ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR JALAN
TERHADAP INVESTASI, EKSPOR DAN PDRB
PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh
PARTAHIAN PANJAITAN
097018026/MEP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR JALAN
TERHADAP INVESTASI, EKSPOR DAN PDRB
PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan
Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
PARTAHIAN PANJAITAN
097018026/MEP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR JALAN TERHADAP INVESTASI, EKSPOR DAN PDRB PROVINSI SUMATERA UTARA
Nama Mahasiswa : Partahian Panjaitan
Nomor Pokok : 097018026
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Ketua
Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE. M.Ec
Anggota
Dr. Jonni Manurung, M.S
Ketua Program Studi
Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE. M.Ec
Direktur
Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE
Telah diuji pada
Tanggal : 21 Juni 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE. M.Ec
Anggota : 1. Dr. Jonni Manurung, M.S
2. Dr. Rahmanta, M.Si
3. Dr. Rujiman, MA
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
“ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR JALAN TERHADAP
INVESTASI, EKSPOR DAN PDRB PROVINSI SUMATERA UTARA”
adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh
siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, 21 Juni 2012
Yang membuat pernyataan
ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR JALAN TERHADAP, INVESTASI, EKSPOR DAN PDRB PROVINSI SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh infrastruktur jalan secara simultan terhadap investai, ekspor dan PDRB di Provinsi Sumatera Utara. Infrastruktur jalan diidentifikasi berdasarkan kondisinya yaitu jalan baik, jalan sedang, jalan rusak ringan dan jalan rusak berat. Sedangkan variabel lainnya adalah PDRB, investasi, ekspor, inflasi, suku bunga pinjaman dan nilai tukar. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah dapat bermanfaat bagi Pemerintah dalam merencanakan pembangunan infrastruktur jalan dan menentukan skala prioritas pembangunan berdasarkan kondisi jalan yang ada, dengan memperhatikan ketersediaan anggaran.
Metode analisis data menggunakan pendekatan deterministik ekonometrika, yaitu model persamaan simultan yang terdiri dari tiga persamaan. Variabel endogen adalah investasi, ekspor dan PDRB sedangkan variabel eksogen adalah inflasi, suku bunga pinjaman, jalan baik, jalan sedang, jalan rusak ringan, jalan rusak berat dan nilai tukar. Data yang digunakan adalah data runtun waktu dari tahun 1984 s.d. 2010 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia dan publikasi penelitian sebelumnya
.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (jalan sedang, jalan rusak ringan dan jalan rusak berat), inflasi dan tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap investasi. PDRB dan jalan baik berpengaruh positif. Elastisitas (jalan sedang, jalan rusak ringan dan jalan rusak berat) lebih besar dari variabel lainnya kecuali PDRB. Hasil penelitian terhadap ekspor menunjukkan bahwa jalan rusak ringan dan jalan rusak berat secara simultan berpengaruh negatif terhadap ekspor di Provinsi Sumatera Utara. Model persamaan dari penelitian kemudian dilakukan simulasi, dari tiga simulasi diperoleh bahwa kebijakan yang paling optimal adalah fokus pada rehabilitasi jalan rusak ringan, dengan tetap memelihara kondisi eksisting jalan baik dan sedang.
ANALYSIS OF EFFECT OF ROAD INFRASTRUCTURE AGAINST
INVESTMENT, EXPORT AND GDRP OF NORTH SUMATRA PROVINCE
ABSTRACT
This research is aimed to analyze the influence of road infrastructure against investment, export and Gross Regional Domestic Product (GDRP) of North Sumatera Province. Road infrastructure identified by good roads, passable roads, minor damage roads and seriously damaged roads. While another variables used are GDRP, investment, exports, inflation, interest rate and exchange rate. The final goal of this research is to benefit the Government in planning for road infrastructure development and determine development priorities based on the existing road conditions, taking into account the available budget.
Methods of data analysis using a deterministic approach to econometrics, with simultaneous equations models consisting of three equations. Endogenous variables are investment, exports and GDRP, while the exogenous variables are inflation, interest rates, good roads, passable roads, minor damage roads, seriously damaged roads and exchange rates. The data used are time series data from 1984 till 2010 sourced from the Central Bureau of Statistics, Bank Indonesia and the publication of previous research.
The results showed that passable roads, minor damage roads, serious damaged roads, inflation and interest rates significantly influences and negatively to the investment. While GDRP significantly influences and positively the investment and good road not significant. The results of the export show that the minor damage roads and serious damaged roads simultaneously negative influences on the exports in the Province of North Sumatera. Model equations of the research was performed simulations, from three simulations obtained that the optimal policy is a reduction in the length of minor damage roads.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur serta terima kasih yang setinggi-tingginya penulis
panjatkan kehadirat Tuhan, karena betapa besar kasih karunia serta berkat yang
melimpah dan tidak berkesudahan telah dianugerahkan-Nya kepada penulis. Penulis
sangat berterima kasih berkat tangan Tuhan melalui semua pihak yang membantu,
penulis dapat merampungkan studi dan menyelesaikan sebuah karya penelitian
sebagai tugas akhir pada Program Studi Ekonomi Pembangunan, Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dengan judul “Analisis Pengaruh
Infrastruktur Jalan Terhadap Investasi, Ekspor dan PDRB Provinsi Sumatera
Utara”. Pada kesempatan ini, dengan rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih
yang setulusnya kepada semua pihak yang telah membantu, memberikan bimbingan,
dukungan dan pengarahan selama proses penyelesaian tesis ini. Secara khusus,
penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
sehingga bisa mengikuti dan menyelesaikan program pendidikan Magister.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh staf pengajar dan
pengawai, khususnya Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pengajaran
dan bimbingan selama proses perkuliahan hingga penulis mampu
menyelesaikan studi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, S.E, M.Ec, selaku Ketua Program Studi
Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,
sekaligus sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini
dan sekaligus menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Ekonomi
3. Bapak Dr. Jonni Manurung, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang
dengan tidak mengenal lelah, baik siang maupun malam memberikan
pengetahuan, bimbingan, arahan, motivasi dan masukan selama di bangku
perkuliahan terutama dalam proses penyusunan tesis ini, sehingga penulis dapat
menyelesaikan dengan sebaik-baiknya.
4. Bapak Dr. Rahmanta, M.Si, Bapak Dr. Rujiman, MA, Bapak Drs. Paidi
Hidayat, M.Si selaku Dosen Pembanding yang telah banyak membantu penulis,
memberikan masukan, saran-saran yang membangun dan dukungan dalam
proses penyusunan tesis ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
5. Seluruh Dosen dan Staf pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Ir. Bambang Tjahjono, Direktur Bandar Udara, Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara, Bapak Ir. Darpin Sinaga, MM dan Bapak Wahyudi
Nugroho, ST, Pimpinan Satuan Kerja Pembangunan Bandar Udara Medan
Baru, yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk
melajutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
7. Kedua orang tua yang sangat saya sayangi Bapak (Bapa) St. A. Panjaitan (Alm)
dan ibu (uma) E. Br. Tambunan yang sangat menyayangi saya dan dengan
cucuran keringat sebagai petani di desa terpencil telah membesarkan,
menyekolahkan dan membimbing penulis. Penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya untuk Doa Bapa selama hidupnya dan Doa Ibu
(Tangiang ni Dainang) yang tidak berkesudahan.
8. Bapak dan Ibu Mertua, Amang Drs. Ch. Sihombing dan Inang A. Br.
Hutagalung atas segala dukungan dan terutama doa sehingga penulis dapat
melanjutkan cita-cita dan menyelesaikan pendidikan program Magister.
9. Istri dan anak-anakku yang sangat penulis cintai dan sayangi, Liza Juliana R.
Sihombing, S.Sos. yang saat ini sedang mengandung anak kami yang ketiga dan
anak-anakku yang cantik-cantik Niho Vegaliany Agnesia Panjaitan dan Veyla
yang telah diberikan dan Bapak (penulis) minta maaf jika selama perkuliahan
dan dalam proses penyelesaian tesis ini kurang memberikan waktu dan
perhatian yang seharusnya menjadi tanggung jawab penulis. Tesis ini penulis
dedikasikan untuk segala pengorbanan istri dan anak-anakku. Penulis juga
mengucapkan terima kasih atas doa dan dukungan dari semua kakak dan
adik-adikku, khususnya keluarga St. SP. Simanjuntak (Alm)/L. Br. Panjaitan, penulis
ucapkan terima kasih karena tidak mungkin penulis menyelesaikan pendidikan
program Magister tanpa dukungan dan bantuannya selama menyelesaikan
pendidikan di Strata Satu.
10. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 18 yang telah sama-sama
berjuang dengan penulis, dalam penyelesaikan studi dan telah memberikan
banyak bantuan dan dukungan kepada penulis. Dan juga rekan-rekan penulis di
Satuan Kerja Pembangunan Bandar Udara Medan Baru, terima kasih atas
kerjasama yang baik dan terima kasih atas bantuannya sehingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis berterima kasih atas segala kritik dan saran yang membangun dalam rangka
perbaikan dan penyempurnaan. Dengan rasa syukur kehadirat Tuhan, akhirnya
penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
semoga tesis ini berguna bagi para pembaca, para peneliti selanjutnya dan khususnya
para pengambil kebijakan di Provinsi Sumatera Utara.
Medan, 21 Juni 2012
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Partahian Panjaitan
Tempat dan Tanggal Lahir : Sidagal-Tapanuli Utara, 8 Juli 1974
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Menikah
Istri : Liza Juliana Rotua Sihombing, S.Sos
Anak : Niho Vegaliany Agnesia Panjaitan
Veyla Uliany Magiraito Panjaitan
Orang Tua
Ayah : St. A. Pajaitan (Alm)
Ibu : E. Br. Tambunan
Alamat Rumah : Perumahan Bukit Johor Mas Blok B No. 2
Medan Johor
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Kementerian Perhubungan, Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara, Direktorat Bandar Udara.
Proyek Pembangunan Bandar Udara Medan
Baru – Kualanamu.
Pendidikan
1. Tahun 1981 s.d. 1987 : SD Negeri 173128 Sidagal, Tapanuli Utara
2. Tahun 1987 s.d. 1990 : SMP Negeri 4 Tarutung, Tapanuli Utara
3. Tahun 1990 s.d. 1993 : SMA Negeri Tarutung, Tapanuli Utara
4. Tahun 1996 s.d. 2000 : Universitas MPU Tantular Jakarta
Fakultas Ekonomi Manajemen
5. Tahun 2009-2012 : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Produk Domestik Regional Bruto ... 9
2.2 Hubungan Investasi, Tingkat Suku Bunga dan Inflasi ... 14
2.3 Pengeluaran Pemerintah ... 18
2.4 Ekspor ... 20
2.5 Nilai Tukar ... 24
2.5.1 Nilai Tukar Riil ... 24
2.5.2 Nilai Tukar Nominal ... 24
2.6 Perkembangan Nilai Tukar di Indonesia ... 27
2.6.1 Sistim Nilai Tukar Tetap ... 28
2.6.2 Sistim Nilai Tukar Mengambang Terkendali ... 29
2.6.3 Sistim Nilai Tukar Mengambang Bebas ... 30
2.7 Kebijakan Pembangunan Infrastruktur ... 31
2.7.1 Kebijakan Investasi Pembangunan Infrastruktur Jalan ... 32
2.7.2 Strategi Percepatan Pembangunan Infrastruktur ... 33
2.8 Manajemen Pemeliharaan Jalan ... 40
2.9 Penelitian Terdahulu ... 46
2.10 Kerangka Konseptual Penelitian ... 50
2.11 Hipotesis Penelitian ... 51
BAB III METODE PENELITIAN ... 52
3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 52
3.2 Tempat Penelitian ... 52
3.3 Jenis dan Sumber Data ... 53
3.4 Uji Analisis Data ... 53
3.4.2 Uji Kointegrasi ... 56
3.4.3 Uji Normalitas ... 58
3.4.4 Uji Autokorelasi ... 59
3.5 Metode Analisis Data ... 60
3.6 Simulasi Model Penelitian ... 64
3.7 Definisi Variabel Operasional ... 66
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 68
4.1 Perkembangan Perekonomian Provinsi Sumatera Utara ... 68
4.1.1 Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara ... 68
4.1.2 Perkembangan Investasi di Provinsi Sumatera Utara ... 72
4.1.3 Perkembangan Tingkat Inflasi di Provinsi Sumatera Utara 75
4.1.4 Perkembangan Tingkat Suku Bunga 76 4.1.5 Perkembangan Infrastruktur Jalan di Provinsi Sumatera Utara ... 77
4.1.6 Perkembangan Nilai Tukar ... 81
4.1.7 Perkembangan Ekspor di Provinsi Sumatera Utara ... 82
4.1.8 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto ... 85
4.2 Hasil Uji Analisis Data ... 86
4.2.1 Hasil Uji Stasioner ... 86
4.2.2 Hasil Uji Kointegrasi ... 87
4.2.3 Hasil Uji Normalitas ... 88
4.2.4 Hasil Uji Autokorelasi ... 90
4.3 Analisis Data Penelitian ... 90
4.3.1 Model Persamaan Investasi ... 92
4.3.2 Model Persamaan Ekspor ... 94
4.3.3 Model Persamaan Produk Domestik Regional Bruto ... 95
4.4 Simulasi Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Jalan ... 96
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 114
5.1 Kesimpulan ... 114
5.2 Saran-Saran ... 116
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Kriteria Penentuan Nilai RCI ... 44
2.2 Kriteria Pengelompokan Jalan Menurut Kondisi ... 44
2.3 Kriteria Penanganan Pemeliharaan Jalan ... 45
3.1 Critical Values For Test of DW ... 60
3.2 Hasil Identifikasi Order Bersyarat (Order Condition) ... 63
3.3 Total Anggaran Pembangunan Infrasruktur Jalan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011 ... 65
4.1 Kabupaten / Kota di Provinsi Sumatera Utara ... 69
4.2 Jarak Antar Kota di Wilayah Provinsi Sumatera Utara ... 70
4.3 Jumlah Kendaraan Bermotor yang Terdaftar di Provinsi Sumatera Utara Tahun 1984 s.d. 2010 ... 71
4.4 Pertumbuhan Investasi Provinsi Sumatera Utara Tahun 1984 s.d 2010 ... 73
4.5 Rencana dan Realisasi Investasi di Provinsi Sumatera Utara Tahun 1984 s.d. 2010 ... 75
4.6 Panjang Jalan di Provinsi Sumatera Utara Menurut Kondisi Tahun 1984 s.d. 2010 ... 79
4.7 Prosentase Jalan Menurut Kondisi di Provinsi Sumatera Utara Tahun 1984 s.d. 2010 ... 80
4.8 Perkembangan Ekspor di Provinsi Sumatera Utara Tahun 1984 s.d. 2010 ... 83
4.9 Ekspor Sumatera Utara Menurut Kelompok Barang Ekonomi Tahun 1996 s.d. 2010 ... 84
4.10 Uji Stasioneritas Pada Tingkat Level / First D / Second D ... 87
4.11 Ringkasan Johansen Cointegration Test Model ... 87
4.12 Hasil Uji Normalitas dengan JB-Test ... 89
4.13 Hasil Uji Autokorelasi ... 90
4.14 Hasil Estimasi Two Stage Least Squares ... 91
4.15 Perbandingan Data Awal dengan Hasil Estimasi Model ... 98
4.16 Biaya Pembangunan, Pemeliharaan, Rehabilitasi dan Rekonstruksi Jalan ... 4.17 Perkiraan Jumlah Biaya yang Dibutuhkan untuk Pembangunan, Pemeliharaan dan Rehabilitasi Jalan di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011 ... 102
4.19 Alokasi Penggunaan Anggaran Pembangunan Infrastruktur Jalan di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011 – Simulasi 1 ... 103 4.20 Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Jalan di Provinsi Sumatera Utara Hasil Simulasi 1 ... 104 4.21 Alokasi Penggunaan Anggaran Pembangunan Infrastruktur Jalan
di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011 – Simulasi 2 ... 106
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1.1 Kerangka Pemikiran dan Alur Permasalahan ... 6 2.1 Kurva Kenaikan Investasi Akibat Kenaikan Panjang Jalan Baik17 2.2 Faktor Utama Penyebab Sulitnya Melakukan Bisnis di Indonesia . 18 2.3 Kurva Ekspor Neto ... 26 2.4 Keseimbangan Pasar Valuta Asing ... 27 2.5 Skema Pendanaan Infrastruktur Dengan Melibatkan Pihak Swasta 40 2.6 Kerangka Konseptual Penelitian ... 50 4.1 Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor yang Terdaftar
di Provinsi Sumatera Utara Tahun 1984 s.d. 201072 4.2 Perkembangan Investasi di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 1984 s.d. 2010 ... 74 4.3 Perkembangan Inflasi di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 1984 s.d. 2010 ... 76 4.4 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Tahun 1984 s.d 2010 ... 4.5 Perkembangan Infrastruktur Jalan Menurut Kondisinya ...
