PERANCANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA SUMBER
DAYA MANUSIA (SDM) BERBASIS KOMPETENSI PADA
INDUSTRI PENGECORAN LOGAM
(Studi Kasus Produk Baja Billet Pada PT. Growth Sumatera Industry)
TESIS
Oleh
H
HE
EN
ND
DR
R
IK
I
K
S
SA
AB
BA
AM
M
H
H
UT
U
TA
AB
BA
AR
RA
AT
T
097025003/TI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERANCANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA SUMBER
DAYA MANUSIA (SDM) BERBASIS KOMPETENSI PADA
INDUSTRI PENGECORAN LOGAM
(Studi Kasus Produk Baja Billet Pada PT. Growth Sumatera Industry)
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik
Dalam Program Studi Teknik Industri
Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Oleh
H
HE
EN
ND
DR
RI
IK
K
S
SA
AB
BA
AM
M
H
H
UT
U
TA
AB
BA
AR
RA
AT
T
097025003/TI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : ANALISIS LOGISTIK PASOKAN TANDAN BUAH SEGAR UNTUK PEMENUHAN KAPASITAS PABRIK STUDI KASUS DI PKS RAMBUTAN PTPN III
Nama Mahasiswa : Bawon Utomo
Nomor Pokok : 127025001
Program Studi : Teknik Industri
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng)
Ketua Anggota
(Dr. Ir. Nazaruddin, MT)
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dr. Ir. Humala L. Napitupulu, DEA (Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)
Telah diuji pada Tanggal: 14 Juli 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng
Anggota : 1. Dr. Ir. Nazaruddin, MT
2. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE
3. Prof. Dr. Ir. Harmein Nasution, MSIE
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:
PERANCANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA SUMBER DAYA
MANUSIA (SDM) BERBASIS KOMPETENSI PADA INDUSTRI PENGECORAN
LOGAM (Studi Kasus Produk Baja Billet Pada PT. Growth Sumatera Industry)
adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas.
Medan, Oktober 2014 Yang Membuat Pernyataan,
ABSTRAK
Pada dasarnya kinerja karyawan merupakan hasil proses yang kompleks, baik berasal dari diri pribadi karyawan (internal faktor), keadaan lingkungan/ perusahaan external faktor), maupun upaya strategis dari perusahaan. Kinerja yang baik tentu saja merupakan harapan bagi semua perusahaan dan institusi yang mempekerjakan karyawan, sebab kinerja karyawan ini pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Jika kinerja karyawan baik maka kinerja perusahaan akan baik pula, demikian sebaliknya jika kinerja karyawan tidak baik maka akan tidak baikpula kinerja perusahaan.
Oleh karena itu, Sumber Daya Manusia yang mempunyaikompetensi tinggi dipandang dapat mendukung peningkatan kinerja karyawan dan memberikan kontribusi dalam menentukan masa depan perusahaan. kompetensi sebagai karakteristik dasar dari seseorang yang memungkinkan mereka mengeluarkan kinerja superior dalam pekerjaannya. Kompetensi merupakan bagian kepribadian yangmendalam dan melekat pada seseorang dengan perilaku yang dapat diprediksi padaberbagai keadaan dan tugas pekerjaan.Prediksi siapa yang berkinerja baik dankurang baik dapat diukur dari kriteria atau standar yang digunakan.
Pada penelitian ini aspek yang menjadi basis pengkajian adalah kompetensi SDM industri, karena aspek ini dipandang sebagai faktor yang penting dalam pengembangan Kinerja SDM . Berdasarkan sifatnya kompetensi dapat dibagi dua kategori yaitu soft competency dan hard competency. Pada penelitian ini kompetensi yang dimaksud adalah hard competency. Metode pengukuran tingkat kompetensi dilakukan dengan menggunakan kreteria derajat kecanggihan humanware UNESCAP (1989).Metode Penelitian yang digunakan adalah Metode Survey Deskriptive .
Hasil Pengujian Hipotesis Menunjukkan terdapat korelasi yang signifikan antara variabel bebas yaitu faktor Kompetensi (Motivasi r = 0,619 , sikap= 0,459, Konsep Diri = 0,632 , Pengetahuan = 0,703 dan Ketrampilan = 0,891 ) dengan Variabel Terikat Kinerja .
Kemudian dilakukan Pembobotanuntuk kegiatan Proses Produksi (Struktur Hirarki)dengan Metode AHP untuk menentukan Tingkat Kepentingan Proses Produksi antara satu dengan yang lain . nilai untuk tiap Stasiun Kerja ( EAF = 42,26 % , LF = 16,70 % , CCM = 19,71 % , RF = 8,81 % dan RM = 12,53 % ) .
Kombinasi antara Variabel Kompetensi dengan Struktur Hirarki Produksi dijadikan dasar untuk menciptakan Metode Pengukuran Kinerja berbasis Kompetensi Pekerja. Dari hasil terlihat bahwa Stasiun Kerja EAF merupakan kegiatan Proses Produksi yang paling penting diantara kegiatan yang ada. Pengukuran Kompetensi Pekerja diharapkan menjadi evaluasi bagi perusahaan untuk menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat .
ABSTRACT
Basically, the performance of the employees is the result of a complex process, either due to the personal matter of the employee (internal factor), the environmental condition of the company (external factor) or the strategic efforts of the company. Good performance is an expectation of all companies or institutions hiring their employees because the performance of these employees is eventually expected to be able to improve the performance of company as a whole. If the performance of the employees is good, the performance of company will also be good or vice versa that is if the performance of the employees is not good, the performance of company will not be good either.
Hence, human resources with high competency is seen to be able to support the improvement of the performance of the employees and to contribute in determining the future of the company. Competency as the basic characteristics of an individual which allows him which allows him to produce a superior performance on his job. Competency is a part of profound personality attached to someone with a predictable behavior in various conditions and work assignments. The prediction of who has well or poorly performed can be measured from the criteria or standards used.
The aspect which became the basis of this study was the competency of industrial human resources because this aspect was regarded as the most important factor in the development of Human Resources performance. By its nature, competency can be divided into two categories namely soft competency and hard competency. What is meant in this study was hard competency. The measurement method of competency level was performed by using the criteria of UNESCAP human ware sophistication degree (1989). The research method used was Descriptive Survey Method.
The result of hypothesis testing showed that there was significant correlation between the independent variables such as the factor of competency (motivation г = 0.619, attitude = 0.459, self-concept = 0,632, knowledge = 0.703, and skill = 0.891) and the dependent variable of performance.
Then, weighting was done forthe production process activities (structural hierarchy) with AHP method to determine the Interest Rate Production Process with each other. Value for each Work Station was (EAF 42.26% , LF = 16.70%, CCM = 19.71%, RF = 8.81%, and RM = 12:53%).
The combination between the variable of competency and Hierarchical Structure of Production was made to create Workers’ Competency-based Performance Measurement Method. The result of this study showed that EAF Work Station was the most important Process production activities among the existing activities. Workers’ Competency Measurement is expected to be the evaluation for the company to put the right person in the right position.
RIWAYAT HIDUP
Hendrik Sabam Hutabarat lahir di Medan pada tanggal 12 Nopember 1982, merupakan anak pertama dari 3 bersaudara dari pasangan bapak H.N .Hutabarat dan Ibu E. brTobing.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 1995 di SD .N.060817 Medan, menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama tahun 1998 di SMPN 15 Medan, dan menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas pada tahun 2001 di SMAN 5 Medan.
Pada tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan ke Universitas Sumatera Utara, Medan pada program studi Teknik Industri Fakultas Teknik dan menyelesaikan pendidikan tersebut pada tahun 2007. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan S-2 di program studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Sejak tahun 2010, telah diangkat menjadi pegawai negeri sipil, dan ditempatkan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumatera Utara, kini diberi jabatan sebagai Pengawas Ketenagakerjaan.
Medan, Juli 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugerah dan berkatNya sehingga penulis bisa menyelesaikan tesisyang berjudul “Perancangan Model Pengukuran Kinerja Sumber Daya Manusia (SDM) berbasis Kompetensi Pada Industri Pengecoran Logam (Studi Kasus Produk Baja Billet Pada PT. Growth Sumatera Industry)“ .
