• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pertahanan Hidup Buruh Bagasi (Studi Deskriptif Terhadap Kehidupan Buruh Bagasi di Pelabuhan Belawan, Kecamatan Medan Belawan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Strategi Pertahanan Hidup Buruh Bagasi (Studi Deskriptif Terhadap Kehidupan Buruh Bagasi di Pelabuhan Belawan, Kecamatan Medan Belawan)"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

STRATEGI PERTAHANAN HIDUP BURUH BAGASI

( Studi Deskriptif Terhadap Buruh Bagasi di Pelabuhan Belawan,

Kecamatan Medan Belawan )

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

M ARTH A D OM I N TA D I AKON ESTI PARD ED E 020901030

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

(2)

ABSTRAKSI

Krisis moneter yang berkepanjangan di Indonesia menimbulkan munculnya berbagai kondisi yang memprihatinkan bagi masyarakat. Kesulitan memperoleh pekerjaan di sektor formal menyebabkan timbulnya pekerjaan sektor informal, seperti pekerjaan yang digeluti oleh informan penelitian ini, yakni asebagai buruh bagasi yang mengangkat barang penumpang kapal laut. Awalnya, bekerja sebagai buruh bagasi adalah pekerjaan yang cukup banyak memperoleh penghasilan. Hal ini disebabkan oleh jumlah buruh bagasi yang tidak begitu banyak, sementara intensitas keberangkatan kapal cukup besar, yakni sekali dalam 2 (dua) hari dengan kuantitas penumpang yang cukup padat. Namun, kenaikan harga BBM yang mengakibatkan naiknya harga tiket kapal laut, sementara harga tiket pesawat melonjak turun, mengakibatkan penumpang beralih ke pesawat yang memberi dampak buruk bagi penghasilan buruh bagasi.

Jenis penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif yakni data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, dan bukan angka-angka. Semua data yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Dengan demikian, laporan akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut, dimana hasilnya disajikan dalam bentuk deskriptif. Penelitian ini berlokasi di Pelabuhan Belawan, yang terdapat di Jalan Sumatera No.1 Belawan, Kecamatan Medan Belawan, yang diwakili informan sebanyak 8 (delapan) orang untuk menjawab permasalahan penelitian yakni bagaimana gambaran kehidupan sosial ekonomi buruh bagasi Pelabuhan Belawan ditinjau dari aspek sosiologisnya, serta menjawab strategi apa yang mereka lakukan untuk menambah pendapatannya agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :

Nama : Martha Dominta Diakonesti Pardede

NIM : 020901030

Departemen : Sosiologi

Judul : Strategi Pertahanan Hidup Buruh Bagasi

(Studi Deskriptif Terhadap Kehidupan Buruh Bagasi di Pelabuhan Belawan, Kecamatan Medan Belawan)

Dosen Pembimbing, Ketua Departemen,

Harmona Daulay,S.Sos., M.Si Prof. Dr.Badaruddin, M.Si NIP : 131 086 737 NIP : 131 996 175

Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Terpujilah Tuhan Allah yang telah memberikan berkat, kekuatan, serta

pertolongan kepada penulis dalam menyelesaikan perkuliahan hingga pada tahap akhir

yakni dalam penyusunan skripsi yang berjudul “ Strategi Pertahanan Hidup Buruh

Bagasi “. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat guna memperoleh gelar

sarjana dari Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Sumatera Utara.

Skripsi ini masih memiliki kekurangan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan

pengetahuan, pengalaman, materi penulisan, serta kepustakaan. Untuk itu, penulis

membuka diri untuk menerima segala saran dan kritikan guna perbaikan skripsi ini

kearah yang lebih baik lagi. Selama penulisan skripsi ini, penulis menerima banyak

bantuan, saran, kritikan, motivasi, serta dukungan doa dari berbagai pihak. Untuk itu,

penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. DR. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. DR. Badaruddin, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi, Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Rosmiani, MA, selaku Sekretaris Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Harmona Daulay, S.Sos, M.Si, selaku dosen pembimbing penulis yang telah

meluangkan waktu kepada penulis untuk membimbing penulis dalam penulisan

(5)

5. Bapak Drs. Junjungan Simanjuntak, M.Si, selaku dosen wali penulis.

6. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh dosen Sosiologi dan dosen

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan berbagai materi selama penulis menjalani perkuliahan di FISIP USU.

7. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis tercinta ayahanda Pdt. M.Pardede, S.Th

dan ibunda B.br. Siagian yang telah melahirkan, membesarkan, serta mendidik

penulis tanpa henti – hentinya dengan penuh cinta dan kasih sayang, dan mendoakan

penulis setiap hari.

8. Buat kakak – kakak dan abang iparku ( K’Ruth dan B’Nababan, K’Maria dan

B’Simamora, K’Lidya dan B’Rajagukguk, K’Eva dan B’Naibaho, K’Melati dan

B’Sitinjak, K’Rospita dan B’Julfrinson ) yang senantiasa mendukung penulis baik

dana maupun motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Buat adik – adik dan sahabatku Filadelfia ( Julia, Silva, Rahmat, Ronald dan Urbanus

) serta Bezaleel ( Bastanna, Budi, Christina, Lemuel, dan Roy Hakim ) yang telah

memberi semangat kepada penulis.

10.Terimakasih juga kepada anak – anak Sosiologi stambuk 2002, khususnya buat Pinta

Ukur yang telah menemani penulis dalam penelitian ke lapangan.

11.Terima kasih kepada seluruh informan penelitian, yang telah memberikan informasi

yang sesuai dengan permasalahan penelitian. Khusus buat buruh bagasi kelompok

kantin atas, terima kasih buat sambutan yang hangat dan persaudaraan yang

diberikan, terima kasih juga buat secangkir cappuccino setiap kali penulis datang ke

(6)

12.Terimakasih buat k’Ria Hutagalung atas pertolongannya selama ini, k’Lisda yang

selalu memberi semangat, k’Asti.

13.Terimakasih buat abangku, Septa G.Girsang, ST atas semangat yang selalu diberikan.

14.Terimakasih yang terdalam penulis sampaikan atas semangat yang luar biasa,

bantuan, doa, yang penulis peroleh dari abang sekaligus sahabat penulis, b’ Samuel

Haratua Siswono, ST ( Sanders Hanko ).

Penulis telah mencurahkan segala kemampuan, tenaga, pikiran, dalam

menyelesaikan skripsi ini. Besar harapan kiranya skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Juni 2008

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 9

1.3.Tujuan Penelitian ... 10

1.4.Manfaat Penelitian ... 10

1.5.Defenisi Konsep ... 11

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ...Persoalan Strategies : Suatu Strategi dalam Menangani Kemiskinan ... 22

BAB IV.PENYAJIAN DAN INTERPRETASI DATA 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 33

4.1.1. Sejarah Ringkas Pelabuhan Belawan ... 33

4.1.2. Letak Geografis Medan Belawan ... 36

4.2. Deskripsi Keberadaan Buruh Bagasi ... 37

(8)

4.2.3. Buruh Bagasi Ilegal ... 42

4.3. Penurunan Komposisi Penumpang Kapal Laut ... 42

4.4. Profil Informan ... 44

4.5. Gambaran Sosial Ekonomi ... 53

4.5.1. Sistem Pendapatan ... 53

4.5.2. Interaksi Sosial Buruh Bagasi ... 57

4.5.2.1. Interaksi Sesama Buruh Bagasi... 65

4.5.2.2. Interaksi Buruh Bagasi dengan Atasan (Mandor dan KPLP) ... 65

4.6. Motivasi dan Strategi Pertahanan Hidup Buruh Bagasi ... 66

4.6.1. Motivasi Tetap Bertahan Sebagai Buruh Bagasi ... 66

4.6.2. Strategi Pertahanan Hidup Buruh Bagasi ... 68

4.7 Analisa Strategi Pertahanan Hidup Buruh Bagasi ... 74

BAB V.KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 85

5.2. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

1. Angka Pengangguran (Tahun 2000 – 2005) ... 2

2. Perbandingan Harga Tiket Kapal Laut dengan Salah Satu Pesawat

Terbang ... 3

3. Persentase Kenaikan Harga BBM ... 3

4. Pembagian Jadwal Kerja Buruh Bagasi Pada Kapal Ferry ( dalam jangka waktu 2 bulan ) ... 7

(10)

DAFTAR MATRIK

1. Latar Belakang Informan ... 53

2. Tanggapan Informan Terhadap Kerjasama ... 59

3. Tanggapan Informan Terhadap Konflik ... 61

4. Tanggapan Informan Terhadap Kompetisi ... 62

5. Motivasi Tetap Bertahan Sebagai Informan ... 67

6. Pekerjaan Sampingan Informan ... 69

7. Pekerjaan Istri ... 70

(11)

ABSTRAKSI

Krisis moneter yang berkepanjangan di Indonesia menimbulkan munculnya berbagai kondisi yang memprihatinkan bagi masyarakat. Kesulitan memperoleh pekerjaan di sektor formal menyebabkan timbulnya pekerjaan sektor informal, seperti pekerjaan yang digeluti oleh informan penelitian ini, yakni asebagai buruh bagasi yang mengangkat barang penumpang kapal laut. Awalnya, bekerja sebagai buruh bagasi adalah pekerjaan yang cukup banyak memperoleh penghasilan. Hal ini disebabkan oleh jumlah buruh bagasi yang tidak begitu banyak, sementara intensitas keberangkatan kapal cukup besar, yakni sekali dalam 2 (dua) hari dengan kuantitas penumpang yang cukup padat. Namun, kenaikan harga BBM yang mengakibatkan naiknya harga tiket kapal laut, sementara harga tiket pesawat melonjak turun, mengakibatkan penumpang beralih ke pesawat yang memberi dampak buruk bagi penghasilan buruh bagasi.

