• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis komponen volatil pembentuk flavor dalam bawang putih (Allium sativum L.) untuk aplikasi kacang salut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis komponen volatil pembentuk flavor dalam bawang putih (Allium sativum L.) untuk aplikasi kacang salut"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KOMPONEN VOLATIL PEMBENTUK FLAVOR DALAM

BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) UNTUK APLIKASI KACANG SALUT

SKRIPSI

ANDRIYANSYAH

F24104035

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ANALYSIS OF FLAVOR-FORMING VOLATILE COMPONENTS IN GARLIC

(

Allium sativum L.

) FOR APPLICATION COATED PEANUTS

Andriyansyah and Made Astawan

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,

Indonesia.

Phone 62 856 8840663, e-mail: andri_april@yahoo.com

ABSTRACT

Production process of coated peanut requires garlic as a producer of distinctive flavor. Flavor is produced from a combination of several volatile components contained in garlic. Production process continuously of coated peanuts requires manufacturers to find more than one variety of garlic for a smooth production. Each of the varieties of garlic that used producers have different amounts of the flavor-forming volatile components. This research analyzes of the flavor-forming volatile components in the two varieties of garlic (Shantung and Kating) to be applied on the coated peanuts by using gas chromatography, both qualitatively and quantitatively. Qualitative analysis using an external standard (diallyl monosulfide and diallyl disulfide), whereas the quantitative analysis using internal standard (benzyl alcohol) that is injected along with the sample. Qualitatively, in the garlic (Shantung and Kating) and the layer katom (Shantung and Kating), identified the existence of the flavor-forming volatile components, namely diallyl monosulfide and diallyl disulfide. Quantitatively, known that the number of diallyl monosulfide component in the garlic varieties Shantung of 1.087 ppm, whereas in the garlic varieties Kating of 3.454 ppm. The number of diallyl disulfide component in the garlic varieties Shantung of 107.174 ppm, while in the garlic varieties Kating of 74.916 ppm. The number of diallyl monosulfide component in the Shantung katom layer of 19.192 ppm, while in the layer katom Kating of 0.404 ppm. The number of diallyl disulfide component in the Shantung katom layer of 4.257 ppm, while in the layer katom Kating of 2.362 ppm.

(3)

Andriyansyah. F24104035. Analisis Komponen Volatil Pembentuk Flavor dalam Bawang Putih (Allium sativum L.) untuk Aplikasi Kacang Salut. Di bawah bimbingan oleh Made Astawan. 2011

RINGKASAN

Proses produksi kacang salut atau biasa disebut katom membutuhkan kacang tanah sebagai bahan baku, larutan bumbu yang berbentuk kanji sebagai lem perekat, dan campuran tepung tapioka sebagai bahan penyalut. Larutan bumbu terdiri dari campuran beberapa bahan tertentu, salah satunya adalah bawang putih. Bawang putih ini memberi flavor khas pada kacang salut. Flavor tersebut dihasilkan dari gabungan beberapa senyawa volatil yang terkandung dalam bawang putih (Allium sativum L.). Proses produksi yang kontinyu dari kacang salut menuntut produsen mencari lebih dari satu supplier bawang putih untuk ketersediaan dan kelancaran produksinya. Selain itu, perbedaan waktu panen dari varietas bawang putih yang berbeda juga menuntut produsen memiliki lebih dari satu supplier. Masing-masing varietas bawang putih yang digunakan produsen memiliki jumlah senyawa volatil pembentuk flavor yang berbeda. Produk kacang salut yang dihasilkan akan memiliki flavor yang berbeda jika menggunakan varietas bawang putih yang berbeda.

Tujuan kegiatan magang ini adalah menganalisis komponen volatil pembentuk flavor dalam dua varietas bawang putih (Shantung dan Kating) untuk diaplikasikan pada kacang salut dengan menggunakan metode ekstraksi terbaik dari dua metode yang digunakan, yaitu metode Maserasi (perendaman) dan Likens-Nickerson. Setelah itu dilanjutkan dengan fraksinasi menggunakan kromatografi gas.

Berdasarkan analisis kualitatif pada bawang putih (Shantung dan Kating) dan lapisan katom (Shantung dan Kating), teridentifikasi adanya komponen volatil pembentuk flavor, yaitu dialil monosulfida dan dialil disulfida. Analisis kualitatif menggunakan standar eksternal dialil monosulfida dan dialil disulfida.

Berdasarkan analisis kuantitatif diketahui bahwa jumlah komponen dialil monosulfida pada bawang putih varietas Shantung lebih kecil dibandingkan varietas Kating, sedangkan jumlah komponen dialil disulfida sebaliknya. Jumlah komponen dialil monosulfida pada bawang putih varietas Shantung sebesar 1.087 ppm, sedangkan pada bawang putih varietas Kating sebesar 3.454 ppm. Jumlah komponen dialil disulfida pada bawang putih varietas Shantung sebesar 107.174 ppm, sedangkan pada bawang putih varietas Kating sebesar 74.916 ppm.

(4)

ANALISIS KOMPONEN VOLATIL PEMBENTUK FLAVOR DALAM

BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) UNTUK APLIKASI KACANG SALUT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

ANDRIYANSYAH

F24104035

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Analisis Komponen Volatil Pembentuk Flavor dalam Bawang Putih

(

Allium sativum L.

) untuk Aplikasi Kacang Salut

Nama

: Andriyansyah

NIM

: F24104035

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

(Prof. Dr. Made Astawan, M.S.)

NIP. 19620202 198703 1 004

Mengetahui :

Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.)

NIP. 19650814 199002 1 001

(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Analisis Komponen Volatil Pembentuk Flavor dalam Bawang Putih (Allium sativum L.) untuk Aplikasi Kacang Salut di PT. Garudafood Putra Putri Jaya adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2011 Yang membuat pernyataan

(7)

BIODATA PENULIS

Andriyansyah. Lahir di Jakarta, 11 September 1985 dari ayah Fauzi dan ibu Asnah, sebagai putra tunggal. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Cipinang Cempedak 08 Petang (1992-1998), pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 36 Jakarta Timur (1998-2001), dan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 54 Jakarta Timur (2001-2004). Penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Insitut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur USMI. Selama menempuh pendidikan di IPB penulis aktif di berbagai kepanitian antara lain panitia Seminar Buah Merah (2006), panitia MPF (2006), panitia BAUR (2006), dan panitia Kajian Pangan Halal (2006). Adapun seminar dan pelatihan yang pernah diikuti oleh penulis yaitu Seminar Keamanan Pangan dan ISO 22000 (2007), Pelatihan

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Analisis Komponen Volatil Pembentuk Flavor dalam Bawang Putih (Allium sativum L.) untuk Aplikasi Kacang Salut dilaksanakan sebagai kegiatan magang di PT. Garudafood Putra Putri Jaya sejak bulan April sampai Agustus 2008.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Made Astawas, MS selaku dosen pembimbing yang selalu sabar dan bijaksana dalam membimbing serta memberikan masukan-masukan yang berguna hingga terselesaikannya skripsi ini.

2. Ir. Arif Hartoyo, M.Si selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk menguji dan memberi saran bagi penulis.

3. Mba Wati selaku pembimbing lapang di PT. Garudafood Putra Putri Jaya yang banyak membantu, memberi arahan, saran, nasehat, dan kerjasamanya selama proses magang. 4. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah memberikan ilmu

dan mendukung kemajuan penulis.

5. Kedua orang tuaku dan kakak-kakakku tercinta atas kasih sayang, cinta, dorongan dan movitasi, nasihat, dukungan moral dan spiritual, dan doa yang tidak pernah putus hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. PT. Garudafood Putra Putri Jaya selaku perusahaan tempat magang atas segala kesempatan yang diberikan.

7. Ibu Novi selaku staf UPT Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan atas segala nasehat, dorongan, dan motivasi yang telah diberikan.

8. Mba Anidah selaku teknisi dan operator di laboratorium terpadu SEAMEO Biotrop yang banyak membantu dalam penyelesaian penelitian, memberikan masukkan, arahan, saran, dan nasehat.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pangan.

Bogor, Februari 2011

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. LATAR BELAKANG ... 1

1.2. TUJUAN ... 2

II. PROFIL PERUSAHAAN ... 3

2.1. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ... 3

2.2. RUANG LINGKUP USAHA ... 4

2.3. PRODUKSI ... 4

III. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

3.1. BAWANG PUTIH ... 5

3.1.1. Riwayat ... 5

3.1.2. Botani ... 6

3.1.3. Jenis ... 8

3.1.4. Komponen Aktif ... 10

3.2. METODE EKSTRAKSI ... 12

3.2.1. Maserasi (Perendaman) ... 13

3.2.2. Likens-Nickerson ... 14

3.3. FRAKSINASI ... 14

3.3.1. Analisis Kualitatif ... 16

3.3.2. Analisis Kuantitatif ... 16

(10)

3.5. KACANG SALUT ... 17

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 18

4.1. BAHAN DAN ALAT ... 18

4.1.1. Bahan ... 18

4.1.2. Alat ... 18

4.2. METODE PENELITIAN ... 18

4.2.1. Penelitian Pendahuluan ... 18

4.2.1.1. Pembuatan Kacang Salut ... 18

4.2.1.2. Analisis Kimia ... 19

4.2.1.2.1. Kadar Air Metode Distilasi (SNI 01-3181-1992 yang dimodifikasi) ... 19

4.2.1.2.2. Kadar Air Metode Oven (SNI 01-2891-1992) ... 20

4.2.1.2.3. Kadar Lemak MetodeSoxhlet(SNI 01-2891-1992) ... 20

4.2.1.2.4. Kadar Protein MetodeKjeldahl(AOAC 960.52 yang dimodifikasi) ... 21

4.2.1.3. Kondisi Kromatografi Gas ... 22

4.2.1.4. Penentuan Metode Ekstraksi ... 22

4.2.1.4.1. Metode Maserasi (Perendaman) ... 23

4.2.1.4.2. Metode Likens-Nickerson ... 24

4.2.1.4.3. Rendemen Hasil Ekstraksi ... 24

4.2.1.5. Kondisi Ekstraksi ... 25

4.2.2. Penelitian Utama ... 25

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

5.1. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 26

5.1.1. Pembuatan Kacang Salut ... 26

5.1.2. Analisis Kimia ... 26

5.1.2.1. Kadar Air ... 26

5.1.2.2. Kadar Lemak ... 28

5.1.2.3. Kadar Protein ... 30

(11)

