• Tidak ada hasil yang ditemukan

Klasifikasi Kerapatan Titik Api di Bengkalis Riau dengan Menggunakan Algoritme Pohon Keputusan ID3 Spasial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Klasifikasi Kerapatan Titik Api di Bengkalis Riau dengan Menggunakan Algoritme Pohon Keputusan ID3 Spasial"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

KLASIFIKASI KERAPATAN TITIK API DI BENGKALIS

RIAU DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME POHON

KEPUTUSAN ID3 SPASIAL

ROUDHOTUL JANNAH

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Klasifikasi Kerapatan Titik Api di Bengkalis Riau dengan Menggunakan Algoritme Pohon Keputusan ID3 Spasial adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Roudhotul Jannah

(4)

ABSTRAK

ROUDHOTUL JANNAH. Klasifikasi Kerapatan Titik Api di Bengkalis Riau dengan Menggunakan Algoritme Pohon Keputusan ID3 Spasial. Dibimbing oleh IMAS SUKAESIH SITANGGANG.

Kebakaran hutan dianggap sebagai masalah tahunan di Indonesia. Sekitar 20.000 titik api tercatat setiap tahunnya pada periode 2001-2012 di Pulau Sumatera. Kemunculan titik api merupakan indikator adanya kebakaran hutan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan model klasifikasi berdasarkan sejarah data kebakaran hutan di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau Indonesia untuk memprediksi kerapatan titik api. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data titik api di Bengkalis tahun 2008. Karakteristik wilayah penelitian termasuk tutupan lahan, sumber pendapatan masyarakat, curah hujan, temperatur, dan kecepatan angin. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah algoritme pohon keputusan ID3 spasial. Penelitian ini telah berhasil membentuk dua pohon keputusan untuk mengklasifikasikan wilayah menjadi tiga kategori kerapatan titik api yaitu kategori low, medium, dan high. Akurasi tertinggi pohon keputusan adalah 60,47% pada set pengujian di wilayah Kabupaten Rokan Hilir, provinsi Riau Indonesia.

Kata kunci: algoritme ID3 spasial, bengkalis, kebakaran hutan, pohon keputusan, titik api

ABSTRACT

ROUDHOTUL JANNAH. Hotspot Density Classification in Bengkalis Riau using Spatial ID3 Decision Tree Algorithm. Supervised by IMAS SUKAESIH SITANGGANG.

Forest fire is considered as a yearly problem in Indonesia. About 20,000 hotspots were recorded each year in the period of 2001-2012 in the Sumatera Island. Hotspot occurrence is an indicator for forest fire events. This research aims to determine the classification model based on historical forest fire data in Bengkalis district, Riau Province Indonesia to predict density of hotspots. The data used in this research are hotspots data in Bengkalis in 2008. Characteristics of the study area includes land cover, income source of community, precipitation, temperature, and wind speed. The method applied in this research is the spatial ID3 decision tree algorithm. This research has successfully produced two decision trees to classify the areas into three categories of hotspot density namely low, medium, and high categories. The highest-accuracy of decision tree is 60.47% on the testing set in the area of Rokan Hilir district, Riau province Indonesia.

(5)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komputer pada

Departemen Ilmu Komputer

KLASIFIKASI KERAPATAN TITIK API DI BENGKALIS

RIAU DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME POHON

KEPUTUSAN ID3 SPASIAL

ROUDHOTUL JANNAH

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Penguji:

(7)

Judul : Klasifikasi Kerapatan Titik Api di Bengkalis Riau dengan Menggunakan Algoritme Pohon Keputusan ID3 Spasial

Nama : Roudhotul Jannah NRP : G64100126

Disetujui oleh

Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi MKom Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi MKom Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul Klasifikasi Kerapatan Titik Api di Bengkalis Riau dengan Menggunakan Algoritme Pohon Keputusan ID3 Spasial. Penelitian ini dilaksanakan mulai Oktober 2013 sampai dengan Juni 2014, bertempat di Departemen Ilmu Komputer.

Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih khususnya kepada:

1 Orang tua dan keluarga tercinta yang telah memberikan doa dan dukungan yang besar untuk penulis dalam mengerjakan tugas akhir ini.

2 Ibu Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi MKom, selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah memberikan bimbingan dan arahannya selama pengerjaan tugas akhir ini.

3 Bapak Hari Agung Adrianto, SKom MSi dan Bapak Endang Purnama Giri, SKom MKom, selaku dosen penguji tugas akhir yang telah memberikan kritik dan saran untuk tugas akhir ini.

4 Sahabat tercinta yang selalu mendukung dan menyemangati penulis selama penulis mengerjakan tugas akhir ini.

5 Keluarga Family House, khususnya Papi dan Mami, yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis selama pengerjaan tugas akhir ini.

6 Teman-teman di Departemen Ilmu Komputer, khususnya angkatan 47 (Pixels IPB), yang telah memberikan doa dan dukungan untuk penulis.

7 Semua pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam pengerjaan tugas akhir ini.

Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat untuk pihak-pihak terkait pencegahan kebakaran hutan.

