• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sesajen pada pelaksanaan Walimatul Ursy di Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruna Jaya Bekasi Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sesajen pada pelaksanaan Walimatul Ursy di Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruna Jaya Bekasi Utara"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

BEKASI UTARA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu

persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Disusun Oleh :

HALIMAH NIM: 106043201319

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

BEKASI UTARA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu

persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Disusun Oleh :

HALIMAH NIM: 106043201319

Di bawah bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. KH. Ahad Mukri Aji, MA Fahmi M. Ahmadi, S.Ag., M.Si

NIP : 195703121985031003 NIP: 197412132003121002

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

SAMUDERA JAYA KECAMATAN TARUMA JAYA BEKASI UTARA, telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 7 April 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah

satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Perbandingan

Madzhab dan Hukum (PMH).

Jakarta, 7 April 2010

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. NIP. 195505051982031021

PANITIA UJIAN

1. Ketua Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag

NIP. 196511191998031002

2. Sekretaris Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag, M.Si NIP. 197412132003121002

3. Pembimbing I Dr. KH. Ahmad Mukri Adji. MA NIP. 19570703121985031003

4. Pembimbing II Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag, M.Si NIP. 197412132003121002

5. Penguji I Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag NIP. 196511191998031002

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 18 Maret 2011

(5)

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil ‘alamin, tiada kata yang pantas saya ucapkan selain

ungkapan puja dan puji serta rasa syukur atas karunia yang tak terhingga yang

diberikan Allah SWT, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Sesajen Pada Pelaksanaan Walimatul „Ursy di Desa Samudera Jaya

Kecamatan Taruma Jaya Bekasi Utara” ini dengan baik walaupun masih banyak

kekurangan diberbagai segi. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada

Baginda Nabi Muhammad SAW, juga kepada keluarga, sahabat dan ummatnya yang

senantiasa mengikuti jejak dan langkah beliau sampai hari akhir nanti, amien.

Setelah perjuangan yang begitu berat dan melelahkan sepenuhnya penulis menyadari,

bahwa suksesnya penulisan skripsi ini bukan semata-mata atas usaha penulis pribadi.

Namun adanya bantuan dan motivasi yang konstruktif dari berbagai pihak. Maka

dengan tulus dan ikhlas penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M., selaku Dekan

Fakultas Syari’ah dan Hukum.

2. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag. Dan bapak Fahmi Muhammad

Ahmadi, S.Ag, M.Si selaku Kepala dan Sekretaris Program Studi

(6)

ii

membimbing dan memotivasi Penulis dalam menyelesaikan skripsi.

4. Pimpinan perpustakaan beserta stafnya yang telah memberikan fasilitas

kepada Penulis untuk mengadakan studi pustaka.

5. Kepada Kepala Desa Samudera Jaya beserta jajarannya yang telah membantu

penulis memberikan data, juga kepada bapak Lihan, bapak Makmur, ibu

Rodiah, ibu Jami, dan bapak Muslim yang telah menyempatkan waktunya

untuk di wawancara.

Tak ada gading yang tak retak, skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Saran dan kritik penulis sangat harapkan demi perbaikan ke depan.

Jakarta, 18 Maret 2011 M 14 Rabiul Awal 1432 H

(7)

iii

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Riview Studi Terdahulu ... 7

E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II : SESAJEN DALAM KERANGKA BUDAYA A. Pengertian Sesajen ... 15

B. Sejarah Sesajen Walimahan ... 16

C. Filosofi Yang Terkandung Dalam Sesajen. ... 19

D. Dasar Hukum Sesajen ... 26

(8)

iv

B. Kondisi Demografis Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma

Jaya Bekasi Utara ... 36

C. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Samudera Jaya

Kecamatan Taruma Jaya Bekasi Utara ... 36

BAB IV : SESAJEN DAN PENGETAHUAN MASYARAKAT

A. Proses Penggunaan Sesajen Dalam Walimatul ‘Ursy di Desa

Samudera Jaya ... 41

B. Faktor Penyebab Penggunaan Sesajen Dalam Walimatul ‘Ursy

Pada Masyarakat Desa Samudera Jaya ... 52

C. Pandangan Ulama Terhadap Tradisi Sesajen Walimatul ‘Ursy di

Desa Samudera Jaya ... 56

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(9)

1

A. Latar Belakang Masalah

Pada umumnya begitu banyak unsur-unsur yang terkandung dalam

pelaksanaan perkawinan seperti unsur agama, adat-istiadat, dan budaya

masyarakat setempat. Setiap ada pernikahan selalu dibarengi dengan resepsi

pernikahan atau walimah. Acara semacam ini sudah dianggap lumrah dan telah

membudaya bagi setiap lapisan masyarakat manapun, hanya cara dan sistemnya

yang berbeda. Sedangkan maksud yang terkandung dari mengadakan walimahan

itu tiada lain hanya untuk menunjukan rasa syukur atas pernikahan yang telah

terjadi sebagai rasa bahagia untuk dinikmati bersama handai taulan dan

masyarakat sekitar lingkungannya.1

Dalam arti luas walimah ialah makanan dalam perkawinan, berasal

(pecahan) dari kata walam, yaitu mengumpulkan, karena suami istri berkumpul.

Imam Syafi‟i dan sahabat-sahabatnya berkata bahwa walimah itu berlaku pada

setiap undangan yang diadakan karena kegembiraan yang terjadi: seperti nikah,

sunatan (khitan) maupun lainnya. Yang terkenal kalau dikatakan secara mutlak,

walimah dipergunakan dalam nikah dan terbatas dalam penggunaan lainnya.2

1

Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan, (Yogyakarta: Darussalam, 2004), Cet-1, h. 175.

2

(10)

Walimahan diadakan ketika acara akad nikah berlangsung atau

sesudahnya, atau ketika hari pernikahan. Walimahan bisa juga diadakan menurut

adat dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.

Dalam hukum Islam, jumhur ulama sepakat bahwa mengadakan walimah

itu hukumnya sunnah mu‟akad. Hal ini berdasarkan hadits Rasulallah SAW:

Artinya: “Dari Anas, ia berkata “Rasulallah SAW. Belum pernah mengadakan

walimah untuk istri-istrinya, seperti beliau mengadakan walimah untuk Zainab, beliau mengadakan walimah untuknya dengan seekor kambing.”(HR Bukhory).

Artinya: “Dari Buraidah, ia berkata, “Ketika Ali melamar Fatimah, Rasulallah

SAW. Bersabda, “Sesungguhnya untuk pesta perkawinan harus ada walimahnya.”(HR Jalaluddin Al-Shuyuthiy)”.5

Namun setiap ada masyarakat terdapat adat yang tetap berlaku sekalipun

dalam masyarakat yang beragama Islam. Seperti halnya dalam masyarakat

3

Abi Abdillah Muhammad bin Isma‟il Al-Bukhory, Shohih Al-Bukhory, (Beirut: Al-Maktabah Al-Ishriyyah, 1997), Jilid 3, h. 1664, No. Hadits 5167.

4

Jalaluddin Al-Shuyuthiy, Sunan An-Nasa’i, (Beirut: Daar Al-fikr, 1995), Jilid 6, h. 72, No. Hadits 3348.

5

(11)

Samudera Jaya yang masih mempercayai penggunaan sesajen pada pelaksanaan

walimah terutama walimatul „ursy. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar

masyarakat yang berada disekitar Desa ini adalah keturunan Jawa. Karena seperti

kita ketahui dalam kehidupan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan soal

adat atau kebudayan. Dalam kehidupan sehari-hari orang tidak mungkin tidak

berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan. 6

Seperti diketahui pula isi utama kebudayaan merupakan wujud abstrak

dari segala macam ide dan gagasan manusia yang bermunculan di dalam

masyarakat yang memberi jiwa kepada masyarakat itu sendiri, baik dalam bentuk

atau berupa sistem pengetahuan, nilai, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi,

dan etos kebudayaan.7

Budaya adalah sebuah sistem yang mempunyai koherensi. Bentuk-bentuk

simbolis yang berupa kata, benda, laku, mite, sastra, lukisan, nyanyian, musik,

dan kepercayaan mempunyai kaitan erat dengan konsep-konsep epistimologis dari

sistem pengetahuan masyarakatnya. Sistem simbol dan epistimologi juga tidak

terpisahkan dari sistem sosial yang berupa stratifikasi, gaya hidup, sosialisasi,

agama, mobilitas sosial, organisasi kenegaraan dan seluruh perilaku sosial.8

6

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1990), Cet-31, h. 187.

7

Elly M Setiadi, Kama Abdul Hakam, Ridwan Effendi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Bandung: Kencana, 2007), Cet-2, h. 30.

