• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Asosiasi Daun Sang (Johannesteijsmannia Altifrons) Dengan Jenis-Jenis Palem Di Resort Sei Betung, Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Asosiasi Daun Sang (Johannesteijsmannia Altifrons) Dengan Jenis-Jenis Palem Di Resort Sei Betung, Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS ASOSIASI DAUN SANG (Johannesteijsmannia altifrons)

DENGAN JENIS-JENIS PALEM DI RESORT SEI BETUNG,

TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER,

KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh :

AMOS FERDINAN SIHOMBING 081202034/Budidaya Hutan

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRACT

AMOS FERDINAN SIHOMBING : Association Analysis of Daun Sang by Some Kind of Palem in Sei Betung Ressort, Gunung Leuser National Park, North Sumatera.

Daun Sang is an endemic species that can be found in Gunung Leuser National Park and Bukit Tiga Puluh National Park. This palm is thought to have associations with other palm. Where around Daun Sang grow there are palm types Lipai (Licuala spinosa), but not always around Lipai grow Daun Sang are. Daun Sang need shade to grow because these palm is sensitive to the sunlight. This study aimed to analyze the association of daun sang by some kind of palm that grows around in order to conservation and optimize the cultivation of the daun sang. The method used is a descriptive method with observation of the Daun Sang number and some kind of of palms around it done intentionally (purposive sampling). The method is performed by making 2 plot observations, each size is 100m × 100m, then divided by making the sample plots of 20m × 20m. Observed data were processed using 2 x 2 contingency table, and then calculated by the chi-square test formulations and Jaccard index to calculate the extent of the association. three species of palm found in the study site there are pinanga speciosa, tetradactylus and Plectomiopsis Calamus sp. The results showed that daun sang are not associated with Pinanga speciosa. Association occurs between daun sang with the Calamus tetradactylus and daun sang with Plectomiopsis sp. The highest level of association occurs in Daun Sang and Calamus tetradactylus with maximum association index value of 1. The level of association between Daun Sang with Plectomiopsis sp. approaching the maximum value of the association index in 0.84. Key word : Daun Sang (Johannesteijsmania altifrons), Association Analysis,

(3)

ABSTRAK

AMOS FERDINAN SIHOMBING : Analisis Asosiasi Daun Sang (Johannesteijsmania altifrons) dengan Jenis – jenis Palem di Resort Sei Betung, Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara.

Daun Sang merupakan tumbuhan endemik yang dapat ditemukan di Taman Nasional Gunung Leuser dan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. Palem ini diduga memiliki asosiasi dengan jenis palem lainnya. Dimana setiap ditemukan Daun Sang terdapat Palem jenis Lipai (Licuala spinosa), namun tidak selalu ditemukan Daun Sang pada setiap ditemukan Lipai. Daun Sang memerlukan naungan untuk tumbuh karena palem ini peka terhadap matahari. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis asosiasi Daun Sang dengan jenis – jenis palem yang tumbuh disekitarnya, dan menganalisi tingkat kekuatan asosiasi antara Daun Sang dengan jenis – jenis palem yang tumbuh disekitar Daun Sang guna upaya konservasi dan mengoptimalkan budidaya Daun Sang. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pengamatan jumlah Daun Sang dan jenis – jenis palem disekitarnya dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Metode tersebut dilakukan dengan membuat 2 plot pengamatan dengan masing – masing ukuran 100m × 100m, kemudian dibagi dengan membuat petak contoh dengan ukuran 20m × 20m. Data yang teramati kemudian diolah dengan menggunakan tabel kontingensi 2 x 2, kemudian dihitung dengan formulasi chi-square test dan Indeks Jaccard untuk menghitung tingkat asosiasi. Terdapat tiga jenis palem yang terdapat pada lokasi penelitian yakni Pinanga speciosa, Calamus tetradactylus dan Plectomiopsis sp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Daun Sang tidak berasosiasi dengan Pinanga speciosa. Asosiasi terjadi antara Daun Sang dengan Calamus tetradactylus dan Daun Sang dengan Plectomiopsis sp. Tingkat asosiasi tertinggi terjadi pada Daun Sang dengan Calamus tetradactylus dengan nilai Indeks Asosiasi maksimum, yakni 1. Tingkat asosiasi antara Daun Sang dengan Plectomiopsis sp. mendekati nilai maksimum Indeks asosiasi 0,84.

(4)

RIWAYAT HIDUP

Amos Ferdinan Sihombing dilahirkan di Pematang Siantar pada 23 Februari

1990 dari Ayah Sarmi Sihombing dan Ibu Rosmaida Hutapea. Penulis merupakan

anak ketiga dari empat bersaudara.

Pendidikan formal yang yang ditempuh selama ini :

1. SD Negeri 091522 Marubun Jaya, lulus tahun 2002

2. SMP Negeri 1 Tanah Jawa, lulus tahun 2005

3. SMA Negeri 1 Tanah Jawa, lulus tahun2008

4. Tahun 2008 lulus Ujian Masuk Bersama (UMB) diterima di Program Studi

Budidaya Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara.

Semasa perkuliahan, Penulis menjadi anggota di organisasi Himpunan

Mahasiswa Silva (HIMAS). Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem

Hutan (PEH) di kawasan Hutan Dataran Tinggi Tanah Karo (Danau Lau Kawar)

pada tahun 2010. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di Perum

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Analisis Asosiasi Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) dengan Jenis – Jenis Palemdi Kawasan Hutan Resort Sei Betung, Taman Nasional Gunung

Leuser, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang

tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nelly Anna S.Hut., MSi dan

Ibu Dr. Kansih Sri Hartini S.Hut., MP selaku ketua dan anggota komisi

pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga

kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak Taman Nasional

Gunung Leuser (TNGL) yang telah bersedia memberikan sarana sebagai lokasi

penelitian. Penulis juga mengucapakan terima kasih kepada seluruh staf pengajar

dan pengajar di Program Studi Kehutanan, Departemen Kehutanan, serta semua

rekan mahasiswa yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya, maupun

bagi pembaca pada umumnya.

Medan, Desember 2014

(6)

DAFTAR ISI

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Klasifikasi Ilmiah Daun Sang (Johannestijsmania altifrons) 4 Tempat Tumbuh Daun Sang ... 6

Hubungan Masyarakat Tumbuh - Tumbuhan dengan Lingkungan ... 6

Analisis Vegetasi ... 7

Asosiasi antara Jenis-Jenis ... 8

Resort Sei Betung ... 10

Kondisi Lokasi Penelitian ... 11

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ... 13

Bahan dan Alat ... 13

Variabel Pengamatan ... 14

Teknik Pengumpulan Data ... 14

Analisis Data ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis – Jenis Palem yang Ditemukan pada Lokasi Penelitian ... 19

Pinanga speciosa ... 19

Calamus tetradactylus ... 20

Plectocomiopsis sp. ... 22

Asosiasi Daun Sang dengan Jenis – Jenis Palem di Sekitarnya ... 24

Daun Sang dengan Pinanga speciosa ... 25

Daun Sang dengan Calamus tetradactylus ... 26

Daun Sang dengan Plectocomiopsis sp. ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 30

(7)
(8)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Daun Sang (Johannestijsmania altifrons) ... 5

2. Akses Jalan Menuju Lokasi Penelitian ... 12

3. Peta Lokasi Penelitian ... 13

4. Sketsa Penentuan Plot Pengamatan ... 15

5. Pinanga speciosa ... 20

6. Calamus tetradactylus Hance ... 21

(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Tabel Kontingen 2x2 ... 16

2. Kelas Indeks Asosiasi ... 18

3. Hasil Perhitungan Asosiasi Daun Sang dengan Ketiga Jenis Palem ... 24

4. Tabel Kontingensi 2 x 2 Daun Sang dengan Pinanga speciosa... 25

5. Tabel Kontingensi 2 x 2 Daun Sang dengan Calamus tetradactylus ... 26

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Analisis Asosiasi Daun Sang dengan Pinanga speciosa ... 35

2. Analisis Asosiasi Daun Sang dengan Calamus tetradactylus. ... 36

3. Analisis Asosiasi Daun Sang dengan Pletocomiopsis sp ... 38

(11)

ABSTRACT

AMOS FERDINAN SIHOMBING : Association Analysis of Daun Sang by Some Kind of Palem in Sei Betung Ressort, Gunung Leuser National Park, North Sumatera.