5.1.4. Penentuan Metode Ekstraksi ... 33

5.1.5. Kondisi Ekstraksi ... 38

5.2. PENELITIAN UTAMA ... 40

VI. SIMPULAN ... 44

VII.REKOMENDASI ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komposisi kandungan zat gizi bawang putih per 100 g bahan yang dapat dimakan ... 8 2. Penggolongan bawang berdasarkan precursor citarasa utamanya ... 10 3. Perbandingan beberapa komponen volatil aktif bawang putih yang dapat terekstrak

dengan berbagai metode ekstraksi ... 13 4. Daftar pelarut organik untuk ekstraksi flavor dan titik didihnya ... 14 5. Klasifikasi metode pemisahan ... 15 6. Kondisi operasi kromatografi gas untuk analisis komponen volatil pembentuk flavor

pada bawang putih ... 33 7. Hasil analisis kuantitatif komponen dialil monosulfida dan dialil disulfida pada

bawang putih varietas Shantung dengan metode Likens-Nickerson... 36 8. Hasil analisis kuantitatif komponen dialil monosulfida dan dialil disulfida pada

bawang putih varietas Shantung dengan metode Maserasi ... 37 9. Hasil analisis kuantitatif komponen dialil monosulfida dan dialil disulfida pada

bawang putih varietas Kating dengan metode Likens-Nickerson ... 37 10. Hasil analisis kuantitatif komponen dialil monosulfida dan dialil disulfida pada

bawang putih varietas Kating dengan metode Maserasi ... 38 11. Hasil analisis kuantitatif komponen dialil monosulfida dan dialil disulfida pada

bawang putih varietas Kating dan Shantung... 41 12. Hasil analisis kuantitatif komponen dialil monosulfida dan dialil disulfida pada

lapisan katom Kating dan Shantung ... 42 13. Hasil analisis kuantitatif komponen dialil monosulfida dan dialil disulfida pada

bawang putih varietas Shantung dan lapisan katom Shantung ... 42 14. Hasil analisis kuantitatif komponen dialil monosulfida dan dialil disulfida pada

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Umbi bawang putih dan bagian-bagiannya ... 7

2. Mekanisme reaksi enzimaliinaseyang terdapat pada bawang putih ... 10

3. Degradasi enzimatik dan non-enzimatikalliin... 11

4. Diagram alir pembuatan kacang salut ... 19

5. Rangkaian alat hembus gas N2untuk pemekatan hasil ekstraksi ... 23

6. Sistematika kerja ekstraksi dengan metode distilasi Likens-Nickerson ... 24

7. Kadar air bawang putih varietas Kating dan Shantung ... 27

8. Kadar air lapisan katom Kating dan Shantung ... 28

9. Kadar lemak bawang putih varietas Kating dan Shantung ... 29

10. Kadar lemak lapisan katom Kating dan Shantung... 29

11. Kadar protein bawang putih varietas Kating dan Shantung ... 30

12. Kadar protein lapisan katom Kating dan Shantung ... 30

13. Kromatografi gas (SHIMADZU, GC 14 B) ... 33

14. Skor penilaian aroma distilat bawang putih varietas Kating dan Shantung... 34

15. Rendemen hasil ekstraksi bawang putih var. Kating dan Shantung (per 50 g bawang putih segar) ... 35

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1a. Hasil ujit(independent samples) kadar air bawang putih varietas Kating dan

Shantung... 50

Lampiran 1b. Hasil ujit(independent samples) kadar air lapisan katom Kating dan Shantung ... 51

Lampiran 2a. Hasil ujit(independent samples) kadar lemak bawang putih varietas Kating dan Shantung... 52

Lampiran 2b. Hasil ujit(independent samples) kadar lemak lapisan katom Kating dan Shantung ... 53

Lampiran 3a. Hasil ujit(independent samples) kadar protein bawang putih varietas Kating dan Shantung ... 54

Lampiran 3b. Hasil ujit(independent samples) kadar protein lapisan katom Kating dan Shantung ... 55

Lampiran 4. Kromatogram pelarutdiethyl ether0,1 µl... 56

Lampiran 5. Kromatogrambenzyl alcohol2% 2 µl (standar internal) ... 57

Lampiran 6. Kromatogrambenzyl alcohol2% 5 µl (standar internal) ... 58

Lampiran 7. Kromatogram dialil monosulfida 0,1 µl (standar eksternal) ... 59

Lampiran 8. Kromatogram dialil disulfida 0,1 µl (standar eksternal) ... 60

Lampiran 9. Kromatogram standar campuran (dialil monosulfida 0.1 µl, dialil disulfida 0.1 µl, danbenzyl alcohol2% 5 µl)... 61

Lampiran 10a. Hasil analisis sidik ragam aroma distilat bawang putih varietas Kating terhadap kontrol ... 62

Lampiran 10b. Hasil analisis sidik ragam aroma distilat bawang putih varietas Shantung terhadap kontrol ... 63

Lampiran 11a. Hasil ujit(independent samples) rendemen bawang putih varietas Kating dengan metode Maserasi dan Likens-Nickerson ... 64

Lampiran 11b. Hasil ujit(independent samples) rendemen bawang putih varietas Shantung dengan metode Maserasi dan Likens-Nickerson ... 65

Lampiran 12a. Kromatogram sampel 1 (bawang putih varietas Shantung (L-N) dengan 50 ml diethyl ether) 10 µl (5 µl sampel 1 + 5 µlbenzyl alcohol2%)... 66

Lampiran 12b. Data kromatogram sampel 1 (bawang putih varietas Shantung (L-N) dengan 50 mldiethyl ether) 10 µl (5 µl sampel 1 + 5 µlbenzyl alcohol2%)... 67

Lampiran 13a. Kromatogram sampel 2 (bawang putih varietas Shantung (Maserasi) dengan 50 mldiethyl ether) 10 µl (5 µl sampel 2 + 5 µlbenzyl alcohol2%)... 68

Lampiran 13b. Data kromatogram sampel 2 (bawang putih varietas Shantung (Maserasi) dengan 50 mldiethyl ether) 10 µl (5 µl sampel 2 + 5 µlbenzyl alcohol2%) ... 69

Lampiran 14a. Kromatogram sampel 3 (bawang putih varietas Kating (L-N) dengan 50 ml diethyl ether) 10 µl (5 µl sampel 3 + 5 µlbenzyl alcohol2%)... 70

(15)

Lampiran 15a. Kromatogram sampel 4 (bawang putih varietas Kating (Maserasi) dengan

50 mldiethyl ether) 10 µl (5 µl sampel 4 + 5 µlbenzyl alcohol2%)... 72 Lampiran 15b. Data kromatogram sampel 4 (bawang putih varietas Kating (Maserasi)

dengan 50 mldiethyl ether) 10 µl (5 µl sampel 4 + 5 µlbenzyl alcohol2%) ... 73 Lampiran 16a. Kromatogram sampel 5 (bawang putih varietas Shantung (L-N) dengan 80 ml

diethyl ether) 10 µl (5 µl sampel 5 + 5 µlbenzyl alcohol2%)... 74 Lampiran 16b. Data kromatogram sampel 5 (bawang putih varietas Shantung (L-N) dengan

80 ml diethyl ether) 10 µl (5 µl sampel 5 + 5 µlbenzyl alcohol2%)... 75 Lampiran 17a. Kromatogram sampel 6 (bawang putih varietas Kating (L-N) dengan 80 ml

diethyl ether) 10 µl (5 µl sampel 6 + 5 µlbenzyl alcohol2%)... 76 Lampiran 17b. Data kromatogram sampel 6 (bawang putih varietas Kating (L-N) dengan

80 mldiethyl ether) 10 µl (5 µl sampel 6 + 5 µlbenzyl alcohol2%)... 77 Lampiran 18a. Kromatogram sampel 7 (lapisan katom Shantung (L-N) dengan 80 ml

diethyl ether) 10 µl (5 µl sampel 7 + 5 µlbenzyl alcohol2%)... 78 Lampiran 18b. Data kromatogram sampel 7 (lapisan katom Shantung (L-N) dengan 80 ml

diethyl ether) 10 µl (5 µl sampel 7 + 5 µlbenzyl alcohol2%)... 79 Lampiran 19a. Kromatogram sampel 8 (lapisan katom Kating (L-N) dengan 80 ml

diethyl ether) 10 µl (5 µl sampel 8 + 5 µlbenzyl alcohol2%) ... 80 Lampiran 19b. Data kromatogram sampel 8 (lapisan katom Kating (L-N) dengan 80 ml

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Bawang putih merupakan rempah-rempah dengan flavor atau citarasa yang kuat dan rasa pedas yang sangat khas. Bawang putih (Allium sativum L.) sudah lama digunakan sebagai bahan baku untuk bumbu (seasoning). Beberapa produk berbahan dasar bawang putih, seperti

garlic oil,garlic powder,garlic salt, garlic paste,garlic sauce, dangarlic slice sudah banyak dijual secara komersil. Produk-produk berbahan dasar bawang putih dapat digolongkan menjadi beberapa jenis tergantung dari cara persiapannya, seperti: bawang putih segar, bawang putih yang dikeringkan, bawang putih panggang, dan bawang putih goreng. Perbedaan cara persiapan tersebut dapat berpengaruh terhadap citarasa yang dihasilkan pada produk-produk berbahan dasar bawang putih (Yuet al.1994).