8

(12)

Begitu pula halnya pada saat pelaksanaan pesta perkawinan atau

walimatul ursy, orang-orang cenderung tidak bisa lepas dari unsur budayanya.

Salah satunya budaya atau tradisi sesajen yang tidak pernah tertinggal pada saat

pelaksanaan walimatul „usry di Desa Samudera Jaya.

Memang ada suatu fenomena yang menarik dari hal ini karena tidak lazim

acara walimah disertakan dengan sesajen ketika penyelenggaraannya. Tujuannya

bermacam-macam tergantung yang mempunyai hajat tetapi tujuan utamanya yaitu

meminta berkah dari arwah leluhur. Adapun bentuk sesajiannya bervariasi,

tergantung permintaan atau sesuai bisikan ghaib yang diterima oleh orang pintar

(paranormal), dukun, dan sebagainya.

Banyak kaum muslimin berkeyakinan bahwa acara tersebut merupakan

hal biasa bahkan dianggap sebagai bagian dari kegiatan keagamaan. Sehingga

diyakini pula apabila suatu tempat atau benda keramat yang biasa diberi sesaji

lalu pada suatu saat tidak diberi sesaji maka yang tidak memberikan sesaji akan

kualat. Anehnya perbuatan yang sebenarnya pengaruh dari ajaran Animisme dan

Dinamisme ini masih marak dilakukan oleh orang-orang pada zaman modernisasi

yang serba canggih ini.9 Seperti masyarakat yang berada disekitar Desa

Samudera Jaya padahal mayoritas agamanya adalah Islam.

Keadaan masyarakat Desa Samudera Jaya mereka meyakini penggunaan

sesajen dalam pelaksanaan walimatul „ursy karena dengan adanya sesajen, maka

pesta perkawinan atau walimatul „ursy yang berlangsung pada saat itu mampu

9

(13)

mendatangkan berkah seperti: rizkinya bertambah melalui banyaknya tamu yang

hadir, makanannya matang, tidak sampai kehabisan, terhindar dari hujan,

dijauhkan dari mara bahaya, tidak ada gangguan dari roh jahat, dilindungi oleh

para leluhur, dan keluarga yang mengadakan acara walimahan tersebut bisa

menjadi keluarga yang bahagia, rukun dan langgeng.10

Mengenai hal-hal yang diyakini oleh manusia lebih jauh lagi, seorang

sosiolog yaitu Spencer secara tegas berpendapat bahwa semua manusia,

bagaimanapun sederhananya teknologi yang dikembangkan, adalah makhluk

rasional. Menurut Spencer, agama berkembang dari observasi bahwa di dalam

mimpi jiwa bisa meninggalakan raga. Manusia karena itu memiliki aspek ganda,

dan setelah matinya jiwa berlanjut muncul menjadi living descendants di dalam mimpi-mimpi. Hantu-hantu dari tokoh-tokoh pendahulu tersebut pada akhirnya

memperoleh status dewa.

Praktek menyajikan sesajen yang menyebar luas di gua-gua nenek moyang

dan memberi mereka makanan berkembang menjadi ritual pengorbanan bagi

dewa. Ritual nenek moyang karena itu dianggap sebagai akar dari setiap agama.11

Dari peristiwa tersebut yang semakin tumbuh dan melekat pada

masyarakat Desa Samudera Jaya maka, inilah yang menjadi ketertarikan penulis

untuk mengkaji fenomena dalam skripsi dengan judul: “SESAJEN PADA

PELAKSANAAN WALIMATUL „URSY DI DESA SAMUDERA JAYA

KECAMATAN TARUMA JAYA BEKASI UTARA”

10

http://Gunung Jati Cirebon.com/sesajen-selametan-manten/. Diakses tanggal 21 April 2010. 11

(14)

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya pembahasan mengenai sesajen maka pada pembahasan

skripsi ini penulis hanya membahas sesajen yang digunakan pada pelaksanaan

walimatul „ursy yang hidup pada masyarakat dan sudah menjadi tradisi di Desa

Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya, Bekasi Utara. Adapun permasalahan

pokok yang akan diteliti dan diuraikan dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimana proses walimatul „ursy yang menggunakan sesajen pada

masyarakat Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya, Bekasi Utara?

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam tentang sesajen yang digunakan pada

pelaksanaan walimatul „ursy di Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya,

Bekasi Utara?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Untuk mengetahui proses walimatul „ursy yang menggunakan sesajen yang

dilakukan masyarakat Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya, Bekasi

Utara.

2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap penggunaan sesajen yang

dilakukan pada acara walimatul „ursy di Desa Samudera Jaya Kecamatan

(15)

D. Riview Studi Terdahulu

Penelitian seputar tradisi sesajen belum banyak penelitian yang dilakukan

oleh peneliti sebelumnya, apalagi penelitian tentang sesajen yang dijadikan tradisi

dalam sebuah acara walimatul „ursy. Dari hasil penelusuran, penulis hanya

menemukan tema tentang “AKULTURASI BUDAYA ANTARA TRADISI

SUNDA WIWITAN DENGAN ISLAM DALAM BENTUK RITUAL SESAJEN

DI DESA NARIMBANG, KECAMATAN CONGGEANG, KABUPATEN

SUMEDANG”. Penelitian ini ditulis oleh Pipit Pitriani mahasiswa Jurusan

Komunikasi dan Penyiaran Islam. Penelitian ini mengidentifikasikan

penelitiannya pada wilayah kajian ilmu Komunikasi Antar Budaya dan pada

wilayah kajian Ilmu Dakwah, karena penelitian ini erat kaitannya dengan Agama

dan Kemasyarakatan. Isi dari temuan dan analisisnya meliputi: ritual sesajen

bulan keempat, bulan ketujuh dan kelahiran, ritual sesajen sunatan, ritual sesajen

pernikahan, ritual sesajen kematian, ritual sesajen ketika bepergian jauh, ritual

sesajen pada acara-acara keagamaan, ritual sesajen ketika menanam padi atau

menuai (panen) padi, ritual sesajen ketika membangun gedung, dan ritual sesajen

ketika membeli barang yang berharga.

Peneliti ini pun merumuskan masalah utamanya dengan pertanyaan: Apa

makna pada sesajen yang masih dilakukan oleh masyarakat Narimbang sekarang?

Dan Bagaimanakah proses perubahan makna pada sesajen itu terjadi?.

Hasil dari penelitian yang disimpulkan oleh penulis skripsi itu sendiri

(16)

sesajen ini sudah berlangsung lama sekitar tahun 1990-an. Setelah menggunakan

berbagai macam cara, seperti ceramah, pendekatan personal serta pendekatan

melalui tradisi, makna yang terkandung di dalam sesajen sekarang sudah ada

perubahan. Perubahan ini bukan pakem atau bersifat tetap, tapi perubahan ini adalah siasat agar masyarakat berkenan meninggalkan niat penyajian sesajen

untuk hal-hal yang selain Allah SWT.

Sedangkan dalam skripsi ini, penulis membedakan pembahasan penelitian

dari skripsi yang sudah ada di atas dengan perbedaan, yaitu pada skripsi ini

menjelaskan bagaimana proses walimatul „ursy yang menggunakan sesajen pada

masyarakat Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya Bekasi Utara dan

bagaimana pula tinjauan hukum Islam tentang sesajen tersebut. Dalam

kesimpulan yang dihasilkan skripsi ini, sesajen merupakan tradisi yang sudah

melekat pada masyarakat Desa Samudera Jaya dan dijadikan sebagai budaya

dalam acara walimatul „ursy. Skripsi ini juga menjelaskan bagaimana antara

tradisi atau kebiasaan yang sudah berlaku dikaitkan dengan pandangan secara

hukum Islam.

E. Metode Penelitian

1. Sifat dan Pendekatan

Penelitian ini bersifat deskriptif, di mana suatu penelitian yang

bertujuan memberikan gambaran terhadap keadaan seseorang dan masyarakat

(17)

nampak dalam situasi yang diselidiki. Selain itu juga penelitian ini terbatas

pada usaha mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana adanya,

sehingga hanya merupakan penyingkapan fakta.12

Pendekatan yang peneliti gunakan yaitu metode penelitian hukum

sosiologis yang dinyatakan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati di

dalam kehidupan.13 Karena banyak permasalahan yang berkaitan dengan

masalah hukum diantaranya perilaku dalam tradisi sesajen yang dapat dijawab

secara positif dengan cara mempelajari hukum sebagai sesuatu social phenomena. Berkaitan dengan hal ini, Thimaseff menulis:

“Umumnya norma-norma hukum secara nyata akan menentukan perilaku

manusia di dalam masyarakat”.14

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan penulis yaitu ada dua sumber data:

a. Data Primer

Data penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara terhadap

masyarakat Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya, Bekasi Utara

yang dilakukan secara langsung dengan pihak yang terkait yang

berhubungan dengan masalah yang diteliti dan fakta-fakta riil di lapangan.

