• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Numerik untuk Persoalan Water Flooding dengan Menggunakan Metode Volume Hingga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Numerik untuk Persoalan Water Flooding dengan Menggunakan Metode Volume Hingga"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1: Iterasi Newton

1 format long % agar memberikan nilai sebanyak 15 bilangan decimal 2

3 % nilai perkiraan awal 4 x= xguess;

5 y= yguess; 6

7 % input jumlah iterasi yang diinginkan 8 Niter=input('jumlah iterasi= ');

9 iterasiold(1) = x; 10 iterasiold(2) = y; 11 for n=1:Niter 12 f1=xˆ2-yˆ2-y; 13 f2=yˆ2+xˆ2-x;

14 j=[2*x-2*y-1; 2*x-1 2*y];

15 iterasi = [x; y]-inv(j)*[f1; f2] 16 galat = norm(iterasi-iterasiold') 17 x = iterasi(1);

18 y = iterasi(2);

(2)

Lampiran 2: Aliran Satu Fase

1 maxk = 10000; % jumlah waktu 2 tfinal = 200;

3 dt = tfinal/maxk;

4 n = 30; % jumlah diskritisasi

5 dx = 1/n; 6 b=dt/2*dx; 7

8 % Initial condition 9 x(1) = 0.0;

10 u(1,1) = 1.0; 11

12 for i = 2:n+1

13 x(i) =x(i-1) + dx; 14 u(i,1) =1-[x(i)*x(i)]; 15 end

16

17 for k=1:maxk+1

18 time(k) = (k-1)*dt; 19 end

20

21 % metode eksplisit 22 for k=2:maxk+1

23 u(1,k)=1;

24 for i=2:n+1

25 u(i,k) =b * u(i-1,k-1) * u(i-1,k-1) + u(i,k-1) *

26 (1-b*u(i,k-1));

27 end

28 end 29

30 hold on;

31 plot(x,u(:,maxk/2+1),'r--'); 32 plot(x,u(:,1),'blue');

33 title('explicit method') 34 xlabel('X')

(3)

Lampiran 3: Aliran Dua Fase

1 % input parameter

2 L = 1; %panjang domain

3 tfinal = a;

4 maxk = t; %jumlah perputaran waktu

5 n = d; %jumlah diskritisasi

6 dt = tfinal/maxk; 7 dx = L/n;

8 b=dt/dx; 9

10 % kondisi awal 11 x(1) = 0.0; 12 u=zeros(n+1,1); 13 u(1,1) = 1.0; 14

15 for i = 2:n+1

16 x(i) =x(i-1) + dx; 17 u(i,1) = 0.0; 18 end

19

20 for k=1:maxk+1

21 time(k) = (k-1)*dt; 22 end

23

24 % metode eksplisit 25 F = zeros(n+1,1); 26 for k = 2:maxk+1

27 u(1,k)=1;

28 v = velocity(u(:,k-1),dx); 29 F = Fflux(u(:,k-1))*v; 30 Fkanan = F(2:n+1,1); 31 Fkiri = F(1:n,1);

32 u(2:n+1,k) = u(2:n+1,k-1) - b*(Fkanan - Fkiri); 33 end

34

35 % representasi grafik 36 hold on;

(4)

40 title('Profile Saturation') 41 xlabel('x')

42 ylabel('S(x,t)') 43 hold off;

fungsi yang diimplementasikan pada code Aliran dua fase diatas

1 % subfungsi fungsi flux 2 function value = Fflux(u)

3 vr = k; % nilai viskositas

4 value=(vr*u.*u)./(vr*u.*u+(1-u).*(1-u));

1 % subfungsi velocity

2 function vel = velocity(u,dx) 3 m = size(u);

4 laval = 0.0; 5 for j=2:m

6 increment = (1/lamda(u(j-1))+1/lamda(u(j)))*0.5*dx; 7 laval = increment+ laval;

8 end

9 vel = 1/laval;

fungsi lamda diimplementasikan pada subfungsi velocity

1 function val = lamda(u)

2 vr = k; % nilai viskositas

(5)

Lampiran 4: Aliran Dua Fase Nonekuilibrium

1 L = 1.0; % Panjang domain

2 M = 400; % jumlah diskritisasi

3 dx = L/M;

4 x = linspace(0,L,M+1)'; 5

6 dt = 0.001 7

8 tau = 0.02; 9 b = dt/dx; 10 c = tau/dt; 11 cc = tau/dx;

12 maxt = 100; % jumlah waktu

13

14 sigma = initialsigma(cc, M); % kondisi awal untuk sigma 15

16 U = zeros(2*M,1); 17 U(1:M,1) = 0.0;

18 U(M+1:2*M,1) = sigma(2:M+1,1); 19

20 for k = 1:maxt+1

21 Uold = U;

22 U = iterasiU(U, Uold, b, c, dx); 23 end

24

25 sat = [1; U(1:M,1)];

26 effsat = [1; U(M+1:2*M,1)]; 27 figure(1);

28 hold on;

29 plot(x,sigma,'b--');

30 plot(x,sat, 'k', x,effsat,'r');

31 legend('sigma awal', 'saturation', 'sigma');

Terdapat beberapa subfungsi yang diimplementasikan pada M-File diatas yaitu

1 %subfungsi initialsigma akan menghasilkan nilai awal sigma 2 function sigma = initialsigma(c, M)

(6)

4 sigma = zeros(M+1,1); 5 sigma(1) = 1.0;

6 si = 0.2; %Initial Guess

7 % Implementation of Newton's Iteration 8 for i = 2:M+1

9 ss = sigma(i-1);

10 fluxfunold = fluxfunc(ss); 11 for k=1:Niter

12 fluxfun = fluxfunc(si);

13 derfluxfun = derfluxfunc(si); 14 Fsi=si+c*(fluxfun-fluxfunold); 15 Fsi2=1+c*derfluxfun;

16 Delta = -Fsi/Fsi2;

17 si = si + Delta;

18 if (Delta<1.0e-8)

19 break;

20 end

21 end

22 sigma(i) = si; 23 end

24 end

1 %subfungsi iterasi newton pada U

2 function [U] = iterasiU(U, Uold, b, c, dx)

3 Niter = 100; % jumlah iterasi

4

5 for m = 1:Niter

6 F = Fvektor(U, Uold, b, c, dx); 7 jacobi = matriksjacobian(U, b, c); 8 Delta = -jacobi \ F;

9 U = U + Delta;

10 if (norm(Delta)<1.0e-8)

11 m;

12 break;

13 end

14 end 15 end

(7)

1 % subfungsi untuk menghitung F(U)

2 function [F] = Fvektor(U, Uold, b, c, dx) 3

4 tt = length(U); 5 F = zeros(tt,1); 6 M = tt/2;

7 v = velocity(U(1:M+1), dx); 8

9 F(1) = U(1) - Uold(1) + v*b*(fluxfunc(0.5*(U(1+M) + 10 Uold(M+1)))) - (v*b*(0.5*(1+1)));

11 F(M+1) = 0.5*(U(M+1) U(1) + Uold(M+1) Uold(1))

-12 c*(U(1)-Uold(1));

13

14 for i=2:M

15 F(i) = U(i) - Uold(i) + v*b*(fluxfunc(0.5*(U(i+M)+ 16 Uold(M+i)))) - v*b*(fluxfunc(0.5*(U(i+M-1)+

17 Uold(M+i-1))));

18 F(M+i) = 0.5*(U(M+i) U(i) + Uold(M+i) Uold(i))

-19 c*(U(i)-Uold(i));

20 end 21 end 22 %

Pada subfungsi iterasiU dihitung matriks jacobian F(U) yang diimplementasikan oleh subfungsi berikut

1 %fungsi matriksjacobi

2 function [jacobian] = matriksjacobian(U, b, c) 3

4 tt = length(U); 5 M = tt/2;

6 jacobian = zeros(tt); 7 for l=1:M

8 jacobian(l,l) = 1;

9 jacobian(l+M,l+M) = 0.5; 10 jacobian(l+M, l) = -c-0.5; 11 end

12

(8)

14 jacobian(l,l+M) = 0.5*b*derfluxfunc(U(l+M)); 15 end

16

17 for l=2:M

18 jacobian(l,M+l-1) = -0.5*b*derfluxfunc(U(M+l-1)); 19 end

20

21 jacobian = sparse(jacobian); 22 end

Pada subfungsi Fvektor terdapat fungsi fluxfunc dan velocity

1 % subfungsi fungsi flux

2 function new = fluxfunc(sigma) 3 vr = 7;

4 new=(vr.*sigma.*sigma)/(vr.*sigma.*sigma+(1-sigma).*(1-sigma));

1 % subfungsi velocity sebagai nilai persamaan Darcy 2 function vel = velocity(u,dx)

3 m=size(u); 4 laval = 0.0; 5 for j=2:m

6 increment = (1/lamda(u(j-1))+1/lamda(u(j)))*0.5*dx; 7 laval = increment+ laval;

8 end

9 vel=1/laval; 10 end

pada fungsi matriksjacobi terdapat subfungsi derflux

1 %subfungsi untuk menghitung turunan fungsi flux 2 function val=derfluxfunc(sigma)

3 vr = 7;

(9)

Apsley, D. 2005. Computational fluid dynamic.

Choiron, M. A. Pengantar Analisa Numerik. Universitas Brawija, Malang.

Depriandi. 2010. Penggunaan Data Special Core Analysis (SCAL) untuk Menentukan Kurva Permeabilitas Relatif pada Lapangan X. Fakultas Teknik, Universitas Islam Riau.

He, J. 2008. Numerical Integration. University of Houston, Amerika.

Holden, L. 1997. The buckley–leverett equation with spatially stochastic flux function. SIAM Journal on Applied Mathematics, 57(5):1443–1454.

IATMI SM STT MIGAS Balikpapan. 2011. Pengantar Studi Water Floo-ding. https://iatmismmigas.wordpress.com/2012/06/07/pengantar-studi-water-flood/. [Online; accesed 04 - Februari - 2015].

