ANALISIS STUDI KOMPARATIF TENTANG PENERAPAN
TRADITIONAL COSTING CONCEPT DENGAN
ACTIVITY BASED COSTING
(Studi Kasus Pada Rumah Sakit Prikasih)SKRIPSI
Oleh:
Putri Trisyana Septiningtyas
NIM: 106082002547JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ANALISIS STUDI KOMPARATIF TENTANG PENERAPAN TRADITIONAL COSTING CONCEPT DENGAN
ACTIVITY BASED COSTING (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Prikasih)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Putri Trisyana Septiningtyas
106082002547
Di bawah bimbingan:
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Amilin,SE.,M.Si.,Ak Yessi Fitri,SE.,Ak.,M.Si
NIP. 19730615 200501 1 009 NIP. 19760924 200604 2 002
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Hari ini Selasa Tanggal Dua Puluh Lima bulan Mei Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Putri Trisyana Septiningtyas NIM 106082002547 dengan judul skripsi “Analisis Studi Komparatif Tentang Penerapan Traditional Costing Concept dengan Activity Based Costing (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Prikasih)”. Dengan memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untu memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 25 Mei 2010
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Rini,SE.,Ak.,M.si Zuwesty Eka Putri
Penguji I Penguji III
Hari ini, Senin Tanggal 6 September Tahun 2010 telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Putri Trisyana Septiningtyas, NIM: 106082002547 dengan judul skripsi “Analisis Studi Komparatif Tentang Penerapan Traditional Costing Concept dengan Activity Based Costing (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Prikasih)”.
Dengan memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untu memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 6 September 2010
Tim Penguji Ujian Skripsi
Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si Yessi Fitri. SE., Ak., M.Si
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Azam Jassin, MBA Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
Nama : Putri Trisyana Septiningtyas
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 19 September 1988
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jl. Jati Raya Utara No. 52 B RT.
05/06 Komplek TNI-AL Pondok Labu Jakarta Selatan 12450
Telepon : 021-7548859 / 08567215561
II. Pendidikan
1. 1994-2000 : SDN 07 Pagi Pondok Labu
2. 2000-2003 : SMPN 85 Jakarta
3. 2003-2006 : SMAN 66 Jakarta
4. 2006-2010 : Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
II. Latar Belakang Keluarga
Ayah : Sutrisno
Ibu : Puji Yuliati
Adik : M. Riskian Pradityo
Alamat : Jl. Jati Raya Utara No. 52 B RT.
05/06 Komplek TNI-AL Pondok Labu Jakarta Selatan 12450
COMPARATIVE STUDY ANALYSIS IN DETERMINING THE HOSPITAL ROOM RATES BY TRADITIONAL COSTING METHOD AND
ACTIVITY BASED COSTING (Case Study In Prikasih Hospital Jakarta)
By: Putri Trisyana Septiningtyas
Abstract
This research compared the traditional method of cost calculation with activity based costing (ABC) in determining the inpatient room rate at Prikasih Hospital. This research uses descriptive analytical method. Data obtained by analyzing documents, participant observation, interviews with chief accounting company then compared with the existing literature.
Implementation of activity based costing (ABC) provides an excellent effect in improving efficiency and resource activities. Calculation of costs with ABC is able to produce cheaper and more accurate when compared with traditional approaches. In the end Prikasih Hospital is able to provide affordable rates for patients.
ANALISIS STUDI KOMPARATIF DALAM MENENTUKAN TARIF KAMAR RAWAT INAP RUMAH SAKIT MELALUI TRADITIONAL
COSTING METHOD DAN ACTIVITY BASED COSTING (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Prikasih Jakarta)
Oleh: Putri Trisyana Septiningtyas
Abstrak
Penelitian ini membandingkan perhitungan biaya metode tradisional dengan perhitungan biaya berdasar aktivitas (ABC) dalam menentukan tarif kamar rawat inap pada Rumah Sakit Prikasih. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Data diperoleh dengan menganalisa dokumen, observasi partisipan, serta wawancara dengan kepala akuntansi perusahaan kemudian dibandingkan dengan literature yang ada.
Penerapan metode biaya berdasar aktivitas (ABC) memberikan dampak yang sangat baik dalam meningkatkan efisiensi dan aktivitas sumber daya. Perhitungan biaya dengan ABC mampu menghasilkan biaya yang lebih murah dan lebih akurat bila dibandingkan dengan pendekatan tradisional. Pada akhirnya Rumah Sakit Prikasih mampu menyediakan tarif yang terjangkau bagi pasien.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dengan judul “Analisis Studi Komparatif Dalam Menentukan Tarif Kamar rawat Inap Rumah Sakit Melalui Metode Traditional Costing dan Activity Based Costing (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Prikasih Jakarta ) ini ditulis sebagai salah satu syarat guna meraih gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan skripsi ini mulai dari pengajuan proposal, pengumpulan data, perhitungan data, hingga persetujuan akhir, penulis tidak dapat berbuat banyak tanpa adanya bantuan, dorongan serta dukungan yang baik berupa materiil dan spiritual dari orang-orang yang berada di sekeliling penulis. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua, tiada kata yang pantas dan sepadan untuk mengucapkan terima kasih atas kasih sayang, doa, pengorbanan, kesabaran, perhatian, serta dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis sangat ingin membahagiakan kalian dan membuat kalian selalu tersenyum. Terima kasih untuk Ibu dan Bapak.
2. Adik-adikku, Mochammad Riskian Pradityo, Khansa Dya Ghassani,
Dya’Gung Tirafi, Gading Unggul Hadikasoem, Feliannisa Fertriandari, dan M. Bintang Ferio yang selalu mendoakan dan memberi semangat kepada penulis.
3. Kepada keluargaku, Agus Miyanto beserta istri Sri Sukendyah, Tri Waluyo beserta istri Feri Itoenk, Mochammad Soleh, SH beserta istri Retno Widiastuti, Heri Teguh Santoso, M.Si beserta istri Yekti Rahayu, S.Sos, serta Nenek dan Kakek terima kasih yang tak terhingga atas dukungannya baik moril maupun materi.
5. Bapak Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si selaku Dosen Pembimbing I terima kasih atas arahan, saran, dan motivasi dalam pembuatan skripsi ini serta telah meluangkan waktu dan kesabarannya untuk membimbing penulis.
6. Ibu Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi dan Dosen Pembimbing II terima kasih atas arahan, saran, dan motivasi dalam pembuatan skripsi ini serta telah meluangkan waktu dan kesabarannya untuk membimbing penulis.
7. Bapak Afif sulfa, SE., Ak., M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
9. Bapak Arie Sudirman selaku Kepala Akuntansi Rumah sakit Prikasih terima kasih atas waktu, arahan, dan kesediaannya dalam memberi segala informasi yang dibutuhkan terkait dengan skripsi ini.
10. Sahabatku, Rosliana Mustika Dewi dan Novitasari terima kasih atas perhatian, bantuan, serta motivasi kalian. Kalian adalah sahabat terbaikku sekarang dan selamanya.
11. Teman terbaikku, Eka Putri Pertiwi, Dila Fadhilatun Nisa, Rosliana Mustika Dewi dan Novitasari yang tergabung dalam Belle Community. Terima kasih atas doa dan semangat teman-teman. Sukses terus untuk Kita.
