• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Tepung Kulit Buah Markisa (Passiflora edulis var.edulis) yang difermentasi dengan Phanerochaetechrysosporium terhadap Karkas Kelinci RexJantanLepasSapih.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Tepung Kulit Buah Markisa (Passiflora edulis var.edulis) yang difermentasi dengan Phanerochaetechrysosporium terhadap Karkas Kelinci RexJantanLepasSapih."

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Pengolahan Tepung KBMfermentasi Phanerochaete chrysosporium

Kulit Buah Markisa (KBM) SEGAR

Dicuci Jemur dibawah sinar matahari (3 hari) Dicacah Digiling

Tepung KBM

Disterilkan/diautoclave (15 menit, 1210C)

Tepung KBM +Phanerochaete chrysosporium

Fermentasi selama 15 hari (suhu kamar, Dosis 106 CFU/ml, 1,18 ml suspensi spora untuk

1 gram Tepung KBM) Pengeringan

Dioven (24 jam, 600C)

KBM PRODUK FERMENTASI

(2)

Lampiran 2. Pembuatan Pakan Bentuk Pelet

Bahan Baku

Bahan Baku digiling menjadi Tepung

Ditimbang menurut formulasi

Diaduk rata di tempat pengadukan

Penambahan bahan baku cair (kalau dibutuhkan)

Diaduk lagi sampai bahan baku cair tersebut

dapat tercampur merata ke seluruh bagian

Bahan baku berbentuk adonan(kebasahan 60%)

Dimasukkan ke alat pencetak pelet Dihasilkan ukuran pelet 5-7 mm

Pelet dikeringkan (dioven selama 12 jam,

temperatur 500C)

(3)

Lampiran 3. Hasil Analisis Proksimat Kulit Buah Markisa yang difermentasi dengan

Phanerochaete chrisosporium selama 15 hari.

Pelet siap diberikan

(4)

Lampiran 4. Data Bobot Awal (g), Bobot Akhir (g), Bobot Potong (g), Bobot Karkas (g) dan Persentase Karkas (%)

(5)

Perlakuan BB Awal BB Akhir Bobot

Lampiran 5. Data Penimbangan Komponen Non Karkas (g/ekor)

(6)

Saluran

Lampiran 6. Data Bobot Relatif Komponen Non Karkas (g/kg BB)

(7)

Perlakuan

Bobot Relatif Organ Dalam Bobot Relatif Organ Luar Slrn

Lampiran 7. Analisis Keragaman Bobot Potong Kelinci Rex

(8)

SK dB JK KT F-Hit F-Tabel

Lampiran 8. Analisis Keragaman Bobot Karkas Kelinci Rex

SK dB JK KT F-Hit F-Tabel

Lampiran 9. Analisis Keragaman Persentase Bobot Karkas Kelinci Rex

SK dB JK KT F-Hit F-Tabel

Lampiran 10. Analisis Keragaman Bobot Relatif Saluran Pencernaan Kelinci Rex

SK dB JK KT F-Hit F-Tabel

Lampiran 11. Analisis Keragaman Bobot Relatif Jantung

SK dB JK KT F Hit F-Tabel

Lampiran 12. Analisis Keragaman Bobot Relatif Hati Kelinci Rex

SK dB JK KT F-Hit F-Tabel

Lampiran 13. Analisis Keragaman Bobot Relatif Paru-paru Kelinci Rex

(9)

SK dB JK KT F-Hit F-Tabel

Lampiran 14. Analisis Keragaman Bobot Relatif Ginjal Kelinci Rex

SK dB JK KT F-Hit F-Tabel

Lampiran 15. Analisis Keragaman Bobot Relatif Kepala Kelinci Rex

SK dB JK KT F-Hit F-Tabel

Lampiran 16. Analisis Keragaman Bobot Relatif Kaki Kelinci Rex

SK dB JK KT F-Hit F-Tabel

Lampiran 17. Analisis Keragaman Bobot Relatif Kulit Kelinci Rex

(10)

Lampiran 18. Analisis Keragaman Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Markisa

Duncan's Multiple Range Test for Bobot Potong

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

(11)

Lampiran 19. Analisis Keragaman Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Markisa

Duncan's Multiple Range Test for Bobot Karkas

NOTE : This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

(12)

Lampiran 20. Analisis Keragaman Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Markisa

Duncan's Multiple Range Test for Persentase Karkas

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

(13)

Lampiran 21. Analisis Keragaman Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Markisa Fermentasi Phanerochaete chrysosporium terhadap Bobot Relatif Jantung Duncan's Multiple Range Test for Bobot Relatif Jantung

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

(14)

Lampiran 22. Analisis Keragaman Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Markisa Fermentasi Phanerochaete chrysosporium terhadapBobot Relatif Paru-paru Duncan's Multiple Range Test for Bobot Relatif Paru-paru

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

(15)

Lampiran 23. Analisis Keragaman Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Markisa Fermentasi Phanerochaete chrysosporium terhadap Bobot Relatif Ginjal Duncan's Multiple Range Test for Bobot Relatif Ginjal

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

(16)

Lampiran 24. Analisis Keragaman Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Markisa Fermentasi Phanerochaete chrysosporium terhadap Bobot Relatif Hati The SAS System 12:37 Thursday, October 28, 2015 26 Duncan's Multiple Range Test for Bobot Relatif Hati

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not theexperimentwise error rate.

(17)

Lampiran 25. Analisis Keragaman Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Markisa Fermentasi Phanerochaete chrysosporium terhadap Bobot Relatif Saluran Pencernaan

Duncan's Multiple Range Test for Bobot Relatif Saluran Pencernaan

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

(18)

Lampiran 26. Analisis Keragaman Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Markisa Fermentasi Phanerochaete chrysosporium terhadapBobot Relatif Kepala

Corrected Total 19 20.62242000

R-Square Coeff Var Root MSE BobotRelatifKepala Mean

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

(19)

Lampiran 27. Analisis Keragaman Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Markisa Fermentasi Phanerochaete chrysosporium terhadap Bobot Relatif Kaki The SAS System 14:35 Thursday, October 28, 2015 6

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

(20)

Lampiran 28. Analisis Keragaman Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Markisa Fermentasi Phanerochaete chrysosporium terhadap Bobot Relatif Kulit The SAS System 14:35 Thursday, October 28, 2015 10

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Adams, M.R andM.O. Moss., 1995. Food Microbiology. The Royal Society of Chemistry, New York.

Ali, Usman dan Badriyah. 2010. Intensifikasi Pemeliharaan Kelinci Penghasil

Daging Menggunakan Limbah Industri Tempe dan Onggok Terfermentasi Dalam Pakan Komplit. Dosen Fakultas Peternakan. Universitas Islam

Malang.

Anggorodi, R., 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta.

Astuti, T., 2008. Evaluasi nilai nutrisi kulit buah markisa yang difermentasi dengan

Aspergillus niger dan Trichoderma harzianum sebagai pakan ternak secara in – vitro. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Andalas. Padang.

Berg dan Butterfield, 1976.New Concept of Cattle Growth.Sydney University Press. Cheeke, P. R., N. M. Patton., S. D. Lukefahr., 2000. Rabbit production. 8th Edition.

The Interstate Printers and Publisher Inc. Danville. Illinois.

El-Raffa, A. M., 2004. Rabbit production in hot climates. J. 8th World Rabbit Congres.

Fengel, D., dan Wegener. 1995. Kayu: kimia, ultra struktur, reaksi-reaksi. Translated from the english by H. Sastrohamidjojo. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.

Hanafiah, K., 2003. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Palembang.

Herrick, F. W., 1980. Chemistry and utilization of western hemlock bark extractives.

J. Agric. Food Chem. 28:879-888.

Howard, R. L., E. Abotsi, E. L. J van Rensburg and S. Howard. 2003. Lignocellulose

biotechnology: issues of bioconversion and enzyme production. African J.

Biotechnol.

(22)

Irawati, D., 2006. Pemanfaatan Serbuk Kayu Untuk Produksi Etanol [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Janatum. 2007. Pengaruh Pemberian Ransum Hijauan Dan Konsentrat yang

Berbeda Terhadap Bobot Potong, Persentase Karkas dan Non Karkas Kelinci Lokal Jantan. Laporan Penelitian Fakultas Pertanian UNS,

Surakarta.

Kartadisastra, H. R., 1997. Ternak Kelinci Teknologi Pascapanen. Kanisius, Yogyakarta.

Laconi, A., 1998. Penggunaan Kulit Buah Kakao sebagai Pakan Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bandung.

Laboratorium Pengujian Mutu Pakan Loka Penelitian Kambing Potong. 2009.

Analisis Proksimat Kulit Buah Markisa. Sei Putih, Galang.

Laboratorium Pengujian Mutu Pakan Loka Penelitian Kambing Potong. 2015.

Analisis Proksimat Kulit Buah Markisa non Fermentasi dan Fermentasi Phanerochaete chrysosporium. Sei Putih, Galang.

Manshur, F., 2009. Kelinci Pemeliharaan Kelinci Secara Ilmiah, Tepat dan Terpadu. Nuansa. Bandung.