Jenis penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif yakni data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, dan bukan angka-angka. Semua data yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Dengan demikian, laporan akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut, dimana hasilnya disajikan dalam bentuk deskriptif. Penelitian ini berlokasi di Pelabuhan Belawan, yang terdapat di Jalan Sumatera No.1 Belawan, Kecamatan Medan Belawan, yang diwakili informan sebanyak 8 (delapan) orang untuk menjawab permasalahan penelitian yakni bagaimana gambaran kehidupan sosial ekonomi buruh bagasi Pelabuhan Belawan ditinjau dari aspek sosiologisnya, serta menjawab strategi apa yang mereka lakukan untuk menambah pendapatannya agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perubahan yang signifikan dari keberadaan bangsa Indonesia yang

terpuruk akibat krisis moneter yang berkepanjangan, yang mulai melanda negeri

sejak pertengahan Agustus 1997 mengakibatkan berbagai krisis multidimensi

yang terus menimbulkan kerugian-kerugian bagi masyarakat. Salah satu yang

sangat memprihatinkan adalah pengangguran yang mengakibatkan berjuta-juta

pekerja mengalami penderitaan. Kesulitan-kesulitan hidup dirasakan hampir

seluruh penduduk Indonesia. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah belum

cukup membuat keresahan masyarakat berhenti, terutama dalam bidang ekonomi.

Kebutuhan hidup yang harganya terus meningkat mendorong masyarakat

untuk bekerja keras, melakukan banyak cara, demi memenuhi kebutuhan hidup

terutama kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar (basic needs). Untuk dapat

memenuhi semua kebutuhan tersebut, dituntut untuk bekerja, baik pekerjaan yang

diusahakan sendiri maupun bekerja bagi orang lain. Pekerjaan yang diusahakan

sendiri maksudnya adalah bekerja atas usaha modal dan tanggung jawab sendiri,

sedangkan bekerja bagi orang lain maksudnya adalah bekerja dengan bergantung

pada orang lain yang memberi perintah dan mengutusnya.

Di sisi lain, masalah lapangan kerja merupakan salah satu masalah besar

yang dihadapi masyarakat dari keseluruhan masalah bangsa yang sedang

menghadapi krisis multidimensi ini. Melihat angka pengangguran dalam 6 (enam)

(13)

tahun ke tahun angka pengangguran terus meningkat. Data Badan Pusat Statistik

(BPS) menunjukkan bila pada tahun 2000 angka pengangguran tercatat 5,8 juta

jiwa, maka pada tahun 2005 angka ini naik menjadi 12,6 juta jiwa (lihat tabel).

Tabel 1. Angka Pengangguran (Tahun 2000-2005)

Tahun Angkatan Kerja

Jumlah yang

Bekerja (%)

Jumlah

Pengangguran

(Juta)

2000 95,7 93,92 5,8

2001 98,8 91,90 8,0

2002 100,8 90,94 9,1

2003 100,3 90,50 9,5

2004 100,9 90,14 10,2

2005 106 88,11 12,6

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara, 2006.

Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, masyarakat dituntut untuk mampu bertahan untuk menghadapi

persaingan yang keras demi mendapatkan pekerjaan dan memperoleh penghasilan

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya terutama di daerah perkotaan.

Ketidakmampuan seseorang untuk bersaing dalam memenuhi kebutuhan hidupnya

mengakibatkan timbulnya kemiskinan.

Scott (1979) berpendapat bahwa kemiskinan dapat didefinisikan dari segi

pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan non

(14)

sebagai kondisi yang diderita manusia karena kekurangan atau tidak memiliki

pendidikan yang layak untuk meningkatkan taraf hidupnya, kesehatan yang buruk,

dan kekurangan transportasi yang dibutuhkan manusia. Kedua, kemiskinan

didefinisikan dari segi kurang atau tidak memiliki asset, seperti tanah, rumah,

peralatan, uang, emas, kredit, dll. Ketiga, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai

kekurangan atau ketiadaan non materi yang meliputi berbagai macam kebebasan,

hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak, hak atas rumah tangga dan

kehidupan yang layak (Tjetjep Rohendi, 2000:24).

Berbagai wacana tentang kemiskinan telah menunjuk buruh-buruh di sub

sektor perkebunan teh rakyat sebagai contoh nyata dari proses kemiskinan suatu

golongan dalam masyarakat. Terbatasnya penguasaan dan akses terhadap sumber

daya menjadi masalah struktural yang selalu didengungkan kaum reformis dalam

menjelaskan fenomena tersebut. Salah satunya, yang menunjukkan hal tersebut

adalah hasil penelitian Grijns (1986) tentang buruh pemetik teh di wilayah

Selasari, Jawa Barat, yang menyatakan bahwa :

“In term of possesion and income they do belong to the poores group in their society, though they are not rock bottom, for they still have work…”

(Safaria, 2003:97).

(dalam hal kepemilikan dan pendapatan mereka adalah kelompok termiskin dalam masyarakatnya, meski mereka bukan kelas terbawah, karena mereka masih memiliki pekerjaan…).

Buruh, pada hakekatnya merupakan seseorang yang bekerja pada orang

lain (lazim disebut majikan) dengan menerima upah dan bekerja dibawah

pimpinan orang lain. Selain memperoleh upah yang telah ditetapkan oleh majikan

mereka juga mendapat jaminan kesejahteraan serta kesehatan sebagai tenaga

(15)

oleh para buruh. Hingga sampai saat ini, perjuangan berbagai kalangan

masyarakat yang bertemakan “Perjuangan nasib kaum buruh” masih terus

disuarakan melalui berbagai aksi komponen masyarakat.

Di antara banyaknya perjuangan serta masalah perburuhan yang ada

sekarang ini, terdapat suatu kehidupan komunitas buruh yang tampak terabaikan,

yakni buruh bagasi ataupun yang sering disebut dengan Porter yang bekerja di

pelabuhan. Mereka bekerja sebagai pengangkat barang penumpang kapal laut.

Secara historis, Pelabuhan Belawan yang merupakan salah satu

pelabuhan yang berada di daerah Sumatera Utara, memiliki kapal laut yang cukup

banyak serta penumpang yang cukup ramai. Masyarakat mulai dari golongan

menengah ke atas senantiasa bepergian dengan menggunakan jasa laut. Rute kapal

laut terdiri dari dua bagian yakni rute nasional dengan tujuan Batam dan Jakarta

dan rute internasional dengan tujuan ke Malaysia. Untuk rute pelayanan nasional,

biasanya kapal berangkat sekali dalam 2 (dua) hari. Hingga tahun 2003, terdapat

dua buah kapal laut nasional yakni Kapal Kelud dan Sinabung. Sedangkan untuk

rute internasional penumpang berangkat setiap hari dengan menggunakan jasa

kapal kecil yang disebut Ferry. Hal ini sangatlah menguntungkan bagi buruh

bagasi, karena pendapatan mereka cukup banyak akibat banyaknya penumpang.

Bekerja sebagai buruh bagasi tidaklah memerlukan kriteria khusus yang

harus dimiliki oleh seorang buruh bagasi. Seseorang cukup bermodalkan tenaga

yang cukup kuat dan kondisi fisik yang memungkinkan untuk mengangkat barang

penumpang seberat puluhan bahkan ratusan kilogram, dari tempat mereka

melakukan tawar-menawar harga sampai ke kapal laut ataupun sebaliknya dari

(16)

Dari buruh bagasi dituntut kecepatan dalam bekerja, karena semakin

cepat dia melakukan pekerjaannya, semakin besar kemungkinan untuk

memperoleh kesempatan mengangkat barang penumpang lainnya. Kompetisi,

tampak jelas dalam cara kerja mereka. Uniknya, para buruh bagasi memiliki trik

ataupun cara untuk mengangkat barang tersebut yakni menggunakan sehelai kain,

selendang ataupun sejenisnya yang mereka sebut sebagai “Senjata” mereka dalam

bekerja. Barang milik penumpang yang dikemas dalam kardus ataupun dalam

bentuk lainnya mereka ikat dengan “Senjata” tersebut dengan mengikatkannya

pada tali-tali pengikat barang penumpang. Dengan usaha keras mereka

mengupayakan agar barang seorang penumpang yang beratnya puluhan kilogram

dapat mereka bawa dalam sekali mengangkat. Mereka berjalan sampai

terbungkuk-bungkuk akibat beban di tubuh mereka yang sangat berat. Udara di

pelabuhan yang terasa sangat panas tidak lagi mereka hiraukan.

