• Tidak ada hasil yang ditemukan

Study of ISO/IEC 17021:2006 and ISO/TS 22003:2007 for establishing HACCP System Certification Body become Food Safety Management System Certification Body

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Study of ISO/IEC 17021:2006 and ISO/TS 22003:2007 for establishing HACCP System Certification Body become Food Safety Management System Certification Body"

Copied!
332
0
0

Teks penuh

(1)

HACCP MENJADI LEMBAGA SERTIFIKASI SISTEM

MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN

YUSTINA WENI YULIARTI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian ISO/IEC 17021:2006 dan ISO/TS 22003:2007 Untuk Pengembangan Lembaga Sertifikasi Sistem HACCP Menjadi Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

(3)

YUSTINA WENI YULIARTI. Study of ISO/IEC 17021:2006 and ISO/TS 22003:2007 for establishing HACCP System Certification Body become Food Safety Management System Certification Body. Under direction of HARSI D. KUSUMANINGRUM and RATIH DEWANTI-HARIYADI

Raise of demand in food safety guarantee in market requirement which is in line with the improvement of quality of life in our community makes the food safety becomes a vital issue in food industries. Implementation on food safety system for middle and high level food industry now is available for each industry to consistently and comprehensively apply food safety system which requires strong commitment from the company management to implement food safety system, to maintain skillful and knowledgeable human resources on food safety and the sufficient infrastructure.

In implementing food safety system like HACCP and ISO 22000, food industry needs to make an initial preparation to apply for certificate of food safety system to a Food Safety Management System Certification Body which has been accredited by National Accreditation Committee, which requires the implementation of ISO 17021:2006 and ISO 22003:2007.

Based on the research study of ISO 17021:2006 and ISO 220003:2007 implementation as the accreditation requirement of Food Safety Management System Certification Body, we can conclude that an accredited HACCP System Certification Body based on BSN 1001-1999 Guideline has a strong foundation to implement ISO 17021:2006 and ISO 22003:2007.

(4)

YUSTINA WENI YULIARTI. Kajian ISO/IEC 17021:2006 dan ISO/TS 22003:2007 Untuk Pengembangan Lembaga Sertifikasi Sistem HACCP Menjadi Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan. Dibimbing oleh HARSI D. KUSUMANINGRUM dan RATIH DEWANTI-HARIYADI

Dengan adanya tuntutan jaminan keamanan pangan yang terus berkembang sesuai dengan persyaratan konsumen yang terus meningkat dan seirama dengan kenaikan kualitas hidup manusia, hal ini menyebabkan masalah keamanan menjadi sangat vital bagi industri dan pelaku bisnis pangan. Penerapan sistem jaminan keamanan pangan terhadap industri pangan kelas menengah ke atas telah memungkinkan suatu industri dapat menerapkan sistem jaminan keamanan pangan secara menyeluruh dan konsisten, karena didukung oleh manajemen yang sudah berkomitmen kuat agar perusahaannya menerapkan sistem jaminan keamanan pangan, sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan yang cukup mengenai keamanan pangan serta infrastruktur yang memadai.

Dalam aplikasi penerapan sistem jaminan keamanan pangan seperti sistem HACCP dan ISO 22000 bagi industri pangan diperlukan persiapan dalam implementasi sistem tersebut sebelum mengajukan untuk mendapat sertifikat dari suatu Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional, yang mana lembaga sertifikasi tersebut harus mengimplementasikan ISO 17021:2006 dan ISO 22003:2007.

(5)
(6)

@Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

PENGEMBANGAN LEMBAGA SERTIFIKASI SISTEM HACCP MENJADI LEMBAGA SERTIFIKASI SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN

YUSTINA WENI YULIARTI

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Teknologi Pangan pada Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

HACCP menjadi Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan

Nama : Yustina Weni Yuliarti

Nomor Pokok : F 252060145

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Harsi Dewantari Kusumaningrum, MSc

(Ketua) (Anggota)

Dr.Ir. Ratih Dewanti – Hariyadi,MSc

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Magister Profesi Teknologi Pangan

Dr.Ir. Lilis Nuraida, MSc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(10)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Program Magister Profesional Teknologi Pangan. Tema penelitian ini diangkat dari bagian pekerjaan sehari-hari sewaktu penulis masih bekerja di suatu Lembaga sertifikasi keamanan pangan. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat, terutama bagi para pelaku bisnis lembaga sertifikasi keamanan pangan di Indonesia.

Terimakasih yang mendalam penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Harsi Dewantari Kusumaningrum dan Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc selaku komisi pembimbing yang telah membimbing penulis dengan sabar dalam menyusun tesis ini mulai dari awal hingga akhir. Ucapan terimakasih juga kepada Dr.Ir.Sutrisno Koswara yang telah memberi masukan terhadap tesis ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang mendalam kepada Dr. Ir. LilisNuraida, MSc yang tanpa putus asa melalui berbagai cara memberi support dan dorongan kepada penulis agar selesai karya tulis ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Prof.Dr.F.G Winarno dan mama Tuti Winarno atas support dan restunya kepada penulis, juga terimakasih kepada PT. Embrio Biotekindo, khususnya divisi HACCP Certification Body yang telah banyak memberi inspirasi, pengalaman, serta jam terbang di dunia food safety management system.

Terimakasih juga penulis sampaikan kepada seluruh dosen pengajar di program Studi Teknologi Pangan, juga terimakasih kepada mbak Tika, mbak Mar dan Dewi.

Teruntuk ibu Maria Theresia Ariastuti, terima kasih untuk doa dan restunya, juga untuk Bapak Al.Supartoyono semoga Bapak tersenyum dari surga melihat karya tulis ini akhirnya selesai juga. Juga kepada suami S.Widjajanto (Toto) terimakasih atas semua support, pengertian, dan perhatiannya, dan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terimakasih.

Akhir kata, karya ilmiah ini belum sempurna, sehingga penulis lain dapat melanjutkan untuk penyempurnaannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 21 Juli 1974 dari bapak alm.Al.Supartoyono dan ibu Maria Theresia Ariastuti. Penulis merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara.

Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Stella Duce Yogyakarta, pada tahun 1997 penulis menikah dengan S. Widjajanto dan dikaruniai dua putri, Nirmala dan Kirana. Penulis diangkat sumpah dokter pada tahun 2002 dari Fakultas Kedokteran Umum, Universitas Kristen Indonesia Jakarta.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

DAFTAR SINGKATAN... vi

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan... 3

Manfaat... 4

Ruang Lingkup... 5

TINJAUAN PUSTAKA... 7

Sistem Standarisasi Nasional... 7

Sejarah Perkembangan Standar... 7

Perkembangan Standar... 7

Tujuan dan Asas Sistem Standarisasi Nasional... 8

Badan Standarisasi Nasional... 9

Penerapan Standar... 9

Pemberlakuan standar... 10

Akreditasi... 11

Sertifikasi... 16

Standar International Prasyarat Akreditasi Lembaga Sertifikasi SMKP... 18

ISO 17021/IEC:2006………... 18

Standar Nasional Prasyarat Akreditasi Lembaga Sertifikasi SMKP………... 36

Pedoman BSN 1003:1999……… 36

Standar Prasyarat Akreditasi Lembaga Sertifikasi Sistem HACCP………… 37

Pedoman BSN 1001:1999……… 37

(13)

Panduan Lembaga Sertifikasi untuk Proses Akreditasi………... 43

Panduan bagi Lembaga Sertifikasi………... 44

Prosedur permohonan dan proses akreditasi Lembaga Sertifikasi… 50 METODOLOGI……… 53

HASIL DAN PEMBAHASAN………. 55

Gap Analisis……….. 55

Manajemen Ketidakberpihakan………. 55

Pertanggunggugatan dan keuangan……… 57

Komite Pengamanan Ketidakberpihakan………... 58

Personel yang terlibat dalam kegiatan sertifikasi………... 59

Informasi yang dapat diakses publik……….. 65

Pertukaran informasi antara Lembaga Sertifikasi dan kliennya……. 66

Audit dan Sertifikasi Awal……….. 68

Penyesuaian implementasi Sistem Manajemen berdasar ISO……….... 71

Manajemen Ketidakberpihakan……….. 71

Pertanggunggugatan dan keuangan………. 73

Komite Pengamanan Ketidakberpihakan……… 74

Personel yang terlibat dalam kegiatan sertifikasi……… 76

Informasi yang dapat diakses publik………... 78

Pertukaran informasi antara Lembaga Sertifikasi dan kliennya…….. 79

Audit dan Sertifikasi Awal………... 83

SIMPULAN DAN SARAN……… 85

DAFTAR PUSTAKA……….. 86

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Ruang Lingkup Sertifikasi... 45 2. Waktu Minimal Audit Sertifikasi Awal... 49 3. Hasil Gap Analisis klausul Manajemen Ketidakberpihakan dari

ISO 17021:2006 yang belum diatur dalam PBSN 1001:1999... 55 4. Hasil Gap Analisis klausul Pertanggunggugatan dan Keuangan dari

ISO 17021:2006 yang belum diatur dalam PBSN 1001:1999... 57 5. Hasil Gap Analisis klausul Komite Pengamanan Ketidakberpihakan dari

ISO 17021:2006 yang belum diatur dalam PBSN 1001:1999... 58 6. Hasil Gap Analisis klausul Personel yang terlibatsertifikasi dari

ISO 17021:2006 yang belum diatur dalam PBSN 1001:1999... 59 7. Hasil Gap Analisis klausul Informasi yang dapat diakses publik dari

ISO 17021:2006 yang belum diatur dalam PBSN 1001:1999... 66 8. Hasil Gap Analisis klausul Pertukaran Informasi LS dan kliennya dari

ISO 17021:2006 yang belum diatur dalam PBSN 1001:1999... 67 9. Hasil Gap Analisis klausul Audit dan Sertifikasi Awal dari

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Gap Analisis Pedoman BSN 1001:1999 terhadap

(17)

DAFTAR SINGKATAN

BSN Badan Standarisasi Nasional

HACCP Hazard Analysis Critical Control Point

ISO International Organization for Standarization

KAN Komite Akreditasi Nasional

PP Peraturan Pemerintah

(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan adanya tuntutan jaminan keamanan pangan yang terus berkembang sesuai dengan persyaratan konsumen yang terus meningkat dan seirama dengan kenaikan kualitas hidup manusia, maka masalah keamanan menjadi sangat vital bagi industri dan pelaku bisnis pangan.

