PERANCANGAN POMPA PADA SIKLUS RANKINE ORGANIK DENGAN KAPASITAS 1 MW
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
DANIEL V. M. SIPAYUNG NIM : 050401082
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERANCANGAN POMPA PADA SIKLUS RANKINE ORGANIK DENGAN KAPASITAS 1 MW
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
DANIEL V. M. SIPAYUNG NIM : 050401082
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERANCANGAN POMPA PADA SIKLUS RANKINE ORGANIK
DENGAN KAPASITAS 1 MW
DANIEL V. M. SIPAYUNG NIM : 050401082
Diketahui / Disahkan : Disetujui oleh :
Departemen Teknik Mesin Dosen Pembimbing,
Fakultas Teknik USU
Ketua,
DR. Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri
PERANCANGAN POMPA PADA SIKLUS RANKINE ORGANIK
DENGAN KAPASITAS 1 MW
DANIEL V. M. SIPAYUNG NIM : 050401082
Telah disetujui dari hasil Seminar Skripsi Periode ke - 588 pada tanggal 27 November 2010
Pembanding I, Pembanding II,
Tulus Burhanudin Sitorus, ST, MT
DANIEL V. M. SIPAYUNG NIM : 050401082
Telah Disetujui oleh :
Pembimbing/Penguji
NIP. 194910121981031002 Ir. Mulfi Hazwi, M.Sc
Pembanding I, Pembanding II,
Ir. M. Syahril Gultom, MT
NIP : 195512101987101001 NIP : 195805151987011001 Drs. Ahmad Zulkifli Lubis, Msc
Diketahui oleh :
Departemen Teknik Mesin Ketua,
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN AGENDA : 898/TS/2009
FAKULTAS TEKNIK USU DITERIMA : - - 2010
MEDAN PARAF :
========================== =====================
TUGAS SARJANA
NAMA : DANIEL V M SIPAYUNG
NIM : 050401082
MATA PELAJARAN : PINDAH PANAS II
SPESIFIKASI : PERANCANGAN SEBUAH POMPA PADA
INSTALASI TENAGA UAP DENGAN SIKLUS RANKINE ORGANIK DENGAN DAYA OUT PUT TURBIM 1MW.
PERANCANGAN MELIPUTI PEMILIHAN TYPE/JENIS POMPA YANG DIGUNAKAN DAN UKURAN UKURAN UTAMANYA DAN GAMBAR KERJA.
DIBERIKAN TANGGAL : 29 – 07 – 2010
SELESAI TANGGAL : 23 – 2 – 2011
MEDAN, 29 – 07 – 2010
KETUA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN , DOSEN PEMBIMBING
DR.ING.IR.IKHWANSYAH ISRANURI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang atas berkat dan kasih serta penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini.
Adapun yang menjadi pembahasan dalam tugas sarjana ini adalah mengenai “PERANCANGAN POMPA PADA SISTEM PEMBANGKIT TENAGA BERDASARKAN SIKLUS RANKINE ORGANIK DENGAN KAPASITAS 1 MW“. Berbagai ilmu yang berkaitan dengan sub program studi konversi energy seperti mesin fluida, mekanika fluida dan pompa kompresor diaplikasikan dalam merencanakan Pompa Sentrifugal jenis aliran radial yang digunakan pada hotel bertingkat.
Dalam menyelesaikan tugas sarjana ini, penulis banyak menerima bimbingan dan dorongan berupa pemikiran, tenaga, semangat serta waktu dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ayahanda ( Alm. M. Sipayung ), Ibunda ( M. A. L. Tobing ), kakanda ( Immanuel Sipayung ) dan juga adinda ( Mega Sipayung dan Tari Sipayung ) yang telah banyak memberikan berbagai macam bantuan moril maupun materi hingga akhirnya tulisan ini dapat diselesaikan.
2. Bapak Ir. Mulfi Hazwi, MSc selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan bimbingan serta masukan kepada penulis.
3. Bapak Dr.Ing.Ikhwansyah Isranuri dan Bapak Tulus Burhanudin, ST,MT., selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.
4. Seluruh Dosen dan Pegawai Departemen Teknik Mesin USU
5. Semua teman – teman seperjuangan stambuk 2005 di Departemen Teknik Mesin serta teman - teman seperjuangan penulis ( Ego, Abel’s, Dicky, David, dan Mr.JoE ) di sodara No.48 dan Maycold dan Adi.
6. Semua rekan – rekan seperjuangan yang ada dirumah maupun dirumah sakit.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan yang konstruktif dari pembaca agar tulisan ini lebih sempurna lagi.
