• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, STATUS GIZI, DAN PRODUKTIVITAS KERJA WANITA PEMETIK TEH DI PTPN VIII BANDUNG, JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, STATUS GIZI, DAN PRODUKTIVITAS KERJA WANITA PEMETIK TEH DI PTPN VIII BANDUNG, JAWA BARAT"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, STATUS GIZI, DAN

PRODUKTIVITAS KERJA WANITA PEMETIK TEH

DI PTPN VIII BANDUNG, JAWA BARAT

VENNY AGUSTIANI MAHARDIKAWATI

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

RINGKASAN

VENNY AGUSTIANI MAHARDIKAWATI. Aktivitas Fisik, Konsumsi

Pangan, Status Gizi, dan Produktivitas Kerja Wanita Pemetik Teh di PTPN

VIII Bandung, Jawa Barat. Dibimbing oleh KATRIN ROOSITA SP, MSi,

dan LEILY AMALIA STP, MSi.

Manusia sebagai tenaga kerja merupakan faktor utama yang

menentukan produktivitas disamping peralatan yang digunakan. Oleh

karena itu, upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia merupakan

salah satu hal yang terpenting untuk meningkatkan produktivitas kerja.

Peningkatan kualitas sumberdaya manusia terkait dengan status gizi dan

status kesehatan (WHO 1995). Teh merupakan salah satu komoditas

perkebunan yang menjadi komoditas ekspor utama, menciptakan

lapangan pekerjaan serta meningkatkan pendapatan masyarakat.

Perkembangan produksi teh di Indonesia dari tahun 1995 sampai tahun

2006 cenderung fluktuatif, berkisar antara 111 000 ton sampai 132 000

ton per tahun (BPS 2006b). Perkembangan produksi teh yang cenderung

fluktuatif dipengaruhi dari input produksi teh, salah satunya adalah

sumberdaya tenaga kerja (Resmisari 2006). Bertolak dari hal tersebut

maka penelitian ini dilakukan untuk menganalisis aktivitas fisik, konsumsi

pangan dan gizi, status gizi dan produktivitas kerja wanita pemetik teh di

PTPN VIII Bandung, Jawa Barat.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis aktivitas

fisik, konsumsi pangan, status gizi, dan produktivitas kerja pada wanita

pemetik teh di PTPN VIII Bandung, Jawa Barat. Mengidentifikasi

karakteristik contoh yang meliputi usia, pendidikan, status karyawan,

upah, besar keluarga, pendapatan per kapita, masa kerja, dan jam kerja

per hari. Tujuan khususnya yaitu (1) menilai tingkat aktivitas fisik dan

mengukur pengeluaran energi contoh, (2) menganalisis jumlah dan jenis

konsumsi pangan serta tingkat konsumsi energi dan zat gizi contoh, (3)

menilai status gizi dan mengukur tingkat produktivitas kerja contoh, (4)

menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan aktivitas fisik, tingkat

konsumsi, status gizi, dan produktivitas kerja contoh.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian

ini dilakukan di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII, Kecamatan

Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2008. Populasi contoh

penelitian ini adalah wanita pemetik teh yang terpilih secara acak (random

sampling) pada penelitian sebelumnya yang berjumlah 504 orang (A

Study of Plantation Women Workers: Socio Economic Status, Family

Strength, Food Consumption, and Children Growth and Development oleh

Sunarti, Roosita & Herawati (2007)).

Kriteria contoh dalam penelitian tersebut adalah wanita pemetik teh

yang memiliki anak usia dini (0-72 bulan) dan dapat diwawancarai.

Populasi contoh tersebar di lima wilayah perkebunan yang kemudian

disebut “cluster area” yaitu Rancabali, Purbasari, Malabar, Talun Santosa,

dan Sedep. Secara purposive terpilih Malabar sebagai cluster yang contoh

pemilihannya berdasarkan pertimbangan kemudahan akses, jarak, dan

(3)

topografi serta kehomogenan antar cluster. Jumlah contoh pada penelitian

awal (Sunarti, Roosita & Herawati 2007) di cluster Perkebunan Malabar

berjumlah 102 orang. Pada saat pengambilan data sebanyak 8 orang

contoh pindah tempat tinggal dan tidak lagi bekerja sebagai pemetik teh,

sehingga jumlah contoh penelitian ini berjumlah 92 orang.

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data

primer meliputi karakteristik contoh, konsumsi pangan, aktivitas fisik, data

antropometri (berat badan dan tinggi badan), dan produktivitas kerja

(jumlah petikan daun teh per hari kerja efektif). Data sekunder didapatkan

dari PT Perkebunan Nusantara VIII Bandung yang meliputi gambaran

tenaga kerja dan gambaran umum lokasi penelitian. Analisis data diolah

dengan menggunakan Microsoft Excel 2003 dan Statistical Program for

Social Sciences (SPSS) version 12.0 for windows.

Hasil penelitian menunjukkan usia contoh berkisar antara 21

sampai 55 tahun dengan usia rata-rata 34.8 tahun. Sebagian besar contoh

berada pada usia dewasa madya yaitu antara 30 sampai 49 tahun dan

20.6% diantaranya berusia 21 sampai 29 tahun. Lebih dari separuh

jumlah contoh berpendidikan sekolah dasar. Lebih dari separuh jumlah

contoh tergolong miskin dan 37% contoh termasuk tidak miskin dengan

pendapatan per kapita rata-rata sebesar Rp 162 500 per bulan. Lebih dari

separuh jumlah contoh memiliki jumlah anggota keluarga lima sampai

tujuh orang dengan jumlah anggota rata-rata sebanyak 5 orang.

Lebih dari separuh contoh memiliki status sebagai karyawan harian

lepas. Lebih dari separuh jumlah contoh memiliki masa kerja antara 1-14

tahun dengan masa kerja contoh rata-rata 13.8 tahun. Sebagian besar

contoh bekerja antara 6 sampai 8 jam per hari dengan 5.9 jam per hari.

Hampir seluruh contoh memiliki upah masih dibawah UMR dan upah

rata-rata yang diterima contoh per bulan sebesar Rp 327 500.

Perhitungan

kebutuhan

energi

atau

pengeluaran

energi

berdasarkan persamaan angka metabolisme basal menurut Schofield

equation dan Oxford equation dikali dengan faktor aktivitas. Menurut

FAO/WHO/UNU (2001) pengkategorian tingkat aktivitas fisik dibagi

menjadi tiga, yaitu ringan (1.40≤PAL≤1.69), sedang (1.70≤PAL≤1.99), dan

berat (2.00≤PAL≤2.40). Aktifitas fisik contoh tertinggi pada hari kerja

dengan nilai PAL rata-rata sebesar 1.87 (p<0.05). Demikian pula dengan

pengeluaran energi rata-rata contoh lebih tinggi pada hari kerja yaitu

sebesar 2362 kkal (Schofield equation) dan 2223 kkal (Oxford equation)

dibandingkan dengan hari libur (p<0.05).

Jenis kegiatan contoh dikelompokkan menjadi empat kelompok

kegiatan besar, yaitu aktivitas umum (general personal activities), kegiatan

transportasi (means of transport), kegiatan rumah tangga (domestic

chores), dan kegiatan pertanian (agricultural activities) sebagai pekerjaan

utama. Alokasi waktu dan pengeluaran energi terbesar pada jenis aktivitas

tidur, menonton TV, memasak, merawat anak, dan memetik teh.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan aktivitas fisik contoh adalah pengeluaran

energi, sedangkan faktor-faktor yang berhubungan dengan aktivitas fisik

contoh adalah usia dan berat badan.

(4)

Tingkat konsumsi energi contoh rata-rata pada hari kerja, hari libur,

dan gabungan hari kerja dan hari libur menurut AMB Schofield equation

masing-masing sebesar 95.1%, 103.2%, dan 97.2%. Tingkat konsumsi

energi contoh rata-rata pada hari kerja, hari libur, dan gabungan hari kerja

dan hari libur menurut AMB Oxford equation masing-masing sebesar

101.1%, 116.7%, dan 103.3%. Namun, analisa secara statistik tidak

menunjukkan perbedaan diantara ketiga kelompok tersebut. Tercukupinya

kebutuhan energi contoh karena konsumsi pangan sumber karbohidrat

terutama nasi sangat banyak, yaitu 1011 gram/orang/hari.

Demikian pula dengan konsumsi zat gizi (protein, vitamin A, vitamin

C dan zat besi) tidak berbeda diantara ketiga kelompok hari tersebut.

Tingkat konsumsi protein contoh rata-rata sebesar 67.9% per hari.

