• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Tentang Gadai Syariah (RAHN) Di Kantor Pegadaian Syariah Di Lhokseumawe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Yuridis Tentang Gadai Syariah (RAHN) Di Kantor Pegadaian Syariah Di Lhokseumawe"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

MARHANITA

107011104/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MARHANITA

107011104/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Nomor Pokok : 107011104

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Abdullah Syah, MA)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD) (Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Abdullah Syah, MA

Anggota : 1. Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD

2. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH. MS, CN

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum

(5)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : MARHANITA

Nim : 107011104

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : TINJAUAN YURIDIS TENTANG GADAI SYARIAH

(RAHN) DI KANTO PEGADAIAN SYARIAH DI

LHOKSEUMAWE

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :MARHANITA

(6)

dipraktekkan dalam pegadaian syariah adalah rahn, dalam Fiqh muammalah, perjanjian gadai disebut rahn. Rahn secara bahasa adalah tetap, kekal, dan jaminan; sedangkan dalam pengertian istilah adalah menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai secara hak, dan dapat diambil kembali sejumlah harta yang dimaksud sesudah ditebus.

Pembahasan dalam penelitian ini adalah Pertama, Prinsip gadai syariah (rahn) berdasarkan Hukum Islam, Kedua, pelaksanaan prinsip gadai syariah (rahn) pada pegadaian syariah di Lhokseumawe, Ketiga, penyelesaian sengketa gadai (rahn) pada pegadaian syariah di Lhokseumawe. Dalam penelitian ini dipergunakan metode penelitian deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis empiris.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah prinsip gadai syariah (rahn) berdasarkan Hukum Islam yang diberlakukan pada produk gadai syariah di Pegadaian adalah; Tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk karena riba, Menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang diperdagangkan, dan Melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa sebagai penerimaan labanya, yang dengan pengenaan bagi hasil dan biaya jasa tersebut menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan dalam operasionalnya,. Pelaksanaan prinsip gadai syariah (rahn) pada pegadaian syariah di Lhokseumawe berjalan di atas dua akad transaksi Syariah yaitu; Akad Rahn dengan akad ini Pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah; dan Akad Ijarah yaitu Melalui akad ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukan akad. Pegadaian syariah di Lhokseumawe menyiapkan upaya penyelesaian sengketa apabilarahinwanprestasi yaitu dengan jalan musyawarah, bila tidak tercapai dengan musyawarah, maka penyelesaian sengketa tersebut sepakat untuk menyelesaikannya melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional. Namun sampai saat ini Pegadaian Syariah Lhokseumawe belum pernah menangani perkara wanprestasi akibat rahin. Dengan adanya pegadaian syariah hendaknya bagi umat muslim menjadikan solusi dalam membantu menyelesaikan masalah keuangan dimasa sulit, Pelaksanaan gadai syariah (rahn) di Pegadaian syariah di Lhoksumawe sebaiknya tetap melaksanakan prinsip rahn menurut Hukum Islam demi tercapainya kemaslahatan umat manusia, Cara penyelesaian sengketa di pegadaian syariah adalah dengan jalan musyawarah, namun bila tidak berhasil diselesaikan melalui Badan Arbitrase.

(7)

muammalah easily practice in the Syariah pawnshop is rahn, a term of pawn agreement in Fiqh muammalah. Linguistically, rahn means fixed, eternal, and guarantee; whereas rahn can also means holding a number of properties handed in under security right and can be taken back after being paid.

The problems discussed in this descriptive analytical study with empirical judicial approach were, first, the principle of rahn (Islamic mortgage) based on Islamic Law; second, the implementation of the principle of rahn (Islamic mortgage) at Syariah pawnshop in Lhokseumawe; and third, the settlement of mortgage-related dispute at Syariah pawnshop in Lhokseumawe.

The conclusion drawn from this study is that the principle of rahn (Islamic mortgage) based on Islamic Law and applied to the Syariah mortgage product at the pawnshop are: not to impose interest in any form because it is a usury (riba). To determine money as a means of exchange not as traded commodity and to do business to obtain a return for the services as profit revenues and the imposition of profit sharing and the cost of such services cover all of the operational expenses. The implementation of Syariah mortgage (rahn) principle at the Syariah pawnshop in Lhokseumawe are conducted under two Syariah transaction agreements, namely, Rahn Agreement permitting the pawnshop holds the movables as a collateral for the customers’ debt, and Ijarah Agreement allowing the pawnshop to ask the rent for keeping the movables belong to the customers who have made the contract. Syariah pawnshop in Lhokseumawe prepares the attempts of dispute settlement through deliberation and consensus in case the rahin did not keep what is agreed in the contract. If this deliberation and consensus do not work, they agree to settle this case through National Syariah Arbitrary Board. Yet, up to now, Syariah pawnshop in Lhokseumawe has not yet handled the case of default due to rahin. With the Syariah pawnshop, the muslims can have the solution to settle their financial problems in hard times. It is better for the rahn (Syariah mortgage) at Syariah pawnshop in Lhokseumawe to be consistently implemented according to the principle of rahn in accordance with Islamic law to achieve the benefit for humankind. The dispute occured at Syariah pawnshop is settled through deliberation and consensus, yet if it does not work then the dispute is settled through the Arbitrary Board.

(8)

Assalamua’laikum Wr. Wb.

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, berkah serta hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis

dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “TINJAUAN YURIDIS

TENTANG GADAI SYARIAH (RAHN) DI KANTOR PEGADAIAN SYARIAH

DI LHOKSEUMAWE”.

Penulisan tesis ini bertujuan untuk memenuhi dan melengkapi persyaratan

guna mencapai gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister

Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Dalam

penyusunan tesis ini penulis menyadari masih banyak kekurangan, dan tesis ini belum

tentu selesai tanpa adanya pihak-pihak yang telah berjasa membantu, membimbing,

mengarahkan, memberikan semangat dan motivasi serta memberikan data kepada

penulis, untuk itu dengan segala kerendahan hati yang tulus, penulis ingin

mempergunakan kesempatan ini untuk menyampaikan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Yang Terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A(K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H, M.S, CN, Selaku Ketua Program Studi

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus

(9)

5. Bapak Prof. Dr. Abdullah Syah, MA, selaku komisi pembimbing yang telah

memberikan perhatian, motivasi, dan arahan kepada penulis;

6. Bapak Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD, selaku komisi pembimbing yang

telah memberikan perhatian, motivasi, arahan serta banyak membantu dalam

penyempurnaan tesis kepada penulis;

7. Ibu Dr. Idha Aprilyana Sembiring, S.H, M.Hum, selaku Dosen penguji yang

telah banyak memberikan masukan, saran dan kritik, serta membantu memeriksa

tesis penulis.

8. Kepada Bapak Martius selaku Manager Usaha Rahn pada Pegadaian Syariah

Cabang Lhokseumawe, serta seluruh pihak pada Pegadaian Syariah selama

penelitian berlangsung.

9. Bapak-bapak dan Ibu-ibu staf pengajar serta para karyawan di Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Kepada yang terhormat dan tersayang Ayahanda H. Zakaria Jalil Alm, dan

Ibunda Hj. Suryani sebagai orangtua yang terbaik yang selalu mencintai,

memberikan semangat dalam menyelesaikan tesis, menghibur disaat penulis

merasakan kesedihan, memberikan kasih sayang, doa yang tiada putus untuk

penulis, dan perhatian dari dahulu, sekarang dan selama-lamanya.

11. Kepada saudara sekandung, Nurfazillah, Mulyadi, Mauliza, terima kasih telah

memberikan begitu banyak semangat disaat penulis tersendat dalam

menyelesaikan tesis, penulis mengucapkan terima kasih banyak atas

dorongannya.

12. Teman-teman mahasiswa Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara angkatan 2010, angkatan 2011. Untuk teman-teman

terbaikku yang tak tergantikan, Riva Yulia Ersa Pratiwi Br Perangin-angin S.H,

(10)

bisa disebutkan satu persatu, atas bantuan dan selalu memotivasi penulis dapat

menyelesaikan tesis ini;

13. Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan perhatiannya sehingga

penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan tesis ini.