12. Seluruh teman-teman Akuntansi A Angkatan 2006 dan teman-teman
Akuntansi Manajemen E Angkatan 2006 terima kasih atas kerjasamanya. 13. Dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima
ksaih atas segala bantuan dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Di penghujung kata pengantar ini, penulis meminta kontribusi posistif atas masukan konstruktif dari berbagai kekurangan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua yang terkait.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ……… i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ………. ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ……….. iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………... iv
ABSTRACT ……….. v
ABSTRAK ………vi
KATA PENGANTAR ……….vii
DAFTAR ISI ……… ix
DAFTAR TABEL ………... xi
DAFTAR GAMBAR ………..xiii
DAFTAR LAMPIRAN ………..xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ………..………...1
B. Perumusan Masalah ………..………....9
C. Tujuan Penelitian ……….….………10
D. Manfaat Penelitian ……….………..…...11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Akuntansi Biaya ………..12
1. Klasifikasi Umum Biaya ……….…14
2. Jenis-Jenis Metode Dalam Akuntansi Biaya ………...20
B. Pengertian Traditional Costing Method ………23
C. Kelebihan dan Kelemahan Traditional Costing Method …29 D. Pengertian Activity Based Costing ………32
E. Kelebihan dan Kelemahan Activity Based Costing ……...43
F. Perbedaan Traditional Costing Method dengan Activity Based Costing ………..49
G. Prosedur Pembebanan Biaya Dua Tahap ...51
H. Kerangka Pemikiran ………...…..53
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ………...58
B. Metode Pengumpulan Data ………...…..58
C. Metode Analisis Data ………..59
D. Definisi Operasional Variabel Penelitian dan Pengukurannya60 1. Activity Based costing ………...…60
2. Traditional Costing Method ………...61
BAB IV PEMBAHASAN A. Company Profile Rumah Sakit Prikasih ………62
B. Perhitungan Konsep Biaya Tradisional Menurut Rumah Sakit………69
1. Mengidentifikasi, Mendefinisikan Aktivitas dan Pul Aktivitas ………... 91
2. Menelusuri Biaya Overhead Secara Langsung Ke Aktivitas dan Objek Biaya ………..92
3. Membebankan Biaya Ke Pul Biaya Aktivitas ………93
4. Menghitung Tarif Aktivitas ……….101
5. Membebankan biaya Ke Objek Biaya dengan Menggunakan Tarif Aktivitas ……….105
6. Menyiapkan Laporan Manajemen ………108
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
1.1 Fenomena yang Menggambarkan Tentang
Beberapa Perusahaan yang Menerapkan Sistem
Activity Based Costing ………... 4 2.1 Perbedaan antara Perhitungan Biaya Berdasarkan
Pesanan dan Perhitungan Biaya Berdasarkan Proses ... 26
2.2 Penelitian Terdahulu ……… 55
4.1 Gaji dan Tunjangan yang Diterima Tiap Orang Perawat
Kamar Flamboyan Per Jam Kerja ……… 76
4.2 Jam Kerja (Shift) Perawat Kamar Flamboyan ……….. 76
4.3 Gaji dan Tunjangan yang Diterima Tiap Orang Perawat
Kamar Mawar Per Jam Kerja ……… 79
4.4 Jam Kerja (Shift) Perawat Kamar Mawar ……… 80
4.5 Gaji dan Tunjangan yang Diterima Tiap Orang Perawat
Kamar Teratai Per Jam Kerja ……….. 83
4.6 Jam Kerja (Shift) Perawat Kamar Teratai ………….... 83 4.7 Gaji dan Tunjangan yang Diterima Tiap Orang Perawat
Kamar Melati Per Jam Kerja ……… 86
4.8 Jam Kerja (Shift) Perawat Kamar Melati …………. 87
4.9 Biaya Overhead Per Ruang Perawatan ……… 89
4.10 Keputusan tariff Kamar Rawat Inap untuk Tahun 2010 90
4.11 Pul Biaya Aktivitas Kamar Rawat Inap ……….. 92
4.12 Biaya Overhead Per Ruang Perawatan ……… 93
4.13 Hasil Wawancara Distribusi Aktivitas Konsumsi Sumber Daya Lintas Pul Biaya Aktivitas-Flamboyan ………… 94 4.14 Alokasi Tahap Pertama (First Stage Allocation) Ke Pul
4.15 Hasil Wawancara Distribusi Aktivitas Konsumsi Sumber Daya Lintas Pul Biaya Aktivitas-Mawar ……….. 96 4.16 Alokasi Tahap Pertama (First Stage Allocation) Ke Pul
Biaya Aktivitas-Mawar ……….. 97
4.17 Hasil Wawancara Distribusi Aktivitas Konsumsi Sumber Daya Lintas Pul Biaya Aktivitas-Teratai …………... 98 4.18 Alokasi Tahap Pertama (First Stage Allocation) Ke Pul
Biaya Aktivitas-Teratai ……….. 99
4.19 Hasil Wawancara Distribusi Aktivitas Konsumsi Sumber Daya Lintas Pul Biaya Aktivitas-Melati ………. 100 4.20 Alokasi Tahap Pertama (First Stage Allocation) Ke Pul
Biaya Aktivitas-Melati ……… 101
4.21 Data yang Berkaitan dengan Kamar Flamboyan ……. 102
4.22 Data yang Berkaitan dengan Kamar Mawar ………… 102
4.23 Data yang Berkaitan dengan Kamar Teratai ………… 102
4.24 Data yang Berkaitan dengan Kamar Melati ………… 103
4.25 Perhitungan Tarif Aktivitas – Flamboyan …………. 103
4.26 Perhitungan Tarif Aktivitas – Mawar ……… 104
4.27 Perhitungan Tarif Aktivitas – Teratai ……… 104
4.28 Perhitungan Tarif Aktivitas – Melati ……… 104
4.29 Perhitungan Biaya Overhead – Flamboyan ………... 105
4.30 Perhitungan Biaya Overhead – Mawar ………. 106
4.31 Perhitungan Biaya Overhead – Teratai ……… 107
4.32 Perhitungan Biaya Overhead – Melati ………. 108
4.33 Perhitungan Tarif Kamar Rawat Inap Menggunakan
Activity Based Costing ………. 108 4.34 Direct Cost, Direct Labor, dan Overhead Per Hari Per
Ruang Perawatan dengan Traditional Costing Method 109 4.35 Perbandingan Tarif Kamar Rawat Inap Antara
Pendekatan Saat Ini, (Traditional Costing Method),
DAFTAR GAMBAR
Gambar Keterangan Halaman
2.1 Ringkasan Terminologi Biaya ... 17
2.2 The Volume-Based Two-Stage Procedure ... 52
2.3 The Activity-Based Two-Stage Procedure ... 53
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Keterangan Halaman
1 Laporan Laba Rugi Tahun 2009-Flamboyan …….. 122
2 Laporan Laba Rugi Tahun 2009-Mawar ………… 123
3 Laporan Laba Rugi Tahun 2009-Teratai ………… 124
4 Laporan Laba Rugi Tahun 2009-Melati …………. 125
5 Daftar Tarif Kamar Rawat Inap RS. Prikasih ……. 126
6 Fasilitas Kamar Rawat Inap RS. Prikasih ……….. 129
7 Biaya Overhead Per Ruang Perawatan …………. 130
8 Data Karyawan Per 31 Desember ……….. 131
9 Direct Cost, Direct labor, Overhead Per Hari
Per Ruang Perawatan ………. 132
10 Berita Acara Wawancara ……… 133
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Regionalisasi ekonomi di Asia Tenggara dan kemunculan Asia Free
Trade Area (AFTA) sejak tahun 1980-an, telah terjadi serangkaian perubahan
fundamental di dunia, antara lain:
1. Munculnya lingkungan ekonomi dunia yang kompetitif dan terjadinya
perubahan cepat menuju ekonomi berorientasi pasar khususnya di Eropa
eks-sosialis dan juga di Asia yang ditandai dengan adanya reformasi
ekonomi melalui privatisasi, deregulasi dan liberalisasi.
2. Terjadinya revolusi teknologi informasi yang memungkinkan peningkatan
secara luar biasa transaksi perdagangan dan saling ketergantungan antar
negara di dunia.
3. Meningkatnya regionalisasi yang ditandai dengan munculnya pengaturan
perdagangan dan investasi dalam lingkup regional di berbagai belahan
dunia.
Berbagai kecenderungan tersebut kemudian mendorong para pemimpin
negara Asia, khususnya negara-negara anggota ASEAN, untuk mendirikan
suatu organisasi ekonomi regional di Asia Tenggara. Setelah melalui
serangkaian negosiasi dan perdebatan yang panjang, pada Millenium Summit
ke-4 ASEAN di Singapura tahun 1992, ASEAN yang saat itu masih
dan Thailand) sepakat membentuk kawasan perdagangan bebas ASEAN
(AFTA) dalam rentang waktu 15 tahun dimulai sejak 1 Januari 1993 dan
dengan adanya kawasan perdagangan bebas tersebut maka seluruh negara
anggota ASEAN akan mengurangi hambatan arus perdagangan dan investasi
antar mereka secara bertahap hingga tahun 2008 yang diletakkan dalam skema
Common Effective Preferential Tariff (CEPT). Inti dari CEPT dalam
persetujuan AFTA adalah pengurangan berbagai tarif impor dan penghapusan
hambatan non-tarif atas perdagangan dalam lingkup ASEAN. Hal ini
membawa implikasi bagi Indonesia berupa perubahan harga relatif
produk-produk Indonesia yang diekspor ke negara-negara ASEAN di samping akan
menjadi insentif bagi masuknya investasi asing yang selama ini menjadi salah
satu pilar untuk memutar roda perekonomian nasional. Oleh karena itu, dalam
hal ini profil perdagangan dan investasi Indonesia, dengan perbandingan profil
negara-negara anggota lainnya, sangat penting diketahui guna melihat sejauh
mana AFTA akan membawa dampak positif bagi Indonesia. Pertama dan yang
paling penting dalam sistem ekonomi pasar adalah perdagangan (Dodik
Ariyanto, 2010:3).
