• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Subjective Well-Being pada Mahasiswa yang menjadi Anggota Paduan Suara Mahasiswa Gerejawi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Subjective Well-Being pada Mahasiswa yang menjadi Anggota Paduan Suara Mahasiswa Gerejawi"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN

SUBJECTIVE WELL-BEING

MAHASISWA

ANGGOTA PADUAN SUARA MAHASISWA GEREJAWI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

RINI SIPAHUTAR

061301094

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Gambaran Subjective Well-Beingpada Mahasiswa yang menjadi Anggota Paduan Suara Mahasiswa Gerejawi

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi saya ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Juni 2012

(3)

Gambaran Subjective Well-BeingMahasiswa Anggota Paduan Suara Mahasiswa Gerejawi

Rini Sipahutar dan Aprilia Fadjar Pertiwi

ABSTRAK

Bernyanyi dalam paduan suara memberikan banyak manfaat seperti pada kesehatan, kesejahteraan well-being, dan memberikan kebahagiaan atausubjective well-being. Terdapat dua jenis paduan suara mahasiswa yaitu paduan suara umum dan paduan suara gerejawi, di mana keduanya memiliki perbedaan dalam hal isi lagu yang dinyanyikan dan kegiatan yang dilakukan

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif berdasarkan teori subjective well-being yang dikemukakan oleh Diener yang terdiri atas dimensi kognitif yang terdiri dari kepuasan hidup (life satisfaction) dan kepuasan domain (domain satisfaction) dan dimensi afektif meliputi afek positif dan afek negatif. Responden diambil berdasarkan konstruk operasional (theory based/operational construct sampling). Metode pengumpulan data adalah metode wawancara mendalam (in-depth interview), dengan tiga mahasiswa anggota paduan suara mahasiswa gerejawi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bernyanyi dalam PSMG memberikan banyak dampak positif bagi para anggotanya namun terdapat beberapa perbedaan pada tiap responden. Pada responden I, ia merasa PSMG dulunya merupakan tempat di mana ia mendapatkan dukungan sosial sehingga ketidakpuasan pada domain lainnya dapat tertutup dengan kepuasan dalam PSMG. Ketika para anggota lainnya tidak seperti yang diharapkan muncul rasa kecewa akibatnya ketidakpuasan dan afek negatif pada domain lainnya kembali muncul dan membuatnya menilai hidupnya tidak memuaskan dan banyak merasakan afek negatif. sehingga ia menilai hidupnya tidak memuaskan dan lebih banyak merasakan afek negatif. Pada responden II, PSMG merupakan tempat di mana ia dapat melayani Tuhan dan menjadi coping stress yang memberikan kelegaan dalam masalah yang dihadapi. Tercapainya tujuan dan banyaknya prestasi membanggakan yang diperoleh membuatnya menilai hidupnya memuaskan dan banyak merasakan afek positif. Pada responden III, PSMG merupakan tempat di mana ia mendapatkan perasaan dekat dengan Tuhan, kekuatan, dan dukungan sosial. Namun beratnya masalah yang dihadapi membuatnya fokus terhadap masalah dan menilai hidupnya tidak memuaskan dan lebih banyak merasakan afek negatif.

Hal-hal yang berkaitan dengan dampak positif mengikuti PSMG pada penelitian ini adalah kompetensi, komitmen reguler, dukungan sosial, rasa rileks, coping stress, dan spiritualitas. Namun spiritualitas kurang memberikan pengaruh jika anggota PSMG tidak menganggap aspek spiritualitas sebagai hal yang penting.

(4)

Subjective Well-Beingamong College Students in Student Church Choir Rini Sipahutar dan Aprilia Fadjar Pertiwi

ABSTRACT

Singing on choir is a extracurricular activity which is attended by many students. Singing in achoir gives a lot of benefits on health, well-being, and gives happiness or subjective well-being. There are two types of college choir, a common college choir and church college choir. There are differences between them, a church college choir sings religious songs and carries out religious activities.

This research was conducted by using the qualitative approach method based onsubjective well-being theory put forward by Ed Diener, which consists of two dimensions those are cognitive dimensions, consists of life satisfaction and domain satisfaction, and also affect dimensions, consists of positive affect and negative affect. Decision taken by the respondents based on operational construct (theory based / operational construct sampling). Information collection methods used in-depth interview, conducted in three college students who attend church college choir.

The results show that singing in students church choir gives many positive effects to the members but there are some diffecences on every respondents. First respondent thought that student church choir is a place where he can get social support so even he felt some dissapointment in other domains, they would be covered by the satisfaction of the choir. But when other members didn’t do as he hope, he dissapoints and the dissapointments and negative effects of other domains come again. So he concluded that he is not satisfied with his life and get more negative effects. Second respondent the choir is a place where he serves God and a place where he can cope with stress which gives relief on the problems. By getting the goals and achievements, he concluded that he is satisfied with his life and get more positive affects. For the third respondent the choir is a place where she can get the attachment to God, power, and social support. But, the family problems she has, make her focus on the problems and concluded that she is not satisfied with her life and get more negative effects.

The things that related to this research are competence, regular commitment, reliefe, coping stress, and spirituality. But, spirituality will only gives effects when the members take it as an important thing.

.

(5)

KATA PENGANTAR

Segala pujian syukur dan penyembahan saya berikan kepada Kristus Yesus Tuhan yang telah memberikan anugerah bahkan yang terus menyertai saya terkhusus dalam menyelesaikan penelitian yang berjudul “Gambaran Subjective Well-Being pada Mahasiswa yang menjadi Anggota Paduan Mahasiswa Gerejawi”. Terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada ibu saya tercinta (O. Hutabarat) yang terus setia merawat, membesarkan, membimbing, dan mendampingi saya dengan penuh kasih, kesabaran, ketulusan, juga kepada Bapak (alm. P. Sipahutar) yang yang kenangannya selalu memotivasi saya untuk menjadi gadis yang tegar dan kuat. Saya juga berterima kasih kepada adik tersayang saya (Frank David Sipahutar) dan kakak saya (Grace Uli Sipahutar) untuk dukungan yang diberkan hingga penelitian ini selesai dilakukan.

Dalam menyelesaikan penelitian ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

(6)

3. Kak Arliza Juairiani Lubis, M.Si, psikolog dan Ibu Elvi Andriani Yusuf, M.Si, psikolog, selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan yang lebih baik bagi penelitian ini.

4. Natalin dan Rotua yang menjadi sahabat yang selalu menguatkan, memberi motivasi, yang terus mendoakan saya. Tuhan memberkati kalian dan persahabatan kita.

5. Uda Kezi yang terus mendukung dan mendoakan. Tuhan memberkati Uda dan keluarga

6. Kelompok tumbuh bersama saya Vicarious Newborn (Yani,Devi,Ollie, Ita, Rani, dan kak Juni) yang yang meberikan semangat, desakan, dan doa bagi saya. Kiranya Tuhan memberkati kalian dan KTB kita.

7. Adik-adik kelompok kecil saya ZealROCKS (Katrin, Ori, Susy, Tina) terima kasih untuk perhatian, doa, dan semangat yang diberikan. Kiranya Tuhan memberkati kalian dan memberikan rahmat, hikmat, dan pertumbuhan yang lebih lagi kepada kalian sehingga kalian dapat semakin berakar, bertumbuh, dan berbuah bagiNya.

8. Marakas 178a Society (Rina, Inta, Wenny, Tya, Eva, Debo) terima kasih untuk setiap doa, bantuan wawancara, bantuan mencari responden, bertukar pikiran, berkeluh kesah, dan ber-rock’n roll. Kiranya Tuhan memberkati kalian dan pertemanan kita.

(7)

10. Teman-teman di KMK UP Psikologi dan PMK Perkantas periode 2010/2011 yang tetap memberikan perhatian dan dukungannya

11. Ketiga responden yang telah berbagi pengalaman dan cerita dalam paduan suara yang diikuti. Kiranya Tuhan memberikan rahmat dan anugerahNya kepada kalian.

12. Seluruh dosen Fakultas Psikologi USU yang telah membagikan ilmu dan mendidik saya, dan juga kepada seluruh staf Fakultas Psikologi yang telah membantu saya dalam urusan administrasi maupun hal lainnya.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudara semua, dan semoga skripsi ini membawa manfaat bagi rekan-rekan semua.

