FIGUR SURYA PALOH DAN PERSEPSI PENDUKUNG
NASIONAL DEMOKRAT
(Studi Deskriptif Tentang Persepsi Pendukung Organisasi Massa Nasional Demokrat Terhadap Surya Paloh Sebagai Figur Sentral Dalam Bingkai
Komunikasi Politik)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Strata 1 (S-1) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Departemen Ilmu Komuniakasi
Disusun Oleh: FANNY YULIA
060904040
Program Studi Jurnalistik
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAKSI
Skripsi ini berjudul Persepsi Pendukung Organisasi Massa Nasional Demokrat Terhadap Surya Paloh Sebagai Figur Sentral Dalam Bingkai Komunikasi Politik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi pendukung ormas Nasional Demokrat, yang dalam hal ini adalah deklarator Nasional Demokrat tentang sosok Surya Paloh sebagai Ketua Umum Nasional Demokrat dan tokoh yang menjadi figur utama di organisasi tersebut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori persepsi, konstruktivisme,
endorser atau penokohan, strategi komunikasi politik dan organisasi massa.
Subjek penelitian ini adalah deklarator Nasional Demokrat Pusat dan Wilayah Sumatera Utara. Jumlah deklarator Pusat dan Wilayah Sumut berjumlah 88 orang, dari jumlah tersebut diambil 7 orang deklarator Pusat dan 2 orang deklarator Wilayah Sumut sebagai narasumber. Pemilihan ini didasarkan pada kriteria subjek penelitian sebagai representasi komposisi latar belakang masing-masing deklarator yang cukup beragam.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Dalam pemilihan jumlah subjek penelitian yang diwawancarai, menggunakan jenis sampel purposive sampling. Penelitian ini menggunakan dua teknik pengumpulan data, yakni studi lapangan dengan metode wawancara mendalam dengan subjek penelitian, observasi non-partispan (pengamatan), dan dokumentasi, kemudian dengan studi kepustakaan untuk menghimpun data dari buku dan literatur lainnya. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipresentasikan. Kemudian diuraikan dalam bentuk narasi induktif.
KATA PENGANTAR
Syukur dan doa tanpa putus selalu peneliti untaikan ke hadirat Dzat Maha
Pengatur Kuasa Allah SWT, karena tiada kuasa yang dilimpahkan untuk manusia
tanpa seizin-Nya, begitu pun kuasa untuk menyelesaikan skripsi ini hingga kuasa
para pemimpin di negeri ini untuk membawa kebaikan hidup bagi rakyat.
Shalawat senantiasa dilantunkan untuk Baginda Rasulullah SAW, seorang
pemimpin sejati, dan pemimpin teragung sepanjang masa.
Skripsi yang berjudul Skripsi yang berjudul Figur Surya Paloh dan
Persepsi Pendukung Nasional Demokrat (Studi Deskriptif Tentang Persepsi
Pendukung Organisasi Massa Nasional Demokrat Terhadap Surya Paloh Sebagai
Figur Sentral Dalam Bingkai Komunikasi Politik) merupakan salah satu
persyaratan untuk menyelesaikan studi peneliti di program sarjana Ilmu
Komunikasi FISIP Universitas Sumatera Utara.
Proses pembelajaran yang diamanatkan Rasulullah, dimulai dari ayunan
hingga ke menutup usia, merupakan pertanda proses ini selalu berkelanjutan.
Demikian pula peneliti, skripsi ini merupakan salah satu dari sekian banyak
pembelajaran menuju aktualisasi hidup. Dan dalam aktualisasi, diperlukan
dukungan dan masukan bahkan teguran untuk bisa menghasilkan sesuatu yang
lebih baik di kemudian hari.
Banyak pihak yang telah membantu dan mendukung peneliti untuk bisa
sampai di titik ini. Peneliti mempersembahkan skripsi ini kepada kedua orang tua,
Ayahanda Famizar dan Ibunda Arnita. Walaupun keduanya tidak pernah
mengecap bangku perguruan tinggi, Ama dan Apa betul-betul bersimpah duka dan
perjuangan untuk bisa melihat setiap anaknya menjadi sarjana. Skripsi ini menjadi
skripsi pertama yang akan mengisi ruang di lemari buku. Dukungan dan motivasi
dan materi tidak pernah diputus untuk membentangkan jalan Ananda dalam upaya
‘mambangkik batang tarandam.’ Doa yang hadir dari setiap tetes keringat Ama
dan Apa, kiranya dapat Ananda balas nantinya dan diganti dengan jannah oleh
Allah SWT. Kepada ke tiga adik peneliti, Malvino Lovianda, Ferlyana Jenifer,
setelah Unang dapat meretasnya terlebih dahulu. Menjadi role model untuk
Adinda sekalian adalah motivasi yang tidak berkesudahan bagi Unang untuk terus
memperbaiki diri.
Skripsi ini juga tidak dapat terlaksana jika tanpa bantuan banyak pihak.
Terima kasih untuk semua keikhlasan dalam uluran tangan, tepukan di punggung,
silang pendapat, dan diskusi yang panjang. Peneliti berterima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Drs. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakukltas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Amir Purba, MA, selaku Ketua Departemen Ilmu
Komunikasi FISIP Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Ilmu
Komunikasi FISIP Universitas Sumatera Utara
4. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A selaku Dosen Wali.
5. Bapak Drs. Hendra Harahap, M.Si selaku Dosen Pembimbing.
6. Bapak Surya Paloh sebagai tokoh yang menjadi pokok penelitian
dalam skripsi ini. Terima kasih telah memberikan ilmu kepemimpinan
dan semangat nasionalisme secara tidak langsung ketika peneliti
mengetahui lebih jauh perjalanan hidup Bapak di setiap proses
pengerjaan skripsi ini.
7. Mbak Meutya Hafid yang telah sangat membantu peneliti
mendapatkan akses untuk mewawancarai deklarator Nasional
Demokrat Pusat dan Wilayah Sumatera Utara. Karena kepastian akses
inilah, peneliti memberanikan diri berangkat ke Jakarta untuk
penelitian.
8. Bapak H. Syamsul Mu'arif, B.A, Sekjen Nasional Demokrat yang
bersedia membuat memo disposisi untuk memudahkan peneliti
mewawancarai tokoh deklarator Nasional Demokrat.
9. Bapak Willy Aditya, narasumber peneliti sekaligus motivator untuk
peneliti agar kembali menjadikan buku sebagai sahabat utama untuk
langsung turut mempengaruhi Saya untuk bisa berbuat sesuatu bagi
bangsa ini.
10.Bapak Djafar H. Assegaff, tokoh senior yang membuat peneliti merasa
‘nyambung’ dalam wawancara walaupun rentang pengalaman yang
sangat jauh. Terima kasih untuk motivasinya, Pak. Kelak anak
pedagang sapi ini akan menjadi pemimpin, dengan mendobrak dinding
close society, sehingga vertical mobility bisa berjalan efektif.
11.Semua deklarator yang telah peneliti wawancarai, Prof. Dr. Didik J.
Rachbini, Ferry Mursyidan Baldan, Martin Manurung, Ali Umri, dan
John Waas, yang telah bersedia peneliti wawancarai dan berbagi ilmu.
Terima kasih untuk Bapak Anhar Monel, Sekretaris Nasional
Demokrat Wilayah Sumut yang membantu peneliti menghubungi
deklarator Sumut.
12.Abangda Febri Ichwan Butsi, Vinsensius Sitepu, dan Liston Damanik
yang mau menerima penulis sebagai mahasiswa dadakan. Terima kasih
yang tidak terhingga peneliti ucapkan, atas kesediaan Abangda sebagai
tempat bertanya di kala tertumbuk, tempat berdiskusi di sela-sela
masa.
13.Staf Renlitbang Nasional Demokrat, Bang Gandha, Mas Doni, dan
Mas Koko yang membantu serta menerima peneliti untuk ‘duduk’ di
ruangan Renlitbang. Bang Afik, Bang David, Mas Rifqi, dan Mas Opik
yang juga menjadi teman peneliti selama di Jakarta. Bang Ardy yang
membantu peneliti menghubungi beberapa deklarator, dan Mbak Deta.
Tidak terkecuali, terima kasih peneliti ucapkan kepada semua pihak
yang peneliti temui di sekretariat Nasional Demokrat Pusat.
14.Sahabat peneliti, Rodhiah dan Fiqi Listya Fujiasih yang mau
menyibukkan diri dan banyak membantu dalam proses penulisan
skripsi ini. Semangat dan motivasi tanpa tendensi membuat peneliti
memandang hidup lebih luas dan bergairah. Rizki Wahyuni, sahabat
peneliti di rumah kos. Terima kasih untuk saling membantu
15.Teman-teman, kakanda, dan adik-adik di SUARA USU tanpa
terkecuali. Terima kasih semangat dan perjuangan yang pernah dilalui
bersama di Jln. Universitas no. 32B. Tempat yang dinamis tak berjeda,
tempat Saya merasa siap untuk kesulitan hidup di esok hari.
