• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Hasil Hutan Bukan Kayu Terhadap Pengembangan Wilayah Kabupaten Pakpak Bharat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Hasil Hutan Bukan Kayu Terhadap Pengembangan Wilayah Kabupaten Pakpak Bharat"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU

TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

KABUPATEN PAKPAK BHARAT

TESIS

Oleh :

IWAN TARUNA BERUTU

087003007/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERANAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU

TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

KABUPATEN PAKPAK BHARAT

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

IWAN TARUNA BERUTU 087003007/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PERANAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU

TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

KABUPATEN PAKPAK BHARAT Nama Mahasiswa : Iwan Taruna Berutu

Nomor Pokok : 087003007

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD)

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof.Dr. Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) Ketua

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Dr.Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. A.Rahim Matondang , MSIE)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS:

Ketua : Prof. Dr.Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS

2. Prof. Erlina, SE. M.Si. Ph.D. Ak 3. Ir. Supriadi, MS

(5)

ABSTRAK

Iwan Taruna Berutu, Peranan Hasil Hutan Bukan Kayu terhadap Pengembangan Wilayah Kabupaten Pakpak Bharat di bawah bimbingan Bapak Prof. Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE dan Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS.

Tanaman Hasil Hutan Bukan Kayu adalah sub sektor yang cukup berperan pada sektor pertanian di PDRB Kabupaten Pakpak Bharat, Tanaman Hasil hutan bukan kayu yang tercatat di Kabupaten Pakpak Bharat terdapat sembilan komoditi yaitu Kemenyan, Kulit Manis, Minyak Nilam, Kemiri, Gambir, Aren, Pinang, Rotan, Durian.

Tujuan dari penelitian ini adalah : (1). Menganalisis komoditas HHBK yang menjadi basis di Kabupaten Pakpak Bharat, (2). Menganalisis peranan tenaga kerja pada HHBK terhadap pembangunan wilayah di Kabupaten Pakpak Bharat. (3).Menganalisis pendapatan dari HHBK yang menjadi basis terhadap PDRB sektor pertanian dan PDRB keseluruhan Kabupaten Pakpak Bharat.

Metode analisis yang digunakan yaitu Analisis Deskriptif, “metode

location quotient” atau LQ dan diperoleh komoditi berbasis yakni Gambir, nilam

dan kemenyan.

1.Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb) dengan nilai LQ= 51,76, Budidaya

tanaman membutuhkan rata – rata tenaga kerja 120 hok/ha dengan produksi rata - rata 19.893 kg/ha dan memberikan pendapatan rata–rata kepada petani

sebesar Rp. 21.518.086/ha.

2.Tanaman Kemenyan (Styrax benzoin) dengan nilai LQ= 1,81. Kebutuhan rata – rata tenaga kerja sebanyak 61 hok/ha dengan produksi rata - rata 150 kg/ha dan memberikan pendapatan rata – rata kepada petani sebesar Rp 30.476.151/ha. 3.Nilam (Patchouly Oil) dengan nilai LQ= 1,93. Kebutuhan rata-rata tenaga kerja

sebanyak 61 hok/ha, dengan produksi rata-rata 0,21 ton/ha dan memberikan sumbangan pendapatan kepada petani sebesar Rp 77.830.000/ha.

HHBK menyumbang tenaga kerja sebanyak 189.225 Hok untuk tiga komoditi berbasis kepada 6.226.800 tenaga kerja usia produktif tersedia (17 s/d 49 tahun)/tahun atau sebesar 3.04%.

Kontribusi pendapatan dari HHBK yang menjadi basis terhadap PDRB sektor pertanian di Kabupaten Pakpak Bharat sebesar 20,55% dari total PDRB sektor pertanian dan kontribusi HHBK terhadap PDRB Pakpak Bharat sebesar 13,40 serta kontribusi PDRB Total sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Pakpak Bharat sebesar 65,21.

(6)

ABSTRACT

Berutu Iwan Taruna, Role Non-Timber Forest Products Against Pakpak Bharat Area Development District under the guidance of Prof.. Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE and Dr. Mom. Ir. Tavi Supriana, MS

Non-Timber Forest Products Plant is a sub-sector in the agricultural sector in GDP Pakpak Bharat, non-timber forest products plants recorded in Pakpak Bharat ie there are nine commodity Frankincense, cinnamon, Patchouli Oil, candlenut, Gambir, Palm, Areca, Rattan, durian. The purpose of this study were: (1). Analyzing NTFP commodities which are the basis on Pakpak Bharat, (2). Analyzing the role of labor in the NTFP on development areas in Pakpak Bharat. (3). Analyze the income from NTFPs which are the basis of the GDP of agriculture sector and overall GDP Pakpak Bharat. The method of analysis used is Descriptive Analysis, "location quotient method" or the LQ and obtained commodities which is based,

1. Gambir (Uncaria gambier Roxb) with a value of LQ = 51,76, these plants need the average - average 120 labor Hok / ha with a production average - average 19,893 kg / ha and provide income to farmers an average of Rp. 21.518.086/ha.

2. Incense (Styrax benzoin) with a value of LQ = 1,81. Needs of the average - the average work force of 61 Hok / ha with a production average - average 150 kg / ha and provides average income - average to farmers amounting to Rp 30,476,151 / ha.

3. Patchouli (Patchouly Oil) with a value of LQ = 1,93. Needs of the average work force of 61 Hok / ha, with average production of 0.21 tons / ha and contribute income to farmers amounting to Rp 77.830.000/ha.

NTFPs contribute as much labor as Hok 189,225 for the three commodity-based to 6.2268 million available workforce productive age (17 s / d 49) / year, or by 3:04%. Revenue contribution of NTFPs which are the basis of the agricultural sector in GDP Pakpak Bharat by 20.55% and the contribution of NTFPs to GRDP Pakpak Bharat at 13.40 and the total GDP contribution of agriculture to GDP Pakpak Bharat at 65.21.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan berkah-Nya hingga dapat selesainya penulisan tesis ini yang

berjudul “Peranan Hasil Hutan Bukan Kayu terhadap Pengembangan Wilayah Kabupaten Pakpak Bharat”. Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu sudah selayaknya bila dalam lembaran pengantar ini saya menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada Bapak Prof. Siroruzilam selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, selaku Anggota Komisi Pembimbing dengan segala jerih payahnya dan tanpa mengenal waktu bersedia memberikan bimbingan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM). Sp.A(K), Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang , MSIE, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam,SE Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

(8)

rekan di Bappeda, teman saya Ir. Moden Berutu, Jasman Sitakar. SP, Rahmat Angkat. SP, Augusman H. Padang. ST, Saifan Majlan. ST, Abdul Gani Angkat, SP atas segala pengertian dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini. 5. Bapak Koordinator BP3K di setiap kecamatan dan Bapak Ir. Sitepu Kepala

Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Pakpak Bharat yang telah membantu dan memberikan tenaga serta pemikiran kepada penulis dalam melakukan wawancara langsung untuk kuesioner dan pengumpulan data dalam penyelesaian tesis ini.

6. Para staf administrasi sekretariat Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 7. Rekan-rekan saya di Sekolah Pascasarjana Program Studi Perencanaan

Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Universitas Sumatera Utara angkatan 2008.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Alm. Ibunda Halimah Poan Manik yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik secara disiplin dan sepanjang hidupnya selalu memberikan semangat dan dorongan kepada saya, dan Ayahanda Junaidi Berutu yang selalu menanamkan sifat pantang menyerah dan setiap saat mengingatkan saya agar selalu berserah kepada Tuhan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibunda Mertua Hj. Arbaiyah Manjerrang dan kepada Bapak Mertua H. Sanusi Ujung yang selalu mendukung dan memberikan semangat kepada saya dalam menjalani perkuliahan.

(9)

Ujung, Amd yang telah turut dengan sabar membantu dan menemani hingga larut malam, dengan pengorbanan yang tidak terhingga dan perhatian yang tiada henti, serta anak-anakku Roihan Fachri Sutana Berutu, Naya Azzura Berutu, dan Furqon Alfayyazi Berutu yang juga telah memberikan semangat dalam proses penyelesaian tesis ini. Terima kasih atas pengorbanan dan pengertian karena berkurangnya waktu kebersamaan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan sehat, saran dan masukan dari semua pihak. Akhir kata penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat.