Medan, 18 Juni 2012

(8)

DAFTAR ISI

COVER HALAMAN DALAM ... i

LEMBARAN PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

A. Subjective well-being... 12

1. Definisi Subjective well-being... 12

2. Dimensi Subjective Well-Being... 13

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being... 16

B. Kegiatan Menyanyi... 20

1. Definisi kegiatan menyanyi... 20

2. Dampak kegiatan menyanyi... 20

C.Paduan Suara Gerejawi ... 24

1. Definisi Paduan Suara Gerejawi... 24

2. Dampak Kegiatan Menyanyi di Paduan Suara... 25

D. Mahasiswa... 26

(9)

2. Karakteristik mahasiswa ... 26

E. Subjective Well-BeingMahasiswa Anggota Paduan Suara Gerejawi . 27 F. Paradigma Berpikir Penelitian ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. Pendekatan Kualitatif... 31

B. Metode Pengumpulan Data ... 32

C. Responden Penelitian ... 34

1. Karakteristik Responden Penelitian ... 34

2. Prosedur Pengambilan Responden Penelitian ... 34

3. Jumlah Responden Penelitian ... 34

D. Lokasi Penelitian ... 35

E. Alat Bantu Pengumpulan Data ... 36

1. Alat Perekam ... 36

2. Pedoman Wawancara... 36

F. Kredibilitas Penelitian ... 37

G. Prosedur Penelitian ... 38

1. Tahap Persiapan... 38

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 39

3. Tahap Pencatatan Data... 39

H. Teknik dan Prosedur Pengolahan Data ... 40

1. Koding ... 40

2. Organisasi Data ... 40

3. Analisis Tematik ... 41

4. Tahapan Interpretasi/Analisis ... 41

5. Pengujian terhadap Dugaan ... 42

BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI ... 44

A. Analisa Responden I ... 45

1. Deskripsi Data ... 45

(10)

3. Data Wawancara ... 47

B. Analisa Responden II ... 63

1. Deskripsi Data ... 63

2. Data Observasi ... 63

3. Data Wawancara ... 65

C. Analisa Responden III ... 77

1. Deskripsi Data ... 77

2. Data Observasi ... 77

3. Data Wawancara ... 79

D. Analisa Antar Responden ... 91

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ... 96

A. Kesimpulan ... 96

B. Diskusi ... 99

C. Saran ... 103

1. Saran Praktis ... 103

2. Saran Penelitian Lanjutan ... 105

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Gambaran Umum Responden ... 44

Tabel 2. Analisa Responden I ... 62

Tabel 3. Analisa Responden II... 76

Tabel 4. Analisa responden III ... 89

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

(13)

Gambaran Subjective Well-BeingMahasiswa Anggota Paduan Suara Mahasiswa Gerejawi

Rini Sipahutar dan Aprilia Fadjar Pertiwi

ABSTRAK

Bernyanyi dalam paduan suara memberikan banyak manfaat seperti pada kesehatan, kesejahteraan well-being, dan memberikan kebahagiaan atausubjective well-being. Terdapat dua jenis paduan suara mahasiswa yaitu paduan suara umum dan paduan suara gerejawi, di mana keduanya memiliki perbedaan dalam hal isi lagu yang dinyanyikan dan kegiatan yang dilakukan

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif berdasarkan teori subjective well-being yang dikemukakan oleh Diener yang terdiri atas dimensi kognitif yang terdiri dari kepuasan hidup (life satisfaction) dan kepuasan domain (domain satisfaction) dan dimensi afektif meliputi afek positif dan afek negatif. Responden diambil berdasarkan konstruk operasional (theory based/operational construct sampling). Metode pengumpulan data adalah metode wawancara mendalam (in-depth interview), dengan tiga mahasiswa anggota paduan suara mahasiswa gerejawi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bernyanyi dalam PSMG memberikan banyak dampak positif bagi para anggotanya namun terdapat beberapa perbedaan pada tiap responden. Pada responden I, ia merasa PSMG dulunya merupakan tempat di mana ia mendapatkan dukungan sosial sehingga ketidakpuasan pada domain lainnya dapat tertutup dengan kepuasan dalam PSMG. Ketika para anggota lainnya tidak seperti yang diharapkan muncul rasa kecewa akibatnya ketidakpuasan dan afek negatif pada domain lainnya kembali muncul dan membuatnya menilai hidupnya tidak memuaskan dan banyak merasakan afek negatif. sehingga ia menilai hidupnya tidak memuaskan dan lebih banyak merasakan afek negatif. Pada responden II, PSMG merupakan tempat di mana ia dapat melayani Tuhan dan menjadi coping stress yang memberikan kelegaan dalam masalah yang dihadapi. Tercapainya tujuan dan banyaknya prestasi membanggakan yang diperoleh membuatnya menilai hidupnya memuaskan dan banyak merasakan afek positif. Pada responden III, PSMG merupakan tempat di mana ia mendapatkan perasaan dekat dengan Tuhan, kekuatan, dan dukungan sosial. Namun beratnya masalah yang dihadapi membuatnya fokus terhadap masalah dan menilai hidupnya tidak memuaskan dan lebih banyak merasakan afek negatif.

Hal-hal yang berkaitan dengan dampak positif mengikuti PSMG pada penelitian ini adalah kompetensi, komitmen reguler, dukungan sosial, rasa rileks, coping stress, dan spiritualitas. Namun spiritualitas kurang memberikan pengaruh jika anggota PSMG tidak menganggap aspek spiritualitas sebagai hal yang penting.

(14)

Subjective Well-Beingamong College Students in Student Church Choir Rini Sipahutar dan Aprilia Fadjar Pertiwi

ABSTRACT

Singing on choir is a extracurricular activity which is attended by many students. Singing in achoir gives a lot of benefits on health, well-being, and gives happiness or subjective well-being. There are two types of college choir, a common college choir and church college choir. There are differences between them, a church college choir sings religious songs and carries out religious activities.

This research was conducted by using the qualitative approach method based onsubjective well-being theory put forward by Ed Diener, which consists of two dimensions those are cognitive dimensions, consists of life satisfaction and domain satisfaction, and also affect dimensions, consists of positive affect and negative affect. Decision taken by the respondents based on operational construct (theory based / operational construct sampling). Information collection methods used in-depth interview, conducted in three college students who attend church college choir.

The results show that singing in students church choir gives many positive effects to the members but there are some diffecences on every respondents. First respondent thought that student church choir is a place where he can get social support so even he felt some dissapointment in other domains, they would be covered by the satisfaction of the choir. But when other members didn’t do as he hope, he dissapoints and the dissapointments and negative effects of other domains come again. So he concluded that he is not satisfied with his life and get more negative effects. Second respondent the choir is a place where he serves God and a place where he can cope with stress which gives relief on the problems. By getting the goals and achievements, he concluded that he is satisfied with his life and get more positive affects. For the third respondent the choir is a place where she can get the attachment to God, power, and social support. But, the family problems she has, make her focus on the problems and concluded that she is not satisfied with her life and get more negative effects.

The things that related to this research are competence, regular commitment, reliefe, coping stress, and spirituality. But, spirituality will only gives effects when the members take it as an important thing.

.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Paduan suara (selanjutnya disingkat menjadi PS) merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang cukup digemari dan diikuti oleh banyak mahasiswa. Di Universitas Sumatera Utara setidaknya terdapat lima PS, yakni PS Consolatio, PS El Shaddai, PS Mahasiswa USU, PS Gloria, dan PS Cantante.

Liver (2010) menyatakan ada berbagai alasan orang mengikuti PS, diantaranya mencari teman baru, melatih teknik menyanyi mereka, dan yang paling umum dan sering dikemukakan adalah karena mereka menyukai kegiatan menyanyi. Hal seperti itu tergambar dari wawancara dengan mahasiswa bernama Nani (bukan nama sebenarnya) berikut ini,

“Mm, alasan aku ikut paduan suara? Karena aku memang hobi menyanyi” (Wawancara personal, 6 November 2010)

Sementara mahasiswa lain bernama Nita (bukan nama sebenarnya) menyatakan, "Awalnya memang karena aku suka dan mampu bernyanyi, dan lagi aku kan jurusan Etnomusikologi, jadi aku ingin menyalurkan ilmuku." .

(Wawancara personal, 9 November 2010)

(16)

keterlibatan di kegiatan PS. Bailey (dalam Crossley, 2010) mengadakan survey kepada anggota PS, dari Australia, Brazil, Canada, Hong Kong and Iceland (n = 224) mengenai keseluruhan efek menyanyi dibandingkan dengan mendengarkan musik, menonton televisi, dan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh partisipan. Hasilnya mengindikasikan bahwa menyanyi dalam kelompok dinilai lebih menguntungkan dibandingkan dengan aktivitas lainnya, dan menyanyi dalam kelompok memiliki keuntungan yang menyeluruh.

