• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Kawin dan Siklus Reproduksi Deroceras laeve, Filicaulis bleekeri, dan Meghimatium bilineatum (Mollusca: Gastropoda)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku Kawin dan Siklus Reproduksi Deroceras laeve, Filicaulis bleekeri, dan Meghimatium bilineatum (Mollusca: Gastropoda)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU KAWIN DAN SIKLUS REPRODUKSI

Deroceras

laeve

,

Filicaulis bleekeri,

dan

Meghimatium bilineatum

(Mollusca: Gastropoda)

NUROH NAJMI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perilaku Kawin Dan Siklus Reproduksi Deroceras laeve, Filicaulis bleekeri, dan Meghimatium bilineatum (Mollusca: Gastropoda) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

(4)

ABSTRAK

NUROH NAJMI. Perilaku Kawin dan Siklus Reproduksi Deroceras laeve, Filicaulis bleekeri, dan Meghimatium bilineatum (Mollusca: Gastropoda). Dibimbing oleh TRI HERU WIDARTO dan NOVA MUJIONO.

Deroceras laeve, Filicaulis bleekeri dan Meghimatium bilineatum adalah anggota Gastropoda (Mollusca) yang hidup sebagai hama, namun berpotensi sebagai sumber protein bagi pakan ternak. Penelitian perilaku kawin dan siklus reproduksi ketiga jenis tersebut dilakukan selama 42 hari pengamatan. Tahapan kawin yang dilakukan oleh F. bleekeri dan M. bilineatum dimulai dengan saling menyentuhkan tentakel ke siput lain atau menyentuhkan tentakel ke badan atau ekor siput lain, lalu siput tersebut bergerak mendekati siput yang akan menjadi pasangan kawinnya, siput saling menempel dengan posisi berlawanan, dan siput tersebut saling berpisah. Tahapan kawin yang teramati pada perilaku kawin D. laeve adalah siput menyentuhkan tentakel ke badan atau ekor siput lain. Perilaku kawin M. bilineatum dan F. bleekeri dengan posisi siput saling menempel dengan posisi berlawanan memiliki durasi kawin terlama (rata-rata 281,5 detik dan 561,9 detik) selama 42 hari pengamatan. D. laeve menghasilkan telur sebanyak 264 butir, lama penetasan rata-rata 14 hari dan daya tetas telur 60.98 %. Fekunditas telur per individu sebesar 0.31/hari.

Kata kunci : Deroceras laeve, Filicaulis bleekeri, Meghimatium bilineatum, perilaku kawin, telur siput

ABSTRACT

NUROH NAJMI. Mating Behavior and Reproductive Cycle Deroceras laeve, Filicaulis bleekeri, and Meghimatium bilineatum (Mollusca: Gastropoda). Supervised by TRI HERU WIDARTO and NOVA MUJIONO.

Deroceras laeve, Filicaulis bleekeri and Meghimatium bilineatum are members of Gastropoda (Mollusca) that live as pest. However they are potential for protein source of animal livestock. Mating behavior and reproductive cycle of those were inspected for 42 days. The mating phase of F. bleekeri and M. bilineatum started from touching each other with tentacle or touching another

slug’s body or tail with tentacle, slug come closer to other which will be the

partner, stuck each other position, and withdrawal. The mating phase of D. laeve investigated slug touched body or tail another slug with tentacle. Mating behavior of M. bilineatum and F.bleekeri which stick each other position was the longest mating duration (average 281,4 second and 561,9 second respectly) during 42 days observation. D. laeve produced 264 eggs, took average incubation period for 14 days and had hatching percentage 60.98%. The fecundity per individual is 0.31/day.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biologi

PERILAKU KAWIN DAN SIKLUS REPRODUKSI

Deroceras

laeve

,

Filicaulis bleekeri

,

dan

Meghimatium bilineatum

(Mollusca: Gastropoda)