Bogor, Juli 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE PENELITIAN 2

Data dan Area Studi Penelitian 2

Tahapan Penelitian 3

Peralatan Penelitian 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Praproses Data 6

Pembuatan Model Klasifikasi 11

Pengujian dan Evaluasi Model Klasifikasi 13

Presentasi Model 16

KESIMPULAN DAN SARAN 16

Kesimpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 17

LAMPIRAN 18

(10)

DAFTAR TABEL

1 Pergantian nama atribut dan nama layer 9

2 Pergantian nilai atribut dari layer sumber pendapatan (l0) 10 3 Pergantian nilai atribut dari layer tutupan lahan (l1) 10 4 Pergantian nilai atribut dari layer curah hujan (l2) 10 5 Pergantian nilai atribut dari layer temperatur (l3) 10 6 Pergantian nilai atribut dari layer kecepatan angin (l4) 10 7 Modul Python yang digunakan (Sitanggang et al. 2013) 11

8 Kombinasi layer masukan 12

9 Jumlah kelas aktual dan hasil prediksi data uji pertama 15 10 Jumlah kelas aktual dan hasil prediksi data uji kedua 15

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian 3

2 Algoritme pohon keputusan ID3 spasial 4

3 Contoh layer yang bertumpangan 5

4 Persebaran titik api berupa titik 7

5 Sumber pendapatan Kabupaten Bengkalis 7

6 Tutupan lahan di Kabupaten Bengkalis 7

7 Layer cuaca 8

8 Layer kerapatan titik api berupa poligon 9

9 Potongan pohon keputusan data latih pertama 13

10 Potongan pohon keputusan data latih kedua 13

LAMPIRAN

(11)
(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebakaran hutan merupakan permasalahan yang terus berulang di Indonesia. Tercatat dalam data historis bahwa antara tahun 2001 sampai tahun 2012, di pulau Sumatera mengalami rata-rata sekitar 20 000 peringatan titik api setiap tahunnya dengan tingkat keyakinan deteksi lebih dari 30 persen (Austin et al. 2013). Kemunculan titik api di beberapa wilayah ini merupakan indikator adanya kebakaran hutan. Dengan adanya kemunculan titik api ini masyarakat sekitar dapat lebih waspada dan menghindari beberapa hal yang dapat menyebabkan kebakaran hutan di sekitar wilayah munculnya titik api tersebut.

Kebakaran hutan ini juga berpengaruh pada negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Pada hari Jumat, 21 Juni 2013, terjadi kebakaran hutan di wilayah Riau, dan Indeks Standar Polusi (ISP) yang digunakan untuk mengukur polusi udara di Singapura meningkat tajam hingga angka rekor 400, jauh lebih tinggi dari angka 226 yang terekam pada peristiwa kebakaran hutan besar pada tahun 1998. Angka 400 tersebut jauh lebih tinggi juga dari angka 100 yang merupakan batas maksimum yang dapat diterima sebagai kualitas udara yang sehat (Austin et al. 2013).

Informasi kemunculan titik api ini merupakan data spasial yang berukuran besar karena dicatat setiap hari. Salah satu metode untuk menganalisis data titik api adalah spatial data mining di antaranya menggunakan algoritme pohon keputusan ID3 spasial. Teknik pohon keputusan spasialini dapat digunakan untuk membuat model klasifikasi pada data spasial yang berukuran besar.

Terdapat beberapa penelitian terkait dengan pembuatan model klasifikasi yang menggunakan teknik pohon keputusan, salah satunya adalah penelitian yang mengusulkan sebuah metode baru untuk memperluas penerapan pohon keputusan konvensional terhadap dataset spasial (Li & Claramunt 2006). Entropi konvensional yang digunakan dalam pengolahan pohon keputusan diganti dengan entropi ukuran ruang yang memperhitungkan pengaruh ruang dan autokorelasi spasial. Pergantian ini menyebabkan pohon keputusan berbasis entropi spasial dapat menggunakan struktur hierarki untuk mencerminkan distribusi spasial data geografis dan menghasilkan klasifikasi yang memperhitungkan dimensi ruang.

Penelitian lain dalam klasifikasi spasial adalah penelitian mengenai algoritme ID3 yang diperluas (Sitanggang et al. 2013). Dalam penelitian tersebut, sebuah dataset spasial disimpan dalam suatu set layer yang mana layer tersebut dibagi menjadi dua kategori, yaitu layer penjelas dan layer target. Semua layer

disajikan dalam fitur diskret (poligon, garis, dan titik). Algoritme ini menghitung

information gain spasial sebagai perluasan dari information gain pada algoritme ID3 non-spasial. Ukuran spasial dihasilkan dari hubungan spasial baik topologi maupun metrik (jarak) yang digunakan dalam formula information gain spasial. Algoritme ini memilih sebuah layer penjelas yang memiliki information gain

(14)

2

Dalam penelitian ini, algoritme pohon keputusan ID3 spasial (Rinzivillo dan Turini 2004) akan diterapkan pada data titik api Kabupaten Bengkalis tahun 2008 dan data karakteristik wilayah Kabupaten Bengkalis seperti sumber pendapatan, tutupan lahan, curah hujan (mm/day), temperatur (K), dan kecepatan angin (m/s).

Perumusan Masalah

Kebakaran hutan menjadi salah satu permasalahan yang serius di Indonesia salah satunya di Kabupaten Bengkalis, Riau. Oleh karena itu, pencegahan kebakaran hutan sangat diperlukan. Salah satu upaya pencegahan kebakaran hutan adalah dengan membuat model klasifikasi yang dapat digunakan untuk memprediksi kerapatan titik api yang muncul di wilayah tersebut dengan menggunakan algoritme pohon keputusan ID3 spasial.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan model klasifikasi dari kerapatan titik api di wilayah Bengkalis dengan menggunakan algoritme pohon keputusan ID3 spasial. Selain itu, tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi pohon keputusan spasial yang dihasilkan oleh algoritme ID3 spasial.

Manfaat Penelitian

Model klasifikasi kerapatan titik api yang dihasilkan dalam penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam memprediksi kemunculan titik api sebagai upaya pencegahan kebakaran hutan.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini melingkupi area studi yaitu Kabupaten Bengkalis, Riau. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data persebaran kemunculan titik api pada tahun 2008 dan karakteristik wilayah tersebut yang mencakup sumber pendapatan, tutupan lahan, curah hujan (mm/day), temperatur (K), dan kecepatan angin (m/s). Teknik klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah algoritme pohon keputusan ID3 spasial (Rinzivillo dan Turini 2004). Dalam penelitian ini, poligon pada layer target memotong poligon-poligon pada layer-layer penjelas.