Medan, Agustus 2011

(10)

RIWAYAT HIDUP

Iwan Taruna Berutu dilahirkan di Sibande, 02 April 1974, merupakan anak Pertama dari delapan bersaudara dari pasangan Junaidi Berutu dan Halimah Poan Manik

Jenjang pendidikan dasar menengah yang dilalui adalah Sekolah Dasar Negeri 030420 Sibande 1987, Pesantren Darul Arqam di Kerasaan Simalungun dan tamat dari SMP Muhammadyah 01 Medan lulus tahun 1990, SMA Negeri IX Medan lulus tahun 1990. Jenjang pendidikan tinggi dilalui di Universitas Islam Sumatera Utara pada Fakultas Teknik Industri lulus pada tahun 1999.

Pengalaman penulis bekerja, pada tahun 2003 penulis menjadi pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ... 11

2.1.1. Peranan HHBK Terhadap Aspek Ekologis ... 12

2.1.2. Peranan HHBK Terhadap Ekonomi rumah Tangga ... 13

2.1.3. Peranan HHBK Terhadap Pembangunan Wilayah ... 13

2.2. Teori Peroduksi ... 14

2.3. Fungsi Produksi ... 19

2.4. Faktor Produksi dan Pendapatan ... 22

2.4.1. Faktor Produksi ... 22

2.4.2. Pendapatan ... 23

2.5. Wilayah ... 25

(12)

2.7. Penelitian Sebelumnya ... 33

2.8. Kerangka Pemikiran ... 34

2.9. Hipotesis Penelitian ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

3.1. Lokasi Penelitian ... 37

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 37

3.3. Populasi dan Sampel ... 38

3.3.1. Populasi ... 38

3.3.2. Sampel ... 38

3.4. Metode Analisis Data ... 39

3.5. Definisi Operasional ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

4.1. Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian ... 42

4.1.1. Letak dan Geografis ... 42

4.1.2. Kependudukan ... 45

4.1.3. Pendidikan ... 50

4.1.4. Kesehatan ... 51

4.1.5. Pertanian ... 51

4.2. Analisis Komoditi HHBK Yang Berbasis di Kabupaten Pakpak Bharat ... 52

4.3. Gambir ... 54

4.3.1. Gambaran Umum Responden Petani Gambir ... 57

4.3.2. Penyerapan Tenaga Kerja Dalam Komoditas Gambir .... 62

4.3.3. Produksi Gambir ... 63

4.3.4. Pendapatan Petani Gambir ... 64

4.4. Nilam ... 67

4.4.1. Gambaran Umum Responden ... 68

4.4.2. Penyerapan Tenaga Kerja Dalam Komoditas Nilam ... 72

4.4.3. Produksi Minyak Nilam ... 73

(13)

4.5. Kemenyan ... 75

4.5.1. Gambaran Umum Responden Petani Kemenyan ... 77

4.5.2. Penyerapan Tenaga Kerja Dalam Komoditas Kemenyan 81 4.5.3. Produksi Getah Kemeyan ... 82

4.5.4. Pendapatan Petani Kemenyan ... 83

4.6. Peranan HHBK Terhadap Pembangunan Wilayah ... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

5.1. Kesimpulan ... 91

5.2. Saran ... 92

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Jenis dan Golongan Hasil Hutan Bukan Kayu ... 3

1.2 Luas Lahan dan Produksi HHBK di Kabupaten Pakpak Bharat 2009-2010 ... 6

3.1. Jumlah Petani HHBK di Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2010 ... 38

3.2. Distribusi Sampel menurut Kecamatan ... 39

4.1. Letak Geografi Menurut Kabupaten/Kota ... 43

4.2. Jarak Antara Ibukota Kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat (Km) ... 43

4.3 Luas Daerah Menurut Kecamatan 2009 ... 45

4.4. Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan ... 45

4.5. Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin... 46

4.6. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin ... 48

4.7. Jumlah Rumah Tangga, Penduduk dan Jenis Kelamin Menurut Kecamatan serta Rasio Jenis Kelamin ... 49

4.8. Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan ... 49

4.9. Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Menurut Kecamatan ... 50

4.10. Jenis Komoditas dan Jumlah Produksi HHBK di Kabupaten Pakpak Bharat (Ton) Tahun 2010 ... 52

4.11. Analisis Metode LQ Komoditas HHBK Kabupaten Pakpak Bharat ... 53

4.12. Komposisi Umur Responden Petani Gambir ... 57

4.13. Tingkat Pendidikan Responden Petani Gambir ... 58

4.14. Lama Bermukim Responden Petani Gambir ... 58

4.15. Pemilikan Lahan Responden Petani Gambir ... 60

4.16. Luas Lahan Responden Petani Gambir ... 60

4.17. Luas Lahan Responden Petani Gambir rata – rata ... 61

4.18. Komposisi Responden berdasarkan Lama Bertani Gambir ... 61

(15)

4.20. Produksi Gambir ... 63

4.21. Pendapatan Petani Gambir ... 64

4.22. Komposisi Umur Responden Petani Nilam ... 68

4.23. Tingkat Pendidikan Responden Petani Nilam... 68

4.24. Lama Bermukim Responden Petani Nilam ... 68

4.25. Pemilikan Lahan Responden Petani Nilam ... 70

4.26. Luas Lahan Responden Petani Nilam ... 71

4.27. Komposisi Responden berdasarkan Lama Bertani Nilam ... 71

4.28. Penyerapan Tenaga Kerja Pengolahan Nilam ... 72

4.29. Produksi Minyak Nilam ... 73

4.30. Pendapatan Petani Nilam ... 74

4.31. Komposisi Umur Responden Petani Kemenyan ... 77

4.32. Tingkat Pendidikan Responden Petani Kemenyan ... 78

4.33. Lama Bermukim Responden Petani Kemenyan ... 79

4.34. Pemilikan Lahan Responden Petani Kemenyan ... 79

4.35. Luas Lahan Responden Petani Kemenyan ... 80

4.36. Komposisi Responden berdasarkan Lama Bertani Kemenyan ... 80

4.37. Penyerapan Tenaga Kerja Pengolahan Kemenyan ... 81

4.38. Produksi Getah Kemenyan ... 82

4.39. Pendapatan Petani Kemenyan ... 83

4.40. Luas Kawasan Hutan di Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2009 ... 87

4.41. Penyerapan Tenaga Kerja Tanaman HHBK ... 88

4.42. Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Pakpak pada Tanaman HHBK ... 88

4.43. Pendapatan dari HHBK yang menjadi basis di Kabupaten Pakpak Bharat .. 89

4.44. Pendapatan dari HHBK Berbasis terhadap PDRB Sektor Pertanian di Kabupaten Pakpak Bharat ... 89

4.45. Kontribusi HHBK berbasis terhadap PDRB Kabupaten Pakpak Bharat ... 90

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Kerangka Klasifikasi Konsep Wilayah (Sumber : Rustiadi et al. 2005a) ... 26

2.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 36

4.1 Jumlah Penduduk Kabaupaten Pakpak Bharat ... 47

4.1 Daun Gambir ... 54

4.2 Tanaman Nilam ... 67

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data luas lahan, penyerapan tenaga kerja dan pendapatan petani

Gambir ... 99 2. Data luas lahan, penyerapan tenaga kerja dan pendapatan petani

nilam ... 105 3. Data luas lahan, penyerapan tenaga kerja dan pendapatan petani

Kemenyan ... 107 4. Produksi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2010 (ton) ... 109 5. Produksi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Kabupaten

(18)

ABSTRAK

Iwan Taruna Berutu, Peranan Hasil Hutan Bukan Kayu terhadap Pengembangan Wilayah Kabupaten Pakpak Bharat di bawah bimbingan Bapak Prof. Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE dan Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS.

Tanaman Hasil Hutan Bukan Kayu adalah sub sektor yang cukup berperan pada sektor pertanian di PDRB Kabupaten Pakpak Bharat, Tanaman Hasil hutan bukan kayu yang tercatat di Kabupaten Pakpak Bharat terdapat sembilan komoditi yaitu Kemenyan, Kulit Manis, Minyak Nilam, Kemiri, Gambir, Aren, Pinang, Rotan, Durian.