Clift dan Hancox (dalam Clift, 2007; Ashley, 2002), juga mengadakan penelitian yang hasilnya menunjukkan bahwa 71% mahasiswa yang mengikuti komunitas PS menyetujui bahwa bernyanyi memberikan pengaruh yang baik dalam mental wellbeing, 93% menyatakan bahwa bernyanyi dalam PS membuat mood mereka lebih positif, 80% menyatakan bernyanyi membantu mereka lebih rileks, dan 89% mahasiswa lainnya mengakui bahwa bernyanyi membuat mereka lebih bahagia. Cohen, dkk. (dalam Clift, 2007) juga menemukan adanya peningkatan signifikan dalam hal kesehatan fisik dan mental pada orang tua yang bergabung dalam komunitas PS selama lebih dari satu tahun. Hillman (dalam Cohen, 2009) mengadakan penelitian yang mengungkapkan adanya peningkatan signifikan dalam hal emotional wellbeing pada partisipan anggota PS besar. Sementara, Beck, Cesario, Yousefi and Enamoto (dalam Clift, 2009) mendapati bahwa penyanyi PS yang semi-profesional setuju atau sangat setuju bahwa ‘bernyanyi memberikan sumbangsih pada kesejahteraan personalnya’.

(17)

lainnya, yaitu; bernyanyi dalam PS dapat membantu anggotanya dalam coping stress yang disebabkan oleh masalah hubungan personal ataupun masalah keluarga yang dihadapi. Bernyanyi dalam PS dapat meningkatkan perasaan positif sehingga mengurangi perasaan sedih, cemas, dan depresi yang dirasakan dalam hidup. Selain itu, bernyanyi dalam PS juga membutuhkan fokus dan konsentrasi yang besar sehingga menghambat perhatian terhadap masalah-masalah personal yang berkaitan dengan sumber kekhawatiran, sehingga menawarkan relaksasi dan kelegaan. Para anggota PS juga memberikan dukungan sosial yang membuat perasaan terisolasi dan kesepian yang dialami anggota lainnya berkurang dan memberikan komunitas yang lebih luas. Kewajiban mengikuti latihan yang diadakan juga memberikan komitmen reguler yang memotivasi orang untuk tetap aktif.

Selain PS umum yang diikuti oleh mahasiswa, ada juga PS mahasiswa gerejawi (selanjutnya disingkat menjadi PSMG) yang diikuti oleh banyak mahasiswa. Secara umum PSMG dan PS umum yang diikuti tidak begitu berbeda hanya saja PSMG memasukkan unsur keagamaan dalam kegiatan-kegiatannya dan menyanyikan lagu-lagu rohani, hal ini sama dengan yang dikemukakan oleh Prof. Drs. Mauly Purba, Guru Besar Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara dalam wawancara;

(18)

keagamaan di dalamnya. Nyanyian dalam paduan suara gerejawi berbeda memang, ketika menyanyikan lagu Lead Me O Lord..Lead me on my way.. nah orang bisa merasakan damai dan satu dengan Tuhannya..”

(Wawancara Personal, 6 Desember 2010)

Berdasarkan pernyataan Prof. Drs. Mauly Purba, hal yang membedakan PS gerejawi dan umum adalah unsur keyakinan agama di dalamnya, yang tertuang dalam jenis lagu yang dibawakan maupun kegiatan yang dijalankan. Hal ini bisa dilihat dari contoh lagu yang dinyanyikan oleh salah satu PS gerejawi:

Bapa kami yang di Surga│dikuduskan namaMu│datanglah kerajaanMu dan jadilah kehendakMu│b’rikanlah pada hari ini makanan kami yang secukupnya│ampunkan kesalahan kami seperti kami pun mengampuni│dan jangan bawa kami ke dalam pencobaan│lepaskan dari yang jahat│karena Engkau yang empunya kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selamanya│amin amin amin

(Judul lagu: Bapa Kami)

(19)

menyatakan bahwa Tuhan berkuasa untuk melepaskan umatNya dari dosa karena Tuhan memiliki kuasa.

PSMG menyanyikan lagu rohani yang merupakan bentuk doa, seperti terungkap dalam pernyataan ฀bernyanyi adalah dua kali berdoa” (dalam Madah Bakti, Buku Doa dan Nyanyian Gerejawi, 2000). Hal ini juga sama seperti yang diungkapkan oleh Sari, salah seorang anggota PSMG, di mana lagu yang dinyanyikan juga diresapi dan membuat dirinya mengingat Tuhan karena ia mengaitkannya dengan dirinya,

”Jadi ini.., mengaitkan ke diri sendiri gitu kak... Bukan hanya kunyanyikan gitu aja kan kak. Banyak maknanya lagu yang kami nyanyikan”

(Wawancara Personal, 6 April 2011)

Selain itu, PSMG juga melibatkan kegiatan rohani seperti doa pembukan dan penutup, pembacaan kitab suci, dan puasa. Hal ini pada gilirannya bisa membawa dampak tersendiri bagi anggota PS, seperti yang dinyatakan dalam penelitian Chang (2009) yang menunjukkan bahwa dengan melakukan kegiatan kerohanian dan ritual kerohanian dengan frekuensi yang banyak, memiliki dampak yang positif terhadap subjective well-being.

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Nita dan Anto (bukan nama sebenarnya) yang merupakan anggota PSMG,

“Ya biasanya kalau sebelum latihan, dibuka dalam doa dulu, lalu sharing firman, lalu latihan, setelahnya berdoa juga lagi”

(wawancara personal, 13 November 2010)

“Sekali seminggu pasti ada ibadahnya, terus kalo misalnya mau ada event, misalnya Christmas Carol, nah biasanya kami ada jam doa puasanya”

(20)

Selain terdapat perbedaan dalam hal lirik lagu dan kegiatan yang dilakukan, ada juga perbedaan dalam hal tujuan menyanyikan lagu dan jadwal latihan. PSMG diakui memiliki tujuan yang berbeda dari PS umum, yaitu untuk menyampaikan isi lagu, sedangkan PS umum hanya menghibur pendengar, dan PSMG memiliki jadwal latihan yang padat, reguler, dan intens dibandingkan PS lainnya, seperti yang diungkapkan Nani, anggota PS umum dan mahasiswi jurusan etnomusikologi

"Bedalah. Kalo kami itu tujuannya cuma menghibur saja, free, bebas meng-improve sana sini. Kalo mereka itu tujuannya supaya makna lagu itu sampe, mereka menunjukkan keagungan lagunya. Kalo mereka keliatan nyanyi itu serius, fokus. Dari latihan juga beda, kami cuma latihan sekitar dua kali seminggu, kalau mereka selain latihan, ada lagi latihan fisiknya. Kami pernah ikut festival paduan suara mahasiswa gerejawi tingkat mahasiswa, dan latihan seperti cara mereka, dan memang rasanya berat kali" .

(Wawancara personal, 27 April 2012)

Selain padat dan seringnya jadwal latihan anggota PSMG juga memiliki tanggung jawab untuk mengumpulkan dana untuk pengadaan acara seperti konser ataupun kompetisi karena PSMG tidak memiliki pendapatan tetap dan seringkali menuntut waktu dan energi yang relatif besar, seperti yang diungkapkan oleh Dina berikut ini,

“Tapi yang tidak menyenangkannya ya itulah.. cari dana. .., kalo itu kak.., ngeri kali lah..., diporrrrsiiiirr kali..”

(Wawancara personal, 21 Mei 2011)

(21)

seringkali juga membuat para anggotanya kelelahan dan tak jarang memilih mundur, seperti yang diungkapkan dari beberapa wawancara ini,

“Abang pilih mundur dek, karena latihannya cukup berat abang rasa, latihannya 2-3 kali seminggu, itu latihan rutin, kalo nggak ada festival atau konser. Tapi kalo ada (konser) satu bulan itu latihannya setiap hari. Abang cuma ikut satu tahun aja. Karena biasanya habis latihan itu kecapean, ga fokus lagi belajar, kalo udah pulang pegennya langsung tidur. beratnya di latihan, bagi waktunya, capek, ada tanggung jawab yang harus kita kerjakan, pressure, dan karena ini berdiri sendiri pendanaannya dari kami lah"

(Wawancara Personal, 13 Desember 2010)

Walau terdapat tuntutan yang cukup besar dalam kegiatan PSMG, dan sebagai mahasiswa juga ada tuntutan tugas akademis yang relatif padat, tidak sedikit mahasiswa yang tetap bertahan mengikuti PSMG. Hal ini tercermin dalam petikan wawancara dengan Nita sebagai berikut,

“Jadwalku memang padat apalagi kan kuliah di Fakultas X, tugas menumpuk belum lagi presentasi. Tapi aku tetap senang di paduan suara.” (Wawancara personal, 6 November 2010)

Ada banyak alasan yang membuat anggota PSMG tetap mengikuti PSMG, beberapa diantaranya adalah karena mendapatkan kepuasan tersendiri seperti yang diungkapkan oleh Meta (bukan nama sebenarnya),

"Ada kepuasan tersendiri, persekutuan, dan sense of belonging di antara kami yang ikut paduan suara itu, itu yang membuatku bertahan dan rindu lagi ikut paduan suara.”