Juanes, R. 2008.Nonequilibrium effects in models of three-phase flow in porous media. Advances in Water Resources, 31(4):661 – 673.

LeVeque, R. 2002. Finite Volume Methods for Hyperbolic Problems. Cambridge Texts in Applied Mathematics. Cambridge University Press.

Munir, R. 2003. Metode numerik. Informatika, Bandung. Praveen, C. 2013. Finite Volume Method on Unstructured Grid.

Putra, M. A. A. 2011. Simulasi Pemindahan Fluida 2 fasa didalam Coalescer dengan Menggunakan CFD. Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.

Shaw, C. T. 1992. Using computational fluid dynamics. Prentice Hall Hemel Hemps-tead. England.

Thomas, J. W. 2013. Numerical partial differential equations: conservation laws and elliptic equations, volume 33. Springer Science & Business Media.

Tulus, A. K. A. and dan Muhamad Norhamidi, A. S. Numerical simulation of in-cylinder gas dynamic of two-stroke linear engines using finite volume method. InPr oceedings of the 2nd International Conference on Research and Educaton in Mathematics (ICREM2), pages 25–27.

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan dilakukannya injeksi air yaitu mengoptimalkan produksi minyak yang

terperangkap di dalam reservoir dengan melakukan desakan oleh media air.

Se-belum melakukan perhitungan numerik pada persoalanwaterflooding, maka dapat

diperhatikan proses injeksi berikut

Gambar 3.1: Proses Injeksi

Pada saat injeksi dilakukan air dimasukkan kedalam sumur injeksi dengan

(11)

seba-gai fluida yang didorong. Ketika air masuk kedalam reservoir, maka terjadi interaksi

antara fluida dan batuan dimana sifat batuan telah dijelaskan pada pembahasan

se-belumnya yaitu porositas, permeabilitas, dan saturasi.

Air dan minyak memiliki viskositas yang berbeda sehingga jelas bahwa

mi-nyak dan air tidak akan pernah tercampur atau dikenal dengan sebutanimmiscible.

Oleh karenanya ketika terjadi interaksi antara batuan dan air, secara tidak langsung

akan terjadi interaksi antara air dan minyak sehingga pada tahap ini, besar nilai

mobilitas dan viskositas akan memberi pengaruh.

Oleh proses tersebut, maka minyak dapat diangkat oleh sumur produksi

se-hingga minyak tersebut siap untuk dilakukan proses selanjutnya yaitu proses

pe-nyulingan. Oleh penjelasan diatas, maka jelas bahwa perhitungan perlu dilakukan

agar dapat diperkirakan nilai keekonomisan dan efisiensi kinerja yang dilakukan

pada daerah tertentu. Dengan demikian, maka perhitungan dapat dijelaskan pada

pembahasan berikut

3.1 Solusi Persamaan Hiperbolik Orde Satu Menggunakan Upwinding

Persamaan diferensial parsial adalah suatu fungsi yang bergantung pada lebih

da-ri satu vada-riabel. Hal ini menyebabkan persamaan diferensial memegang peranan

sangat penting dalam menggambarkan suatu permasalahan secara fisik. Salah

sa-tu jenis persamaan diferensial parsial yang banyak diimplementasikan adalah

per-samaan hiperbolik yang biasanya berhubungan dengan getaran atau sesuatu yang

berhungan dengandiscontinu dalam waktu, seperti gelombang kejut yang

dinya-takan pada persamaan Burger, ketidak-kontinuan dalam kecepatan, tekanan dan

ra-pat massa. Contoh dari bentuk persamaan hiperbolik adalah persamaan gelombang,

persamaan transportasi, mekanika gelombang, dinamika gas, aliran supersonik, dan

sebagainya.

Salah satu bagian dari persamaan hiperbolik adalah persamaan transportasi

atau dikenal juga dengan persamaan adveksi. Persamaan adveksi merupakan

(12)

fluida lainnya. Persamaan yang paling sederhana merepresentasikan hukum

keke-kalan massa yang diekspresikan sebagai

∂tu=−c∂xu.

Pada skripsi ini, persamaan yang akan dicari solusinya adalah persamaan hiperbolik

pada aliran fluida dua fase yang juga mengilustrasikan kekekalan massa.

3.1.1 Aliran Dua-Fase Fluida

Fluida dapat dinyatakan pada suatu zat yang dapat mengalir, contohnya zat cair dan

gas. Dikatakan aliran dua fasa fluida yaitu jika terdapat dua fluida yang memiliki

densitas dan viskositas yang berbeda saling berpadu, misalnya cair-gas dan cair-cair.

Aliran dua-fase merupakan bentuk paling sederhana dari aliran multi-fase (Putra,

2011).

Dalam hal ini, banyak persoalan yang dapat digambarkan pada kehidupan

nyata, baik dalam bidang industri ataupun kehidupan sehari-hari. Seperti pada ketel

uap, kondensor, alat penukar panas, reaktor nuklir, pencairan gas alam, pipa saluran

dan lain-lain.

Telah disebutkan sebelumnya bahwawaterfloodingmerupakan salah satu

tek-nik pengangkatan minyak bumi dari reservoir yang berkaitan dengan aliran dua fase

dimana aliran yang dimaksud adalah air-minyak, kedua aliran ini memiliki interaksi

yang akan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi analisis dan juga tingkat

kekentalan (viskositas) yang dimiliki oleh tiap aliran.

Formula klasik dari aliran multifasa menggambarkan flux fluida makro

de-ngan perkembade-ngan langsung dari persamaan Darcy untuk satu fasa yang pertama

kali diajukan oleh Muskat (Juanes, 2008). Perkembangan multifasa dari persamaan

Darcy dapat digambarkan sebagai relasi quasi-linear, karena flux fluida bergantung

linear pada tenaga pendorong yang meliputi viskositas, kapiler dan gravitasi.

Kenyataan ini dimodelkan sebagai fungsi nonlinear permeabilitas relatif dan

(13)

mema-sukkan efek nonekuilibrium atau efek dinamik. Model untuk dua-fase aliran dapat

diekspresikan pada persamaan diferensial parsial berikut

∂S ∂t +

∂x(vf(S)) = 0 inR×(0, T) (3.1)

Dari persamaan diatas terdapatSyang merupakan saturasi pada media berpori yang

didefinisikan sebagai perbandingan antara pori volume batuan yang berisi fase

flui-da tertentu (air, minyak) terhaflui-dap total volume pori batuan. Sehingga, perhitungan

saturasi berfungsi untuk menghitung konsntrasi fase fluida yang ada dalam

reservo-ir. Adapunvsebagai suatu kecepatan aliran pada media berpori dan dikenal sebagai

hukum Darcy yang telah dibahas pada penjelassan sebelumnya. Persamaan Darcy

direpresentasikan oleh

v =−k(x)λ(S)dP

dx.

Dengan menggabungkan hukum Darcy dan hukum kekekalan flux dv

dx = 0, maka diperoleh

− d dx

k(x)λ(S)dP

dx

= 0 in(0, L) (3.2)

dengan kondisi batasP(0) =P0danP(L) = 0, dimanak(x)adalah permeabilitas,

λ sebagai mobilitas yang ditulis secara matematis sebagai λ(S) = krα

µα dengan krα merupakan permeabilitas relatif α sedangkan α adalah jenis fasa, µα sebagai

viskositas, P sebagai tekanan. Dari persamaan Darcy diatas dapat dilihat bahwa

terdapat kebergantunganvterhadap nilai viskositas, permeabilitas dan tekanan yang

menjadi penyebab terbentuknya aliran dua fase.

Oleh karenanya, perlu dilakukan perhitungan karena dapat mempengaruhi

ha-sil dari solusi persamaan Buckley-Leverett. Dengan mengintegrasikan (3.2)

terha-dapx, diperoleh

v =−k(x)λ(S)dP

dx =C sehingga

dP dx =−

(14)

Integralkan terhadapxsepanjang(0, L)

karenaC tidak bergantung kepadaxdapat ditunjukkan bahwa Z L

oleh kondisi awal diperoleh

C = Z L P0

nilaiv dapat diselesaikan melalui aturan trapezoidal dengan menggunakan

kuadra-tik relatif permeabilitaskrw =S2dankro = (1−S)2 sehinggaλ(S) =

Radalah viskositas relatif danvR = µ0

µw. Konsentrasi saturasi memiliki nilai antara [0,1], andaikan S = 1 maka λ(S) = vR

µo dan S = 0 maka λ(S) = 1

µo. Untuk mendapatkan nilai minimum dan maximum dari λ(S), maka akan dicari titik stationer yaitu pada saat λ′

(S) = 0, sehingga S = 1 titik minimum danvRmerupakan titik ujung yang menjadi titik maximum. Secara

umumvR>1, sehingga dapat ditunjukkan bahwa

vR Integralkan setiap suku terhadapxsepanjang [0,L]

(15)

sehingga diperoleh

dengan mengasumsikank(x)adalah konstanta, maka

P0vR

Pada aliran dua-fase, sifat viskositas pada fluida memiliki peran yang cukup

penting, Sehingga untuk mengekspresikan persamaan aliran fluida dua-fase,

diper-lukan suatu variabel yang dapat meggambarkan sifat tersebut. Viskositas adalah

kekentalan yang dimiliki oleh fluida, dalam hal ini fluida yang dimaksud adalah

air dan minyak. Kedua fluida ini memiliki derajat viskositas yang berbeda, hal ini

merupakan salah satu penyebab air dan minyak tidak tercampur (immiscible) ketika

berada pada wadah yang sama dan dalam keadaan setimbang. Biasanya diukur oleh

perbandingan viskositas minyak dan air yang direpresentasikan olehvR = µo

µw di-manavR>1karena viskositas minyak lebih besar dari pada air hal ini ditunjukkan

oleh kejadian alam yang nyata dimana minyak lebih kental dari pada air. Terdapat

f yang merupakan fungsi fraksi aliran air

f(S) = λw

3.1.2 Metode Volume Hingga

Tidak selamanya kasus persamaan diferensial dapat diselesaikan dengan metode

analisis, metode analisis hanya dapat dilakukan pada kasus-kasus tertentu saja. Oleh

karena itu jika suatu permasalahan tidak dapat diselesaikan dengan cara tersebut,