Daun Sang is an endemic species that can be found in Gunung Leuser National Park and Bukit Tiga Puluh National Park. This palm is thought to have associations with other palm. Where around Daun Sang grow there are palm types Lipai (Licuala spinosa), but not always around Lipai grow Daun Sang are. Daun Sang need shade to grow because these palm is sensitive to the sunlight. This study aimed to analyze the association of daun sang by some kind of palm that grows around in order to conservation and optimize the cultivation of the daun sang. The method used is a descriptive method with observation of the Daun Sang number and some kind of of palms around it done intentionally (purposive sampling). The method is performed by making 2 plot observations, each size is 100m × 100m, then divided by making the sample plots of 20m × 20m. Observed data were processed using 2 x 2 contingency table, and then calculated by the chi-square test formulations and Jaccard index to calculate the extent of the association. three species of palm found in the study site there are pinanga speciosa, tetradactylus and Plectomiopsis Calamus sp. The results showed that daun sang are not associated with Pinanga speciosa. Association occurs between daun sang with the Calamus tetradactylus and daun sang with Plectomiopsis sp. The highest level of association occurs in Daun Sang and Calamus tetradactylus with maximum association index value of 1. The level of association between Daun Sang with Plectomiopsis sp. approaching the maximum value of the association index in 0.84. Key word : Daun Sang (Johannesteijsmania altifrons), Association Analysis,

(12)

ABSTRAK

AMOS FERDINAN SIHOMBING : Analisis Asosiasi Daun Sang (Johannesteijsmania altifrons) dengan Jenis – jenis Palem di Resort Sei Betung, Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara.

Daun Sang merupakan tumbuhan endemik yang dapat ditemukan di Taman Nasional Gunung Leuser dan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. Palem ini diduga memiliki asosiasi dengan jenis palem lainnya. Dimana setiap ditemukan Daun Sang terdapat Palem jenis Lipai (Licuala spinosa), namun tidak selalu ditemukan Daun Sang pada setiap ditemukan Lipai. Daun Sang memerlukan naungan untuk tumbuh karena palem ini peka terhadap matahari. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis asosiasi Daun Sang dengan jenis – jenis palem yang tumbuh disekitarnya, dan menganalisi tingkat kekuatan asosiasi antara Daun Sang dengan jenis – jenis palem yang tumbuh disekitar Daun Sang guna upaya konservasi dan mengoptimalkan budidaya Daun Sang. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pengamatan jumlah Daun Sang dan jenis – jenis palem disekitarnya dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Metode tersebut dilakukan dengan membuat 2 plot pengamatan dengan masing – masing ukuran 100m × 100m, kemudian dibagi dengan membuat petak contoh dengan ukuran 20m × 20m. Data yang teramati kemudian diolah dengan menggunakan tabel kontingensi 2 x 2, kemudian dihitung dengan formulasi chi-square test dan Indeks Jaccard untuk menghitung tingkat asosiasi. Terdapat tiga jenis palem yang terdapat pada lokasi penelitian yakni Pinanga speciosa, Calamus tetradactylus dan Plectomiopsis sp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Daun Sang tidak berasosiasi dengan Pinanga speciosa. Asosiasi terjadi antara Daun Sang dengan Calamus tetradactylus dan Daun Sang dengan Plectomiopsis sp. Tingkat asosiasi tertinggi terjadi pada Daun Sang dengan Calamus tetradactylus dengan nilai Indeks Asosiasi maksimum, yakni 1. Tingkat asosiasi antara Daun Sang dengan Plectomiopsis sp. mendekati nilai maksimum Indeks asosiasi 0,84.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) merupakan perwakilan tipe

ekositem hutan pantai, dan hutan hujan tropika dataran rendah sampai pegunungan.

TNGL merupakan salah satu lokasi dimana masih tersisa hutan alam yang asli di

Pulau Sumatera. Sebagian besar kawasan ini didominasi oleh ekosistem

Dipterocarpaceae. Keberadaan area tersebut dengan statusnya sebagai taman

nasional telah mendukung kehidupan berbagai spesies flora dan fauna yang

merupakan spesies-spesies langka dan endemik. Salah satu diantaranya adalah

Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) atau payung raksasa (Caniago, 2009). Daun Sang hanya dapat ditemukan di dua tempat di Indonesia yaitu di

Taman Nasional Bukit Tigapuluh dan Taman Nasional Gunung Leuser. Daun Sang

termasuk jenis tumbuhan yang dilindungi berdasarkan PP No.7 Tahun 1999 dan

merupakan jenis yang belum banyak diketahui potensinya (Indriani dkk., 2009).

Menurut IUCN jenis tumbuhan ini telah masuk dalam Red Data Book sebagai jenis

yang terancam punah. Hal ini dikarenakan adanya pemanfaatan yang berlebihan,

pemanfaatannya sejauh ini digunakan oleh penduduk sekitar kawasan hutan sebagai

material dinding dan atap rumah dan pondok di ladang. Selain itu adanya aktivitas -

aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat di Dusun Aras Napal sehingga merusak

habitat tempat tumbuh Daun Sang yaitu adanya kegiatan pembukaan lahan,

kebakaran hutan, dan meningkatnya deforestasi. Sehingga pohon-pohon bertajuk

besar yang menjadi naungan Daun Sang berkurang dan ini mengakibatkan sinar

matahari langsung menyinari Daun Sang yang peka terhadap sinar matahari

(14)

Dalam suatu komunitas tumbuhan hutan terjadi interaksi antar spesies

anggota populasi (Indriyanto, 2006). Di dalam ekosistem ini terjadi hubungan

timbal balik antara mahluk hidup dan lingkungannya. Lingkungan tempat tumbuh

dari tumbuhan merupakan suatu sistem yang kompleks, dimana berbagai faktor

saling berinteraksi dan berpengaruh secara timbal balik secara langsung maupun

tidak langsung terhadap masyarakat tumbuh-tumbuhan (Irwanto, 2007). Hubungan

ketertarikan untuk tumbuh bersama ini dikenal dengan asosiasi

(Kurniawan, dkk. 2008).

Tumbuhan Daun Sang memiliki penyebaran yang terbatas pada karakteristik

habitat tertentu. Menurut Yuniati (2011), Daun Sang peka terhadap matahari dan

dapat menyebabkan kematian. Daun Sang diduga memiliki asosiasi dengan palem

jenis Lipai (Licuala spinosa). Menurut Indriani, dkk (2009) menyatakan bahwa setiap terdapat Daun Sang juga ditemukan Lipai pada lokasi tersebut, namun setiap

ditemukan Lipai, tidak selalu terdapat Daun Sang. Berdasarkan acuan tersebut

diduga Daun Sang berasosiasi dengan jenis palem. Dalam ekosistem hutan,

diketahui adanya asosiasi yang dapat mendukung kehidupan antar spesies untuk

tumbuh bersama dan mampu berinteraksi (Kurniawan, dkk. 2008). Oleh karena itu,

penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis – jenis palem yang berasosiasi

dengan Daun Sang guna perbaikan kondisi lingkungan. Sehingga lingkungan

tumbuhnya sesuai dengan pertumbuhan Daun Sang agar kelestariannya tetap

(15)

Perumusan Masalah

Daun Sang merupakan spesies langka dan merupakan tumbuhan endemik,

dimana belum banyaknya informasi dan penelitian terkait dengan Daun Sang

sehingga ekosistem dan keberadaanya di alam menjadi terabaikan. Untuk itu, perlu

dilakukan upaya pelestarian Daun Sang dengan mengkaji permasalahan dengan

pertanyaan yakni, Bagaimana tingkat asosiasi Daun Sang dengan jenis – jenis

Palem yang tumbuh di sekitar habitat Daun Sang di Resort Sei Betung?