(Wawancara personal, 9 November 2010)

(22)

"Pokoknya banyak lah kak yang kudapat dari paduan suara ini. Iya, senang nya aku di sini.. Makanya susah kutinggalkan. Mau nanti satu kost ku itu kak bilang, aduh Dina.., capek kalilah kau. Udahlah keluar ajalah dari paduan suaramu itu, lepaskanlah.' 'ah, nggak mau ku kak.., udah senangnya aku di paduan suaraku itu.' ”

(Wawancara personal, 21 Mei 2011)

Berdasarkan petikan wawancara dengan Nia, Meta, dan Dina tersebut di atas, terlihat bahwa mereka merasakan dampak positif dari partisipasinya dalam kegiatan PSMG, sekalipun harus mengikuti banyak kegiatan di PSMG.

Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat terlihat bahwa bernyanyi dalam paduan suara, khususnya PSMG memberikan dampak positif terhadap subjective well-being. Dalam PSMG dampak positif ini diperoleh dari bernyanyi, lagu yang dinyanyikan, kegiatan-kegiatan kerohanian yang dilakukan. Sementara di sisi lain mengikuti PSMG juga memberikan dampak negatif pada anggotanya, seperti tekanan dan tuntutan untuk mengikuti kegiatan yang diadakan atau yang diikuti oleh PSMG. Sekalipun demikian, masih banyak anggota PSMG yang senang dan tetap bertahan dalam PSMG nya, karenanya peneliti ingin melihat gambaran subjective well-beingpada mahasiswa yang mengikuti PSMG.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti merumuskan beberapa pertanyaan penelitian yang akan dijawab melalui penelitian ini.

(23)

2. Bagaimanakah bernyanyi dalam paduan suara dapat memberikan kebahagiaan pada para anggotanya?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran subjective well-beingmahasiswa anggota paduan suara mahasiswa gerejawi.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis sebagai berikut:

D.1. Manfaat Teoritis

- Untuk bidang psikologi klinis, hasil penelitian ini kiranya dapat menambah wawasan pengetahuan tentang subjective well-being pada mahasiswa yang menjadi anggota paduan suara mahasiswa gerejawi

D.2. Manfaat Praktis

- Untuk masyarakat, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan masyarakat mengenai dampak mengikuti paduan suara mahasiswa gerejawi dan menambah wawasan mengenai subjective well-being.

(24)

- Untuk praktisi di bidang terapi psikologis, diharapkan penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan pengembangan bentuk kegiatan paduan suara sebagai salah satu teknik terapi untuk meningkatkan subjective well-being

- Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk penelitian selanjutnya.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan adalah sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan

Berisi uraian singkat tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teoritis

Berisi uraian tentang tinjauan teoritis dan penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan fokus penelitian, diakhiri dengan pembuatan paradigma penelitian.

Bab III : Metode Penelitian

Berisi mengenai alasan pendekatan penelitian kualitatif yang digunakan, responden penelitian, teknik pengambilan responden, teknik pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data dan prosedur penelitian.

(25)

Berisi mengenai hasil dan analisis data ke dalam bentuk penjelasan yang lebih terperici dan runtut disertai dengan data yang mendukungnya.

Bab V : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

Kesimpulan berisi jawaban dari pertanyaan penelitian sebagaimana yang dituangkan dalam perumusan masalah penelitian.

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Subjective well-being

Subjective well-being merupakan bagian dari happiness, istilah happines dan subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008). Ada peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang sama (Snyder, 2007), akan tetapi lebih banyak peneliti yang menggunakan istilah subjective well-being(Eid & Larsen, 2008).

1. Definisi Subjective Well-Being

Subjective well-being merupakan evaluasi subyektif seseorang mengenai kehidupan termasuk konsep-konsep seperti kepuasan hidup, emosi menyenangkan, fulfilment, kepuasan terhadap area-area seperti pernikahan dan pekerjaan, tingkat emosi tidak menyenangkan yang rendah (Diener, 2003).

Ryan dan Diener menyatakan bahwa subjective well-being merupakan payung istilah yang digunakan untuk menggambarkan tingkat well-being yang dialami individu menurut evaluasi subyektif dari kehidupannya (Ryan & Diener, 2008).

(27)

Subjective well-being menunjukkan kepuasan hidup dan evaluasi terhadap domain-domain kehidupan yang penting seperti pekerjaan, kesehatan, dan hubungan. Juga termasuk emosi mereka, seperti keceriaan dan keterlibatan, dan pengalaman emosi yang negatif, seperti kemarahan, kesedihan, dan ketakutan yang sedikit. Dengan kata lain, kebahagiaan adalah nama yang diberikan untuk pikiran dan perasaan yang positif terhadap hidup seseorang (Diener, 2008).

Andrew dan Withey (dalam Diener, 1994) mengatakan bahwa subjective well-being merupakan evaluasi kognitif dan sejumlah tingkatan perasaan positif atau negatif seseorang.

Dalam penelitian ini subjective well-being dijelaskan sebagai evaluasi subyektif seseorang mengenai kehidupannya, yang mencakup kepuasan terhadap hidupnya, tingginya afek positif dan rendahnya afek negatif.

2. Dimensi Subjective Well-Being

Diener (1994) menyatakan bahwa subjective well-being memiliki tiga bagian penting, pertama merupakan penilaian subyektif berdasarkan pengalaman-pengalaman individu, kedua mencakup penilaian ketidakhadiran faktor-faktor negatif, dan ketiga penilaian kepuasan global.

Diener (1994) menyatakan adanya 2 komponen umum dalam subjective well-beingyaitu dimensi kognitif dan dimensi afektif.

a. Dimensi kognitif

(28)

kognitif seseorang mengenai kehidupannya, apakah kehidupan yang dijalaninya berjalan dengan baik. Ini merupakan perasaan cukup, damai dan puas, dari kesenjangan antara keinginan dan kebutuhan dengan pencapaian dan pemenuhan. Campbell, Converse, dan Rodgers (dalam Diener, 1994) mengatakan bahwa kompoen kognitif ini merupakan kesenjangan yang dipersepsikan antara keinginan dan pencapaiannya apakah terpenuhi atau tidak.

Dimensi kognitif subjective well-beingini juga mencakup area kepuasan / domain satisfaction individu di berbagai bidang kehidupannya seperti bidang

yang berkaitan dengan diri sendiri, keluarga, kelompok teman sebaya, kesehatan, keuangan, pekerjaan, dan waktu luang, artinya dimensi ini memiliki gambaran yang multifacet. Dan hal ini sangat bergantung pada budaya dan bagaimana kehidupan seseorang itu terbentuk. (Diener, 1984). Andrew dan Withey (dalam Diener, 1984) juga menyatakan bahwa domain yang paling dekat dan mendesak dalam kehidupan individu merupakan domain yang paling mempengaruhi subjective well-beingindividu tersebut. Diener (2000) mengatakan bahwa dimensi ini dapat dipengaruhi oleh afek namun tidak mengukur emosi seseorang.

b. Dimensi afektif

(29)

karenanya mood dan emosi bukan hanya menyenangkan dan tidak menyenangkan tetapi juga mengindikasikan apakah kejadian itu diharapkan atau tidak (Diener, 2003)

Dimensi afek ini mencakup afek positif yaitu emosi positif yang menyenangkan dan afek negatif yaitu emosi dan mood yang tidak menyenangkan, dimana kedua afek ini berdiri sendiri dan masing-masing memiliki frekuensi dan intensitas (Diener, 2000)

Diener & Lucas (2000) mengatakan dimensi afektif ini merupakan hal yang sentral untuk subjective well-being. Dimensi afek memiliki peranan dalam mengevaluasi well-being karena dimensi afek memberi kontribusi perasaan menyenangkan dan perasaan tidak menyenangkan pada dasar kontinual pengalaman personal. Kedua afek berkaitan dengan evaluasi seseorang karena emosi muncul dari evaluasi yang dibuat oleh orang tersebut.