NUROH NAJMI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Perilaku Kawin dan Siklus Reproduksi Deroceras laeve, Filicaulis bleekeri, dan Meghimatium bilineatum (Mollusca: Gastropoda) Nama : Nuroh Najmi

NIM : G34090018

Disetujui oleh

Ir Tri Heru Widarto, MSc Pembimbing I

Nova Mujiono, SSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana, MSi Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam penulis curahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 hingga April 2013 bertempat di Departemen Biologi, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Tri Heru Widarto MSc. dan Bapak Nova Mujiono SSi selaku pembimbing yang selalu membimbing dan memberikan arahan serta masukan kepada penulis selama penelitian hingga penyusunan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Heryanto MSc staf Laboratorium Malakologi LIPI Cibonong Bogor yang telah banyak memberikan saran. Terima kasih kepada pihak Laboratorium Malakologi LIPI Cibonong Bogor dan kepada pihak Agropolitan Cipanas Cianjur. Terima kasih kepada ayah, ibu, dan kakak yang selalu memberikan doa dan semangat, serta kasih sayangnya. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada teman teman yang selalu memberikan bantuan dan semangat.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

BAHAN DAN METODE 1

HASIL DAN PEMBAHASAN 2

SIMPULAN 11

DAFTAR PUSTAKA 11

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 Perilaku kawin F. bleekeri 3

2 Tahapan kawin pada siput (F. bleekeri) 4

3 Rata-rata durasi kawin F. bleekeri selama 42 hari pengamatan 4 4 Rata-rata frekuensi kawin F. bleekeri selama 42 hari pengamatan 4

5 Organ F. bleekeri 5

6 Perilaku kawin M. bilineatum 6

7 Rata-rata durasi kawin M. bilineatum selama 42 hari pengamatan 7 8 Rata-rata frekuensi perilaku kawin M. bilineatum selama 42 hari

pengamatan 7

9 Telur M. bilineatum 8

10 D. laeve menyentuhkan tentakel ke badan siput lain 8 11 Rata-rata durasi perilaku kawin D. laeve selama 17 hari 9 12 Rata-rata frekuensi frekuensi D. laeve selama 17 hari 9

13 Lubang genital pada D. laeve 9

14 Produksi telur D. laeve selama 7 minggu (42 hari) 10

15 Telur D. laeve 10

(11)

PENDAHULUAN

Siput tergolong kedalam filum Moluska dan kelas Gastropoda. Beberapa jenis siput memiliki cangkang, sementara yang lainnya tidak memiliki cangkang. Habitat siput adalah daerah yang lembab, diantara tumbuhan yang menjadi sumber pakannya. Sepanjang siang hari hewan ini bersembunyi diantara tumbuhan, menempel di balik daun atau bersembunyi di bawah batu, karena hewan ini termasuk hewan nokturnal (Isnaningsih 2008).

Meghimatium bilineatum (Philomycidae) dan Filicaulis blekeeri (Veronicellidae) merupakan dua jenis siput yang tidak memiliki cangkang, sedangkan Deroceras laeve (Agriolimacidae) merupakan salah satu jenis siput yang memiliki cangkang berukuran kecil. Tsai dan Wu (2008) menerangkan Meghimatium bilineatum memiliki ukuran tubuh yang sedang dan ditemukan di Taiwan. Barker (1999) menerangkan D. laeve merupakan salah satu siput yang panjangnya bisa mencapai 25 mm, biasanya lebih kecil, ramping, dengan bagian belakang yang sempit. Siput ini biasanya berwarna coklat, kelabu atau hitam. D. laeve memiliki cangkang tipis yang tertutup selaput mantel, berwarna putih, berbentuk oval panjang hingga berbentuk seperti telur dengan tepian yang lurus hingga cembung. Gomes et al. (2008) menerangkan F. bleekeri merupakan salah satu jenis siput yang termasuk kedalam famili Veronicellidae, siput darat tanpa cangkang.