Namun, seiring dengan semakin banyaknya alat transportasi yang lebih

efektif dan modern yakni pesawat terbang, maka berangsur-angsur pula

berkurangnya jumlah penumpang kapal laut. Berkurangnya penumpang

mengakibatkan Kapal Sinabung akhirnya dipindahkan oleh pihak perusahaan ke

pelabuhan yang lain, dan karena itu pula jadwal keberangkatan kapal laut pun

menjadi hanya sekali dalam seminggu. Pada saat ini, harga tiket pesawat terbang

sudah semakin menurun, bahkan tidak jauh berbeda dari tiket kapal laut.

(17)

Tabel 2. Perbandingan Harga Tiket Kapal Laut dengan Salah Satu

Hal ini berkaitan pula dengan kebijakan pemerintah yang menetapkan

harga BBM pada tanggal 01 Oktober 2005 lalu, yang menetapkan harga BBM

sebagai berikut :

Tabel 3. Persentase Kenaikan Harga BBM

Jenis BBM

Kenaikan harga BBM tentu saja mengakibatkan kenaikan harga tiket

kapal laut yang menggunakan bahan bakar minyak. Kenaikan harga BBM serta

semakin murahnya harga tiket pesawat terbang merupakan dua hal yang

menyebabkan masyarakat lebih memilih untuk bepergian dengan menggunakan

(18)

Kondisi tersebut di atas sangatlah merugikan bagi para buruh bagasi.

Karena, semakin sedikit penumpang, semakin sedikit pula penghasilan yang

mereka peroleh. Karena besarnya upah yang mereka terima tergantung pada

jumlah barang penumpang yang mereka angkat. Sementara jumlah buruh bagasi

adalah sebanyak 164 orang termasuk diantaranya 4 orang mandor, dan tiap-tiap

mandor mengawasi sekitar 38 sampai 42 orang buruh bagasi.

Proses pembagian jadwal kerja mereka adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Pembagian Jadwal Kerja Buruh Bagasi pada Kapal Ferry (dalam jangka waktu 2 bulan)

Minggu

Group P Group Q Group R Group S

Mandor P Mandor Q Mandor R Mandor S

A B A B A B A B

I IA1 IB2

II IIA1 IIB2

III IIIA1 IIIB2

IV IVA1

IV B2

Sumber : Hasil Wawancara pra Survey dengan Salah Seorang Mandor, tanggal 07 Mei 2006.

Keterangan :

I, II, III, IV : Minggu ke-…

A / B : ½ jumlah satu group buruh 1 : Bulan pertama

2 : Bulan kedua

Dari tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa buruh-buruh tersebut akan

(19)

dalam dua bulan, di mana kapal berangkat hanya sekali dalam dua hari. Sementara

untuk Kapal Kelud mereka bekerja sekali dalam seminggu.

Ketika bekerja mereka diwajibkan mengenakan baju yang memiliki

nomor punggung masing-masing buruh. Hal ini penting karena jika terjadi sesuatu

pada barang penumpang (misalnya : hilang), maka yang bertanggung jawab

terhadap barang tersebut adalah sang buruh bagasi dan dia dituntut untuk

mengganti kerugian atas hilangnya barang tersebut. Padahal, mereka tidak

memperoleh jaminan apapun baik jaminan kesejahteraan maupun kesehatan dari

pihak pelabuhan, sementara dilihat dari aktivitasnya pekerjaan mereka cukup

rentan terhadap bahaya.

Sistem pengupahan buruh bagasi adalah sistem bargaining

(tawar-menawar) antara buruh bagasi dengan si pemilik barang. Dan harga tersebut

disesuaikan dengan berat barang. Biasanya harga mengangkat berkisar

Rp 5000,00 - Rp 30.000,00. Dengan sedikit memaksa, mereka berusaha keras

menawarkan jasa pada para penumpang. Dari pendapatan yang mereka peroleh

mereka pun harus membayar setoran kepada mandor masing-masing sebanyak

Rp 2000,00 setiap kali bertugas mengangkat barang. Uang tersebut akan

dialokasikan untuk perawatan baju buruh bagasi dan setoran pada pihak

pelabuhan, dan mandor memperoleh gaji sebesar Rp 800,00 dari setoran tersebut.

Ada atau tidak ada barang yang diangkat, buruh bagasi wajib membayar setoran

tersebut. Pendapatan seorang buruh bagasi, dengan perhitungan kasar, hanya

mencapai ± Rp 200.000,00 per bulan. Dengan jumlah pendapatan yang demikian

(20)

Kondisi yang telah diuraikan di atas memunculkan pertanyaan, yaitu

bagaimana sebenarnya keadaan kehidupan buruh bagasi dalam pemenuhan

kebutuhan hidup serta keperluan lainnya terutama dalam keluarga, mengingat

kuantitas penumpang kapal laut mengalami penurunan. Dan untuk menjawab

pertanyaan tersebut maka perlu dilakukan sebuah penelitian sehingga hasilnya

akan memberi gambaran kehidupan para buruh bagasi di Pelabuhan Belawan.

1.2. Perumusan Masalah

Bertitik tolak pada latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya,

maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah gambaran kehidupan sosial dan ekonomi buruh bagasi

di Pelabuhan Belawan di tinjau dari aspek Sosiologisnya ?

2. Strategi apakah yang dilakukan oleh buruh bagasi untuk menambah

pendapatannya agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya ?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang akan diteliti, maka tujuan

daripada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mencari data dan fakta serta mendeskripsikan kehidupan buruh

bagasi.

2. Untuk mendeskripsikan strategi yang dilakukan buruh bagasi untuk

menambah pendapatannya agar dapat memenuhi kebutuhan hidup

(21)

I.4. Manfaat Penelitian

I.4.1. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan data dan sebagai acuan

dalam memecahkan permasalahan sejenis.

I.4.2. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diadakan untuk menambah pengetahuan peneliti mengenai

kehidupan buruh bagasi serta masalah-masalah yang mereka hadapi dan melatih

penulis mengembangkan kemampuan berpikir melalui karya ilmiah.

1.5. Defenisi Konsep

Untuk memperjelas maksud dan pengertian mengenai konsep-konsep yang

digunakan, maka penulis membatasi konsep-konsep yang digunakan.

1. Buruh

Adalah seseorang yang bekerja pada orang lain ( lazim disebut

majikan ) dengan menerima upah dan bekerja di bawah pimpinan

orang lain.

Buruh Bagasi

Adalah orang yang menjalankan aktivitas kerja sebagai buruh

bagasi yakni pengangkat barang penumpang kapal laut, dimana

seluruh buruh bagasi yang terdapat di Pelabuhan Belawan adalah

kaum laki – laki. Mereka memperoleh upah dari penumpang

(22)

Pekerjaan yang mereka lakukan adalah pekerjaan di sektor

informal.

2. Pelabuhan

Berdasarkan PP NO.11 Th.1983 Tenatang Pembinaan Pelabuhan,

pengertian sebagai prasarana dn sebagai sistem : Pelabuhan adalah

suatu lingkungan kerja yang dilengkapi dengan fasilitas yang

memungkinkan berlabuh dan bertambat kapal, untuk

terselenggaranya bongkar muat barang serta turun naiknya

penumpang dri suatu moda transportasi laut ( Kapal ) ke moda

transpotasi lainnya, atau sebaliknya.

Dalam penelitian ini pelabuhan merupakan tempat buruh bagasi

melakukan aktivitas kerjanya dimana pelabuhan merupakan tempat

berlabuhnya kapal laut. Kebanyakan orang yang bekerja di

Pelabuhan Belawan ini adalah kaum laki – laki bahkan hampir

semuanya adalah laki – laki. Daerah pelabuhan ini sering dianggap

daerah rawan oleh masyarakat, dimana pelabuhan ini merupakan

daerah rawan konflik.

3. Upah

Dalam karya tulis Edwin J.Flippo yang berjudul “ Principles of

Personal Management “, mengatakan yang dimaksud dengan upah

adalah : “ Harga untuk jasa yang telah diterima atau diberikan oleh

orang lain bagi kepentingan seseorang atau badan hukum. “

Batasan tentang upah menurut Dewan Penelitian Perupahan dalam

(23)

Upah adalah merupakan suatu penerimaan sebagai imbalan dari

pemberi kerja kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan atau

jasa yang telah atau akan dilakukan, yang berfungsi sebagai

jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan

dan produksi dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang telah

ditetapkan menurut suatu persetujuan UU dan peraturan –

peraturan dan di bayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara

pemberi kerja dan penerima kerja.

Dalam penelitian ini upah yang dimaksud adalah pendapatan yang

diperoleh oleh buruh bagasi sebagai imbalan jasa atas pekerjaannya

yang diperolehnya dari penumpang.

4. Faktor

Adalah sesuatu hal, keadaan, dan sebagainya yang ikut

menyebabkan, mempengaruhi terjadinya sesuatu. Faktor disini

maksudnya adalah hal – hal yang menyebabkan buruh bagasi tetap

bertahan menekuni pekerjaannya sebagai pengangkat barang

penumpang kapal laut meskipun terjadi pengurangan jumlah

penumpang. Faktor – faktor yang dimaksud tidak terbatas dari segi

ekonomi saja.

