• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas fisik, status gizi, dan produktivitas kepala keluarga wanita pemetik teh di perkebunan teh Malabar PTPN VIII Bandung Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas fisik, status gizi, dan produktivitas kepala keluarga wanita pemetik teh di perkebunan teh Malabar PTPN VIII Bandung Jawa Barat"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

NONI EKA JAYA WARDANI

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(2)

The cross sectional design was used in this study to elaborate physical activity, nutritional status, and work productivity of tea picker’s head of household. The criteria of study sample were men as tea picker’s head of household at cluster area of Malabar tea plantation of PTPN VIII Bandung, having a job, and they were willing to be interviewed.

The total number of 72 men in this cluster area was chosen randomly. Primary data consisted of physical activity recall (2x24 hours), food consumption recall (2x24 hours), anthropometry data (weight and height), and productivity (passage of tea sprout). Secondary data were included data of PT Perkebunan Nusantara VIII Bandung, West Java.

In general, more than a half of sample had active or moderate physical activity level (PAL=1.89). The physical activity level of samples during work day (average PAL=1.93) was higher (p<0.05) than holiday (average PAL=1.77) (p<0.05). The working hours during holiday were substituted by doing domestic chores and miscellaneous recreational activities.

Average energy and protein adequacy level of tea picker’s head of household only reached 76 – 98%. More than a half of samples had iron and vitamin A adequacy level on normal stage. Almost all (98.6%) samples had deficit intake of vitamin C.

Most of samples (86.1%) had normal nutritional status. Majority (76.4%) of samples had wages per month below the regional minimum wages. More than a half of head of tea picker’s household had work time below seven hours per day and had wages per hours below standard of regional minimum wages per hour.

Based on correlation analysis, there are significant correlation between 1) education level with physical activity level ; 2) age, income per capita, and family size with wage per month; 3) age and physical activity level with working hours; and 4)age, income per capita, iron (Fe) consumption rate, and nutritional status with wages per hour.

Keywords : physical activity level (PAL), nutritional status, men productivity,

(3)

RINGKASAN

NONI EKA JAYA WARDANI. Aktivitas Fisik, Status Gizi, dan Produktivitas Kepala Keluarga Wanita Pemetik Teh Di Perkebunan Teh Malabar PTPN VIII, Bandung, Jawa Barat. Di bawah bimbingan KATRIN ROOSITA

Produktivitas merupakan salah satu cerminan kualitas sumberdaya manusia (Syarief 1997). Produktivitas yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan yang selanjutnya dapat meningkatkan kesejahteraan individu dan keluarga. Produktivitas ditentukan dan dipengaruhi oleh beragam faktor baik internal maupun eksternal antara lain status gizi, kemampuan fisik, dan motivasi. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan tingkat konsumsi, status gizi, dengan produktivitas kerja kepala keluarga wanita pemetik teh di perkebunan teh. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi contoh yang meliputi usia, pendidikan, pendapatan per kapita, besar keluarga, dan jenis pekerjaan (2) menganalisis aktivitas fisik contoh (3) menganalisis tingkat konsumsi zat gizi yang meliputi, energi, protein, zat besi, vitamin A, dan vitamin C (4) menilai status gizi contoh (5) mengukur produktivitas kerja contoh (6) menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan aktivitas fisik, tingkat konsumsi zat gizi, status gizi, dan produktivitas kerja contoh.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dan dilaksanakan di perkebunan teh Malabar milik PTPN VIII Bandung Jawa Barat, pada bulan Maret hingga Juni 2008. Lokasi dibagi menjadi lima cluster yaitu Purbasari, Malabar, Talun Santosa, Sedep, dan Rancabali. Contoh dalam penelitian ini adalah kepala keluarga wanita pemetik teh pada cluster terpilih yaitu Malabar. Keluarga pemetik teh yang terambil secara acak dalam penelitian sebelumnya oleh Sunarti, Roosita dan Herawati (2007) berjumlah 102 keluarga. Pada saat pengambilan data, terdapat lima keluarga yang telah pindah tempat tinggal dari kawasan kebun Malabar sehingga tersisa 97 keluarga. Kriteria inklusi penelitian adalah keluarga dengan kepala keluarga pria yang masih aktif bekerja dengan isteri yang bekerja sebagai pemetik teh dan bertempat tinggal di lokasi penelitian sehingga seluruh contoh penelitian berjumlah 72 orang.

Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan melalui wawancara langsung yang meliputi karakteristik sosial ekonomi, recall konsumsi pangan (2x24 jam), recall aktivitas fisik (2x24 jam), status gizi, dan produktivitas kerja. Data sekunder didapatkan dari Kantor Desa Banjarsari yang meliputi gambaran umum lokasi penelitian. Data terkumpul dianalisis secara statistik. Tahapan pengolahan data dimulai dari verifikasi, coding, entri, cleaning, dan selanjutnya dianalisis. Analisis data menggunakan program komputer Microsoft Excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) version 13 for Windows. Analisis inferensia yang digunakan adalah korelasi Pearson dan Spearman, dan independent sample t-test. Korelasi Pearson dan Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel. Independent sample t-test digunakan untuk menganalisis perbedaan tingkat aktivitas fisik dan pengeluaran energi antara hari kerja dan hari libur serta menganalisis perbedaan konsumsi dan tingkat konsumsi zat gizi berdasarkan kelompok usia.

(4)

sebagai pemetik teh. Lebih dari separuh jumlah contoh (58.3%) termasuk dalam keluarga sedang. Lebih dari separuh jumlah contoh (63.8%) berkontribusi sebesar 44.89 persen hingga 68.77 persen terhadap pendapatan keluarga.

Hampir separuh (40.3%) contoh melakukan aktivitas yang tergolong dalam kategori sedang, 26.4% termasuk kategori ringan, dan 33.3% termasuk kategori berat. Tingkat aktivitas contoh lebih tinggi pada hari kerja (p<0.05). Pada hari libur, contoh mengalokasikan waktu yang tidak digunakan untuk bekerja ke kegiatan domestik rumah tangga dan kegiatan rekreasional. Faktor yang berhubungan dengan aktivitas fisik adalah pendidikan, semakin tinggi pendidikan maka semakin ringan tingkat aktivitasnya.

Pengeluaran energi rata-rata berdasarkan Schofield equation lebih tinggi pada hari kerja (2869 kkal) dibanding dengan hari libur (2644 kkal) dan hari gabungan (2824 kkal) (p<0.05). Demikian pula berdasarkan Oxford equation, pengeluaran energi rata-rata pada hari kerja (2563 kkal) cenderung lebih tinggi dibanding hari libur (2373 kal) dan hari gabungan (2525 kkal).

Tingkat konsumsi energi rata-rata berdasarkan Schofield equation adalah sebesar 87.2%, tingkat konsumsi energi rata-rata berdasarkan Oxford equation adalah sebesar 97.9%, dan tingkat konsumsi energi rata-rata berdasarkan angka kecukupan energi WNPG (2004) adalah sebesar 121.2%. Tingkat konsumsi energi rata-rata pada kelompok dewasa muda cenderung lebih tinggi dibanding dua kelompok usia lain, baik berdasarkan Schofield equation, Oxford equation dan angka kecukupan energi WNPG (2004).

Tingkat konsumsi protein contoh rata-rata pada kelompok dewasa muda (89.3%) cenderung lebih besar dibanding kelompok dewasa madya (88.2%) dan kelompok dewasa akhir (81.6%). Sebagian besar (75.0%) contoh memiliki tingkat kecukupan zat besi (Fe) yang termasuk dalam kategori normal. Tingkat konsumsi zat besi contoh rata-rata pada kelompok dewasa madya (117.0%) cenderung lebih tinggi dibanding kelompok dewasa muda (108.6%) dan kelompok dewasa akhir (96.3%).

Lebih dari separuh contoh (73.6%) memiliki tingkat konsumsi vitamin A yang termasuk dalam kategori defisit. Tingkat konsumsi vitamin A contoh rata-rata pada kelompok dewasa akhir (95.7%) cenderung lebih besar dibanding kelompok dewasa madya (47.8%) dan kelompok dewasa muda (35.3%). Hampir seluruh contoh (98.6%) mengalami defisit dalam tingkat konsumsi vitamin C. Tingkat konsumsi vitamin C contoh rata-rata pada kelompok dewasa muda (25.7%) cenderung lebih tinggi dibanding kelompok dewasa madya (19.4%) dan kelompok dewasa akhir (16.3%).

Jenis pangan yang menjadi sumber zat gizi dalam konsumsi zat gizi contoh adalah nasi untuk energi, protein, dan zat besi, minyak goreng untuk vitamin A dan kentang untuk vitamin C.

Sebagian besar (86.1%) contoh termasuk dalam kategori status gizi normal, 9.7% contoh termasuk dalam kategori status gizi kurang, dan 4.2% termasuk dalam kategori status gizi lebih. Sebagian besar contoh (76.4%) memiliki upah di atas UMR Kabupaten Bandung (Rp 672 000.00), separuh jumlah contoh bekerja di bawah jam efektif (62.5%), dan memiliki tingkat upah per jam di bawah tingkat UMR per jam (73.6%).