Sebagian besar contoh mengalami tingkat konsumsi <77% dalam

pemenuhan kecukupan vitamin A sehingga tergolong defisit. Rendahnya

tingkat konsumsi contoh karena masih rendahnya konsumsi pangan

sumber vitamin A terutama sayuran daun hijau. Hampir seluruh contoh

mengalami defisit pada tingkat konsumsi vitamin C dengan tingkat

konsumsi vitamin C rata-rata sebesar 20.5%. Sumber vitamin C contoh

terutama dari seperti kol, kangkung, dan kentang. Faktor yang

berhubungan dengan tingkat konsumsi vitamin C contoh adalah

pendidikan. Hampir seluruh contoh berada pada kategori defisit dalam

pemenuhan kebutuhan zat besi dengan tingkat konsumsi zat besi

rata-rata sebesar 37.9%. Sumber zat besi contoh terutama dari pangan nabati

seperti nasi, tempe, dan tahu. Faktor-faktor yang berhubungan dengan

tingkat konsumsi zat besi contoh adalah usia dan pendapatan per kapita.

Hampir seluruh contoh mengonsumsi teh setiap harinya. Konsumsi teh

contoh rata-rata 5 gelas per hari, dengan persentase terbesar sebanyak

45.6% mengonsumsi teh dalam jumlah 1 sampai 5 gelas per hari.

Lebih dari separuh jumlah contoh berada pada kategori status gizi

normal dan sebanyak 30.4% mengalami kegemukan (IMT>25).

Faktor-faktor yang berhubungan dengan IMT contoh adalah tingkat konsumsi

energi berdasarkan kebutuhan energi menurut Schofield equation dan

Oxford equation.

Produktivitas kerja contoh dinyatakan dalam jumlah petikan pucuk

teh per hari (kg per hari). Sebagian besar contoh memiliki jumlah petikan

pucuk teh per hari antara 20-41 kg/hari yang tergolong sedang dan 14.1%

diantaranya memiliki jumlah petikan pucuk teh >41 kg/hari yang tergolong

tinggi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan produktivitas kerja contoh

adalah pendapatan per kapita, upah, status karyawan, jam kerja per hari,

dan tingkat konsumsi zat besi.

(5)

AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, STATUS GIZI, DAN

PRODUKTIVITAS KERJA WANITA PEMETIK TEH

DI PTPN VIII BANDUNG, JAWA BARAT

VENNY AGUSTIANI MAHARDIKAWATI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(6)

Judul Skripsi : Aktivitas Fisik, Konsumsi Pangan, Status Gizi, dan Produktivitas Kerja Wanita Pemetik Teh di PTPN VIII Bandung, Jawa Barat Nama : Venny Agustiani Mahardikawati

NRP : A54104015

Disetujui

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Katrin Roosita, SP, MSi) (Leily Amalia, STP, MSi) NIP: 132 232 457 NIP: 132 311 722

Diketahui

Dekan Fakultas Pertanian

(Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr) NIP: 131 124 019

(7)

PRAKATA

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam atas segala karunia dan kasih sayangNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2008 ini adalah produktivitas kerja, dengan judul “Aktivitas Fisik, Konsumsi Pangan, Status Gizi, dan Produktivitas Kerja Wanita Pemetik Teh di PTPN VIII Bandung”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan pada;

1. Ibu Katrin Roosita SP, MSi dan Ibu Leily Amalia STP, MSi sebagai dosen pembimbing yang selalu meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk memberi bimbingan dan masukan bagi perbaikan skripsi ini

2. Bapak Yayat Heryatno SP, MPS sebagai dosen pemandu seminar dan dosen penguji atas semua saran dan masukan bagi perbaikan skripsi ini 3. Bapak Dr. Ir Budi Setiawan MS sebagai dosen pembimbing akademik

yang telah membimbing penulis selama kuliah

4. Bapak Ir Nandi Suhandi dan staf Perkebunan Malabar PTPN VIII yang telah memberikan izin tempat dalam penelitian ini serta keluarga besar Bapak Suhendar dan warga Desa Banjarsari atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian di wilayah tersebut

5. Kedua orang tua dan adik-adik tercinta (Chitra, Fahmi, Zulfikar, dan Bintang) yang selalu memberikan cinta, doa, kasih sayang, semangat dan dukungannya

6. Rekan-rekan satu tim penelitian (Yuli F, Noni Eka, Novita M, Firdaus, Teh Cica dan Bang Fahmi), terima kasih atas kerjasamanya

7. Any, Nadiya, Ira, Rizka, Angelica, Devi P, Ratna, Adhien, Rika, GMSK 41, 40, 39, GM 42 dan 43 terima kasih atas persahabatannya selama ini 8. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, terima

kasih atas semua dukungan dan doanya Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2008

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten pada tanggal 5 Agustus 1986. Penulis merupakan putri pertama dari lima bersaudara, dari keluarga Bapak Suparta SPd dan Ibu Masnah SPd.

Penulis menempuh pendidikan di SMAN 4 Pandeglang-Banten hingga tahun 2004. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan ataupun kegiatan kemasyarakatan. Pada tahun 2004 penulis aktif sebagai salah satu pengurus UKM FORCES (Forum for Scientific Studies) IPB. Selanjutnya pada tahun 2005 penulis terlibat dalam kepengurusan HIMAGITA (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian) dan pada tahun 2006 ikut dalam kepengurusan HMPPI (Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia) komisariat IPB. Selain itu, penulis juga aktif terlibat dalam berbagai kepanitiaan seminar yang diselenggarakan HIMAGITA.

Pada tahun 2006 penulis juga pernah menjadi relawan dalam penanggulangan korban gempa dan bencana alam di Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah di bawah koordinasi dari Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia IPB. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum pada Mata Kuliah Ilmu Bahan Makanan dan Mata Kuliah Metabolisme Zat Gizi semester genap pada tahun 2007-2008.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 3 Manfaat ... 3 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Profil Wanita Pemetik Teh ... 4

Karakteristik Contoh ... 4

Aktivitas Fisik ... 6

Konsumsi Pangan dan Gizi ... 9

Penilaian Konsumsi Pangan ... 10

Konsumsi Energi dan Zat Gizi Wanita Dewasa ... 11

Mean adequacy ratio (MAR) ... 15

Teh ... 15

Status Gizi ... 16

Penilaian Status Gizi ... 17

Produktivitas Kerja ... 18

Pengukuran Produktivitas Kerja ... 19

Lama Jam Kerja ... 21

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja ... 22

Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja ... 22

PT Perkebunan Nusantara VIII ... 25

KERANGKA PEMIKIRAN ... 26

METODE ... 29

Desain, Tempat dan Waktu ... 29

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ... 29

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 30

Pengolahan dan Analisis Data ... 31

Definisi Operasional ... 37

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

(10)

Karakteristik Contoh ... 42

Aktivitas dan Pengeluaran Energi ... 48

Konsumsi Pangan dan Tingkat Konsumsi ... 53

Status Gizi ... 61

Produktivitas Kerja ... 62

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Fisik dan Pengeluaran Energi ... 63

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Gizi ... 64

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi ... 66

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Produktivitas Kerja.... 66

KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perhitungan tingkat aktivitas fisik untuk populasi ... 7

2. Tingkat kegiatan fisik (PAL) bagi orang dewasa ... 9

3. Klasifikasi indeks massa tubuh menurut WHO ... 17

4. Jenis dan cara pengumpulan data primer ... 30

5. Cara pengkategorian variabel penelitian ... 34

6. Cara analisis korelasi antar variabel ... 36

7. Sebaran Jumlah tenaga kerja Perkebunan Malabar tahun 2008 ... 41

8. Jumlah pemetik teh di Perkebunan Malabar tahun 2008 ... 41

9. Hubungan status karyawan dengan upah yang diterima contoh... 45

10.