Masalah keamanan pangan tersebut juga telah diatur melalui peraturan dalam negeri yaitu PP No 28 Tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan, yang pada pasal 2 disebutkan bahwa setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan pada rantai pangan yang meliputi proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Codex Alimentarius Commission (CAC) sebagai organisasi standarisasi

pangan international dan merupakan sister organisasi dari Food and Agriculture

Organization (FAO)/ World Health Organization (WHO) telah memberikan dan mengadopsi sistem HACCP sebagai sistem jaminan keamanan pangan yang menjadi acuan bagi industri pangan di dunia.

(19)

kritis (Hazard Analysis Critical Control Point-HACCP) serta pedoman penerapannya dan Pedoman BSN 1004-2002 tentang Panduan penyusunan rencana sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP). Setelah suatu industri melakukan tahap-tahap persiapan penerapan sistem HACCP, seperti adanya komitmen manajemen agar perusahaannya mengaplikasi sistem jaminan

keamanan pangan, gap assessment yaitu suatu assessment yang dilakukan untuk

mengetahui seberapa besar kesenjangan antara sistem yang sudah diterapkan di suatu industri pangan dengan sistem HACCP yang akan diterapkan dan pembuatan dokumen Rencana Kerja Jaminan Mutu (RKJM) atau HACCP Plan oleh tim HACCP. Setelah dokumen selesai dibuat dilanjutkan dengan tahap audit Prevalidasi, yaitu mengkonfirmasi bahwa dokumen yang telah disusun oleh Tim HACCP telah sesuai dengan standar dan regulasi teknis yang berlaku, kemudian berdasarkan dokumen HACCP Plan yang telah disusun tersebut diimplementasikan terhadap proses pengolahan produk pangan selama 10 siklus produksi. Pada saat implementasi dijalankan perlu adanya pengambilan sample produk yang diambil dari 10 siklus produksi tersebut secara random, minimal 3 siklus produksi dan diujikan ke laboratorium yang telah diakreditasi, setelah ada hasil analisa dilanjutkan ke tahap validasi, yaitu tahap mengesahkan bahwa dokumen Rencana Kerja Jaminan Mutu (RKJM) atau HACCP Plan yang disusun oleh tim HACCP dan telah diimplementasikan ke proses produksi adalah efektif dalam mengontrol bahaya. Setelah selesai tahap ini baru suatu industri pangan dapat mengajukan sertifikasi Sistem HACCP ke suatu Lembaga Sertifikasi Sistem HACCP yang telah diakreditasi.

(20)

Sertifikat sistem HACCP maupun ISO 22000 dapat diperoleh suatu industri pangan dari Lembaga Sertifikasi Sistem HACCP ataupun Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional. Lembaga Sertifikasi baik Lembaga Sertifikasi Sistem HACCP ataupun Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan berhak menerbitkan sertifikat yang sah apabila telah memenuhi keseluruhan persyaratan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional, yaitu telah mengimplementasikan ISO 17021:2006 dan ISO 22003:2007.

Standar internasional ISO 17021:2006 dan ISO 22003:2007 ini menjelaskan persyaratan untuk lembaga-lembaga sertifikasi. Pemenuhan atas persyaratan tersebut untuk menjamin bahwa lembaga sertifikasi memberi sertifikasi sistem manajemen secara kompeten, konsisten, dan netral, sehingga memperoleh pengakuan lembaga dan keberterimaan sertifikasi yang diterbitkannya secara nasional dan internasional. Standar tersebut digunakan oleh lembaga-lembaga yang melaksanakan audit dan sertifikasi sistem manajemen dibidang mutu dan keamanan pangan.

B.Tujuan

Penelitian ini adalah mengkaji perbedaan beberapa standar persyaratan yang harus diimplementasikan dalam rangka pengembangan / peningkatan dari Lembaga Sertifikasi Sistem HACCP menjadi Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan yang akan digunakan sebagai acuan untuk proses akreditasi Komite Akreditasi Nasional sehingga berhak menerbitkan sertifikat ISO 22000 dan atau sertifikat Sistem HACCP bagi industri pangan.

Mengidentifikasi gap dari standar-standar kesesuaian proses akreditasi yang harus diimplementasikan untuk pengembangan Lembaga Sertifikasi Sistem HACCP menjadi Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan .

(21)

Membuat rekomendasi yang dapat digunakan untuk pengembangan Lembaga Sertifikasi Sistem HACCP menjadi Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan berdasarkan ketentuan persyaratan akreditasi Komite Akreditasi Nasional.

C.Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :

1. Dengan mengidentifikasi gap dari standar-standar kesesuaian proses

akreditasi yang harus diimplementasikan untuk pengembangan Lembaga Sertifikasi Sistem HACCP menjadi Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan maka akan diketahui perbedaan klausul-klausul yang yang harus diimplementasikan.

2. Dengan membuat penyesuaian implementasi dokumen dan

persyaratan lainnya terhadap hasil identifikasi gap dari standar-standar kesesuaian proses akreditasi yang harus dipenuhi untuk pengembangan Lembaga Sertifikasi Sistem HACCP menjadi Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan maka sistem tersebut menjadi dapat diterapkan di Lembaga Sertifikasi sebagai uji coba sehingga proses persiapan untuk mendapat akreditasi menjadi lebih efisien, efektif, dan lancar.

3. Dengan membuat penyesuaian implementasi yang merupakan

rekomendasi, dapat digunakan untuk pengembangan Lembaga Sertifikasi Sistem HACCP menjadi Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan berdasarkan ketentuan persyaratan akreditasi Komite Akreditasi Nasional maka Lembaga Sertifikasi

Sistem HACCP yang akan up grade menjadi menjadi Lembaga

(22)

D. Ruang Lingkup

Kajian dilakukan terhadap Lembaga sertifikasi HACCP yang sudah diakreditasi KAN dan akan menambah ruang lingkup akreditasi agar dapat menjadi lembaga sertifikasi system manajemen keamanan pangan sesuai persyaratan akreditasi Lembaga Sertifikasi Sistem HACCP / Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Keamanan yaitu ISO

17021/IEC:2006: Conformity Assessment- Requirements for Bodies

Providing Audit and Certification of Management Systems, ISO/TS

22003:2007: Food safety managements systems- Requirements for bodies

(23)
(24)

A. SISTEM STANDARISASI NASIONAL

A.1. Sejarah Perkembangan Standar

Sejak zaman dahulu manusia sebenarnya telah menerapkan standarisasi dalam menjalankan kehidupannya, terbukti dengan pemakaian batu untuk kapak dan alat pencacah yang pada dasarnya mempunyai bentuk yang sama. Hal ini terjadi di semua wilayah dunia baik di Afrika, Eropa, atau Asia. Jika kita telusuri dari mulai bahasa tulisan, bentuk huruf, bentuk simbol, pikogram, bentuk notasi musik yang sudah berlaku sejak beribu-ribu tahun yang lalu.

Legenda yang sangat menarik pada zaman kaisar Qin Shi Huangdu di negeri China 2200 tahun yang lalu telah memperlihatkan bagaimana standarisasi sangat diperhatikan khususnya tentang diberlakukannya pemakaian as dan roda kereta sebagai alat angkutan utama di China pada zaman tersebut, bentuknya harus sama diseluruh daerah kekuasaan kaisar Huangdu. Alasan penyeragaman as dan roda tersebut dikarenakan jalur kereta antar kota banyak mengalami kerusakan sehingga mengakibatkan seringnya as patah. Dengan peraturan tersebut terjadi kemajuan perdagangan yang cukup pesat karena arus transportasi kereta menjadi lebih lancar, hal tersebut disebabkan jika terjadi kerusakan kereta maka tidak begitu sulit memperbaikinya, karena suku cadang mudah diperoleh dimana saja dengan ukuran dan bentuk yang sama (Winarno,2002).

A.2. Perkembangan Standar

(25)

Sampai saat ini definisi standar tersebut tetap berlaku, dengan demikian standar tidak statis tetapi dinamis karena harus mengikuti perkembangan iptek yang ada. Oleh karena itu tepat sekali jika ISO (International Organization for Standarization) mengatur bahwa paling sedikit satu kali dalam lima tahun standar harus ditinjau kembali, artinya standar tersebut dapat berubah sama sekali, dimodifikasi, diamandemen, atau tetap seperti semula. Demikian halnya standar yang dibuat oleh CAC (Codex Alimentarius Commission) selalu diperbaharui sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi.

Standar yang dibuat dari mulai tingkat international, regional, nasional, asosiasi, perusahaan, dan personal, semuanya mengikuti kaidah yang sama yaitu konsensus diantara pihak yang terkait sesuai tingkatannya. Standar tersebut meliputi berbagai aspek misalnya nomenklatur, simbol, spesifikasi, pengambilan

contoh dan pengujian, klasifikasi, rasionalisasi, code of practices, keamanan,

pengemasan dan pelabelan, pasokan dan pengantaran.