di Provinsi Sumatera Utara Tahun 1984 s.d. 2010... 81 4.6 Perkembangan Nilai Tukar Tahun 1984 s.d. 2010 ... 82 4.7 Perkembangan Ekspor di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 1984 s.d. 2010 ... 83 4.8 Perkembangan Ekspor di Sumatera Utara Menurut Kelompok
Barang Ekonomi Tahun 1996 s.d. 2010 ... 85 4.9 Perkembangan PDRB Menurut Harga Berlaku di Provinsi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Data Analisis Penelitian ... 124
2 Hasil Regresi ... 125
3 Uji Stasioner Investasi ... 126
4 Uji Stasioner Ekspor ... 127
5 Uji Stasioner PDRB ... 128
6 Uji Stasioner Inflasi ... 129
7 Uji Stasioner Suku Bunga Pinjaman ... 130
8 Uji Stasioner Jalan Baik ... 131
9 Uji Stasioner Jalan Sedang ... 132
10 Uji Stasioner Jalan Rusak Ringan ... 133
11 Uji Stasioner Jalan Rusak Berat ... 134
12 Uji Stasioner Nilai Tukar ... 135
ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR JALAN TERHADAP, INVESTASI, EKSPOR DAN PDRB PROVINSI SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh infrastruktur jalan secara simultan terhadap investai, ekspor dan PDRB di Provinsi Sumatera Utara. Infrastruktur jalan diidentifikasi berdasarkan kondisinya yaitu jalan baik, jalan sedang, jalan rusak ringan dan jalan rusak berat. Sedangkan variabel lainnya adalah PDRB, investasi, ekspor, inflasi, suku bunga pinjaman dan nilai tukar. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah dapat bermanfaat bagi Pemerintah dalam merencanakan pembangunan infrastruktur jalan dan menentukan skala prioritas pembangunan berdasarkan kondisi jalan yang ada, dengan memperhatikan ketersediaan anggaran.
Metode analisis data menggunakan pendekatan deterministik ekonometrika, yaitu model persamaan simultan yang terdiri dari tiga persamaan. Variabel endogen adalah investasi, ekspor dan PDRB sedangkan variabel eksogen adalah inflasi, suku bunga pinjaman, jalan baik, jalan sedang, jalan rusak ringan, jalan rusak berat dan nilai tukar. Data yang digunakan adalah data runtun waktu dari tahun 1984 s.d. 2010 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia dan publikasi penelitian sebelumnya
.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (jalan sedang, jalan rusak ringan dan jalan rusak berat), inflasi dan tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap investasi. PDRB dan jalan baik berpengaruh positif. Elastisitas (jalan sedang, jalan rusak ringan dan jalan rusak berat) lebih besar dari variabel lainnya kecuali PDRB. Hasil penelitian terhadap ekspor menunjukkan bahwa jalan rusak ringan dan jalan rusak berat secara simultan berpengaruh negatif terhadap ekspor di Provinsi Sumatera Utara. Model persamaan dari penelitian kemudian dilakukan simulasi, dari tiga simulasi diperoleh bahwa kebijakan yang paling optimal adalah fokus pada rehabilitasi jalan rusak ringan, dengan tetap memelihara kondisi eksisting jalan baik dan sedang.
ANALYSIS OF EFFECT OF ROAD INFRASTRUCTURE AGAINST
INVESTMENT, EXPORT AND GDRP OF NORTH SUMATRA PROVINCE
ABSTRACT
This research is aimed to analyze the influence of road infrastructure against investment, export and Gross Regional Domestic Product (GDRP) of North Sumatera Province. Road infrastructure identified by good roads, passable roads, minor damage roads and seriously damaged roads. While another variables used are GDRP, investment, exports, inflation, interest rate and exchange rate. The final goal of this research is to benefit the Government in planning for road infrastructure development and determine development priorities based on the existing road conditions, taking into account the available budget.
Methods of data analysis using a deterministic approach to econometrics, with simultaneous equations models consisting of three equations. Endogenous variables are investment, exports and GDRP, while the exogenous variables are inflation, interest rates, good roads, passable roads, minor damage roads, seriously damaged roads and exchange rates. The data used are time series data from 1984 till 2010 sourced from the Central Bureau of Statistics, Bank Indonesia and the publication of previous research.
The results showed that passable roads, minor damage roads, serious damaged roads, inflation and interest rates significantly influences and negatively to the investment. While GDRP significantly influences and positively the investment and good road not significant. The results of the export show that the minor damage roads and serious damaged roads simultaneously negative influences on the exports in the Province of North Sumatera. Model equations of the research was performed simulations, from three simulations obtained that the optimal policy is a reduction in the length of minor damage roads.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infrastruktur Transportasi baik transportasi darat, laut maupun udara
merupakan sarana yang sangat berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi
dan pertumbuhan wilayah sehingga sering disebut sebagai urat nadi perekonomian
disamping fungsinya sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan
sektor-sektor perekonomian, infrastruktur transportasi berperan sebagai perangsang
tumbuhnya sektor-sektor perekonomian baru dan berkembangnya sektor-sektor
perekonomian yang sudah ada.
Sebagai perangsang, infrastruktur transportasi dapat difungsikan secara aktif
untuk menggerakkan perekonomian daerah yang didahului dengan pembangunan
infrastruktur transportasi. Dengan adanya infrastruktur transportasi, kegiatan-kegiatan
sektor ekonomi lainnya akan tumbuh dan berkembang (trade follows the ship).
Pembangunan infrastruktur transportasi dengan tujuan seperti ini, dilakukan dalam
rangka pembangunan wilayah atau daerah-daerah terpencil, dimana kegiatan ekonomi
dan perdagangan belum berjalan dengan baik. Dalam konteks pembangunan
infrastruktur jalan, kebijakan diarahkan pada pembangunan jalan baru atau
pembuatan jalan interkoneksi.
Pada wilayah atau daerah-daerah dimana kegitan-kegiatan sektor
penggerak perekonomian (ship follows the trade). Pembangunan infrastruktur
transportasi di daerah ini diarahkan untuk menambah kapasitas transportasi dalam
mendukung pertumbuhan dan perkembangan sektor-sektor ekonomi. Dalam konteks
pembangunan infrastruktur jalan, kebijakan lebih difokuskan pada pemeliharaan,
perbaikan dan peningkatan jalan yang sudah ada, dengan tetap mengupayakan
pembangunan jalan baru.
Infrastruktur transportasi dalam fungsinya sebagai fasilitas publik
memberikan pelayanan publik bagi masyarakat yaitu : (1) Mendorong pemerataan
pembangunan; (2) Melayani kebutuhan pergerakan masyarakat dengan harga yang
terjangkau; (3) Memperlancar mobilitas distribusi barang dan jasa; (4) Mendorong
pertumbuhan sektor ekonomi lainnya. Dalam kaitannya dengan sektor antara,
infrastruktur transportasi menghubungkan berbagai macam aktivitas ekonomi,
merupakan prasarana penghubung antar daerah dan memudahkan mobilitas penduduk
serta memperlancar lalu lintas barang antar daerah maupun pengiriman barang ke luar
negeri.
Memperhatikan berbagai fungsi dan manfaat transportasi tersebut,
pembangunan infrastruktur transportasi harus diarahkan untuk meningkatkan
pelayanan jasa transportasi yang efektif, efisien, berkualitas, aman, nyaman dan
dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut,
perlu dikembangkan sistem transportasi nasional dan sistem transportasi daerah
dengan prinsip keterpaduan inter dan antar moda serta keterpaduan antar wilayah.
transportasi yang terintegrasi sehingga bisa menghubungkan satu wilayah dengan
wilayah lain, baik dari desa ke kota, antar kecamatan, antar kabupaten, antar provinsi
dan nasional. Sistem transportasi antarmoda merupakan sistem yang terintegrasi
antara moda transportasi yang berbeda dan saling mendukung, sehingga tercipta
sistem distribusi yang lancar baik regional, nasional maupun internasional.
Sektor transportasi terdiri dari beberapa sub sektor yaitu Sub Sektor
Transportasi Darat (Kereta Api, Angkutan Jalan, Angkutan Sungai, Danau dan
Penyeberangan), Sub Sektor Transportasi Laut, Sub Sektor Transportasi Udara dan
jasa penunjang transportasi. Masing-masing sub sektor transportasi tersebut memiliki
karakteristik dan peran yang berbeda-beda di setiap daerah dan sangat tergantung
pada struktur perekonomian, distribusi penduduk dan pendapatan suatu daerah. Oleh
karena itu masing-masing daerah juga mempunyai prioritas pembangunan terhadap
sub sektor transportasi tersebut.