Tujuan Penelitian

Secara lebih spesifik tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Menganalisis hubungan keeratan antara Daun Sang dengan jenis – jenis

palem yang tumbuh di sekitarnya di Resort Sei Betung.

2. Menganalisis tingkat atau kekuatan asosiasi antara Daun Sang dengan jenis

– jenis palem yang tumbuh di sekitarnya di Resort Sei Betung.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai :

1. Sumber informasi dalam upaya konservasi dan budidaya Daun Sang.

2. Sebagai informasi dalam pertimbangan guna mengoptimalkan budidaya

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi dan Klasifikasi Ilmiah Daun Sang (Johannestijsmania altifrons) Daun Sang yang merupakan genus tanaman unik, pertama kali ditemukan di

pedalaman Sumatera, Indonesia pada awal abad ke- 19 oleh Profesor Teijsman

(Elias Teymann Johannes) seorang ahli botani dari Belanda. Nama ilmiah Daun

Sang diambil dari nama Profesor Teijsman (Elias Teymann Johannes). Tanaman

Daun Sang yang mempunyai nama ilmiah Johannestijsmania altifrons, disebut juga sebagai Daun Payung Sal, Sal (Malaysia), Bang Soon (Thailand), Joey Palm, Diamond Joey Palm, Umbrella Leaf Palm (Inggris) (Mutia, 2003).

Menurut Sudarnadi (1996), tumbuhan Daun Sang merupakan tumbuhan

bawah pada hutan lebat, dan merupakan tumbuhan tunggal, tegak, daun lebar

berbentuk belah ketupat dengan tepi daun yang bergerigi, batang yang kecil

setinggi satu kaki dengan diameter antara 30 - 40 cm. Daun Sang merupakan salah

satu dari 4 spesies anggota genus johannestijsmania yang hanya tumbuh di

kawasan Asia Tenggara. Daun Sang merupakan anggota famili Arecaceae (Pinang - pinangan atau Palem). Daun Sang hidup secara berkelompok membentuk rumpun,

namun penyebarannya sangat terbatas. Perkembangbiakan Daun Sang lebih banyak

berasal dari anakan dari pada bijinya yang tertutup oleh kulit tebal yang berbentuk

bulat bergerigi.

Daun Sang ditemukan tumbuh di daerah lereng bukit dan tidak ditemukan di

punggung bukit. Tingkat kemiringan lereng bukit yang menjadi lokasi tempat

tumbuhnya Daun Sang memiliki kemiringan ≥ 45%. Tinggi Daun Sang pada saat

kegiatan inventarisasi di lapangan memiliki ketinggian yang bervariasi yaitu antara

(17)

beberapa individu Daun Sang yang mewakili, diperoleh data ukuran panjang

daun antara 180 – 257 cm dengan lebar daun 56 – 98 cm (Indriani dkk., 2009).

Gambar 1 merupakan tumbuhan Daun Sang yang ditemukan di lokasi penelitian.

Gambar. 1. Daun Sang (Johannestejsmania altifrons)

Berdasarkan klasifikasi ilmiah, Daun Sang tersusun dalam sistematika

berikut (Krempin, 1993):

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Monokotil

Ordo : Arecales

Famili : Arecaceae

Genus : Johannesteijsmannia

Spesies : Johannesteijsmannia altifrons

Tempat Tumbuh Daun Sang

Daun Sang adalah salah satu jenis palem langka di Sumatera, biasanya

terjadi sangat lokal pada populasi kecil. Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun

(18)

pelestarian karena populasi di alam kecil (langka) dan merupakan spesies endemik,

peka terhadap adanya gangguan habitat. (PP No. 7 Tahun 1999)

Menurut Qomar, dkk (2005), habitat mikro Palem ini memiliki karakteristik

sebagai berikut : Daun Sang telah ditemukan pada ketinggian 85−175 mdpl dan

sebagian besar didistribusikan pada ketinggian ≥ 110 mdpl dan tersebar pada lereng

yang sangat curam dengan kemiringan > 60% dan ditemukan pada jenis tanah

latosol atau tanah paleudult yang memiliki konsentrasi agak asam (pH 5,6−5,9)

dengan kandungan unsur N dan K yang tinggi, dengan persentase cakupan kanopi >

70%, intensitas cahaya 13-19 lux, suhu udara 27o C, dan kelembaban relatif udara

84%. Daun Sang ditemukan tumbuh di daerah lereng bukit dan tidak ditemukan di

punggung bukit.

Hubungan Masyarakat Tumbuh-tumbuhan dengan Lingkungan

Lingkungan adalah suatu sistem yang kompleks dimana berbagai faktor

berpengaruh timbal balik satu sama lain dengan masyarakat tumbuh-tumbuhan.

Faktor-faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang berbeda pada saat yang

berlainan terhadap kelangsungan hidup setiap jenis tumbuhan. Faktor lingkungan

dikatakan penting apabila pada suatu waktu tertentu mempengaruhi hidup dan

tumbuhnya tumbuh-tumbuhan. Karena terdapat pula taraf minimal, optimum, atau

maksimal menurut batas-batas toleransi dari masing-masing dari masing-masing

masyarakat tumbuhan. Kisaran toleransi untuk setiap masyarakat

tumbuh-tumbuhan tidak sama. Ada yang memiliki batas toleransi yang sempit (steno) dan ada yang luas (euri). Pada tumbuhan yang batas toleransinya steno, titik minimum,

optimum, dan maksimum berdekatan. Sehingga perbedaan yang sedikit saja dapat

(19)

fisik yang berbeda sedikit dapat melampaui batas-batas toleransi dikatakan menjadi

faktor penghambat/limiting factor ( Kusmana, 1995).

Menurut Indriani (2009), menyatakan bahwa kondisi biotik habitat

tumbuhan Salo didominasi oleh tumbuhan meranti-merantian dan jenis lipai

(Licuala spinosa). Lipai merupakan jenis tumbuhan yang ditemukan tumbuh bersama dengan Salo, sehingga bila kita menemukan tumbuhan Salo maka di

sekitarnya akan dapat ditemukan Lipai namun sebaliknya tidak selalu ditemukan

adanya Salo di areal yang ditumbuhi Lipai.

Analisis Vegetasi

Pengenalan terhadap vegetasi tertentu biasanya digunakan istilah – istilah

umum misalnya padang rumput, savana, hutan jati dan sebagainya. Pada saat

sekarang cara ini dipandang tidak sesuai lagi, sehingga perlu ditambah cara

deskripsi yang lebih memadai. Kebutuhan untuk melukiskan suatu vegetasi

tergantung pada vegetasi yang bersangkutan, baik untuk maksud ilmiah maupun

keperluan praktis. Oleh karena vegetasi dapat bertindak sebagai indikator habitat,

maka dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan “Land use planning“. Jika vegetasi ini dipetakan maka kesatuan-kesatuan vegetasi diperlukan di dalam

mengadakan deskripsi (Marsono, 1977).

Menurut Dauserau (1958), yang dikutip Marsono (1977) deskripsi terhadap

suatu tipe vegetasi ini dapat didekati dengan berbagai cara, tergantung tujuan yang

hendak dicapai. Di antaranya deskripsi yang berdasarkan fisiognomi vegetasi, yaitu

deskripsi yang didasarkan atas kenampakan luar suatu vegetasi atau aspek-aspek

suatu komunitas tumbuh-tumbuhan. Sedangkan cara lain yang dapat dikembangkan

(20)

daftar jenis suatu komunitas. Cara ini disebut analisis vegetasi. Untuk cara ini selain

diperlukan pengetahuan taksonomi juga dipelajari tentang dominansi dan

penyebaran. Pada dasarnya analisis vegetasi adalah cara mempelajari susunan dan

bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan (Soerianegara, 1972).