Sebaran contoh menurut tingkat aktivitas fisik (PAL) ... 49

11. Jenis aktivitas, alokasi waktu dan pengeluaran energi contoh ... 51

12. Konsumsi rata-rata, kebutuhan dan tingkat konsumsi energi contoh pada hari kerja, hari libur dan gabungan hari kerja dan hari libur ... 54

13. Nilai rata-rata konsumsi, AKG, dan tingkat konsumsi zat gizi pada hari kerja, hari libur dan gabungan hari kerja dan hari libur ... 55

14. Nilai dan jumlah persentase pangan dan gizi terhadap konsumsi ... 56

15. Sebaran contoh menurut tingkat konsumsi vitamin A ... 58

16. Sebaran contoh menurut tingkat konsumsi vitamin C ... 58

17. Sebaran contoh menurut tingkat konsumsi zat besi ... 59

18. Nilai rata-rata tingkat konsumsi zat gizi ... 60

19. Sebaran contoh menurut jumlah konsumsi teh ... 61

20. Hubungan usia dengan tingkat konsumsi zat besi contoh ... 64

21. Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat konsumsi vitamin C contoh ... 64

22. Hubungan pendapatan per kapita dengan tingkat konsumsizat besi contoh ... 65

23. Hubungan pendapatan per kapita dengan tingkat produktivitas kerja contoh ... 67

24. Hubungan status karyawan dengan tingkat produktivitas kerja contoh. ... 67

25. Hubungan jam kerja perhari dengan tingkat produktivitas kerja contoh...68

(12)

26. Hubungan upah dengan tingkat produktivitas kerja contoh...68 27. Hubungan tingkat kecukupan zat besi dengan tingkat produktivitas

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ... 28

2. Cara pengambilan contoh ... 29

3. Produksi pucuk teh basah Perkebunan Malabar tahun 2007 ... 42

4. Sebaran contoh menurut usia ... 43

5. Sebaran contoh menurut pendapatan pendidikan ... 43

6. Sebaran contoh menurut status karyawan ... 44

7. Sebaran contoh menurut upah yang diterima ... 45

8. Sebaran contoh menurut besar keluarga ... 46

9. Sebaran contoh menurut pendapatan per kapita ... 47

10.Sebaran contoh menurut masa kerja ... 47

11. Sebaran contoh menurut jam kerja per hari...48

12. Sebaran contoh menurut indeks massa tubuh...62

13. Sebaran contoh menurut petikan pucuk teh per hari...63

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Nilai dan jumlah persentase energi dan zat gizi terhadap konsumsi ... 79 2. Hasil uji statistik...82

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manusia sebagai tenaga kerja merupakan faktor utama yang menentukan produktivitas disamping peralatan yang digunakan. Menurut WHO (1995) rendahnya produktivitas kerja pada individu dipengaruhi oleh status gizi dan status kesehatan yang kurang baik. Oleh karena itu, upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia merupakan salah satu hal yang penting bagi peningkatan produktivitas kerja.

Jumlah tenaga kerja wanita yang semakin meningkat dan ikut secara aktif dalam proses produksi, maka usaha peningkatan produktivitas tenaga kerja menjadi sangat penting. Namun harus terkait juga berbagai segi yang dapat memperbaiki mutu kehidupan manusia seperti perbaikan kesehatan dan perbaikan gizi (Menteri Negara Urusan Peranan Wanita 1986).

Masalah gizi dan kesehatan yang ditemukan pada pekerja wanita antara lain anemia dan tingkat morbiditas yang tinggi pada akhirnya akan menurunkan produktivitas. Morbiditas yang tinggi berhubungan dengan gizi kurang dan rendahnya pendapatan (Ghassemi 1990). Penelitian Basta et al. (1979) menunjukkan bahwa tenaga kerja yang menderita anemia mempunyai produktivitas kerja 20% lebih rendah daripada tenaga kerja yang tidak anemia.

Produktivitas yang rendah selain mengakibatkan rendahnya pendapatan per kapita, juga mengakibatkan kesehatan masyarakat yang kurang baik. Hal tersebut diakibatkan oleh penghasilan yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan primer seperti sandang, pangan serta makanan-minuman yang bergizi. Akibat penghasilan yang rendah, pemenuhan pendidikan menjadi kurang berkualitas dan menyebabkan rendahnya kualitas sumberdaya manusia (Ravianto 1985a).

Gizi merupakan salah satu faktor penentu kapasitas kerja. Gizi kurang akan menurunkan kualitas kesehatan dan menurunkan produktivitas kerja seseorang. Rendahnya asupan gizi secara umum memberikan dampak pada produktivitas dan kekurangan zat gizi menyebabkan tenaga kerja sering tidak masuk kerja. Keadaan gizi dan kesehatan yang baik akan mempengaruhi ketahanan fisik dalam melakukan pekerjaan (Yarmani 2003).

Produktivitas kerja perkebunan teh sangat penting dan bersifat padat karya karena perkebunan teh membutuhkan tenaga pekerja pemetik teh dalam jumlah banyak. Produktivitas pemetik teh ditentukan oleh banyaknya petikan

(16)

daun teh. Peranan karyawan dengan tingkatan terendah dalam suatu perkebunan teh khususnya pemetik teh sangat besar, karena jumlah dan mutu teh yang dihasilkan akan sangat bergantung pada jumlah dan mutu petikan. Pada perkebunan teh, jumlah pemetik teh relatif lebih banyak dibandingkan dengan jumlah karyawan lainnya, oleh karena itu peningkatan produktivitas pemetik teh akan memberikan kontribusi yang besar dalam peningkatan produktivitas perkebunan secara keseluruhan (Puspitaloka 2005).

Teh merupakan salah satu komoditas perkebunan yang menjadi komoditas ekspor utama, menciptakan lapangan pekerjaan serta meningkatkan pendapatan masyarakat. Perkembangan volume ekspor teh Indonesia dari tahun ke tahun terus menunjukkan penurunan yang diikuti dengan menurunnya nilai ekspor yang memberikan sumbangan devisa negara. Volume dan nilai ekspor teh Indonesia pada tahun 2002 sampai 2005 berturut-turut yaitu 95 500 ton (98 juta US$), 84 600 ton (91.8 US$), 55 800 ton (64.8 juta US$) dan 45 000 ton (49.7 juta US$) (BPS 2007).

Perkembangan produksi teh di Indonesia dari tahun 1995 sampai tahun 2006 juga cenderung fluktuatif, berkisar pada angka produksi 111 000 ton sampai 132 000 ton per tahun (BPS 2006b). Perkembangan produksi teh yang cenderung fluktuatif dipengaruhi oleh input produksi teh, salah satunya adalah sumberdaya tenaga kerja (Resmisari 2006).

PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) adalah salah satu perkebunan teh di Indonesia yang memiliki pangsa pasar terbesar penghasil devisa dari komoditas teh. PTPN VIII menguasai sekitar 70% pangsa pasar teh Indonesia. Lokasi perkebunan PTPN VIII memiliki lahan perkebunan teh yang luas terletak di Kabupaten Bandung (Setiady 2003).

Pekerja di perkebunan teh cenderung didominasi 90% oleh wanita. Nasib pekerja wanita di perkebunan sangat memprihatinkan. Menurut Nur R (2002) upah yang diterima sangat rendah, sekitar Rp 180 000.00-Rp 210 000.00 per bulan. Hal ini sejalan dengan penelitian Kurnia (2003) dan Puspitaloka (2005) menunjukkan rata-rata pendapatan pemetik teh berkisar Rp 100 000.00 sampai Rp 300 000.00 per bulan. Upah tersebut sangat tidak sesuai, karena dibawah kebutuhan hidup minimum di Jawa Barat pada tahun 2004 (Rp 418 258.00), dan di bawah upah minimum regional (Rp 366 500.00) serta di bawah upah rata-rata pekerja sebulan (Rp 685 682.00) (BPS 2007).

(17)

Nasib pekerja wanita tidak memiliki posisi tawar yang tinggi, cenderung menggunakan tenaga fisik agar dapat bertahan hidup. Pekerjaan sebagai pemetik teh memerlukan ketangguhan fisik karena rata-rata bekerja lebih dari delapan jam per hari terutama pada saat pucuk teh banyak, yaitu di musim penghujan. Pekerjaan seberat itu, tidak didukung dengan asupan gizi yang baik sehingga pada akhirnya kualitas hidup pekerja wanita cenderung memburuk (Nur R 2002).

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti aktivitas fisik, konsumsi pangan, status gizi, dan produktivitas kerja pada wanita pemetik teh di PTPN VIII Bandung, Jawa Barat.

Tujuan

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis aktivitas fisik, konsumsi pangan, status gizi, dan produktivitas kerja pada wanita pemetik teh di PTPN VIII Bandung, Jawa Barat. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah;

1. Mengidentifikasi karakteristik contoh yang meliputi usia, pendidikan, status karyawan, upah, besar keluarga, pendapatan per kapita, masa kerja, dan jam kerja per hari

2. Menilai tingkat aktivitas fisik dan mengukur pengeluaran energi contoh 3. Menganalisis jumlah dan jenis konsumsi pangan serta tingkat konsumsi

energi dan zat gizi contoh

4. Menilai status gizi dan mengukur tingkat produktivitas kerja contoh

5. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat aktivitas fisik dan pengeluaran energi, tingkat konsumsi, status gizi, dan produktivitas kerja contoh.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi bagi perusahaan atau pemerintah untuk perbaikan gizi dan peningkatan kualitas hidup pekerja, khususnya wanita pemetik teh. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan aplikasi ilmu gizi serta menjadi masukan untuk penelitian selanjutnya.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Profil Wanita Pemetik Teh

Menurut Undang-undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau masyarakat, sedangkan pekerja merupakan setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Hasil penelitian Kurnia pada tahun 2003 menunjukkan bahwa tenaga kerja pemetik teh didominasi oleh wanita (81.7%), hal ini dikarenakan wanita mempunyai keterampilan, ketekunan dan kesabaran yang tinggi. Selanjutnya penelitian Puspitaloka (2005) menunjukkan usia pemetik teh umumnya antara 19 sampai 55 tahun yang tergolong usia produktif.