Dari sisi pembiayaan pembangunan infrastruktur sub sektor transportasi,
pendanaan bisa bersumber dari anggaran pemerintah dan investasi swasta. Sesuai
karakteristiknya biaya pembangunan infrastruktur Angkutan Sungai, Danau dan
Penyeberangan (ASDP), Pelabuhan Laut, Bandar Udara, Kereta Api dan Jalan Tol
bisa bersumber dari APBN, dana BUMN serta mempunyai peluang yang lebih besar
untuk dibiayai investor swasta atau kerjasama antara Badan Usaha dengan
Pemerintah (Public Private Partnership / PPP).
Pada umumnya di negara-negara sedang berkembang kemampuan
diutamakan untuk menciptakan stabilitas ekonomi makro melalui instrumen ekonomi
moneter dan kebijakan fiscal, serta penanganan masalah ekonomi jangka pendek yang
berkaitan dengan sandang/pangan, kesehatan, pendidikan, pengurangan kemiskinan,
subsidi dan pengurangan pengangguran serta sektor primer lainnya. Sedangkan
prioritas pembangunan infrastruktur yang bersifat produktif khususnya dalam
pemeliharaan dan penyediaannya sering terabaikan. Hal ini menurut Easterly (2008)
(dalam Arman Delis, 2008) lazim terjadi pada negara atau daerah yang menghadapi
masalah defisit fiskal sehingga mengorbankan pengeluaran produktif seperti
pembangunan infrastruktur untuk membiayai pengeluaran konsumtif. Masalah yang
juga sering dihadapi adalah kesulitan pemerintah dalam membiayai pembangunan
infrastruktur, biasanya diikuti dengan menurunnya minat swasta untuk melakukan
investasi baik dibidang infrastruktur itu sendiri maupun bidang produktif lainnya.
Dalam laporan (World Bank, 1992) disampaikan bahwa tanpa penyediaan
infrastruktur yang memadai, aktivitas produksi dan distribusi akan mengalami
hambatan yang serius. Keterbatasan infrastruktur meyebabkan
perusahaan-perusahaan yang sudah ada tidak akan terdorong melakukan ekspansi dan investor
baru juga tidak tertarik melakukan investasi yang selanjutnya akan mempengaruhi
Produk Domestik Bruto (PDB) / Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Infrastruktur transportasi merupakan salah satu indikator yang sangat penting
bagi investor untuk menanamkan modalnya di suatu daerah. Sesuai dengan fungsi
infrastruktur sebagai perangsang tumbuhnya perekonomian, investor akan
akan tertarik menanamkan modalnya apabila telah tersedia infrastruktur transportasi
yang memadai (investment follows the ship); (2) Investor akan tertarik menambah
investasinya apabila pembangunan infrastruktur transportasi terus dikembangkan
sejalan dengan perkembangan perekonomian (ship follows the investment).
Kemampuan Pemerintah dalam pembangunan infrastruktur jalan tercermin
dari kondisi jalan yang ada. Prosentase panjang jalan menurut kondisinya di Provinsi
Sumatera Utara tahun 1984 s.d. 2010 adalah jalan baik 29,84 persen, jalan sedang
26,36 persen, jalan rusak ringan 23,32 persen dan jalan rusak berat 20,84 persen.
Sedangkan rata-rata pertumbuhan jalan baik hanya sebesar 7,56 persen dan jalan
sedang sebesar 10,72 persen serta rata-rata pertumbuhan total panjang jalan hanya
sebesar 5,75 persen. Besarnya panjang jalan dengan kondisi rusak ringan dan rusak
berat di Provinsi Sumatera Utara mencerminkan bahwa kemampuan pembiayaan
pembangunan infrastruktur jalan masih terbatas. Dengan anggaran yang terbatas
tersebut, peneliti memandang perlu dibuat suatu model yang dapat membatu dalam
merumuskan kebijakan anggaran, apakah diprioritaskan untuk pemeliharaan jalan
baik dan sedang, rehabilitasi jalan rusak ringan, rekonstruksi jalan rusak berat ,
pembangunan jalan baru atau gabungan.
Dalam laporan World Economic Forum, Executive Opinion Survey (2011),
disebutkan bahwa infrastruktur yang tidak memadai merupakan faktor ke-empat yang
menjadi hambatan masuknya investasi di Indonesia. Hasil penelitian ini terindikasi
Provinsi Sumatera Utara dari tahun 1984 s.d. 2010 hanya sebesar 27,71 persen dan
PMA sebesar 30,08.
Selisih yang tinggi antara rencana dan realisasi investasi, mengindikasikan
adanya keinginan investor untuk menanamkan modalnya di Provinsi Sumatera Utara.
Diduga bahwa salah satu faktor penghambat masuknya investasi (investment
barriers) adalah kondisi infrastruktur jalan yang tidak memadai.
Pengentasan kemiskinan, pengurangan pengangguran dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat hanya dapat dicapai dengan pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dan berkualitas yang direpresentasikan dengan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) yang tinggi. Faktor yang berperan dalam meningkatkan PDRB antara
lain adalah investasi dan ekspor.
Untuk mempermudah pemahaman mengenai latar belakang, dalam gambar
Angkutan Sungai dan Penyeberangan Pelabuhan Laut Bandar Udara Kerena Api Jalan Tol Jalan Negara Jalan Provinsi
Jalan Kabupaten / Kota Jalan Kecamatan Inf r a s tr uk tur Jal an IN F R A S TR U K TU R T R A N S P O R T A S
I 1. APBN / APBD
2. BUMN (PT. ASDP, PT. Pelindo, PT. AP, PT. KAI, PT. Jasa Marga, dll. 3. KPS
4. Investor Swasta
P E M B IAY AAN Pengeluaran Pemerintah : 1. APBN 2. APBD (Prov.) 3. APBD (Kab. / kota)
Kondisi Infrastruktur Jalan di Provinsi Sumatera Utara
1. Baik 2. Sedang 3. Rusak Ringan 4. Rusak Berat
Kemampuan Pembiayaan Terbatas
1. Pemeliharaan jalan yang Baik dan Sedang 2. Perbaikan Jalan Rusak Ringan Baik 3. Perbaikan Jalan Rusak Berat Baik 4. Pembangunan Jalan Baru Fokus Pembiayaan PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN Investasi Ekspor PDRB
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran dan Alur Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, latar belakang penulisan masalah dapat
dikelompokkan sebagai berikut : (1) Infrastruktur Jalan di Provinsi Sumatera Utara
tidak memadai, yang ditunjukkan dengan rendahnya jalan dengan kondisi baik dan
sedang serta rendahnya pertumbuhan panjang jalan; (2) Kondisi jalan yang tidak
memadai berpengaruh terhadap investasi dan ekspor yang pada akhirnya akan
mempengaruhi PDRB; dan (3) Berdasarkan data yang ada, terdapat selisih yang
cukup besar antara rencana dan realisasi investasi di Provinsi Sumatera Utara.
Dengan demikian, penulis berkeinginan untuk meneliti dan menulis tesis dengan
judul “ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR JALAN TERHADAP
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang sebagaimana diuraikan diatas, dirumuskan
beberapa permasalahan yaitu :
1. Apakah inflasi, suku bunga pinjaman, infrastruktur jalan baik, jalan sedang,
jalan rusak ringan, jalan rusak berat dan PDRB secara simultan berpengaruh
terhadap investasi di Provinsi Sumatera Utara ?
2. Apakah nilai tukar, jalan rusak ringan, jalan rusak berat dan PDRB secara
simultan berpengaruh terhadap ekspor di Provinsi Sumatera Utara ?
3. Apakah investasi dan ekspor secara simultan berpengaruh terhadap PDRB di
Provinsi Sumatera Utara ?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan penelitian
adalah :
1. Menganalisis pengaruh inflasi, suku bunga pinjaman, jalan baik, jalan sedang,
jalan rusak ringan, jalan rusak berat dan PDRB secara simultan terhadap
investasi di Provinsi Sumatera Utara.
2. Menganalisis pengaruh nilai tukar, jalan rusak ringan, jalan rusak berat dan
PDRB secara simultan terhadap ekspor di Provinsi Sumatera Utara.
3. Menganalisis pengaruh investasi dan ekspor secara simultan terhadap PDRB
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Menambah wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan bagi penulis tentang
disiplin ilmu yang diteliti.
2. Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mendalami masalah
infrastruktur, khususnya infrastruktur jalan dalam hubungannya dengan
investasi, ekspor dan PDRB.
3. Dapat digunakan untuk melengkapi studi penelitian dengan topik yang sudah
ada sebelumnya.