16.Semua keluarga peneliti yang telah membesarkan peneliti dengan
penuh cinta dan semangat untuk maju, Ayek Ahmad Ramli, Ama
Nenek Rosmalati, Etek Armailis, Adang Ardinal, Acik Erwin, dan
semua sepupu. Keluarga di Medan, Pak Uwo Delfitri, Mak Uwo, Kak
Lia, Kak Ana, Landa, dan Ridho. Keluarga di Jakarta, Tante Upik &
Om Ketok, Tante Wila & Om Roni, Tek Ci & Pak Etek David, dan
Uda Ang.
17.Teman-teman diskusi dan berbagi suka peneliti selama skripsi, Bang
Adela Eka Putra Marza, Bang Roni Eko Wisuda Rambe, Bang Arifin
Sufi, Imaniuri Silaban, dan Kak Gelora, yang mau meminjamkan
buku-buku dan memberi semangat.
18.Teman-teman di Ilmu Komunikasi, Riri, Ryan, Ardi, Huda, Hendra,
Bayu, Anggina, dan semua teman yang pernah menjadi bagian dari
perjalanan 4,5 tahun peneliti di kampus ini yang tidak dapat disebutkan
satu-persatu.
Akhir kata, peneliti kembali menyebut asma Allah sebagai tanda
kesyukuran, agar semua upaya yang telah dikerahkan tidak sia-sia kiranya.
Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dan motivasi pembaca untuk
bisa mengupayakan perubahan bagi bangsa. Jadilah bagian dari perubahan, karena
perubahan adalah keniscayaan.
Medan, Desember 2010
Peneliti
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI ... i
KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI ...vi
DAFTAR GAMBAR ...ix
DAFTAR TABEL ...x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...1
1.2 Perumusan Masalah ...8
1.3 Pembatasan Masalah...8
1.4 Tujuan dan Manfaat Penulisan...9
1.4.1 Tujuan Penulisan...9
1.4.2 Manfaat Penulisan...9
1.5 Kerangka Teori...10
1.5.1 Organisasi Massa...10
1.5.2 Strategi Komunikasi Politik...12
1.5.3 Endorser atau Ketokohan...14
1.5.4 Konstruktivisme...16
1.5.5 Persepsi...17
1.6 Kerangka Konsep...19
1.7 Model Teoritis ...20
1.8 Variabel dan Definisi Variabel Operasional...20
BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Organisasi Massa...23
2.1.1 Gerakan Perubahan...26
2.2 Strategi Komunikasi Politik...29
2.2.1 Komunikasi...29
2.2.3 Langkah Strategik...33
2.3 Endorser atau Ketokohan...36
2.3.1 Karakter Kepemimpinan...37
2.3.2 Endorser...42
2.4 Konstruktivisme...44
2.4.1 Pencitraan...48
2.5 Persepsi...52
2.5.1 Persepsi Interpersonal ...53
2.5.2 Dalil-Dalil Persepsi...55
2.5.3 Kesan...57
2.5.4 Atribusi...60
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian...63
3.1.1 Profil Organisasi Massa Nasional Demokrat...63
3.1.2 Deklarator Nasional Demokrat Pusat dan Wilayah Sumatera Utara...70
3.2 Metode Penelitian...73
3.3 Waktu Penelitian...74
3.4 Subjek Penelitian...75
3.5 Teknik Pengumpulan Data...76
3.6 Teknik Analisis Data...78
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Pengumpulan Data...80
4.1.1 Pelaksanaan Penelitian...80
4.1.2 Gambaran Umum Subjek Penelitian...82
4.1.2.1 Nasional Demokrat Pusat...84
4.1.2.1.1 Didik J. Rachbini...84
4.1.2.1.2 Willy Aditya...85
4.1.2.1.4 Ferry Mursyidan Baldan...89
4.1.2.1.5 Djafar H. Assegaff...90
4.1.2.1.6 Syamsul Mu’arif...92
4.1.2.1.7 Martin Manurung...93
4.1.2.2 Nasional Demokrat Wilayah Sumut...95
4.1.2.2.1 Ali Umri...95
4.1.2.2.2 John Waas...96
4.2 Analisis Pengamatan dan Hasil Wawancara...102
4.3 Kelemahan dan Kendala Penelitian...199
4.3.1 Kelemahan Penelitian...199
4.3.2 Kendala Penelitian...200
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan...201
5.2 Rekomendasi...207
5.2.1 Rekomendasi Teoritikal...207
5.2.2 Rekomendasi Praktikal...208
5.2.3 Rekomendasi Akademik...209
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Model Teoritis Dalam Penelitian...20
Gambar 2. Proses Untuk Mencapai Kesamaan Makna Pesan...31
Gambar 3. Model Kepemimpinan Politik Integratif...41
Gambar 4. Pengaruh Terhadap Partisipasi Politik...47
Gambar 5. Konstruksi Citra Politik...51
Gambar 6. Logo Nasional Demokrat...63
Gambar 7. Platfom Organisasi Massa Nasional Demokrat...68
Gambar 8. Alur Pencapaian Restorasi Indonesia...70
Gambar 9. Surya Paloh...80
Gambar 10. Didik J. Rachbini...84
Gambar 11 Willy Aditya...85
Gambar 12 Meutya Hafid...87
Gambar 13 Ferry Mursyidan Baldan...89
Gambar 14 Djafar H. Assegaff...90
Gambar 15 Syamsul Mu’arif...92
Gambar 16 Martin Manurung...93
Gambar 17 Ali Umri...95
Gambar 18 John Waas...96
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Variabel Operasional Dalam Penelitian...21
Tabel 2. Daftar Deklarator Nasional Nasdem...70
Tabel 3. Deklarator Daerah Sumatera Utara...71
Tabel 4. Gambaran Umum Tentang Subjek Penelitian...97
Tabel 5. Gambaran Tentang Latar Belakang Pribadi Perihal Kesediaan Sebagai Deklarator...117
Tabel 6. Gambaran Terhadap Penerimaan Gagasan Yang Dibawa Surya Paloh...125
Tabel 7. Gambaran Mengenai Kesamaan Pandangan Terhadap Kondisi Indonesia...131
Tabel 8. Gambaran Tentang Pandangan Terhadap Surya Paloh Sebagai Ketua Umum...140
Tabel 9. Gambaran Pandangan Tentang Kemampuan Manajerial Surya Paloh...145
Tabel 10. Gambaran Tentang Pandangan Deklarator Mengenai Problem Eksterna/Isu dan Kaitannya dengan Surya Paloh...150
Tabel 11. Gambaran Mengenai Kemampuan Komunikasi Politik Surya Paloh...153
Tabel 12. Gambaran Mengenai Kemampuan Orasi Surya Paloh...158
Tabel 13. Gambaran Mengenai Percontohan Perilaku dalam Organisasi....161
Tabel 14. Gambaran Tentang Pengaruh Surya Paloh di Politik Nasional...166
Tabel 15. Gambaran Tentang Basis Massa Surya Paloh di Luar Nasdem...168
Tabel 16. Gambaran Kekuatan Organisasi dari Ketokohan Surya Paloh....174
Tabel 17. Gambaran Kekritisan Surya Paloh Mengenai Kondisi Bangsa dan Negara...180
Tabel 18. Gambaran Tentang Pandangan Terhadap Kepribadian Surya Paloh...192
Tabel 19. Gambaran Pendapat Mengenai Kharisma Surya Paloh...198
ABSTRAKSI
Skripsi ini berjudul Persepsi Pendukung Organisasi Massa Nasional Demokrat Terhadap Surya Paloh Sebagai Figur Sentral Dalam Bingkai Komunikasi Politik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi pendukung ormas Nasional Demokrat, yang dalam hal ini adalah deklarator Nasional Demokrat tentang sosok Surya Paloh sebagai Ketua Umum Nasional Demokrat dan tokoh yang menjadi figur utama di organisasi tersebut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori persepsi, konstruktivisme,
endorser atau penokohan, strategi komunikasi politik dan organisasi massa.
Subjek penelitian ini adalah deklarator Nasional Demokrat Pusat dan Wilayah Sumatera Utara. Jumlah deklarator Pusat dan Wilayah Sumut berjumlah 88 orang, dari jumlah tersebut diambil 7 orang deklarator Pusat dan 2 orang deklarator Wilayah Sumut sebagai narasumber. Pemilihan ini didasarkan pada kriteria subjek penelitian sebagai representasi komposisi latar belakang masing-masing deklarator yang cukup beragam.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Dalam pemilihan jumlah subjek penelitian yang diwawancarai, menggunakan jenis sampel purposive sampling. Penelitian ini menggunakan dua teknik pengumpulan data, yakni studi lapangan dengan metode wawancara mendalam dengan subjek penelitian, observasi non-partispan (pengamatan), dan dokumentasi, kemudian dengan studi kepustakaan untuk menghimpun data dari buku dan literatur lainnya. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipresentasikan. Kemudian diuraikan dalam bentuk narasi induktif.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Di dalam kehidupan, dari segi apapun, selalu ada satu karakter atau pribadi
yang menjadi sorotan, karena kemampuannya sebagai pemimpin. Karakter
tersebut sedari awal sudah menunjukkan perbedaannya dengan pribadi yang lain,
karena kemampuan dan kualitas kepemimpinan seperti datang dengan pemikiran
yang visioner dan revolusioner dan selalu berorientasi kepada perubahan, atau
sebagai orator yang ulung dengan semangat berapi-api. Namun tidak mudah
menjadi pribadi seperti ini, dan oleh karena itu pula, sosok seperti di atas akan
selalu menjadi sorotan dan tokoh di garda depan untuk mencitrakan kekuatan
suatu kelompok atau komunitas. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa
ditempatkan sebagai figur utama, yang tujuannya adalah pembawa visi kemudian
juga berfungsi sebagai bagian dari pencitraan kelompok tersebut secara utuh
melalui satu individu tersebut.