Masanto, R dan Agus, A., 2010. Beternak Kelinci Potong. Penebar Swadaya. Jakarta. McElhiney, R. R., 1994. Feed Manufacturing Technology IV. American Feed

Industry Association, Inc. Arlington, Virginia.

Murray B.M, and Slezacek O., 1978. Growth rate and It’s effect on empty body

weigth, carcass weigth and dissection carcass composition of equally nature sheep. J. Anim. Agr. Camb. 87 : 171-172.

Muryanto dan S. Prawirodigdo. 1993. Pengaruh Jenis Kelamin dan Bobot Potong

Terhadap Persentase Karkas dan Non-karkas pada Kelinci Rex. Jurnal

Ilmiah Penelitian Ternak Klepu 1:33-38.

National Reseach Council. 1977. Nutrient Requirement of Rabbit. National Academic ofScience, Washington.

Palupi dan Tungadi. 1988. Isolasi Pektin dan Limbah Pengolahan Sari buah Markisa

Laporan Penelitian Laboratorium Kimia dan Pangan. Pusat Antar

Universitas Pangan dan Gizi. IPB.

Pond, W. G., D. C. Church., & K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and

Feeding. John Wiley and Sons, New York.

35

(23)

Preston, T. R. dan R. A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production System with

Available ReSumber keragamans in the Tropics and Sub Tropics.

Penambule Books. Armidale. Australia.

Priyatna, N. 2011.,Beternak dan Bisnis Kelinci Pedaging. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Purbowati, 2005. Usaha Penggemukan Domba. Penebar Swadaya, Jakarta.

Raharjo, Sartika, T., Y. C. dan K. Dwiyanto. 1994. Penggunaan Probiotik Starbio

dalam Ransum dengan Tingkat Protein yang Berbeda Terhadap Penampilan Kelinci Lepas Sapih. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

Rahman, L., 2014. Pengaruh Jenis Kelamin Terhadap Persentase Beberapa Bagian

Non-Karkas (Offal) Kambing Kacang Yang Dipelihara Secara Intensif [skripsi]. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin.

Rosningsih, S., 2000. Pengaruh Lama Fermentasi dengan EM-4 terhadap

Kandungan Ekskreta Layer.Buletin Pertanian dan Peternakan.Universitas

Wangsa Manggala. Yogyakarta. 1(2): 62-69.

Rukmana, R., 2003. Usaha Tani Markisa. Kanisius, Yogyakarta.

Santoso, U dan Sutarno., 2010. Bobot Potong dan Karkas Kelinci New Zealand

White Jantan setelah Pemberian Ransum Kacang Koro (Mucuna pruriens var. Utilis). Bioteknologi. 7(1):19-26.

Sarwono, B., 2001. Kelinci Potong dan Hias. Agromedia Pustaka, Jakarta.

_________., 2009. Buku Pintar Memelihara Kelinci dan Rodensia. Majalah Flora dan Fauna. Jakarta.

Sembiring, P., 2006. Biokonversi Limbah Pabrik Minyak Inti Sawit dengan

Phhanerochaete chryssporium dan Implikasinya Terhadap Performans Ayam Broiler. Disertasi Doktor. Universitas Padjajaran, Bandung.

Smith, J dan S. Mangoewidjojo, 1998. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan

Hewan Percobaan di daerah Tropis. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Steel, R. G. D dan J. H. Torrie. 1993.

PrinsipdanProsedurStatistikaSuatuPendekatanBiometrik.Terjemahan : M.

Syah. GramediaPustakaUtama, Jakarta.

Supriyadi, Minarti. S dan N. Cholis. 2013. Karasteristik Karkas Kelinci Peranakan

New Zealand White Yang diberi Pakan Limbah Kubis (Brassica oleracea) Tercemar Pestisida. Universitas Brawijaya, Malang.

(24)

Susilorini, T. E., 2008. Budaya Ternak Potensial. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tangdilintin, F.K., M. Rusdy, B.R.R. Mahi, Budiman, dan S. Rasyid. 1994.

Pemanfaatan kulit buah markisa (Passiflora edulis Sims) sebagai pakan pengganti hijauan untuk ruminansia kecil. Ujung Pandang: OPF,

Universitas Hasanuddin.

Thomas, M., & A. F. B. Van der Poel. 1997. Physical quality of peleted animal feed

2. contribution of processes and its conditions. Animal Feed Science and

Technology. 61 (1): 89-109.

Verheij, E.W.M. and R.E. Caronel. 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara. Gramedia. Jakarta.

Whytes, R. M and Ramsay, T. L., 1979. Nutrition Ecology of The Ruminant. Durham and Downey, Inc. Portland. Hal. 23 – 38.

Widiarto, W., Widiarti, R., Budisatria IGS. 2009. Pengaruh berat potong dan harga

pembelian domba dan kambing betina terhadap gross margin jagal di rumah potong hewan Mentik, Kresen, Bantul. Buletin peternakan.33(2) :

119-128.

Winarno, F. S., 1983. Enzim Pangan. PT Gramedia, Jakarta.

(25)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Jl. Udara Gg. Rukun (Peternakan Kelinci Rukun Farm) Berastagi, Kabupaten Karo. Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan dimulai dari 03 Agustus 2015 sampai dengan 13 Oktober 2015.

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan yang digunakan yaitu kelinci Rex jantan lepas sapih 20 ekor dengan rata-rata bobot badan 918 ± 75,18 g. Bahan pakan yang terdiri darikulit buah markisa, tepung jagung, dedak padi, bungkil kedelai, tepung ikan, top mix dan molases. Kulit Buah Markisa (KBM) difermentasi dengan jamur Phanerochaete

chrysosporiumkemudian bahan pakan diolah menjadi pakan berbentuk pelet. Daun

wortel sebagai hijauan, obat-obatan seperti Permentyhl 5% sebagai obat kembung,

Pyroxy sebagai antibiotik dan vitamin B-complex serta rodalon sebagai desinfektan.

Alat

(26)

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah secara experimental dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan.

Adapun perlakuan yang diteliti adalah sebagai berikut :

P0 : Ransum dengan penambahan 30% KBM tanpa fermentasi dan 0% KBM fermentasiPhanerochaete chrysosporium

P1 : Ransum dengan penambahan 20% KBMtanpa fermentasi dan 10% KBM fermentasiPhanerochaete chrysosporium

P2 : Ransum dengan penambahan 10% KBMtanpa fermentasi dan 20% KBM fermentasiPhanerochaete chrysosporium

(27)

Kombinasi unit perlakuan sebagai berikut :

P2U3 P0U2 P1U4 P3U2 P2U2

P3U4 P1U3 P0U3 P2U1 P1U1

P0U1 P2U4 P2U5 P1U5 P3U3

P1U2 P3U5 P3U1 P0U4 P0U5

Menurut Hanafiah (2003), model linear untuk rancangan acak lengkap (RAL) adalah :

Yij= µ + σi+ εij

Dimana :

Yij = Nilai pengamatan yang diperoleh dari satuan percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

i = 1, 2, 3, 4 (perlakuan)

j = 1, 2, 3, 4, 5 (ulangan)

µ = Nilai tengah umum

σi = Pengaruh dari perlakuan ke-i

εij = Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Peubah Penelitian

a. BobotPotong(g/ekor)

Bobot potong adalah bobot kelinci yang diperoleh dengan cara penimbangan bobot akhir kelinci setelah dipuasakan selama 6-10 jam sebelum disembelih.

% Bobot Potong =

Bobot akhir Bobot Potong

(Masanto dan Agus, 2010). b. BobotKarkas(g/ekor)

(28)

Bobot karkas diperoleh dari hasil penimbangan dari dagingbersamatulangkelincihasilpemotongansetelahdipisahdarikepala, kaki, kulit, darah dan

pengeluaran isi rongga perut (Rahman, 2014). c. Persentase Bobot Karkas (%)

% Bobot Potong =

Bobot Potong Bobot Karkas

(Santoso, 2010).

d. Bobot Komponen Non Karkas 1. Bobot Relatif Organ dalam

Bobot relatif organ bagian dalam (internal) diperoleh dari hasil penimbangan masing-masing komponen organ bagian dalam dibagi dengan bobot potong (kg). Komponen organ bagian dalam :

− Jantung (g/kg BB)

− Hati (g/kg BB)

− Ginjal (g/kg BB)

− Paru-paru (g/kg BB)

− Saluran pencernaan (g/kg BB)

2. Bobot Relatif Organ Luar

Bobot relatif organ bagian luar (eksternal) diperoleh dari hasil penimbangan masing-masing komponen organ bagian luar dibagi dengan bobot potong (kg). Komponen organ bagian luar :

− Kepala (g/kg BB)

− Kaki bagian depan dan belakang (g/kg BB)

− Kulit segar (g/kg BB)

% Bobot Karkas = x 100%

(29)

Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Annova). Apabila terdapat perbedaan yang nyata akan dilanjutkan dengan uji

Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang individu berukuran 50x50x50 cm sebanyak 20 petak. Kandang dipersiapkan seminggu sebelum kelinci masuk dalam kandang agar kandang bebas dari hama penyakit. Kandang beserta peralatan seperti tempat pakan dibersihkan dan didesinfektan dengan menggunakan rodalon.