Atas perhatian para pembaca sebelumnya, penulis ucapkan terima kasih.
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBARAN PENGESAHAN ii
LEMBARAN PERSETUJUAN iii
SPESIFIKASI TUGAS iv
LEMBARAN EVALUASI vi
KATA PENGANTAR ix
ABSTRAK x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR NOTASI xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah 4
1.3 Manfaat Perancangan 5
1.4 Tujuan Perancangan 5
1.5 Sistematika Penulisan 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mesin – Mesin Fluida 6
2.2 Pengertian Pompa 6
2.3 Klasifikasi Pompa 6
2.4 Unit Penggerak Pompa 7
2.5 Dasar – Dasar Pemilihan Pompa 7
2.6 Head Pompa 8
2.7 Putaran Spesifik 10
2.8 Daya Pompa 10
2.9 Aliran Fluida 11
BAB III PERENCANAAN SPESIFIKASI POMPA
3.1 Perhitungan Termodinamika Fluida Kerja ( R-123 ) 18
3.2 Kapasitas Aliran 23
3.3 Kapasitas Pompa 23
3.4 Head Pompa 24
3.4.1 Perbedaan Head Tekanan 25
3.4.2 Perbedaan Head Kecepatan 25
3.4.3 Kerugian Head 27
3.4.3.1 Kerugian Head sepanjang pipa hisap 27
3.4.3.2 Kerugian Head sepanjang pipa tekan 31
3.5 Pemilihan Jenis Pompa 33
3.6 Perhitungan Motor Penggerak 34
3.7 Putaran Spesifik dan tipe Impeler 35
3.8 Efisiensi Pompa 36
3.9 Daya Pompa dan Daya Penggerak 39
3.10 Spesifikasi hasil perencanaan 40
BAB IV UKURAN – UKURAN UTAMA POMPA
4.1 Perencanaan poros pompa 41
4.2 Perencanaan pasak 44
4.2.1 Pemeriksaan terhadap tegangan geser 45
4.2.2 Pemeriksaan terhadap tegangan tumbuk 47
4.3 Perencanaan impeller 47
4.3.1 Perencanaan ukuran impeller 48
4.3.1.1 Diameter hub impeller 48
4.3.1.2 Diameter mata impeller 49
4.3.1.3 Diameter Sisi masuk impeller 50
4.3.1.4 Diameter sisi keluar impeller 50
4.3.1.5 Lebar impeller pada sisi masuk 51
4.3.1.6 Lebar impeller pada sisi keluar 51
4.3.2 Kecepatan dan sudut aliran fluida masuk impeller 52
4.3.2.1 Kecepatan aliran absolute 52
4.3.2.3 Sudut Tangensial 53
4.3.3 Kecepatan dan sudut aliran fluida keluar impeller 54
4.3.3.1 Kecepatan radial aliran 54
4.3.3.2 Kecepatan Tangensial 54
4.3.3.3 Sudut Tangensial keluar impeller 54
4.3.3.4 Kecepatan sudut absolute tangensial 55
4.3.3.5 Sudut absolute keluar impeller 56
4.3.3.6 Kecepatan Sudut absolute keluar impeller 56
4.3.3.7 Kecepatan absolute aliran keluar 56
4.3.4 Perencanaan Sudu impeller 57
4.3.4.1 Jumlah Sudu 58
4.3.4.2 Jarak Antara sudu impeller 58
4.3.4.3 Tebal sudu 59
4.3.5 Melukis Bentuk sudu 60
4.3.6 Ukuran – Ukuran Utama impeller 63
4.4 Rumah Pompa 63
4.4.1 Perencanaan Bentuk rumah pompa 64
4.4.1.1 Lebar Saluran Keluar volute 65
4.4.1.2 Jari – jari lingkaran rumah volute 67
4.4.1.3 Penampang dan jari – jari volute 67
4.4.2 Tebal dinding rumah pompa 70
4.4.3 Ukuran – ukuran utama pompa 70
BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan 71
5.1 Saran 73
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Literature review on ORC 4
Tabel 3.1 Sifat-Sifat Fisik Dari Refrigerant 22
Tabel 3.2 Tipe Faktor pengotoran ( Fouling Factor ) pada pipa 28
Tabel 3.3 Kekasaran relatif ( e ) dalam berbagai bahan pipa 28
Tabel 3.4 Koefisien kerugian kelengkapan pipa hisap 30
Tabel 3.5 Koefisien kerugian gesek pada pipa tekan 32
Tabel 3.6 Harga putaran dan kutubnya 34
Tabel 3.7 Klasifikasi impeler menurut putaran spesifik 36
Tabel 3.8 Hubungan antara kecepatan spesifik dengan efisiensi hidrolis 36
