• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Discharge Planning Dalam Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Ibu Pasca Operasi Sectio Caesarea Di Ruang Tanjung II RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Program Discharge Planning Dalam Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Ibu Pasca Operasi Sectio Caesarea Di Ruang Tanjung II RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM DISCHARGE PLANNING DALAM PELAKSANAAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU PASCA OPERASI

SECTIO CAESAREA DI RUANG TANJUNG II RSUD Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN

Disusun dalam Rangka Menyelesaikan Mata Ajaran Praktika Senior

PRAKTIKA SENIOR

Oleh

Monica Sales Sipayung, S.Kep 101101036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEPERAWATAN TAHAP PROFESI FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)
(3)
(4)

Judul : Program Discharge Planning Dalam Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Ibu Pasca Operasi Sectio Caesarea Di Ruang Tanjung II RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

Nama Mahasiswa : Monica Sales Sipayung, S. Kep NIM : 101101036

Program : Profesi Ners

Tahun : 2015

Abstrak

Discharge planning atau perencanaan pemulangan merupakan suatu intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk memandirikan dan mempersiapkan klien saat berada dirumah setelah pulang dari pelayanan rumah sakit. Pelaksanaan discharge planning yang efektif dapat mengurangi hari rawatan pasien dirumah sakit dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan pasien merawat dirinya sendiri setelah berada dirumah. Penulisan karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk melakukan asuhan keperawatan dalam pelaksanaan program discharge planning pada ibu pasca operasi sectio caesarea. Asuhan keperawatan dilakukan penulis kepada dua orang pasien pasca operasi sectio caesarea, yaitu kepada ibu multipara (35 tahun) dan ibu primipara (30 tahun). Hasil yang didapatkan dari pelaksanaan program discharge planning berdasarkan pengkajian adalah ibu multipara lebih memiliki banyak pengetahuan dan keterampilan mengenai perawatan bayi baru lahir daripada ibu primipara. Masalah keperawatan yang diangkat penulis adalah kurang pengetahuan, dan implementasi yang dilakukan adalah memberikan pendidikan kesehatan dengan metode diskusi ditambah pemberian media berupa leaflet. Kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan discharge planning adalah belum adanya format baku discharge planning diruangan, sehingga penulis mengembangkan sebuah format discharge planning yang disusun berdasarkan beberapa literatur.

(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas limpahan kasih karunia-Nya yang dirasakan penulis sehingga saya dapat menyelesaikan

karya tulis ilmiah dengan judul “Program Discharge Planning Dalam Pelaksanaan

Asuhan Keperawatan Pada Ibu Pasca Operasi Sectio Caesarea di Ruang Tanjung

II RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan”. Penyusunan karya tulis ilmiah ini dilakukan

untuk memenuhi tugas akhir untuk mendapatkan gelar Ners. Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, sulit bagi penulis untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Pertama sekali penulis mengucapkan rasa terimakasih yang sangat tulus kepada kedua orang tua penulis, kepada Ayahanda T. Sipayung dan Ibunda tersayang R. Purba yang senantiasa memberikan doa yang tulus dan motivasi yang tidak ada henti-hentinya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan profesi Ners tepat waktu. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada adik laki-laki satu-satunya Citra Perdana Bungaran Sipayung yang juga memberikan semangat dan selalu mendukung selama pengerjaan karya tulis ilmiah ini.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

(7)

menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan kesabaran untuk membimbing penulis dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

3. Ibu Evi Karota Bukit, S. Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ikhsanuddin A. Harahap, S. Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Salbiah, S. Kep, Ns., M. Kep selaku koordinator Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Siti Saidah Nasution, S. Kp, M. Kep, Sp. Mat, selaku dosen pembimbing akademik selama proses belajar di Fakultas Keperawatan. 7. Bapak Dr. H. Edwin effendi, M. Sc selaku Direktur RSUD Dr. Pirngadi

Kota Medan yang telah memberikan izin untuk melaksanakan pengambilan data/studi kasus di Ruang Tanjung II RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

8. Semua perawat dan bidan yang bertugas di ruang Tanjung II yang telah bersedia membantu selama pelaksanaan penelitian/studi kasus diruangan dan bersikap sangat kooperatif dengan penulis.

9. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

10.Pasien yang telah bersedia bekerjasama dengan penulis dalam menerapkan discharge planning selama rawatan di ruang tanjung II, terimakasih atas semua partisipasinya.

(8)

Yuliana RH, Ika Febriani Pandiangan) dan juga teman-teman satu doping (Marsella dan Wydia) yang sudah banyak memberikan motivasi selama pengerjaan karya tulis ilmiah ini.

Semoga Tuhan yang penuh dengan kasih senantiasa memberikan berkat dan kasih-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan banyak bantuan kepada penulis selama penyelesaian karya tulis ilmiah ini. Penulis mengharapkan karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca khususnya kepada para perawat diruangan dan pengembangan pengetahuan dibidang keperawatan. Penulis juga menerima kritik dan saran yang membangun untuk karya tulis ilmiah ini. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.

Medan, Juli 2015 Hormat saya,

(9)

DAFTAR ISI

Halaman judul... i

Halaman pernyataan orisinalitas... ii

Lembar pengesahan... iii

Abstrak... iv

Kata pengantar... v

Daftar isi...vii

Daftar tabel...ix

Daftar gambar... x

Daftar lampiran... xi

BAB 1. PENDAHULUAN 1. Latar belakang... 1

2. Rumusan masalah... 4

3. Tujuan penulisan... 4

4. Manfaat penelitian... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Discharge planning 1.1 Defenisi discharge planning... 5

1.2 Tujuan discharge planning... 5

1.3 Struktur discharge planning... 7

1.4 Prinsip discharge planning... 7

1.5 Pemberi dan penerima layanan discharge planning... 8

1.6 Proses pelaksanaan discharge planning... 9

1.7 Unsur-unsur discharge planning... 15

2. Sectio Caesarea (SC) 2.1 Defenisi sectio caesarea... 16

2.2 Indikasi sectio caesarea... ... 16

2.3 Komplikasi sectio caesarea... 17

2.4 Proses penyembuhan luka sectio caesarea... 17

3. Masa nifas 3.1 Defenisi masa nifas... 18

3.2 Tahapan masa nifas... 18

3.3 Perubahan-perubahan fisiologis masa nifas... 18

3.4 Kebutuhan dasar ibu nifas... ... 22

4. Asuhan bayi baru lahir 4.1 Menyusui bayi... ... 25

4.2 Memandikan bayi... 30

4.3 Merawat tali pusat bayi... ... 32

4.4 Pencegahan kehilangan panas... ... 33

4.5 Pola makan bayi dan balita... ... 34

(10)

BAB 3. APLIKASI METODA/IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian keperawatan... 36 2. Diagnosa Keperawatan... 45 3. Intervensi keperawatan... 46 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Profil ruangan/lokasi... 65 2. Hasil aplikasi metoda/implementasi keperawatan... 66 3. Analisis pembahasan... 75 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perubahan-perubahan yang normal dalam uterus

selama masa nifas... 19

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Cara meletakkan bayi dan cara memegang payudara... 27

Gambar 2. Cara memegang mulut bayi... 27

Gambar 3. Tekhnik menyusui yang benar... 28

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat izin pengambilan data untuk penyusunan tugas akhir dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2 Surat izin permohonan penelitian dari Kabid penelitian & pengembangan RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Lampiran 3 Surat selesai pelaksanaan penulisan karya tulis ilmiah

dari Kabid penelitian & pengembangan RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

Lampiran 4 Protokol discharge planning

Lampiran 5 Lembar discharge planning pasien post SC Lampiran 6 Format pengkajian ibu nifas

(14)

Judul : Program Discharge Planning Dalam Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Ibu Pasca Operasi Sectio Caesarea Di Ruang Tanjung II RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

Nama Mahasiswa : Monica Sales Sipayung, S. Kep NIM : 101101036

Program : Profesi Ners

Tahun : 2015

Abstrak

Discharge planning atau perencanaan pemulangan merupakan suatu intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk memandirikan dan mempersiapkan klien saat berada dirumah setelah pulang dari pelayanan rumah sakit. Pelaksanaan discharge planning yang efektif dapat mengurangi hari rawatan pasien dirumah sakit dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan pasien merawat dirinya sendiri setelah berada dirumah. Penulisan karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk melakukan asuhan keperawatan dalam pelaksanaan program discharge planning pada ibu pasca operasi sectio caesarea. Asuhan keperawatan dilakukan penulis kepada dua orang pasien pasca operasi sectio caesarea, yaitu kepada ibu multipara (35 tahun) dan ibu primipara (30 tahun). Hasil yang didapatkan dari pelaksanaan program discharge planning berdasarkan pengkajian adalah ibu multipara lebih memiliki banyak pengetahuan dan keterampilan mengenai perawatan bayi baru lahir daripada ibu primipara. Masalah keperawatan yang diangkat penulis adalah kurang pengetahuan, dan implementasi yang dilakukan adalah memberikan pendidikan kesehatan dengan metode diskusi ditambah pemberian media berupa leaflet. Kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan discharge planning adalah belum adanya format baku discharge planning diruangan, sehingga penulis mengembangkan sebuah format discharge planning yang disusun berdasarkan beberapa literatur.