Indonesia sejak dulu memang mampu mencetak pribadi pemimpin yang
berkualitas, dihargai di dunia internasional, umumnya menjadi pemimpin politik
atau gerakan massa. Hingga sekarang pun, Indonesia memiliki puluhan sosok
pemimpin dari berbagai organisasi yang memiliki kemampuan untuk
pemimpin di Indonesia ini, adalah Surya Paloh, yang kisah hidupnya sudah
dibukukan dalam biografi berjudul Editorial Kehidupan Surya Paloh.1
Surya Paloh terlahir dengan nama Surya Dharma Paloh.2 Masa kecil dan
remaja Surya Paloh lebih banyak dilalui di daerah Sumatera Utara, tepatnya di
Labuhan Ruku, Serbelawan, dan Medan. Itulah sebabnya ia lebih akrab dengan
kultur dan karakter sebagai anak Medan, daripada sebagai putra Tanah Rencong.
Ia melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
(USU) dan menamatkan Strata satu di Fakultas Sosial Politik di Universitas Islam
Sumatera Utara (UISU).
Pengalaman organisasinya dimulai sejak umur belia, dan ia banyak
menggagas organisasi. Beberapa organisasinya adalah Kesatuan Aksi Pemuda
Pelajar Indonesia (KAPPI).3 Karena kepiawaiannya di dunia bisnis sewaktu muda,
ia pun pernah menjabat Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI)
Sumut (1974-1977) dan salah satu ketua BPP HIPMI (1977-1979). Pada tahun
1969, ia pun mulai bersentuhan dengan Partai Golkar, dengan menjadi Ketua
Koordinator PPMG (Pemuda Pelajar Mahasiswa Golkar) Medan tahun
1969- 1
Buku Editorial Kehidupan Surya Paloh setebal 590 halaman ini ditulis oleh Usamah
Hisyam, dkk untuk mempertingati ulang tahun Surya Paloh ke 50 tahun pada 16 Juli 2001.
2
Surya Paloh merupakan putra pasangan Daud Paloh dan Nursiah pada tanggal 16 Juli 1951 di rumahnya, di Jalan Teuku Nyak Arief, Kutaraja (sekarang Banda Aceh), tepat di depan kantor Gubernur Daerah Istimewa Aceh. Bagi keluarga Daud Paloh, nama Paloh merupakan identitas keluarga, yakni singkatan dari Panglima Hasan, panggilan ayah Daud Paloh di lingkungan teman-temannya. Kebetulan di daerah kampung halamannya, Pidie, Aceh Utara,
terdapat juga sebuah desa bernama Desa Paloh.
3
Organisasi massa yang menentang kebijakan yang salah dari pemerintahan orde lama. Surya Paloh menjadi salah seorang pimpinan KAPPI. Setelah KAPPI bubar, ia menjadi Koordinator Pemuda dan Pelajar pada Sekber Golkar. Beberapa tahun kemudian, Surya Paloh mendirikan Organisasi Putra-Putri ABRI (PP-ABRI), lalu ia menjadi Pimpinan PT-ABRI Sumut. Bahkan organisasi ini, pada tahun 1978, didirikannya bersama anak ABRI yang lain, di tingkat pusat Jakarta, dikenal dengan nama Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan Indonesia
1972. Pada pemilu 1971, pemilu pertama di era Orde Baru, Surya Paloh masuk
dalam Daftar Calon Sementar (DCS) anggota legislatif termuda untuk DPRD II
Kota Medan, saat umur 19 tahun. Namun ia mengundurkan diri, karena menyadari
kemampuan belum cukup untuk memasuki politik praktis dan Surya membidik
posisi legislatif di DPR-RI. Pada pemilu berikutnya, di umur 25 tahun, ia pun
lolos sebagai Anggota MPR pada tahun 1977-1982 dan kembali menjadi Anggota
MPR tahun 1982-1987. Terakhir, pada tahun 1987 juga terpilih sebagai Anggota
MPR/DPR RI dari Golkar namun urung dilantik karena Prioritas, koran miliknya
dibredel.4
Pembredelan koran di masa Soeharto ini5 mengakhiri umur Prioritas yang
baru 13 bulan. Bagi Surya Paloh, walau ia dibesarkan di Golkar, namun ia tidak
segan-segan menelanjangi berbagai penyimpangan yang ada pada masa Orde
Baru yang merupakan masa berjaya Golkar. Semangat dalam mewujudkan
demokrasi politik, yang dilandasi dengan kemerdekaan dan kebebasan pers
menjadi pokok pikiran dan tujuannya. Konsistensi Surya Paloh terhadap
keyakinannya dengan kebebasan pers tetap dipertahankan hingga sekarang. Media
4
Pembredelan inilah puncak sekaligus awal kontroversi politik Surya Paloh, yang membawanya ke sebuah vonis kematian perdata dan hak-hak politik dalam waktu lama sampai ia
memunculkan gagasan Konvensi Presiden Partai Golkar pada tahun 2004.
5
Periode 1966-1973, kebebasan pers seolah-olah dibuka dan sikap pemerintah seakan-akan siap dikritik. Namun setelah peristiwa 15 Januari 1974, 12 media ditutup sekaligus oleh pemerintah. Rezim Orde Baru memperkenalkan lembaga perizinan berupa SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers). Lalu, sejak 1984, pelaksanaan pembredelan pers diperparah dengan dikeluarkannya Permenpen Nomor 01/Per/Menpen/1984. Padahal, undang-undang pers tahun 1966 dan tahun 1967 melarang sensor dan pembredelan terhadap pers. Tahun 1978, tangan besi pemerintah kembali menimpa tujuh koran—kali ini sehubungan dengan Sidang Umum MPR tahun 1978. Pembredelan tetap berlanjut, termasuk terhadap tiga media ber-SIUPP, yakni Sinar Harapan, Prioritas, dan Monitor. Selain banyak media yang dibredel, banyak juga wartawan yang dipenjarakan, beberapa di antaranya dibuang ke Pulau Buru.
Group yang membawahi Harian Media Indonesia dan stasiun televisi berita Metro
TV merupakan jalannya untuk berkiprah di dunia pers Indonesia. Semenjak
berdirinya stasiun tersebut pada 25 Oktober 1999, Surya Paloh lebih dikenal
publik Indonesia. Dengan mengambil spesifikasi siaran yang 70 persen berita,
menempatkan stasiun ini menjadi stasiun televisi berita pertama di Indonesia. Dan
hal ini tentu menjadi salah satu keinginan Surya Paloh dalam mengembangkan
dunia pers dan jurnalistik yang lebih matang, bebas, serta demokratis di Indonesia.
Kiprah politiknya kembali ditunjukkan pada era reformasi, yaitu
gagasannya untuk mengadakan Konvensi Calon Presiden Partai Golkar Menuju
Pemilu Presiden 2004 untuk membangun kembali citra Golkar. Ia pun ikut
menjadi salah satu calon dan mengusung sebuah konsep tentang kepemimpinan
nasional serta menyiapkan sejumlah agenda penyelamatan bangsa dari krisis
multidimensional, yang disebutnya sebagai Restorasi Nasional.6 Visi yang
6
Gagasan Restorasi Nasional terdapat 12 program restorasi non-konvensional di bidang politik, ekonomi dan kesra. Bidang politik adalah prioritas utama. Pertama, adalah program memantapkan stabilitas politik melalui rekonsiliasi dan pardon nasional, kemudian menciptakan keamanan, ketertiban masyarakat, menghentikan konflik sosial, etnik, dan agama, serta peningkatan peran aparat Kepolisian untuk melindungi dan mengayomi masyarakat.
Kedua, meningkatkan partisipasi publik agar mendukung penuh program pembangunan.
Setiap kebijakan publik harus dikomunikasikan terlebih dahulu dengan bebagai komponen masyarakat dengan hubungan komunikasi bottom up. Ketiga, memperkuat kembali kekuatan pemersatu bangsa yakni semangat kebhineka tunggal ika-an yang kini mulai rapuh. Keempat, menegakkan supremasi hukum dalam rangka menciptakan clean and good governance, masyarakat yang tertib hukum, serta berorientasi kepada “hukum sebagai panglima”. Kelima, melanjutkan otonomi daerah dalam kerangka NKRI dengan meningkatkan percepatan pembangunan di daerah dalam segala bidang agar dapat mengejar ketertinggalannya.