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng selaku Ketua Program Studi sekaligus sebagai Ketua Komisi Pembimbing, atas bimbingan, saran/nasehat, dan pemikiran yang diberikan selama berlangsungnya penyelesaian tesis ini. Bapak Dr. Ir. Nazaruddin, MT selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah memberikan masukan dan wawasan sisi lain yang memperkaya materi penelitian, terima kasih kepada Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT selaku Sekretaris Program Studi yang telah memberikan masukan dan support.
Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, Prof. Dr. Ir. Harmein Nasution MSIE, dan Dr. Eng. Listiani Nurul Huda, MT selaku tim penguji yang telah banyak memberikan masukan serta saran dalam penyempurnaan tesis ini. Kepada Pimpinan PT. Growth Sumatera Industry yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan penelitian di perusahaan tersebut dan kepada seluruh pembimbing di lapangan yang tidak dapat saya sebut satu persatu yang banyak membantu dalam melakukan penelitian saya.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada orang-orang terdekat selama penelitian dan penyusunan usulan penelitian ini kepada kedua orang tuaku yang selalu memberikan dukungan semangat dan doa selama proses penyelesaian penelitian ini. Teman-teman S-2 Teknik Industri angkatan XI semua, saling melengkapi di antara perbedaan latar belakang pendidikan yang disatukan dalam satu kelas, semoga ikatan ini tetap utuh dan tidak pudar.
Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat. Penulis juga membuka diri terhadap masukan serta kritikan dari pembaca demi tercapainya perbaikan yang berkelanjutan dalam penelitian di bidang yang sama. Akhirnya, penulis meminta maaf apabila terdapat kesalahan maupun kekurangan dalam penyajian tulisan ini. Terima kasih.
Medan, Juli 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 5
1.5. Batasan Masalah ... 6
1.6. Asumsi-asumsi ... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Kinerja ... 7
2.1.1. Definisi Kinerja ... 7
2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 8
2.2. Kompetensi ... 10
2.2.1. Definisi Kompetensi ... 10
2.2.2. Kompetensi Umum dan Kompetensi Bidang ... 14
2.2.3. Model Pengukuran Kompetensi ... 14
2.3. Pengaruh Kompetensi terhadap Kinerja ... 16
BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 23
3.1. Sejarah Perusahaan ... 23
3.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... 19
3.4. Lay Out Pabrik ... 20
3.5. Proses Produksi ... 22
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 28
4.1. Lokasi dan Objek Penelitian ... 28
4.2. Tipe Penelitian ... 28
4.3. Langkah-langkah Penelitian ... 28
4.4. Kerangka Konseptual ... 32
4.5. Metode Pengumpulan Data ... 34
4.5.1. Sumber Data ... 34
4.5.2. Teknik Pengumpulan Data ... 35
4.5.3. Teknik Sampling, Populasi dan Sampel ... 36
4.5.4. Pengujian Instrumen ... 37
4.6. Pengolahan dan Analisis Data ... 39
4.6.1. Uji Koefisien Korelasi ... 39
4.6.2. Uji Hipetesis ... 40
4.6.3. Pembobotan tingkat Kepentingan Pekerjaan ... 41
BAB 5 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... 43
5.1. Pengumpulan Data ... 43
5.1.1. Data Pembobotan Tingkat Kepentingan Proses Produksi 43 5.1.2. Data Kuesioner Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompetensi SDM ... 53
5.2. Pengolahan Data ... 53
5.2.1. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 53
5.2.2. Uji Koefisien Korelasi ... 57
5.2.3. Uji Hipotesis Penelitian ... 57
5.2.4. Pembobotan Faktor Kompetensi SDM ... 61
5.2.5. Perhitungan Rata-rata Pembobotan Antar WC ... 61
5.2.6. Perhitungan Bobot Parsial dan Konsistensi Matriks ... 63
5.2.7. Penentuan Bobot Prioritas untuk Alternatif ... 75
5.2.8. Perhitungan Bobot Parsial dan Prioritas Kriteria dan 2 . 75 5.2.9. Perhitungan Total Bobot ... 76
BAB 6 ANALISIS DAN PERANCANGAN ... 78
6.1. Analisis ... 78
6.1.1. Analisis Korelasi ... 78
6.1.2. Analisis Hipotesis ... 78
6.2. Perancangan Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi ... 79
6.2.1. Perancangan Kompetensi ... 79
6.2.2. Perancangan Kinerja Berbasis Kompetensi dan Bobot Pekerjaan ... 92
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 96
7.1. Kesimpulan ... 96
7.2. Saran ... 97
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Titik Pusat dan Permukaan Kompetensi The Iceberg Model ... 13
3.1. Alur Proses Produksi di PT. Growth Sumatera Industry ... 22
3.2. Diagram Alir Proses Produksi di PT. Growth Sumatera Industry ... 23
4.1. Tahapan Penelitian ... 29
4.2. Kerangka Konseptual Kinerja SDM ... 33
5.1. Struktur Hirarki untuk Pembobotan Tingkat Kepentingan Proses Produksi/ WC Matriks Banding Berpasangan (Pairwise Comparison) ... 45
5.2. Hubungan Korelasi Antara Variabel Terikat Dengan Variabel Bebas ... 57
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1. Jumlah Produk Baja Billet Tahun 2012 ... 2
2.1. Derajat Kecanggihan Humanware UNESCAP (1989) ... 15
4.1. Definisi Operasional, Hubungan Operasional dan Indikator dari Masing-masing Variabel ... 33
4.2. Pedoman Penilaian Koefisien Korelasi r ... 39
5.1. Matriks Banding Berpasangan Antar Kriteria EAF ... 46
5.2. Matriks Banding Berpasangan Antar Kriteria untuk WC LF ... 47
5.3. Matriks Banding Berpasangan Antar Kriteria CCM ... 48
5.4. Matriks Banding Berpasangan Antar Kriteria untuk WC RF ... 49
5.5. Matriks Banding Berpasangan Antar Kriteria untuk WC RM ... 50
5.6. Matriks Banding Berpasangan Antar WC pada Pemilihan Bobot Pekerjaan Sumber Daya Manusia ... 51
5.7. Uji Validitas Butir Pertanyaan ... 54
5.8. Perhitungan Varians Tiap Butir Pertanyaan ... 55
5.9. Uji Hipotesis Secara Parsial ... 59
5.10. Uji Hipotesis Secara Simultan ... 60
5.11. Perhitungan Rata-rata Pembobotan Antar WC ... 61
5.12. Perhitungan Rata-rata Pembobotan untuk WC EAF Alternatif ... 62
5.13. Perhitungan Rata-rata Pembobotan untuk WC LF Alternatif ... 62
5.14. Perhitungan Rata-rata Pembobotan untuk WC CCM Alternatif ... 62
5.15. Perhitungan Rata-rata Pembobotan untuk WC RF Alternatif ... 63
5.16. Perhitungan Rata-rata Pembobotan untuk Kriteria RM Alternatif ... 63
5.17. Jumlah Perhitungan Rata-rata Pembobotan Antar WC ... 64
5.18. Matriks Normalisasi dan Rata-rata Baris untuk WC Kriteria ... 65
5.19. Jumlah Perhitungan Rata-rata Pembobotan untuk Kriteria WC EAF Alternatif ... 66
5.21. Jumlah Perhitungan Rata-rata Pembobotan untuk Kriteria WC LF
Alternatif ... 68
5.22. Jumlah Perhitungan Rata-rata Baris untuk Kriteria WC LF ... 68
5.23. Jumlah Perhitungan Rata-rata Pembobotan untuk Kriteria WC CCM Alternatif ... 70
5.24. Matriks Normalisasi dan Rata-rata Baris untuk Kriteria WC CCM Alternatif ... 70
5.25. Jumlah Perhitungan Rata-rata Pembobotan untuk Kriteria WC RF Alternatif ... 71
5.26. Matriks Normalisasi dan Rata-rata Baris untuk Kriteria WC RF Alternatif ... 72
5.27. Jumlah Perhitungan Rata-rata Pembobotan untuk Kriteria WC RM Alternatif ... 73
5.28. Matriks Normalisasi dan Rata-rata Baris untuk Kriteria WC RM Alternatif ... 73
5.29. Rekapitulasi Bobot Parsial ... 74
5.30. Perhitungan Bobot Parsial dan Prioritas Kriteria Level 1 dan 2 ... 75
Alternatif ... 72
5.31. Perhitungan Bobot Prioritas ... 76
6.1. Perhitungan Total Bobot ... 79
6.2. Perancangan Pengukuran Kompetensi SDM ... 80
6.3. Perhitungan Pembobotan Antar Elemen Kerja Di Setiap Variabel yang Mempengaruhi Kompetensi Di Setiap Stasiun Kerja (WC) ... 91
6.4. Rancangan Penilaian Kinerja Berdasarkan Kompetensi dan Bobot Pekerjaan ... 93
6.5. Rencana Pengembangan Pekerja ... 94
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Tertutup ... 98
2. Rekap Kuesioner Tertutup ... 100
ABSTRAK
Pada dasarnya kinerja karyawan merupakan hasil proses yang kompleks, baik berasal dari diri pribadi karyawan (internal faktor), keadaan lingkungan/ perusahaan external faktor), maupun upaya strategis dari perusahaan. Kinerja yang baik tentu saja merupakan harapan bagi semua perusahaan dan institusi yang mempekerjakan karyawan, sebab kinerja karyawan ini pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Jika kinerja karyawan baik maka kinerja perusahaan akan baik pula, demikian sebaliknya jika kinerja karyawan tidak baik maka akan tidak baikpula kinerja perusahaan.