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Salah satu jenis persalinan yaitu persalinan dengan tindakan pembedahan sectio caesarea (SC), pengertian dari sectio caesarea tersebut adalah persalinan dengan prosedur operatif, yang dilakukan dibawah anastesia sehingga janin, plasenta, dan ketuban dilahirkan melalui insisi dinding abdomen dan uterus (Myles, 2003).

Keputusan untuk melakukan persalinan sectio caesarea diharapkan dapat menjamin turunnya angka mortalitas dan morbiditas, sehingga sumber daya manusia dapat ditingkatkan dan tentunya diiringi dengan peningkatan keadaan umum sehingga pasien mampu menerima resiko operasi sectio caesarea, perawatan setelah operasi, dan kembalinya kesehatan secara optimal. Persalinan dengan sectio caesarea juga memerlukan perawatan luka bekas operasi agar tidak infeksi (Manuaba, 2012).

(16)

untuk beradaptasi selain harus bertanggung jawab dalam merawat bayi yang baru lahir (Marmi, 2012).

Rasa nyeri pada pasien post operasi SC juga akan meningkatkan stress post operasi dan memiliki pengaruh negatif terhadap penyembuhan nyeri, kontrol nyeri sangat diperlukan setelah pembedahan untuk memastikan nyeri post operasi dapat dibebaskan (Potter dan Perry, 2006). Rasa nyeri juga akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya adalah masalah laktasi, rasa nyeri membuat para ibu menunda untuk memberikan ASI. Menurut Hilan (1992) dalam anggorowati (2007) bahwa 68% ibu post SC mengalami kesulitan dengan perawatan bayi, bergerak naik turun dari tempat tidur, dan mengatur posisi yang nyaman. Pemberian ASI yang tertunda dan kurangnya perawatan bayi yang dilakukan ibu post SC memberikan dampak negatif terhadap perkembangan bayi. Oleh karena itu perlu diberikan tambahan informasi kepada para pasien post SC agar mampu beradaptasi terhadap perubahan fisik dan psikologis setelah melahirkan, merawat bayi baru lahir, sampai mengenali tanda-tanda infeksi pada bekas luka operasi agar dapat dilaporkan kepada petugas pelayanan kesehatan.

(17)

adalah discharge planning (perencanaan pemulangan pasien), untuk memandirikan klien dan mempersiapkan diri menjadi orang tua untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional bayi bilang pulang.

Kesuksesan tindakan discharge planning menjamin pasien mampu melakukan tindakan perawatan lanjutan yang aman dan realistis setelah meninggalkan rumah sakit (Hou, 2001 dalam Potter dan Perry, 2006). Waktu terbaik untuk memulai perencanaan pemulangan pasien post SC adalah saat hari pertama pasien masuk rumah sakit, klien belum dapat dipulangkan sampai dia mampu melakukan apa yang diharapakan darinya saat dirumah. Discharge planning dapat mengurangi hari rawatan pasien di rumah sakit, meningkatkan perkembangan kondisi kesehatan pasien, dan menurunkan beban perawatan keluarga pasien (Winarni, 2011).

Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan pentingnya dilakukan discharge planning pada pasien post operasi sectio caesarea (SC). penulis tertarik melakukan penelitian di ruang Tanjung II RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit pemerintahan kota Medan yang memungkinkan peneliti mendapat pasien pots operasi SC dan berdasarkan pengalaman penulis selama dinas profesi ners di ruang Tanjung II tidak ditemukan tindakan discharge planning pada pasien post operasi SC. Secara khusus Penulis tertarik untuk melakukan penulisan karya tulis ilmiah (KTI)

dengan judul “Program Discharge Planning Dalam Pelaksanaan Asuhan

Keperawatan Pada Ibu Pasca Operasi Sectio Caesarea di Ruang Tanjung II RSUD

(18)

2. Rumusan masalah

Bagaimana penerapan program discharge planning pada ibu pasca operasi Sectio Caesarea di ruang Tanjung II RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

3. Tujuan penulisan

Studi kasus ini bertujuan untuk mengidentifikasi penerapan program discharge planning pada ibu pasca operasi Sectio Caesarea di ruang Tanjung II RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

4. Manfaat penelitian

4.1 Pelayanan keperawatan

Hasil studi kasus yang didapatkan penulis diharapkan dapat digunakan oleh perawat diruangan untuk menerapkan discharge planning pada pasien post operasi SC guna mempersiapkan rencana pemulangan pasien agar dapat melanjutkan perawatan yang mandiri dirumah.

4.2 Institusi keperawatan

Memberikan masukan kepada Institusi Keperawatan untuk memberikan dan mengembangkan materi pembelajaran tentang discharge planning kepada mahasiswa.

4.3 Peneliti selanjutnya

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Discharge Planning

1.1 Defenisi Discharge Planning

Discharge planning adalah suatu proses perencanaan yang disusun untuk klien, yang merupakan suatu pendekatan interdisipliner meliputi pengkajian kebutuhan klien tentang perawatan kesehatan diluar rumah sakit, disertai kerjasama dengan klien dan keluarga klien dalam mengembangkan rencana perawatan setelah perawatan di rumah sakit (Brunner & Sudart, 2002). Sedangkan Kozier (2004) mendefenisikan discharge planning sebagai suatu proses mempersiapkan pasien untuk meninggalkan suatu unit pelayanan kepada unit yang lain didalam atau diluar suatu agen pelayanan kesehatan umum.

Discharge planning seharusnya dilakukan sejak pasien diterima dalam suatu agen pelayanan kesehatan, khususnya di rumah sakit dimana rentang waktu pasien untuk menginap semakin diperpendek. Discharge planning yang efektif seharusnya mencakup pengkajian berkelanjutan untuk mendapatkan informasi yang komprehensif tentang semua kebutuhan pasien yang dapat berubah-ubah, pernyataan diagnosa keperawatan, perencanaan untuk memastikan kebutuhan pasien sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pemberi pelayanan kesehatan (Kozier, 2004).

1.2 Tujuan Discharge Planning

(20)

pasien pulang dari rumah sakit (Capernito, 1999). Discharge planning juga bertujuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien untuk menjamin pelayanan asuhan keperawatan yang berkelanjutan dan berkualitas selama dirumah sakit dan dikomunitas dengan memfasilitasi komunikasi yang efektif (Discharge Planning Association, 2008).

Tujuan dari rencana pemulangan pasien adalah:

a.) Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien tentang masalah kesehatan, kemungkina komplikasi dan segala keterbatasan yang menjadi perhatian bagi pasien setelah berada dirumah.

b.) Mengembangkan kemampuan merawat pasien dan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pasien dan memberikan lingkungan yang aman bagi pasien dirumah.

(21)

1.3 Struktur Discharge Planning

Menurut Mc. Kecnan dan Coulton (1970) yang dikutip oleh Jackson (1994) menyatakan bahwa struktur dari perencanaan pemulangan terdiri dari strtuktur formal dan informal. Model informal adalah model tradisional dimana perawat harus berkonsultasi dengan dokter atau pekerja sosial dan menyusun dalam sebuah perencanaan pemulangan dan belum adanya suatu dokumentasi tertulis dalam pelaksanaannya. Struktur formal yaitu suatu perencanaan pemulangan dibuat secara tertulis yang berisikan tentang uraian peran, proses seleksi, penilaian sistem dokumentasi serta metode evaluasi yang berkelanjutan.

Dugan dan Mossel (1992) yang dikutip oleh Jackson (1994) menyatakan bahwa saat ini telah terjadi perubahan dalam pelaksanaan perencanaan pemulangan dengan struktur tersendiri dimana perawat sebagai koordinasi dalam pelaksanaannya dan selalu berkonsultasi dengan klien dan keluarga serta para profesional lainnya dalam perencanaan pemulangan pasien yang baik serta dalam pelaksanaannya.

1.4 Prinsip Discharge Planning

Menurut Anne Angela (2000) prinsip dari perencanaan pemulangan terdiri dari penemuan kasus, pengkajian, koordinasi, dan implementasi.

(22)

tempat tinggal yang dapat mendukung perawatan pasien, lingkungan masyarakat yang aman, faktor kultur, dan usia.

b.) Pengkajian adalah dimulainya mencari dan mengidentifikasi kebutuhan dari pasien dengan mencari informasi melalui wawancara dengan pasien dan keluarga. Serta pemeriksaan fisik dan lingkungan yang dapat membantu untuk menentukan tingkat ketergantungan dari pasien. Hasil pengkajian tersebut untuk selanjutnya akan didiskusikan dengan tim kesehatan lainnya untuk menyusun perencanaan pemulangan pasien ke rumah.

c.) Koordinasi adalah komunikasi dan kerjasama antar tim dari multidisiplin profesi dan ilmu termasuk kerjasama dengan klien dan keluarga dalam menyusun dan melaksanakan rencana pemulangan

d.) Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana pemulangan yang berisi rujukan, pelaksanaan dan evaluasi dari perencanaan pemulangan yang dikerjakan sesuai bidang ilmu keperawatan.