Tabel 3.9 hubungan antara kecepatan spesifik impeller
dengan efisiensi volimetris 37
Tabel 4.1 Faktor Koreksi Daya 42
Tabel 4.2 Jari – Jari busur sudu impeller 61
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Diagram Siklus Organik Rankine 2
Gambar 1.2 Diagram T-S 3
Gambar 2.1 Prinsip Hukum Bernoulli 8
Gambar 2.2 Vortexing Fluida 14
Gambar 3.1 Diagram P – h refrigerant R-123 16
Gambar 3.2 Daerah kerja beberapa jenis konstruksi pompa 29
Gambar 4.1 Pasak 40
Gambar 4.2 Ukuran-Ukuran Utama Impeler 43
Gambar 4.3 Grafik penentuan kecepatan fluida masuk impeler ( Vo ) 44
Gambar 4.4 Segitiga Kecepatan pada sisi masuk 48
Gambar 4.5 Segitiga kecepatan pada sisi keluar 52
Gambar 4.6 Sudu Impeler 57
Gambar 4.7 Perbandingan Kecepatan Pada Kerongkongan Rumah Keong 60
Gambar 4.8 Grafik penentuan sudut volut 60
DAFTAR NOTASI
SIMBOL KETERANGAN SATUAN
A Luas Penampang Pipa m2
b Lebar Pasak mm
b1 Lebar impeller pada sisi masuk mm
b2 Lebar impeler pada sisi keluar mm
b3 Lebar Penampang masuk saluran throat mm
Dis Diameter dalam pipa mm
Ds Diameter poros mm
Dh Diameter hub mm
D1 Diameter sisi masuk impeller mm
D2 Diameter sisi keluar impeller mm
fc Faktor koreksi -
g Gravitasi m/s2
HL Head Losses sepanjang pipa m
Hp Head pompa m
Hs Head statis m
Hthz Head Teoritis m
hf Kerugian Head mayor m
hm Kerugian head minor m
h Tinggi pasak mm
K Kerugian akibat kelengkapan pipa -
Kt Faktor Koreksi pembebanan -
k Konstanta Hidrolik -
L Panjang pipa m
Mt Momen torsi kgmm
M Massa Kg
Nm Daya Motor Listrik kW
n Putaran Pompa rpm
ns Putaran Spesifik rpm
P Tekanan Pada pompa Pa
Q Kapasitas Pompa m3/s
R Jari – Jari sudu lingkaran impeller mm
Re Bilangan Reynold -
S Jarak antara sudu mm
Sf1 Faktor keamanan kelelahan puntir -
Sf2 Faktor Keamanan alur bahan -
t Tebal sudu impeller mm
U1 Kecepatan tangensial sisi masuk impeller m/s
U2 Kecepatan tangensial sisi keluar impeller m/s
V Kecepatan aliran pada pipa m/s
Vo Kecepatan aliran masuk impeller m/s
Vr1 Kecepatan radial masuk impeller m/s
Vr2 Kecepatan radial keluar impeller m/s
Vthr Kecepatan pada kerongkongan rumah keong m/s
Z Jumlah sudu -
α Sudut Aliran masuk o
β Sudut tangensial o
γ Berat jenis fluida N/m3
ηp Efisiensi pompa %
υ Viskositas Kinematik m2/s
π konstanta (phi) -
ρ Kerapatan fluida kg/m3
τg Tegangan Geser kg/m2
σb Kekuatan Tarik Bahan kg/m2
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Energi memiliki peranan penting dalam menunjang kehidupan manusia.
Seiring dengan perkembangan zaman kebutuhan akan energi pun terus meningkat.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan energi yang digunakan oleh manusia maka
perlu dilakukan pemanfaatan energi yang tersedia di alam secara optimal.
Di Indonesia sendiri terdapat banyak sumber daya alam seperti panas
bumi dan apabila dimanfaatkan secara optimal tentunya akan dapat membantu
dalam memenuhi kebutuhan energi khusus nya di negara ini. Namun hal ini belum
dapat lakukan mengingat beberapa sumber panas ini hanya menghasilkan uap
dengan panas dan tekanan yang rendah, dimana suhu uap berkisar antara
80-1700C dengan tekanan yang rendah berkisar 3 bar jadi masih belum bisa
dimanfaatkan secara langsung jika menggunakan sistem pembangkit tenaga
berdasarkan siklus rankine yang menggunakan fluida kerja air untuk
menghasilkan uap.