Oleh karena itu, Sumber Daya Manusia yang mempunyaikompetensi tinggi dipandang dapat mendukung peningkatan kinerja karyawan dan memberikan kontribusi dalam menentukan masa depan perusahaan. kompetensi sebagai karakteristik dasar dari seseorang yang memungkinkan mereka mengeluarkan kinerja superior dalam pekerjaannya. Kompetensi merupakan bagian kepribadian yangmendalam dan melekat pada seseorang dengan perilaku yang dapat diprediksi padaberbagai keadaan dan tugas pekerjaan.Prediksi siapa yang berkinerja baik dankurang baik dapat diukur dari kriteria atau standar yang digunakan.
Pada penelitian ini aspek yang menjadi basis pengkajian adalah kompetensi SDM industri, karena aspek ini dipandang sebagai faktor yang penting dalam pengembangan Kinerja SDM . Berdasarkan sifatnya kompetensi dapat dibagi dua kategori yaitu soft competency dan hard competency. Pada penelitian ini kompetensi yang dimaksud adalah hard competency. Metode pengukuran tingkat kompetensi dilakukan dengan menggunakan kreteria derajat kecanggihan humanware UNESCAP (1989).Metode Penelitian yang digunakan adalah Metode Survey Deskriptive .
Hasil Pengujian Hipotesis Menunjukkan terdapat korelasi yang signifikan antara variabel bebas yaitu faktor Kompetensi (Motivasi r = 0,619 , sikap= 0,459, Konsep Diri = 0,632 , Pengetahuan = 0,703 dan Ketrampilan = 0,891 ) dengan Variabel Terikat Kinerja .
Kemudian dilakukan Pembobotanuntuk kegiatan Proses Produksi (Struktur Hirarki)dengan Metode AHP untuk menentukan Tingkat Kepentingan Proses Produksi antara satu dengan yang lain . nilai untuk tiap Stasiun Kerja ( EAF = 42,26 % , LF = 16,70 % , CCM = 19,71 % , RF = 8,81 % dan RM = 12,53 % ) .
Kombinasi antara Variabel Kompetensi dengan Struktur Hirarki Produksi dijadikan dasar untuk menciptakan Metode Pengukuran Kinerja berbasis Kompetensi Pekerja. Dari hasil terlihat bahwa Stasiun Kerja EAF merupakan kegiatan Proses Produksi yang paling penting diantara kegiatan yang ada. Pengukuran Kompetensi Pekerja diharapkan menjadi evaluasi bagi perusahaan untuk menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat .
ABSTRACT
Basically, the performance of the employees is the result of a complex process, either due to the personal matter of the employee (internal factor), the environmental condition of the company (external factor) or the strategic efforts of the company. Good performance is an expectation of all companies or institutions hiring their employees because the performance of these employees is eventually expected to be able to improve the performance of company as a whole. If the performance of the employees is good, the performance of company will also be good or vice versa that is if the performance of the employees is not good, the performance of company will not be good either.
Hence, human resources with high competency is seen to be able to support the improvement of the performance of the employees and to contribute in determining the future of the company. Competency as the basic characteristics of an individual which allows him which allows him to produce a superior performance on his job. Competency is a part of profound personality attached to someone with a predictable behavior in various conditions and work assignments. The prediction of who has well or poorly performed can be measured from the criteria or standards used.
The aspect which became the basis of this study was the competency of industrial human resources because this aspect was regarded as the most important factor in the development of Human Resources performance. By its nature, competency can be divided into two categories namely soft competency and hard competency. What is meant in this study was hard competency. The measurement method of competency level was performed by using the criteria of UNESCAP human ware sophistication degree (1989). The research method used was Descriptive Survey Method.
The result of hypothesis testing showed that there was significant correlation between the independent variables such as the factor of competency (motivation г = 0.619, attitude = 0.459, self-concept = 0,632, knowledge = 0.703, and skill = 0.891) and the dependent variable of performance.
Then, weighting was done forthe production process activities (structural hierarchy) with AHP method to determine the Interest Rate Production Process with each other. Value for each Work Station was (EAF 42.26% , LF = 16.70%, CCM = 19.71%, RF = 8.81%, and RM = 12:53%).
The combination between the variable of competency and Hierarchical Structure of Production was made to create Workers’ Competency-based Performance Measurement Method. The result of this study showed that EAF Work Station was the most important Process production activities among the existing activities. Workers’ Competency Measurement is expected to be the evaluation for the company to put the right person in the right position.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
PT. Growth Sumatera Industry merupakan salah satu perusahaan yang
bergerak di bidang peleburan dan rolling (penggilingan) besi cor dan baja dengan
memproduksi produk logam diantaranya baja billet (tulangan beton), besi cor
tulangan polos, besi cor tulangan sirip, besi cor as, besi cor profil siku. PT. Growth
Sumatera Industry didirikan pada tanggal 23 April 1969, yang berlokasi di Jalan KL
Yos Sudarso Km 10, Kecamatan Medan Deli Kota Medan Indonesia. Dengan jumlah
tenaga kerja kurang lebih sebanyak 1023 orang. Perusahaan ini senantiasa
mengevalusai kinerja karyawannya, dalam menilai kinerja perusahaan, pihak
manajemen melakukan pengukuran kinerja kompetensi personal.
Seiring dengan perkembangan industri logam saat ini khususnya di daerah
Sumatera Utara, sehingga memunculkan adanya persaingan antar perusahaan logam
tersebut. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat ini, setiap perusahaan
dituntut untuk melakukan beberapa usaha agar mendapatkan performansi kerja dan
layanan bagi konsumen yang semakin baik. Sehingga dengan kondisi ini perusahaan
akan memiliki daya saing untuk berkompetisi dengan lainya. Tantangan era
globalisasi menuntut persaingan yang semakin ketat dan kompleks dalam penyedia
produk maupun jasa untuk senantiasa meningkatkan dan menjaga kualitas produk
menghadapi persaingan global maka perusahaan harus menghasilkan produk/jasa
yang mempunyai keunggulan yang kompetitif bagi konsumen penggunanya (BSN,
2010).
Baja billet adalah salah produk yang diproduksi Growth Sumatera Industry
dalam jumlah besar dikarenakan tingginya permintaan dari costumer akan produk ini.
Oleh karena itu kualitas merupakan salah satu faktor penting yang harus untuk
menjaga daya saing dan loyalitas konsumen mereka. Akan tetapi dari data jumlah
produksi selama tahun 2012 sebagaimana disajikan pada Tabel 1.1, masih saja
terdapat produk yang rusak dan produktivitas perusahaan yang tidak memenuhi
Target.
Tabel 1.1. Jumlah Produk Baja billet Tahun 2012
Bulan Realisasi Produksi
Permintaan
Bulanan Jlh Produk
Reject (Ton)
(Ton ) (Ton)
1 2 3 4
Januari 6912 7200 4
Februari 6984 7200 3
Maret 7128 7200 1
April 6840 7200 5
Mei 7056 7200 2
Juni 6912 7200 4
Juli 6912 7200 4
Agustus 6984 7200 3
September 6912 7200 4
Oktober 6984 7200 3
Nopember 6840 7200 5
Desember 6912 7200 4
Total
Tahun 2012 83376 86400 3024
Persentase Produk Reject 3,50%
Dari data pada Tabel 1.1 diketahui masih ada kecacatan yang terjadi selama
proses produksi yaitu 3,5% dari total produksi baja billet setahun. Produktivitas
perusahaan juga masih kurang, ini dapat dilihat dimana produksi bulanan tidak dapat
memenuhi permintaan bulanan. Produktivitas yang rendah menunjukkan kinerja
karyawan yang tidak memenuhi harapan.
