek perlebahan. Buku teks tersebut dikenal luas baik dalam kalangan

ilmuwan maupun praktisi perlebahan dan sudah lebih dari sepuluh edisi sejak

(18)

Ensiklopedi berbahasa Inggris yang berjudul “ ABC and XYZ of Bee Culture”,

walaupun sudah cukup lama tetapi dipandang masih cukup relevan juga

merupakan salah satu rujukan yang sangat dikenal dalam masyarakat perlebahan

(Root et al. 1983). Secara lebih spesifik suatu rangkuman rinci (detail review)

tentang kehidupan lebah madu dapat disimak dalam buku teks berbahasa Inggris

berjudul “ Bees as Superorganisms (koloni)” yang disusun oleh Moritz (1992).

Lebah Ratu

Dari sisi ukuran tubuh, lebah ratu memiliki ukuran panjang dan lebar

tubuh relatif yang terbesar jika dibandingkan dengan tubuh lebah jantan dan

lebah pekerja. Dari sisi anatomis, lebah ratu memiliki alat sengat

(ovipositor) yang runcing dengan permukaan luarnya halus tak bergerigi.

Anatomis ovipositor ini membedakan dengan individu lebah pekerja yang

alat sengatnya bergerigi.

Dari sisi jenis kelamin, lebah ratu merupakan individu yang berjenis

kelamin betina. Organ kelaminnya berfungsi secara sempurna baik untuk

proses perkawinan dan reproduksi. Sifat ini juga yang membedakan dengan

individu lebah pekerja. Lebah ratu melakukan aktivitas kawin sambil

terbang di angkasa dan bukan di dalam sarang. Seekor lebah ratu

memerlukan belasan ekor lebah jantan untuk mengawininya dalam satu

periode perkawinan. Setelah itu lebah ratu tidak lagi kawin sampai akhir

hidupnya.

Dari sisi fungsi / tugas dalam kehidupan sosial, lebah ratu merupakan

anggota dari koloni yang berfungsi untuk kelangsungan generasi dalam arti

menghasilkan sejumlah keturunan secara terus menerus seumur hidupnya..

Jika kondisi memungkinkan seekor lebah ratu bisa menghasilkan lebih dari

seribu butir telur yang diletakkan satu per satu ke dasar sel sarang. Selain itu

melalui senyawa feromon yang diekresikan, lebah ratu mengendalikan kerja

lebah pekerja dan memberi daya pikat pada lebah jantan.

Dari sisi peluang lama hidupnya, lebah ratu bisa menjalani hidup

selama beberapa tahun, adalah peluang lama kehidupan yang paling lama

(19)

5

Lebah jantan

Dari sisi ukuran tubuh, lebah jantan memiliki panjang tubuh relatif

lebih pendek dari pada lebah ratu tetapi kurang lebih sama dengan lebah

pekerja. Dari sisi lebar tubuh bagian dada kurang lebih sama dengan sama

dengan lebah ratu tetapi sedikit lebih lebar dari pada lebah pekerja. Suatu

ciri yang agak khas dari lebah jantan adalah bahwa bulu tubuhnya relatif

lebih rapat dari pada lebah ratu dan lebah pekerja. Selain berjenis kelamin

jantan, secara anatomis yang mencirikan lebah jantan adalah tidak memiliki

alat sengat.

Dari sisi fungsi / tugas dalam kehidupan sosial, lebah jantan memiliki

organ kelamin yang befungsi untuk perkawinan. Seekor lebah jantan hanya

memiliki peluang untuk kawin sekali dalam hidupnya. Kebanyakan lebah

jantan tidak pernah kawin sampai akhir hidupnya karena keterbatasan

jumlah lebah ratu yang memerlukannya. Tugas lebah jantan adalah hanya

mengawini lebah ratu yang harus diemban walaupun tidak selalu bisa

dilaksanakan.

Dari sisi peluang masa hidupnya, rata-rata lebah jantan menjalani

kehidupannya dalam masa 2-3 bulan. Masa itu adalah lama waktu yang

jauh lebih singkat dari masa kehidupan lebah ratu pada umumnya.

Lebah Pekerja

Dari sisi ukuran tubuh, lebah pekerja memiliki ukuran panjang

tubuh relatif paling pendek dan lebar tubuh bagian dada yang relatif paling

sempit dibanding dengan lebah ratu dan lebah jantan. Secara anatomis,

lebah pekerja berjenis kelamin betina tetapi organ kelaminnya tidak

berfungsi untuk kawin tetapi fungsi repropduksinya bisa diaktifkan jika

kondisinya mendukung. Suatu ciri khas dari sifat anatomis lebah pekerja

adalah permukaan alat sengatnya bergerigi dimana arah mata geriginya

seperti anak panah. Anatomi gerigi alat sengat yang demikian tidak

memberi kemudahan lebah pekerja untuk menariknya ketika organ

(20)

Dari sisi fungsi / tugas, lebah pekerja berperan sebagai pelaksana

semua kegiatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan

koloni selain kawin dan menghasilkan telur untuk kelangsungan generasi.

Dari sisi peluang lamanya hidup, secara umum lebah pekerja

menjalani kehidupan tidak lebih dari dua bulan terhitung sejak muncul dari

stadium pupa. Periode peluang lama kehidupan lebah pekerja adalah

paling singkat diantara individu lebah ratu dan lebah jantan.

Tahap Perkembangan Hidup Lebah

Menurut Free (1982) sebagaimana jenis-jenis serangga yang lain, lebah

madu mengalami perkembangan dari stadium telur sampai dengan stadium

dewasa melalui empat tahap kehidupan (stadia) yakni telur, larva, pupa dan imago

(dewasa). Stadia telur, larva dan pupa secara bersama-sama disebut sebagai

stadium muda (imature stage), sedang imago dikenal sebagai stadium dewasa

(imago, adult stage).

Selama masa perkembangan stadium muda, setiap individu berada di dalam

ruangan sempit yang merupakan bagian dari lembaran sarang yang dikenal

dengan istilah sel sarang (cells). Pada sarang terdapat tiga tipe sel yakni sel ratu

(queen cells), sel jantan (drone cells) dan sel pekerja (worker cells) yang setiap

tipe diperuntukan stadium muda dari calon lebah ratu, calon lebah jantan dan

calon lebah pekerja

Tungau Lebah Jenis Varroa destructor

Keberhasilan dan kegagalan budidaya lebah madu A. mellifera sangat

tergantung pada kemampuan pemeliharaan dan upaya pengendalian hama dan

penyakit yang menyerang lebah. Koloni lebah ini dapat diserang oleh

musuh-musuh alaminya seperti tungau lebah “Bee Mite” ektoparasit yang menyerang dari

bagian luar tubuh lebah. Salah satu tungau yang paling berbahaya bagi lebah

adalah Varroa destructor (Perum Perhutani 2000).