1.5 Pemberi dan penerima layanan discharge planning 1.5.1 Pemberi layanan discharge planning

(23)

Seseorang yang merencanakan pemulangan atau koordinator asuhan berkelanjutan (continuing care coordinator) adalah staf rumah sakit yang berfungsi sebagai konsultan untuk proses dischard planning bersamaan dengan fasilitas kesehatan, menyediakan pendidikan kesehatan, dan memotivasi staf rumah sakit untuk merencanakan dan mengimplementasikan dischard planning (Discharge Planning Association, 2008).

1.5.2 Penerima layanan discharge planning

Semua pasien yang dihospitalisasi memerlukan discharge planning (Discharge Planning Association, 2008). Beberapa kondisi yang menyebabkan pasien beresiko tidak dapat memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan setelah pasien pulang, seperti pasien yang menderita penyakit terminal atau pasien dengan kecacatan permanen (Riece, 1992 dalam Potter dan Perry, 2005). Pasien dan seluruh anggota keluarga harus mendapatkan informasi tentang semua rencana pemulangan pasien (Medical Mutual of Ohio, 2008).

1.6 Proses pelaksanaan discharge planning

(24)

merencanakan kebutuhan perawatan masa depan. Pada fase pelayanan berkelanjutan pasien mampu untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas perawatan berkelanjutan yang dibutuhkan setelah pemulangan.

Potter dan Perry (2005) menyusun format discharge planning sebagai berikut: 1.6.1 Pengkajian

a.) Sejak pasien masuk ke rumah sakit, kaji semua kebutuhan pemulangan pasien dengan menggunakan riwayat keperawatan, berdiskusi dengan pasien dan care giver, fokus pada pengkajian berkelanjutan terhadap kesehatan fisik pasien, status fungsional, sistem pendukung sosial, sumber-sumber finansial, nilai kesehatan, latar belakang budaya dan etnis, tingkat pendidikan, serta kendala yang mungkin dihadapi terhadap asuhan keperawatan.

b.) Kaji kebutuhan pasien dan keluarga terhadap pendidikan kesehatan berhubungan dengan bagaiman menciptakan terapi di rumah, penggunaan alat-alat medis dirumah, larangan akibat suatu gangguan kesehatan, dan kemungkinan terjadinya komplikasi. Kaji cara pembelajaran yang lebih diminati pasien (seperti membaca atau menonton video), jika materi tertulis yang digunakan, pastikan agar materi tertulis yang layak tersedia bagi pasien. Tipe materi pendidikan yang berbeda-beda dapat mengefektifkan cara pembelajaran yang berbeda-beda pada pasien.

(25)

diri seperti ukuran ruangan, kebersihan ruangan dan jalan menuju pintu, lebar jalan, fasilitas kamar mandi, ketersediaan alat-alat yang berguna (seorang perawat dapat dirujuk untuk melakukan perawatan dirumah). d.) Berkolaborasi dengan dokter dan staf profesi lain (seperti dokter pemberi

terapi) dalam mengkaji kebutuhan untuk rujukan yang terlatih atau fasilitas perawatan yang lebih luas.

e.) Kaji persepsi pasien dan keluarga terhadap perawatan kesehatan yang berkelanjutan diluar rumah sakit, mencakup pengkajian terhadap kemampuan keluarga untuk mengamati care giver dalam memberikan perawatan kepada pasien. Sebelum mengambil keputusan, mungkin perlu berbicara secara terpisah dengan pasien dan keluarga untuk mengetahui kekhawatiran yang sebenarnya atau keraguan diantara keduanya.

f.) Kaji penerimaan pasien terhadap masalah kesehatan yang berhubungan dengan pembatasan aktifitas fisik.

g.) Konsultasikan tim pemberi pelayanan kesehatan yang lain tentang kebutuahan setelah pemulangan seperti ahli gizi, pekerja sosial, perawat klinis spesialis, perawat pemberi perawatan kesehatan dirumah. Tentukan kebutuhan rujukan pada waktu yang berbeda dan tempat rujukan seperti puskesmas.

1.6.2 Diagnosa keperawatan

Penentuan diagnosa keperawatan secara khusus bersifat individual berdasarkan kondisi atau kebutuhan pasien.

(26)

Hasil yang diharapkan jika seluruh prosedur telah lengkap dilakukan adalah sebagai berikut:

a.) Pasien atau keluarga sebagai care giver mampu menjelaskan bagaimana kelanjutan dari pelayanan kesehatan dirumah atau fasilitas lain, penatalaksanaan dan pengobatan apa yang dibutuhkan, dan kapan mencari pengobatan akibat masalah yang timbul.

b.) Pasien mampu mendemonstrasikan aktivitas perawatan diri atau ada anggota keluarga yang mampu melakukan perawatan kepada anggoat keluarga yang lain.

c.) Hambatan terhadap pergerakan pasien dan ambulasi telah diubah dalam lingkungan rumah yang kondusif, hal-hal yang dapat membahayakan pasien akibat kondisi kesehatannya telah diubah sesuai keamanan pasien. 1.6.4 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dapat dibedakan kedalam dua bagian, yaitu penatalaksanaan yang dilakukan sebelum hari pemulangan dan penatalaksanaan yang dilakukan pada hari pemulangan pasien.

I.) Persiapan sebelum hari pemulangan pasien

a.) Menganjurkan cara untuk merubah keadaan rumah yang lebih kondusif dan aman untuk memenuhi kebutuhan pasien.

b.) Mempersiapkan pasien dan keluarga dalam memberikan informasi tentang sumber-sumber pelayanan kesehatan komunitas, dan rujukan dapat dilakukan sekalipun pasien masih dirumah.

(27)

mungkin selama dirawat dirumah sakit seperti tanda dan gejala terjadinya komplikasi, kepatuhan terhadap pengobatan, kegunaan alat-alat medis, perawatan lanjutan, diet, latihan, serta pembatasan yang disebabkan oleh penyakit. Video atau buku-buku penjelasan dapat diberikan kepada klien dan keluarga, serta dapat juga diberitahu tentang sumber-sumber informasi yang ada di internet.

d.) Komunikasikan respon pasien dan keluarga terhadap penyuluhan dan usulan perencanaan pulang kepada anggota tim kesehatan lainyang terlibat dalam perawatan pasien selama dirumah.

II.) Penatalaksanaan pada hari pemulangan

Beberapa aktivitas berikut ini dapat dilakukan sebelum hari pemulangan, perencanaan yang dilakukan akan lebih efektif, adapun aktivitas yang dapat dilakukan pada hari pemulangan adalah :

a.) Biarkan pasien dan keluarganya bertanya dan berdiskusi tentang isu-isu yang berhubungan dengan perawatan dirumah. Kesempatan terakhir untuk mendemonstrasikan kemampuan perawatan yang bermanfaat dirumah. b.) Periksa instruksi pemulanagn dari dokter, kebutuhan terapi atau kebutuhan

akan alat-alat medis khusus. Persiapkan kebutuhan dalam perjalanan dan siapkan alat-alat yang dibutuhkan pasien sebelum sampai dirumah (seperti tempat tidur rumah sakit, oksigen, atau feeding pump).

(28)

d.) Tawarkan bantuan untuk memakaikan baju pasien dan merapikan semua barang milik pasien dan jaga privasi pasien sesuai dengan kebutuhan pasien.

e.) Periksa seluruh ruangan dan laci untuk memastikan barang-barang pasien. Dapatkan daftar pertinggal barang-barang berharga yang telah ditandatangani oleh keluarga dan pasien, dan instruksikan penjaga atau administrator yang tersedia untuk menyampaikan barang-barang berharga kepada pasien.

f.) Persiapkan pasien dengan prescription atau resep pengobatan pasien sesuai dengan yang dinstruksikan oleh dokter. Lakukan pemeriksaan terahir untuk kebutuahan informasi atau fasilitas pengobatan yang aman.

g.) Berikan informasi tentang petunjuk untuk janji atau pertemuan follow up ke praktek dokter ataupun pelayanan kesehatan lain seperi puskesmas. h.) Hubungi kantor agen bisnis untuk menentukan apakah pasien

membutuhkan daftar pengeluaran untuk kebutuhan pembayaran. Anjurkan pasien atau keluarga untuk mengunjungi kantornya.

i.) Dapatkan kontak untuk memindahkan barang-barang pasien. Kursi roda untuk pasien yang tidak mampu berjalan ke mobil atau ambulans, pasien yang pulang dengan ambulans harus diantarkan oleh petugas ambulans dari rumah sakit.

(29)

pindah ke mobil atau kendaraan untuk transportasi dan bantu menempatkan barang-barang pribadi pasien kedalam kendaraan.