(5)

pendapatan perkapita, dan besar keluarga. Faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan dengan jam kerja adalah usia dan tingkat aktivitas. Faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan dengan upah per jam adalah usia, pendapatan perkapita, tingkat konsumsi zat besi (Fe) dan status gizi.

(6)

AKTIVITAS FISIK, STATUS GIZI, DAN PRODUKTIVITAS

KEPALA KELUARGA WANITA PEMETIK TEH

DI PERKEBUNAN TEH MALABAR PTPN VIII

BANDUNG, JAWA BARAT

NONI EKA JAYA WARDANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(7)

Judul Skripsi : Aktivitas fisik, Status Gizi, dan Produktivitas Kepala Keluarga Wanita Pemetik Teh di Perkebunan Teh Malabar PTPN VIII Bandung Jawa Barat

Nama : Noni Eka Jaya Wardani

NIM : A54104063

Disetujui

Dosen Pembimbing

Katrin Roosita, SP, M.Si NIP. 132 232 457

Diketahui

Dekan Fakultas Pertanian

(Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr)

NIP : 131 124 019

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Samarinda pada tanggal 5 November 1986. Penulis

merupakan anak pertama dari lima bersaudara, putri dari pasangan Djainuddin

dan Suyanti. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 027 Muara Badak

Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 1998. Pada tahun 2001, penulis

menyelesaikan pendidikan di SLTP Negeri 2 Muara Badak Kabupaten Kutai

Kartanegara. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Muara

Badak Kabupaten Kutai Kartanegara dan lulus pada tahun 2004.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur

Beasiswa Utusan Daerah (BUD) di Fakultas Pertanian, Program Studi Gizi

Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Semasa kuliah, penulis pernah aktif

dalam organisasi kemahasiswaan daerah Forum Mahasiswa Beasiswa Utusan

Daerah Kutai Kartanegara (FM-BUD KUKAR) sebagai Ketua Divisi

Kewirausahaan (2005/2006) dan Anggota Divisi PPSDM (2006-2009). Penulis

adalah anggota aktif UKM Agriaswara IPB. Penulis juga aktif dalam beberapa

kepanitiaan seperti Nuansa Pangan Gizi dan Keluarga dan Seminar PERSAGI.

Penulis juga pernah menjadi asisten peneliti dalam Survei Persepsi Konsumen

yang dilakukan atas kerjasama FEMA-IPB dan DANONE Indonesia.

(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

“Aktivitas Fisik, Status Gizi, dan Produktivitas Kepala Keluarga Wanita Pemetik

Teh Di Perkebunan Teh Malabar PTPN VIII, Bandung, Jawa Barat” dengan

lancar. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh

gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya

Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Katrin Roosita SP, MSi sebagai dosen pembimbing yang dengan sabar

telah memberikan pengarahan, bimbingan, saran, dan motivasi selama

pelaksanaan penelitian hingga skripsi ini terselesaikan.

2. Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara atas kesempatan,

dukungan, doa dan perhatian yang telah diberikan.

3. Prof. Dr. Ali Khomsan MS sebagai dosen penguji hasil penelitian.

4. Ir. Nandi Suhandi selaku administratur dan staf Kebun teh Malabar atas izin

dan sambutan yang diberikan.

5. Bapak, Mama, Nenek, Tante, Om serta adik-adikku yang telah memberikan

dukungan, semangat, dan doa.

6. Keluarga besar Bapak dan Ibu Suhendar, pemerintahan desa, serta warga

desa Banjarsari atas sambutan dan keramahan yang telah diberikan.

7. Munawwar Mufti Syarwani A.Md atas perhatian, dukungan, semangat, doa

dan kesabaran yang telah diberikan.

8. Venny, Yuli, Teh Cica, Novitmel, Firdaus, Bang Fahmi, Yayu, Kiki, Mba Ai,

Rini, Enggar, Ani, Marissa, Nadya, Lenny, Yulia, Lola, Yesa, Heni, Dewi M,

Friska, Devi P, Arina, dan Eka terima kasih atas doa dan semangatnya.

9. Seluruh rekan-rekan GMSK 40 dan 41, GM 42 dan 43 serta rekan-rekan

FM-BUD Kutai Kartanegara yang telah memberikan dukungan dan doa.

10. Semua pihak yang telah memberikan bantuan selama penulis melakukan

penelitian hingga skripsi ini selesai. 

Penulis menyadari skripsi ini masih terdapat beberapa kekurangan. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan saran yang bersifat membangun dari

pembaca. Semoga hasil skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Kegunaan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Karakteristik Pria Dewasa ... 4

Usia ... 4

Berat Badan dan Tinggi Badan ... 4

Pendidikan ... 5

Karakteristik Keluarga ... 6

Ukuran Keluarga ... 6

Peran Suami dalam Kehidupan Ekonomi Keluarga ... 6

Aktivitas Fisik ... 7

Konsumsi Pangan ... 10

Penilaian Konsumsi Pangan ... 12

Tingkat Konsumsi dan Angka Kecukupan Zat Gizi ... 12

Energi ... 13

Protein ... 15

Fe (zat besi) ... 15

Vitamin A ... 16

Vitamin C ... 18

Status Gizi ... 19

Produktivitas Kerja ... 20

Teori Motivasi dan Motivasi Kerja... 23

KERANGKA PEMIKIRAN ... 25

METODE PENELITIAN ... 28

(11)

NONI EKA JAYA WARDANI

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(12)

The cross sectional design was used in this study to elaborate physical activity, nutritional status, and work productivity of tea picker’s head of household. The criteria of study sample were men as tea picker’s head of household at cluster area of Malabar tea plantation of PTPN VIII Bandung, having a job, and they were willing to be interviewed.

The total number of 72 men in this cluster area was chosen randomly. Primary data consisted of physical activity recall (2x24 hours), food consumption recall (2x24 hours), anthropometry data (weight and height), and productivity (passage of tea sprout). Secondary data were included data of PT Perkebunan Nusantara VIII Bandung, West Java.

In general, more than a half of sample had active or moderate physical activity level (PAL=1.89). The physical activity level of samples during work day (average PAL=1.93) was higher (p<0.05) than holiday (average PAL=1.77) (p<0.05). The working hours during holiday were substituted by doing domestic chores and miscellaneous recreational activities.

Average energy and protein adequacy level of tea picker’s head of household only reached 76 – 98%. More than a half of samples had iron and vitamin A adequacy level on normal stage. Almost all (98.6%) samples had deficit intake of vitamin C.

Most of samples (86.1%) had normal nutritional status. Majority (76.4%) of samples had wages per month below the regional minimum wages. More than a half of head of tea picker’s household had work time below seven hours per day and had wages per hours below standard of regional minimum wages per hour.

Based on correlation analysis, there are significant correlation between 1) education level with physical activity level ; 2) age, income per capita, and family size with wage per month; 3) age and physical activity level with working hours; and 4)age, income per capita, iron (Fe) consumption rate, and nutritional status with wages per hour.

Keywords : physical activity level (PAL), nutritional status, men productivity,

(13)

RINGKASAN

NONI EKA JAYA WARDANI. Aktivitas Fisik, Status Gizi, dan Produktivitas Kepala Keluarga Wanita Pemetik Teh Di Perkebunan Teh Malabar PTPN VIII, Bandung, Jawa Barat. Di bawah bimbingan KATRIN ROOSITA

Produktivitas merupakan salah satu cerminan kualitas sumberdaya manusia (Syarief 1997). Produktivitas yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan yang selanjutnya dapat meningkatkan kesejahteraan individu dan keluarga. Produktivitas ditentukan dan dipengaruhi oleh beragam faktor baik internal maupun eksternal antara lain status gizi, kemampuan fisik, dan motivasi. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan tingkat konsumsi, status gizi, dengan produktivitas kerja kepala keluarga wanita pemetik teh di perkebunan teh. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi contoh yang meliputi usia, pendidikan, pendapatan per kapita, besar keluarga, dan jenis pekerjaan (2) menganalisis aktivitas fisik contoh (3) menganalisis tingkat konsumsi zat gizi yang meliputi, energi, protein, zat besi, vitamin A, dan vitamin C (4) menilai status gizi contoh (5) mengukur produktivitas kerja contoh (6) menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan aktivitas fisik, tingkat konsumsi zat gizi, status gizi, dan produktivitas kerja contoh.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dan dilaksanakan di perkebunan teh Malabar milik PTPN VIII Bandung Jawa Barat, pada bulan Maret hingga Juni 2008. Lokasi dibagi menjadi lima cluster yaitu Purbasari, Malabar, Talun Santosa, Sedep, dan Rancabali. Contoh dalam penelitian ini adalah kepala keluarga wanita pemetik teh pada cluster terpilih yaitu Malabar. Keluarga pemetik teh yang terambil secara acak dalam penelitian sebelumnya oleh Sunarti, Roosita dan Herawati (2007) berjumlah 102 keluarga. Pada saat pengambilan data, terdapat lima keluarga yang telah pindah tempat tinggal dari kawasan kebun Malabar sehingga tersisa 97 keluarga. Kriteria inklusi penelitian adalah keluarga dengan kepala keluarga pria yang masih aktif bekerja dengan isteri yang bekerja sebagai pemetik teh dan bertempat tinggal di lokasi penelitian sehingga seluruh contoh penelitian berjumlah 72 orang.

Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan melalui wawancara langsung yang meliputi karakteristik sosial ekonomi, recall konsumsi pangan (2x24 jam), recall aktivitas fisik (2x24 jam), status gizi, dan produktivitas kerja. Data sekunder didapatkan dari Kantor Desa Banjarsari yang meliputi gambaran umum lokasi penelitian. Data terkumpul dianalisis secara statistik. Tahapan pengolahan data dimulai dari verifikasi, coding, entri, cleaning, dan selanjutnya dianalisis. Analisis data menggunakan program komputer Microsoft Excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) version 13 for Windows. Analisis inferensia yang digunakan adalah korelasi Pearson dan Spearman, dan independent sample t-test. Korelasi Pearson dan Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel. Independent sample t-test digunakan untuk menganalisis perbedaan tingkat aktivitas fisik dan pengeluaran energi antara hari kerja dan hari libur serta menganalisis perbedaan konsumsi dan tingkat konsumsi zat gizi berdasarkan kelompok usia.

(14)

sebagai pemetik teh. Lebih dari separuh jumlah contoh (58.3%) termasuk dalam keluarga sedang. Lebih dari separuh jumlah contoh (63.8%) berkontribusi sebesar 44.89 persen hingga 68.77 persen terhadap pendapatan keluarga.

Hampir separuh (40.3%) contoh melakukan aktivitas yang tergolong dalam kategori sedang, 26.4% termasuk kategori ringan, dan 33.3% termasuk kategori berat. Tingkat aktivitas contoh lebih tinggi pada hari kerja (p<0.05). Pada hari libur, contoh mengalokasikan waktu yang tidak digunakan untuk bekerja ke kegiatan domestik rumah tangga dan kegiatan rekreasional. Faktor yang berhubungan dengan aktivitas fisik adalah pendidikan, semakin tinggi pendidikan maka semakin ringan tingkat aktivitasnya.

Pengeluaran energi rata-rata berdasarkan Schofield equation lebih tinggi pada hari kerja (2869 kkal) dibanding dengan hari libur (2644 kkal) dan hari gabungan (2824 kkal) (p<0.05). Demikian pula berdasarkan Oxford equation, pengeluaran energi rata-rata pada hari kerja (2563 kkal) cenderung lebih tinggi dibanding hari libur (2373 kal) dan hari gabungan (2525 kkal).

Tingkat konsumsi energi rata-rata berdasarkan Schofield equation adalah sebesar 87.2%, tingkat konsumsi energi rata-rata berdasarkan Oxford equation adalah sebesar 97.9%, dan tingkat konsumsi energi rata-rata berdasarkan angka kecukupan energi WNPG (2004) adalah sebesar 121.2%. Tingkat konsumsi energi rata-rata pada kelompok dewasa muda cenderung lebih tinggi dibanding dua kelompok usia lain, baik berdasarkan Schofield equation, Oxford equation dan angka kecukupan energi WNPG (2004).

Tingkat konsumsi protein contoh rata-rata pada kelompok dewasa muda (89.3%) cenderung lebih besar dibanding kelompok dewasa madya (88.2%) dan kelompok dewasa akhir (81.6%). Sebagian besar (75.0%) contoh memiliki tingkat kecukupan zat besi (Fe) yang termasuk dalam kategori normal. Tingkat konsumsi zat besi contoh rata-rata pada kelompok dewasa madya (117.0%) cenderung lebih tinggi dibanding kelompok dewasa muda (108.6%) dan kelompok dewasa akhir (96.3%).

Lebih dari separuh contoh (73.6%) memiliki tingkat konsumsi vitamin A yang termasuk dalam kategori defisit. Tingkat konsumsi vitamin A contoh rata-rata pada kelompok dewasa akhir (95.7%) cenderung lebih besar dibanding kelompok dewasa madya (47.8%) dan kelompok dewasa muda (35.3%). Hampir seluruh contoh (98.6%) mengalami defisit dalam tingkat konsumsi vitamin C. Tingkat konsumsi vitamin C contoh rata-rata pada kelompok dewasa muda (25.7%) cenderung lebih tinggi dibanding kelompok dewasa madya (19.4%) dan kelompok dewasa akhir (16.3%).

Jenis pangan yang menjadi sumber zat gizi dalam konsumsi zat gizi contoh adalah nasi untuk energi, protein, dan zat besi, minyak goreng untuk vitamin A dan kentang untuk vitamin C.

Sebagian besar (86.1%) contoh termasuk dalam kategori status gizi normal, 9.7% contoh termasuk dalam kategori status gizi kurang, dan 4.2% termasuk dalam kategori status gizi lebih. Sebagian besar contoh (76.4%) memiliki upah di atas UMR Kabupaten Bandung (Rp 672 000.00), separuh jumlah contoh bekerja di bawah jam efektif (62.5%), dan memiliki tingkat upah per jam di bawah tingkat UMR per jam (73.6%).

(15)

pendapatan perkapita, dan besar keluarga. Faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan dengan jam kerja adalah usia dan tingkat aktivitas. Faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan dengan upah per jam adalah usia, pendapatan perkapita, tingkat konsumsi zat besi (Fe) dan status gizi.

(16)

AKTIVITAS FISIK, STATUS GIZI, DAN PRODUKTIVITAS

KEPALA KELUARGA WANITA PEMETIK TEH

DI PERKEBUNAN TEH MALABAR PTPN VIII

BANDUNG, JAWA BARAT

NONI EKA JAYA WARDANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(17)

Judul Skripsi : Aktivitas fisik, Status Gizi, dan Produktivitas Kepala Keluarga Wanita Pemetik Teh di Perkebunan Teh Malabar PTPN VIII Bandung Jawa Barat

Nama : Noni Eka Jaya Wardani

NIM : A54104063

Disetujui

Dosen Pembimbing

Katrin Roosita, SP, M.Si NIP. 132 232 457

Diketahui

Dekan Fakultas Pertanian

(Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr)

NIP : 131 124 019

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Samarinda pada tanggal 5 November 1986. Penulis

merupakan anak pertama dari lima bersaudara, putri dari pasangan Djainuddin

dan Suyanti. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 027 Muara Badak

Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 1998. Pada tahun 2001, penulis

menyelesaikan pendidikan di SLTP Negeri 2 Muara Badak Kabupaten Kutai

Kartanegara. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Muara

Badak Kabupaten Kutai Kartanegara dan lulus pada tahun 2004.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur

Beasiswa Utusan Daerah (BUD) di Fakultas Pertanian, Program Studi Gizi

Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Semasa kuliah, penulis pernah aktif

dalam organisasi kemahasiswaan daerah Forum Mahasiswa Beasiswa Utusan

Daerah Kutai Kartanegara (FM-BUD KUKAR) sebagai Ketua Divisi

Kewirausahaan (2005/2006) dan Anggota Divisi PPSDM (2006-2009). Penulis

adalah anggota aktif UKM Agriaswara IPB. Penulis juga aktif dalam beberapa

kepanitiaan seperti Nuansa Pangan Gizi dan Keluarga dan Seminar PERSAGI.

Penulis juga pernah menjadi asisten peneliti dalam Survei Persepsi Konsumen

yang dilakukan atas kerjasama FEMA-IPB dan DANONE Indonesia.

(19)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

“Aktivitas Fisik, Status Gizi, dan Produktivitas Kepala Keluarga Wanita Pemetik

Teh Di Perkebunan Teh Malabar PTPN VIII, Bandung, Jawa Barat” dengan

lancar. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh

gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya

Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Katrin Roosita SP, MSi sebagai dosen pembimbing yang dengan sabar

telah memberikan pengarahan, bimbingan, saran, dan motivasi selama

pelaksanaan penelitian hingga skripsi ini terselesaikan.

2. Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara atas kesempatan,

dukungan, doa dan perhatian yang telah diberikan.

3. Prof. Dr. Ali Khomsan MS sebagai dosen penguji hasil penelitian.

4. Ir. Nandi Suhandi selaku administratur dan staf Kebun teh Malabar atas izin

dan sambutan yang diberikan.

5. Bapak, Mama, Nenek, Tante, Om serta adik-adikku yang telah memberikan

dukungan, semangat, dan doa.

6. Keluarga besar Bapak dan Ibu Suhendar, pemerintahan desa, serta warga

desa Banjarsari atas sambutan dan keramahan yang telah diberikan.

7. Munawwar Mufti Syarwani A.Md atas perhatian, dukungan, semangat, doa

dan kesabaran yang telah diberikan.

8. Venny, Yuli, Teh Cica, Novitmel, Firdaus, Bang Fahmi, Yayu, Kiki, Mba Ai,

Rini, Enggar, Ani, Marissa, Nadya, Lenny, Yulia, Lola, Yesa, Heni, Dewi M,

Friska, Devi P, Arina, dan Eka terima kasih atas doa dan semangatnya.