Tungau ini merupakan jenis hama lebah yang menyerang dari bagian luar

tubuh lebah (ektoparasit) Apis mellifera. Sejak permulaan perkembangan

(21)

7

menyebabkan kerusakan, baik di Eropa maupun di Asia (Ritter 1985, diacu dalam

Bachori 1994).

Kedudukan dan taksonomi Varroa destructor dalam klasifikasi binatang Menurut Erwan (2003) menyatakan bahwa kedudukan tungau Varroa

destructor dalam klasifikasi binatang adalah sebagai berikut :

Phyllum : Arthropoda

Sub Phyllum : Chelicerata

Klass : Arachnida

Ordo : Acari

Sub Ordo : Parasitiformes

Family : Dermanicidae

Sub Family : Varroinae

Genus : Varroa

Spesies : Varroa destructor

Dampak Penyerangan

Penyerangan tungau V. destructor pada lebah dilakukan dengan

menggunakan ujung chelicera yang menembus membran halus antar segmen

lebah dan menyerang darah lebah dengan cara mengalirkannya melalui chelicera

ke tubuhnya dengan sifat kapiler. Serangan tersebut akan menyebabkan sayap

lebah menjadi buruk, abdomen memendek dan kaki hilang, yang berakibat

penurunan daya hidup lebah yang bersangkutan (Akratanakul 1987, diacu dalam

Bachori 1994).

Pengendalian

Menurut Departemen Kehutanan (2004) Pemberantasan tungau Varroa

secara hayati dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pemberantasan biologis dan

pemberantasan kimia. Cara biologi sebenarnya merupakan cara yang paling baik

karena tidak mempergunakan bahan kimia, namun hanya efektif dapat diterapkan

(22)

jumlah koloni yang besar cara ini sulit diterapkan karena memerlukan tenaga,

biaya dan waktu yang relatif besar sehingga kurang ekonomis. Sedangkan

pemberantasan secara kimiawi pada umumnya digunakan oleh peternak lebah

Apis mellifera, hal ini karena efektif dan biayanya relatif rendah, namun bila

dilakukan dengan tidak seksama dapat mematikan lebah. Untuk mencegah dan

menanggulangi serangga hama V. destructor ini, pemangsa bahan aktif harus

memperhatikan faktor ketahanan, resiko terkontaminasinya madu, bahaya makin

resistensinya hama, selain itu harus mempertimbangkan dosis dan lamanya obat

dipasang, karena pengaruh pada peningkatan residu yang ditemukan pada produk

perlebahan.

Bahan Aktif Asam semut (formic acid) Karakteristik

Menurut Staf Jurusan Kimia (2002) rumus kimia asam semut adalah

HCOOH mempunyai bau yang sangat tajam dan secara alami dapat ditemukan

pada hewan semut digunakan sebagai perlindungan dari musuh. Asam semut

termasuk dalam asam karboksilat, dengan pemanasan asam semut dapat terurai

menjadi karbon monoksida dan air. Asam semut mempunyai titik didih pada 76

cmHg adalah 101 0C. Titik leburnya 8 0C dengan berat molekul 46. Asam semut ini mempunyai berat jenis pada suhu 20 0C sebesar 1,22.

Kelebihan

Kelebihan dengan menggunakan teknik ini selain efektif juga biayanya

relatif rendah dan mudah untuk digunakan. Penelitian telah menunjukkan bahwa

lebah mempunyai toleransi jauh lebih baik dengan menggunakan asam semut

dalam pengendalian Varroa. Walaupun toleransinya lebih baik bukan berarti asam

semut cuka tidak bisa membunuh lebah madu. Apabila dilakukan dengan tidak

hati-hati cara ini beresiko tinggi terhadap keselamatan manusia maupun lebahnya

sendiri. Akibatnya bila dilakukan dengan tidak seksama residu zat kimia dapat

mencemari madu atau lilin dan pada dosis tinggi dapat berakibat hijrahnya koloni

(23)

9

Menurut Patti et all. (2004) Tungau V. destructor pernah menyerang secara

hebat di Amerika Serikat. Untuk itu dibutuhkan pengontrolan yang tepat. Hasil uji

dengan menggunakan asam semut dilapangan efektif dalam mengontrol V

destructor dibeberapa kondisi lingkungan diwilayah bagian selatan Amerika

serikat, meskipun sifatnya beracun pada larva lebah dewasa.

Cuka Kayu (wood vinegar)

Penelitian sifat dasar berbagai jenis kayu diseluruh Indonesia dilakukan

setiap tahun di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial

Ekonomi Kehutanan, Bogor dengan tujuan untuk memperkenalkan dan

mengetahui sifat jenis kayu yang berasal dari hutan alam. Salah satu penelitian

sifat penelitian sifat dasar tersebut adalah destilasi kering kayu

(Nurhayati. et al. 1997).

Karakteristik

Menurut Nurhayati dan Hartoyo (1988) Destilasi kayu kering adalah proses

pemanasan terhadap kayu pada suhu tinggi tanpa udara atau dengan udara

terbatas, sehingga kayu tersebut terurai menjadi komponen-komponen kimia yang

lebih sederhana. Jika dalam proses ini asap atau gas yang terjadi didinginkan,

dapat dipisahkan menjadi cairan encer berwarna coklat kemerahan (piroligneous

liquor), cairan kental hitam (ter) dan gas kayu. Residu padat yang tinggal adalah

arang.

Upaya pemanfaatan destilat karbonisasi kayu pada formula komponen kimia

destilat relatif sama yang terdapat pada jenis pestisida tertentu misalnya formulasi

senyawaan dari turunan phenol atau creosot dan alkohol pada destilat terdapat

juga pada kelompok pestisida desinfektan dan herbisida dengan nama dagang

lysol, karbol, DNOC, PCP dan lain-lain.

Proses pembuatan

Menurut Haris dan Kresno (2005) Asap hasil pembakaran pada proses

(24)

drum dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan cuka kayu (wood

vinegar). Dengan menggunakan bambu segar sebagai bahan kondensor pada

proses pendinginan bambu dilubangi dan dipotong dipasangkan pada bagian atas

cerobong pada proses pembuatan arang kemudian diusahakan agar sebagian asap

masuk melewati bambu sehingga diperoleh hasil akhir proses pendinginan asap

pembakaran kayu berupa cuka kayu (wood vinegar).