1.6.5 Evaluasi pelaksanaan discharge planning

a.) Minta pasien dan anggota keluarga menjelaskan tentang penyakit, pengobatan yang dibutuhkan, tanda-tanda fisik atau gejala yang harus dilaporkan kepada dokter.

b.) Minta pasien atau anggota keluarga mendemonstrasikan setiap pengobatan atau perawatan yang akan dilanjutkan dirumah.

c.) Perawat yang melakukan perawatan dirumah perlu memperhatikan keadaan rumah pasien, mengidentifikasi hambatan yang dapat membahayakan pasien, dan menganjurkan perbaikan kepada keluarga. 1.7 Unsur-unsur discharge planning

Unsur-unsur yang harus ada pada sebuah form perencanaan pemulangan (Discharge Planning Association, 2008), antara lain :

a.) Pengobatan dirumah mencakup resep baru, pengobatan yang sangat dibutuhkan dan pengobatan yang perlu dihentikan.

b.) Daftar nama obat harus mencakup nama, dosis, frekuensi, dan efek samping yang umum terjadi.

c.) Kebutuhan akan hasil test laboratorium yang dianjurkan dan pemeriksaan lain, dengan petunjuk bagaimana untuk memperoleh atau tempat pemeriksaannya.

(30)

f.) Kapan dan bagaimana perawatan atau pengobatan selanjutnya yang akan dihadapi setelah dipulangkan. Nama pemberi layanan, waktu, tanggal, dan lokasi setiap janji untuk control atau follow up.

g.) Apa yang harus dilakukan pada keadaan darurat dan nomro telepon yang bias dihubungi untuk melakukan peninjauan ulang petunjuk pemulangan. h.) bagaimana mengatur perawatan lanjutan, jadwal pelayana dirumah,

perawat yang menjenguk, alat bantu jalan seperti walker, beserta dengan nama dan nomor telepon setiap institusi yang bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan.

2. Sectio Caesarea

2.1 Defenisi sectio caesarea

Seksio sesaria merupakan prosedur operatif, yang dilakukan dibawah anastesi sehingga janin, plasenta, dan ketuban dilahirkan melalui insisi dinding abdomen dan uterus, prosedur ini biasanya dilakukan setelah viabilitas tercapai, misalnya: usia kehamilan lebih dari 24 minggu (Myles, 2003).

Seksio sesaria adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen dan uterus yang masih utuh dengan berat janin > 1000gr atau umur kehamilan > 28 minggu (Manuaba, 2012).

2.2 Indikasi sectio caesarea

Indikasi sectio cesarea menurut Sofian (2012), adalah: a.) Faktor ibu

(31)

sefalopelvik, rupture uteri mengancam, partus lama (prolonged labor), partus tak maju (Obstructed Labor), distosia serviks, preeklamsi dan hipertensi.

b.) Faktor janin

Indikasi tindakan sectio cesarea yang dipengaruhi oleh faktor janin seperti: letak janin, letak bokong, presentasi dahi dan muka, dan gemeli jika janin pertama letak lintang.

2.3 Komplikasi sectio caesarea

Menurut Sofian (2012) komplikasi sectio caesarea dapat dibagi menjadi empat macam yaitu:

a.) Infeksi puerperal (nifas).

b.) Ringan, dengan kenaikan suhu hanya beberapa hari saja.

c.) Sedang, dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung.

d.) Berat, dengan peritonitis, sepsis, dan ileus paralitik. 2.4 Proses penyembuhan luka

Menurut Morison (2012), proses fisiologis penyembuhan luka dapat dibagi kedalam 4 fase utama, yaitu:

I.) Fase inflamasi (0-3 hari)

(32)

II). Fase destruktif (1-6 hari)

Pembersihan terhadap jaringan mati atau yang mengalami devitalisasi dan bakteri oleh polimorf dan macrofag. Polimorf menelan dan mengahncurkan bakteri. Tingkat aktivitas polimorf yang tinggi hidupnya singkat saja dan penyembuhan dapat berjalan terus tanpa keberadaan sel tersebut.

III). Fase proliferatif (3-24 hari)

Fibroblas meletakkan substansi dasar dan serabut-serabut kolagen serta pembuluh darah baru mulai menginfiltrasi luka, begitu kolagen diletakkan maka terjadi peningkatan yang cepat pada kekuatan regangan luka.

IV). Fase maturasi

Dalam setiap cedera yang mengakibatkan kehilangan kulit, sel epitel pada pinggir luka dari sisa-sisa folikel rambut, serta glandula sebasea dan glandula sudorifera, membelah dan mulai bermigrasi diatas jaringan baru.

3. Masa nifas

3.1 Defenisi masa nifas

Masa nifas (puerperium), berasal dari bahasa Latin, yaitu puer yang artinya bayi dan parous yang artinya melahirkan atau masa sesudah melahirkan (Maryunani, 2008). Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah partus selesai atau plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, yang berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari (Eny dan Diah, 2008).

3.2 Tahapan masa nifas

(33)

I.) Puerperium dini

Masa kepulihan, yakni saat ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.

II.) Puerperium intermedial

Masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ genitalia kira-kira 6-8 minggu.

III.) Remot puerperium

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama apabila ibu selama persalinan mempunyai komplikasi.

3.3 Perubahan-perubahan fisiologis masa nifas I.) Perubahan uterus

Sampai hari kedua uterus masih membesar, dan setelah itu berangsur-angsur menjadi kecil. Kalau diukur tinggi fundus uteri pada waktu nifas setelah buang air kecil pada hari ke-tiga kira-kira 2 atau 3 jari dibawah pusat, hari ke-lima pada pertengahan antara pusat dan simphysis, hari ke-tujuh kira-kira 2-3 jari diatas simphysis, dan setelah hari kesepuluh biasanya uterus tersebut tidak teraba lagi dari luar (Maryunani, 2008).

Perubahan-perubahan yang normal dalam uetrus selama masa nifas:

Bobot uterus Diameter uterus Palpasi serviks Pada akhir persalinan 900 gram 12.5 cm Lembut/lunak

Pada akhir minggu ke-1 450 gram 7.5 cm 2cm

[image:33.595.106.521.582.724.2]
(34)

II.) Lochea

Lochea adalah darah atau cairan yang keluar dari vagina selama masa nifas. Lochea mempunyai reaksi basa atau alkalis yang dapat menyebabkan organisme berkembang biak lebih cepat daripada vagina normal. Tiga jenis lochea sesuai dengan warnanya adalah sebagai berikut:

a.) Lochea rubra atau kruenta /merah

Lochea ini berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, selsel darah desidua (Desidua yakni selaput tenar rahim dalam keadaan hamil), venix caseosa (yakni palit bayi, zat seperti salep terdiri atas palit atau semacam noda dan sel-sel epitel yang mnyelimuti kulit janin), lanugo (yakni bulu halus pada anak yang baru lahir), dan mekonium (yakni isi usus janin cukup bulan yang terdiri atas getah kelenjar usus dan air ketuban berwarna hijau).

b.) Lochea serosa

Lochea ini mengandung cairan darah dengan jumlah darah yang lebih sedikit dan lebih banyak mengandung serum dan leukosit. Lochea serosa berwarna kecoklatan atau kekuning-kuningan dan keluar dari hari ke-lima sampai hari ke-9 berikutnya.

c.) Lochea alba /putih

Lochea yang terdiri dari leukosit, lendir leher rahim (serviks), dan jaringan-jaringan mati yang sudah lepas dalam proses penyembuhan. Lochea alba ini berwarna lebih pucat, berwarna kekuning-kuningan, dan keluar selama 2-3 minggu.

(35)

Pada sekitar minggu ke-tiga vagina akan mengecil dan timbul rudae kembali. Vagina yang semula sangat teregang dan akan kembali secara bertahap seperti ukuran sebelum hamil pada minggu ke-6 sampai ke-8 setelah melahirkan.

b.) Perineum

Perineum adalah daerah antara vulva dan anus. Setelah melahirkan perineum menjadi agak bengkak atau edema.

IV.) Perubahan pada sistem pencernaan

Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan (dehidrasi), kurang makan, hemorroid, laserasi jalan lahir. Supaya buang air besar kembali teratur dapat diberikan diit atau makanan yang mengandung serat dan pemberian cairan yang cukup. Bila usaha ini tidak berhasil dalam waktu 2 atau 3 hari dapat ditolong dengan pemberian huknah atau gliserin spuit atau diberikan obat laksan yang lain.

V.) Perubahan pada sistem perkemihan

Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2 sampai 8 minggu, tergantung pada 1) keadaan/status sebelum persalinan 2) Lamanya partus kalla II yang dilalui 3) Bersarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan. VI.) Perubahan tanda-tanda vital

(36)

Sekitar hari ke 4 setelah persalinan suhu tubuh mungkin naik sedikit, antara 37,2ºC-37,5°C, bila kenaikan mencapai 38°C pada hari kedua sampai hari-hari berikutnya, harus diwaspadai infeksi atau sepsis nifas.

b.) Denyut nadi

Denyut nadi ibu akan melambat sampai sekitar 60 kali per menit, yakni pada waktu habis persalinan karena ibu dalam keadaan istirahat penuh. Ini terjadi utamanya pada minggu pertama postpartum.

c.) Tekanan darah

Tekanan darah <140/90 mmHg. Tekanan darah tersebut bisa meningkat dari pra persalinan pada 1-3 hari postpartum.

d.) Pernafasan

Pada umumnya respirasi lambat atau bahkan normal, karena ibu dalam kedaan pemulihan/dalam kondisi istirahat. Bila ada respirasi cepat postpartum (>30x per menit) mungkin karena adanya tanda-tanda syok.