Pemilihan Ternak

Penyeleksian ternak kelinci yang akan digunakan sebagai objek penelitian melalui beberapa syarat sebagai berikut adalah ternak kelinci dalam keadaan sehat, lincah, tidak cacat dilihat dari bentuk kaki yang lurus dan lincah, ekor melengkung keatas lurus merapat ke bagian luar mengikuti tulang punggung, telingga lurus ke atas dan telinga tidak terasa dingin, mata jernih dan bulu mengkilat. Sebelum kelinci dimasukkan kedalam kandang, dilakukan penimbangan (setelah pemuasaan selama 7 jam) untuk mengetahui bobot badan awal dari masing-masing kelinci kemudian dilakukan random (pengacakan) yang bertujuan untuk memperkecil nilai keragaman. Lalu kelinci dimasukkan kedalam sebanyak 1 ekor per unit penelitian.

(30)

Pengolahan Kulit Buah Markisa Fermentasidengan Phanerochaete

chrysosporium

Pengolahan kulit buah markisadimulai dari pengambilan kulit buah markisa dari industri pengolahan buah markisa, pencucian, penjemuran dibawah sinar matahari hingga kering lalu penggilingan hingga menjadi tepung kulit buah markisa kemudian difermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium. Skema pengolahan kulit buah markisa fermentasi Phanerochaete chrysosporium dapat dilihat pada Lampiran 1.

Penyusunan Pakan dalam Bentuk Pelet

Bahan penyusunpelet yang digunakan terdiri atas Kulit Buah Markisa (KBM), KBM Fermentasi,tepung jagung, dedak padi, bungkil kedelai, tepung ikan, molases dan Top Mix. Bahan yang digunakan ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan formulasi ransum yang telah sesuai dengan level perlakuan. Pembuatanpelet dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pemeliharaan Kelinci

(31)

untuk kelinci umur > 12 minggu (disuntikkan secara subkutan) dan vitamin

B-complex sebagai vitamin dengan dosis 0,5 cc/ekor untuk kelinci umur > 12

minggu(disuntikkan secara subkutan). Tempat pakandibersihkan setiap hari pada pagi hari dan kandang dibersihkan pada pagi dan sore hari.

Pengukuran Karkas, Organ dalam dan Organ luar

Sebelum dilakukan pemotongan, kelinci terlebih dahulu dipuasakan selama 7 jam dan ditimbang bobotnya. Pemotongan dilakukan dengan memotong leher tepat pada bagian trachea, vena jugularis, arteri carotis dan oesophagus.

Setelah pemotongan, kelinci digantung dengan kaki belakang diatas agar pengeluaran darah lancar dan untuk mempermudah pengulitan. Bagian organ luar seperti kepala, kaki depan, kaki belakang dan ekor dipisahkan. Kulit dilepaskan dengan cara membuat sayatan pada bagian dalam paha ke arah pangkal ekor, kemudian ditarik ke arah leher sampai lepas. Bagian organ luar (kepala, kaki dan kulit) ditimbang untuk mengetahui bobot organ luar. Jeroan dikeluarkan dengan cara membuat sayatan pada tengah perut. Setelah didapatkan karkas kelinci, karkas lalu ditimbang untuk mengetahui bobot karkas. Untuk mendapatkan bobot organ dalam (jantung, paru-paru, hati, ginjal dan saluran pencernaan), organ dalam dipisahkan kemudian ditimbang. Karkas, organ dalam dan organ luar dapat dilihat pada gambar 4.

(A) (B) (C)

(32)

Gambar 4. Karkas (A), Organ dalam (B) dan Organ luar (C)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot Potong

Bobot potong diperoleh dari hasil penimbangan bobot akhir kelinci setelah dipuasakan selama 7 jam. Data rata-rata bobot potong kelinci Rexjantan hasil penelitian ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Bobot Potong Kelinci Rex jantan (g/ekor)

Perlakuan Ulangan Rataan ± SD

1 2 3 4 5

P0 1800 1674 1762 1786 1776 1759,60b ± 49,83 P1 1858 1724 1855 1848 1930 1843,00ab ± 74,37 P2 1856 1875 1900 1872 1761 1852,80a ± 53,68 P3 1958 1925 1780 1861 1853 1875,40a ± 69,09 Ket : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

(33)

Tabel 6 menunjukkan bahwa rataan bobot potong kelinci rextertinggi terdapat pada perlakuan P3 (ransum dengan penambahan 30% tepung KBM fermentasi

Phanerochaete chrysosporium) yaitu sebesar 1875,40 g/ekor, sedangkan rataan

bobot potong kelinci rex terendah terdapat pada perlakuan P0 (ransum dengan penambahan 30% tepung KBM tanpa fermentasi) yaitu sebesar 1759,60 g/ekor.

Kulit Buah Markisa (Protein Kasar 8,53%) yang difermentasi dengan

Phanerochaete chrysosporium selama 15 hari dapat meningkatkan kandungan

protein kasar menjadi 18,56% (Lampiran 3). Semakin lama waktu fermentasi, semakin banyak mikroorganisme/kapang yang dapat menguraikan substrat (kulit buah markisa). Miselium/hifa dan enzim yang dihasilkan juga akan semakin banyak sesuai dengan pertumbuhan kapang. Howard et al., (2003) menjelaskan bahwa kapang yang mempunyai pertumbuhan dan perkembangbiakan yang baik akan dapat merubah lebih banyak komponen penyusun media menjadi suatu massa sel, sehingga akan terbentuk protein yang berasal dari tubuh kapang itu sendiri dan dapat meningkatkan protein kasar dari bahan. Selama proses fermentasi mikroba akan mengeluarkan enzim dimana enzim tersebut adalah protein dan mikroba itu sendiri juga merupakan sumber protein. Peningkatan jumlah enzim dan populasi mikroba dalam proses fermentasi akan menyediakan protein kasar dalam kulit buah markisa, dimana kandungan ini sangat dibutuhkandalam metabolisme tubuh sehingga akan meningkatkan bobot potong kelinci rex jantan.

Meningkatnya kualitas nutrisi kulit buah markisa akan mempengaruhi kualitas ransum. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan P3 memiliki bobot potong yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan P0, P1 dan P2, hal ini dipengaruhi oleh faktor kandungan nutrisi dalam ransum, dimana ransum memiliki kandungan protein

24

(34)

kasar berkisar 15,93-19,27%. Ransum yang memiliki kandungan tingkat protein yang tepat dan seimbang akan menghasilkan bobot potong yang optimal karena tingkat protein dalam ransum yang tepat akan mudah dicerna dan diserap dengan baik oleh tubuh ternak. Ali et al., (2010) menyatakan bahwa perbedaan jumlah kandungan nutrisi dalam masing-masinng pakan perlakuan mempengaruhi tingkat pertumbuhan. Kandungan nutrisi dalam pakan dinilai memberikan pengaruh yang baik terhadap bobot akhir kelinci. Dalam penelitian ini menggunakan pakan perlakuan dengan komposisi nutrisi yang berbeda-beda. Jadi semakin baik kualitas ransum akan meningkatkan bobot hidup kelinci maka memungkinkan hasil bobot potongnya akan lebih tinggi juga.

Bobot Karkas dan Persentase Karkas

Bobot karkas diperoleh dari hasil penimbangan dari daging bersama tulang hasil pemotongan setelah dipisah dari kepala, kaki, kulit, darah dan pengeluaran isi rongga perut (Rahman, 2014) sedangkan persentase karkas merupakan perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup saat dipotong (dikurangi isi saluran pencernaan dan urin) dikali 100% (Santoso, 2010). Data rataan bobot karkas dan persentase karkas dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.

Tabel 7. Rataan Bobot Karkas Kelinci Rex jantan (g/ekor)

Perlakuan Ulangan Rataan ± SD Ket : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Tabel 8. Rataan Persentase Bobot Karkas Kelinci Rexjantan (%)

Perlakuan Ulangan Rataan± SD

1 2 3 4 5

(35)

P1 51,94 52,38 52,18 50,97 51,50 51,79b ± 0,57 P2 52,05 52,11 52,00 51,60 51,39 51,83b ± 0,32 P3 51,98 52,62 52,64 52,77 52,08 52,42a ± 0,36 Ket : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Berdasarkan Tabel 7 dan Tabel 8 dapat dilihat bahwa rataan bobot karkas dan persentase karkas kelinci rextertinggi terdapat pada perlakuan P3 (ransum dengan penambahan 30% tepung KBM fermentasi Phanerochaete chrysosporium) yaitu sebesar 983,00 g/ekor dan 52,42%, sedangkan rataan bobot karkas dan persentase karkas kelinci rex terendah terdapat pada P0 (ransum dengan penambahan 30% tepung KBM tanpa fermentasi) yaitu sebesar 908,40 g/ekor dan 51,63%.