Sebagai konsekuensi logis sistem perdagangan bebas, Indonesia sudah
barang tentu akan dihadapkan pada negara-negara partner ekonomi di dalam
organisasi AFTA yang menjanjikan berbagai peluang keuntungan. Namun
pada saat yang sama, Indonesia juga akan mempunyai pesaing-pesaing baru
karena prinsip perdagangan bebas (yang menjadi landasan AFTA) akan
masing-masing, di mana pada akhirnya hanya negara yang punya
keunggulan komparatif terbesarlah yang cenderung meraih keuntungan
optimal.
Keadaan persaingan global dewasa ini pada akhirnya menuntut para
pengusaha agar lebih efisien dan efektif dalam kegiatan operasionalnya
sehari-hari, di mana pasar menginginkan produk (barang atau jasa) dengan harga
yang murah dan berkualitas baik. Tinggi atau rendahnya harga suatu produk
tentu akan berpengaruh terhadap posisi produk di pasar. Faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan untuk menentukan harga suatu produk dapat
diperoleh dari informasi keuangan atau produksi yang baik (tidak terdistorsi).
Dalam menentukan biaya ada beberapa metode yang digunakan antara lain
sistem tradisional dan sistem Activity Based Costing (ABC). Sistem tradisional
memfokuskan pengendaliannya terhadap biaya dengan cara menghubungkan
biaya dengan manajer yang mempunyai wewenang atas terjadinya biaya. Pada
kenyataanya sekarang ini banyak biaya overhead pabrik yang tidak
berhubungan dengan volume produk yang diproduksi akibatnya sistem
akuntansi biaya tradisional dapat menghasilkan perhitungan biaya yang
terdistorsi. Memakai cara pendekatan sistem biaya tradisional, harga pokok
produksi suatu produk dapat menjadi lebih tinggi atau terlalu rendah karena
semua biaya yang terjadi dialokasikan berdasarkan volume. Informasi harga
pokok tersebut dapat menyesatkan manajemen dalam menentukan harga jual
yang dapat diterima pasar dengan baik. Untuk mengatasi permasalahan
kekurangan-kekurangan dari sistem biaya tradisional yaitu sistem biaya berdasarkan
aktivitas. Activity Based Costing (ABC) mengalokasikan seluruh biaya yang
terjadi dalam proses produksi berdasarkan aktivitas sehingga informasi
tersebut dapat lebih tepat dalam penentuan harga jualnya. Sistem ABC dapat
menyediakan informasi perhitungan biaya yang lebih baik dan dapat
membantu manajemen mengelola perusahaan secara efisien serta memperoleh
pemahaman yang lebih baik atas keunggulan kompetitif, kekuatan, dan
kelemahan perusahaan (Blocher, 2006:225-226). Dalam lingkungan yang
memiliki keanekaragaman produk, sistem ABC menjanjikan keakuratan yang
lebih baik, dan keputusan dibuat berdasarkan fakta yang benar (Hansen
Mowen, 2006:153).
Tabel 1.1 di bawah ini adalah fenomena yang menggambarkan tentang
beberapa perusahaan yang menerapkan sistem activity based costing.
Tabel 1.1
Fenomena yang Menggambarkan Tentang Beberapa Perusahaan yang Menerapkan Sistem Activity Based Costing
Nama Perusahaan
Penerapan Activity Based
Costing (ABC) Sumber
Euclid Engineering
• Sebagai hasil dari
penelitian ABC, manajer
Robert.S Kaplan dan Robin Cooper,Cost and Effect:Using Integrated Cost Systems to Drive Profitability and Performance
(Boston:Harvard Business School Press,1998),hal.219-222.
Tabel 1.1 (Lanjutan) Nama
Perusahaan
Penerapan Activity Based
Costing (ABC) Sumber
• Penelitian ABC juga membantu Euclid dalam
• Analisis ABC tentang overhead perusahaan mengindikasikan bahwa terjadi distorsi biaya. Biaya rata-rata dari pengiriman sepeda lebih kecil 4.64% dari yang seharusnya.
• Setelah menggunakan ABC dalam analisis biaya, kini perusahaan mampu menciptakan solusi-solusi inovatif sesuai dengan tujuan pelanggan da lebih menghasilkan laba, dengan praktik bisnis yang lebih baik di tiap harinya.
Susan Greco,”Are We
informasi yang lebih baik tentang biayanya.
• Sistem ABC kemudian digunakan untuk
memperkirakan biaya rata -rata per hari rawat inap pasien dalam tingkatan penyakit yang berbeda.
Sidney J.Baxendale dan Victoria Dornbusch,”Activity Based Costing For A
Hospice,”Strategic
Finance,Maret 2000,hal 65-70.
Activity Based Costing (ABC) digunakan baik itu untuk industri jasa
maupun industri manufaktur. Industri yang akan diteliti pada penelitian ini
adalah rumah sakit. Perlu kita ketahui bahwa rumah sakit sebagai organisasi
yang berhubungan langsung dengan masyarakat memerlukan sebuah sistem
yang tepat dan akurat dalam menetapkan biaya pengobatan bagi masyarakat
yang sedang terganggu kesehatannya.
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi seluruh manusia,
karena kesehatan inti dalam kehidupan. Kesehatan harus mendapatkan
perhatian yang serius karena kesehatan itu mahal harganya. Jika kesehatan
menjadi masalah bagi masyarakat itu akan menurun dan akan berdampak pada
produktivitasnya. Oleh karena itu, kesehatan harus dijaga agar segala aktivitas
dalam kehidupan dapat diselesaikan sebaik-baiknya. Dalam pertumbuhan
kehidupan masyarakat yang terus berkembang telah meningkatkan kesadaran
terhadap pentingnya kesehatan. Hal ini ditambah dengan makin beragamnya
jenis penyakit yang muncul di masyarakat.
Penelitian mengenai peranan dan kendala penerapan activity based
costing (ABC) dalam industri jasa pernah dilakukan oleh Aristanti
Widyaningsih (2009). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ABC mampu
menciptakan keanekaragaman dari konsumsi sumber daya dan menunjukkan
bahwa sistem ABC sangat berguna untuk diterapkan pada perusahaan jasa.
Penelitian mengenai penerapan ABC dilakukan oleh Charoline Cheisviyanny
(2007). Hasil penelitian menunjukkan ABC juga dapat digunakan untuk
oleh Nunik L (2007), meneliti ABC sebagai metode untuk mengatasi
kekurangan sistem biaya tradisional. Hasilnya menunjukkan bahwa ABC
membantu sistem biaya tradisional dalam menentukan biaya overhead agar
lebih tepat dan akurat. Analisis penerapan ABC dalam produksi program acara
televisi pernah dilakukan oleh Silky Ionian (2008) dan hasilnya menunjukan
bahwa metode biaya berdasarkan aktivitas memberikan dampak yang sangat
baik dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi penggunaan sumber daya
internal dalam kaitannya dengan proses produksi.
Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
terletak pada:
1. Penambahan variabel
Pada penelitian ini peneliti menambahkan traditional costing method
dalam perhitungan biaya.
2. Perbedaan industri yang diteliti
Jenis industri yang dipilih dalam penelitian ini adalah industri jasa,
yaitu Rumah Sakit Prikasih yang berada di Jalan Fatmawati No.74 Jakarta
Selatan, dikarenakan tempatnya yang strategis dekat dengan pusat aktivitas
di antaranya yaitu Pasar Pondok Labu, Sekolah SMPN 85 dan SMAN 34
Jakarta serta dekat dengan Perumahan Komplek Angkatan Laut. Pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit Prikasih di antaranya seperti kegiatan
poliklinik spesialis, kamar bedah dan kamar operasi, ICU, laboratorium,
radiologi, instalansi, farmasi, fisioterapi yang mencakup pelayanan
penunjang medik.