5. Strategi

Merupakan suatu prosedur yang mempunyai alternatif – alternatif

(24)

Strategi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cara – cara atau

hal – hal yang dilakukan oleh buruh bagasi untuk menambah

pendapatannya guna mempertahankan hidup atau meningkatkan

kesejahteraan dengan segala kemampuan, pengetahuan, dan

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persoalan Kemiskinan

Kemiskinan adalah sebuah kondisi kekurangan yang dialami seseorang

atau suatu keluarga. Berdasarkan hasil identifikasi suatu seminar, Awan Setya

Dewanta menyimpulkan bahwa penyebab mengapa orang menjadi miskin adalah :

1. Perbedaan akses ekonomi yang dimiliki

Perbedaan ini telah muncul sejak lahir dimana masing-masing individu

dapat lahir dengan orang tua kaya atau orang tua miskin. Dari hal ini

terjadi perbedaan endowment diantara individu atau telah terjadi

ketimpangan kepemilikan akses ekonomi. Memang endowment yang

dimiliki tersebut tetap harus dikembangkan sehingga tidak menutup

kemungkinan bagi si miskin untuk berupaya menjadi kaya, dan

sebaliknya. Dalam pengembangan diri ini, kelompok miskin perlu dibantu

agar memiliki kemampuan ( keterampilan dan pendidikan ).

2. Ketidakberuntungan yang dimiliki oleh “ kelompok masyarakat miskin“.

Kondisi tersebut adalah deprevation trap, yaitu : kemiskinan itu sendiri,

kelemahan fisik, keterasingan, kerentanan, dan ketidakberdayaan

masyarakat miskin dalam menghadapi perubahan-perubahan

kebijaksanaan ekonomi dan non-ekonomi, fluktuasi pasar, dan kekuatan

(26)

3. Ketimpangan distribusi

Ketimpangan distribusi ini dapat disebabkan karena beberapa faktor

produksi yang dimiliki. Pekerja yang hanya mengandalkan tenaga otot saja

akan menerima bagian yang kecil, jika dibandingkan dengan pekerja yang

mengandalkan kemampuan intelektual dalam berproduksi.

4. Pembangunan sebagai ideologi

Pancasila yang seharusnya menjadi etika pembangunan telah digeser oleh

pembangunan itu sendiri. Akibatnya pembangunan itu menimbulkan

dialektika pembangunan. Pembangunan itu sendiri telah dijadikan alat

ampuh untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Peristiwa penggusuran

demi pembangunan adalah suatu bentuk yang konkrit bagi pembangunan

sebagai ideologi.

5. Strategi pembangunan dan industrialisasi

Pemilihan strategi pembangunan yang lebih mengutamakan pertumbuhan

akan mengakibatkan aspek pemerataan menjadi tertinggal.

6. Intervensi pemerintah

Kebijakan pemerintah memang diperlukan untuk melakukan investasi

sosial dan melakukan pemihakan kepada si miskin. Namun pada sisi lain,

pemerintah melakukan kebijakan makro yang justru kurang

menguntungkan bagi kebijakan pengentasan kemiskinan. Intervensi

pemerintah juga mengalami bias birokrasi. Bias birokrasi ini

mengakibatkan kebijakan pemerintah yang lebih menguntungkan

kelompok kaya dibandingkan kelompok miskin. Bias ini disebabkan

(27)

birokrat dikejar oleh target, dan pemilihan program yang kurang

mengikutsertakan kelompok yang dikenai.

Di dalam bukunya yang berjudul “Pembangunan dan Pemberdayaan

Masyarakat“, Dr.Sunyoto Usman mengatakan bahwa kemiskinan merupakan

salah satu problem sosial yang amat serius. Langkah awal yang perlu dilakukan

dalam membahas masalah ini adalah mengidentifikasikan apa sebenarnya yang

dimaksud dengan miskin atau kemiskinan itu dan bagaimana mengukurnya.

Sedikitnya ada dua macam perspektif yang lazim digunakan untuk

mendekati masalah kemiskinan, yaitu : perspektif kultural (cultural perspektif)

dan perspektif struktural atau situasional (situasional perspektif). Masing-masing

perspektif tersebut memiliki tekanan, acuan, dan metodologi tersendiri yang

berbeda dalam menganalisis masalah kemiskinan.

Perspektif kultural mendekati kemiskinan pada tiga tingkat analisis yaitu

individual, keluarga, dan masyarakat. Pada tingkat individual, kemiskinan

ditandai dengan sifat yang lazim disebut dengan a strong feeling of marginality,

seperti : sikap parokial, apatisme, fatalisme, atau pasrah pada nasib, boros,

tergantung dan inferior. Pada tingkat keluarga, kemiskinan ditandai dengan

jumlah anggota keluarga yang besar, dan free union or consensual marriages.

Dan pada tingkat masyarakat, kemiskinan terutama ditunjukkan oleh tidak

terintegrasinya kaum miskin dengan institusi-institusi masyarakat secara efektif.

Mereka seringkali memperoleh perlakuan sebagai objek yang perlu digarap

daripada sebagai subjek yang perlu diberi peluang untuk berkembang.

Sedangkan menurut perspektif struktural, masalah kemiskinan di lihat

(28)

produk-produk teknologi modern. Penetrasi kapital antara lain mengejawantah

dalam program-program pembangunan yang dinilai lebih mengutamakan

pertumbuhan (growth) dan kurang memperhatikan pemerataan hasil

pembangunan. Program-program itu antara lain berbentuk intensifikasi,

ekstensifikasi, dan komersialisasi pertanian untuk menghasilkan pangan

sebesar-besanya guna memenuhi kebutuhan nasional dan ekspor.

Program-program semacam itu memang telah berhasil meningkatkan hasil

produksi secara besar-besaran, tetapi ternyata hanya kelompok kaya yang dapat

memanfaatkan surplus itu. Hal ini disebabkan karena : pertama, berkaitan dengan

akumulasi modal. Kelompok kaya memperoleh kesempatan yang lebih banyak

untuk mendapatkan aset-aset tambahan yang datang bersamaan dengan

perkembangan teknologi modern. Konsekuensinya, mereka dapat lebih cepat

berkembang. Kedua, berkaitan dengan fungsi lembaga. Dalam rangka menunjang

introduksi teknologi baru, di bentuk lembaga-lembaga ekonomi.

Lembaga-lembaga ini sangat dibutuhkan karena dengan adanya perubahan teknologi, fungsi

produksi, struktur pasar, dan preferensi konsumen ikut berubah. Dalam

kenyataannya, lembaga-lembaga semacam ini tidak dapat memberikan fasilitas

secara optimal kepada semua lapisan masyarakat. Hanya kelompok kaya yang

dapat menikmatinya. Kedua hal tersebut dituduh menciptakan “kolonialisme

internal “ dalam kehidupan masyarakat.

Apabila yang dianggap menjadi akar kemiskinan berkaitan dengan faktor

kultural, maka perlu menyusun strategi yang mampu meningkatkan etos kerja

kelompok miskin, meningkatkan pendidikan supaya lebih memiliki pola pikir

(29)

supaya dapat mewadahi kebutuhan serta aspirasi kelompok miskin. Sedangkan

apabila akar kemiskinan berakar pada masalah struktural, strategi pembangunan

perlu untuk dirumuskan kembali. Strategi pembangunan tidak lagi mementingkan

pertumbuhan, tetapi lebih mementingkan pemerataan kesempatan.

Secara Sosiologis, dimensi struktural kemiskinan dapat ditelusuri melalui

institutional arrangements yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Asumsi dasarnya adalah bahwa kemiskinan tidak semata-mata berakar pada

“kelemahan diri“, sebagaimana dipahami dalam perspektif kultural. Kemiskinan

semacam ini justru merupakan konsekuensi dari pilihan-pilihan strategi

pembangunan ekonomi yang selama ini dicanangkan serta dari pengambilan

posisi pemerintah dalam perencanaan dan implementasi pembangunan ekonomi

itu sendiri.

2.2. Pengelompokan Kebutuhan Hidup Manusia dan Pekerjaan Sektor

Informal.

Setiap manusia mempunyai kebutuhan atau dengan kata lain tak ada

manusia yang tidak mempunyai kebutuhan. Oleh karena itu, manusia akan selalu

berusaha untuk mencapai kebutuhan tersebut, dimana usaha untuk mencapai

kebutuhan tersebut akan mempengaruhi tingkah laku manusia. Menurut Kartini

Kartono (1991 : 88), kebutuhan hidup secara umum dapat dibagi dalam tiga

kategori, yaitu :

1. Kebutuhan tingkat vital biologis, antara lain berupa sandang, pangan, papan

(30)

2. Kebutuhan tingkat sosio-budaya (human-kultural) antara lain berupa empati,

simpati, cinta-kasih, pengakuan diri, penghargaan, status sosial, prestise,

pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebutuhan berkumpul.

3. Kebutuhan tingkat religius (metafisik, absolut), yaitu : kebutuhan merasa

terjamin hidupnya, aman sentosa dan bahagia.

2.3 Pekerjaan Sektor Informal

Dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup, seseorang haruslah

bekerja. Akibat dari keterbatasan peluang kerja di sektor formal, maka muncullah

berbagai lapangan usaha yang bersifat informal. Meluasnya fenomena sektor

informal dan informalisasi tenaga kerja di Indonesia merupakan hal yang tidak

bisa dihindari. Istilah-istilah “sektor informal” biasanya digunakan untuk

menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Sektor informal

merupakan suatu manifestasi dari situasi pertumbuhan kesempatan kerja di negara

berkembang.