Menurut Heath (1981), banyak komponen volatil aktif pada rempah-rempah timbul setelah pengolahan, tetapi di lain pihak adanya perlakuan panas atau pengolahan dapat merusak atau menghilangkan komponen volatil aktif yang ada. Oleh karena itu, untuk mempertahankan dan meminimalkan kehilangan komponen volatil aktif bawang putih, diperlukan suatu metode pengolahan yang tepat sehingga faktor-faktor yang menguntungkan masih dapat dimanfaatkan.

Komponen volatil aktif pada sayuran dan rempah-rempah dapat dianalisis dengan menggunakan kromatografi gas. Analisis kuantitatif dengan kromatografi gas dapat ditentukan berdasarkan perhitungan relatif terhadap suatu standar internal. Perhitungan berdasarkan standar internal merupakan analisis yang lebih sederhana dibandingkan dengan analisis kuantitatif lainnya. Standar internal yang digunakan dapat mempengaruhi ketelitian analisis. Agar ketelitian analisis kuantitatif lebih sempurna, diperlukan suatu standar internal yang baik, yaitu terpisah dengan komponen yang dianalisis, tidak bereaksi dengan komponen maupun dengan pelarut yang digunakan, dan terelusi dekat dengan komponen yang dianalisis. Komponen volatil aktif yang dianalisis dalam penelitian ini adalah dialil monosulfida dan dialil disulfida. Kedua komponen volatil aktif tersebut merupakan penentu citarasa dan mempunyai aktivitas sebagai antioksidan dan antiradikal, serta aktivitas bioaktif lainnya.

Secara umum, spesies bawang yang paling sering digunakan dalam industri pangan dan dunia kuliner adalah Allium sativum. Bawang putih memiliki banyak varietas, masing-masing varietas memiliki komponen senyawa sulfur yang berbeda. Senyawa sulfur inilah yang memberikan citarasa dan aroma pada bawang putih. Menurut Mazza (1998), tipe dan konsentrasi dari senyawa sulfur yang diekstrak dari bawang putih dipengaruhi oleh ketuaan umbi, praktek produksi yang dilakukan, varietas, lokasi penanaman, dan kondisi proses yang dilakukan.

Pada industri pangan yang menggunakan bawang putih segar sebagai bahan baku esensial, fluktuasi hasil panen menyebabkan industri tersebut harus menggunakan bawang putih dengan varietas yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Masing-masing varietas bawang putih yang digunakan produsen memiliki jumlah senyawa volatil pembentuk flavor yang berbeda. Produk yang dihasilkan juga akan memiliki flavor yang berbeda jika menggunakan varietas bawang putih yang berbeda. Hal ini pada akhirnya akan berpengaruh pada penerimaan konsumen terhadap produk tersebut.

(17)

di antaranya adalah varietas Kating, Shantung, dan Honan. Ketiga varietas tersebut berbeda dari segi penampakan maupun ketajaman baunya. Setiap varietas bawang putih mengandung jumlah dan komposisi senyawa sulfur volatil yang berbeda.

1.2 TUJUAN

Kegiatan magang ini bertujuan :

1. Menganalisis komponen volatil pembentuk flavor dalam dua varietas bawang putih (Kating dan Shantung) untuk diaplikasikan pada kacang salut.

2. Melakukan pemilihan metode ekstraksi terbaik untuk mengekstrak komponen volatil pembentuk flavor pada bawang putih (Kating dan Shantung).

(18)

II. PROFIL PERUSAHAAN

2.1 SEJARAH DAN PERKEMBANGAN

Grup Garudafood berawal dari sebuah perusahaan keluarga yang bergerak di bisnis kacang garing, yakni PT. Tudung Putrajaya. Perusahaan ini didirikan di Pati, Jawa Tengah, oleh almarhum Darmo Putro yang memulai usahanya sebagai produsen tepung tapioka. Sejak tahun 1987, perusahaan mulai serius berkonsentrasi di bisnis kacang garing dengan meluncurkan merek Kacang Garing Garuda, yang belakangan sangat populer di masyarakat dengan sebutan ringkas Kacang Garuda.

Untuk menjamin Kacang Garuda dapat dinikmati oleh konsumen di seluruh pelosok negeri dan tersedia dalam jumlah yang cukup, jaringan distribusi Garudafood terus diperkokoh dengan mendirikan PT. Sinar Niaga Sejahtera pada tahun 1994. Sejalan dengan berkembangnya waktu, perusahaan yang tadinya berfungsi sebagai perusahaan pendukung ini akhirnya dapat menjadiprofit centretersendiri bagi kelompok usahanya.

Seiring kemajuan demi kemajuan yang dicapai produk kacang garingnya, perusahaan terus melakukan inovasi dengan melakukan upaya diversifikasi produk dan penerapan mesin-mesin baru berteknologi modern. Pada tahun 1995, melalui PT. Garuda Putra Putri Jaya, perusahaan mendirikan pabrik kacang lapis yang meliputi: kacang atom, kacang telur, dan kacang madu. Ekspansi ke beragam produk kacang ini ternyata mendapat sambutan hangat dari pasar. Buktinya, meskipun masih baru, daya serap pasar atas produk kacang lapis ini ternyata mampu melampaui prestasi yang dicapai oleh produk kacang garing.

Untuk menjamin pasokan bahan baku utama (kacang tanah) yang berkualitas tinggi dan tersedia sesuai kapasitas produksi pabrik, tahun 1996 didirikan PT. Bumi Mekar Tani, yang bergerak di bidang perkebunan kacang. Selain memiliki kebun kacang sendiri, perusahaan ini banyak menjalin kerjasama dengan para petani kacang, khususnya di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Barat. Dengan demikian, secara aktif perusahaan mengembangkan sistem kemitraan usaha yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Sejumlah industri makanan ringan kini mulai bernaung di bawah payung Garudafood. Sesuai visi dan misinya, kelompok usaha ini tentu saja tidak cepat berpuas diri dengan prestasi yang telah dicapai selama ini. Berbagai inovasi terus dilakukan untuk terus membuat produk-produk baru yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Semua itu dilakukan, tidak lain demi kepuasan yang sebesar-besarnya bagi para konsumen yang merupakan penentu hidup matinya sebuah perusahaan.

Kini di atas areal lebih dari 35 hektar yang tersebar di berbagai lokasi, telah berdiri pabrik-pabrik indutri Garudafood yang didukung oleh mesin dan peralatan berteknologi modern. Mesin oven yang mencakupdrying machinedanroasting machinemisalnya, khusus didatangkan dari Belgia dan Jerman. Selain itu, kini Garudafood juga mulai memesan mesin-mesin yang didisain secara khusus sesuai dengan kebutuhan spesifik dari produk-produk yang dikembangkan. Hal ini tercapai berkat kerjasama yang simultan dan terencana antara Divisi Pemasaran, Divisi Riset dan Pengembangan, serta Divisi Produksi, yang pada akhirnya mampu menyuguhkan beraneka macam produk makanan dan minuman yang inovatif dan berstandar internasional, dengan tetap mengacu kepada selera dan kepuasan pelanggan. Sampai saat ini, PT. Garudafood telah memiliki beberapa divisi, antara lain :

(19)

 DivisiJellydi PT. Tri Teguh Manunggal Sejati (Tangerang)

2.2 RUANG LINGKUP USAHA

Dalam menjalankan usahanya, PT. Garudafood Putra Putri Jaya senantiasa berusaha untuk mengacu pada semangat pendiri, yaitu Sukses itu lahir dari kejujuran, keuletan, dan ketekunan yang diiringi doa untuk mencapai visi dan misi perusahaan yang telah ditetapkan. Visi dari perusahaan ini adalah menjadi salah satu perusahaan terbaik di industri makanan dan minuman di Indonesia dalam aspek profitabilitas, penjualan, dan kepuasan konsumen melalui karya yang kreatif dan inovatif dari seluruh karyawan yang kompeten. Misi dari PT. Garudafood Putra Putri Jaya adalah :

1. Memuaskan konsumen dengan menyediakan :

- Produk-produk makanan dan minuman berkualitas

- Produk-produk konsumsi dan layanan berkualitas yang bukan berasal dari bahan-bahan yang merupakan hasil pengorbanan hewan atas kehendak langsung perusahaan

2. Membentuk komunitas karyawan untuk tumbuh bersama dan mengembangkan kualitas kehidupan, lingkungan kerja dan pekerjaan para karyawan

3. Menciptakan kemanfaatan jangka panjang yang berkesinambungan dalam hubungan antara perusahaan dengan seluruh mitra usaha

4. Meningkatkan nilai tambah bagi pemegang saham dengan menjalankan etika bisnis dan pengelolaan perusahaan yang baik

Produk-produk Garudafood didistribusikan oleh PT. Sinar Niaga Sejahtera yang merupakan Divisi Distribusi dari holding company. Didirikan 1994, peran PT. Sinar Niaga Sejahtera sangat menentukan bagi perkembangan Garudafood. Karena perannya, berbagai macam produk Garudafood bisa diperoleh konsumen di wilayah-wilayah pelosok seluruh Indonesia. Hingga tahun 2006, PT. Sinar Niaga Sejahtera telah memiliki 96 depo, yang melayani hampir 150,000 outlet pelanggan di seluruh Indonesia. Tidak hanya itu, untuk lebih memperluas jaringan, PT. Sinar Niaga Sejahtera juga bermitra dengan subdistributor besar yang tersebar dari Aceh sampai Papua.