METODE PENELITIAN

Data dan Area Studi Penelitian

(15)

3 berada pada kawasan segitiga pertumbuhan ekonomi Indonesia-Malaysia-Singapura (Pemerintah Provinsi Riau 2013).

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data persebaran titik api pada tahun 2008 di Kabupaten Bengkalis beserta karakteristiknya, seperti sumber pendapatan, tutupan lahan, curah hujan (mm/day), temperatur (K), dan kecepatan angin (m/s). Data titik api diperoleh dari Firms Modis Fire, University of Maryland. Data sumber pendapatan tahun 2008 diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia. Data mengenai tutupan lahan tahun 2008 diperoleh dari Badan Informasi Geospasial (BIG). Data curah hujan (mm/day), temperatur (K), dan kecepatan angin (m/s) merupakan data rataan tahun 2008 dan diperoleh dari BMKG, Indonesia.

Tahapan Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahapan penelitian dapat dilihat pada diagram alir dalam Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir penelitian a Praproses Data

Tahap praproses data dilakukan terhadap semua layer yang digunakan, baik

layer target maupun layer penjelas. Tahap pertama praproses data adalah pemilihan data untuk layer target dan layer penjelas. Tahap kedua adalah penentuan sistem koordinat, pada tahapan ini akan dilakukan proses penyeragaman proyeksi dan sistem koordinat untuk setiap data yang digunakan pada penelitian ini. Tahap ketiga adalah pembuatan layer kerapatan titik api menggunakan layer persebaran titik api dan layer sumber pendapatan. Tahap terakhir adalah pergantian nama dan nilai atribut agar dapat digunakan dengan baik dalam tahap implementasi menggunakan bahasa pemrograman Python. b Pembuatan Model Klasifikasi

Pada tahapan ini data latih yang dihasilkan pada tahap praproses data digunakan untuk membuat model klasifikasi yang mampu menempatkan data baru ke kelas yang tepat. Pembuatan model klasifikasi ini akan menggunakan algoritme ID3 spasial (Rinzivillo dan Turini 2004).

(16)

4

1 Algoritme 1:Generate_SDT 2 Masukan: LayerS dari area sampel

3 Daftar L dari layer-layer 4 Keluaran: Pohon Keputusan Spasial

5 Buat node baru N;

6 Jika sampel didalam S seluruhnya adalah kelas cmaka 7 Beri label N dengan c;

Gambar 2 Algoritme pohon keputusan ID3 spasial (Rinzivillo dan Turini 2004)

Salah satu proses utama algoritme ini adalah pemilihan layer pemecah untuk node saat ini (baris ke-14 dalam Gambar 2). Strategi yang didasarkan pada entropi dilakukan untuk mengukur seberapa baik layer memecahkan sampel. Setelah layer dipilih untuk node uji, sampel dipartisi berdasarkan layer

tersebut dan hubungan spasial intersection (baris ke-15 dalam Gambar 2). Pada proses klasifikasi, transaksi direpresentasikan sebagai tuple. Transaksi dikelompokkan bersama-sama sesuai dengan atribut A. Jika atribut untuk memisahkan sampel dipilih dengan cara yang tepat, sampel di setiap sub-partisi dapat meningkatkan keseragamannya (mengurangi entropi).

Dengan cara yang sama, sampel spasial dikelompokkan sesuai dengan informasi yang ditemukan dalam layer yang lain. Layer Li dipilih dan sampel dibagi ke dalam layer target S yang sesuai untuk layer ini. Layer target S

adalah kelas mayoritas yang sebagian besar sampel berasal dari kelas S. Secara umum, jika layer Li memiliki q nilai yang mungkin maka layer ini dapat sampel yang memotong setiap ciri dalam Li(vj). Sub-layer ini dianggap sebagai

Li(vj, C). Untuk setiap nilai kelas ck, dinyatakan dengan Li(vj, ck) sebagai sebuah ciri dalam Li(vj,C) yang kelasnya adalah ck. Ketika sebagian sampel berpotongan (overlap) dengan poligon dengan nilai vk dan poligon dengan nilai

(17)

5 tiga sampel (Gambar 3(b)). Untuk kesederhanaan, dinyatakan bahwa setiap ciri dalam Li(vj, ck) sebagai perwakilan untuk tuple (vj, ck). Untuk tuple yang dihasilkan, kardinalitas yang digunakan sebagai ukuran kuantitatif adalah area dari poligon yang bersesuaian dengan tuple tersebut.

Gambar 3 Contoh layer yang bertumpangan

(a) Sebuah sampel (di tengah) bertumpangan dengan 2 poligon; (b) sampel setelah pemecahan Pada setiap langkah algoritme, salah satu layer dipilih untuk membentuk sebuah pohon dan untuk memisahkan sampel (baris ke-17 dalam Gambar 2). Pada bagian ini, information gain spasial digunakan untuk memilih layer yang mengklasifikasikan sampel lebih baik daripada yang lain. Information gain ini didasarkan pada entropi. Secara intuitif, information gain dapat mengukur

impurity sampel. Kemudian, layer yang akan dipisahkan dipilih dengan mempertimbangkan pengurangan entropi yang disebabkan oleh pemecahan sampel.