(16)

Telah disebutkan sebelumnya bahwa metode volume hingga sesuai

diterapk-an pada permasalahditerapk-an alirditerapk-an fluida dditerapk-an aerodiamika dditerapk-an diketahui bahwa

water-floodingmerupakan suatu permasalahan aliran fluida pada media berpori, sehingga

pada kasus ini akan dilakukan pendekatan numerik dengan menggunakan metode

volume hingga. Model Buckley-Leverett dengan tanpa saturasi efektif dapat

di-ekspresikan oleh persamaan berikut

∂tS+∂xvf(S) = 0 (3.5)

dengan batas kiri

S =S0(x) padat= 0 (3.6)

Dengan mengimplementasikan metode volume hingga yang telah dijelaskan

sebe-lumnya, maka dapat ditunjukkan bahwa

e

Si,n=Si,ne −1− v∆ti

∆xi [f(Si,ne −1)−f(Sie−1,n−1)] (3.7) dari penjelasan diatas, dengan mensubstitusikanf(S)terhadap persamaan (3.7)

di-peroleh

Oleh pendekatan numerik, besar nilai galat dapat diabaikan dengan mengasumsikan S(xi, tn) = Sei,ndanS(xi, tn−1) = Sei,n1

3.1.3 Kondisi CFL

Dalam penyelesaian numerik, terdapat beberapa cara untuk menilai seberapa baik

hasil perhitungan dan seberapa dekat nilai numerik terhadap nilai eksak.

Diantara-nya adalah nilai konvergen dan stabilitas, dimana stabilitas akan bergantung pada

kondisi CFL (Courant, Friedrichs, dan Lewy). Selama kondisi CFL terpenuhi,

ma-ka stabilitas ama-kan dapat dipertahanma-kan (Leveque, 2002). Jima-ka terdapat persamaan

adveksiqt+ ¯uqxmaka kondisi CFL dapat didefinisikan

(17)

rasiozpada (3.8) biasa disebut bilangan Courant. Pada kasus ini, kondisi CFL dapat

Telah diketahui nilaivoleh persamaan (3.3) dan diketahuif(S)pada (3.4) sehingga

diperoleh

f′(S) = 2vRS[(1−S)

2+vRS2]vRS2[2(1S) + 2vRS]

[(1−S)2+vRS2]2 (3.10)

dengan demikian, akan diperoleh maksimumf′

(S)yang bergantung padaSdanvR

sehingga dapat ditunjukkan bahwa 

oleh persamaan (3.9) diperoleh

maks|f′

Konvergensi sangat dipengaruhi oleh nilai∆xdan ∆t, jika∆x dan∆t

me-nuju 0 (grid diperhalus), maka konvergensi akan tercapai sehingga nilai pendekatan

numerik akan menuju nilai eksak. Oleh karenanya, untuk memenuhi kondisi diatas,

maka pada haruslah diaturv∆t <∆xsehingga vxt <1. Agar lebih mudah

difaha-mi, perhatikan contoh berikut

Contoh

Terdapat suatu persamaan diferensial parsial ∂S

∂t + ∂

∂x(vf(S)) = 0 inR×(0, T)

Untuk mendapat perumusan secara numerik, maka nilai v yang memenuhi

persa-maan tersebut harus dihitung terlebih dahulu sehingga dapat dilakukan penurunan

yang ditunjukkan oleh persamaan berikut

(18)

dengan kondisi batas P(0) = 1 dan P(1) = 0 dan v = −k(x)λ(S)dP

dx. Dari pembahasan sebelumnya, maka diketahui bahwa

vR

µo(vR+ 1) < v <

vR

µo (3.11)

Telah diketahui nilaivoleh persamaan (3.11) dan diketahuif′

(S)pada (3.10)

dengan demikian, akan diperoleh maksimumf′

(S) = 2, minimumf′

(S) = 0dan

diasumsikanv = 1, oleh persamaan (3.9) diperoleh

maks|f′

(S)|vR∆t

∆x ≤1

dengan nilai maks|f′

(S)|= 2sehingga

∆t

∆x ≤

1 2vR.

Karena nilai maksf′

(S) = 2maka diperoleh ∆t

∆x ≤

1 2vR

. Akan tetapi hal tersebut

berlaku jika v = 1, namun pada kenyataannya v bernilai

1, vR sehingga jika

v < vR maka ∆t

∆x dapat bernilai sedikit lebih besar dari

1

2, dikarenakan adanya

kebergantungan setiap variabel v, f′

(S),xt namun tetap mempertahankan kondisi

<1. Andaikan viskositasvR =ksehingga

f(S) = vRS

2

(1−S)2+vRS2 =

kS2

(1−S)2+kS2

Nilaivakan diperoleh dengan mengimplementasikan aturan trapezoidal.

Ke-mudian ambilk = 5,10maka dapat ditunjukkan oleh Gambar 3.2 dan 3.3 dimana

grafik tersebut diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan MATLAB pada

Lampiran 3.

3.1.3.1 Penjelasan Grafik

Grafik tersebut menggambarkan perhitungan nilai saturasi ketika air

(19)

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 0

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

Profile Saturation

x

S(x,t)

Gambar 3.2: Aliran Dua fase denganvR = 5

S(x, t) = 1 menunjukkan bahwa air secara keseluruhan dan ketika S(x, t) = 0

menunjukkan minyak secara keseluruhan. Adapunxmerupakan jarak antara sumur

injesi dengan sumur produksi dimanax = 0 merupakan sumur injeksi danx = 1

merupakan sumur produksi.

Pada kedua Gambar dilakukan perhitungan saturasi dengan 3 waktu yang

ber-beda yaitu jika dilakukan injeksi sebanyak maxt kali (t=maxt), maka oleh grafik

diperlihatkan perhitungan pada saat t = 0, t = maxt

2 , dan t =maxt. Sehingga

dapat diketahui bahwa semakin lama waktu injeksi, maka minyak akan terus

ber-gerak menuju sumur produksi atau grafik akan menunjukkan nilaix = 1. Dengan

demikian, diketahui bahwa minyak dapat diangkat secara keseluruhan oleh sumur

produksi.

(20)

visko-0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 0

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

Profile Saturation

x

S(x,t)

Gambar 3.3: Aliran Dua Fase denganvR= 10

sitas minyak (µo) dan air (µw) dimana minyak sebagai fase fluida yang didorong dan

air sebagai pendorong. Sehingga dapat digambarkan bahwa jika nilai viskositas air

semakin kecil sedangkan viskositas konstan, maka waktu yang dibutuhkan dalam

proses injeksi akan semakin cepat.

3.1.4 Saturasi Efektif

Model Barenblatt merupakan pemodelan dari tekanan kapiler nonekuilibrium pada

permeabilitas relatif, hal ini didasari oleh perpindahan multifase pada media

ber-pori yang menunjukkan penyusunan kembali pada skala berber-pori. Sedangkan

ka-rakteristik waktu yang berfungsi untuk menyusun kembali aliran jaringan menjadi

substansial sehingga flux setiap fase tidak bergantung pada saturasi aktual.

Untuk menyelesaikan fungsi Buckley-Leverett (BL) dengan fungsi flux

(21)

dan saturasi efektif (σ). Dengan menggunakan analisis dimensi dan penalaran

se-cara fisik, Barenblatt mengajukan relasi evolusi yang direpresentasikan oleh model

berikut

σ−S =τ ∂tS (3.12)

Saturasi efektif dianggap sebagai sebuah saturasi yang akan datang dan bergantung

pada saturasi aktual dengan pendekatan

σw ≈Sw(t+τ)

dimanaτ adalah koefisienphenomenologicalyang bergantung pada saturasi aktual

dan bernilai positif. Persamaan (3.12) dapat diurai menjadi suatu persamaan

al-jabar dengan melakukan pendekatan metode volume hingga dengan menggunakan

pendekatanmid pointpada integrasi terhadap batasx Z tn+1

kemudian gunakan pendekatantrapezoidal ruleuntuk integrasi terhadap batast

1

(22)

3.1.5 Aliran Dua Fase dengan Saturasi Efektif

Telah disebutkan sebelumnya bahwa skripsi ini akan melakukan perhitungan

nume-rik pada persamaan Buckley-Leverett yang dihubungkan dengan model Barenblatt.

Dengan mengikuti penurunan sebelumnya, akan dilakukan perhitungan terhadap

kondisi awal untuk σ(x,0) = σ0(x) dengan pendekatan volume hingga terhadap

σ0 +τ ∂xf(σ0) = S0(x). Integrasi persamaan ini sepanjang [xi−1

Dengan mengaplikasikan pendekatanmid point rulepadaσdanS, diperoleh

σ0(xi)∆x+τ

Kemudian gunakan pendekatan upwind pada fungsi flux sehingga diperoleh

σ0(xi)∆x+τ

h

f(σ0(xi))−f(σ0(xi−1)) i

=S0(xi)∆x+G1+G2

/ Dengan mengabaikan kedua galat tersebut diperoleh satu persamaan aljabar yang

mengaturσe0(xi)≈σ0(xi)

Persamaan diatas merupakan persamaan nonlinier, sehingga dapat diselesaikan

de-ngan menggunakan iterasi Newton. Dalam hal ini akan dicariσ0(xi)dengan

meng-aturG(eσ0(xi)) = 0, dimana

Adapun turunan dariGterhadapzadalah

G′

(z) = 1 + τ ∆xf

(z)

Dengan demikian, iterasi Newton untuk persamaan diatas adalah

zn=zn−1

G(zn−1) G′

(23)

untukn= 1,2,3, ..., dan diharapkanlimn→∞zn=eσ0(xi). Adapun perhitungannya ditunjukkan oleh Lampiran 4 sebagai subfungsi.