2.3 PRODUKSI

Berbagai macam produk yang telah dihasilkan oleh PT. Garudafood antara lain : 1. ProdukPeanuts meliputi Ting-Ting, Kacang Atom, Kacang Atom Telor, Kacang Kulit, dan

Kacang Kulit Rasa

2. ProdukJellymeliputi Jelly Bollo Drink dan Okky Jelly Drink

3. ProdukSnackmeliputi Keripik Kentang Leo, Keripik Pisang Leo, dan Pilus

4. Produk Biscuit meliputi Gery Bismart, Gery Bishoc, Gery Cracker Beras, Gery Refill-E, Gery Snack dan Sereal, Gery Soes, Wafer Cream Coklat Keju, Gery Chocolatos, Gery Cokluut, Gery Wafer Stick Coklat, Gery Wafer Stick Coklat Keju, dan Gery Wafer Stick Coklat Susu

(20)

III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 BAWANG PUTIH

3.1.1 Riwayat

Tanaman bawang putih diduga berasal dari Cina, kemudian menyebar ke daerah laut tengah, dan beberapa negara di dunia. Budidaya bawang putih telah ada sejak abad ke 16, dan kini sentra primer tanaman ini adalah Cina, India, Asia Tengah, Mediterania, Meksiko Selatan, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Tanaman bawang putih diduga masuk ke wilayah Indonesia pada abad ke 19, bersamaan dengan arus lalu lintas perdagangan antar negara, terutama pedagang Cina dan India (Winarno dan Koswara 2002).

Sekitar pertengahan abad ke-17, tepatnya tahun 1665, wabah sampar (pes) melanda Inggris dengan hebatnya. Ribuan penduduk meninggal dan ribuan lagi terpaksa mendapat perawatan intensif. Wabah ini telah menjalar ke seluruh pelosok daratan Eropa dan menjadi momok yang mengerikan waktu itu. Bahkan, wabah ini telah menyebar sampai daratan Amerika. Di tengah-tengah kekalutan itu terjadi keanehan di sebuah rumah di daerah Chester, Inggris. Seluruh penghuni rumah itu selamat dari wabah. Selidik punya selidik, ternyata di dalam rumah itu tersimpan sejumlah besar bawang putih. Konon, menurut catatan sejarah, bawang putih inilah sang penyelamatnya (Wibowo 2007).

Pada masa-masa berkecamuknya perang, bawang putih pun tidak ketinggalan. Dalam perang dunia I, bawang putih mempunyai peranan besar dalam pengobatan bagi prajurit yang terluka di medan perang. Peranan bawang putih ini terulang lagi dalam perang dunia II. Pada waktu itu, bagian pelayanan kesehatan telah mencatat bahwa beribu-ribu ton bawang putih digunakan selama berkecamuknya perang tersebut (Wibowo 2007).

Bagi bangsa Roma, bawang putih bahkan dianggap sebagai sumber kekuatan. Tentara Roma yang terkenal gagah perkasa di medan pertempuran ternyata tidak dapat berpisah dengan bawang putih. Seperti ketagihan, mereka selalu ingin memakan bawang putih dalam jumlah banyak. Konon, ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan keberanian dan semangatnya. Discorides, ketua tim dokter yang bertugas pada balatentara Roma sekitar abad II, selalu memberikan resep bawang putih kepada para pasukannya untuk mengatasi keluhan sakit paru-paru, mulas, gangguan pencernaan, dan sebagainya (Wibowo 2007).

Bawang putih ataugarlicmerupakan anggota bawang-bawangan yang mungkin paling populer. Bawang yang mempunyai nama ilmiahAllium sativum L.ini merupakan keturunan bawang liar Allium longicurpis Regel, yang tumbuh di Asia Tengah yang beriklim subtropis. Setelah dibudidayakan (sativumberarti dibudidayakan), bawang putih menyebar ke daerah-daerah di Laut Tengah dan akhirnya menyebar di Indonesia (Winarno dan Koswara 2002). Secara taksonomi, klasifikasi tanaman bawang putih adalah sebagai berikut :

(21)

 sub divisio :Angiospermae  klas :Monocotyledone  ordo :Lili

 familia :Liliaceae  genus :Allium

 spesies :Allium sativum

Bawang putih termasuk salah satu familia Liliaceae yang populer di dunia. Bawang putih mempunyai nilai komersial yang tinggi dan tersebar di seluruh dunia. Oleh karena itu tidak heran jika bawang putih memiliki banyak nama. Di Indonesia bawang putih punya banyak nama panggilan, yaitu lasuna moputi (Manado), pia moputi (Gorontalo), lasuna kebo (Makasar), bawang bodas (Priangan), kosai botil (Pulau Buru), dan bawa de are (Halmahera). Sementara itu, di Negara-negara seberang mempunyai nama panggilan lain. Orang-orang Inggris menyebut garlic, orang Arab menamainya

thoam, dan di Jerman disebutknoflook(Wibowo 2007).

Berdasarkan SNI nomor 01-3160-1992 tentang Standar Bawang Putih, deskripsi bawang putih adalah umbi tanaman bawang putih (Allium sativum L.) yang terdiri atas siung-siung bernas, kompak, masih terbungkus oleh kulit luar, bersih, dan tidak berjamur. Bawang putih tersusun atas beberapa senyawa kimia, dimana air adalah komponen dengan jumlah terbesar (Winarno dan Koswara 2002).

3.1.2 Botani

Tanaman bawang putih merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 30-60 cm dan membentuk rumpun. Sebagaimana warga kelompok

Monokotiledon, sistem perakarannya tidak memiliki akar tunggang. Akarnya berupa akar serabut yang tidak panjang, tidak terlalu dalam berada di dalam tanah. Dengan perakaran yang demikian, bawang putih tidak tahan terhadap kekeringan. Kebutuhan air untuk pertumbuhannya cukup banyak, terutama pada waktu proses pembesaran umbi (Wibowo 2007).

Tanaman bawang putih memiliki daun yang panjang, pipih, dan agak melipat ke dalam dengan arah membujur. Banyaknya daun 7-10 helai per tanaman. Kelopak-kelopak daunnya meskipun tipis tetapi kuat dan membungkus kelopak-kelopak daun di dalamnya yang lebih muda sehingga membentuk batang semu (Winarno dan Koswara 2002).

Di bagian bawah tanaman terdapat umbi-umbi yang terbungkus oleh kelopak-kelopak daun yang tipis dan kering membentuk umbi-umbi kecil. Umbi-umbi kecil ini terbalut oleh kelopak daun yang mengering. Bagian dasar atau pangkal umbi berbentuk cakram yang sebenarnya merupakan batang pokok tidak sempurna (rudimenter). Dari batang ini muncul akar-akar serabut yang tumbuh mendatar. Akar serabut tersebut merupakan akar penghisap makanan semata dan bukan pencari air dalam tanah. Umbi bawang putih dan bagian-bagiannya dapat dilihat pada Gambar 1 (Wibowo 2007).

(22)

Gambar 1. Umbi bawang putih dan bagian-bagiannya (Wibowo 2007) Keterangan Gambar :

A. Umbi bawang putih

B. Umbi bawang putih dipotong melintang

C. Siung bawang putih dibelah membujur memperlihatkan bagian di dalamnya 1. Pusta tajuk yang dibungkus daun-daun bawang putih membentuk batang semu 2. Pangkal daun (pelepah) yang mongering, tipis dan kuat membungkus siung-siung

menjadi satu membentuk umbi besar

3. Daun dewasa pada siung yang paling luar membungkus daun menebal (siung), berfungsi sebagai pelindung siung

4. Daun dewasa menebal disebut siung

5. Batang pokok yang rudimenter berbentuk seperti cakram, sering disebut cakram 6. Akar serabut tidak panjang, tidak terlalu dalam tertanam dalam tanah

7. Lubang kecil silindris dalam tunas yang berisi tunas vegetatif

8. Siung kedua yang tumbuh menempel di bagian luar umbi tetapi masih terbungkus satu menjadi umbi

9. Tunas vegetatif dalam siung yang akan menjaid calon tanaman baru

10. Ujung siung yang sering mongering dan mempersulit keluarnya tunas vegetatif 11. Tunas vegetatif yang muncul dari umbi samping

12. Umbi samping

(23)

Kelembapan yang disukai bawang putih adalah sekitar 60-70%. Kalau terlalu tinggi akan sangat tidak menguntungkan, yaitu mudah terserang penyakit oleh jamur UpasdanAlternaria, serta cendawan-cendawan lainnya. Oleh karena itu, bawang putih ditanam pada musim kemarau dengan pengairan yang baik (Wibowo 2007).

Keasaman tanah yang baik untuk bawang putih adalah pH 6,0-6,8. Dalam rentang yang lebih besar, bawang putih masih toleran terhadap keasaman tanah sekitar pH 5,5-7,5. Tanah dengan kadar pH asam sekitar pH 4 atau lebih rendah dapat dikurangi keasamannya dengan pengapuran. Akan tetapi, akar bawang putih sangat peka terhadap pengapuran secara langsung. Karenanya, pengapuran tanah untuk budidaya bawang putih dilakukan sebelum penanaman, yaitu sekitar satu bulan sebelumnya (Wibowo 2007).

Bawang putih umumnya diusahakan di daerah dataran tinggi dengan iklim kering. Tanaman ini memiliki daun yang pipih, lurus dan padat, sedangkan umbinya terbagi menjadi bagian kecil-kecil atau dalam bentuk tunggal yang dilindungi lapisan kulit. Bawang putih dapat dipanen apabila tanda-tanda umur panen tanaman sudah terlihat yaitu bila 35-65% daunnya sudah menguning, umbi berhenti tumbuh dan menonjol di atas permukaan tanah, serta ujung umbi mulai berwarna kecoklatan. Umumnya bawang putih dipanen pada umur 105-120 hari (Purnomowatiet al.1992).