Information gain spasial merupakan metode untuk menghitung entropi layer L. Pertama, entropi dari sampel dievaluasi, yaitu informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi kelas transaksi spasial. Pada transaksi tuple, frekuensi sampel dinyatakan sebagai rasio dari transaksi yang menggunakan luas daerah sampel. Layer L yang dinyatakan dengan mes(L) adalah jumlah dari daerah semua poligon dalam L. Jika S memiliki l kelas yang berbeda (yaitu c1,c2,...,cl) maka entropi untuk S adalah (Rinzivillo dan Turini 2004):

H S =− mes(Sci) didasarkan pada layer ini. Pembagian sampel yang didasarkan pada layer non-kelas ini menghasilkan satu set layer L(vi, S) untuk setiap nilai vi yang mungkin dalam L dan dapat juga menghasilkan layer ¬L(S). Dari persamaan (1) entropi untuk sampel bisa dihitung di setiap sub-layerL(vi, S). Nilai entropi yang diharapkan untuk pemisahan diberikan oleh (Rinzivillo dan Turini 2004):

H S L =mes ⇁LS Layer¬L(S) merupakan sampel yang tidak dapat diklasifikasikan oleh layer L (yaitu sampel tidak berpotongan dengan layer L). Dalam penelitian ini, diasumsikan bahwa setiap poligon pada layer target memotong poligon-poligon pada layer-layer penjelas. Information gain spasial untuk layer L

(18)

6

Gain L =H SH(S|L) (3)

Layer L yang menyajikan information gain tertinggi dipilih sebagai perpecahan terbaik dan node yang berkaitan dengan L dan edge untuk setiap nilai dari layer dibuat (baris ke-18 dalam Gambar 2). Sampel dipisahkan di antara edge sesuai dengan nilai setiap edge. Proses seleksi diulang untuk setiap cabang dari node dengan mempertimbangkan semua layer kecuali L.

c Pengujian dan Evaluasi Model Klasifikasi

Pada tahapan ini akan dilakukan pengujian kinerja model klasifikasi ini dalam mengklasifikasikan suatu data baru dengan menggunakan data uji, yaitu data kebakaran hutan Kabupaten Rokan Hilir.

d Presentasi Model

Pada tahap ini akan dihasilkan aturan-aturan klasifikasi yang diperoleh dari pohon keputusan terbaik. Aturan-aturan tersebut digunakan untuk mengklasifikasikan data baru.

Peralatan Penelitian

Pembuatan model klasifikasi ini menggunakan komputer personal dengan spesifikasi sebagai berikut:

1 Perangkat Keras

Processor Intel(R) Core(TM) i3 CPU M 380 @ 2.53GHz.

 Memori 2 GB RAM. 2 Perangkat Lunak

 Sistem operasi Windows 7 32-bit.

 Bahasa pemrograman Python 2.7.2.

 Sistem Manajemen Basis Data PostgreSQL 9.2.1 dan PostGIS sebagai ekstensi PostgreSQL untuk menyimpan dan mengolah data spasial.

 Quantum GIS 1.8.0 untuk mengolah dan visualisasi data spasial.

 Weka 3.6 untuk clustering data titik api.

 Microsoft Excel 2007 untuk praposes dan analisis data.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Praproses Data

Tahap praproses data dilakukan terhadap semua data yang digunakan, baik

layer target maupun layer penjelas. Tahapan praproses data yang dilakukan sebagai berikut:

1 Pemilihan data

Pada tahapan ini dilakukan pemilihan data untuk layer target dan layer

(19)

7

Layer persebaran titik api

Layer ini memiliki atribut gid, latitude, longitude, nama satelit, nomor orbit, waktu, tanggal, sumber, provinsi, kabupaten, geometri. Objek pada layer ini berupa titik-titik (Gambar 4) yang tersebar di 69 desa di Kabupaten Bengkalis.

Gambar 4 Persebaran titik api berupa titik

Layer sumber pendapatan

Layer sumber pendapatan (Gambar 5) berisi informasi tentang sumber pendapatan penduduk tiap desa di Kabupaten Bengkalis. Layer ini memiliki atribut gid, nomor kecamatan, nomor desa, sumber pendapatan, dan geometri.

Gambar 5 Sumber pendapatan Kabupaten Bengkalis

Layer tutupan lahan

Layer tutupan lahan (Gambar 6) berisi informasi tentang penggunaan lahan tiap desa di Kabupaten Bengkalis. Layer ini memiliki atribut gid, jenis tutupan lahan, dan geometri.

Gambar 6 Tutupan lahan di Kabupaten Bengkalis

Layer cuaca

Layer cuaca ini meliputi data curah hujan (mm/day), temperatur (K), dan kecepatan angin (m/s). Layer curah hujan (mm/day) (Gambar 7(a)) berisi informasi tentang curah hujan (mm/day) tiap desa di Kabupaten Bengkalis.

Layer ini memiliki atribut gid, kode grid (kategori curah hujan (mm/day)), dan geometri. Layer temperatur (K) (Gambar 7(b)) berisi informasi tentang kondisi temperatur (K) tiap desa di Kabupaten Bengkalis. Layer ini memiliki atribut gid, kode grid (kategori temperatur (K)), dan geometri. Layer kecepatan angin (m/s) (Gambar 7(c)) berisi informasi tentang kecepatan angin (m/s) tiap desa di

(20)

8

Pada tahapan ini dilakukan proses penyeragaman proyeksi dan sistem koordinat untuk setiap data yang digunakan pada penelitian ini. Jika data memiliki sistem koordinat berbeda, maka akan sulit untuk diolah. Penelitian ini menggunakan proyeksi dan sistem koordinat UTM (Universal Transverse Mercator) zone 47N karena Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Rokan Hilir berada pada proyeksi dan sistem koordinat tersebut.

3 Pembuatan layer kerapatan titik api

Tahap awal pembuatan layer kerapatan titik api adalah menghitung jumlah titik api tiap desa yang ada di Kabupaten Bengkalis. Dalam tahap ini diperlukan layer titik api dan sumber pendapatan. Layer sumber pendapatan ini menyimpan informasi tentang luas tiap desa yang ada di Kabupaten Bengkalis. Oleh karena itu, jumlah titik api tiap desa dapat diketahui. Selanjutnya adalah perhitungan kerapatan titik api tiap desa. Kerapatan titik api ini didapatkan dengan membagi jumlah titik api tiap desa dengan luas tiap desa (km2). Setelah kerapatan titik api tiap desa diketahui, kategori mengenai titik api (low, medium, high) tiap desa dapat diketahui dengan menggunakan teknik

clustering K-Means. Kategori ini yang nantinya akan digunakan untuk proses klasifikasi sebagai label target.

