• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyimpanan jambu biji crystal terolah minimal dan berlapis edibel dalam kemasan atmosfer termodifikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyimpanan jambu biji crystal terolah minimal dan berlapis edibel dalam kemasan atmosfer termodifikasi"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

PENYIMPANAN JAMBU BIJI CRYSTAL TEROLAH MINIMAL

DAN BERLAPIS EDIBEL DALAM KEMASAN ATMOSFER

TERMODIFIKASI

SKRIPSI

REZA NUR RAHMAN

F14070049

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

STORAGE OF MINIMALLY PROCESSED CRYSTAL GUAVA COATED BY GLUCOMANNAN IN MODIFIED ATMOSPHERE PACKAGING

Reza Nur Rahman and Hadi K Purwadaria, Prof. Dr. Ir. M.Sc

Departement of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java

Indonesia.

ABSTRACT

There had been many studies on minimally processed fruits in Indonesia, but none had been conducted on crystal guava. Research had also been done for edible coated minimally processed mango (Wuryani et al., 1999), and snake fruits (Rusmono et al., 1998) using soybean protein isolate as the major ingredient for the edible coating.

The objective of this research was to observe the respiration rates, the quality changes, and the shelf life of edible coated minimally processed crystal guava using glucomannan as the major ingredient for edible coating.

Preliminary experiment resulted in the selection of 1% glucomannan for the edible coating selection due to the lowest respiration of the edible coated minimally processed crystal guava stored at 5 oC. Storage temperature at three levels 5 oC, 10 oC, and temperature room, and atmosphere composition at also three levels 16-18% O2 and 3-5% CO2, 14-16% O2 and 3-5% CO2, 16-18% O2

and 5-7% CO2 were applied to the edible coated minimally processed crystal guava.

The results indicated that storage temperature of 10 oC, and atmosphere composition of 14-16% O2 and 3-5% CO2 were favored compared to the room condition. The packaging films

appropriate for the selected condition were stretch film and polypropylene film.

Validation experiment used a packaging made of LDPE no.4 for the bottom container accommodating 166-277 g edible coated minimally processed crystal guava which were then covered by stretch film and polypropylene film. It was concluded that edible coated minimally processed crystal guava was best to be stored at 10 oC in a modified atmosphere packaging using stretch film with the ratio of weight to area 200 g/ 240 cm2 since it would be still accepted on the sixth day storage with an organoleptic score of 3.5 in the range of 1-5.

(3)

Reza Nur Rahman. F14070049. Penyimpanan Jambu Biji Crystal Terolah Minimal dan Berlapis Edibel dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi. Di bawah bimbingan: Hadi K. Purwadaria. 2011

RINGKASAN

Penelitian buah terolah minimal dalam kemasan atmosfer termodifikasi telah banyak dilakukan di Indonesia yaitu buah mangga arumanis (Ratule et al., 1999), pepaya (Sunanto et al., 2004), melon (Yanti et al., 2002), nangka (Sudiarti et al., 1997), rajangan buah-buahan (Shohib et al., 2009), nenas (Suhari et al., 1992). Disamping itu dipelajari pula perubahan mutu buah terolah minimal berlapis edibel dalam kemasan atmosfer termodifikasi seperti buah mangga (Wuryani et al,. 1999) dan buah salak (Rusmono et al., 1998). Namun lapisan edibel yang digunakan adalah dari isolate protein kedelai.

Dengan demikian maka dalam penelitian ini dilakukan percobaan untuk menggantikan isolate protein tersebut dengan larutan glukomanan yang berasal dari tanaman iles-iles. Larutan glukomanan dapat diaplikasikan pada buah terolah minimal karena larutan ini memiliki sifat tidak berasa, tidak berbau, tembus pandang serta rendah kalori.

Akhir-akhir ini buah jambu crystal merupakan buah yang cukup digemari oleh konsumen, selain bijinya yang sedikit, buah ini memiliki kerenyahan seperti buah pir sehingga banyak orang yang tertarik pada buah ini. Jambu biji crystal telah banyak dibudidayakan di Indonesia, khususnya oleh Misi Teknik Taiwan di daerah desa Cikarawang, Bogor dengan harga jual yaitu sekitar Rp 25 000/kg.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji proses respirasi dan perubahan mutu jambu biji crystal terolah minimal berlapis edibel, serta melakukan pengamatan mengenai umur simpannya.

Buah jambu biji yang digunakan dalam penelitian adalah jambu biji crystal dengan berat 200-300 g/ buah, dengan tingkat kematangan yang sama, tidak rusak dan cacat, jaringan kulit sempurna, berasal dari kebun Misi Teknik Taiwan di desa Cikarawang, Bogor. Lapisan edibel dibuat dengan cara pencampuran antara larutan glukomanan dan larutan CaCl2 (0.75%), kemudian ditambah

larutan antioksidan dari asam askorbat 150 ppm yang dicampur dengan asam sitrat 150 ppm.

Proses penyiapan jambu biji crystal terolah minimal dilakukan dengan mengupas kulit, pembuangan biji dan pengirisan buah menjadi empat potongan per buah. Penentuan konsentrasi glukomanan untuk lapisan edibel dipilih dari tiga taraf perlakuan yaitu 0.5%, 0.55%, 0.6% berdasarkan pengamatan laju respirasi buah jambu biji terolah minimal berlapis edibel.

Perlakuan suhu penyimpanan yang berbeda-beda yaitu pada suhu 5oC, 10oC dan suhu ruang sebagai kontrol dikenakan pada buah jambu biji terolah minimal berlapis edibel dengan konsentrasi glukomanan terpilih. Dalam penentuan komposisi O2 dan CO2 optimum berdasarkan laju respirasi,

digunakan empat taraf perlakuan yaitu 21% O2 & 0.03% CO2, 16-18% O2 & 3-5% CO2, 14-16% O2 &

3-5% CO2, dan 16-18% O2 & 5-7% CO2. Dari hasil percobaan ditentukan komposisi atmosfer terpilih

yaitu 14-16% O2 dan 3-5% CO2. Jenis film kemasan yang sesuai dengan komposisi atmosfer tersebut

adalah stretch film dan polipropilen film. Desain kemasan atmosfer termodifikasi menggunakan kedua jenis film tersebut dengan berat buah jambu biji sebesar 166-277 g yang telah terolah minimal berlapis edibel. Dasar kemasan memakai plastik LDPE no.4. Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini berupa pengukuran laju respirasi, uji kekerasan, uji warna, total padatan terlarut dan uji organoleptik untuk buah jambu biji terolah minimal dan berlapis edibel.

(4)

minimal berlapis edibel yang disimpan pada suhu 5oC, 10oC dan suhu ruang berturut-turut adalah 6.33 ml/kg.jam, 19.57 ml/kg.jam dan 79.65 ml/kg.jam. sedangkan laju produksi CO2 berturut-turut adalah

6.95 ml/kg.jam, 21.19 ml/kg.jam dan 82.28 ml/kg.jam. Komposisi atmosfer terpilih untuk penyimpanan buah jambu biji terolah minimal adalah 3-5% CO2 dan 14-16% O2 pada suhu

penyimpanan 10oC. Buah jambu biji terolah minimal berlapis edibel lebih baik disimpan dalam kemasan stretch film dibandingkan dengan film kemasan poliplropilen film. Buah jambu biji terolah minimal dan berlapis edibel dengan berat 200 g yang dikemas dengan menggunakan stretch film pada wadah plastik LDPE no.4 berukuran 12 cm x 20 cm masih dapat diterima konsumen sampai hari ke-6 pada suhu penyimpanan 10oC dengan skor 1 hingga 5.

(5)

PENYIMPANAN JAMBU BIJI CRYSTAL TEROLAH MINIMAL DAN

BERLAPIS EDIBEL DALAM KEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

REZA NUR RAHMAN

F14070049

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Penyimpanan Jambu Biji Crystal Terolah Minimal dan Berlapis

Edibel dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi

Nama

: Reza Nur Rahman

Nrp

: F14070049

Bogor, Juli 2011

Menyetujui

Dosen Pembimbing Akademik

Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, M.Sc

NIP. 19460821 197106 1 001

Mengetahui

Ketua Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

Dr. Ir. Destrial, M.Eng

NIP. 19661201 199103 1 004

(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Penyimpanan Jambu Biji Crystal Terolah Minimal dan Berlapis Edibel dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dari Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

(8)

© Hak cipta milik Reza Nur Rahman, Tahun 20011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian

Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi,

(9)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 Juli 1989 dari ayah Ustama dan ibu Kundari, merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Penulis lulus dari SMUN 29 Jakarta tahun 2007 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis diterima menjadi mahasiswa Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama masa kuliah S1 penulis mengikuti organisasi Himateta, Tercatat sebagai anggota IMATETANI, fieldtrip ke tempat-tempat yang berhubungan dengan departemen Teknik Mesin dan Biosistem seperti berkunjung ke pabrik gula Madukismo, pabrikasi Traktor Quick, bendungan Jati Luhur dan banyak lagi. Selain itu selama di Fakultas Teknologi Pertanian selalu menjadi anggota tim futsal dan sepak bola FATETA dalam kejuaraan Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) dan pada tahun 2011 behasil mengantarkan tim futsal FATETA mencapai babak semifinal. Pada tahun 2010 penulis memperoleh beasiswa yayasan Goodwill International serta rutin mengikuti program training yang diadakan yayasan tersebut untuk menambah kemampuan leadership dan sofsklill. Penulis juga bekekerja freelance di Nurul Ilmi Centre sebagai pengajar pada tahun 2011 dan menjadi asisten praktikum mata kuliah Termodinamika dan Pindah Panas tahun 2011.