Selanjutnya dalam perkembangannya standar sangat diperlukan oleh beberapa perusahaan untuk meningkatkan keamanan produknya dan pada saat yang sama perusahaan dapat mengurangi pengujian dan pengesahan yang dituntut oleh konsumennya.

A.3. Tujuan dan Asas Sistem Standarisasi Nasional

Tujuan Sistem Standarisasi Nasional adalah terwujudnya jaminan mutu dan perlindungan keselamatan, keamanan, dan kesehatan konsumen yang dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas nasional dalam menunjang program pengembangan, pemantapan dan peningkatan produksi dan ekspor produk dan jasa Indonesia dalam menghadapi persaingan dalam perdagangan dalam negeri maupun internasional, dengan meningkatkan penerimaan dan kepercayaan atas barang dan atau jasa yang dihasilkan di pasar domestik dan internasional.

(26)

merupakan usaha bersama dari semua pihak sehingga dengan demikian tercerminlah semangat gotong royong berdasarkan kekeluargaan; (3) Asas kemandirian: Standarisasi nasional harus dikembangkan untuk kepentingan pembangunan nasional yang dilandasi dengan sikap percaya pada diri sendiri (Winarno,2002).

A.4. Badan Standarisasi Nasional

Untuk mewujudkan dan mengembangkan Sistem Standarisasi Nasional, sistem ini dikelola oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). Di dalam rangka mengembangkan dan membangun kegiatan standarisasi, diperlukan kerjasama yang sinergik antara berbagai institusi yang bergerak di bidang standarisasi, instansi teknis yang terkait, dunia usaha dan industri, dan konsumen. Dalam kaitan inilah Badan Standarisasi Nasional dibentuk untuk menyelaraskan kegiatan standarisasi di Indonesia, untuk dapat melakukan pengembangan standarisasi nasional bekerjasama dengan instansi teknis terkait.

(27)

A.5. Penerapan Standar

Standar yang diatur dalam Sistem Standardisasi Nasional ini adalah Standar Nasional Indonesia dan berlaku di negara Republik Indonesia. Penerapan standar adalah kegiatan menggunakan Standar Nasional Indonesia. Kegiatan penggunaan Standar Nasional Indonesia sangat erat kaitannya dengan kegiatan pemberlakuan standar, akreditasi dan sertifikasi.

A.5.1. Pemberlakuan standar

Standar Nasional Indonesia (SNI) dirumuskan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan atau instansi teknis bekerjasama dengan instansi terkait berdasarkan Program Nasional Perumusan SNI melalui tahap-tahap penyiapan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI), rapat konsensus RSNI dan penetapan RSNI hasil konsensus menjadi SNI oleh BSN. Dalam melakukan persiapan RSNI, bila diperlukan dapat diawali dengan kegiatan penelitian dan pengembangan standardisasi yang dilaksanakan oleh Badan Standardisasi Nasional ataupun oleh panitia (Winarno,2002)

Standar Nasional Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan keamanan, keselamatan, dan kesehatan konsumen, atau kelestarian fungsi lingkungan hidup, diberlakukan secara wajib oleh instansi teknis, yang selanjutnya disebut sebagai SNI wajib. SNI wajib harus diterapkan sepenuhnya oleh semua pihak yang berkaitan. Standar Nasional Indonesia yang tidak berkaitan dengan kepentingan keamanan, keselamatan, dan kesehatan, atau kelestarian fungsi lingkungan hidup, berdasarkan pertimbangan tertentu dapat diberlakukan secara wajib oleh instansi teknis atau diterapkan secara sukarela oleh pihak yang merasa memerlukan.

Unsur-unsur yang terkait dalam penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah: dalam hal ini penerapan SNI merupakan instrumen penting

(28)

2. Profesi: bagi unsur profesi penerapan SNI penting untuk mengembangkan metode, sistem, ilmu pengetahuan, teknologi, dan cara pemecahan masalah yang terkait dengan kegiatan standardisasi

3. Produsen: penerapan SNI memungkinkan antara lain penyederhanaan

operasi proses pada semua tingkat, pengurangan jenis dan ragam persediaan bahan baku, komponen dan produk akhir, penggunaan teknis-teknis produksi massal, dan peningkatan efisiensi dan produktivitas.

4. Konsumen: melalui penerapan SNI, konsumen akan mendapatkan

seperangkat perlindungan dalam bentuk jaminan mutu barang dan atau jasa.

5. Lembaga sertifikasi dan laboratorium: melalui penerapan SNI, lembaga

sertifikasi dan laboratorium berperan serta dalam menjamin mutu barang dan atau jasa serta kebenaran hasil pengukuran dan pengujian.

A.5.2. Akreditasi

Kegiatan akreditasi adalah rangkaian kegiatan pengakuan formal berupa pemberian, pemeliharaan, perpanjangan, penundaan, dan pencabutan akreditasi lembaga-lembaga sertifikasi (yang antara lain mencakup sistem mutu, produk, personil, sistem manajemen lingkungan, sistem HACCP, sistem manajemen keamanan pangan), laboratorium penguji dan atau laboratorium kalibrasi dan akreditasi lainya di bidang standardisasi lainnya oleh Komite Akreditasi Nasional. KAN menyatakan bahwa lembaga sertifikasi atau laboratorium yang dimaksud telah memenuhi persyaratan untuk melakukan sesuatu kegiatan standardisasi tertentu.

Komite Akreditasi Nasional (KAN) merupakan badan akreditasi, yang dibentuk untuk menunjang pelaksanaan penerapan SNI. Komite Akreditasi Nasional merupakan bagian dari Badan Standardisasi Nasional (BSN) yang dibentuk dengan keputusan Presiden dan merupakan satu-satunya badan akreditasi independen di Indonesia.

(29)

memberikansaran pertimbangankepada Kepala BSN dalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi. Komite Akreditasi Nasional (KAN) bertugas pula untuk memperjuangkan keberterimaan di tingkat internasional atas sertifikat yang diterbitkan oleh laboratorium atau lembaga sertifikasi yang telah diakreditasi oleh KAN.

Komite Akreditasi Nasional (KAN) menetapkan peraturan dan persyaratan pemberian, pemeliharaan, perpanjangan, penundaan, dan pencabutan akreditasi, baik sebagian atau keseluruhan dari lingkup akreditasi. Pelaksanaan akreditasi di Indonesia mengikuti peraturana dan persyaratan akreditasi yang berlaku secara internasional, yaitu peraturan dan persyaratan yang disusun dan ditetapkan oleh organisasi internasional atau regional di bidang standardisasi, misalnya peraturan dan persyaratan yang disusun dan ditetapkan oleh International Organization for Standardization (ISO), International Cooperation (IEC), Asia Pacific Laboratory Accreditation (APLAC), International Laboratory Accreditation (ILAC), International Accreditation Forum (IAF) dan sebagainya (Winarno,2002).

Jenis atau bidang akreditasi yang dicakup oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) meliputi: (1) akreditasi lembaga sertifikasi sistem mutu; (2) akreditasi lembaga sertifikasi sistem HACCP; (3) akreditasi lembaga sertifikasi personel; (4) akreditasi lembaga sertifikasi produk; (5) akreditasi lembaga sertifikasi sistem manajemen lingkungan; (6) akreditasi lembaga sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan; (7) akreditasi lembaga sertifikasi inspeksi teknis; (8) akreditasi laboratorium penguji; (9) akreditasi laboratorium kalibrasi; (10) akreditasi laboratorium kesehatan.

(30)

tiga) orang anggota tim auditor yang akan melaksanakan asesmen terhadap Lembaga sertifikasi tersebut. Tim Auditor tersebut memberikan laporan asesmen Lembaga sertifikasi kepada KAN setelah semua ketidaksesuaian telah diperbaiki oleh Lembaga sertifikasi dan telah diverifikasi oleh Tim Auditor dari KAN. Langkah selanjutnya KAN akan membentuk Panitia Teknik yang terdiri dari para stakeholder, kemudian hasil laporan asesmen dikaji dan dievaluasi, yang kemudian akan menghasilkan suatu rekomendasi bahwa Lembaga sertifikasi layak untuk mendapatkan sertifikat akreditasi. Setelah sertifikat akreditasi didapat oleh suatu Lembaga sertifikasi, maka sertifikat akreditasi tersebut akan berlaku selama empat tahun, dan selama kurun waktu empat tahun tersebut KAN

akan melaksanakan surveillance terhadap Lembaga sertifikasi satu tahun satu

kali, untuk memastikan bahwa sistem yang telah diterapkan masih dijalankan secara konsisten. Rangkaian dari proses akreditasi tersebut lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1 (Winarno,2002)

KAN

LEMBAGA-LEMBAGA SERT IFIKASI SIST EM HACCP

PAN I T I A

T EK N I K

T I M

AU DI T OR

REKOMENDASI

MENGAJUKAN

PERMOHONAN ASESMEN/ SURVAILEN

[image:30.595.101.497.385.735.2]

RE-ASESMEN P E M B E R I A N A K R E D I T A S I LAPORAN ASESMENI MENUNJUK AUDITOR MEMBENTUK 5 3 7 8 4 2 1 6

PROSES AKREDITASI

PROSES AKREDITASI

(31)

Implementasi sistem assesmen baik pada proses akreditasi lembaga sertifikasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) maupun pada sertifikasi pada industri pangan dari suatu lembaga sertifikasi harus memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan. Adapun perbedaan standar kesesuaian asemen yang digunakan dalam proses akreditasi dan sertifikasi sistem HACCP dibandingkan dengan standar yang digunakan dalam proses akreditasi dan sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan adalah pada proses akreditasi dan sertifikasi sistem HACCP, Komite Akreditasi Nasional (KAN) harus mengimplementasikan Pedoman BSN 3-1999 agar dapat menjalankan tugasnya sebagai lembaga akreditasi yang independen, dalam melaksanakan tugasnya untuk melakukan akreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN) akan mengirimkan tim auditor yang kualifikasinya sesuai dengan Pedoman BSN 1002-1999, Lembaga sertifikasi sistem HACCP yang diaudit harus mengimplementasikan Pedoman BSN 1001-1999 agar dapat mempunyai wewenang untuk menerbitkan sertifikat sistem HACCP. Bagi industri pangan yang sudah mengimplementasikan SNI 01 4852 1998 dan Pedoman BSN 1004-2002 maka berhak mengajukan dan mendapat sertifikat sistem HACCP dari Lembaga sertifikasi sistem HACCP setelah diaudit oleh tim auditor dari Lembaga sertifikasi sistem HACCP yang kualifikasinya sesuai dengan Pedoman BSN 1003-1999. Standar-standar kesesuaian asesmen baik proses akreditasi maupun sertifikasi sistem HACCP lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2 (Winarno,2002).