 Membuat layer hotspot_per_desa dan menghitung jumlah titik api tiap desa

Layer hotspot_per_desa adalah layer kerapatan titik api yang nantinya akan dijadikan sebagai layer target. Layer ini berisi geometri sumber pendapatan, jumlah titik api tiap desa, luas desa, kerapatan titik api tiap desa, dan kategori titik api. Berikut adalah kueri untuk membuat layer tersebut:

 Luas tiap desa dibutuhkan untuk menghitung kerapatan titik api tiap desa. Berikut adalah kueri untuk menghitung luas tiap desa:

 Kerapatan titik api dibutuhkan untuk mengkategorikan titik api tiap desa. Berikut adalah kueri untuk menghitung kerapatan titik api tiap desa:

CREATE TABLE hotspot_per_desa AS SELECT i.geom AS income_source_geom, COUNT(*) AS jumlah_hotspot FROM

hotspot_bengkalis_utm47n AS h, income_source_bk_utm47n AS i WHERE ST_WITHIN(h.geom, i.geom) GROUP BY i.geom;

(21)

9

 Kategori titik api dibutuhkan sebagai label target dalam proses klasifikasi. Berikut adalah kueri untuk membuat kategori titik api:

Kategori titik api tersebut diperoleh dengan menggunakan teknik clustering

K-Means. Hal pertama yang dilakukan adalah menyalin kolom densitas titik api hasil kueri kemudian disimpan pada Microsoft Excel. Setelah itu, file tersebut disimpan dengan format CSV agar dapat diolah dalam Weka 3.6. Setelah data di-load, langkah selanjutnya dilakukan clustering menggunakan K-Means dengan 3 cluster dan menghasilkan 59 data dengan kategori low, 6 data dengan kategori medium, dan 4 data dengan kategori high. Ketiga kategori tersebut akan digunakan sebagai label target dalam proses klasifikasi dengan teknik pohon keputusan spasial. Gambar 8 menunjukkan layer kerapatan titik api yang dihasilkan.

Gambar 8 Layer kerapatan titik api berupa poligon 4 Pergantian nama dan nilai atribut

Pada tahapan ini dilakukan pergantian nama (Tabel 1) dan nilai atribut. Pergantian ini dilakukan karena pada pembentukan layer baru, penamaan tabel pada basis data akan mengikuti nilai atribut dari setiap layer, sedangkan basis data memiliki maksimal karakter untuk penamaan tabel. Oleh karena itu, penamaan nilai atribut dikodekan berdasarkan layer dan nilai atributnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 (layer sumber pendapatan), Tabel 3 (layer

tutupan lahan), Tabel 4 (layer curah hujan), Tabel 5 (layer temperatur), dan Tabel 6 (layer kecepatan angin). Selain itu, pergantian nama dan nilai atribut ini dilakukan agar dapat digunakan dengan baik dalam tahap implementasi menggunakan program pohon keputusan spasial menggunakan bahasa pemrograman Python yang telah dibuat oleh Sitanggang et al. (2013).

Tabel 1 Pergantian nama atribut dan nama layer

Sebelum Sesudah

Semua atribut kelas layer penjelas exp_attr Atribut kelas layer target target_attr

Sumber pendapatan l0

Tutupan lahan l1

Curah hujan l2

Temperatur l3

Kecepatan angin l4

UPDATE hotspot_per_desa SET kategori = 'low' WHERE densitas <= 0.0860674445140457;

UPDATE hotspot_per_desa SET kategori = 'medium' WHERE densitas > 0.0860674445140457 AND densitas <=

0.247052891800435;

UPDATE hotspot_per_desa SET kategori = 'high' WHERE densitas > 0.247052891800435;

(22)

10

Tabel 2 Pergantian nilai atribut dari layer sumber pendapatan (l0)

Sebelum Sesudah

Tabel 3 Pergantian nilai atribut dari layer tutupan lahan (l1)

Sebelum Sesudah

Tabel 4 Pergantian nilai atribut dari layer curah hujan (l2)

Sebelum Sesudah

Tabel 5 Pergantian nilai atribut dari layer temperatur (l3)

Sebelum Sesudah

297 l3v0

298 l3v1

299 l3v2

Tabel 6 Pergantian nilai atribut dari layer kecepatan angin (l4)

(23)

11 Pembuatan Model Klasifikasi

Teknik pohon keputusan ID3 spasial ini diimplementasikan dengan menggunakan bahasa pemrograman Python 2.7.2 dan data kebakaran hutan Kabupaten Bengkalis yang telah dipraproses. Terdapat beberapa modul Python dalam penelitian ini, diantaranya diberikan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Modul Python yang digunakan (Sitanggang et al. 2013)

Modul Fungsi

db_config.py Modul konfigurasi ke basis data yang akan digunakan pada tahap implementasi.

db_connect.py Modul untuk menyambungkan kode program dengan basis data.

entropy.py Modul perhitungan entropi dan spatial information gain. sdtree.py Modul untuk menghasilkan layer baru dan pohon keputusan

spasial.

print_tree.py Modul untuk mencetak pohon keputusan yang telah dibentuk. reformat_tree.py Modul untuk memformat pohon keputusan agar mudah

dipahami.

clean_tree.py Modul untuk menghilangkan kategori none pada pohon keputusan.

test.py Modul untuk melakukan pengujian pada pohon keputusan dengan menggunakan data uji.