Dapat dilihat bahwa persamaaan (2.1) merupakan persamaan diferensial

par-sial, sedangkan pada persamaan (2.2) merupakan persamaan diferensial biasa. Oleh

karena itu, persoalan diatas akan diuraikan secara terpisah. Untuk persamaan

dife-rensial parsial, lakukan integrasi numerik yang telah dijelaskan pada pembahasan

aliran dua fase. Namun karena akan dilakukan perhitungan dengan menggabungkan

saturasi dan saturasi efektif, maka ada pendekatan yang dilakukan dengan metode

yang berbeda.

Adapun cara pendekatan integrasi numerik yang dilakukan pada

persama-an (3.5) dengpersama-an mengambil batas integrasi ypersama-ang sama seperti sebelumnya yaitu

[xi−1 2, xi+

1

2] pada pias ruang dan [tn, tn+1] pada pias waktu yang ditunjukkan se-bagai berikut

Pendekatanmidpoint rulepada batasxuntuk suku pertama menghasilkan Z xi+ 12

Adapun pada suku kanan, dilakukan pendekatanupwindpada batasx Z tn+1

(24)

Dari uraian diatas, maka diperoleh

σi,n+1. Dengan mengasumsikan semua galat berada pada pendekatanSi,n ≈ Sei,n, Si,n+1 ≈Sei,n+1,σi,n≈eσi,ndanσi,n+1≈σei,n+1

Untuk persamaan diferensial biasa, telah diuraikan oleh persamaan (3.13),

diasumsikan bahwaτe(S(xi, tn))adalah konstanta sehingga

Dari persamaan (3.14) dan (3.15), asumsikan bahwa semua variabelS danσ

padatn+1 sebagai sebuahunknownyang harus dicari nilainya. Karena persamaan

diatas nonlinier, maka dapat diselesaikan dengan menggunakan iterasi Newton pada

sistem aljabar yang telah dijelaskan pada Bab sebelumnya. Untuk itu, misalkan

[U1,· · · , UM, UM+1,· · · , U2M] ⊤

=U R2M

sedemikian sehingga

Ui =Si,ne +1danUM+i =σi,ne +1, untuki= 1,2,· · · , M.

Kemudian berdasarkan penurunan diatas, dibentuk F : R2M R2M, sedemikian

sehingga

F(U)=0,

yang direpresentasikan oleh persamaan berikut

(25)

FM+i(U) =

Solusi persamaan aljabar nonlinear di atas dicari dengan metode iterasi Newton:

jika diberikan U(0) sebagai vektor initial guess, maka U(k) untuk k = 1,2,· · ·,

sampai konvergensi tercapai diberikan oleh

U(k)=U(k−1)[F′(U(k−1))]−1F(U(k−1))

Dapat dilihat bahwa metode iterasi Newton membutuhkan matriks Jacobian

F′(U)=

Matriks jacobian yang dihasilkan adalah matriks bujur sangkar(2M ×2M)

yaitu memiliki jumlah baris dan kolom tergantung padai(jumlah diskritisasi yang

dibentuk). Oleh matriks jacobian diatas, maka perlu dilakukan penurunan parsial

pada (3.16) sebagai berikut

∂Fi(U)

sedangkan pada (3.17) diperoleh turunan parsial

(26)

dan

dimanaeσ0,n+1 merupakan suatu nilai awal yang telah diketahui nilainya. Sehingga

diperoleh turunan

Jika pada persamaan (2.1) dan (2.2) dengan domain (0, L), dibagi menjadi M subinterval. Maka dapat dilakukan diskretisasi pada kedua persamaan tersebut

dimanai= 1,2,3,· · · , M. Andaikanb = ∆t

2 oleh penurunan parsial yang telah dijelaskan sebelumnya, maka diperoleh matriks jacobian berikut

F′(U)=

Dari uraian diatas, maka dapat dilakukan perhitungan dengan menggunakan

MATLAB dengan code pada lampiran 4.

3.1.5.1 Penjelasan Grafik

Hasil perhitungan dapat diperlihatkan oleh Gambar 3.4 dan 3.5 berikut

Oleh kedua gambar diperlihatkan bahwaS(x, t)sebagai sumbuyyang

(27)

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 0

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

x

S(x,t)

Profile Saturation

sigma awal saturation sigma

Gambar 3.4: Aliran Dua Fase dengan Efek Nonekuilibrium dimana vR = 3dan τ = 0.01

dan dan sumur produksi dimana ketika x = 0menunjukkan sumur injeks

sedang-an pada x = 1 menunjukkan tempat sumur produksi. Grafik tersebut merupakan

gambaran terhadap kondisi efek dari permeabilitas relatif pada fluida yang

dinon-dimensionalkan. Ditunjukkan bahwa sigma awal adalah nilai awal yang diberikan

oleh pasangan Buckley-Leverett dan Barenblatt, saturation merupakan saturasi

ak-tual (saturasi saat ini) dan sigma merupakan efektif saturasi (saturasi yang akan

datang).

Kedua grafik merupakan hasil perhitungan dengan nilai waktu yang sama,

adapun pada setiap grafik dapat dibandingkan hasil perhitungan saturasi efektif dan

saturasi aktual dimana diharapkan bahwa pada perhitungan dengan memasukkan

efek nonequilibrium dapat dilakukan perhitungan teknik waterflooding yang lebih

(28)

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 0

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

sigma awal saturation sigma

Gambar 3.5: Aliran Dua Fase dengan Efek Nonekuilibrium dimana vR = 7dan τ = 0.02

Grafik pada Gambar 3.4 memiliki nilaivR = 3danτ = 0.01sedangkan

gra-fik pada Gambar 3.5 memiliki nilaivR = 7 danτ = 0.02, dapat dilihat perubahan

yang terjadi ketika nilai parameter yang dimasukkan berbeda, sehingga dapat

di-simpulkan bahwa kedua parameter tersebut memberikan pengaruh terhadap proses

pendesakan. Telah dijelaskan sebelumnya bahwavR adalah viskositas relatif yang

merupakan perbandingan dari viskositas minyak dan air danτadalah koefisien

phe-nomenologi. Semakin besar viskositas relatif yang berarti ketika nilai viskositas

fluida pendorong semakin kecil dan viskositas minyak konstan, maka waktu yang

(29)

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Teknikwaterfloodingtelah banyak dimodelkan secara numerik oleh para peneliti,

namun biasanya perhitungan dilakukan pada efek equilibrium atau hanya

menca-ri solusi pada persamaan Buckley-leverett saja. Namun, pada kenyataannya

bah-wa teknik bah-waterflooding adalah suatu kejadian interaksi antara fluida dan batuan

dengan adanya efek nonequilibrium pada permeabilitas relatif. Dengan demikian,

diharapkan pemodelan yang dihasilkan akan lebih efisien.

Hasil perhitungan pada persoalan waterflooding memperlihatkan gambaran

kondisi minyak yang didorong oleh air dapat dihitung disepanjang waktu, sehingga

ketika diukur semua kondisi fisik yang menjadi parameter perhitungan, maka dalam

jangka waktu tertentu dapat dipertimbangkan besar tekanan yang diberikan untuk

mendorong minyak agar sampai ke sumur produksi dengan lebih optimal. Dengan

demikian, maka perhitungan dapat dijadikan sebagai acuan bagi pelaku kinerja

la-pangan dalam mengaplikasikan teknik tersebut.

4.2 Saran

Ketika melakukan pendekatan numerik pada persamaan differensial parsial dan

per-samaan diferensial biasa terdapat galat yang bergantung pada besar dan jumlah grid

yang dibentuk. Sehingga diperlukan ketelitian yang lebih untuk melakukan

pende-katan agar perhitungan lebih akurat. Oleh karena itu, penelitian ini dapat

diting-katkan dengan tujuan memperkecil galat yang tentunya dibutuhkan suatu metode

(30)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Model Aliran Dua-Fase Nonekulibrium pada Media Berpori

Penelitian ini merupakan kajian ulang terhadap penelitian yang telah dilakukan oleh Juanes (2008), dalam tulisannya yang berjudulNonequilibrium effects in models of three-phase flow in porous media. Pada tulisan tersebut dilakukan simulasi wa-terfloodingdengan melakukan pendekatan diskritisasi menggunakancell-centered finite volumeyaitu solusi disimpan pada pusat setiap grid yang dibentuk, sedangkan pada skripsi ini, penulis melakukan diskritisasi dengan menggunakanvertex cente-red finite volumeyaitu solusi yang disimpan pada simpul (vertex) dari mesh dimana setiap vertexiharus dibangun cell (Praveen, 2013).

Juanes menyatakan bahwa model aliran dua fase dengan efek nonekuilibri-um pada media berpori telah diajukan sebelnonekuilibri-umnya oleh Barenblatt dengan bebas kapilaritas. Kemudian dipasangkan dengan model Buckley-Leverett dengan bebas kapilaritas dimana fluks merupakaan fungsi saturasi efektif yang direpresentasikan dengan persamaan

tS+∂xvf(σ) = 0 (2.1)

dan persamaan evolusi

σ−S =τ ∂tS (2.2)

Sistem ini harus dilengkapi denngan kondisi batas fluks pada batas kirix= 0dalam bentukf(σ) = ¯f(t). Selain itu juga diberikan kondisi awal padat= 0dalam bentuk

S =S0(x)

σ0+τ ∂xf(σ0) = S0(x)

(2.3)

dimanaSadalah saturasi aktual (saturasi saat ini) danτ adalah saturasi efektif (sa-turasi yang akan datang).