Perusahaan membutuhkan tim solid untuk menjawab tantangan dunia. Namun
sayangnya banyak perusahaan tidak memiliki karyawan andal untuk berkompetisi.
Ironisnya, mereka yang telah bekerja dalam waktu lama bukannya semakin pintar,
sebaliknya malah semakin tidak sanggup menerima tantangan baru. Selain itu
masalah lain yang muncul yaitu banyak karyawan yang pintar tapi jika tidak
menerjemahkan kepandaiannya ke dalam perilaku di tempat kerja yang efektif,
kepandaian itu tidak berguna. Jadi, kompetensi tidak hanya mengetahui apa yang
harus dilakukan, namun dapat mengerjakannya secara baik.
Perusahaan ini membutuhkan SDM yang memiliki kompetensi yang
memadai. Namun, yang menjadi permasalahan kompetensi di perusahaan ini yaitu
karyawan kurang memiliki keterampilan dalam mengoperasikan program-program
yang ada pada komputer. Beberapa karyawan sering melimpahkan wewenang kepada
karyawan lain yang lebih memiliki keterampilan sehingga butuh waktu lama untuk
menyelesaikan sebuah pekerjaan. Kemudian informasi-informasi pekerjaan yang
diterima lebih sering menggunakan bahasa Inggris sehingga sulit bagi karyawan
untuk mengerti maksud dari pada tugas-tugas yang diberikan. Keadaan demikian
membuat karyawan salah menerima informasi tugas. Hal tersebut juga membutuhkan
untuk mempertahankan budaya perusahaan. Karyawan sering tidak mematuhi
peraturan-peraturan. Keterlambatan sering kali menjadi pemicu tidak selesainya
pekerjaan dengan tepat waktu sehingga karyawan tidak dapat pulang tepat waktu/
lembur.
Kinerja karyawan yang tinggi dapat dicapai jika seluruh elemen-elemen yang
ada dalam perusahaan terintegrasi dengan baik, dan mampu menjalankan peranannya
sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan dan karyawan. Oleh sebab itu
diperlukan dukungan adanya kompetensi guna meningkatkan kinerja karyawan
tersebut. Kompetensi dan kinerja yang tinggi memberikan isyarat bahwa organisasi
dikelola dengan baik dan secara fundamental akan menghasilkan perilaku manajemen
yang efektif.
Fenomena mengindikasikan bahwa PT. Growth Sumatera Industry perlu
informasi secara empirik mengenai kompetensi, kinerja dan pengaruh dari
kompetensi terhadap kinerja secara akurat sebagai bahan pertimbangan untuk
pengambilan keputusan dalam memperbaiki, mencegah, memecahkan masalah
kompetensi dan kinerja yang akan dihadapi oleh karyawan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana telah diuraikan maka
permasalahan yang akan dicari pemecahannya melalui penelitian ini adalah masih
rendahnya kinerja karyawan yang disebabkan kompetensi karyawan yang tidak tepat.
kompetensi SDM industri tidak memenuhi persyaratan, sehingga menimbulkan
pengembangan potensi SDM yang tepat pada industri sehingga memenuhi Standar
yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Sehubungan dengan permasalahan di atas
maka beberapa pertanyaan mendasar yang perlu dicari jawabannya ialah:
1. Faktor-faktor kompetensi yang mempengaruhi kinerja SDM yang
menyebabkan gap antara kinerja yang dihasilkan dengan kinerja yang
ditetapkan oleh perusahaan.
2. Bagaimana membuat pendekatan pengukuran kinerja SDM industri
berbasis kompetensi SDM?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian dari latar belakang dan rumusan masalah di atas maka
tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan rancangan model pengukuran kinerja
SDM yang efektif dengan memperhatikan kompetensi SDM pada unit produksi
baja billet PT. Growth Sumatera.
1.4. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan usulan perencanaan sumber daya manusia yang sesuai dalam
menempatkan pekerja.
2. Memberikan masukan pada manajemen terkait dengan pengambilan
1.5. Batasan Masalah
Dalam melakukan penelitian ini terdapat beberapa hal yang tidak dapat
dipenuhi secara keseluruhan, sehingga diperlukan pembatasan masalah penelitian.
Adapun batasan-batasan yang berlaku untuk penelitian ini adalah:
1. Studi penelitian ini dilaksanakan PT. Growth Sumatera Industry untuk
produk baja billet.
2. Aspek kompetensi yang dikaji adalah kompetensi bidang (hard
competency).
3. Proses identifikasi kompetensi dibatasi hanya pada tingkat operator.
1.6. Asumsi-asumsi
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa hal yang diasumsikan selalu konsisten
yaitu:
1. Pendapat pakar yang memahami standar, proses produksi dan tingkatan
kompetensi dianggap sudah valid.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kinerja
2.1.1 Definisi Kinerja
Secara etimologi, kinerja berasal dari kata performance. Performance berasal
dari kata to perform yang mempunyai beberapa masukan (entries), yakni (1)
melakukan, (2) memenuhi atau menjalankan suatu, (3) melaksanakan suatu tanggung
jawab, (4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang. Dari masukan tersebut
dapat diartikan, kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan
pekerjaan tersebut sesuai dengan tanggung jawabnya sehingga dapat mencapai hasil
sesuai dengan yang diharapkan.
Murphy dan Cleveland (1995:113) mengatakan bahwa kinerja adalah kualitas
perilaku yang berorientasi pada tugas atau pekerjaan. Ndraha (1997:112) mengatakan
bahwa kinerja adalah manifestasi dari hubungan kerakyatan antara masyarakat
dengan pemerintah. Widodo (2006:78) mengatakan bahwa kinerja adalah melakukan
suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan
hasil seperti yang diharapkan.
Selanjutnya Gibson (1990:40) mengatakan bahwa kinerja seseorang
ditentukan oleh kemampuan dan motivasinya untuk melaksanakan pekerjaan.
Dikatakan juga bahwa pelaksanaan pekerjaan itu ditentukan oleh interaksi antara
kemampuan dan motivasi. Keban (1995:1) kinerja adalah merupakan tingkat
ditentukan oleh faktor lingkungan dan perilaku manajemen. Hasil penelitian Timpe
menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang menyenangkan begitu penting untuk
mendorong tingkat kinerja karyawan yang paling efektif dan produktif dalam
interaksi sosial organisasi akan senantiasa terjadi adanya harapan bawahan terhadap
atasan dan sebaliknya.
Mangkunegara (2005:9) mengatakan bahwa kinerja adalah merupakan hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan
fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dwiyanto
(1995:24), mengatakan bahwa kemampuan untuk menghasilkan berupa jasa dan
materi disebut kinerja, dimana kemampuan tersebut dapat dipengaruhi oleh motivasi,
pendidikan, dan pengalaman kerja, sehingga dapat dikatakan kinerja sama dengan
hasil kerja yang dihasilkan dari kemampuan untuk menghasilkan jasa dan materi.
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja.
1. Faktor Kemampuan (Ability).
Kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugasdalam suatu pekerjaan tida
sama satu dengan yang lainnya. Setiap manusia mempunyai kemampuan
berpikir. Kemampuan (ability) merupakan kecakapan seseorang (kecerdasan dan
keterampilan) dalam memecahkan persoalan. Gibson (1990:11) berpendapat
bahwa, “kemampuan adalah sifat bawaan lahir atau dipelajari yang
memungkinkan seseorang menyelesaikan pekerjaannya”. Berdasarkan pengertian
ini maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan atau ability seseorang tidak lain
suatu pekerjaan. Potensi tersebut selain merupakan bawaan lahir seseorang, juga
dapat dipelajari dan oleh sebab itu memungkinkan untuk lebih
dikembangkan/ditingkatkan.