Modul-modul tersebut merupakan hasil penelitian sebelumnya (Sitanggang

et al. 2013). Dalam penelitian ini telah dilakukan modifikasi pada modul entropy.py dan sdtree.py khususnya pada fungsi entropi dan spatial information gain. Hal ini dilakukan dengan menyesuaikan formula spatial information gain

yang diperkenalkan oleh Rinzivillo dan Turini (2004). Potongan program Python yang telah dimodifikasi untuk menghitung entropi dan spatial information gain

sebagai berikut:

Potongan kode program Python pada modul entropy.py sebagai berikut:

(24)

12

Pada tahap implementasi ini data latih dibagi menjadi 2, yaitu data sumber pendapatan dengan data cuaca dan data tutupan lahan dengan data cuaca. Pembagian data latih ini dilakukan karena berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, data sumber pendapatan dan tutupan lahan tidak dapat disatukan dengan data cuaca sebagai layer masukan untuk menghasilkan sebuah pohon keputusan. Hal ini diasumsikan terjadi karena terdapat poligon pada layer baru yang tidak berpotongan dengan poligon pada layer target sehingga menimbulkan pesan error seperti berikut:

Hal ini terjadi karena nilai log2 pada formula entropi hanya dapat dihitung untuk luasan perpotongan poligon yang lebih besar dari 0. Error tersebut mengakibatkan program Python tidak dapat menghitung entropi dan spatial information gain. Sebelumnya, kombinasi layer masukan telah dilakukan dan hasilnya ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8 Kombinasi layer masukan

Layer Masukan Hasil

l0, l1, l2, l3, l4 Pohon keputusan tidak terbentuk l0, l1, l2, l3 Pohon keputusan tidak terbentuk l0, l1, l2, l4 Pohon keputusan tidak terbentuk l0, l1, l2 Pohon keputusan tidak terbentuk

l3, l4 Pohon keputusan terbentuk

l2, l3, l4 Pohon keputusan terbentuk

l0, l1 Pohon keputusan terbentuk

l0, l2, l3, l4 Pohon keputusan terbentuk l1, l2, l3, l4 Pohon keputusan terbentuk

Keterangan: l0 = Sumber pendapatan, l1 = Tutupan lahan, l2 = Curah hujan, l3 = Temperatur, dan l4 = Kecepatan angin.

(25)

13

Gambar 9 Potongan pohon keputusan data latih pertama

Gambar 10 Potongan pohon keputusan data latih kedua Pengujian dan Evaluasi Model Klasifikasi

Pembuatan data uji

Pengujian dan evaluasi model klasifikasi ini dilakukan untuk kedua data latih yang telah dibuat, yaitu data sumber pendapatan dengan cuaca dan data tutupan lahan dengan cuaca. Data uji yang digunakan disesuaikan dengan data latih, layer-layer yang digunakan, nama layer, nama atribut, dan nilai atribut. Namun, pada kedua data latih terdapat nilai atribut dari suatu layer yang tidak ada pada layer data uji dan sebaliknya. Nilai atribut yang ada pada data latih namun tidak ada pada data uji, misalnya layer tutupan lahan kategori “embankment

(l1v5), maka pada data uji ditiadakan nilai atribut dengan kode l1v5. Sementara itu, nilai atribut yang ada pada data uji namun tidak ada pada data latih diberi kode dengan meneruskan urutan yang telah ada, misalnya pada data latih nilai atribut terakhir layer tutupan lahan adalah “mix_garden” (l1v11) maka pada data uji nilai atribut terakhir layer tutupan lahan adalah “natural_forest” (l1v12).

(26)

14

cuaca berkurang dari 396 data menjadi 56 data, sedangkan untuk data uji tutupan lahan dan cuaca berkurang dari 866 data menjadi 119 data. Dari fail CSV yang sudah dilakukan penghapusan data duplikat, fail tersebut dikonversi menjadi berekstensi .file melalui aplikasi Notepad. Hal ini dilakukan untuk kebutuhan pada kode program (test.py). Berikut adalah kueri untuk mengintegrasikan data uji:

Kueri diatas adalah untuk membuat tabel atau layer baru untuk masing-masing layer penjelas yang sudah terintegrasi dengan layer target. Kemudian

layer-layer tersebut diintegrasikan menjadi satu sesuai dengan data ujinya. Kueri berikut adalah untuk mengintegrasikan data uji yang akan digunakan untuk menguji pohon keputusan data latih pertama:

Kueri berikut adalah untuk mengintegrasikan data uji yang akan digunakan untuk menguji pohon keputusan data latih kedua:

Pengujian pohon keputusan sumber pendapatan dan cuaca

Pengujian pohon keputusan ini dengan data uji untuk wilayah Rokan Hilir menghasilkan nilai akurasi 60.47%. Jumlah kelas kerapatan titik api yang diprediksi salah dan benar oleh pohon keputusan dapat dilihat pada Tabel 9.

CREATE TABLE target_l0 AS SELECT t.gid, t.geom, t.kategori AS target_attr, a.exp_attr AS l0 FROM target AS t, l0 AS a WHERE ST_Intersects(t.geom, a.geom) ORDER BY t.gid;

CREATE TABLE target_l1 AS SELECT t.gid, t.geom, t.kategori AS target_attr, b.exp_attr AS l1 FROM target AS t, l1 AS b WHERE ST_Intersects(t.geom, b.geom) ORDER BY t.gid;

CREATE TABLE target_l2 AS SELECT t.gid, t.geom, t.kategori AS target_attr, c.exp_attr AS l2 FROM target AS t, l2 AS c WHERE ST_Intersects(t.geom, c.geom) ORDER BY t.gid;

CREATE TABLE dataset_testing_1 AS SELECT DISTINCT t.gid,t.geom, a.l0 AS l0,c.l2 AS l2,d.l3 AS l3,e.l4 AS l4, t.kategori AS target_attr

FROM target_l0 AS a, target_l2 AS c, target_l3 AS d, target_l4 AS e,target AS t

WHERE t.gid = a.gid AND t.gid = c.gid AND t.gid = d.gid AND t.gid = e.gid ORDER BY t.gid;

CREATE TABLE dataset_testing_2 AS SELECT DISTINCT t.gid,t.geom, b.l1 AS l1,c.l2 AS l2,d.l3 AS l3,e.l4 AS l4, t.kategori AS target_attr