Seorang Antropolog Inggris, Keith Hart, pernah mengadakan suatu

penelitian pada penduduk di kota Accra dan Nima, Ghana. Dia mengatakan bahwa

kesempatan memperoleh penghasilan di kota di bagi menjadi 2 kelompok, yaitu

sektor formal dan sektor informal.

Keith Hart, menyatakan bahwa perbedaan sektor formal dan informal

dilihat dari keterbatasan cara kerja, hubungan dengan perusahaan, curahan waktu,

serta status kegiatan yang dilakukan. Hart juga membagi kesempatan memperoleh

(31)

sah, dan sektor informal yang tidak sah. Yang termasuk ke dalam sektor informal

yang sah yaitu :

1. Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder pertanian, perkebunan, yang

berorientasi pasar, kontraktor bangunan dan kegiatan yang berhubungan

dengan pengrajin usaha sendiri, pembuat sepatu, pengusaha bir dan

alkohol.

2. Usaha kecil dengan modal relatif besar, perumahan, transportasi,

usaha-usaha untuk kepentingan umum, spekulasi barang-barang dagangan,

kegiatan sewa-menyewa.

3. Distribusi kecil- kecilan, pedagang pasar, pedagang kelontong, pedagang

kaki lima, pengusaha makanan jadi, pelayan bar, pengangkut barang, agen

atas komisi, dan penyalur.

4. Jasa-jasa lain seperti pemusik (pengamen), pengusaha binatu, penyemir

sepatu, tukang cukur, pembuang sampah, juru potret, pekerja reparasi

kendaraan maupun reparasi lainnya, makelar, dan sebagainya.

5. Transaksi pribadi seperti arus uang dan barang, pemberian maupun

semacamnya, pinjam-meminjam, pengemis, dan lain-lain.

Sedangkan yang termasuk ke dalam kesempatan memperoleh penghasilan di

sektor yang tidak sah ialah:

a. Jasa kegiatan atau perdagangan gelap yang pada umumnya penadah

barang-barang pencurian, lintah darat, pegadaian dengan tingkat bunga yang tidak

sah, perdagangan obat bius, pelacuran, berbagai macam korupsi,

(32)

b. Transaksi pencurian kecil (pencopetan), pencurian besar-besaran

(pembongkaran), pemalsuan uang dan penipuan. (Manning, 1985 : 79-80).

Sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh Keith Hart tersebut,

pekerjaan sebagai buruh bagasi tergolong kepada sektor informal yang sah.

Ciri utama sektor informal adalah :

1.1 Tiadanya bantuan ekonomi dapat timbul , misalnya karena adanya

perserikatan buruh, pemberian kredit dengan bunga relatif murah,

perlindungan dan perawatan kerja, hak cipta. Tidak adanya bantuan

di sini dalam arti accessability dan bukan sekedar kemudahan

(fasilitas). Walau ada kemudahan, tapi tak ada access maka usaha

tersebut masih disebut usaha dalam sektor informal.

1.2 Jam kerja bervariasi

1.3 Mudah dimasuki (karena sektor ini tidak membutuhkan modal/uang

yang besar).

1.4 Tidak meminta keterampilan yang tinggi.

1.5 Dapat menggunakan bahan-bahan setempat.

1.6 Dan permintaan yang akan selalu ada akan barang/jasa yang di

hasilkan sektor informal ( Ananta, 1985 : 65 ).

Dari hasil penelitian yang diadakan oleh Tim peneliti ILO, yang

dikoordinir oleh Sethuraman (Srilanka), ditemukan bahwa mereka yang terlibat

dalam sektor informal pada umumnya miskin, kebanyakan dalam usia kerja utama

(33)

modal usaha rendah, serta sektor ini memberikan kemungkinan untuk mobilitas

vertikal.

Pekerjaan di sektor ini memiliki tujuan utama untuk mencari kesempatan

kerja dan pendapatan daripada memperoleh keuntungan. Hal ini disebabkan

karena mereka yang terlibat dalam sektor ini pada umumnya miskin,

berpendidikan sangat rendah, tidak terampil dan kebanyakan para migran. Jelaslah

bahwa mereka bukan kapitalis yang mencari investasi yang menguntungkan dan

juga bukanlah pengusaha seperti yang dikenal pada umumnya. Cakrawala mereka

nampaknya terbatas pada pengadaan kesempatan kerja dan menghasilkan

pendapatan yang langsung bagi dirinya sendiri.

2.4 Coping Strategies : Suatu Strategi dalam Menangani Kemiskinan

Coping strategies dikenal juga dengan coping behaviour, coping

mechanisms, survival strategies, household strategies, dan livelihood

diversivication (Suharto, 2002). Kajian mengenai coping strategies dapat

memberikan gambaran mengenai karakteristik dan dinamika kemiskinan yang

lebih realistik dan komprehensif. Ia dapat menjelaskan bagaimana keluarga

miskin merespon dan mengatasi permasalahan sosial ekonomi yang terkait dengan

situasi kemiskinannya. Selaras dengan adagium pekerjaan sosial, yakni ‘to help

people to help themselves ‘, teori coping strategies memandang orang miskin

bukan hanya sebagai objek pasif yang hanya dicirikan oleh kondisi dan

karakteristik kemiskinan, melainkan orang yang memiliki seperangkat

pengetahuan dan keterampilan yang sering di gunakannya dalam mengatasi

(34)

Kesadaran akan pentingnya penanganan kemiskinan yang berkelanjutan

yang menekankan pada penguatan solusi-solusi yang ditemukan oleh orang yang

bersangkutan semakin mengemuka. Pendekatan ini lebih memfokuskan pada

pengientifikasian “apa yang di miliki oleh orang miskin“ ketimbang “apa yang

tidak dimiliki orang miskin“ yang menjadi sasaran pengkajian.

Pada mulanya, konsep coping strategies sering dipergunakan untuk

menunjukkan strategi bertahan hidup (survival strategies) keluarga di pedesaan

negara-negara berkembang dalam menghadapi kondisi kritis, seperti bencana

alam, kekeringan, gagal panen, dst. Belakangan ini, beberapa penelitian

menunjukkan bahwa konsep ini ternyata dipraktekkan juga oleh keluarga di

wilayah perkotaan dan tidak hanya di negara berkembang, melainkan pula di

negara-negara maju.

Secara umum coping strategies dapat didefinisikan sebagai kemampuan

seseorang dalam mengatasi berbagai permasalahan yang melingkupi

kehidupannya. Dalam konteks keluarga miskin, menurut Moser ( 1998 ), strategi

penanganan masalah ini pada dasarnya merupakan kemampuan segenap anggota

keluarga dalam mengelola atau memenej berbagai asset yang dimilikinya. Moser

mengistilahkannya dengan nama “asset portfolio management“. Berdasarkan

konsepsi ini, Moser (1998 : 4-16) membuat kerangka analisis yang disebut “The

Asset Vulnerability Framework“. Kerangka ini meliputi berbagai pengelolaan

asset seperti :

1. Asset tenaga kerja (labour assets), misalnya meningkatkan keterlibatan

wanita dan anak-anak dalam keluarga untuk bekerja membantu ekonomi

(35)

2. Asset modal manusia (human capital assets), misalnya memanfaatkan

status kesehatan yang dapat menentukan kapasitas orang untuk bekerja

atau keterampilan dan pendidikan yang menentukan kembalian atau hasil

kerja (return) terhadap tenaga yang dikeluarkannya.

3. Asset produktif (productive asset), misalnya menggunakan rumah, sawah,

ternak, tanaman untuk keperluan hidupnya.

4. Asset relasi rumah tangga atau keluarga (household relation assets),

misalnya memanfaatkan jaringan dan dukungan dari sistem keluarga

besar, kelompok etnis, migrasi, tenaga kerja dan mekanisme “uang

kiriman“ (remittances).

5. Asset modal sosial (Social capital assets), misalnya memanfaatkan

lembaga-lembaga sosial lokal, arisan, dan pemberi kredit informal dalam

proses dan sistem perekonomian keluarga.

Di daerah pedesaan, coping strategies keluarga miskin sangat terkait

dengan sumber daya alam dan sistem pertanian. Beberapa bentuknya antara lain

meliputi :

• Akumulasi asset pada masa panen untuk digunakan pada masa paceklik.

• Sistem gotong royong diantara anggota keluarga dan anggota masyarakat

dalam mengelola makanan dan sumberdaya alam pada masa krisis

• Migrasi ke kota untuk mencari pekerjaan

• Penggantian jenis tanaman dan cara bercocok tanam

• Pengumpulan tanaman – tanaman liar untuk makanan

• Penghematan konsumsi makanan

(36)

• Penjualan simpanan benda – benda berharga ( emas, perabotan rumah

tangga )

• Penjualan asset produktif ( tanah, binatang, ternak )

• Penerapan ekonomi subsisten

• Produksi dan perdagangan skala kecil ( buka warung )

• Pemanfaatan bantuan pemerintah di masa krisis ( program JPS )

Di wilayah perkotaan, keluarga miskin cenderung menghadapi masalah

yang lebih berat dan kompleks. Di perkotaan, sumber daya alam umumnya tidak

dapat digunakan secara bebas, sistem kekerabatan lebih lemah, kondisi

lingkungan juga lebih berat dan kerap berbahaya (polusi, kejahatan). Dalam garis

besar, beberapa bentuk coping strategies keluarga miskin dapat dikelompokkan

menjadi tiga :

 Peningkatan Asset

Melibatkan lebih banyak anggota keluarga untuk bekerja, memulai usaha

kecil-kecilan, memulung barang-barang bekas, menyewakan kamar,

menggadaikan barang, meminjam uang di bank atau lintah darat.  Pengontrolan Konsumsi dan Pengeluaran

Mengurangi jenis dan pola makan, membeli barang-barang murah,

mengurangi pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan, mengurangi

kunjungan ke desa, memperbaiki rumah atau alat-alat rumah tangga

(37)

 Pengubahan Komposisi Keluarga

Migrasi ke desa atau ke kota lain, meningkatkan jumlah anggota rumah

tangga untuk memaksimalkan pendapatan, menitipkan anak ke kerabat

atau keluarga lain baik secara temporer maupun permanen.