Akhir kata penulis, berharap semoga Allah SWT membalas segala kebaikan

yang telah diberikan dan penulis sangat menyadari penulisan tesis ini jauh dari

kesempurnaan namun diharapkan semoga penulisan ini dapat memberikan manfaat

dan kegunaan untuk menambah pengetahuan, pengalaman bagi penulis pada

khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Medan, Desember 2012 Penulis,

(11)

Nama : Marhanita

Tempat/Tanggal Lahir : Lhokseumawe, 3 November 1985

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Dr. Mansyur No. 5 Medan

No. Handphone : 085277120766

II. KELUARGA

Nama Ayah : H. Zakaria Abdul Jalil (Alm)

Nama Ibu : Hj. Suryani

Nama Adik : Mauliza

III. PENDIDIKAN

MIN Blang Mane Muara Dua, Lhokseumawe (1991-1997)

SMP Negeri 1 Lhokseumawe, Lhokseumawe (1997-2000)

SMU Negeri 3 Lhokseumawe, Lhokseumawe (2000-2003)

S1 Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (2003-2009)

(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR ISTILAH ... ix

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 10

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 11

1. Kerangka teori ... 11

2. Konsepsi ... 18

G. Metodelogi Penelitian ... 20

1. Sifat Metodelogi Penelitian ... 20

2. Lokasi Penelitian ... 21

3. Teknik Pengumpulan Data... 21

4. Metode Pengumpulan Data ... 22

(13)

2. Syarat Sah dan Rukun Gadai Syariah ... 29

3. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Gadai Syariah... 32

4. Perlakuan Bunga dan Riba dalam Gadai Konvesional . 34 5. Produk dan Jasa Gadai Syariah... 39

B.1. Prinsip Gadai (Rahn) Berdasarkan Syariah Hukum Islam 44 BAB III PELAKSANAAN PRINSIP GADAI SYARIAH (RAHN) PADA PEGADAIAN SYARIAH DI LHOKSEUMAWE 52 A. Struktur Organisasi, Tugas Pokok, Fungsi, dan Operasionalisasi Pegadaian Syariah (Rahn) dalam Pelaksanaannya... 52

B. Pelaksanaan Prinsip Gadai (Rahn) pada Pegadaian Syariah di Lhokseumawe ... 65

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA GADAI (RAHN) PADA PEGADAIAN SYARIAH DI LHOKSEUMAWE... 73

A. Keadaan Wanprestasi ... 73

B. Akibat Terjadinya Wanprestasi pada Pegadaian Syariah Lhokseumawe ... 75

C. Penyelesaian Sengketa Gadai (Rahn) Pada Pegadaian Syariah di Lhokseumawe ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 93

(14)

melakukan suatu hal.

Ar-Rahn : Suatu jenis perjanjian dimana suatu barang diserahkan sebagai tanggungan utang.

Fiqh : Hukum Islam, salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan tuhannya.

Hadist : Perkataan dan perbuatan dari nabi Muhammad SAW, hadist sebagai sumber dalam agama Islam.

Ijarah : Akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendri.

Ijtihad : Sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang dilaksanakan oleh ulama yang mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al-Quran maupun hadist dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang, ulama yang berijtihad tersebut mujtahid

Marhun : Barang Jaminan.

Marhun Bih : Utang.

Muammalah : Tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah adalah hubungan antar makhluk, seperti jual beli, sewa menyewa, upah mengupah, pinjam meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat dan lain-lain.

(15)

Syariah : hukum agama yang menetapkan peraturan hidup manusia, hubungan manusia, dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesamanya dan hubungan manusia dengan alam sekitar berdasarkan Al-Quran dan Hadist.

(16)

dipraktekkan dalam pegadaian syariah adalah rahn, dalam Fiqh muammalah, perjanjian gadai disebut rahn. Rahn secara bahasa adalah tetap, kekal, dan jaminan; sedangkan dalam pengertian istilah adalah menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai secara hak, dan dapat diambil kembali sejumlah harta yang dimaksud sesudah ditebus.

Pembahasan dalam penelitian ini adalah Pertama, Prinsip gadai syariah (rahn) berdasarkan Hukum Islam, Kedua, pelaksanaan prinsip gadai syariah (rahn) pada pegadaian syariah di Lhokseumawe, Ketiga, penyelesaian sengketa gadai (rahn) pada pegadaian syariah di Lhokseumawe. Dalam penelitian ini dipergunakan metode penelitian deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis empiris.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah prinsip gadai syariah (rahn) berdasarkan Hukum Islam yang diberlakukan pada produk gadai syariah di Pegadaian adalah; Tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk karena riba, Menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang diperdagangkan, dan Melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa sebagai penerimaan labanya, yang dengan pengenaan bagi hasil dan biaya jasa tersebut menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan dalam operasionalnya,. Pelaksanaan prinsip gadai syariah (rahn) pada pegadaian syariah di Lhokseumawe berjalan di atas dua akad transaksi Syariah yaitu; Akad Rahn dengan akad ini Pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah; dan Akad Ijarah yaitu Melalui akad ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukan akad. Pegadaian syariah di Lhokseumawe menyiapkan upaya penyelesaian sengketa apabilarahinwanprestasi yaitu dengan jalan musyawarah, bila tidak tercapai dengan musyawarah, maka penyelesaian sengketa tersebut sepakat untuk menyelesaikannya melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional. Namun sampai saat ini Pegadaian Syariah Lhokseumawe belum pernah menangani perkara wanprestasi akibat rahin. Dengan adanya pegadaian syariah hendaknya bagi umat muslim menjadikan solusi dalam membantu menyelesaikan masalah keuangan dimasa sulit, Pelaksanaan gadai syariah (rahn) di Pegadaian syariah di Lhoksumawe sebaiknya tetap melaksanakan prinsip rahn menurut Hukum Islam demi tercapainya kemaslahatan umat manusia, Cara penyelesaian sengketa di pegadaian syariah adalah dengan jalan musyawarah, namun bila tidak berhasil diselesaikan melalui Badan Arbitrase.

(17)

muammalah easily practice in the Syariah pawnshop is rahn, a term of pawn agreement in Fiqh muammalah. Linguistically, rahn means fixed, eternal, and guarantee; whereas rahn can also means holding a number of properties handed in under security right and can be taken back after being paid.

The problems discussed in this descriptive analytical study with empirical judicial approach were, first, the principle of rahn (Islamic mortgage) based on Islamic Law; second, the implementation of the principle of rahn (Islamic mortgage) at Syariah pawnshop in Lhokseumawe; and third, the settlement of mortgage-related dispute at Syariah pawnshop in Lhokseumawe.

The conclusion drawn from this study is that the principle of rahn (Islamic mortgage) based on Islamic Law and applied to the Syariah mortgage product at the pawnshop are: not to impose interest in any form because it is a usury (riba). To determine money as a means of exchange not as traded commodity and to do business to obtain a return for the services as profit revenues and the imposition of profit sharing and the cost of such services cover all of the operational expenses. The implementation of Syariah mortgage (rahn) principle at the Syariah pawnshop in Lhokseumawe are conducted under two Syariah transaction agreements, namely, Rahn Agreement permitting the pawnshop holds the movables as a collateral for the customers’ debt, and Ijarah Agreement allowing the pawnshop to ask the rent for keeping the movables belong to the customers who have made the contract. Syariah pawnshop in Lhokseumawe prepares the attempts of dispute settlement through deliberation and consensus in case the rahin did not keep what is agreed in the contract. If this deliberation and consensus do not work, they agree to settle this case through National Syariah Arbitrary Board. Yet, up to now, Syariah pawnshop in Lhokseumawe has not yet handled the case of default due to rahin. With the Syariah pawnshop, the muslims can have the solution to settle their financial problems in hard times. It is better for the rahn (Syariah mortgage) at Syariah pawnshop in Lhokseumawe to be consistently implemented according to the principle of rahn in accordance with Islamic law to achieve the benefit for humankind. The dispute occured at Syariah pawnshop is settled through deliberation and consensus, yet if it does not work then the dispute is settled through the Arbitrary Board.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat memiliki kebutuhan-kebutuhan

yang harus dipenuhi. Namun demikian, manusia dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya sehari-hari, baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier tidak

semuanya dapat terpenuhi, karena tidak memilki dana yang cukup, sehingga tidak

jarang karena tidak ada barang yang dijual, dan terpaksa mencari pinjaman kepada

orang lain.