Industri jasa dan industri manufaktur sebagai sebuah organisasi tentu
saja dituntut untuk mengotimalkan sumber daya dan dana yang dimiliki
dengan lebih efisien dan efektif. Rumah sakit sebagai organisasi pelayanan
kesehatan tentu saja dituntut dapat memberikan pelayanan yang terbaik yang
harus mengedepankan fungsi sosialnya untuk menjalankan kegiatannya untuk
menjamin kelangsungan hidup. Pada tarif pelayanan kesehatan yang
dibebankan oleh setiap rumah sakit kepada konsumen berbeda satu sama
lainnya. Berbicara tentang masalah kualitas, maka hal ini berkaitan langsung
dengan biaya yang dibutuhkan serta harga atau tarif yang ditetapkan untuk
produk dan jasa tersebut. Biasanya suatu produk atau jasa yang berkualitas
sangatlah mahal harganya. Biaya rumah sakit bagi masyarakat sangat mahal,
seperti biaya resep obat-obatan yang harus mereka beli di apotek yang
harganya juga tidak murah karena produsen obat masih mengimpor bahan
baku obat dari luar negeri. Banyak dari masyarakat ketika sakit harus
menjalani rawat inap di rumah sakit merasa sangat berat beban mereka karena
biaya yang dikeluarkan cukup besar. Bagi masyarakat kelas menengah ke
bawah hanya dapat menikmati ruang rawat inap kelas II atau kelas III dengan
pelayanan yang minim dan harus membuang jauh-jauh harapan mereka untuk
bisa dirawat di kelas VIP. Hal ini mungkin dikarenakan penetapan harga
mengakibatkan penentuan biaya masih cukup besar. Sama halnya dengan
industri manufaktur yang memproduksi barang kemudian menjualnya kepada
konsumen, perusahaan dituntut untuk meningkatkan produktivitas dan
menghasilkan produk yang lebih fungsional, dan meningkatkan efisiensi.
Menurut Lilis Yulifah (2004:43), harga jual suatu produk sering sudah
terbentuk di pasar, akan tetapi dalam penerapannya tetap harus
memperhatikan biaya produk tersebut. Hal ini karena perusahaan harus
mengetahui apakah harga yang Ia tetapkan memberi keuntungan atau tidak.
Biaya produk ini merupakan informasi internal yang dihasilkan oleh suatu
sistem akuntansi yaitu akuntansi biaya.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian studi komparatif di Rs. Prikasih yang berlokasi di Jl.
Fatmawati No. 74 Jakarta Selatan dalam penentuan tarif kamar rawat inap
dengan Judul “Analisis Studi Komparatif Dalam Menentukan Tarif Kamar Rawat Inap Rumah Sakit Melalui Traditional Costing Method Dan Activity Based Costing (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Prikasih Jakarta)”.
B. Perumusan Masalah
Mengingat keterbatasan pengetahuan dan data yang diperoleh serta
terlalu luasnya pembahasan, maka dalam penelitian ini hanya membahas
tentang analisis penentuan tarif kamar rawat inap rumah sakit melalui
belakang masalah yang peneliti uraikan di atas, maka pokok masalah yang ada
dalam skripsi ini adalah:
1. Bagaimana perhitungan biaya metode traditional costing method jika
diterapkan pada industri jasa?
2. Bagaimana perhitungan biaya metode activity based costing jika
diterapkan pada industri jasa?
3. Apakah metode activity based costing dapat menghasilkan perhitungan
biaya yang lebih menguntungkan dibandingkan metode traditional costing
method?
4. Keputusan apa yang akan dipilih oleh manajemen dari hasil perhitungan
dua metode tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Perhitungan biaya metode traditional costing method jika diterapkan pada
industri jasa.
2. Perhitungan biaya metode activity based costing jika diterapkan pada
industri jasa.
3. Metode activity based costing dapat menghasilkan perhitungan biaya yang
lebih menguntungkan dibandingkan metode traditional costing method.
4. Keputusan yang akan dipilih oleh manajemen dari hasil perhitungan dua
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat bagi:
1. Manajemen rumah sakit, diharapkan skripsi ini dapat menjadi bahan
masukan, saran, ataupun bahan informasi untuk menentukan sistem yang
tepat dalam perhitungan biaya pada industri jasa.
2. Pegawai rumah sakit, diharapkan skripsi ini dapat meningkatkan kualitas
pegawai.
3. Pasien, diharapkan skripsi ini dapat menjadi bahan pertimbangan dakam
menggunakan jasa rumah sakit.
4. Masyarakat, diharapkan skripsi ini dapat membantu pemerintah dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Akuntansi Biaya
Pengertian akuntansi biaya menurut Mulyadi (2005:7) adalah “akuntansi
biaya sebagai proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, dan penyajian
biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa dengan cara-cara tertentu
serta penafsiran-penafsiran terhadapnya”. Carter and Usry (2006:11)
menyebutkan bahwa “akuntansi biaya melengkapi manajemen dengan alat
yang diperlukan untuk aktivitas-aktivitas perencanaan dan pengendalian,
memperbaiki kualitas dan efisiensi, serta membuat keputusan-keputusan yang
bersifat rutin maupun strategis”.
Menurut Armanto Witjaksono (2006:45) dalam Siti Nurhasanah (2008:8)
“akuntansi biaya melengkapi manajemen dengan perangkat akuntansi untuk
meningkatkan perencanaan dan pengendalian”. Perencanaan di sini berarti
memilih objek yang hendak dicapai dan cara-cara untuk mencapainya.
Perencanaan dalam akuntansi biaya membantu manajemen dalam menetapkan
anggaran (budget), dan biaya yang ditentukan di muka (predetermined cost).
Sejalan dengan makin meningkatnya kebutuhan pihak manajemen
perusahaan akan informasi keuangan, maka keberadaan akuntansi biaya dalam
memperoleh data yang relevan sangat dibutuhkan. Hal ini mendorong semakin
berkembangnya akuntansi biaya agar dapat memberikan sumbangan yang
Pengendalian berarti mengarahkan kegiatan-kegiatan sehingga hasil yang
dicapai sesuai dengan yang direncanakan. Pengendalian berhubungan dengan
masa sekarang, dengan membandingkan hasil yang dicapai dengan budget
yang telah ditetapkan sebelumnya dan bila terjadi penyimpangan dilakukan
tindakan perbaikan atas penyimpangan tersebut. Selain itu, akuntansi biaya
menyediakan informasi mengenai pendapatan dan biaya yang berbeda yang
dapat berasal dari tindakan-tindakan alternatif. Berdasarkan informasi ini,
manajemen membuat keputusan-keputusan jangka pendek dan jangka panjang
mengenai memasuki pasar baru, mengembangkan produk baru, menghentikan
produk individual atau seluruh lini produk, membeli atau membuat sendiri
suatu komponen yang diperlukan oleh suatu produk, serta membeli atau
melakukan sewa guna usaha (leasing) (Carter and Usry, 2006:15).
Dari ketiga definisi di atas, dapat disimpulkan yang dimaksud dengan
akuntansi biaya adalah proses mengidentifikasi, mendefinisikan, mengukur,
melaporkan, dan menganalisis berbagai unsur biaya untuk menyajikan biaya
produksi barang atau jasa dengan cara tertentu disertai penafsirannya untuk
meningkatkan perencanaan dan pengendalian, untuk memperbaiki kualitas dan
efisiensi, serta membuat keputusan-keputusan yang bersifat rutin maupun
strategis. Tujuan akuntansi biaya menurut Bastian dan Nurlela (2009:11)
adalah menyajikan informasi biaya yang akurat dan tepat bagi manajemen
dalam mengelola perusahaan atau defisi secara efektif. Oleh karena itu, perlu
dikelompokkan sesuai dengan tujuan apa informasi biaya tersebut digunakan,
”different cost different purpose” artinya berbeda biaya berbeda tujuan. Di
bawah ini adalah klasifikasi umum biaya dan jenis-jenis metode dalam
akuntansi biaya menurut Garrison and Noreen (2006) dan Carter and Usry
(2006).
1. Klasifikasi Umum Biaya
Klasifikasi biaya sangat penting guna membuat ikhtisar atas data biaya
untuk tujuan penyusunan laporan keuangan, untuk memprediksi perilaku
biaya, untuk pembebanan biaya ke objek biaya, serta untuk pembuatan
keputusan. Garrison and Noreen (2006:50), mengklasifikasikan biaya
sebagai berikut:
a.Biaya Produksi (Manufacturing Cost)
1) Bahan Langsung (Direct Material)
2) Tenaga Kerja Langsung (Direct Labor)
3) Overhead
b.Biaya Non Produksi (Non-manufacturing)
c.Biaya Variabel (Variable Cost)
d.Biaya Tetap (Fixed Cost)
e.Biaya Langsung (Direct Cost)
f. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost)
g.Biaya Diferensial (Differential Cost)
h.Biaya Tertanam (Sunk Cost)
i. Biaya Kesempatan (Opportunity Cost)
a. Biaya Produksi (Manufacturing Cost)
Yaitu semua biaya untuk merubah bahan mentah menjadi produk
jadi. Biaya ini diklasifikasikan menjadi:
1) Bahan Langsung
Bahan langsung adalah bahan yang digunakan untuk
menghasilkan produk jadi disebut bahan baku atan bahan metah
(raw material). Bahan baku berkaitan dengan semua jenis bahan
yang digunakan dalam pembuatan produk jadi; dan produk jadi
suatu perusahaan dapat menjadi bahan baku perusahaan lainnya.