12

Hermawan Wasito, Pengantar Metodelogi Penelitian, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 1992), h 10

13

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h.76.

14

(18)

Pihak-pihak yang terkait terbagi menjadi tiga, yaitu:

1) Orang-orang yang mengetahui tentang praktik sesajen dan dianggap

sebagai petua atau sesepuh adat di Desa Samudera Jaya Kecamatan

Taruma Jaya, Bekasi Utara ada 2 orang yaitu: Bpk. Lihan (Selaku

sesepuh Desa Samudera Jaya), Bpk Makmur (Dukun/paranormal di

Desa Samudera Jaya).

2) Orang-orang yang sering melakukan praktik sesajen dan bertugas

sebagai penunggu atau penjaga Ngandang beras (penjaga

pendaringan/dapur) di Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya,

Bekasi Utara ada 2 orang yaitu: Ibu Rodiyah (Penunggu pendaringan/

ngandang beras), dan Ibu Jami (Penunggu pendaringan/ ngandang

beras).

3) Tokoh Agama atau ulama di Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma

Jaya ada 1 orang yaitu: Ust. Muslim S.Ag.

b. Data Sekunder

Data yang bersifat pelengkap atau data yang diperoleh secara tidak

langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh orang lain).

Dan dapat juga diperoleh dari kantor Desa dan Kecamatan, buku, majalah,

(19)

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu:

a. Data Primer

1) Observasi (penelitian lapangan) mengadakan pengamatan langsung

terhadap obyek dari masalah yang akan diteliti. Dengan menggunakan

pedoman observasi.

2) Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara

penulis atau pewawancara dengan informan dan menggunakan

instrumen pengumpulan data yang dinamakan interview guide

(panduan wawancara).15

Penulis menggunakan teknik ini karena teknik interview

merupakan teknik tanya jawab secara lisan yang berpedoman pada

pertanyaan terbuka untuk mencari informasi secara detail dan terperinci

dan menggunakan snowbolling proses. Dengan demikian diperoleh

jawaban secara langsung yang sedalam-dalamnya tentang masalah yang

dibahas.

b. Data Sekunder

1) Melakukan pencarian buku-buku yang berkaitan dengan hukum adat

dan sesajen.

2) Melakukan kategorisasi terhadap buku-buku yang telah dikumpulkan.

15

(20)

3) Menemukan kata kunci dari sumber-sumber buku yang berkaitan

dengan sesajen.

4. Instrumen Pengumpulan Data

Dalam hal ini yang dimaksud instrumen penelitian adalah perangkat

untuk menggali data primer dari responden sebagai sumber data terpenting

dalam sebuah penelitian survei. Instrumen penelitian ilmu sosial berbentuk

pedoman pertanyaan (interview guide).16

5. Teknik Analisis Data

Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan sepenuhnya dianalisis

secara kualitatif. Analisis data dilakukan setelah data-data di lapangan

terkumpul secara berkesinambungan yang diawali dengan proses klarifikasi

data agar tercapai konsistensi di lapangan. Analisis terhadap informasi

lapangan mempertimbangkan hasil pernyataan-pernyataan yang sangat

memungkinkan dianggap mendasar dan universal. 17

6. Teknik Penulisan Skripsi

Dalam teknik penulisan, penulis mengacu kepada prinsip-prinsip yang

telah diatur dan dibukukan dalam pedoman penulisan skripsi Fakultas

Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

16Bagong Suyanto dan Sutinah, “Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan”, (Jakarta: Kencana,2007), Cet-3, h. 59.

17

(21)

F. Sistematika Penulisan

Adapun untuk mempermudah dan lebih mengarah dalam susunan skripsi

ini maka, penulis menyusun Sistematika Penulisan Skripsi ini sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan yang mencakup Latar Belakang Masalah, Perumusan dan

Pembatasan Masalah, Tujuan Penelitian, Metode Penelitian dan

Teknik Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

BAB II Pada bab kedua ini penulis akan menguraikan tentang Pengertian

Sesajen, Sejarah Sesajen Walimahan, Filosofi yang Terkandung

Dalam Sesajen, dan Dasar Hukum Sesajen.

BAB III Bab bab ketiga ini penulis menguraikan tentang Gambaran Umum

Lokasi Penelitian yang meliputi: Geografi Desa Samudera Jaya

Kecamatan Taruma Jaya Bekasi Utara, Kondisi Demografis Desa

Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya Bekasi Utara, Kondisi Sosial

Ekonomi Masyarakat Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya

Bekasi Utara.

BAB IV Sedangkan pada bab empat ini penulis akan menguraikan tentang

Sesajen dan Pengetahuan Masyarakat yang meliputi: Proses

Penggunaan Sesajen Dalam Walimatul „Ursy Pada Masyarakat Desa

Samudera Jaya, Faktor Penyebab Penggunaan Sesajen Dalam

Walimatul „Ursy Pada Masyarakat Desa Samudera Jaya, dan

Pandangan Seorang Ulama Terhadap Tradisi Sesajen Walimatul „Ursy

(22)

BAB V Pada bab lima ini merupakan hasil akhir penelitian dan bab ini

meliputi Penutup dan Kesimpulan dari pembahasan bab-bab

(23)

15

A. Pengertian Sesajen

Sajen menurut bahasa adalah makanan (bunga-bungaan) yang disajikan untuk

atau dijamukan kepada makhluk halus. Sedangkan menurut istilah, sajen adalah

mempersembahkan sajian dalam upacara keagamaan yang dilakukan secara

simbolik dengan tujuan berkomunikasi dengan kekuatan-kekuatan ghaib, dengan

cara mempersembahkan makanan dan benda-benda lain yang melambangkan

maksud dari pada berkomunikasi tersebut.1

Sedangkan secara luas kata sesajian atau sesajen atau yang biasa disingkat

dengan „sajen‟ ini adalah istilah atau ungkapan untuk segala sesuatu yang

disajikan dan dipersembahkan untuk sesuatu yang tidak tampak namun ditakuti

atau diagungkan, seperti roh-roh halus, para penunggu atau penguasa tempat yang

dianggap keramat atau angker, atau para roh orang yang sudah mati. Sesajian ini

bisa berupa makanan, minuman, bunga atau benda-benda lainnya. Bahkan

termasuk diantaranya adalah sesuatu yang bernyawa.2

Namun sesajian atau sesajen dalam arti yang sebenarnya adalah

menyajikan hasil bumi yang telah diolah manusia atas kemurahan Tuhan

penguasa kehidupan dan mengingatkan kita bahwa ini semua adalah milik Tuhan.

1

Dato Paduka Haji Ahmad bin Kadi, Kamus Bahasa Melayu Nusantara, (Brunei Darussalam: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2003), h. 2337.

2

(24)

Karena semuanya sudah ada ketika kita mulai diberi kehidupan, juga

menggambarkan lingkungan biotik dan abiotik yang ada dan terkandung di bumi.

Sesajen hanya berwujud segala sesuatu yang dihasilkan oleh bumi.

Utamanya yang berupa pepohonan, buah-buahan, dan sumber makanan yang lain.

Selain itu, sesajen juga mempunyai arti menurut wujud, rupa warna, dan namanya

sesuai pengertian yang diketahui oleh orang Jawa zaman dahulu.3

Abu Abdillah Ahmad mengartikan bahwa sesajen berarti sesajian atau

hidangan. Sesajen memiliki nilai sakral disebagian besar masyarakat kita. Pada

umumnya acara sakral ini dilakukan untuk memburu dan mendapatkan berkah di

tempat-tempat tertentu yang diyakini keramat atau diberikan kepada benda-benda

yang diyakini memiliki kekuatan ghaib yang berasal dari paranormal atau

tetuah-tetuah, semacam keris trisula dan sebagainya untuk tujuan yang bersifat duniawi.

Sedangkan waktu-waktu penyajianya ditentukan pada hari-hari tertentu, temasuk

dalam acara sakral seperti pesta pernikahan.4

B. Sejarah Sesajen Walimahan

Dimasa berjayanya kerajaan Majapahit, agama Hindu tersebar ke seluruh

pelosok daerah, termasuk diantaranya Jawa. Kepercayaan Animisme dan

Dinamisme sangatlah kuat mengakar pada masyarakat Jawa. Dasar agama Jawa

(Javanisme) adalah keyakinan bahwa segala sesuatu pada hakekatnya adalah satu,

3

http://backpackermom17.wordpress.com/2010/04/23/filosofi-sesajen-offerings/. Diakses tanggal 23 April 2010.