Menurut model partner lawyer Donelly, Gibson dan Ivancevich yang dikutip oleh
Rivai dan Basri (2005:16) berpendapat bahwa kinerja individu pada dasarnya
dipengaruhi oleh faktor-faktor: (a) harapan mengenai imbalan; (b) dorongan; (c)
kemampuan, kebutuhan dansifat; (d) persepsi terhadap tugas; (imbalan intenal
dan eksternal); (f) persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja.
Sedangkan menurut Simanjuntak (2005:10) kinerja setiap orang dipengaruhi oleh
banyak faktor yang dapat digolongkan pada tiga kelompok, yaitu (1) kompetensi
individu, (2) dukungan organisasi, (3) dukungan manajemen. Kinerja sebagai
fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation
(M), dan kesempatan atau opportunity (O). Kinerja = f(A x M x O). Artinya:
Kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan, Robbin
dikutip dari Simanjuntak (2005:10). Dengan demikian, kinerja ditentukan oleh
faktor-faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan. Kesempatan kinerja adalah
tingkat-tingkat kinerja yang tinggi yang sebagian merupakan fungsi dari tiadanya
rintangan-rintangan yang mengendalakan karyawan itu. Meskipun seorang
individu mungkin bersedia dan mampu, bisa saja ada rintangan yang menjadi
penghambat.
2. Faktor Motivasi (Motivation).
Motivasi berasal dari bahasa latin, Movere yang berarti dorongan atau daya
bawahan. Motivasi ini mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah
kerja bawahan agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua
kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan organisasi. Pada
dasarnya organisasi bukan saja mengharapkan karyawan yang mampu, cakap dan
terampil tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeingingan untuk
mencapai hasil kerja yang optimal. Menurut pendapat Hasibuan (2006:143)
“Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja
seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan
segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan”.
Hasibuan (2006: 145) mengemukakan bahwa “motivasi adalah keinginan yang
terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan
tindakan-tindakan”.
2.2. Kompetensi
2.2.1 Definisi Kompetensi.
Penelitian tentang kompetensi telah banyak dilakukan, dan definisi dari
kompetensi juga beragam. Spencer dan Spencer (1993) mendefinisikan kompetensi
sebagai karakteristik dasar manusia yang diperoleh dari pengalaman nyata ditemukan
mempengaruhi, atau dapat dipergunakan untuk memperkirakan (tingkat) performansi
di tempat kerja atau kemampuan mengatasi persoalan pada suatu situasi tertentu,
Zwell (2000) mengatakan bahwa kompetensi adalah perwujudan sifat dan
kompetensi adalah karakteristik yang mendasari seseorang untuk menujukkan kinerja
yang unggul di dalam suatu pekerjaan atau situasi.
Kak et al (2001) mendefinisikan kompetensi berkenaan dengan karakteristik
yang berhubungan dengan kinerja pekerjaan yang didefinisikan dalam konteks
pengetahuan, sifat, keahlian, dan kemampuan. Secara umum Spencer dan Spencer
(1993) sudah merangkum definisi kompetensi yang lain.
Spencer (1993) menjelaskan bahwa kompetensi terdiri dari lima karakteristik,
yaitu sebagai berikut:
1. Motivasi (motives) adalah suatu hal yang berasal dari pemikiran
seseorang secara konsisten tentang sesuatu yang diinginkan sehingga
mendasarinya untuk bertindak.
2. Sikap (traits) adalah karakteristik bawaan yang mendasari respon
seseorang secara konsisten terhadap suatu situasi atau informasi.
3. Konsep pribadi (self concept) adalah sikap, nilai-nilai, atau pandangan
yang dimiliki seseorang.
4. Pengetahuan (knowledge) adalah informasi yang dimiliki seseorang
berkaitan dengan bidang tertentu.
5. Keterampilan (skill) adalah kemampuan seseorang menyelesaikan suatu
pekerjaan fisik ataupun mental.
Menurut Spencer & Spencer, motif (motives) meliputi (1) orientasi pada
pencapaian tugas (achievement orientation), (2) dampak dan pengaruh (impact and
meyakinkan, mempengaruhi, atau membuat terkesan orang lain, agar mereka
mendukung agenda tertentu atau mereka menjadi terpengaruh.
Sikap (traits), meliputi (1) inisiatif (initiative), (2) bekerjasama dengan tim
(teamwork and cooperation), (3) membangun kebersamaan (developing others).
developing others, berupa kemauan untuk mengembangkan orang lain. Esensi dari
kompetensi ini terletak pada kemauan serius untuk mengembangkan orang lain dan
dampaknya ketimbang sebuah peran formal. Bisa dengan mengirim orang ke program
training secara rutin untuk memenuhi kebutuhan pekerjaan dan perusahaan. Cara lain
adalah dengan bekerja untuk mengembangkan para kolega, klien, bahkan atasan.
Teamwork and cooperation berarti kemauan sungguh-sungguh untuk bekerja secara
kooperatif dengan pihak lain, menjadi bagian sebuah tim, bekerja bersama sehingga
menjadi lebih kompetitif.
Konsep pribadi (self concept), meliputi (1) Percaya diri (Self confidence), (2)
Kontrol diri (Self control). Self control adalah kemampuan untuk menjaga emosi dan
meredam aksi negatif ketika sedang marah, tatkala berhadapan dengan oposisi atau
tindakan kasar dari orang lain, atau saat bekerja dalam kondisi stres. Self control lebih
sering ditemukan pada jabatan manajerial level bawah dan posisi kontributor
individual dengan tingkat stres tinggi. Self control jarang disebut-sebut untuk level
manajer ke atas. Self confidence adalah keyakinan terhadap kemampuan diri
menyelesaikan sebuah tugas. Self confidence adalah sebuah komponen dari
kebanyakan model dari orang-orang berkinerja superior.
Pengetahuan (knowledge), meliputi (1) senantiasa mencari informasi
Technical/professional/managerial expertise termasuk pengetahuan terkait pada
pekerjaan (bisa teknikal, profesional, atau manajerial), dan juga motivasi untuk
memperluas, memanfaatkan, dan mendistribusikan pengetahuan tersebut.
Keterampilan (skill), meliputi (1) berpikir analisis (analytical thinking), (2)
berpikir konseptual (conceptual thinking). Analytical thinking adalah kemampuan
memahami situasi dengan merincinya menjadi bagian-bagian kecil, atau melihat
implikasi sebuah situasi secara rinci. Pada intinya, kompetensi ini memungkinkan
seseorang berpikir secara analitis atau sistematis terhadap sesuatu yang kompleks.
Conceptual thinking adalah memahami sebuah situasi atau masalah dengan
menempatkan setiap bagian menjadi satu kesatuan untuk mendapatkan gambar yang
lebih besar. Termasuk kemampuan mengidentifikasi pola atau hubungan antar situasi
yang tidak secara jelas terkait; mengidentifikasi isu mendasar atau kunci dalam situasi
yang kompleks. Conceptual thinking bersifat kreatif, konsepsional, atau induktif.
Sebuah model yang disebut the iceberg model dapat membantu menjelaskan
keberadaan kelima karakteristik kompetensi tersebut yang terlihat pada Gambar 2.1.
2.2.2 Kompetensi Umum dan Kompetensi Bidang.
Kompetensi umum adalah kompetensi yang berkaitan erat dengan
kemampuan untuk mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta
membangun interaksi dengan orang lain. Contoh soft competency adalah: leadership,
communication, interpersonal relation, dan lain-lain.
Kompetensi bidang atau hard competency adalah jenis kompetensi yang
berkaitan dengan kemampuan fungsional atau teknis suatu pekerjaan. Dengan kata
lain, kompetensi ini berkaitan dengan seluk beluk teknis yang berkaitan dengan
pekerjaan yang ditekuni. Contoh hard competency adalah : electrical engineering,
marketing research, financial analysis, manpower planning, welding dan lain-lain.
Dalam penelitian ini kompetensi yang dimaksud adalah kompetensi bidang (hard
competency).
2.2.3. Model Pengukuran Kompetensi.
Pengukuran kompetensi dilakukan untuk melihat level individu yang terlibat
dalam pekerjaan. Level kompetensi adalah pengelompokan tingkat kemampuan
dalam menyelesaikan suatu tugas/pekerjaan berdasarkan pada derajat kesulitan atau
kompleksitas tugas/pekerjaan. Dalam mengukur tingkat kompetensi tenaga kerja
dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang menggambarkan skala
tingkat kompetensi.