(31)

Sedangkan model Barenblatt menggambarkan dua fase aliran pada media berpori dengan efek dinamik (nonekuilibrium) pada relatif permeabilitas. Pada kasus ini,

water flooding yang ditunjukkan oleh persamaan (2.1) yang dipasangkan dengan persamaan (2.2) akan diselesaikan melalui analisis numerik, yang akan dijelaskan pada Bab selanjutnya

2.2 Deret Taylor

Biasanya metode numerik diturunkan berdasarkan hampiran fungsi terhadap bentuk polinomial sehingga fungsi akan menjadi lebih sederhana. Deret Taylor dapat digu-nakan pada hampir setiap pendekatan numerik yang didefinisikan sebagai berikut Definisi

Andaikan terdapat f dan semua turunannya f′

, f′′

n+1merupakan galat denganlim

n→∞

f(n+1)(tx)

(n+1)! h

n+1= 0

2.3 Metode Iterasi Newton Pada Sistem Aljabar

Metode iterasi Newton merupakan suatu metode yang berfungsi untuk mencari ni-lai akar dari suatu persamaan, yaitu mencarir ∈ Ryang memenuhi f(r) = 0. Pe-nurunan metode ini dapat diperoleh dari deret Taylor yang direpresentasikan oleh persamaan (2.5). Untukn= 1, persamaan (2.5) menjadi

(32)

dimana f′′(tx)

2! h

2 merupakan galat. Jika dimisalkan x+h merupakan pendekatan

untukr, maka dengan mengabaikan galat tersebut diperoleh

0 =f(x) +f′

yang diharapkan limn→∞xn = r. Penurunan diatas dapat dipakai untuk menda-patkan metode iterasi yang mencari r ∈ Rn yang memenuhi F(r) = 0, dimana F :Rn Rn. Dalam hal ini,

0=F(x)+F′(x)h

dimanaF′(x)merupakan matrix Jacobian dengan ordon×n

F′(x)=

Sehingga dapat ditunjukkan bahwa

h=−[F′

(x)]−1

F(x).

Jika terdapat nilai dugax0maka secara umum metode iterasi Newton untuk system

aljabar dapat ditulis sebagai berikut

xn+1 =xn−[F

(33)

diselesaikan dengan cara analitik. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode nume-rik dimana penyelesaian integrasi dapat diselesaikan dengan bantuan perhitungan komputer (integrasi numerik) dengan batas integral tertentu yang direpresentasikan oleh

I =

Z b

a

f(x)dx.

Rinaldi Munir (2003) dalam bukunyaIntegrasi Numerikmenjelaskan bahwa terdapat 3 cara dalam melakukan pendekatan dalam menurunkan rumus integrasi numerik yaitu metode pias, metodeNewton-Codes danKuadratur Gauss. Penulis akan membatasi pembahasan hanya pada integrasi numerik dengan metode pias.

Perhatikan Gambar 2.1, andaikan[a, b] merupakan interval pada luas kurva f(x), maka dibentuk n partisi sepanjang interval [a, b], dimana lebar setiap pias adalah

h= b−a

n .

Dengan demikian, titik pias dinyatakanxi =a+ihdimanai= 0,1, ..., n

Gambar 2.1: Metode Pias

(34)

2.4.1 Aturan Trapesium

Pada pendekatan trapesium dapat digunakan rumus luas trapesium pada setiap pi-as. Perhatikan Gambar 2.2. Secara umum, luas dibawah kurva pada pias(xi, xi+1

Gambar 2.2: Trapezoidal

didekati oleh

Z xi+1

xi

f(x)dx≈f(xi) +f(xi+1)h 2

dimanai= 0,1,2, ..., n−1. Dengan demikian,

Z b

a

f(x)dx≈ n−1

X

i=0

f(xi) +f(xi+1)

h

2.

2.4.2 Aturan Titik Tengah

Luas daerah pias dapat digambarkan sebagai luas persegi panjang dimanahsebagai lebar danf(xi+1

2)sebagai panjang yang dapat ditunjukkan oleh Gambar 2.3, Secara

(35)

umum, pendekatan ini dapat ditulis sebagai Z xi+1

xi

f(x)dx≈f(xi+1+xi 2 )h

dimanai= 0,1,2, ..., n−1, sehingga Z b

a

f(x)dx≈ n−1

X

i=0

f(xi+1+xi 2 )h.

2.4.3 Aturan Titik Kanan

Pada pendekatan aturan titik kanan dapat dianggaphsebagai lebar pias danf(xi+1)

sebagai panjang. perhatikan Gambar 2.4, Secara umum, pendekatan ini dapat ditulis

Gambar 2.4: Aturan Titik Kanan

sebagai

Z xi+1

xi

f(x)dx≈f(xi+1)h,

dimanai= 0,1,2, ..., n−1, sehingga Z b

a

f(x)dx≈ n−1

X

i=0

f(xi+1)h.

2.4.4 Aturan Titik Kiri

Pada pendekatan aturan titik kiri dapat dianggap h sebagai lebar pias dan f(xi) sebagai panjang. perhatikan Gambar 2.5, Secara umum dapat ditulis sebagai

Z xi+1

xi

f(x)dx≈f(xi)h,

dimanai= 0,1,2, ..., n−1, sehingga Z b

a

f(x)dx≈ n−1

X

i=0

(36)

Gambar 2.5: Aturan Titik Kiri

2.5 Galat

Penyelesaian numerik akan selalu memiliki nilai galat, karena metode numerik me-rupakan suatu pendekatan terhadap nilai eksak. Jika nilai galat mendekati nol, ma-ka penyelesaian numerik ama-kan mendema-kati nilai eksak. Hal itu ama-kan terjadi jima-ka jarak pias (∆xdan∆t) diperkecil, namun perhitungan yang dilakukan akan semakin ba-nyak. Kita tahu bahwa nilai eksak merupakan jumlahan dari nilai hampiran dan galat, yang berarti galat adalah selisih antara nilai eksak dan hampiran yang dinya-takan oleh

ε=r−x

dimanaxadalah nilai hampiran danradalah nilai eksak.

Besar galat tidak memperhatikan nilai positif atau negatif, sehingga ditulis dalam harga mutlak yang ditunjukkan oleh

|ε|=|r−x|.

Untuk mengetahui sebarapa besar pengaruh nilai galat terhadap nilai eksak, maka nilai galat dapat dinormalkan terhadap nilai eksak yang disebut dengan galat relatif yang representasikan oleh

εR = r−x

x .

(37)

2.5.1 Galat Iterasi Newton

Dalam menentukan nilai akar, iterasi Newton merupakan salah satu metode yang sering digunakan karena konvergensinya lebih cepat (jika nilai iterasi konvergen) dari pada metode yang lain. Pada kasus tertentu, metode Newton bisa bersifat di-vergen sehingga tidak selamanya metode Newton dapat digunakan untuk mencari nilai suatu akar. Metode ini dikatakan konvergen jika

(x)6= 0. Adapun pada orde konvergensi dinyatakan

εr+1 = f

′′

(xr)ε2r

2f′(x

r)

denganxr merupakan nilai hampiran terhadap akar. Dalam perhitungan menggu-nakan komputer, perlu bagi kita untuk membatasi jumlah perhitungan agar kom-puter dapat menghentikan perhitungan. Sehingga dapat ditentukan bahwa iterasi akan berhenti pada saat |xn+1 − xn| < ε adapun untuk menghitung galat relatif

dinyatakan oleh

|xn+1−xn|

|xn+1|

< δ

dimanaε, δmerupakan toleransi galat yang diinginkan. Adapun pada sistem aljabar, galat dapat direpresentasikanεi =rx(i)dan norm Euclidean galat adalah

kǫi k=

2.5.2 Galat Aturan Trapesium

Integrasi numerik menggunakan pendekatan trapesium memiliki galat yang ditun-jukkan sebagai berikut

Andaikan terdapat dua titik yaitux0 = 0danh = x, dengan menggunakan deret

(38)

sehingga

jadi, nilai eksak diperoleh Z h

0

f(x)dx= h

2(f(x0) +f(x1)) +O(h

3)

(39)

Dapat disimpulkan bahwa galat total dari pendekatan trapesium berbanding lurus dengan kuadrat lebar pias (h). semakin kecil lebar pias, maka ukuran galat akan semakin kecil.

2.5.3 Galat Aturan Titik Tengah

Pendekatan titik tengah diperoleh galat untuk satu pias

G=

Z h

0

f(x)dx−hf(x1 2)

Dengan metode yang sama pada aturan trapesium diperoleh

Gtotal =− h3

24(f

′′

(x0) +f′′(x1) +f′′(x2) +...f′′(xn−1))

Adapun untuk beberapa pias, diperoleh

Gtotal =

dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa galat yang dihasilkan pada pendekatan aturan titik tengah dua kali lebih kecil dari pada aturan trapesium, sehingga die-tahui bahwa metode in lebih efisien dari aturan trapesium. Adapun galat untuk pendekatan aturan titik kanan dan titik kiri telah dijelaskan oleh Jiwen He (2008) yang iuraikan sebagai berikut

2.5.4 Galat Aturan Titik Kanan

Telah dijelaskan pendekatan integrasi numerik pada aturan titik kanan pada pem-bahasan sebelumnya, maka untuk galat yang dihasilkan dapat ditunjukkan sebagai berikut

G=

Z h

0

(40)

dimanai= 0,1, ..., n−1. Sehingga diperoleh galat untuk satu pias

G= h

2

2 f

(x1)

Adapun pias sebanyak n diperoleh

Gtotal = 1

2(b−a)f

(xi)

≈O(h)

2.5.5 Galat Aturan Titik Kiri

Dapat ditunjukkan galat dari aturan titik kiri sebagai berikut

G=

Z h

0

f(x)dx−hf(xi)

dimanai= 0,1, ..., nsehingga diperoleh galat untuk satu pias

G= h

2

2 f

(x0)

Adapun pias sebanyak n diperoleh

Gtotal =

1

2(b−a)f

(xi)

≈O(h)

Dapat dilihat bahwa pendekatan aturan titik kanan dan aturan titik kiri me-miliki besar galat yang sama, namun berbeda pada pendekatan trapesium dan titik tengah. Diketahui bahwa pendekatan yang memiliki galat yang paling kecil diantara keempat pendekatan diatas adalah aturan titik tengah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendekatan aturan titik tengah yang memiliki efisiensi yang cukup cepat dari jumlah diskritisasi yang dilakukan. Namun ada beberapa kondisi yang menyebabk-an pendekatmenyebabk-an ymenyebabk-ang dilakukmenyebabk-an harus disesuaikmenyebabk-an dengmenyebabk-an permasalahmenyebabk-an ymenyebabk-ang sedmenyebabk-ang dijalankan. Oleh karenanya perlu bagi kita untuk mempelajari lebih mendalam ten-tang pendekatan numerik.