Kelebihan

Beberapa manfaat dari cuka kayu, antara lain dapat digunakan inseksida dan

herbisida organik. Hal ini berarti pemanfaatan cuka kayu sebagai insektisida akan

lebih aman bagi lingkungan. Destilat kering (wood vinegar) disebut dengan nama

populer disebut cuka kayu. Cuka kayu ini dapat diproses kembali menjadi bahan

yang dapat bernilai komersial seperti ter, creosote, karbon aktif, dan gas bakar. Di

jepang piroligneus liquor digunakan sebagai bahan pengawet dan untuk

menghilangkan bau yang tidak diinginkan pada daging, ikan, ham, sausage dan

bacon. Kandungan komponen kimia destilat berasal dari hasil penguraian karena

panas dari air, selulosa, hemiselulosa, zat ekstraktif, dan lignin yang terkandung

pada kayu menjadi uap atau gas yang terkondensasi membentuk senyawaan yang

dikelompokkan dalam 4 grup yaitu phenol, asam alkohol, dan senyawaan bersifat

netral termasuk air (Nurhayati dan Hartoyo 1988).

Penelitian-penelitian penggunaan cuka kayu atau destilat kayu sebagai

pencegah hama dan penyakit serta pertumbuhan tanaman telah dilakukan pada

beberapa jenis tanaman holtikultura dengan hasil yang menunjukkan bahwa

penggunaan destilat pada pengenceran 0,1 % sangat berpegaruh nyata terhadap

(25)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan lokasi

Penelitian ini dilakukan selama 2 minggu dilokasi UP3 Gunung Arca KPH

Sukabumi, Jawa Barat pada Bulan September 2005.

Bahan dan Alat

Bahan – bahan yang digunakan meliputi :

1. Koloni lebah madu Apis mellifera yang terserang hama.

2. Asam semut (formic acid).

3. Cuka kayu (wood vinegar).

Alat – alat yang digunakan meliputi :

1. Masker.

2. Pinset.

3. Mistar.

4. Spidol.

5. Kawat kasa berbingkai dengan ukuran panjang : 50 cm, lebar : 40 cm.

6. Kertas perangkap lalat cap Gajah 20 lembar.

7. Wadah/ kotak penampung larutan asam semut (formic acid) / baki.

8. Meja kecil.

9. Kotak super.

Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan 5 perlakuan dimana setiap perlakuan terdapat

4 kali ulangan yaitu :

1. Kontrol.

2. Asam semut (formic acid)100 ml konsentrasi 10%

3. Cuka kayu 100 ml dari jenis kayu Bakau (Rhizophora sp).

4. Cuka kayu 100 ml dari jenis kayu Kaliandra (Calliandra calothyrsus).

(26)

Prosedur pengujian

Persiapan Bahan

Penyiapan bahan dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

1. Melarutkan asam semut (formic acid) dengan konsentrasi 10 %.

2. Menyiapkan larutan cuka kayu (wood vinegar)

Persiapan Alat

Penyiapan alat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

1. Mempersiapkan kotak super.

Kotak super berfungsi sebagai tempat untuk memindahkan seluruh bingkai

sisiran sarang lebah beserta lebahnya yang berada pada kotak eram.

2. Mempersiapkan wadah / kotak yang kedap air.

Untuk itu lapisan dalam kotak perlu dilapisi lilin agar tidak bocor.

Wadah/kotak penampung larutan asam semut dan cuka kayu terbuat dari

papan dengan ukuran dalam panjang : 46 cm, lebar : 40 cm, tinggi : 17 cm.

3. Mengisikan larutan asam semut, cuka kayu dan mengisikan ke dalam

wadah/kotak penampung.

4. Mempersiapkan meja kecil.

Ukuran meja kecil dengan panjang 28 cm, lebar 40 cm, tinggi 17 cm. Meja

kecil tersebut diletakkan pada masing-masing kotak penampung dan

diletakkan di tengah kotak penampung.

5. Meletakkan kertas perangkap lalat.

Kertas perangkap lalat diletakkan pada masing-masing di atas tempat meja

kecil berfungsi untuk mempermudah penghitungan tungau lebah yang mati.

6. Pemasangan kawat kasa.

Pemasangan kawat kasa berfungsi sebagai pembatas kotak penampung larutan

(asam semut dan cuka kayu) dengan kotak super yang telah berisi bingkai

sarang dan lebahnya.

7. Melakukan pengamatan selama 2 minggu berturut-turut untuk mengetahui

tungau yang rontok yang menempel pada kertas perangkap lalat. Untuk

(27)

13

Gambar 1 Skema penempatan cairan asam semut dan cuka kayu dalam pengujian

efektifitasnya untuk pemberantasan tungau lebah.

Prosedur pengujian

Prosedur-prosedur yang dilakukan di lapangan antara lain :

1. Persiapan kondisi awal.

• Penyeragaman jumlah sisiran yang bertujuan untuk menciptakan suatu

koloni awal yang homogen.

• Pemilihan koloni yang memiliki populasi tungau yang relatif seragam.

Pada tahap kerja ini ada 20 koloni terpilih yang memiliki populasi tungau

(28)

2. Penempatan asam semut dan cuka kayu sesuai dengan rancangan percobaan

3. Melakukan pengamatan harian selama 2 minggu untuk mengetahui tungau

yang rontok yang menempel pada kertas perangkap berperekat sebagai

parameter mortalitas.

4. Mencatat jumlah tungau V. destructor yang mati tiap pada tabel pengamatan.

Analisis Data

Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan terhadap parameter yang

diukur maka dilakukan analisis data sesuai dengan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dalam 5 perlakuan dan 4 kali ulangan dengan menggunakan program

Minitab 1.3.

1. Bentuk linier Rancangan Percobaan

Yij = μ +

τ

+ εij

i = Kontrol, Asam semut (Formic acid), Bakau (Rhizophora sp) , Akasia

(Acacia mangium), Kaliandra (Calliandra calothyrsus).

j = 1, 2, 3, 4, )

Yij = Hasil pengamatan kematian Varroa destructor akibat perlakuan ke-i dan

ulangan ke-j

μ = Rataan umum kutu Varroa destructor yang mati

τ

= Pengaruh perlakuan taraf ke -i

εij = Sisaan acak pada unit percobaan yang dikenai perlakuan ke i dan

ulangan ke j

Tabel 1 Analisis Ragam Percobaan Rancangan Acak Lengkap

Ulangan Perlakuan

Kontrol Bakau A. mangium Kaliandra Asam semut

1 YK1 YB1 YA1 YC1 YF1

2 YK2 YB2 YA2 YC2 YF2

3 YK3 YB3 YA3 YC3 YF3

4 YK4 YB4 YA4 YC4 YF4

Yi YKtot YBtot YAtot YCtot YFtot

YRi YK YB YA YC YF

(29)