Sementara di bidang ekonomi, restorasi nasional terdapat lima prioritas program restorasi sebagai langkah pemulihan. Pertama, menjaga stabilitas ekonomi makro. Kedua, melaksanakan restrukturisasi manajemen hutang luar negeri. Ketiga, mencanangkan reformasi pajak yang mengarah pada prinsip keadilan. Keempat, mendorong tumbuhnya investasi dengan memberikan insentif serta kemudahan-kemudahan perizinan. Kelima, membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya dalam rangka mengurangi angka pengangguran.
Di bidang kesejahteran rakyat, ada dua program. Pertama, menekan tingkat kemiskinan serendah mungkin dengan mengupayakan terciptanya lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Kedua, mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan memberikan dan
tujuannya memperbaiki kondisi kebangsaan dari semua aspek dan dari seluruh
masyarakat Indonesia ini. Namun di 2004, dia tidak berhasil terpilih, begitu juga
pada pemilihan Ketua Umum Partai Golkar tahun 2009.
Surya Paloh tidak berhenti hanya karena kekalahan sebelumnya di politik,
bahkan ia tetap konsisten mengusung tema perubahan dan menawarkan solusi
alternatif untuk perbaikan kondisi kebangsaan. Sehingga di tahun 2010 ini, Surya
Paloh bersama 44 deklarator lainnya pada tanggal 1 Februari lalu
mendeklarasikan sebuah gerakan massa baru yang bernama Nasional Demokrat,
mengusung tema restorasi yang hampir sama dengan slogannya ketika di
Konvensi Golkar 2004, yakni Restorasi Indonesia. Gerakan ini sebagai tujuan dan
jalan yang ditempuh gerakan massa ini. Surya Paloh sebagai inisiator organisasi
ini menempatkan pokok pemikirannya yang paling mendasar, yaitu merestorasi
seperti prinsip Restorasi Meiji di Jepang pada 1866-1869, yang merupakan
rangkaian kejadian untuk perubahan pada struktur politik dan sosial Jepang di
awal kekaisaran Meiji. Sehingga Surya Paloh dan deklarator yang ikut dalam
mengumumkan berdirinya organisasi massa tersebut meyakini gerakan Restorasi
Indonesia dapat mengembalikan kejayaan Indonesia dan memberikan wadah
demokrasi bagi warga negara.
Sebenarnya mendirikan organisasi massa (ormas) adalah hal yang biasa
dalam era reformasi ini. Tetapi Nasional Demokrat ini memang mencuri
perhatian, karena banyaknya tokoh yang menjadi deklarator ormas ini. Para
pendiri atau inisiator sentral ormas ini adalah Surya Paloh dan Sultan Hamengku
Maarif, Siswono Yudhohusodo, Anies Baswedan, Eep Saifulloh Fatah, Khofifah
Indar Parawansa, Ferry Mursyidan Baldan, Syamsul Mua'rif, Enggar Tyasto
Lukito, Didik J. Rachbini, Akbar Faisal, Franky Sahilatua, Budiman Sudjatmiko,
dan beberapa tokoh dari latar belakang yang beragam. Bahkan deklarasi ini turut
dihadiri oleh Megawati, Jusuf Kalla, Akbar Tanjung, dan Wiranto.
Sebagai inisiator, Surya Paloh dan Sri Sultan Hamengku Buwono X cukup
berhasil merangkul berbagai kalangan dan dari berbagai partai. Ada tokoh
Muhammadiyah, Syafii Maarif, Khofifah Indar Parawansa dari PKB, Ferry
Mursyidan dari Golkar, Budiman Sudjatmiko dari PDIP, Didik J. Rachbini dari
PAN, dan Akbar Faisal dari Hanura. Ada pengamat politik yang terjun berpolitik
praktis seperti Anies Baswedan dan Eep Saifulloh Fatah, ada pula akademisi dan
beberapa guru besar, seperti Prof. Dr. T. Bahri Anwar dari Universitas Sumatera
Utara dan Prof. Dr. Bachtiar Aly, M.A dari Universitas Indonesia. Tidak itu saja,
Nasional Demokrat juga didukung oleh budayawan Franky Sahilatua, dan
wartawan senior Djaffar H. Assegaff.
Untuk memperkuat dasar ormas ini hingga ke akar rumput, dari awal
pendirian Nasional Demokrat, para deklarator yang diwakili oleh Meutya Hafid
saat konferensi pers di Istora Senayan pada 1 Februari 2010 mengatakan bahwa
organisasi massa ini memang juga akan didirikan di daerah sebagai perwakilan
dan cabang dari Nasional Demokrat pusat. Karena dari awal, organisasi massa ini
ingin memeratakan semua arus demokrasi hingga ke seluruh Indonesia. Oleh
karena itu, tidak berselang beberapa lama, Nasional Demokrat cabang Makassar
2010. Kemudian disusul di Propinsi Bangka Belitung pada tanggal 3 April, di DI
Yogyakarta pada 15 April, dan 18 April di Nangroe Aceh Darussalam. Hingga
November ini, telah 18 daerah di Indonesia yang telah resmi mendeklarasikan
Nasional Demokrat daerah, dan rencananya deklarasi ini akan digenapkan di 33
propinsi seluruh Indonesia sebelum ulang tahun Nasional Demokrat yang
pertama.
Restorasi Indonesia yang diusung oleh Surya Paloh memang
membutuhkan otoritas dan dukungan. Faktor pemimpin yang mampu
mengomunikasikan ide dan gagasannya dalam tujuan memperbaiki kondisi dan
mencari jalan keluar, memang dibutuhkan di dalam kondisi kemasyarakatan
Indonesia saat ini. Nasional Demokrat sebagai organisasi massa yang berbasis
nasional dan merambah ke daerah telah mendapatkan sambutan yang sangat baik.
Tokoh sentralnya, Surya Paloh meletakkan dasar pemikirannya dalam organisasi
ini. Banyaknya tokoh nasional yang bergabung ke dalam organisasi massa ini,
serta tingginya respon masyarakat terutama pejabat daerah yang menyatakan
dukungannya, menunjukkan adanya satu keterkaitan antara sosok Surya Paloh
dengan dukungan yang meluas ini. Dukungan yang sangat besar dalam jangka
waktu yang cukup singkat, yakni 3 bulan sejak dideklarasikan secara resmi di
Jakarta ini melibatkan persepsi para komunikannya dalam memandang sebuah
organisasi yang dipimpin oleh sosok Surya Paloh. Oleh karena tingginya
antusiasme para tokoh dan pejabat daerah untuk bergabung ke dalam ormas ini,
Nasional Demokrat terhadap Surya Paloh sebagai figur sentral Nasional Demokrat
dalam bingkai komunikasi politik.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut: “Bagaimanakah persepsi pendukung organisasi
massa Nasional Demokrat terhadap Surya Paloh sebagai figur sentral dalam
bingkai komunikasi politik?”
1.3 Pembatasan Masalah
Untuk menghindari terjadinya pengembangan masalah di luar ruang lingkup
dan kekaburan dalam penelitian, maka peneliti merasa perlu melakukan
pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah yang peneliti kemukakan
adalah:
1. Penelitian ini bersifat deskriptif, bertujuan untuk memberikan gambaran
mengenai persepsi pendukung Nasional Demokrat terhadap figur Surya
Paloh sebagai tokoh sentral.
2. Subjek penelitian ini adalah pendukung Nasional Demokrat, baik itu
deklarator Nasional dan pengurus Nasional Demokrat di wilayah Sumatera
Utara.
3. Subjek penelitian dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang telah
diwawancarai dengan metode wawancara mendalam dan observasi
lapangan.
4. Waktu penelitian ini berkisar antara bulan Oktober-November 2010.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut;
1. Untuk mengetahui gambaran mengenai persepsi pendukung ormas Nasional
Demokrat terhadap figur Surya Paloh sebagai tokoh sentral.
2. Untuk mengetahui bentuk strategi komunikasi politik dalam menarik
dukungan dan penyampaian gagasan baru oleh Surya Paloh dalam
pembentukan Nasional Demokrat.
1.4.2 Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, penelitian ini ditujukan untuk memperkaya khasanah
penelitian tentang komunikasi penghimpunan massa oleh pemilik gagasan
dalam awal pembentukan sebuah organisasi massa.
2. Secara praktis, hasil analisis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca
agar mengetahui strategi komunikasi citra dan ketokohan, serta persepsi
sebagai hasil dari komunikasi.
3. Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada Departemen
Ilmu Komunikasi FISIP USU, guna memperkaya bahan penelitian dan
4. Secara sosial, penelitian ini memiliki manfaat kritik bagi kondisi demokrasi
di Indonesia yang tidak menjangkau rakyat secara keseluruhan.