3. 4 Kebutuhan dasar ibu nifas a.) Gizi

(37)

mengkonsumsi vitamin A 200.000 iu. Pemberian vitamin A dalam bentuk suplementasi dapat meningkatkan kualitas ASI, meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan kelangsungan hidup anak (Danuatmaja, 2007).

b.) Ambulasi

Ambulasi sedini mungkin sangat dianjurkan, kecuali ada kontraindikasi. Pada proses operasi cesarea digunakan anastesi agar pasien tidak merasakan nyeri saat dibedah, namun setelah operasi selesai pasien mulai sadar dan efek anastesi habis bereaksi, sehingga pasien akan merasakan nyeri pada bagian tubuh yang mengalami pembedahan, yang menyebabkab pasien tidak mampu untuk melakukan mobilisasi (Maryunani, 2008). Pada ambulasi pertama sebaiknya ibu dibantu oleh keluarga.

c.) Kebersihan diri (personal hygiene)

Ibu nifas dianjurkan untuk menjaga kebersihan seluruh tubuh, mengajarkan ibu cara membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air, menyarankan ibu mengganti pembalut setiap kali mandi, BAB/BAK, paling tidak dalam waktu 3-4 jam, menyarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum menyentuh kelamin, anjurkan ibu tidak sering menyentuh luka episiotomi dan laserasi, pada ibu post sectio caesaria (SC), luka tetap di jaga agar tetap bersih dan kering.

d.) Istirahat dan tidur

(38)

secara perlahan-lahan, mengatur kegiatan rumahnya sehingga dapat menyediakan waktu untuk istirahat pada siang kira-kira 2 jam dan malam 7-8 jam. Kurang istirahat pada ibu nifas dapat berakibat: mengurangi jumlah ASI, memperlambat involusi, yang akhirnya bisa menyebabkan perdarahan, depresi.

e.) Eliminasi

BAB dan BAK. Buang air kecil (BAK) dalam enam jam ibu nifas harus sudah BAK spontan, kebanyakan ibu nifas berkemih spontan dalam waktu 8 jam, urine dalam jumlah yang banyak akan di produksi dalam waktu 12-36 jam setelah melahirkan, ureter yang berdiltasi akan kembali normal dalam waktu 6 minggu. Selama 48 jam pertama nifas (puerperium), terjadi kenaikan dueresis sebagai berikut: pengurasan volume darah ibu, autolisis serabut otot uterus. Buang air besar (BAB) biasanya tertunda selama 2-3 hari, karena edema persalinan, diet cairan, obat-obatan analgetik, dan perenium yang sangat sakit, bila lebih 3 hari belum BAB bisa diberikan obat laksantia, ambulasi secara dini dan teratur akan membantu dalam regulasi BAB, Asupan cairan yang adekaut dan diet tinggi serat sangat dianjurkan.

f.) Pemberian ASI atau laktasi

(39)

bertahap meningkatkan frekuensi makanan dan menurunkan frekuensi pemberian ASI.

g.) Keluarga berencana (KB)

Idealnya setelah melahirkan boleh hamil lagi setelah 2 tahun. Pada dasarnya ibu tidak mengalami ovulasi selama menyusui ekslusif atau penuh 6 bulan ibu belum mendapatkan haid (metode amenorhe laktasi). Meskipun setiap metode kontrasepsi beresiko, tetapi menggunakan kontrasepsi jauh lebih aman. Jelaskan pada ibu berbagai macam metode kontrasepsi yang diperbolehkan selama menyusui. Metode hormonal, khususnya oral (estrogen-progesteron) bukanlah pilihan pertama bagi ibu yang menyusui.

4. Asuhan bayi baru lahir

Bayi baru lahir adalah bayi yang baru lahir atau keluar dari rahim seorang ibu melalui jalan lahir (liang vagina) atau melalui tindakan medis dalam kurun waktu 0 smpai 28 hari. Asuhan segera pada bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan pada bayi tersebut selama jam pertama setelah kelahiran. Sebagian besar bayi yang baru lahir akan menunjukan usaha pernapasan spontan dengan sedikit bantuan atau gangguan. Aspek-aspek penting dari asuhan segera bayi yang baru lahir adalah: Jagalah bayi tetap hangat dan kering dan usahakan adanya kontak antara kulit bayi dengan kulit ibunya sesegera mungkin. Beberapa hal yang bisa diperhatikan dalam perawatan bayi baru lahir adalah:

4.1 Menyusui bayi

(40)

pertama setelah lahir. Pada periode ini ASI saja sudah dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi. Kolostrum jangan dibuang tetapi harus segera diberikan pada bayi. Walaupun jumlahnya sedikit, namun sudah memenuhi kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama. Pemberian ASI tetap dilanjutkan hingga bayi berusia dua tahun. Waktu dan lama menyusui tidak perlu dibatasi dan frekuensinya tidak perlu dijadwal (diberikan pagi, siang dan malam hari). Serta sebaiknya jangan memberikan makanan atau minuman (air kelapa, air tajin, air teh, madu, pisang, dan lain-lain) pada bayi sebelum diberikan ASI karena sangat membahayakan kesehatan bayi dan mengganggu keberhasilan menyusui (Depkes RI, 2005). I.) Cara menyusui yang baik dan benar:

Cara menyusui sangat mempengaruhi kenyamanan bayi menghisap air susu. Petugas kesehatan perlu memberikan bimbingan pada ibu dalam minggu pertama setelah persalinan (nifas) tentang cara-cara menyusui yang sebenarnya agar tidak menimbulkan masalah yaitu dengan langkah-langkah berikut ini:

a.) Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit demi sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan areola sekitarnya. Cara ini bermanfaat sebagai desinfektan san menjaga kelembaban puting susu. Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara:

b.) Ibu duduk atau berbaring santai. Bila duduk lebih santai lebih baik menggunakan kursi yang lebih rendah agar kaki ibu tidak tergantung dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi

(41)

bokong bayi ditahan dengan telapak tangan ibu. Posisi tangan bayi diletakkan dibelakang ibu dan yang satu di depan

d.) Perut bayi menempel pada perut ibu, kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi)

e.) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus. Ibu menatap bayi dengan penuh kasih sayang

f.) Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain menopang dibawah. Jangan menekan puting susu atau areolanya saja.

[image:41.595.123.484.312.460.2]

Gambar 1: Cara meletakkan bayi dan cara memegang payudara

(42)

Gambar 2: Cara merangsang mulut bayi

h.) Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dengan puting serta areola dimasukkan ke mulut bayi:

[image:42.595.124.360.280.414.2]

i.) Usahakan sebagian besar areola masuk ke dalam mulut bayi sehingga puting susu berada di bawah langit-langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak di bawah areola, setelah bayi mulai menghisap, payudara tak perlu dipegang atau disangga lagi

Gambar 3: Tekhnik menyusui yang benar i.) Melepas isapan bayi

Setelah menyusui pada satu payudara sampai terasa kosong, sebaiknya ganti menyusui pada payudara yang lain. Cara melepas isapan bayi: 1) jari kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi; 2) dagu ditekan ke bawah

j.) Menyusui berikutnya mulai dari payudara yang belum terkosongkan (yang dihisap terakhir)

k.) Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan areola sekitarnya. Biarkan kering dengan sendirinya

(43)

tidak enak sebelum ia menyelesaikan minumnya. Menyendawakan bayi sangat penting dan merupakan bagian dari proses menyusui. Lakukan setidaknya setidaknya setelah lima menit bayi menyusui atau paling sedikit saat bayi berpindah payudara.

II.) Posisi menysuui dengan kondisi khusus

Ada posisi menyusui secara khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu seperti menyusui pasca operasi caesar, menyusui pada bayi kembar dan meyusui dengan ASI yang berlimpah (penuh) (Kristiyanasari, 2009).

a.) Posisi menyusui pasca operasi caesar

Ada dua posisi menyusui pasca operasi caesar, diantaranya posisi berbaring miring dan posisi football atau mengepit.

b.) Posisi menyusui dengan bayi kembar

(44)
[image:44.595.115.354.87.223.2]

Gambar 4: Posisi menyusui bayi kembar secara bersamaan

4. 2 Memandikan bayi

Mandi adalah kegiatan yang menyenangkan untuk bayi, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memandikan bayi adalah:

Persiapan:

I.) Cuci tangan dengan sabun dan air bersih

II.) Siapkan keperluan mandi seperti: Pakaian bersih, popok, handuk , sabun, bak mandi berisi air hangat, dan kasa steril.

III.) Prosedur Memandikan Bayi

a.) Mandikan bayi ditempat yang aman, tepat, serta yang memudahkan anda bergerak leluasa (tidak perlu membungkuk).

b.) Atur suhu ruangan sedikit hangat, hangatkan ruangan dengan menempatkan air panas dan membiarkan uapnya memenuhi ruangan tersebut.

c.) Jika tali pusat atau bekas sunat masih belum sembuh, bayi tidak boleh mandi berendam. Mandikan bayi dengan menggunakan lap atau handuk basah.