Bogor, Juli 2011

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Penyimpanan Jambu Biji Crystal Terolah Minimal dan Berlapis Edibel dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi”. Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayah dan Ibu selaku orang tua yang memberikan dukungan baik moral maupun materi untuk keberhasilan penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, M. Sc selaku dosen pembimbing atas bimbingan, pengarahan, saran serta dukungan yang berarti kepada penulis selama penyusunan skripsi. 3. Teman-teman seperjuangan Dyas, Ryandra, Wawat, Imanta, dan Surianta serta teman-teman

ensemble ‟44 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan doa,

masukan dan bantuan selama penelitian dan penulisan skripsi.

4. Bapak Sulyaden selaku teknisi laboratorium TPPHP yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.

5. Misi Teknik Taiwan sebagai penyedia bahan utama penelitian yaitu jambu biji cultivar crystal.

Akhir kata penulis mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan, AMIN.

Bogor, Juli 2011

(11)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Buah Jambu Biji ... 5

B. Laju Respirasi Buah-Buahan ... 7

C. Buah Terolah Minimal ... 8

D. Buah Terolah Minimal dengan Lapisan Edibel ... 9

E. Penyimpanan dalam Atmosfer Termodifikasi pada Suhu Rendah ... 11

F. Pemilihan Jenis Kemasan ... 14

III. METODE PENELITIAN ... 15

A. Tempat dan Waktu ... 15

B. Bahan dan Alat ... 15

C. Prosedur Penelitian ... 15

1. Tahapan Persiapan ... 15

a. Persiapan Buah Jambu Biji Terolah Minimal ... 15

b. Pembuatan Lapisan Edibel ... 16

c. Pelapisan Buah Jambu Biji Terolah Minimal dengan Lapisan Edibel ... 16

2. Tahapan Penelitian ... 17

a. Pengukuran Laju Respirasi pada Persentase Konsentrasi Glukomanan yang Berbeda ... 17

b. Pengukuran Laju Respirasi dengan Suhu ... 18

c. Penentuan Komposisi O2 dan CO2 dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi ... 19

d. Penentuan Jenis Film Kemasan ... 20

D. Pengamatan Mutu ... 21

1. Susut Bobot ... 21

2. Uji warna ... 21

3. Uji total Padatan Terlarut ... 21

4. Uji Kekerasan ... 21

5. Uji Organoleptik ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

A. Laju Respirasi pada Berbagai Perlakuan Persentase Glukomanan ... 23

B. Laju Respirasi pada Berbagai Perlakuan Suhu Penyimpanan ... 25

C. Penentuan Komposisi O2 dan CO2 untuk Kemasan Atmosfer Termodifikasi ... 27

1. Kekerasan ... 27

2. Susut Bobot ... 28

(12)

ii

4. Laju Perubahan Warna... 30

a. Kecerahan Warna (L) ... 30

b. Kemerahan Warna (a) ... 31

c. Kekuningan (b)... 32

D. Pemilihan Jenis Film dan Validasi Kemasan Atmosfer Termodifikasi ... 35

1. Kekerasan ... 37

2. Susut Bobot ... 38

3. Total Padatan Terlarut ... 39

4. Laju Perubahan Warna... 39

a. Kecerahan Warna (L) ... 40

b. Kemerahan Warna (a) ... 40

c. Kekuningan (b)... 41

5. Hasil Uji Organoleptik ... 42

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 45

A. Simpulan ... 45

B. Saran ... 45

(13)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Produksi jambu biji menurut provinsi tahun 2010 (ton) ... 1

Tabel 2. Produksi jambu biji di Indonesia tahun 1997-2010 (ton) ... 2

Tabel 3. Komposisi kimia dan nilai gizi jambu biji ... 3

Tabel 4. Klasifikasi komoditi holtikultura berdasarkan laju respirasinya ... 8

Tabel 5. Perbandingan mutu tepung iles produksi Indonesia dan Jepang ... 10

Tabel 6. Batas maksimum CO2 dan batas minimum penurunan O2 dari beberapa jenis buah-buahan (%) ... 11

Tabel 7. Pengaruh suhu penyimpanan terhadap umur simpan ... 12

(14)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Jambu biji dan klasifikasi ilmiahnya (Wikipedia, 2011) ... 5

Gambar 2. Buah jambu biji crystal atau jambu sukun Taiwan (Anonim, 2011a) ... 6

Gambar 3. Bagan alir SOP (Standard Operation Procedure) pelapisan buah jambu biji terolah minimal (modifikasi metode Zulfebriadi, 1998) ... 17

Gambar 4. Bagan alir pengukuran laju respirasi jambu biji terolah minimal dengan lapisan edibel (modifikasi metode Zulfebriadi, 1998) ... 18

Gambar 5. Bagan alir penentuan komposisi O2 dan CO2 pada suhu terpilih (modifikasi metode Zulfebriadi, 1998) ... 20

Gambar 6. Laju produksi CO2 buah jambu terolah minimal pada berbagai konsentrasi lapisan edibel ... 24

Gambar 7. Laju konsumsi O2 buah jambu terolah minimal pada berbagai konsentrasi lapisan edibel ... 24

Gambar 8. Grafik laju produksi CO2 buah jambu terolah minimal berlapis glukomanan 1% pada berbagai suhu penyimpanan ... 26

Gambar 9. Grafik laju konsumsi O2 buah jambu terolah minimal berlapis glukomanan 1% pada berbagai suhu penyimpanan ... 26

Gambar 10. Grafik perubahan kekerasan jambu biji terolah minimal berlapis edibel selama penyimpanan pada suhu 10oC ... 27

Gambar 11. Grafik perubahan susut bobot buah jambu terolah minimal dan berlapis edibel selama penyimpanan 10oC ... 29

Gambar 12. Grafik perubahan nilai obrix jambu biji selama penyimpanan ... 30

Gambar 13. Grafik perubahan nilai kecerahan (L) jambu biji terolah minimal dan berlapis edibel selama penyimpanan pada suhu 10oC ... 31

Gambar 14. Grafik perubahan nilai kemerahan (a) jambu biji terolah minimal dan berlapis edibel selama penyimpanan pada suhu 10oC ... 32

Gambar 15. Grafik perubahan nilai kekuningan (b) jambu biji terolah minimal dan berlapis edibel selama penyimpanan pada suhu 10oC ... 32

Gambar 16. Komposisi terpilih ke dalam kurva jenis film kemasan ... 33

Gambar 17. Perbandingan antara keempat komposisi selama 6 hari... 35

Gambar 18. Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 pada kemasan stretch film selama penyimpanan suhu 10oC ... 36

Gambar 19. Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 pada kemasan polipropilen selama penyimpanan suhu 10oC ... 37

Gambar 20. Grafik perubahan kekerasan buah jambu biji selama penyimpanan suhu 10oC ... 37

Gambar 21. Grafik perubahan data susut bobot buah jambu biji selama penyimpanan suhu 10oC ... 38

Gambar 22. Grafik perubahan nilai brix buah jambu biji selama penyimpanan suhu 10oC ... 39

Gambar 23. Grafik perubahan nilai L buah jambu biji selama penyimpanan suhu 10oC ... 40

Gambar 24. Grafik perubahan nilai a buah jambu biji selama penyimpanan suhu 10oC ... 41

Gambar 25. Grafik perubahan nilai b buah jambu biji selama penyimpanan suhu 10oC ... 41

(15)

v

Gambar 27. Perbandingan tampilan jambu biji dengan kemasan atmosfir termodifikasi

dengan film polipropilen, stretch film, kontrol tanpa film pada 10oC dan

(16)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data laju respirasi jambu biji terolah minimal pada berbagai konsentrasi

glukomanan... 50 Lampiran 2. Data laju respirasi jambu biji terolah minimal berlapis glukomanan 1%

pada berbagai suhu penyimpanan ... 51 Lampiran 3. Data perubahan kekerasan, susut bobot, total padatan terlarut, perubahan

warna dan uji organoleptik jambu biji terolah minimal dan berlapis

glukomanan 1% pada berbagai komposisi atmosfer ... 52 Lampiran 4. Data perubahan kekerasan, susut bobot, total padatan terlarut, perubahan

warna dan uji organoleptik jambu biji terolah minimal dan berlapis

glukomanan 1% pada berbagai film kemasan ... 54 Lampiran 5. Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan kekerasan buah jambu biji

terolah minimal dan berlapis glukomanan 1% selama masa penyimpanan ... 56 Lampiran 6. Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan susut bobot buah jambu biji

terolah minimal dan berlapis glukomanan 1% selama masa penyimpanan ... 58 Lampiran 7. Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan total padatan terlarut buah

jambu biji terolah minimal dan berlapis glukomanan 1% selama masa

penyimpanan ... 60 Lampiran 8. Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan kecerahan buah jambu biji

terolah minimal dan berlapis glukomanan 1% selama masa penyimpanan ... 62 Lampiran 9. Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan kemerahan buah jambu biji

terolah minimal dan berlapis glukomanan 1% selama masa penyimpanan ... 64 Lampiran 10. Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan kekuningan buah jambu biji

terolah minimal dan berlapis glukomanan 1% selama masa penyimpanan ... 66 Lampiran 11. Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan kekerasan buah jambu biji

terolah minimal dan berlapis glukomanan 1% selama masa penyimpanan ... 68 Lampiran 12. Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan susut bobot buah jambu biji

terolah minimal dan berlapis glukomanan 1% selama masa penyimpanan ... 70 Lampiran 13. Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan total padatan terlarut buah

jambu biji terolah minimal dan berlapis glukomanan 1% selama masa

penyimpanan ... 72 Lampiran 14. Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan kecerahan buah jambu biji

terolah minimal dan berlapis glukomanan 1% selama masa penyimpanan ... 74 Lampiran 15. Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan kemerahan buah jambu biji

terolah minimal dan berlapis glukomanan 1% selama masa penyimpanan ... 76 Lampiran 16. Analisis sidik ragam dan uji lanjut perubahan kekuningan buah jambu biji

terolah minimal dan berlapis glukomanan 1% selama masa penyimpanan ... 78 Lampiran 17. Nilai tambah ekonomis dari pelapisan glukomanan terhadap buah jambu

(17)

1

I.