1.5 Kerangka Teori
Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir
dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu, perlu disusun
kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari
sudut mana masalah penelitian akan disoroti.7
Menurut Kerlinger, teori adalah himpunan konstruk atau konsep, defenisi,
dan proporsi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan
menjabarkan relas di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala
tersebut.8 Dalam penelitian ini, teori yang dianggap relevan adalah sebagai
berikut:
1.5.1 Organisasi Massa
Organisasi menurut William G, Scott, yang dalam hal ini dikategorikan ke
dalam organisasi formal, adalah sebuah sistem kegiatan-kegiatan terkoordinasi
dari sekelompok orang yang bekerja bersama-sama, menuju arah tujuan bersama
di bawah kewenangan dan kepemimpinan.9 Organisasi massa atau ormas
merupakan suatu gerakan politik yang pada prinsipnya juga bentuk dari partai.
7
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta, 1995, hlm. 39.
8
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta, 1993, hlm. 6.
9
Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?,
Pengertian organisasi massa menurut undang-undang10 adalah yang
dimaksud dengan Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk
oleh anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas
dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka
mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila.
Ada tiga prinsip dasar dari partai politik11, yakni partai sebagai koalisi,
partai sebagai organisasi, dan partai sebagai pembuat kebijakan (policy making).
Dari ketiga prinsip dasar partai politik di atas, organisasi massa masuk ke dalam
prinsip ke dua, yaitu suatu gerakan (movement), dan prinsip ketiga, yaitu
kelompok penekan (pressure group).
Gerakan adalah kelompok atau golongan yang ingin mengadakan
perubahan, atau menciptakan suatu lembaga baru dengan memakai cara – cara
politik. Sedangkan kelompok penekan (pressure group) adalah kelompok yang
memperjuangkan kepentingan dan berusaha memberi pengaruh terhadap kekuatan
politik yang ada di pemerintahan. Kelompok ini bisa terdiri dari perkumpulan,
golongan, ataupun partai yang berada di luar pemerintahan.
10
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, Bab I,
Pasal 1
11
M. Eric Harramain. 2010. “Persepsi Publik Terkait Pembentukan Ormas Nasional
1.5.2 Strategi Komunikasi Politik
Komunikasi politik telah dikenal sejak zaman Aristoteles, dan sudah ada
ketika manusia berpolitik dan berkomunikasi. Muller dalam Arifin12 mengatakan
bahwa komunikasi politik sebagai hasil yang bersifat politik dari kelas sosial, pola
bahasa, dan pola sosialisasi. Galnoor juga menyebutkan bahwa komunikasi politik
merupakan infrastruktur politik, yakni suatu kombinasi dari berbagai interaksi
sosial di mana informasi yang berkaitan dengan usaha bersama dan hubungan
kekuasaan masuk ke dalam peredaran.
Komunikasi politik yang bersinggungan dengan organisasi atau kelompok
menjadi jiwa dari organisasi politik tersebut. Melalui itu, terdapat beberapa tujuan
yang hendak dicapai untuk memasyarakatkan suatu organisasi politik seperti yang
dijelaskan oleh Redi Panuju, yakni dengan menyosialisasikan keberadaannya
kepada masyarakat, membangun citra positif dalam rangka mencari dukungan,
menggalang opini publik dalam rangka membangun, menyeleksi isu, dan
merangkumnya menjadi formulasi kebijakan, dan membangun jaringan dalam
rangka efektivitas kerja.13 Oleh karena itu dibutuhkan suatu strategi komunikasi
politik untuk mewujudkan empat tujuan tersebut.
Dalam realitas politik, yang banyak dialami oleh khalayak bukanlah
sesuatu yang dirasakan secara langsung, melainkan disampaikan melalui
lambang-lambang yang signifikan (dapat berupa slogan, logo, dan figur). Politik
adalah kegiatan simbolik yang menyentuh sejumlah besar orang karena
orang-
12 Anwar Arifin,
Komunikasi Politik: Paradigma-Teori-Aplikasi-Strategi & Komunikasi Politik Indonesia, Jakarta, 2003, hlm. 9.
13
Redi Panuju, Komunikasi Organisasi: Dari Konseptual-Teoritik ke Empirik,
orang menemukan makna dalam penggunaan lambang, pembuatan lambang,
ataupun penyalahgunaan lambang pada komunikator politik.14
Langkah dalam strategi komunikasi politik adalah merawat ketokohan,
memantapkan kelembagaan, meningkatkan kemampuan dan dukungan lembaga
dalam menyusun pesan politik, menetapkan metode, dan memilih media politik
yang tepat. Suatu strategi dalam komunikasi politik adalah keseluruhan keputusan
kondisional pada saat tertentu mengenai tindakan yang akan dijalankan guna
mencapai tujuan politik pada masa depan.15
Hal yang menjadi sangat penting dalam sebuah sistem politik atau ide
politik baru agar dapat diterima khalayak adalah menumbuhkan citra yang baik
dan menjaga kredibilitas yang diasosiasikan kepada satu ketokohan. Ketokohan
ini selalu diidentikkan sebagai suatu figur yang ditempatkan sebagai pemimpin,
sehingga erat kaitannya dengan kepemimpinan atau tokoh sentral. Kepemimpinan
menurut Tannenbaum, Weschler, dan Massarik adalah pengaruh antarpribadi
yang dilaksanakan dan diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah pencapaian
tujuan atau tujuan-tujuan tertentu.16 Sehingga dalam kepemimpinan atau
ketokohan selalu ada indikator yang menjadi karakteristik, sehingga bisa
dirumuskan menjadi bagian dari proses komunikasi, yang dalam hal ini adalah
komunikasi politik. Penempatan figur yang tepat dalam menjalankan proses ini
merupakan langkah atau strategi untuk mencapai tujuan.
14
Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media, Bandung, 2005,
hlm. 114.
15
Anwar Arifin, op. cit., hlm. 145.
16
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Sosial, Psikologi Kelompok, dan Psikologi
1.5.3 Endorser atau Ketokohan
Perlambangan yang merupakan suatu identitas merek yang dibawakan
dalam komunikasi politik merupakan jalan untuk mencitrakan sesuatu yang
bertujuan untuk dikenal dan dilekatkan ke benak publik. Bagi personal yang
memiliki identitas yang khas dan spesifik akan memudahkan untuk diidentifikasi
di antara yang lainnya. Dalam hal ini, perncitraan yang difokuskan adalah kepada
personal atau tokoh. Menurut Anwar Arifin, pencitraan merupakan suatu tujuan
dari komunikasi politik yang terbentuk berdasarkan informasi yang diterima oleh
khalayak. Pencitraan dalam politik berkaitan dengan pembentukan pendapat
umum yang terbangun melalui citra politik dan hal ini terwujud sebagai
konsekuensi kognitif dari komunikasi politik.17
Endorser merupakan salah satu komponen dari proses pencitraan dalam
komunikasi politik. Dalam kajian komunikasi politik, endorser adalah strategi
penonjolah sosok ketokohan dalam sebuah partai. Merawat ketokohan dan
memantapkan kelembagaan. Ketokohan adalah orang yang memiliki kredibilitas,
daya tarik, dan kekuasaaan. Dengan kata lain, ketokohan merupakan gabungan
antara kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan.18
Selain pengertian di atas, endorser juga dapat dipahami19 sebagai sebuah
merek, dan lazim disebut sebagai tokoh ikon. Para tokoh ini biasanya dipilih
karena kecakapan, dan cukup dikenal luas oleh masyarakat. Pemilihan ikon tentu
17
Anwar Arifin, op. cit., hlm. 105.
18
Ibid., hlm. 146.
19
M. Eric Harramain. 2010. “Persepsi Publik Terkait Pembentukan Ormas Nasional
saja dilakukan dengan berbagai pertimbangan, misalnya kesesuaian personalitas
dengan karakter mereknya. Keberadaan endorser sangat penting dalam
mempertegas pemosisian merek di mata khalayak. Dalam kajian komunikasi
politik, endorser lebih cenderung kepada tokoh-tokoh politik yang memiliki
kecakapan dalam berpolitik dan beretorika, dan dapat mewakili intelek,
berwibawa, tegas, bertenaga, modern, bersih dari korupsi, bersih dari catatan
buruk di masa lalu, berprestasi, dan lain sebagainya. Tanpa karakter yang sesuai,
sebuah merek atau partai akan kehilangan ruhnya.
Menurut Asto S Subroto, endorser dilihat dari beberapa hal.20 Kredibilitas
dan daya pikat merupakan dua atribut yang berperan penting dalam memfasilitasi
komunikasi secara efektif. Kedua atribut tersebut juga penting dalam menilai
seberapa efektif ketokohan bekerja. Kredibilitas berarti adanya tendensi kuat
dalam memercayai seseorang. Ketika seorang tokoh dipersepsikan sebagai
kredibel, maka sikap komunikan akan berubah lewat sebuah proses psikologis
yang dinamakan internalisasi. Proses ini terjadi ketika penerima pesan menerima
posisi endorser sebagai isu yang sama dengan dirinya. Kredibilitas sebagai
kriteria dasar kenapa seorang dijadikan endorser. Seseorang yang dipercaya dan
dipersepsi memiliki pandangan dan visi yang yang baik terhadap partai akan
mudah memengaruhi khalayak. Dengan kata lain, kredibilitas adalah kata kunci
efektivitas endorser atau tokoh.