Contoh

(41)

x2−y2 =y,x2+y2 =xdenganinisial guessx0 = 0.8dany0 = 0.4.

maka solusi pada iterasi pertama yaitu:

Perhitungan dapat dilakukan dengan menggunakan MATLAB dimana code dapat dilihat pada lampiran 1. Jika dilakukan iterasi sebanyak 5 kali, maka akan didapat hasil yang ditunjukkan oleh tabel berikut

i xi yi error

0 0.8 0.4

-1 0.772881355932203 0.420338983050847 0.033898305084746 2 0.771845967451467 0.419644283432102 0.001246850779495 3 0.771844506348887 0.419643377608757 1.719109270156545e-006 4 0.771844506346038 0.419643377607081 3.304913436759251e-012 5 0.771844506346038 0.419643377607081 0

Dari penyelesaian diatas dapat kita ketahui bahwa pada iterasi ke-5 nilai galat telah mencapai 0, sehingga diketahui nilai akar dari x = 0.771844506346038dan y = 0.419643377607081

2.6 Solusi Numerik pada Persamaan Diferensial Partial

(42)

komputer diprogram untuk melakukan perhitungan operasi sederhana seperti pen-jumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan perulangan.

Oleh karena itu persamaan diferensial harus ditransformasikan kedalam per-samaan yang hanya terdiri dari bilangan, kombinasi dari bilangan tersebut dapat digambarkan oleh operasi yang sederhana. Untuk melakukan transformasi pada persamaan tersebut maka dapat dilakukan suatu cara yang disebut diskritisasi ya-itu setiap suku dalam persamaan diferensial harus diterjemahkan kedalam sebuah bentuk numerik yang dapat diprogram oleh komputer untuk dihitung. Berbagai tek-nik dapat dilakukan diantaranya metode beda hingga, metode elemen hingga, dan metode volume hingga.

Metode beda hingga merupakan suatu teknik yang didasari pada deret Taylor yang menggambarkan turunan dari variabel sebagai selisih antara nilai-nilai dari va-riabel dari berbagai titik dalam ruang dan waktu. Teknik kedua yaitu metode elemen hingga, dalam metode ini domain dari persamaan diferensial parsial yang berlaku dibagi menjadi sejumlah elemen berhingga. Namun pada metode ini, proses diskri-tisasi yang dilakukan lebih sulit dibandingkan dengan metode beda hingga. Teknik yang ketiga adalah metode volume hingga, teknik ini cukup popular digunakan un-tuk persoalan komputasi fluida dinamik.

Menurut Apsley (2005) metode volume hingga sesuai diterapkan pada ma-salah aliran fluida dan aerodinamika. Pada metode volume hingga harus diketahui domainnya dengan jelas, dari domain tersebut dibagi menjadi grid-grid baik ters-truktur maupun tidak (unstrustured), pada masing-masing grid memenuhi persama-an matematika ypersama-ang terbentuk.

(43)

2.6.1 Metode Volume Hingga

Metode Volume Hingga (MVH) merupakan salah satu teknik diskritisasi pada per-samaan diferensial parsial, dan biasanya diimplementasikan pada hukum konser-vasi. Pada dasarnya metode ini mengatur persamaan diferensial agar dikonversi kedalam bentuk numerik yaitu dengan membagi domainΩmenjadi himpunan dari volume berhingga yang saling lepas. Domain yang dipartisi sebanyakiyang disebut grid atau mesh.

Tulus, Ariffin, Abdullah dan Norhamidi (2005) telah melakukan peneliti-an mengenai aplikasi Computational Fluid Dinamic(CFD) dengan menggunakan metode volume hingga dalam tulisannya yang berjudulNumerical Simulation of In-Cylinder Gas Dynamic of Two-Stroke Linear Engines using Finite Volume Method.

Thomas J.W (2013) dalam bukunyaNumerical Partial Differential Equation Conservation Law and Elliptic Equation mengemukakan suatu formulasi umum dari hukum konservasi berikut

∂u ∂t +

∂f(u)

∂x = 0 inR×(0, T)

persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan menggunaka metode volume hingga, dimana akan dicari solusiU(xi, tn)atau dapat dinotasikan sebagaiUinyang kemu-dian dibentuk suatu grid terhadap domain xdan waktut. Andaikan terdapat suatu interval [a, b], maka untuk mencari solusinya dapat dipartisi sebanyak n, dimana n ∈N, sehinggax= (b−a)

n . Maka untukxi =a+i∆xdan kemudian terdapat∆t sehinggatn =n∆t. Dalam hal ini, dibentukcontrol volumepada diskritisasi yaitu suatu bidang dengan batasxyaituxi−1

2 danxi+ 1

2 sedangkan batas terhadaptyaitu

tn−1 dantnyang dapat ditunjukkan oleh Gambar 2.6 sehingga dapat direpresenta-sikan oleh

(44)

Gambar 2.6: Control Volume

pada suku pertama integralkan terhadap batast, pada suku kedua integralkan terha-dap batasxsehingga diperoleh

Z xi+ 1

dengan mengaplikasikan pendekatanmid pointdapat ditunjukkan bahwa

Z xi+ 1

sedangkan pada fungsi flux dilakukan pendekatanleft pointdapat diperlihatkan bah-wa

Lakukan pendekatan upwind yang diilustrasikan oleh Gambar 2.7, dimana pende-katan upwind dapat direpresentasikan oleh

f(u(xi+1

2, tn−1))≈f(u(xi, tn−1))

f(u(xi−1

(45)

Gambar 2.7: Upwinding

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat galat pada setiap pendekatan numerik sehingga

u(xi, tn)∆xi−u(xi, tn−1)∆xi+f(u(xi, tn−1))∆ti

−f(u(xi−1, tn−1))∆ti+Galat1+Galat2 = 0

(2.6)

dengan Galat1= galat integrasi numerik dan Galat2=galat upwinding. Dalam hal

ini∆xi dan∆ti merupakan pias yang dapat ditentukan besarnya, jika∆xi dan∆ti menuju nol, maka galatnya pun akan menuju nol sehingga solusi numerik akan mendekati solusi eksak. Oleh karenanya dapat kita lakukan pendekatanu(xi, tn)≈ U(xi, tn)sehingga persamaan (2.6) dapat ditulis

U(xi, tn)∆xi−U(xi, tn−1)∆xi+f(U(xi, tn−1))∆ti

−f(U(xi−1, tn1))∆ti = 0

jadi,

U(xi, tn) =U(xi, tn−1)−

∆ti

∆xi

f(U(xi, tn−1))−f(U(xi−1, tn−1))

(2.7)

Contoh

Terdapat suatu persamaan yang direpresentasikan oleh persamaan berikut ∂u

∂t +

1 2

∂u2

∂x = 0 inR×(0, T) (2.8) dengan kondisi batas u(x,0) = 1−x2, tentukan solusi numerik dari persamaan

(46)

Penyelesaian

Persamaan (2.8) merupakan persamaan transport yang dikenal dengan sebutan per-samaan Burger inviscid yang merupakan bentuk sederhana dari perper-samaan diferen-sial pardiferen-sial nonlinier. Persamaaan Burger terkenal dengan solusinya berupa gelom-bang kejut dan merupakan bentuk khusus dari model Buckley-Leverett.

Permasalahan ini dapat diselesaikan oleh beberapa metode, namun dalam hal tulisan ini penulis akan menyelesaikan persamaan tersebut dengan menggu-nakan metode volume hingga yang telah dijelaskan sebelumnya dengan melakukan langkah-langkah yang dijelaskan sebelumnya yaitu dengan melakukan integrasi se-perti persamaan (2.6.1)

pada suku pertama integralkan terhadaptdan pada suku kedua integralkan terhadap x

pada suku pertama digunakan pendekatanmid pointdan pada suku kedua digunakan pendekatanleft pointsehingga diperoleh

u(xi, tn)∆xi−u(xi, tn−1)∆xi+

dengan menggunakan upwinding diperoleh

∆xi[u(xi, tn)−u(xi, tn−1)] +

1 2∆ti[u

2(x

i, tn−1)−u2(xi1, tn1)] = 0

dengan melakukan perhitungan al-jabar diperoleh

u(xi, tn) = u(xi, tn−1)−

∆ti

2∆xi[u

2(x

i, tn−1)−u2(xi−1, tn−1)]

(47)

persamaan (2.8) dapat diselesaikan secara numerik dengan menggunakan metode volume hingga yang menjadi rujukan pada penelitian ini.

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

explicit method

X

u(x,t)

(48)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) pertama kali muncul pada tahun

1858 ketika minyak mentah ditemukan oleh Edwin L. Drake di Titusville (IATMI

SM STT MIGAS Balikpapan, 2012). Seiring perkembangan zaman, kebutuhan

ma-nusia terhadap minyak bumi semakin meningkat, sedangkan ia merupakan sumber

alam yang tidak dapat diperbarui. Pada awal ditemukan minyak bumi, teknik yang

dilakukan untuk pengambilan minyak bumi hanya bergantung pada kondisi alam

yang dikenal dengan istilahprimary recoveryatau metode primer yaitu minyak

bu-mi yang dihasilkan dengan kondisi alabu-mi yang normal.

Namun kondisi alam tidak dapat mengangkat minyak bumi secara

keseluruh-an dari sumber bumi (reservoir) sehingga minyak bumi yang dihasilkan

diperki-rakan hanya dapat bertahan sekitar sepuluh tahun kedepan. Jika hal ini dibiarkan,

maka kita tidak dapat memproduksi bahan bakar minyak sedangkan kebutuhan

se-makin meningkat, sehingga akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi dan akan

berdampak pada laju pertumbuhan lainnya. Karena minyak bumi merupakan

sa-lah satu faktor pendorong pertumbuhan dunia. Oleh karena itu, pihak pemerintah

maupun pihak swasta melakukan berbagai usaha dalam mencari solusi dari

perma-salahan tersebut.