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Masyarakat sekarang pada umumnya sangat disibukkan oleh pekerjaannya. Sedangkan kebutuhan akan vitamin dan mineral yang walaupun dibutuhkan dalam jumlah sedikit tetapi cukup vital untuk kesehatan manusia. Vitamin dan mineral ini dapat diperoleh dengan mengkonsumsi buah ataupun sayur. Namun masyarakat tidak memiliki banyak waktu untuk mengolah dan menyiapkan buah sebagai sumber vitamin dan mineral mereka. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah inovasi buah siap makan, agar dengan mudah dikonsumsi tanpa harus melakukan kegiatan minimally process

seperti sortasi, pembersihan, pencucian, grading, dan pengupasan.

Buah buahan sebagai komoditi segar merupakan makanan pelengkap dalam susunan makanan sehat, yaitu sebagai salah satu sumber energi dan vitamin C. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) adalah salah satu komoditas hortikoltura Indonesia. Dengan Jawa Barat sebagai provinsi yang paling banyak memproduksi jambu biji tiap tahunnya seperti di tunjukan pada Tabel 1 dan 2. Jambu biji disebut juga jambu klutuk atau jambu batu ataupun jambu siki.

Tabel 1. Produksi jambu biji menurut provinsi tahun 2010 (ton)

Provinsi Jambu Biji

Aceh 2 408

Sumatera Utara 35 261

Sumatera Barat 1 474

R i a u 2 441

J a m b i 1 494

Sumatera Selatan 2 596

Bengkulu 1 373

Lampung 4 158

Bangka Belitung 319

Kepulauan Riau 87

DKI Jakarta 776

Jawa Barat 49 164

Jawa Tengah 26 659

DI Yogyakarta 3 042

Jawa Timur 17 709

Banten 5 954

B a l i 1 401

Nusa Tenggara Barat 16 559

Nusa TenggaraTimur 7 030

(18)

2

Provinsi (lanjutan) Jambu Biji

Kalimantan Tengah 1 484

Kalimantan Selatan 2 397

Kalimantan Timur 2 020

Sulawesi Utara 913

Sulawesi Tengah 1 685

Sulawesi Selatan 10 902

Sulawesi Tenggara 1 211

Gorontalo 74

Sulawesi Barat 839

M a l u k u 53

Maluku Utara 94

Papua Barat 257

Papua 348

Indonesia*) 204 105

*) Angka Sementara Sumber: BPS, 2011

Tabel 2. Produksi jambu biji di Indonesia tahun 1997-2010 (ton)

Tahun Jambu Biji

1997 160 469

1998 148 462

1999 139 341

2000 128 621

2001 137 598

2002 162 120

2003 239 107

2004 210 320

2005 178 509

2006 196 180

2007 179 474

2008 212 260

2009 220 202

2010*) 204 105

*) Angka Sementara Sumber: BPS, 2011

(19)

3

Tabel 3. Komposisi kimia dan nilai gizi jambu biji

Sumber: Mitra, 1997

Meskipun jambu biji kaya akan asam askorbat, namun jumlahnya bervariasi tergantung pada lokasi geografis, pemeliharaan, iklim dan cara penanaman. Kulit dan daging buah bagian luar banyak mengandung asam askorbat, terutama saat masih hijau dan menurun sejalan dengan proses pematangannya.

B.

Tujuan

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari penggunaan lapisan edibel pada buah jambu biji cultivar crystal terolah minimal dalam kemasan atmosfer termodifikasi selama penyimpanan yang dapat memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu buah. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

Komposisi Kandungan

Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar lemak (%) Kadar protein (%) Serat kasar (%) Pulp (%)

Gula pereduksi (%) Gula non pereduksi (%) Total gula (%)

Total pdatan terlarut (%) Rasio gula-asam (%) pH

Asam pektat (%) Total pektin (%) Calsium (mg %) Fosfor (mg %) Klorofil (mg %) Vitamin A (IU) Karoten (mg %) Xantofil (mg %) Asam askorbat (mg %) Tiamin (mg %) Riboflafin (mg %) Niasin (mg %)

(20)

4

1. Menentukan konsentrasi glukomanan untuk pelapis edibel pada buah jambu biji terolah

minimal.

2. Menentukan komposisi O2 dan CO2 serta suhu untuk penyimpanan buah jambu biji terolah

minimal berlapis edibel.

3. Mengamati perubahan mutu buah jambu biji terolah minimal berlapis edibel yang terjadi selama penyimpanan.

4. Menentukan jenis film kemasan untuk penyimpanan buah jambu biji terolah minimal berlapis edibel dalam kemasan atmosfer termodifikasi.

(21)

5

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Buah Jambu Biji

Jambu batu (Psidium guajava L.) atau sering juga disebut jambu biji, jambu siki dan jambu klutuk adalah tanaman tropis yang berasal dari Brazil, disebarkan ke Indonesia melalui Thailand. Jambu batu memiliki buah yang berwarna hijau dengan daging buah berwarna putih atau merah dan berasa asam-manis. Buah jambu batu dikenal mengandung banyak vitamin C. Gambar dan klasifikasi ilmiah jambu biji ditunjukkan pada Gambar 1.

Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Plantae

(tidak termasuk) Eudicots (tidak termasuk) Rosids Ordo: Myrtales

Famili: Myrtaceae Upafamili: Myrtoideae Bangsa: Myrteae

Genus: Psidium

Spesies: P. guajava Nama binomial Psidium guajava

Gambar 1. Jambu biji dan klasifikasi ilmiahnya (Wikipedia, 2011)

Beberapa macam /kultivar jambu biji di Indonesia, sebagian dikenal sejak lama, sebagian merupakan introduksi dari Negara lain.

Jambu pasar minggu

Jambu pasar minggu memiliki dua varian: berdaging buah putih dan merah. Yang berdaging putih, dikenal sebagai „jambu susu putih‟, lebih digemari karena rasanya manis, daging buahnya agak tebal, dan teksturnya lembut. Yang berdaging buah merah kurang disukai karena buahnya cepat membususk dan rasanya kurang manis. Kulit buahnya tipis berwarna hujau kekuningan bila masak. Bentuk buahnya agak lonjong dengan bagian ujung membulat, sedangkan bagian pangkal meruncing. Jambu pasar minggu merupakan ras lokal.

Jambu getas merah

(22)

6

quersetin, glikosida quersetin, flavonoid, minyak atsiri, asam ursolat, asam psidiolat, asam kratogolat, asam oleanolat, asam guajaverin dan vitamin yang lebih banyak. Kelebihannya lagi jambu getas merah ini tidak mengenal musim, dan selalu berbuah setiap saat dan dan kebanyakan dikembangbiakkan dengan pencangkokan. Jambu ini sudah banyak dibudidayakan di daerah Kendal, asalnya dari Getasblawong Pageruyung Kendal.

Jambu Australia

Jambu biji Australia diintroduksi dari Australia. Kekhasannya adalah daunnya berwarna merah keunguan. Walaupun buahnya dapat dimakan, biasanya orang menanam di pekarangan lebih sebagai tanaman hias. Buahnya manis bila sudah masak, tetapi tawar bila belum matang.

Jambu crystal

Jambu biji crystal merupakan mutasi dari residu Muangthai Pak, ditemukan pada tahun 1991 di District Kao Shiung -Taiwan. Diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1991oleh Misi Teknik Taiwan. Jambu crystal sebetulnya tidak benar-benar nirbiji, jumlah bijinya kurang dari 3% bagian buah, sepintas Jambu biji crystal hampir tidak berbiji. Daging buahnya putih kekuningan dengan rasa manis agak asam. Teksturnya agak keras, renyah, dan beraroma wangi. Bentuk buahnya mirip apel, dengan ukuran diameter antara 10-15 cm. Kulit buahnya bila matang berwarna hijau keputihan. Jambu crystal dapat berproduksi terus menerus sepanjang tahun, meskipun relatif sedikit. Namun demikian, jenis jambu ini relatif tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Buah jambu crystal dapat dilihat pada Gambar 2.

Jambu Bangkok

Jambu Bangkok merupakan sebutan untuk jambu biji dengan buah yang besar. Beberapa memang diintroduksi dari Thailand. Salah satunya adalah „jambu sari‟. Bentuk buahnya bulat sempurna dengan garis tengah sekitar 10cm. Ukuran buah mentahnya lebih besar daripada ketika matang.

Gambar 2. Buah jambu biji crystal atau jambu sukun Taiwan (Anonim, 2011a)

Jambu dapat diperbanyak dengan biji. Namun demikian, perbanyakan dengan cara ini tidak disukai karena pertumbuhannya lama menjadi dewasa dan juga akan berubah sifat dari induknya. Perbanyakan yang sekarang dilakukan adalah secara vegetatif, khususnya dengan cara pencangkokan.

(23)

7

B.