15 Tabel 2 Daftar Sidik Ragam (Anova)

Sumber Keragaman db JK KT F- Hit

Perlakuan t - 1 JKP JKP/dbp

KTP/KTS Sisaan t (r- 1) JKS JKS/dbs

Total tr - 1 JKT

Cara perhitungan Jumlah Kuadrat:

Faktor koreksi (C) = Y2/tr JK total = Σσij2 – C JK perlakuan = ΣY.2/r – C

JK sisa = JK Total – JK Perlakuan

Uji analisis sidik ragam dihitung dengan rumus

F Hitung = KTP/KTS

2. Hipotesis

Ho = α1= α2 = ...= 0

(Tidak ada pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diukur) H1 = minimal ada satu αi 0 untuk i = 1, 2, 3,4

(minimal ada satu perlakuan yang mempengaruhi parameter yang diukur)

Pengambilan keputusan

Bila F hitung > F tabel (1%) berati sangat nyata

> F tabel (5%) berarti nyata

< F tabel (5%) berarti tidak nyata (tn)

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik tungau Varroa destructor

Menurut Anderson (2004) secara umum V. destructor mempunyai 6

genotipe, 2 genotipe diantaranya V. destructor strain Korea dan strain Jepang yang

merupakan parasit pada lebah madu Apis mellifera. Di Indonesia serangan V.

destructor pada A. mellifera baru diketahui penyebabnya V. destructor strain

Korea saja.

[image:30.612.212.432.280.428.2]

1 mm

Gambar 2 Arah dorsal tungau V. destructor terlihat dari mikroskop

1 cm

[image:30.612.225.439.492.641.2]
(31)

17

Menurut Bashori (1994) sifat parasitik tungau lebih terasa pada pupa lebah

yang masih ada dalam sel tertutup. Tungau menyerang anak lebah satu atau dua

hari sebelum sel ditutup. V. destructor menyerang lebah dengan cara menusukkan

alat mulutnya (checlicera) pada bagian antar ruas (intersegmental) sehingga

menembus membran antar ruas lebah dengan alat mulutnya tersebut tungau

menghisap cairan tubuh dan menyerap hemolymph lebah.

Dampak serangan

Menurut Bashori (1994) ketika tungau hendak mengisap darah, checlicera

yang berfungsi sebagai pencucuk dan pengisap ditusukkan pada tubuh lebah

(larva, pupa, atau imago) sampai menembus dinding tubuh. Setelah itu, checlicera

masuk kedalam cairan tubuh (darah) dan menghisapnya. Kemudian masuk

kedalam alat pencernaan melalui saluran mulut, rongga mulut dan kerongkongan.

Dinding tubuh dan organ bagian dalam lebah mengalami luka permanen akibat

tusukan checlicera. Luka permanen tersebut terjadi ketika larva atau pupa telah

berkembang menjadi imago. Luka permanen tersebut mengakibatkan cacat pada

kaki, sayap dan lain sebagainya.

Efektifitas Asam Semut

Asam semut yang digunakan dalam pengujian adalah asam semut dalam

bentuk cair yang ditempatkan pada kotak penampung. Asam semut dinilai lebih

efektif bila dibandingkan dengan asam semut bentuk gel seperti yang sering

dilakukan peternak di Amerika. Penggunaan asam semut gel ternyata dapat

mengakibatkan kebocoran dalam kotak eram sehingga dapat membunuh lebah.

Sedangkan penggunaan asam semut cair pada kotak penampung dirasa lebih

efektif, praktis dan aman dalam penggunaannya bagi lebah maupun peternak jika

(32)

Penelitian Nasr

Menurut Nasr (1996) penelitian asam semutdi Ontario yang dilakukan sejak

tahun 1992 dengan pemakaian asam semut cair yang disemprot konsentrasi 85%

menyebabkan lebah ratu yang masih dalam sel terbunuh seperti ditunjukkan pada

Gambar 4. Para peternak menggunakannya dengan cara disemprot yang

dibawahnya dialasi dengan handuk. Cara ini berbahaya bagi peternak apabila

penggunannya melebihi dosis.

Seperti asam pada umumnya, asam semut dapat membahayakan pelaksana

penyemprotan apabila terkena kulit dan mata. Pemakaian konsentrasi yang tinggi

dapat mengganggu kerja pheromone yang bisa mengakibatkan koloni lebah pergi

meninggalkan sarang. Dari beberapa observasi yang dilakukan ditemukan telur

menjadi kering, larva dan ratu mati jika penggunaan asam semut mencapai

[image:32.612.209.431.358.508.2]

konsentrasi 85%.

Gambar 4 Contoh penggunaan asam semut cair yang disemprotkan langsung pada

sisiran sarang (Nasr 1996).

Menurut Nasr (1996, 2002) peternak lebah di Amerika biasa menggunakan

asam semut berbentuk gel yang dapat dibuat dengan cara mencampurkannya

dengan sejumlah gelatin yang dikemas dalam plastik berpori seperti ditunjukkan

pada Gambar 5. Kelemahan dengan menggunakan asam semut bentuk gel ini

adalah apabila penggunaannnya kurang berhati-hati dapat menyebabkan

kebocoran pada kotak eram sehingga mengakibatkan koloni lebah pindah dari

(33)

19

Lempengan kemasan asam semut dalam bentuk gel.

[image:33.612.171.497.95.242.2]

Gambar 5 Contoh penggunaan asam semut dalam bentuk gel yang dikemas dalam

kantong plastik berpori untuk pengendalian Varroa destructor (Nasr

2002)

Penelitian Perum Perhutani

Pusat Perlebahan (Perhutani) pernah melakukan pengujian efektivitas asam

semut dalam pengendalian tungau lebah. Konsentrasi asam semut yang digunakan

adalah 40% dengan volume 100 ml untuk setiap koloni lebah. Metode kerjanya

dengan cara larutan asam semut disimpan dalam tabung plastik yang bagian

atasnya diberi kertas karton yang setengahnya dicelupkan pada larutan tersebut.

Selanjutnya larutan tersebut disimpan pada bagian tengah kotak lebah. Pada

bagian bawah alas kotak, dilapisi karton putih untuk mengecek Varroa yang

rontok dalam sarang.

Selanjutnya dilakukan pula percobaan menggunakan metode kerja yang

sama dengan larutan asam semut 100 ml dengan konsentrasi 20% yang ditambah

10 tetes minyak cengkeh. Campuran tersebut disimpan dalam tabung plastik

selama 2 minggu. Untuk mengetahui keefektifan dari asam semut dilakukan

dengan cara melihat V. destructor yang rontok pada alas kotak yang diberi

kertas/karton putih.