Wanita pemetik teh sebagian besar berpendidikan sekolah dasar, sehingga tergolong berpendidikan rendah. Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan upah yang diterima sangat rendah dengan jaminan sosial yang kecil (Nur R 2002). Penelitian Kurnia (2003) menunjukkan pucuk teh rata-rata yang dipetik kurang dari 30 kg per hari dengan pendapatan rata-rata yang diperoleh berkisar Rp 100 000.00 sampai Rp 300 000.00 per bulan dengan jumlah jam kerja 7 jam per hari. Selanjutnya penelitian Puspitaloka (2005) menunjukkan pucuk teh yang dipetik rata-rata 25.1 kg per hari dengan pendapatan yang diperoleh sekitar Rp 183 300.00 rupiah per bulan.

Karakteristik Contoh Usia

Menurut Suhardjo (1989) semakin bertambah usia maka jumlah energi yang diperlukan akan semakin meningkat dan mencapai puncaknya pada masa dewasa, namun jumlah energi yang diperlukan tubuh akan mengalami penurunan kembali pada usia lanjut. Hasil penelitian Flippo (1984) dalam Soeprapto (1991) menunjukkan bahwa pertambahan usia dan adanya penyakit dapat menurunkan produktivitas kerja pada perusahaan yang memerlukan keterampilan tangan. Hal ini dapat diukur dengan tingkat absensi yang tinggi. Pendidikan

Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi, karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi gizi yang dimiliki menjadi lebih baik (Berg 1986). Tingkat pendidikan sangat berpengaruh

(19)

terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari khususnya dalam kesehatan dan gizi (Atmarita & Fallah 2004). Faktor pendidikan menentukan mudah tidaknya seseorang dalam menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang diperoleh. Akan tetapi seseorang dengan pendidikan rendah belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dengan orang lain yang berpendidikan tinggi (Apriadji 1986, diacu dalam FKM UI 2007).

Pendapatan

Terdapat hubungan timbal balik antara kesejahteraan tenaga kerja dan produktivitas. Semakin tinggi produktivitas tenaga kerja kesejahteraan hidupnya akan lebih terjamin, sebaliknya dengan kesejahteraan yang tinggi tenaga kerja akan mampu bekerja lebih produktif. Tingkat upah yang terlalu rendah di bawah standar pemenuhan kebutuhan fisik minimum akan menjadi penghambat peningkatan produktivitas tenaga kerja (Ravianto 1985b).

Tingkat pendapatan juga menentukan pola makan keluarga. Seseorang pada golongan ekonomi rendah cenderung mengalokasikan sebagian besar pendapatannya untuk pangan, sedangkan pada golongan menengah ke atas sebagian besar pendapatan dialokasikan untuk non pangan (Berg 1986). Hal tersebut didukung oleh Suhardjo (1989) yang menyatakan bahwa dengan meningkatnya pendapatan, akan terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanan dan kecenderungan merubah kebiasaan makan. Sebaliknya, jika pendapatan rendah (golongan miskin) cenderung menggunakan sebagian pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan pangan.

Pendapatan berpengaruh terhadap daya beli dan perilaku manusia dalam mengonsumsi pangan, peningkatan pendapatan mempunyai hubungan yang erat dengan perubahan dan perbaikan konsumsi pangan. Pengeluaran untuk pangan mempunyai pengaruh yang baik terhadap konsumsi pangan. Hal ini karena semakin besar jumlah pengeluaran untuk pangan, jumlah yang dibeli akan semakin beragam. Jika pendapatan naik maka jenis dan jumlah makanan cenderung untuk membaik juga (Harper et al. 1985).

Faktor pendapatan mempunyai peranan besar dalam persoalan gizi dan kebiasaan pangan masyarakat. Pendapatan menentukan kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli oleh individu atau keluarga. Keluarga dengan tingkat

(20)

pendapatan tinggi dapat membeli pangan yang lebih beragam dan jumlah lebih banyak dibandingkan dengan pendapatan yang rendah. Pendapatan yang meningkat sangat mendukung perbaikan kesehatan dan gizi anggota keluarga, sebaliknya pendapatan yang rendah tidak memungkinkan untuk mengatasi peningkatan kesehatan dan gizi anggota keluarga. Hal ini berkaitan dengan lemahnya dalam penyediaan pangan yang sehat (Berg 1986).

Besar Keluarga

Bagi keluarga miskin pemenuhan kebutuhan makanan akan lebih mudah jika memiliki anggota keluarga yang kecil. Oleh karena itu, hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan gizi kurang sangat nyata pada keluarga yang memiliki anggota keluarga yang banyak. Jumlah anak yang sedikit dalam suatu keluarga akan mengurangi resiko ibu terhadap gizi kurang (Suhardjo 1989). Selanjutnya besar keluarga berdasarkan Hurlock (1993) dikategorikan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil (≥4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥8 orang).

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik atau disebut juga aktivitas eksternal adalah suatu yang menggunakan tenaga atau energi untuk melakukan berbagai kegiatan fisik, seperti berjalan, berlari, berolahraga, dan lain-lain. Setiap kegiatan fisik menentukan energi yang berbeda menurut lamanya intensitas dan sifat kerja otot (William Son 1993, diacu dalam FKM UI 2007).

Aktivitas fisik menentukan kondisi kesehatan seseorang. Kelebihan energi karena rendahnya aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko obesitas. Oleh karena itu, angka kebutuhan energi individu disesuaikan dengan aktivitas fisik (FAO/WHO/UNU 2001). Aktivitas fisik dan angka metabolisme basal (AMB) atau basal metabolic rate (BMR) merupakan komponen utama yang menentukkan kebutuhan energi. AMB dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan (Almatsier 2004).

Metabolisme basal merupakan energi minimal yang diperlukan untuk mempertahankan proses-proses hidup yang pokok, meliputi mempertahankan tonus otot, sistem sirkulasi, pernafasan, kelenjar-kelenjar dan aktivitas seluler. Metabolisme basal dinyatakan persatuan luas badan yang disebut basal metabolic rate (BMR). Metabolisme basal pengaruhi oleh faktor-faktor antara lain jaringan aktif di dalam tubuh, besar dan luas permukaan tubuh, komposisi tubuh, jenis kelamin, umur, sekresi hormon, tidur, tonus otot, keadaan emosi dan

(21)

mental, pengaruh kelanjutan dari gerak badan dan makanan, pengaruh kehamilan, serta pengaruh penyakit (Suhardjo & Kusharto 1992).

Energi metabolisme basal digunakan untuk fungsi yang penting untuk hidup seperti fungsi sel, sintesis, sekresi dan metabolisme enzim dan hormon dalam mengangkut protein, mempertahankan suhu tubuh dan fungsi otak. Persamaan angka metabolisme basal menurut Schofield equation dalam FAO/WHO/UNU (2001) dan Oxford equation dalam WNPG (2004) untuk wanita dewasa sebagai berikut :

Keterangan BB : Berat badan (kg)

Menurut FAO/WHO/UNU (2001) total pengeluaran energi per hari (total energy expenditure) dapat dihitung sebagai berikut :

Kategori aktivitas fisik (PAL/ physical activity level) dibedakan menjadi tiga, yaitu aktivitas ringan, sedang dan berat (FAO/WHO/UNU 2001). Seseorang yang memiliki aktivitas fisik yang berat akan mengalami proses oksidasi dalam sel yang lebih aktif dibandingkan dengan orang yang melakukan aktivitas fisik yang ringan. Keadaan ini mengakibatkan meningkatnya pengeluaran energi perhari (Suhardjo & Kusharto 1992).