Laju Respirasi Buah-Buahan

Setelah proses pemanenan, jaringan yang ada pada komoditi holtikultura masih hidup dan melakukan proses metabolisme diantaranya respirasi. Proses ini bermanfaat dalam mempertahankan organisasi sel, transformasi metabolit ke seluruh jaringan, dan mempertahankan permeabilitas membran (Wills et al., 1981). Namun proses ini juga merusak untuk jangka waktu tertentu yaitu proses pembusukan.

Respirasi adalah sesuatu proses pembongkaran bahan organik yang tersimpan (karbohidrat, protein, dan lemak) menjadi bahan sederhana dan produk akhirnya berupa energi. Kehilangan cadangan makanan selama respirasi berarti kehilangan nilai gizi makanan (nilai energi) untuk konsumen, berkurangnya kualitas rasa, khususnya rasa manis, dan kehilagan berat kering ekonomis (khususnya bagi komoditi yang akan didehidrasi).

Secara sederhana proses respirasi dapat digambarkan dengan persamaan reaksi kimia berikut: C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + 674 kkal energi.

Dari persamaan di atas, dapat diketahui bahwa glukosa diperlukan untuk proses respirasi. Glukosa ini diperoleh dari cadangan makanan yang disimpan dalam bentuk buah, umbi, dan lain sebagainya. Menurut Ryall dan Lipton (1983), respirasi dapat dijelaskan dengan persamaan sederhana, setiap respirasi 180 g glukosa mengkonsumsi 192 g O2 dan menghasilkan 264 g CO2, 108 g air dan 673

K/cal energi. Besar kecilnya respirasi dapat di ukur dengan menentukan jumlah subtrat yang hilang, O2 yang diserap, CO2 yang dihasilkan, panas yang dihasilkan dan energi yang timbul (Pantastico,

1986).

Rahmad (1990), merekomendasikan bahwa penyimpanan salak pada suhu kamar, laju produksi CO2 sebesar 18.346 ml/kg.jam dan laju konsumsi O2 adalah 18.029 ml/kg.jam, sedangkan

penyimpanan pada suhu 15o C sebesar 6.302 ml/kg.jam dengan laju produksi CO2 sebesar 5.917

ml/kg.jam.

Menurut Lili (1997), laju respirasi buah manggis pada suhu penyimpanan kamar, 5o C, dan 10o C laju produksi CO2 47.7 ml/kg.jam, 6.38 ml/kg.jam, 6.41 ml/kg.jam, sedangkan laju konsumsi O2

adalah 17.31 ml/kg.jam, 2.74 ml/kg.jam dan 3.46 ml/kg.jam.

Sudiari (1997), merekomendasikan bahwa penyimpanan buah nangka terolah minimal pada suhu penyimpanan kamar, 5o C, dan 10o C, laju produksi CO2 149.604 ml/kg.jam, 12.035 ml/kg.jam

dan 30.398 ml/kg.jam sedangkan laju konsumsi O2 adalah 47.778 ml/kg.jam, 3.40 ml/kg.jam dan

8.615 ml/kg.jam. RQ yang dihasilkan sebesar 3.13, 3.54 dan 3.53. Respiratory quotient (RQ) adalah nilai rasio antara gas CO2 yang diproduksi dengan gas O2 yang dikonsumsi selama respirasi. Proses

respirasi anaerob (fermentasi) ditandai dengan RQ yang tinggi.

(24)

8

Tabel 4. Klasifikasi komoditi holtikultura berdasarkan laju respirasinya

Kelas Kisaran pada 5oC (41oF) (mg CO2/kg-jam)

Komoditi

Sangat rendah <5 Kurma, kacang-kacangan, buah kering

Rendah 5-10 Apel, jeruk, anggur, jambu biji

Sedang 10-20 Apricot, pisang

Tinggi 20-40 Strawberry, alpukat

Sangat tinggi 40-60 Artichoke, bunga potong

Sangat-sangat tinggi >60 Asparagus, brokoli, jamur, bayam, jagung manis

Sumber: Mitra, 1997

C.

Buah Terolah Minimal

Pengolahan minimal adalah serangkaian perlakuan terhadap bahan pangan segar yang pada dasarnya dimaksudkan untuk menghilangkan bagian-bagian yang tidak dapat dikonsumsi dan memperkecil ukuran produk untuk mempercepat penyajian (Schilmme, 1995). Pengolahan minimum yang dilakukan terhadap buah-buahan pada umumnya meliputi perlakuan pencucian, sortasi,

trimming, pengupasan, pengirisan, dan coring (pembuangan biji) yang cenderung tidak mempengaruhi kualitas produk dari keadaan segarnya (Shewelt, 1987). Perlakuan pemotongan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan bentuk yang spesifik dimaksudkan agar produk lebih praktis untuk dikonsumsi. Menurut Burn (1995), buah segar yang terolah minimal lebih menawarkan jaminan mutu yang baik dibandingkan dengan kondisi utuh tertutup kulit, karena konsumen dapat langsung melihat kondisi daging buah.

Produk olahan minimal lebih mudah mengalami kerusakan dibandingkan dengan produk utuh (Krochta, 1992). Konsekuensi dari perlakuan pengolahan minimum terhadap buah segar adalah terjadinya perubahan fisiologi akibat kehilangan kulit sebagai lapisan pelindung. Keadaan tersebut akan menyebabkan terjadinya induksi sintesis etilen, degradasi membran lipid, reaksi pencoklatan, pembentukan metabolit sekunder, kehilangan air dan terjadinya peningkatan laju respirasi. Induksi sintesis etilen adalah pembentukan etilen karena bereaksinya enzim pembentuk etilen dengan O2 yang

perlu dihindari karena dapat mempercepat penuaan. Perubahan-perubahan fisiologi tersebut akan menyebabkan buah segar terolah minimal semakin pendek masa simpannya. Pernyataan ini dibuktikan oleh hasil penelitian Kim et al. (1993) terhadap buah apel segar yang telah dikupas dan dipotong kemudian disimpan pada suhu 2oC dan RH 90% selama 12 hari, dimana hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa laju respirasinya (produksi CO2) meningkat menjadi 3.5-7.6 ml/kg.jam

dibandingkan buah apel utuh yang hanya 1 ml/kg.jam.

Penelitian terhadap penyimpanan buah dan sayuran yang terolah minimal telah banyak dilakukan diantaranya Sudiari (1997), merekomendasikan penyimpanan buah nangka terolah minimal dengan komposisi gas 10% untuk O2 dan 2% untuk CO2 pada suhu 15oC selama 27 hari.

Andrianis (2001), merekomendasikan penyimpanan buah durian terolah minimal dengan komposisi 3-5% O2 dan 10-15% CO2 dengan suhu penyimpanan sebesar 5

o

(25)

9

D.

Buah Terolah Minimal dengan Lapisan Edibel

Untuk memperpanjang umur simpan buah terolah minimal diperlukannya penanganan yang tepat dan optimum. Salah satu alternatif yang diharapkan dapat menekan laju penurunan mutu buah terolah minimal dan memperpanjang umur simpannya adalah melapisnya dengan suatu film yang dinamakan (edible coating) dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu rendah. Oleh karena itu, penelitian mengenai lapisan edibel perlu dilakukan untuk memperoleh hasil dengan karakteristik dan spesifikasi yang jelas.

Lapisan edibel didefinisikan sebagai lapisan tipis yang melapisi bahan pangan dan aman untuk dikonsumsi. Bahan utama pembentuk film adalah biopolymer seperti protein, karbohidrat (pektin, gum, dan pati), lemak, dan campuran.

Bahan dasar pembentuk lapisan edibel sangat mempengaruhi sifat-sifat lapisan edibel itu sendiri. Lapisan edibel yang berasal dari hidrokoloid memiliki ketahanan yang baik terhadap gas O2

dan CO2 meningkatkan kekuatan fisik, namun ketahanan terhadap uap air rendah akibat sifat

hidroliknya. Oleh karena itu, protein dan poliskarida tidak dapat digunakan sebagai penahan (barrier) terhadap kelembaban pada permukaan yang mempunyai aktifitas air permukaan tinggi (Garnida, 2006). Hal ini menurut Wong et al. (1994), berarti lapisan hidrolik sebaiknya dihindari penggunaannya untuk menyimpan buah pada kelembaban relatif yang tinggi.

Fungsi lapisan edibel adalah untuk memberikan tahanan yang selektif terhadap transmigrasi gas dan uap air (Park et al., 1994). Lapisan edibel telah banyak digunakan pada bahan-bahan farmasi, manisan, beberapa produk daging, unggas, seafood. Namun, penelitian dan aplikasi kemasan ini pada umumnya dijumpai pada buah dan sayur segar terutama buah dan sayur siap hidang (minimally processed) (Choi et al., 2000). Selain itu, ada beberapa keuntungan yang didapat apabila produk dilapisi edibel coating, yaitu:

1. Dapat menurunkan aw permukaan bahan sehingga kerusakan oleh mikroorganisme dapat

dihindari,

2. Dapat memperbaiki struktur permukaan bahan sehingga permukaan menjadi lebih mengkilat, 3. Dapat mengurangi terjadinya dehidrasi sehingga susut bobot dapat dicegah,

4. Dapat mengurangi kontak oksigen dengan bahan sehingga oksidasi dapat dihindari, 5. Sifat asli produk seperti flafor tidak mengalami perubahan,

6. Dapat memperbaiki penampilan produk.

Menurut Grant dan Burns (1994), metode penggunaan lapisan edibel pada buah dan sayuran dapat berupa pencelupan (dip application), pembuihan (foam application), penyemprotan (spray application), penetesan (drip application), dan penetesan terkendali (controlled drip application). Cara pengaplikasiannya tergantung pada ukuran, jumlah, sifat produk, dan hasil yang diinginkan.