Pada awal 1880-an, J.F. Carll mengajukan suatu cara untuk meningkatkan

produksi minyak bumi dengan menggunakan teknik injeksi air yang dinamai

secon-dary recoveryatau metode sekunder (IATMI SM STT MIGAS Balikpapan, 2012).

Teknik injeksi air (water flooding) merupakan salah satu cara pendesakan minyak

bumi menuju sumur produksi yang bertujuan untuk memberikan tambahan energi

ke dalam reservoir. Dalam proses ini, air akan mendesak minyak mengikut

(49)

produksi (IATMI SM STT MIGAS Balikpapan, 2012). Teknik injeksi air dapat

diilustrasikan oleh gambar berikut.

Eksperimen pertama dilakukan di lapangan Bradford, Pennsylvania, AS. Dari

eksperimen ini dapat dibuktikan bahwa teknik injeksi air atau dikenal dengan

sebut-anwater flooding dapat meningkatkan produksi minyak darireservoir. Pada awal

tahun 1890-an Amerika mulai menggunakan metode ini, dan pada tahun 1921

pene-rapannya mulai meningkat, misalnya di Oklahoma pada tahun 1931, di Kansas pada

tahun 1935, dan di Texas pada tahun 1936.Water floodingsangat banyak digunakan

karena berbagai alasan antara lain:

1. mobilitas yang cukup rendah,

2. air mudah didapatkan,

3. pengadaaan air cukup murah,

4. berat kolom air dalam sumur injeksi turut memberikan tekanan, sehingga

cu-kup banyak mengurangi tekanan injeksi yang perlu diberikan di permukaan,

5. mudah tersebar ke daerah reservoir, sehingga efisiensi penyapuannya cukup

tinggi,

(50)

Teknikwater flooding dapat digambarkan sebagai hubungan dua fase aliran

yangimmiscible(tidak tercampur). Suatu fluida dikatakan tidak bercampur jika

ter-dapat lapisan yang kasat mata ketika kedua fluida tersebut disatukan pada suhu dan

tekanan tertentu, hingga mencapai suatu titik kesetimbangan kimia yang dalam hal

ini fase minyak-air. Efisiensi pendesakan dipengaruhi oleh faktor interaksi antara

fluida dan media yang menampungnya yaitu batuan pada reservoir. Oleh karena itu

perlu bagi kita untuk mengetahui sifat bebatuan tersebut diantaranya

1.1.1 Sifat Fisik Batuan Reservoir

Reservoir dapat didefinisikan sebagai suatu lapisan yang berada dibawah

permu-kaan bumi yang memiliki strukutur tertentu yang menjadi wadah untuk

menam-pung minyak bumi dan gas bumi dalam jumlah yang cukup besar. Lapisan tersebut

berbentuk perangkap yang berisi batuan-batuan yang memiliki sifat-sifat tertentu,

dan biasanya tergantung pada komposisi, temperatur dan tekanan tempat

terjadi-nya akumulasi hidrokarbon didalam reservoirterjadi-nya. Tekanan yang dimiliki reservoir

akan sangat berpengaruh terhadap pendesakan minyak, oleh karena dilakukan

tek-nik -tektek-nik tertentu untuk mempertahankan tekanan sehingga minyak bumi yang

terperangkap dapat diproduksi secara maksimal. Biasanya didalam reservoir

terda-pat lebih dari satu fase fluida yaitu minyak, air dan gas.

1.1.1.1 Porositas

Porositas didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori batuan

terha-dap total volume batuan. Ukuran porositas suatu batuan akan menentukan kapasitas

penyimpanan fluida didalam reservoir. Porositas terbagi dua yaitu

1 prorositas absolut merupakan perbandingan antara rongga pori yang saling

berhubungan dengan volume total batuan

2 porositas efektif merupakan perbandingan antara rongga pori yang saling

(51)

secara matematis dapat ditulis

φ = Vb −Vs Vb

dimanaφ= porositas,Vb= volume total batuan danVs= volume bersih total batuan

1.1.1.2 Permeabilitas

Permeabilitas merupakan kemampauan batuan dalam menyalurkan fluida.

Apa-bila media berpori tidak ssaling berhubungan, maka batuan tersebut tidak memiliki

permeabilitas. Oleh karenanya diketahui bahwa terdapat hubungan antara

permea-bilitas dengan porositas efektif. yang terbagi tiga yaitu

1 permeabilitas absolut : kemampuan batuan dalam medistribusikan semua fasa

fluida yang dikandungnya,

2 permeabilitas efektif : kemampuan batuan dalam mendistribusikan salah satu

fasa fluida jika batuan tersebut mengandung lebih dari satu fasa fluida,

3 permeabilitas relatif : perbandingan antara permebilitas efektif dan absolut

yang dipengaruhi oleh sejarah saturasi dan wettabilitas.

Sekitar tahun 1856, Henry Darcy seorang ahli hidrologi dari Prancis mempelajari

aliran air yang melewati suatu lapisan batu pasir, dimana hasil temuannya

diformu-lasikan kedalam hukum aliran fluida yang disebut hukum Darcy yang

direpresenta-sikan oleh

Q= kA µ ×

dP dL

dimanaQ = laju alir (cc/sec),k = permeabilitas (darcy), µ =viskositas (cp), A =

luas penampang (cm2

), dan dPdL = gradien tekanan (atm/cm). Persamaan Darcy

berlaku pada kondisi

• alirannya mantap (steady state),

(52)

• kondisi isothermal,

• formasinya homogen dan arah alirannya horizontal,

• fluidanyaincompressible.

1.1.1.3 Saturasi

Saturasi didefinisikan sebagai perbandingana antara volume pori-pori

batu-an ybatu-ang berisi fluida formasi terhadap total volume pori-pori batubatu-an atau jumlah

kejenuhan fluida dalam reservoir persatuan volume pori. Karena dianggap bahwa

dalam reservoir terdapat fluida air dan minyak, maka perhitungan saturasi terbagi

dua yaitu

• saturasi minyak

So =

volume pori batuan yang diisi oleh minyak volume pori total ,

• saturasi air

Sw =

volume pori batuan yang diisi oleh air volume pori total ,

karena pori-pori batuan berisi air dan minyak, maka berlaku hubunganSo+Sw = 1.

1.1.1.4 Pembasahan Batuan (Wettability)

Wettabilitas merupakan kemampuan fluida dalam membasahi batuan atau

ke-cenderungan fluida untuk menyebar atau melekat ke permukaan batuan. Jika dua

fluida ditempatkan pada permukaan zat padat, maka salah satu fasa akan tertarik

lebih kuat dibanding fasa yang lain sehingga cenderung akan membasahi zat

pa-dat. Wettabilitas memiliki peranan yang cukup penting karena akan menimbulkan

tekanan kapiler akibat dari gaya tarik - menarik (adhesi) dari kedua zat tersebut,

sehingga akan mendorong minyak agar dapat bergerak. Faktor yang mempengaruhi

(53)

• jenis mineral yang terkandung dalam batuan,

• ukuran butir batuan, semakin halus butiran batuan maka semakin besar gaya

adhesi yang terjadi,

• jenis kandungan hidrokarbon yang terdapat didalam minyak mentah.

Pada reservoir, air biasa cenderung membasahi batuan dan minyak tidak

mempu-nyai gaya tarik dengan batuan sehingga minyak akan lebih mudah bergerak

(mega-lir).

1.1.1.5 Tekanan Kapiler

Tekanan kapiler dapat didefinisikan sebagai perbedaan tekanan antara fluida

yang dapat membasahi batuan dengan fluida yang tidak dapat membasahi batuan.

Hubungan tekanan kapiler didalam rongga pori batuan dapat digambar oleh

kena-ikan air pada pipa yang memiliki diameter sangat kecil, hal ini diakibatkan adanya

gaya adhesi pada permukaan tabung. Sehingga tekanan kapiler merupakan

kecen-derungan rongga pori batuan untuk mengisi setiap pori batuan dengan fluida yang

bersifat membasahi.

1.1.1.6 Mobility Ratio

Besarnya kemampuan fluida untuk bergerak sebagai fungsi dari permeabilitas

relatif terhadap viskositas dikenal dengan sebutan mobilitas. Semakin tinggi

mobili-tas fluida, akan semakin mudah bagi fluida untuk bergerak melewati media berpori.

Dalam proses injeksi perbandingan antar kemampuan bergerak fluida pendesak dan

fuida yang didesak sangat perlu diperhitungkan agar dapat memperkirakan efisiensi

pendesakan yang terjadi. Mobility ratio dapat ditunjukkan sebagai berikut

λ= kw/µw ko/µo

diketahui bahwaλ=mobilitas fluida,kw =permeabilitas air danko =permeabilitas

minyak. Dalam waterflood yang bertindak sebagai pendesak adalah air yang

(54)

Adapun sifat yang dimiliki fluida diantaranya

1.1.1.7 Viskositas (Kekentalan)

Viskositas adalah ketahanan internal suatu fluida untuk mengalir. Besar

ni-lai suatu viskositas dipengaruhi oleh temperatur dimana nini-lai kenaikan temperatur

akan menurunkan nilai viskositas suatu fluida. Pada permasalahan waterflooding

terdapat hubungan viskositas dari kedua fluida yang disebut viskositas relatif yang

didefinisikan sebagai perbandingan antara viskositas fluida yang didorong (minyak)

terhadap viskositas fluida pendorong (air).

1.1.1.8 Massa jenis (Density)

massa jenis disebut juga kerapatan suatu benda yang didefinisikan sebagai

perbandingan massa terhadap volum.

Water floodingmerupakan suatu permasalahan yang berkaitan dengan fluida

yang dideskripsikan dengan persamaan differensial parsial dimana akan sangat

su-lit jika diselesaikan secara anasu-litis, sehingga harus diselesaikan dengan melakukan

suatu pendekatan numerik. Oleh karena itu, perlu bagi kita untuk melakukan suatu

analisa numerik. Analisa numerik adalah analisa mempergunakan algoritma dari

metode numerik, sedangkan Metode numerik adalah teknik yang digunakan untuk

memformulasikan persoalan matematika sehingga dapat dipecahkan dengan operasi

perhitungan atau aritmatika biasa (Choiron).