Pengendalian tungau V. destructor dengan menggunakan asam semut

konsentrasi 40% ternyata kurang efektif apabila dibandingkan dengan asam semut

(34)

Penelitian Anderson

Dengan sifatnya asam semut yang mudah menguap mengakibatkan partikel

asam semut dapat terhisap ke dalam sistem pernapasan lebah dan tungau. Selama

tungau dan lebah menghisap partikel-parikel asam semut, dalam jaringan tubuh

keduanya akan mengalami pengurangan peluang O2 sehingga mengakibatkan

konsumsi O2 semakin berkurang. Dengan demikian, jaringan tubuh tungau dan

lebah akan mengalami gangguan pernapasan yang mengakibatkan tungau maupun

lebah menjadi lemas dan akhirnya mati karena sifat asam semut sendiri apabila

kontak dengan jaringan tubuh dapat menyebabkan iritasi dan terjadi pelukaan.

Walaupun demikian tungau lebih peka daripada lebah madu karena perbedaan

ukuran tubuhnya (Anderson 2004).

Pada tahun 2004 Anderson melakukan uji coba penggunaan asam semut

untuk memberantas V. destructor di Irian Jaya dan Philiphina. Konsentrasi yang

diujicobakan adalah 10-45%. Hasil pengujian menunjukkan bahwa konsentrasi

10-20% cukup efektif dalam pengendalian sedangkan konsentrasi lebih tinggi

menimbulkan efek samping. Konsentrasi 35% dan 45% mengakibatkan lebah

mati, larva dan pupa keluar dari sel sarang, dan kotak sarang berubah warna dari

kuning menjadi coklat kehitaman seolah terbakar. Sebelumnya penelitian yang

dilakukan diberbagai negara lain menunjukkan penggunaan asam semut dengan

konsentrasi rendah dirasa sangat lambat kerjanya dalam penanggulangan

V. destructor dibandingkan menggunakan konsentrasi tinggi.

Efektifitas cuka kayu (Wood vinegar)

Pengendalian yang kedua adalah dengan penggunaan cuka kayu (wood

vinegar). Penggunaan cuka kayu dalam pengendalian tungau lebah madu belum

pernah dilakukan sebelumnya. Uji coba ini pertama kali dilakukan untuk

mengendalikan tungau lebah. Ide penggunaan cuka kayu ini muncul ketika penulis

membaca artikel di Tabloid Agro Indonesia tanggal 26 April 2005 yang

menyatakan cuka kayu dapat digunakan untuk pengendalian hama.

Cuka kayu yang dipakai dalam pengujian adalah jenis kayu bakau,

(35)

21 0 5 10 15 20 25

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Waktu Pengamatan (hari)

R at a-rat a m o rt al it as V . d est ru ct o r Kontrol

Bakau (Rhizophora sp)

Akasia (A. mangium)

Kaliandra (Calliandra calothyrsus)

Asam semut (Formid acid)

dalam suatu alat kondensor yang nantinya setelah dingin berubah menjadi cairan

yang disebut cuka kayu (wood vinegar).

Penelitian Nurhayati

Menurut Nurhayati (2000) cuka kayu dapat dimanfaatkan sebagai bahan

pestisida. Hal ini didasarkan pada komponen kimia destilatnya yang relatif sama

dengan formula kimia yang terdapat pada jenis pestisida tertentu. Sebagai contoh,

formulasi senyawaan turunan phenol atau creosot dan alkohol pada destilat

terdapat juga pada kelompok desinfektan dan herbisida dengan nama dagang

lysol, karbol, DNOC, PCP dan lain-lain.

Pengaruh perlakuan

Pada perlakuan dengan menggunakan asam semut dan cuka kayu

menunjukkan jumlah mortalitas tungau tidak berbeda nyata dengan kontrol.

Perlakuan dengan menggunakan asam semut dan cuka kayu menunjukkan jumlah

mortalitas dari waktu ke waktu cenderung meningkat sampai hari ke-12 (Gambar

6). Kecenderungan (trend) peningkatan mortalitas tungau dari perlakuan tersebut

ada sedikit perbedaan, tetapi perbedaannya tidak nyata jika dibandingkan pada

trend penyebab mortalitas bakau pada koloni pembanding (kontrol). Terlihat pada

jumlah mortalitas tungau mengalami penurunan tajam pada hari ke-13 dan ke-14.

Penurunan ini dimungkinkan kandungan kimia asam semut dan cuka kayu sudah

mulai berkurang volumenya, karena sifat senyawa asam semut yang mudah

menguap. Sehingga keefektifan asam semut dalam pengendalian tungau V.

destructor semakin berkurang.

[image:35.612.177.472.562.680.2]

(36)

Adanya kecenderungan peningkatan mortalitas pada semua koloni lebah

mengundang spekulasi adanya faktor lain yang menyebabkan peningkatan

mortalitas tungau kecuali pada perlakuan cuka kayu bakau. Faktor yang

menyebabkan peningkatan mortalitas tungau dimungkinkan adanya aktivitas lebah

pekerja yang cenderung membuang benda asing yang berada dalam sarang.

Semakin efektif kerja lebah pekerja membuang benda asing merupakan ciri makin

kuatnya koloni lebah secara merata.

Para ahli di Universitas Wurzburg, Jerman melakukan penelitian dengan

sensor panas, mikrocips menunjukkan lebah pekerja menghabiskan tiga hari

pertama dalam kehidupannya dengan membersihkan sarang bagi kesehatan larva

dalam koloni. Lebah pekerja bertugas bertanggung jawab memeriksa sel ratu

untuk meletakkan telurnya.

Lebah pekerja juga bertugas mengumpulkan kotoran yang ada dalam sel-sel

yang telah ditinggalkan oleh larva yang telah lahir, membersihkan sel penyimpan

makanan serta bertugas sebagai pengatur kelembaban dan temperatur dalam

sarang. Lebah pekerja membuang seluruh bahan yang berlebih dalam sarang

sehingga pada saat bertemu dengan serangga penyusup pertama-tama yang

mereka lakukan adalah membunuhnya kemudian membungkusnya dengan

menggunakan propolis.

Faktor lain yang bisa mempengaruhi kekuatan lebah adalah kecukupan

bahan makanan bagi lebah khususnya berupa pollen. Walaupun demikian penulis

[image:36.612.128.506.566.673.2]

tidak melakukan pengamatan kecenderungan kecukupan pollen.