(32)
[image:32.595.97.445.68.754.2]

sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan setelah diaudit oleh tim auditor dari Lembaga sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan yang kualifikasinya sesuai dengan Pedoman BSN 1003-1999. Standar-standar kesesuaian asesmen baik proses akreditasi maupun sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3 (Winarno,2002).

[image:32.595.96.431.465.724.2]

Gambar 2. Standar kesesuaian asesmen proses akreditasi dan sertifikasi lembaga sertifikasi sistem HACCP.

Gambar 3. Standar kesesuaian asesmen proses akreditasi dan sertifikasi lembaga sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan.

K AN

LSSHACCP

LSSHACCP

LSSHACCP

LSSHACCP

LSSHACCP

Badan Usaha

A k red it as i S ert if ik as i

Pedoman BSN 3-1999

Pedoman BSN 1002-1999

Pedoman BSN 1001-1999

Pedoman BSN 1003-1999

- SNI 01 - 4852 - 1998 - Pedoman BSN 1004 - 2002 Auditor Akreditasi HACCP Auditor Sertifikasi HACCP

K AN

LSSHACCP

LSSHACCP

LSSMKP

LSSHACCP

LSSHACCP

Badan Usaha

A k red it as i S ert if ik as i ISO/IEC 17011

Pedoman BSN 1002-1999

ISO/IEC 17021:2006 ; ISO/TS 22003:2005 Pedoman BSN 1003-1999

(33)

A.5.3. Sertifikasi

Sertifikasi adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat oleh pihak tertentu untuk menyatakan bahwa suatu organisasi telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Sertifikasi diperlukan untuk memberikan keyakinan (confidence) kepada seluruh pihak bahwa suatu sistem manajemen organisasi memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Kegiatan sertifikasi tersebut dibagi menjadi 3 tipe kegiatan utama, yaitu: (1) Sertifikasi pihak pertama yaitu rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat yang dilakukan oleh pihak pertama (produsen); (2) Sertifikasi pihak kedua yaitu rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat yang dilakukan oleh pihak kedua (konsumen); (3) Sertifikasi pihak ketiga yaitu rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat yang dilakukan oleh pihak ketiga (lembaga sertifikasi yang netral dan kredibel) (Winarno,2002).

Proses sertifikasi sistem HACCP dan atau sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan dari lembaga sertifikasi kepada suatu industri pangan merupakan contoh kegiatan tipe sertifikasi pihak ketiga.

Sertifikasi sistem HACCP adalan rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat sistem HACCP dari suatu lembaga sertifikasi sistem HACCP yang sudah mendapat akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) sesuai Pedoman BSN 1001:1999 kepada badan usaha yang mampu menerapkan sistem HACCP menurut SNI 01 4852 1998 dan Pedoman BSN 1004:2002.

Sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat ISO 22000 dari lembaga sertifikasi sistem manajemen

keamanan pangan yang sudah mendapat akreditasi dari Komite Akreditasi

Nasional (KAN) sesuai ISO/IEC 17021:2006 dan ISO/TS 22003:2007

kepada badan usaha yang mampu menerapkan sistem manajemen keamanan pangan menurut ISO 22000:2005 dan ISO 22004:2005

(34)

manajemen keamanan pangan dari suatu Lembaga Sertifikasi Sistem HACCP dan atau Lembaga sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan akan mengajukan permohonan kepada Lembaga Sertifikasi Sistem HACCP dan atau Lembaga sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan.

Lembaga sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan akan menunjuk tim auditor yang terdiri dari 1 (satu) orang ketua tim auditor dan 1-2 (satu sampai dengan dua) orang anggota tim auditor akan melaksanakan asesmen terhadap industri pangan. Tim auditor tersebut membuat laporan asesmen dan setelah semua ketidaksesuaian telah diperbaiki oleh industri pangan dan telah diverifikasi oleh tim auditor. Langkah selanjutnya akan dibentuk komite teknis yang terdiri dari para stakeholder, kemudian tim auditor mempresentasikan hasil laporan asesmen , yang kemudian akan menghasilkan suatu rekomendasi bahwa suatu industri pangan tersebut layak untuk mendapatkan sertifikat sistem HACCP dan atau sertifikat sistem manajemen keamanan pangan. Setelah sertifikat tersebut didapat oleh suatu industri pangan, maka sertifikat tersebut akan berlaku selama tiga tahun, dan selama kurun waktu tiga tahun tersebut KAN akan melaksanakan

surveillance terhadap industri pangan tersebut satu tahun satu kali, untuk memastikan bahwa sistem yang telah diterapkan masih dijalankan secara konsisten.

(35)

LSSH ACCP / LSSM K P

I ndust ri/bisnis pa nga n

T I M

AU DI T OR

REKOMENDASI

MEMBENTUK

MENGAJUKAN

PERMOHONAN ASESMEN/ SURVAILEN RE-ASESMEN P E M B E R IA N S E R T IF IK A S I LAPORAN ASESMENI MENUNJUK AUDITOR 5 3 7 8 4 2 1 6

[image:35.595.88.518.62.427.2]

K om it e t e k nis

Gambar 4. Proses Sertifikasi Sistem HACCP dan atau sistem manajemen keamanan pangan bagi industri pangan.

B. STANDAR INTERNATIONAL PRASYARAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN

B.1. ISO 17021/IEC:2006: Conformity Assessment- Requirements for Bodies Providing Audit and Certification of Management Systems.

Sertifikasi manajemen seperti manajemen mutu atau sistem manajemen lingkungan suatu organisasi merupakan salah satu cara untuk memberi jaminan bahwa organisasi telah menerapkan sistem manajemen untuk aspek-aspek yang relevan dari kegiatan organisasi, selaras dengan kebijakan yang ditetapkannya (ISO 17021,2006).

(36)

pengakuan sertifikasi sistem manajemen dalam rangka kepentingan perdagangan international.

Standar international ini dimaksudkan untuk digunakan oleh lembaga-lembaga yang melaksanakan audit dan sertifikai sistem manajemen. Standar ini memuat persyaratan umum untuk lembaga sertifikasi yang melaksanakan audit dan sertifikasi di bidang sistem manajemen mutu, sistem manajemen keamanan pangan, dan sistem manajemen lingkungan.

Klausul-klausul yang ada pada ISO/IEC 17021:2006 harus diimplementasikan oleh lembaga sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan yang ingin memperoleh akreditasi Komite Akreditasi Nasional, berikut ini adalah klausul-klausul ISO/IEC 17021:2006 berikut dengan penjelasan singkatnya.

B.1.1. Klausul 1:Ruang lingkup

Standar ini memuat prinsip dan persyaratan konsistensi, kompetensi, dan ketidakberpihakan audit dan sertifikasi seluruh tipe sistem manajemen dan untuk lembaga yang melaksanakan kegiatan-kegiatan ini. Lembaga sertifikasi yang beroperasi sesuai standar ini tidak perlu menawarkan seluruh tipe sertifikasi sistem manajemen.

B.1.2. Klausul 2: Acuan Normatif: (1) ISO/IEC 17000:2004 Penilaian kesesuaian kosa kata dan prinsip umum; (2) ISO 9000:2005 QMS-Prinsip dan kosa kata; (3) ISO 19011:2002 Panduan untuk audit QMS dan EMS

B.1.3. Klausul 3: Definisi dan istilah: (1) Klien tersertifikasi: organisasi yang sistem manajemennya telah disertifikasi; (2) Ketidakberpihakan: keobjektifan nyata dan dipersepsikan; (3) Konsultan sistem manajemen: partisipasi dalam perancangan, penerapan, atau pemeliharaan suatu sistem manajemen.

B.1.4. Klausul 4: Prinsip

Prinsip sebagai landasan kinerja dan persyaratan deskriptif. Prinsip ini seharusnya diterapkan sebagai panduan untuk mengambil keputusan yang diperlukan pada situasi yang tidak terantisipasi.

(37)

kepercayaan yang dibentuk melalui asesmen oleh pihak ketiga yang kompeten dan tidak berpihak (netral).

B.1.5. Klausul 5: Persyaratan umum

B.1.5.1. Materi kontrak dan hukum

Hukum dan hal yang terkait dengan kontrak meliputi tanggung jawab hukum, yang berarti lembaga sertifikasi harus berupa badan hukum, perjanjian sertifikasi yang artinya lembaga sertifikasi harus memilik perjanjian yang berkekuatan hukum serta tanggung jawab keputusan sertifikasi yang maksudnya adalah lembaga sertifikasi harus mempertahankan kewenangannya atas keputusannya yang berkaitan dengan sertifikasi.