Beberapa jenis siput merupakan hama bagi tanaman pertanian sehingga populasinya perlu dikendalikan. Terdapat dua tahapan yang paling efisien untuk memerangi siput hama yaitu saat masih berupa telur dan juvenil karena mobilitasnya masih terbatas (Grimm dan Paill 2001). Namun demikian menurut Budiono (2006) keong dapat dijadikan sumber pakan yang cukup potensial bagi ternak unggas.

Untuk mempelajari populasi maka harus diketahui terlebih dahulu mengenai biologi reproduksinya. Masih sedikit studi tentang biologi reproduksi siput hama pertanian. Penelitian ini akan mengkaji siklus reproduksi dari tiga jenis siput terestrial, seperti mengamati perilaku kawin siput, durasi kawin siput, frekuensi perilaku kawin siput, jumlah telur yang dihasilkan, daya tetas telur, fekunditas telur per individu per hari, dan lama penetasan telur sehingga didapatkan data biologis mengenai ketiga jenis siput terestrial ini.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga April 2013, bertempat di Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan sampel di Agropolitan Cianjur, Jawa Barat dan di halaman Student Center Institut Pertanian Bogor.

(12)

2

20.00-23.00 dan 05.00-07.00. Pengambilan sampel untuk jenis F. bleekeri dilaksanakan di halaman Student Center IPB pukul 20.00-22.00. Siput disimpan di dalam wadah (toples plastik) yang telah diberi kertas label, tanah, dan pakan sayuran meliputi sawi hijau, sawi putih, dan wortel. Tutup wadah diberi lubang untuk menjaga sirkulasi udara (Faberi et al. 2006).

Wadah yang digunakan berukuran diameter atas 20 cm, diameter bawah 16.5 cm, dan tinggi 22 cm. Wadah ditutup dengan kain basah pada saat siang hari untuk menjaga kelembapan. Suhu dan kelembapan diukur setiap bulan menggunakan alat termohigrometer TFA Dostmann Wertheim. Kisaran suhu lingkungan yaitu 28°C-29°C dan kisaran kelembapan 68-70%. Siput ditempatkan di dalam wadah sebanyak empat ekor, dan terdapat 5 wadah setiap jenis yang dijadikan sebagai ulangan. Pemilihan siput dilakukan dengan cara, siput yang saling berdekatan di dalam wadah sampel di masukkan bersamaan ke dalam wadah.

Siput yang berada di wadah diamati perilaku kawinnya. Pengamatan dilakukan pada malam hari pukul 20.00-01.00 di tempat yang gelap dengan sedikit cahaya. Pengamatan perilaku kawin siput diperhatikan durasi siput selama kawin dan frekuensi kawin siput. Selain itu variabel yang diamati meliputi jumlah telur yang dihasilkan, persentase penetasan telur, fekunditas per individu per hari, dan lama penetasan. Pengamatan dilakukan selama 3 bulan yaitu dari bulan Februari hingga April selama 42 hari pengamatan. Pengamatan organ reproduksi siput menggunakan spesimen koleksi Museum Zoologi Bogor (MZB) dengan bantuan mikroskop stereo Olympus SZX7 dan kamera Olympus E330 di Laboratorium Moluska MZB.

Data yang telah diperoleh dianalisis secara deskriptif menggunakan program Minitab 16 dengan memperhatikan perilaku kawin siput, durasi kawin, frekuensi kawin, dan membandingkan tiga jenis yang berbeda selama 42 hari pengamatan. Selain itu dianalisis jumlah telur, daya tetas telur, fekunditas telur per individu per hari, dan lama penetasan. Perhitungan fekunditas telur per individu yaitu

= x Fekunditas telur per individu per hari =

HASIL DAN PEMBAHASAN

Filicaulis bleekeri

(13)