Tabel 3 Jumlah mortalitas tungau V. destructor perlakuan asam semut dan cuka

kayu selama 14 hari

Ulangan

Perlakuan

Kontrol Cuka Kayu Asam semut

Bakau Akasia Kaliandra

1 140 139 128 168 223

2 209 127 256 154 144

3 202 182 172 147 198

4 162 212 191 258 111

Jumlah 713 660 747 727 676

(37)

23

Jumlah mortalitas tungau tertinggi pada perlakuan kontrol sebanyak 209

ekor (ulangan 2), cuka kayu bakau (Rhizophora sp) sebanyak 212 ekor (ulangan

4), cuka kayu Akasia (A. mangium) sebanyak 256 ekor (ulangan 2), cuka kayu

Kaliandra (C. callothyrsus) sebanyak 258 ekor (ulangan 4), asam semut sebanyak

223 ekor (ulangan 1). Sedangkan jumlah mortalitas tungau terendah

masing-masing pada perlakuan kontrol sebanyak 162 ekor (ulangan 4), cuka kayu bakau

(Rhizophora sp) 127 ekor (ulangan 2), cuka Akasia (A. mangium) sebanyak 128

ekor (ulangan 1), cuka kayu kaliandra (C. callothyrsus) sebanyak 147 ekor

(ulangan 3), asam semut sebanyak 111 ekor (ulangan 4).

Berdasarkan pengamatan dilapangan, mortalitas tungau V. destructor

terbesar adalah cuka kayu jenis A. mangium sebanyak 747 ekor ditunjukkan pada

Tabel 3. Perlakuan cuka kayu A. mangium dilapangan lebih cepat menguap bila

dibandingkan dengan asam semut dan cuka kayu jenis lain. Dengan sifat tersebut

tungau dapat cepat menghirup partikel-partikel cuka kayu A. mangium sehingga

tungau mengalami pengurangan peluang O2 sehingga mengakibatkan konsumsi O2

semakin berkurang. Dengan demikian, jaringan tubuh tungau akan mengalami

gangguan pernapasan yang mengakibatkan tungau menjadi lemas dan akhirnya

mati. Walaupun perlakuan cuka kayu jenis A. mangium memiliki mortalitas paling

tinggi tetapi tidak begitu signifikan jika dibandingkan pada perlakuan yang lain.

Rancangan Percobaan

Rancangan Percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) satu faktor dengan 5 perlakuan dan 4 kali ulangan. Pengolahan data

dilakukan dengan menggunakan program Minitab 1.3 didapatkan nilai 0.15 > 0.05

(P value) pada uji normalitas dengan uji Kolmogorov- Smirov yang berarti bahwa

data tersebut menyebar secara normal.

Pada perhitungan Analisis Sidik Ragam diperoleh nilai Jumlah Kuadrat

Tengah (JKT) sebesar 33359, Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP) sebesar 1294 dan

nilai Jumlah Kuadrat Sisaan (JKS) sebesar 32064 seperti ditunjukkan pada Tabel

4. Sedangkan kriteria pengujian adalah nilai F-Hitung pada pengujian asam semut

(38)

Pada tingkat nyata 1% diperoleh nilai F0.01= 4.89, pada tingkat nyata 5%

diperoleh nilai F0.05= 3.06. Karena nilai F hitung < F tabel, maka keputusannya

Hipotesis alternatif (H1) ditolak dan Hipotesis yang tidak diharapkan (Ho)

diterima artinya penggunaan cuka kayu atau asam semut tidak memberikan

pengaruh yang berbeda terhadap respon percobaan pada tingkat nyata 1%

maupun tingkat nyata 5%. Sehingga dapat disimpulkan metode pengendalian

dengan menggunakan asam semut dan cuka kayu tidak memberikan pengaruh

[image:38.612.151.485.272.328.2]

nyata terhadap mortalitas tungau V. destructor.

Tabel 4 Analisis Sidik Ragam percobaan

SK db JK KT F Hit

Perlakuan 4 1294 324 0.15

Sisa 15 32064 2138

Total 19 33359

Berdasarkan penelitian Anderson ditahun 2004 di Pusat Perlebahan Nasional

Parungpanjang Bogor, menunjukkan pada konsentrasi 10% sampai 20% cukup

efektif untuk mengontrol Tropilaelaps clarae di Irian Jaya dan V. destructor telah

dilakukan di Jawa. Tapi berdasarkan pengujian pada tahun 2005 di UP3 Gunung

Arca Sukabumi ternyata asam semut dengan konsentrasi 10% tidak memberikan

pengaruh nyata pada V. destructor. Ini dimungkinan strain tungau yang ada di

Sukabumi sudah mengalami resistensi terhadap asam semut.

Kualitas madu

Untuk mengetahui kualitas madu dilakukan uji rasa terhadap madu yang

dihasilkan dari koloni perlakuan cuka kayu. Pada hari ke 2 dan ke 3 setelah

perlakuan, madu terasa aroma arang. Hal tersebut diduga madu mengandung

partikel arang pada sel yang belum tertutup sehingga penggunaan cuka kayu untuk

(39)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1.

Cuka kayu jenis Bakau (Rhizophora sp), Kaliandra (Calliandra

calothyrsus), Akasia (Acacia mangium) dengan konsentrasi 100% tidak

cukup efektif untuk digunakan sebagai pengendali Varroa destructor.

2.

Asam semut (formic acid) dengan konsentrasi 10% tidak cukup efektif

untuk digunakan sebagai pengendali Varroa destructor.

Saran

1. Diperlukan pengujian lanjutan menggunakan bahan asam semut dengan

konsentrasi >10% dan <15% dalam pengendalian tungau lebah.

2. Perlu penelitian lebih lanjut dalam mencari metoda-metoda yang tepat dan

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson D. Control. Penemu ; CSIRO Entomology Australia. Control of bees and bee mites in Indonesia and the Philippines. ID AS2/1999/060.

Anderson D, Cullen J, Robertson M. 1999. Scientist hose down honey threat. http://www.csiro.au/files/medieRelease/mr1999/HoneyMites.htm [29 November 1999]

Bailey L, Ball BV. 1991. Honey Bee Pathology. Ed ke-2. New York: Academic Press.

Bashori M. 1994. Derajat serangan dan pengendalian Varroa jacobsoni dengan apistan (Fluvalinate miticide) pada koloni lebah madu Apis cerana

Fabr [Skripsi]. Bogor. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Clay H. Honey bee tracheal mite.http://www.honeycouncil.ca/users/folder.htm [16 Maret 2003].

Butler CG. 1987. The honey bee colony-life history. Di dalam: Dadant, Sons, Hamilton, Illinois, editor. The hive and the honey bee. American Bee Journal.1987. The Hive and the Honeybee. USA.

Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta.