Suatu vegetasi terbentuk oleh adanya kehadiran dan interaksi dari beberapa

jenis tumbuhan di dalamnya. Salah satu bentuk interaksi antar jenis ini adalah

asosiasi. Asosiasi adalah suatu tipe komunitas yang khas, ditemukan dengan

kondisi yang sama dan berulang di beberapa lokasi. Asosiasi dicirikan dengan

adanya komposisi floristik yang mirip, memiliki fisiognomi yang seragam dan

sebarannya memiliki habitat yang khas (Daubenmire, 1968; Mueller-Dombois dan

Ellenberg, 1974; Barbour et al., 1999).

Asosiasi antar Jenis

Asosiasi adalah kekariban antara dua spesies dalam komunitas, yang selalu

hadir bersama-sama. Menurut Kusmana (1995) assosiasi ini terjadi bila:

a. Kedua spesies tumbuh pada lingkungan yang serupa.

b. Distribusi geografi kedua spesies serupa dan keduanya hidup di daerah yang

sama.

c. Bila salah satu spesies hidupnya bergantung pada yang lain.

d. Bila salah satu spesies menyediakan perlindungan terhadap yang lain.

Chi- square hitung dilakukan dengan tujuan untuk dapat menentukan terjadi atau tidaknya asosiasi antara spesies. Nilai Chi-square hitung kemudian

(21)

maka asosiasi bersifat nyata. Apabila nilai Chi-square Hitung < nilai Chi-square

tabel, maka asosiasi bersifat tidak nyata (Ludwig dan Reynold, 1988).

Kershaw (1964) menyatakan bahwa ada dua macam tipe asosiasi, yaitu

asosiasi positif dan asosiasi negatif. Apabila kejadian bersama antara jenis tersebut

positif berarti kejadian bersama antara jenis yang berasosiasi lebih besar dari yang

diharapkan, sebaliknya berasosiasi negatif bila kejadian bersama antara jenis yang

berasoasi lebih kecil dari yang daharapkan.

Menurut Cole (1949) dalam Bratawinata (1998) menyatakan bahwa dalam

suatu masyarakat tumbuhan beberapa spesies sering menunjukkan adanya asosiasi

positif dan negatif. Apabila terjadi asosiasi positif, spesies yang berasosiasi

mempunyai respon yang sama terhadap perbedaan lingkungan dalam komunitas,

dan apabila terjadi asosiasi negatif berarti spesies yang berasosiasi mempunyai

respon yang tidak sama terhadap adanya perubahan lingkungan dalam komunitas.

Faktor-faktor yang menentukan kuat atau lemahnya suatu asosiasi adalah jumlah

jenis yang ada, keadaan tempat dimana tumbuh-tumbuhan itu berada, dan

banyaknya kejadian bersama antara jenis-jenis yang berasosiasi, sedang ukuran

yang digunakan untuk menentukan kuat lemahnya suatu asosiasi adalah koefisien

asosiasi yang mempuyai nilai antara – 1 sampai + 1. Apabila nilai koefisien sama

dengan + 1 berarti terjadi asosiasi maksimum dan sebaliknya apabila nilai koefisien

asosiasi sama dengan – 1 maka terjadi asosiasi minimum.

Resort Sei Betung

Resort Sei Betung berada di Kabupaten Langkat, Kecamatan Besitang. Desa

-desa yang berdampingan dengan resort tersebut adalah Desa Halaban, Desa Bukit

(22)

Medan, kearah perbatasan Sumatera Utara dan Aceh, selanjutnya ke lokasi

diperlukan waktu ± 1,5 jam menuju Dusun Aras Napal (daerah Sekundur)

(Dephut, 2011).

Hutan alam TNGL Sei Betung memiliki topografi datar dan berbukit, dan

sebagian terdapat daerah yang curam. Vegetasinya masih alami, tumbuhan khas

hutan tropis banyak dijumpai dalam kawasan ini khususnya suku

Dipterocarpaceae. Begitu juga dengan keanekaragaman hayatinya juga masih dapat terlihat tegakan dengan diameter 1-2 meter juga masih dapat dijumpai

(Dephut, 2011).

Kawasan hutan Aras Napal termasuk dalam kawasan TNGL, Seksi Besitang

dan Resort Sei Betung. Kawasan hutan di Aras Napal termasuk pada tipe hutan

dataran rendah dengan ketinggian antara 75-100 mdpl. Topografi kawasan

umumnya dataran landai hingga perbukitan yang landai hingga curam. Iklim di

kawasan ini sangat basah tanpa bulan kering. Di kawasan TNGL Aras Napal

dijumpai hutan primer dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi baik flora

maupun fauna. Di hutan tropis ini hidup spesies satwa langka yaitu Orang Utan

(Pongo pigmeus), Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) dan beberapa satwa yang masuk ke dalam kategori satwa dilindungi seperti Kedih (Presbytis thomasi) dan Rangkong (Buheros rhinoceros). Terdapat beberapa spesies flora

endemik yang hanya ditemukan di hutan Sekundur dekat dengan Aras Napal yakni

Daun Sang. (Thoha, 2009).

Menurut Manurung (2012) klasifikasi kesesuaian habitat tinggi berdasarkan

kemiringan lereng yang diperoleh dari titik pengukuran kemiringan lereng dimana

(23)

kawasan dengan kemiringan lereng “sangat curam" dengan rata-rata kemiringan

lereng ≥ 45% karena pada kemiringan lereng tersebut optimal untuk pertumbuhan

dan perkembangbiakan Daun Sang di Resort Sei Betung. Selain itu, pada

kemiringan lereng sangat curam di Resort Sei Betung tersebut juga ditemukan

Daun Sang dengan kondisi yang cukup baik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan

Indriani dkk, (2009) bahwa individu Daun Sang ditemukan tumbuh di daerah lereng

bukit dan tidak ditemukan di punggung bukit.

Kondisi Lokasi Penelitian

Taman Nasional Gunung Leuser merupakan perwakilan tipe ekosistem

hutan pantai, dan hutan hujan tropika dataran rendah sampai pegunungan.

Penelitian dilakukan di Resort Sei Betung yang merupakan bagian dari kawasan

hutan Taman Nasional Gunung Leuser. Resort Sei Betung memiliki luas 9.734 Ha.

Berdasarkan letak geografis , lokasi penelitian adalah 03̊ 94’− 03̊ 95’ Lintang Utara

dan 98̊ 08’− 98̊ 09’ Bujur Timur. (Manurung, 2012)

Menurut Manurung (2012), kawasan tersebut memiliki keadaan topografi

yang sulit untuk dilalui, ketinggian punggung bukit yang paling tinggi adalah 104

mdpl dan yang paling rendah adalah 29 mdpl. Sehingga pembuatan petak contoh

dilakukan pada kedua kawasan tersebut. Di dalam kawasan hutan Resort Sei

Betung terdapat kawasan hutan yaitu Sekundur Kecil dan Sekundur Besar.

Kondisi jalan menuju lokasi penelitian tergolong terjal, melewati lembah

yang curam. Sehingga untuk dapat mencapai lokasi penelitian harus ditempuh

dengan cara berjalan menelusuri jalan setapak. Gambar 2 merupakan akses jalan

(24)
(25)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 di kawasan hutan

Resort Sei Betung, Taman Nasional Gunung Leuser, Kecamatan Besitang,

Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian

Bahan dan Alat

Bahan : Peta kawasan SPTN (Satuan Pemangkuan Taman Nasional) VI Resort Sei

Betung, peta kawasan TNGL, Daun Sang, buku panduan identifikasi

palem, tally sheet.

Alat : GPS, Clinometer, kamera digital, kompas, pita ukur, tali rafia, kalkulator,

(26)

Variabel Pengamatan

Variabel yang akan diamati dalam penelitian ini terdiri dari variabel utama

dan variabel penunjang.