20
1.5.4 Konstruktivisme
Dalam cara pandang melihat dan menilai realitas, terdapat beberapa
pandanga, yakni positivisme, konstruktivisme, dan kritis. Positivisme percaya
bahwa realitas yang benar itu ada. Sedangkan paradigma konstruktivisme
menolak secara radikal pandangan tersebut. Menurut aliran konstruktivisme,
realitas itu sebenarnya tidak ada, sebab yang ada hanya konstruksi individu atau
suatu realitas yang diterimanya. Konstruksi itulah yang menentukan bagaimana
suatu peristiwa dipahami yang dianggap sebagai realitas.21
Teori konstruktivis atau konstruktivisme menyatakan bahwa individu
menginterpretasikan dan beraksi menurut kategori konseptual dari pikiran.
Realitas tidak menggambarkan diri individu namun harus disaring melalui cara
pandang orang terhadap realitas tersebut. Konstruktivis melakukan pendekatan
pemahaman produksi pesan dimulai dari sistem kognitif individu. Bentuk
pengetahuan menurut konsep ini adalah memandang suatu subyek berperan aktif
dalam menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan
lingkungan dan subjek sebagai faktor sentral dalam menganalisis pesan serta
hubungan-hubungan sosialnya. Sehingga manusialah yang membangun makna
terhadap suatu realita. Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna
terhadap kenyataan dan bukan reproduksi kenyataan.22
Kajian pokok dalam paradigma konstruktivisme menurut Weber,
menerangkan bahwa substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya
21
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarya, 2001,
hlm. 54.
22
dilihat dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan perorangan
yang timbul dari alasan-alasan subjektif. Konstruktivisme juga menjelaskan
bahwa perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam.
Manusia bertindak sebagai agen dalam bertindak mengkonstruksi realias sosial.
Cara konstruksi yakni dengan memahami atau memberikan makna terhadap
perilaku mereka sendiri.23
Konsep konstruktivisme berpendapat bahwa semesta secara epistimologi
merupakan hasil konstruksisosial. Pengetahuan manusia adalah konstruksi yang
dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia objek material.
Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap kenyataan dan
bukan reproduksi kenyataan. Keberagaman kognitif merupakan hasil dari
lingkungan historis, kultural, dan personal yang digali secara terus-menerus.
1.5.5 Persepsi
Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih,
mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan, dan proses
tersebut mempengaruhi perilaku.24 Sedangkan menurut Desideto25, persepsi
adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan yang
memberikan makna pada stimulus inderawi manusia.
23
M. Eric Harramain. 2009. “Fondasi Filosofi dan Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi
Perspektif Konstrukstivisme & Kritikal” < www.scribd.com> [25/05/2010]
24
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Jakarta, 2005, hlm. 167.
25
Proses menerima dan menafsirkan pesan pada banyak model komunikasi
sering disebut dengan penyandian-balik (decoding), proses ini melibatkan
persepsi atau meliputi rangsangan perasaan dan proses komunikasi selanjutnya.
Psikologi modern seperti yang diungkapkan oleh Berelson dan Steiner, persepsi
merupakan proses yang kompleks di mana orang memilih, mengorganisasikan,
dan menginterpretasikan respon terhadap suatu rangsangan ke dalam situasi
masyarakat dunia yang penuh arti dan logis. Sedangkan Scott menyatakan bahwa
persepsi merupakan tindakan melihat sebuah pembelajaran tingkah laku yang
melibatkan aktivitas kognitif.26
Tahapan terpenting dalam persepsi adalah interpretasi atas informasi yang
diperoleh melalui panca indera, namun sebenarnya manusia tidak dapat
menginterpretasikan makna setiap objek secara langsung, melainkan
menginterpretasikan makna informasi yang dipercayai mewakili suatu objek.
Maka pengetahuan melalui persepsi bukanlah mengenai objek itu sebenarnya,
namun bagaimana tampaknya objek tersebut.27
Persepsi manusia terhadap manusia disebut juga dengan persepsi sosial,
dan hal ini lebih kompleks, karena manusia adalah makhluk yang dinamis.
Persepsi manusia terhadap manusia lainnya dan reaksi mereka terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan itu, berdasarkan pengalaman dan pembelajaran di masa
lalu, yang berkaitan dengan orang (objek) yang sama.
26
Werner Severin dan James Tankard, Jr, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan
Terapan di Dalam Komunikasi Massa, Jakarta, 2008, hlm. 84.
27
1.6 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis
dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai. Kerangka
konsep akan menuntun penelitian dalam menentukan hipotesa28. Pembatasan
konsep dalam penelitian ini tidak saja untuk menghindari salah maksud dalam
memahami konsep penelitian, tetapi batasan konsep diperlukan untuk penjabaran
variabel penelitian maupun indikator variabel.29
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Figur Surya Paloh sebagai Tokoh Sentral Ormas Nasional Demokrat
Sosok Surya Paloh sebagai inisiator ormas Nasional Demokrat memiliki
citra dan nilai tersendiri yang dapat dilihat dari rekam jejak pengalaman
organisasi, buah pemikiran, dan kepribadian berciri pemimpin.
Penempatan Surya Paloh sebagai tokoh sentral bagi organisasi massa yang
baru berdiri dianggap sebagai salah satu langkah strategi komunikasi
politik dalam hal kekuatan ketokohan.
2. Persepsi Pendukung Organisasi Massa Nasional Demokrat
Persepsi yang dimiliki oleh komunikan yang menerima pesan ketokohan
Surya Paloh dalam organisasi massa Nasional Demokrat, berdasarkan
pengalaman mengenai figur tersebut, peristiwa, atau hubungan-hubungan
lainnya yang dapat membentuk suatu persepsi (penyimpulan informasi dan
penafsiran pesan). Para pendukung organisasi massa ini terdiri dari
28
Hadari Nawawi, op. cit., hlm. 40.
29
Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif ,
kalangan yang terpelajar dan juga mengetahui seluk beluk politik. Mereka
memiliki persepsi tertentu yang membuat kalangan ini mendukung
Nasional Demokrat.
1.7 Model Teoritis
Model teoritis merupakan pradigma yang mentransformasikan
permasalahan terkait antara satu dengan yang lainnya. Adapun model teoritis
dalam penelitian ini adalah:
Gambar 1. Model Teoritis Dalam Penelitian
1.8 Variabel dan Definisi Variabel Operasional
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di
atas, maka dapat dibuat operasional variabel untuk membentuk kesatuan dan
kesesuaian dalam penelitian. Komponen indikator untuk variabel Surya Paloh
Figur Surya Paloh Persepsi Pendukung Organisasi Massa Nasional Demokrat
1. Organisasi Massa 2. Strategi Komunikasi
Politik
3. Endorser atau Penokohan 4. Konstruktivisme
Sebagai Figur Sentral disarikan dari uraian Sarlito Wirawan Sarwono30,
sedangkan untuk variabel Persepsi Pendukung Organisasi Massa Nasional
Demokrat, indikatornya disarikan dari Deddy Mulyana.31 Adapun variabel
operasional dalam penelitian ini sebagai berikut:
KOMPONEN INDIKATOR DEFINISI
Surya Paloh sebagai figur sentral
1. Citra atau Image
2. Rekam jejak atau
Pandangan terhadap Surya Paloh yang tersusun melalui persepsi yang berkaitan dengan gejala politik.
Pengalaman dan sejarah kehidupan politik Surya Paloh yang diketahui.
Teknik komunikasi Surya Paloh dalam menyampaikan visi (gagasan dalam politik) ketika diskusi dan orasi.
Sifat-sifat Surya Paloh yang tampak dan telah dikenal.
Pola pikir dan cara pandang Surya Paloh dalam permasalahan
demokrasi dan ke-Indonesia-an.
Mencakup prestasi dan kompetensi Surya Paloh dalam pengelolaan organisasi.
Aspek atraktif yang menjadi penarik dalam pribadi Surya Paloh, baik fisik dan non fisik
Kemampuan Surya Paloh dalam mempengaruhi orang dan
aspek- 30
Sarlito Wirawan Sarwono, op. cit., hlm. 40-64
31
aspek pendukung yang dimilikinya untuk tetap memiliki pengaruh. Persepsi
Pengalaman dasar yang berhubungan dengan alat indera objek penelitian.
Perhatian berdasarkan selektivitas yang juga dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal objek
penelitian. Perhatian didorong oleh motivasi yang timbul dalam diri secara sadar ataupun tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan.
Tahapan menganalisa dan memaknai informasi mengenai suatu peristiwa, menjadi nilai-nilai yang dipercaya dan dipegang teguh.
Informasi yang diterima objek penelitian diorganisasikan dan dianalisis sehingga mempengaruhi struktur kognitif. Karena ada kesamaan atau kedekatan konteks serta melihat informasi dari esensi dan latar belakangnya.