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa penggunaan tepung kulit buah markisa fermentasi Phanerochaete chrysosporium dengan berbagai level dalam ransum memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap bobot karkas dan persentase karkas kelinci rexjantan. Kelinci Rex penelitian dengan rataan bobot potong sebesar 1832,70 g/ekor dapat menghasilkan rataan karkas sebesar 951,55 g/ekor. Adanya penurunan setelah menjadi karkas disebabkan pengurangan jumlah darah dan bobot non karkas. Dari uji lanjut (Duncan’s Multiple Range Test) yang dilakukan, menunjukkan bahwa bobot karkas kelinci rex jantan yang diberi perlakuan P1, P2 dan P3 menghasilkan bobot karkas yang nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada P0. Namun pada persentase karkas menunjukkan bahwa persentase karkas kelinci rex jantan yang diberi perlakuan P3 menghasilkan persentase karkas yang nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada P0, P1 dan P2. Sehingga dapat dilihat, penambahan tepung kulit buah markisa fermentasi Phanerochaete chrysosporium pada level 30% dapat meningkatkan bobot karkas dan persentase karkas kelinci rex jantan.

(36)

Kulit Buah Markisa yang difermentasi dengan Phanerochaete

chrysosporium selama 15 hari memiliki kandungan protein kasar 18,56% (Lampiran

3). Dalam waktu fermentasi tersebut pertumbuhan miselium Phanerochaete

chrysosporium semakin banyak, dimana kapang akan menguraikan kulit buah

markisa terutama komponen serat kasar. Selama proses fermentasi mikroba akan mengeluarkan enzim dimana enzim tersebut adalah protein dan mikroba itu sendiri juga merupakan sumber protein sel tunggal (Howard et al., 2003). Peningkatan jumlah enzim dan populasi kapang akan meningkatkan kandungan protein kasar kulit buah markisa. Kandungan protein inilah yang dimanfaatkan ternak dalam proses metabolisme tubuh sehingga akan meningkatkan proporsi daging dan selanjutnya akan berpengaruh pada bobot karkas kelinci Rex. Supriyadi (2013) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi bobot karkas adalah umur, jenis dan pakan (lemak dan protein) yang digunakan. Kelinci yang digunakan dalam penelitian ini berjenis sama yaitu kelinci Rex dengan umur 2 bulan dan bobot potong sekitar 1674-1958 g/ekor. Kandungan lemak dan protein kasar dalam ransum perlakuan yaitu sekitar 4,1-4,3% dan 15,9-19,2%. Hal ini menunjukkan bahwa selisih kandungan protein kasar antara perlakuan P0 dengan P3 sebesar 3,3%, dalam kisaran tersebut maka kandungan nutrisi ransum dapat mempengaruhi produksi bobot karkas. Keseimbangan kandungan protein dalam ransum sangat diperlukan untuk memperoleh produksi karkas yang optimal.

(37)

umur 8 minggu. Persentase karkas dalam penelitian ini dipengaruhi oleh faktor kualitas nutrisi dalam ransum. Hasil penelitian menunjukkan P3 memiliki persentase karkas yang lebih tinggi dibandingkan P0, P1 dan P2. Hal ini disebabkan kandungan protein kasar dan serat kasar dalam ransum yang berkisar 15,9-19,2 % dan 15,4-14,0%, dimana kandungan protein kasar dan serat kasar dipengaruhi oleh kulit buah markisa yang difermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium selama 15 hari. Selama proses fermentasi, peningkatan jumlah enzim dan populasi kapang akan meningkatkan kandungan protein kasar kulit buah markisa. Howard et al., (2003) menyatakan bahwa selama proses fermentasi, mikroba akan mengeluarkan enzim dimana enzim tersebut adalah protein dan mikroba itu sendiri merupakan sumber protein. Perubahan kadar serat kasar kulit buah markisa dipengaruhi oleh intensitas pertumbuhan miselia kapang, karena kemampuan kapang tersebut memecah serat kasar untuk memenuhi kebutuhan energi. Penurunan serat kasar diduga karena

Phanerochaete chrysosporium mensintesa enzim pengurai (amylase, pektinase,

amiloglukosidase, selulase), yaitu selulose yang akan merombak selulosa dalam produk. Semakin lama waktu fermentasi semakin banyak enzim yang dihasilkan kapang Phanerochaete chrysosporium untuk memecah komponen serat kasar terutama lignin sehingga berpengaruh terhadap menurunnya kadar serat kasar (Fengel dan Wegener, 1995).

Bobot Relatif Organ Dalam (g/kg BB)

Bobot relatif organ dalam diperoleh dari hasil penimbangan bobot paru-paru, jantung, hati, ginjal dan saluran pencernaan dibagi dengan bobot potong (kg). Data rata-rata bobot relatif organ dalam kelinci Rexjantan hasil penelitian ditunjukkan pada Tabel 9.

(38)

Tabel 9. Data Rataan Bobot Relatif Organ Dalam (g/kg BB) Ket : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

tn : tidak berbeda nyata

Hasil analisis keragaman pada penggunaan tepung kulit buah markisa fermentasi Phanerochaete chrysosporium dengan berbagai level dalam ransum memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap bobot relatif paru-paru, jantung, hati dan ginjal kelinci rex jantan. Sedangkan pada bobot relatif saluran pencernaan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05). Tabel 9 menunjukkan rataan bobot relatif saluran pencernaan yang tertinggi terdapat pada perlakuan P0 yaitu sebesar 100,32 g/kg BB, sedangkan rataan bobot relatif saluran pencernaan yang terendah terdapat pada perlakuan P3 yaitu sebesar 95,64 g/kg BB.

Hati dan ginjal tidak berbeda nyata karena pakan dalam setiap perlakuan memiliki kandungan energi yang hampir sama yaitu 2845,75 - 2857,75 Kkal/kg dan bobot hati, ginjal, jantung dan paru-paru dipengaruhi oleh perkembangan yang sesuai dengan berat tubuh. Widiarto et al. (2009) menyatakan bahwa persentase bobot jeroan merah terdiri atas jantung, paru-paru, trakea dan paru-paru, ginjal, limpa dan hati yang memiliki perkembangan sesuai dengan berat tubuh dan pada saat dewasa tubuh akan mengalami penurunan.

(39)

Berdasarkan hasil uji lanjut (Duncan’s Multiple Range Test) yang dilakukan, menunjukkan bahwa bobot relatif organ pencernaan kelinci rex jantan yang diberi perlakuan P0 menghasilkan bobot relatif organ pencernaan yang nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada perlakuan P1, P2 dan P3. Hasil penelitian menunjukkan bobot relatif organ pencernaan kelinci rex jantan mengalami penurunan mulai dari perlakuan P1, P2 dan P3. Jika diurutkan berdasarkan bobot relatif organ pencernaan tertinggi ke yang terendah, maka didapatkan urutan sebagai berikut, yaitu P0, P1, P2 dan P3. Hal ini karena faktor kandungan nutrisi dalam ransum, dimana ransum P0 dan P3 memiliki kandungan serat kasar 15,42% dan 14,04% yang menyebabkan P0

memiliki bobot saluran pencernaan yang lebih tinggi dari perlakuan lainnya. Rahman (2014) menyatakan bahwa organ yang berhubungan dengan digesti danmetabolisme menunjukkan pertambahan berat yang besar sesuai dengan statusnutrisional dan fisiologis ternak. Apabila pemberian serat kasar tinggi akan meningkatkan isi perut dan menurunkan persentase karkas. Tingkat kandungan serat kasar ini dipengaruhi oleh bahan pakan kulit buah markisa (Serat Kasar 39,56%), dimana setelah difermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium menurunkan kandungan serat kasar kulit buah markisa yaitu 34,96% (Lampiran 3). Penurunan serat kasar diduga karena Phanerochaete chrysosporium mensintesa enzim pengurai yang mendegradasi dinding sel, yaitu lignin dan selulosa menjadi senyawa yang lebih sederhana. Semakin lama waktu fermentasi semakin banyak enzim yang dihasilkan kapang Phanerochaete chrysosporium untuk memecah komponen serat kasar sehingga berpengaruh terhadap menurunnya kadar serat kasar (Fengel dan Wegener, 1995).

Bobot Relatif Organ Luar (g/kg BB)

(40)

Bobot relatif organ luar diperoleh dari hasil penimbangan bobot kepala, keempat kaki dan kulit segar dibagi dengan bobot potong (kg).

Tabel 10. Data Rataan Bobot Relatif Organ Luar (g/kg BB)

Peubah Perlakuan

P0 P1 P2 P3

Kepalatn 61,93 ± 0,94 62,01 ± 1,66 62,09 ± 0,90 62,20 ± 0,82 Kakitn 29,10 ± 0,28 29,20 ± 0,23 29,48 ± 0,37 29,65 ± 0,08 Kulit 148,56 ± 0,72b 149,75 ± 3,26b 151,88 ± 3,19ab 153,32 ± 1,72a Ket : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

tn : tidak berbeda nyata

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa penggunaan tepung kulit buah markisa fermentasi Phanerochaete chrysosporium dengan berbagai level dalam ransum memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05)terhadap bobot relatif kepala dan kaki kelinci rex jantan, sedangkan pada bobot relatif kulit menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05). Tabel 10 menunjukkan rataan bobot relatif kulit yang tertinggi terdapat pada perlakuan P3 yaitu sebesar 153,32 g/kg BB, sedangkan rataan bobot relatif kulit yang terendah terdapat pada perlakuan P0 yaitu sebesar 148,56 g/kg BB.

Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot relatif kepala dan kaki, hal ini disebabkan pertumbuhan bobot kepala dan kaki tidak dipengaruhi oleh nutrisi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soeparno (1994) mengatakan bahwa perlakuan nutrisi tidak mempengaruhi bobot non karkas luar seperti kepala. Janatum (2007) juga menyatakan bahwa pertumbuhan kepala dan kaki sangat bervariasi dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan lingkungan.

Berdasarkan hasil uji lanjut (Duncan’s Multiple Range Test) yang dilakukan, menunjukkan bahwa bobot relatif kulit segar kelinci rex yang diberi

(41)

perlakuan P0 dan P1 menghasilkan bobot kulit segar kelinci rex jantan yang tidak berbeda nyata dengan P2 dan bobot potong kelinci rex jantan yang mendapat perlakuan P2 tidak berbeda nyata dengan P3, namun P3 menghasilkan bobot potong yang nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada P0 dan P1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa P3 (ransum dengan penambahan 30% KBM fermentasi) memiliki bobot relatif kulit segar tertinggi dari perlakuan lainnya. Jika diurutkan berdasarkan bobot relatif kulit tertinggi ke yang terendah, maka didapatkan urutan sebagai berikut, yaitu P3, P2, P1 dan P0. Hal ini disebabkan perkembangan kulit dipengaruhi oleh perkembangan yang sesuai dengan berat tubuh dan faktor kandungan nutrisi dalam ransum, dimana ransum memiliki kandungan protein kasar berkisar 15,93-19,27%. Supriyadi (2013) menyatakan faktor yang mempengaruhi bobot potong adalah umur, jenis dan pakan yang digunakan, dimana seiring meningkatnya bobot potong selanjutnya akan berpengaruh terhadap bobot kulit. Perbedaan kandungan protein ini dipengaruhi oleh kulit buah markisa yang difermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium sehingga meningkatkan kadar protein kasar dari 8,53% menjadi 18,56%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Cheeke

et al. (2000), yang mengatakan bahwa bobot kulit kelinci dipengaruhi oleh

kandungan protein pakan, dimana dengan tercukupinya asupan protein maka akan meningkatkan bobot kulit.

(42)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaan tepung kulit buah markisa fermentasi Phanerochaete

chrysosporium dalam ransum pada level 30% dapat menaikkan bobot potong, bobot

karkas, persentase karkas kelinci Rex jantan.

Saran

(43)

TINJAUAN PUSTAKA

Karasteristik dan Potensi Ternak Kelinci

Bangsa kelinci mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Kingdom : Animalia, Filum : Chordata, Subfilum : Vertebrata, Kelas : Mamalia, Ordo :

Lagomorpha, Famili : Leporidae, Subfamili : Leporine, Genus : Lepus, Orictolagus,

Spesies : Lepus sp, Orictolagus sp (Susilorini, 2008).

Kelinci merupakan ternak pseudo-ruminant yaitu herbivora yang tidak dapat mencerna serat kasar dengan baik. Menurut Tillman et al., (1991), kelinci mampu mencerna serat kasar dari 10-12% dari berat kering pakan. Kemampuan kelinci mencerna serat kasar dan lemak bertambah setelah kelinci berumur 5-12 minggu. Kelinci memfermentasikan pakan di usus belakangnya. Fermentasi hanya terjadi di

caecum (bagian pertama usus besar), yang kurang lebih merupakan 50% dari seluruh

kapasitas saluran pencernaannya (Sarwono, 2001).

Kelinci merupakan ternak yang cocok dipelihara di negara berkembang dan mulai memanfaatkan kelinci sebagai sumber daging. Selain itu, kelinci juga memiliki potensi: 1)ukuran tubuh yang kecil, sehingga tidak memerlukan banyak ruang, 2) tidak memerlukan biaya yang besar dalam investasi ternak dan kandang, 3) umur dewasa yang singkat (4-5 bulan), 4) kemampuan berkembang biak yang tinggi, 5) masa penggemukan yang singkat (kurang dari 2 bulan sejak sapih) (El-Raffa, 2004).

(44)

bahan kering (31%) tetapi tinggi dalam protein (28,5%) kalau dibandingkan dengan kotoran keras yang mengandung 53% bahan kering dan 9,2% protein. Kotoran lunak juga mengandung banyak vitamin B (Smith dan Mangoewidjojo, 1988).

Daging kelinci memiliki kadar gizi yang tinggi yaitu protein sebesar 20,8% dan lemak yang rendah sebesar 10,2%, dibandingkan ternak lain seperti sapi memiliki protein lebih rendah sebesar 16,3% dan lemak tinggi sebesar 22% seperti yang tertera dalam Tabel 1.

Tabel 1. Kadar gizi daging kelinci dibandingkan ternak lainnya

Jenis Ternak Protein (%) Lemak (%) Kadar Air (%) Kalori (%)

Kelinci mempunyai konversi daging yang cukup tinggi dibandingkan ternak lain yaitu 29%.

Tabel 2. Perbandingan Hasil Daging Beberapa Hewan Ternak Jenis Ternak Bobot Induk Dewasa

(45)

dibandingkan daging ternak lain seperti sapi (50%) dan kambing (61%) (Masanto dan Agus, 2010).

Kelinci Rex

Berdasarkan sejarahnya, kelinci Rex pertama kali dikembangkan di Perancis. Pada tahun 1929, Amerika Serikat turut mengembangkan kelinci ini. Pada awalnya, kelinci Rex dikembangkan sebagai kelinci hias. Namun, lama kelamaan dimanfaatkan sebagai kelinci penghasil kulit bulu (fur). Kelinci Rex memiliki bulu pendek yang halus dan tebal sehingga industri kulit Hongkong dan Kanada mulai melirik potensi ini. Bentuk badan Rex bulat memanjang seperti kapsul, terlihat gempal dan memiliki tulang yang kuat. Telinganya yang panjang memiliki ciri tegak ke atas. Umumnya, bobot tubuh Rex dewasa berkisar antara 2,7-3,6 kg. Rex memiliki warna dan corak yang beragam (Masanto dan Agus, 2010).

Gambar 1. Kelinci Rex

Sifat kuantitatif kelinci Rex sebagai berikut : umur dewasa kelamin 4-6 bulan, bobot badan dewasa kelamin 2,3-3,5 kg, litter size sapih hidup minimal 4 ekor, frekuensi beranak minimal 4 kali pertahun (Sarwono, 2001).

(46)

Kelinci Rex sangat bervariasi dengan produksi daging berkualitas sangat baik

(exellent), tetapi produktivitas daging pada kelinci Rex lebih rendah dibandingkan

dengan kelinci pedaging jenis New Zealand (Raharjo, 1994).

Kebutuhan Ternak Kelinci

Untuk memaksimalkan pertumbuhan dan kerja sistem tubuh kelinci, pakan yang diberikan harus memiliki kandungan gizi yang baik dan seimbang. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan cara pemberian pakan yang bervariasi. Pakan yang diberikan untuk kelinci sedikitnya mengandung unsur gizi seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, serat kasar, kadar garam, mineral dan air. Pemberian air yang cukup juga dapat membantu memperbaiki sistem metabolisme tubuh kelinci. Karena itu sebaiknya pemberian air minum bagi kelinci jangan sampai telat atau kehabisan (Masanto dan Agus, 2010).

Pakan bagi ternak sangat besar peranannya. Pemberian pakan yang seimbang diharapkan dapat memberikan produksi yang tinggi. Pakan yang diberikan hendaknya memiliki persyaratan kandungan gizi yang lengkap seperti protein, karbohidrat, mineral, vitamin, digemari ternak dan mudah dicerna (Anggorodi, 1990).

Tabel 3. Kebutuhan Nutrisi Kelinci

Nutrient Pertumbuhan Hidup Pokok Bunting Laktasi

(47)

Di peternakan kelinci intensif, pakan hijauan diberikan berkisar 60-80%, sisanya konsentrat. Ada juga yang memberikan 60% konsentrat kemudian sisanya hijauan. Pemberian hijauan sekitar 650-750 gram hijauan/ekor/hari. Bila hijauan dipakai, hendaknya hanya diberikan kepada anak-anak kelinci yang telah berumur >

3 bulan serta kelinci dewasa, pada tingkat 1,5% dari bobot badannya (Sarwono, 2009).

Teknologi Pengolahan Pakan Berbentuk Pelet

Peletmerupakan jenis pakan berbentuk padat yang terdiri atas campuran dari berbagai jenis bahan pakan. Beberapa komponen penyusun pelet khusus kelinci ini diantaranya ampas tahu, bekatul, jagung, biji-bijian atau kacang-kacangan dan pakan hijauan. Karena kandungan gizinya yang cukup lengkap, peletdapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan gizi kelinci. Penggunaan pakan pelet juga lebih praktis dan dapat membuat kandang tetap terjaga kebersihannya (Priyatna, 2011).