9. Seluruh rekan-rekan GMSK 40 dan 41, GM 42 dan 43 serta rekan-rekan

FM-BUD Kutai Kartanegara yang telah memberikan dukungan dan doa.

10. Semua pihak yang telah memberikan bantuan selama penulis melakukan

penelitian hingga skripsi ini selesai. 

Penulis menyadari skripsi ini masih terdapat beberapa kekurangan. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan saran yang bersifat membangun dari

pembaca. Semoga hasil skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Kegunaan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Karakteristik Pria Dewasa ... 4

Usia ... 4

Berat Badan dan Tinggi Badan ... 4

Pendidikan ... 5

Karakteristik Keluarga ... 6

Ukuran Keluarga ... 6

Peran Suami dalam Kehidupan Ekonomi Keluarga ... 6

Aktivitas Fisik ... 7

Konsumsi Pangan ... 10

Penilaian Konsumsi Pangan ... 12

Tingkat Konsumsi dan Angka Kecukupan Zat Gizi ... 12

Energi ... 13

Protein ... 15

Fe (zat besi) ... 15

Vitamin A ... 16

Vitamin C ... 18

Status Gizi ... 19

Produktivitas Kerja ... 20

Teori Motivasi dan Motivasi Kerja... 23

KERANGKA PEMIKIRAN ... 25

METODE PENELITIAN ... 28

(21)

Halaman

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ... 28

Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 30

Pengolahan dan Analisis Data ... 30

Definisi Operasional ... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 38

Karakteristik Sosial Ekonomi ... 42

Usia ... 42

Pendidikan ... 42

Jenis Pekerjaan ... 43

Pendapatan Perkapita ... 44

Besar Keluarga ... 45

Kontribusi Upah Suami terhadap Pendapatan Keluarga ... 46

Aktivitas fisik ... 47

Tingkat konsumsi zat gizi ... 49

Energi ... 49

Protein ... 51

Zat Besi (Fe) ... 52

Vitamin A ... 53

Vitamin C ... 54

Status Gizi ... 55

Produktivitas Kerja ... 56

Upah per bulan ... 56

Jam Kerja ... 57

Upah per jam ... 59

Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat aktivitas fisik ... 60

Karakteristik Sosial Ekonomi ... 60

Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat konsumsi zat gizi ... 60

Karakteristik Sosial Ekonomi ... 60

Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi ... 61

(22)

Halaman

Faktor-faktor yang berhubungan dengan produktivitas kerja ... 61

Karakteristik Sosial Ekonomi ... 61

Tingkat Konsumsi Zat Besi ... 62

Aktivitas fisik ... 63

Status gizi ... 63

KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(23)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL ... 8

2 Perhitungan PAL untuk populasi dewasa ... 9

3 Rumus Schofield equation dan Oxford Equation bagi pria dewasa ... 14

4 Klasifikasi indeks massa tubuh... 20

5 Jenis dan cara pengumpulan data primer ... 30

6 Persamaan dalam menghitung angka metabolisme basal (AMB) ... 32

7 Cara pengkategorian data ... 34

8 Tingkat pendidikan penduduk Desa Banjarsari tahun 2007 ... 40

9 Mata pencaharian utama penduduk desa Banjarsari ... 41

10 Sarana dan Prasarana di desa Banjarsari... 41

11 Tingkat pendapatan per kapita berdasarkan jenis pekerjaan ... 45

12 Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik pada hari

libur, hari kerja, dan hari gabungan ... 47

13 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan dan tingkat aktivitas ... 48

14 Rata-rata pengeluaran energi pada hari libur, hari kerja, dan

hari gabungan berdasarkan Schofield equation dan Oxford equation .... 49

15 Rata-rata konsumsi, kebutuhan, dan tingkat konsumsi energi

berdasarkan kelompok usia ... 51

16 Konsumsi dan tingkat konsumsi protein berdasarkan kelompok usia ... 52

17 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi zat besi ... 52

18 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi vitamin A ... 53

19 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi vitamin C ... 54

20 Sebaran contoh berdasarkan status gizi ... 56

21 Sebaran contoh berdasarkan tingkat upah per bulan ... 56

22 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan dan tingkat

upah perbulan ... 57

23 Sebaran contoh berdasarkan jam kerja... 58

(24)

Halaman

25 Sebaran contoh berdasarkan tingkat upah per jam kerja ... 59

26 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan dan tingkat

upah per jam ... 59

27 Hubungan antara pendidikan dengan tingkat aktivitas contoh ... 60

(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka berpikir penelitian ... 27

2 Cara penarikan contoh penelitian ... 29

3 Sebaran contoh berdasarkan usia... 42

4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ... 43

5 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan ... 44

6 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendapatan per kapita ... 44

7 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ... 46

(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Analisis deskriptif data ... 74

2 Jenis aktivitas, alokasi waktu aktivitas, dan PAL pada hari libur ... 75

3 Jenis aktivitas, alokasi waktu aktivitas, dan PAL pada hari kerja ... 76

4 Jumlah konsumsi dan kontribusi pangan terhadap konsumsi zat gizi ... 79

5 Hasil uji korelasi Pearson ... 81

6 Hasil uji korelasi Spearman ... 82

(27)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Sumberdaya manusia merupakan kekuatan sebuah bangsa. Sumberdaya

manusia yang berkualitas menjadi faktor yang menentukan produktivitas dan

daya saing bangsa Indonesia pada percaturan global. Kualitas sumberdaya

manusia diukur dengan indikator indeks pembangunan manusia (IPM). IPM

Indonesia menempati urutan ke 112 dari 175 negara (Human Development

Report 2003 diacu dalam WNPG 2004). Berdasarkan data tersebut, tampak

bahwa kualitas sumberdaya manusia Indonesia masih rendah.

Seorang manusia dilahirkan, dirawat, dan dibentuk baik secara fisik,

mental, dan psikologis dalam sebuah keluarga. Ebrahim (1982) menyatakan

bahwa keluarga merupakan unit terkecil dari sebuah masyarakat dan merupakan

tempat seorang anak dilahirkan untuk kemudian dirawat hingga dewasa dan

membentuk keluarganya sendiri. Kesejahteraan sebuah keluarga penting untuk

diperhatikan untuk dapat menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas di

masa depan.

Keluarga memerlukan sumberdaya termasuk uang agar dapat memenuhi

kebutuhan tiap individu dalam keluarga tersebut. Komunitas wanita pemetik teh

telah menjadi sorotan selama beberapa tahun belakangan. Wanita pemetik teh

bekerja mencari nafkah bagi kehidupan keluarga. Namun mencari nafkah pada

dasarnya merupakan kewajiban seorang suami. Istiadah (1999) menyatakan

bahwa suami merupakan kepala rumah tangga sekaligus pencari nafkah utama

bagi kehidupan keluarga. Pendapatan keluarga yang paling utama biasanya

didapatkan dari suami atau ayah.

Pendapatan atau upah didapatkan dari hasil melakukan suatu pekerjaan.

Menurut Ravianto (1990) upah dapat diartikan sebagai imbalan yang diterima

pekerja dalam hubungan kerja, berupa uang atau barang, melalui suatu

perjanjian kerja, tertulis maupun lisan. Upah juga merupakan salah satu

cerminan kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaannya. Seseorang

yang bekerja dengan lebih produktif memiliki kemungkinan untuk mendapatkan

upah yang lebih besar dibanding seseorang yang kurang produktif.

Produktivitas merupakan salah satu cerminan kualitas sumberdaya

manusia (Syarief 1997). Hal ini ditentukan dan dipengaruhi oleh beragam faktor

(28)

Faktor tersebut membentuk hubungan yang berkesinambungan. Secara fisik,

seseorang harus memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan. Selain itu,

secara psikologis seseorang sekiranya memiliki kemauan atau motivasi untuk

melakukan pekerjaannya. Penelitian Anhar (2007) menyatakan bahwa motivasi

kerja seseorang mempengaruhi hasil kerjanya.

Fisik yang sehat tentunya adalah keadaan fisik yang kuat dan tidak sakit.

Keadaan fisik yang prima ditentukan oleh status gizi dan kemampuan fisik.

Kemampuan fisik termasuk di dalamnya adalah keadaan usia dan proporsi

tubuh. Semakin tua usia seseorang, maka kemampuan untuk melakukan

aktivitas tertentu juga menurun (Santrock 2002). Hal ini berkaitan dengan berat

badan yang mencerminkan massa otot yang diperlukan untuk melakukan

pekerjaan (Bee 1987).

Status gizi penting dalam mendukung kemampuan fisik bekerja. Riyadi

(2006) menyatakan bahwa status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat

konsumsi, penyerapan, dan penggunaan pangan di dalam tubuh. Kurang gizi

dapat menyebabkan menurunnya produktivitas kerja. Hal ini dikarenakan

menurunnya kemampuan fisik. Selain itu, keadaan gizi yang baik juga

meningkatkan derajat kesehatan sehingga dapat mengurangi angka kesakitan

dan ketidakhadiran bekerja.