1. Variabel utama terdiri dari :

− Jumlah individu Daun Sang pada plot pengamatan.

− Jumlah individu jenis palem pada plot pengamatan.

2. Variabel penunjang terdiri dari :

− Topografi pada lokasi penelitian

Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

dengan teknik survei. Metode deskriptif adalah metode dalam meneliti suatu objek

dengan kondisinya pada masa sekarang (masa sementara berlangsungnya

penelitian) dengan gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat

mengenai fakta-fakta, serta hubungan fenomena yang diselidiki.

Pengamatan objek dilakukan pada dua plot, dimana masing-masing plot

pada lokasi yang berbeda. Pengamatan terhadap jumlah jenis Daun Sang dan jenis –

jenis palem dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan menggunakan

petak contoh (Fauzi, 2009). Selanjutnya, untuk pengambilan sampel dan penentuan

koordinat dalam penggunaan petak ukur dilakukan dengan menggunakan metode

kuadran (Greig-Smith, 1964).

Pembuatan sketsa dilakukan dengan membuat plot pengamatan yang

berukuran 100 m × 100 m. Pada plot pengamatan tersebut, dibuat petak contoh

yang berukuran 20 m × 20 m dengan jumlah 13 plot pengamatan yang bertujuan

(27)

100 m

Gambar 4. Sketsa Penentuan Plot Pengamatan

Analisis Data

Menurut Ludwig dan Reynolds (1988), untuk menentukan derajat asosiasi

dua jenis dilakukan dengan menggunakan Tabel Kontingensi 2 x 2. Selengkapnya

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tabel Kontingen 2x2

Daun Sang(Johannesteijsmannia altifrons) (A)

a = Jumlah petak yang ditemui spesies A dan spesies B, b = Jumlah petak yang ditemui spesies A saja,

c = Jumlah petak yang ditemui spesies B saja,

d = Jumlah petak yang tidak ditemui spesies A dan spesies B, N = Jumlah petak pengamatan.

(28)

Selanjutnya untuk mengetahui adanya kecenderungan berasosiasi atau tidak

dilakukan perhitungan dengan menggunakan formulasi Chi-square Test sebagai berikut (Ludwig dan Reynolds, 1988), :

Chi−square Test = N (ad−bc)

Nilai Chi-square hitung kemudian dibandingkan dengan nilai Chi-square tabel pada derajat bebas = 1, pada taraf uji 5 %. Apabila nilaiChi-square hitung >

nilai Chi-square tabel, maka terjadi asosiasi. Apabila nilai Chi-square hitung < nilai Chi-square tabel, maka asosiasi tidak terjadi asosiasi antara kedua spesies. Penentuan tipe asosiasi menggunakan formulasi sebagai berikut: (Ludwig dan

Reynold, 1988).

E(a) = (a + b)(a + c) N

Dimana :

a = Jumlah petak yang ditemui spesies A dan spesies B, b = Jumlah petak yang ditemui spesies A saja,

c = Jumlah petak yang ditemui spesies B saja, N = Jumlah petak pengamatan.

Dari hasil perhitungan tersebut, tipe asosiasi dapat ditentukan berdasarkan

indicator berikut yakni (Kurniawan, dkk. 2008) :

1. Asosiasi positif, apabila nilai a > E (a) berarti pasangan jenis terjadi bersama

lebih sering dari yang diharapkan.

2. Asosiasi negatif, apabila nilai a < E (a) berarti pasangan jenis terjadi bersama

(29)

Menurut Ludwig dan Reynold (1988), untuk mengetahui tingkat asosiasi

dilakukan dengan menghitung nilai Indeks Asosiasi yang menggunakan formulasi

Indeks Jaccard sebagai berikut,

JI = a a + b + c

Dimana ;

JI = Indeks Jaccard,

a = Jumlah petak yang ditemui spesies A dan spesies B, b = Jumlah petak yang ditemui spesies A saja,

c = Jumlah petak yang ditemui spesies B saja,

Indeks Jaccard berada pada selang nilai 0 – 1. Jika nilai indeks mendekati

angka 1, maka hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara kedua spesies

tumbuhan tersebut semakin kuat. Tabel 2 merupakan tingkat asosiasi berdasarkan

pengenglompokkan kelas indeks asosiasi.

Tabel 2. Kelas indeks asosiasi

No. Indeks Asosiasi Keterangan 1. 1,00 – 0,75 Sangat Tinggi (ST) 2. 0,74 – 0,49 Tinggi (T)

3. 0,48 – 0,23 Rendah (R)

4. < 0,22 Sangat rendah (SR)

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis – jenis Palem yang Ditemukan pada Lokasi Penelitian

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada lokasi penelitian terdapat tiga

jenis palem yang tumbuh di sekitar Daun Sang. Namun, tidak semua dari jenis

palem tersebut berasosiasi dengan Daun Sang dan jenis palem yang berasosiasi

memiliki tipe asosiasi yang berbeda. Adapun ketiga jenis Palem tersebut yakni :

1. Pinanga speciosa

Pinanga speciosa merupakan palem endemik dari daerah Sumatera bagian utara. Palem ini merupakan tumbuhan tropis yang tersebar pada hutan hujan tropis

yang memerlukan naungan untuk tumbuh dan dengan pengairan yang cukup

terutama pada musim kering. Palem ini tersebar di wilayah Indonesia yakni

Sumatera Utara sampai ke Pilipina. Palem ini sangat diminati, karena memiliki

tampilan yang menarik untuk dijadikan tanaman hias dengan ukuran yang tidak

terlalu besar tinggi batang mencapai 5 m dan buah yang berwarna – warni, sehingga

palem ini sudah banyak dibudidayakan (Krempin, 1993).

Pinang ini tumbuh merumpun, dengan batang beruas - ruas yang ditandai

dengan lingkaran pada batang berwarna krem. Buah berbentuk oval dan berwarna

merah. Pelepah daunnya cukup panjang. Memiliki lembaran daun seperti ekor

(31)

Gambar 5. Pinanga speciosa

Adapun klasifikasi Pinanga speciosa sebagai berikut (Krempin, 1993) :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Monokotil

Ordo : Arecales

Famili : Arecaceae

Genus : Pinanga

Spesies : Pinanga speciosa

2. Calamus tetradactylus

Calamus tetradactylus tersebar di Sumatera dan Kalimantan. Oleh masyarakat, tanaman ini dimanfaatkan sebagai tali pengikat. Calamus tetradactylus

ditemukan di daerah tebing pada ketinggian 63 mdpl tumbuh dengan cara

memanjat. Tumbuhan ini memiliki batang yang bulat dengan permukaan batang

yang berduri. Bentuk duri pipih dan mengelilingi batang, berwarna kecokelatan.

Pelepah berwarna kemerahan. Daun tumbuh pada ujung pelepah yang dikelilingi

(32)

jumlah daun berkisar 5-6 helai pada setiap pelepah. Pada tepi – tepi daun terdapat

duri – duri halus, ujung daun runcing, pertulangan menyirip, permukaan atas daun

tidak berduri dan sedikit mengkilap, permukaan bawah daun terdapat duri – duri

halus.

Menurut Iasha (2012), menyatakan bahwa tinggi total 7 m - 8 m, diameter

batang berukuran 1 cm - 1,5 cm, ukuran duri 2 cm - 2,4 cm berwarna kecokelatan.