Dengan berkembangnya perekonomian masyarakat yang semakin meningkat,

maka seorang dapat mencari uang pinjaman melalui jasa pembiayaan baik melalui

lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank, diantaranya adalah

Lembaga Pegadaian. Namun ternyata karena sebagian besar masyarakat Indonesia

adalah penganut agama Islam, maka Perum Pegadaian meluncurkan sebuah produk

gadai yang berbasiskan prinsip-prinsip syariah sehingga masyarakat mendapat

beberapa keuntungan yaitu cepat, praktis dan menentramkan. Cepat karena hanya

membutuhkan waktu yang tidak terlalu lama untuk prosesnya, praktis karena

persyaratannya mudah, jangka waktu fleksibel dan terdapat kemudahan lain, serta

menentramkan karena sumber dana berasal dari sumber yang sesuai dengan syariah

begitu pun dengan proses gadai yang diberlakukan. Produk yang dimaksud di atas

(19)

Islam agama yang lengkap dan sempurna telah meletakkan kaidah-kaidah

dasar dan aturan dalam semua sisi kehidupan manusia, baik dalam ibadah maupun

muammalah(hubungan antar makhluk). Setiap orang membutuhkan interaksi dengan

orang lain untuk saling menutupi kebutuhan dan tolong-menolong di antara mereka.

Karena itulah, kita sangat perlu mengetahui aturan Islam dalam seluruh sisi

kehidupan kita sehari-hari, di antaranya tentang interaksi sosial dengan sesama

manusia, khususnya berkenaan dengan perpindahan harta dari satu tangan ke tangan

yang lain.

Utang-piutang terkadang tidak dapat dihindari, padahal banyak muncul

fenomena ketidakpercayaan di antara manusia, khususnya di zaman ini. Sehingga

orang terdesak untuk meminta jaminan benda atau barang berharga dalam

meminjamkan hartanya. Realita yang ada tidak dapat dipungkiri, suburnya

usaha-usaha pegadaian, baik dikelola pemerintah atau swasta menjadi bukti terjadinya

kegiatan gadai ini Ironisnya, banyak kaum muslim yang belum mengenal aturan

indah dan adil dalam Islam mengenai hal ini. Padahal perkara ini bukanlah perkara

baru dalam kehidupan mereka, sudah sejak lama mereka mengenal jenis transaksi

seperti ini. Sebagai akibatnya, terjadi kezaliman dan saling memakan harta

saudaranya dengan batil.

Hukum-hukum syari’ah adalah kaidah-kaidah yang mengatur cara beribadah,

(20)

metode atas kejadian-kejadian tertentu. Oleh karenanya, hal ini disebut penerapan

syariah, dan bukan syariah itu sendiri.1

Salah satu bentuk muammalah yang mudah dipraktekkan adalah rahn, dalam

Fiqh muamalah, perjanjian gadai disebut rahn. Istilah rahn secara bahasa berarti

“menahan”. Maksudnya adalah menahan sesuatu untuk dijadikan jaminan utang.2

Dapat dikemukakan bahwa gadai menurut ketentuan syariat Islam adalah merupakan

kombinasi pengertian gadai yang terdapat dalam KUHPerdata, yaitu menyangkut

obyek perjanjian gadai menurut syariat Islam itu meliputi barang yang mempunyai

nilai harta, dan tidak dipersoalkan apakah dia merupakan benda bergerak atau tidak

bergerak.3

Pengertian gadai syariah (rahn) secara bahasa seperti diungkapkan di atas

adalah tetap, kekal, dan jaminan; sedangkan dalam pengertian istilah adalah

menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai secara hak, dan dapat diambil

kembali sejumlah harta yang dimaksud sesudah ditebus.

Benda rahn yang digadai, dalam konsep Fiqh merupakan amanat yang ada

pada murtahin yang harus selalu dijaga dengan sebaik-baiknya, dan untuk menjaga

serta merawat agar benda (barang) gadai tersebut tetap baik, kiranya diperlukan

biaya, yang tentunya dibebankan kepada orang yang menggadai atau dengan cara

memanfaatkan barang gadai tersebut. Dalam hal pemanfaatan barang gadai, beberapa

1M. Lukman, Syari’ah Sosial Menuju Revolusi Kultural, UMM Press, Cetakan Pertama,

Malang, tahun 2004, hal. 15.

2Burhanuddin S,Fiqh Muamalah Pengantar Kuliah Ekonomi Islam, The Syariah Institute,

Tahun 2009,Yogyakarta, hal. 175.

3Chairuman Pasaribu dan Sahrawadi K, Hukum Perjanjian dalam Islam, Sinar Grafika,

(21)

ulama berbeda pendapat karena masalah ini sangat berkaitan erat dengan hakikat

barang gadai, yang hanya berfungsi sebagai jaminan utang pihak yang menggadai.

Bisnis gadai syariah yang dijalankan Perum Pegadaian dapat dikatakan terus

berkembang pesat. Pegadaian syariah sebagai lembaga keuangan alternatif bagi

masyarakat guna menetapkan pilihan dalam pembiayaan disektor riil. Karena itulah

pegadaian syariah lebih akomodatif dalam menyelesaikan persoalan ekonomi yang

dirasakan oleh masyarakat. Secara formal, keberadaan pegadaian syariah berada

dalam lingkup perusahaan Umum (Perum) Pegadaian. Karena Perum Pegadaian

merupakan satu-satuya badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin

untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk

penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai.4

Dengan demikian, sistem keuangan syariah diformulasikan dari kombinasi

kekuatan sekaligus, pertama prinsip syar’i yang diambil dari Al-Quran dan sunnah

dan kedua prinsip-prinsip tabi’i yang merupakan hasil interpretasi akal manusia

dalam menghadapi masalah-masalah ekonomi seperti prinsip-prinsip ekonomi lainnya

yang relevan. Sistem keuangan pada syariah tidak hanya sekedar memperhatikan

aspek return (keuntunggan) dan resiko, namun juga ikut mempertimbangkan

nilai-nilai Islam didalamnya.5

Secara kelembagaan, Gadai Syariah (rahn) merupakan bagian perum

pegadaian yang mengemban misi syiar Islam. Dalam hal ini, praktik gadai yang

(22)

dilakukan semaksimal mungkin menghindari pratik bisnis yang mengandung unsur

gharar (ketidakpastian), maisir dan riba. Oleh karena itu, setiap pelaksanaan

operasional yang diberlakukan dalam praktik gadai syariah dikonsultasikan kepada

Dewan Pengawas Syariah (DPS), yang juga badan pengawas dalam lingkungan bank

muamalat Indonesia.6

Adapun tujuan dan manfaat pegadaian yaitu sifat usaha pegadaian pada

prinsipnya menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan masyarakat umum dan

sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan yang baik. Oleh

karena itu, perum pegadaian khususnya pegadaian syariah bertujuan sebagai berikut :

1. Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program

pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya

melalui penyaluran uang pembiayaan/pinjaman atas dasar hukum gadai.

2. Pencegahan praktik gelap, dan pinjaman yang tidak wajar lainnya.

3. Pemanfaatan gadai bebas bunga pada gadai syariah memiliki efek jaring

pengamanan sosial karena masyarakat yang butuh dana mendesak tidak lagi

dijerat pinjaman/pembiayaan berbasis bunga.

4. Membantu orang-orang yang membutuhkan pinjaman dengan syarat mudah.7

Adapun manfaat pegadaian, antara lain :

1. Bagi nasabah, tersediannya dana dengan prosedur yang lebih sederhana dan

dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan pembiayaan/kredit

6

Zainuddin Ali,Hukum Gadai Syariah,Sinar Grafika, Cetakan Pertama, Jakarta, Tahun 2008, hal. 56.

7

(23)

perbankan. Di samping itu, nasabah juga mendapat manfaat penaksiran

nilai suatu barang bergerak secara profesional. Mendapatkan fasilitas

penitipan barang bergerak yang aman dan dapat dipercaya.