Tujuan dari penelitian ini adalah : (1). Menganalisis komoditas HHBK yang menjadi basis di Kabupaten Pakpak Bharat, (2). Menganalisis peranan tenaga kerja pada HHBK terhadap pembangunan wilayah di Kabupaten Pakpak Bharat. (3).Menganalisis pendapatan dari HHBK yang menjadi basis terhadap PDRB sektor pertanian dan PDRB keseluruhan Kabupaten Pakpak Bharat.

Metode analisis yang digunakan yaitu Analisis Deskriptif, “metode

location quotient” atau LQ dan diperoleh komoditi berbasis yakni Gambir, nilam

dan kemenyan.

1.Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb) dengan nilai LQ= 51,76, Budidaya

tanaman membutuhkan rata – rata tenaga kerja 120 hok/ha dengan produksi rata - rata 19.893 kg/ha dan memberikan pendapatan rata–rata kepada petani

sebesar Rp. 21.518.086/ha.

2.Tanaman Kemenyan (Styrax benzoin) dengan nilai LQ= 1,81. Kebutuhan rata – rata tenaga kerja sebanyak 61 hok/ha dengan produksi rata - rata 150 kg/ha dan memberikan pendapatan rata – rata kepada petani sebesar Rp 30.476.151/ha. 3.Nilam (Patchouly Oil) dengan nilai LQ= 1,93. Kebutuhan rata-rata tenaga kerja

sebanyak 61 hok/ha, dengan produksi rata-rata 0,21 ton/ha dan memberikan sumbangan pendapatan kepada petani sebesar Rp 77.830.000/ha.

HHBK menyumbang tenaga kerja sebanyak 189.225 Hok untuk tiga komoditi berbasis kepada 6.226.800 tenaga kerja usia produktif tersedia (17 s/d 49 tahun)/tahun atau sebesar 3.04%.

Kontribusi pendapatan dari HHBK yang menjadi basis terhadap PDRB sektor pertanian di Kabupaten Pakpak Bharat sebesar 20,55% dari total PDRB sektor pertanian dan kontribusi HHBK terhadap PDRB Pakpak Bharat sebesar 13,40 serta kontribusi PDRB Total sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Pakpak Bharat sebesar 65,21.

(19)

ABSTRACT

Berutu Iwan Taruna, Role Non-Timber Forest Products Against Pakpak Bharat Area Development District under the guidance of Prof.. Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE and Dr. Mom. Ir. Tavi Supriana, MS

Non-Timber Forest Products Plant is a sub-sector in the agricultural sector in GDP Pakpak Bharat, non-timber forest products plants recorded in Pakpak Bharat ie there are nine commodity Frankincense, cinnamon, Patchouli Oil, candlenut, Gambir, Palm, Areca, Rattan, durian. The purpose of this study were: (1). Analyzing NTFP commodities which are the basis on Pakpak Bharat, (2). Analyzing the role of labor in the NTFP on development areas in Pakpak Bharat. (3). Analyze the income from NTFPs which are the basis of the GDP of agriculture sector and overall GDP Pakpak Bharat. The method of analysis used is Descriptive Analysis, "location quotient method" or the LQ and obtained commodities which is based,

1. Gambir (Uncaria gambier Roxb) with a value of LQ = 51,76, these plants need the average - average 120 labor Hok / ha with a production average - average 19,893 kg / ha and provide income to farmers an average of Rp. 21.518.086/ha.

2. Incense (Styrax benzoin) with a value of LQ = 1,81. Needs of the average - the average work force of 61 Hok / ha with a production average - average 150 kg / ha and provides average income - average to farmers amounting to Rp 30,476,151 / ha.

3. Patchouli (Patchouly Oil) with a value of LQ = 1,93. Needs of the average work force of 61 Hok / ha, with average production of 0.21 tons / ha and contribute income to farmers amounting to Rp 77.830.000/ha.

NTFPs contribute as much labor as Hok 189,225 for the three commodity-based to 6.2268 million available workforce productive age (17 s / d 49) / year, or by 3:04%. Revenue contribution of NTFPs which are the basis of the agricultural sector in GDP Pakpak Bharat by 20.55% and the contribution of NTFPs to GRDP Pakpak Bharat at 13.40 and the total GDP contribution of agriculture to GDP Pakpak Bharat at 65.21.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Krisis ekonomi yang telah melanda bangsa Indonesia berdampak pada keadaan perekonomian yang semakin sulit. Tingginya laju inflasi serta kondisi ekonomi yang tidak menguntungkan itu akhirnya mendorong kenaikan tingkat bunga nominal dan berimbas langsung terhadap kegiatan investasi di sektor pertanian.

Salah satu sumberdaya alam yang sangat besar manfaatnya bagi kesejahteraan manusia adalah hutan. Hutan juga merupakan modal dasar pembangunan nasional. Sebagai modal dasar pembangunan nasional, maka hutan tersebut harus kita jaga kelestariannya agar kelak manfaat hutan ini tidak hanya kita nikmati sekarang, tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Oleh sebab itu, sumberdaya hutan ini perlu dikelola dengan baik dan tepat agar manfaat dan hasilnya dapat diperoleh secara maksimal dan lestari. Hutan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan, yaitu berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung.

(21)

Reksohadiprojo (1994), pentingnya hutan bagi kehidupan sosial ekonomi suatu masyarakat kini dirasakan semakin meningkat, hal ini menurut kesadaran untuk mengelola sumber daya hutan tidak hanya dari segi finansial saja namun diperluas menjadi pengelolaan sumber daya hutan secara utuh.

Hasil hutan kayu telah memberikan kontribusi yang besar bagi devisa negara Indonesia selama beberapa dekade, oleh karena itu kayu diistilahkan

sebagai “major forest product”. Walau demikian, hasil hutan lainnya yang dikenal

dengan sebutan hasil hutan bukan kayu (HHBK), terbukti lebih bernilai dari pada kayu dalam jangka panjang (Balick and Mendelsohn 1992, Wollenberg and Nawir 1999). Gupta dan Guleria (1982) melaporkan bahwa, nilai ekspor HHBK Pemerintah India mencapai 63 persen dari total ekspor hasil hutan negara tersebut. Sementara itu, nilai ekspor HHBK Pemerintah Indonesia mencapai US$ 200 juta per tahun (Gillis, 1986).

(22)

Sumadiwangsa (2008), hutan memiliki tiga macam produk, yaitu : a) kayu; b) jasa; dan c) Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Produk HHBK merupakan salah satu Sumber Daya Hutan (SDH) yang memiliki keunggulan komparatif dan paling bersinggungan langsung dengan masyarakat sekitar hutan. HHBK terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan usaha dan pendapatan masyarakat sekitar hutan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi penambahan devisa Negara. Jenis dan golongan HHBK dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1.1. Jenis dan Golongan HHBK

No Jenis Golongan

1 Resin Gondorukem, Kopal loba, kopal melengket, damar mata kucing, d. daging, d. pilau, d. batu, Kemenyan, gaharu, kemedangan, shellac, jernang, frankensence, kapur barus, biga

2 Minyak atsiri Minyak cendana, m. gaharu, m. kayu putih, m. keruing, m.lawang, m. terpentin, m. kenanga, m. ilang-ilang, m. eukaliptus, m. pinus, kayu manis, vanili, cendana, m. sereh, m. daun cengkeh, m. pala, m. kembang mas, m. trawas, minyak kilemo.

3 Minyak lemak, karbohidrat dan buah-buahan

- Minyak lemak : tengkawang, kemiri, jarak, wijen, saga pohon, kenari, biji mangga, m. intaran

- Karbohidarat atau buah-buahan : sagu, aren, nipah, lontar, asam, matoa, macadamia, duren, duku, nangka, mente, burahol, mangga, sukun, saga, gadung, iles-iles, talas, ubi, rebung, jamur, madu, garut, kolang-kaling, suweg.