Jarak lutut ke tangkai 3 cm - 3,5 cm. Pelepah daun memiliki panjang 3 cm - 4 cm

dengan lebar 2 cm - 2,7 cm, berwarna merah. Daun berbentuk pita, panjang 26 cm -

27 cm, lebar 3,5 cm - 4 cm, tepi berduri. Gambar 6 merupakan Calamus tetradactylus yang ditemukan pada lokasi Penelitian

Gambar. 6. Calamus tetradactylus Hance

Berdasarkan klasifikasi ilmiah, Calamus tetradactylus tersusun dalam sistematika sebagai berikut (Iasha, 2012) :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

(33)

Famili :

Genus : Calamus

Spesies : Calamus tetradactylu Hance

3. Plectocomiopsis sp.

Plectocomiopsis sp. tumbuh dengan cara memanjat. Batang berbentuk pipih, permukaan berduri dan mengelilingi batang, berwarna hitam. Tangkai daun

berbentuk persegi permukaan berduri, bentuk duri bersegi, berwana hijau. Pelepah

daun cukup panjang dan berwarna hijau tua tidak mengkilap. Tumbuhan ini

memiliki daun yang cukup panjang, berbentuk pita tepi berduri, pertulangan

menyirip, permukaan atas dan bawah berduri halus, permukaan atas berwarna hijau

tua, permukaan bawah berwana hijau cerah, letak daun menyirip teratur.

Menurut Iasha (2012), menyatakan bahwa tumbuhan ini memeiliki tinggi

total 9 m - 10 m. Diameter batang mencapai 3 cm, diameter tanpa pelepah 1 cm,

panjang internodus 3,5 cm - 4 cm, tinggi 30 cm - 40 cm, ukuran duri 3 cm - 5 cm.

Panjang tangkai daun mencapai 40 cm - 45 cm. Pelepah daun memiliki panjang 3

cm - 4 cm, dengan lebar 2 cm, dan berwarna hijau tua. Daun berbentuk bentuk pita

dengan panjang 54 cm - 58 cm, lebar daun 3,5 cm – 4 cm.

Klasifikasi ilmiah Plectocomiopsis sp. tersusun dalam sistematika sebagai

berikut (Iasha, 2012) :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Arecales

(34)

Genus :

Spesies : Plectocomiopsis sp.

Gambar 7. Plectocomiopsis sp.

Asosiasi Daun Sang dengan Jenis – jenis Palem Sekitarnya

Dari jumlah total ke-26 plot pengamatan tersebut, tercatat sebanyak 104

titik Daun Sang pada ke-25 plot. Daun Sang pada umumnya ditemukan pada lahan

yang miring dengan jarak yang berdekatan namun tersebar dengan ketinggian

tempat dan kemiringan lereng yang variasinya tidak terlalu berbeda. Adapun jenis

palem lain yang diamati pada lokasi penilitian tersebut antara lain, 80 spesies

Calamus tetradactylus terdapat pada 25 plot, 73 spesies Plectocomiopsis sp.

terdapat pada 21 plot, dan 12 spesies Pinanga speciosa terdapat pada 5 plot.

Analisis asosiasi dilakukan berdasarkan tabel kontingensi 2 x 2 yang diolah

menurut data yang dikumpulkan dari hasil pengamatan pada lokasi penelitian.

Adapun analisis asosiasi antara Daun Sang dengan jenis – jenis palem pada lokasi

(35)

Tabel 3. Hasil Perhitungan Asosiasi Daun Sang dengan Ketiga Jenis Palem

Keterangan : +: asosiasi positif ; td : tidak terjadi asosiasi ; X2hitung ; perhitungan chi-square,

X2tabel : taraf uji 5%, df = 1

Adapun analisis data antara Daun Sang dengan jenis – jenis palem yang

ditemukan pada lokasi penelitian, yakni :

- Daun Sang dengan Pinanga speciosa

Pada plot pengamatan terdapat 12 spesies Pinanga speciosa yang tersebar

pada 5 plot. Spesies ini paling sedikit jumlahnya jika dibandingkan dengan jumlah

palem lain yang ditemukan pada lokasi penelitian.

Menurut Ludwig dan Reynolds (1988), untuk menentukan derajat asosiasi

dua jenis dilakukan dengan menggunakan metode Tabel kontingensi 2 x 2. Tabel

kontingensi 2 x 2 tersebut merupakan acuan untuk melakukan perhitungan yang

disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Tabel Kontingensi 2 x 2 Daun Sang dengan Pinanga speciosa Pinanga speciosa

Daun Sang

Ada Tidak ada Jumlah

Ada 5 20 25 Tidak ada - 1 1 Jumlah 5 21 26

Hasil perhitungan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa Pinanga speciosa

memiliki nilai Chi-square hitung < nilai Chi-square tabel, yakni 0,248 < 3,84. Hal ini menunjukkan bahwa antara Pinanga speciosa dan Daun Sang tidak terjadi No Jenis Palem X2hitung X

2

tabel Tipe asosiasi Indeks Jaccard (JI)

1 Pinanga speciosa 0,248 3,84 td td

2 Calamus tetradactylus 26,000 3,84 + 1

(36)

asosiasi. Hal ini sesuai dengan Ludwig dan Reynold (1988) yang menyatakan

apabila nilai Chi-square hitung > nilai Chi-square tabel, maka terjadi asosiasi. Apabila nilai Chi-square hitung < nilai Chi-square tabel, maka tidak terjadi asosiasi

pada kedua spesies.

Menurut Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) pada spesies yang tidak

terjadi asosiasi menunjukkan tidak adanya toleransi untuk hidup bersama pada area

yang sama atau tidak ada hubungan timbal balik yang saling menguntungkan

khususnya dalam pembagian ruang hidup.

Menurut Hartini (2014), naungan merupakan karakteristik dan salah satu

faktor penting sebagai habitat Daun Sang. Dimana Daun Sang merupakan palem

yang tumbuh dibawah tegakan. Sedangkan Pinanga speciosa menurut Krempin

(1993), merupakan tumbuhan tropis yang tersebar pada hutan hujan tropis yang

memerlukan naungan untuk tumbuh dan dengan pengairan yang cukup terutama

pada musim kering. Hal ini menyebabkan palem tersebut tumbuh di sekitar

tanaman yang mampu menaungi masing – masing palem tersebut. Sehingga

asosiasi atau hubungan keeratan antara kedua spesies tersebut tidak terjadi.

- Daun Sang dengan Calamus tetradactylus

Berdasarkan pengamatan di lapangan, terdapat Calamus tetradactylus dengan jumlah 80 spesies yang tersebar pada 25 plot pengamatan. Hasil

(37)

Tabel 5. Tabel kontingensi 2 x 2 Daun Sang dengan Calamus tetradactylus Calamus tetradactylus

Daun Sang

Ada Tidak ada Jumlah

Ada 25 - 25 Tidak ada - 1 1 Jumlah 5 21 26

Berdasarkan Tabel 5 tersebut dapat dilihat bahwa setiap plot pengamatan

yang terdapat Daun Sang, Calamus tetradactylus juga ditemukan pada plot pengamatan tersebut. Sedangkan pada plot pengamatan yang tidak ditemukan Daun

Sang, tidak ditemukan Calamus tetradactylus.

Berdasarkan perhitungan indeks asosiasi yang menggunakan formulasi Chi-square hitung, diperoleh nilai Chi-square hitung Calamus tetradactylus > nilai Chi-square tabel, yakni 26 > 3,84. Nilai Chi-square hitung ini menunjukkan bahwa

terjadi asosiasi antara Daun Sang dengan Calamus tetradactylus. Kedua spesies tersebut memiliki frekuensi yang lebih tinggi untuk tumbuh bersama dan Calamus

tetradactylus merupakan penyusun habitat Daun Sang. Nilai Chi-square hitung yang diperoleh merupakan nilai Chi-square hitung yang paling besar dibandingkan

nilai Chi-square hitung Pinanga speciosa nilai Chi-square hitung Plectocomiopsis sp. Hal ini dikarenakan setiap ditemukan Daun Sang pada plot pengamatan juga

ditemukan Calamus tetradactylus. Sebaliknya, tidak ditemukan Daun Sang pada

plot pengamamatan Calamus tetradactylus juga tidak ditemukan pada plot pengamatan.

(38)

tumbuhan hadir secara bersamaan dengan jenis tumbuhan lainnya dan tidak akan

terbentuk tanpa adanya jenis tumbuhan lainnya tersebut.