Dengan kondisi ini maka agar sumber daya alam yang ada dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik yang dapat digunakan oleh
manusia maka penggunaan Organik Rankine Cycle (ORC) bisa dijadikan
alternatif dalam memanfaatkan energi yang ada ini. Adapun organik rankine
cycle atau siklus rankine organik ini merupakan sistem pembangkit tenaga yang
menggunakan fluida organik sebagai fluida kerja nya. Kerja siklus ini sama
dengan siklus rankine konvensional yang membedakan nya hanyalah jenis fluida
kerja yang digunakan. Jika pada siklus rankine konvensional menggunakan fluida
kerja air maka pada siklus rankine organik menggunakan cairan organik sebagai
fluida kerja.
Sistem ini dipilih atas dasar karakteristik kerja ORC yang mampu
mengubah fluida kerja menjadi uap dengan menggunakan panas rendah dari
panas bumi, memanfaatkan panas terbuang, ataupun memanfaatkan panas
menguap pada suhu rendah (dibawah 1000C). Sehingga dengan sistem ini panas
bumi yang ada bisa dimanfaatkan.
Komponen utama siklus rankine organik yang paling sederhana adalah
pompa, evaporator, turbin dan kondensor. Selain fluida kerja perbedaan utama
siklus Rankine konvensional dan siklus rankine organik adalah terletak pada
evaporator. Jika siklus Rankine konvensional menggunakan boiler maka siklus
rankine organik menggunakan evaporator.
Cara kerja siklus rankine organik yang digunakan dalam pembangkit
listrik yang menggunakan fluida kerja cairan organik, hampir sama dengan siklus
rankine konvensional dimana cairan organik dipompa ke evaporator kemudian
dalam evaporator dialirkan sumber panas bumi (geothermal water) dengan suhu
yang mencapai 800C-1000C akan mengubah cairan organik dari cair menjadi uap.
Uap panas kemudian disalurkan ke turbin yang berfungsi menggerakkan
generator dan menghasilkan listrik. Kemudian uap tersebut diteruskan ke
kondensor dan dicairkan kembali untuk kemudian diteruskan ke pompa dan
kemudian mengulangi siklus. Gambar berikut menunjukkan prose siklus rankine
organik yang menggunakan geothermal water.
Gambar 1.1 Diagram Siklus Organik Rankine
Dengan siklus rankine organik dapat yang dapat menggunakan suhu
panas rendah yaitu lebih rendah dari 100 derajat celcius (+80 derajat) maka selain
dapat memanfaatkan sumber panas bumi ( geothermal water ) juga dapat
memanfaatkan tenaga surya, waste energy maupun biomassa.
Sementara untuk fluida kerja yang dipakai dalam siklus rankine organik
haruslah memenuhi aspek keamanan lingkungan dan keamanan dalam
penggunaannya yakni nilai potensi pemanasan global dan penipisan lapisan ozon
yang dapat ditimbulkan, serta kemudahan dalam mendapatkan nya. Untuk itu
perlu dipilih fluida kerja yang optimal. Tabel berikut menunjukkan beberapa
cairan organik yang dapat digunakan sebagai fluida kerja yang telah memenuhi
standar keamanan lingkungan.
Tabel 1.1 : Literature review on ORC
Refrigerant
Suhu pada Evaporator
( oC)
Suhu pada kondensor ( oC)
Suhu pada Titik Kritis
( oC)
R-236fa 85 40 124,92
R-123 85 40 183,68
R-600 85 40 152,01
R-124 85 40 122,47
R-134a 85 40 101,08
R-125 85 40 66,04
(Sumber : Organic Rankine cycle using low-temperature geothermal heat sources)
Untuk mempermudah penganalisaan termodinamika siklus ini, proses-proses
diatas dapat di sederhanakan dalam diagram berikut :
Gambar 1.2 Diagram T-S Siklus Rankine Organik
Dari diagram T-S diatas dapat dilihat bahwa untuk siklus rankine organik
siklus rankine konvensional yang fluida kerja nya dipanaskan hingga mencapai
suhu 1000C, hal ini tentunya dapat menyebabkan berkurang nya energi.
untuk memanaskan fulida hingga menghasilkan uap. Berdasarkan diagram diatas
terdapat 4 proses dalam siklus Rankine organik :
Proses 1: Fluida organik dipompa ke evaporator dari bertekanan rendah ke
tekanan tinggi dalam bentuk cair. Proses ini membutuhkan sedikit input
energi.