3

Gambar 1 Perilaku kawin F. bleekeri a. Siput saling menyentuhkan tentakel; b. Siput menyentuhkan tentakel ke badan atau ekor siput lainnya; c. Siput saling mendekatkan kepala; d. Siput saling menempel dengan posisi sejajar; e. Siput saling menempel dengan posisi berlawanan; f. Siput saling menyilangkan badan

Durasi kawin menjelaskan berapa lama siput tersebut melakukan satu kali perilaku kawin, sedangkan frekuensi menjelaskan banyaknya perilaku kawin yang sudah dilakukan oleh siput. Tahapan kawin yang dilakukan oleh F. bleekeri dimulai dengan adanya penjuluran tentakel ke badan siput lainnya, selanjutnya siput tersebut bergerak dan saling menempel (Gambar 2). Perilaku saling menempel ini dapat dilakukan dalam durasi waktu yang cukup lama. Setelah itu dapat terjadi pemisahan siput. Selama 42 hari pengamatan, durasi terlama pada perilaku kawin F. bleekeri yaitu perilaku saling menempel dengan posisi berlawanan (Gambar 3e) dan durasi terendah perilaku saling menyilangkan badan (Gambar 3f). Perilaku kawin yang sering dilakukan yaitu perilaku saling menempel dengan posisi berlawanan (Gambar 4e). Frekuensi terkecil yang dilakukan oleh F. bleekeri yaitu perilaku kawin saling menyilangkan badan (Gambar 4f).

a b

c d

(14)

4

Gambar 2 Tahapan kawin pada siput (F. bleekeri) a dan b. Siput menyentuhkan tentakel ke badan siput lain; c. Siput bergerak saling mendekat; d. Siput saling menempel dengan posisi berlawanan; e dan f. Siput

Gambar 3 Rata-rata durasi kawin F. bleekeri selama 42 hari pengamatan

Gambar 4 Rata-rata frekuensi kawin F. bleekeri selama 42 hari pengamatan

a b c

(15)

5 Keterangan (berlaku untuk jenis Filicaulis bleekeri dan Meghimatium bilineatum) a. Saling menyentuhkan tentakel

b. Menyentuhkan ekor atau badan siput lain dengan menggunakan tentakel c. Siput saling mendekatkan kepala

d. Siput saling menempel posisi sejajar e. Siput saling menempel posisi berlawanan f. Saling menyilangkan badan

g. Siput melilitkan badan ke siput lain

Gomes dan Thome (2004) menerangkan bahwa F. bleekeri memiliki badan yang lonjong dengan warna badan bervariasi dan terdapat corak garis dipunggungnya. Warna corak garis tersebut biasanya lebih terang. Liang kelamin betina F. bleekeri (Gambar 5a) berada pada 1/3 jarak antara parit kaki dan pinggiran badan.

Gambar 5 Organ reproduksi F. bleekeri a. Lubang genital; b. Saluran reproduksi; c. anus (gambar spesimen koleksi Museum Zoologi LIPI Bogor)

Meghimatium bilineatum

Perilaku kawin Meghimatium bilineatum yang diamati adalah saling menempel dengan posisi sejajar, saling menempel dengan posisi berlawanan, saling menyentuhkan tentakel, saling mendekatkan kepala, saling menyilangkan badan, menyentuhkan ekor atau badan siput lain dengan tentakel, dan melilitkan badan ke siput lain (Gambar 6).

a b

(16)

6

Gambar 6 Perilaku kawin M. bilineatum a. Siput saling menyentuhkan tentakel; b. Siput menyentuhkan tentakel ke badan atau ekor siput lainnya; c. Siput saling mendekatkan kepala; d. Siput saling menempel dengan posisi sejajar; e. Siput saling menempel dengan posisi berlawanan; f. Siput saling menyilangkan badan; g. Siput saling melilitkan badan Tahap precourtship yang dilakukan oleh F. bleekeri dan M. bilineatum biasanya dengan cara saling mendekatkan tentakel ke siput lainnya atau mendekatkan tentakel ke badan atau ekor siput lain. Perilaku ini cukup sering dilakukan. Siput aktif pada malam hari. Aktivitas siput paling tinggi kisaran pukul 20.00 hingga pukul 01.00.