Tabel 1 Perhitungan tingkat aktivitas fisik untuk populasi

Kegiatan Alokasi waktu

PAR Waktu x PAR

Nilai PAL

Aktivitas ringan (Sedentary/ light activity lifestyle)

Tidur 8 1 8

Perawatan diri (mandi dan berpakaian) 1 2.3 2.3

Makan 1 1.5 1.5

Memasak 1 2.1 2.1

Total pengeluaran energi = AMB x tingkat aktivitas fisik a. Angka metabolisme basal (FAO/WHO/UNU 2001)

AMB wanita usia (19-29 tahun) = 14.818 BB + 486.6 kkal AMB wanita usia (30-60 tahun) = 8.12 BB + 845.6 kkal b. Angka metabolisme basal (WNPG 2004)

AMB wanita usia (19-29 tahun) = 13.4 BB + 517 kkal AMB wanita usia (30-60 tahun) = 9.59 BB + 687 kkal

(22)

Tabel 1 Perhitungan tingkat aktivitas fisik untuk populasi (lanjutan) Kegiatan Alokasi waktu PAR Waktu x PAR Nilai PAL

Aktivitas ringan (Sedentary/ light activity lifestyle)

36.7/24= 1.53 Kegiatan yang dilakukan dengan duduk

(kerja kantor)

8 1.5 12

Pekerjaan rumah tangga 1 2.8 2.8 Mengendarai kendaraan 1 2.0 2

Berjalan 1 3.2 3.2

Kegiatan ringan (menonton TV, chatting) 2 1.4 2.8

Jumlah 24 36.7

Aktivitas sedang (Active or moderately active lifestyle)

42.2/24= 1.76

Tidur 8 1 8

Perawatan diri (mandi dan berpakaian) 1 2.3 2.3

Makan 1 1.5 1.5

Kegiatan yang dilakukan dengan berdiri 8 2.2 17.6 Transportasi bekerja dengan bus 1 1.2 1.2

Berjalan 1 3.2 3.2

Olahraga ringan 1 4.2 4.2

Kegiatan ringan (menonton TV, chatting) 3 1.4 4.2

Jumlah 24 42.2

Aktivitas berat (Vigorous or vigorously active lifestyle)

53.9/24= 2.25

Tidur 8 1 8

Perawatan diri (mandi dan berpakaian) 1 2.3 2.3

Makan 1 1.4 1.4

Masak 1 2.1 2.1

Kegiatan pertanian tanpa menggunakan alat 6 4.1 24.6

Mengambil air 1 4.4 4.4

Pekerjaan rumah tangga yang berat 1 2.3 2.3

Berjalan 1 3.2 3.2

Kegiatan ringan 4 1.4 5.6

Jumlah 24 53.9

Sumber: FAO/WHO/UNU 2001

Aktivitas fisik ringan (sedentary/ light activity lifestyle) memiliki nilai PAL antara 1.40 sampai 1.69. Seseorang yang mempunyai aktivitas fisik yang ringan menggunakan kendaraan untuk transportasi, umumnya tidak berolahraga, dan cenderung meluangkan waktu hanya untuk kegiatan yang dilakukan dengan

(23)

duduk dan berdiri, dengan sedikit gerakan tubuh. Kegiatan ini dilakukan oleh pekerja kantor dan perkotaan (FAO/WHO/UNU 2001).

Aktifitas fisik sedang (active/ moderately active lifestyle) memiliki nilai PAL 1.70-1.99. Seseorang yang mempunyai tingkat aktivitas fisik sedang tidak memerlukan energi yang besar, namun kebutuhan energi pada kegiatan ini lebih tinggi dari kegiatan aktifitas yang ringan. Tingkat akivitas sedang biasanya dilakukan oleh wanita di pedesaan yang melakukan kegiatan pertanian dan seseorang yang rutin melakukan olahraga ringan (FAO/WHO/UNU 2001).

Aktifitas fisik berat (vigorous or vigorously active lifestyle) memiliki nilai PAL 1.70-1.99. Aktivitas fisik berat dilakukan oleh seseorang yang melakukan kerja berat dalam waktu yang lama. Sebagai contoh atlit renang, penari yang melakukan latihan setiap hari, pekerja kasar, dan kegiatan pertanian yang memerlukan alat berat (FAO/WHO/UNU 2001).

Tabel 2 Tingkat kegiatan fisik (PAL) bagi orang dewasa (FAO/WHO/UNU 2001)

Kategori aktifitas fisik Nilai PAL

Ringan 1.40-1.69

Sedang 1.70-1.99

Berat 2.00-2.40

Konsumsi Pangan dan Gizi

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia agar dapat hidup sehat karena pangan merupakan sumber utama zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Zat gizi menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur proses metabolisme dalam tubuh, memperbaiki jaringan tubuh serta pertumbuhan (Harper et al. 1985). Pangan merupakan istilah umum yang digunakan untuk semua bahan yang dapat dijadikan makanan, sedangkan makanan ialah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi yang berguna bagi tubuh (Almatsier 2002).

Bahan makanan dapat dikelompokkan berdasarkan tiga fungsi utama yaitu sumber energi atau tenaga seperti padi-padian atau serealia, umbi-umbian dan hasil olahannya, sumber protein yaitu protein hewani dan protein nabati, serta sumber zat pengatur berupa sayuran dan buah-buahan. Selain bahan makanan tersebut, menu sehari-hari juga menggunakan sumber lemak murni seperti minyak goreng, margarin, mentega, serta karbohidrat murni seperti gula pasir, gula merah, madu, dan sirup (Almatsier 2004).

(24)

Zat gizi adalah zat atau unsur-unsur kimia yang terkandung dalam makanan yang diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh secara normal. Zat gizi tersebut menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur proses dalam tubuh dan berperan dalam pertumbuhan serta memperbaiki jaringan tubuh (Harper et al. 1985). Selanjutnya Marsetyo dan Kartasapoetra (1991) menjelaskan bahwa zat gizi merupakan zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan, mempunyai nilai yang sangat penting untuk memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan dan memperoleh energi untuk melakukan aktivitas.

Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu. Tujuan mengonsumsi pangan adalah untuk mendapatkan sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh (Hardinsyah & Martianto 1988). Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa telaahan terhadap konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi secara umum (Hardinsyah & Martianto 1992).

Manusia memerlukan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat dan mempertahankan hidupnya. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan (internal dan eksternal), aktivitas dan mempertahankan daya tahan tubuh. Kebutuhan gizi merupakan sejumlah zat gizi minimal yang harus dipenuhi dari konsumsi makanan. Kekurangan atau kelebihan konsumsi gizi dari kebutuhan normal jika berlangsung dalam jangka waktu yang lama dapat membahayakan kesehatan (Hardinsyah & Martianto 1992).

Penilaian Konsumsi Pangan

Penilaian konsumsi pangan merupakan salah satu penilaian gizi masyarakat secara tidak langsung (Kusharto & Sa’diyah 2006). Survei konsumsi pangan bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan seseorang atau kelompok orang baik secara kuantitaif maupun secara kualitatif. Survei konsumsi pangan secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah pangan atau makanan yang dikonsumsi (Suhardjo et al. 1988). Terdapat lima cara pengumpulan data konsumsi pangan, yaitu cara penimbangan langsung, cara inventarisasi (mencatat pemasukkan dan penggunaan pangan), cara recall, cara pendaftaran

(25)

atau pencatatan belanja pangan dan cara kombinasi (Hardinsyah & Martianto 1992; Kusharto & Sa’diyyah 2006).

Recall Method

Metode mengingat-ngingat (recall method) salah satu metode penilaian konsumsi pangan pada tingkat individu. Metode ini dilakukan dengan cara mencatat jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Pengukuran konsumsi pangan diawali dengan menanyakan jumlah pangan dalam ukuran rumah tangga, setelah itu dikonversikan ke dalam satuan berat. Pada metode ini, subjek diminta untuk mengingat semua makanan yang telah dimakan dalam 24 jam atau sehari yang lalu. Metode ini dapat menaksir asupan gizi pada individu (Gibson 2005).

Food Frequency Questionnaire Method

Pengukuran konsumsi pangan juga dapat dilakukan dengan food frequency questionnaire (FFQ), yaitu kuesioner yang menggambarkan frekuensi responden dalam mengonsumsi beberapa jenis makanan dan minuman. Frekuensi makanan dilihat dalam satu hari atau minggu atau bulan atau dalam satuan tahun. Kelebihan FFQ diantaranya adalah relatif murah, dapat dihubungkan antara diet dan penyakit serta lebih representatif (FKM UI 2007).

Beberapa jenis FFQ adalah sebagai berikut:

a. Simple or non quantitative FFQ; tidak memberikan pilihan tentang porsi yang biasa dikonsumsi sehingga menggunakan standar porsi b. Semiquantitative FFQ; memberikan porsi yang dikonsumsi misal

sepotong roti, secangkir kopi

c. Quantitative FFQ; memberikan pilihan porsi yang biasa dikonsumsi responden seperti kecil, sedang, atau besar (FKM UI 2007).

Konsumsi Energi dan Zat Gizi Wanita Dewasa

Tingkat konsumsi vitamin A, vitamin C dan zat besi menggunakan kriteria menurut Gibson (2005) dengan cut off point 77% dari angka kecukupan yang dianjurkan. Menurut Suhardjo et al (1988) jika angka kecukupan untuk masing-masing zat gizi telah ditemukan, maka tingkat konsumsi zat gizi contoh dapat dihitung yaitu berapa persen angka konsumsi energi dan zat gizi yang diperoleh dari angka kecukupan yang dianjurkan tersebut, sehingga dapat menilai cukup tidaknya konsumsi pangan contoh yang diteliti.

(26)

Energi

Energi merupakan salah satu hasil dari metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu, dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan energi jangka pendek dalam bentuk glikogen (Hardinsyah & Tambunan 2004).