4

(25)

dan merupakan kesatuan hidup. Maka dari itu Javanisme meliputi lebih banyak

bidang daripada agama-agama formal yang membedakan antara bidang sakral dan

bidang profan. Javanisme memandang kehidupan manusia selalu terpaut dalam

kosmos alam raya dan dengan demikian hidup manusia merupakan semacam

pengalaman religius.5 Melalui lintas sejarah perjalanan agama ini, masyarakat

setempat masih terpengaruh oleh upacara-upacara ritual diantaranya penggunaan

sesajen pada acara walimahan.

Sejarah atau asal-usul sesajen yaitu sesajen atau biasa juga disebut

upakara merupakan warisan budaya hindu dan budha yang biasa dilakukan untuk

memuja para dewa, roh tertentu atau penunggu tempat (pohon, batu

persimpangan, dan tempat-tempat yang diyakini angker) dapat mendatangkan

keberuntungan dan menolak kesialan. Seperti: ritual menjelang panen yang

mereka persembahkan kepada Dewi Sri (Dewi padi dan kesuburan) yang

mungkin masih dipraktekkan di sebagian daerah yang ada di Indonesia misalnya

di Jawa upacara Nglarung (membuang kesialan) ke laut yang masih banyak

dilakukan oleh mereka yang tinggal di pesisir pantai selatan Pulau Jawa tepatnya

di tepian Samudera Indonesia yang terkenal dengan mitos Nyi Roro Kidul.6

Dalam agama Hindu, upakara terdapat banyak simbol-simbol dengan

penuh memiliki makna yang tinggi, di mana makna tersebut menyangkut isi alam

5

Neils Mulder, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1984), Cet- 5, h. 31.

6

(26)

dan isi permohonan manusia, untuk mencapai keseimbangan dari segala aspek

kehidupan.

Sesajen ini memiliki nilai yang sangat sakral bagi pandangan masyarakat

yang masih mempercayainya, tujuan dari pemberian sesajen ini untuk mencari

berkah yang berasal dari sumber-sumber yang tidak jelas.pemberian sesajen ini

biasanya dilakukan ditempat-tempat yang dianggap keramat dan mempunyai nilai

magis yang sangat tinggi. Proses ini terjadi sudah sangat lama, bisa dikatakan

sudah berasal dari nenk moyang kita yang mempercayai adanya

pemikiran-pemikiran yang religious.kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat guna mencapai

sesuatu keinginan atau terkabulnya sesuatu yang bersifat duniawi.7

Dalam lintas sejarah, sesajen walimahan adalah sesajian lengkap yang

meliputi bermacam-macam sesajian dan bersumber dari naskah Jawa Kuno

Purwakara. Pada dasarnya sebuah ajaran kehidupan bagi manusia ada sejak

kelahiran hingga kematian. Namun, ajaran itu tidak diawali dari kelahiran

melainkan saat perkawinan dengan sajen bucalan (tumpeng moncowarno) sebagai

sesaji pertama. Sajen bucalan atau sajen yang berupa tumpeng moncowarno

diartikan sebagai penegasan keberadaan kiblat mata angin dan ditambah dengan

tumpeng megono yang berupa tumpeng (gunung) Meru yang diaduk-aduk dewa,

yang diartikan sebagai simbolisasi usaha manusia memperoleh tirta amerta (air

kehidupan) dan sumber kehidupan itu sendiri.

7

(27)

Sedangkan sajen yang kedua dalam pernikahan yang terdapat dari naskah

Jawa Kuno Purwakara yaitu sajen brokolan sajen ini berupa dawet (cendol)

potongan kelapa dan gula jawa, serta telur itik. Ini adalah simbol bersatunya

sperma dan sel telur (kelapa dan gula jawa) yang berubah menjadi benih (dawet)

dan kemudian menjadi bibit di langit (telur itik), hasil dari sebuah proses

perkawinan dan pembuahan.

Sedangkan sajen yang ketiga atau sajen yang terakhir adalah sajen banyu

kendi (air dalam kendi) yang diartikan sebagai pencarian manusia akan Tuhan,

atau pencarian nilai kelanggengan karena hanya dengan pencarian kelanggengan

itu adalah modal manusia menghadap Tuhan.8

Namun dari sejarah yang ada pada saat ini ajaran dari naskah Jawa Kuno

Purwakara tersebut ada yang masih murni mempergunakannya seperti yang

tersebut di atas ada pula yang mengembangkan isi dari sesajiannya dengan

sedemikian rupa dan berbagi macam jenis, tergantung kepada yang memiliki hajat

ketika perkawinan dilangsungkan.

C. Filosofi yang Terkandung Dalam Sesajen

Bagi orang Jawa, cita-cita luhur yang harus diraih selama mengarungi

kehidupan adalah memperoleh keselamatan di dunia dan akhirat. Cita-cita itu

sifatnya mutlak dan melekat hampir disetiap hati nurani orang Jawa. Makanya

8

(28)

demi mencapai cita-cita tersebut selama menjalani laku kehidupan di dunia, orang

Jawa selalu berusaha menciptakan suasana selaras, harmoni dan sinergi sehingga

tercipta kehidupan yang tenteram dan terasa adem-ayem.

Sikap terhadap hidup dapat sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan

konsep-konsep keagamaan. Pengalaman dan pandangan orang Jawa bersifat

keseluruhan, tidak memisahkan individu daripada lingkungannya, golongnnya,

zamannya, bahkan dari alam adikoderati.

Secara turun menurun, nenek moyang orang Jawa mengajarkan bahwa

bentuk rasa syukur dan terima kasih mesti diikuti dengan tindakan bersedekah

kepada sesama makhluk kehidupan.

Ajaran nenek moyang tersebut sampai saat ini masih melekat dan dijalani.

Salah satu bentuk nyata ajaran mewujudkan rasa syukur dan terima kasih tersebut

adalah menghaturkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa dan kepada

arwah leluhur dengan disertai selametan atau membuat sesaji.9

Seperti kita ketahui bahwa isi dari sesajen itu berupa hasil bumi seperti

makanan, buah-buahan, minuman, atau benda-benda lainnya. Namun dari

keseluruhan sesajian tersebut sebenarnya memiliki arti tersendiri atau terkandung

filosofi atau unsur-unsur biotik dan abiotik yang berbeda-beda, baik sesajen yang

berasal dari tumbuh-tumbuhan maupun berasal dari hewan, yaitu sebagai berikut:

9

(29)

1. Dari tumbuh-tumbuhan

Yang berasal dari tumbuh-tumbuhan umumnya adalah berupa

makanan pokok seperti: beras yang dimasak menjadi nasi tumpeng. Kata

“tumpeng” berasal dari kata “Tumungkulo Sing Mempeng”, artinya kalau kita

ingin selamat, hendaknya kita selalu rajin beribadah. Sedangkan bentuk

kerucut pada tumpeng mengartikan bahwa semakin hari kita harus senantiasa

ingat kepada Tuhan dan tumpeng juga sebagai penjelmaan alam semesta di

mana nasi berwujud gunung dikelilingi oleh hasil bumi berupa

tumbuh-tumbuhan dan hewan darat atau air.10

Ada juga bubur panca warna yaitu bubur abang (merah), bubur putih,

bubur beras merah, ketan hitam, bubur jagung, ketan putih, kacang hijau, yang

ditempatkan di empat penjuru mata angin yang melambangkan sifat atau

elemen alam (air, api, udara, tanah, dan angkasa).

Bubur abang (merah) dan bubur putih menggambarkan bahwa bubur

abang (merah) adalah menyangkut alam nyata yaitu jasmaniah sedangkan

bubur putih menyangkut alam ghaib yaitu bathiniyah. Jadi maksudnya bubur

abang (merah) dan bubur putih dalam sesajen merupakan bentuk permohonan

keselamatan lahir batin, guna dalam menjalani hidup dan kehidupan diberikan

keberkahan di mana secara lahir diberikan rezeki yang cukup dan secara batin

mendapatkan tuntutan yang baik sesuai dengan agama.

10

(30)

Terdapat juga makanan tambahan yaitu karak atau rengginang yang

merupakan produk makanan turunan dari padi. Biasanya dalam tumpeng juga

terdapat atau disediakan lauk-pauk sebagai pelengkap isi dari tumpeng yaitu:

orem-orem tempe, tahu, prekedel, dan lainnya hal ini menggambarkan

tumbuh-tumbuhan yang dapat dijadikan lauk- pauk.