Status gizi ditentukan oleh konsumsi zat gizi. Sebagaimana dinyatakan

oleh Hardinsyah dan Martianto (1992) serta Almatsier (2003) bahwa status gizi

yang optimal akan dapat tercapai jika tubuh mendapatkan zat gizi yang cukup.

Defisiensi zat gizi tertentu juga dapat menurunkan kemampuan bekerja. Anwar

(1998) dan Widayani (2004) menyatakan bahwa defisiensi zat besi dapat

menurunkan kapasitas kerja fisik dan produktivitas kerja.

Tingkat konsumsi zat gizi yang baik didapatkan dari konsumsi pangan

yang bergizi. Jenis pangan yang dikonsumsi ditentukan oleh pendapatan dan

pengetahuan pangan dan gizi. Hal ini juga terkait erat dengan tingkat pendidikan

formal yang menentukan tingkat pekerjaan dan mempengaruhi penerimaan

terhadap informasi.

Keadaan diatas cukup menarik untuk dipelajari lebih jauh. Di satu sisi

produktivitas kerja seorang kepala keluarga merupakan faktor penting bagi

kesejahteraan keluarga, namun di sisi lain produktivitas kerja dipengaruhi oleh

(29)

lingkungan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menganalisis produktivitas

kerja kepala keluarga wanita pemetik teh.

Tujuan

Tujuan Umum

Menganalisis hubungan aktivitas fisik, status gizi, dengan produktivitas kerja

kepala keluarga wanita pemetik teh di perkebunan teh.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi contoh yang meliputi usia,

pendidikan, pendapatan per kapita, besar keluarga, dan jenis pekerjaan.

2. Menganalisis aktivitas fisik contoh.

3. Menganalisis tingkat konsumsi zat gizi yang meliputi, energi, protein, zat

besi, vitamin A, dan vitamin C.

4. Menilai status gizi contoh.

5. Mengukur produktivitas kerja contoh.

6. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan aktivitas fisik, tingkat

konsumsi zat gizi, status gizi, dan produktivitas kerja contoh.

Kegunaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dan sebagai

pertimbangan bagi pemerintah dalam penyusunan kebijakan peningkatan

(30)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Pria Dewasa

Usia

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi membagi usia dewasa menjadi

tiga fase yaitu dewasa muda (19-29 tahun), dewasa madya (30-49 tahun), dan

dewasa akhir (50-64 tahun). Santrock (2002) menyatakan bahwa usia

mempengaruhi kapasitas kerja, yang selanjutnya mempengaruhi produktivitas

kerja. Semakin tinggi tingkat kedewasaan seseorang, kemampuan fisik akan

semakin menurun sehingga produktivitas kerja juga menurun. Ravianto (1985)

menyatakan ada beberapa pekerjaan yang membutuhkan kekuatan fisik

sehingga membutuhkan tenaga kerja dengan usia yang lebih muda.

Pada tahap dewasa awal, kemampuan fisik mencapai puncak

pematangannya. Namun, pada tahap ini sebenarnya penurunan kemampuan

fisik sudah dimulai (pada awal usia 30 tahun). Pada tahap dewasa madya,

kekuatan otot mulai menurun tepatnya pada bagian punggung dan kaki. Sepuluh

hingga 15 persen dari kekuatan maksimum (puncak pematangan) berkurang

sejak usia 35 tahun hingga 60 tahun. Pada tahap dewasa lanjut, kemampuan

fisik menurun disertai dengan menurunnya sistem kekebalan karena penurunan

fungsi organ tubuh sehingga lebih mudah sakit (Santrock 2002).

Bee (1987) menyatakan bahwa terjadi kehilangan kekuatan jaringan otot

selama usia dewasa dengan penurunan drastis pada usia diatas 50 tahun.

Marsetyo & Kartasapoetra (1991) menyebutkan bahwa seorang dewasa muda

mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan berat dan lincah dalam berkegiatan

karena intensitas dan fungsi organ-organ dalam tubuhnya masih kuat.

Sedangkan pada dewasa madya, hal tersebut sudah tidak dapat dilakukan

karena intensitas dan fungsi organnya sudah menurun.

Berat Badan dan Tinggi Badan

Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air, dan mineral

pada tulang. Berat badan merupakan ukuran tubuh yang paling mudah

mengalami perubahan karena perubahan konsumsi makanan dan kesehatan.

Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang menggunakan

timbangan (Supariasa, Bakri & Fajar 2001). Berat badan yang tidak memadai

(31)

rendah menunjukkan massa otot yang rendah menyebabkan kapasitas kerja

seseorang dengan berat badan yang kurang juga lebih rendah daripada

seseorang dengan berat badan normal (WHO 1995).

Tinggi badan pada dasarnya merupakan hasil pengukuran terhadap

jaringan tulang tubuh. Tinggi badan merupakan gabungan dari pengukuran

komponen-komponen tubuh seperti kaki, pelvis, punggung, dan kepala (Jeliffe &

Jelliffe 1989). Pada umumnya berat badan berkorelasi linier dengan tinggi badan,

pertambahan berat badan akan mengikuti pertambahan tinggi badan dengan

percepatan tertentu. Sehingga berat badan normal akan proporsional dengan

tinggi badan (Soekirman 2000). Namun, pada anak-anak terdapat sedikit

perbedaan. Pada masa anak-anak, peningkatan berat badan tidak hanya

cerminan peningkatan ukuran skeletal namun juga peningkatan ukuran sistem

muskular dan organ-organ tubuh (Santrock 2002).

Pendidikan

Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur

penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat

pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi

yang dimiliki menjadi lebih baik. Masalah gizi sering timbul karena ketidaktahuan

atau kurang informasi tentang gizi yang memadai (FKM-UI 2007).

Pada umumnya pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan

perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Orang dengan pendidikan tinggi lebih

cenderung memilih makanan yang murah tetapi dengan kandungan gizi yang

tinggi sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak

kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik (Suhardjo 1989).

Tingkat pendidikan yang tinggi akan mempermudah penerimaan

informasi tentang gizi dan kesehatan. Terdapat hubungan positif antara

pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak. Ibu

yang memiliki pendidikan tinggi cenderung mempunyai pengetahuan gizi,

kesehatan dan pengasuhan anak yang baik. Masyarakat dengan rata-rata

pendidikan rendah, menunjukkan prevalensi gizi kurang yang tinggi. Masyarakat

dengan rata-rata pendidikan tinggi menunjukkan prevalensi gizi kurang yang

(32)

Karakteristik Keluarga

Keluarga adalah dua orang atau lebih yang dihubungkan oleh ikatan dan

pembagian kedekatan emosi dan menjadikan diri mereka sendiri menjadi

anggota keluarga. Secara garis besar terdapat 3 jenis keluarga yaitu keluarga

inti, orientasi, dan keluarga luas (extended) (Friedman 2003). Keluarga

merupakan unit terkecil dari sebuah masyarakat. Dalam keluarga, seorang anak

dilahirkan untuk kemudian dirawat hingga dewasa dan membentuk keluarganya

sendiri (Ebrahim 1982).

Ukuran Keluarga

Ukuran keluarga mempengaruhi pembagian makanan dalam keluarga.

Kebutuhan pangan tiap anggota keluarga akan lebih dapat tercukupi jika jumlah

anggota keluarga sedikit. Penambahan anggota keluarga yang tidak diimbangi

dengan peningkatan pendapatan keluarga yang memadai akan menyebabkan

akses tiap anggota keluarga terhadap pangan menjadi terhambat. Sehingga

setiap anggota keluarga tidak dapat memperoleh pangan sesuai dengan

kebutuhannya (Harper et al. 1986).

Pada umumnya sebuah keluarga akan mendahulukan kebutuhan pangan

orang tua atau anggota keluarga yang usianya lebih tua daripada anak yang

lebih kecil. Sehingga akses anak usia dini terhadap pangan akan semakin kecil

bila dibandingkan dengan saudara yang usianya lebih tua (Harper et al. 1986).

Supariasa et al. (2001) juga menyatakan bahwa jumlah anak yang terlalu banyak

dan jarak kelahiran antar anak yang terlalu dekat akan mempengaruhi zat gizi

dalam keluarga.

Peran Suami dalam Kehidupan Ekonomi Keluarga

Kemampuan rumah tangga untuk memperoleh penghasilan memberikan

batasan terhadap status gizi (Harper et al. 1986). Keluarga dengan pendapatan

terbatas tidak mampu membeli bermacam jenis makanan. Makanan instan

merupakan makanan yang paling sering dikonsumsi oleh rumah tangga miskin.

Keluarga miskin yang memiliki keterbatasan transportasi pada umumnya hanya

memiliki akses ke warung kecil, dimana pilihan makanan yang tersedia sangat

terbatas. Pada beberapa keluarga miskin, bahkan tidak memiliki kemampuan

untuk memasak ataupun menyimpan makanan (Endres, Robert & Cynthia 2004).