Pelet adalah ransum yang dibuat dengan menggiling bahan baku yang kemudian dipadatkan menggunakan die dengan bentuk, diameter, panjang dan derajat kekerasan yang berbeda. (Pond et al., 1995). McEllhiney (1994), menyatakan bahwa pelet merupakan hasil proses pengolahan bahan baku ransum secara mekanik yang didukung oleh faktor kadar air, panas dan tekanan.

(48)

Fermentasi

Fermentasi merupakan aktivitas mikroorganisme baik aerob maupun

anaerob yang mampu mengubah senyawa kompleks menjadi

senyawa-senyawa sederhana sehingga keberhasilan fermentasi tergantung pada aktivitas mikroorganisme, sementara setiap mikroorganisme masing-masing memiliki syarat hidup seperti pH tertentu, suhu tertentu dan sebagainya. Produk fermentasi selain menghasilkan bio-massa dapat meningkatkan atau menurunkan komponen kimia tertentu, tergantung kemampuan biokatalisnya (Rosningsih, 2000).

Proses fermentasi mikroorganisme memperoleh sejumlah energi untuk pertumbuhannya dengan jalan merombak bahan yang memberikan zat-zat hara atau mineral bagi mikroorganisme seperti hidrat arang, protein, vitamin dan lain-lain. Proses fermentasi makanan dapat dilakukan melalui kultur media padat atau semi padat dan media cair, sedangkan kultur terendam dilakukan dengan menggunakan media cair dalam bioeraktor atau fermentor (Adams and Moss, 1995).

Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga dihasilkan ekstraseluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Winarno, 1983).

Phanerochaete chrysosporium

Jamur P. chrysosporium Burdsall, termasuk dalam kelompok jamur pelapuk

putih dan merupakan jamur kelas Basidiomycetes yang juga menyerang holoselulosa,

namun pilihan utamanya adalah lignin. Klasifikasi jamur ini sebagai berikut, kelas

(49)

Certiciaceae, genus Phanerochaete dan spesies P. chrysosporium Burdsall

(Irawati, 2006).

Phanerochaete chrysosporium dapat mendegradasi lignin dan senyawa

turunanya secara efektif dengan cara menghasilkan enzim peroksidasi ekstraseluler yang berupa Lignin Peroksidase (LiP) dan Mangan Peroksidase (MnP).

Phanerochaete chrysosporium adalah jamur pelapuk putih yang dikenal

kemampuannya mendegradasi lignin (Sembiring, 2006).

Laconi (1998), menyebutkan bahwa fermentasi kulit buah kakao dengan

Phanerochaete chrysosporium mampu menurunkan kandungan lignin sebesar

18,36%. Melihat kemampuan Phanerochaete chrysosporium dalam menghasilkan enzim lignolitik dan selulotik, kapang ini mampu menurunkan kandungan lignin dengan meningkatkan pertumbuhan kapang dan aktivitas enzim lignolitik.

Kulit Buah Markisa

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman markisa diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom: Plantae (tumbuh-tumbuhan), Divisi:

Spermatophyta (tumbuhan berbiji), Subdivisi: agiospermae (berbiji tertutup), Kelas:

Dicotyledonae (biji berkeping dua), Ordo: Passiflorae, Famili: Passiforaceae, Genus:

Passiflora, Spesies: Passifloraquadrangularis L., P. Edulis (Rukmana, 2003).

(50)

berwarna hijau sedangkan buah tua atau masak berwarna ungu gelap sampai cokelat tua, kulit buah agak tipis, namun cukup kuat sehingga tahan terhadap kerusakan selama pengangkutan, buah berbentuk bulat agak lonjong atau oval, berdiameter antara 5,0 cm – 5,5 cm dan berasa asam dengan aroma wangi yang kuat sehingga cocok dibuat sirup atau jus (Rukmana, 2003).

Gambar 2. Bagian-bagian di dalam Markisa

Dewasa ini pemanfaatan buah markisa masih terbatas pada daging buahnya. Kalau biji masih dapat digunakan sebagai benih, maka kulit buah sama sekali belum dimanfaatkan, bahkan membutuhkan biaya untuk penangananya. Dari buah markisa sari buah sebanyak 40,69% berat buah selebihnya adalah kulit buah sebanyak 44,53% dan biji sebanyak 14,78% (Palupi dan Tungadi, 1988).

Kulit buah markisa ini mempunyai kandungan Protein kasar 7,32% yang hampir sebanding dengan rumput lapangan sehingga cukup potensial untuk dijadikan sebagai pakan ternak substitusi rumput lapangan sumber hijauan, namun terkendala dengan adanya kandungan anti nutrisi tannin (1,85%) dan tingginya kandungan lignin 31,79% (Astuti, 2008).

Biji Markisa

(51)

Tabel 4. Kandungan Kimiawi Kulit Buah Markisa tanpa dan fermentasiPhanerochaete chrysosporium selama 15 hari.

Kandungan Kimiawi Kulit Buah Markisa Kulit Buah Markisa Fermentasi

ME (Kkal/kg) 3575 3615

BK (%) 87,23 80,06

PK (%) 8,53 18,56

SK (%) 39,56 34,96

LK (%) 0,6 1,39

Sumber : Laboratorium Pengujian Mutu Pakan Loka Penelitian Kambing Potong (2015)

Tidak ada gangguan penggunaan kulit buah markisa terhadap nafsu makan ternak menunjukkan bahwa bahan makanan ini cukup palatabel. Hal ini mungkin disebabkan aroma kulit buah markisa disukai oleh ternak, sehingga pakan yang diberikan dapat dikonsumsi dalam jumlah besar. Sedangkan pakan yang mempunyai palatabilitas rendah akan dikonsumsi hanya sebatas pemenuhan hidup pokok ternak tersebut. Faktor penting berasal dari pakan yang mempengaruhi konsumsi adalah aroma dari bahan pakan itu, ternak dapat saja menolak bahan pakan yang diberikan tanpa merasakan terlebih dahulu, karena tidak menyukai aromanya (Preston dan Leng, 1987).

Kandungan tannin yang terdapat pada kulit buah markisa diduga berperan menurunkan retensi nitrogen, karena tannin dapat mengikat protein dan membentuk senyawa tannin-protein yang tidak terdegradasi (Herrick, 1980).

Bobot Potong

(52)

daging akan bertambah selaras dengan ukuran bobot tubuh (Muryanto dan Prawirodigdo, 1993).

Ternak yang diberi pakan dengan kualitas yang baik akan menghasilkan bobot badan yang tinggi, sehingga bobot potong yang diperoleh ikut tinggi. Bobot potong yang tinggi akan mempengaruhi bobot karkas dan non karkas. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produksi karkas seekor ternak adalahbangsa, umur, jenis kelamin, laju pertumbuhan, bobot potong dan nutrisi (Berg dan Butterfield, 1976).

Karkas dan Persentase Bobot Karkas

Bobot karkas diperoleh dari hasil penimbangan dari daging bersama tulang kelincihasil pemotongan setelah dipisah dari kepala, kaki, kulit, darah danpengeluaran isi rongga perut (Rahman, 2014).

Gambar 3. Bagian-bagian karkas kelinci

(53)

terakhir), dan dua potong bagian pinggang (dipotong dari tulang rusuk terakhir hingga pada potongan pangkal paha belakang) (Kartadisastra, 1997).

Faktor yang mempengaruhi berat karkas yaitu besar tubuh kelinci, jenis kelinci, sistem pemeliharaan, kualitas bibit, macam dan kualitas pakan, kesehatan ternak, perlakuan sebelum pemotongan (Kartadisastra, 1997).

Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dan bobot hidup yang mempunyai faktor penting dalam produksi ternak potong sebenarnya, karena dalam bobot hidup masih terdapat saluran pencernaan dan organ dalam yang beratnya berbeda untuk masing-masing ternak. Berat persentase bobot karkas sangat bergantung pada besar tubuh kelinci, sistem pemeliharaan, kualitas bibit, macam dan kualitas pakan, kesehatan ternak dan perlakuan sebelum dipotong. Persentase karkas yang dihasilkan sangat tergantung pada besar tubuh kelinci dan sebagai patokan, besar karkas kelinci yang baik seharusnya berkisar antara 40%-52% dari berat potongnya. Selain itu persentase karkas juga dipengaruhi oleh umur potong dan jenis kelamin (Soeparno, 1994).

Non Karkas

(54)

Komponen sisa karkas terdiri dari organ internal dan organ eksternal. Organ internal terdiri atas hati, jantung, paru-paru, sedangkan yang termasuk organ eksternal adalah kepala, kulit dan kaki (Whytes dan Ramsay, 1979).

Bobot non karkas diperoleh dengan menimbang bagian non karkas.Persentase karkas diperoleh dengan membandingkan bobot karkas dengan bobotpotong, sedangkan persentase non karkas diperoleh dengan membandingkanbobot non karkas dengan bobot potong. Penimbangan non karkas dilakukan untukmasing-masing komponen yaitu kepala, darah, organ-organ dalam kecuali ginjal, keempat kaki bagian bawah, ekor, kulit dan bulu (Purbowati et al., 2005).