B.1.5.2. Manajemen ketidakberpihakan

Lembaga sertifikasi harus memiliki komitmen terhadap ketidakberpihakan dalam kegiatan sertifikasi sistem manajemen serta memiliki pernyataan yang dapat diakses publik untuk menyatakan ketidakberpihakannya.

B.1.5.3. Pertanggunggugatan dan keuangan:

Lembaga sertifikasi telah mengevaluasi resiko yang timbul dari kegiatan sertifikasinya dan memiliki pengaturan yang cukup untuk menanggung pertanggunggugatan serta mengevaluasi keuangan dan sumber pendapatannya

B.1.6. Klausul 6: Persyaratan struktural

B.1.6.1. Struktur organisasi dan manajemen puncak

Lembaga sertifikasi mendokumentasikan struktur organisasi yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, dan kewenangan manajemen dan personel sertifikasi serta setiap komite

B.1.6.2. Komite pengamanan ketidakberpihakan

(38)

B.1.7. Klausul 7 : Persyaratan sumberdaya

B.1.7.1. Kompetensi manajemen dan personel

Lembaga sertifikasi harus memiliki proses untuk menjamin bahwa personel memiliki pengetahuan yang sesuai dengan tipe sistem manajemen, menentukan cara memperagakan kompetensi sebelum melaksanakan fungsi spesifik, serta memiliki akses kepada tenaga ahli teknis.

B.1.7.2. Personel yang terlibat dalam kegiatan sertifikasi:

Lembaga sertifikasi harus memiliki personel yang memiliki kompetensi yang cukup untuk mengelola tipe dan ruang lingkup program audit, memiliki akses kepada auditor dalam jumlah yang cukup, menetapkan secara jelas kewajiban dan kewenangan untuk setiap personelnya, serta menjamin bahwa auditor memiliki pengetahuan dan kompetensi untuk kegiatan sertifikasi.

B.1.7.3. Penggunaan auditor eksternal dan tenaga ahli teknis eksternal secara individu Lembaga sertifikasi mensyaratkan auditor dan tenaga ahli teknis eksternal untuk membuat perjanjian tertulis yang mencakup aspek kerahasiaan, bebas dari kepentingan komersial dan tekanan lainnya.

B.1.7.4. Rekaman personel

Lembaga sertifikasi memelihara rekaman personel yang mutakhir mencakup kualifikasi, pelatihan, pengalaman, status profesional, dan kompetensi.

B.1.7.5. Subkontrak

Kegiatan mensubkontrakkan kepada organisasi lain untuk melakukan sebagian kegiatan sertifikasi atas nama lembaga sertifikasi, maka lembaga sertifikasi harus memiliki perjanjian yang berkekuatan hukum mencakup pengaturan, termasuk kerahasiaan dan konflik kepentingan dengan seluruh lembaga yang di subkontrakkan.

B.1.8. Klausul 8: Persyaratan Informasi

B.1.8.1. Informasi yang dapat diakses publik:

(39)

B.1.8.2. Dokumen sertifikasi

Lembaga sertifikasi memberikan dokumen sertifikasi kepada klien tersertifikasinya dengan cara yang dipilihnya, serta mengidentifikasikan secara spesifik kelengkapan sertifikat yang meliputi nama dan lokasi, tanggal pemberian, perluasan atau pembaruan sertifikasi, tanggal kadaluarsa atau batas waktu sertifikasi ulang sesuai dengan siklus sertifikasi ulang, kode identifikasi tertentu, standar atau dokumen normatif lainnya, lingkup sertifikasi, nama dan alamat lembaga sertifikasi, dan informasi lainnya yang disyaratkan standar yang digunakan untuk sertifikasi.

B.1.8.3. Direktori klien tersertifikasi

Lembaga sertifikasi harus memelihara dan membuat akses publik atau menyediakan berdasarkan permintaan, dengan cara yang dipilih suatu direktori sertifikasi yang sah minimal memuat nama, dokumen normatif yang sesuai, lingkup dan lokasi untuk setiap klien yang disertifikasi.

B.1.8.4. Acuan sertifikasi dan penggunaan tanda:

Lembaga sertifikasi memiliki suatu kebijakan yang mengatur setiap tanda yang telah diberikan hak penggunaannya kepada klien yang telah disertifikasi. Kebijakan tersebut harus menjamin antara lain keterlusuran ke lembaga sertifikasi.

B.1.8.5. Kerahasiaan

Lembaga sertifikasi melalui perjanjian yang berkekuatan hukum harus memiliki suatu kebijakan dan pengaturan untuk mengamankan kerahasiaan informasi yang diperoleh atau dibuat selama pelaksanaan kegiatan sertifikasi pada seluruh tingkatan strukturnya, termasuk komite dan lembaga eksternal atau individu yang bertindak atas namanya.

B.1.8.6. Pertukaran informasi antara lembaga sertifikasi dan kliennya

(40)

B.1.9. Klausul 9: Persyaratan proses

B.1.9.1. Persyaratan umum

Program audit harus mencakup dua tahap audit awal, audit survailen pada tahun pertama dan kedua dan audit sertifikasi ulang di tahun ketiga sebelum berakhirnya sertifikasi. Lembaga sertifikasi menjamin bahwa suatu rencana audit untuk setiap audit ditetapkan sebagai dasar perjanjian tentang pelaksanaan dan penjadwalan kegiatan audit.

B.1.9.2. Audit dan sertifikasi awal

Lembaga sertifikasi harus mensyaratkan wakil yang berwenang dari organisasi pemohon untuk memberikan informasi yang diperlukan seperti ruang lingkup, fitur umum dari organisasi pemohon, informasi umum sesuai bidang sertifikasi yang dimohon, informasi mengenai seluruh proses yang disubkontrakkan, serta standar atau persyaratan lain keperluan sertifikasi organisasi pemohon. Adapun tahapan proses audit dan sertifikasi awal terdiri dari permohonan, kajian permohonan,audit sertifikasi awal,audit tahap satu, audit tahap dua, kesimpulan audit untuk sertifikasi awal, dan informasi untuk pemberian sertifikasi awal.

B.1.9.3. Kegiatan survailen

Lembaga sertifikasi harus mengembangkan survailennya sehingga

keterwakilan area-area dan fungsi yang dicakup dalam lingkup sistem manajemen dipantau secara reguler dan memperhitungkan perubahan yang ada pada klien yang disertifikasi dan sistem manajemennya. Audit survailen adalah audit lapang tetapi bukan audit sistem secara menyeluruh dan harus direncanakan bersama dengan kegiatan survailen lainnya.

B.1.9.4. Sertifikasi ulang

(41)

B.1.9.5. Audit khusus

Lembaga sertifikasi harus merespon permohonan untuk perluasan ruang lingkup sertifikasi yang telah diberikan, melakukan suatu kajian terhadap permohonan dan menentukan kegiatan audit yang penting untuk memutuskan apakah perluasan diberikan atau tidak. Hal ini dapat dilakukan bersamaan dengan audit survailen.

B.1.9.6. Pembekuan, pencabutan, atau pengurangan ruang lingkup sertifikasi Lembaga sertifikasi harus memiliki kebijakan dan prosedur terdokumentasi untuk pembekuan, pencabutan, atau pengurangan ruang lingkup sertifikasi dan harus menspesifikasikan tindakan-tindakan penting yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi.

B.1.9.7. Banding

Lembaga sertifikasi harus memiliki proses terdokumentasi untuk menerima, mengevaluasi, dan membuat keputusan, terhadap banding, serta harus bertanggung jawab atas seluruh keputusan di semua tingkatan proses penanganan banding dan menjamin bahwa personel yang terlibat dalam proses penanganan banding berbeda dengan personel yang melaksanakan audit dan membuat keputusan sertifikasi.

B.1.9.8. Keluhan

Selama penerimaan keluhan, lembaga sertifikasi harus mengkonfirmasikan apakah keluhan tersebut terkait dengan kegiatan sertifikasi yang menjadi tanggung jawabnya. Setiap keluhan tentang klien yang disertifikasi harus diteruskan oleh lembaga sertifikasi kepada klien yang disertifikasinya pada waktu yang tepat.

B.1.9.9. Rekaman pemohon dan klien

(42)

B.1.10. Klausul 10: Persyaratan sistem manajemen untuk lembaga sertifikasi B.1.10.1. Persyaratan sistem manajemen berdasar ISO 9001

Lembaga sertifikasi harus menetapkan dan memelihara sistem manajemen, sesuai persyaratan ISO 9001. Untuk penerapan persyaratan ISO 9001, lingkup sistem manajemen harus mencakup desain dan pengembangan persyaratan untuk jasa sertifikasinya. Lembaga sertifikasi harus memasukkan sebagai input tinjauan manajemen informasi yang relevan tentang banding dan keluhan dari pengguna kegiatan sertifikasi.

B.1.10.2. Kaji ulang manajemen

Manajemen puncak lembaga sertifikasi harus menetapkan prosedur untuk kaji ulang sistem manajemennya pada interval waktu yang terencana untuk menjamin kesesuaian, kecukupan dan keefektifannya.

B.1.10.3. Audit internal

Lembaga sertifikasi harus menetapkan prosedur audit internal untuk memverifikasi bahwa lembaga sertifikasi memenuhi dan sistem manajemen diterapkan dan dipelihara secara efektif. Program audit harus direncanakan, dengan mempertimbangkan pentingnya proses dan area yang akan diaudit dan juga hasil audit sebelumnya.