Pendapatan keluarga merupakan jumlah pemasukan yang didapatkan

(33)

sumberdaya. Istiadah (1999) menyatakan bahwa suami merupakan kepala

rumah tangga sekaligus pencari nafkah utama bagi kehidupan keluarga.

Pendapatan keluarga yang paling utama biasanya didapatkan dari suami atau

ayah. Pada keluarga yang sangat kekurangan bisa saja ibu turut mencari nafkah

untuk memenuhi kebutuhan agar dapat meningkatkan pendapatan keluarga.

Khomsan (2004) menyatakan bahwa peningkatan pendapatan keluarga akan

mampu memperbaiki konsumsi pangan seluruh anggota keluarga.

Produktivitas yang rendah menjadikan pendapatan rendah. Penghasilan

yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan primer keluarga seperti sandang,

perumahan, serta makanan dan minuman yang bergizi. Akibat dari penghasilan

yang kurang, mutu pendidikan anak kurang bermutu karena ketidakmampuan

menyekolahkan anak-anak ke sekolah yang tinggi. Hal ini akan menyebabkan

rendahnya kualitas sumberdaya manusia di masa depan (Ravianto 1985).

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik atau disebut juga aktivitas eksternal adalah kegiatan yang

menggunakan tenaga atau energi untuk melakukan berbagai kegiatan fisik,

seperti berjalan, berlari, berolahraga, dan lain-lain. Setiap kegiatan fisik

membutuhkan energi yang berbeda menurut lamanya intensitas dan kerja otot

(FKM-UI 2007). Menurut Hoeger dan Hoeger (2005) akitivitas fisik adalah

pergerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot skeletal dan membutuhkan

pengeluaran energi.

Aktivitas orang dewasa biasanya dibagi menjadi tiga golongan yaitu

ringan, sedang dan berat. Semakin berat aktivitas yang dilakukan, semakin

banyak energi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas tersebut. Oleh karena

itu, faktor aktivitas umumnya digunakan untuk menaksir angka kebutuhan energi

seseorang (Khumaidi 1989). Contoh aktivitas fisik yang biasa dilakukan termasuk

berjalan, naik tangga, berkebun, melakukan tugas rumah tangga, berdansa, dan

mencuci mobil (Hoeger & Hoeger 2005).

Semua gerakan tubuh membutuhkan energi. Semakin berat gerakan

yang dilakukan, semakin besar energi yang diperlukan oleh tubuh (Holman 1987;

Hoeger & Hoeger 2005). Pengeluaran energi beragam antara orang yang satu

dengan yang lain (Mardlaw & Hampl 2007). Dalam hal ini, aktivitas fisik

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kebutuhan energi seseorang

(34)

pengeluaran energi dengan komponen utama angka metabolisme massal (BMR)

dan kegiatan fisik sesuai tingkatannya (Hoeger & Hoeger 2005).

FAO/WHO/UNU (2001) menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah variabel

utama, setelah angka metabolisme basal dalam penghitungan pengeluaran

energi. Setiap orang memiliki aktivitas atau kegiatan yang wajib dilakukan setiap

hari. Kegiatan wajib tersebut tidak hanya pekerjaan yang mendatangkan

penghasilan, namun juga meliputi kegiatan lain seperti kegiatan domestik rumah

tangga, bersosialisasi, rekreasi dan lain sebagainya. Walaupun tidak penting

secara ekonomi, namun pengeluaran energi untuk kegiatan-kegiatan tersebut

perlu diperhitungkan agar didapatkan angka pengeluaran energi seseorang

sebagai manusia tidak hanya sebagai pekerja. Pengeluaran energi tersebut

kemudian dapat menjadi gambaran kebutuhan energi agar seseorang dapat

hidup dengan lebih sejahtera dan berkualitas secara keseluruhan. Besarnya

aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam PAL

(Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik.

PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram

berat badan dalam 24 jam. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut

FAO/WHO/UNU (2001) :

Keterangan : PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)

PAR : Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk

tiap jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)

Selanjutnya tingkat aktivitas fisik dikategorikan sebagai berikut :

Tabel 1 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL

Kategori Nilai PAL

Ringan (sedentary lifestyle)

Sedang (active or moderately active lifestyle)

Berat (vigorous or vigorously active lifestyle)

1.40-1.69

1.70-1.99

2.00-2.40

Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)

FAO/WHO/UNU (2001) menyatakan bahwa kategori tingkat aktivitas fisik

mengarah kepada jenis pekerjaan. Orang-orang yang termasuk dalam kategori

tingkat aktivitas fisik ringan merupakan orang-orang yang tidak banyak

(35)

menggunakan kendaraan sebagai alat transportasi, dan lebih banyak

menghabiskan waktunya untuk kegiatan dalam posisi berdiri diam atau duduk,

misalnya staf atau karyawan kantor. Orang-orang yang termasuk dalam tingkat

aktivitas sedang merupakan orang-orang yang memiliki pekerjaan yang tidak

terlalu banyak mengeluarkan tenaga, namun energi yang dikeluarkan sedikit

lebih tinggi dibanding tingkat aktivitas ringan. Pada umumnya orang-orang

tersebut melakukan suatu pekerjaan berat namun dalam satu jangka waktu

tertentu, seperti tukang batu atau pekerja konstruksi. Selain itu, aktivitas

mengambil air atau mengumpulkan kayu bakar juga dapat meningkatkan

pengeluaran energi. Orang-orang yang termasuk dalam tingkat aktivitas berat

adalah orang-orang yang dalam kesehariannya melakukan aktivitas yang

mengeluarkan banyak energi seperti menari, berenang, bekerja sebagai buruh

tani yang melakukan pekerjaan mencangkul, dan berjalan kaki dalam jarak yang

[image:35.595.112.510.337.727.2]

jauh dengan beban yang berat.

Tabel 2 Perhitungan PAL untuk populasi dewasa

Jenis aktivitas alokasi

waktu PAR

alokasi x PAR

rata-rata PAL Sedentary or light activity lifestyle

Sleeping 8 1.0 8.0

Personal care 1 2.3 2.3

Eating 1 1.5 1.5

Cooking 1 2.1 2.1

Sitting 8 1.5 12.0

General household work 1 2.8 2.8

Driving car to/from work 1 2.0 2.0

Walking at varying paces without a load 1 3.2 3.2

Light leisure activities 2 1.4 2.8

Total 24 36.7 36.7/24=1.53

Active or moderately active lifestyle

Sleeping 8 1 8

Personal care (dressing, showering) 1 2.3 2.3

Eating 1 1.5 1.5

Standing, carrying light loads 8 2.2 17.6

Commuting to/from work on the bus 1 1.2 1.2

Walking at varying paces without a load 1 3.2 3.2

Low intensity aerobic exercise 1 4.2 4.2

Light leisure activities 3 1.4 4.2

(36)

Jenis aktivitas alokasi

waktu PAR

alokasi x PAR

rata-rata PAL Vigorous or vigorously active lifestyle

Sleeping 8 1 8

Personal care (dressing, bathing) 1 2.3 2.3

Eating 1 1.4 1.4

Cooking 1 2.1 2.1

Non-mechanized agricultural work 6 4.1 24.6

Collecting water/wood 1 4.4 4.4

Non-mechanized domestic chores 1 2.3 2.3

Walking at varying paces without a load 1 3.2 3.2

Miscellaneous light leisure activities 4 1.4 5.6

Total 24 53.9 53.9/24=2.25

Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)

Pada umumnya semakin intens aktivitas yang dilakukan maka tubuh akan

mengalami rasa penat atau lelah. Kepenatan atau tingkat ketegangan

mempengaruhi produktivitas kerja. Semakin tinggi tingkat kepenatan seseorang

maka produktivitas kerja semakin rendah. Tidur diperlukan untuk menghilangkan

kepenatan setelah beraktivitas. Tidur dalam jangka waktu yang terlalu singkat

atau terlalu lama dapat mengakibatkan meningkatnya kepenatan sehingga

menurunkan produkivitas kerja (Ravianto 1985).

Konsumsi Pangan

Pangan adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja dan pengganti jaringan tubuh

yang rusak. Pangan menyediakan unsur-unsur kimia tubuh yang dikenal sebagai

zat gizi. Orang mengkonsumsi zat gizi yang terkandung dalam pangan untuk

memberikan energi kepada tubuh, mengatur proses-proses tubuh, untuk

pertumbuhan dan membantu memperbaiki jaringan-jaringan tubuh. (Harper et al.

1986).

Di samping tujuan utama penggunaan makanan sebagai pemberi zat gizi

bagi tubuh yang dibutuhkan untuk mempertahankan hidup, manusia juga

menggunakannya untuk nilai-nilai sosial, karena penggunaan makanan telah

melembaga sebagai alat untuk berhubungan dengan orang lain atau para dewa.

Oleh karena itu, makanan dalam setiap lingkungan masyarakat menyangkut gizi

dan aspek sosial. Setiap bahan pangan harus mampu memperbaiki fisiologik

(37)

kebiasaan makan dari lingkungan masyarakat (Buckle, Edwards, Fleet & Waston

1985).