Proses 2: Fluida organik cair masuk ke evaporator di mana fluida dipanaskan
hingga menjadi uap pada tekanan konstan menjadi uap jenuh
desuperheating.
Proses 3: Uap desuperheating bergerak menuju turbin yang berfungsi memutar
generator yang menghasilkan energi listrik. Hal ini mengurangi
temperatur dan tekanan uap.
Proses 4: Uap basah memasuki kondensor di mana uap diembunkan dalam
tekanan dan temperatur tetap hingga menjadi cairan jenuh.
Dalam siklus Rankine ideal, pompa dan turbin adalah isentropic Maka
analisa pada masing-masing proses pada siklus untuk tiap satu-satuan massa dapat
ditulis sebagai berikut:
1) Kerja pompa : ( 2 1)
4) Kalor yang dilepaskan dalam kondensor : ( 4 1)
.
h h m Qout = −
5) Efisiensi termal siklus :
e
1.2 Batasan Masalah
Pompa sentrifugal yang direncanakan akan digunakan pada proses
pendistribusian fluida organik pada sistem pembangkit tenaga berdasarkan siklus
direncanakanlah sebuah Pompa untuk memompakan fluida organik dari tekanan
satu ( keluaran kondensor ) ke tekanan dua ( masukan evaporator ).
Pembahasan perencanaan ini, antara lain:
a. Penentuan fluida organik.
b. Penentuan kebutuhan fluida organik pada sistem pembangkit tenaga bersadarkan siklus rankine organik dengan kapasitas 1 MW.
c. Penentuan spesifikasi teknik pompa, d. Perhitungan ukuran - ukuran utama pompa.
1.3 Manfaat Perancangan
Manfaat dari perancangan ini bagi pangembangan IPTEK dapat menjadi
adalah salah satu solusi dalam rangka pemanfaatan sumber daya panas bumi.
Karena dalam sitem pembangkit ini tidak memerlukan panas yang tinggi (850C),
dan dapat terpenuhi oleh sumber panas bumi yang ada di Indonesia.
1.4 Tujuan Perancangan
Tujuan dari analisa perancangan ini adalah mahasiswa dapat mengamati
serta dapat merancang sebuah pompa sentrifugal sesuai kebutuhan sistem
pembangkit tenaga berdasarkan siklus rankine organik dengan kapasitas 1 MW.
Adapun tujuan dari perancangan ini adalah :
a. Mahasiswa dapat menentun jenis dan kebutuhan fluida organik untuk memenuhi kebutuhan sistem pembangkit tenaga berdasarkan siklus rankine organik dengan kapasitas 1 MW.
b. Mahasiswa dapat merancang pompa untuk memenuhi kebutuhan sistem pembangkit tenaga berdasarkan siklus rankine organik dengan kapasitas 1MW.
1.5 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut pada bab pertama
penulis akan menyajikan Pendahuluan yang berisikan latar belakang, batasan masalah, maksud dan tujuan perancangan, manfaat perancangan serta sistematika penulisan.
Kemudian pada bab kedua merupakan Tinjauan Pustaka yang berisikan
tentang teori - teori yang mendasari perancangan pompa sentrifugal, juga
jenis-jenis dari pompa. Seterusnya pada bab yang ketiga adalah Perencanaan Spesifikasi
Pompa yangberisikan perhitungan termodinamika pada fluida kerja guna memilih
fluida kerja yang akan digunakan pada sistem pembangkit ini, dan juga penentuan
Setelah perhitungan-perhitungan di atas maka pada bab keempat penulis
akan mulai merancang bagian-bagian dan menentukan ukuran – ukuran utama
pompa. Dan pada bab yang kelima akan disajikan kesimpulan dan saran dari
BAB II
TINTAUAN PUSTAKA
2.1 Mesin - mesin fluida
Mesin fluida adalah mesin yang berfungsi untuk mengubah energi
mekanis poros menjadi energi potensial atau sebaliknya mengubah energi fluida
( energi kinetik dan energi potensial ) menjadi energi mekanik poros. Dalam hal
ini fluida yang simaksud berupa cair, gas dan uap.
Secara umum mesin - mesin fluida dapat dibagi menjadi dua bagian besar,
yaitu :
1. Mesin Tenaga
yaitu mesin fluida yang berfungsi mengubah energi fluida ( energi
potensial dan energi kinetik ) menjadi energi mekanis poros.
Contoh : turbin, kincir air, dan kincir angin.