Nilai gizi bawang putih bervariasi berdasarkan jenis dan bagian bawang yang dimakan. Nilai gizi bawang putih juga ditentukan oleh kondisi pertumbuhan, waktu panen, dan cara pengolahannya. Komposisi zat gizi bawang putih per 100 gram bahan yang dapat dimakan tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi zat gizi bawang putih per 100 g bahan yang dapat dimakan

Komponen Kandungan

Energi (kkal) 122

Protein (g) 3.5-7,0

Lemak (g) 0.3

Total Karbohidrat (g) 24,0-27,4

Kalsium (mg) 26-28

Fosfat (mg) 79-109

Besi (mg) 1.4-1.5

Natrium (mg) 16-28

Kalium (mg) 346-377

Serat (g) 0,7

Air (g) 60.9-67.8

Sumber : Wibowo (2007)

3.1.3 Jenis

(24)

yang putih. Negara penghasil utama bawang putih adalah Cina, Spanyol, Mesir, Thailand, Korea, dan India (Winarno dan Koswara 2002).

Sering dijumpai jenis bawang putih yang ditanam di suatu tempat berbeda dengan jenis yang ditanam di daerah lain. Sama-sama bawang putih, tetapi terdapat perbedaan sifat atau ciri-cirinya. Sama-sama bawang putih, tetapi jenisnya yang berbeda. Perbedaannya dapat dilihat dari besar tanaman, umur panen, produktivitas tanaman, ukuran umbi, jumlah dan ukuran siung, bentuk dan warna umbi, kandungan zat kimia dalam umbi, ketahanan terhadap penyakit, persyaratan pertumbuhan, dan sebagainya. Istilah bagi jenis yang berbeda sifat atau ciri-cirinya ini disebut dengan kultivar atau varietas (Wibowo 2007).

Apabila pada suatu areal tanaman ditemui ada jenis baru yang berbeda, jenis tersebut disebut dengan kultivar. Namun demikian, suatu jenis bawang putih hanya dapat disebut kultivar baru, jika memiliki perbedaan sifat atau ciri-ciri dengan jenis bawang putih yang sudah ada. Bila setelah kultivar tersebut ditanam kembali dan ternyata setelah beberapa generasi masih menunjukkan sifat yang tidak berubah, dalam arti sudah mantap, maka jenis tersebut dapat disebut sebagai varietas baru. Dengan demikian antara kultivar dengan varietas ada perbedaannya. Kultivar sifat-sifatnya belum mantap, sedangkan varietas memiliki sifat yang mantap dan tidak berubah meskipun ditanam dalam beberapa generasi.

Bawang putih mempunyai dua subspesies, yaituhardneckdansoftneck.Softneck

lebih mudah dibudidayakan dan lebih tahan lama, sedangkanhardneckcenderung sedikit menghasilkan bunga dan umbi. Hardneck termasuk spesies Allium sativum, subspesies

ophioscorodon.Hardneckumumnya digemari oleh juru masak sebab menghasilkan flavor yang khusus dan mudah dikupas umbinya. Subspesies ini tumbuh baik pada iklim dingin dan mempunyai daya simpan sedang. Mereka dicirikan oleh terbentuknya batang kayu yang kuat pada bagian tengah. Batang ini nantinya akan menghasilkan bunga. Subspesies ini biasanya mengalami musim panen yang agak lama. Bawang putih dari subspesies ini menghasilkan panas dan aroma yang kuat, memiliki pelepah pembungkus siung yang mudah dilepas, dan memiliki tangkai sentral yang tinggi. Selain itu, bawang putih yang tergolong ke dalam subspesies hardneck memiliki bunga yang steril, memiliki siung antara 4-12 buah, masa simpan yang lebih pendek dibandingkansoftneck, dalam beberapa bulan penyimpanan lebih mudah mengering dan membentuk tunas (Everhartet al.2003).

Softneck juga termasuk dalam spesies Allium sativum, tetapi tergolong subspesiessativum. Bawang putihsoftneckdicirikan oleh adanya batang pusat yang lunak dan tidak terlihat jelas, di sekelilingnya terdapat lapisan umbi. Subspesies ini tidak bergerombol dan umbi yang dihasilkannya sangat besar. Softneck biasanya digunakan untuk pengawetan dan memiliki daya simpan mencapai lebih dari 10 bulan setelah dipanen. Subspesies ini mudah ditanam, hasilnya berlimpah dan mudah beradaptasi dengan keadaan tanah dan kondisi iklim yang bervariasi. Subspesies ini cepat dipanen dan menghasilkan panas yang lebih ringan. Bawang putih yang termasuk jenis ini diantaranya

Silverskin, Ajo Rojo, Keeper, Early Italian Red, Kettle River Giant, Oregon Blue, Red Toch, Translyvanian, Susanville, Japanese, Pyong Vang, Red Janice, dan Shantung

(Anonim 2008).

(25)

+ H2O

(alliin) (asam piruvat)

Cipanas, Jawa Barat, yang ketinggiannya sekitar 1100 m dpl. Namun demikian, baru dapat dipungut hasilnya pada umur enam bulan. Hasilnya pun masih terhitung rendah, sekitar 1.4 ton umbi kering per hektar. Varietas Kating yang didatangkan dari RRC belahan selatan pada garis lintang 23°LU, memang masih dapat berumbi di Indonesia. Tetapi kalau Kating dari daerah Cina Utara, pada garis lintang 40°LU, diduga sukar berumbi di Indonesia (Wibowo 2007).

3.1.4 Komponen Aktif

Citarasa dan aktivitas biologi bawang ditentukan oleh jenis dan jumlah prekursor pembentuk citarasa (Eskin 1979). Prekursor pembentuk flavor pada bawang putih lebih ditentukan oleh S-2-propenil sistein sulfoksida. Eskin (1979) menggolongkan bawang berdasarkan prekursor citarasa utamanya (Tabel 2).

Tabel 2. Penggolongan bawang berdasarkan prekursor citarasa utamanya

Prekursor Spesies

S-1-propenil-Lsistein sulfoksida S-2-propenil-L-sistein sulfoksida

S-metil-L-sistein sulfoksida

Allium cepa L.

Allium sativum L.

Allium tuberosum R.

Allium ursinum L.

Allium alfaturense

Allium flavum L.

Allium pulchellum D.

Sumber : Eskin (1979)

Substrat enzim alliinase ( -2-propenyl-L-cysteine sulphoxide) diidentifikasi sebagai prekusor utama pada bawang putih. Komponen ini dikonversi menjadi

2-propenyl-2-propenethiol-sulphinate (allicin), tetapi di dalam bawang putih setidaknya masih terdapat lebih dari empat prekusor. Prekusor ini terletak pada semua bagian sitoplasma sel (Lagoset al.1995).

Citarasa dan aktivitas biologi bawang putih timbul setelah jaringan selnya terluka. Rusaknya jaringan sel bawang putih menyebabkan enzim alliinase(alliin alkyl-sulphinate-liaseatau C-Sliase; EC. 4.4.1.4) yang terdapat pada vakuola sel bawang putih menjadi aktif (Eskin 1979). Mekanisme reaksi enzimalliinasedapat dilihat pada Gambar 2.

R-SO-CH2-CH(NH2)COOH S + NH3 + CH3COCOOH

Gambar 2. Mekanisme reaksi enzim aliinase yang terdapat pada bawang putih (Eskin 1979)

aliinase

(26)

Ketika jaringan segar pada sel bawang putih terluka, prekusor flavor bereaksi di bawah kontrol enzim alliinase (S-alk(en)yl-L- cysteine sulphoxide Lyase) untuk menghasilkan allyl sulphenic acidyang sangat reaktif, sertaammoniadan asam piruvat.

Alliinatau S-allyl cysteine sulphoxideadalah komponen sulfur pertama yang diisolasi dari

Allium sativum L. (bawang putih). Enzim alliinase terikat pada vakuola sel, sedangkan prekusor flavor terikat pada sitoplasma yang kehadirannya dalam sel berupa gelembung-gelembung kecil yang terikat satu sama lain. Oleh karena itu, enzim hanya dapat bereaksi dengan prekusor ketika selnya dirusak. Pada bawang putih, katalisis dari alliinase

membentuk allicin, yang memberikan karakteristik bau pada bawang putih (Pandey 2001).

Allicin merupakan komponen utama yang memberikan bau khas pada bawang putih. Allicin dihasilkan ketika bawang putih diiris atau dihancurkan yang akan menimbulkan reaksi enzimatik yaitu enzim alliinaseyang mengkonversi alliin menjadi

allicin.Allicin dikenal sebagai suatu senyawa yang kuat daya anti bakterinya, kira-kira daya kerjanya sama dengan penisilin terhadap bakteri. Daya kerja allicin sebanding dengan 15 unit penisilin per miligramnya (Winarno dan Koswara 2002).

Alisin bersifat sangat tidak stabil dan di udara bebas akan berubah menjadi dialil disulfida hanya dalam satu menit saja. Dialil disulfida merupakan senyawa sekunder penentu aroma bawang putih. Beberapa produk volatil lainnya dari hasil dekomposisi lanjut komponen sulfur pada bawang putih adalah dialil sulfida, dialil trisulfida, dimetil trisulfida, metil alil disulfida, 1-propenil alil disulfida, dimetil sulfida, alil metil disulfida, metil propil disulfida, dan vinildithiin (Winarno dan Koswara 2002). Degradasi enzimatik dan non-enzimatikalliindapat dilihat pada Gambar 3.