2. Bagi perusahaan pegadaian;

a. Penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh

peminjam dana;

b. Penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah

memperoleh jasa tertentu. Bagi pegadaian syariah yang mengeluarkan

produk gadai syariah dapat mendapat keuntungan dari pembebanan

biaya administrasi dan biaya sewa tempat atau jasa penitipan dan

lain-lain.

c. Serta membantu di bidang pembiayaan berupa pemberian bantuan

kepada masyarakat yang memerlukan dana dengan proses mudah dan

sederhana.8

Berdirinya pegadaian syariah bersamaan dengan berkembangnya Bank dan

Asuransi yang berdasarkan prinsip syariah di Indonesia, maka hal ini mengilhami di

bentuknya pegadaian syariah. Pegadaian syariah menerapkan beberapa sistem

pembiayaan, antara lain Pinjaman kebajikan (Qardhul Hasan) dan bagi hasil

(Mudharabah). Mudharabah adalah perjanjian atas suatu jenis perkongsian, dimana

pihak pertama menyediakan dana dan pihak kedua bertanggung jawab atas

pengelolaan usaha. Keuntungan hasil usaha dibagikan sesuai dengan nisbah porsi

(24)

bagi hasil yang telah disepakati bersama sejak awal maka kalau rugi pihak pertama

akan kehilangan sebahagian imbalan dari hasil kerja keras selama berlangsung.

Pada sistem-sistem ekonomi konvensional tidaklah berbicara mengenai

konsep halal, tetapi hanya terkait dengan keabsahan atau legitimasi sebuah

perusahaan dan hasil usahanya. Legitimasi itupun bukan didasarkan pada nilai

ilahiah, melainkan hanya diberikan oleh negara atau pihak otoritas yang berkuasa,

bukan dalam konteks halal dan haramnya sebuah proses.

Dalam perspektif konvensional, legitimasi itu hanya sampai pada tataran

kedua, yakni pada proses usaha yang harus sah dan memberikan nilai kemanfaatan.

Sementara hasil usaha berupa keuntungan atau barang merupakan hak milik, di mana

penggunaan dan pengelolaannya menjadi hak pemilik sepenuhnya. Oleh karena itu, ia

berkuasa penuh atas haknya itu. Inilah konsekuensi paham liberalisme yang

mendewakan individu dan hak-haknya di atas segala-galanya. Dengan memposisikan

sistem ekonomi syariah sebagai sebuah sistem yang bersifat terbuka dan tidak bersifat

eksklusif, maka tidak hanya dijalankan oleh umat muslim semata. Namun, terbuka

kepada seluruh lapisan masyarakat untuk terlibat secara aktif maupun pasif ke dalam

sistem ekonomi syariah tanpa pertimbangan etnis, agama, ras dan diskriminasi.

Pada Perum Pegadaian tertarik untuk menerapkan pola syariah tersebut,

karena pola pegadaian syariah memungkinkan perusahaan untuk dapat proaktif dan

lebih produktif untuk menghasilkan berbagai produk jasa keuangan modern, seperti

jasa sewa beli. Pada lembaga gadai model yang dimaksud, nilai-nilai dan

(25)

Keberadaan pegadaian syariah didorong oleh perkembangan dan

keberhasilan lembaga-lembaga keuangan syariah. Di samping itu, juga

dilandasi oleh kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap hadirnya sebuah pegadaian

yang menerapkan prinsip-prinsip syariah. Transaksi hukum gadai dalam Fiqh Islam

disebut Ar- Rahn. Ar- Rahn adalah suatu jenis perjanjian suatu barang sebagai

tanggungan utang.9

Berdasarkan pengertian gadai yang dikemukakan oleh para ahli hukum Islam

diatas, berpendapat bahwa gadai (rahn) adalah menahan barang jaminan atas

pinjaman yang diterimanya, dan barang yang diterima tersebut bernilai ekonomis,

sehingga pihak yang menahan (murtahin) memperoleh jaminan untuk mengambil

kembali seluruh atau sebagian utangnya dari barang gadai dimaksud, bila pihak yang

menggadaikan tidak dapat membayar utang pada waktu yang telah ditentukan, maka

sesuatu yang telah digadaikan itu akan dilelang. Karena itu, tampak bahwa gadai

syariah (rahn) merupakan perjanjian, antara seseorang untuk menyerahkan harta

benda berupa emas/ perhiasan/ kendaraan/ dan/atau harta benda lainnya sebagai

jaminan dan/atau agunan kepada seseorang dan/atau lembaga pegadaian syariah

berdasarkan hukum gadai syariah (rahn); sedangkan pihak lembaga pegadaian

syariah menyerahkan uang sebagai tanda terima dengan jumlah 90% dari nilai taksir

terhadap barang yang diserahkan oleh penggadai.

9Rahmat Syafei, Konsep Gadai; Ar-Rahn dalam Fiqh Islam Antara Nilai Sosial dan Nilai

(26)

Rahnmempunyai fungsi sosial yang sangat besar dalam sistem perekonomian

Islam, karena bukan mencari keuntungan semata, akan tetapi lebih dominan sifat

tolong-menolongnya, tentunya berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme yang

semua semata-mata untuk mencari keuntungan atau bersifat bisnis, sedangkan sifat

tolong menolong tersebut hanya sebagai kedok untuk mempopulerkannya dimata

masyarakat.

Dari ketentuan-ketentuan tersebut diatas, sangat jelas bahwa keberadaan

Pegadaian Syariah sangat memiliki peran penting, sebab tidak jarang terjadi

dikehidupan dimana keperluan akan dana tunai selalu dibutuhkan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi rumusan permasalahan adalah

sebagai berikut;

1. Bagaimanakah Prinsip Gadai (Rahn) Berdasarkan Hukum Islam?

2. Bagaimanakah Pelaksanaan Prinsip Gadai (Rahn) Pada Pegadaian Syariah Di

Lhokseumawe?

3. Bagaimanakah Cara Penyelesaian Sengketa Gadai (Rahn) Pada Pegadaian

Syariah Di Lhokseumawe?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat

dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

(27)

2. Untuk Mengetahui Pelaksanaan Prinsip Gadai (Rahn) Pada Pegadaian Syariah

Di Lhokseumawe.

3. Untuk Mengetahui Cara Penyelesaian Sengketa Gadai (Rahn) Pada Pegadaian

Syariah Di Lhokseumawe.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan

pengembangan atau kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, khususnya kepada

kepada masyarakat agar mengetahui gadai syariah (Rahn) pada Pegadaian

Syariah.

2. Secara praktik, diharapkan hasil penelitian ini memberikan sumbangan kepada

Perusahaan Umum (Perum) khususnya Gadai Syariah pada Kantor Pegadaian

Syariah di Lhokseumawe terkait apakah telah melaksanakan Prinsip gadai

syariah (Rahn).

E. Keaslian Penelitian

Sepanjang yang diketahui dan berdasarkan infomasi, data yang ada dan

penelusuran lebih lanjut pada kepustakaan Program Studi Magister Kenotariatan

Universitas Sumatera Utara. Diketahui bahwa belum pernah ada penelitian

sebelumnya yang berjudul ”TINJAUAN YURIDIS TENTANG GADAI SYARIAH

(RAHN) PADA KANTOR PEGADAIAN SYARIAH DI LHOKSEUMAWE”.

(28)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah pemikiran atau pendapat, teori tesis mengenai suatu

kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis

dalam penelitian.10Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk

bagaimana mengorganisasikan dan mengimplementasikan hasil-hasil penelitian dan

menghubungkannya dengan hasil-hasil terdahulu. 11 Sedang dalam kerangka

konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan

dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.

Jadi kerangka yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Maqasid

Al-Syariah.Teori ini dikemukakan dan dikembangkan oleh Abu Ishaq al-Syathibi, yaitu

tujuan akhir hukum adalah maslahah atau kebaikan dan kesejahteraan manusia. Tidak

satu pun hukum Allah yang tidak mempunyai tujuan. Teorimaqasid al-syariahhanya

dapat dilaksanakan oleh pihak pemerintah dan masyarakat yang mengetahui dan

memahami bahwa yang menciptakan manusia adalah Allah SWT. Demikian juga

yang menciptakan hukum-hukum yang termuat di dalam Al-quran adalah Allah SWT.

Berdasarkan pemahaman tersebut, akan mucul kesadaran bahwa Allah SWT yang

paling mengetahui berkenaan hukum yang dibutuhkan oleh manusia, baik yang

berhubungan dengan kehidupannya di dunia maupun akhirat.

10

M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Cet ke I (Bandung : Bandar Maju) tahun 1994.

11

(29)

Adapaun inti dari konsep maqasid al-syariah adalah untuk mewujudkan

kebaikan sekaligus menghindarkan keburukan atau menarik manfaat dan menolak

mudarat, istilah yang sepadan dengan inti dari maqasid al-syariah tersebut adalah

maslahat, karena penetapan hukum dalam Islam harus bermuara pada kemaslahatan.12

Rahn adalah suatu istilah yang terdapat dalam hukum Islam, oleh karena itu

apabila berbicara mengenairahn, tidak terlepas dari konsepsirahndari hukum Islam.