Bahan langsung (direct material) adalah bahan yang menjadi
bagian tak terpisahkan dari produk jadi, dan dapat ditelusuri
secara fisik dan mudah ke produk tersebut.
2) Tenaga Kerja Langsung
Istilah tenaga kerja langsung (direct labor) digunakan untuk biaya
tenaga kerja yang dapat ditelusuri dengan mudah ke produk jadi.
Tenaga kerja langsung biasanya disebut juga tenaga kerja manual
(touch labor) karena tenaga kerja langsung melakukan kerja
tangan atas produk pada saat produksi. Biaya tenaga kerja yang
tidak dapat ditelusuri secara fisik dalam pembuatan produk
disebut tenaga kerja tidak langsung (indirect labor).
3) Overhead Pabrik
Overhead pabrik (manufacturing overhead) mencakup seluruh
tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik termasuk bahan
tidak langsung, tenaga kerja tidak langsung, pemeliharaan dan
perbaikan peralatan produksi, listrik dan penerangan, pajak
properti, depresiasi, dan asuransi fasilitas-fasilitas produksi.
Menurut Bastian dan Nurlela (2009:219), overhead pabrik adalah
bahan baku tidak langsung dan tenaga kerja tidak langsung
lainnya yang tidak dapat ditelusuri secara langsung ke produk
selesai atau tujuan akhir biaya. Istilah lain yang digunakan untuk
overhead pabrik adalah biaya produksi tidak langsung.
b. Biaya Non Produksi (Non-manufacturing)
Umumnya, dibagi menjadi dua yaitu biaya pemasaran dan biaya
administrasi. Biaya pemasaran meliputi semua biaya yang diperlukan
untuk menangani pesanan konsumen dan memperoleh produk atau
jasa untuk disampaikan kepada konsumen. Contoh biaya pemasaran
adalah pengiklanan, pengiriman, komisi penjualan, dan lainnya.
Biaya administrasi meliputi pengeluaran eksekutif, organisasional,
dan klirekal yang berkaitan dengan manajemen umum organisasi.
Contoh dari biaya administrasi adalah gaji eksekutif, akuntansi
umum, kesekretariatan, humas dan lainnya. Secara singkat ringkasan
Sumber: Garrison dan Noreen (2006:52)
Gambar 2.1
Ringkasan Terminologi Biaya
a. Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang berubah secara proporsional
dengan perubahan aktivitas. Aktivitas tersebut dapat diwujudkan
dengan berbagai bentuk seperti unit yang diproduksi, yang dijual,
jarak kilometer yang dituju, jumlah tempat tidur yang digunakan,
jam kerja, dan sebagainya. Contoh yang bagus untuk
menggambarkan biaya variabel adalah biaya bahan langsung.
Biaya bahan langsung yang digunakan selama satu periode akan Biaya Produksi
Biaya Administrasi Overhead Bahan Langsung
Biaya Pemasaran atau Penjualan
Tenaga Kerja Langsung
Biaya Konversi Biaya Utama
bervariasi sesuai dengan tingkat unit yang dihasilkan. Salah satu
aspek yang menarik dalam biaya variabel adalah bahwa biaya
variabel selalu konstan apabila dinyatakan dalam harga per unit.
Menurut Bastian dan Nurlela (2009:23), biaya variabel adalah
biaya yang berubah sebanding dengan perubahan volume produksi
dalam rentang relevan tetapi secara per unit tetap.
b. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang selalu tetap secara keseluruhan tanpa
terpengaruh oleh tingkat aktivitas. Menurut Bastian dan Nurlela
(2009:25), biaya tetap adalah biaya yang secara totalitas bersifat
tetap dalam rentang relevan tertentu, tetapi secara per unit berubah.
Contoh biaya tetap adalah beban penyusutan, asuransi, pajak
properti, sewa, gaji supervisor dan sebagainya.
c. Biaya Langsung
Biaya langsung (direct cost) adalah biaya yang dapat dengan
mudah ditelusuri ke objek biaya yang bersangkutan.
d. Biaya Tidak Langsung
Biaya tidak langsung (indirect cost) adalah biaya yang tidak dapat
ditelusuri dengan mudah ke objek biaya yang bersangkutan. Untuk
dapat ditelusuri ke objek biaya seperti produk tertentu, biaya
tersebut pasti disebabkan oleh objek biaya. Common cost adalah
e. Biaya Diferensiasi
Biaya diferensiasi (differential cost) adalah keputusan melibatkan
proses pemilihan dari berbagai alternatif yang ada. Dalam
keputusan bisnis, setiap alternatif memiliki konsekuensi biaya dan
manfaat yang harus dibandingkan dengan biaya dan manfaat akan
diperoleh dari alternatif lain yang tersedia. Biaya diferensial
disebut juga biaya marginal atau biaya inkremental.
f. Opportunity Cost
Biaya kesempatan atau biaya peluang (opportunity cost) adalah
manfaat potensial yang akan hilang bila salah satu alternatif telah
dipilih dari sejumlah alternatif yang tersedia. Biaya kesemapatan
tidak selalu dicatat dalam akuntansi organisasi, tetapi merupakan
biaya yang harus selalu dipertimbangkan dalam setiap pengambilan
keputusan.
g. Sunk Cost
Biaya tertanam (sunk cost) adalah biaya yang telah terjadi dan
tidak dapat diubah oleh keputusan apapun yang dibuat saat ini atau
pun masa yang akan datang. Karena biaya tertanam tidak dapat
diubah oleh keputusan apapun, biaya tertanam bukanlah biaya
diferensial. Oleh karenanya biaya diferensial dapat diabaikan
2. Jenis-jenis Metode Dalam Akuntansi Biaya
Metode dalam akuntansi biaya menurut Carter and Usry (2006:127-495)
terbagi menjadi enam jenis, yaitu perhitungan biaya berdasarkan pesanan
(job order costing); perhitungan biaya berdasarkan proses (process
costing); perhitungan biaya untuk produk sampingan (by product) dan
produk gabungan (joint product); biaya mutu (the cost of quality); just in
time dan backflushing; perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (activity
based costing) dan manajemen berdasarkan aktivitas (activity based
management)
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Perhitungan Biaya Berdasarkan Pesanan (Job Order Costing)
Sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan adalah sistem
perhitungan biaya produk yang mengakumulasikan biaya-biaya dan
membebankannya pada pesanan tertentu. Suatu pesanan adalah output
yang diidentifikasikan untuk memenuhi pesanan pelanggan tertentu
atau untuk mengisi kembali suatu item dari persediaan. Untuk
menghitung biaya berdasarkan pesanan secara efektif, pesanan harus
dapat diidentifikasikan secara terpisah. Rincian mengenai suatu
pesanan dicatat dalam kartu biaya pesanan yang dapat berbentuk kertas
atau elektronik (Carter and Usry, 2006:139). Sistem perhitungan biaya
berdasarkan pesanan sering kali digunakan oleh perusahaan menengah
hingga kecil yang memproduksi pesanan tersendiri dari pelanggan
b. Sistem Perhitungan Biaya Berdasarkan Proses (Process Costing)
Sistem perhitungan biaya berdasarkan proses biasanya digunakan
untuk industri yang memproduksi produk yang homogen secara terus
menerus. Semua produk yang diproduksi dalam suatu pusat biaya
selama suatu periode harus sama dalam hal sumber daya yang
dikonsumsi. Bila tidak, perhitungan biaya berdasarkan proses dapat
terdistorsi (Carter and Usry, 2006:155).
c. Perhitungan Biaya untuk Produk Sampingan (By Product) dan Produk
Gabungan (Joint Product)
Sistem perhitungan biaya untuk produk sampingan dan produk
gabungan sulit dihitung biayanya karena biaya gabungan yang
sesungguhnya tidak dapat dibagi sehingga metode alokasi yang
digunakan untuk menetukan biaya per unit dari produk gabungan
bersifat sedikit arbitrer. Perhitungan biaya produk sampingan dan
produk gabungan menyoroti masalah pembebanan biaya ke produk
yang asal, penggunaan peralatan, bahan baku, tenaga kerja, dan
fasilitas lainnya tidak dapat benar-benar ditentukan (Carter and Usry,
2006:247).