Kekurangan energi akan mengakibatkan rendahnya kemampuan dalam mengerjakan pekerjaan fisik dan menurunkan produktivitas kerja (Marsetyo & Kartasapoetra 1991). Energi diperlukan manusia untuk bergerak atau melakukan pekerjaan fisik dan juga menggerakkan proses-proses dalam tubuh seperti sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan, pencernaan dan proses fisiologis lainnya (Suhardjo & Kusharto 1992)

Protein

Protein merupakan zat gizi penting bagi tubuh, karena disamping sebagai sumber energi, protein juga berperan sebagai zat pengatur dan pembangun. Protein merupakan bahan pembentuk jaringan baru dan mengganti jaringan tubuh yang rusak. Protein dapat menjadi sumber energi jika kebutuhan energi tidak terpenuhi dari karbohidrat dan lemak. Protein ikut mengatur berbagai proses di dalam tubuh diantaranya mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah dan mengatur keseimbangan asam basa dalam tubuh. Protein berperan juga sebagai enzim dan bertindak sebagai plasma atau albumin membentuk antibodi dan sebagai protein otot (Winarno 1992).

Sumber protein hewani terdapat pada telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang. Sumber protein nabati terdapat pada tempe, tahu, dan kacang-kacangan. Defisiensi protein terutama ditemui pada masyarakat golongan ekonomi rendah (Almatsier 2002). Angka kecukupan protein yang dianjurkan berdasarkan AKG 2004 untuk semua kategori usia wanita dewasa 19-64 tahun sebesar 50 gram per hari (Hardinsyah & Tambunan 2004).

Vitamin A

Vitamin A memiliki bentuk ester yang disebut karoten. Sebagian besar sumber vitamin A adalah karoten yang banyak terdapat dalam bahan-bahan nabati. Sayuran dan buah-buahan yang berwarna hijau atau kuning banyak mengandung karoten. Wortel, ubi jalar dan waluh kaya akan karoten. Berbagai makanan hewani seperti susu, keju dan kuning telur, hati dan ikan yang tinggi kandungan lemaknya merupakan sumber utama bagi retinol. Vitamin A berperan

(27)

dalam penglihatan, permukaan epitel serta membantu proses pertumbuhan (Winarno 1992).

Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, kehilangan nafsu makan, dan rendahnya daya tahan tubuh sehingga mudah terkena infeksi. Defisiensi vitamin A dapat menghambat mobilisasi zat besi dan menurunkan respon imun sehingga dapat menyebabkan anemia dan infeksi selanjutnya meningkatkan morbiditas (Gibson 2005). Angka kecukupan vitamin A yang dianjurkan berdasarkan AKG 2004 untuk wanita dewasa usia 19-64 tahun sebesar 500 µg RE per hari (Muhilal & Sulaeman 2004).

Vitamin C

Vitamin C merupakan vitamin yang larut air dan berperan dalam pembentukan kolagen interseluler. Kolagen merupakan senyawa protein yang banyak terdapat dalam tulang rawan, kulit bagian dalam, tulang, dentin dan vascular endotelium. Vitamin C berbentuk asam askorbat yang berperan dalam proses hidroksilasi asam amino prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin dan hidroksilisin. Kedua senyawa ini berperan dalam proses penyembuhan luka serta daya tahan tubuh melawan penyakit infeksi sehingga berperan sebagai antioksidan. Salah satu dampak kekurangan vitamin C menyebabkan sariawan dan anemia (Winarno 1992).

Vitamin C bekerja sebagai pereduksi komponen metal yang diperlukan untuk aktivitas katalitik enzim. Terkait dengan kemampuan mereduksi enzim ini diduga berperan dalam membantu absorpsi zat besi, menghambat pembentukan nitrosamin, membantu metabolisme obat, respon imun, sintesis steroid, anti inflamasi dan penyembuhan luka. Peran tersebut juga menunjukkan bahwa vitamin C mempunyai fungsi sebagai antioksidan. Pada derajat yang lebih ringan diduga kekurangan vitamin C berpengaruh dalam pertahanan tubuh dan kecepatan penyembuhan luka. Sumber utama vitamin C dalam makanan terdapat pada buah dan sayuran segar yang berkontribusi memenuhi kebutuhan vitamin C hingga 90% (Gibson 2005). Angka kecukupan vitamin C yang dianjurkan berdasarkan AKG 2004 untuk wanita dewasa usia 19-64 tahun sebesar 75 mg per hari (Setiawan & Rahayuningsih 2004).

Zat Besi

Zat besi merupakan mineral mikro yang mempunyai peran esensial di dalam tubuh, diantaranya sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu

(28)

berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Sebagian besar zat besi dalam bentuk ferri direduksi menjadi bentuk ferro. Hal ini terjadi dalam suasana asam di dalam lambung dengan adanya HCl dan vitamin C yang terdapat di dalam makanan. Sumber zat besi terutama terdapat pada daging, ayam, dan ikan. Sumber zat besi lainnya adalah kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah (Almatsier 2002).

Defisiensi zat besi dapat menyebabkan anemia gizi besi yang ditandai kulit pucat, lemah/letih, dan nafas pendek akibat kekurangan oksigen. Faktor yang mempengaruhi penyerapan zat besi adalah bioavailibilitas. Vitamin C dan asam organik merupakan pemacu penyerapan besi non heme. Sedangkan fitat, polyfenol, protein nabati dan kalsium merupakan penghambat penyerapan besi non heme. Zat besi yang berasal dari sumber hewani (heme) dapat diserap 30% lebih baik daripada besi non heme yang berasal dari pangan nabati yang hanya dapat diserap 5% (Kartono & Soekatri 2004).

Sumber heme seperti ikan, ayam, dan daging mengandung non heme (60%) dan heme (40%). Konsumsi heme mempunyai keuntungan yakni besinya mudah diserap (23%) dibanding dengan besi non heme (2-20%). Adanya fitat, asam oksalat dan serat berpengaruh negatif terhadap penyerapan besi. Penyerapan besi akan menurun bila konsumsi vitamin C rendah dan makanan sumber fitat tinggi (Kartono & Soekatri 2004).

Fungsi zat besi dalam tubuh antara lain berperan dalam metabolisme energi, kemampuan kognitif dan sistem kekebalan. Zat besi dengan protein pengangkut elektron yang berperan dalam langkah akhir metabolisme energi. Proses ini memindahkan elektron yang berasal dari zat gizi penghasil energi sehingga membentuk air dan menghasilkan ATP. Menurunnya produktivitas kerja dapat disebabkan oleh berkurangnya enzim yang mengandung zat besi sebagai kofaktor yang terlibat dalam metabolisme energi serta menurunnya hemoglobin darah. Akibatnya, metabolisme energi di dalam otot terganggu dan terjadi penumpukan asam laktat yang menyebabkan rasa lelah (Almatsier 2002). Angka kecukupan zat besi yang dianjurkan berdasarkan AKG 2004 untuk wanita dewasa usia 19-29 tahun dan usia 30- 49 sebesar 26 mg per hari, serta 50-64 tahun sebesar 12 mg per hari (Kartono & Soekatri 2004).

(29)

Mean adequacy ratio (MAR)

Mean adequacy ratio (MAR) menggambarkan evaluasi gambaran asupan zat gizi pada individu. Namun MAR tidak menggambarkan ketidakcukupan satu jenis zat gizi dalam konsumsi individu. MAR dihitung dengan menjumlahkan tingkat konsumsi zat gizi dibagi dengan jumlah jenis zat gizi (Gibson RS 1990). Secara keseluruhan, kualitas zat gizi yang disebut dengan MAR dihitung berdasarkan NAR (nutrient adequacy ratio) untuk asupan energi dan zat gizi. NAR merupakan perbandingan antara zat gizi yang dikonsumsi individu dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan sesuai dengan setiap kategori jenis kelamin dan usia. MAR menggambarkan idikator bahwa rata-rata zat gizi yang dikonsumsi masih dibawah AKG atau telah melebihi AKG (Torheim LE et al. 2002 ).

Teh

Menurut Khomsan (2005) teh mengandung tiga komponen penting yang mempengaruhi mutu minuman yaitu kafein yang memberikan efek stimulan, tanin yang memberi kekuatan rasa (ketir), dan polifenol. Polifenol yang terkandung dalam teh mempunyai banyak khasiat kesehatan diantaranya sebagai antioksidan. Kandungan polifenol dalam teh sebesar 30%. Polifenol adalah antioksidan yang kekuatannya 100 kali lebih efektif dibandingkan vitamin C dan 25 kali lebih tinggi dibandingkan vitamin E. Lebih lanjut Basu; Temple dan Garg (1999) menyatakan bahwa flavonoid merupakan bagian dari komponen polifenol yang banyak terdapat pada teh. Senyawa fenol merupakan zat non gizi dan sebagai komponen dalam pertahanan tubuh. Katekin dan senyawa falvonoid pada teh merupakan antioksidan.