4. Bermanfaat bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan perencanaan
pembangunan infrastruktur jalan sehingga memberikan pengaruh yang
optimal bagi pertumbuhan investasi, ekspor dan PDRB di Provinsi Sumatera
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Produk Domestik Regional Bruto
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai barang dan jasa akhir
yang diproduksi dalam suatu perekonomian di satu daerah atau Provinsi. Perhitungan
PDRB yang sering juga disebut Pendapatan Regional dapat dilakukan dengan 3 (tiga)
pendekatan yaitu pendekatan pendekatan pendapatan, pendekatan pengeluaran dan
pendekatan produksi.
Perhitungan PDRB dengan pendekatan pendapatan dilakukan dengan
menjumlahkan semua balas jasa yang diterima oleh faktor produksi, yaitu upah dan
gaji dan surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Sektor
pemerintahan dan usaha yang sifatnya tisak mencari untung, surplus usaha tidak
diperhitungkan.
Perhitungan PDRB dengan pendekatan pengeluaran dilakukan dengan
menjumlahkan seluruh pengeluaran para pelaku ekonomi atas barang dan jasa yang
diproduksi dalam perekonomian satu daerah. Perhitungan PDRB menurut
pengeluaran diperinci menjadi 6 kelompok yaitu : (1) Pengeluaran konsumsi rumah
tangga; (2) Pengeluaran konsumsi lembaga swadaya yang tidak mencari keuntungan;
(3) Pengeluaran konsumi pemerintah; (4) Pembentukan modal tetap bruto (investasi);
Perhitungan output pada perekonomian dengan pendekatan pengeluaran
dijelaskan dalam persamaan berikut.
Y atau PDRB = C + I + G + NX
dimana Y atau PDRB adalah Produk Domestik Regional Bruto; C adalah konsumsi; I
adalah investasi; G adalah pengeluaran pemerintah; dan NX adalah ekspor neto
(ekspor dikurangi impor).
Perhitungan PDRB dengan pendekatan produksi dilakukan dengan
menjumlahkan nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh sektor-sektor
dalam perekonomian dengan cara mengurangkan biaya antara dari nilai total produksi
bruto sektor antara atau sub sektor tersebut (Tarigan 2009). Nilai tambah merupakan
selisih antara nilai produksi (output) dengan biaya antara (intermediate cost). Pada
umumnya sektor-sektor perekonomian dikelompokkan menjadi 9 sektor atau
lapangan usaha yaitu : (1) Pertanian; (2) Pertambangan dan Penggalian; (3) Industri;
(4) Listrik, Gas dan Air Minum; (5) Bangunan; (6) Perdagangan, Hotel dan Restoran;
(7) Pengangkutan dan Komunikasi; (8) Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan
Bangunan dan Tanah serta Jasa Perumahan dan (9) Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan
Perorangan.
Perhitungan PDRB dengan pendekatan produksi didasarkan pada fungsi
produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas menyatakan bahwa
pendapatan nasional yang dibagi diantara modal dan tenaga kerja adalah tetap
konstan selama periode yang panjang. Fungsi produksi Cobb-Douglas memiliki skala
sama, maka output meningkat menurut proporsi yang sama pula (Mankiw, 2006).
Fungsi produksi Cobb-Douglas mempunyai unsur yaitu :
Pendapatan Modal = MPK x K = ∝Y
Pendapatan Tenaga Kerja = MPL x L = (1 - ∝)Y
dimana ∝ adalah konstanta antara nol dan satu yang mengukur bagian pendapatan
yang dihasilkan oleh modal dan (1 - ∝) menentukan bagian pendapatan yang
dihasilkan oleh tenaga kerja. MPK adalah marginal product of capital (produksi
marginal modal) yaitu jumlah output tambahan yang diperoleh perusahaan dari satu
unit modal tambahan. MPL adalah marginal product of labour (produksi marginal
tenaga kerja) yaitu jumlah output tambahan yang diperoleh perusahaan dari satu unit
tenaga kerja tambahan. K adalah modal; L adalah tenaga kerja dan Y adalah
pendapatan nasional.
Fungsi Cobb-Douglas yang memenuhi unsur diatas adalah :
F(K, L) = A K∝ L
dimana A adalah parameter yang lebih besar dari nol yang mengukur produktivitas
teknologi.
1-∝
Untuk membuktikan fungsi Cobb-Douglas memiliki skala hasil konstan, dapat
dilakukan dengan mengalikan modal dan tenaga kerja dengan z konstan, sebagai
berikut :
F(zK, zL) = Az∝K∝z1-∝L
F(zK, zL) = Az
1-∝
∝ z1-∝
K∝ L1-∝ karena z∝ z1-∝
F(zK, zL) = zAK
= z maka fungsi menjadi
∝ L1-∝
kaena zAK∝ L1-∝
F(zK, zL) = zF(K, L) = zY
= F(K, L) maka
Berdasarkan uraian ini, jumlah output Y meningkat sebesar z, yang menunjukkan
bahwa fungsi produksi Cob-Douglas memiliki skala hasil konstan.
Produk marginal fungsi Cobb-Douglas, terdiri dari produk marginal tenaga
kerja yaitu MPL = (1 - ∝) AK∝ L1-∝ dan produk marginal modal adalah MPK = ∝
AK∝-1 L1-∝
Menurut teori pertumbuhan neoklasik yang dikembangkan oleh T.W. Swan
(1956) dan Robert M. Solow (1970) yang dikenal dengan model Solow-Swan output
perekonomian merupakan fungsi dari kapital, tenaga kerja dan teknologi. Teknologi
yang dimaksud adalah peningkatan skill atau kemampuan teknik sehingga dapat
meningkatkan produktivitas. Teknologi dapat pula diartikan sebagai cara yang lebih
baik untuk memproduksi barang dengan hasil atau output yang lebih banyak dan
jumlah modal (capital) dan tenaga kerja (labour) yang tetap. Dalam model fungsi
produksi Solow-Swan, teknologi dianggap fungsi dari waktu (Tarigan, 2009 dan . Dari persamaan ini diketahui bahwa ∝ berada diantara nol dan satu,
kenaikan jumlah modal meningkatkan MPL dan mengurangi MPK, sedangkan
kenaikan dalam jumlah tenaga kerja mengurangi MPL dan meningkatkan MPK. Oleh
karena itu perkembangan teknologi yang meningkatkan parameter A membuat
Mankiw, 2006), sebagaimana ditunjukkan dalam persamaan fungsi produksi berikut
ini.
) , , (K L t f
Y =
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa Y merupakan variabel endogen yang
dipengaruhi oleh modal (K), tenaga kerja (L) dan teknologi (t). Jika modal dan tenaga
kerja makin banyak maka pendapatan dalam perekonomian akan makin tinggi.
Infrastruktur Jalan merupakan bagian dari modal yang juga mempengaruhi
pertumbuhan output dalam perekonomian. Hal ini sesuai dengan pandangan Adam
Smith (1723-1790) dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the
Wealth of Nation (1776) yang membahas masalah pertumbuhan ekonomi dan
menyatakan bahwa untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerintah
berkewajiban menyediakan prasarana yang dibutuhkan (Tarigan, 2009). Pandangan
Adam Smith ini diperkuat oleh John Mainard Keynes (1936) yang menyatakan
bahwa untuk menjamin pertumbuhan yang stabil, pemerintah harus mengambil peran
dalam hal kebijakan fiskal (perpajakan dan pembelanjaan pemerintah), kebijakan
moneter (tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar) dan pengawasan langsung.
Pembangunan infrastruktur termasuk infrastruktur jalan merupakan bagian dari
kebijakan fiskal yaitu pembelanjaan pemerintah.
Dalam kerangkan ekonomi wilayah, Richardson (dalam Tarigan, 2009)
menderivasikan fungsi produksi Solow-Swan menjadi sebagai berikut :
dimana Yi adalah bersarnya output; ki adalah tingkat pertumbuhan modal;
ni adalah tingkat pertumbuhan tenaga kerja; Ti
Berdasarkan fungsi produksi Cobb-Douglas, teori pertumbuhan model
Solow-Swan dan teori pertumbuhan ekonomi regional Richardson, menjelaskan bahwa
“teknologi” berpengaruh pada pertumbuhan perekonomian atau PDRB. Berdasarkan
definisi tenologi, pembangunan infrastruktur jalan termasuk bagian teknologi.
adalah kemajuan teknologi; a adalah
bagian yang dihasilkan oleh faktor modal dan (1 - a) adalah bagian yang dihasilkan
oleh faktor diluar modal
2.2 Hubungan Investasi, Tingkat Suku Bunga dan Inflasi
Investasi (investment) merupakan barang-barang yang dibeli untuk
penggunaan masa depan. Investasi dibagi tiga sub kelompok (Mankiw, 2006) yaitu :
(1) Investasi tetap bisnis yaitu pembelian pabrik atau peralatan baru oleh perusahaan;
(2) Investasi tetap residensial yaitu pembelian rumah baru oleh rumah tangga; dan (3)
Investasi persediaan yaitu peningkatan dalam persediaan barang perusahaan. Dalam
pengertian para ahli makroekonomi, investasi adalah kegiatan yang menciptakan
modal baru dan/atau menambah nilai modal yang sudah ada. Kaidah umum investasi
adalah bahwa investasi perekonomian tidak mencakup pembelian yang hanya
merealokasi asset-asset yang ada diatara individu-individu yang berbeda. Pengertian
yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pengertian investasi yang menciptakan
Keputusan seseorang atau suatu perusahaan melakukan investasi sangat
tergantung pada tingkat bunga dan pendapatan. Ketika tingkat suku bunga naik,
jumlah investasi akan turun dan sebaliknya, dengan demikian investasi dan tingkat
bunga berhubungan negatif. Sedangkan investasi dan pendapatan memiliki hubungan
positif, yang berarti jika pendapatan naik maka investasi juga naik, dan sebaliknya.