4 Tanin dan getah - Tanin : akasia, bruguera, rhizophora, pinang, gambir, tingi

- Getah : jelutung, perca, ketiau, getah merah, balam, sundik, hangkang, getah karet hutan, getah sundik, gemor

5 Tanaman obat dan hias

- Tanaman obat : aneka jenis tanaman obat asal hutan - Tanaman hias : anggrek hutan, palmae, pakis, aneka

jenis pohon indah

(23)

7 Hewan Sarang burung, sutera alam, shellac, buaya, ular, telur, daging, ikan, burung, lilin lebah, tanduk, tulang, gigi, kulit, aneka hewan yang tidak dilindungi

8 Jasa hutan Air, udara (oksigen), rekreasi/ekoturisme, penyanggah ekosistem alam

9 Lain-lain Balau, kupang, ijuk, lembai, pandan, arang, sirap, ganitri, gemor, purun, rumput gajah, sintok, biga, kalapari, gelam, kayu salaro, pohon angin, uyun, rumput kawat

Sumber : Sumadiwangsa, 2008

HHBK yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan oleh masyarakat, menurut UU Kehutanan Nomor 41 tahun 1999 dapat dibedakan menjadi beberapa bagian sebagai berikut :

a. Hasil nabati beserta turunannya seperti kayu, rotan, bambu, rerumputan, tanaman obat, jamur, getah-getahan, bagian atau yang dihasilkan tetumbuhan; b. Hasil hewani beserta turunannya seperti satwa liar dan hasil penangkarannya,

satwa buru, satwa elok, serta bagian atau yang dihasilkan hewan hutan;

c. Benda non hayati yang secara ekologi merupakan suatu kesatuan ekosistem dengan organ hayati penyusun hutan seperti air, udara bersih dan sehat serta barang lain tetapi tidak termasuk barang tambang;

d. Jasa yang diperoleh dari hutan seperti jasa wisata, jasa keindahan dan keunikan, jasa perburuan dan jasa lainnya;

(24)

Upaya pengembangan HHBK perlu dilakukan secara berkelanjutan, mengingat komoditas HHBK sangat beragam di setiap daerah dan banyak melibatkan berbagai pihak dalam memproses hasilnya, maka strategi pengembangan perlu dilakukan dengan memilih jenis prioritas yang diunggulkan berdasarkan pada kriteria, indikator dan standar yang ditetapkan. Dengan tersedianya jenis komoditas HHBK unggulan maka usaha budidaya dan pemanfaatannya dapat dilakukan lebih terencana dan terfokus sehingga pengembangan HHBK dapat berjalan dengan baik, terarah dan berkelanjutan. Pengurusan sumber daya hutan dan pembangunan kehutanan merupakan urusan bersama antara Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota dan seluruh komponen masyarakat.

Salah satu Kabupaten di provinsi Sumatera Utara yang memiliki lahan HHBK yang luas adalah Kabupaten Pakpak Bharat. Luas lahan pertanian Kabupaten Pakpak Bharat adalah 104.264 ha, terdiri dari 1.206 ha lahan sawah dan 103.058 ha lahan kering (BPS Pakpak Bharat, 2010). Pengembangan pertanian di Kabupaten Pakpak Bharat pada dasarnya masih dihadapkan pada permasalahan-permasalahan antara lain sistem budidaya dan pengelolaan usaha tani yang masih bersifat tradisional.

(25)

adapun luas lahan dan produk HHBK di Kabupaten Pakpak Bharat selama kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir sebagai berikut :

Tabel 1.2. Luas Lahan dan Produksi HHBK di Kabupaten Pakpak Bharat 2007-2009

No Tahun

Tahun 2009 Tahun 2010

Luas (Ha)

Produksi

(Ton) Luas (Ha) Produksi (Ton)

G N K G N K G N K G N K

1 Salak 34.5 21.0 - 53.5 0.7 - 38.0 21.0 - 53.5 0.7 -

2

Sitelu Tali Urang Jehe

574.0 38.8 65.2 873.3 18.2 7.0 582.0 38.8 65.2 873.3 18.2 5.0

3 Pagindar 8.0 3.0 - 12.8 1.2 - 10.0 3.0 - 12.8 1.2 -

4

Sitelu Tali Urang Julu

12.0 - 105.0 18.6 0.5 7.1 12.0 - 97.0 18.6 0.5 6.8

5

Pergetteng-Getteng

98.0 2.0 45.6 115.1 0.7 6.0 98.0 2.0 45.6 115.1 0.7 6.0

6 Kerajaan 116.8 9.0 502.0 173.1 2.6 64.0 117.0 9.0 463.0 173.1 2.6 60.0 7 Tinada 113.5 4.8 13.2 156.1 1.2 1.3 114.0 4.8 13.2 156.1 1.2 1.3 8 Siempat Rube 80.3 4.0 473.2 120.5 0.5 55.6 80.0 4.0 269.2 120.5 0.5 54.0

Jumlah 1037.1 82.5 1204.2 1523.0 25.5 140.9 1051.0 82.5 953.2 1523.0 25.5 133.1

Sumber: BP4K Kabupaten Pakpak Bharat dan Pakpak Bharat dalam Angka 2010

(26)

Sebagai komoditi yang mulai dapat diandalkan untuk penerimaan negara, HHBK telah dipandang sebagai komoditi perdagangan hasil hutan bukan kayu yang cukup penting bagi Indonesia. Produk HHBK ini juga telah menambah penerimaan ekspor selain minyak dan gas bumi, serta dapat disejajarkan dengan penerimaan ekspor utama pertanian lainnya seperti kopi, karet dan minyak sawit. Disamping itu, produk HHBK ini juga memenuhi persyaratan pengembangan ekspor bukan migas, karena : (a) memanfaatkan sumberdaya dalam negeri, (b) dapat memperbesar nilai tambah, (c) dapat bersaing di pasar dunia, dan (d) dapat menyerap tenaga kerja (Zulkieflimansyah, 2008; Erwinsyah, 1999; Fariyanti, 1995).

Perkembangan luas lahan HHBK pada 8 (delapan) kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat mengalami peningkatan setiap tahunnya pada 8 (delapan) kecamatan tersebut, yaitu Salak, Sitellu Tali Urang Jehe, Pagindar, Sitellu Tali Urang Julu, Pergetteng-getteng Sengkut, Kerajaan, Tinada dan Siempat Rube. Hal ini menggambarkan adanya keinginan masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat untuk mengembangkan perkebunan rakyat melalui pertanaman HHBK.

(27)

dapat mendukung pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat di masa yang akan datang.

Secara ekologis HHBK tidak memiliki perbedaan fungsi dengan hasil hutan kayu, karena sebagian besar HHBK merupakan bagian dari pohon. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, bahwa HHBK adalah hasil hutan hayati maupun non hayati atau menurut FAO (2000) adalah barang (goods) yang dihasilkan benda hayati selain kayu yang berasal dari hutan atau lahan sejenis.

Peranan HHBK terhadap pembangunan wilayah pedesaan memberikan kontribusi terbesar dalam menggerakkan pembangunan adalah dari sektor pertanian dan kehutanan. Dari beberapa pola pengelolaan hutan rakyat yang ada maka hasil dari hutan rakyat memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan desa dan pembangunan wilayah.

ICRAF (2000), pengaturan terhadap HHBK baik dari proses produksi, pengolahan dan pemasaran, semua dapat dilakukan oleh masyarakat, sehingga

income (pendapatan) dari kegiatan tersebut masuk dalam wilayah produsen. HHBK seperti getah damar, telah dapat menjadi sektor basis bagi pengembangan wilayah. Dengan adanya kegiatan produksi dan pengolahan maka terjadi penyerapan tenaga kerja yang besar.

(28)

mengatasi kendala pembangunan yang ada di daerah dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam rencana pembangunan nasional, pengembangan wilayah lebih ditekankan pada penyusunan paket pengembangan wilayah terpadu dengan mengenali sektor strategis (potensial) yang perlu dikembangkan di suatu wilayah (Friedmann & Allonso, 1978).

Berdasarkan uraian diatas maka penulis mencoba untuk mengangkat judul

tesis ini “Peranan sektor hasil hutan bukan kayu terhadap pengembangan wilayah

Kabupaten Pakpak Bharat”

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :

1. Komoditas HHBK apa yang menjadi basis di Kabupaten Pakpak Bharat?.

2. Bagaimana peranan tenaga kerja pada HHBK terhadap pembangunan wilayah di Kabupaten Pakpak Bharat?.

3. Peranan pendapatan dari HHBK yang menjadi basis terhadap PDRB sektor pertanian di Kabupaten Pakpak Bharat.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

(29)

2. Menganalisis peranan tenaga kerja pada HHBK terhadap pembangunan wilayah di Kabupaten Pakpak Bharat.

3. Menganalisis pendapatan dari HHBK yang menjadi basis terhadap PDRB sektor pertanian di Kabupaten Pakpak Bharat.

1.4. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan nantinya akan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah, dalam merumuskan perencanaan pembangunan daerah khususnya yang berkaitan dengan pengembangan perkebunan rakyat produksi HHBK di Kabupaten Pakpak Bharat.