d. Biaya Mutu (The Cost Of Quality)
Manajemen mutu total (Total Quality Management-TQM) adalah
pendekatan tingkat perusahaan atas perbaikan mutu yang mencari cara
untuk memperbaiki mutu di semua proses dan akitivitas. Biaya mutu
kegagalan. Pendekatan yang paling baik untuk perbaikan mutu adalah
untuk berkonsentrasi pada pencegahan yaitu mencari
penyebab-penyebab dari pemborosan dan inefisiensi, kemudian mengembangkan
rencana sistematis untuk menghilangkan penyebab-penyebab tersebut
(Carter and Usry, 2006:199-201).
e. Just In Time dan Backflushing
Just in time (JIT) adalah perhitungan biaya yang dipusatkan pada
pengurangan biaya melalui eliminasi persediaan. Prinsip-prinsip JIT
dapat diterapkan dalam memperbaiki pemeliharaan rutin, seperti lokasi
dan pengaturan alat-alat, barang cetakan, dan perlengkapan yang
digunakan bersama-sama dengan mesin produksi. Aspek yang paling
terlihat dari JIT adalah untuk mengurangi persediaan barang dalam
proses (work in process) (Carter and Usry, 2006:321).
f. Perhitungan Biaya Berdasarkan Aktivitas (Activity Based Costing) dan
Manajemen Berdasarkan Aktivitas (Activity Based Management)
Menurut Carter and William (2009:528) perhitungan biaya
berdasarkan aktivitas didefinisikan sebagai suatu sistem perhitungan
biaya di mana tempat penampungan biaya overhead yang jumlahnya
lebih dari satu dialokasikan menggunakan dasar yang mencakup satu
atau lebih faktor yang berkaitan dengan volume. Dibandingkan dengan
akuntansi biaya tradisional, Activity Based Costing (ABC)
mencerminkan penerapan penelusuran biaya yang lebih menyeluruh.
yang diperoleh dari ABC untuk membuat perbaikan dalam suatu
perusahaan. ABM menarik ABC sebagai sumber utama, informasinya
berfokus pada efisiensi, efektifitas, proses, dan aktivitas bisnis utama.
Manajemen dapat menentukan wilayah untuk melakukan perbaikan,
operasi, mengurangi biaya, atau meningkatkan nilai bagi pelanggan
dengan menggunakan ABM. Serta ABM dapat memperbaiki fokus
manajemen atas faktor-faktor kunci keberhasilan (critical success
factors-CSF) dengan mengidentifikasi sumber daya yang dipakai
pelanggan, produk, dan aktivitas (Blocher, 2006:239).
Berdasarkan keenam jenis metode dalam akuntansi biaya di atas dapat
disimpulkan bahwa secara keseluruhan akuntansi biaya itu pada dasarnya
sama yaitu menganalisis berbagai unsur biaya, serta melakukan
perencanaan dan pengendalian terhadap kualitas produk guna mencapai
keunggulan kompetitif.
B. Pengertian Traditional Costing Method
Semua perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur maupun jasa
memerlukan suatu sistem akuntansi biaya yang tepat dan sesuai dengan
kondisi perusahaan. Sistem tersebut dirancang untuk memberikan informasi
biaya kepada manajemen yang berguna bagi pembuatan perencanaan,
keputusan, dan pengendalian biaya serta perhitungan biaya produksi.
Sistem biaya tradisional menurut Bastian dan Nurlela (2009:23) adalah di
pabrik baik yang bersifat variabel maupun tetap, menjadi biaya produk. Sistem
biaya tradisional mengasumsikan produk-produk dan volume produksi yang
terkait merupakan penyebab timbulnya biaya, dengan kata lain sistem biaya
tradisional membuat produk individual menjadi fokus dari sistem biaya.
Sistem akuntansi biaya tradisional mengklasifikasikan biaya atas biaya
langsung dan biaya tidak langsung, untuk pembebanan biaya menggunakan
ukuran volume produksi, jam kerja langsung atau jam mesin. Sedangkan
pengalokasian biaya overhead pabrik ke produk, dilakukan sistem
pembebanan dua tahap. Dengan sistem pembebanan biaya yang selama ini
dilakukan pada akuntansi biaya tradisional menimbulkan adanya distorsi
biaya, ini terlihat pada penggunaan unit related, padahal pada kenyataannya
ada aktivitas yang dikendalikan oleh batch related dan products sustaining
related. Penyebab distrorsi lainnya adalah adanya perbedaan rasio konsumsi
atau jasa yang diberikan oleh departemen jasa untuk setiap macam produk
yang dihasilkan. Akibatnya akan timbul produk-produk yang pengalokasian
biaya overheadnya undercosted atau overcosted. Distorsi semacam ini dapat
dihilangkan dengan mendesain ulang sistem biaya menggunakan pemicu biaya
aktual untuk masing-masing aktivitas, sehingga dapat menentukan biaya
dengan tepat ke produk. Inilah logika yang mendasari perubahan
pengembangan dari metode tradisional ke metode activity based costing.
Menurut Carter and Usry (2006:109) sistem perhitungan harga pokok
perhitungan berdasarkan pesanan (job order cost system) sistem perhitungan
berdasarkan proses (process cost system).
1. Sistem perhitungan berdasarkan pesanan
Dalam sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan, biaya ditelusuri dan
dialokasikan ke pekerjaan dan biaya untuk menyelesaikan pekerjaan
tersebut dibagi dengan jumlah unit yang dihasilkan untuk menghasilkan
harga rata-rata per unit. Sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan
juga digunakan secara luas dalam perusahaan jasa seperti rumah sakit,
kantor konsultan hukum, studio film, kantor akuntan, agen iklan, toko
reparasi. Menggunakan sistem pengumpulan biaya dengan perhitungan
biaya berdasarkan pesanan untuk keperluan akuntansi dan tagihan.
2. Sistem perhitungan biaya berdasarkan proses
Sistem perhitungan biaya berdasarkan proses biasanya digunakan untuk
industri yang memproduksi produk yang homogen secara terus-menerus
seperti batu bata, keping jagung (corn flake), atau kertas.
Persamaan antara perhitungan biaya berdasarkan pesanan dan perhitungan
biaya berdasarkan proses menurut Garrison and Noreen (2006:204) adalah
sebagai berikut:
1. Kedua sistem memiliki tujuan utama yang sama, yaitu membebankan
biaya bahan baku, tenaga kerja, dan overhead ke produk dan memberikan
mekanisme perhitungan biaya per unit.
2. Kedua sistem menggunakan manufaktur yang sama termasuk overhead
3. Aliran biaya melalui akun-akun manufaktur pada dasarnya sama untuk
kedua sistem itu.
Adapun perbedaan antara perhitungan biaya berdasarkan pesanan dan
perhitungan biaya berdasarkan proses menurut Garisson and Noreen
(2006:205) dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1
Perbedaan Antara Perhitungan Biaya Berdasarkan Pesanan dan Perhitungan Biaya Berdasarkan Proses
Perhitungan biaya berdasarkan pesanan
Perhitungan biaya berdasarkan proses
1. Pekerjaan yang berbeda dikerjakan pada periode yang berbeda, dan memiliki pesanan produksi yang berbeda pula.
2. Biaya dihitung secara individual untuk masing-masing pekerjaan. 3. Kartu biaya merupakan dokumen
pengendali biaya berdasarkan pekerjaan.
4. Biaya per unit dihitung
berdasarkan pekerjaan.
1.Seluruh unit produk identik dan diproduksi secara kontinyu.
2.Biaya dihitung per departemen.
3.Laporan departemen produksi merupakan dokumen penting yang menunjukkan akumulasi biaya per departemen.
4.Biaya per unit dihitung per departemen.
Sumber: Garrison dan Noreen, 2006:205
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akuntansi
biaya tradisional adalah pencatatan, penggolongan, peringkasan, dan
penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa dengan cara-cara
tertentu serta penafsiran-penafsiran terhadapnya atas nilai persediaan yang
dilaporkan dalam laporan laba rugi. Dalam perhitungan sistem tradisional
memfokuskan pengendaliannya terhadap biaya dengan manajer yang
mempunyai wewenang atas terjadinya biaya yang menyebabkan banyak biaya
diproduksi. Akibatnya, sistem akuntansi biaya tradisional dapat menghasilkan
perhitungan yang terdistorsi.
Sistem akuntansi biaya tradisional merupakan struktur dasar di dalam
sistem akuntansi biaya yang menunjukkan kebutuhan untuk menentukan biaya
per unit produk pada sebuah laporan eksternal yang syarat-syaratnya
diterapkan oleh perusahaan atau peraturan pajak pemerintah. Semua biaya
yang dikonsumsikan oleh produk sangat berhubungan di dalam menentukan
laporan keuangan sebagai dasar penetapan pendapatan perusahaan. Penekanan
biaya pada masing-masing produk dalam sistem tradisional ini didasarkan
pada ukuran jam tenaga kerja langsung, jam kerja mesin, jumlah unit produk
yang diproduksi dan pengukuran yang berhubungan dengan unit produksi.