Penyelesaian suatu persoalan matematika dengan metode numerik umumnya

dapat diselesaikan dengan lebih dari satu metode, sehingga dipilih metode terbaik

yang dapat menghasilkan penyelesaian yang efisien dan efektif serta tidak

meng-hasilkan galat yang besar. Dalam hal ini, metode yang dilakukan adalah metode

volume hingga. Metode volume hingga merupakan suatu metode untuk

menyelesa-ikan persamaan differensial parsial dengan melakukan pendekatan numerik dimana

solusinya akan medekati nilai analitis, nilai ataupun tingkat akurasi yang dihasilkan

(55)

Dari uraian di atas, teknikwater floodingmemiliki beberapa keunggulan dari

sisi ekonomis dan efisiensi kerja, namun pada kenyataannya teknik ini hanya

mam-pu meningkatkan 10-20% dari keseluruhan minyak bumi yang terdapat di

reservo-ir. Karena kebutuhan minyak bumi semakin meningkat, tentunya harus ada usaha

yang dilakukan dalam meningkatkan produksi minyak secara lebih maksimal. Hal

ini memotivasi penemuanEnhanced Oil Recovery(EOR) yang merupakantertiary

recovery atau metode tersier, dimana metode ini dapat mengangkat minyak bumi

sekitar 30-60% dari reservoir. EOR terbagi atas 3 teknik yaitu injeksi kimia, injeksi

gas tercampur dan injeksi panas (Usman, 2011).

Penulis tidak akan membahas secara detail terkait metode EOR

dikarena-kan tulisan ini hanya adikarena-kan membahas teknik water flooding dalam pengangkatan

minyak bumi dari reservoir. Persoalanwaterflooding pada dasarnya digambarkan

oleh persamaaan Buckley-Leverett dengan efek equilibrium, adapun pada tulisan

ini akan dilakukan perhitungan persamaaan Buckley-Leverett dengan memasukkan

efek nonequilibrium dan permeabilitas relatif yang direpresentasikan oleh

persama-an Barenblatt.

Persamaan Buckley-Leverett dan Barenblatt merupakan suatu pasangan

per-samaan diferensial parsial dan persamaaan diferesial biasa yang dapat

diselesai-kan dengan menggunadiselesai-kan metode volume hingga. Oleh karena itu, tulisan ini

akan menguraikan permasalahan tersebut dengan mencari solusi numerik

persama-an Buckley-Leverett ypersama-ang paspersama-angkpersama-an dengpersama-an persamapersama-an Barenblaat.

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan diteliti adalah bagaimana merumuskan secara

nume-rik teknikwater floodingdengan mengggunakan metode volume hingga.

1.3 Batasan Masalah

(56)

flooding menggunakan metode volume hingga dengan mengasumsikan porositas,

viscositas dan permeabilitas adalah konstan

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis numerik pada persoalan water

floodingdengan mengimplementasikan metode volume hingga sehingga dapat

di-ketahui waktu injeksi dan laju produksi dari hasil perhitungan yang dilakukan.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini yaitu memberikan suatu gambaran mengenai teknik

wa-ter flooding pada proses pengangkatan minyak dari reservoir yang dapat

dijadik-an suatu pertimbdijadik-angdijadik-an ataupun acudijadik-an dalam melakukdijadik-an kinerja lapdijadik-angdijadik-an dibiddijadik-ang

produksi minyak bumi.

1.6 Metodologi Penelitian

Untuk melakukan analisis numerik pada teknik water flooding maka dilakukan

langkah-langkah berikut:

1. Mengumpulkan berbagai informasi terkait tentangwater floodingdan Metode

Volume Hingga,

2. Terdapat suatu persamaan diferensial parsial hiperbolik orde satu dari model

Buckley-Leverett yang direpresentasikan oleh

∂tS+∂xvf(σ) = 0

yang dipasangkan oleh persamaan diferensial biasa atau persamaan evolusi

σ−S =τ ∂tS

(57)

kondisi awal yang diberikan

S =S0(x) padat = 0

σ0+τ ∂xf(σ0) = S0(x)

permasalahan diatas merupakan gambaran dari dua-fase aliran dengan

meng-gunakan model Barenblatt dengan mengabaikan tekanan kapler sehingga

le-bih berfokus pada efek dinamik dalan permeabilitas relatif hal tersebut

di-gambarkan oleh persamaan evolusi diatas,

3. Lakukan simulasi numerik dengan menggunakan pendekatan volume hingga.

Oleh pendekatan ini, dilakukan diskritisasi sepanjang n sehingga

mengha-silkan

F :R2n →R2n

dimana

F(U) =0

danU merupakan vektor yang berisikanSei,ndaneσi,n,

4. Pada kasus diatas, fluks merupakan fungsi saturasi efektif, bukan saturasi

ak-tual. Sehingga dalam penyelesaiannya digunakan iterasi Newton untuk solusi

sistem aljabar,

5. Menggunakan bantuan software MATLAB untuk melakukan perhitungan

(58)

METODE VOLUME HINGGA

ABSTRAK

Simulasiwaterfloodingbiasanya dilakukan dengan menggunakan persamaan

Buck-ley-Leverett (BL), yaitu persamaan transportasi pada fluida dinamik yang

meng-gambarkan dua fase aliran fluida yang immisciblepada media berpori. Dalam hal

ini, penulis memfokuskan diri pada efek nonekuilibrium dalam permeabilitas relatif dengan mengabaikan tekanan kapiler yang dapat digambarkan oleh model Baren-blatt yaitu model dari tekanan kapiler nonekuilibrium dan permeabilitas relatif. Pa-da kasus ini, flux Pa-dari setiap fase paPa-da persamaan BL tiPa-dak bergantung paPa-da saturasi saat ini saja (saturasi aktual), akan tetapi juga bergantung pada saturasi efektif (sa-turasi yang akan datang). Sehingga pada penyelesaiannya diperlukan persamaan evolusi yang diajukan oleh Barenblatt. Tulisan ini merupakan kajian ulang dari apa yang telah dilakukan oleh Juanes. Namun, penulis melakukan diskritisasi dengan

menggunakanvertex centered finite volumepada hukum kekekalan masa

(persama-an diferensial parsial) d(persama-an persama(persama-an evolusi (persama(persama-an diferensial biasa).

(59)

ABSTRACT

Waterflooding simulation is usually done using Buckley-Leverett (BL) equation, which is the transport equation on dynamic fluid that describe two phase flow im-miscible in porous media. In this case, we focus on nonequilibrium effect in the relative permeability with neglible capillary pressure, described by Barenblatt mo-del, which includes both nonequilibrium capillary pressure and relative permeabili-ty. In this case, flux fluid of each phase on BL equation does not only depend on the current saturation (actual saturation) but also on the so called effective saturation. This paper is a review of what has been done by Juanes. However, the numerical discretization employs vertex centered finite volume for conservation laws (partial differential equation) and evolution relation (ordinary differential equation).

(60)

METODE VOLUME HINGGA

SKRIPSI

NUR AISYAH

110803010

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(61)

METODE VOLUME HINGGA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat mencapai

gelar Sarjana Sains

NUR AISYAH

110803010

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(62)

Judul : Analisis Numerik untuk Persoalan Water Flo-oding dengan Menggunakan Metode Volume Hingga

Kategori : SKRIPSI

Nama : Nur Aisyah

Nomor Induk Mahasiswa : 110803010

Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA

Departemen : MATEMATIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETA-HUAN ALAM

Medan, Agustus 2015

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dr. Esther S.M. Nababan, M.Sc Dr. Mardiningsih, M.Si NIP. 19610318 198711 2 001 NIP. 19630405 198811 2 001

Diketahui oleh :

Departemen Matematika FMIPA USU

Ketua,

Prof. Dr. Tulus, M.Si

(63)

ANALISIS NUMERIK UNTUK PERSOALAN WATER FLOODING

DENGAN MENGGUNAKAN METODE VOLUME HINGGA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa

kutipan dan ringkasan penting yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Agustus 2015

NUR AISYAH

Gambar

Gambar 3.1: Proses Injeksi
Gambar 3.2: Aliran Dua fase dengan vR = 5
Gambar 3.3: Aliran Dua Fase dengan vR = 10
Gambar 3.4: Aliran Dua Fase dengan Efek Nonekuilibrium dimana vR = 3 danτ = 0.01
+7

Referensi

Dokumen terkait

Persamaan diferensial parsial dapat timbul pada masalah-masalah fisis, contohnya adalah persamaan Laplace dan persamaan Poisson yang timbul pada masalah aliran panas dua-dimensi

Teori – teori dan beberapa kajian matematika yang akan dirangkum pada bab ini antara lain tentang perpindahan panas, persamaan diferensial yang terdiri dari

2.3 Metode Beda Hingga Skema Implisit untuk Model Reaksi-Difusi Turing Metode beda hingga dapat digunakan menyelesaikan persamaan diferensial parsial dengan kondisi awal dan

Kontruksi bentuk diskrit persamaan diferensial parsial tak linier pada model angiogenesis dalam penyembuhan luka dilakukan dengan tiga tahap, tahap pertama adalah penjabaran

Pada bagian ini diberikan hasil perhitungan numerik yang merupakan solusi dari persamaan difusi dua dimensi dengan metode beda hingga centered difference

Dengan menggunakan metode beda hingga akan dilakukan diskritisasi pada persamaan Laplace yang didapatkan dari penurunan konduksi panas pada keadaan tetap dua

Teori – teori dan beberapa kajian matematika yang akan dirangkum pada bab ini antara lain tentang perpindahan panas, persamaan diferensial yang terdiri dari

Transformasi Artion-Fundo merupakan suatu metode yang dapat menyederhanakan persamaan diferensial biasa menjadi bentuk persamaan aljabar dan telah ditunjukkan pula bahwa