Departemen Kehutanan. 2004. Pedoman Pengendalian Kutu Lebah Madu. Direktorat Bina Usaha Perhutanan Rakyat. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Erwan. 2003. Pemanfaatan Nira Aren dan Nira Kelapa serta Pollen Aren sebagai Pakan Lebah untuk Meningkatkan Produksi Madu Apis cerana. Institut Pertanian Bogor.

Elzen P, Westervelt D, Lucas R.2004. Formic acid treatment for control Varroa destructor (Mesostigmata: Varroidae) and safety to Apis mellifera

(Hymenoptera: Apidae) under Southern US conditions. Economic Entomology 97 (5): 1509-1512.

Farb P. 1986. Serangga. Timan Th S, penerjemah; Koen W, editor. USA. Terjemahan dari : The Insect.

(41)

27

Fengel D, Wegener G. 1985. Kayu Kimia Ultrastruktur Reaksi-reaksi.

Sastrohamidjojo H, Penerjemah. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari : Wood Chemistry Ultrastructure Reactions.

Gautama R. 26 April 2005. Cuka kayu cairan ajaib dari sisa pembakaran. Agro Indonesia. 10 (kolom 1 – 4 ).

Hartati D. 1995. Deskripsi tungau yang berasosiasi dengan lebah madu Apis cerana Fabr. dan pakannya di Pusat Perlebahan Nasional Parungpanjang Bogor [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Iswandi. 1982. Hasil destilasi kering dari beberapa jenis limbah industri kayu. Departemen Perindustrian. Akademi Kimia Analisis. Bogor.

Morse RA. 1978. Honey Bee Pest Predators and Diseases. London: Cornell University Press.

Nasr M. 1996. Discussion of Bee Biology.http://www.honeybeewold.com/formic/

apformic%201.htm [ 27 Februari 2006].

Nurhayati T, Hartoyo, 1988. Hasil destilasi beberapa jenis kayu Indonesia. Forest Product Research 5 : 136 – 142.

Nurhayati T, Setiawan D, Mahpudin. 1997. Hasil destilasi dan nilai kalor 15 jenis kayu. Penelitian Hasil Hutan 15 : 291 – 298.

Nurhayati T. 2000. Sifat destilat hasil destilasi kering 4 jenis kayu dan kemungkinan pemanfaatannya sebagai pestisida. Penelitian Hasil Hutan 17 : 160 – 168.

Nasr M. Tracheal Mites in New Jersey: Status and Perspective. http://www. Misstate.edu/Entomology/beenews/beenews0102.html [13 Maret 2006].

Pari G, Sumarni G. 1990. Sifat ekstrak kulit Acacia decurrens sebagai insektisida.

Penelitian Hasil Hutan 8 : 17 – 18.

Pari G, Saepuloh. 2000. Analisis komponen kimia kayu mangium pada beberapa macam umur asal Riau. Penelitian Hasil Hutan 17 : 140 – 148.

Perum Perhutani. 2000. Petunjuk Teknis Pengendalian Hama Lebah Madu. Perum Perhutani. Jakarta.

(42)

Rahardi F. 2005. Arang dan Wood Vinegar. http://www.kontanonline. com/index.htm [18 Januari 2006].

Siagian RM, Darmawan S, Saepuloh. 1999. Komposisi kimia kayu Acacia mangium dari beberapa tingkat umur hasil tanam rotasi pertama.

Penelitian Hasil Hutan 17 : 57 – 66.

(43)
(44)

Lampiran 1 Jumlah mortalitas tungau Varroa destructor perlakuan asam semut dan cuka kayu pengamatan selama 14 hari.

Hari ke Perlakuan Jumlah Varroa mati

1 K1 13

K2 14

K3 10

K4 1

B1 3

B2 3

B3 9

B4 26

A1 2

A2 12

A3 8

A4 9

C1 7

C2 9

C3 7

C4 5

F1 5

F2 7

F3 12

F4 1

2 K1 12

K2 9

K3 23

K4 8

B1 7

B2 5

B3 7

B4 14

A1 6

A2 13

A3 14

A4 9

C1 8

C2 14

C3 9

C4 7

F1 10

F2 11

F3 12

(45)

31 Lanjutan

Hari ke Perlakuan Jumlah Varroa mati

3 K1 4

K2 10

K3 21

K4 15

B1 4

B2 10

B3 21

B4 15

A1 6

A2 15

A3 2

A4 14

C1 3

C2 11

C3 8

C4 10

F1 10

F2 6

F3 11

F4 3

4 K1 9

K2 21

K3 18

K4 4

B1 4

B2 14

B3 16

B4 21

A1 10

A2 9

A3 17

A4 22

C1 6

C2 19

C3 16

C4 32

F1 19

F2 16

F3 15

(46)

Lanjutan

Hari ke Perlakuan Jumlah Varroa mati

5 K1 9

K2 11

K3 12

K4 5

B1 12

B2 19

B3 3

B4 15

A1 7

A2 15

A3 8

A4 22

C1 8

C2 8

C3 9

C4 20

F1 18

F2 12

F3 9

F4 7

6 K1 11

K2 13

K3 18

K4 14

B1 19

B2 10

B3 20

B4 19

A1 10

A2 41

A3 9

A4 20

C1 11

C2 9

C3 7

C4 28

F1 18

F2 11

F3 14

(47)

33 Lanjutan

Hari ke Perlakuan Jumlah Varroa mati

7 K1 8

K2 16

K3 27

K4 10

B1 10

B2 10

B3 10

B4 27

A1 9

A2 28

A3 27

A4 13

C1 14

C2 5

C3 10

C4 25

F1 25

F2 4

F3 17

F4 4

8 K1 8

K2 25

K3 10

K4 14

B1 5

B2 12

B3 12

B4 17

A1 6

A2 22

A3 27

A4 9

C1 21

C2 10

C3 20

C4 29

F1 24

F2 21

F3 19

(48)

Lanjutan

Hari ke Perlakuan Jumlah Varroa mati

9 K1 15

K2 12

K3 10

K4 10

B1 12

B2 7

B3 15

B4 7

A1 6

A2 17

A3 12

A4 15

C1 22

C2 7

C3 1

C4 21

F1 16

F2 5

F3 14

F4 16

10 K1 10

K2 25

K3 14

K4 8

B1 6

B2 16

B3 11

B4 13

A1 13

A2 19

A3 11

A4 11

C1 10

C2 11

C3 9

C4 34

F1 17

F2 10

F3 26

(49)