2.5 Interaksi Sosial

Kehidupan sehari-hari dalam masyarakat luas senantiasa terlibat dalam

suatu proses interaksi sosial yang merupakan hubungan antara tiap-tiap individu

dalam berbagai bidang kehidupan. Proses interaksi inilah yang menentukan

pola-pola interaksi sosial tertentu. Kimball Young, menyebutkan bahwa interaksi sosial

merupakan kunci dari semua kehidupan sosial sebab tanpa interaksi sosial tak

akan ada kehidupan bersama ( Soekanto, 1987 : 50 ).

Awal dari suatu proses interaksi adalah adanya kegiatan dari dua orang

atau lebih yang melibatkan sikap, nilai, maupun harapan masing-masing. Interaksi

juga didasarkan atas persepsi, motivasi, dan sikap individu terhadap kelompok.

Hal ini dapat bersifat terjadinya interaksi sosial secara negatif dan positif seperti

terjadinya kerjasama, kompetisi, ataupun konflik serta bentuk-bentuk interaksi

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Untuk menjawab pemasalahan yang akan diteliti, maka diperlukan adanya

suatu metode penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang

hasilnya akan disajikan dalam bentuk deskriptif.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang di alami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,

persepsi, motivasi, tindakan, dll.,secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam

bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2005 : 6).

Metode kualitatif ini dipergunakan dengan berbagai pertimbangan.

Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berkaitan dengan

kenyataan jamak. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat

hubungan antara peneliti dengan informan. Ketiga, metode ini lebih peka dan

lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama

terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan

angka-angka. Semua data yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci

terhadap apa yang sudah diteliti. Dengan demikian, laporan akan berisi

(39)

laporan, peneliti menganalisis data yang sangat kaya tersebut dan sejauh mungkin

dalam bentuk aslinya.

3.2. Lokasi Penelitian

Sesuai dengan judul penelitian ini yang menyangkut komunitas buruh

bagasi, maka penulis memilih lokasi penelitian yaitu di Pelabuhan

Belawan, yang terdapat di jalan Sumatera No. 1 Belawan, Kecamatan

Medan Belawan. Selain itu, lokasi penelitian juga mudah untuk dijangkau

sehingga memudahkan peneliti untuk mengadakan penelitian.

3.3. Unit Analisis dan Informan

• Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai

subjek penelitian ( Arikunto ; 1999 : 132 ).

Adapun yang menjadi unit analisis dari penelitian ini adalah buruh

bagasi yang bekerja di Pelabuhan Belawan, Medan.

• Informan

Informan adalah individu, komunitas atau kelompok masyarakat atau

institusi yang menjadi sumber informasi. Yang menjadi informan

dalam penelitian ini adalah :

1. Informan Kunci

a. Buruh yang telah bekerja selama minimal 5 tahun

(40)

b. Buruh bagasi tersebut telah berkeluarga.

c. Buruh bagasi tersebut memiliki anak yang sedang

ataupun telah tamat sekolah.

2. Informan Tambahan

Yakni orang-orang yang mengetahui bahkan terlibat dalam

kehidupan pekerjaan buruh bagasi, diantaranya :

a. Koordinator KPLP (Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai)

bagian buruh bagasi.

b. Koordinator ADPEL (Administrasi Pelabuhan)

c. Pihak PELNI

d. Penumpang kapal laut

Dari informan tambahan (selain penumpang kapal laut), yang

hendak diperoleh dari mereka adalah sebatas data mengenai lokasi

penelitian, yakni Pelabuhan Belawan, serta data-data yang

berkaitan dengan keberadaan buruh bagasi.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Agar penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan, maka diadakan

teknik-teknik untuk memperoleh data. Mengumpulkan data adalah pekerjaan yang sukar,

karena apabila diperoleh data yang salah, tentu saja kesimpulannya pun menjadi

salah pula, dan hasil penelitiannya menjadi palsu ( Arikanto, 2002 : 24). Dalam

(41)

• Data Primer

1. Depth Interview ( Wawancara Mendalam )

Yakni melakukan wawancara mendalam secara personal kepada para

informan, dengan harapan agar peneliti dapat mengetahui gagasan, ide,

pengetahuan, dan isi hati objek dengan mengajukan pertanyaan pada

informan yang mengacu kepada interview guide yang sebelumnya

telah dibuat peneliti sesuai dengan perumusan masalah yang hendak

diteliti.

2. Field Observation ( Observasi Lapangan )

Yakni pengamatan yang bermaksud untuk mengamati

kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh buruh bagasi selama ia bekerja. Dengan

ini diharapkan keakuratan data akan tercapai.

• Data Sekunder

Yakni mengumpulkan data dari berbagai sumber, misalnya buku yang

berkaitan dengan masalah penelitian, data dari internet, dll, serta arsip (

dokumen ) untuk mendapatkan catatan dan data mengenai penelitian

secara umum yang diperoleh dari pihak pelabuhan serta pengambilan

foto di lapangan.

3.5. Interpretasi dan Analisa Data

Data yang diperoleh yakni catatan lapangan, gambar-gambar atau foto-foto

serta hasil wawancara diuraikan dalam bentuk tulisan, kemudian dianalisa sesuai

(42)

3.6. Jadwal Kegiatan

No Rencana Kegiatan

Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

1 Persiapan

a. Seminar Proposal

b. Perbaikan Hasil Seminar Proposal

c. Pengurusan Izin Admonistrasi Penelitian

2 Operasional Penelitian

a. Pengumpulan Data

b. Interpretasi Data

3 Penyusunan Laporan

a. Analisa Data

b. Menyusun Laporan Hasil Penelitian

c. Perbaikan Hasil Laporan

4 Sidang Meja Hijau

3.6. KETERBATASAN PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan di Pelabuhan Belawan ini memiliki fenomena

tersendiri. Di awal penelitian, muncul rasa khawatir di hati peneliti. Hal ini

berhubungan dengan tanggapan beberapa orang ketika melihat judul skripsi ini

yakni mengenai buruh bagasi yang bekerja di Pelabuhan Belawan. Pertama, buruh

bagasi secara keseluruhan terdiri dari buruh laki-laki. Kedua, daerah Pelabuhan

Belawan ini dikenal sebagai daerah yang rawan konflik. Kedua hal ini dikaitkan

pula dengan peneliti yang adalah seorang perempuan, sementara ketika

mendengar sebutan buruh bagasi orang langsung terbawa ke suatu pribadi yang

keras, dikarenakan mereka mengerjakan pekerjaan kasar di lokasi yang cukup

keras, sehingga membentuk karakter yang keras bagi orang yang bekerja di sana.

(43)

kendala adalah tidak adanya kelengkapan data yang berhubungan dengan

keberadaan buruh bagasi. Yang ada hanya sebatas data nama-nama buruh yang

terdaftar sebagai buruh bagasi di Pelabuhan Belawan tersebut. Bahkan data

tentang Pelabuhan pun tidak peneliti temukan secara rinci di kantor ADPEL

(Administrator Pelabuhan). Data yang mereka miliki belum diperbaharui sejak

2002. Dari hal ini peneliti melihat bahwa manajemen administrasi Pelabuhan

Belawan belum tertata dengan baik. Dalam hal ini peneliti berusaha untuk

mengambil informasi dengan mencari data-data tersebut dari situs internet.

Hal lain yang menjadi kendal dalam penelitian ini adalah sulitnya peneliti

untuk memperoleh referensi yang berkaitan dengan buruh bagasi. Bahkan peneliti

juga tidak menemukan adanya penelitian yang secara khusus membahas tentang

(44)

BAB IV

PENYAJIAN DAN INTERPRETASI DATA

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Sejarah Ringkas Pelabuhan Belawan

Secara geografis, Pelabuhan Belawan sebagai salah satu pelabuhan

utama di Indonesia Bagian Barat ( gate way port ) terletak di pantai timur

Sumatera Utara, pada posisi 03 derajat – 48 derajat lintang utara dan 98

derajat – 45 derajat bujur timur.

Dari ibukota Propinsi Sumatera Utara, Medan, pelabuhan ini berjarak

sekitar 27 km. Luas daerah pelabuhan darat 2767,9 ha dan luas perairan

9884,4 ha serta mempunyai sarana jalan sepanjang 9 km.

Sebagaimana halnya Kota Belawan, Pelabuhan Belawan mengawali

keberadaannya sekitar abad ke XVIII pada masa pemerintahan kolonialisme

Hindia Belanda. Pada masa pemerintahan ini, ketika Kerajaan Sultan Deli

berkedudukan di Labuhan Deli, pelabuhan kapal-kapal niaga berada di

Labuhan Deli.