Hukum Islam adalah yang mewujudkannya kemaslahatan bagi umat manusia. Sejalan

dengan hal tersebut, maka teori yang digunakan dalam ini, adalah teori kemaslahatan.

Secara sederhana maslahat (al-maslahah) diartikan sebagai sesuatu yang baik

atau sesuatu bermanfaat. Secara lesikal, menuntut ilmu itu menggandung

kemaslahatan, maka hal ini berarti menuntut ilmu itu merupakan penyebab

diperolehnya manfaat secara lahir dan bathin.13 Al Ghazali memformasikan teori

kemaslahatan dalam kerangka “mengambil manfaat dan menolak kemudaratan untuk

memelihara tujuan-tujuan syara”.14 Hal tersebut dapat diartikan bahwa setiap

kegiatan manusia harus bermanfaat bagi umat, namun demikian tidak boleh

bertentangan dengan tujuan dari Syariat Islam.

Teori kemaslahatan diartikan sebagai sesuatu yang baik atau sesuatu yang

bermanfaat. Misalnya menuntut ilmu dalam Islam itu mengandung suatu

12Ahmad Zaenal Fanani,

http://www.badilag.net/data/artikel/wacana%20hukum%20islam/teori%20keadilan%20perspektif%20f ilsafat%20hukum%20islam.pdf, hal. 11, diakses tanggal 17 maret 2012.

13Husain Hamid hasan, Nadzariah al- Mashalahah fi al Fiqh al Islamy, (Kairo: dar

Al-Naahdhah Al- Arabiyah), hal. 3-4.

14Abu Hamid Al- Ghazali,Al- Mustashfa fi’ilm al Ushul,(Beirut al-Kutub al- Ilmiyah- 1983),

(30)

kemaslahatan, maka hal ini berarti menuntut ilmu itu penyebab diperolehnya manfaat

secara lahir dan bathin. Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan dari pada

kedatangan Hukum Islam adalah memperoleh kemaslahatan serta menghindarkan

kemudharatan. Hukum Islam memelihara 3 hal, yaitu :15

a. Memelihara yang paling penting, bila hal itu diabaikan maka akan terjadi

kekacauan dalam masyarakat. Ketentuan yang paling penting ini ada 6 macam :

1. Memelihara jiwa

Islam sangat melindungi jiwa seseorang, jiwa seseorang tidak boleh direnggut

begitu saja karena jiwa dapat dinilai dengan benda apapun.

2. Memelihara akal

Sehubungan dengan memelihara akal, hukum Islam menetapkan hukum dera

(dipukul 40 kali) bagi orang yang merusakkan akalnya.

3. Memelihara agama

Yang dimaksud dengan memelihara agama adalah memelihara keimanan.

Iman adalah suatu hal yang sangat mulia, sehingga dengan bermodalkan iman

seseorang tidak akan kekal dalam neraka.

4. Memelihara kehormatan

Islam sangat memelihara kehormatan seorang muslim. Islam tidak

membenarkan menuduh orang lain melakukan kejahatan tanpa adanya suatu

bukti yang benar, tuduhan tanpa alasan berarti penghinaan.

15Hasballah Thaib, Falsafah Hukum Islam, Fakultas Hukum Universitas Dharmawangsa

(31)

5. Memelihara harta

Untuk memilihara harta (hak milik) ini ditetapkan hukum jual beli, hutang

piutang, dan lain-lain. Islam melarang perampasan harta, pembinasaan harta,

dan cara-cara lain yang tidak sah.

6. Memelihara keturunan

Islam menganjurkan untuk memelihara keturunan, bahkan salah satu dari pada

hikmah perkawinan adalah untuk mendapatkan keturunan.

b. Memelihara yang diperlukan bila hal ini tidak dilaksanakan akan membawa

kesulitan dalam pelaksanaanya;

c. Memelihara yang dianggap baik, bila hal ini tidak diatur maka nampaklah

kerendahan islam.

Menurut Imam Al-Ghazali, suatu kemaslahatan harus seiring dengan

tujuan-tujuan manusia. Atas dasar ini, yang menjadi tolak ukur dari maslahat itu adalah

tujuan dan kehendaksyara’, bukan didasarkan pada kehendak hawa nafsu manusia.

Tujuan syara’ dalam menetapkan hukum itu pada prinsipnya mengacu pada aspek

perwujudan kemaslahatan dalam kehidupan manusia. Muatan maslahat itu mencakup

kemaslahatan hidup di dunia maupun kemaslahatan hidup akhirat. Atas dasar ini,

kemaslahatan bukan hanya didasarkan pada pertimbangan akal dalam memberikan

penilaian terhadap sesuatu itu baik atau buruk, tetapi lebih jauh dari itu ialah sesuatu

yang baik secara rasional juga harus sesuai dengan tujuansyara’.16

16http://efrinaldi.multyply.com/journal/item6?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2journal%

(32)

Dasar hukum yang digunakan para ulama untuk membolehkannyarahn yakni

bersumber pada Al-Qur’an (2): 283 yang menjelaskan tentang diizinkannya

bermuamalah tidak secara tunai. Dan Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan

Muslim dari Aisiyah binti Abu Bakar, yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW

pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan menjadikan baju besinya

sebagai jaminan.17Landasan konsep pegadaian Syariah juga mengacu kepada syariah

Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW.

Dalam Surat Al-Baqarah 282 artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan

bermuammalahtidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis,

maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan

tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang

dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada

Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan

barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang

berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan Hadits Rasul

Saw yang diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah, “Dari Aisyah berkata: Rasulullah

Saw membeli makanan dari seorang Yahudi dan menggadaikannya dengan besi”.

“Dari Anas ra bahwasanya ia berjalan menuju Nabi Saw dengan roti dari

gandum dan sungguh Rasulullah Saw telah menaguhkan baju besi kepada seorang

17 http://shariaeconomy.blogspot.com/2008/07/Konsep Gadai Syariah Ar-Rahn dalam

(33)

Yahudi di Madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari seorang Yahudi”.

(HR.Anas Ra).18

Dan yang terakhir Ijtihad, berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist menunjukkan

bahwa transaksi atau perjanjian gadai dibenarkan dalam Islam bahkan Nabi

Muhammad SAW pernah melakukannya, namun demikian perlu dilakukan

pengkajian lebih mendalam dengan melakukanIjtihad.

Berdasarkan landasan hukum tersebut ulama bersepakat bahwa rahn

merupakan transaksi yang diperbolehkan dan menurut sebagian besar (jumhur)

ulama, ada beberapa rukun bagi akad rahn yang terdiri dari, orang yang

menggadaikan (rahn), barang-barang yang digadai (marhun), orang yang menerima

gadai (murtahin) sesuatu yang karenanya diadakan gadai, yakni harga, dan sifat akad

rahn. Sedangkan untuk sahnya akad rahn, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi

oleh para pihak yang terlibat dalam akad ini yakni; berakal, baligh, barang yang

dijadikan jaminan ada pada saat akad, serta barang jaminan dipegang oleh orang yang

menerima gadai (murtahin) atau yang mewakilinya.19

Adapun aturan yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional menetapkan

aturan tentang Rahn sebagaimana dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor

25/DSN- MUI/III/2002 tertanggal 26 Juni 2002 (Himpunan Fatwa, Edisi kedua, hal

158-159) sebagai berikut;

Pertama; Hukum

18Ibbid, http://shariaeconomy.blogspot.com/2008/07/Konsep Gadai Syariah Ar-Rahn dalam

Fiqh.html.

(34)

Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam

bentukRahndiperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut;

Kedua; Ketentuan Umum

1. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun

(barang) sampai semua utangRahin(yang menyerahkan barang) lunas.

2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya,

marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin,

dengan tidak mengurangi nilai Marhun dan pemanfaatannya itu sekedar

pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.

3. Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban

Rahin.

4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpananMarhuntidak boleh ditentukan

berdasarkan jumlah pinjaman.