Persentase non karkas merupakan angka banding antara berat non karkas (darah, kepala, keempat kaki, ekor,dan jeroan) dengan berat potong kelinci yang bersangkutan kemudian dikalikan 100 persen. Persentase non karkas berbanding terbalik dengan persentase karkas. Semakin tinggi persentase non karkas semakin rendah persentase karkas (Soeparno, 1994).

Berat karkas juga dipengaruhi oleh umur ternak, jenis kelamin, kecepatan pertumbuhan, metode pemotongan, lingkungan serta berat bagian tubuh/organ non karkas. Ternak yang diberi pakan berenergi tinggi memberikan berat hati, ginjal, kulit dan bulu yang lebih berat dibanding ternak yang diberi pakan berenergi rendah, sedangkan kepala, kaki dan ekor ternak yang laju pertumbuhannya lambat memberikan berat yang lebih tinggi dibanding dengan pertumbuhannya yang cepat (Murray dan Slezacek, 1978).

(55)

kaki tidak mempengaruhi berat kepala, kaki dan kulit pada berat tubuh yang sama (Soeparno, 1994).

Komponen sisa karkas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, bangsa ternak adalah pengaruh bangsa yang berhubungan dengan perbedaan genetik tiap bangsa dalam mencapai ukuran dewasa, tiap bangsa terdapat perbedaan kecepatan pertumbuhan dari komponen tubuh. Akibat perbedaan tersebut akan meningkatkan keragaman proporsi tubuh pada berat yang sama. Ransum atau pakan : peningkatan kandungan konsentrat pada ransum akan menurunkan isi perut dan meningkatkan persentasekarkas. Apabila pemberian serat kasar tinggi akan

(56)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Daging sangat besar manfaatnya bagi pemenuhan gizi berupa protein hewani, namun penyediaan daging belum mencukupi kebutuhan konsumsi yang terus meningkat. Salah satu penyebabnya adalah laju pertumbuhan populasi manusia yang tinggi tidak diikuti dengan laju pertumbuhan populasi ternak potong secara memadai. Karena itu usaha penyediaan daging yang cukup memadai dan terjangkau oleh seluruh masyarakat sangat penting. Untuk menunjang usaha perbaikan gizi rakyat, perlu kiranya lebih dianekaragamkan penyediaan jenis-jenis ternak potong. Dan salah satu ternak yang patut dipertimbangkan adalah kelinci. Ternak kelinci adalah komoditas peternakan yang dapat menghasilkan daging berkualitas tinggi dengan kandungan protein yang tinggi. Seekor kelinci dapat menghasilkan daging 50-55% setiap kilogram bobot badan.

Dibutuhkan suatu pemecahan masalah pakan kelinci saat ini. Jenis pakan yang dipakai tidak bersaing dengan manusia. Pendayagunaan pakan yang tidak berasal dari bahan makanan manusia diutamakan dalam peternakan kelinci. Untuk itu dilakukan alternatif pemanfaatan limbah pengolahan hasil pertanian diantaranya adalah kulit buah markisa.

(57)

Kabanjahe dan daerah sekitarnya.Umumnya kulit buah markisa belum dimanfaatkan secara optimal tetapi kebanyakan dibuang sebagai sampah, padahal kulit buah markisa dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak karena kandungan gizinya cukup baik.

Kandungan nutrisi kulit buah markisa adalah protein kasar (PK) 12,37%,

lemak kasar (LK) 5,28%, serat kasar (SK) 30,16% dan abu 9,26% (Laboratorium Pengujian Mutu Pakan Loka Penelitian Kambing Potong, 2009). Kulit

buah markisa kurang baik dijadikan bahan baku untuk pakan ternak karena kandungan serat kasarterutama lignin yang tinggi dan zat anti nutrisi berupa tannin. Untuk itu perlu dilakukan fermentasi dengan menggunakan jamur Phanerochaete

chrysosporiumuntuk mengurangi kandungan serat kasar. Untuk mengatasi zat anti

nutrisi tannin maka kulit buah markisa dikeringkan dibawah sinar matahari.

Phanerochaete chrysosporium merupakan jenis jamur pelapuk putih yang

dapat mendegradasi kandungan serat kasar terutama lignin dan selulosa. Laconi (1998), menyebutkan Phanerochaete chrysosporium mampu menurunkan kandungan lignin sebesar 18,36%. Melihat kemampuan Phanerochaete chrysosporium dalam menghasilkan enzim lignolitik dan selulotik, kapang ini mampu menurunkan kandungan lignin dengan meningkatkan pertumbuhan kapang dan aktivitas enzim lignolitik.

Ternak kelinci tidak dapat mencerna serat kasar dengan baik, fermentasi terhadap kulit buah markisa tersebut dengan menggunakan Phanerochaete

chrysospriumdiharapkan dapat meningkatkan nilai nutrisi kulit buah markisa dan

(58)

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pemanfaatan tepung kulit buah markisa dengan fermentasi Phanerochaete

chrysosporium terhadap karkas dan komponen non karkas kelinci Rex jantan lepas

sapih.

Tujuan Penelitian

Melihat pengaruh pemberian tepung kulit buah markisa fermentasi

Phanerochaetechrysosporiumterhadap bobot potong, bobot karkas, persentase bobot

karkas dan bobot relatif komponen non karkas (organ dalam dan luar)kelinci Rex jantan lepas sapih.

Hipotesis Penelitian

Pemberian tepung kulit buah markisa dengan fermentasi Phanerochaete

chrysosporium sebagai pakan ternak dapat meningkatkan produksi karkas kelinci Rex

jantan lepas sapih.

Kegunaan Penelitian

(59)

ABSTRAK

FRINANDO S PAKPAHAN, 2015. “Pengunaan Tepung Kulit Buah Markisa

(Passiflora edulis var. edulis) yang difermentasi dengan Phanerochaete

chrysosporium Terhadap Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih”. Dibimbing oleh

MA’RUF TAFSIN dan NEVY DIANA HANAFI.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian tepung kulit buah markisa yang difermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium terhadap karkas kelinci rex jantan lepas sapih. Penelitian dilaksanakan di Rukun Farm Berastagi, pada bulan Agustus-Oktober 2015. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 20 ekor kelinci rex jantan lepas sapih dengan rataan bobot badan awal 918±75,18 g. Perlakuan dengan berbagai level kulit buah markisa fermentasi

Phanerochaete chrysosporium dalam ransum terdiri dari P0 (0%); P1 (10%); P2 (20%) dan P3 (30%). Parameter yang diteliti adalah bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, bobot relatif organ dalam dan bobot relatif organ luar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, bobot relatif saluran pencernaan dan bobot relatif kulit. Sebaliknya, tidak berbeda nyata (P>0,05) pada bobot relatif jantung, paru-paru, hati, ginjal, kepala dan kaki. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan tepung kulit buah markisa fermentasi

Phanerochaete chrysosporium pada level 30% dalam ransum dapat meningkatkan

bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas kelinci rex jantan.

Kata kunci : Kulit Buah Markisa, Fermentasi, Phanerochaete chrysosporium,

(60)

ABSTRACT

FRINANDO S PAKPAHAN, 2015. “The Utilization of Fermented Passiflora edulis by Phanerochaete chrysosporium on Carcass of Weaning Male Rex Rabbit. Under supervised by MA’RUF TAFSIN and NEVY DIANA HANAFI.

The study aims to determine the effect flour of passion fruit pell fermentation with Phanerochaete chrysosporium againts carcass of weaning male rex rabbit. This research was conducted at Rukun Farm Berastagi, from August to October 2015. This research used Completely Randomize Design (CDR) with 4 treatments and 5 replications. Each replications consists of 20 rex rabbit male weaning with initial body weight 918±75,18 g. The treatments were level of fermented passiflora edulis by Phanerochaete chrysosporium on concentrate compose of P0 (0%); P1 (10%); P2 (20%) and P3 (30%). The variables were

observed consist of body weight, carcass weight, percentage carcass, relative organ weight in and relative organ weight outside.

The result showed that the treatment significant influenced (P<0,05) on body weight, carcass weight, percentage carcass, relative digestive tract weight, relative skin weight. Conversely, had no significant effect (P>0,05) on relative organ weight (g/kg BB) heart, lungs, liver, kidney, head and feet. The conclusion of this research that the utilization of fermented passiflora edulis by Phanerochaete chrysosporium with level 30% of the concentrate can be increase body weight, carcass weight and percentage carcass of weaning male rex rabbit.