Tabel 1. Variabel Operasional Dalam Penelitian
Karakteristik objek penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menjadi salah satu dari dua hal berikut; deklarator Nasional Demokrat
dan/atau Pengurus Nasional Demokrat cabang propinsi.
2. Berlatar belakang pekerjaan salah satu dari pekerjaan berikut; penggiat
sosial, aktivis, wartawan, akademisi (civitas akademika), pejabat daerah,
dan politisi.
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Organisasi Massa
Masyarakat kita merupakan masyarakat yang terdiri dari
organisasi-organisasi, karena masyarakat sekarang sangat berbeda dengan masyarakat di
masa lampau. Masyarakat modern dewasa ini lebih mengutamakan rasionalitas
efektivitas dan efisiensi sebagai nilai-nilai moral yang tinggi. Peradaban modern
pada hakikatnya sangat bergantung pada organisasi sebagai bentuk
pengelompokkan sosial yang paling rasional dan efisien. Organisasi
menggabungkan sumber daya tenaga manusia yang dimilikinya dengan sumber
daya lain, yaitu dengan menjalin para pemimpin, kelompok pengikut atau pekerja,
dan sistem serta sturktur.32
Menurut De Vito33 yang dikutip oleh Burhan Bungin menjelaskan bahwa
pengertian organisasi adalah sebagai suatu kelompok individu yang diorganisasi
untuk mencapai tujuan tertentu. Jumlah anggota organisasi bervariasi, dari tiga
atau empat hingga mencapai ribuan orang. Organisasi memiliki tujuan umum dan
tujuan spesifik, untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibuat norma aturan yang
diatuhi oleh semua anggota organisasi.
32
Amitai Etzioni, Organisasi-Organisasi Modern , Jakarta, 1985, hlm. 1.
33
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Organisasi massa atau ormas merupakan suatu gerakan politik yang pada
prinsipnya juga bentuk dari partai. Pengertian organisasi massa menurut
undang-undang. Dalam Pasal 1 UU No 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan
(Ormas) Bab I (1), yang dimaksud dengan Organisasi Kemasyarakatan adalah
organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warganegara Republik
Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama,
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam
pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Organisasi massa di Indonesia didirikan pada dasarnya dilatarbelakangi
oleh kepentingan.34 Seperti misalnya kepentingan sosial dengan mengangkat
isu-isu sosial dan usaha-usaha pembelaan terhadap kaum marginal, kepentingan
ekonomi sebagai upaya mengangkat derajat kemakmuran dan kesejahteraan
kelompoknya, kepentingan politik sebagai upaya rektrutmen massa politik untuk
kemudian disalurkan aspirasi politiknya melalui partai politik tertentu yang
mempunyai kesepahaman ideologi yang sama pada awalnya. Kemudian
kepentingan religius yang merupakan upaya untuk perkuatan kelompok religi
dalam melakukan pembinaan dan rekrutmen, selanjutnya kepentingan budaya
yang fokus pada upaya konservasi kebudayaan, kepentingan profesi untuk
peningkatan kualitas profesionalime di bidang profesi tertentu, dan kepentingan
networking atau lobi sebagai upaya perluasan jaringan (network) dalam rangka
penguatan pengaruh yang bermanfaat untuk melobi kekuasaan.
34
Namun di era demokrasi sekarang kepentingan lebih menjadi faktor
perekat yang signifikan, nilai-nilai kesamaan ideologi menjadi tidak esensial
selama tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Dalam perjalanan
mencapai tujuannya, ormas memerlukan suatu pondasi yang menjadi basis
kekuatan dari ormas tersebut.
Kekuatan Ormas di Indonesia masih mengandalkan beberapa faktor.35
Pertama, figur sentris atau ketokohan para pemimpin, karena menjadi suatu hal
yang sangat krusial dalam membangun dan memperkuat kekuatan ormas tersebut.
Kedua, fleksibilitas ideologi menjadi titik awal kebesaran ormas dikarenakan
besar kecilnya ormas akan tergantung dari eksklusifitas atau ekstrofertifitas dari
ormas tersebut. Ketiga, adanya dukungan pemerintah, karena rekognisi dari
pemerintah dan dukungan fasilitas pemerintah masih menjadi darah untuk
keberlangsungan ormas. Keempat, faktor militansi dari segenap organ ormas yang
menjadi isu sentral dalam perjalanan pembinaan ormas, terutama dalam hal
voluntarisme kader untuk membesarkan ormas. Intinya benefit secara ekonomis
dan politis masih menjadi daya tarik terkuat untuk kader bergabung dengan
ormas. Kelima, faktor moral dari segenap organ ormas, dan kepatuhan dan
ketaatan terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ormas. Keenam,
faktor administrasi, karena ormas-ormas yang ada masih memiliki kesulitan dalam
hal administrasi, terutama dalam hal pembukuan keuangan dan pendataan
anggota.
35
2.1.1 Gerakan Perubahan
Dalam analisis politik modern, partisipasi politik merupakan suatu
masalah yang penting, dan akhir-akhir ini banyak dipelajari terutama dalam
hubungannya dengan negara berkembang. Pada awalnya studi mengenai
partisipasi politik menfokuskan diri pada partai politik sebagai pelaku utama,
tetapi dengan berkembangnya demokrasi banyak muncul kelompok masyarakat
yang juga ingin memengaruhi proses pengambilan keputusan mengenai kebijakan
umum. Kelompok-kelompok ini kecewa dengan kinerja partai politik dan
cenderung untuk memusatkan perhatian pada satu masalah tertentu, dengan
harapan akan lebih efektif memengaruhi proses pengambilan keputusan melalui
direct action36.
Pendapat Miriam Budiardjo di atas juga dijelaskan secara lebih kongkrit
dengan melihat organisasi massa memakai prinsip pergerakan (movement) dan
sebagai kelompok penekan (pressure group). Gerakan adalah kelompok atau
golongan yang ingin mengadakan perubahan, atau menciptakan suatu lembaga
baru dengan memakai cara – cara politik. Sedangkan kelompok penekan (pressure
group) adalah kelompok yang memperjuangkan kepentingan dan berusaha
memberi pengaruh terhadap kekuatan politik yang ada di pemerintahan.
Kelompok ini bisa terdiri dari perkumpulan, golongan, ataupun partai yang berada
di luar pemerintahan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Gabriel A. Almond dan
G. Bingham Powell Jr. melalui buku Comparative Politics: A Developmental
Approach, mereka memperkenalkan suatu istilah ‘sistem politik’ yang keluar dari
36
pemaknaan tradisional. Sistem politik yang mereka perkenalkan tidak hanya
terdiri dari institusi pemerintahan, namun juga semua sturktur dalam aspek-aspek
politik di negara tersebut. Sehingga sistem yang ada menyebabkan ketergantungan
antara satu dengan bagian lain, dan memiliki batas di antara mereka dan
lingkungannya.37
Di negara-negara demokaratis pada umumnya dianggap jika lebih banyak
partispasi masyarakat, maka lebih baik. Dalam alam pemikiran ini,, tingginya
tingkat partisipasi menunjukkan bahwa warga mengikuti dan memahami masalah
politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan itu. Hal itu juga
menunjukkan bahwa rezim yang bersangkutan memiliki kadar keabsahan atau
legitimasi yang tinggi. Dalam kehidupan demokratis, juga dikenal istilah struktur
politik, yang memiliki sistem merujuk pada organisasi dan institusi yang
memelihara atau mengubah struktur politik, dan secara khusus menampilkan
fungsi-fungsi sosialisasi, rekrutmen, dan komunikasi politik. Struktur politik ini
dapat dibedakan menjadi dua, yakni yang bersifat formal dan informal. Menurut
Almond dan Coleman, struktur politik dibedakan atas infrastruktur yang terdiri
dari struktur masyarakat, suasana kehidupan masyarakat, dan sektor politiknya.
Sedangkan suprastruktur terdiri dari sektor pemerintahan, suasana, dan sektor
politik pemerintahan.38
Struktur formal merupakan mesin politik yang dengan absah
mengidentifikasi segala masalah, menentukan dan melaksanakan segala keputusan
37
Almond dalam Riant Nugroho Dwidjowijoto, Komunikasi Pemerintahan: Sebuah
Agenda Bagi Pemimpin Pemerintahan Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 59.
38
Almond dan Colleman dalam Budi Winarno, Sistem Politik Indonesia Era Reformasi ,
yang mempunyai kekuatan mengikat kepada seluruh masyarakat, sedangkan
sturktur informal merupakan struktur yang mampu memengaruhi cara kerja aparat
masyarakat untuk mengemukakan, menyalurkan, menerjemahkan,
mengonversikan tuntutan, dukungan, dan masalah tertentu yang berhubungan
dengan kepentingan umum. Organisasi massa termasuk ke dalam struktur politik
informal, sebagaimana partai politik, kelompok-kelompok kepentingan, media
massa, dan lembaga non-pemerintah lainnya.