35 Lanjutan

Hari ke Perlakuan Jumlah Varroa mati

11 K1 6

K2 16

K3 20

K4 16

B1 18

B2 5

B3 19

B4 10

A1 11

A2 13

A3 12

A4 13

C1 31

C2 4

C3 10

C4 15

F1 21

F2 16

F3 8

F4 10

12 K1 17

K2 13

K3 10

K4 17

B1 17

B2 4

B3 6

B4 3

A1 17

A2 13

A3 6

A4 7

C1 7

C2 4

C3 12

C4 13

F1 19

F2 7

F3 11

(50)

Lanjutan

Hari ke Perlakuan Jumlah Varroa mati

13 K1 9

K2 20

K3 13

K4 25

B1 7

B2 4

B3 14

B4 10

A1 10

A2 6

A3 8

A4 7

C1 5

C2 16

C3 6

C4 6

F1 17

F2 8

F3 7

F4 5

14 K1 9

K2 20

K3 13

K4 25

B1 15

B2 8

B3 19

B4 15

A1 23

A2 33

A3 11

A4 20

C1 15

C2 27

C3 23

C4 13

F1 4

F2 10

F3 23

(51)

37

Lampiran 2 Rata-rata mortalitas Varroadestructor perlakuan pada Kontrol

Hari ke- Perlakuan

K1 K2 K3 K4

1 13 14 10 1

2 12 9 23 8

3 4 10 21 15

4 9 21 18 4

5 9 11 12 5

6 11 13 18 14

7 8 16 27 10

8 8 25 10 14

9 15 12 10 10

10 10 25 14 8

11 6 16 20 16

12 17 13 10 17

13 9 20 13 25

14 9 20 13 25

(52)

Lampiran 3 Rata-rata mortalitas Varroadestructor perlakuan pada cuka kayu Bakau (Rhizophora sp)

Hari ke- Perlakuan

B1 B2 B3 B4

1 3 3 9 26

2 7 5 7 14

3 4 10 21 15

4 4 14 16 21

5 12 19 3 15

6 19 10 20 19

7 10 10 10 27

8 5 12 12 17

9 12 7 15 7

10 6 16 11 13

11 18 5 19 10

12 17 4 6 3

13 7 4 14 10

14 15 8 19 15

(53)

39

Lampiran 4 Rata-rata mortalitas Varroadestructor perlakuan pada cuka kayu Akasia (A. mangium)

Hari ke- Perlakuan

A1 A2 A3 A4

1 2 12 8 9

2 6 13 14 9

3 6 15 2 14

4 10 9 17 22

5 7 15 8 22

6 10 41 9 20

7 9 28 27 13

8 6 22 27 9

9 6 17 12 15

10 13 19 11 11

11 11 13 12 13

12 9 13 6 7

13 10 6 8 7

14 23 33 11 20

(54)

Lampiran 5 Rata-rata mortalitas Varroadestructor perlakuan pada cuka kayu Kaliandra (C. calothyrsus)

Hari Perlakuan

C1 C2 C3 C4

1 7 9 7 5

2 8 14 9 7

3 3 11 8 10

4 6 19 16 32

5 8 8 9 20

6 11 9 7 28

7 14 5 10 25

8 21 10 20 29

9 22 7 1 21

10 10 11 9 34

11 31 4 10 15

12 7 4 12 13

13 5 16 6 6

14 15 27 23 13

(55)

41

Lampiran 6 Rata-ratamortalitas Varroadestructor perlakuan Asam semut (formic acid)

Hari ke- Perlakuan

F1 F2 F3 F4

1 5 7 12 1

2 10 11 12 6

3 10 6 11 3

4 19 16 15 7

5 18 12 9 7

6 18 11 14 5

7 25 4 17 4

8 24 21 19 9

9 16 5 14 16

10 17 10 26 13

11 21 16 8 10

12 19 7 11 10

13 17 8 7 5

14 4 10 23 15

(56)

Lampiran 7 Hasil pengolahan data dengan program Minitab 13

————— 5/12/2006 8:29:25 PM ———————————————————

Welcome to Minitab, press F1 for help.

One-way ANOVA: jumlah versus Perlakuan

Analysis of Variance for jumlah

Source DF SS MS F P Perlakua 4 1294 324 0.15 0.959 Error 15 32064 2138

Total 19 33359

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev ---+---+---+--- 1 4 178.25 32.85 (---*---) 2 4 165.00 39.23 (---*---) 3 4 186.75 53.18 (---*---) 4 4 181.75 51.58 (---*---) 5 4 169.00 50.81 (---*---) ---+---+---+--- Pooled StDev = 46.23 140 175 210

————— 5/13/2006 11:29:27 PM —————————————————— ——

Welcome to Minitab, press F1 for help.

Retrieving project from file: C:\Program Files\MTBWIN\Data\MINITAB restu tgl 12.MPJ

Average: 176.15 StDev: 41.9012 N: 20

Kolmogorov-Smirnov Normality T est D+: 0.107 D-: 0.072 D : 0.107

Approximate P-Value > 0.15

110 160 210 260

[image:56.612.183.459.438.625.2]

.001 .01 .05 .20 .50 .80 .95 .99 .999 P rob ab ili ty jumlah Normali

Gambar

Gambar 1 Skema penempatan cairan asam semut dan cuka kayu dalam pengujian
Tabel 1 Analisis Ragam Percobaan Rancangan Acak Lengkap
Gambar 2  Arah dorsal tungau V. destructor terlihat dari mikroskop
Gambar 4  Contoh penggunaan asam semut cair yang disemprotkan langsung pada
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil evaluasi penawaran dan evaluasi kualifikasi yang dilakukan oleh Pokja Pekerjaan Konstruksi atas Kegiatan SKPD Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman dan

Po says that his dream is only a dream but his father doesn’t believe it. He argues that they are noodle folk. Then, Po is curious to ask him.. I thought about running away

Atas dasar pentingnya bahan pembelajaran berbasis ICT yang dirancang oleh guru bagi peningkatan kualitas pembelajaran yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi dan

Menurut Peraturan Bank Indonesia 5/8/2003, mengenai ruang lingkup manajemen risiko, terdapat 8 macam risiko, salah satunya yang berperngaruh dengan

1) Mengetahui perilaku aliran yang terjadi dengan pelimpah Ogee. 2) Mengetahui kapasitas peningkatan debit yang melimpah dengan mercu deretc. trapesium. 1.5

Menghilangkan semuah teks yang ingin kita buang atau dipindahkan dengan mengunakan tombol.. Untuk membuat table

3.2 Analisis Galat dan Simulasi Pada penyelesaian analitik persamaan getaran pegas teredam yang telah dipaparkan dalam metode penelitian maka diperoleh solusi pada persamaan 3.8

PT. Santosa Agrindo adalah anak perusahaan dari PT. Japfacomfeed Indonesia yang bergerak di agribisnis peternakan sapi potong, penggemukan sapi potong dan pengolahan