Konsumsi pangan adalah informasi mengenai jumlah dan jenis pangan

yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang pada suatu waktu tertentu

(Hardinsyah & Martianto 1992). Suhardjo (1989) menyatakan bahwa kualitas gizi

seseorang akan lebih baik jika mengkonsumsi pangan yang beragam. Namun,

hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti keadaan ekonomi, segi-segi sosial

dan budaya, kesehatan serta perilaku dalam menyusun menu sehari-hari.

Konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan mengenai

gizi dan makanan yang dimilikinya. Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki

atau diketahui oleh seseorang yang didapatkan dari pengamatan indrawi.

Pengetahuan gizi akan mampu mengatasi keterbatasan konsumsi makanan yang

diakibatkan oleh kemiskinan atau keterbatasan akses keluarga terhadap pangan.

Dengan pengetahuan gizi yang baik, pengolahan dan pemafaatan pangan yang

tersedia dapat lebih optimal untuk memenuhi kebutuhan gizi (Harper et al. 1986).

Data BPS (2006) menunjukkan bahwa presentase pengeluaran pangan

masyarakat Indonesia lebih kecil daripada pengeluaran non pangan. Pendapatan

seseorang tidak mutlak mempengaruhi konsumsi pangan karena pendapatan

akan ditransformasikan menjadi pengeluaran yang terdiri dari pengeluaran

pangan dan non pangan. Pada konsep tradisional, konsumsi pangan akan

semakin baik dengan meningkatnya pendapatan. Hal ini tidak terjadi jika

pengeluaran non pangan seperti pendidikan dan pembelian barang-barang lebih

besar daripada pengeluaran pangan. Pengeluaran pangan yang meningkat

belum tentu meningkatkan pembelian makanan dengan gizi yang lebih bermutu

(Berg 1986).

Pemilihan orang dewasa muda terhadap makanan pada umumnya tidak

memperhatikan faktor kesehatan. Orang dewasa muda lebih memilih makanan

yang rasanya sesuai dengan selera dan harganya sesuai dengan daya beli.

Namun tidak demikian halnya dengan usia dewasa madya akhir dan lanjut usia

awal. Mereka lebih memperhatikan faktor kesehatan dan memilih makanan yang

(38)

Penilaian Konsumsi Pangan

Survey konsumsi pangan dimaksudkan untuk mengetahui dan

menelusuri konsumsi pangan baik dilihat dari jenis-jenis pangan,

sumber-sumbernya maupun jumlah yang dikonsumsinya, termasuk bagaimana

kebiasaan makanannya serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi

pangan tersebut. Data survei pangan dapat menunjukkan cukup tidaknya

konsumsi individu, keluarga, dan kelompok tertentu suatu masyarakat atau

penduduk bila dibandingkan dengan apa yang seharusnya dibutuhkan (Suhardjo,

Hardinsyah & Riyadi 1988).

Penilaian konsumsi pangan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

secara kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, dihitung jumlah pangan yang

atau makanan yang dikonsumsi, sedangkan secara kualitatif, penilaian melihat

frekuensi makan, frekuensi konsumsi pangan menurut jenis pangan, dan

kebiasaan makan (food habit). Pada cara kuantitatif, terdapat lima metode yang

sering digunakan untuk pengukuran konsumsi makanan individu yaitu metode

recall 24 jam, metode estimated food records, metode penimbangan makanan,

metode dietary history, dan metode frekuensi makanan (Supariasa et al. 2001).

Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan

jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu.

Pengukuran ini dianjurkan setidaknya dilakukan sebanyak 2 x 24 jam, karena

data yang berasal hanya dari 24 jam saja cenderung kurang representatif untuk

menggambarkan kebiasaan makan individu. Waktu 2 x 24 jam yang tidak

berturut-turut dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan

memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu (Supariasa et

al. 2001).

Metode recall digunakan untuk estimasi jumlah pangan dan minuman

yang dikonsumsi oleh seseorang selama 24 jam yang lalu atau sehari sebelum

wawancara dilakukan. Dengan metode ini akan diketahui besarnya porsi pangan

berdasarkan ukuran rumah tangga, kemudian dikonversi ke ukuran metrik (g)

(Riyadi 2004).

Tingkat Konsumsi dan Angka Kecukupan Zat Gizi

Zat gizi adalah zat atau unsur-unsur kimia yang terkandung dalam

makanan yang diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh secara normal.

Manusia memerlukan zat gizi agar dapat hidup dengan sehat dan

(39)

diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk

melakukan kegiatan internal dan eksternal, pemeliharaan tubuh dan

pertumbuhan, serta untuk aktivitas khususnya untuk orang dewasa dan lanjut

usia. Kekurangan zat gizi, khususnya energi dan protein pada tahap awal

menimbulkan rasa lapar dan dalam jangka waktu tertentu dapat menurunkan

berat badan disertai dengan menurunnya kemampuan (produktivitas) kerja

(Hardinsyah & Martianto 1992). Sehingga penting untuk mengetahui angka

kecukupan dan tingkat konsumsi zat gizi.

Penilaian untuk mengetahui tingkat konsumsi zat gizi dilakukan dengan

membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual (nyata) dengan kecukupan gizi

yang dianjurkan. Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen. Secara

umum, tingkat konsumsi dirumuskan sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan

1994):

Angka kecukupan gizi adalah taraf konsumsi zat-zat gizi esensial, yang

berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan

hampir semua orang sehat. Namun, angka kecukupan ini digunakan untuk

berbagai keperluan yang sifatnya menyangkut populasi seperti merencanakan

dan menyediakan suplai pangan untuk penduduk atau kelompok penduduk

(Almatsier 2003). Sehingga jika akan digunakan untuk penaksiran angka

kecukupan individu, untuk energi dan protein perlu dilakukan koreksi dengan

menggunakan berat badan aktual sehat dengan rumus sebagai berikut

(Hardinsyah & Briawan 1994):

Energi

Energi dalam tubuh manusia dapat dihasilkan karena adanya

pembakaran karbohidrat, protein, dan lemak sehingga manusia memerlukan

makanan yang cukup bagi tubuhnya (Marsetyo & Kartasapoetra 1991). Manusia

membutuhkan energi dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Energi berfungsi

(40)

manusia tidak dapat hidup dan bekerja secara optimal. Hal ini berpengaruh pada

kesehatan dan pada gilirannya akan menurunkan produktivitas (Pergizi pangan

1999).

Energi yang diperlukan diperoleh dari energi potensial yang tersimpan

dalam pangan yang berupa energi kimia. Energi kimia ini dilepaskan waktu

terjadi pembakaran ikatan kimia dalam tubuh (dalam proses metabolik). Energi

diukur dalam satuan kalori (Karsin 2004). Angka kecukupan energi untuk

kelompok pria dewasa usia 19-29 tahun, 30-49 tahun, dan 50-64 tahun

berturut-turut dalam tabel angka kecukupan gizi 2004 adalah 2515 kkal, 2315 kkal, 2307

kkal per hari (WNPG 2004).

Pada umumnya kebutuhan energi orang dewasa didasarkan pada

produksi energi dalam tubuh yang berfungsi untuk melakukan kerja internal,

melakukan kerja eksternal (aktivitas fisik), dan menutup pengaruh aksi dinamik

spesifik (SDA) makanan. Oleh karena itu dalam perhitungan kebutuhan energi

orang dewasa terlebih dahulu dihitung angka metabolisme basal (AMB). Selain

itu, jumlah energi untuk melakukan aktivitas fisik juga turut diperhitungkan

(Suhardjo & Kusharto 1992).  

Angka metabolisme basal dapat dihitung dengan banyak persamaan

termasuk diantaranya adalah perhitungan AMB berdasarkan Schofield equation

dalam FAO/WHO/UNU (2001) dan Oxford equation dalam (WNPG 2004).

Schofield equation merupakan persamaan yang didapatkan dari hasil penelitian

yang dilakukan di Amerika Utara dan Eropa Barat. WNPG (2004) menyatakan

bahwa dalam penggunaannya Schofield equation menghasilkan nilai

pengeluaran energi yang overestimate sekitar 10-15% jika digunakan untuk

menaksir angka pengeluaran energi ras ASIA. Oxford equation merupakan

persamaan yang didapatkan dari hasil metaanalysis yang dilakukan di Filipina,

sehingga Oxford equation dianggap lebih sesuai untuk perhitungan pengeluaran

energi komunitas ras Asia.

Tabel 3 Rumus Schofield equation dan Oxford Equation bagi pria dewasa Nama persamaan Rentang Usia (tahun) Persamaan

Schofield equation*) 18 – 30 15.057 (BB) + 692.2 30 – 60 11.472 (BB) + 873.1

Oxford equation**) 19 – 29 16.8 (BB) + 498

30 – 64 16.0 (BB) + 462

keterangan : BB : berat badan (kg)

(41)

Protein

Protein merupakan molekul makro yang terdiri atas rantai-rantai panjang

asam amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Terdapat dua

puluh jenis asam amino yang telah diketahui, yang terdiri dari sembilan asam

amino esensial dan sebelas asam amino nonesensial (Almatsier 2003).