Pada penelitian ini, lapisan yang digunakan adalah glukomanan. Glukomanan merupakan polisakarida yang tersusun oleh satuan D-glukosa dan D-manosa dengan perbandingan dua banding satu (Smith & Srivasta, 1956). Glukomanan banyak terdapat dalam tanaman iles-iles. Tepung konjak glukomanan merupakan serat alam kental yang paling mudah larut dan membentuk larutan yang sangat kental. Menurut Firmansyah (2010), keuntungan glukomanan adalah:

1. Merupakan serat yang secara alami dapat larut dalam air, tidak mengandung lemak gula, tepung atau protein.

2. Bebas dari gandum,

(26)

10

4. Tembus cahaya dan bersifat seperti agar-agar serta tidak berbau,

5. Dapat disimpan di bawah suhu ruangan selama sekitar satu tahun.

Menurut Budiman (1970), larutan glukomanan dapat membentuk lapisan tipis yang mempunyai sifat tembus pandang. Dengan penambahan gliserin atau NaOH kedalam larutan glukomanan lapisan tipis yang terbentuk akan kedap air. Di dalam air, glukomanan memiliki kemampuan mengembang yang besar sekitar 138-200%. Glukomanan juga mempunyai sifat mencair seperti agar, sehingga dapat digunakan dalam pertumbuhan mikroba pengganti agar (Boelharsin et al., 1970).

Di dalam industri makanan, tepung manan dapat digunakan sebagai zat pengental, misalnya dalam pembuatan sirup, sari buah, dan sebagainya. Di Jepang, tepung manan telah secara luas digunakan untuk makanan tradisional dengan shirataki dan konyaku. Jika manan dikonsumsi maka bahan makanan dapat berperan sebagai serat dietary yang dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Dekker et al., 1976). Pada Tabel 5 disajikan perbandingan mutu tepung iles produksi Indonesia dan Jepang.

Tabel 5. Perbandingan mutu tepung iles produksi Indonesia dan Jepang Karakteristik Sanindo, Indonesia

1)

Kyo-B Jepang2)

Proposal Shimizu, jepang2)

Warna Cokelat keabuan Putih Putih

Kekentalan (cps) <10 000 28 000 10 000-100 000

Kadar glukomanan (%) 30-40 55 67

1)

Soewandhi et al,. 1995 2)

Internet, 2001b

Glukomanan yang paling baik adalah glukomanan dengan kualitas A dengan kekentalan di atas 35 000 cps (Anonim, 2011b). Bila dilihat dari faktor harga dibandingkan dengan pelapis edibel lain, yaitu low methoxy pectin, maka harga glukomanan lebih murah. Harga glukomanan Rp 100 000, 00/ kg sedangkan harga low methoxy pectin Rp 1 500 000, 00/ kg dapat dilihat bahwa harga glukomanan jauh lebih murah.

Hasil penelitian Paramawati (1998), menyatakan bahwa suku salak segar berlapis film edibel mempunyai umur simpan 9.2 hari dengan kombinasi komposisi atmosfer 6 ± 1% O2 dan 14 ± 2% CO2

pada suhu 5oC.

Fardiaz et al. (1999) menyatakan bahwa buah mangga arumanis terolah minimal berlapis edibel yang disimpan pada suhu 5oC dapat bertahan sampai pada hari ke-5 sedangkan jika disimpan pada suhu 10oC dapat bertahan sampai pada hari ke-4. Ratule (1999), memaparkan bahwa umur simpan buah mangga siap hidang terlapis film edibel adalah 6.6 hari. Andina (2005), menyatakan bahwa perlakuan buah melon dengan pelapis edibel dari pektin mampu mempertahankan umur simpan dan mutu buah melon yang lebih baik sampai pada hari ke-18 penyimpanan denga suhu 5oC dibandingkan tanpa pelapis edibel yakni buah melon hanya bertahan 10 hari.

Hasil penelitian Wong et al. (1994), menunjukan bahwa lapisan irisan buah apel dengan derivate selulosa dan lipida dapat mengurangi kehilangan air sebesar 75% setelah penyimpanan pada suhu ruang dan RH 50% selama 72 jam. Pengaruh suhu dan RH berhubungan langsung dengan proses penguapan air pada komoditi holtikultura. Dengan pengurangan air yang terkandung pada komoditi holtikultura, bobot produk tersebut juga akan berkurang.

(27)

11

bahan protein kedelai dengan penambahan gliserol 6%, dimana pelapis tersebut dapat berfungsi sebagai barrier dalam menghambat berkurangnya flavor yang dikehendaki dan uap air, serta dapat membatasi perubahan gas O2 dan CO2.

Pengaplikasian dari lapisan edibel pada buah terolah minimal dilakukan pada buah mangga arumanis beserta karakteristiknya dilakukan oleh Purwadaria et al. (1997), Setiasih et al. (1998) dan Wuryani et al. (1998).

Purwadaria dan Wuryani (1999), mengembangkan model respirasi untuk maggga arumanis terolah minimal berlapis edibel yang disimpan pada komposisi atmosfer di berbagai suhu.

Setiasih et al. (1998), memaparkan bahwa formula pelapis edibel (low methoxy pectin) yang ditambah 0.25% asam stearat disertai dengan perlakuan penyimpanan 10oC dan kelembaban 65% dapat digunakan pada mangga arumanis terolah minimal.

Rusmono et al. (1998), menyatakan hubungan antara RO2max serta K1/2 terhadap suhu

penyimpanan mengikuti persamaan eksponensial dengan: RO2max.,T= 0.087 Exp (0.0286T); R2=0.9958

K1/2 T

= 0.011 Exp (0.0155T); R2= 0.9962

Rusmono et al. (1999), memaparkan bahwa mangga arumanis terolah minimal berlapis edibel dalam kemasan stretch film pada penyimpanan 10oC dapat bertahan sampai pada hari ke-5.

E.

Penyimpanan dalam Atmosfer Termodifikasi pada Suhu Rendah

Penyimpanan dengan atmosfir termodifikasi adalah penyimpanan dengan lingkungan udara yang mempunyai komposisi gas berbeda dengan udara normal (Smock, 1979). Penyimpanan dilakukan dalam kemasan plastik film yang mempunyai permeabilitas tertentu untuk mengontrol transmisi gas respirasi. Hasilnya adalah akumulasi gas CO2 dan penurunan jumlah gas O2 di sekitar

produk yang dapat memperpanjang umur simpan produk tersebut (Kader et al., 1977). Kandungan O2

rendah menghambat respirasi dan kandungan CO2 yang lebih tinggi dari kondisi normal menurunkan

laju respirasi, oksidasi, dan menurunkan pengaruh etilen. Menurut Ryall et al. (1974), pemberian sejumlah gas O2 yang cukup untuk terjadinya proses respirasi dibawah konsentrasi normal di udara

dapat memperlambat terjadinya pembusukkan dan kehilangan air pada buah dan sayuran. Batas peningkatan CO2 dan penurunan O2 dapat dilihat pada Tabel 6 (Hasbullah, 1996).

Tabel 6. Batas maksimum CO2 dan batas minimum penurunan O2 dari beberapa jenis buah-buahan

(%)

Buah/ sayuran CO2 O2

Apel 2 2

Pisang 5-8 3-5

Aprikot 2.5-3 2-3

Alpukat 6-10 3-5

Jambu biji 8-10 3-5

Rambutan 12-15 3-5

Belimbing 5-7 3-10

Nanas 10 5

Melon 10-15 3-5

(28)

12

Ada dua cara dalam penyimpanan atmosfer termodifikasi, yaitu aktif dan pasif. Cara pasif yaitu kesetimbangan antara CO2 didapat melalui pertukaran udara lingkungan dengan udara di dalam

kemasan melalui film kemasan. Jadi kesetimbangan tidak dikontrol pada awalnya, melainkan hanya mengandalkan permebealitas dari kemasan yang digunakan. Sedangkan cara aktif adalah penyimpanan dengan modifikasi atmosfer dimana pada awalnya udara dalam kemasan dikontrol dengan cara menarik semua udara di dalam kemasan untuk kemudian diisi kembali udara dengan konsentrasi CO2 dan O2 optimum menggunakan alat sehingga keseimbangan langsung tercapai.

Penyimpanan pada atmosfer termodifikasi biasa dipadukan dengan penyimpanan pada suhu rendah. Penyimpanan pada suhu rendah merupakan salah satu cara untuk mempertahankan mutu karena mengurangi kelayuan akibat kekurangan air, penurunan laju reaksi kimia (termasuk respirasi), penurunan laju pertumbuhan mikroba, mengurangi laju produksi etilen dan reaksi jaringan terhadap etilen sehingga dapat memperlambat proses pemasakan.

Menurut Soedibyo et al. (1980), selama penanganan, buah-buahan akan mengalami penurunan berat karena kehilangan air dan CO2 yang disebabkan oleh penguapan dan respirasi.