Perilaku kawin saling menempel dengan posisi berlawanan dan melilitkan badan ke siput lain merupakan perilaku kawin yang memungkinkan terjadinya

a b

c d

e f

(17)

7 kopulasi pada siput. Meghimatium bilineatum melakukan perilaku kawin dengan cara saling menempel dengan posisi berlawanan memiliki rata-rata durasi kawin paling besar dibandingkan dengan perilaku kawin lainnya (Gambar 7e) dan perilaku melilitkan badan ke siput lain memiliki rata-rata durasi waktu yang paling rendah (Gambar 7g). Perilaku kawin dengan cara saling menempel dengan posisi berlawanan memiliki rata-rata frekuensi paling besar diantara perilaku kawin lainnya (Gambar 8e) dan perilaku melilitkan badan ke siput lain memiliki rata-rata frekuensi yang paling kecil (Gambar 8g).

g

Gambar 7 Rata-rata durasi kawin M. bilineatum selama 42 hari pengamatan

Gambar 8 Rata-rata frekuensi perilaku kawin M. bilineatum selama 42 hari pengamatan

(18)

8

Face to face merupakan suatu perilaku mating ditandai dengan siput yang saling berhadapan untuk menarik pasangannya, seperti menggunakan tentakel dengan cara saling menyentuhkan tentakel, saling mendekatkan kepala siput, atau badan siput. Durasi terlama pada perilaku kawin M. bilineatum yaitu pada perilaku saling menempelkan badannya dengan posisi berlawanan. M. bilineatum memiliki ukuran badan yang cukup besar dengan 3 hingga 5 corak garis coklat atau hitam di badannya dan warna putih kekuningan di permukaan belakangnya. M. bilineatum bertelur sebanyak 15 butir, berada dalam satu clutch dan berwarna putih (Gambar 9), jumlah telur tersebut dihitung dari pengamatan di permukaan, kemungkinan di dalam cluth tersebut masih terdapat telur yang tidak terhitung karena tertutupi oleh telur lainnya. M. bilineatum menghasilkan 15 butir telur dalam 42 hari dan tidak berhasil menetas. Menurut Barker (1999) telur siput tidak berhasil menetas disebabkan karena kekeringan atau adanya infeksi dari fungi terutama dari jenis Fusarium.

Gambar 9 Telur M. bilineatum

Deroceras laeve

Tahapan perilaku kawin yang teramati pada Deroceras laeve yaitu hanya menyentuhkan tentakel ke badan siput lain yang berada di dekatnya (Gambar 10). Menurut Reise et al. (2007) perilaku menyentuhkan tentakel ke siput lain merupakan salah satu perilaku precourtship untuk menarik pasangan siput lain.

Gambar 10 D. laeve menyentuhkan tentakel ke badan siput lain

(19)

9

Gambar 11 Rata-rata durasi perilaku kawin D. laeve selama 17 hari

Gambar 12 Rata-rata frekuensi frekuensi D. laeve selama 17 hari Keterangan

b. Menyentuhkan ekor atau badan siput lain dengan menggunakan tentakel

Gambar 13 Lubang genital pada D. laeve (gambar spesimen koleksi Museum Zoologi LIPI Bogor)

(20)

10

melakukan self- fertilization ketika siput ini berada dalam habitat yang berbeda dengan koloninya, perilaku ini merupakan perilaku yang umum terjadi pada D. laeve (Mohamed dan Ali 2011). Nicklas dan Hoffman (1981) menjelaskan bahwa telur yang dihasilkan oleh D. laeve merupakan hasil dari partenogenesis. Pertenogenesis merupakan proses perkembangan telur tanpa harus dibuahi (Campbell et al. 2004). Menurut Barker (2001) D. laeve merupakan siput pulmonata terestrial yang hermafrodit, meski begitu sebagian besar cara kawinnya tetap memerlukan pasangan. Siput tersebut berperan sebagai jantan dan betina pada waktu yang sama.