Cabai merah yang ditusukkan ke sebuah lidi, maksudnya untuk

pelengkap tumpeng sebagai lalaban. Warna merah pada cabai melambangkan

sifat berani, berani berusaha dan berani berjuang. Sifat berani yang positif

akan menuntun seseorang untuk mencapai kehidupan yang makmur dan

bahagia, berani dan memiliki kemauan yang keras untuk menghadapi segala

resiko kehidupan.11

Selanjutnya terdapat sayur-sayuran yang melambangkan tentang

makna hidup. Kita harus sadar di mana kita hidup, apa yang dikerjakan

selama hidup, dan kemanakah tujuan setelah mati. Selama hidup juga, kita

harus mempunyai arti bagi sesama lingkungan, agama, bangsa, dan Negara.

Dalam bermasyarakatpun kita harus bisa berbaur dengan siapa saja.

Ada pula jajanan pasar yang menggambarkan kerukunan walupun ada

perbedaan (tenggang rasa). Pisang raja gandeng juga diartikan lambang

supaya cita-cita yang kita capai senantiasa luhur agar dapat membangun

Bangsa dan Negara. Dan daun pisang sebagai pembungkus kue-kue yang akan

11

(31)

dibuat ketika acara walimahan, daun pisang dinamakan takir atau tatang pikir yang artinya bahwa manusia dalam bertindak harus mantap dan tidakk boleh

ragu-ragu. Selain daun pisang yang digunakan sebagai pembungkus kue, ada

juga yang menggunakan daun jati di mana manfaat dari daun jati itu sendiri

yaitu daunnya lebih kuat dari daun pisang dan berfungsi juga sebagai pewarna

makanan alami.

Dari tumbuh-tumbuhan yang dijadikan sesajen terdapat pula tumbuhan

seperti kelapa, sirih, pinang, tembakau, jambe, rokok, dan tidak tertinggal

yaitu kembang atau bunga setaman. Dari filosofi buah kelapa yaitu diartikan

bahwa kelapa adalah tumbuhan yang seluruh bagiannya mempunyai manfaat

bagi kehidupan manusia. Untuk daun sirih, buah pinang, tembakau, dan jambe

orang-orang Jawa zaman dahulu menggunakan tumbuh-tumbuhan ini untuk

memperkuat gigi dan filosofinya adalah agar kita tidak bertutur kata

sembarangan. Rokok yang berarti melambangkan kebutuhan sekunder

manusia bila ada pertemuan. Tumbuhan yang terakhir yaitu kembang setaman

yang artinya melambangkan raga manusia (lahir, tumbuh, mati) juga

melambangkan kerukunan.12

Kembang setaman atau bunga pada sajen memiliki suatu aroma yang

harum atau sering dihubungkan dengan keharuman. Keharuman di sini adalah

keharuman diri manusia, artinya manusia harus menjaga keharuman namanya

12

(32)

agar tidak tercemar karena hal-hal yang bersifat sepele. Dalam konteks ini

harus mempertahankan reputasi yang dimilikinya agar ia semakin dihormati.

Bunga juga melambangkan kesucian dan sifat halus, manusia harus memiliki

rasa dan perasaan yang halus, sehingga ia peka terhadap berbagai gejala

disekelilingnya dan juga dapat menimbulkan kesusilaan batin (kesalehan

umat) yang tinggi.13

2. Filosofi yang terdapat dari hewan

Ayam utuh dipanggang (Ingkung): melambangkan pengorbanan

selama hidup, cinta kasih terhadap sesama, juga melambangkan hasil bumi

(hewan darat). Ikan melambangkan hasil bumi (hewan air), biasanya jenis

ikan yang sering dipergunakan dalam sesajen yaitu ikan bandeng di mana

filosofi yang terdapat pada ikan bandeng adalah karena ikan bandeng berduri

banyak maka melambangkann sebagai rizki yang berlimpah, dan telor

melambangkan asal mula kehidupan, dan dalam kehidupan selalu ada dua sisi

kuning-putih, lelaki-perempuan, dan siang-malam.

Hal-hal atau perlengkapan sesajen lainnya yang tidak digolongkan

kepada jenis tumbuh-tumbuhan ataupun hewan adalah air di kendi yang

artinya bahwa supaya kita selalu mempunyai hati suci dan bersih, air juga

sebagai sumber kehidupan. Dengan adanya air, kehidupan menjadi nyaman

(adem), sejahtera, dan makmur. Semua makhluk hidup baik manusia, hewan,

dan tumbuhan membutuhkan air, maka dalam hidup ini air harus selalu ada.

13

(33)

Dalam sesajen tterdapat berbagai macam air dan semuanya mempunyai

maksud yang sama yaitu memberikan kenyamanan, keselamatan, dan

kesejahteraan. Air di gelas dan bunga melambangkan air minum yang menjadi

kebutuhan hidup manusia. Minuman kopi pahit melambangkan elemen air

namun bukan suatu minuman pokok (kebutuhan sekunder) dan menjadi

minuman “persaudaraan” bila ada perkumpulan atau pertemuan.

Api dalam lampu cempor bertujuan untuk menerangi kehidupan,

sehingga tidak merasakan kegelapan tetapi hidupnya akan terarah dan lurus.

Arang yang dinyalakan melambangkan elemen berupa api yang berguna bagi

kehidupan manusia, dupa kemenyan yang artinya keharuman dan

ketenteraman juga sembah sujud dan penghantar doa kita kepada Tuhan Juga

menunjukkan eksistensi udara yang bergerak.14

Membakar dupa, mustiki setinggi kayu gaharu, kemenyan yang

harum untuk mengharumkan ruangan yang membawa ketenangan suasana

adalah suatu hal yang baik, sama ditinjau dari sudut adat ataupun agama.

Karena Rasulallah SAW menyukai wangi-wangian, baik berupa minyak

wangi, bunga-bungaan ataupun pembakaran dupa pada pendupaan.15 Kain

putih yang artinya hendaknya dalam tindakan dan ucapan harus dilandasi oleh

kebersihan hati dan fikiran.16

14

http://backpackermom17.wordpress.com/2010/04/23/filosofi-sesajen-offerings/. Diakses tanggal 23 April 2010.

15Sjafi‟i Hadzani, Seratus Masalah Agama

, (Kudus: Menara Kudus, 1982), h. 35.

16

(34)

D. Dasar Hukum Sesajen

Munculnya sesaji atau sajen dengan uborampe-nya (perlengkapan sesajen)

ini bagi orang yang tidak memahami terkadang diartikan negatif dan minor.

Padahal asal-muasal sesaji dan uberampe selametan diadakan semata

dimaksudkan sebagai bentuk sedekah kepada seluruh kerabat, keluarga, tetangga,

juga seluruh makhluk Tuhan.

Proses sedekah dilakukan manakala do‟a syukur dan ucapan terima kasih

usai dilakukan, maka sajen dan uborampe-nya (perlengkapan sesajen) akan ditarik

untuk dinikmati bersama atau dibagi-bagikan kepada yang berhak. Tentu saja

niat dalam hati orang melakukan sedekah dalam konteks ini masih dalam rangka

untuk mencipta keselarasan, sinergi, dan harmoni.

Oleh orang Jawa peristiwa menghaturkan do‟a syukur dan terima kasih

disertai dengan memberi sedekah berupa sajen lengkap dengan uborampe-nya itu

disebut dengan memule leluhur. Biasanya memule leluhur ini oleh orang Jawa

diikrarkan kepada Kanjeng Nabi Muhammad, Sahabat Nabi, para Wali,

tokoh-tokoh masyarakat, dan Danyang Penguasa Teritorial (sungai ,gunung, pertanian,

laut).17

Pada dasarnya budaya dan ritual ini tidak terlepas dari nuansa dan muatan

kesyirikan. Kesyirikan ini sangat terkait dengan tujuan, maksud atau motifasi

dilakukannya ritual sajenan tersebut.

17

(35)

Dalam hal ini, lurus berakidah dan bertauhid, serta agama yang toleran

pada sisi amal perbuatan dan pembuatan syari‟at. Lawan dari dua hal ini (agama

yang bertauhid dan toleransi) adalah syirik dan mengharamkan yang halal.