Penentuan tipe asosiasi dilakukan berdasarkan perhitungan untuk

menentukan tipe asosiasi. Dimana nilai a > E(a), yakni 25 > 24, 038. Nilai tersebut

menunjukkan bahwa Daun Sang dan Calamus tetradactylus memiliki tipe asosiasi positif, dimana kedua tumbuhan tersebut memiliki frekuensi yang tinggi untuk

tumbuh bersama.

Penghitungan nilai indeks asosiasi yang dilakukan dengan menggunakan

Indeks Jaccard diperoleh nilai Indeks Jaccard merupakan nilai maksimum, yakni 1.

Berdasarkan nilai tersebut, dapat diketahui bahwa antara Daun Sang dengan

Calamus tetradactylus memiliki tingkat asosiasi maksimum. Dimana Daun Sang

dan Calamus tetradactylus tumbuh secara bersamaan dan merupakan penyusun habitat untuk tumbuh secara bersamaan.

- Daun Sang dengan Plectocomiopsis sp.

Berdasarkan pengamatan, terdapat 73 spesies Plectocomiopsis sp. yang tersebar pada 21 plot. Hasil pengamatan Daun Sang dan Plectocomiopsis sp.

disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Tabel kontingensi 2 x 2 Daun Sang dengan Plectocomiopsis sp. Plectocomiopsis sp

Daun Sang

Ada Tidak ada Jumlah

Ada 21 4 25 Tidak ada - 1 1 Jumlah 21 5 26

Berdasarkan perhitungan indeks asosiasi yang menggunakan forlmulasi

(39)

yakni 4,368 > 3,84. Dari nilai tersebut dapat dinyatakan terjadi asosiasi antara Daun

Sang dengan Plectocomiopsis sp. dan Plectocomiopsis sp. merupakan penyusun habitat Daun Sang.

Penentuan tipe asosiasi dilakukan berdasarkan perhitungan untuk

menentukan tipe asosiasi. Dimana nilai a > E(a), yakni 21 > 20,192. Daun Sang dan

Plectocomiopsis sp. memiliki tipe asosiasi positif.

Penghitungan nilai indeks asosiasi yang dilakukan dengan menggunakan

Indeks Jaccard. Dari perhitungan tersebut diperoleh nilai Indeks Jaccard 0,84.

Berdasarkan nilai tersebut, dapat diketahui bahwa antara Daun Sang dengan

Plectocomiopsis sp. memiliki tingkat asosiasi yang tinggi, yakni mendekati 1.

Menurut Hartini (2014), Terjadi asosiasi antara Daun Sang dengan vegetasi

pada tingkat semai dan tiang. Namun tingkat asosiasi tidak kuat dan tidak ada

asosiasi yang lebih spesifik pada spesies yang berada pada tingkat vegetasi semai

dan tiang.

Asosiasi kuat yang terjadi dengan kedua jenis Palem tersebut yakni

Calamus tetradactylusdan Plectocomiopsis sp. terhadap Daun Sang,menunjukkan

bahwa jenis Palem dan Daun Sang tersebut secara ekologis keberadaannya mampu

tumbuh secara bersama-sama dalam satu komunitas. Hal tersebut dapat dipahami

mengingat Daun Sang dan kedua jenis Palem tersebut memiliki karakteristik habitat

yang sama yakni pada lahan dengan kelerengan yang tinggi meskipun masih

membutuhkan kajian mendalam pada lokasi lain, namun dalam kaitannya pola

(40)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini yakni :

1. Terdapat dua jenis Palem yang berasosiasi dengan Daun Sang yaitu spesies

Plectocomiopsis sp. dan Calamus tetradactylus. Kedua palem tersebut memiliki tipe asosiasi positif dengan Daun Sang. Sedangkan antara antara

Daun Sang dan jenis Pinanga speciosa tidak terjadi asosiasi.

2. Tingkat kekuatan asosiasi antara Daun Sang dengan kedua jenis palem yang

berasosiasi tersebut berbeda. Daun Sang dengan Calamus tetradactylus memiliki tingkat asosiasi erat dengan nilai Indeks Jaccard yakni 1.

Sedangkan nilai Indeks Jaccard Daun Sang dengan Plectocomiopsis sp.

yakni 0,84.

Saran

Dalam upaya konservasi Daun Sang, perlu mempertimbangkan hubungan

keeratan dengan spesies lain. Penanaman Daun Sang sebaiknya dilakukan di sekitar

tegakan Calamus tetradactylus.. dan Plectocomiopsis sp. karena ketiga jenis palem

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Barbour, B.M., J.K. Burk, and W.D. Pitts. 1999. Terrestrial Plant Ecology. The Benjamin/Cummings. New York.

Bratawinata, AA. 1998. Ekologi Hutan Hujan Tropis dan Metoda Analisis Hutan. Laboratorium Ekologi dan Dendrologi. Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda.

Caniago, A. R. 2009. Taman Nasional di Pulau Sumatera. Diakses dari

(13 Mei 2013)

Daubenmire, R. 1968. Plant Communities: A Text Book of Plant Synecology. New York: Harper & Row Publishers.

Dephut. 2011. Identitas Flora dan Fauna. http://www.dephut.go.id. ( 3 Mei 2011). Fauzi, M. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif. Walisongo Press. Semarang.

Greig-Smith, P. 1964. Quantitative and Dynamic Plant Ecology. Second Edition, Butterworts. London.

Hartini, K. S. 2014. Association Analysis of Daun Sang (Johannesteijsmania altifrons (Rchb. f, & Zoll) H. E. Moore) with Other Vegetation in Ressort Sei Betung, Gunung Leuser National Park. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Iasha, N. 2012. Studi Taksonomi Rotan di Kawasan Sikundur Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Skripsi. Departemen Biologi Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Indriani, Y. Cory, W. Panji, A. F. dan Eka S. 2009. Inventarisasi dan Analisis Habitat Tumbuhan Langka Salo (Johannesteijsmannia altifrons) di Dusun Metah, Resort Lahai Taman Nasional Bukit Tiga Puluh Provinsi Riau-Jambi. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Irwanto. 2006. Pengaruh Perbedaan Naungan Terhadap Pertumbuhan Semai Shorea sp di Persemaian. Yogyakarta. http://www.geocities.com/roykapet/ pengaruh-naungan. pdf. (10 Juni 2013)

Kershaw, K.A.1964. Quantitative and Dynamic Plant Ecology. American Elsevier P. Company. New York

(42)

Kurniawan, A., N.K.E, Undaharta dan I.M.R. Pendit. 2008. Asosiasi Jenis-jenis Pohon Dominan di Hutan Dataran Rendah Cagar Alam Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara, Jurnal Biodiversitas Vol, 9 Nomor 3 p (199-203), Surakarta

Kusmana, C. 1995. Metode Survey Vegetasi. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor

Ludwig, J.A dan J.F. Reynolds, 1988. Statistical Ecology. 2nd ed. London: Edward Arnold (Publisher ) Co. Ltd.

Manurung, S. H. 2012. Sebaran Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Berdasarkan Kelerengan dan Ketinggian Tempat. Skripsi. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Marsono. 1977. Diskripsi Vegetasi dan Tipe-tipe Vegetasi Tropika. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

McNaughton, S.J. & Wolf, W.L. 1992. Ekologi Umum. Edisi Kedua. Penerjemah: Sunaryono P. dan Srigandono. Penyunting: Soedarsono. Yogyakarta: Gadjah Mada Univ. Press

Mueller-Dombois, D dan H. Ellenberg. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology. John Wiley and Sons . New York

Mutia, F. 2003. Inventarisasi dan Habitat Palem di Stasiun Penelitian Ketambe Ekosistem Leuser. Skripsi. Jurusan Biologi, F-MIPA. Unsyiah Darussalam-Banda Aceh

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999. Tentang Pengawetan Jenis Flora dan Fauna.