Deroceras laeve memiliki ukuran badan yang kecil. Fase pertumbuhan D. laeve terbagi menjadi dua fase pertumbuhan yaitu juvenil dan dewasa (Faberi et al. 2006). Reise et al. (2007) menerangkan telur yang dihasilkan adalah bukti kesuksesan perkawinan pada siput, meskipun tidak diketahui apa yang mempengaruhinya, siput tersebut telah sukses melakukan perkawinan atau telah melakukan self-fertilization. Siput ini mampu menghasilkan telur sebanyak 264 butir (Gambar 14) dalam 42 hari (bulan Februari hingga Maret) dengan daya tetas telur 60.98%. Fekunditas D. laeve per individu yaitu sebesar 0.31/ hari. Rata-rata telur menetas selama 14 hari. D. laeve memiliki telur berwarna kelabu jernih (Gambar 15). Setelah kurang lebih selama 14 hari telur tersebut menetas (Gambar 16). Menurut Barker (1999) siput ini menyimpan telurnya paling cepat tiga hari setelah kawin dan meletakkannya di permukaan tanah, dibawah kayu, batu atau di bawah tanah. Gambar 14 Produksi telur D. laeve selama 7 minggu (42 hari)

(21)

11

Gambar 16 D. laeve juvenil yang berhasil menetas

SIMPULAN

Deroceras laeve, Meghimatium bilineatum, dan Filicaulis bleekeri memiliki perilaku kawin yang berbeda. Tahapan kawin yang dilakukan oleh F. bleekeri dan M. bilineatum dimulai dengan saling menyentuhkan tentakel ke siput lain atau menyentuhkan tentakel ke badan atau ekor siput lain, siput tersebut bergerak mendekati siput yang akan menjadi pasangan kawinnya, siput saling menempel dengan posisi berlawanan, dan siput tersebut saling berpisah (withdrawal). Perilaku kawin dengan durasi terlama dan frekuensi terbesar pada M. bilineatum dan F. bleekeri yaitu siput saling menempel dengan posisi berlawanan. Produksi telur yang dihasilkan oleh M. bilineatum sebanyak 15 butir tetapi telur tersebut tidak menetas. D. laeve bertelur sebanyak 264 butir, daya tetas telur 60.98%, fekunditas telur per individu per hari sebesar 0.31 dan lama penetasan rata-rata sekitar 14 hari.

DAFTAR PUSTAKA

Barker GM. 1999. Naturalised terrestrial Stylomatophora (Mollusca: Gastropoda). Selandia Baru (NZ): Manaaki Whenua Pr.

Barker GM. 2001. The Biology of Terrestrial Mollusc. Inggris (GB): CABI. Budiono S. 2006. Teknik mengendalikan keong mas pada tanaman padi. Ilmu

Pertanian. 2(2): 128-133.

Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2004. Bilogi Ed ke-5. Manulu W, penerjemah; Safitri A, editor. Jakarta (ID): Erlangga.Terjemahan dari: Biology. Ed ke-5.

Davinson A, Wade CM, Mordan PB, Chiba S. 2005. Sex and darts in slugs and snails (Mollusca: Gastropoda: Stylommatophora). J Zool Lond. 267: 329-338.

Faberi AJ, López AN, Manetti PL, Clemente CL, Castillo A . 2006. Growth and reproduction of the slug Deroceras laeve (Müller) (Pulmonata:

Stylommatophora) under controlled conditions. Span J of Agricultur Research. 4(4):345-350.

(22)

12

Grimm B, Paill W. 2001. Spatial distribution and home-range of the pest slug Arion lusitanicus (Mollusca: Pulmonata). Acta Oecolog. 22: 219-227.