Sebagaimana hadits berikut ini:

Artinya: “Sesungguhnya aku telah menciptakan hamba-hamba-Ku dengan agama yang lurus. Namun, kemudian datanglah syaithon dan membolehkan agama mereka, dengan mengharamkan apa yang telah Aku halakan, dan menyuruh mereka untuk mempersekutukan Aku dengan apa yang Aku tidak memberikan kepadanya kekuasaan sedikitpun”.(HR. Ahmad).19

Dalam budaya yang bermuatan syirik tersebut, rinciannya adalah sebagai

berikut:

1. Jika melakukan ritual sajenan ini dengan menyajikan dan mempersembahkan

sesajian apapun bentuk bendanya kepada selain kepada Allah SWT, baik

benda mati ataupun makhluk hidup dengan tujuan untuk penghormatan dan

pengagungan, maka persembahan ini termasuk bentuk taqorrub (ibadah) dan

ibadah ini tidak boleh ditujukkan kepada selain Allah. Seperti, untuk roh-roh

orang sholeh yang telah wafat, makhluk halus penguasa dan penunggu

18

Al-Hafidz Abi Al-Qosim At-Thabrani, Mu’jam Al-Kabir Lithabrani, (Maktabah al-Ulum wa Hukum,1983), Juz 17, h. 358, no Hadits 987.

19

(36)

tempat-tempat tertentu yang dianggap keramat atau angker, maka perbuatan

ini merupakan kesyirikkan dengan derajat syirik akbar yang pelakunya wajib

bertaubat dan meninggalkannya karena ia terancam kafir atau murtad. Allah

SWT berfirman dalam surat Al-An‟am ayat 162-163.















































Artinya: “Katakanlah,” Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan

matiku hanyalah untuk Allah Tuhan seluruh alam (Al-An’am: 162). Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan demikianlah aku diperintah dan aku orang yang pertama-tama berserah diri (muslim) (Al-An’am: 163). 2. Bila ritual ini dilakukan atas dasar rasa takut kepada roh-roh atau

makhluk-makhluk tersebut terhadap gangguan atau kemarahannya, atau takut bahaya

yang akan menimpa karena kuwalat disebabkan menyepelekannya, atau

dengan maksud agar bencana yang sedang terjadi segera berhenti atau

malapetaka yang dikhawatirkan tidak akan terjadi, atau untuk tujuan agar

keberuntungan dan keberhasilan serta kemakmuran segera datang

menghampiri, maka dalam hal ini ada dua hal yang harus dikritisi:

- Rasa takut adalah ibadah hati. Setiap ibadah tidak boleh ditujukan kepada

selain Allah SWT, karena ibadah adalah hak mutlak Allah SWT semata

dan Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 175.

(37)

Artinya: “Sesungguhnya mereka itu hanyalah syaithon yang hanya menakut -nakuti teman-teman setianya. Maka janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kalian benar-benar orang yang beriman” (Al-Imran: 175).

- Keyakinan bahwa ada makhluk yang mampu memunculkan marabencana,

bahaya, atau malapetaka serta bisa mendatangkan keberuntungan,

kemakmuran, dan kesejahteraan maka keyakinan seperti ini merupakan

keyakinan syirik, karena meyakini adanya tandingan bagi Allah SWT

dalam hak rububiyyah-Nya berupa hak mutlak Allah dalam memberi dan

menahan suatu manfaat (kebaikan atau keberuntungan) maupun mudhorot

(celaka atau bencana).20 Allah SWT berfirman dalam surat Yusuf ayat

106-107.















































Artinya: “Dan kebanyakan mereka tidak beriman kepada Allah, bahkan

mereka mempersekutukan-Nya. Apakah mereka merasa aman dari kedatangan siksa Allah yang meliputi mereka atau kedatangan kiamat kepada mereka secara mendadak, sedang mereka tidak menyadarinya?”. (QS. Yusuf (12): 106-107).

Keyakinan yang menimbulkan syirik seperti yang dilakukan oleh

kaum Yahudi dijelaskan dalam sebuah hadits yaitu:

20

(38)

Artinya: “Janganlah kamu melakukan perbuatan sebagaimana kaum Yahudi lakukan. Dan janganlah kamu menghalalkan larangan-larangan Allah dengan siasat murahan”. (HR. Abu Daud).22

3. Namun apabila melakukan ritual sajenan ini hanya bertujuan sekedar untuk

menghidangkan santapan bagi para roh tersebut dengan anggapan bahwa para

roh tersebut akan datang kemudian menyantapnya, maka ini merupakan

anggapan yang keliru dari beberapa sisi yaitu:

- Jika meyakini yang datang dan menyantapnya adalah roh-roh orang yang

telah mati (seperti roh para leluhur), maka ini bertentangan dengan

dalil-dalil hadits yang menjelaskan tentang alam barzakh (kubur) bahwa

keadaan para hamba yang dicabut nyawanya ada dua bentuk. Jika ia

termasuk hamba yang baik ban beruntung, maka ia mendapat nikmat

kubur yang cukup dari Tuhan-Nya sehingga tidak perlu keluar dari kubur

untuk mencari nikmat tambahan. Namun, bila ia termasuk hamba yang

celaka lagi berdosa, maka siksa kubur yang akan ia dapatkan dari Allah

sehingga tidak mungkin baginya untuk bisa lari dari siksa-Nya.

- Apabila meyakini bahwa yang datang dan menyantap sajian tersebut

adalah para roh dari kalangan makhluk halus (jin/syaithon), maka

21

Imam Hafidz Sulaiman ibn Al-Sajastaani, Shahih Sunan Abi Daud, (Riyadh: Maktabah

Al-Ma‟arif Linnasyri wa Al-Tauzi‟, 1998), Jilid 2, h. 146.

22

(39)

perbuatan tersebut merupakan hal yang sia-sia dan mubazir, karena Allah

SWT dan Rosul-Nya tidak pernah memerintahkan demikian dan juga

karena perbedaan jenis makanan manusia dan jin. Dalam hal ini Allah

berfirman dalam surat Al-Isro ayat 26-27.

















































Artinya: “Dan janganlah engkau berbuat mubazir (Al-Isra: 26). Sesungguhnya orang yang berbuat mubazir adalah saudara-saudara syaithon. (Al-Isra: 27)”.23

Jika ada diantara kita mengatakan bahwa sajian dan santapan yang

dihidangkan untuk para roh orang yang telah meninggal benar-benar

berkurang atau bahkan habis, maka ini tidak lepas dari dua kemungkinan.

Pertama, bisa jadi diambil atau dimakan makhluk yang kasat mata dari

kalangan manusia atau hewan. Dan kedua, bisa jadi pula diambil dan dicuri

oleh makhluk yang tidak kasat mata dari kalangan jin.

23

(40)

32

A. Geografi Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya Bekasi Utara

Kota Madya Bekasi dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun

1950 tentang pembentukan dasar-dasar Kabupaten dalam lingkungan Provinsi

Jawa Barat dan tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkan sebagai lahirnya Kota Madya

Bekasi yang cukup pesat, maka berdasarkan PP No. 48 Tahun 1981 dibentuk

Kota Administratif Bekasi yang meliputi 4 wilayah kecamatan, yaitu Bekasi

Barat, Bekasi Timur, Bekasi Selatan dan Bekasi Utara. Dan berdasarkan UU No.

9 Tahun 1996 tanggal 16 Desember 1996 Kota Administratif Bekasi ditinggalkan

statusnya menjadi Kota Madya Bekasi.

Setelah terbentuknya Kota Madya Bekasi (sekarang Kota Bekasi), maka

wilayah Administrasi Kabupaten Bekasi menjadi 15 Kecamatan dan 187 Desa

dengan wilayah yang semula 148.437 Ha menjadi 127.388 Ha, dan berdasarkan

Peraturan Daerah No. 26 Tahun 2001 wilayah Kota Madya Bekasi terbagi

menjadi 23 Kecamatan.1

Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Bekasi

Lokasi : 1060 4828 – 1070 2729 BT, dan 600 106 – 60306 LS

Suhu rata-rata : 280C – 320C

Kelembaban : 80%

1

(41)

Ketinggian : 6- 115 m dpl

Curah Hujan : 1.501 mm/tahun

Hari Hujan : 85 hari

Luas Wilayah : 1.273,88 km2

Jumlah Kecamatan : 23

Jumlah Desa : 187

Jumlah Penduduk : 1.866.791 jiwa

Kepadatan : 1.465 jiwa/km2

Jumlah Keluarga : 457.944.2

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 1981

Kecamatan Bekasi ditingkatkan statusnya menjadi Kota Administrasi Bekasi yang

meliputi 4 Kecamatan: Bekasi Barat, Bekasi Selatan, Bekasi Timur, dan Bekasi

Utara. Dari keempat Kecamatan itu terdiri dari 18 Kelurahan dan 8 Desa.

Pemekaran itu dilakukan atas tuntutan masyarakat perkotaan yang memerlukan

adanya pelayanan khusus. Pembentukan Kota Administrasi Bekasi digelar pada

tanggal 20 April 1982 yang dihadiri Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Adapun

yang menjabat sebagai Walikota Administrasi Bekasi adalah Drs. Andi R Sukardi

hingga 1988, dan digantikan oleh Drs. H. Kailani AR.