B.2. ISO/TS 22003:2007: Food safety managements systems- Requirements for bodies providing audit and certification of food safety management systems

Standar ISO/TS 22003:2007 merupakan standar persyaratan teknis bagi Lembaga Sertifikasi yang menyelenggarakan audit dan sertifikasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP). Ruang lingkup standar ini adalah dapat diaplikasikan untuk audit dan sertifikasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP) yang sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam ISO 22000 serta menyediakan informasi yang diperlukan dan kepercayan diri bagi pelanggan/ industri pangan mengenai sertifikasi yang telah diperoleh.

(43)

B.2.1. Klausul 5: Persyaratan umum

B.2.1.1.Manajemen ketidakberpihakan

Lembaga sertifikasi dan setiap bagian dari bagian hukumnya yang sama tidak menawarkan atau menyediakan konsultasi analisis bahaya, konsultasi sistem manajemen keamanan pangan, dan konsultasi sistem manajemen. Lembaga sertifikasi harus memastikan bahwa auditor yang melakukan konsultasi analisis bahaya, konsultasi sistem manajemen keamanan pangan, dan konsultasi sistem manajemen dalam dua tahun terakhir dianggap sebagai ancaman tinggi terhadap imparsialitas tidak diijinkan untuk melakukan audit terhadap organisasi tersebut.

B.2.2. Klausul 6: Persyaratan struktural

Struktur organisasi dan manajemen puncak pada lembaga sertifikasi harus mendokumentasikan struktur organisasi yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, dan kewenangan manajemen dan personel sertifikasi serta setiap komite.

Lembaga sertifikasi harus mengamankan ketidakberpihakan atas kegiatan lembaga sertifikasi dan menyediakan suatu komite untuk membantu pengembangan kebijakan yang berkaitan ketidakberpihakan kegiatan sertifikasinya.

B.2.3. Klausul 7: Persyaratan sumber daya

B.2.3.1. Kompetensi manajemen dan personel

Persyaratan mengenai kompetensi manajemen dan personel dalam ISO 22003:2007 meliputi kompetensi manajemen dan personel, personel yang terlibat dalam kegiatan sertifikasi, bahwa seluruh personel yang terlibat dalam audit dan kegiatan sertifikasi memiliki atribut personel seperti berpandangan terbuka, diplomatis, suka memperhatikan, mampu memahami situasi, menyesuaikan diri, ulet, logos, dan percaya pada diri sendiri.

B.2.3.2. Personel yang terlibat dalam kegiatan sertifikasi

(44)

pemohon dalam kategori dan sektor rantai pangan; (2) asesmen produk, proses, dan praktek pemohon; (3) distribusi kompetensi dan persyaratan auditor SMKP; (4) penentuan persyaratan waktu dan durasi audit; (5) kebijakan dan prosedur lembaga sertifikasi terkait tinjauan kontrak.

B.2.3.3. Personel yang memberikan sertifikasi

Lembaga sertifikasi memastikan bahwa personel yang mengambil keputusan pemberian sertifikasi memiliki pendidikan, pelatihan keamanan pangan, pelatihan audit, dan pengalaman kerja seperti yang disyaratkan bagi auditor.

Lembaga sertifikasi memastikan bahwa personel yang mengambil keputusan pemberian sertifikasi menunjukkan kemampuannya untuk mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan dalam area:prinsip HACCP,

pemahaman tentang pre-requisite program, identifikasi bahaya keamanan pangan,

implementasi dan pengelolaan bahaya keamanan pangan, koreksi serta tindakan koreksi yang dilakukan sehubungan hal keamanan pangan, asesmen bahaya keamanan pangan yang potensial terkait dengan rantai pangan, undang-undang dan regulasi terkait keamanan pangan dengan tujuan untuk melaksanakan audit sistem manajemen keamanan pangan, persyaratan sistem manajemen keamanan pangan yang relevan, standar yang relevan, mengases dan meninjau laporan audit atas ketepatan dan kelengkapannya, mengases dan meninjau efektivitas tindakan perbaikan, serta proses sertifikasi.

B.2.3.4. Auditor

Lembaga sertifikasi memastikan bahwa auditor memiliki pengetahuan yang berhubungan dengan mikrobiologi umum dan kimia umum serta kursus dalam kategori industri rantai pangan jika mereka melaksanakan audit sistem manajemen keamanan pangan.

Lembaga sertifikasi memastikan bahwa auditor telah lulus pelatihan prinsip HACCP, asesmen bahaya, analisis bahaya, prinsip manajemen keamanan

pangan mencakup pre-requisite program, pelatihan teknik audit berdasarkan ISO

(45)

Lembaga sertifikasi memastikan bahwa auditor memiliki kualifikasi minimal lima tahun penuh pengalaman kerja dalam industri terkait rantai pangan termasuk minimal dua tahun bekerja dalam jaminan mutu atau fungsi keamanan pangan dalam produksi pangan atau manufaktur, retail, inspeksi atau yang setara.

Lembaga sertifikasi memastikan bahwa dalam tiga tahun terakhir auditor melakukan paling sedikit 12 hari audit sistem manajemen keamanan pangan di paling sedikit empat organisasi di bawah pimpinan auditor yang berkualifikasi. Untuk memelihara kualifikasi auditor, lembaga sertifikasi memastikan bahwa auditor telah memiliki minimal lima eksternal audit per tahun termasuk paling sedikit dua audit sistem manajemen keamanan pangan atau minimal empat audit lapangan sistem manajemen keamanan pangan atau sepuluh hari audit sistem manajemen keamanan pangan per tahun.

Lembaga sertifikasi merekam kompetensi auditor untuk setiap kategori dan sektor serta menyediakan bukti keberhasilan evaluasi.

Lembaga sertifikasi memastikan bahwa auditor menunjukkan kemampuan untuk mengaudit dalam hal:

a. Prinsip, prosedur dan teknik audit untuk memungkinkan auditor

(46)

b. Sistem manajemen dan dokumen acuan : untuk memungkinkan auditor untukmemahami ruang lingkup audit dan criteria audit. Pengetahuan dan keterampilan pada area ini mencakup: aplikasi system manajemen pada organisasi yang berbeda, interaksi antara komponen system manajemen, standar sistem manajemen keamanan pangan, prosedur berlaku atau dokumen system manajemen lainnya yang digunakan sebagai kriteria audit, kemampuan untuk mengenali perbedaan antara dan prioritas dokumen acuan, kemampuan untuk mengaplikasikan dokumen acuan pada situasi audit yang berbeda, dan sistem dan teknologi informasi untuk otorisasi, keamanan, distribusi, dan pengendalian dokumen.

c. Situasi organisasi : untuk memungkinkan auditor memahami konteks operasi

organisasi. Pengetahuan dan keterampilan dalam area ini harus mencakup: ukuran, struktur, fungsi, dan hubungan organisasi, proses bisnis secara umum dan terminology terkait, dan kebiasaan sosial budaya auditi.

d. Hukum, regulasi, dan persyaratan lain yang berlaku yang relevan dengan

disiplin : untuk memungkinkan auditor untuk bekerja dengannya dan menyadari persyaratan yang digunakan organisasi diaudit. Pengetahuan dan keterampilan pada area ini harus mencakup: kode, hukum, dan regulasi lokal, regional, dan nasional, kontrak dan perjanjian, traktat dan konvensi internasional, dan persyaratan lain dimana organisasi terdaftar.

Lembaga sertifikasi memastikan bahwa auditor menunjukkan kemampuan untuk mengaplikasikan terminologi, pengetahuan, dan keterampilan dalam area

spesifik keamanan pangan berikut: Prinsip HACCP, pre-requisite program

relevan untuk kategori yang dipertimbangkan, identifikasi bahaya keamanan pangan, metodologi yang digunakan untuk penentuan, penerapan, dan pengelolaan tindakan pengendalian dan kemampuan untuk mengases efektifitas dari tindakan pengendalian yang dipilih, koreksi dan tindakan koreksi yang akan digunakan berhubungan dengan hal keamanan pangan, asesmen bahaya keamanan pangan yang potensial terkait dengan rantai suplai pangan, evaluasi

pre-requisite program relevan yang dapat digunakan termasuk penetapan dan

pemilihan metode evaluasi yang sesuai atau panduan untuk pre-requisite program

(47)

spesifik, produk, proses, dan praktik spesifik sektor, persyaratan sistem manajemen keamanan pangan relevan, standar keamanan pangan yang relevan.

B.2.3.5. Tenaga ahli

Lembaga sertifikasi memastikan bahwa tenaga ahli memiliki pengetahuan

berkorespondensi pendidikan post secondary dalam industri rantai pangan yang

akan diaudit, dalam proses yang akan diaudit,dan dalam bahaya keamanan pangan berlaku bagi sektor. Lembaga sertifikasi memastikan bahwa tenaga ahli memiliki pengalaman kerja pada area teknis serta menunjukkan kemampuan untuk menyediakan keahlian pada area teknis mereka.

Lembaga sertifikasi memastikan bahwa tim audit sistem manajemen

keamanan pangan memiliki kompetensi dalam menerapkan pre-requisite program

dan HACCP dalam sektor yang diaudit, dalam proses yang diaudit, dan dalam bahaya keamanan pangan yang berlaku bagi sektor.

B.2.3.6. Penggunaan auditor dan tenaga ahli eksternal

Penggunaan auditor eksternal dan tenaga ahli teknis eksternal secara individu Lembaga sertifikasi mensyaratkan auditor dan tenaga ahli teknis eksternal untuk membuat perjanjian tertulis yang mencakup aspek kerahasiaan, bebas dari kepentingan komersial dan tekanan lainnya.