Afek positif meliputi simptom-simptom antusiasme, keceriaan, dan kebahagiaan hidup. Sedangkan afek negatif merupakan kehadiran simptom yang menyatakan bahwa hidup tidak menyenangkan (Synder, 2007). Dimensi afek ini menekankan pada pengalaman emosi menyenangkan baik yang pada saat ini sering dialami oleh seseorang ataupun hanya berdasarkan penilaiannya (Diener, 1984)

(30)

Diener (1994) kepuasan hidup dan banyaknya afek positif dan negatif dapat saling berkaitan, hal ini disebabkan oleh penilaian seseorang terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan, masalah, dan kejadian-kejadian dalam hidupnya. Sekalipun kedua hal ini berkaitan, namun keduannya berbeda, kepuasan hidup merupakan penilaian mengenai hidup seseorang secara menyeluruh, sedangkan afek positif dan negatif terdiri dari reaksi-reaksi berkelanjutan terhadap kejadian-kejadian yang dialami.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being

Ada beragam faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being individu, yaitu:

a. Perbedaan jenis kelamin

Shuman (Eddington dan Shuman, 2008) menyatakan penemuan menarik mengenai perbedaan jenis kelamin dan subjective well-being. Wanita lebih banyak mengungkapkan afek negatif dan depresi dibandingkan dengan pria, dan lebih banyak mencari bantuan terapi untuk mengatasi gangguan ini; namun pria dan wanita mengungkapkan tingkat kebahagiaan global yang sama. Lebih lanjut, Shuman menyatakan bahwa hal ini disebabkan karena wanita mengakui adanya perasaan tersebut sedangkan pria menyangkalnya.

(31)

terdapat perbedaan subjective well-being yang signifikan antara pria dan wanita. Namun wanita memiliki intensitas perasaan negatif dan positif yang lebih banyak dibandingkan pria.

b. Tujuan

Diener (dalam Carr, 2005) menyatakan bahwa orang-orang merasa bahagia ketika mereka mencapai tujuan yang dinilai tinggi dibandingkan dengan tujuan yang dinilai rendah. Contohnya, kelulusan di perguruan tinggi negeri dinilai lebih tinggi dibandingkan dengan kelulusan ulangan bulanan.

Carr (2004) menyatakan bahwa semakin terorganisir dan konsisten tujuan dan aspirasi seseorang dengan lingkungannya, maka ia akan semakin bahagia, dan orang yang memiliki tujuan yang jelas akan lebih bahagia.

Emmons (dalam Diener, 1999) menyatakan bahwa berbagai bentuk tujuan seseorang, termasuk adanya tujuan yang penting, kemajuan tujuan-tujuan yang dimiliki, dan konflik dalam tujuan-tujuan yang berbeda memiliki implikasi pada emotional dancognitive well-being.

c. Agama dan Spiritualitas

(32)

spesifik. Partisipasi dalam pelayanan religius, afiliasi, hubungan dengan Tuhan, dan berdoa dikaitkan dengan tingkat well beingyang lebih tinggi. Ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa subjective well-being berkorelasi signifikan dengan keyakinan agama (Eddington & Shuman, 2008). Ellison (dalam Eddington & Shuman, 2008), menyatakan bahwa setelah mengontrol faktor usia, penghasilan, dan status pernikahan responden, subjective well-being berkaitan dengan kekuatan yang berelasi dengan Yang Maha Kuasa, dengan pengalaman berdoa, dan dengan keikutsertaan dalam aspek keagamaan.

Pengalaman keagamaan menawarkan kebermaknaan hidup, termasuk kebermaknaan pada masa krisis (Pollner dalam Eddington & Shuman, 2008). Taylor dan Chatters (dalam Eddington & Shuman, 2008) menyatakan agama juga menawarkan pemenuhan kebutuhan sosial seseorang melalui keterbukaan pada jaringan sosial yang terdiri dari orang-orang yang memiliki sikap dan nilai yang sama.

(33)

lifestyle yang secara psikologis dan fisik lebih sehat, yang dicirikan oleh prosocial altruistic behaviour, mengontrol diri dalam hal makanan dan

minuman, dan komitmen dalam bekerja keras.

Diener (2009) juga mengungkapkan bahwa hubungan positif antara spiritualitas dan keagamaan dengan subjective well-being berasal dari makna dan tujuan jejaring sosial dan sistem dukungan yang diberikan oleh gereja atau organisasi keagamaan.

d. Kualitas hubungan sosial

Penelitian yang dilakukan oleh Seligman (dalam Diener & Scollon, 2003) menunjukan bahwa semua orang yang paling bahagia memiliki kualitas hubungan sosial yang dinilai baik. Diener dan Scollon (2003) menyatakan bahwa hubungan yang dinilai baik tersebut harus mencakup dua dari tiga hubungan sosial berikut ini, yaitu keluarga, teman, dan hubungan romantis.

Arglye dan Lu (dalam Eddington dan Shuman, 2008) menyatakan bahwa kebahagiaan berhubungan dengan jumlah teman yang dimiliki, frekuensi bertemu, dan menjadi bagian dari kelompok.

e. Kepribadian

(34)

variabel kepribadian menunjukkan kekonsistenan dengan subjective well-beingdiantaranya self esteem.

Campbell (dalam Diener, 1984) menunjukkan bahwa kepuasan terhadap diri merupakan prediktor kepuasan terhadap hidup. Namun self esteem ini juga akan menurun selama masa ketidakbahagiaan (Laxer dalam Diener, 1984).

B. Kegiatan Menyanyi 1. Definisi kegiatan menyanyi

Berdasarkan Longman Dictionary (2009:947) menyanyi merupakan kegiatan membuat suara musikal atau lagu dengan suara sendiri. Sedangkan Harvard Music Dictionary (1994:776) menyatakan bahwa menyanyi merupakan proses pembuatan musik yang tidak bergantung dengan instrumen. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Campbell (2004) bahwa menyanyi merupakan seni musik yang melibatkan suara manusia dan ekspresi diri, dan menyanyi merupakan kegiatan eksplorasi suara. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kegiatan menyanyi adalah bentuk seni musik yang melibatkan eksplorasi suara dan ekspresi diri manusia.

2. Dampak kegiatan menyanyi

(35)

meningkatkan hubungan sosial dan memperkuat sense of self (DeNora dalam Lalonde, 2009)

MacLean (2008) menyatakan kegiatan menyanyi menawarkan manfaat kesehatan sebagaimana halnya dengan kegiatan olahraga. Dalam menyanyi, individu mengembangkan teknik pernafasan yang baik, dan ini berkorelasi dengan penurunan tingkat stres. Menyanyi juga merupakan aktivitas aerobik, dalam arti memperlancar sirkulasi oksigan dalam darah.

Davidson (2008) menyatakan menyanyi berhubungan dengan stres yang dialami, meredakan efek yang ditimbulkan stres, menyanyi dapat membuat rileks dan menenangkan, kegiatan menyanyi dapat menurunkan hormon penyebab stres. Beberapa penelitian mencoba mencari tahu mengenai hubungan menyanyi dengan hormon dalam tubuh manusia. Beberapa di antaranya meneliti mengenai hormon cortisol (kortisol) dan secretory immunoglobulin A (sIgA). Kortisol merupakan ukuran stres, sedangkan sIgA merupakan endokrin yang melawan infeksi pada bagian pernafasan atas. Secara umum penurunan tingkat kortisol dan peningkatan sIgA adalah hal yang diharapkan. Meski, hasil pengukuran kortisol beragam, akan tetapi penelitian mengenai sIgA menunjukkan bahwa partisipasi aktif dalam menyanyi dapat meningkatkan sistem imun. Karenanya menyanyi memiliki keuntungan fisiologis yang nyata dan positif (Davidson, 2008)

(36)

Clift, dkk (2010) menyatakan ada beberapa alasan bernyanyi dalam PS dapat memberikan sumbangsih pada kesejahteraan personal dan banyak manfaat lainnya, yaitu; bernyanyi dalam PS dapat membantu anggotanya dalam coping stress yang disebabkan oleh masalah hubungan personal ataupun masalah keluarga yang dihadapi. Sarafino(2006) menyatakan coping stress meliputi dua hal yaitu problem focuseddi mana tujuannya adalah mengurangi tuntutan situasi yang membuat stres atau memperluas sumber-sumber yang dapat menguranginya, dan emotion focusedyaitu mengendalikan respon terhadap situasi yang membuat stres

Bernyanyi dalam PS juga dapat meningkatkan perasaan positif sehingga mengurangi perasaan sedih, cemas, dan depresi yang dirasakan dalam hidup. Selain itu, bernyanyi dalam PS juga membutuhkan fokus dan konsentrasi yang besar sehingga menghambat perhatian terhadap masalah-masalah personal yang berkaitan dengan sumber kekhawatiran, sehingga menawarkan relaksasi dan kelegaan. Para anggota PS juga memberikan dukungan sosial yang membuat perasaan terisolasi dan kesepian yang dialami anggota lainnya berkurang dan memberikan komunitas yang lebih luas. Kewajiban mengikuti latihan yang diadakan juga memberikan komitmen reguler yang memotivasi orang untuk tetap aktif (Clift, dkk, 2010).