Sistem perhitungan tradisional memfokuskan pengendaliannya terhadap
biaya dengan cara menghubung biaya dengan manajer yang memnpunyai
wewenang atas terjadinya biaya. Pada kenyataanya sekarang banyak biaya
overhead pabrik yang tidak berhubungan dengan volume produk yang
diproduksi akibatnya sistem akuntansi biaya tradisional menghasilkan biaya
yang terdistorsi.
Alokasi biaya overhead dapat dilakukan dengan memilih basis alokasi
yang umumnya digunakan untuk perusahaan manufaktur maupun jasa. Basis
alokasi (allocation base) adalah suatu ukuran seperti jam tenaga kerja
langsung atau jam mesin yang digunakan untuk membebankan biaya
overhead ke produk atau jasa. Basis alokasi yang umumnya digunakan adalah
ataupun unit produk (untuk perusahaan yang hanya memproduksi satu jenis
produk) biasanya juga dapat digunakan untuk mengalokasikan biaya
overhead.
Menurut Mulyadi (2005:200), ada beberapa dasar yang digunakan untuk
membebankan biaya overhead pabrik, yaitu unit produksi; biaya bahan
langsung; biaya pekerja langsung; jam kerja langsung; dan jam pemakaian
mesin.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Unit Produksi
Tarif overhead pabrik berdasarkan unit produksi dihitung sebagai berikut:
Estimasi overhead pabrik = Overhead pabrik per unit Estimasi unit produksi
2. Biaya Bahan Langsung
Tarif overhead pabrik berdasarkan biaya bahan langsung dihitung sebagai
berikut:
Estimasi overhead pabrik = Persentase dari overhead per biaya Estimasi biaya bahan langsung bahan langsung
3. Biaya pekerja langsung
Tarif overhead pabrik berdasarkan biaya pekerja langsung dihitung
sebagai berikut:
Estimasi overhead pabrik = Persentase biaya pekerja langsung Estimasi biaya pekerja langsung
4. Jam kerja langsung
Tarif overhead pabrik berdasarkan biaya jam kerja langsung dihitung
Estimasi overhead pabrik = Tarif per jam langsung Estimasi jam kerja langsung
5. Jam pemakaian mesin
Tarif overhead pabrik berdasarkan biaya jam pemakaian mesin dihitung
sebagai berikut:
Estimasi overhead pabrik = Tarif per jam pemakaian mesin Estimasi jam pemakaian mesin
Apabila dianalsisa dari konsep yang dijelaskan oleh Mulyadi di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa overhead pabrik harus dimasukkan bersama-sama
dengan biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung karena overhead
juga termasuk biaya produk.
C. Kelebihan dan Kelemahan Traditional Costing Method
Kelebihan perhitungan biaya tradisional menurut Horngern (2005:42)
adalah:
1. Sistem perhitungan biaya tradisional mudah diterapkan karena sistem ini
lebih sederhana maka lebih mudah dimengerti oleh pekerja sehingga
mudah diterapkan.
2. Memberikan laporan manajemen dengan menunjukan biaya yang
dikeluarkan.
3. Sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Kelemahan sistem biaya tradisional menurut Carter dan Usry
1. Oleh karena sistem akuntansi biaya tradisional didesain untuk perusahaan
manufaktur, perusahaan jasa dan dagang tidak dapat memanfaatkan
akuntansi biaya untuk merencanakan dan mengimplementasikan program
pengurangan biaya dan perhitungan object cost secara akurat.
2. Oleh karena fokus biaya tradisional adalah hanya pada biaya produksi,
biaya-biaya di luar produksi (seperti biaya pemasaran, biaya administrasi
dan umum) yang mulai signifikan jumlahnya tidak mendapatkan perhatian
yang memadai dari manajemen.
3. Oleh karena akuntansi biaya tardisional pada penyediaan informasi biaya
bagi pihak luar perusahaan, manajemen tidak memperoleh informasi biaya
untuk pengelolaan perusahaan dan informasi tentang biaya produk yang
akurat.
4. Oleh karena pengendalian biaya melalui sistem biaya standar hanya
difokuskan terhadap biaya produksi, lebih spesifik lagi terhadap biaya
bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, sistem pengendalian biaya
seperti tidak baik untuk perusahaan yang memiliki biaya bahan baku dan
biaya tenaga kerja langsung yang proporsinya tidak signifikan
dibandingkan dengan total biaya pembuatan produk.
5. Pengaitan biaya dengan responsive manager dan pembandingan biaya
sesungguhnya dengan biaya yang dianggarkan per pusat pertanggung
jawaban, serta analisis terhadap penyimpangan biaya yang terjadi tidak
6. Akuntansi biaya tradisional menggunakan allocation intensive dalam
memperlakukan overhead pabrik sehingga cost produk yang dihasilkan
tidak akurat, karena alokasi menggunakan dasar yang sembarang.
7. Dalam lingkungan bisnis di dalamnya customer dominan, biaya-biaya
yang menjadi pilihan customer menjadi meningkat, seperti biaya set up
mesin karena semakin pemilihnya sifat customer.
Kelemahan traditional costing method menurut Garrison and Noreen
(2006:442-443):
1. Untuk biaya nonproduksi, akuntansi biaya tradisional hanya
membebankan ke produk. Beban penjualan, umum dan administrasi
diperlakukan sebagai beban periodik dan tidak dibebankan ke produk.
2. Untuk biaya produksi dan perhitungan biaya berdasarkan proses, akuntansi
tradisional membebankan semua biaya produksi ke produk, bahkan biaya
produksi yang tidak disebabkan oleh produk. Sebagai contoh, sebagian
upah untuk keamanan pabrik akan dialokasikan ke produk meskipun upah
penjaga keamanan tersebut sama sekali tidak terpengaruh apakah
perusahaan berproduksi atau tidak.
3. Untuk biaya kapasitas tak terpakai, akuntansi biaya tradisional menghitung
tarif overhead yang ditentukan di muka dihitung dengan membagi
anggaran biaya overhead dengan ukuran aktivitas yang dianggarkan
seperti jam kerja langsung.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
dengan pronsip akuntansi yang berlaku umum, namun akuntansi tradisional
membebankan semua biaya produksi ke produk, bahkan biaya produksi yang
tidak disebabkan oleh produk yang pada akhirnya menyebabkan terdistorsinya
biaya.
D. Pengertian Sistem Activity Based Costing
Istilah activity costing bukanlah istilah yang baru. Staubus di tahun 1971
telah menulis buku berjudul ”Activity Cost and Input Output Accounting”.
Dalam bukunya tersebut Ia menyatakan bahwa ”activity accounting is
essential to cost control” (Staubus, 1971:11) dalam Basuki (2001:180).
Bahkan Vater (1954) yang juga dikutip oleh Staubus (1971:11) dalam Basuki
(2001:180), menyatakan ”cost must be related to things being done, and this
largely a matter of setting against decisions” (huruf tebal dari penulis,
Basuki). Berdasarkan situasi tersebut sebetulnya jauh di tahun 1954, Vater
sudah berusaha mengkaitkan antara biaya dengan sesuatu aktivitas yang
dilakukan. Kemudian pada tahun 1987, penetapan biaya berdasarkan aktivitas
didefinisikan dengan jelas pertama kali oleh Robert S. Kaplan dan W. Burns
dalam buku mereka akuntansi dan manajemen ”A field Study Perspective”
dalam Basuki (2001:180). Fokus mereka adalah pada lingkungan manufaktur
di mana peningkatan teknologi dan perbaikan produktivitas relatif telah
mengurangi proporsi biaya tenaga kerja langsung dan bahan, tetapi relatif
meningkatkan proporsi biaya tidak langsung. Sebagai contoh, peningkatan
langsung, namun juga meningkatkan depresiasi yang merupakan biaya tidak
langsung.
Dalam sejarah perkembangan pemikiran akuntansi, sistem ABC
merupakan sistem tercepat yang diterapkan oleh para praktisi sejak ide sistem
tersebut dikemukakan pada akhir tahun 1989 oleh Robert S. Kaplan dan Robin
Cooper. Survey terhadap 179 perusahaan di Inggris oleh Nicholls yang
dilakukan pada Mei 1990-Januari 1991 menunjukan bahwa 10% telah
menerapkan ABC secara utuh, 18% telah menerapkan sebagai pilot project,
62% mempelajari ABC dalam rangka penerapannya, 5% sedang menerapkan,
dan 5% sisanya tidak berminat menerapkannya (Nicholls, 1992:22) dalam
Basuki (2001:180). Survey ini memperkuat penelitian oleh Bailey (1991) yang
menyatakan bahwa sejak November 1988-Juli 1990 sudah 10 perusahaan
besar di Inggris menerapkan sistem ABC, walaupun beberapa di antaranya
adalah perusahaan Amerika Serikat, seperti IBM dan Hewlett-Packard
(Basuki, 2001:180).