Komponen humanware adalah teknologi yang melekat pada manusia meliputi
transformasi seperti pengetahuan (knowledge), keterampilan, kebijakan, kreatifitas
dan pengalaman.
Evaluasi derajat kecanggihan pada komponen humanware dapat dipakai untuk
mengukur tingkatan kompetensi individu. Derajat kecanggihan komponen
humanware terdiri dari tujuh level yang dapat dijelaskan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Derajat Kecanggihan Humanware UNESCAP (1989)
No Klasifikasi Karakteristik
1 Kemampuan
Mengoperasikan
(operating ability)
Pekerjaan baku, keputusan rutin, usaha fisik rendah hingga tinggi, usaha mental sangat rendah, tingkat pendidikan menengah kebawah, pelatihan dasar dan menengah, kategori pekerjaan uskilled dan skilled 2 Kemampuan memasang
(setting-up abbility)
Pekerjaan baku, keputusan rutin, usaha fisik rendah hingga menengah, usaha mental sangat rendah, tingkat pendidikan menengah dan kebawah, pelatihan jangka pendek, katergori pekerjaan skilled dan teknisi.
3 Kemampuan Mereprasi
(repairing ability)
Pekerjaan sebagian tidak baku, keputusan rutin sebagian, usaha fisik rendah hingga menengah, usaha mental sedang, tingkat pendidikan kejuruan/lanjutan keatas, pelatihan jangka pendek dan menengah, kategori pekerjaan teknisi, ilmuan dan insinyur.
4 Kemampuan
Mereproduksi
(reproducing ability)
Pekerjaan umumnya tidak baku, keputusan hampir tidak rutin, usaha fisik rendah hingga menengah, usaha mental menengah sampai tinggi, pendidikan tinggi (tertiary education), pelatihan jangka menengah kategori pekerjaan teknisi, ilmuan dan insinyur.
5 Kemampuan
Mengadaptasi (adapting
ability)
Pekerjaan tidak baku, keputusan tidak rutin, usaha fisik rendah, usaha mental tinggi, pendidikan tinggi keatas, pelatihan tinggi kategori pekerjaan teknisi, ilmuan dan insinyur
6 Kemampuan
Mengembangkan
(improving ability) pekerjaan teknisi, ilmuwan dan insinyur
7 Kemampuan Inovasi
(inovating ability)
Pekerjaan tidak baku, keputusan tidak rutin, usaha fisik rendah, usaha mental tinggi sekali, tingkat pendidikan tinggi keatas, pelatihan sangat tinggi, kategori pekerjaan teknisi ilmuwan dan insinyur.
Pengukuran kompetensi dengan menggunakan model derajat kecanggihan
UNESCAP (1989) sangat cocok diterapkan di industri karena menyangkut
kemampuan teknis seseorang (hard competency) dalam menangani pekerjaan di
industri dan langsung berkaitan dengan proses produksi di industri.
2.3. Pengaruh Kompetensi terhadap Kinerja
Setiap orang yang bekerja diharapkan mencapai kinerja yang tinggi. Kinerja
sebagai hasil dari kegiatan unsur-unsur kemampuan yang dapat diukur dan
terstandarisasi. Keberhasilan suatu kinerja akan sangat tergantung dan ditentukan
oleh beberapa aspek dalam melaksanakan pekerjaan. Agar mencapai kinerja yang
optimal hendaknya pengaruh dari faktor-faktor kompetensi diupayakan semaksimal
mungkin sesuai dengan area pekerjaan yang dibebankan kepada karyawan.
Dengan demikian kompetensi sebagai karakteristik individual diperlukan
untuk mencapai kinerja efektif dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Kompetensi dapat
dihubungkan dengan kinerja dalam sebuah model alir sebab akibat yang menujukkan
bahwa tujuan, perangai, konsep diri, dan kompetensi pengetahuan dibangkitkan oleh
suatu keadaan, dapat memprakirakan perilaku-perilaku cakap, yang kemudian
berbagai kegiatan dalam organisasi, seperti manajemen kinerja, proses kerja dan
perencanaan karir karyawan.
Menurut Spencer and Spencer (1993:15), bahwa pada saat ini banyak
organisasi menjadi tertarik dalam manajemen untuk menilai kompetensi ”bagaimana”
kinerja dilakukan (at present, many organizations are becoming interested
inmanagement and appraisal of competence the ”how” of performance). Kompetensi
dapat dihubungkan dengan kinerja dan mencakup niat, tindakan, dan hasil akhir,
seperti terlihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Hubungan Sebab Akibat Kompetensi
2.4. Analitic Hirearchy Process (AHP)
Metode Analitic Hirearchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L.
Saaty (2008). Metode AHP sering digunakan untuk masalah yang kompleks dan tidak
terstruktur sehingga mempermudah proses pengambilan keputusan dan penilaian.
Penelitian dengan AHP tidak membutuhkan jumlah sampel besar tapi cukup
tentang bidang yang jadi objek penelitian. Tahapan-tahapan pengambilan keputusan
dalam metode AHP pada dasarnya adalah sebagai berikut (Pardian, 2010):
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan
dengan kriteria-kriteria dan alternaif-alternatif pilihan yang ingin di
rangking.
3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan
kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing
tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan
berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan
menilai tingkat tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen
lainnya.
4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di
dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.
5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak
konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi.
6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan.
Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk
mensintesis pilihan dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada
8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan consistency ratio CR atau inconsistency < 0, 100 maka penilaian harus diulang kembali.
Kriteria skala tingkat kepentingan penilaian perbandingan berpasangan dapat dilihat
[image:37.612.120.518.287.599.2]pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Kriteria Skala Tingkat Kepentingan Perbandingan Berpasangan
Intensitas
Kepentingan Definisi Keterangan
1 Sama pentingnya Dua aktivitas memberikan kontribusi
yang sama terhadap sebuah tujuan.
3 Agak lebih
penting daripada
Suatu aktivitas terbukti lebih penting dibandingkan aktivitas lainnya, tetapi kelebihan tersebut kurang meyakinkan atau tidak signifikan.
5 Lebih penting
daripada
Terdapat bukti yang bagus dan kriteria logis yang menyatakan bahwa salah satu aktivitas memang lebih penting daripada aktivitas lainnya.
7 Jauh lebih penting
daripada
Salah satu aktivitas lebih penting dibandingkan aktivitas lainnya dapat dibuktikan secara meyakinkan.
9 Mutlak lebih
penting daripada
Suatu aktivitas secara tegas memiliki kepentingan yang paling tinggi.
2,4,6,8 Nilai tengah
diantara dua pendapat yang berdampingan
Dibutuhkan kesepakatan untuk menentukan tingkat kepentingannya.
Langkah-langkah dalam menyusun AHP adalah:
1. Menyusun matriks banding berpasangan (pairwise comparison).
3. Perhitungan bobot parsial dan konsistensi matriks.
Perhitungan bobot parsial dan konsistensi matriks merupakan perhitungan
rasio konsistensi menggunakan rumus-rumus yang disajikan secara jelas sebagai
berikut:
a. Perhitungan Rasio Konsistensi.
Rasio Konsistensi = (Matriks Perhitungan Rata-rata Pembobotan) *
(Vektor Bobot tiap baris)
b. Perhitungan Konsistensi Vektor.
Konsistensi Vektor = (Rasio Konsistensi / Bobot Parsial tiap baris)
c. Rata-rata entri (λmaks).
maks
λ
=n
iVektor Konsistens
n
1 i
∑
=
………. (2.1)
d. Consistency Index (CI).
1
−
−
=
n
n
CI
λ
maks………. (2.2)
e. Consistency Ratio (CR)
Index y Consistenc Random
CI
CR = ………. (2.3)
dimana jawaban responden akan konsisten jika CR ≤ 0,1.
2.7. Jurnal Review
[image:38.612.135.534.161.585.2]Adapun jurnal review yang disajikan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 2.3. Jurnal Review
Topic Author Problem Statement
Methodo logy Variable
Method
Analysis Result Publication
Perancangan Penilaian Kinerja Karyawan Berdasarkan Kompetensi Spencer dengan Metode Analytical Hierarchy Process (Studi Kasus di Sub Dinas Pengairan, Dinas Pekerjaan Umum, Kota Probolinggo). Eko Nurmianto, Nurhadi Siswanto.
Sistem penilaian kinerja karyawan berbasis kompetensi, khususnya kompetensi Spencer. Kompete nsi dan insentif. Rating Scale Analytical Hierarchy Process (AHP).