(37)

tubuh yang merupakan ukuran stres (Davidson, 2008). Dalam latihan tingkat kortisol berkurang, sedangkan saat penampilan, tingkat kortisol menaik, maka dapat disimpulkan bahwa saat latihan terdapat penurunan tingkat stres sedangkan saat penampilan terdapat kenaikan tingkat stres.

Liston, Frost & Mohr (dalam Huston, 2011) menyatakan bahwa para musisi, termasuk para penyanyi dalam paduan suara, juga sering mengalami kecemasan. Kecemasan yang dialami disebabkan oleh beberapa hal, yaitu ketakutan saat menunjukkan performa di hadapan penonton, termasuk keluarga dan teman dekatnya dan ingin tampil sempurna. Selain itu, Ryan & Andrews (dalam Huston, 2011) juga menyatakan bahwa tingkat kesulitan musik, banyaknya hal-hal yang diingat saat performansi, serta pentingnya performa bagi musisi sangat mempengaruhi kecemasan pada musisi. Kecemasan dan ketakutan ini merupakan hal-hal yang dapat mempengaruhi kesehatan mental dan mooddari musisi.

3. Dampak jenis lagu dalam kegiatan menyanyi

Beberapa penelitian menyatakan bahwa apa yang dilihat dan yang didengar akan mempengaruhi pikiran orang yang melihat atau mendengar. Misalnya orang yang sering mendengar lagu yang lambat, cenderung menjadi orang yang romantis, dan orang yang mendengar lagu-lagu motivasi cenderung menjadi orang yang memiliki motivasi (Radwan, 2009).

(38)

mengadakan lima penelitian dan hasil kelima penelitian ini cukup konsisten menunjukkan bukti yang kuat bahwa lagu dengan lirik yang keras meningkatkan agresi yang berhubungan dengan kognisi dan afeksi.

C. Paduan Suara Gerejawi 1. Definisi Paduan Suara Gerejawi

Menurut Harahap (dalam Situmorang, 2010), paduan suara berasal dari kata-kata ‘suara yang terpadu’. Dengan demikian yang dimaksudkan dengan paduan suara adalah bernyanyi secara serentak, terpadu dengan keselarasan volume yang baik dan terkontrol.

Sementara menurut Simanungkalit (2009), paduan suara merupakan bentuk penyajian musik vokal yang dihadirkan oleh suatu grup, baik secara unisono maupun dalam beberapa suara. Paduan suara adalah perpaduan antar suara menjadi satu warna suara dengan memperhatikan keseimbangan antar kelompok suara, satu ekspresi, dan merupakan satu kesatuan yang utuh.

Alexander (2006), mengatakan bahwa paduan suara / choirmerupakan kumpulan penyanyi yang menyanyi bersama-sama. Ia juga memperkenalkan istilah chorale yaitu paduan suara yang mengacu pada musik gereja tertentu.

(39)

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa paduan suara gerejawi adalah kumpulan penyanyi yang melakukan kegiatan menyanyi secara bersama sehingga merupakan satu kesatuan suara yang utuh, mengikuti keselarasan harmoni di mana lagu-lagu yang dinyanyikan merupakan lagu yang bertema religius.

2. Dampak Kegiatan Menyanyi di Paduan Suara

Kegiatan menyanyi bisa dilakukan dalam berbagai format, misalnya saja menyanyi sendiri (solo), berdua (duet), bertiga (trio), berempat (kuartet) atau dalam kelompok PS .

Hancox dan rekanannya (Hancox et al. 2010) menyatakan bahwa bernyanyi dalam PS menghasilkan kebahagiaan dan memberikan semangat yang dapat mengatasi rasa sedih dan depresi. Bernyanyi melibatkan konsentrasi yang terfokus sehingga menyebabkan perhatian seseorang dapat teralihkan dari sumber stres Bernyanyi dalam PS juga memberikan dukungan sosial dan persahabatan yang dapat mengatasi perasaan kesepian dan terisolasi. Bernyanyi dalam PS juga membuat anggotanya berkomitmen menghadiri latihan secara aktif.

D. Mahasiswa

1. Definisi Mahasiswa

(40)

(1992) mahasiswa merupakan peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu.

Dari uraian tentang mahasiswa di atas, maka dapat dikatakan bahwa mahasiswa merupakan individu yang terdaftar sebagai murid dan belajar di perguruan tinggi baik di universitas, institut atau akademi tertentu.

2. Karakteristik mahasiswa

Winkel (1997) menyatakan bahwa masa mahasiswa berada dalam rentang umur 18/19 tahun sampai 20/21 tahun. rentang ini juga masih dapat dibagi pada periode 18/19 tahun sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa semester I sampai semester IV, dan periode 21/22 tahun sampai dengan 24/25 tahun yaitu mahasiswa semester V sampai dengan semester VIII.

(41)

dosen dan sesama anggota keluarga lainnya; mempunyai pandangan spiritual tentang makna kehidupan manusia; memiliki rasa harga diri dengan mendapatkan tanggapan dari lawan jenis dan menikmati rasa puas karena sukses dalam studi akademik (Winkel, 1997). Hurlock (1980) menambahkan bahwa masa ini termasuk ke dalam masa dewasa dini. Masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun.

E. Subjective Well-BeingMahasiswa Anggota Paduan Suara Gerejawi

Kegiatan ekstrakurikuler yang cukup diminati mahasiswa adalah PS. Banyak penelitian telah membuktikan bahwa kegiatan menyanyi dalam PS memberikan banyak manfaat. Antara lain, bahwa kegiatan menyanyi di PS memberikan kebahagiaan bagi para anggotanya (Clift, 2010). Bailey (dalam Crossley, 2010) mengadakan survey kepada anggota PS, dari Australia, Brazil, Canada, Hong Kong dan Iceland (n = 224) dan hasilnya menunjukkan menyanyi memberikan efek yang lebih dirasakan dibandingkan dengan mengikuti kegiatan lain seperti mendengarkan musik, menonton televisi, dan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh partisipan.

(42)

dilakukan oleh Eddington & Shuman (2008) membuktikan bahwa mengikuti kegiatan kerohanian memberikan pengaruh positif pada subjective well-being seseorang seperti memberikan makna pada kehidupan sehari-hari dan memenuhi kebutuhan sosial seseorang dalam komunitas yang memiliki nilai dan sikap yang sama.

Berdasarkan hal yang telah disebutkan sebelumnya terlihat bahwa bernyanyi dalam PS gerejawi memiliki dampak yang positif terhadap subjective well-being seseorang melalui kegiatan menyanyi, aktivitas rohani yang dilakukan, juga lirik lagu rohani yang dinyanyikan.

(43)
(44)
(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Kualitatif

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini dengan tujuan untuk menggali dan mendapatkan gambaran yang mendalam berkaitan dengan subjective well-being mahasiswa yang mengikuti PS gerejawi. Menurut Creswell (1994) penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian yang memungkinkan peneliti memahami permasalahan sosial atau individu secara lebih mendalam dan kompleks, memberikan gambaran secara holistik, yang disusun dengan kata-kata, mendapatkan kerincian informasi yang diperoleh dari informan dan berada dalam settingalamiah.

Patton (dalam Poerwandari, 2007) menyatakan bahwa metode kualitatif memungkinkan peneliti untuk meneliti isu terpilih, kasus-kasus atau kejadian secara mendalam dan detail, dan fakta berupa kumpulan data yang tidak dibatasi oleh kategori yang ditetapkan sebelumnya. Kelebihan metode kualitatif adalah prosedur yang khusus menghasilkan data yang detail dan kaya tentang individu dan kasus-kasusnya. Kelebihan lainnya adalah menghasilkan data yang mendalam dan detail serta penggambaran yang hati-hati tentang situasi, kejadian-kejadian, orang-orang, interaksi dan perilaku yang teramati. Penelitian dengan pendekatan kualitatif memberi kesempatan kepada peneliti untuk mengungkap hal-hal yang tersimpan dalam pikiran partisipan, perasaan dan keyakinan-keyakinan partisipan yang sulit diungkapkan dengan pendekatan kuantitatif.