(S-2-propenyl-L-cysteine sulfoxide) Allyl sulfenic acid+Ammonia

+

Diallyl disulfide Pyruvate acid

kondensasi SO2 Diallyl

Diallyl sulfide thiosulfinate Diallyl thiosulfinate

(Allicin)

kondensasi

Thioacrolein + Allyl sulfenic acid Ajoene

+

Thioacrolein dehidrasi &

dekomposisi 3,4-dihidro-3-vinyl-1,2-dithiin

(produk sampingan) Allyl thiol + Allyl sulfonic acid

2-vinyl-(4H)-1,3-dithiin +

(produk utama) Allicin

transformasi

3,4-dihidro-3-vinyl-1,2-dithiin

dekomposisi Diallyl trisulfide

suhu kamar, 2 jam

Diallyl sulfide(14%),

Diallyl disulfide(66%), &

Diallyl trisufide(9%)

Gambar 3. Degradasi enzimatik dan non-enzimatikalliin(Block 1992) Penguraian -eliminasi -el i m in as i degradasi degradasi (Alliin)

(27)

3.2 METODE EKSTRAKSI

Untuk mendapatkan komponen volatil dari suatu bahan pangan, maka diperlukan suatu metode ekstraksi yang dapat memisahkan antara komponen volatil yang akan dianalisis dengan komponen-komponen non-volatil lainnya, seperti protein, karbohidrat, air, lemak, mineral, vitamin, dan lain-lainnya dari suatu bahan pangan (Reineccius 1993).

Heath dan Reinneccius (1986), menyatakan bahwa dalam mengekstrak/mengisolasi komponen-komponen volatil dari suatu bahan pangan diperlukan suatu tahapan perlakuan terhadap bahan pangan tersebut sehingga komponen interest yang akan dianalisis dapat terekstrak dengan baik dan efisien. Adapun tahapan proses ekstraksi tersebut meliputi:

1. Perlakuan awal terhadap bahan pangan yang akan dianalisis, dengan cara pemotongan, penggilingan, penghalusan, pencacahan, atau sentrifugasi. Hal ini bertujuan agar pelarut organik yang digunakan untuk mengekstraksi komponen volatil dapat berpenetrasi dengan baik ke dalam bahan tersebut.

2. Kontak bahan dengan pelarut. Pada tahap ini diharapkan pelarut dapat menangkap komponen-komponen volatil yang terdapat di dalam bahan, dengan demikian proses pencampuran bahan dengan pelarut harus dilakukan secara efisien dan optimal, misalnya dengan pengadukan (stirer), pemanasan, atauvorteks.

3. Pemisahan hasil ekstrak dari bahan yang dianalisis. Proses pemisahan bahan dengan pelarut harus dilakukan dengan teliti, sehingga residu-residu yang dapat mengganggu (seperti serat, biji, kotoran) proses analisis selanjutnya dapat dihilangkan.

4. Penguapan pelarut dan pemekatan. Penguapan pelarut bertujuan agar konsentrasi komponen flavor yang telah diperoleh menjadi lebih pekat sehingga intensitas baunya menjadi meningkat. Proses penguapan pelarut dilakukan pada suhu rendah (titik didih pelarut) untuk menghindari kerusakan atau kehilangan komponen flavor.

Heath (1981) menyatakan bahwa komponen flavor yang diekstrak dari suatu bahan pangan dapat mengalami kerusakan (off-flavor) ataupun hilang sebagian karena proses degradasi termal yang terlalu berlebihan sehingga akan menimbulkan aroma yang menyimpang ataupun berkurang aroma aslinya.

Ria (1989) melaporkan semakin halus ukuran partikel bahan, semakin banyak jumlah komponen yang diekstrak. Ekstraksi komponen bawang putih dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macam metode. Berdasarkan bentuknya, hasil ekstraksi dibedakan menjadi dua, yaitu bentuk ekstrak dan distilat. Block (1992) menerangkan bahwa kehilangan komponen volatil pada bentuk ekstrak lebih kecil, tetapi di dalamnya terlarut berbagai macam senyawa organik seperti karbohidrat, lemak, pigmen dan komponen lainnya, dan hasil ekstrak dalam bentuk distilat lebih jernih.

(28)

Tabel 3. Perbandingan beberapa komponen volatil aktif bawang putih yang dapat terekstrak dengan berbagai metode ekstraksi

Komponen Konsentrasi (x 10

-6

g/g umbi bawang putih) Distilasi air Distilasi L-N Distilasi uap

Dialil sulfida Dialil disulfida Dialil trisulfida Total volatil 29.60 548.11 1010.83 2065.25 30.86 537.18 1060.89 2331.42 49.39 530.44 1024.90 2076.57 Sumber : Yuet al.(1989)

3.2.1 Maserasi (Perendaman)

Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik merupakan metode yang cukup sederhana di antara metode ekstraksi lainnya, akan tetapi untuk beberapa bahan pangan seperti buah-buahan, metode ini cukup efisien karena dapat mengekstrak komponen flavor buah-buahan yang sebagian besar komponennya merupakan komponen yang sensitif terhadap pengaruh suhu tinggi.

Tahapan dari proses ekstraksi ini meliputi persiapan bahan mentah, pencampuran dengan pelarut, pemisahan bahan terlarut dari residunya, serta penguapan dan pemekatan pelarut. Heath (1981), membagi metode ekstraksi dengan pelarut menjadi tiga, yaitu maserasi, digestion, dan perkolasi. Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan penghancuran sampel terlebih dahulu, kemudian dicampur dan direndam dengan pelarut beberapa jam pada suhu dingin sambil dilakukan pengadukan agar pencampurannya merata. Setelah komponen volatil tercampur dengan pelarut, dilakukan pemisahan antara pelarut dan bahan dengan cara penyaringan. Digestion merupakan ekstraksi yang dilakukan dengan menggunakan pemanasan pada suhu sekitar 60ºC, lamanya proses ekstraksi berlangsung sekitar 24 jam. Perkolasi merupakan proses ekstraksi dengan mengalirkan pelarut terhadap bahan yang diekstrak secara kontinyu dan dilakukan dengan menggunakan pemanasan maupun tanpa pemanasan.

Cronin (1982) menyatakan bahwa penggunaan pelarut untuk mengekstrak komponen flavor harus mempunyai titik didih rendah sebab penguapan pelarut dari hasil ekstraksi dapat dengan mudah dilakukan dan tidak merusak komponen flavor yang terekstrak. Selain itu, Larsen dan Poll (1990) menyarankan agar pada perbandingan antara pelarut dan bahan yaitu 1 : 1 (w/v) sehingga hasil ekstraksi tidak membentuk gel dan cukup efisien dalam mengekstrak komponen volatil.

(29)

Tabel 4. Daftar pelarut organik untuk ekstraksi flavor dan titik didihnya

Pelarut Titik didih

(ºC) Pelarut

Titik didih (ºC)

Metil klorida -24 Etil klorida 12.5 Isopentana 27-31 Petroleum eter 30-70 Dietil eter : Pentana (2:1) 33.5 Dietil eter 35

Pentana 36 Dikloromentana 40.5

Aseton 58 Kloroform 61

Tetrahidrofuran 66 Heksana 69

Etil asetat 77 Karbon tetraklorida 77.5

Etanol 78.5 Benzena 80

Sikloheksana 81 Nitrometana 98

Heptana 98.5 Metil glikol 124.5

Etilen glikol 135 n-amil asetat 138 Isoamil asetat 142.5 Sikloheksanol 160

Propilen glikol 188 Gliserol 290

Sumber : Heath (1981)

3.2.2 Likens-Nickerson

Likens dan Nikerson pada tahun 1964, telah melakukan modifikasi alat ekstraksi komponen flavor yang bertujuan meningkatkan efisiensi metode ekstraksinya, dengan mengkombinasikan metode distilasi dan ekstraksi dengan pelarut dalam suatu rangkaian alat yang prosesnya berjalan secara simultan. Satu labu diisi dengan bahan yang telah dicampur dengan air dan salah satu labu lainnya berisi pelarut organik. Masing-masing labu dipanaskan sesuai dengan kondisi titik didihnya dan uapnya bertemu pada bagian tengah alat Likens-Nickerson. Metode ekstraksi ini tidak cocok digunakan untuk mengekstrak komponen-komponen volatil yang tidak tahan panas tinggi (termolabil) sehingga dapat menyebabkan kerusakan ataupun kehilangan komponen flavor (off-flavor) bahkan dapat saja terjadi kemungkinan terbentuk komponen volatil baru hasil dari reaksi senyawa-senyawa kimia yang disebabkan oleh degradasi suhu.

3.3 FRAKSINASI

Fraksinasi merupakan proses pemisahan komponen berdasarkan perbedaan sifat tertentu dari suatu komponen penyusun senyawa atau campuran. Fraksinasi biasanya didasarkan oleh perbedaan ukuran partikel, kepolaran, berat molekul, titik didih, dan perbedaan muatan listrik atau medan magnet. Menurut Morris dan Morris (1976), metode pemisahan yang paling sederhana adalah filtrasi atau penyaringan.

(30)
[image:30.595.118.497.148.589.2]

gaya-gaya antar fase yang bekerja, yaitu berdasarkan penyerapan (adsorpsi), pertukaran ion, partisi, dan penyaringan (Tabel 5).

Tabel 5. Klasifikasi metode pemisahan

Metode pemisahan Gaya pendorong (F1) Gaya penghambat (F2) Gaya penentu pemisahan Jenis pemisahan Kromatografi a. adsorpsi b. penukaran, pengeluaran ion c. partisi d. penyaring e. elektroforesis Hidrodinamik Hidrodinamik Hidrodinamik Hidrodinamik Gravitasi Elektrokinetik Elektrostatik Energi permukaan Gaya Van der Walls Elektrostatik Polarisabilitas Penyaring molekul Difusi, interaksi dipole, pengaruh asosiasi dan disosiasi Osmotik Friksi molekuler F2 F2 F2 F2 F1 Polar Ionik, dimensi molekuler Polar Dimensi molekuler Ionik

Sumber : Morris dan Morris (1976)

Metode pemisahan dengan kromatografi dapat dilakukan dengan kromatografi lapis tipis, kromatografi kertas, HPLC, dan kromatografi gas. Kromatografi gas mempunyai kelebihan dibandingkan dengan metode kromatografi lainnya, yaitu dapat memisahkan komponen dalam waktu lebih singkat, daya pemisahan yang lebih tinggi, dapat menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif komponen, dan mempunyai kepekaan analisis yang paling tinggi (McNair dan Bonelli 1988). Teranishiet al.(1971) menyatakan bahwa pemisahan komponen dengan kromatografi gas lebih sempurna dengan menggunakan kolom kapiler dan suhu yang terprogram.