5. PenjualanMarhun;

a. Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan Rahin untuk

segera melunasi hutangnya.

b. Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka Marhun

dijual/ diesekusi atau dilelang sesuai syariah.

c. Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya

pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya

(35)

d. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya

menjadi kewajibanRahin.20

Dalam keadaan tidak normal di mana barang yang dijadikan jaminan hilang,

rusak, sakit atau mati yang berada diluar kekuasaan murtahin tidak menghapuskan

kewajiban rahin melunasi hutangnya. Namun dalam praktek pihak murtahin telah

mengambil langkah-langkah pencegahan dengan menutup asuransi kerugian sehingga

dapat dilakukan penyelesaian yang adil.

2. Konsepsi

Konsepsi berasal dari bahasa latin,conceptusyang memiliki arti sebagai suatu

kegiatan atau proses berpikir, daya berfikir khususnya penalaran dan pertimbangan.21

Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan

observasi, antara abstraksi dan realitas.22 Konsep diartikan sebagai kata yang

menyatakan abstrak yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut

dengan definisi operasional.23Oleh karena itu, kerangka konsepsi pada hakekatnya

merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih kongkrit dari kerangka teoritis

yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan definisi-definisi yang menjadi

pegangan kongkrit dalam proses penelitian. Jadi jika teori berhadapan dengan sesuatu

hasil kerja yang telah selesai, maka konsepsi masih merupakan permulaan dari

sesuatu karya yang setelah diadakan pengolahan akan dapat menjadikan suatu teori.

20Muhammad Yusuf dan Wiroso, Bisnis Syariah, Mitra Wacana Media, Edisi Pertama,

Jakarta, tahun 2007, hal. 162.

21Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulisan Ilmiah,

Bumi Aksara, 2000, hal. 122.

22Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Survei, LP3ES, tahun 1989, Jakarta. Hal. 34.

(36)

Untuk menghindari terjadinya perbedaan pengertian tentang konsep yang

dipakai dalam penelitian ini, maka perlu dikemukakan mengenai pengertian konsep

yang dipakai, sebagai berikut:

1. Rahnadalah menahan salah satu harta milik di peminjam sebagai jaminan atas

pinjaman yang diterimanya, dan barang yang ditahan tersebut memiliki nilai

ekonomis.

2. Gadai Syariah sering diidentikkan dengan Rahnyang secara bahasa diartikan

al-tsubut wa al-dawam(tetap dan kekal) sebagianUlama Luhgatmemberi arti

al-hab (tertahan). Sedangkan definisi al-rahn menurut istilah yaitu

menjadikan suatu benda yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syara’

untuk kepercayaan suatu utang, sehingga memungkinkan mengambil seluruh

atau sebagaian utang dari benda itu.

3. Syariah adalah secara harfiah berarti jalan Allah seperti yang ditunjukkan

dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad. Istilah ini dipakai untuk yang

berhubungan dengan prinsip Islam.

4. Kantor pegadaian syariah adalah kegiatan usaha atau unit kerja yang berfungsi

sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah dan atau unit syariah.

5. Lhokseumawe Aceh adalah salah satu daerah yang terletak dalam Wilayah

Pemerintahan Kota Provinsi Aceh yaitu tempat dimana Kantor Cabang

(37)

G. Metode Penelitian

Dalam setiap penelitian pada hakekatnya, mempunyai metode penelitian

masing-masing dan metode penelitian tersebut ditetapkan berdasarkan tujuan

penelitian.24Kata metode berasal dari yunani “Methods” yang berarti cara atau jalan

sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja

untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.25

1. Sifat Metodelogi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah, bersifat deskriptif

analitis dengan menggunakan pendekatan empiris yang mengacu pada norma-norma

hukum yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat indonesia.

Empiris yang dimaksud pada penelitian ini adalah, berusaha melakukan

pendekatan terhadap dasar hukum dan menganalisa permasalahan yang ada.

Menganalisa hukum baik yang tertulis, maupun yang di putuskan oleh hakim melalui

proses pengadilan. Sedangkan sifat deskriptif analitis dalam penelitian ini deskiptif

bertujuan untuk, mendeskripsikan secara sistimatis, faktual dan akurat, maksudnya

bahwa penelitian ini menelaah dan menjelaskan serta menganalisa peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan analitis di artikan sebagai kegiatan

menganalisa data secara konferenshif, dan ditujukan untuk membatasi kerangkan

studi pada suatu pemberian, suatu analisis, atau suatu klasifikasi tanpa secara

24Jujun S.Suria Sumantri,Filsafat Hukum Suatu Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan,

Jakarta, Hal. 328.

25Koenjtraranigrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia Pustaka Utama, 1997

(38)

langsung bertujuan untuk membangun atau menguji hipotesa-hipotesa atau teori-teori.

Secara langsung penelitian ini memaparkan mengenai, Rahn pada Gadai Syariah

dengan pendekatan terhadap prinsip syariah yang berhubungan dengan tujuan

penelitian ini.

2. Lokasi Penelitian

Sesuai dengan judul ini yaitu Tinjauan Yuridis Tentang Gadai Syariah (Rahn)

pada Kantor Pegadaian Syariah Di Lhokseumawe, maka penelitian ini dilakukan

berdasarkan kenyataan dilapangan. Maka dalam melakukan penelitian ini didukung

dengan 1 (satu) orang Nasabah pada Pegadaian Syariah dan, 1 (satu) orang Manager

Usaha Rahn pada Kantor Pegadaian Syariah, yang beralamat di Jalan pasar Inpres,

Nomor. 10 Telepon (0645) 45303, Kode Pos 24313, Lhokseumawe.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data, yang digunakan dalam penelitian ini adalah

melalui penelitian kepustakaan (Library Research) dan penelitian lapangan (Field

Research).

a. Penelitian kepustakaan

Yaitu untuk mendapat konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran

konseptual dan penelitian pendahulu yang berhubungan dengan, objek

telaahan penelitian ini yang dapat berupa peraturan-peraturan lainnya.

b. Penelitian lapangan

Sebagai data penunjang dalam penelitian ini juga didukung penelitian

(39)

terhadap hasil yang dipaparkan, yang dapat berupa pendapat informan,

laporan-laporan perusahaan dan lain-lain yang relevan dengan objek yang

diteliti. Selain itu peneliti juga melakukan penelitian langsung ke tempat

penelitian yakni kantor Pegadaian Syariah Lhokseumawe.

4. Metode Pengumpulan Data

Adapun alat yang digunakan untuk pengumpulan data dalam peneltian ini

adalah, dengan menggunakan studi dokumen dan wawancara.

a. Studi Dokumen, Sumber utama penulisan tesis ini diperoleh dari data

sekunder, berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan

hukum tersier, yaitu :

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan pustaka yang berisikan pengetahuan

ilmiah yang baru maupun pengertian baru mengenai studi gagasan dalam

bentuk Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Pegadaian.

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan pelajaran

mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau

pertemuan ilmiah lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari

kalangan pakar hukum sepanjang relevan dengan objek telaah penelitian.

3) Bahan hukum tersier, yaitu bahwa hukum penunjang yang memberi

penunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, seperti kamus, majalah maupun internet.

b. Wawancara, kegiatan wawancara dilakukan terhadap responden serta

(40)

tentang hal-hal yang tidak mungkin dijelaskan dan akan ditemukan jawaban

nantinya. Sehingga dengan adanya wawancara, diharapkan dapat memperoleh

data yang lebih luas dan akurat tentang masalah yang diteliti.

Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan selanjutnya di pilih guna

memperoleh pasal-pasal, teori-teori yang berisi tentang uraian-uraian permasalahan

dalam tesis ini, sehingga klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang di teliti

dalam tesis ini.

Walaupun dalam penelitian ini nantinya akan bersinggungan dengan

perspektif ilmu lain, namun penelitian ini tetap merupakan penelitian hukum, karena

perspektif hukum disiplin ilmu hanya sekadar alat bantu.