Namun karena alur pelabuhan disini makin hari makin dangkal, dan

semakin padatnya lintas kapal niaga, Pelabuhan Deli tidak mampu bertahan

lebih lama. Apalagi ketika itu, kapal-kapal niaga dalam ukuran besar sudah

mulai muncul dan tidak dapat masuk ke pelabuhan.

Kemudian oleh Pemerintah Hindia Belanda dibuka pelabuhan baru di

Kali Belawan Deli, yang letaknya kira-kira 6 km dari Labuhan Deli.

(45)

Belanda, terutama setelah berkembangnya usaha perkebunan karet dan

tembakau.

Pelabuhan baru Kali Belawan Deli seterusnya dikembangkan oleh

Pemerintah Hindia Belanda, mengingat semakin meningkatnya hasil

komoditas dari sektor pertanian dan perkebunan. Malah tidak lama kemudian,

lonjakan komoditas semakin bertambah besar, sehingga tidak mampu

mengimbangi sarana pelabuhan. Untuk itu pihak pengusaha Hindia Belanda

lebih meningkatkan dan memperluas Pelabuhan Belawan, diantaranya dengan

melengkapi fasilitas lainnya.

Pada tahun 1872, untuk pertama kalinya Pelabuhan Belawan

disinggahi kapal dari British Indie Steam Navigation Coy. Tujuh belas (17)

tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1889, Pelabuhan Belawan Deli

dikunjungi pula oleh kapal Koniklijke Paketvaart Maatschappij atau KPM.

Tahun 1891, kunjungan kapal-kapal niaga semakin ramai di

pelabuhan ini, akibat meningkatnya usaha perkebunan di daerah Sumatera

Timur. Selanjutnya pada tahun 1899, pengusaha Belanda membuka

perkebunan baru dengan nama Senembah Maatschappij.

Sejak itu kemajuan perdagangan hasil bumi dari daerah ini dengan

luar negeri terus meningkat, menyusul semakin banyaknya perusahaan

perkebunan. Kemajuan di sektor perdagangan otomatis memaksa

berkembangnya perhubungan laut, khususnya yang menyangkut pengapalan

dan pelayaran ( shipping ).

Melihat kondisi yang demikian, penguasa Hindia Belanda segera

(46)

membangun sarana pelabuhan berupa dermaga, pergudangan, perkantoran,

dan fasilitas lainnya

Jadi dapatlah dikatakan bahwa Pelabuhan Belawan mengawali

keberadaannya sejak tahun 1899, selanjutnya berkembang pesat hingga

menjadi salah satu pelabuhan ekspor terbesar saat ini.

Berikut ini dapat dilihat perkembangan status perusahaan pelabuhan

Belawan:

1. Tahun 1945-1960 (Saat itu Pelabuhan Belawan dikelola oleh Jawatan

Pelabuhan).

2. Tahun 1960-1969 (Berdasarkan Keputusan R.I No. 130 Tahun 1957,

status Pelabuhan Belawan berubah menjadi Perusahaan Negara).

3. Tahun 1969-1983 (Berdasarkan PP No. 1 Tahun 1969 status

pelabuhan berubah lagi menjadi Badan Pengusahaan Pelabuhan).

4. Tahun 1983-1990 (Berdasarkan PP No. 4 Tahun 1985 Tanggal 5

Pebruari 1985 status pelabuhan berubah menjadi PERUM Pelabuhan).

5. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 1991 Tanggal 19

Oktober 1991 status pelabuhan berubah menjadi PT ( Persero )

Pelabuhan Indonesia I.

6. Instruksi Presiden No. 4 Tahun 1985 dan Keppres No. 44 Tahun 1985

tentang ADPEL sebagai penanggungjawab tunggal pelayanan di

(47)

4.1.2. Letak Geografis Medan Belawan

Kecamatan Medan Belawan terletak di wilayah Utara kota Medan

dengan batas-batas sebagai berikut :

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Marelan dan

Kecamatan Medan Labuhan

 Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka

Kecamatan Medan Belawan memiliki luas wilayah sebesar 26,25

km2. Kecamatan Medan Belawan adalah daerah pesisir Kota Medan dan

merupakan wilayah bahari dan maritim yang berbatasan langsung pada Selat

Malaka dengan penduduknya berjumlah 93,356 jiwa ( 2004 ).

Di Kecamatan Medan Belawan ini terdapat Pelabuhan Belawan yang

merupakan pelabuhan terbuka untuk perdagangan internasional, regional, dan

nasional. Pelabuhan Belawan ini merupakan urat nadi perekonomian

Sumatera Utara khususnya arus keluar masuk barang dan penumpang melalui

angkutan laut, sehingga Kota Medan dikenal dengan pintu gerbang Indonesia

bagian Barat.

Di Kecamatan Medan Belawan ini juga terdapat Terminal Peti Kemas

Konvensional Gabion Belawan, yang merupakan Pintu Gerbang ekspor dan

(48)

4.2 Deskripsi Keberadaan Buruh Bagasi

4.2.1 Gambaran Umum Buruh Bagasi di Pelabuhan Belawan

Pelabuhan Belawan merupakan urat nadi perekonomian Sumatera

Utara khususnya arus keluar masuknya barang dan penumpang melalui

angkutan laut. Setiap hari, pelabuhan ini ramai dikunjungi oleh masyarakat

yang hendak melakukan perjalanan dengan kapal laut ataupun masyarakat

yang datang dari daerahnya menuju Sumatera Utara.

Masyarakat yang menggunakan jasa angkutan laut ini lazimnya

membawa barang-barang, baik itu barang pribadi maupun barang dagangan.

Maka untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada penumpang, dan untuk

menghindari adanya pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab yang akan

membuat kekacauan di pelabuhan, maka pihak pengawas pelabuhan yakni

KPLP menganjurkan kepada pihak penanggungjawab pelabuhan, yang saat

ini bernama ADPEL, untuk menyediakan orang-orang yang akan bekerja

sebagai buruh yang memberikan layanan jasa mengangkat barang

penumpang.

Sempitnya lapangan pekerjaan mengakibatkan banyak orang yang

tertarik bekerja sebagai buruh bagasi terutama mereka yang memiliki latar

belakang pendidikan yang rendah. Untuk menjadi buruh bagasi tidak

membutuhkan keahlian khusus, karena modal utama yang harus di miliki oleh

buruh bagasi adalah tenaga yang kuat dan berotot.

Untuk membatasi jumlah Buruh Bagasi, maka pihak

penanggungjawab pelabuhan menetapkan jumlah mereka yakni sebanyak 164

(49)

mandor mengawasi sekitar 38 sampai 42 orang buruh. Mereka secara

keseluruhan adalah laki – laki, dan terdaftar sebagai anggota tenaga kerja

bagasi.

Berikut komposisi Buruh Bagasi menurut golongan usia :

NO Golongan Usia Jumlah

Sumber : Data Baruna Barat Pelabuhan Belawan ( Data di olah kembali )

Untuk mengkoordinir para buruh, mereka dibagi dalam 2 ( dua )

kelompok dalam menjalankan tugasnya. Masing-masing 82 orang berseragam

merah dan 82 lainnya berseragam coklat. Seragam tersebut dilengkapi dengan

nomor punggung masing – masing buruh. Seragam yang mereka pakai berupa

kemeja tersebut, menjadi penanda bahwa mereka adalah buruh bagasi yang

siap melayani penumpang yang membutuhkan jasa.

Untuk menghindari rebutan penumpang, jadwal kedua kelompok ini

diatur berdasarkan rute perjalanan kapal. Jika mengikuti peraturan yang telah

ditetapkan oleh pihak ADPEL yang dikoordinir oleh KPLP, maka buruh yang

menurunkan bagasi adalah buruh yang mengenakan seragam merah dan yang

menaikkan bagasi adalah buruh yang mengenakan seragam coklat ataupun

(50)

pelabuhan. Namun, belakangan peraturan tersebut mengalami pergeseran,

yakni baik buruh yang berseragam merah maupun coklat tidak lagi bekerja

sesuai jadwal yang telah ditetapkan, tetapi setiap kapal datang maupun pergi

mereka diizinkan untuk bekerja. Hal itu disebabkan karena kapal hanya

datang sekali dalam seminggu, sehingga mereka memohon agar diizinkan

untuk tetap bekerja meskipun bukan pada jadwal mereka.

4.2.2. Kelompok Sosial

Sadar tidak sadar, setiap individu sejak lahirnya telah tergabung

dalam suatu kelompok, bahkan sejak orang tersebut dilahirkan ke dunia ini.

Adapun suatu himpunan dalam masyarakat dapat disebut sebagai kelompok

yaitu apabila memenuhi syarat – syarat berikut ini :

1. Setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia merupakan sebagian dari

kelompok yang bersangkutan,

2. ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota yang

lainnya,

3. ada suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan antara mereka

bertambah erat. Faktor tadi dapat merupakan nasib yang sama,

kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama,

dan lain – lain. Tentunya faktor mempunyai musuh yang sama, misalnya,

dapat pula menjadi faktor pengikat / pemersatu,

4. berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku,

(51)

Dalam kehidupan buruh bagasi pun terbentuk kelompok – kelompok

sosial, yakni kelompok yang terbentuk atas adanya kesadaran akan kesamaan

status.