B.2.3.7. Rekaman personel

Lembaga sertifikasi memelihara rekaman personel yang mutakhir mencakup kualifikasi, pelatihan, pengalaman, status profesional, dan kompetensi.

B.2.3.8. Subkontrak

(48)

B.2.4. Klausul 8: Persyaratan informasi

Lembaga sertifikasi memenuhi seluruh persyaratan dalam klausul 8 ISO/IEC 17021:2006.

B.2.5. Klausul 9: Persyaratan proses

B.2.5.1. Persyaratan umum

Lembaga sertifikasi menetapkan secara tepat ruang lingkup sertifikasi dalam hal tingkatan rantai pangan (misalnya produksi primer, pengolahan pangan, produksi bahan kemasan), kategori, dan sektor serta tidak memperbolehkan pengecualian bagian dari proses, sektor, produk, atau jasa dari ruang lingkup sertifikasi ketika proses, sektor, produk atau jasa berpengaruh pada keamanan pangan produk akhir.

Lembaga sertifikasi memiliki proses untuk memilih hari, waktu, dan musim audit sehingga tim audit memiliki kesempatan mengaudit organisasi yang beroperasi pada sejumlah lini produk, kategori, dan sektor yang dicakup oleh ruang lingkup.

Lembaga sertifikasi memiliki prosedur terdokumentasi untuk menentukan waktu audit dan untuk setiap klien, lembaga sertifikasi harus menentukan waktu yang diperlukan untuk merencanakan dan menyelesaikan audit sistem manajemen keamanan pangan klien secara lengkap dan efektif serta waktu audit yang ditentukan oleh lembaga sertifikasi dan justifikasi untuk penentuannya direkam.

Dalam menentukan waktu audit, lembaga sertifikasi mempertimbangkan aspek berikut: persyaratan standar sistem manajemen keamanan pangan yang relevan, ukuran dan kompleksitas organisasi, konteks teknologi dan regulatori, setiap subkontrak dari setiap kegiatan yang dicakup dalam ruang lingkup sistem manajemen keamanan pangan, hasil audit sebelumnya, pertimbangan jumlah lokasi dan multi lokasi.

(49)

audit internal telah dilaksanakan pada setiap lokasi dalam 3 tahun hingga sertifikasi, sertifikasi lanjutan, audit internal harus dilaksanakan pada setiap lokasi dalam periode sertifikasi, audit internal dari seluruh lokasi harus memenuhi ISO 22000 atau ekivalen, temuan audit pada suatu lokasi harus dipertimbangkan sebagai indikasi dari keseluruhan system dan koreksi harus diimplementasikan.

Lembaga sertifikasi menawarkan sertifikasi multi lokasi, lembaga sertifikasi harus menggunakan program pengambilan contoh untuk menjamin audit sistem manajemen keamanan pangan yang efektif dimana: pengambilan contoh untuk lebih dari 20 lokasi harus berada pada rasio 1 lokasi per 5 lokasi dengan jumlah minimum 20 lokasi. Seluruh lokasi harus dipilih secara acak dan setelah audit, tidak ada lokasi contoh yang mungkin menjadi ketidaksesuaian (misalnya tidak memenuhi ambang batas sertifikasi untuk ISO 22000) , evaluasi dari temuan audit dari lokasi contoh harus dianggap ekivalen dengan temuan audit internal dari lokasi organisasi yang sama, paling sedikit setiap tahunnya, audit pada pusat sistem manajemen keamanan pangan harus dilakukan, paling sedikit setiap tahunnya, audit survailen harus dilakukan pada lokasi contoh, dan temuan audit dari lokasi contoh harus dipertimbangkan sebagai indikasi keseluruhan sistem dan koreksi harus diimplementasikan.

Lembaga sertifikasi menyediakan laporan tertulis dari setiap audit. Laporan harus berdasarkan panduan relevan yang disediakan dalam ISO 19011. Tim audit dapat mengidentifikasi peluang perbaikan tetapi tidak boleh memberikan solusi spesifik. Kepemilikan laporan audit harus dipelihara oleh

lembaga sertifikasi. Laporan harus mencakup acuan terhadap pre-requisite

program yang digunakan oleh organisasi, metodologi HACCP yang digunakan, komentar atas tim HACCP, dan isu lainnya terkait sistem manajemen keamanan pangan.

B.2.5.2. Audit dan sertifikasi awal

(50)

tahapan proses audit dan sertifikasi awal terdiri dari permohonan, kajian permohonan,audit sertifikasi awal,audit tahap satu, audit tahap dua, kesimpulan audit untuk sertifikasi awal, dan informasi untuk pemberian sertifikasi awal.

Lembaga sertifikasi melakukan audit sertifikasi awal SMKP dalam 2 tahap : tahap 1 dan tahap 2. Lembaga sertifikasi memastikan bahwa ketika organisasi telah mengimplementasikan kombinasi tindakan pengendalian yang dikembangkan secara eksternal, audit tahap 1 tinjauan dokumentasi yang dicakup dalam sistem manajemen keamanan pangan untuk menentukan apakah kombinasi tindakan pengendalian cocok bagi organisasi. Lembaga sertifikasi memastikan bahwa dokumentasi telah dikembangkan dalam rangka memenuhi persyaratan ISO 22000 dan tetap mutakhir.

Lembaga sertifikasi memastikan bahwa sasaran dari audit tahap 1 adalah untuk menyediakan fokus bagi perencanaan audit tahap 2 dengan memperoleh pengertian sistem manajemen keamanan pangan dalam konteks identifikasi

bahaya keamanan pangan organisasi, analisis, rencana HACCP, dan pre-requisite

program, kebijakan dan sasaran dan secara khusus, pernyataan organisasi tentang

kesiapan audit dengan meninjau organisasi telah mengidentifikasi pre-requisite

program yang sesuai dengan bisnis (misalnya persyaratan peraturan perundangan), sistem manajemen keamanan pangan mencakup proses dan metode yang cukup untuk identifikasi dan asesmen dari bahaya keamanan pangan organisasi dan berikut pemilihan dan kategorisasi dari tindakan pengendalian, legislasi keamanan pangan diterapkan untuk sektor yang relevan dari organisasi, sistem manajemen keamanan pangan didesain untuk mencapai kebijakan keamanan pangan organisasi, program implementasi sistem manajemen keamanan pangan menjustifikasi pelaksanaan audit atau tahap 2, validasi, verifikasi, dan program peningkatan memenuhi persyaratan standar sistem manajemen keamanan pangan, dokumen dan perencanaan sistem manajemen keamanan pangan tersedia untuk mengkomunikasikan secara internal dan dengan pemasok, pelanggan, dan pihak terkait yang relevan, dokumentasi tambahan yang perlu ditinjau dan atau pengetahuan apa yang dibutuhkan untuk diperoleh lebih jauh.

(51)

Setiap bagian dari sistem manajemen keamanan pangan yang diaudit selama audit tahap 1 dan ditentukan diimplementasikan secara lengkap, efektif dan sesuai dengan persyaratan, mungkin tidak memerlukan untuk diaudit ulang selama audit tahap 2. Lembaga sertifikasi memastikan bahwa bagian audit dari SMKP tetap sesuai dengan persyaratan sertifikasi. Pada kasus ini, laporan audit tahap 2 harus mencakup temuan ini dan harus secara jelas menyatakan kesesuaian telah ditetapkan selama audit tahap 1. Interval antara audit tahap 1 dan 2 diharapkan tidak lebih lama dari 6 bulan. Audit tahap 1 harus diulang apabila interval yang lebih lama dibutuhkan.

B.2.5.3. Kegiatan survailen

Lembaga sertifikasi harus mengembangkan survailennya sehingga keterwakilan area-area dan fungsi yang dicakup dalam lingkup sistem manajemen dipantau secara reguler dan memperhitungkan perubahan yang ada pada klien yang disertifikasi dan sistem manajemennya. Audit survailen adalah audit lapang tetapi bukan audit sistem secara menyeluruh dan harus direncanakan bersama dengan kegiatan survailen lainnya.

B.2.5.4. Sertifikasi ulang

Audit sertifikasi ulang harus direncanakan dan dilaksanakanuntuk mengevaluasi pemenuhan terhadap seluruh persyaratan standar sistem manajemen atau dokumen normatif lain secara berkelanjutan. Tujuan audit sertifikasi ulang adalah untuk mengkonfirmasi keberlanjutan kesesuaian dan efektivitas sistem manajemen secara keseluruhan serta relevansi dan kemampuan organisasi terhadap lingkup sertifikasi.

B.2.5.5. Audit khusus

(52)

B.2.5.6. Pembekuan, pencabutan, atau pengurangan ruang lingkup sertifikasi Lembaga sertifikasi harus memiliki kebijakan dan prosedur terdokumentasi untuk pembekuan, pencabutan, atau pengurangan ruang lingkup sertifikasi dan harus menspesifikasikan tindakan-tindakan penting yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi.

B.2.5.7. Banding

Lembaga sertifikasi harus memiliki proses terdokumentasi untuk menerima, mengevaluasi, dan membuat keputusan, terhadap banding, serta harus bertanggung jawab atas seluruh keputusan di semua tingkatan proses penanganan banding dan menjamin bahwa personel yang terlibat dalam proses penanganan banding berbeda dengan personel yang melaksanakan audit dan membuat keputusan sertifikasi.

B.2.5.8. Keluhan

Selama penerimaan keluhan, lembaga sertifikasi harus mengkonfirmasikan apakah keluhan tersebut terkait dengan kegiatan sertifikasi yang menjadi tanggung jawabnya. Setiap keluhan tentang klien yang disertifikasi harus diteruskan oleh lembaga sertifikasi kepada klien yang disertifikasinya pada waktu yang tepat.