Dari penelitian tersebut sistem insentif yang tepat adalah sistem insentif pembagian laba, dimana insentif yang diterima berdasarkan pada peningkatan kinerja karyawan. Journal ITS Perancangan Sistem Penilaian Kinerja Karyawan Berbasis Kompetensi dan Prestasi Kerja di PT. Badak NGL Bontang”. Octarez Abi Ibrahim, Naning Aranti Wessiani, Patdono Suwignjo. Integrasi antara
penilaian hasil kerja dan model kompetensi dalam pengukuran kinerja dilakukan untuk memperoleh informasi pencapaian tujuan dan tingkat penyelesaian tugas dan tanggung jawab setiap fungsi dan posisi. Kompete nsi. Performan ce measurem ent, Job Performan ce. Dengan peningkatan objektivitas, sistem pengukuran kinerja akan memberikan hasil pengukuran yang lebih detail dan kuantitatif akan membantu dalam pengembangan sistem pemberian insentif serta rekomendasi training atau pengembangan lainnya.
Tabel 2.3. (Lanjutan)
Topic Author Problem Statement Methodology
Variable
Method
Analysis Result
Publicatio n Pengaruh Kompetensi dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan PT. Indo Stationery Ritel Utama Cabang Samarinda.
Mengetahui pengetahuan, kemampuan, sikap, dan situasi terhadap kinerja karyawan pada PT. Indo Stationery Ritel Utama Cabang Samarinda. Keahlian, sikap, pengetahuan, situasi. Metode Korelasi. Variabel keahlian dan sikap berpengaruh secara signifikan, sedangkan variable pengetahuan dan situasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan. Journal Universitas Mulawar-man. Hubungan Kompetensi dengan Kinerja Guru Ekonomi SMA.
Heraman Pengaruh
kompetensi guru terhadap kinerja. Kompetensi kinerja. Metode korelasi.
BAB 3
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
3.1 Sejarah Perusahaan
PT. Growth Sumatra Industry adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang
peleburan dan rolling (penggilingan) besi cor dan baja. Perusahaan ini berdiri pada
tanggal 23 April 1969 di hadapan Notaris Kus Mulianto, SH, dengan Akte Nomor 92
tahun 1969. Perusahaan ini berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dengan status
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Pada awalnya perusahaan ini bernama PT. Industri besi cor dan baja yang
bergerak di bidang pembuatan kuali atau wajan dengan menggunakan alat-alat yang
sangat sederhana dan terbatas serta dengan menggunakan tenaga kerja sebanyak 70
orang.
Pada tahun 1972, perusahaan ini mengganti produksi kuali atau wajan dengan
industri pengolahan dan penggilingan besi cor atau baja (rolling mill), karena selama
berproduksi 3 (tiga) tahun, ternyata usaha produksi kuali atau wajan dinilai kurang
berkembang. Pada awalnya perusahaan ini hanya mempunyai 1 (satu) unit dapur
peleburan dan 1(satu) unit mesin penggiling.
Sekarang ini perusahaan telah memiliki 4 unit tanur busur listrik (EAF), 2 unit
Ladle furnance (LF), 2 unit consteel, 3 unit continious casting machine (CCM), 2 unit
dapur pemanas ulang, 5 unit peralatan penggiling billet, dan pada tahun 1989
Tanur busur beroprasi kurang lebih 70 menit untuk satu kali proses peleburan
logam. Energi yang digunakan selama pengoprasian adalah energi listrik yang berasal
dari PLN dengan daya listrik yang terpasang dari PLN sebesar 30 MVA.
Dengan jumlah tenaga kerja kurang lebih sebanyak 1023, perusahaan ini terus
berkembang dan berusaha meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya,
sehingga dapat bersaing dengan perusahaan lainnya yang sejenis.
Untuk lebih lengkapnya, dapat dilihat data-data perusahaan, yaitu:
1. Nama perusahaan : PT Growth Sumatra Industry
2. Surat persetujuan : No. 950/SEKR/SP.PMDN 1970 tanggal 30
Juni 1970.
3. Bidang usaha : Industri pengolahan besi cor/baja.
4. Alamat : Jl. KL Yos Sudorso Km.10 Kecamatan Medan
cdcdcdcdcdcdcdcdcdcdcdd Deli. Kota Medan
5. Nomor telepon : (061) 685 1989 (7 lines) Fax: (061) 685 1474.
6. Perijinan
a. Ijin bangunan : No. 2/BG tanggal 22 Januari 1971.
b. Ijin lingkungan : No. 271/OG/MDL/15377/7.
7. Hak atas tanah
a. Hak milik : No. 46, 48 dan 49 tanggal 19 Maret 1974.
b. Hak milik : No. 60 dan 61 tanggal 16 Oktober 1974.
8. Daerah pemasaran : Dalam negeri dan luar negeri.
9. Letak geografis perusahaan ini dibatasi oleh daerah-daerah:
b. Sebelah Barat : Permukiman penduduk.
c. Sebelah Utara : PT. Abdi Rakyat Bakti.
d. Sebelah Selatan : Permukiman penduduk.
3.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha
PT. Growth Sumatra Industry adalah merupakan salah satu perusahaan yang
meproduksi bahan logam seperti baja billet, besi cor tulangan polos, besi cor tulangan
sirip, besi cor as, besi cor profil siku.
Sampai saat ini PT. Growth Sumatra Industry dapat memproduksi besi cor
tualngan polos, besi cor tulangan sirip, besi cor profil siku dan besi cor as dalam
berbagai ukuran. Ukuran disesuaikan dengan permintaan pesanan.
Kualitas besi cor tulangan polos, besi cor tulangan sirip, besi cor profil siku,
serta besi as, PT. Growth Sumatra Industry, mengacu pada standard kualitas mutu
SNI dengan No. SNI 07-2052-2002 untuk besi cor tulangan polos dan besi cor
tualangan sirip, dan No. SNI 07-2054-2006 untuk besi cor profil siku (besi cor profil
siku sama kaki bertepi bulat canai panas), serta JIS (Japan International Standart)
untuk besi cor as.
3.3. Lokasi Perusahaan
Keputusan untuk menempatkan pabrik pada suatu tempat tertentu mempunyai
efek sangat penting bagi sukses atau gagalnya pabrik yang bersangkutan. Oleh karena
itu lokasi penempatan pabrik itu harus didasarkan atas pertimbangan yang cermat
berusaha untuk mencari lokasi yang dekat dengan pelabuhan, kawasan industri,
sungai ddan dekat dengan jalan raya. PT. Growth Sumatra Industry memiliki lokasi
pabrik yang cukup strategis, yaiitu berlokasi di jalan KL Yos Sudarso Km 10 Medan.
berada di depan pintu gerbang Kawasan Industri Medan (KIM).
3.4. Lay Out Pabrik
Yang dimaksud dengan lay out pabrik adalah cara penyusunan mesin-mesin
serta alat-alat ddan perlengkapan yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu produk.
Persdoalan ini akan timbul pada saat akan mendirikan pabrik baru maupun bila ingin
mengubah letaknya dengan susunan baru (renovasi). Pada intinya, penyusunan letak
mesin produksi ini bertujuan untuk menentukan susunan ideal dari mesin-mesin
produksi sehingga tidak terjaddi hambatan bahan baku yang melalui setiap mesin
produksi tersebut sehingga menjadi produk jadi yang diinginkan.
Lay out modern harus bersifat fleksibel, ini berarti bahwa lay out tersebut
dapat menampung perlengkapan-perlengkapan baru untuk menyesuaikan diri dengan
kemajuan teknik dan perkembangan sosial ekonomi tanpa mengubah terlalu banyak
lay out yang telah ada. Bentuk lay out ini dipengaruhi oleh sifat, urutan proses
produksi serta perubahan peralatan-peralatan menjadi lebih modern. Secara umum
ada 3(tiga) macam lay out produksi, yaitu:
1. Lay Out by Product.
Lay Out by Product adalah tata letak peralatan produksi berdasarkan
secara terus menerus. Lay out ini sangat baik digunakan pada proses
produksi yang terus menerus (Continious Process).
2. Lay Out by Process.
Lay Out by Process adalah tata letak peralatan produksi berdasarkan
prosesd produksinya. Pada lay out ini peralatan produksi dikelompokkan
dalam tiap-tiap departemen, dimana setiap departemen tersebut
mengerjakan proses yang berbeda-beda.