(45)

e.) Siapkan semua keperluan mandi dan pakaian sebelum baju bayi dilepaskan, seperti sabun, sampo bayi, lap pembasuh, gumpalan kapas steril untuk membersihkan mata, handuk, popok, dan pakian bersih, salep atau krim jika perlu, dan kasa steril untuk tali pusat.

f.) Lepaskan baju bayi secara bertahap.

g.) Mulailah membasuh tubuh bayi dari bagian terbersih hingga yang terkotor.

h.) Sabuni tubuh bayi dengan tangan dan lap pembasuh. Gunakan lap bersih untuk membersihkannya.

i.) Membersihkan kepala bayi. Gunakan sabun dan sampo bayi, lalu basuh dengan bersih. Peganglah kepala bayi seperti memegang bola dan tinggikan sedikit. Sebelum membersihkan bagian lain, keringkan kepala bayi dengan handuk.

j.) Membersihkan wajah. Basahi kapas dengan air hangat untuk membersihkan mata. Gunakan kapas berbeda untuk setiap mata. Jangan menggunakan sabun untuk membersihkan wajah. Lap perlahan dari hidung kearah luar. Pada bagian telinga, yang boleh dibersihkan hanya bagian luar. Keringkan semua bagian wajah.

k.) Leher dan dada. Tidak diperlukan sabun kecuali jika sangat kotor. Bersihkan bagian lipatan lalu keringkan.

(46)

dibersihkan dan dikeringkan karena bayi suka memasukan tangannya ke mulut.

m.) Bagian punggung. Balikkan tubuh bayi dengan kepala yamg dimiringkan, lalu basuh punggungnya. Tungkai bayi sering menolak merentangkan kakinya, namun penting untuk membersihkan bagian belakang lutut. n.) Kemudian angkat tubuh bayi dengan menggunakan kedua tangan

hati-hatilah karena tubuh bayi licin. Selimuti bayi dengan handuk. Kemudian keringkan bayi dengan cepat secara perlahan-lahan,dan perhatikan daerah lipatan kulit. Kemudian pakaikan popok dan pakaian bayi yang bersih. Kemudian tempatkan bayi ditempat tidur dan hangat.

4. 3 Merawat tali pusat bayi

Tali pusat dipotong dan diikat segera setelah dilahirkan. Tujuan perawatan tali pusat adalah untuk mencegah terjadinya infeksi dan mempercepat pemisahan tali pusat dari perut. Pada umumnya tali pusat bayi akan terlepas sekitar 7 hingga 14 hari. Merawat tali pusat dengan benar dan tepat juga akan membuat proses penyembuhan lebih cepat dan terhindar dari ancaman infeksi. Berikut hal penting yang harus diperhatikan bunda dalam merawat tali pusat pada bayi baru lahir untuk menghindari infeksi.

(47)

b.) Untuk memandikan bayi baru lahir, sebaiknya menggunakan washlap dengan menggunakan air hangat. Usahakan untuk tidak memandikan bayi baru lahir dengan posisi berendam apabila tali pusat bayi belum puput atau belum terlepas.

c.) Saat memakaikannya popok atau diapers, sebaiknya ibu memasangnya di bawah perut bayi atau pada bagian bawah tali pusatnya. Hal ini bertujuan untuk menghindari agar tali pusat tidak terkena kotoran atau pipis bayi.

d.) Gunakan pakaian longgar dan nyaman pada bayi baru lahir hingga tali pusatnya puput dengan tujuan supaya tidak mengganggu sirkulasi udara yang ada di sekitar tali pusatnya.

e.) Tidak disarankan memberikan ramuan-ramuan tradisional lain pada pangkal tali pusat bayi baru lahir dengan tujuan segera puput jika tanpa ada ijin dari dokter.

f.) Saat tali pusat bayi sudah puput, biarkan sekitar tali pusat tersebut sembuh dan kering dengan sendirinya dan bunda tidak dianjurkan untuk memplester atau menutupinya.

4. 4 Pencegahan kehilangan panas

Kehilangan panas tubuh bayi dapat dihindarkan melalui beberapa upaya berikut:

a.) Keringkan bayi secara seksama

Segera setelah lahir, segera keringkan permukaan tubuh sebagai upaya untuk mencegah kehilangan panas akibat evaporasi cairan ketuban pada permukaan tubuh bayi.

(48)

Segara setelah tubuh bayi dikeringkan dan tali pusat dipotong, ganti handuk atau kain yang telah dipakai kemudian selimuti bayi dengan selimut atau kain hangat, kering dan bersih. Jika selimut bayi harus dibuka untuk melakukan suatu prosedur, segera selimuti kembali dengan handuk atau selimut kering segera setelah prosedur tersebut selesai.

c.) Tutupi kepala bayi

Pastikan bahwa bagian kepala bayi ditutup setiap saat. Bagian kepala bayi memiliki luas permukaan yang cukup besar sehingga bayi akan cepat kehilangan panas tubuh jika bagian kepalanya tidak tertutup.

d.) Anjurkan ibu untuk memeluk dan memberikan ASI

Memeluk bayi akan membuat bayi tetap dan merupakan upaya pencegahan kehilangan panas yang sangat baik. Dan anjurkan sesegera mungkin ibu untuk menyusui bayinya setelah lahir.

4. 5 Pola makan bayi dan balita

Adapun polamakan bayi dan balita menurut Kementerian Kesehatan RI (2010) adalah:

a). Usia 0 6 Bulan

Diberikan hanya air susu saja sesuai keinginan anak, paling sedikit 8 kali sehari pagi, siang maupun malam.

b.) Usia 6 9 bulan

(49)

/ tahu / daging sapi / wortel / bayam / kacang hijau / santan/ minyak setiap hari makan.

c.) Usia 9 – 12 bulan

Teruskan pemberian ASI, MP ASI diberikan lebih padat dan kasar seperti bubur nasi, nasi tim, nasi lembek, tambahkan telur / ayam / ikan / tempe/ tahu / bayam / santan / kacang hijau /santan / minyak. Setiap hari pagi, siang dan malam diberikan makan. Berikan makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan (buah, biskuit, kue).

d.) Usia 12 24 bulan

Teruskan pemberian ASI, berikan makanan keluarga, secara bertahap sesuai dengan kemampuan anak. Porsi makan sebanyak 1/3 orang dewasa terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur dan buah. Makanan selingan kaya gizi sebanyak 2 kali sehari diantara waktumakan.Makanan harus bervariasi.

e.) Usia lebih dari 24 bulan

Berikan makanan keluarga 3 kali sehari sebanyak 1/3 – ½ porsi makan dewasa terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur dan buah. Berikan makanan selingan kaya gizi 2 kali sehari diantara waktu makan.

4. 6 Imunisasi

(50)

Umur bayi Jenis imunisasi

0-7 hari Hb0

1 bulan BCG, Polio 1

2 bulan DPT/Hb1, Polio 2

3 bulan DPT/ Hb2, Polio 3

4 bulan DPT/ Hb3, Polio 4

[image:50.595.106.517.84.234.2]

9 bulan Campak

Tabel 2. Jadwal pemberian dan jenis imunisasi

(51)

BAB 3

APLIKASI METODA/IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN

1. Asuhan keperawatan pada pasien pertama 1.1 Pengkajian keperawatan

1.1.1 Identitas klien dan penanggung jawab a. Identitas klien

Nama : Ny. S

Umur : 35 Tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Pasar X Tembung, Medan

Diagnosa Medik : Post SC a/i previous SC dan hipertensi, NH4

Tanggal Masuk : 05 Juli 2015, Jam : 16.00 WIB

Tanggal Pengkajian : 09 Juli 2015, Jam : 09.00 WIB

b. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Tn. E

Umur : 47 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : SMA

(52)

1.1.2 Pengkajian Awal a. Riwayat Persalinan

Persalinan anak pertama dilakukan secara normal dan ditolong oleh seorang bidan di klinik persalinan. Anak pertama klien adalah laki-laki (15 tahun). Persalinan anak kedua dilakukan secara operasi sectio caesarea karena letak janin sungsang, anak kedua adalah perempuan (12 tahun). Klien hamil saat ini 36 minggu, G3 P2 A0. Pada kehamilan yang ketiga ini klien memeriksakan kehamilannya ke rumah sakit, dan ternyata air ketuban sudah menyusut namun belum ada tanda-tanda melahirkan, sehingga pada hari minggu sore klien masuk ke IGD rumah sakit Pirngadi Medan. Pada malam hari tepatnya pukul 22.00 Wib dilakukan proses operasi sectio caesarea pada klien dengan pertimbangan riwayat operasi sectio caesarea sebelumnya, air ketuban yang sudah menyusut, dan peningkatan tekanan darah klien (160/100 mmHg). Klien melahirkan bayinya pada pukul 22.30 Wib, dengan jenis kelamin bayi laki-laki, BB 3000 gram dan TB 42 cm. Klien dipindahkan keruangan rawat Tanjung II pada pukul 04.00 Wib.

b. Keadaan Umum

(53)

kelelahan. Tanda-tanda vital: TD: 130/100 mmHg, RR: 20x/menit, HR: 80x/menit, dan T: 36,7 oC.