B.2.5.9. Rekaman pemohon dan klien

Lembaga sertifikasi harus memelihara rekaman audit dan kegiatan sertifikasi lainnya untuk seluruh klien termasuk seluruh organisasi yang mengajukan permohonan dan seluruh organisasi yang diaudit, disertifikasi atau yang sertifikasinya dibekukan atau dicabut.

B.2.6. Klausul 10: Persyaratan sistem manajemen untuk lembaga sertifikasi

B.2.6.1. Persyaratan sistem manajemen berdasar ISO 9001

(53)

B.2.6.2. Kaji ulang manajemen

Manajemen puncak lembaga sertifikasi harus menetapkan prosedur untuk kaji ulang sistem manajemennya pada interval waktu yang terencana untuk menjamin kesesuaian, kecukupan dan keefektifannya.

B.2.6.3. Audit internal

Lembaga sertifikasi harus menetapkan prosedur audit internal untuk memverifikasi bahwa lambaga sertifikasi memenuhi dan sistem manajemen diterapkan dan dipelihara secara efektif. Program audit harus direncanakan, dengan mempertimbangkan pentingnya proses dan area yang akan diaudit dan juga hasil audit sebelumnya.

C. STANDAR NASIONAL PRASYARAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN

C.1. Pedoman BSN 1003-1999: Kriteria Auditor

Klausul-klausul yang ada pada Pedoman BSN 1003-1999 merupakan persyaratan tambahan mengenai kriteria auditor yang harus diimplementasikan oleh lembaga sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan yang ingin memperoleh akreditasi Komite Akreditasi Nasional, berikut ini adalah klausul-klausul Pedoman BSN 1003-1999 berikut dengan penjelasan singkatnya.

C.1.1. Ruang lingkup

Pedoman ini memuat kriteria dan persyaratan auditor kepala, auditor dan calon auditor sertifikasi sistem HACCP berdasar sistem standardisasi nasional serta memberikan dasar penyusunan prosedur registrasi auditor sertifikasi sistem HACCP.

C.1.2. Definisi

C.1.2.1. Auditor sertifikasi sistem HACCP adalah seseorang yang telah memiliki kualifikasi untuk melaksanakan asesmen dan audit HACCP. Auditor sertifikasi sistem HACCP terdiri atas calan auditor, auditor, dan auditor kepala.

(54)

sistem HACCP yang terdapat dalam SNI 01 4852 1998 dan Pedoamn BSN 1004:2002 telah dimuat atau ditunjukkan dengancukup dalan rencana HACCP.

C.1.2.3. Asesmen adalah penilaian lapangan pada badan usaha untuk membuktikan apakah rencana HACCP yang ada secara teknis maupunilmiah adalah benar sesuai dengan kondisi di badan usaha yang bersangkutan.

C.1.2.4. Kriteria yang harus dipenuhi untuk kualifikasi dan penjenjangan dari calon auditor, auditor, dan auditor kepala, harus memenuhi persyaratan yang tercakup pada standar ini.

D. STANDAR PRASYARAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI SISTEM HACCP

D.1. PEDOMAN BSN 1001-1999, Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP)

D.1.2. Ruang Lingkup

Pedoman ini memuat prasyarat umum yang harus dipenuhi oleh Lembaga Sertifikasi yang melakukan sertifikasi sistem HACCP agar diakui kewenangannya dan kemampuannya pada tingkat nasional dan internasional dalam melaksanakan sertifikasi sistem HACCP.

D.1.3. Definisi

D.1.3.1 Dalam Pedoman BSN 1001:1999 dijelaskan definisi dari beberapa kosa kata yang berhubungan dengan asesmen, seperti Badan usaha, Lembaga Sertifikasi, Sistem Mutu, Kompeten, Auditor HACCP, Sertifikasi Sistem HACCP dan Verifikasi.

D.1.4. Ketentuan Umum

(55)

D.1.5. Organisasi

Dalam Pedoman BSN 1001:1999 ditetapkan bahwa suatu organisasi harus bisa bertindak untuk: (1) tidak memihak; (2) bertanggung jawab atas keputusannya yang berkaitan dengan pemberian, pemeliharaan, perluasan, pengurangan, penundaan,dan pencabutan sertifikasi; (3) menunjuk dan menetapkan manajemen yang akan mempunyai wewenang dan tanggung jawab menyeluruh atas semua hal seperti: pelaksanaan sertifikasi, perumusan masalah kebijakan, keputusan sertifikasi, verifikasi penerapan kebijakan, verifikasi keuangan, dan pendelegasian kewenangan kepada personel; (4) mempunyai dokumen legalitas hukum; (5) mempunyai struktur terdokumentasi untuk menjaga kenetralan; (6) memastikan bahwa setiap keputusan sertifikasi diambil oleh seseorang atau beberapa orang yang tidak melaksanakan asesmen; (7) mempunyai hak dan tanggung jawab yang relevan terhadap kegiatan sertifikasi; (8) mempunyai aturan dan kemampuan yang memadai untuk menyelesaikan pertanggungjawaban terhadap tuntutan yang timbul akibat operasinya dan/ atau kegiatannya; (9) mempunyai keuangan yang stabil dan sumber daya yang disyaratkan untuk mengoperasikan sistem sertifikasi; (10) memperkerjakan sejumlah personel dengan kualifikasi pendidikan, pelatihan, pengetahuan teknik, dan pengalaman yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi sertifikasi; (11) mempunyai sistem mutu yang memberikan kepercayaan keberadaannya dalam mengoperasikan sistem sertifikasi untuk badan usaha; (12) mempunyai manajemen, kebijakan dan prosedur sertifikasi yang berbeda dengan kegiatan lainnya; (13) bebas dari tekanan komersial, keuangan, dan tekanan lainnya yang dapat mempengaruhi hasil proses sertifikasi; (14) menjamin bahwa kegiatan lembaga lainnya yang terkait, tidak mempengaruhi kerahasiaan, objektifitas atau kenetralan sertifikasinya; (15) mempunyai kebijakan dan prosedur untuk menyelesaikan keluhan, naik banding, dan perselisihan.

D.1.6. Personel Lembaga Sertifikasi

(56)

personel yang terkait harus memenuhi persyaratan yang berlaku. Khusus auditor harus memenuhi Pedoman BSN 1003-1999.

D.1.7. Dokumentasi dan verifikasi perubahan

Lembaga Sertifikasi harus memelihara sistem verifikasi semua dokumen yang berkaitan dengan sistem sertifikasi HACCP dan harus menjamin bahwa dokumen terbitan mutakhir tersedia, semua perubahan dokumen atau amandemen terhadap dokumen dikerjakan oleh orang yang tepat, dokumen yang telah diganti tidak digunakan lagi oleh lembaga sertifikasi, semua perubahan mengenai dokumentasi lembaga sertifikasi harus diberitahukan kepada KAN, perubahan-perubahan persyaratan sertifikasi harus diberitahukan kepada badan usaha yang telah disertifikasi, lembaga Sertifikasi harus mensyaratkan badan usaha yang telah disertifikasi untuk memberitahukan perubahan dokumentasi kepada lembaga sertifikasi.

D.1.8. Sertifikasi dan verifikasi

(57)

D.1.9. Rekaman/ catatan

Lembaga sertifikasi harus memelihara sistem rekaman/catatan yang sesuai dengan kondisinya yang khusus dan untuk memenuhi setiap peraturan yang ada. Semua rekaman/catatan harus disimpan untuk periode tertentu, dijamin keamanannya dan kerahasiaannya sehingga dipercaya oleh pelanggan.

D.1.10. Sistem Mutu

Sistem mutu lembaga sertifikasi harus didokumentasikan dalam bentuk panduan mutu dan prosedur mutu terkait, serta panduan mutu minimal harus berisi hal-hal berikut: (1) pernyataan kebijakan mutu; (2) uraian ringkas tentang status legal lembaga sertifikasi; (3) nama, kualifikasi, pengalaman, dan pokok acuan eksekutif senior dan personel sertifikasi lain yang mempengaruhi mutu dari fungsi sertifikasi; (4) bagan organisasi yang menunjukkan jalur kewenangan; (5) uraian organisasi lembaga sertifikasi; (6) kebijakan dan prosedur kaji ulang manajemen; (7) prosedur administrasi termasuk pengendalian dokumen; (8) tugas operasional dan fungsional serta jasa yang berkaitan dengan mutu; (9) kebijakan dan prosedur pengangkatan dan pelatihan personel lembaga sertifikasi (termasuk auditor) serta pemantauan unjuk kerja; (10) daftar subkontrakor dan rincian prosedur untuk pengasesan, perekaman, dan pemantauan kompetensi; (11) kebijakan dan prosedur untuk penerapan proses sertifikasi; (12) kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan naik banding, keluhan dan perselisihan; (13) prosedur untuk melaksanakan audit internal berdasarkan ketentuan Pedoman BSN.

D.1.11. Kerahasiaan

Lembaga sertifikasi harus mempunyai pengaturan yang memadai, konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk menjaga kerahasiaan informasiyang diperoleh selama kegiatan sert

Gambar

Gambar 1. Proses Akreditasi Lembaga Sertifikasi oleh KAN.
Gambar 2. Standar kesesuaian asesmen proses akreditasi dan sertifikasi lembaga
Gambar 4. Proses Sertifikasi Sistem HACCP dan atau sistem manajemen
Tabel 1. Ruang Lingkup Sertifikasi
+7

Referensi

Dokumen terkait