(31)

menghitung jumlah atau besarnya suatu komponen yang terkandung di dalam suatu senyawa atau bahan tertentu.

3.3.1 Analisis Kualitatif

Fardiaz (1989) dan McNair dan Bonelli (1988) menyatakan bahwa analisis kualitatif yang paling sederhana ditentukan berdasarkan data waktu retensi atau volume retensi, yaitu dengan membandingkan data waktu retensi komponen contoh dengan data waktu retensi standar.

3.3.2 Analisis Kuantitatif

Prinsip analisis kuantitatif adalah besarnya puncak kromatogram berbanding lurus dengan jumlah yang terdapat dalam suatu cuplikan yang diinjeksikan (Fardiaz 1989). Analisis kuantitatif dapat ditentukan berdasarkan tinggi puncak, kalibrasi mutlak, dan dengan cara standar internal (McNair dan Bonelli 1988).

Fardiaz (1989) menyatakan bahwa pengukuran tinggi puncak merupakan analisis kuantitatif yang paling sederhana, tetapi relatif paling lemah sebagai dasar perhitungan kuantitatif karena tergantung pada kondisi operasional, reproduksibilitas penyuntikan, dan banyaknya contoh yang diinjeksikan. Analisis kuantitatif yang dihitung berdasarkan luas puncak harus dikoreksi dengan faktor koreksi dari tanggapan detektor terhadap setiap komponen yang dianalisis (McNair dan Bonelli 1988, Fardiaz 1989). Kalibrasi mutlak merupakan analisis kuantitatif dengan menggunakan kurva standar komponen murni, analisis ini membutuhkan banyak komponen standar, tanggapan detektor cukup berpengaruh, dan cara perhitungan yang cukup rumit.

McNair dan Bonelli (1988) menyatakan bahwa analisis kuantitatif yang didasarkan pada standar internal lebih sederhana. Standar internal yang digunakan mempunyai sifat-sifat, yaitu terpisah dari komponen contoh, terelusi dekat dengan komponen yang dianalisis, mendekati konsentrasi yang dianalisis, dan mempunyai struktur yang mirip dengan komponen yang dianalisis.

Campen, isoamil alkohol, dan benzil alkohol merupakan komponen beraroma yang dapat digunakan sebagai standar internal pada analisis komponen volatil, disebabkan ketiga komponen tersebut tidak terdapat pada bawang putih. Ceci et al. (1991) melaporkan bahwa isoamil alkohol dapat digunakan sebagai standar internal pada analisis komponen volatil bawang putih, sedangkan benzil alkohol telah digunakan pada analisis bawang merah dan bawang putih (Block 1992).

3.4 UJI SENSORI

Prosedur uji sensori merupakan salah satu bagian yang penting dalam penelitian flavor. Uji sensori bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan aroma karena reaksi kimia atau proses fisik di dalam bahan selama proses ekstraksi ataupun selama penyimpanan bahan dan untuk menentukan relevansi serta korelasi antara komponen kimia dengan flavor yang dihasilkan (Acree 1993).

(32)

banyak jumlah panelis maka hasil uji organoleptik tersebut semakin baik pula karena variasi data antar individu semakin kecil. Akan tetapi, penggunaan panelis semi terlatih maupun panelis terlatih jauh lebih efisien, baik dari segi keakuratan data maupun waktu. Sebelum dilakukan uji sensori, para calon panelis terlatih atau semi terlatih diseleksi dan dilatih terlebih dahulu karena setiap individu berbeda sensitifitas, keinginan, serta kemampuannya sehingga akan diperoleh jumlah panelis yang sedikit tetapi dapat diandalkan (Amerineet al.1965).

Jenis uji sensori yang umumnya digunakan di dalam penelitian flavor, meliputi uji pembedaan, uji skalar maupun uji penerimaan (Soekarto 1985). Uji-uji ini berguna dalam menganalisis berbagai macam perlakuan dan modifikasi proses.

3.5 KACANG SALUT

(33)

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1 BAHAN DAN ALAT

4.1.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi bawang putih yang terdiri atas varietas Kating dan Shantung (asal Cina), yang didatangkan dari pabrik kacang salut PT. Garudafood di Pati; dialil monosulfida dan dialil disulfida (standar eksternal); benzil alkohol (standar internal); dietil eter (pelarut organik); dan natrium sulfat anhidrat.

4.1.2 Alat

Alat yang dipakai adalah GC (Gas Chromatography), alat ekstraksi-distilasi Likens-Nickerson, alat ekstraksi maserasi, alat penghancur bawang putih, pisau, neraca analitik, dan alat-alat gelas lainnya.

4.2 METODE PENELITIAN

4.2.1 Penelitian Pendahuluan

4.2.1.1 Pembuatan Kacang Salut

Tahap penelitian pendahuluan diawali dengan mempelajari dan latihan pembuatan kacang salut pada skala laboratorium. Diagram alir proses pembuatan kacang salut dapat dilihat pada Gambar 4.

(34)
[image:34.595.203.471.75.410.2]

Gambar 4. Diagram alir pembuatan kacang salut

4.2.1.2 Analisis Kimia

4.2.1.2.1 Kadar Air Metode Distilasi (SNI 01-3181-1992 yang

dimodifikasi)

Analisis kadar air metode distilasi dilakukan pada sampel bawang putih (Kating dan Shantung). Bawang putih merupakan bahan pangan dengan kadar air tinggi dan mengandung komponen volatil yang mudah menguap. Proses penentuan kadar air tidak dapat ditentukan dengan metode oven, karena dikhawatirkan komponen volatilnya ikut menguap bersama-sama dengan air dan mengakibatkan kesalahan perhitungan.

Kadar air diukur dengan metode distilasi azeotropik dengan menggunakan labu Bidwell-Sterling. Bawang putih (Kating atau Shantung) sebanyak 3 g dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer kering dan ditambah 60 ml toluena. Kemudian dipanaskan pada pemanas listrik dan direfluks dengan suhu rendah (skala hot plate 4-5) selama 45 menit, lalu dinaikkan suhunya sampai skala 8 selama 1 jam. Pengukuran kadar air dilakukan dengan tiga ulangan pada masing-masing sampel. Kadar air metode distilasi azeotropik dapat dihitung dengan persamaan (1.1).

penyortiran

penyalutan

penggorengan Kacang yang sudah tersalut

pengemasan Kacang salut

(35)

Kadar air (%) =

Ws Vs

x FD x 100% (1.1)

dimana : Ws = berat contoh (g)

Vs = volume air yang terdestilasi dari contoh (ml) FD = faktor destilasi (g/ml)

Faktor destilasi (FD) dapat dihitung dengan persamaan (1.2).

FD =

V W

(1.2)

dimana : W = berat air yang akan didestilasi (g) V = volume air yang terdestilasi (ml)

4.2.1.2.2 Kadar Air Metode Oven (SNI 01-2891-1992)

Analisis kadar air metode oven dilakukan pada sampel lapisan katom (Kating dan Shantung). Lapisan katom merupakan bahan pangan yang kering dan tidak mudah menguap sehingga memerlukan pengeringan untuk pengukuran kadar airnya.

Metode pengukuran yang digunakan berdasarkan proses pengeringan bahan dalam oven. Sampel yang berupa lapisan katom (Kating atau Shantung) ditimbang sebanyak 5 g dalam cawan. Cawan untuk wadah sebelumnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator. Cawan dan sampel dikeringkan dalam oven dengan suhu 105C selama 3 jam. Kemudian didinginkan di dalam desikator dan lakukan penimbangan bobot akhir bahan hingga bobotnya tetap. Pengukuran kadar air dilakukan dengan tiga ulangan pada masing-masing sampel. Kadar air metode oven dapat dihitung dengan persamaan (2.1) dan (2.2).

Kadar air (% bb) =

W W W W( 1 2)

x 100 (2.1)

Kadar air (% bk) =

2 1 2 1 ) ( W W W W W   

x 100 (2.2)

dimana : W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g) W1 = bobot contoh + cawan kering kosong (g)

W2 = bobot cawan kosong (g)

4.2.1.2.3 Kadar Lemak Metode

Soxhlet

(SNI 01-2891-1992)

(36)

katom (Kating dan Shantung). Metode yang digunakan adalah metode

soxhlet. Analisis kadar lemak dengan metode soxhlet menggunakan alat ekstraksi yang terdiri atas kondensor dan pemanas listrik untuk mengekstrak kandungan lemak yang terdapat dalam bahan. Untuk sampel bawang putih dilakukan metode hidrolisis karena mengandung kadar air yang besar. Hidrolisis ini bertujuan mempermudah mengekstrak lemak yang terikat dalam matriks-matriks sampel.

Sampel yang telah dihaluskan, ditimbang sebanyak 1-2 g, dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas. Selongsong kertas yang berisi contoh tersebut disumbat dengan kapas pada kedua ujungnya. Sebelum disuling, selongsong tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80°C selama kurang lebih 1 jam. Setelah dioven, sampel tersebut dimasukkan ke dalam alat penyulingan soxhlet yang telah dirangkai dengan labu lemak berisi labu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Sampel tersebut diekstrak dengan pelarut heksan selama kurang lebih 6 jam. Setelah selesai di suling selama 6 jam, heksan disulingkan dan ekstrak lemak dikeringkan di dalam oven pengering pada suhu 105°C. Selesai di oven, ekstrak tersebut didinginkan di dalam desikator dan ditimbang bobotnya. Pengeringan ini diulangi terus hingga tercapai bobot yang relatif tetap. Pengukuran kadar lemak dilakukan dengan tiga ulangan. Kadar lemak dapat dihitung dengan persamaan (3.1) dan (3.2).