2. Bagi penulis dalam memperluas pengetahuan dan wawasan tentang pengembangan perkebunan rakyat produksi HHBK di Kabupaten Bharat. 3. Sebagai bahan acuan untuk peneliti selanjutnya terutama yang berminat untuk

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Secara ekologis HHBK tidak memiliki perbedaan fungsi dengan hasil hutan kayu, karena sebagian besar HHBK merupakan bagian dari pohon. Istilah Hasil Hutan Non Kayu semula disebut Hasil Hutan Ikutan merupakan hasil hutan yang berasal dari bagian pohon atau tumbuh-tumbuhan yang memiliki sifat khusus yang dapat menjadi suatu barang yang diperlukan oleh masyarakat, dijual sebagai komoditi ekspor atau sebagai bahan baku untuk suatu industri.

Definisi HHBK seperti dirumuskan oleh pemerintah melalui Departemen Kehutanan (Permenhut: 35/MENHUT-II/2007) adalah hasil hutan baik nabati dan hewani beserta produk turunan dan budidayanya kecuali kayu. Pada umumnya HHBK merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon, misalnya getah, daun, kulit, buah dan lain-lain atau berupa tumbuhan-tumbuhan yang memiliki sifat khusus seperti rotan, bambu dan lain-lain.

Menurut Sumadiwangsa (2000) dalam Sudarmalik et al. (2006) bahwa HHBK yang dimanfaatkan dan memiliki potensi untuk dimanfaatkan oleh masyarakat, dapat dibedakan menjadi beberapa bagian sebagai berikut :

1. Getah-getahan : Getah jelutung, getah merah, getah balam, getah karet alam dan lain-lain,

(31)

3. Resin : Gaharu, Kemedangan, Jernang, Damar mata kucing, Damar batu, Damar rasak, Kemenyan dan lain-lain,

4. Minyak atsiri : Minyak gaharu, Minyak kayu putih, Minyak Keruing, Minyak lawang, Minyak kayu manis,

5. Madu : Apis dorsata, Apis melliafera,

6. Rotan dan Bambu : Segala jenis rotan, Bambu dan Nibung, 7. Penghasil Karbohidrat : Sagu, Aren, Nipah, Sukun dan lain-lain,

8. Hasil Hewan : Sutra alam, Lilin lebah, Aneka hewan yang tidak dilindungi, 9. Tumbuhan Obat dan Tanaman Hias: Aneka tumbuhan obat dari hutan, anggrek

hutan, palmae, pakis dan lain-lain.

Pemungutan HHBK umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada di sekitar hutan, bahkan di beberapa tempat, kegiatan pemungutan HHBK merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari. Sebagai contoh, pengumpulan rotan, pengumpulan berbagai getah kayu seperti getah kayu Agathis (kopal), atau getah kayu lainnya.

2.1.1. Peranan HHBK terhadap Aspek Ekologis

(32)

Palm berupa sagu, nipah, dan lain-laian merupakan bagian dari ekosistem yang berfungsi menjaga abrasi oleh sungai atau laut.

2.1.2. Peranan HHBK terhadap Ekonomi Rumah Tangga

Seperti yang disebutkan diatas bahwa HHBK dapat menjaga adanya kestabilan pendapatan dan resiliensi (kekenyalan) terhadap perubahan yang terjadi di luar sistem hutan rakyat. Resiliensi adalah suatu tingkat kelenturan dari sumber pendapatan terhadap adanya perubahan pasar. Contohnya adanya perubahan nilai tukar mata uang. Pada saat terjadi krisis moneter, HHBK memiliki peran yang besar terhadap pendapatan rumah tangga dan devisa negara, karena HHBK tidak menggunakan komponen import dalam memproduksi hasil.

2.1.3. Peranan HHBK terhadap Pembangunan Wilayah

Dalam pembangunan pedesaan maka kontribusi terbesar dalam menggerakkan

pembangunan adalah dari sektor pertanian dan kehutanan. Dari beberapa pola pengelolaan hutan rakyat yang ada maka hasil dari hutan rakyat memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan desa dan pembangunan wilayah.

Dengan pengaturan terhadap HHBK baik dari proses produksi, pengolahan dan pemasaran, semua dapat dilakukan oleh masyarakat, sehingga income

(33)

pengembangan wilayah. Dengan adanya kegiatan produksi dan pengolahan maka terjadi penyerapan tenaga kerja yang besar.

2.2. Teori Produksi

Dalam proses produksi pertanian, seorang petani modern menggunakan faktor

produksi (input) seperti tanah, tenaga kerja, mesin dan pupuk. Input tersebut dipergunakan selama musim tanam, dan pada musim panen petani tersebut mengambil hasil (output) tanamnya. Petani selalu berusaha keras untuk melakukan produksi secara efisien atau dengan biaya yang paling rendah, dengan demikian petani selalu berusaha untuk memproduksi tingkat output maksimum dengan menggunakan suatu dosis input tertentu, dan menghindarkan pemborosan sekecil mungkin, selanjutnya petani tersebut dianggap berusaha memaksimumkan laba ekonomis.

Produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output, dan input produksi ini tidak hanya

human resources, tetapi dapat pula capital resources (modal), natural resources (tanah) dan managerial skill (Joesron dan Fathorrozi, 2003)

(34)

yang terdapat di luar wilayah, atau kombinasi keduanya. Dimana dalam ekonomi makro, disebut bahwa ekonomi penentu intern pertumbuhan wilayah tersebut adalah modal, tenaga kerja, sumber daya alam (tanah), dan sistem sosial politik.

Selanjutnya menurut Ravianto (2000), bahwa dalam suatu proses produksi, untuk menghasilkan out put atau keluaran, maka diperlukan input atau masukan sumber daya. Sumber daya sebagai masukan tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : tenaga kerja, modal, dan sumber daya alam atau bahan baku industri, dimana ketiga kelompok masukan ini dinamakan

physical input.

a. Sumber Daya Alam

Sumber daya alam (Natural Resources) dapat diartikan sebagai segala sumber daya hayati dan non-hayati yang dimanfaatkan umat manusia sebagai sumber pangan, bahan baku, dan enerji. Dengan kata lain bahwa sumber daya alam adalah faktor produksi dari alam yang digunakan untuk menyediakan barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi (Fauzi, 2004).

(35)

Tinggi rendahnya sewa tanah adalah disebabkan oleh perbedaan kesuburan tanah, makin subur tanah makin tinggi sewa tanah. Dengan berkembangnya penduduk maka nilai tanah akan terus menerus naik karena tanah adalah satu-satunya faktor produksi yang tidak dapat dibuat oleh manusia (Mubyarto, 2003).

Menurut Hanley dalam Fauzi (2004), sumber daya alam dapat diklasifikasikan menurut jenis penggunaan akhir, yaitu sumber daya alam material dan sumber daya alama energi. Sumber daya alam material merupakan sumber daya alam yang dimanfaatkan sebagai bagian dari komoditas, misalnya biji besi diproses menjadi besi yang kemudian dijadikan mobil atau komponen bahan bangunan. Sedangkan sumber daya alam energi merupakan sumber daya yang digunakan untuk kebutuhan menggerakkan energi melalui proses transformasi panas maupun transformasi energi lainnya.

b. Modal

Dalam pengertian ekonomi modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru. Karena modal menghasilkan barang-barang baru atau merupakan alat untuk memupuk pendapatan maka akan menciptakan dorongan dan minat untuk menyisihkan kekayaannya maupun hasil produksi dengan maksud yang produktif dan tidak untuk maksud keperluan yang konsumtif.

(36)

Modal dinyatakan nilainya dalam bentuk uang yang merupakan sebagai alat pengukur nilai dari modal tersebut.

Menurut Suryana (2000), akumulasi modal merupakan keharusan bagi kegiatan/pembangunan ekonomi suatu negara terlebih bagi negara-negara berkembang, karena pembangunan itu sendiri memerlukan modal. Meskipun demikian dapat disadari bahwa modal bukanlah satu-satunya yang penting dalam menggerakkan pembangunan, karena ada beberapa faktor lainnya seperti skill, enterpreuner, sistem pemerintahan yang efisien, kesanggupan untuk menciptakan dan menggunakan teknologi, dan corak sikap masyarakat.