Qomar, N., Setyawatiningsih, Rr. S. C., dan Zakiah Hamzah. 2005. Karakteristik Habitat Mikro Salo (Johannesteijsmannia altifrons) di Sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Jurnal Natur Indonesia 8 (2): 100 – 104.

Soerianegara, I.1972. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Sudarnadi, H., (1996), Tumbuhan Monokotil, Penerbit PT. Penebar Swadaya, Bogor.

Thoha, A. S. 2009. Kondisi Umum Aras Napal dan Pulau Sembilan. Lokasi Umum

Praktik. Diakses dari

(43)
(44)

LAMPIRAN

Analisis Asosisasi Daun Sang dengan Pinanga speciosa 1. Frekuensi hadirnya spesies :

Frekuensi hadirnya spesies Daun Sang.

�(A) = �+� �

=5 + 20 26

= 0,962

Frekuensi hadirnya spesies Pinanga speciosa

�(B) = �+� �

=5 + 0 26

= 0,192

2. Untuk menentukan asosiasi antara Daun Sang dan Pinanga speciosa dilakukan dengan perhitungan Uji Statistik (Chi-square test)

��2 = �(�� − ��) 2

����

= 26 [(5 x1)−(20 x 0)]

2

25 x 1 x 5 x 21

= 26 (5)

2

(45)

= 650 2625

= 0,248

Chi-square hitung < Chi-square tabel, dimana 0,248 < 3,84

Antara Daun Sang dan Pinanga speciosa tidak terjadi asosiasi

Analisis Asosisasi Daun Sang dengan Calamus tetradactylus 1. Frekuensi hadirnya spesies :

Frekuensi hadirnya spesies Daun Sang.

�(A) = �+� �

=25 + 0 26

= 0,962

Frekuensi hadirnya Calamus tetradactylus

�(B) = �+� �

=25 + 0 26

= 0,962

2. Untuk menentukan asosiasi antara Daun Sang dan Calamus tetradactylus dilakukan dengan perhitungan Uji Statistik (Chi-square test)

xt2 =

(46)

= 26 �(25 × 1)−(0 × 0)�

2

25 × 1 × 25 × 1

=26 (25)

2

625

=26 (625) 625

= 26

Chi-square hitung > Chi-square tabel, dimana 26 > 3,84

Antara Daun Sang dan Calamus tetradactylus terjadi asosiasi

3. Menentukan tipe asosiasi

E (a) = r × m N

=25 × 25 26

= 24,038

Dari perhitungan diatas diperoleh :

a > E(a), dimana 25 > 24,038

Maka antara Daun Sang dan Calamus tetradactylus memiliki tipe asosiasi positif

4. Pengukuran kekuatan Asosiasi dilakukan dengan Indeks Jaccard

Indeks Jaccard

(47)

= 25 25 + 0 + 0

= 25 25

= 1

Analisis Asosisasi Daun Sang dengan Plectocomiopsis sp. 1. Frekuensi hadirnya spesies :

Frekuensi hadirnya spesies Daun Sang.

�(A) = �+� �

=21 + 4 26

=25 26

= 0,962

Frekuensi hadirnya spesies Plectocomiopsis sp.

�(B) = �+� �

=21 + 0 26

= 21 26

= 0,808

2. Untuk menentukan asosiasi antara Daun Sang dan Plectocomiopsis sp. dilakukan dengan perhitungan Uji Statistik (Chi-square test)

xt2 =

(48)

= 26 �(21 × 1)−(4 × 0)�

2

25 × 1 × 21 × 5

=26(21)

2

2625

=26(441) 2625

=11466 2625

= 4,368

Chi-square hitung > Chi-square tabel, dimana 4,368 > 3,84

Antara Daun Sang dan Plectocomiopsis sp. terjadi asosiasi.

3. Menentukan tipe asosiasi

E (a) = r × m N

=21 × 25 26

=525 26

= 20,192

Dari perhitungan diatas diperoleh :

a > E(a), dimana 21 > 20, 192

Maka antara Daun Sang dan Plectocomiopsis sp. memiliki tipe asosiasi positif

4. Pengukuran kekuatan Asosiasi dilakukan dengan Indeks Jaccard

JI = a a + b + c

(49)

= 21 25

(50)

Tally Sheet Pengamatan

No. Plot Pengamatan : Plot 1 (Satu) No. Petak Pengamatan : Petak A

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

2

3

4

Daun Sang

(Johannesteijsmannia altifrons) Plectocomiopsis sp.

Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

(51)

No. Plot Pengamatan : Plot 1 (Satu) No. Petak Pengamatan : Petak C

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

892, 896, 897, 899, 900, 907,908

(52)

No. Plot Pengamatan : Plot 1 (Satu) No. Petak Pengamatan : Petak E

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

807, 808, 809,810, 816, 819

(53)

No. Plot Pengamatan : Plot 1 (Satu) No. Petak Pengamatan : Petak G

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

(54)

No. Plot Pengamatan : Plot 1 (Satu) No. Petak Pengamatan : Petak I

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

(55)

No. Plot Pengamatan : Plot 1 (Satu) No. Petak Pengamatan : Petak K

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

(56)

No. Plot Pengamatan : Plot 1 (Satu) No. Petak Pengamatan : Petak M

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

2

3

4

Daun Sang

(Johannesteijsmannia altifrons)

Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

952, 926, 927, 928, 930, 932, 933

-

929, 934, 935, 936, 937

-

7

-

5

-

(57)

No. Plot Pengamatan : Plot 2 (Dua) No. Petak Pengamatan : Petak A

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

(58)

No. Plot Pengamatan : Plot 2 (Dua) No. Petak Pengamatan : Petak C

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

(59)

No. Plot Pengamatan : Plot 2 (Dua) No. Petak Pengamatan : Petak E

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

2

3

4

(60)

No. Plot Pengamatan : Plot 2 (Dua) No. Petak Pengamatan : Petak G

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

(61)

No. Plot Pengamatan : Plot 2 (Dua) No. Petak Pengamatan : Petak I

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

(62)

No. Plot Pengamatan : Plot 2 (Dua) No. Petak Pengamatan : Petak K

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

Gambar

Gambar 1 merupakan tumbuhan Daun Sang yang ditemukan di lokasi penelitian.
Gambar 2.         Akses Jalan Menuju Lokasi Penelitian
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 4. Sketsa Penentuan Plot Pengamatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hutan Sei Betung memiliki nilai penting selain memiliki keanekaragaman hayati yang masih tinggi , hutan Sei Betung juga menjadi salah satu lokasi yang merupakan habitat

Dimana saja ditemukan pohon yang tumbuh atau terdapat ikan, serangga dan avertebrata lainnya, disitu ada burung yang mencari kehidupan; sebagai pemakan biji-bijian,

enam jenis pohon inang mempunyai dua tipe asosiasi yaitu positif dan negatif sedangkan 16 jenis yang lain hanya berasosiasi positif dengan Paku epifit.. Tingkat Asosiasi Paku

Hasil penelitian menunjukkan tanah di areal restorasi Taman Nasional Gunung Leuser dengan kedalaman (0-5 cm) dan kedalaman (5-20 cm) memiliki sifat kimia tanah yang relative sama

Hasil penelitian menunjukkan tanah di areal restorasi Taman Nasional Gunung Leuser dengan kedalaman (0-5 cm) dan kedalaman (5-20 cm) memiliki sifat kimia tanah yang relative sama

organik pada tanah tanah restorasi dengan kedalaman 0-5 memiliki kriteria tinggi. dan kedalaman 0-20 memiliki kriteria sedang hal ini disebabkan

Daun merupakan sebagian besar dari serasah yang ada di lantai hutan, bahkan 70% dari serasah yang ada di lantai hutan berupa daun sisanya ranting, patahan

Hal ini disebabkan jalur edge merupakan jalur persimpangan antara kawasan restorasi dan middle hutan, sehingga memungkinkan beberapa jenis burung yang dijumpai di