Hubungan antara investasi (I) dengan tingkat bunga riil (r) dan pendapatan (Y)
dijelaskan dalam persamaan berikut.
) , (r Y f
I =
Dalam perekonomian, tingkat suku bunga dibedakan menjadi : (1) Tingkat
bunga nominal (nominal interest rate) yaitu tingkat bunga yang dibayar oleh investor
untuk membiayai investasi atau tingkat bunga yang dibayarkan oleh bank kepada
nasabah; (2) Tingkat bunga riil (real interest rate) yaitu tingkat bunga setelah
dikurangi dengan inflasi (Mankiw, 2006). Tingkat bunga nominal tidak
menggambarkan kenaikan daya beli seseorang atau perusahaan. Sedangkan tingkat
bunga riil menggambarkan kenaikan daya beli seseorang atau perusahaan, karena
telah dikurangi dengan inflasi. Dengan demikian hubungan antara tingkat bunga riil
(r), tingkat bunga nominal (i) dan tingkat inflasi (π) sebagaimana dalam persamaan
berikut ini.
r = i - π atau i = r + π
Persamaan diatas menggambarkan bahwa perubahan tingkat bunga nominal
inflasi yang disebut dengan persamaan Fisher (Fisher equation). Persamaan Fisher
menjelaskan bahwa kenaikan 1 persen dalam tingkat inflasi, menyebabkan kenaikan
tingkat bunga nominal sebesar 1 persen. Hubungan ini sering disebut dengan efek
Fisher (Fisher effect) (Mankiw, 2006).
Dalam model klasik perekonomian tertutup, tingkat bunga mempunyai
peranan yang sangat penting untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan
output. Tingkat bunga mempengaruhi penawaran dan permintaan output dan dana
pinjaman. Output perekonomian berasal dari konsumsi, investasi, dan pengeluaran
pemerintah. Konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan disposabel (disposable
income), investasi merupakan fungsi dari tingkat bunga riil, dan pengeluaran
pemerintah dan pajak merupakan alat kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh
pemerintah (variabel eksogen). Jumlah output dalam perekonomian ditentukan oleh
faktor-faktor produksi dan fungsi produksi. Oleh karenanya dalam perekonomian
tertutup tingkat bunga merupakan satu-satunya variabel yang menyeimbangkan
permintaan dan penawaran output. Jika tingkat bunga terlalu tinggi, investasi akan
terlalu rendah, selanjutnya permintaan ouput dalam perekonomian akan lebih rendah
dari penawarannya. Sebaliknya jika tingkat bunga terlalu rendah, investasi akan
terlalu tinggi, maka permintaan output dalam perekonomian akan lebih tinggi dari
penawarannya (Mankiw, 2006). Peranan tingkat bunga dalam menyeimbangkan
permintaan dan penawaran output dalam perekonomian dirumuskan sebagai berikut :
Y = C + I + G
I = I (r)
G = Ḡ
T = T
Y = f (F, K)
Y = Ȳ
dengan demikian : Ȳ = C (Ȳ - T) + I (r) + Ḡ
Keterangan :
Ȳ = Output perekonomian
C (Ȳ - T) = Pendapatan disposal
C = Konsumsi
T = Pajak
I = Investasi
r = Tingkat bunga
Ḡ = Pengeluaran pemerintah
Peningkatan investasi merupakan salah satu upaya untuk mendorong
pertumbuhan output dalam perekonomian. Oleh karenanya setiap negara selalu
berupaya untuk merangsang dan mendorong tumbuhnya investasi baik yang
bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri. Inovasi teknologi seperti
pembangunan infrastruktur jalan, merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
investasi. Pembagunan infrastruktur jalan akan menggeser kurva investasi ke sebelah
kanan, sebagaimana diperagakan dalam gambar 2.1. berikut ini. Disamping inovasi
teknologi, peningkatan investasi juga bisa dilakukan melalui instrumen kebijakan
fiskal, misalnya menaikkan tingkat pajak perseorangan dan menurunkan pajak
E2 E0
0
DI0 SI0
SI1
r0
I0 Jumlah Investasi
r
I1
[image:39.612.172.454.131.367.2]DI1
Gambar 2.1 Kurva Kenaikan Investasi Akibat Kenaikan Panjang Jalan Baik
Survei yang dilakukan oleh Thierry Geiger (2011) menunjukkan bahwa
ketersediaan infrastruktur di Indonesia merupakan salah satu faktor penghambat
masuknya investasi. Dari berbagai faktor yang menjadi kendala untuk melakukan
bisnis di Indonesia pada tahun 2010, ketersediaan infrastruktur berada pada peringkat
ke-4 dari 15 faktor yang menjadi variabel survey, sebagaimana ditunjukkan dalam
23% 29% 8% 12% 2% 6% 2% 2% 2% 3% 3% 3% 0% 1% 0%
0% 10% 20% 30% 40%
Inefficient government bureaucracy Corruption Inadequate supply of infrastructure Access to financing Inflation Government instability Policy instability Tax regulations Inadequately educated workforce Restrictive labour regulations Poor work ethic in national labor force Crime and theft Tax rates Poor public health Foreign currency regulation
[image:40.612.115.555.114.344.2]Sumber : World Economic Forum, Executive Opinion Survey, 2011
Gambar 2.2 Faktor Utama Penyebab Sulitnya Melakukan Bisnis di Indonesia
2.3 Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah merupakan komponen ketiga dari permintaan
terhadap barang dan jasa. Pengeluaran pemerintah terdiri dari : (1) Pengeluaran rutin
untuk membiayai pengawai pemerintah; (2) Pengeluaran untuk membiayai
pembangunan (belanja modal). Pengeluaran pemerintah untuk membiayai
pembangunan dilakukan untuk membangun fasilitas publik, antara lain pembangunan
infrastruktur transportasi, listrik, kesehatan, pendidikan, dll; (3) Pembayaran transfer
kepada rumah tangga, seperti tunjangan kesejahteraan untuk orang-orang miskin dan
pembayaran jaminan sosial. Oleh karena pembayaran transfer tidak dilakukan dalam
variabel pengeluaran pemerintah. Jadi dalam penelitian ini pengeluaran pemerintah
yang dimaksud adalah diluar transfer, yang kita angggap sebagai variabel eksogen,
sering dinotasikan dengan G = Ḡ.
Pengeluaran pemerintah merupakan komponen utama yang mempengaruhi
permintaan output barang dan jasa dalam perekonomian. Jika pemerintah melakukan
perubahan kebijakan fiskal dengan mengubah pengeluaran atau tingkat pajak, maka
tabungan nasional, investasi dan tingkat bunga equiblirium akan berubah dan pada
akhirnya mengubah permintaan output dalam perekonomian. Misalkan pemerintah
menaikkan pengeluaran sebesar ∆G, secara langsung akan mengingkatkan permintaan
output barang dan jasa sebesar ∆G. Pada umumnya di negara-negara sedang
berkembang pengeluaran pemerintah sering digunakan sebagai alat untuk
merangsang masuknya investasi. Jika pemerintah melakukan penurunan pajak, maka
pendapatan disposal akan meningkat dan sejanjutnya menaikkan konsumsi. Misalnya
pemerintah menurunkan pajak sebesar ∆T, maka pendapatan disposal akan meningkat
sebesar ∆T, selanjutnya konsumsi juga meningkat sebesar ∆T x MPC (Marginal
Propensity to Consume).
Perhitungan output perekonomian dijelaskan dalam persamaan berikut.
Y atau PDRB = C + I + G + NX
Sedangkan fungsi produksi Solow-Swan ditunjukkan dalam persamaan fungsi
produksi berikut ini.