Apabila buah-buahan didinginkan, maka proses respirasi yang menyebabkan kehilangan CO2 dapat

dikurangi. Tetapi proses penguapan air justru dapat menjadi cepat terutama bila kelembaban relatif udara di bawah keadaan optimum (85%-90%). Disamping itu, pendinginan yang kurang tepat akan menyebabkan buah-buahan mengalami kerusakan dingin yang disebut chilling injury adalah buah menjadi kehilangan flavor dan keriput (Desrosier, 1988). Pengaruh suhu penyimpanan terhadap umur simpan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh suhu penyimpanan terhadap umur simpan

Komoditi Hortikultura

Kondisi Optimal Umur Simpan Optimal (minggu) T (oC) RH (%)

Aprikot 0-5 90-95 1-4

Alpukat 5-13 100 6-12

Nanas 10-15 100 4-6

Pisang 12-15 85-90 1.5-2

Apel 0-1 90-95 8-12

Belimbing 3-6 90 3

Durian 4 85-90 6-8

Jambu biji 5-10 90 2-3

Melon 5-10 90 1-4

Nanas 8-13 90-95 3

Sumber: Thomson et al., 1996

Konsentrasi O2 rendah dan CO2 tinggi dalam penyimpanan atmosfir termodifikasi akan

menekan laju respirasi hingga memperlambat proses pematangan, memperlambat pembusukkan, serta menekan berbagai perubahan yang berhubungan dengan pematangan. Namun, konsentrasi O2 yang

rendah dapat mengubah pola respirasi dari aerobik menjadi anaerobik yang akan menimbulkan berbagai kerusakan. Setiap produk memiliki batas minimum penurunan O2 dan batas maksimum

peningkatan CO2 agar produk tidak mengalami kerusakan fisik.

(29)

13

plastik PVC dengan komposisi atmosfer termodifikasi 10% O2 dan 2% CO2 akan tahan disimpan

selama 27 hari pada suhu 15oC.

Cristianti (1992) telah berhasil meneliti bahwa komposisi udara terbaik untuk jambu biji utuh varietas bangkok, biasa, dan susu adalah sebesar 3-5% O2 dan 8-10% CO2. Jambu biji susu cocok

dengan kemasan polietilen, sedangkan jambu biji biasa dengan kemasan polipropilen. Kemasan tersebut menghasilkan jambu yang tahan simpan selama 15 hari dengan suhu 10oC.

Purwadaria et al. (1997) memaparkan bahwa umur simpan buah mangga arumanis terolah minimal pada suhu 15oC adalah 6 hari lebih pendek dibandingkan penyimpanan suhu 10oC yaitu 8 hari.

Lili (1997) membuktikan bahwa buah manggis dapat disimpan selama 35 hari setelah dikemas dengan plastik stretch film dengan komposisi atmosfer termodifikasi 10-12% O2 dan 5-8%

CO2 dengan suhu penyimpanan 5oC.

Sudiari (1997) membuktikan bahwa buah nangka terolah minimal dapat disimpan selama 8 hari setelah dikemas dengan plastik stretch film dengan komposisi atmosfer termodifikasi 4-7% O2 dan 10-12% CO2 dengan suhu penyimpanan 5

o

C.

Paramawati (1998) merekomendasikan bahwa kondisi penyimpanan suku salak segar terbungkus pelapis edibel adalah pada perlakuan penyimpanan dengan komposisi gas 6±1% O2 dan

14±2% CO2 pada suhu penyimpanan 5oC.

Ratule (1999) memaparkan bahwa kondisi optimum penyimpanan buah mangga siap saji berlapis film edibel adalah komposisi atmosfer 4±1% O2 dan 11±2% CO2 pada suhu penyimpanan

10oC.

Harmen (2000) merekomendasikan penyimpanan salak pondoh pada suhu 10oC dengan konsentrasi gas masing-masing 2.76% O2 dan 10.30% CO2 selama 26 hari dengan berat bahan 0.93

kg.

Andrianis (2001) merekomendasikan penyimpanan buah durian terolah minimal pada komposisi gas 3-5% O2 dan 5-8% CO2 dalam kemasan LDPE selama 12 hari pada suhu penyimpanan

5oC.

Quariesta (2001) merekomendasikan penyimpanan buah alpukat dengan komposisi udara 2-5% O2 dan 6-8% CO2 pada suhu 15oC selam 30 hari.

Yanti (2002) membuktikan bahwa komposisi udara terbaik untuk melon terolah minimal denga atmosfer termodifikasi yaitu sebesar 3-5% O2 dan 10-15% CO2 dengan suhu penyimpanan

sebesar 5oC dalam plastik stretch film selama 16 hari.

Martini (2005) merekomendasikan penyimpanan buah jambu biji terolah minimal selama 8 hari pada suhu 10oC dalam komposisi atmosfer 1-3% O2 dan 8-10% CO2.

Sukara (2007) menyatakan bahwa komposisi atmosfer untuk penyimpanan irisan sirsak terolah minimal adalah 11±1% O2 dan 2±1% CO2 pada suhu penyimpanan 5oC. Pada kondisi seperti

ini, sirsak dapat bertahan hingga 6 hari dalam kemasan stretch film.

Dillah (2009) menyatakan bahwa komposisi atmosfer yang disarankan untuk penyimpanan buah campuran kedondong, nenas, dan jambu air adalah 7-9% CO2 dan 8-10% O2 pada suhu

penyimpanan 5oC selama 14 hari.

Ariesty (2010) menyatakan bahwa komposisi atmosfer yang disarankan untuk penyimpanan buah pepaya California terolah minimal dan berlapis edibel adalah 2-4% O2 dan 8-10% CO2 pada

suhu penyimpanan 5oC.

(30)

14

Menurut Fellows (2000), penyimpanan dengan atmosfir termodifikasi memiliki beberapa keuntungan dan keterbatasan. Keuntungannya antara lain:

1. Meningkatkan umur simpan 50 – 400%.

2. Hanya perlu sedikit atau bahkan tidak sama sekali pengawet kimia. 3. Memperbaiki penampilan

4. Menurunkan biaya distribusi

Sedangkan keterbatasannya adalah:

1. Menambah biaya pengemasan. 2. Memerlukan kontrol suhu.

3. Komposisi gas berbeda untuk tiap produk.

4. Memerlukan peralatan khusus dan operator yang dilatih.

F.

Pemilihan Jenis Kemasan

Mengatur interaksi antara bahan pangan dengan lingkungan sekitar akan menguntungkan bagi bahan pangan, dan menguntungkan bagi manusia yang mengkonsumsi bahan pangan. Pengemasan bahan pangan harus memenuhi beberapa kondisi atau aspek untuk dapat mencapai tujuan pengemasan itu, yaitu bahan pengemasnya harus memenuhi persyaratan tertentu, metode atau teknik pengemasan bahan pangan harus tepat, pola distribusi dan penyimpanan produk hasil pengemasan harus baik (Anonim, 2009).

Film adalah plastik tipis yang fleksibel dimana ketebalannya kurang dari 0.0254 cm. Terdapat beragam jenis plastik yang biasa digunakan dalam pengemasan dengan atmosfer termodifikasi. Polyethylen merupakan jenis film yang banyak digunakan pada industri pengemasan.

High density polyethylene (HDPE) dibuat pada suhu 60°-160° dan pada tekanan 40 atm. Low density polyethylene (LDPE) merupakan film dengan harga yang cukup terjangkau yang kuat dan jernih.

Polypropylene merupakan film yang lebih kaku, kuat dan lebih ringan dari polyethylene. Film ini memiliki permeabilitas uap air yang rendah, ketahanan yang cukup baik terhadap minyak, ketahanan terhadap suhu tinggi yang baik. polyvinilchlorida biasa digunakan untuk daging atau olahan susu lainnya (Sacharow, 1980). Koefisien permeabilitas film kemasan terhadap hasil perhitungan dan penetapan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Koefisien permeabilitas film kemasan terhadap hasil perhitungan dan penetapan (ml.mm/m2.jam.atm)

Jenis Film Kemasan

10°C 15°C 25°C

O₂ CO₂ O₂ CO₂ O₂ CO₂

Low density polyethylene (LDPE) - - - - 1002 3600

Polipropilene 265 363 294 430 229 656

Stretch film 342 888 473 748 4143 6226

White stretch film 226 422 291 412 1464 1479

(31)

15

III.

METODE PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan februari sampai april 2010 di laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

B.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jambu biji crystal yang berbentuk sempurna, sehat, tidak cacat atau luka, dan ukuran relatif seragam dengan kematangan 90%. Dalam satu kilogram dapat diperoleh jambu biji sebanyak 4 buah dengan bobot ±250 g. Buah jambu yang digunakan diperoleh dari perkebunan Misi Teknik Taiwan di desa Cikarawang, Bogor yang dibawa menggunakan sepeda motor dalam karung plastik hitam yang masing-masing buah dilapisi kertas pembungkus untuk menghindari lecetnya kulit. Bahan lain yang digunakan selain jambu biji adalah lapisan edibel dengan bahan glukomanan dari pabrik Rhado Gel, asam sitrat, asam lilin (malam) selang plastik ¼ inchi.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah continous gas analyzer merk Shimadzu tipe IRA-170 untuk mengukur konsentrasi CO2, continous gas analyzer merk Shimadzu tipe portable

oksigen tester untuk mengukur konsentrasi O2, rheometer merk Sun model CP-300 untuk mengukur

kekerasan bahan, chromameter Minolta tipe CR-200 untuk uji warna, refractometer untuk mengukur total padatan terlarut, timbangan digital untuk mengukur berat, stoples, lemari pendingin, sendok, timbangan analitik, wadah plastik, talenan, pisau untuk mengiris bahan, sarung tangan dan masker.

C.

Prosedur Penelitian

Pada penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yang setiap pelaksanaannya diawali dengan penyiapan buah jambu biji terolah minimal dan larutan lapisan edibel. Setelah melakukan tahapan persiapan tersebut, nantinya dilakukan proses pelapisan edibel, pengemasan dengan teknik atmosfer termodifikasi serta penyimpanan pada suhu rendah. Hasil dari setiap tahapan penelitian akan dijadikan sebagai patokan untuk melakukan tahapan-tahapan selanjutnya.