3. Lay Out by Stationary.
Lay Out ini dipergunakan untuk produksi assembling yang besar, dimana
peralatan kerjanya didekatkan pada material, jadi pada lay out ini
peralatannya yang bergerak sementara materialnya tetap diam (tidak
bergerak).
Adapun keuntungan dari lay out by Process ini adalah:
1. Cukup fleksibel, karena dapat menampung berbagai macam produk
berdasarkan fluktuasi permintaan yang beragam.
2. Memungkinkan untuk menggunakan seluruh mesin produksi secara
maksimal.
Keburukan dari lay out by process adalah:
1. Memerlukan lokasi yang luas.
2. Sering terjadinya penumpukan produk sehingga terjadi keterlambatan
(delay) dalam proses produksi.
Adapun proses produksi yang dilakukan di PT. Growth Sumatera Industry
dapat dilihat pada Gambar 3.1.
SCRAP
EAF
Laboratorium (Test komposisi cairan)
Ladle Furnace
Laboratorium (Test komposisi cairan)
Continuous Casting Machine
Billet Laboratorium
(Test komposisi billet)
Reheating Furnace
Rolling Mill
Round Bar, Deformed Bar, Angle Bar, WireRod
Staff Produksi : Pengecekan Dimensi Besi
Straightening QC : Pengecekan Ukuran, Bentuk,
Panjang Besi, Kelurusan
Bundling Labeling
Ware House
Customer
TIDAK
TIDAK
YA
Heat Number
YA
YA TIDAK
[image:46.612.142.476.134.647.2]QC : Pengecekan Produk yang akan dikirim
Sedangkan diagram alir produksi di PT. Growth Sumatera Industry dapat
[image:47.612.113.528.138.377.2]dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Produksi di PT. Growth Sumatera Industry
Adapun pembagian dari masing-masing stasiun kerja adalah sebagai berikut:
1. Electric Arc Furnace (EAF).
Prinsip kerja pembuatan baja dengan Electric Arc Furnace (EAF) adalah
merubah energi listrik menjadi energi panas , melalui aliran listrik yang
dialiri pada 3 buah elektroda , sehingga terjadi loncatan busur api yang
mempunyai panas dan daya yang sangat tinggi. Energi panas diperoleh
dari energi pln yang kemudian ditransfer melalui transformator sehingga
tegangan naik dan arus yang tepat untuk proses peleburan dapat dicapai.
Proses yang terjadi di Electric Arc Furnace (EAF) terdiri dari:
Charging merupakan proses pengisian bahan baku scrap dan kapur ke
dalam furnace melalui bucket scrap dengan menggunakan crane
charging dan pengisian spons melalui continuous feeding system
(Conveyor).
b. Penetrasi.
Merupakan proses peleburan awal baja di dalam furnace dengan
menggunakan 3 phasa Electrode arc furnace (3,7 kg/tls) dengan energi
listrik 45 Kwh/tls (kilo watt hour per-ton liquid steel) yang dapat
menghasilkan panas sebesar 1610 – 1650oC. Untuk mempercepat proses
peleburan dilakukan injeksi oksigen (O2
c. Melting.
) di dalam furnace.
Merupakan proses peleburan baja yang dapat melebur sebanyak 40%
(melting continuous feeding) sponge iron dan scrap. Pada suhu ± 1400o
d. Refening.
C
material di dalam furnace akan melebur dan menghasilkan baja cair dan
slag (pengotor baja). Pada proses melting di dalam furnace akan terbentuk
slag yang memiliki berat jenis lebih ringan dari baja cair sehingga slag
akan berada diatas permukaan baja cair dan berfungsi untuk
mempertahankan suhu di dalam furnace sehingga sponge iron dan
scrap akan lebih cepat melebur menjadi baja cair.
Refening merupakan proses pemurnian baja cair dari unsur-unsur
pengotor yang tidak diinginkan (slag). Secara otomatis slag akan keluar
bawah furnace. Selain itu pada proses refening juga berfungsi untuk
mengontrol kandungan fosfor dan sulfur.
e. Pouring.
Setelah baja cair mencapai komposisi yang ditentukan, kemudian
dilakukan proses tapping yaitu penuangan baja cair hasil peleburan dari furnace ke ladle dengan bantuan crane ladle untuk diproses lebih lanjut
di ladle furnace (proses sekunder).
2. LF(Leadle Furnace).
Proses sekunder bertujuan untuk memenuhi persyaratan metalurgi
komposisi kimia dan fisika baja) sebelum baja dicetak di Continuous Casting Machine (CCM). Proses yang terjadi di LF (Leadle Furnace) terdiri dari:
a. Menurunkan kandungan oksigen dalam baja dengan menggunakan
aluminium.
b. Homogenisasi temperatur dan komposisi kimia dengan bubbling
argon.
c. Menambahkan alloy untuk mendapatkan spesifikasi yang diinginkan.
Baja cair didalam ladle furnace (LF) dipanaskan dengan energi listrik sebesar 40 Kwh/tls untuk menjaga suhu baja cair pada 1560o
3. CCM (CountinuousCastingMachine).
C. Pada
tahap ini dilakukan homogenisasi dengan cara pengadukan menggunakan
gas argon (argon bubbling). Dan menurunkan kandungan ksigen di dalam baja cair serta penambahan bahan aditif agar diperoleh karakteristik
Countinuous Casting Machine adalah peralatan yang berfungsi untuk mencetak baja cair hasil akhir dari tanur listrik (EAF), menjadi ingot baja
jenis billet. Countinuous atau strand Casting pertama kali dikembangkan untuk pencetakan kawat loga nonferrous. Strand adalah jalur tempat billet keluar dari mould (cetakan) dimana billet akan terbentuk secara kontinyu.
Tiap strand pada mesin memilik penampang mould dengan tebal 100 mm, lebar 100 mm, dan panjang 600 mm atau dapat pula dibuat billet sesuai
dengan pesanan.
4. RF (Reheating Furnace).
Reheating furnace adalah sebuah tungku yang digunakan untuk memanaskan ulang billet yang telah dingin, sebelum dimasukkan ke
dalam rolling mill. Jumlah dari reheating furnace disamakan dengan jumlah dari rollinng mill yang ada, dengan kata lain setiap rolling mill yang ada akan memiliki satu reheating furnace.
5. RM (Rolling Mill).
Pada bagian rolling mill inilah produk dihasilkan. Billet–billet hasil produksi continuous casting machine dipanaskan kembali pada reheating furnace agar billet menjadi panas dapat dibentuk kembali. Menurut Turner (1993, p 59 -60) rolling adalah operasi penekanan dimana logam terulur atau memanjang ketika melewati dua atau lebih roller, roller
pembentuk sudah umum digunakan pada manufaktur dalam variasi
bentuk yang berbeda. Billet–billet yang berpijar setelah dipanaskan
kembali oleh reheating furnace akan di – rolling menjadi bentuk yang diinginkan seperti besi kanal atau bahkan begitu tipis hingga menjadi besi
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Objek Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada PT. Growth Sumatera. PT. Growth Sumatra
Industry adalah perusahaan industri baja yang dibangun dan beroperasi sejak tahun
1970. Pabrik yang luasnya sekitar 10 hektar ini terletak di Jalan KL Yos Sudarso
Km.10 Medan – Belawan Sumatera Utara.
Produk utama dari PT. Growth Sumatra Industry adalah baja siku, baja
tulangan beton, wire mesh dan baja as tarik dingin yang pemasarannya tidak hanya di
dalam negeri, tetapi juga di luar negeri.
4.2 Tipe Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif
(deskriptif research). Hal tersebut dikarenakan penelitian ini berusaha untuk memperoleh permasalahan yang relevan dari fenomena yang terjadi pada perusahaan,
kemudian memecahkan permasalahan yang terjadi berdasarkan data yang telah
tersedia juga dengan studi literatur ataupun studi pustaka. Penelitian deskriptif ini
termasuk ke dalam penelitian survey (survey research).
4.3 Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini adalah,
model, implementasi rancangan, pembahasan dan pengambilan kesimpulan serta
saran. Tahapan-tahapan tersebut akan dijelaskan pada Gambar 4.1.
Perumusan Masalah
Penetapan Tujuan Penelitian
Tinjauan Pustaka - Kinerja