(46)

Poerwandari (2007) menyatakan bahwa tipe-tipe pengumpulan data dalam penelitian kualitatif sangat beragam, disesuaikan dengan masalah, tujuan penelitian, dan sifat objek yang diteliti. Tipe-tipe pengumpulan data tersebut meliputi, wawancara, observasi, diskusi kelompok terfokus, analisa terhadap karya, analisa dokumen, analisa catatan pribadi, studi kasus, studi riwayat hidup.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara, yaitu wawancara mendalam (in-depth interviewing). Wawancara mendalam merupakan satu bentuk wawancara, yang dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam terhadap peristiwa yang dialami dan dirasakan oleh partisipan penelitian. Wawancara mendalam memberikan kesempatan yang maksimal untuk menggali latar belakang kehidupan seseorang sehingga peneliti mendapatkan gambaran dan dinamika yang hendak diteliti. Wawancara mendalam juga dilakukan untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu sesuai dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut. Hal ini merupakan keunggulan pendekatan kualitatif (Banister dkk, dalam Poerwandari 2007). Dengan demikian, wawancara mendalam akan memungkinkan peneliti untuk mengungkap semua aspek-aspek yang ingin diungkap dalam penelitian ini dengan detail.

(47)

Meskipun demikian tidak tertutup kemungkinan untuk menanyakan sesuatu di luar pedoman untuk menambah keakuratan data penelitian. Teknik wawancara yang dilakukan adalah dengan menggunakan teknik funnellingoleh Smith (dalam Poerwandari, 2007) yaitu memulai dari pertanyaan-pertanyaan yang umum yang semakin lama semakin khusus.

Selama wawancara, peneliti juga melakukan observasi sebagai alat tambahan yang dilakukan pada saat wawancara berlangsung untuk melihat reaksi partisipan, antara lain ekspresi wajah, gerakan tubuh, intonasi suara, melihat bagaimana reaksi partisipan ketika peneliti meminta kesediaannya untuk diwawancarai, bagaimana sikap partisipan terhadap peneliti, bagaimana sikap dan reaksi partisipan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, bagaimana keadaan partisipan pada saat wawancara, serta hal-hal yang sering dilakukan partisipan dalam proses wawancara. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan data tambahan selama wawancara berlangsung.

Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam fenomena tersebut (Poerwandari, 2007). Tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut. Deskripsi harus akurat, faktual sekaligus teliti tanpa harus dipenuhi berbagai tetek bengek yang tidak relevan (Poerwandari, 2007).

(48)

1. Karakteristik Responden

Pemilihan responden dalam penelitian ini didasarkan pada beberapa karakteristik tertentu, antara lain:

a. Mahasiswa

Mahasiswa merupakan peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu (Basir, 1992)

b. Anggota salah satu paduan suara gerejawi mahasiswa

2. Prosedur Pengambilan Responden Penelitian

Untuk mendapatkan partisipan yang sesuai dengan tujuan penelitian, maka pengambilan responden diambil berdasarkan konstruk operasional (theory based / operational construct sampling), yaitu sampel dipilih dengan kriteria tertentu, berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai studi-studi sebelumnya atau sesuai tujuan penelitian. Hal ini dilakukan agar sampel sungguh-sungguh mewakili fenomena yang dipelajari (Patton dalam Poerwandari, 2007).

Dalam penelitian ini, peneliti akan mewawancarai partisipan yang merupakan mahasiswa yang mengikuti paduan suara mahasiswa gerejawi.

3. Jumlah Responden Penelitian

(49)

tergantung pada apa yang dianggap bermanfaat dan dapat dilakukan dengan waktu dan sumber daya yang tersedia.

Pada penelitian ini, jumlah partisipan yang direncanakan adalah sebanyak 3 orang dengan pertimbangan tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh dan memerlukan pendekatan yang mendalam terhadap subjek tentang subjective well-being pada mahasiswa yang mengikuti PS gerejawi. Pendekatan maksimal dapat dilakukan dengan subjek yang tidak terlalu besar, dan jumlah subjek tidak diambil satu orang saja, dengan alasan agar dapat dibandingkan antara subjek yang satu dengan subjek yang lain dan dapat melihat perbedaan individual.

D. Lokasi Penelitian

(50)

E. Alat Bantu Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat bantu pengumpul data, seperti:

1. Alat Perekam

Suatu wawancara tidak bijaksana jika hanya mengandalkan ingatan saja, karena indera manusia terbatas, yang memungkinkan peneliti untuk melewatkan hal-hal yang tidak terseleksi oleh indera yang mendukung penelitian. Menurut Poerwandari (2007), sedapat mungkin suatu wawancara perlu direkam dan dibuat transkripnya secara verbatim (kata demi kata).

Agar peneliti tidak perlu sibuk untuk mencatat jalannya pembicaraan, maka peneliti menggunakan perekam berupa MP4. Perekam MP4 dapat membantu peneliti untuk tetap fokus kepada topik pembicaraan, sehingga memungkinkan peneliti juga untuk melakukan observasi yang dapat menambah data atau hal-hal yang mendukung sesuai dengan tujuan penelitian.

2. Pedoman Wawancara

(51)

di luar pedoman wawancara, agar data yang dihasilkan lebih lengkap dan bervariasi.

F. Kredibilitas Penelitian

Kredibilitas adalah istilah yang digunakan dalam penelitian kualitatif untuk menggantikan konsep validitas (Poerwandari, 2001). Deskripsi mendalam yang menjelaskan kemajemukan (kompleksitas) aspek-aspek yang terkait (dalam bahasa kuantitatif: variabel) dan interaksi dari berbagai aspek menjadi salah satu ukuran kredibilitas penelitian kualitatif. Menurut Poerwandari (2001), kredibilitas penelitian kualitatif juga terletak pada keberhasilan mencapai maksud mengeksplorasi masalah dan mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks.

Adapun upaya peneliti dalam menjaga kredibilitas dan objektifitas penelitian ini, antara lain dengan:

1. Memilih sampel yang sesuai dengan karakteristik penelitian, dalam hal ini adalah mahasiswa yang mengikuti paduan suara mahasiswa gerejawi.

2. Membuat pedoman wawancara berdasarkan teori mengenai subjective well-being, dan faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being

Menggunakan pertanyaan terbuka dan wawancara mendalam untuk mendapatkan data yang akurat.

(52)

dilakukan mengingat keterbatasan kemampuan peneliti pada kompleksitas fenomena yang diteliti.

4. Melacak kesesuaian dan kelengkapan hasil analisa data juga dengan membandingkan jawaban pada pertanyaan yang sama pada kesempatan wawancara yang berbeda pada responden yang sama

G. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan

a. Melakukan wawancara terhadap mahasiswa yang mengikuti dan atau pernah mengikuti paduan suara mahasiswa gerejawi. Hal ini dilakukan pada tahap awal penelitian, untuk menggali informasi yang dibutuhkan untuk lebih memahami aspek psikologis yang dialami oleh mahasiswa yang mengikuti paduan suara mahasiswa gerejawi.

b. Mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan selama penelitian seperti perekam MP4.

c. Peneliti mempelajari, menganalisa, dan memilih teori-teori mengenai Subjective well-beingyang akan digunakan selama penelitian ini

d. Menyusun serangkaian pertanyaan untuk dijadikan sebagai pedoman wawancara yang didasarkan dari teori-teori yang dipakai.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

(53)

b. Membuat janji pertemuan yang sesuai dengan waktu yang disepakati dengan partisipan yang bersedia memberikan informasi yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan.

c. Informed consent, yaitu partisipan menyatakan persetujuannya untuk terlibat dalam penelitian, setelah ia mendapatkan informasi yang benar tentang penelitian yang melibatkannya tersebut (Kvale dan Neuman dalam Poerwandari, 2007).

d. Meminta izin partisipan untuk merekam pembicaraan pada tape recorder dari awal sampai akhir wawancara.

e. Wawancara terlebih dahulu diawali dengan percakapan-percakapan ringan sebelum melakukan wawancara mendalam. Hal ini bertujuan untuk membuat suasana wawancara menjadi rileks dan tidak kaku.

f. Wawancara dimulai dari pertanyaan-pertanyaan umum, yang kemudian makin lama makin khusus berdasarkan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya.

3. Tahap Pencatatan Data

(54)

H. Teknik dan Prosedur Pengolahan Data

Beberapa tahapan dalam menganalisa data kualitatif menurut Poerwandari (2007), yaitu :

1. Koding

Koding adalah proses membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan mensistemasi data secara lengkap dan mendatail sehingga data dapat memunculkan dengan lengkap gambaran tentang topik yang dipelajari. Semua peneliti kualitatif menganggap tahap koding sebagai tahap yang penting, meskipun peneliti yang satu dengan peneliti yang lain memberikan usulan prosedur yang tidak sepenuhnya sama. Pada akhirnya, penelitilah yang berhak (dan bertanggungjawab) memilih cara koding yang dianggap paling efektif bagi data yang diperolehnnya (Poerwandari, 2007).