5. Analisa Data

Sesuai dengan sifat penelitian ini bersifat deskriptif analitis, maka setelah

diperoleh data sekunder, dilakukanlah pengumpulan data, mensistemasi, menganalisis

serta menarik kesimpulan data sesuai dengan kategori yang ditemukan. Setelah itu

dengan menggunakan metode deduktif-induktif, ditarik suatu kesimpulan dari data

(41)

BAB II

PRINSIP GADAI (RAHN) BERDASARKAN SYARIAH HUKUM ISLAM

A.1.Istilah dan Pengertian Gadai (Rahn)

Gadai syariah (rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabah atau

Rahin sebagai barang jaminan atau marhun atas hutang/pinjaman atau marhun bih

yang diterimanya. Marhun tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian,

Pihak yang menahan atau penerima gadai ataumurtahin memperoleh jaminan Untuk

dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.26

Menurut A.A. Basyir,rahnadalah perjanjian menahan sesuatu barang sebagai

tanggungan utang, atau menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangansyara’

sebagai tanggungan marhun bih, sehingga dengan adanya tanggungan utang itu

seluruh atau sebagian utang dapat diterima.27

Menurut Imam Abu Zakariya Al Anshari,rahnadalah menjadikan benda yang

bersifat harta untuk kepercayaan dari suatu marhun bih yang dapat dibayarkan dari

(harga) bendamarhunitu apabilamarhun bihtidak dibayar.28

Sedangkan Imam Taqiyyuddin Abu Bakar Al Husaini mendefinisikan rahn

sebagai akad/perjanjian utang-piutang dengan menjadikan marhun sebagai

kepercayaan/penguatmarhunbihdan murtahinberhak menjual/melelang barang yang

26Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Cetakan 1, Kerjasama

Gema Insani Press dengan Tazkia Institute, GIP, Jakarta: 2001. hal. 128.

27A.A. Basyir, Hukum Islam Tentang Riba, Utang-Piutang Gadai, Al-Ma’arif, Bandung:

1983, hal. 50.

28Rahmat Syafei, Konsep Gadai; Ar-Rahn dalam FiqhIslam Antara Nilai Sosial dan Nilai

Komersial dalamHuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshari, Problematika Hukum Islam Kontemporer,

(42)

digadaikan itu pada saat ia menuntut haknya. Barang yang dapat dijadikan jaminan

utang adalah semua barang yang dapat diperjual-belikan, artinya semua barang yang

dapat dijual itu dapat digadaikan. Berdasarkan definisi di atas, disimpulkan bahwa

rahn itu merupakan suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang yang

memiliki nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan marhun bih,

sehinggarahinboleh mengambilmarhun bih.

Selain pengertian gadai (rahn) yang dikemukakan di atas, lebih lanjut

mengungkapkan pengertian gadai (rahn) yang diberikan oleh para ahli hukum Islam

sebagai berikut:

1. Ulama syafi’iyah mendefinisikan sebagai berikut :

Menjadikan suatu barang yang biasa dijual sebagai jaminan utang dipenuhi

dari harganya, bila yang berutang tidak sanggup membayar utangnya.

2. Ulama Hanabilah mengungkapkan sebagai berikut :

Suatu benda yang dijadikan kepercayaan suatu utang, untuk dipenuhi dari

harganya, bila yang berhutang tidak sanggup membayar utangnya.

3. Ulama Malikiyah mendefinisikan sebagai berikut :

Sesuatu yang bernilai harta (Mutamawwal) yang diambil dari pemiliknya

untuk dijadikan pengikat atas utang yang tetap (mengikat).

4. Ahmad Azhar Basyir mendefinisikan sebagai berikut :

Rahn adalah perjanjian menahan sesuatu barang sebagai tanggungan utang

(43)

tanggungan marhun bih, sehingga dengan adanya tanggungan utang seluruh

atau sebagian utang dapat diterima.

5. Muhammad Syafi'I Antonio mendefinisikan sebagai berikut :

Gadai syariah (Rahn) adalah menahan salah satu yaitu harta milik nasabah

(rahin) sebagai barang jaminan (marhum) atas utang/pinjaman (marhun bih)

yang diterimanya. Marhun tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan

demikian, pihak yang menahan atau penerima gadai (murtahin) memperoleh

jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.29

Dewan redaksi dari Ensiklopedi Hukum Islam berpendapat bahwa Rahnyang

dikemukakan oleh ulama Fiqh klasik tersebut hanya bersifat pribadi, artinya utang

piutang hanya terjadi antara seorang pribadi yang membutuhkan dan seorang yang

memiliki kelebihan harta, di zaman sekarang sesuai dengan perkembangan dan

kemajuan ekonomi, Rahn tidak hanya berlaku antar pribadi melainkan juga antara

pribadi dan lembaga keuangan.30

Berdasarkan pengertian gadai yang dikemukakan oleh para ahli Hukum Islam

diatas, dapat diketahui bahwa gadai (rahn) adalah menahan barang jaminan yang

bersifat materi milik si peminjam (rahin) sebagai jaminan atau pinjaman yang

diterimanya, dan barang yang diterima tersebut bernilai ekonomi sehingga pihak yang

menahan (murtahin) memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau

29Ibid,Muhammad Syafi’i Antonio,hal.128.

30Abdul Ghofur Anshari, Gadai Syariah di Indonesia, Gajah Mada University Press, tahun

(44)

sebagian utangnya dari barang gadai dimaksud bila pihak yang menggadaikan tidak

dapat membayar utang pada waktu yang telah ditentukan. Karena itu, tampak bahwa

gadai syariah merupakan perjanjian antara seseorang untuk menyerahkan harta benda

berupa emas/perhiasan/kendaraan dan/atau harta benda lainnya sebagai jaminan

dan/atau agunan kepada seseorang dan/atau lembaga pegadaian syariah berdasarkan

hukum gadai syariah.

Pegadaian syariah mengacu kepada Al-Qur`an dan Hadits. Adapun

landasannya dalam Al-Qur`an sebagaimana firman Allah SWT :

Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuammalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikan, sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

(QS. Al-Baqarah:283 Ayat 2).

Adapun dalam Hadits, Aisyah Ra berkata “Rasullulah membeli makanan dari seorang Yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

(45)

Apabila ada ternak digadaikan, punggungnya boleh dinaiki oleh orang yang menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya menjaganya. Apabila ternak itu digadaikan, air susunya yang deras boleh diminum oleh orang yang menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya menjaganya. Kepada orang yang naik dan minum, ia harus mengelurkan biaya perawatannya.”(HR.Jamaah, kecuali Muslim dan an-Nasa`i).31

Dari Anas ra bahwasanya ia berjalan menuju Nabi Saw dengan roti dari

gandum dan sungguh Rasulullah Saw telah menaguhkan baju besi kepada

seorang Yahudi di Madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari

seorang Yahudi”. (HR.Anas Ra).32

1. Fungsi Gadai Syariah

Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah 283 Ayat 2 dijelaskan bahwa gadai pada

hakikatnya merupakan salah satu bentuk dari konsep muammalah, dimana sikap

menolong dan sikap amanah sangat ditonjolkan. Begitu juga dalam hadist Rasulullah

Saw. dari Ummul Mu’minin ‘Aisyah ra. yang diriwayatkan Abu Hurairah, di sana

nampak sikap menolong antara Rasulullah Saw, dengan orang Yahudi saat Rasulullah

Saw menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi tersebut.

Maka pada dasarnya, hakikat dan fungsi Pegadaian dalam Islam adalah

semata-mata untuk memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan

31Http://Www.Ekomarwanto.Com/2011/11/Penerapan Teori dan Aplikasi Pegadaian. Html.

Diakses Tgl 19 Mai 2012.

32Ibbid, http://shariaeconomy.blogspot.com/2008/07/Konsep Gadai Syariah Ar-Rahn dalam

(46)

dengan bentuk marhun sebagai jaminan, dan bukan untuk kepentingan komersiil

dengan mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa menghiraukan

kemampuan orang lain.33

Produkrahndisediakan untuk membantu nasabah dalam pembiayaan kegiatan

multiguna. Rahn sebagai produk pinjaman, berarti Pegadaian syariah hanya

memperoleh imbalan atas biaya administrasi, penyimpanan, pemeliharaan, dan

asuransi marhun, maka produk rahn ini biasanya hanya digunakan bagi keperluan

fungsi sosial-konsumtif, seperti kebutuhan hidup, pendidikan dan kesehatan.34

Sedangkanrahn sebagai produk pembiayaan, berarti Pegadaian syariah memperoleh

bagi hasil dari usaharahinyang dibiayainya.

2. Syarat Sah dan Rukun Gadai Syariah

Sebelum dilakukan rahn, terlebih dahulu dilakukan akad. Akad menurut

Mustafa az-Zarqa’35adalah ikatan secara hukum yang dilakukan oleh 2 (dua) pihak

atau beberapa pihak yang berkeinginan untuk mengikatkan diri. Kehendak pihak yang

mengikatkan diri itu sifatnya tersembunyi dalam hati. Karena itu, untuk menyatakan

keinginan masing-masing diungkapkan dalam suatuakad.