FROM target_l1 AS b, target_l2 AS c, target_l3 AS d, target_l4 AS e,target AS t

WHERE t.gid = b.gid AND t.gid = c.gid AND t.gid = d.gid AND t.gid = e.gid ORDER BY t.gid;

CREATE TABLE target_l3 AS SELECT t.gid, t.geom, t.kategori AS target_attr, d.exp_attr AS l3 FROM target AS t, l3 AS d WHERE ST_Intersects(t.geom, d.geom) ORDER BY t.gid;

(27)

15 Tabel 9 Jumlah kelas aktual dan hasil prediksi data uji pertama

Data Uji 1 Kelas hasil prediksi Total

Low Medium High Unclassified

Kelas

Nilai akurasi tersebut dihitung berdasarkan formula berikut: Akurasi= banyak total prediksi yang benar

total banyaknya prediksi ×100%

Akurasi= 26+0+0

26+12+5+0+0+0+0+0+0×100%= 26

43×100%=60.47% Pengujian pohon keputusan tutupan lahan dan cuaca

Pengujian pohon keputusan ini dengan data uji untuk wilayah Rokan Hilir menghasilkan nilai akurasi 58%. Jumlah kelas kerapatan titik api yang diprediksi salah dan benar oleh pohon keputusan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Jumlah kelas aktual dan hasil prediksi data uji kedua

Data Uji 2 Kelas hasil prediksi Total

Low Medium High Unclassified

Kelas

Nilai akurasi tersebut dihitung berdasarkan formula berikut: Akurasi= banyak total prediksi yang benar

total banyaknya prediksi ×100% mengklasifikasikan 39.53% objek pada data uji pertama. Sedangkan pohon keputusan yang dihasilkan dari data latih kedua tidak dapat mengklasifikasikan 42% objek pada data uji kedua. Seluruh kelas aktual pada data uji pertama dan data uji kedua diprediksi sebagai kategori low, hal ini disebabkan oleh pohon keputusan yang didominasi dengan kategori low. Hasil prediksi unclassified

(28)

16

Dari pohon keputusan yang dibentuk dari data latihkedua yaitu data tutupan lahan dan cuaca diperoleh 38 aturan. Beberapa aturan yang terbentuk adalah sebagai berikut:

Aturan 1 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = unirrigated agri field

dan curah hujan = 0 mm/day maka kerapatan titik api = low. Aturan 2 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = unirrigated agri field

dan curah hujan = 1 mm/day maka kerapatan titik api = low. Aturan 3 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = unirrigated agri field

dan curah hujan = 2 mm/day maka kerapatan titik api = low.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penelitian ini berhasil menentukan model klasifikasi dari persebaran titik api di wilayah Bengkalis dengan menggunakan algoritme pohon keputusan ID3 spasial. Pada data latih sumber pendapatan dan cuaca menghasilkan 17 aturan dan data latih tutupan lahan dan cuaca menghasilkan 38 aturan. Model klasifikasi ini berhasil mengklasifikasikan data baru dengan akurasi data uji sumber pendapatan dan cuaca di wilayah Rokan Hilir adalah 60.47% dengan data yang unclassified

sebanyak 13 data. Sementara itu, akurasi data uji tutupan lahan dan cuaca di wilayah Rokan Hilir adalah 58% dengan data yang unclassified sebanyak 19 data. Data unclassified adalah data uji yang tidak dapat diklasifikasikan oleh pohon keputusan yang dihasilkan dari data latih.

Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut:

1 Penggunaan dataset yang lebih banyak dan akurat untuk wilayah selain Bengkalis dan Rokan Hilir agar model klasifikasi yang dihasilkan dapat diuji lebih lanjut pada data baru.

2 Studi literatur untuk menentukan layer yang tepat yang akan digunakan pada pembentukan pohon keputusan.

3 Penggabungan aspek temporal dalam klasifikasi.

(29)

17

DAFTAR PUSTAKA

Austin K, Alisjahbana A, Sizer N. 2013. Data Terbaru Menunjukkan Kebakaran Hutan Di Indonesia Adalah Krisis Yang Telah Berlangsung Sejak Lama [Internet]. [diunduh 2013 Oktober 20]. Tersedia pada: http://insights.wri.org/news/2013/06/data-terbaru-menunjukkan-kebakaran-hutan-di-indonesia-adalah-krisis-yang-telah-berlangs#fire

Li X, Claramunt C. 2006. A Spatial Entropy-Based Decision Tree for Classification of Geographical Information. Transaction in GIS. 10(3): 451-467.

Pemerintah Provinsi Riau. 2013. Kabupaten Bengkalis [Internet]. [diunduh 2013 Desember 9]. Tersedia pada: http://www.riau.go.id/index.php?/detail/6

Rinzivillo S, Turini F. 2004. Classification in Geographical Information Systems. Di dalam Boulicaut et al., editor. The 8th European Conference on Principles and Practice Knowledge Discovery in Databases; 2004 Sep 20-24. Pisa, Italy. New York (US): Springer-Verlag. hlm 374-385.

(30)

18

Lampiran 1 Aturan-aturan pohon keputusan dari data latih pertama

Aturan 1 : Jika temperatur = 298 K dan curah hujan = 0 mm/day dan kecepatan angin = 3 m/s maka kerapatan titik api = low.

Aturan 2 : Jika temperatur = 298 K dan curah hujan = 1 mm/day dan kecepatan angin = 2 m/s maka kerapatan titik api = low.

Aturan 3 : Jika temperatur = 298 K dan curah hujan = 1 mm/day dan kecepatan angin = 3 m/s maka kerapatan titik api = low.

Aturan 4 : Jika temperatur = 298 K dan curah hujan = 1 mm/day dan kecepatan angin = 1 m/s maka kerapatan titik api = low.

Aturan 5 : Jika temperatur = 298 K dan curah hujan = 2 mm/day dan kecepatan angin = 2 m/s maka kerapatan titik api = low.