2. Mesin kerja
yaitu mesin yang berfungsi mengubah energi mekanis poros menjadi
energi fluida ( energi potensial dan energi kinetik ).
Contoh : pompa, kompresor, kipas ( fan ).
2.2 Pengertian Pompa
Pompa adalah salah satu mesin fluida yang termasuk dalam golongan
mesin kerja. Pompa berfungsi untuk memindahkan zat cair dari tempat yang
rendah ke tempat yang lebih tinggi karena adanya perbedaan tekanan.
2.3 Klasifikasi Pompa
Secara umum pompa ada dikasifikasikan dalam dua jenis kelompok besar
yaitu :
2. Pompa Tekanan Dinamis ( Rotodynamic Pump )
2.4Unit Penggerak Pompa
Umumnya unit penggerak pompa terdiri dari tiga jenis yaitu:
a. Motor bakar
b. Motor listrik, dan
c. Turbin
Penggerak tipe motor bakar dan turbin sangat tidak ekonomis untuk
perencanaan pompa karena konstruksinya berat, besar dan memerlukan
sistem penunjang misalnya sistem pelumasan, pendinginan dan pembuangan
gas hasil pembakaran.
Sistem penggerak motor listrik lebih sesuai dimana konstruksinya kecil
dan sederhana, sehingga dapat digabungkan menjadi satu unit kesatuan dalam
rumah pompa. Faktor lain yang membuat motor ini sering digunakan adalah
karena murah dalam perawatan dan mampu bekerja untuk jangka waktu yang
relatif lama dibanding penggerak motor bakar dan turbin.
2.5 Dasar-dasar Pemilihan Pompa
Dasar pertimbangan pemilihan pompa, didasarkan pada sistem
ekonomisnya, yakni keuntungan dan kerugian jika pompa tersebut digunakan
dan dapat memenuhi kebutuhan pemindahan fluida sesuai dengan kondisi
yang direncanakan.
Yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis pompa adalah fungsi
terhadap instalasi pemipaan, kapasitas, head, viskositas, temperature kerja
dan jenis motor penggerak.
Kondisi yang diinginkan dalam perencanaan ini adalah:
a. Kapasitas dan head pompa harus mampu dipenuhi.
b. Fluida yang mengalir secara kontinu.
c. Pompa yang dipasang pada kedudukan tetap.
d. Konstruksi sederhana.
e. Mempunyai efisiensi yang tinggi.
f. Harga awal relatif murah juga perawatannya.
Melihat dan mempertimbangkan kondisi yang diinginkan dalam
kerjanya, dipilih pompa sentrifugal dalam perencanaan ini, karena sesuai
dengan sifat pompa sentrifugal, yakni :
a. Aliran fluida lebih merata.
b. Putaran poros dapat lebih tinggi.
c. Rugi-rugi transmisinya lebih kecil karena dapat dikopel langsung dengan
otor penggerak.
d. Konstruksinya lebih aman dan kecil.
e. Perawatannya murah.
2.6 Head Pompa
Head pompa adalah energi yang diberikan ke dalam fluida dalam bentuk
tinggi tekan. Dimana tinggi tekan merupakan ketinggian fluida harus naik
untuk memperoleh jumlah energi yang sama dengan yang dikandung satu
satuan bobot fluida pada kondisi yang sama. Untuk lebih jelasnya perhitungan
dari head pompa dapat dilihat pada gambar 2.13 berikut ini.
Gambar 2.1. Prinsip hukum Bernoulli
(sumber : http://urlseek10.pump.net/search.php)
Pada gambar ini terdapat dua buah titik dengan perbedaan kondisi letak,
luas penampang, tekanan serta kecepatan aliran fluida. Fluida kerja mengalir
dari kondisi pertama (titik 1) ke kondisi yang kedua (titik 2), aliran ini
disebabkan oleh adanya suatu energi luar . Energi luar ini terjadi
merupakan perbedaan tekanan yang terjadi pada kedua kondisi operasi (titik 1
dan 2), atau = ( - ).Q
Sedangkan pada setiap kondisi tersebut terdapat juga suatu bentuk energi,
yaitu energi kinetik (Ek) dan energi potensial (Ep) atau dapat dituliskan
- Untuk titik 1 :
Energi yang terkandung E1 = Ek1 + Ep1
= m1. + m1.g.h1
- Untuk titik 2 :
Energi yang terkandung E2 = Ek2 + Ep2
= m2. + m2.g.h2
Dan hubungan dari kondisi kerja ini adalah Eo = E2 - E1, atau dapat
dituliskan:
(P2-P1).Q = [ m2. + m2.g.h2] - [ m1. + m1.g.h1]
(P2-P1).Q = {( m2. ) - (m1. ) + (m2.g.h2) - (m1.g.h1) }……(1)
Dimana : Q = A . V = Konstan
M = ρ . A . V , dimana ρ1= ρ2
Sehingga persamaan (1) di atas dapat dituliskan sebagai berikut :
(P2-P1)A.V = [(ρ.A.V3)2 - (ρ.A.V3)1] + ρ.A.V.g(h2 - h1)
(P2-P1) = ρ( - ) + ρ.g(h2
-h1)………..(2)
Jika ρ (kg/m3
) . g (m/s2) = γ (N/m3), maka persamaan (2) dapat disederhanakan
menjadi :
= + ( h2-h1 )
Atau persamaan untuk mencari head pompa digunakan hukum Bernoulli yaitu :
+ + Z1 + Hp = + + Z2 + HL
Maka :
HP = + + Z2 - Z1 + HL
Dimana : adalah perbedaan head tekanan.