Selain itu, perkembangan yang ada telah menunjukkan bahwa Kota

Administrasi Bekasi mampu memberikan dukungan penggalian potensi di

wilayah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Dan untuk mendukung

2

(42)

jalannya roda pemerintahan, maka keluarlah UU Nomor 9 Tahun 1996 yang

mendukung berubahnya Kota Administrasi Bekasi menjadi Kotamadya Daerah

Tingkat II Bekasi.

Sedangkan wilayah kerja Eks Kota Administrasi Bekasi meliputi

Kecamatan Bekasi Utara, Kecamatan Bekasi Barat, Bekasi Timur dan ditambah

wilayah kerja Pondok Gede, Jati Asih, Bantar Gebang serta Kecamatan pembantu

Jati Sampurna. Kesemuanya itu meliputi 23 Desa dan 27 Kelurahan. Pejabat

walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi dijabat oleh Drs. H. Kailani AR

selama 1 tahun. Selanjutnya, dijabat secara difinitif oleh Drs. H. Nonon Sonthanie

yang terhitung sejak tanggal 23 februari 2003.3

Seiring waktu perjalanan Pemko Bekasi mengalami pemekaran kembali.

Itu didukung oleh Perda Pemko Bekasi Nomor 4 Tahun 2004 tentang

Pembentukan Wilayah Administrasi kecamatan dan kelurahan, maka wilayah

Administrasi Kota Bekasi menjadi 12 Kecamatan dan 56 Kelurahan. Semua itu

ditempuh untuk meningkatkan pelayanan dan mengayomi masyarakat yang ada di

wilayah Administrasi Kota Bekasi. Tak lama kemudian, terbitlah keputusan

DPRD Kota Bekasi Nomor 37-174.2/DPRD/2003 tertanggal 22 Februari 2003

tentang penetapan walikota Bekasi dan wakilnya periode 2003-2008. Yang

dilanjutkan dengan keputusan Mendagri bernomor: 131.32-113 Tahun 2003

tentang Pengesahan Walikota Bekasi, Jawa Barat. Dan Keputusan Mendagri Surat

3

(43)

Keputusan Nomor: 132.32-114 Tahun 2003 tentang Pengesahan Walikota Bekasi,

Jawa Barat, H Akhmad HR, S.Sos., yang didampingi oleh Mochtar Mohamad.4

Pada tahun 2010 diadakan lagi sensus penduduk di kota Bekasi dan

mencatat 2,3 juta penduduk kota Bekasi dengan Laju Pertumbuhan Penduduk

(LPP) sebesar 3,4%. Dan hasilnya adalah Kecamatan Bekasi Utara menempati

urutan pertama dalam jumlah penduduk terbanyak, mencapai 304.005 jiwa.5

Adapun gambaran umum Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya

Bekasi Utara dilihat dari hasil data geografis yang diperoleh dari kantor Desa

Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya Bekasi Utara yaitu Desa Samudera Jaya

mempunyai luas 752 Ha terdiri dari tanah daratan dan perairan dengan batas

wilayah:

Sebelah Utara : berbatasan dengan laut Jawa

Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Pantai Setia

Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Segera Jaya

Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Buni Bakti

Sedangkan letak geografisnya ada pada ketinggian tanah dari permukaan

laut 0,55 m, banyaknya curah hujan 1500mm/Hm, topografi dari daratan rendah

tinggi pantai –mm/Hm dengan suhu udara rata-rata 26cc.

4Google, @-Yahoo.com

5

(44)

B. Kondisi Demografis Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya Bekasi

Utara

Untuk keadaan atau kondisi demografis yang terdapat di Desa Samudera

Jaya Kecamatan Taruma Jaya, Bekasi Utara itu sama halnya dengan kondisi

demografis yang terdapat pada wilayah-wilayah lainnya. Setiap tahun selalu

terdapat peningkatan jumlah penduduk, tidak hanya itu pembangunan secara

fisikpun meningkat sesuai dengan perkembangan, baik dari segi tingkat ekonomi

maupun teknologi.

Data yang diperoleh dari kantor Desa Samudera Jaya sampai 2010 yaitu

meningkatnya perkembangan demografis masyarakat Desa Samudera Jaya.

Jumlah penduduk mencapai 4.955 jiwa, terdiri dari jumlah laki-laki sebanyak

2.466 jiwa, jumlah perempuan 2.489 jiwa ,dan jumlah kepala keluarga sebanyak

1.330 jiwa.

C. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Samudera Jaya Kecamatan

Taruma Jaya Bekasi Utara

Dari data yang diperoleh sepanjang tahun 2010 perkembangan jumlah

penduduk yang ada di Desa Samudera Jaya mencapai: 4.955 jiwa, dan jumlah

kepala keluarga mencapai 1.330 jiwa. Sedangkan kompilasi penduduk

(45)
[image:45.612.114.523.156.483.2]

Tabel 3.1

Kompilasi penduduk berdasarkan matapencaharian

No Pekerjaan Jumlah Pekerja

1 Petani 829 orang

2 Buruh tani 122 orang

3 Pertukangan 37 orang

4 Nelayan 133 orang

5 Wiraswasta 463 orang

6 TNI 4 orang

7 PNS 15 orang

Sumber Data: Kantor Desa Samudera Jaya Taruma Jaya Bekasi Utara

Dari data demografis yang ada sepanjang tahun 2010 untuk

matapencaharian penduduk di Desa Samudera Jaya, maka jumlah petani sebanyak

829 orang yang mendominasi jumlah terbanyak matapencaharian masyarakat

Desa Samudera Jaya.

Tabel 3.2

Mutasi penduduk berdasarkan komposisi

Data Jumlah

Lahir 56 orang

Meninggal 5 orang

Datang 74 orang

Pindah 18 orang

[image:45.612.176.444.600.683.2]
(46)

Masyarakat di Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya, Bekasi

Utara ini mayoritas penduduknya dari keturunan Jawa, di mana masih kental

dengan adat dan budaya. Misalnya, dalam masalah sesajen yang digunakan pada

saat melangsungkan walimatul „ursy. Suatu masyarakat merupakan suatu bentuk

kehidupan bersama yang warga-warganya hidup bersama untuk jangka waktu

yang cukup lama, sehingga menghasilkan kebudayaan,6 seperti budaya sesajen di

Desa Samudera Jaya.

Dalam bidang sosial, masyarakat Desa Samudera Jaya termasuk

masyarakat yang masih kompak dalam hal gotong-royong. Karena masyarakat

Desa Samudera Jaya menganut sistem kekerabatan bilateral sebagaimana

masyarakat Jawa pada umumnya. Kelompok kekerabatan bilateral seseorang

ditelusuri melalui garis keturunan dari pihak ayah maupun ibu. Seluruh kerabat

yang berasal dari keturunan yang sama, baik laki-laki maupun perempuan,

saudara laki-laki, saudara perempuan, atau sepupu dimasukkan kategori “saudara”

(sedulur).7

1. Bidang Keagamaan

Masyarakat Desa Samudera Jaya adalah pemeluk agama Islam, maka

ada beberapa masjid atau musholah yang dipergunakan sebagai majlis ta‟lim

dari tingkat anak-anak sampai tingkat ibu-ibu. Kehidupan secara agama di

Desa Samudera Jaya juga berjalan dengan cukup baik walaupun adanya

6

Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Cet-6, h. 91.

7

(47)

tradisi sesajen dalam pelaksanaan walimatul „ursy namun hal itu tidak

menghalangi jalannya peribadatan dan kepercayaan dalam agama Islam.