c. Kepala

Bentuk kepala klien simetris, kulit kepala terlihat berminyak, tidak ada lesi/luka dikepala, rambut berwarna hitam lurus, dan bersih. Mata: kedua mata simetris, konjungtiva mata berwarna pink (tidak anemis), dan tidak terdapat ikterik, pupil isokor. Hidung: bersih, septum nasi berada ditengah, tidak ada sekret, tidak ada pernafasan cuping hidung. Telinga: bersih, tidak ada sekret/serumen, mulut: mukosa mulut lembab, berwarna pink (tidak pucat).

d. Thoraks

Dada simetris, tidak ada bekas luka/lesi ditemukan pada dada. Payudara simetris kiri dan kanan, payudara lembut, aerola berpigmentasi, hangat, dan putting susu menonjol. Klien mengatakan ASI banyak dan melimpah pada kedua payudara. ASI keluar pada hari kedua setelah persalinan.

e. Abdomen

(54)

f. Ekstremitas Bawah

Ekstremitas bawah simetris kiri dan kanan, tidak terdapat edema, tidak terdapat varises. Ibu sudah mampu melakukan ambulasi seperti duduk dan berjalan kekamar mandi dengan mandiri.

g. Perineum

Pada daerah perineum tidak terdapat kelainan. Klien mengatakan mengganti duk/pembalut 2-3 x setiap hari. Lochea yang dikeluarkan sudah sedikit-sedikit dan berwarna merah muda.

h. Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari

Klien mengatakan sudah mampu melakukan mobilisasi duduk di tempat tidur pada hari kedua setelah operasi, dan mampu berjalan kekamar mandi mulai hari ketiga, rasa sakit bekas luka operasi tidak dirasakan lagi oleh klien, hanya terasa nyeri jika klien batuk. Klien tidak mengalami kesulitan saat istirahat atau menyusui bayinya. Klien juga mengatakan tidak ada masalah dengan nafsu makan, klien makan tiga kali sehari dan selalu habis. Klien mengatakan BAB pertama kali pada hari kedua setelah operasi, dan tidak ada masalah seperti konstipasi.

i. Adaptasi Psikologis

(55)

1.1.3 Pengkajian lanjutan

Penilaian

Tanggal dan Waktu

09-07-15 10-07-15 11-07-15

Pagi Sore Pagi

Kulit

Warna

(normal,pucat,sianosis kemerahan)

Warna kulit normal kuning langsat, tidak ada sianosis, suhu hangat, T: 36,70C,

keadaan kulit lembab dan kondisi luka bekas operasi sedikit basah.

Warna kulit normal kuning langsat, suhu hangat, T: 36,50C,

keadaan kulit lembab dan kondisi balutan luka operasi baik.

Warna kulit normal kuning langsat, suhu hangat, T: 36,60C,

keadaan kulit lembab dan kondisi

balutan luka operasi baik, luka kering. Suhu

Hangat, panas, dingin Kelembaban

Paten, macet, tanda infeksi

Mamae

Kondisi

Lembut, berisi, penuh, bengkak, merah, nyeri

Kondisi

payudara ibu lembut, tidak ada kemerahan, tampak berisi ASI, tidak ada nyeri, ASI banyak.

Kondisi

payudara ibu lembut, berisi ASI dan tidak ada nyeri.

Kondisi payudara ibu lembut, berisi, produksi ASI lancar.

Putting

Normal, datar, masuk kedalam

Merah, nyeri, pecah, lecet

Putting susu ibu menonjol, aerola berwarna kehitaman, dan tidak ada lecet, nyeri, atau kemerahan.

Putting susu ibu menonjol, areola berwarna kehitaman, tidak ditemukan adanya lecet, nyeri, atau kemerahan.

Putting susu ibu menonjol Tidak ada nyeri.

Uterus

Tinggi

Tidak dikaji Tidak dikaji Tidak dikaji Posisi

Midline, kanan umbilikus, kiri umbilikus

Tidak dikaji Tidak dikaji Tidak dikaji

Konsistensi

Kenyal, lembut, kenyal dengan massage

Tidak dikaji Tidak dikaji Tidak dikaji

Lochea

Warna

Rubra, serosa, alba Rubra Rubra Rubra

Jumlah

Waktu ganti duk Luas duk yang basah

± 20 -40 cc 2-3x ganti Seperempat

± 20 -30 cc 2-3x ganti Seperempat

(56)

Bau + = ada 0 = tidak ada

0 0 0

Perineum

Kondisi

Utuh, bengkak, edema, hematom, bersih, kotor

Utuh, tidak ada bengkak,

edema tidak ada. Tidak ada luka

episiotomi. hemoroid tidak ada (0)

Utuh, tidak ada bengkak, tidak ada luka episiotomi. edema tidak ada hemoroid tidak ada (0)

Utuh, tidak ada bengkak, edema tidak ada, tidak ada luka

episiotomi, hemoroid tidak ada (0) Episiotomi

N= bersih, kering, menyatu, edema, pengeluaran,

kemerahan Hemoroid + = ada 0 = tidak ada

Edema, lembut, nyeri

Kardiovaskular

Edema

+1: edema minimal pada area pedal & pretibial

+2: edema ditandai pada ekstremitas bawah dan tangan

+3: edema terdapat pada wajah, dinding abdomen baeah dan sacrum

+4: edema anasarka

Tidak ada edema

Tidak ada edema

Tidak ada edema

Homan’s sign kiri dan

kanan 0 = negatif + = positif

Tidak dikaji Tidak dikaji Tidak dikaji

Hipotensi ortostatik

√ = +

0 = -

Tidak ada hipotensi

ortostatik (0)

Tidak ada hipotensi

ortostatik (0)

Tidak ada hipotensi ortostatik (0) Vital sign TD: RR: HR: T: 130/100 mmHg 20x/i 80x/i 36,7 oC

120/90 mmHg 20x/i

80x/i 36, 5oC

120/80 mmHg 20x/i

80x/i 36,6 oC

Status Emosional

Tenang, cemas, gelisah, takut, bermusuhan, depresi, labil, afek datar

Ibu tampak tenang, santai, dan bersikap positif jika

Ibu tampak tenang, sedikit

(57)

diajak berbicara.

gelisah karena belum

dipervolehkan pulang

kerumah, bersikap

kooperatif saat diajak

berbicara.

bersikap kooperatif dan antusias saat diajak

berbicara.

Aktifitas

Ditempat tidur Ambulasi Ke kamar mandi

Klien sudah bisa ke kamar mandi tanpa dibantu.

Klien sudah bisa ke kamar mandi tanpa dibantu.

Klien sudah bisa ke kamar mandi tanpa dibantu.

Hygiene

Mandi dengan waslap di tempat tidur

Mandi guyur Mandi guyur dan sedikit di lap dengan kain basah dengan tetap menjaga bekas luka operasi agar tidak basah.

Mandi guyur dan sedikit di lap dengan kain basah dengan tetap menjaga bekas luka operasi agar tidak basah.

Mandi guyur dan sedikit di lap dengan kain basah dengan tetap menjaga bekas luka operasi agar tidak basah.

Diet

Nafsu makan:

Puasa, baik, cukup, tidak ada.

Nafsu makan ibu baik, tidak ada pembatasan makanan

Nafsu makan ibu baik, tidak ada pembatasan makanan

Nafsu makan ibu baik, tidak ada

pembatasan makanan Tipe

Cairan jernih, MI, MII, MB

MB MB MB

Eliminasi

Feses Konsistensi

Waktu BAB/frekuensi

Sudah BAB sejak hari kedua post SC

BAB lancar 1x pada pagi hari

Belum ada BAB

Urin

Waktu pengosongan, jumlah

+ = spontan

0 = tindakan (kateter)

BAK normal dan spontan, Kateter dilepas pada hari kedua post SC.

BAK normal tidak ada kateter dan spontan.

BAK normal tidak ada kateter dan spontan.

Terapi medis

Ampicilin 1 gr/ 8jam Ketrolac 1 ampul/ 8jam Ranitidine 1 ampul Amoxicilin Tab 500 mg (3x1)

Amoxicilin Tab 500 mg (3x1) Asam

mefenamat Tab 500 mg (3x1)

Amoxicilin Tab 500 mg (3x1) Asam

mefenamat Tab 500 mg (3x1)

Amoxicilin Tab 500 mg (3x1)

(58)

Asam mefenamat Tab 500 mg (3x1)

B.com Tab (2x1)

B.com Tab (2x1)

B.com Tab (2x1)

Tab 500 mg (3x1)

B.com Tab (2x1)

1.2 Analisa data

No. Data Objektif/Subjektif Etiologi Masalah

1. Data Subjektif:

- Klien mengatakan belum mengetahui bagaimana cara merawat bekas luka operasi

- Klien mengatakan takut jika bekas luka operasinya lama sembuh karena akan membatasi aktivitasnya

Data Objektif:

- Kondisi luka pada hari ke-4 post SC sedikit basah pada beberapa jahitan

- Luka post SC dengan sayatan memanjang - Nyeri tidak ada, hanya

terasa nyeri jika batuk - Kondisi kulit disekitar

luka baik, tidak ada kemerahan

- Kondisi balutan luka baik

Persalinan sectio caesarea (sayatan memanjang)

Masa nifas hari ke-4

Bekas luka operasi belum kering

Sumber informasi tentang perawatan luka bekas operasi dirumah terbatas

Kurang pengetahuan tentang perawatan luka post seksio.