Modal diharapkan dapat diciptakan untuk menahan diri dalam bentuk konsumsi, dengan tujuan pendapatannya akan dapat lebih besar lagi di masa yang akan datang. Pengembangan pembangunan ekonomi akan terlaksana bila pembentukan modal berjalan baik. Oleh sebab itu pembangunan yang berhasil akan tetap berusaha meningkatkan modalnya.

c. Tenaga kerja

Tenaga kerja merupakan resources, tepatnya human resources atau sumber daya manusia yang berperan dalam kegiatan pembangunan masyarakat. Peranan tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi sangat besar terhadap perkembangan ekonomi, demikian pula pada sektor industri yang banyak berorientasi kepada sektor padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja.

(37)

Dengan demikian penduduk bukan merupakan salah satu faktor produksi saja, tetapi juga yang paling penting merupakan sumber daya yang menciptakan dan mengembangkan teknologi serta yang mengorganisir penggunaan berbagai faktor produksi.

Selanjutnya Simanjuntak (1998) menyatakan bahwa tenaga kerja dan bukan tenaga kerja dibedakan hanya oleh batas umur. Tiap-tiap negara memberikan batasan umur berbeda. Misalnya, India menggunakan batasan umur 14 sampai 60 tahun. Jadi tenaga kerja adalah penduduk yang berumur antara 14 sampai 60 tahun. Sedangkan orang yang berumur dibawah 14 tahun atau diatas 60 tahun digolongkan sebagai bukan tenaga kerja.

Menurut Sukirno (2000), bahwa golongan penduduk yang tergolong sebagai angkatan kerja adalah penduduk yang berumur di antara 15-64 tahun, kecuali: (i) ibu rumah tangga yang lebih suka menjaga keluarganya daripada bekerja, (ii) penduduk muda dalam lingkungan umur tersebut yang masih meneruskan pelajarannya di sekolah atau universitas, (iii) orang yang belum mencapai umur 65 tetapi sudah pensiun dan tidak mau bekerja lagi, (iv) pengangguran sukarela-yaitu golongan penduduk dalam lingkungan umur tersebut yang tidak secara aktif mencari pekerjaan.

(38)

kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan, yakni orang-orang yang kegiatannya bersekolah (pelajar dan mahasiswa), mengurus rumah tangga, serta menerima pendapatan tetapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya.

2.3. Fungsi produksi

Produksi adalah suatu proses mengubah input menjadi output, sehingga nilai barang tersebut bertambah. Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan antara tingkat output dan tingkat penggunaan input-input (Boediono, 2002).

Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan antara tingkat output dan tingkat penggunaan input-input. Setiap produsen dalam teori dianggap mempunyai suatu fungsi produksi, yaitu :

Q = f (X1,X2,X3…Xn)

Q = Tingkat produksi (output) X1,X2,X3,..Xn = Berbagai input yang digunakan

Fungsi produksi menggambarkan kombinasi penggunaan input yang dipakai oleh suatu perusahaan. Pada keadaan teknologi tertentu, hubungan antara

(39)

kurva isoquant, yaitu kurva yang menggambarkan berbagai kombinasi faktor produksi yang sama (Joesran dan Fathorrozi, 2003).

Tujuan setiap perusahaan (termasuk petani yang menggarap lahan dengan tenaganya sendiri) adalah mengubah input menjadi output sehingga tercipta produktivitas. Untuk mendapatkan outputnya, perusahaan harus menggunakan berbagai jenis input yaitu tenaga kerja, modal, sumber daya alam dan sebagainya.

Karena input-input ini langka, sehingga mereka harus menggunakan ukuran biaya yang diasosiasikan dengan penggunaan input, seperti petani mengkombinasikan tenaga mereka dengan bibit, tanah, hujan, pupuk dan peralatan mesin untuk memperoleh hasil panen (Nicholson, 2002).

Boediono (2002), menggambarkan bahwa bentuk umum fungsi produksi yang bisa menampung berbagai kemungkinan substitusi antara kapital (K), tenaga kerja (L), Sumber daya (R) dan teknologi (T) adalah sebagai berikut :

Q = f (K, L, R, T) Keterangan :

Q = Output atau keluaran K = Stok Kapital atau modal L = Labor atau tenaga Kerja R= Resource /Sumber daya

T = Tingkat teknologi yang digunakan

(40)

meningkat pada periode itu, maka sebagian kenaikan output akan diinvestasikan sehingga stok kapital akan bertambah besar sebesar output yang diinvestasikan. Proses pertumbuhan output ini akan terus berulang pada periode berikutnya, sampai pada batas penggunaan sumber daya alam dan sumber daya tenaga kerja mencapai tingkat yang optimal.

Fungsi produksi menurut Soekartawi (2003), adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Dalam pembahasan teori ekonomi produksi, maka telaahan yang banyak diminati dan dianggap penting adalah telaahan fungsi produksi ini. Hal tersebut disebabkan karena beberapa hal, antara lain:

Y = f (X1, X2, ..., X3, ...Xn)

Dengan fungsi produksi seperti tersebut di atas, maka hubungan Y dan X dapat diketahui dan sekaligus hubungan X1...Xn dan X lainnya juga dapat diketahui.

(41)

2.4. Faktor Produksi dan Pendapatan

2.4.1. Faktor Produksi

Faktor produksi disebut juga korbanan produksi, karena faktor produksi tersebut dikorbankan untuk menghasilkan produksi. Macam faktor produksi atau input ini berikut jumlah dan kualitasnya perlu diketahui oleh seorang produsen. Oleh karena itu, untuk menghasilkan suatu produk, maka diperlukan pengetahuan hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output). (Soekartawi, 2003).

Setiap usaha yang dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Oleh karena itu dalam analisa ketenaga kerjaan dibidang bisnis/perusahaan penggunan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja, Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya tenaga kerja yang dibutuhkan dan membutuhkan tenga kerja yang mempunyai keahlian. Biasanya perusahan kecil akan membutuhkan tenaga kerja yang sedikit, dan sebaliknya perusahaan skala besar lebih banyak membutuhkan tenaga kerja dan mempunyai keahlian. Dalam perusahaan, hal ini sangat penting untuk melihat sebaran pengguna tenaga kerja selama proses produlsi sehingga dengan demikian kelebihan tenaga kerja pada kegiatan tetentu dapat dihindarkan (Soekartawi, 2002).

(42)

mesin perlu ditambah. Tapi jika tingkat produksi menurun bahkan sampai nol unit (tidak berproduksi), jumlah mesin tidak bisa dikurangi. Jumlah penggunaan faktor produksi variabel tergantung pada tingkat produksinya. Makin besar tingkat produksi, makin banyak faktor produksi variabel yang digunakan. Begitu juga sebaliknya. Sebagai contoh, buruh harian lepas dipabrik rokok. Jika perusahaan ingin meningkatkan produksi, maka jumlah buruh ditambah. Sebaliknya jika ingin mengurangi produksi, buruh dapat dikurangi. (Prathama et al, 2002).

Cepat atau tidaknya inovasi mengadopsi inovasi oleh petani sangat tergantung dari faktor extern dan intern. Faktor intern itu sendiri terdiri dari faktor sosial dan ekonomi. Faktor sosial itu diantaranya : umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani dan kepemilikan lahan.Sedangkan faktor ekonomi diantaranya adalah jumlah tanggungan keluarga, luas lahan dan ada tidaknya usaha tani lain yang dimiliki petani. (Soekartawi, 2002).

2.4.2. Pendapatan

(43)

teknologi yang di terapkan. Di sektor non pertanian kesempatan kerja ditentukan oleh volume produksi, teknologi dan tingkat harga komoditi (Kasryno, 2000).

Sukirno (2006) menyatakan pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode, baik harian, mingguan, bulanan ataupun tahunan.Beberapa klasifikasi pendapatan antara lain : 1. Pendapatan pribadi yaitu semua jenis pendapata yang diperoleh tanpa

memberikan suatu kegiatan apapun yang diterima penduduk suatu negara. 2. Pendapatan dispossibel yaitu pendapatan pribadi dikurangi pajak yang harus

dibayarkan oleh para penerima pendapatan, sisa pendapatan yang siap dibelanjakan inilah yang dinamakan pendapatan disposibel.