Gomes SR, Thome JW. 2004. Diversity and distribution of the Veronicellidae (Gastropoda: Soleolifera) in the oriental and Australian biogeographical regions. Memoirs Queensland Museum. 49(2):589-601.

Gomes SR, Picanco JB, Schilthuizen M, Thome JW. 2008. Valiguna flava (Heynemann, 1885) from Indonesia and Malaysia: Redescription and Comparison with Valiguna siamensis (Martens, 1867) (Gastropoda: Soleolifera: Veronicellidae). The Velig. 50(3):163–170.

Isnaningsih NR. 2008. Siput telanjang (slug) sebagai hama tanaman budidaya. Fauna Indones.8:21-24.

Mohamed MI, Ali RF. 2011. Laboratory studies on the terrestrial marsh slug Deroceras laeve (Müller) (Agriolimacidae: Mollusca). Animal Biol. 2(3):133-141.

Nicklas NL, Hoffman RJ. 1981. Apomictic partenogenesis in hermaphroditic terrestrial slug, Deroceras laeve (Muller). Biol. Bull. 160:123-135.

Reise H, Visser S, Hutchinson JMC. 2007. Mating behaviour in the terrestrial slug Deroceras gorgonium: is extreme morphology associated with extreme behaviour?. Animal Biol. 57:197-215.

(23)

13

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 23 September 1991. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Asep Saepudjaman dan Sutini. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cilaku Cianjur dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Penulis menjadi asisten praktikum Struktur Hewan pada tahun ajaran 2012-2013. Tahun 2011 penulis mengikuti studi lapang di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat dengan judul Serangga Pembentuk Puru di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Tahun 2012 penulis melaksanakan kegiatan praktek lapang di Rumah Sakit Umum Kelas B Cianjur dari bulan Juli sampai Agustus dengan judul Pemeriksaan Darah di Rumah Sakit Umum Kelas B Cianjur. Selain itu pada tahun 2012 penulis mengikuti kegiatan magang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi dengan topik kegiatan Kesehatan Ikan dan Lingkungan.

Gambar

Gambar 1  Perilaku kawin F. bleekeri a. Siput saling menyentuhkan tentakel; b.
Gambar 2  Tahapan kawin pada siput (F. bleekeri) a dan b. Siput menyentuhkan
Gambar 5  Organ reproduksi F. bleekeri a. Lubang genital; b. Saluran reproduksi;
Gambar 6  Perilaku kawin M. bilineatum a. Siput saling menyentuhkan tentakel;
+5

Referensi

Dokumen terkait

Ekologi perilaku berkaitan dengan perkembangabiakan merak hijau yang teramati adalah perilaku display, suara, kawin (kopulasi), bersarang dan bertelur sementara perilaku harian

Hasil yang diperoleh adalah betina menunjukkan umur dewasa kelamin rata-rata 6 tahun, dengan perilaku kawin seperti betina akan terlihat menyendiri dan memasang mimik muka

Perilaku adalah suatu kegiatan & aktifitas organisme yang bersangkutan, baik aktifitas yang dapat diamati atau yang tidak dapat diamati oleh orang lain.. Manusia

Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah umur pertama kawin, service per conception , postpartum mating , foaling interval , berat badan ternak, waktu kerja ternak,

Pada dua buah kawat lurus panjang yang sejajar masing-masing di aliri arus searah (dc) dengan arah yang berlawanan akan berakibat kedua kawat saling

Pola perilaku kawin pada rusa timor diawali dengan: (1) pra percumbuan dengan aktivitas mendekati dan mengejar betina yang sedang birahi, berkubang, menggosok-gosokkan

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perilaku Kawin Kumbang Cylas formicarius (Fabr.) terhadap Feromon Seks

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawin tangkap pengendalian perilaku remaja di Nagari Air Bangis secara umum disimpulkan bahwa kawin tangkap adalah suatu sanksi yang diberikan oleh