Salah satu sebab masyarakat mulai membentuk kelompok-kelompok ini,
karena mulai menyadari bahwa suara satu orang (misalnya dalam pemilihan
umum) sangat kecil pengaruhnya, terutama di negara-negara berpenduduk dengan
jumlah besar seperti Indonesia. Gerakan kelompok ini dari upaya penggabunngan
diri individu dengan orang lain, agar suara dan aspirasinya menjadi lebih didengar
oleh pemerintah. Tujuan kelompok ini adalah mempengaruhi kebijakan
pemerintah agar lebih menguntungkan mereka. Pada era reformasi di Indonesia,
kelompok atau lembaga non-pemerintah ini semakin mengakar dalam masyarakat,
dengan perhatian dan konstentrasi yang beragam, misalnya di bidang demokrasi,
globalisasi, good governance, pemberdayaan konsumen, media, pertanian,
korupsi, isu lingkungan, pemberdayaan perempuan, dan lain-lain. Organisasi ini
terlibat aktif memengaruhi kebijakan publik berkenaan dengan bidang-bidang
mereka masing-masing, terlibat dengan lobi-lobi politik di DPR dan pemerintah
agar kepentingan mereka diperhatikan dan tujuan mereka tercapai melalui sistem
politik.39
39
Dasar dari kelompok ini adalah ‘protes’, dan mereka sangat kritis terhadap
cara-cara berpolitik para politisi dan pejabat. Mereka menginginkan desentralisasi
dan kekuasaan negara, desentralisasi pemerintah, partisipasi dalam peningkatan
swadaya masyarakat, terutama masyarakat lokal. Kelompok-kelompok ini
kemudian berkembang menjadi gerakan sosial (social movement) dan mulai
berkembang istilah group politics ataupun new politics untuk mengidentifikasi
gerakan sosial ini. Sejalan memang dengan pasal 1 UU No 8 Tahun 1985 tentang
Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), bahwa gerakan sosial merupakan bentuk
perilaku kolektif yang berakar dalam kepercayaan dan nilai-nilai yang dianut
bersama. T. Tarrow dalam bukunya Power in Movement (1994) berpendapat
bahwa gerakan sosial adalah tantangan kolektif oleh orang-orang yang
mempunyai tujuan bersama berbasis solidaritas, yang dilaksanakan melalui
interaksi secara terus-menerus dengan para elite, lawan-lawannya dan
pejabat-pajabat.40
2.2 Strategi Komunikasi Politik 2.2.1 Komunikasi
Gordon I. Zimmerman yang dikutip oleh Deddy Mulyana41 mengatakan
bahwa manusia melakukan komunikasi dengan dua tujuan besar, yakni untuk
menyelesaikan tugas-tugas penting yang menjadi kebutuhan manusia yang
mendasar, dan selanjutnya untuk menciptakan dan memupuk hubungan dengan
orang lain. Sehingga komunikasi memiliki fungsi isi, melibatkan pertukaran
40
T. Tarrow dalam Miriam Budiardjo, op. cit., hlm. 383.
41
informasi yang diperlukan oleh manusia untuk menyelesaikan tugas, dan fungsi
hubungan yang melibatkan pertukaran informasi mengenai hubungan dengan
pihak lain. Fungsi komunnikasi tidak dapat dilepaskan dari kegunaannya dalam
konteks sosial, dan dalam hal pengambilan keputusan untuk melakukan sesuatu
atau tidak. Karena dalam keputusan terdapat suatu proses informasi yang
melibatkan persuasi sehingga manusia memperoleh dukungan terhadap apa yang
diputuskan dan dilakukannya. Dengan tujuan adalah menyamakan pengertian
terhadap suatu informasi yang diproses dengan apa yang dipahami oleh orang
lain.
Komunikasi memiliki banyak ruang dan sisi, sehingga pada prakteknya
komunikasi juga bersifat multifaset. Riant N. Dwidjowijoto mengungkapkan
bahwa faset komunikasi mencakup dua hal pokok yang bersifat teknis yakni pesan
dan media.42 Komunikasi yang efektif hanya bisa dicapai minimal, pesannya
benar, mudah dipahami, dan mudah dikomunikasikan, serta media atau cara
penyampaiannya sesuai dengan kondisi komunikator dan komunikannya. Hal
tersebut dapat dijelaskan dengan gambar berikut:
42
Konteks Psikologis
Komunikator Pesan Media Komunikan
Konteks Sosiologis
Gambar 2. Proses Untuk Mencapai Kesamaan Makna Pesan
Sumber: Riant Nugroho Dwidjowijoto, 2004. Komunikasi Pemerintahan: Sebuah Agenda Bagi Pemimpin Pemerintahan Indonesia, hlm. 74
Dari gambar di atas tampak bahwa proses untuk mencapai kesamaan
makna dipengaruhi oleh tiga faset atau sisi, yaitu sisi komunikasinya sendiri, sisi
psikologi dari masing-masing, dan sisi sosiologis dari masing-masing. Faset
psikologis berkenaan dengan nilai psikologis dari komunikator dan komunikan.
Dalam bahasa yang lebih umum yang disebut sebagai nilai psikologis adalah
kondisi kebutuhan dari masing-masing individu dalam melaksanakan komunikasi
tersebut. Faset sosiologis merupakan konteks sosial dari individu, misalnya
lingkungan, sistem nilai budaya, dan bentuk-bentuk sosial lainnya yang dapat
mempengaruhi pengertian pesan antara komunikator dan komunikan.
Jika komunikasi dipandang dalam arti yang lebih luas meliputi seluruh
pertukaran pesan di antara individu-individu warga masyarakat dari mulai
kelompok terkecil hingga sampai pada kelompok yang lebih luas. Dalam
jangkauannya, komunikasi tidak hanya berlangsung dalam ruang lingkup internal,
2.2.2 Komunikasi Politik
Politik dan komunikasi merupakan dua entitas yang saling berhubungan,
baik dilihat dari sudut panndang relasi empirik ataupun dalam tinjauan akademis.
Secara empirik, politik adalah sebuah proses kekuasaan yang menyebabkan
dinamika kehidupan berjalan secara struktural, formal, dan asimetris. Sedangkan
untuk kajian maupun tinjauan akademis, politik dilihat dari bagaimana kekuasaan
dan pemerintahan dilihat dari teori-teori yang ada, digunakan dalam menganalisis
fenomena yang terjadi. Dalam kaitannya dengan komunikasi, di sini komunikasi
menjadi instrumen yang akan menjelaskan baik secara vertikal maupun
horizontal. Kata menjelaskan di sini adalah mempertegas dan menyebarluaskan
inti dan hakikat dari politik kepada masyarakat.
Jurgen Habermas mengatakan bahwa untuk mencapai kekuasaan melalui
politik, caranya adalah dengan meletakkan komunikasi sebagai sebuah politik,
karena komunikasi merupakan sebuah proses perebutan pengaruh yang paling
demokratis yang pernah ada. Cara memperoleh legitimasi atau dukungan ada
beberapa jalan, antara lain melalui kekuatan fisik (termasuk militer), dengan uang,
jabatan, dan pemerasan. Namun keempat hal di atas bukanlah sarana yang cukup
fair jika dibandingkan dengan komunikasi. Di dalam komunikasi, mereka yang
berebut kekuasaan harus mampu memengaruhi orang banyak baik dengan
cara-cara yang kharismatikal ataupun cara-cara-cara-cara yang intelektual. Karena komunikasi
merupakan sarana paling adil, bahkan paling manusiawi untuk saling
mempertukarkan pengaruh dan memperebutkan kekuasaan.43
43
Komunikasi politik yang bersinggungan dengan organisasi atau kelompok
menjadi jiwa dari organisasi politik tersebut.44 Melalui itu, terdapat beberapa
tujuan yang hendak dicapai untuk memasyarakatkan suatu organisasi politik
seperti yang dijelaskan oleh Redi Panuju, yakni dengan menyosialisasikan
keberadaannya kepada masyarakat, membangun citra positif dalam rangka
mencari dukungan, menggalang opini publik dalam rangka membangun,
menyeleksi isu, dan merangkumnya menjadi formulasi kebijakan, dan
membangun jaringan dalam rangka efektivitas kerja. Oleh karena itu dibutuhkan
suatu strategi komunikasi politik untuk mewujudkan empat tujuan tersebut.
2.2.3 Langkah Strategik
Di kalangan militer terdapat ungkapan yang amat terkenal yang berbunyi
“To win the war, not to win the battle” yang berarti memenangkan perang, bukan
memenangkan pertempuran. Dalam hal ini, sangat diperlukan strategi untuk
memenangkan perang, sedangkan taktiknya adalah untuk memenangkan
pertempuran. Demikian pula dalam komunikasi, lebih-lebih komunikasi yang
dilancarkan suatu organisasi, apakah itu komunikasi politik atau komunikasi
bisnis. Pada ahli komunikasi, terutama di negara-negara yang sedang berkembang,
dalam tahun-tahun terkahir ini menumpahkan perhatian yang besar terhadap
strategi komunikasi atau communication strategy, dalam hubungannya dengan
penggiatan pembangunan nasional di negara masing-masing. Fokus perhatian ini
memang penting untuk ditujukan kepada strategi komunikasi, karena berhasil
44