3. Pendapatan nasional yaitu nilai seluruh barang-barang jadi dan jasa-jasa yang diproduksikan oleh suatu negara dalam satu tahun.

Pendapatan usaha tani adalah selisih antara penerimaan (TR) dan semua biaya

(44)

2.5. Wilayah

Dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Menurut Rustiadi et al. (2005a) wilayah didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta bentu-bentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu. Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget et al., 1977 dalam Rustiadi et al., 2005a) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga kategori, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.1,, yaitu:

1. Wilayah homogen (uniform/ homogenous region); 2. Wilayah nodal (nodal region);

3. Wilayah perencanaan (planning region atau programming region).

(45)

Glasson (1977), mengklasifikasikan region/wilayah menjadi :

1. Fase pertama, yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan keseragaman/ homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik yang seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial dan politik.

2. Fase kedua, yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional saling berkaitan.

3. Fase ketiga, yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.

(46)

Menurut Rustiadi et al. (2005a), wilayah homogen adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut homogen, sedangkan faktor- faktor yang tidak dominan bisa saja beragam (heterogen). Pada dasarnya terdapat beberapa faktor penyebab homogenitas wilayah. Secara umum terdiri atas penyebab alamiah dan penyebab artifisial. Faktor alamiah yang dapat menyebabkan homogenitas wilayah adalah kelas kemampuan lahan, iklim dan berbagai faktor lainnya. Sedangkan homogenitas yang bersifat artificial adalah homogenitas yang didasarkan pada pengklasifikasian berdasarkan aspek tertentu yang dibuat oleh manusia. Contoh wilayah homogen artificial adalah wilayah homogen atas dasar kemiskinan (peta kemiskinan). Sedangkan wilayah fungsional menekankan perbedaan dua komponen-komponen wilayah yang terpisah berdasarkan fungsinya, yang memiliki keterkaitan, ketergantungan dan saling berinteraksi satu sama lain dan tidak terpisahkan dalam kesatuan. Berdasarkan struktur komponen-komponen yang membentuknya, wilayah fungsional dapat dibagi menjadi :

1. Wilayah sistem sederhana (dikotomis) yang bertumpu pada konsep ketergantungan atau keterkaitan antara dua bagian atau komponen wilayah. 2. Wilayah sistem kompleks (non dikotomis) yang mendeskripsikan wilayah

sebagai suatu sistem yang bagian-bagian di dalamnya bersifat kompleks. Konsep wilayah nodal, kawasan perkotaan- perdesaan dan kawasan budidaya -non budidaya adalah contoh wilayah sederhana. Konsep wilayah nodal didasarkan atas asumsi bahwa suatu wilayah diumpamakan sebagai suatu “sel

(47)

pelayanan/permukiman, sedangkan plasma adalah daerah belakang (peripheri/ hinterland), yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan mempunyai hubungan fungsional. Pusat wilayah berfungsi sebagai : 1) tempat terkonsentrasinya penduduk, 2) pasar bagi komoditi-komoditi pertanian maupun industri, 3) pusat pelayanan terhadap daerah hinterland, 4) lokasi pemusatan industri manufaktur yang diartikan sebagai kegiatan mengorganisasikan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan suatu output tertentu. Sedangkan wilayah hinterland berfungsi sebagai : 1) pemasok/ produsen bahan-bahan mentah dan atau bahan baku, 2) pemasok tenaga kerja melalui proses urbanisasi, 3) daerah pemasaran barang dan jasa industri manufaktur, 4) penjaga fungsi-fungsi keseimbangan ekologis.

Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan.

2.6. Pengembangan Wilayah

Hartshorne dalam Hanafiah (1992), memformulasikan pengertian wilayah sebagai berikut : "'Suatu area dengan lokasi spesifik dan dalam beberapa aspek tertentu berbeda dengan area lain"'. Unit area ini adalah merupakan objek yang konkrit dengan karakteristik yang unik. Struktur wilayah akan mempunyai watak dari pada "mosaik" dari tiap tiap bagian yang mempunyai kesamaan.

(48)

aspek fisik tanah saja, tetapi lebih dari itu meliputi aspek lain seperti biologi, ekonomi, sosial dan budaya (Wibowo, 2004).

Menurut Hadjisaroso (1994), pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat.

Selanjutnya Miraza (2005), pengembangan wilayah adalah pemanfaatan potensi wilayah, baik potensi alam maupun potensi buatan, harus dilaksanakan secara fully dan efficiency agar potensi dimaksud benar-benar berdampak pada kesejahteraan masyarakat secara maksimal.

Sasaran pengembangan wilayah harus diterjemahkan dari tujuan pembangunan nasional. Di mana tujuan pembangunan daerah harus konsisten dengan tujuan pembangunan nasional yang umumnya terdiri atas :

a) Mencapai pertumbuhan pendapatan perkapita yang cepat b) Menyediakan kesempatan kerja yang cukup

c) Pemerataan pendapatan

d) Mengurangi perbedaan antara tingkat pendapatan, kemakmuran, pembangunan serta kemampuan antar daerah

e) Membangun struktur perekonomian agar tidak berat sebelah (Hadjisaroso, 1994).

(49)

Menurut Sukirno (2001), bila dilihat dari aspek ekonomi, pengembangan wilayah dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan masyarakat meningkat dalam jangka waktu yang panjang. Dari pengertian tersebut dapat terlihat pembangunan ekonomi mempunyai sifat antara lain :

a) Sebagai proses, berarti merupakan perubahan yang terjadi terus menerus. b) Usaha untuk menaikkan tingkat pendapatan masyarakat, dan

c) Kenaikan pendapatan tersebut terus berlangsung dalam jangka panjang. Adapun sasaran pembangunan menurut Todaro (2000), adalah:

a) Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian atau pemerataan bahan-bahan pokok yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup seperti makan, perumahan, dan kesehatan serta perlindungan.

b) Meningkatkan taraf hidup termasuk di dalamnya meningkatkan penghasilan, penyediaan lapangan kerja yang memadai, pendidikan yang lebih baik dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai budaya yang manusiawi.

c) Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individual dan nasional dengan cara: merdeka dari sikap-sikap budak dan ketergantungan juga tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain tetapi juga merdeka dari sumber kebodohan dan penderitaan.

(50)

perluasan kesempatan kerja yang memadai, pendidikan dan juga dengan cara membebaskan masyarakat dari sikap ketergantungan terhadap orang lain serta mengangkat kesadaran akan harga diri.

Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Sedangkan menurut Anwar (2005), pembangunan wilayah dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan wilayah yang mencakup aspek-aspek pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan yang berdimensi lokasi dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah. Pengertian pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar (basic need approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan pembangunan yang berkelanjutan (suistainable development).

Menurut Mercado (2002), konsep pusat pertumbuhan diperkenalkan pada tahun 1949 oleh Fancois Perroux yang mendefinisikan pusat pertumbuhan sebagai

“pusat dari pancaran gaya sentrifugal dan tarikan gaya sentripetal”. Menurut

(51)

Teori pusat pertumbuhan juga ditopang oleh kepercayaan bahwa kekuatan pasar bebas melengkapi kondisi terjadinya trickle down effect (dampak penetesan ke bawah) dan menciptakan spread effect (dampak penyebaran) pertumbuhan ekonomi dari perkotaan ke pedesaan. Menurut Stohr (1981) dalam Mercado (2002) konsep pusat pertumbuhan mengacu pada pandangan ekonomi neo-klasik.

Pembangunan dapat dimulai hanya dalam beberapa sektor yang dinamis, mampu memberikan output rasio yang tinggi dan pada wilayah tertentu, yang dapat memberikan dampak yang luas (spread effect) dan dampak ganda (multiple effect) pada sektor lain dan wilayah yang lebih luas. Sehingga pembangunan sinonim dengan urbanisasi (pembangunan di wilayah perkotaan) dan industrialisasi (hanya pada sektor industri). Pandangan ekonomi neo-klasik berprinsip bahwa kekuatan pasar akan menjamin ekuilibrium (keseimbangan) dalam distribusi spasial ekonomi dan proses trickle down effect atau centre down

dengan sendirinya akan terjadi ketika kesejahteraan di perkotaan tercapai dan dimulai dari level yang tinggi seperti kawasan perkotaan ke kawasan yang lebih rendah seperti kawasan hinterland dan perdesaan melalui beberapa mekanisme yaitu hirarki perkotaan dan perusahaan-perusahaan besar.