Z2 - Z1 adalah perbedaan head potensial
HL adalah kerugian head ( head losses )
Dari rumus di atas dapat dilihat bahwa head total pompa diperoleh dengan
menjumlahkan head tekanan, head kecepatan, head potensial, dan head losses
yang timbul dalam instalasi pompa. Sementara head losses sendiri merupakan
jumlah kerugian head mayor (hf) dan kerugian head minor (hm).
HL = hf + hm
2.7 Putaran spesifik
Jenis impeler yang digunakan pada suatu pompa tergantung pada putaran
spesifiknya. Putaran spesifik adalah putaran yang diperlukan pompa untuk
menghasilkan 1 m degan kapasitas 1 m3/s, dan dihitung berdasarkan :
ns = 3,65 ……….( lit. 5 hal 205 )
Dimana : ns = putaran spesifik [rpm]
n = putaran pompa [rpm]
Q = kapasitas pompa [m3/s]
Hp= head pompa [mH2O]
2.8 Daya pompa
Daya pompa ialah daya yang dibutuhkan poros pompa untuk memutar
impeler didalam memindahkan sejumlah fluida denga kondisi yang
diinginkan. Besarnya daya poros yang dibutuhkan dapat dihitung
berdasarkan:
NP = ………( lit. 2 hal 243)
Dimana : Np = daya pompa [watt]
Q = kapasitas pompa [m3/s]
Hp = head pompa [m]
ρ = rapat jenis fluida [kg/m3]
2.9 Aliran fluida
Aliran dalam pemipaan akan terjadi dari titik yang mempunyai head
hidrolik yang lebih tinggi (energi internal per satu-satuan berat air) ke head
yang lebih rendah, dimana terjadi kehilangan energi hidrolik di sepanjang
pipa.
Kehilangan energi hidrolik sepanjang pipa secara umum disebabkan oleh :
A. Kerugian head mayor
Kerugian head ini terjadi akibat adanya gesekan antara dinding pipa
dengan fluida yang mengalir di dalamnya. Persamaan umum yang dapat
digunakan untuk mencari headlosses akibat gesekan dalam pipa dapat
dilakukan dengan menggunakan :
a. Persamaan Darcy - Weisbach
b. Persamaan Hazen - Williams
Kedua persamaan diatas memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing yaitu :
a. Persamaan Darcy - Weisbach
1. Memberikan hasil yang lebih baik untuk pipa yang relatif pendek.
2. Untuk sistem terdiri dari bermacam-macam pipa akan lebih rumit
perhitungannya.
3. Populer atau sering dipakai untuk perhitungan dengan beda energi
besar.
4. Persamaan ini secara teori paling bagus dan dapat digunakan ke semua
jenis fluida.
b. Persamaan Hazen-Williams :
1. Umumnya dipakai untuk menghitung kerugian head dalam pipa yang
relatf sangat panjang seperti jalur pipa penyalur air minum.
2. Untuk sistem yang terdiri dari bermacam-macam pipa, perhitungannya
akan lebih mudah disbanding Darcy - Weisbach.