Kondisi saat dan tempat lahirnya sistem activity based costing
mengakibatkan sistem tersebut hanya akan memberikan manfaat optimum bila
diterapkan pada kondisinya. Kondisi ini disebut dengan ”conventional
wisdom” yaitu keadaan yang menyebabkan lahirnya ABC dan merupakan
keadaan yang paling cocok untuk ABC diterapkan (Basuki, 2001:182). The
conventional wisdom tersebut adalah sebagai berikut:
1. Operasi perusahaan mempunyai upah langsung antara 5-10% dari total
2. Tenaga kerja langsung rendah, variasi dan kompleksitas produk tinggi.
3. Diversitas volume produksi tinggi, dan terdapat diversitas ukuran bahan
dan set up.
4. Biaya overhead sangat tinggi karena adanya otomatisasi dan proses
produksi yang dipandu komputer (computer-aided production).
Berbeda dengan kondisi conventional wisdom, perusahaan di Indonesia
mempunyai kondisi yang berbeda dengan yang disyaratkan ABC. Kondisi
yang akan sering ditemukan di banyak perusahaan di Indonesia adalah tenaga
kerja langsung tinggi, overhead rendah sampai menengah, dan penggunaan
komputer teknologi dalam proses belum banyak digunakan. Walaupun
terdapat perbedaan situasi antara kondisi perusahaan di Indonesia dengan
conventional wisdom, penerapan sistem ABC di Indonesia diharapkan mampu
memberikan informasi biaya yang lebih akurat, dapat dipercaya, dan lebih
relevan sehingga mampu memberikan informasi biaya bagi manajemen untuk
pengambilan keputusan. Perlu diingat, bahwa sistem ABC bukan hanya
sekedar sistem biaya, melainkan juga sistem manajemen. Indonesia adalah
negara yang mempunyai banyak sumber daya manusia dan industrinya sedang
bergerak ke arah teknologi tinggi. Oleh karena itu, akan sangat beruntung bagi
Indonesia bila dapat menikmati keunggulan sistem ABC yang sudah dinikmati
negara-negara maju, sehingga Indonesia akan dapat bersaing dengan mereka,
atau paling tidak untuk survive dalam pasar global. Inilah alasan mengapa
Menurut Bastian dan Nurlela (2009:24) activity based costing adalah
metode membebankan biaya aktivitas-aktivitas berdasarkan besarnya
pemakaian sumber daya, dan membebankan biaya pada objek biaya, seperti
produk atau pelanggan, berdasarkan besarnya pemakaian aktivitas, serta untuk
mengukur biaya dan kinerja dari aktivitas yang terkait dengan proses dan
objek biaya.
Menurut Carter dan William (2009:528) perhitungan biaya berdasarkan
aktivitas didefinisikan sebagai suatu sistem perhitungan biaya di mana tempat
penampungan biaya overhead yang jumlahnya lebih dari satu dialokasikan
menggunakan dasar yang mencakup satu atau lebih faktor yang berkaitan
dengan volume. Dibandingkan dengan akuntansi biaya tradisional, activity
based costing mencerminkan penerapan penelusuran biaya yang lebih
menyeluruh.
Menurut Amin Widjaja (2009:80) perhitungan biaya berdasar aktivitas
adalah pendekatan perhitungan biaya yang membebankan biaya sumber daya
ke objek biaya seperti produk, jasa, atau pelanggan berdasarkan aktivitas yang
dilakukan untuk objek biaya tersebut. Dasar pemikiran pendekatan
perhitungan biaya ini adalah bahwa produk atau jasa perusahaan merupakan
hasil dari aktivitas dan aktivitas tersebut menggunakan sumber daya yang
menyebabkan timbulnya biaya. Biaya dari sumber daya dibebankan ke
aktivitas berdasarkan aktivitas yang menggunakan sumber daya (penggerak
konsumsi sumber daya) dan biaya dari aktivitas dibebankan ke objek biaya
aktivitas). Activity based costing membebankan biaya overhead pabrik ke
objek biaya seperti produk atau jasa dengan mengidentifikasi sumber daya dan
aktivitas juga biayanya serta jumlah yang dibutuhkan untuk memproduksi
output. Penggunaan penggerak biaya konsumsi sumber daya dapat membantu
perusahaan menentukan biaya sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas
dan menghitung biaya dari suatu unit aktivitas. Kemudian perusahaan
membebankan biaya dari suatu aktivitas ke produk atau jasa dengan
mengalikan biaya dari setiap aktivitas dengan junlah aktivitas yang
dikonsumsi oleh setiap objek biaya.
Menurut Garrison and Noreen (2006:440) perhitungan biaya berdasarkan
aktivitas (activity based costing) adalah metode perhitungan biaya (costing)
yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer untuk
keputusan strategis dan keputusan lainnya yang mungkin akan mempengaruhi
kapasitas dan juga biaya tetap. Dari keempat definisi di atas, dapat
disimpulkan yang dimaksud dengan activity based costing adalah suatu sistem
perhitungan biaya dengan penjumlahan seluruh biaya yang dari hasil
memproduksi barang dan jasa yang jumlahnya lebih dari satu biaya overhead
untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer dalam pengambilan
keputusan. Tujuan dari sistem perhitungan biaya tradisional adalah untuk
menilai secara tepat persediaan dan harga pokok penjualan untuk pelaporan
eksternal, sedangkan tujuan dari perhitungan biaya berdasarkan aktivitas
Menurut Bastian dan Nurlela (2009:25) komponen utama yang
membentuk activity based costing adalah sumber daya (resources); pemicu
konsumsi sumber daya (resources driver); aktivitas (activity); pemicu aktivitas
(activity driver); objek biaya (cost objects).
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Sumber daya (resources), adalah segala unit ekonomi yang digunakan
perusahaan untuk mengadakan aktivitas, seperti: bahan baku, tenaga kerja,
perlengkapan yang digunakan dan faktor produksi lainnya.
2. Pemicu konsumsi sumber daya (resources driver), dasar yang digunakan
untuk melacak sumber daya yang digunakan di dalam setiap aktivitas.
Atau ukuran kuantitas dari sumber daya yang dikonsumsi oleh suatu
aktivitas, contoh luas ruangan yang disewa untuk setiap aktivitas, jumlah
jam kerja yang dihabiskan untuk setiap aktivitas.
3. Aktivitas (activity), suatu unit dasar pekerjaan yang dilakukan oleh
perusahaan dengan tujuan membantu perencanaan, pengendalian, dan
pengambilan keputusan bagi manajemen. Jumlah biaya aktivitas
ditentukan dengan melacak sumber daya yang dipakai oleh aktivitas
dengan pemicu konsumsi sumber daya. Aktivitas sangat dibutuhkan untuk
membebankan biaya ke objek biaya, dikenal dengan aktivitas biaya yang
dihubungkan dengan faktor pemicu biaya (cost driver).
4. Pemicu aktivitas (activity driver), suatu ukuran frekuensi dan intensitas
dari permintaan akan suatu aktivitas oleh suatu produk atau jasa layanan.
aktivitas ke objek biaya, yang dipakai untuk membebankan biaya ke
produk atau jasa layanan.
5. Objek biaya (cost objects), adalah tempat biaya di mana biaya atau
aktivitas diakumulasikan atau diukur. Objek biaya dapat berupa
pelanggan, produk, jasa layanan, kontrak, proyek, atau unit kerja lain yang
memerlukan pengukuran biaya tersendiri.
Ada beberapa tahapan penerapan activity based costing menurut Bastian
dan Nurlela (2009:26), yaitu:
1. Mengidentifikasi, mendefinisikan aktivitas dan pool aktivitas.
a. Aktivitas tingkat unit.
b. Aktivitas tingkat batch.
c. Aktivitas tingkat produk.
d. Aktivitas tingkat pelanggan.
e. Aktivitas pemeliharaan organisasi.
2. Menelusuri biaya overhead secara langsung ke aktivitas dan objek biaya.
3. Membebankan biaya ke pool biaya aktivitas.
4. Menghitung tarif aktivitas.
5. Membebankan biaya ke objek biaya dengan menggunakan tarif aktivitas
dan ukuran aktivitas.
6. Menyiapkan laporan untuk manajemen.