Aturan 6 : Jika temperatur = 298 K dan curah hujan = 2 mm/day dan kecepatan angin = 1 m/s maka kerapatan titik api = low.

Aturan 7 : Jika temperatur = 298 K dan curah hujan = 3 mm/day maka kerapatan titik api = low.

Aturan 8 : Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 1 mm/day maka kerapatan titik api = low.

Aturan 9 : Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 2 mm/day dan kecepatan angin = 2 m/s maka kerapatan titik api = low.

Aturan 10 : Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 2 mm/day dan kecepatan angin = 1 m/s maka kerapatan titik api = low.

Aturan 11 : Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 3 mm/day dan sumber pendapatan = services maka kerapatan titik api = low.

Aturan 12 : Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 3 mm/day dan sumber pendapatan = other agriculture maka kerapatan titik api = low. Aturan 13 : Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 3 mm/day dan sumber

pendapatan = plantation maka kerapatan titik api = low.

Aturan 14 : Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 3 mm/day dan sumber pendapatan = mining maka kerapatan titik api = medium.

Aturan 15 : Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 3 mm/day dan sumber pendapatan = forestry maka kerapatan titik api = low.

Aturan 16 : Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 4 mm/day dan kecepatan angin = 1 m/s maka kerapatan titik api = high.

(31)

19 Lampiran 2 Aturan-aturan pohon keputusan dari data latih kedua

Aturan 1 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = unirrigated agri field

dan curah hujan = 0 mm/day maka kerapatan titik api = low. Aturan 2 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = unirrigated agri field

dan curah hujan = 1 mm/day maka kerapatan titik api = low. Aturan 3 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = unirrigated agri field

dan curah hujan = 2 mm/day maka kerapatan titik api = low.

Aturan 14 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = settlement dan curah hujan = 0 mm/day maka kerapatan titik api = low.

Aturan 15 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = settlement dan curah hujan = 1 mm/day maka kerapatan titik api = low.

Aturan 16 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = settlement dan curah hujan = 2 mm/day maka kerapatan titik api = low.

Aturan 20 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = dryland forest dan curah hujan = 0 mm/day maka kerapatan titik api = low.

Aturan 21 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = dryland forest dan curah hujan = 1 mm/day maka kerapatan titik api = low.

Aturan 22 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = dryland forest dan curah hujan = 2 mm/day maka kerapatan titik api = low.

(32)

20 Lanjutan

Aturan 24 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = plantation dan curah hujan = 0 mm/day maka kerapatan titik api = low.

Aturan 25 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = plantation dan curah hujan = 1 mm/day maka kerapatan titik api = low.

Aturan 26 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = plantation dan curah hujan = 2 mm/day maka kerapatan titik api = low.

Aturan 27 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = plantation dan curah hujan = 3 mm/day maka kerapatan titik api = low.

Aturan 28 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = mix garden dan kecepatan angin = 2 m/s maka kerapatan titik api = low. Aturan 29 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = mix garden dan

kecepatan angin = 3 m/s maka kerapatan titik api = low. Aturan 30 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = mix garden dan

kecepatan angin = 1 m/s maka kerapatan titik api = low.

Aturan 31 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = swamp maka kerapatan titik api = low.

Aturan 32 : Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 1 mm/day maka kerapatan titik api = low.

Aturan 33 : Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 2 mm/day dan kecepatan angin = 2 m/s maka kerapatan titik api = low.

Aturan 34 : Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 2 mm/day dan kecepatan angin = 1 m/s maka kerapatan titik api = low.

Aturan 35 : Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 3 mm/day dan kecepatan angin = 0 m/s maka kerapatan titik api = low.

Aturan 36 : Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 3 mm/day dan kecepatan angin = 1 m/s maka kerapatan titik api = low.

Aturan 37 : Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 4 mm/day dan kecepatan angin = 1 m/s maka kerapatan titik api = high.

(33)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Serang pada tanggal 01 September 1992 yang merupakan anak ke-8 dari 8 bersaudara dengan ayah bernama H Ali Rachwan dan Ibu bernama Hj Jumatul Adawiyah. Pada tahun 2007, penulis menempuh pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Krakatau Steel Cilegon dan masuk program IPA.

Gambar

Gambar 2  Algoritme pohon keputusan ID3 spasial
Gambar 3  Contoh  layer yang bertumpangan
Gambar 4  Persebaran titik api berupa titik
Gambar 8   Layer kerapatan titik api berupa poligon
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut mengindikasikan bahwa emas berpeluang naik kembali untuk menuju titik resistance terdekatnya di level 1312, jika level tersebut mampu ditembus maka pergerakan

Cafetaria 13:00-15:30 Akuntansi Keuangan Lanjutan Adisti Gilang Cempaka SE.,M.Prof.Acc.. Atje

Seorang karyawan bernama La Derodo pada awalnya memperoleh gaji sebesar Rp.600.000,00. jika kita susun gajinya itu mulai bulan pertama adalah sebagai berikut.. Susunan yang

Karena tingkat kesulitan yang cukup tinggi, hasil yang diperoleh terkait R ( G, H ) masih sangat sedikit, bahkan untuk graf G dan H yang berukuran kecil atau yang berstruktur

Berdasarkan Smith (2009:11), dalam penelitian fenomenologi melibatkan pengujian yang teliti dan seksama pada kesadaran pengalaman manusia. Konsep utama dalam

Pada awalnya pasar ini dijadikan sebagai tempat berkumpulnya pedagang kecil pada hari-hari pasar, akan tetapi dengan semakin banyaknya jumlah pedagang yang

Penerapan Teknik Pembelajaran Brainstorming Sebagai Upaya Meningkatkan Penalaran dan Kreativitas Belajar Matematika Siswa pada Pokok Bahasan Persamaan dan Fungsi

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari hasil tes diagnostik miskonsepsi dapat disimpulkan bahwa penggunaan multimedia interaktif efektif untuk