1.

Tahapan Persiapan

a.

Persiapan Buah Jambu Biji Terolah Minimal

(32)

16

Standar Operational Procedure (SOP) yang telah direkomendasikan oleh (Zulfebriadi, 1998) pada jambu biji terolah minimal terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:

1) Ruangan kerja dikondisikan pada suhu 18o-20oC dan RH 65-70%.

2) Meja kerja dan semua peralatan yang dipakai disterilkan menggunkan larutan alkohol 90%. 3) Jas laboratorium, masker, dan sarung tangan dipakai selama melakukan minimally

processing.

4) Jambu biji dengan umur panen 3.5 bulan setelah masa bunga dan berat rata-rata 0.25 kg / buah disortasi, dipilih yang seragam, kulit yang bersih, tidak mengalami memar atu busuk selama transportasi serta tidak cacat fisik.

5) Proses penyiapan jambu biji terolah minimal yaitu dengan mengiris daging buah menjadi empat bagian dengan ketebalan 5 cm.

6) Jambu biji diletakan di dalam tray plastik.

b.

Pembuatan Lapisan Edibel

Larutan yang harus dipersiapkan dalam penelitian ini, meliputi larutan antioksidan, CaCl2

(kalsium klorida), dan glukomanan. Untuk pembuatan larutan antioksidan, bahan yang digunakan adalah asam sitrat dan asam askorbat sebanyak 0.15 g dari masing-masing bahan dilarutkan ke dalam aquades tersebut sambil terus diaduk hingga merata. Antioksidan berguna untuk mencegah terjadinya reaksi pencokelatan (browning) pada permukaan daging buah yang telah terolah minimal akibat bereaksinya oksigen dengan subtrat fenolik dan enzim PPO (Fennema OR, 1996).

Dalam pembuatan larutan CaCl2 konsentrasi yang digunakan adalah 0.75% sehingga aquades

sebanyak 1000 ml dituangkan ke dalam gelas ukur kemudian dimasukan juga CaCl2 sebanyak 7.5 g

sambil terus diaduk hingga merata.

Pelapis edibel yang digunakan dalam penelitian ini adalah glukomanan dengan konsentrasi 0.5%, 0.55%, 0.6% dan 1%. Dalam pembuatan larutan glukomanan tersebut, diperlukan aquades sebanyak 1000 ml yang dituangkan ke dalam gelas ukur kemudian 5 g, 5.5 g, 6 g dan 10 g glukomanan dilarutkan ke dalamnya sambil terus diaduk, sehingga akan didapatkan pelapis edibel.

c.

Pelapisan Buah Jambu Biji Terolah Minimal dengan Lapisan Edibel

Buah jambu biji yang telah dilakukan pengolahan minimal kemudian akan dicelupkan dengan lapis edibel. Bagan alir Standard operational procedure (SOP) pelapisan buah jambu biji terolah minimal yang telah direkomendasikan oleh (Zulfebriadi, 1998) ditunjukan pada Gambar 3.

Buah jambu biji utuh

Pembersihan awal dan sortasi

Pengupasan dan pemotongan dengan tebal 5 cm

Pencelupan ke dalam larutan antioksidan yaitu campuran asam sitrat dan asam askorbat 150 ppm selama 30 detik

(33)

17

Pencelupan potongan jambu biji ke dalam larutan glukomanan selama 15 detik

Penirisan selama 5 detik

Pencelupan potongan jambi biji ke dalam laruatan CaCl2 selama 15 detik

Penirisan selama 5 detik

Pencelupan potongan jambu biji ke dalam larutan glukomanan selama 15 detik

Penirisan selama 5 detik

Pencelupan potongan jambu biji ke dalam larutan CaCl2 selama 15 detik, dilakukan dua kali

pencelupan untuk memastikan bahwa semua permukaan buah terlapisi dengan baik

Penirisan selama 5 detik

Buah jambu biji dikeringkan pada tray berlubang

Gambar 3. Bagan alir SOP (Standard Operation Procedure) pelapisan buah jambu biji terolah minimal (modifikasi metode Zulfebriadi, 1998)

2.

Tahapan Penelitian

a.

Pengukuran

Laju

Respirasi

pada

Persentase

Konsentrasi

Glukomanan yang Berbeda

Penentuan laju respirasi dengan konsentrasi glukomanan dilakukan untuk menentukan presentase konsentrasi yang tepat dalam menentukan laju respirsai. Perlakuan yang digunakan adalah konsentrasi glukomanan dengan taraf perlakuan konsentrasi glukomanan adalah 0.5%, 0.55%, 0.6%, 1% dan tanpa konsentrasi lapisan edibel. Taraf konsentrasi tersebut akan dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan. Buah jambu biji yang sudah terolah minimal akan dilakukan pelapisan edibel dengan masing-masing konsentrasi tersebut. Setelah itu, buah tersebut dimasukkan ke dalam stopless dengan berat buah sekitar ±250 g. pada tahap pertama ini akan dilakukan penyimpanan pada suhu 5oC. pengukuran gas CO2 dan O2 dilakukan setiap 6 jam pada hari pertama, setiap 12 jam pada hari kedua,

setiap 24 jam pada hari ketiga dan hari selanjutnya sampai irisan jambu biji segar tersebut mengalami kerusakan/busuk. Berikut disajikan bagan alir mengenai proses pengukuran laju respirasi pada Gambar 4.

Pembelian dan sortasi jambu biji dari petani

Standard operation procedure (SOP) penyiapan jambu biji terolah minimal

Jambu biji dipotong dengan tebal irisan 5 cm

Standard operation procedure (SOP) penyiapan lapisan edibel pada jambu biji

(34)

18

Penimbangan ± 250 g daging buah / stopless

Penyimpanan dalam stopless kaca dan cold srorage 5oC (suhu 5oC adalah referensi untuk pengukuran laju respirasi pada produk buah dan sayur)

Pengukuran komposisi gas CO2 dan O2 setiap 6 jam sekali (hari pertama), setiap 12 jam sekali (hari

kedua), setiap 24 jam sekali (hari ketiga) dan (hari selanjutnya) hingga buah jambu biji terolah minimal berlapis edibel mengalami kebusukan / kerusakan.

Gambar 4. Bagan alir pengukuran laju respirasi jambu biji terolah minimal dengan lapisan edibel (modifikasi metode Zulfebriadi, 1998)

Pengukuran laju respirasi dilakukan secara open sistem yaitu dengan cara membuka lipatan selang plastik pada sisi stopless kemudian selang plastik dihubungkan dengan continous gas analyzer

untuk mengukur komposisi CO2 dan portable oxygen tester untuk mengukur komposisi gas O2.

Setelah pengukuran dilakukan, penutup stopless di buka dan dihembuskan udara menggunakan kipas

angin untuk mempercepat komposisi udara dalam stopless kembali normal. Selanjutnya, stopless ditutup kembali dengan rapat dan ulir stopless dilapisi dengan malam serta selang plastik dilipat dan dijepit kembali untuk mencegah keluar masuknya udara dari luar. Laju respirasi buah jambu biji terolah minimal dengan lapisan edibel dihitung berdasarkan persamaan (1) yang dikembangkan oleh Mannapperuma et al. (1989):

Dimana:

R = laju respirasi (ml CO2/kg.jam atau ml O2/kg.jam)

V = volume bebas wadah (ml) W = berat bahan (kg)

Dx/dt = laju perubahan komposisi CO2 dan O2 (%/jam)

b.

Pengukuran Laju Respirasi dengan Suhu

Pada tahap ini dilakukan pengukuran laju respirasi dengan 3 taraf perlakuan suhu yaitu 5oC, 10oC dan 25oC (suhu ruang). Penentuan laju respirasi dengan suhu dilakukan untuk menentukan suhu yang tepat untuk penyimpanan buah jambu biji terolah minimal berlapis edibel.

Buah jambu biji terolah minimal dengan berat sekitar ±250 g kemudian di celupkan ke dalam larutan antioksidan, dilapisi dengan larutan glukomanan, kemudian dicelupkan ke dalam larutan CaCl2. Buah jambu biji terolah minimal berlapis edibel tersebut dimasukan ke dalam stopless kaca

kemudian ditutup dengan penutupnya yang dilengkapi dengan dua buah lubang untuk pengukuran komposisi CO2 dan O2. Lubang tersebut disambungkan dengan selang plastik yang kemudian dijepit

dengan klip. Stopless tersebut dimasukan kedalam lemari pendingin dengan suhu 5oC, 10oC dan 25oC (suhu ruang). Pada hari pertama, pengambilan data laju produksi CO2 dan konsumsi O2 dilakukan

(35)

19

c.