) , , (K L t f
Kedua persamaan diatas saling berhubungan atau berkointegrasi dalam jangka
panjang. Pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap PDRB atau output
perekonomian. Hal ini berarti, apabila pemerintah menambah pengeluarannya, maka
PDRB atau output perekonomian akan naik sebesar pengeluaran pemerintah. Output
perekonomian (Y) merupakan fungsi dari modal (K), tenaga kerja (L) dan teknologi
(t). Berdasarkan kedua persamaan diatas, kebijakan menambah pengeluaran
pemerintah khususnya untuk infrastruktur jalan, berpengaruh positif terhadap PDRB
dan juga akan berpengaruh pada modal dan teknologi. Pada akhirnya modal dan
teknologi akan berpengaruh positif terhadap peningkatan PDRB atau output
perekonomian. Oleh karenanya pengeluaran pemerintah mempunyai peranan yang
besar terhadap peningkatan PDRB.
2.4 Ekspor
Setiap negara di dunia mempunyai keterbatasan, baik sumber daya alam,
sumber daya manusia maupun penguasaan teknologi. Oleh karenanya hampir tidak
ada negara yang sanggup memenuhi kebutuhan sendiri. Keterbatasan ini mendorong
dilakukannya spesialisasi produksi. Keputusan memproduksi barang dan jasa
ditentukan dengan memperhatikan faktor efisiensi, baik untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri maupun ekspor. Sebaliknya barang dan jasa yang tidak efisien
diproduksi di dalam negeri diimpor dari luar negeri. Oleh karenanya, sebagian besar
negara menganut perekonomian terbuka yaitu : (1) Mengekspor barang dan jasa ke
memberi pinjaman di pasar modal dunia atau melakulan investasi atau penanaman
modal di luar negeri. Dengan demikian net ekspor merupakan salah satu variabel
yang memberikan nilai tambah terhadap ouput perekonomian suatu negara atau
daerah.
Di banyak negara, khususnya negara-negara industri yang sudah maju,
perdagangan internasional menjadi faktor utama untuk meningkatkan Produk
Domestik Bruto (PDB) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Disamping
itu perdagangan internasional juga mendorong tumbuhnya industrialisasi, kemajuan
transportasi dan masuknya investasi ke suatu negara atau daerah. Perdagangan
internasional memberikan beberapa manfaat yaitu : (1) Memperoleh barang yang
tidak dapat diproduksi di dalam negeri; (2) Memperoleh keuntungan dari spesialisasi;
(3) Memperluas pasar dan menambah keuntungan. Perdagangan internasional
mendorong pengusaha untuk berproduksi secara maksimal dan menjual kelebihan
produknya ke luar negeri (ekspor) dan (4) Transfer teknologi modern.
Sejak terjadinya krisis ekonomi dunia tahun 1997/1998, sektor ekspor
merupakan pendorong pulihnya perekonomian di Negara-Negara Asia Tenggara.
Pada tahun 2004 Thailand mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 7,2 persen yang
didorong oleh peningkatan ekspor dan belanja pemerintah. Vietnam juga mencatat
pertumbuhan yang cukup tinggi pada tahun 2004 sebesar 7,5 persen dan tahun 2005
sebesar 7,6 persen juga didorong oleh tumbuhnya ekspor dan permintaan dalam
persen dan tahun 2005 sebesar 5,6 persen. Pertumbuhan ini juga didorong oleh
permintaan ekspor yang tinggi dan konsumsi masyarakat.
Pertumbuhan ekspor yang tinggi menghasilkan devisa bagi Negara, yang
selanjutnya akan digunakan untuk membiayai impor dan pembangunan sektor
ekonomi lainnya. Secara teoritis, terdapat korelasi positif antara pertumbuhan ekspor
dan PDB/PDRB, disamping perannya untuk meningkatkan cadangan devisa,
pertumbuhan impor, pertumbuhan output dalam negeri, peningkatan kesempatan
kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat.
Berkaitan dengan besarnya manfaat ekspor dalam perekonomian suatu negara,
beberapa kebijakan yang harus diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekspor
antara lain : (1) Meningkatkan daya saing global produk Indonesia; (2)
Menyederhanakan prosedur kepabeaan; (3) Penyempurnaan dan pembaharuan
perangkat peraturan perundang-undangan dan (4) Peningkatan kapasitas infrastruktur
(termasuk infrastruktur jalan).
Salah satu upaya meningkatkan daya saing produksi adalah dengan
menurunkan biaya marginal produk. Biaya transportasi merupakan unsur dari biaya
marginal produk. Untuk menurunkan biaya transportasi harus dilakukan penambahan
panjang jalan baik atau pemeliharaan jalan sedang, rehabilitasi jalan rusak ringan dan
rekonstruksi jalan rusak berat. Oleh karenanya jalan dengan kondisi rusak,
berpengaruh positif terhadap peningkatan biaya transportasi, yang pada akhirnya akan
Dalam perekonomian terbuka sebagian output digunakan untuk memenuhi
kebutuhan domestik dan sebagian lagi diekspor ke luar negeri. Dengan demikian
pengeluaran output dibagi menjadi 4 komponen yaitu: 1) konsumsi, 2) investasi, 3)
pengeluaran pemerintah dan 4) ekspor. Ekspor merupakan pengeluaran luar negeri
atas barang dan jasa domestik, sedangkan impor merupakan jumlah pengeluaran
domestik atas barang dan jasa luar negeri. Barang dan jasa yang diimpor dari luar
negeri bukan merupakan output suatu negara, sehingga dalam perhitungan
pendapatan nasional tidak diperhitungkan. Selisih antara ekspor (X) dan impor (M)
disebut dengan export netto (NX) atau (NX = X – M). Dengan demikian komponen
output perekonomian dapat dijelaskan dalam persamaan berikut.
Y = C + I + G + NX
Output dalam perekonomian suatu negara menunjukkan hubungan antara
output domestik (Y), pengeluaran domestik (C+I+G) dan ekspor neto (NX),
sebagaimana ditunjukkan dalam persamaan berikut.
NX = Y – (C + I + G)
Persamaan ini menjelaskan bahwa jika output lebih besar dari pengeluaran domestik,
maka selisihnya diekspor atau ekspor neto positif. Sebaliknya jika output lebih kecil
dari pengeluaran domestik, maka selisihnya diimpor atau ekspor neto negatif.
Dalam perekonomian terbuka, terdapat kaitan yang sangat erat antara pasar
uang dan pasar barang. Tabungan nasional (S) merupakan hasil dari output (Y)
dikurangi konsumsi (C) dan pengeluaran pemerintah (G) atau S = Y – C – G, dengan
S = I + NX atau NX = S – I
Persamaan ini menunjukkan bahwa, ekspor neto suatu perekonomian sama dengan
selisih antara tabungan dan investasi. Ekspor neto merupakan ekspor neto barang dan
jasa suatu Negara yang juga sering disebut dengan neraca perdagangan (trade
balance). Selisih tabungan domestik dan investasi domestik (S-I) merupakan arus
modal keluar neto (net capital outflow). Arus modal keluar neto merupakan jumlah
dana yang dipinjamkan penduduk suatu negara ke luar negeri dikurangi jumlah dana
yang dipinjamkan luar negeri atau disebut juga dengan investasi asing neto (net
foreign investment).
2.5 Nilai Tukar (Exchange Rate)
Nilai tukar (exchange rate) antar dua negara adalah tingkat harga yang
disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan (Mankiw,
2006). Para ekonom membedakan nilai tukar atau kurs menjadi dua yaitu : (1) Nilai
tukar riil (real exchange rate) yaitu harga relatif diantara barang-barang dua Negara;
dan (2) Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) yaitu harga relatif dari mata
uang dua negara.
2.5.1 Nilai Tukar Riil (Kurs Riil).
Kurs riil berhubungan negatif dengan ekspor neto. Jika kurs riil tinggi,
barang-barang luar negeri relatif murah dan barang-barang domestik relatif mahal.
Kondisi ini berpengaruh pada penurunan ekspor dan menaikkan impor atau net
lebih mahal dan barang-barang domestik relatif lebih murah. Kondisi ini berpengaruh
positif terhadap kenaikan ekspor dan menurunkan impor sehingga ekspor neto
bertambah. Dengan demikian ekspor neto (NX) merupakan fungsi dari kurs riil (є)
dan hubungan kedua variabel adalah negatif sebagaimana persamaan berikut.
NX = NX (є)
2.5.2 Nilai Tukar Nominal (Kurs Nominal).
Model Mundell-Fleming menjelaskan bahwa output dalam perekonomian
dijelaskan sebagaimana persamaaan berikut (Mankiew, 2006).