(61)

PENGGUNAANTEPUNG KULIT BUAH MARKISA (Passiflora

edulis var.edulis) YANG DIFERMENTASI DENGAN

PhanerochaetechrysosporiumTERHADAP KARKASKELINCIRex

JANTANLEPAS SAPIH

SKRIPSI

Oleh:

FRINANDO S PAKPAHAN 110306065

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(62)

PENGGUNAAN TEPUNG KULIT BUAH MARKISA (Passiflora

edulis var.edulis) YANG DIFERMENTASI DENGANPhanerochaete

chrysosporiumTERHADAP KARKASKELINCI Rex

JANTAN LEPAS SAPIH

SKRIPSI

Oleh:

FRINANDO S PAKPAHAN 110306065/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(63)

Judul Proposal : Penggunaan Tepung Kulit Buah Markisa (Passiflora edulis var.edulis)

yang difermentasi dengan Phanerochaetechrysosporiumterhadap

Karkas Kelinci RexJantanLepasSapih. Nama : Frinando S Pakpahan

NIM : 110306065

Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt., M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan.

(64)

ABSTRAK

FRINANDO S PAKPAHAN, 2015. “Pengunaan Tepung Kulit Buah Markisa

(Passiflora edulis var. edulis) yang difermentasi dengan Phanerochaete

chrysosporium Terhadap Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih”. Dibimbing oleh

MA’RUF TAFSIN dan NEVY DIANA HANAFI.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian tepung kulit buah markisa yang difermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium terhadap karkas kelinci rex jantan lepas sapih. Penelitian dilaksanakan di Rukun Farm Berastagi, pada bulan Agustus-Oktober 2015. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 20 ekor kelinci rex jantan lepas sapih dengan rataan bobot badan awal 918±75,18 g. Perlakuan dengan berbagai level kulit buah markisa fermentasi

Phanerochaete chrysosporium dalam ransum terdiri dari P0 (0%); P1 (10%); P2 (20%) dan P3 (30%). Parameter yang diteliti adalah bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, bobot relatif organ dalam dan bobot relatif organ luar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, bobot relatif saluran pencernaan dan bobot relatif kulit. Sebaliknya, tidak berbeda nyata (P>0,05) pada bobot relatif jantung, paru-paru, hati, ginjal, kepala dan kaki. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan tepung kulit buah markisa fermentasi

Phanerochaete chrysosporium pada level 30% dalam ransum dapat meningkatkan

bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas kelinci rex jantan.

Kata kunci : Kulit Buah Markisa, Fermentasi, Phanerochaete chrysosporium,

(65)

ABSTRACT

FRINANDO S PAKPAHAN, 2015. “The Utilization of Fermented Passiflora edulis by Phanerochaete chrysosporium on Carcass of Weaning Male Rex Rabbit. Under supervised by MA’RUF TAFSIN and NEVY DIANA HANAFI.

The study aims to determine the effect flour of passion fruit pell fermentation with Phanerochaete chrysosporium againts carcass of weaning male rex rabbit. This research was conducted at Rukun Farm Berastagi, from August to October 2015. This research used Completely Randomize Design (CDR) with 4 treatments and 5 replications. Each replications consists of 20 rex rabbit male weaning with initial body weight 918±75,18 g. The treatments were level of fermented passiflora edulis by Phanerochaete chrysosporium on concentrate compose of P0 (0%); P1 (10%); P2 (20%) and P3 (30%). The variables were

observed consist of body weight, carcass weight, percentage carcass, relative organ weight in and relative organ weight outside.

The result showed that the treatment significant influenced (P<0,05) on body weight, carcass weight, percentage carcass, relative digestive tract weight, relative skin weight. Conversely, had no significant effect (P>0,05) on relative organ weight (g/kg BB) heart, lungs, liver, kidney, head and feet. The conclusion of this research that the utilization of fermented passiflora edulis by Phanerochaete chrysosporium with level 30% of the concentrate can be increase body weight, carcass weight and percentage carcass of weaning male rex rabbit.

(66)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PenggunaanTepung Kulit Buah Markisa (Passiflora edulis var.edulis) yang difermentasi denganPhanerochaete chrysosporiumterhadap Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, keluarga atas doa, semangat dan pengorbanan material maupun moril yang telah diberikan selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt., M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberi arahan dalam penulisan skiripsi ini. Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua civitas akademika di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, serta semua rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang

telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan kepada Jamin Purba, S.Pt yang telahmembantu penulis penelitian di Peternakan Kelinci

Rukun Farm Berastagi.

(67)

DAFTAR ISI

Karasteristik dan Potensi Ternak Kelinci ... 4

Kelinci Rex ... 6

Kebutuhan Ternak Kelinci ... 7

Teknologi Pengolahan Pakan Berbentuk Pelet ... 8

Fermentasi ... 9

Phanerochaete chrysosporium ... 10

Kulit Buah Markisa ... 10

Bobot Potong ... 13

Karkas dan Persentase Bobot Karkas ... 13

Non Karkas ... 15

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

Bahan dan Alat ... 17 Persiapan Kandang dan Peralatan ... 21

(68)

Pengolahan Kulit Buah Markisa Fermentasi P. Chrysosporium ... 22

Penyusunan Pakan dalam Bentuk Pelet ... 22

Pemeliharaan Kelinci ... 22

Pengukuran Karkas, Organ dalam dan Organ luar ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Potong ... 24

Bobot Karkas dan Persentase Karkas ... 26

Bobot Relatif Organ Dalam (g/kg BB) ... 30

Bobot Relatif Organ Luar (g/kg BB) ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 34

Saran ... 34

(69)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Kadar gizi daging kelinci dibandingkan ternak lainnya ... 5

2. Perbandingan Hasil Daging Beberapa Hewan Ternak ... 5

3. Kebutuhan Nutrisi Kelinci ... 8

4. Kandungan Kimiawi kulit buah markisa tanpa dan fermentasi Phanerochaete chrysosporium selama 15 hari ... 12

5. Susunan Ransum Kelinci ... 18

6. Rataan Bobot Potong Kelinci Rex jantan selama penelitian (g/ekor)... 24

7. Rataan Bobot Karkas Kelinci Rex jantan selama penelitian (g/ekor) ... 26

8. Rataan Persentase Karkas Kelinci Rex jantan selama penelitian (%) ... 27

9. Data Rataan Bobot Relatif Organ Dalam (g/kg BB) ... 30

10. Data Rataan Bobot Relatif Organ Luar (g/kg BB) ... 32

(70)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Kelinci Rex ... 6

2. Bagian-bagian di dalam markisa ... 11

3. Bagian-bagian karkas kelinci ... 13

(71)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Pengolahan Tepung KBM fermentasi Phanerochaete chrysosporium ... 39

2. Pembuatan Pakan bentuk Pelet ... 40

3. Hasil Analisis Proksimat Kulit Buah Markisa yang difermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium selama 15 hari ... 41

4. Data Bobot Awal (g), Bobot Akhir (g), Bobot Potong (g), Bobot Karkas (g) dan Persentase Karkas (%) ... 42

5. Data Penimbangan Komponen Non Karkas (g/ekor) ... 43

6. Data Bobot Relatif Komponen Non Karkas (g/kg BB) ... 44

7. Analisis Keragaman Bobot Potong Kelinci Rex ... 45

8. Analisis Keragaman Bobot Karkas Kelinci Rex ... 45

9. Analisis Keragaman Persentase Bobot Karkas Kelinci Rex ... 45

10. Analisis Keragaman Bobot Relatif Saluran Pencernaan Kelinci Rex ... 45

11. Analisis Keragaman Bobot Relatif Jantung Kelinci Rex ... 45

12. Analisis Keragaman Bobot Relatif Hati Kelinci Rex ... 45

13. Analisis Keragaman Bobot Relatif Paru-paru Kelinci Rex ... 46

14. Analisis Keragaman Bobot Relatif Ginjal Kelinci Rex ... 46

15. Analisis Keragaman Bobot Relatif Kepala Kelinci Rex ... 46

16. Analisis Keragaman Bobot Relatif Kaki Kelinci Rex ... 46

17. Analisis Keragaman Bobot Relatif Kulit Kelinci Rex ... 46

18. Analisis Keragaman Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Markisa Fermentasi Phanerochaete chrysosporium terhadap Bobot Potong ... 47

19. Analisis Keragaman Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Markisa Fermentasi Phanerochaete chrysosporium terhadap Bobot Karkas ... 48

Gambar

Tabel 5. Susunan Ransum Kelinci :
Tabel 6. Rataan Bobot Potong Kelinci Rex jantan (g/ekor) Ulangan
Tabel 7. Rataan Bobot Karkas Kelinci Rex jantan (g/ekor) Ulangan
Tabel 9. Data Rataan Bobot Relatif Organ Dalam (g/kg BB)  Perlakuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat jenis abu limbah pertanian terbaik terhadap pertumbuhan dan

[r]

bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Probolinggo Tahun 2013 - 2018 telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Probolinggo

We have created an ontology conforming to the geospatial data and defined some sample rules to show how to test data with respect to data quality elements including;

Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2014 1... Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2014

Berkas persyaratan pencairan tunjangan profesi guru yang kami kirim ke Seksi Pendidikan Madrasah Kantor Kementerian Agama Kota Surabaya adalah

Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2014 1... Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2014

Menimbang : bahwa berdasarkan Buku Pedoman Pendidikan Universitas Brawijaya, setiap mahasiswa Universitas Brawijaya yang telah lulus diwajibkan mengikuti wisuda dan