Penentuan Komposisi O

2

dan CO

2

dalam Kemasan Atmosfer

Termodifikasi

Untuk percobaan selanjutnya adalah penentuan komposisi O2 dan CO2 ditentukan

berdasarkan hasil pengukuran komposisi kedua gas tersebut di akhir masa penyimpanan suhu 10oC yang mencapai 18% O2 dan 3% CO2. Oleh karena itu dalam menentukan komposisi O2 dan CO2 pada

kemasan atmosfer termodifikasi dilakukan 3 taraf perlakuan sekitar komposisi tersebut, yaitu:

1) Taraf I : 16-18% O2 dan 3-5% CO2,

2) Taraf II : 14-16% O2 dan 3-5% CO2,

3) Taraf III : 16-18% O2 dan 5-7% CO2,

Buah jambu biji terolah minimal seberat ±250 g dilapisi film edibel dengan bahan glukomanan dan CaCl2 yang sebelumnya telah dicelupkan ke dalam larutan antioksidan. Buah jambu

biji terolah minimal berlapis edibel dimasukan ke dalam stoples kaca dengan tutup plastik yang dilengkapi dengan dua buah lubang untuk pengukuran O2 dan CO2. Lubang disambung dengan selang

plastik yang dapat ditutup denga rapat. Pengaturan komposisi atmosfer sesuai perlakuan dilakukan dengan mixer, yaitu dengan mencampur gas O2, CO2, N2 menjadi satu, kemudian gas tersebut

disemprotkan ke dalam wadah stopless yang telah terisi buah jambu biji terolah minimal berlapis edibel. Pembacaaan komposisi atmosfer yang diinginkan dilakukan menggunakan continous gas analyzer dan portable oxygen tester. Setelah komposisi O2 mendekati batas maksimum dan

konsentrasi CO2 mendekati batas minimum, maka penyemprotan gas dihentikan. Kemudian bagian

ujung selang ditutup rapat dengan malam dan selang dilipat serta dijepit untuk mencegah masuknya gas O2 dan CO2 dari luar. Setiap perlakuan dan suhu dilakukan pengulangan sebanyak dua kali

sebagai kelompok. Pengaturan komposisi O2 dan CO2 dilakukan setiap 24 jam sekali untuk mencegah

adanya kelebihan dan kekurangan gas O2 dan CO2.

Pengamatan dilakukan terhadap perubahan mutu fisik meliputi warna dan kekerasan, perubahan mutu kimia meliputi total padatan terlarut, dan susut bobot. Pengamatan dilakukan pada keadaan awal, 2, 4, 6, 8 hari selama penyimpanan. Berikut disajikan bagan air penentuan komposisi O2 dan CO2 pada suhu terpilih pada Gambar 5.

Pengolahan data statistik dilakukan dengan program SPSS. Data input berupa data dari setiap parameter kualitas produk. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh perlakuan yang satu dengan yang lainnya, maka dilakukan uji ANOVA. Berdasarkan hasil uji dapat disimpulkan apakah perlakuan tersebut berpengaruh nyata atau tidak berpengaruh nyata terhadap mutu produk dalam setiap periode pengamatan dan pengukuran. Uji statistik lanjut yang digunakan adalah analisis Duncan yang digunakan untuk menentukan nilai parameter dan mutu periode pengamatan dan pengukuran keberapa yang mempunyai perbedaan rata-rata yang tidak berbeda secara signifikan. Pengujian statistik yang dilakukan berdasarkan jumlah parameter menggunakan Anova-Duncan.

Standard operation procedure (SOP) jambu biji terolah minimal dengan pelapis edibel terpilih 1%

Jambu biji dipotong dengan ketebalan sekitar 5 cm

Penimbangan ±250 g daging buah jambu biji / stopless

(36)

20

2) 14-16% O2 dan 3-5% CO2

3) 16-18% O2 dan 5-7% CO2

Pengamatan komposisi gas setiap 4 jam pada suhu ruang dan setiap 24 jam pada suhu penyimpanan terpilih 10oC

Penyimpanan dalam respiration chamber (suhu terpilih 10oC dan suhu ruang)

Pengukuran laju susut bobot, laju kekerasan, laju total padatan terlarut, dan perubahan warna

Komposisi atmosfer terpilih

Gambar 5. Bagan alir penentuan komposisi O2 dan CO2 pada suhu terpilih (modifikasi metode

Zulfebriadi, 1998)

d.

Penentuan Jenis Film Kemasan

Jenis film kemasan ditentukan setelah percobaan kadar kombinasi O2 dan CO2 yang optimum

diketahui. Nilai permeabilitas bahan yang diperlukan dihitung berdasarkan kombinasi O2 dan CO2

optimum yang diperoleh dari penelitian sebelumnya. Di samping menggunakan jenis plastik film terpilih, plastik jenis lain dengan permeabilitas berbeda digunakan sebagai pembanding. Rancangan berupa berat produk optimal yang akan dikemas dapat diperoleh berdasarkan persamaan (1) sebagai berikut (Mannapperuma dan Singh, 1989):

...(2)

dimana:

W : berat bahan yang dikemas (kg)

Py : permeabilitas terhadap O2 (ml.mil/m2.jam.atm)

Pz : permeabilitas terhadap CO2 (ml. mil/m2.jam.atm)

ya : konsentrasi O2 udara normal (%)

y : konsentrasi O2 dalam kemasan (%)

A : luas permukaan kemasan (m2) za : konsentrasi CO2 udara normal (%)

z : konsentrasi CO2 dalam kemasan (%)

Ry : laju konsumsi O2 (ml.mil/m2.jam.atm)

Rz : laju konsumsi CO2 (ml.mil/m2.jam.atm)

b : tebal kemasan (mil)

Untuk pengamatan kadar O2 dan CO2 dalam kemasan, dibuat dua buah lubang pada salah

satu sisi kemasan yang dihubungkan dengan selang. Kemasan yang telah terisi produk ditutup rapat menggunakan mesin sealer serta kedua selang dihubungkan menggunakan konektor berbentuk huruf

“L”. Pengukuran terhadap konsentrasi O2 dan CO2 dilakukan setiap hari, sedangkan pengamatan

(37)

21

hari sekali hingga buah dalam keadaan tidak optimal. Setiap perlakuan dilakukan dalam 3 kali ulangan.

D.

Pengamatan Mutu

1.

Susut Bobot

Laju penurunan susut bobot dilakukan berdasarkan presentase penurunan berat bahan awal penyimpanan hingga akhir masa penyimpanan. Berikut untuk menghitung susut bobot digunakan persamaan dibawah ini:

( )

Dimana: W1: bobot sampel pada awal penyimpanan (g) W2: bobot sampel pada akhir penyimpanan (g)

2.

Uji warna

Dalam pengukuran perubahan warna dilakukan dengan menggunakan alat chromameter

(Minolta CR200). Data warna yang dihasilkan dinyatakan dengan nilai L untuk kecerahan, nilai a untuk warna kromatik campuran merah-hijau, dan nilai b untuk warna kromatik biru-kuning. Nilai L menyatakan kecerahan yaitu cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam, bernilai 0 untuk warna hitam dan bernilai 100 untuk warna putih. Bila L yang semakin besar menunjukan irisan buah jambu biji semakin rusak karena warnanya semakin pucat. Nilai a menyatakan warna kromatik merah-hijau, bernilai +a dari 0-100 untuk warna merah dan bernilai -1 dari 0-(-80) untuk hijau. Nilai semakin besar menunjukan irisan buah jambu biji mendekati kerusakan/kebusukan. Pengujian yang dilakukan dengan menempelkan sensor alat tersebut pada buah jambu biji terolah minimal berlapis edibel dan menembakkan sinar pada tiga bagian yang berbeda.

3.

Uji total Padatan Terlarut

Dalam pengukuran perubahan warna dilakukan dengan menggunakan alat refractometer. Buah jambu biji terolah minimal berlapis edibel yang diuji dihancurkan sehingga didapatkan sarinya yang kemudian dilakukan pengukuran kadar gula. Pengamatan mutu ini dilakukan dengan tiga kali ulangan terhadap masing-masing sampel. Besarnya padatan terlarut dinyatakan dalam satuan oBrix.

4.

Uji Kekerasan

(38)

22

5.

Uji Organoleptik

Uji subjektif berupa uji organoleptik (hedonik) dimaksudkan untuk menentukan perlakuan penyimpanan produk yang optimal, yaitu perlakuan dengan kondisi yang menghasilkan masa simpan terpanjang yakni mutunya masih diterima konsumen. Penilaian dilakukan berdasarkan tingkat kesukaan terhadap warna, aroma, kekerasan, rasa, dan secara keseluruhan produk (total).

(39)

23

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Laju Respirasi pada Berbagai Perlakuan Persentase Glukomanan

Proses respirasi sang

Gambar

Gambar 6. Laju produksi CO2 buah jambu terolah minimal pada berbagai konsentrasi lapisan edibel
Gambar 9. Grafik laju konsumsi O2 buah jambu terolah minimal berlapis glukomanan 1% pada
Gambar 10. Grafik perubahan kekerasan jambu biji terolah minimal berlapis edibel selama
Gambar 11. Grafik perubahan susut bobot buah jambu terolah minimal dan berlapis edibel selama
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari berberapa analisis, maka telah diketahui karakteristik dari perseroan yang berkaitan dengan sumber daya alam, merupakan jenis perseroan tidak dalam kegiatan

Berdasarkan rumusan masalah peneitian di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: “Untuk mengetahui pengaruh layanan bimbingan kelompok melalui teknik

client mengarah pada koneksi internet dari Astinet atau Lintas Arta saat client. melakukan request

Berdasar pada identifikasi masalah di atas, pembatasan masalah dalam penelitian ini bahwa terdapat permasalahan pada nilai siswa dalam KD mendengarkan cerita yang selalu

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul

Terkait dengan latar belakang tersebut diatas, ada beberapa teori yang dapat dipergunakan sebagai landasan konsep ukur terkait pentingnya perlindungan hukum bagi

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu Pengembangan kemampuan perilaku mulia dapat dilakukan melalui metode bercerita dengan media boneka tangan.. Kata kunci :

Data penelitian ini diambil dari penelitian yang dilakukan oleh Nugraha [6] untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi keputusan pembelian sepeda motor Yamaha