Dari hasil observasi yang dilakukan, ada tiga ( 3 ) kelompok yang

terdapat dalam komunitas buruh bagasi. Hal ini tampak dari tempat mereka

biasanya menunggu kapal dan dengan siapa mereka menunggu.

Kelompok yang terdapat pada buruh bagasi ini dapat dilihat dari tempat

mangkal mereka di lokasi kerja. Biasanya mereka mangkal sambil menunggu

kedatangan kapal.

Kelompok – kelompok tersebut antara lain :

1. Kelompok Kantin Atas

Yakni kelompok yang beranggotakan para buruh bagasi yang pada

umumnya bekerja sebagai agen yang membeli dan menjual barang

dari dan ke batam sebelum mereka bekerja sebagai buruh bagasi.

Mereka pada umumnya memiliki fisik yang besar, beragama

Kristen, dan bersuku Batak. Dapat di katakan kalau mereka ini

adalah kelompok kelas atas dikalangan buruh bagasi. Pada

umumnya mereka memiliki telepon selular ataupun handphone, dan

telah tinggal di rumah sendiri. Kelompok ini juga menyadari bahwa

mereka adalah kelompok paling elit di antara kelompok buruh

bagasi lainnya. Meskipun mereka tetap bergaul dengan buruh bagasi

(52)

2. Kelompok Mesjid

Kelompok ini hanya beranggotakan 3 orang saja, karena buruh

bagasi yang beragama Islam memang hanya tiga ( 3 ) orang saja.

Mereka biasanya berkumpul di Mesjid yang terdapat di lokasi

Pelabuhan Belawan ketika menunggu kedatangan kapal ataupun

setelah kapal berangkat.

3. Kelompok Pohon Rindang

Kelompok ini memiliki anggota yang paling banyak. Walaupun

kelompok ini terbentuk begitu saja tanpa adanya suatu persyaratan

khusus. Kelompok ini merupakan kelompok buruh yang paling

miskin, dan bertubuh kecil. Biasanya ketika menunggu kapal

datang, mereka berkumpul di bawah pohon yang berada di samping

Mesjid Pelabuhan sambil bermain catur, ataupun sekedar bercerita

sambil minum kopi, ataupun mengerjakan kegiatan – kegiatan

lainnya.

Hal menarik lainnya yang dapat di lihat dari komunitas Buruh Bagasi

ini adalah tidak adanya akses mereka terhadap organisasi buruh resmi.

Mereka juga tidak memperoleh fasilitas resmi dari pemerintah maupun pihak

penanggungjawab pelabuhan, meskipun mereka resmi terdaftar sebagai

tenaga kerja di Pelabuhan Belawan. Mereka tetap merupakan pekerja lepas,

(53)

4.2.3 Buruh Bagasi Ilegal

Di Pelabuhan Belawan ini terdapat juga buruh bagasi ilegal atau

sering dikatakan dengan buruh bagasi liar. Meskipun petugas keamanan

berada di pintu gerbang tangga kapal laut untuk mengawasi setiap

penumpang dan buruh bagasi yang keluar masuk kapal laut, namun mereka

mencoba untuk bisa mengangkat kapal penumpang dengan cara masuk dari

celah-celah tangga tersebut. Tentu saja buruh bagasi liar ini harus memiliki

tubuh yang kurus untuk bisa masuk lewat celah tangga tersebut.

Usaha yang dilakukan buruh bagasi liar tersebut tidak hanya itu saja.

Bagi mereka yang memiliki relasi, mereka akan masuk mengangkat barang

dengan meminjam tiket kapal laut penumpang tersebut. Hal ini tentu saja

menambah kerugian bagi para buruh bagasi, karena menambah saingan

mereka dalam mendapatkan penumpang. Buruh liar ini harus siap

menghadapi resiko jika ketahuan dan tertangkap oleh petugas keamanan

pelabuhan. Biasanya mereka dipukuli dengan pentungan yang dimiliki oleh

petugas tersebut dan akan dipaksa untuk keluar.

4.3 Penurunan Komposisi Penumpang Kapal Laut

Jumlah penumpang kapal laut di Pelabuhan Belawan mengalami

penurunan. Penurunan ini dikarenakan adanya kenaikan BBM sehingga

mempengaruhi kenaikan harga tiket kapal laut. Kenaikan tersebut terjadi

karena kapal penumpang yang memiliki ukuran serta daya angkut yang besar,

(54)

Semenjak munculnya banyak perusahaan penerbangan, masyarakatlah

yang diuntungkan. Tiket murah gampang didapat. Masyarakat tidak perlu

bersusah – susah lagi menghabiskan waktu berhari – hari untuk bepergian ke

suatu tempat, misalnya saja dari Medan ke Jakarta yang jika menaiki kapal

laut akan memakan waktu 3 hari, tetapi jika naik pesawat terbang hanya 2

jam saja.

Mendadak terjadi perubahan besar di bandara – bandara setelah

maraknya angkutan udara. Dulu, bandara – bandara di Indonesia hanya

dipenuhi orang – orang yang berdasi dengan sepatu mengilat dan koper

mahal. Memang, ketika itu harga pesawat sangat mahal, dan cuma bisa

dijangkau masyarakat kelas atas. Namun,saat ini di bandara kita menemui

wajah – wajah lugu sederhana yang baru turun dari pesawat, bahkan sebagian

besar menenteng kantong plastik dan bersandal jepit.

Kenaikan harga BBM dapat mempengaruhi pola operasi kapal. Hal

tersebut dikarenakan kenaikan biaya BBM sangat berpengaruh kepada biaya

lainnya, antara lain untuk biaya makanan penumpang, docking, air tawar, dan

bunker service. Sementara di sisi lain terjadi reformasi dalam bidang

penerbangan.

Saat ini langit Indonesia diramaikan 16 operator penerbangan dari 26

yang terdaftar. Padahal tiga atau empat tahun yang lalu, pesawat yang ada di

Indonesia hanya Garuda, Merpati, Mandala, Bouraq, Dirgantara Air Service,

Lion Air, Pelita Air Service, Bayu Indonesian Air, Jatayu Gelang Sejahtera,

Airmark Indonesia, serta Awair Internasional ( sudah tidak beroperasi lagi

(55)

Sekarang sudah ada Kartika Air Lines, Indonesian Airlines Avi Patria,

Star Air, Republik Express, Metro Batavia, Bali Internasional Air Service,

Seulawah NAD Air. Belum lagi delapan maskapai yang belum dapat AOC (

sertifikat operasi dari Dephub ). Delapan maskapai itu, Internusa Air, Satrio

Mataram Airlines, Asia Avia Megatama, Alatief Alair Internasional,

Nusantara Internasional Services, Riau Airlines, Air Paradise Internasional,

dan Fajar Air, bahkan telah ada pesawat yang tiketnya di peroleh dengan

sistem bocking lewat internet dengan harga yang sangat murah, yakni Air

Asia.

Tarif murah tersebut juga dipicu Keputusan Menteri Perhubungan

melepas batas bawah tarif pesawat udara pada Februari 2002 lalu yang

membuat semua airline domestik bersaing memperebutkan penumpang

dengan cara menurunkan harga.

4.4. Profil Informan

Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah :

1. SIAGIAN

Siagian adalah seorang buruh bagasi yang sudah sangat lama bekerja

di Pelabuhan Belawan. Mendiang ayahnya dahulu juga merupakan seorang

buruh bagasi. Siagian adalah anak sulung dari 3 (tiga) bersaudara. Dia sendiri

memiliki adik kembaran yang juga bekerja sebagai buruh bagasi. Sementara

adiknya yang bungsu juga bekerja di Pelabuhan Belawan hanya saja dia

Gambar

Tabel 1. Angka Pengangguran (Tahun 2000-2005)
Tabel 2. Perbandingan Harga Tiket Kapal Laut dengan Salah Satu
Tabel 4. Pembagian Jadwal Kerja Buruh Bagasi pada Kapal Ferry (dalam jangka waktu 2 bulan)
Gambaran Sosial Ekonomi

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Profil berpikir subjek motivasi belajar matematika tinggi dan rendah. 1) saat menjawab

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa saya telah mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai penelitian yang akan dilakukan oleh Triyono

Wawancara terstruktur di gunakan sebagai teknik pengumpulan data, ketika Penulis atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan di

COSO membangun konsep fundamental berdasarkan definisi manajemen risiko bahwa Enterprise Risk Management (ERM) merupakan suatu proses yang berjalan dan mengalir

Hasil analisis rasio panjang-lebar palea-lemma menunjukan bahwa perlakuan sitokinin yang dicobakan berpengaruh sangat nyata terhadap rasio panjang lebar palea-

 Acquires good understanding of the listening skills in identifying the main ideas and specific details in a text.  Shows good understanding of classroom instructions,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pemberian pupuk urea dan pupuk kandang ayam terhadap C-Organik, total dan serapan N serta pertumbuhan tanaman jagung ( Zea

Selanjutnya dilakukan analisis sata secara deskriptif kualitatif dan kesimpulan akhir tentang penelitian ini diambil berdasarkan fakta- fakta khusus yang peneliti temukan di