Y = C(Y – T) + I(r) + G + NX(e)
Persamaan tersebut menjelaskan bahwa pendapatan agregat Y adalah jumlah dari
konsumsi C, investasi I, belanja pemerintah G, dan ekspor netto NX. Konsumsi
bergantung secara positif pada disposable income Y – T. Investasi berhubungan
secara negatif dengan tingkat bunga dan ekspor berhubungan secara negatif terhadap
kurs e.
Kurs nominal e adalah jumlah mata uang asing per unit mata uang domestik.
Misalnya, e adalah 0,0001 Dollar Amerika per satu Rupiah (equivalen dengan Rp.
10.000,00 per US$ 1,00. Menurut model Mundell – Flemming (Mankiew, et al, 2006)
dijelaskan, jika e adalah kurs nominal, maka kurs riil adalah :
є = e x (P/P*)
Keterangan :
є = Kurs riil
e = Kurs nominal
Misalnya : e1 = US$ 0,0001 per Rp 1,00 eq. Rp 10.000,00 per US$ 1,00
e2 = US$ 0,00011 per Rp 1,00 eq. Rp 9.000,00 per US$ 1,00
P = Tingkat harga domestik
P* = Tingkat harga luar negeri
Model Mundell – Fleming mengasumsikan bahwa tingkat harga domestik dan
luar negeri adalah tetap, sehingga kurs riil proporsional terhadap kurs nominal. Ketika
kurs nominal domestik terapresiasi, misalnya US$ 0,0001 per Rp 1,00 (equivalen
dengan Rp 10.000,00 per US$ 1,00) menjadi US$ 0,00011 per Rp 1,00 (equivalen
dengan Rp 9.000,00 per US$ 1,00), barang-barang luar negeri lebih murah bila
dibandingkan dengan barang-barang domestik, yang menyebabkan ekspor turun dan
impor naik. Dalam kasus Indonesia ketika nilai tukar naik misalnya dari Rp. 9.000,00
per US$ 1,00 menjadi Rp. 10.000,00 per US$ 1,00 maka ekspor akan naik dan
sebaliknya. Model Mudell- Fleming sebagaimana gambar 2.3 berikut.
Gambar 2.3 Kurva Ekspor Neto
Keseimbangan nilai tukar ditentukan berdasarkan iteraksi kekuatan
mempengaruhi permintaan valuta asing terutama adalah impor, harga mata uang
asing tersebut (nilai tukarnya), tingkat pendapatan, tingkat bunga relatif, selera,
ekspektasi dan kebijakan pemerintah. Bila nilai tukarnya makin murah, permintaan
terhadap valuta asing akan meningkat, akan tetapi hanya pergerakan sepanjang kurva
permintaan (movement along demand curve). Kurva permintaan akan bergeser
(shifting) bila yang berubah adalah impor. Impor yang makin banyak menggeser
kurva permintaan ke kanan, dan impor yang makin sedikit menggeser kurva
permintaan ke kiri.
Penawaran terhadap valuta asing meningkat jika (1) ekspor meningkat; (2)
arus modal masuk (capital inflow) lebih besar dari arus modal keluar (capital
outflow). Bila ekspor dan arus modal masuk meningkat, kurva penawaran bergeser ke
kanan dan sebaliknya bila ekspor makin berkurang dan arus modal keluar juga
meningkat, kurva penawaran akan bergeser ke kiri.
Pergeseran kurva permintaan dan kurva penawaran akan menentukan
E2
E1 E0
0
DF2
DF0 SF0
SF1
e0
Q0 Kuantitas US$
Kurs, e
e1
Q1
DF1 SF2
e2
[image:50.612.184.480.125.302.2]Q2
Gambar 2.4 Keseimbangan Pasar Valuta Asing
2.6 Perkembangan Nilai Tukar di Indonesia
Penerapan nilai tukar yang berlaku di dunia berdasarkan runtun waktu secara
garis besar dibagi menjadi 2 sistem nilai tukar, yaitu sistem nilai tukar tetap (fixed
exchange rate) dan sistem nilai tukar tidak tetap (floating exchange rate).
Masing-masing sistem nilai tukar tersebut mempunyai karakteristik dan kekuatan serta
kelemahan tersendiri. Karena masing-masing sistem mempunyai kekuatan dan
kelemahan, dalam prakteknya tidak ada Negara di dunia yang secara konsisten hanya
menggunakan salah satu sistem saja, termasuk Indonesia.
Pergerakan nilai tukar di pasar dipengaruhi oleh faktor fundamental dan non
fundamental. Faktor fundamental tercermin dari beberapa variabel ekonomi makro
antara lain pertumbukan ekonomi, laju inflasi, perkembangan ekspor-impor (net
export). Sedangkan faktor non fundamental antara lain sentimen pasar terhadap
rumors. Dalam teori keuangan internasional terdapat beberapa pendekatan untuk
menentukan nilai tukar secara fundamental (Rahardjo, 2009) yaitu : (1) Teori
Purchasing Power Parity (PPP); (2) Real Effective Exchange Rate (REER); dan (3)
Fundamental Effective Exchange Rate (FEER).
Krisana Wijaya (Kompas 26 Juni 2000), menjelaskan manajemen nilai tukar
yang dilakukan Pemerintah Indonesia dapat dibagi menjadi : (1) Sistem nilai tukar
tetap (fixed exchange rate); (2) Sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed
floating exchange rate); dan (3) Sistem nilai tukar mengambang (floating exchange
rate). Pemerintah Indonesia telah melaksanakan 3 (tiga) sistem nilai tukar, yang
mempunyai kekuatan dan kelemahan masing-masing. Dari ketiga sistem ini, mana
yang lebih efektif tidak hanya tergantung pada kekuatan dan kelemahan
masing-masing sistem, akan tetapi juga sangat tergantung pada faktor lain antara lain tingkat
keterbukaan ekonomi, tingkat kemandirian dalam melaksanakan kebijakan ekonomi
dan aktivitas perekonomian suatu negara.
2.6.1 Sistem Nilai Tukar Tetap
Pemerintah Indonesia memberlakukan sistem nilai tukar tetap (fixed exchange
rate) pada tahun 1970 s.d. 1978, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor
32 Tahun 1964. Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika ditetapkan dengan kurs
resmi Rp. 250 per satu Dollar Amerika. Sedangkan nilai tukar dengan mata uang
lainnya ditetapkan atas dasar nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika di pasar
domestik maupun internasional. Dalam periode ini Pemerintah Indonesia sangat ketat
(Bank Indonesia) melakukan devaluasi atau revaluasi atas nilai tukar yang ditetapkan.
Devaluasi adalah kebijakan yang diambil pemerintah untuk secara sepihak
menurunkan nilai tukar mata uang negaranya, sedangkan revaluasi adalah kebijakan
yang diambil pemerintah untuk secara sepihak menaikkan nilai mata uang negaranya
terhadap mata uang negara lain.
Dalam periode ini Pemerintah Indonesia telah melakukan devaluasi sebanyak
3 (tiga) kali, yaitu (1) Pertama dilakukan pada tanggal 17 April 1970 dimana nilai
tukar Rupiah ditetapkan menjadi Rp 378 per satu Dollar Amerika; (2) Kedua
dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 1971 dan nilai tukar Rupiah ditetapkan sebesar
Rp 415 per satu Dollar Amerika; dan (3) Devaluasi ketiga dilaksanakan pada tanggal
15 Nopember 1978 dan nilai tukar Rupiah ditetapkan sebesar Rp 625 per satu Dollar
Amerika.
2.6.2 Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali
Sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating exchange rate)
adalah sistem nilai tukar yang berada diantara sistem nilai tukar tetap dan sistem nilai
tukar mengambang bebas. Dalam sistem nilai tukar ini, bank sentral (Bank Indonesia)
menetapkan batasan pergerakan nilai tukar yang disebut dengan intervention band.
Dalam sistem nilai tukar ini, bank sentral mempunyai peranan yang sangat penting
untuk menjaga pergerakan nilai tukar. Apabila nilai tukar berada diluar intervention
band, bank sentral melakukan intervensi ke pasar valuta asing dengan menjual atau
membeli devisa yang diperlukan oleh pasar sehingga nilai tukar kembali pada posisi
Sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating exchange rate)
diberlakukan oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1978 s.d. Juli 1997. Dengan
sistem nilai tukar mengambang terkendali, nilai tukar rupiah diambangkan terhadap
mata uang (basket of currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Sejak
sistem ini dilaksanakan, pemerintah menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs
bergerak di pasar dengan spread tertentu. Pada tahun 1992 sampai dengan bulan
Agustus 1997, fleksibilitas nilai tukar rupiah semakin dikembangkan dengan
penerapan crawling band.
2.6.3 Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas
Sistem nilai tukar me