Kadar lemak (% bb) =

0 2 1 W W W

x 100 (3.1)

Kadar lemak (% bk) =

)) ( 100 ( ) ( bb air kadar bb lemak kadar

 x 100 (3.2)

dimana: W0 = Bobot contoh dalam gram (g)

W1 = Bobot labu + lemak hasil ekstraksi (g)

W2 = Bobot labu lemak kosong (g)

4.2.1.2.4 Kadar Protein Metode

Kjeldahl

(AOAC 960.52 yang

dimodifikasi)

Analisis kadar protein dilakukan untuk mengetahui kandungan protein yang terdapat pada masing-masing sampel. Sampel yang digunakan adalah bawang putih (Kating dan Shantung) dan lapisan katom (Kating dan Shantung). Metode penetapan kadar protein kasar menggunakan metode Kjeldahl. Metode ini umum digunakan untuk mengetahui kadar protein dalam bahan pangan. Pengukuran protein dengan metode Kjeldahl didasarkan pada pengukuran kadar nitrogen total yang ada dalam sampel.

(37)

Contoh uji ditimbang sebanyak (100-250 mg) ke dalam labuKjeldahl

dan ditambah 1.0 ± 0.1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, dan 2 ± 0.1 ml

H2SO4. Kemudian larutan tersebut ditambahkan 2-3 butir batu didih

dan dididihkan selama 1.5 jam dengan kenaikan suhu secara bertahap sampai cairan menjadi jernih kehijau-hijauan, lalu didinginkan. Sampel yang telah dingin diencerkan dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan ditepatkan sampai tanda garis. Larutan dipipet 5 ml dan dimasukkan ke dalam alat penyuling, kemudian ditambahkan 5 ml NaOH 30% dan beberapa tetes indikator PP, disuling selama kurang lebih 10 menit, sebagai penampung digunakan 10 ml larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator. Ujung pendingin dibilas dengan air suling dan dititar dengan larutan HCl 0,01 N. Blanko dibuat dengan mengganti sampel dengan air. Contoh uji dalam pengukuran ini masing-masing dibuat tiga ulangan. Kadar protein dapat dihitung dengan persamaan (4.1) dan (4.2).

% N =

contoh mg x NHCl x blanko HCl ml contoh HCl

ml ) 14,007

( 

Kadar protein (% bb) = % N x Faktor konversi (4.1)

Kadar protein (% bk) =

)) ( 100 ( ) ( bb air kadar bb protein kadar

 x 100 (4.2)

4.2.1.3 Kondisi Kromatografi Gas

Tahap ini bertujuan mencari kondisi kromatografi gas yang dapat memfraksinasi komponen volatil pembentuk flavor pada bawang putih secara baik berdasarkan bentuk dan garis dasar puncak kromatogram. Penentuan kondisi ini dilakukan dengan mencari program operasi kromatografi gas yang sesuai menggunakan beberapa standar, yaitu benzyl alcohol (standar internal), dialil monosulfida dan dialil disulfida (standar eksternal), dan diethyl ether

(pelarut). Kondisi operasi kromatografi gas yang didapatkan, nantinya akan digunakan pada tahap penentuan metode ekstraksi dan penelitian utama.

4.2.1.4 Penentuan Metode Ekstraksi

(38)

Uji sensori dilakukan terhadap aroma distilat dari masing-masing varietas bawang putih yang diekstrak, menggunakan uji pembedaan (difference from control), yaitu dengan memberikan penilaian terhadap aroma masing-masing distilat setelah dibandingkan dengan kontrol. Skala yang digunakan dalam melakukan penilaian adalah skala numerik (enam skala), yaitu 1 = aroma bukan bawang putih (menyimpang), 2 = aroma bawang putih sangat kurang kemiripannya, 3 = aroma bawang putih kurang kemiripannya, 4 = aroma bawang putih cukup mirip, 5 = aroma bawang putih mirip, dan 6 = aroma bawang putih mirip sekali (Kumara 1998). Hasil uji sensori ini dianalisis secara statistik. Selain dengan uji pembedaan (difference from control), penentuan juga dilakukan dengan melihat rendemen hasil ekstraksi dan hasil injeksi kromatografi gas.

4.2.1.4.1 Metode Maserasi (Perendaman)

Prosedur kerja metode ini, yaitu bawang putih yang telah dikupas kulit luarnya, dihancurkan dengan alat penghancur manual dalam waktu sesingkat mungkin, kemudian sebanyak 50 g hasil tersebut direndam menggunakan pelarut dietil eter dengan rasio (1:1) (Kumara 1998), selanjutnya distirer selama 15 menit dan disimpan semalam pada suhu refrigerasi.

Campuran tersebut dipisahkan dengan kertas saring dan ditambahkan Na2SO4anhidrat ke dalam ekstrak solven sebanyak dua

sudip agar terbebas dari air, kemudian dipekatkan dengan menghembuskan gas N2. Rangkaian alat hembus N2dapat dilihat pada

Gambar 5. Distilat yang diperoleh siap digunakan untuk analisis selanjutnya.

Gambar 5. Rangkaian alat hembus gas N2 untuk pemekatan hasil

[image:38.595.291.477.474.722.2]
(39)

4.2.1.4.2 Metode Likens-Nickerson

Metode Likens-Nickerson merupakan gabungan distilasi dan ekstraksi dengan pelarut secara simultan dengan menggunakan alat Likens-Nickerson (Gambar 6). Bawang putih yang telah dikupas kulit luarnya sebanyak 50 g, dihancurkan secara manual dalam waktu singkat, kemudian dimasukkan ke dalam labu A dan ditambahkan

aquades sebanyak 200 ml serta MgSO4 anhidrat sebanyak 40 g

(Widjajaet al. 1996). Selanjutnya pelarut dietil eter sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam labu B, kemudian masing-masing labu didihkan pada titik didihnya selama satu jam.

Ekstrak solvent pada labu B ditambah dengan Na2SO4

anhidrat sebanyak dua sudip agar terbebas dari air, kemudian dipekatkan dengan menghembuskan gas N2. Distilat yang diperoleh

[image:39.595.314.458.317.503.2]

siap digunakan untuk analisis selanjutnya.

Gambar 6. Sistematika kerja ekstraksi dengan metode distilasi Likens-Nickerson (Kurniawan 1994)

4.2.1.4.3 Rendemen Hasil Ekstraksi

Pengukuran rendemen dilakukan terhadap ekstrak bawang putih. Rendemen dihitung setelah sampel diekstrak dengan dua metode yang berbeda, yaitu metode Maserasi dan Likens-Nickerson. Sampel yang digunakan adalah bawang putih varietas Kating dan Shantung. Perhitungan dilakukan dengan membandingkan bobot ekstrak (W akhir) terhadap bobot sampel awal (W awal). Rendemen hasil ekstraksi dapat dihitung dengan persamaan (5.0).

Rendemen (%) =

) (

) (

g awal W

g akhir W

(40)

4.2.1.5 Kondisi Ekstraksi

Tahap ini bertujuan mencari kondisi ekstraksi optimum dari metode ekstraksi yang terpilih pada tahap penentuan metode ekstraksi. Metode ekstraksi yang terpilih adalah metode Likens-Nickerson. Optimasi dilakukan pada kombinasi jumlah pelarut diethy ether sebanyak 80 ml dan lamanya waktu ekstraksi 2 jam (Kurniawan 1994).

4.2.2 Penelitian Utama

Analisis kualitatif komponen dialil monosulfida dan dialil disulfida ditentukan berdasarkan waktu retensi standar eksternal kedua komponen tersebut (McNair dan Bonelli 1988). Sampel yang dianalisis adalah bawang putih (Kating dan Shantung) dan lapisan katom (Kating dan Shantung). Analisis kuantitatif ditentukan menggunakan standar internal. Standar internal dimasukkan ke dalam sampel yang dianalisis sehingga puncaknya akan terdapat pada kromatogram yang dihasilkan.

Analisis kuantitatif komponen volatil aktif bawang putih dihitung berdasarkan standar internal, dengan persamaan (6.0) (Hunziker

Gambar

Tabel 5. Klasifikasi metode pemisahan
Gambar 4. Diagram alir pembuatan kacang salut
Gambar 5. Rangkaian alat hembus gas N2 untuk pemekatan hasilekstraksi
Gambar 6. Sistematika kerja ekstraksi dengan metode distilasiLikens-Nickerson (Kurniawan 1994)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pengalaman subyektif, penulis secara sadar mendapatkan rangsangan dari apa yang dilihat oleh penulis, berupa keindahan bentuk dan warna tanaman manggis yang

Maria Sari Kahuripan, 462007029, Dukungan Sosial Dalam Kegiatan Spiritual Untuk Mengatasi Kesepian Pada Lansia di Desa Randusari Tengaran, Skripsi, Fakultas Ilmu

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Pemenang Nomor : 800/10/PBJ-L3/PC/05/XI/2011 tanggal 02 November 2011 perihal Penetapan Pemenang Pekerjaan Pengadaan Container pada Dinas

Kabupaten Lombok Utara menyimpan potensi yang besar antara lain pada sektor-. sektor sebagai

Alternatif pilihan jawaban pada skala kecerdasan emosional yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi empat pilihan jawaban yaitu Alternatif pilihan jawaban

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Kimia,. Sekolah

Hasil temuan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut: (1) Konsep asam-basa memenuhi semua karakteristik konsep yang dapat dimasukkan ke dalam permainan

Sewaktu memandu terutamanya ketika di luar daerah, jika kenderaan anda terkandas dan keadaan memerlukan anda untuk bermalam sementara kerja pembaikian di jalankan, jika perlu