Berdasarkan sumbernya, protein diklasifikasikan menjadi protein hewani dan

protein nabati. Protein hewani yaitu protein dalam bahan makanan yang berasal

dari binatang, seperti dari daging, susu, dan ikan. Protein nabati adalah protein

yang berasal dari tumbuhan seperti jagung dan kacang-kacangan (Sediaoetama

2006)

Almatsier (2003) menyatakan bahwa protein memiliki peran yang sangat

penting bagi tubuh yaitu sumber energi, pertumbuhan dan pemeliharaan,

pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air,

memelihara netralitas tubuh, membentuk antibodi, dan mengangkut zat-zat gizi.

Protein berfungsi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, menggantikan

sel-sel yang mati, dan habis terpakai sebagai protein struktural. Protein juga

berfungsi dalam mekanisme pertahanan tubuh melawan berbagai mikroba dan

zat toksin lain yang datang dari luar dan masuk ke dalam tubuh. Sebagai zat-zat

pengatur, protein mengatur proses-proses metabolisme dalam bentuk enzim dan

hormon.

Angka kecukupan protein untuk pria dewasa usia 19-29 tahun, 30-49

tahun, dan 50-64 tahun dalam tabel angka kecukupan gizi 2004 adalah 60 g per

hari (WNPG 2004). Defisiensi protein umumnya terjadi pada masa anak-anak

dan jarang ditemukan pada orang dewasa. Namun demikian, defisiensi protein

dalam waktu yang lama akan mengekibatkan ketidakseimbangan kondisi tubuh

mengingat protein merupakan zat gizi yang sangat substansial bagi tubuh

(Sediaoetama 2006)

Fe (Zat besi)

Zat besi (Fe) merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia

(Almatsier 2003). Bahan makanan yang banyak mengandung zat besi antara lain

adalah hati, dan daging dari bahan pangan sumber hewani dan kacang kedelai,

kacang tanah, kacang panjang, serta sayuran hijau. Zat besi yang berasal dari

tumbuhan yang dapat diabsorpsi hanya sedikit bila dibandingkan dngan bahan

(42)

Zat besi (Fe) merupakan elemen mikro yang essensial bagi tubuh. Zat ini

terutama diperlukan dalam hemopoesis (pembentukan darah), yaitu dalam

sintesa hemoglobin (Hb). Di samping itu, beberapa enzim memerlukan Fe

sebagai faktor penggiat (Sediaoetama 2006). Zat besi (Fe) dalam tubuh juga

berperan dalam transportasi dan penyimpanan oksigen (Guthrie & Picciano

1995).

Angka kecukupan zat besi (Fe) untuk pria dewasa usia 19-29 tahun,

30-49 tahun, dan 50-64 tahun dalam tabel angka kecukupan gizi 2004 adalah 13 mg

per hari (WNPG 2004). Defisiensi besi merupakan defisiensi yang paling umum

terjadi karena daya serap tubuh manusia terhadap Fe relatif sulit. Defisiensi

terutama menyerang golongan rentan, seperti anak-anak, remaja, ibu hamil dan

menyusui serta pekerja berpenghasilan rendah (Almatsier 2003). Rendahnya

kemampuan kerja jasmani pada umumnya berhubungan dengan defisiensi besi

(Anwar 1998). Defisiensi besi dapat berakibat menurunkan produktivitas dan

kapasitas fisik saat bekerja dan menurunkan imunitas seluler dan meningkatkan

kesakitan (Widayani 2004). Produktivitas pekerja yang kekurangan zat besi

menurun 10-30% daripada pekerja yang sehat (Baliwati et al. 2004).

Defisiensi zat gizi besi dapat menimbulkan anemia gizi besi. Salah satu

gejala fisik yang terjadi pada anemia gizi besi adalah penurunan kemampuan

kerja. Efek fisik lainnya adalah peningkatan sensitivitas terhadap penyakit flu,

gangguan gastrointestinal, konstipasi, dan diare (Guthrie & Picciano 1995).

Pekerja yang membutuhkan tenaga besar akan merasa cepat lelah karena

anemia gizi besi menyebabkan tenaga berkurang. Dengan demikian hasil

kerjanya akan rendah karena produktivitas kerja menurun. Kekurangan zat besi

akan menurunkan ketahanan tubuh terhadap penyakit infeksi. Kelebihan zat besi

bisa mengakibatkan mikroorganisme memanfaatkannya untuk pertumbuhan

sehingga penyakit yang diderita semakin parah (Wirakusumah 1999).

Vitamin A

Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Vitamin A

adalah suatu kristal alkohol berwarna kuning dan larut dalam lemak atau pelarut

lemak. Di dalam tubuh, vitamin A berfungsi dalam beberapa bentuk ikatan kimia

aktif, yaitu retinol (bentuk alkohol), retinal (aldehida), dan asam retinoat (bentuk

asam). Vitamin A tahan terhadap panas cahaya dan alkali, tetapi tidak tahan

(43)

yang menyatakan semua retinoid dan prekursor/provitamin A/karotenoid yang

mempunyai aktivitas biologik sebagai retinol (Almatsier 2003).

Vitamin A terdapat di dalam pangan hewani, sedangkan karoten terutama

di dalam pangan nabati. Sumber vitamin A adalah hati, kuning telur, lemak susu,

dan mentega. Sumber karoten adalah sayuran berwarna hijau tua serta sayuran

dan buah-buahan yang berwarna kuning-jingga, seperti daun singkong, daun

kacang, wortel, jeruk dan lain-lain. Vitamin A essensial untuk pemeliharaan

kesehatan dan kelangsungan hidup dan berbagai fungsi faali tubuh. Vitamin A

berperan dalam fungsi penglihatan, diferensia sel, kekebalan, pertumbuhan dan

perkembangan dan reproduksi (Almatsier 2003).

Defisiensi vitamin A dapat merupakan kekurangan primer akibat kurang

konsumsi, atau kekurangan sekunder karena gangguan penyerapan dan

penggunaannya dalam tubuh, kebutuhan yang meningkat, ataupun karena

gangguan pada konversi karoten menjadi vitamin A. Organ tubuh yang

mengalami degradasi fungsi akibat defisiensi vitamin A adalah mata. Buta senja

adalah salah satu tanda awal kekurangan vitamin A, selain itu juga dapat terjadi

perubahan pada mata berupa xeroftalmia. WHO (1982) dalam Almatsier (2003)

mengklasifikasikan tingkat xeroftalmia sebagai berikut :

- XN : buta senja

- X1A : xerosis konjungtiva

- X1B : bercak bitot

- X2 : xerosis kornea

- X3A : ulkus kornea dengan xerosis

- X3B : keratomalasia

- XS : parut kornea

- XF : xeroftalmia fundus

Angka kecukupan vitamin A bagi pria dewasa dalam daftar AKG 2004

adalah sebesar 600 RE per hari (WNPG 2004). Defisiensi vitamin A menurunkan

fungsi kekebalan tubuh, sehingga mudah terserang infeksi. Lapisan sel yang

menutupi trakea dan paru-paru mengalami keratinisasi, tidak mengeluarkan

lendir, sehingga mudah dimasuki mikroorganisme atau bakteri atau virus dan

menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Perubahan pada kulit juga dapat

terjadi, disebut hiperkeratosis folikular. Pertumbuhan sel-sel terhambat pada

Gambar

Tabel 2  Perhitungan PAL untuk populasi dewasa
Tabel 4  Klasifikasi indeks massa tubuh (IMT)
Gambar 1  Kerangka berpikir penelitian
Gambar 2. Cara penarikan contoh penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel-variabel yang diteliti, meliputi sosial ekonomi keluarga (besar keluarga, pendapatan per kapita), karakteristik anak balita (usia, jenis kelamin dan tinggi badan),

Data primer meliputi sosial ekonomi keluarga (besar keluarga, pendapatan per kapita, pekerjaan orang tua dan pendidikan orang tua) karakteristik anak baduta

Adapun tujuan khusus penelitian ini yaitu: (1) mengetahui karakteristik keluarga balita meliputi besar keluarga, pendidikan, pekerjaan, dan pengeluaran RT per kapita di

Adapun tujuan penelitian ini secara khusus adalah: (1) Menganalisis karakteristik sosial-ekonomi (pendidikan, pendapatan, dan besar keluarga) wanita usia lanjut;

Perbedaan tersebut dipengaruhi dari pekerja- an memetik teh dengan alokasi waktu antara 6 sampai 8 jam per hari memiliki tingkat ak- tivitas fisik yang lebih tinggi dibandingkan de-

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini secara keseluruhan merupakan data primer yang meliputi karakteristik subjek (usia, jenis kelamin, pendapatan per kapita

Tingkat konsumsi energi rata-rata pada kelompok dewasa muda cenderung lebih tinggi dibanding dua kelompok usia lain, baik berdasarkan Schofield equation, Oxford equa- tion dan

Hal tersebut diduga dari pola kon- sumsi energi antara 3 kelompok hari tersebut mempunyai pola yang relatif sama, meskipun kebutuhan energi pada hari kerja lebih tinggi