Ulama fiqh berbeda pendapat dalam menetapkan rukun rahn. Menurutjumhur

ulama, rukunrahnitu ada 4 (empat), yaitu :

(1)Shigat(lafadz ijabdanqabul);

33Muhammad dan Solikhul Hadi,Op.cit,hlm. 63

34 Yadi Janwari dan H.A. Djajuli, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat: Sebuah

Pengenalan,Edisi 1, Cetakan 1, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta: 2002. hlm. 80.

35Mustafa az-Zarqa’ dalam M. Ali Hasan,Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Cetakan

(47)

(2) Orang yang berakad (rahindanmurtahin);

(3) Harta yang dijadikanmarhun; dan

(4) Utang (marhum bih).

Ulama Hanafiyah berpendapat, rukun rahn itu hanya ijab (pernyataan

menyerahkan barang sebagai jaminan pemilik barang) dan qabul (pernyataan

kesediaan memberi utang dan menerima barang jaminan itu). Menurut Ulama

Hanafiyah, agar lebih sempurna dan mengikat akad rahn, maka diperlukan qabdh

(penguasaan barang) oleh pemberi utang. Adapun rahin, murtahin, marhun, dan

marhun bihitu termasuk syarat-syaratrahn, bukan rukunnya.36

Sedangkan syarat rahn, ulama fiqh mengemukakannya sesuai dengan rukun

rahnitu sendiri, yaitu:

1. Syarat yang terkait dengan orang yang berakad, adalah cakap bertindak

hukum (baligh dan berakal). Ulama Hanafiyah hanya mensyaratkan cukup

berakal saja. Karenanya, anak kecil yang mumayyiz (dapat membedakan

antara yang baik baik dan buruk) boleh melakukan akad rahn, dengan syarat

mendapatkan persetujuan dari walinya. Menurut Hendi Suhendi, syarat bagi

yang berakad adalah ahli tasharuf, artinya mampu membelanjakan harta dan

dalam hal ini memahami persoalan yang berkaitan denganrahn.37

2. Syarat sight (lafadz). Ulama Hanafiyah mengatakan dalam akad itu tidak

boleh dikaitkan dengan syarat tertentu atau dengan masa yang akan datang,

36Nasrun Haroen,Fiqh Mumalah, Cetakan Pertama, Gaya Media Pratama, Jakarta: 2000. hlm. 254. 37

(48)

karena akad rahn itu sama dengan akad jual-beli. Apabila akad itu dibarengi

dengan, maka syaratnya batal, sedangkan akadnya sah. Misalnya, rahin

mensyaratkan apabila tenggang waktumarhun bihtelah habis danmarhun bih

belum terbayar, maka rahn itu diperpanjang 1 (satu) bulan, mensyaratkan

marhunitu bolehmurtahinmanfaatkan.

Ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah mengatakan apabila syarat itu

adalah syarat yang mendukung kelancaran akad itu, maka syarat itu

dibolehkan, namun apabila syarat itu bertentangan dengan tabiat akad rahn,

maka syaratnya batal. Kedua syarat dalam contoh tersebut, termasuk syarat

yang tidak sesuai dengan tabiat rahn, karenanya syarat itu dinyatakan batal.

Syarat yang dibolehkan itu, misalnya, untuk sahnya rahn itu, pihakmurtahin

minta agar akad itu disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi, sedangkan syarat

yang batal, misalnya, disyaratkan bahwa marhun itu tidak boleh dijual ketika

rahnitu jatuh tempo, danrahintidak mampu membayarnya.38

Sedangkan Hendi Suhendi menambahkan, dalam akad dapat dilakukan

dengan lafadz, seperti penggadai rahin berkata; “Aku gadaikan mejaku ini

dengan harga Rp 20.000” dan murtahin menjawab; “Aku terima gadai

mejamu seharga Rp 20.000”. Namun, dapat pula dilakukan seperti: dengan

surat, isyarat atau lainnya yang tidak bertentangan dengan akadrahn.39

3. Syaratmarhun bih, adalah :

38

Nasrun Haroen,Op.cit. hlm. 255. 39

(49)

a. Merupakan hak yang wajib dikembalikan kepadamurtahin;

b. Marhun bihitu boleh dilunasi denganmarhunitu;

c. Marhun bihitu jelas/tetap dan tertentu.

4. Syaratmarhun, menurut pakar fiqh, adalah:

a. Marhunitu boleh dijual dan nilainya seimbang denganmarhun bih;

b. Marhun itu bernilai harta dan boleh dimanfaatkan (halal);

c. Marhun itu jelas dan tertentu;

d. Marhun itu milik sahrahin;

e. Marhun itu tidak terkait dengan hak orang lain;

f. Marhun itu merupakan harta yang utuh, tidak bertebaran dalam beberapa

tempat; dan

g. Marhun itu boleh diserahkan, baik materinya maupun manfaatnya.40

3. Hak dan Kewajiban para Pihak Gadai Syariah

Menurut Abdul Aziz Dahlan,41bahwa pihak rahin dan murtahin, mempunyai

hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Sedangkan hak dan kewajibannya adalah

sebagai berikut:

1. Hak dan KewajibanMurtahin

a. Hak Pemegang Gadai

a.1 Pemegang gadai berhak menjual marhun, apabila rahin pada saat jatuh

tempo tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai orang yang

40Nasrun Haroen,Ibid, hal. 256.

41Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, Cetakan Keempat, PT. Ichtiar Baru Van

(50)

berhutang. Sedangkan hasil penjualan marhun tersebut diambil sebagian

untuk melunasimarhunbihdan sisanya dikembalikan kepadarahin;

a.2 Pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah

dikeluarkan untuk menjaga keselamatanmarhun;

a.3 Selama marhun bih belum dilunasi, maka murtahin berhak untuk

menahanmarhunyang diserahkan oleh pemberi gadai (hak retentie).

b. Kewajiban Pemegang Gadai

b.1 Pemegang gadai berkewajiban bertanggung jawab atas hilangnya atau

merosotnya hargamarhun, apabila hal itu atas kelalainnya;

b.2 Pemegang gadai tidak dibolehkan menggunakan marhun untuk

kepentingan sendiri; dan

b.3 Pemegang gadai berkewajiban untuk memberi tahu kepadarahinsebelum

diadakan pelelanganmarhun.

2. Hak dan Kewajiban Pemberi Gadai Syariah

a. Hak Pemberi Gadai

a.1. Pemberi gadai berhak untuk mendapatkan kembali marhun, setelah

pemberi gadai melunasimarhun bih;

a.2. Pemberi gadai berhak menuntut ganti kerugian dari kerusakan dan

hilangnyamarhun,apabila hal itu disebabkan oleh kelalaianmurtahin;

a.3. Pemberi gadai berhak untuk mendapatkan sisa dari penjualan marhun

Referensi

Dokumen terkait

Kata yang mengandung arti yang sama atau mirip disebut sinonim, seperti yang dikemukakan oleh J.W.M Verhaar (2001:394) “sinonim adalah kata-kata yang memiliki

ANALISIS RUGI-RUGI DAYA PADA TRANSFORMATOR DISTRIBUSI 15 kVA, 20 kV /400 Volt AKIBAT PENGARUH HARMONISASI). Sistem tenaga listrik di Indonesia didesain untuk bekerja pada

Lay out komik dapat diibaratkan meramu semua unsur dalam grafis meliputi warna, bentuk, merek, ilustrasi, tipografi menjadi sesuatu yang baru secara utuh dan

Skripsi ini membahas EM 1000 Multibeam Senar/cEchosounder Systems buatan perusahaan SIMRAD Norwegia, dengan kajian : sistem sonar dan akustik bawah air sebagai landasan teoritik

Diperoleh hasil bahwa terjadi rekondisi konsep awal alun-alun pada waktu tertentu yang disebabkan oleh kultur bahwa masjid dan alun- alun merupakan satu kesatuan, orientasi

Beberapa pengunjung berkomentar sama bahwa desain dan arsitektur Masjid Islamic Center Dato Tiro ini telah banyak mengundang daya tarik bagi masyarakat lokal

Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa krim ekstrak metanol daun pacar air efektif sebagai antijerawat, yang ditunjukkan dengan peningkatan zona hambat

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa lokasi usaha juga berpengaruh terhadap keberhasilan usaha rendang di Kota Payakumbuh. Hal ini merupakan faktor yang dapat