Teh juga mengandung tanin yang dapat mengikat zat besi membentuk ikatan kompleks yang tidak larut dalam sistem pencernaan sehingga menurunkan absorpsi zat besi hingga 70% (Guthrie & Picciano 1995). Senyawa tanin merupakan polifenol yang terdapat pada teh dapat menghambat penyerapan besi dengan cara mengikatnya (Almatsier 2002). Kandungan tanin dalam teh yang sudah diolah (instan tea) berkisar antara 6 sampai 20% untuk teh hitam dan 4 sampai 12% untuk teh hijau (Potter & Hotchkiss 1986). Teh yang

MAR = Jumlah tingkat konsumsi untuk x zat gizi Jumlah jenis zat gizi (X)

(30)

diminum bersama-sama dengan hidangan lain ketika makan akan menghambat penyerapan zat besi nonhem sampai 50% (Wirakusumah 1999).

Status Gizi

Menurut Almatsier (2002) status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi. Status gizi dibedakan menjadi status gizi buruk, kurang, baik dan lebih. Lebih lanjut Riyadi (2001) menjelaskan bahwa status gizi adalah keadaan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan. Melalui penilaian status gizi seseorang atau sekelompok orang, maka dapat diketahui seseorang tersebut status gizinya baik atau tidak baik.

Susunan makanan yang memenuhi kebutuhan gizi tubuh pada umumnya dapat menghasilkan status gizi yang baik. Gizi kurang merupakan keadaan tidak sehat (patologik) yang timbul karena tidak terpenuhinya kebutuhan gizi sehingga konsumsi zat gizi berkurang selama jangka waktu tertentu, sedangkan gizi lebih karena konsumsi melebihi kebutuhan yang diperlukan tubuh dalam waktu yang lama (Harper et al. 1985). Gizi, disamping dikaitkan dengan kesehatan juga berkaitan dengan kemampuan belajar, potensi ekonomi seseorang, dan produktivitas kerja sehingga berkaitan dengan pengembangan sumberdaya manusia yang berkualitas (Almatsier 2002).

Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi secara langsung dibagi mejadi empat, yaitu antropometri, klinis, biokimia dan konsumsi pangan. Penilaian status gizi tersebut dapat digunakan secara tunggal (satu indikator) atau lebih, tergantung waktu, biaya, tenaga, tingkat ketelitian, serta besar sampel yang akan digunakan. Metode antropometri menggunakan pengukuran-pengukuran dimensi fisik dan komposisi tubuh. Pengukuran tersebut bervariasi menurut umur dan derajat gizi, sehingga bermanfaat terutama pada keadaan terjadinya ketidakseimbangan energi dan protein secara kronis. Antropometri dapat mendeteksi malnutrisi derajat sedang dan berat. Keuntungan lain dari pengukuran antropometri adalah memberikan informasi mengenai riwayat gizi masa lampau (Riyadi 2001). Keuntungan lain dari metode antopometri menurut Gibson (2005) adalah lebih mudah, cepat, dan reliabel dengan menggunakan peralatan yang mudah dibawa.

(31)

Pengukuran status gizi secara antropometri dibedakan menurut golongan usia, yaitu balita dan anak serta usia dewasa. Pengukuran status gizi balita dan anak dapat dilakukan dengan indeks antropometri berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), indeks lingkar lengan atas (LILA), indeks lingkar kepala menurut umur (LK/U) dan tebal lipatan lemak dibawah kulit (TLBK). Pengukuran status gizi untuk dewasa dengan menggunakan indeks massa tubuh (Riyadi 2004).

Menurut WHO (1985) status gizi orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai body mass index (indeks massa tubuh/ IMT). IMT merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang.

Menurut WHO (1995) IMT dapat diklasifikasikan pada tabel 3 di bawah ini:

Tabel 3 Klasifikasi indeks massa tubuh menurut WHO

Status Gizi Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

Kurang Severe thinness <16.00 Moderate thinness 16.00-16.99 Mild thinness 17.00-18.49 Normal Normal 18.50-24.99 Lebih Overweight 25.00-29.99 Obese class 1 30.00-34.99 Obese class 2 35.00-39.99 Obese class 3 > 40.00 Sumber : WHO (1995)

Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh termasuk otot dan lemak. Karena itu massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak. Berat badan merupakan ukuran antropometri yang sangat labil. Pada keadaan normal, berat badan mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat

Indeks Massa Tubuh (IMT) = Berat badan (kg) Tinggi badan2 (m2)

(32)

badan, yaitu dapat berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari keadaan normal (Jellife & Jellife 1989).

Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama (Jellife & Jellife 1989).

Produktivitas Kerja

Produktivitas tenaga kerja sebagai suatu konsep yang menunjukkan adanya kaitan antara output (hasil kerja) dengan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari seorang tenaga kerja. Ukuran produktivitas yang dikaitkan dengan waktu jika produktivitas sangat tergantung pada segi keterampilan dan keahlian tenaga kerja secara fisik. Tenaga kerja dinilai produktif jika mampu menghasilkan output atau produk yang lebih besar dari tenaga kerja lain untuk satuan waktu yang sama. Seorang tenaga kerja menunjukkan produktivitas yang tinggi jika mampu menghasilkan produk yang sesuai standar yang ditentukan, dalam satuan waktu yang lebih singkat (Ravianto 1985b).

Menurut Kussriyanto (1986) peningkatan produktivitas pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam empat bentuk, diantaranya:

1. Pengurangan sumber daya untuk memperoleh jumlah produksi yang sama

2. Pengurangan sumber daya yang sedikit untuk memperoleh jumlah produksi yang lebih besar

3. Penggunaan jumlah sumber daya yang sama untuk memperoleh jumlah produksi yang lebih besar

4. Penggunaan sumber daya yang lebih besar untuk memperoleh jumlah produksi yang lebih besar lagi.

Tenaga kerja sering dijadikan sebagai faktor pengukur produktivitas kerja. Peningkatan produktivitas secara keseluruhan akan menunjukkan potensi pengadaan barang dan jasa dalam jumlah yang lebih besar untuk setiap pekerja, sehingga kebutuhan dasar hidup dapat terpenuhi. Ini berarti tingkat kesejahteraan bertambah tinggi, karena peningkatan produktivitas berarti

(33)

peningkatan pendapatan pekerja, dan peningkatan pendapatan selanjutnya menambah daya beli masyarakat akan barang dan jasa (Kussriyanto 1986).

Pengukuran Produktivitas Kerja

Pengukuran produktivitas secara umum yang sering digunakan menurut Moelyono (1993) diantaranya adalah:

1. Pengukuran produktivitas dengan model engineering, cara ini lebih mengacu kepada lingkungan fisik

2. Pengukuran produktivitas dengan model accounting, cara ini lebih mengacu kepada lingkungan pasar

Kedua model pengukuran produktivitas ini dapat digunakan dalam berbagai dimensi, yaitu:

1. Dimensi nasional, yang juga disebut pengukuran produktivitas tingkat makro

2. Dimensi industri, sering disebut pengukuran produktivitas tingkat industri 3. Dimensi organisasi, yang juga disebut sebagai pengukuran produktivitas

tingkat perusahaan.

Menurut Ravianto (1990) produktivitas mempunyai dua aspek, yaitu produktivitas ekonomi dan produktivitas teknis. Produktivitas teknis merupakan proses produksi guna membuat sesuatu yang bermanfaat bagi manusia. Produktivitas kuantitatif merupakan bagian dari produktivitas teknis yang digunakan untuk menentukan tingkat seberapa besar elemen produksi (input) yang telah digunakan. Persamaan sederhana ini disebut formula dasar bagi pengukuran produktivitas.

Masukan produktivitas yang dapat diukur mencakup modal, tanah, tenaga kerja, dan bahan baku. Oleh karena itu, produktivitas dapat dinyatakan dalam pengertian produktivitas fisik, produktivitas tenaga kerja, produktivitas modal, dan produktivitas bahan baku. Produktivitas dapat juga diukur per hari, per bulan atau per tahun.

1. Produktivitas fisik

Produktivitias fisik merupakan suatu indeks keluaran kuantitatif, per ton bahan baku, per luas tempat kerja, per jumlah tenaga kerja, atau per jam waktu

Rumus Dasar Produktivitas = Keluaran (output)

(34)

kerja. Produktivitas fisik digunakan untuk menentukan efisiensi operasi tempat kerja.

2. Produktivitas tenaga kerja

Produktivitas tenaga kerja sebagai suatu konsep, menunjukkan adanya kaitan antara hasil kerja seorang tenaga kerja dengan satuan waktu yang dibutuhkannya untuk menghasilkan suatu produk. Seorang tenaga kerja dinilai produktif jika mampu menghasilkan keluaran (output) yang lebih banyak dibandingkan tenaga kerja lain, dalam waktu yang sama atau menghasilkan keluaran yang sama dengan memakai sumberdaya lebih sedikit. Seorang tenaga kerja menunjukkan tingkat produktivitas yang lebih tinggi bila mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan standar yang telah ditentukan, dalam satuan waktu yang lebih singkat, atau memakai sumberdaya yang lebih sedikit (Ravianto 1990).