Untuk mendukung pelaksanaan ibadah di Desa Samudera Jaya tersedia

[image:47.612.114.512.169.531.2]

tempat-tempat ibadah sebagai berikut:

Tabel 3.3

Jumlah Sarana Peribadatan di Desa Samudera Jaya

No Sarana

Peribadatan

Jumlah Keterangan

1 Masjid 3

2 Musholla 7

3 Wihara _

4 Gereja _

5 Pura _

Sumber Data: Kantor Desa Samudera Jaya Taruma Jaya Bekasi Utara

2. Bidang Pendidikan

Sarana pendidikan yang dimiliki Desa Samudera Jaya memang sangat

minim sekali karena hanya tersedia sekolah tingkat PAUD dan SD saja,

namun keterbatasan yang sedemikian tidak menghalangi proses jalannya

pendidikan yang lain. Karena untuk menjalankan atau meneruskan pendidikan

kejenjang SLTP/MTs, SMA/MA, bahkan ke perguruan tinggi bisa keluar dari

(48)
[image:48.612.115.500.153.674.2]

Tabel 3.4

Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Samudera Jaya

No Nama Sekolah Jumlah

1 SDN 4 Unit

2 Diniyah 4 Unit

3 PAUD 2 Unit

Sumber Data: Kantor Desa Samudera Jaya Taruma Jaya Bekasi Utara

Jumlah tingkat pendidikan masyarakat Desa Samudera Jaya

1. Lulusan pendidikan umum

TK : 11 orang

SDN : 812 orang

SMP : 671 orang

SMA : 496 orang

Akademi (D1-D3) : 120 orang

Sarjana (S1-S3) : 38 orang

2. Lulusan pendidikan khusus

Pondok Pesantren : 214 orang

Madrasah : 119 orang

Kursus/keterampilan : 93 orang.8

8

(49)

41

A. Proses Penggunaan Sesajen Dalam Walimatul ‘Ursy Pada Masyarakat Desa Samudera Jaya

1. Pengetahuan Sesajen Pada Masyarakat Desa Samudera Jaya

Masyarakat Desa Samudera Jaya mengartikan bahwa sesajen adalah

berupa suguhan yang tidak diperbolehkan, karena menyuguhkan terhadap hal

yang ghaib dan tidak terlihat secara kasat mata. Tetapi semua itu tergantung

pada niat masing-masing orang yang mempercayai dan menggunakannya,

kalau sekedar untuk menghargai keberadaan makhluk lain maka hal demikian

dibolehkan.1

Sesajen merupakan syarat untuk melengkapi isi pendaringan dan

digunakan pada acara-acara tertentu termasuk pada saat walimahan. Tradisi

sesajen yang dipercayai oleh masyarakat Desa Samudera Jaya sebenarnya

berasal dari Jawa, karena masyarakat yang pertama ada di Desa Samudera

Jaya adalah orang Jawa maka dari itu tradisi ini diabadikan dan dijadikan

ritual adat pada saat mengadakan acara walimatul „ursy.2

1

Makmur, Paranormal Desa Samudera Jaya, Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 15 Februari 2011.

2

(50)

Namun dilengkapi lagi pengertian sesajen oleh orang yang biasa

bertugas menunggu pendaringan (ngandang beras) pada saat walimatul „ursy,

ibu Rodiah yang memegang peranan penting pada acara walimatul „ursy

mengatakan bahwa sesajen adalah isi sesajian yang terdiri dari nasi tumpeng,

nasi putih, nasi kuning, rokok djinggo atau lisong, kue atau jajanan pasar

sebanyak tujuh rupa, pisang, dan banyak jenis makanan lain yang disediakan

pada waktu-waktu tertentu.3 Dilengkapi lagi makna sesajen oleh ibu Jami

yang mempunyai peranan yang sama dengan ibu Rodiah, yaitu sesajen

diartikan pemberian suguhan berupa makanan dan minuman kepada orang

yang telah meninggal dunia. Kalau zaman dahulu sesajen sering disebut

ancak, tetapi sesajen atau ancak sama saja. Makanan dan minuman yang

disediakan untuk sesajen tergantung kepada yang disukai orang yang sudah

meninggal tersebut.4

Dalam pengetahuan masyarakat Desa Samudera Jaya tentang sesajen

menurut bapak Lihan sebagai petua dan sesepuh Desa Samudera Jaya

menjelaskan bahwa tidak semua masyarakat Desa Samudera Jaya mengetahui

sesajen, terutamanya sesajen yang digunakan pada acara walimatul „ursy.

Karena pada masyarakat Desa Samudera Jaya juga tidak semua berasal dari

keturunan Jawa, kalau diklasifikasikan mungkin hampir 65% masyarakat

3

Rodiah, Penunggu Pendaringan (Ngandang Beras), Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 17 Februari 2011.

4

(51)

Desa Samudera Jaya yang berasal dari keturunan Jawa dan 35% lagi

masyarakat dari etnis lain betawi misalnya. Dan untuk masyarakat yang

keturunan Jawa sudah pasti semuanya mengetahui tentang tradisi sesajen yang

digunakan pada saat walimatul „ursy. 5

Pengetahuan masyarakat Desa Samudera Jaya tentang sesajen menurut

bapak Makmur selaku petua dan paranormal Desa Samudera Jaya juga

membenarkan bahwa sekarang ini masyarakat yang berada di Desa Samudera

Jaya tidak semua mengetahui, karena tradisi sesajen ini agak sedikit tergeser

keberadaannya. Hal tersebut karena sesuai berkembangnya zaman. Jadi, ada

generasi mudanya yang menganggap hal semacam itu adalah perbuatan yang

mubazir dan hanya membuang-buang biaya saja. Tidak seperti pola fikir

orang-orang tua yang masih hidup pada saat ini, orang tua menganggap tidak

baik kalau kita tidak menghargai peninggalan tradisi sesajen karena sesajen

banyak menjelaskan tentang ajaran-ajaran menghargai sesama makhluk baik

yang nampak ataupun tidak nampak. Namun, masyarakat yang menggunakan

sesajen tetap saja masih dikategorikan mayoritas.

Tidak hanya mengetahui arti dari sesajen saja, masyarakat Desa

Samudera Jaya menjadikan sesajen merupakan sebuah tradisi.6 Menurut bapak

Lihan sesajen memang sudah dijadikan tradisi oleh masyarakat Desa

5

Lihan, Sesepuh Desa Samudera Jaya, Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 11 Februari 2011.

6

(52)

Samudera Jaya terutama untuk acara walimatul „ursy. Alasannya sangat

banyak sekali, diantaranya untuk meminta berkah dan terhindar dari

gangguan-gangguan yang tidak diinginkan pada saat walimahan berlangsung.7

Menurut bapak Makmur bahwa sesajen memang benar sudah

dijadikan tradisi, walaupun pada kenyataanya sekarang ini ada yang tidak

menggunakannya lagi tetapi tetap saja yang menggunakan mempunyai

kedudukan terbanyak karena masih banyak orang tua yang tahu tentang tradisi

sesajen ini yang masih hidup.8

Hal tersebut dipertegas juga oleh bapak Lihan yang berkedudukan

sebagai orang yang benar-benar dituakan oleh masyarakat Desa Samudera

Jaya. Orang-orang tua yang masih hidup mewariskan tradisi sesajen walimatul

„ursy kepada anak cucunya atau keturunan-keturunan selanjutnya.9

Bapak Makmur juga mengatakan ada alasannya mengapa sesajen

sampai dijadikan tradisi yaitu sejak berdirinya Desa Samudera Jaya penduduk

yang ada pada saat itu adalah berasal dari keturunan Jawa, di mana

sebenarnya tidak hanya ketika ada walimatul „ursy saja masyarakat yang ada

di Desa Samudera Jaya menggunakan sesajen tetapi dalam hal lain juga. Hal

tersebut dinyatakan berdasarkan pengetahuan sejarah bapak Makmur tentang

masyarakat yang berada di Desa Samudera Jaya

Gambar

Tabel 3.2 Mutasi penduduk berdasarkan komposisi
Tabel 3.3 Jumlah Sarana Peribadatan di Desa Samudera Jaya
Tabel 3.4

Referensi

Dokumen terkait

keberhasilan kerja sebesar 63 orang, dimana terdiri dari ibu-ibu PKK Desa Selat yang sangat antusias untuk mengikuti acara tersebut dengan banyaknya pertanyaan

(2) Kendala-kendala yang dihadapi Pemerintah Desa Semuli Jaya Kecamatan Abung Semuli Kabupaten Lampung Utara dalam proses Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam Pembangunan

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan latar belakang, alat- alat, do’a - do’a, prosesi pelaksanaan Walimatul Khitan , serta aspek pendidikan nilai spiritual pada

Menurut Sukimin seorang juru kunci mengatakan bahwa dalam melaksanakan ritual sesaji kautaman dibutuhkan berbagai perlengkapan untuk sesajen. Adapun sesajen

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwapemberdayaan pemuda melalui karang taruna Desa Tunas Jaya Kecamatan Bone Pantai Kabupaten Bone

Ibu Kalengkongan selaku Ketua PKK Desa Maumbi , bahwa sudah banyak kiat dan usaha yang telah dicoba dan dilakukan Oleh PKK Desa Maumbi dan Ketua PKK Desa Maumbi didalam

menunjukan bahwa pada akar vegetasi mangrove di Desa Pantai Harapan Jaya dan Desa Pantai Mekar, Kabupaten Bekasi ditemukan 18 genus perifiton yang termasuk dalam

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat dilaksanakan di Dusun Pondok Dua Desa Pantai Harapan Jaya Muara Gembong dengan melibatkan ibu-ibu anggota masyarakat