(52)

2.7. Penelitian Sebelumnya

Hasil penelitian (Oka et al, 2005), HHBK merupakan sumberdaya hayati yang paling bernilai dari hutan bqagi masyarakat Dusun Pampli. Selain nilai ekonominya yang jauh lebih besar dari kayu, pemungutan HHBK tidak menyebabkan kerusakan hutan, sehingga tidak akan mengakibatkan hilangnya fungsi-fungsi dan nilai jasa dari hutan.

Kontribusi HHBK terhadap kehidupan masyarakat hutan Dusun Pampli selain sangat berarti secara ekonomi juga lebih merata dibandingkan dengan kayu. Manfaat dari kayu hanya dinikmati oleh masyarakat tertentu saja, yaitu mereka yang memiliki modal paling kurang satu unit chainsaw.

Karena HHBK dapat memenuhi kebutuhan masyarakat kapan pun mereka kehendaki, ada kecenderungan bahwa masyarakat Dusun Pampli menjadi manja, tidak berupaya melestarikan HHBK tempatnya bergantung hidup dan tidak merencanakan masa depannya dengan baik, sehingga mereka terbelenggu dalam kemiskinan.

Hasil penelitian Siregar (2004), tentang Pola Budidaya dan Pengusahaan Gambir, Studi Kasus Kabupaten Dairi menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan pendapatan masyarakat dengan mengembangkan sistem pola tanam tumpang sari.

(53)

apabila menjual output dalam bentuk getah basah (bubur) dan getah kering masing-masing adalah sebesar Rp14.073.200,- dan Rp15.129.200,-. Secara statistik, beda rata-rata dari pendapatan bersih adalah signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa petani lebih menguntungkan bila menjual gambir dalam bentuk getah kering.

Pemasaran yang terjadi baik output getah basah maupun getah kering masih cukup efisien, ditunjukkan marjin harga yang diterima petani cukup tinggi 100% untuk daun dan ranting muda, 75% untuk getah kering dan 90,57% untuk getah basah. Besarnya marjin pemasaran antara lembaga-lembaga pemasaran pada masing-masing output cukup seimbang (6%-19%) dan keuntungan dari lembaga pemasaran pada masing-masing output berkisar antara 5,63% sampai 14%.

2.8. Kerangka Pemikiran

(54)
(55)

Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian

2.9. Hipotesis Penelitian

Ho1. HHBK yang bukan merupakan komoditas unggulan (basis) di Kabupaten

Pakpak Bharat adalah dengan nilai LQ < 1

Ha1. HHBK yang merupakan komoditas unggulan (basis) di Kabupaten Pakpak

Bharat adalah dengan nilai LQ > 1 Penyerapan

tenaga Kerja

PDRB Sektor Pertanian

PENGEMBANGAN WILAYAH HHBK

Komoditas Unggulan

Pendapatan

(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pakpak Bharat berlokasi pada 8 (delapan) Kecamatan, yaitu Salak, Sitellu Tali Urang Jehe, Pagindar, Sitellu Tali

Urang Julu, Pergetteng-getteng Sengkut, Kerajaan, Tinada dan Siempat Rube. Penelitian ini direncanakan mulai bulan Maret sampai dengan Agustus 2011.

3.2. Jenis dan Sumber Data

a. Data Primer

Data primer berupa data yang diperoleh melalui wawancara langsung terhadap petani HHBK di Kabupaten Pakpak Bharat, yang dikumpulkan melalui daftar pertanyaan (kuesioner) untuk memperoleh data mengenai keadaan dan operasionalisasi petani HHBK.

b. Data Sekunder

(57)

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani HHBK pada 8 (delapan) Kecamatan, yaitu Salak, Sitellu Tali Urang Jehe, Pagindar, Sitellu Tali Urang Julu, Pergetteng-getteng Sengkut, Kerajaan, Tinada dan Siempat Rube di Kabupaten Pakpak Bharat sebanyak 2.384 KK. Populasi petani HHBK di Kabupaten Pakpak Bharat per Kecamatan dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Jumlah Petani HHBK di Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2010

No Kecamatan Jumlah Petani (KK)

1 Salak 118

2 Sitelu Tali Urang Jehe 935

3 Pagindar 147

4 Sitelu Tali Urang Julu 145

5 Pergetteng-Getteng Sengkut 184

6 Kerajaan 282

7 Tinada 393

8 Siempat Rube 180

Jumlah 2.384

Sumber : BP4K dan Kabupaten Pakpak Bharat. dalam Angka, 2011

3.3.2. Sampel

(58)

Tabel 3.2. Distribusi Sampel menurut Kecamatan

No Kecamatan Jumlah Petani (KK)

1 Salak 12

2 Sitelu Tali Urang Jehe 94

3 Pagindar 15

4 Sitelu Tali Urang Julu 14

5 Pergetteng-Getteng Sengkut 19

6 Kerajaan 28

7 Tinada 39

8 Siempat Rube 18

Jumlah 239

Sumber : BP4K dan Kabupaten Pakpak Bharat. dalam Angka, 2011

Berdasarkan kriteria sampel, maka diperoleh jumlah sampel sebanyak 239 KK Petani HHBK pada 8 (delapan) Kecamatan wilayah penelitian di Kabupaten Pakpak Bharat. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling.

3.4. Metode Analisis Data

a. Untuk mengetahui HHBK yang berbasis dianalisis dengan metode pengukuran

tidak langsung “metode location quotient” atau LQ. Nilai LQ diperoleh

berdasarkan derajat keunggulan komparatifnya.

(59)

LQi = t i

t i

P P

p p

/ /

dimana :

pi = Jumlah produksi komoditas HHBKi pada tingkat Kabupaten pt = Jumlah produksi total komoditas HHBK pada tingkat Kabupaten Pi = Jumlah produksi komoditas HHBKi pada tingkat Provinsi Pt = Jumlah produksi total komoditas HHBK pada tingkat Provinsi

LQ > 1, maka komoditas tersebut merupakan komoditas basis atau disebut komoditas unggulan.

LQ = 1, non basis, artinya komoditas i tidak memiliki keunggulan, produksinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

LQ < 1, non basis, komoditas tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri, perlu dipasok dari luar.

Setelah diketahui komiditas unggulan berdasarkan perhitungan nilai LQ maka dilanjutkan untuk menjawab tujuan penelitian berikutnya berdasarkan komoditas yang terpilih dengan kriteria memiliki nilai LQ > 1 sebagai sampel penelitian.

b. Untuk mengetahui peranan tenaga kerja pada HHBK terhadap pembangunan wilayah di Kabupaten Pakpak Bharat dilakukan analisis secara deskriptif dengan cara membandingkan rata-rata penggunaan tenaga kerja per satuan luas (ha) HHBK dengan total tenaga kerja usia produktif (15-49 tahun) di Kabupaten Pakpak Bharat.

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Klasifikasi Konsep Wilayah (Sumber : Rustiadi et al.
Tabel  3.1. Jumlah Petani HHBK di Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2010
Tabel 3.2. Distribusi Sampel menurut Kecamatan
Tabel 4.1. Letak Geografi Menurut Kabupaten/Kota
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metoda Pelaksanaan yang disampaikan didalam dokumen penawaran tidak menggambarkan penyelesaian pekerjaan dan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang ditetapkan dalam dokumen

Guru realistik berperan dalam konstruksi pengetahuan matematis siswa dengan menjadikan real world , pengalaman, kebiasaan, budaya di lingkungan sekitar sebagai sumber belajar

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang atas Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi penelitian yang berjudul “ Karakterisasi Tetua dan

Segala puji dan syukur atas berkat rahmat Allah SWT yang telah melimpahkan segala anugerahn-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

Evaluasi daya gabung dan heterosis lima galur jagung manis (Zea mays var. saccharata) hasil persilangan dialel.. Evaluasi Daya Gabung Karakter Ketahanan Tanaman

Secara langsung atau tidak langsung memaksa sivitas akademika dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, melakukan teror terhadap sesama mahasiswa, karyawan, dosen,

[r]

• Création en 1963, évolution de la fabrication vers le négoce.. – (80% en fabrication et 20%