Ukuran produktivitas dikaitkan dengan satuan waktu, maka produktivitas tenaga kerja sangat tergantung pada keterampilan dan keahlian tenaga kerja secara fisik. Akan tetapi, dengan peralatan yang berbeda tingkat teknologinya, akan berbeda pula tingkat produktivitas tenaga kerja tersebut (Ravianto 1990).

Pengukuran produktivitas tenaga kerja menurut Sinungan (2003) meliputi sistem pemasukan fisik perorangan atau per jam kerja atau metode pengukuran waktu tenaga kerja (jam, hari, atau tahun). Pengeluaran diubah ke dalam unit-unit pekerja yang biasanya diartikan sebagai jumlah kerja yang dapat dilakukan dalam satu jam oleh pekerja menurut pelaksanaan standar.

Produksi berkaitan dengan kuantitas, sedangkan produktivitas adalah hasil kerja persatuan dari suatu input (masukan). Pengukuran produktivitas secara efektif menggunakan standar waktu. Penggunaan standar waktu memberikan petunjuk yang jelas bagi pengawasan tentang jumlah jam kerja atau pengeluaran yang diharapkan(Sinungan 2003).

Pengukuran produktivitas menyatakan rasio antara output dan input maka dalam pengukuran produktivitas terlebih dahulu harus disusun definisi kerja dan kemudian cara mengukur baik input maupun output. Secara garis besar setiap

Pengukuran produktivitas = Hasil pada jam pokok waktu yang digunakan Waktu yang digunakan

Produktivitas tenaga kerja = Jumlah hasil produksi

(35)

variabel dapat dinyatakan dalam satuan fisik (berat, volume, hari, jam, panjang) atau nilai produksi. Kemudian konsep produktivitas dalam satuan fisik dapat dinyatakan dalam konsep x ton per jam (Sinungan 2003).

Lama Jam Kerja

Jumlah jam kerja adalah jumlah jam kerja yang digunakan untuk bekerja, tidak termasuk kerja yang digunakan untuk jam kerja istirahat resmi dan jam kerja yang digunakan untuk untuk hal-hal di luar pekerjaan (BPS 2006c). Lama bekerja berhubungan dengan pelaksanaan tugas dan pemeliharaan keadaan tubuh agar tetap baik. Pekerjaan sewaktu-waktu yang terutama penting adalah pekerjaan fisik yang berat. Untuk pekerjaan demikian, otot-otot, susunan kardiovaskuler, paru-paru dan lain-lain sangat berperan dalam pekerjaan fisik. Lamanya seseorang bekerja sehari secara fisik pada umumnya 6 sampai 8 jam. Memperpanjang waktu kerja lebih dari itu biasanya disertai menurunnya efisiensi, timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan. Kecenderungan ini lebih terlihat pada pekerjaan yang dilakukan dengan tangan (Suma’mur 1989).

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perubahan lamanya waktu kerja sehari menimbulkan perubahan pula pada efisiensi kerja. Memperpendek jam kerja di pabrik dari 8.75 jam menjadi 8 jam sehari menghasilkan peningkatan prestasi antara 3 sampai 10% (Sastrowinoto 1985; Suma’mur 1989). Hasil penelitian di Inggris menunjukkan bahwa memperpendek jam kerja harian menghasilkan kenaikan output perjamnya. Bekerja melebihi 10 jam sehari mengakibatkan penurunan dalam total prestasi, menurunnya kecepatan kerja dikarenakan kelelahan, menjadi faktor penetu dari efek perpanjangan jam tersebut (Sastrowinoto 1985).

Suma’mur (1989) menyatakan bahwa pelaksanaan pekerjaan tidak dapat meningkat lagi bahkan menurun, jika waktunya telah melebihi 8 jam kerja. Penelitian menunjukkan bahwa angka absensi meningkat dengan cepat jika jam kerja melebihi 63.2 seminggu untuk pria dan melebihi 57.3 untuk wanita. Jumlah jam kerja tersebut dalam seminggu yang memungkinkan seorang tenaga kerja dapat bekerja dengan baik adalah 40 jam. Banyak penelitian tentang perubahan 6 hari kerja menjadi 5 hari kerja dalam seminggu. Perubahan tersebut menyebabkan kenaikan persentase hasil kerja per jam yang besarnya bervariasi 1.5-16.1%, tetapi penurunan total yang bervarisi dari 3.6-15%.

(36)

Istirahat sangat perlu untuk mempertahankan kapasitas kerja secara fisiologis. Waktu istirahat tidak saja perlu bagi kegiatan fisik saja, tetapi juga untuk pekerjaan mental yang memerlukan aktivitas saraf, sebagai contoh adalah pekerjaan repetitif yang memerlukan waktu-waktu istirahat (Suma’mur 1989).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja

Sumberdaya manusia memegang peranan utama dalam proses peningkatan produktivitas (Ravianto 1985a). Peran serta tenaga kerja selalu berubah oleh pengaruh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain tingkat pendidikan, keterampilan, disiplin, sikap dan etika kerja, motivasi, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan sosial, lingkungan dan iklim kerja, hubungan industri, teknologi, sarana produksi, manajeman, kesempatan berprestasi, kebijakan pemerintah di bidang produksi, investasi, perijinan, moneter, fiskal, harga, distribusi dan lain-lain (Kussriyanto 1986). Selanjutnya menurut Sinungan (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja adalah keahlian, latar belakang budaya dan pendidikan, kemampuan dan sikap, minat, struktur pekerjaan, umur, dan angkatan kerja (pengalaman kerja).

Menurut Ravianto (1985b) produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya latar belakang pendidikan dan latihan, alat-alat produksi dan teknologi, value system yaitu nilai-nilai atau pranata sosial masyarakat (ikatan kekeluargaan, mobilitas, motivasi), iklim pekerja, derajat kesehatan dan gizi, dan tingkat upah minimal yang berlaku. Selanjutnya menurut Oxenburgh et al. (2004) faktor-faktor yang dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja diantaranya rendahnya kemampuan dan keterampilan tenaga kerja, mesin yang tidak efisien, faktor fisik dengan tingkat stres dan sedikitnya waktu istirahat, kondisi lingkungan yang kurang baik (suhu, pencahayaan dan kebisingan), dan buruknya lingkungan kerja. Menurut WHO (1995) rendahnya produktivitas kerja pada individu dipengaruhi oleh rendahnya motivasi, status gizi yang kurang dan status kesehatan yang kurang baik.

Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja

Peningkatan produktivitas tenaga kerja menyangkut berbagai segi yang dapat memperbaiki mutu kehidupan manusia, seperti perbaikan kesehatan, perbaikan gizi, dan sanitasi lingkungan. Produktivitas tenaga kerja akan sulit ditingkatkan jika pekerja mengalami angka kesakitan yang tinggi. Peningkatan

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian Status karyawan
Gambar 2 Cara pengambilan contohWanita Pemetik Teh di PTPN VIII Bandung
Tabel 5 Cara pengkategorian variabel penelitian (lanjutan)
Gambar 3 Produksi pucuk teh basah Perkebunan Malabar tahun 2007  Karakteristik Contoh
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diskusi kelas adalah sebuah rangkaian kegiatan pembelajaran kelompok di mana setiap kelompok mendapat tanggung jawab untuk mendiskusikan sesuai dengan tema/masalah/judul

Peramalan penjualan produk dengan teknik analisis adalah merupakan cara dari sebuah perusahaan untuk menghitung atau memprediksikan skala permintaan konsumen di masa

Ini menggambarkan bahwa total biaya konsumsi baik pangan dan non pangan pada semua rumah tangga perikanan budidaya (kecuali pembudidaya tambak baik di Gresik dan

Data dan informasi yang ditampilkan merupakan data dan informasi berupa identifikasi risiko usaha yang dihadapi pelaku usaha pada tingkat rumah tangga perikanan

Exams must be taken in the morning (AM), afternoon (PM) or evening (EV) session as shown on this timetable and in accordance with the Key Time regulations.. There is one Key Time

Penelitian ini mengembangkan suatu sistem pakar yang dirancang untuk merekam dan menggunakan ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keahlian dari tenaga ahli yang

Laju penetrasi formula II lebih rendah dibandingkan formula I dapat disebabkan karena pH sediaan formula II lebih besar dari pada pKa natrium diklofenak (pKa=4),

Undang-undang Minyak dan Gas Bumi memuat substansi pokok mengenai ketentun bahwa minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis yang terkandung di dalam