No. Data Objektif/Subjektif Etiologi Masalah

2. Data Subjektif:

- Klien mengatakan belum mengetahui tentang senam nifas

- Klien merasa antusias dan perlu belajar tentang senam nifas

Data Objektif:

-Persalinan dengan sectio caesarea

Masa nifas hari ke-4

Sumber informasi tentang senam nifas tidak ada.

(59)

No. Data Objektif/Subjektif Etiologi Masalah 3. Data Subjektif:

- Klien mengatakan belum memutuskan tentang pilihan alat kontrasepsi yang sesuai

- Klien mengatakan bingung memilih jenis KB

- Klien mengatakan belum mengetahui tentang KB Data Objektif:

-Persalinan dengan sectio caesarea

Masa nifas hari ke-4

Sumber informasi tentang keluarga berencana terbatas.

Kurang pengetahuan tentang keluarga berencana (KB).

1.3 Diagnosa keperawatan

1.3.1 Kurang pengetahuan tentang perawatan luka post seksio berhubungan dengan kurangnya sumber-sumber informasi tentang perawatan luka post seksio dirumah ditandai dengan klien mengatakan tidak tahu cara merawat luka post seksio dirumah dan merasa takut jika lukanya lama sembuh, kondisi luka pada hari ke-4 post seksio masih sedikit basah, rasa nyeri jika batuk.

1.3.2 Kurang pengetahuan tentang senam nifas yang berhubungan dengan tidak adanya sumber informasi seputar senam nifas ditandai dengan klien mengatakan baru pertama kali mendengar senam nifas dan antusias untuk belajar senam nifas.

(60)
(61)

1.4. Intervensi keperawatan

1.4.1 Kurang pengetahuan tentang perawatan luka post seksio

No Diagnosa

Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional

1. Kurang pengetahuan tentang perawatan luka

post seksio

berhubungan dengan kurangnya sumber-sumber informasi tentang perawatan luka post seksio dirumah ditandai dengan klien mengatakan tidak tahu cara merawat luka post seksio dirumah dan merasa takut jika lukanya lama sembuh, kondisi luka pada hari ke-4 post seksio masih sedikit basah, rasa nyeri jika batuk.

Tujuan:

Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x30 menit diharapkan klien mengetahui tentang perawatan luka post seksio dirumah dengan kriteria hasil:

- Ibu paham

pengertian luka post seksio

- Ibu paham tujuan perawatan luka post seksio

- Ibu paham cara merawat luka post seksio dirumah - Ibu paham

tanda-tanda infeksi pada luka.

1. Kaji keadaan umum klien 2. Kaji TTV klien

3. Kaji pengetahuan dan persepsi klien tentang perawatan luka post seksio dirumah

4. Berikan pendidikan kesehatan tentang perawatan luka post seksio dirumah Meliputi pengertiann luka post seksio, tujuan perawatan, cara merawat dirumah, dan tanda-tanda infeksi. 5. Berikan kesempatan pada klien jika

ingin bertanya

6. Berikan positive feedback jika klien mampu memahami penjelasan dengan baik.

1. Untuk mengetahui keadaan klien setelah persalinan seksio

2. Untuk memantau keadaan umum klien

3. Untuk menilai

pengetahuan dan persepsi awal dari klien tentang perawatan luka post seksio

4. Memberikan informasi seputar perawatan luka post seksio dirumah 5. Untuk menjawab hal

yang kurang dimengerti klien

(62)

1.4.2 Kurang pengetahuan tentang senam nifas

No Diagnosa

Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional

2. Kurang pengetahuan tentang senam nifas yang berhubungan dengan tidak adanya sumber informasi seputar senam nifas ditandai dengan klien mengatakan baru pertama kali mendengar senam nifas dan antusias untuk belajar senam nifas.

Tujuan:

Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x30 menit diharapkan klien mengetahui tentang senam nifas dengan kriteria hasil:

- Ibu paham

pengertian senam nifas

- Ibu paham tujuan melakukan senam nifas

- Ibu mengetahui mempraktekkan senam nifas sesuia kebutuhan

- Ibu paham

kontraindikasi melakukan senam nifas.

1. Kaji keadaan umum klien 2. Kaji TTV klien

3. Kaji pengetahuan dan persepsi klien tentang Senam nifas

4. Berikan pendidikan kesehatan tentang senam nifas, meliputi defenisi senam nifas, manfaat, serta kontraindikasi senam nifas

5. Kaji skala nyeri klien

6. Bimbing dan ajarkan klien melakukan senam nifas sesuai dengan kebutuhan klien

7. Berikan kesempatan pada klien jika ingin bertanya

8. Berikan positive feedback jika klien mampu memahami penjelasan dengan baik.

1. Untuk mengetahui keadaan klien selama masa nifas

2. Untuk memantau keadaan umum klien

3. Untuk mengetahui pengetahuan awal klien dan menentukan pendkes yang akan diberikan 4. Untuk menambah

pemahaman klien tentang senam nifas

5. Senam nifas tidak bisa dilakukan jika klien merasakan nyeri yang mengganggu

6. Untuk mengajarkan klien cara melakukan senam nifas

7. Menjawab hal yang kurang dimengerti klien 8. Membuat klien merasa

(63)

1.4.3 Kurang pengetahuan tentang keluarga berencana (KB)

No Diagnosa

Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional

3. Kurang pengetahuan tentang keluarga berencana (KB) berhubungan dengan terbatasnya sumber-sumber informasi terkait KB ditandai

dengan klien

mengatakan belum memahami jenis KB yang akan dipilihnya, klien mengatakan takut hamil lagi karena sudah 2x di operasi SC, klien tidak tahu jenis-jenis alat kontrasepsi.

Tujuan:

Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x30 menit diharapkan klien mengetahui tentang keluarga berencana (KB) dengan kriteria hasil:

- Ibu paham

pengertian KB - Ibu mengetahui

jenis-jenis kontrasepsi

- Ibu mampu

memutuskan salah satu jenis kontrasepsi yang akan dilakukan.

1. Kaji keadaan umum klien 2. Kaji TTV klien

3. Kaji pengetahuan awal klien mengenai keluarga berencana

4. Berikan pendidikan kesehatan mengenai KB, seperti defenisi KB, jenis-jenis kontrasepsi, dan motivasi ibu untuk memilih salah satu jenis kontrasepsi

5. Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya

6. Berikan positive feedback jika klien mampu memahami penjelasan dengan baik.

1. Untuk mengetahui keadaan klien selama masa nifas

2. Untuk memantau keadaan umum klien

3. Untuk mengetahui pengetahuan awal klien 4. Untuk menambah

pemahaman dan

pengetahuan klien mengenai KB

5. Untuk menjawab hal yang kurang dimengerti klien 6. Pujian membuat klien

(64)

2. Asuhan keperawatan pada pasien kedua 2.1 Pengkajian keperawatan

2.1.1 Identitas klien dan penanggung jawab a. Identitas klien

Nama : Ny. N

Umur : 30 Tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Jln. Sengon No. 4, Medan

Diagnosa Medik : Post SC a/i panggul sempit, NH0

Tanggal Operasi : 10 Juli 2015, Jam : 10.00 WIB

Tanggal Pengkajian : 10 Juli 2015, Jam : 16.00 WIB

b. Identitas Pe

Gambar

Tabel 1. Perubahan-perubahan yang normal dalam uterus selama masa nifas
Gambar 1: Cara meletakkan bayi dan cara memegang payudara
Gambar 3: Tekhnik menyusui yang benar
Gambar 4: Posisi menyusui bayi kembar secara bersamaan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Intervensi yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien adalah menganjurkan pasien untuk membersikan mulut 2 kali sehari, menganjurkan keluarga pasien

Tujuan karya tulis ilmiah ini untuk menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman tentang asuhan keperawatan pada pasien pre, intra, post operasi sectio caesarea di RSUD

gangguan konsep diri pasien yang berhubungan dengan ketergantungan pada orang lain untuk.. memenuhi kebutuhan dasar dan penurunan kemampuan berfungsi

dikarenakan ketidak adekuatan jantung dalam memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.. Pada saat melakukan pengkajian keperawatan didapatkan data subjektif yakni pasien.. mengeluhkan

Simpulan : Kerjasama antar tim kesehatan dan pasien / keluarga sangat di perlukan untuk keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien sehingga masalah keperawatan

− Menganjurkan keluarga dan orang terdekat pasien untuk berbincang dengan klien. − Mengajarkan tehnik relaksasi

Persiapan perawat sebelum hari pemulangan pasien terdiri dari kesiapan perawat untuk menganjurkan bagaimana cara merubah keadaan rumah untuk memenuhi kebutuhan

- Menganjurkan kepada pasien ataupun keluarga untuk sering mengganti posisi pasien terutama pada kaki yang luka agar tidak bertambah