2. Organisasi data

Highlen dan Finley (dalam Poerwandari, 2007) menyatakan bahwa organisasi data yang sistematis memungkinkan peneliti untuk :

a. Memperoleh data yang baik,

b. Mendokumentasikan analisis yang dilakukan,

(55)

dokumentasi umum yang kronologis mengenai pengumpulan data dan langkah analisis.

3. Analisis tematik

Penggunaan analisis tematik memungkinkan peneliti menemukan pola yang pihak lain tidak bisa melihatnya secara jelas. Pola tersebut tampil secara acak dalam tumpukan informasi yang tersedia. Analisis tematik merupakan proses mengkode informasi, yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema, atau indikator yang kompleks, kulifikasi yang biasanya terkait dengan tema itu atau hal-hal di antara gabungan dari yang telah disebutkan. Tema tersebut secara minimal dapat mendeskripsikan fenomena dan secara maksimal memungkinkan interpretasi fenomena.

4. Tahapan interpretasi/analisis

(56)

pemahaman biasa yang kritis (critical commonsense understanding) terjadi bila peneliti berpijak lebih jauh dari pemahaman diri subjek penelitiannya. Peneliti mungkin menggunakan kerangka pemahaman yang lebih luas daripada kerangka pemahamn subjek, kritis terhadap apa yang dikatakan subjek, baik dengan memfokuskan perhatian pada ”isi” pernyataan maupun pada subjek yang membuat pernyataan. Meski demikian semua itu tetap dapat ditempatkan dalam konteks penalaran umum : peneliti mencoba mengambil posisi sebagai masyarakat umum di mana subyek berada. Ketiga, konteks interpretasi pemahaman teoritis adalah konteks paling konseptual. Pada tingkat ketiga ini, kerangka teoritis tertentu digunakan untuk memahami pernyataan-pernyataan yang ada, sehingga dapat mengatasi konteks pemahaman diri subyek ataupun penalaran umum.

5. Pengujian terhadap dugaan

(57)

BAB IV

ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

Penelitian ini melibatkan 3 (tiga) responden penelitian. Pada bagian ini akan dipaparkan hasil wawancara dengan ketiga responden penelitian dan analisa dari data yang diperoleh. Tabel berikut adalah gambaran umum dari ketiga responden penelitian tersebut :

Tabel 1. Gambaran Umum Responden

Keterangan Responden I Responden II Responden III

Nama

(bukan sebenarnya)

Heru Tono Mery

Usia 21 tahun 21 tahun 21 tahun

Tahun masuk perkuliahan 2008 2008 2008

Jenis kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan

Agama Kristen Kristen Kristen

Lama mengikuti PS 5 tahun 6 tahun 6 tahun

Lama mengikuti PSMG 2 tahun 3 tahun 3 tahun

Kegiatan yang diikuti selain PSMG

Iuran dalam PS Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Jumlah konser yang pernah diikuti

4 3 3

Kompetisi yang pernah diikuti

- 1 1

Jabatan dalam PS Calon

conductor

(58)

A. Analisa Responden I 1. Deskripsi Data

Responden I dalam penelitian ini bernama Heru, seorang mahasiswa berusia 21 tahun. Saat ini Heru merupakan mahasiswa angkatan 2008 di fakultas teknik di salah satu universitas di kota Medan. Heru merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dan merupakan anak satu-satunya yang tinggal bersama orang tuanya karena semua saudaranya berada di luar Medan.

Heru telah mengikuti kegiatan PS selama lima tahun, ia mengikuti PS di sekolah dan gerejanya, di mana keduanya merupakan PS gerejawi.

Saat memasuki tahun kedua perkuliahannya, Heru mengikuti PSA yang juga merupakan PS gerejawi. Heru mengikuti PSA selama dua tahun, hingga wawancara ini dilakukan.

Heru menyatakan bahwa teman-temannya menganggapnya sebagai orang yang ceria. Pandangan ini juga selaras dengan pandangan Heru tentang dirinya.

2. Data Observasi

Heru memiliki tubuh yang berpostur sedang dengan berat badan sekitar 70 kg dengan tinggi sekitar 165 cm. Heru berkulit sawo matang, dan memakai kacamata konvensional yang tipis dengan rambut pendek sekitar lima sentimeter.

(59)

tersebut. Pada saat pewawancara datang, Heru sudah berada di tempat tersebut bersama dengan seorang rekan perempuannya. Heru mengenakan kemeja berwarna keabu-abuan celana dan berbahan jeanssambil memegang sebuah jaket berwarna hitam. Ia menyambut peneliti dengan senyuman. Heru dan peneliti duduk berdampingan, sedang rekannya duduk di sebelah kanan Heru. Rekan Heru tetap berada di samping Heru hingga wawancara berlangsung. Namun sekitar tiga puluh menit kemudian ia meminta ijin untuk pulang.

Pada awal pertemuan peneliti menjelaskan tujuan penelitian dan Heru langsung menyetujui keikutsertaannya. Awal wawancara pertama diisi dengan pembicaraan ringan seputar kegiatan yang diikuti serta keterlibatan Heru dalam PS. Heru terkesan cukup kooperatif dalam wawancara, ia menjawab pertanyaan yang diajukan dengan lancar. Heru terlihat sangat antusias dan sangat ekspresif saat menjawab setiap pertanyaan, ia sering tersenyum, dan intonasi suara yang cepat dan menyakinkan, terutama saat menjawab setiap pertanyaan yang berkaitan dengan PSA, baik pengalaman positif ataupun negatif.

(60)

Ketika ditanyakan mengenai prestasi dan pembagian waktu Heru sempat terdiam beberapa detik lamanya lalu tersenyum, tertawa kecil, kemudian melanjutkan menjawab pertanyaan.

Wawancara ketiga berlangsung di taman kampus Heru dan dilakukan pada pada tanggal 12 Agustus 2011. Heru datang sepuluh menit dari waktu yang dijanjikan sebelumnnya. Heru mengenakan kemeja berkerah dengan motif garis-garis, celana berbahan jeans, dan memegang tas ransel. Saat itu, Heru berjalan sedikit pincang, menurutnya ia terjatuh dari tangga beberapa hari sebelumnya. Sekalipun demikian, ia tetap mau melanjutkan wawancara karena menurut Heru kondisinya tidak begitu parah. Heru juga bercerita mengenai orientasi yang akan diikutinya pada minggu tersebut, ia menyatakan ketakutan sekaligus ketidaksabarannya menantikan hal tersebut.

Wawancara keempat berlangsung di taman kampus Heru dan dilakukan pada pada tanggal 28 Februari 2012. Heru datang sepuluh menit dari waktu yang dijanjikan sebelumnnya. Heru mengenakan kemeja berkerah dengan motif kotak-kotak, celana berbahan jeans, dan memegang tas ransel. Heru cukup kooperatif selama pengambilan data, wawancara berlangsung lancar.

3. Data Wawancara

a. Latar belakang mengikuti PS mahasiswa gerejawi

Gambar

Tabel 1. Gambaran Umum Responden
Gambaran subjective well-being responden I
Gambaran subjective well-being responden II
Gambaran subjective well-being responden III
+3

Referensi

Dokumen terkait

Teman-teman seperjuangan stambuk 2001 Teknik Manajemen Pabrik yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan dan yang telah memberikan dukungan dan semangat juga

Apabila anda sedang dalam perawatan; penyakit kronis alat pernapasan, penyakit kronis hati, penyakit gula,yang sedang di dialysis dan pasien yang mempunyai kelemahan pada kekebalan

g) Keputusan Presiden RI tentang pengangkatan menjadi Perwira (Untuk proses penetapan gaji/inpassing). DIREKTORAT AJUDAN JENDERAL ANGKATAN DARAT SUBDITBINMINPERSPRA.. a)

Atas izin-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemerolehan Bahasa Indonesia pada Anak Tunagrahita Ringan Kelas III SDLB Melalui Kegiatan Membaca Buku

Lahan perkebunan kelapa sawit menyediakan pakan untuk ternak, ternak akan mengeluarkan feses yang dapat menjadi pupuk bagi tanaman pokok dan tanaman hijauan pakan. Produksi

Standar faktor eksternal dalam pembuangan sampah sangat baik bila dikumpulkan pada tempat sampah permanen lalu dibakar; saluran pembuangan air limbah sangat baik

Permukaan mata dijaga tetap lembab oleh kelenjar lakrimalis. Sekresi basal air mata perhari diperkirakan berjumlah 0,75-1,1 gram dan cenderung menurun seiring dengan

tinggi norma agama yang telah dianutnya dengan sungguh-sungguh. 4) Akan terciptanya persaingan usaha yang sehat dengan menerapkan nilai-nilai ajaran Islam dalam berbisnis