3. Persamaan Hazen - Williams paling banyak digunakan untuk
menghitung headlosses, tetapi biasa digunakan untuk semua fluida
B. Kerugian Minor
Kerugian ini diakibatkan adanya perubahan dalam geometri aliran
seperti katup, belokan, perubahan diameter pipa, sambungan saluran
masuk dan keluar pipa. Dan kerugian minor dapat dihitung berdasarkan
hm = K ………...( lit. 12 hal 28 )
Dimana : V = Kecepatan rata-rata aliran fluida dala suatu pipa [m/s] g = gravitasi bumi [m/s2]
K = Koefisien minor loses
2.10 Kavitasi
Kavitasi adalah fenomena perubahan phase uap dari zat cair yang sedang
mengalir, karena tekanannya berkurang hingga di bawah tekanan uap jenuhnya.
Pada pompa bagian yang sering mengalami kavitasi adalah sisi isap pompa. Hal
ini terjadi jika tekanan isap pompa terlalu rendah hingga dibawah tekanan uap
jenuhnya, hal ini dapat menyebabkan :
- Suara berisik, getaran atau kerusakan komponen pompa tatkala
gelembung-gelembung fluida tersebut pecah ketika melalui daerah yang
lebih tinggi tekanannya
- Kapasitas pompa menjadi berkurang
- Pompa tidak mampu membangkitkan head (tekanan)
- Berkurangnya efisiensi pompa.
Secara umum, terjadinya kavitasi diklasifikasikan atas 5 alasan dasar :
1. Vaporization - Penguapan
Fluida menguap bila tekanannya menjadi sangat rendah atau temperaturnya
menjadi sangat tinggi. Setiap pompa sentrifugal memerlukan head (tekanan)
pada sisi isap untuk mencegah penguapan. Tekanan yang diperlukan ini,
disiapkan oleh pabrik pembuat pompa dan dihitung berdasarkan asumsi bahwa
fluida yang dipompakan adalah 'fresh water' pada suhu 68oF. Dan ini disebut
tekanan (head losses) pada sisi suction( karena adanya valve, elbow, reduser,
dll), maka perhitungan head total pada sisi suction dan biasa disebut Net
Positive Suction Head is Required (NPSHR). Nilai keduanya mempengaruhi
terjadinya penguapan, maka untuk mencegah penguapan, syaratnya adalah :
NPSHA - Vp ≥ NPSHR ……….( lit 2 hal 307 )
Dimana :
Vp = Vapor pressure fluida yang dipompa.
Dengan kata lain untuk memelihara supaya vaporization tidak terjadi maka harus
dilakukan hal berikut :
a. Menambah Suction head, dengan :
- Menambah level liquid di tangki.
- Meninggikan tangki.
- Memberi tekanan tangki.
- Menurunkan posisi pompa(untuk pompa portable).
- Mengurangi head losses pada suction piping system. Misalnya dengan
mengurangi jumlah fitting, membersihkan striner, cek mungkin venting
tangki tertutup) atau bertambahnya speed pompa.
b. Mengurangi Tempertur fluida, dengan :
- Mendinginkan suction dengan fluida pendingin
- Mengisolasi suction pompa
- Mencegah naiknya temperature dari bypass system dari pipa discharge.
c. Mengurangi NPSHR, dengan :
- Gunakan double suction. Ini bias mengurangi NPSHR sekitar 25 % dan
dalam beberapa kasus memungkinkan penambahan speed pompa sebesar
- Gunakan pompa dengan speed yang lebih rendah.
- Gunakan impeller pompa yang memiliki bukaan 'lobang' (eye) yang lebih
besar.
- Install Induser, dapat mereduksi NPSHR sampai 50 %.
- Gunakan pompa yang lebih kecil. Menggunakan 3 buah pompa kecil
dengan ukuran kapasitas separuhnya, hitungannya lebih murah dari pada
menggunakan pompa besar dan spare-nya. Lagi pula dapat menghemat
energy.
2. Air Ingestion - Masuknya Udara Luar ke Dalam System
Pompa sentrifugal hanya mampu mengendalikan 0.5% udara dari total volume.
Lebih dari 6% udara, akibatnya bisa sangat berbahaya, dapat merusak
komponen pompa.
Udara dapat masuk ke dalam system melalui beberapa sebab, antara lain :
- Dari packing stuffing box. Ini terjadi, jika pompa dari kondensor,
evaporator atau peralatan lainnya bekerja pada kondisi vakum.
- Letak valve di atas garis permukaan air (water line).
- Flens (sambungan pipa) yang bocor.
- Tarikan udara melalui pusaran cairan (vortexing fluid).
- Jika 'bypass line' letaknya terlalu dekat dengan sisi isap, hal ini akan
menambah suhu udara pada sisi isap.
- Berkurangnya fluida pada sisi isap, hal ini dapat terjadi jika level cairan
Gambar 2.14 Vortexing Fluida (sumber : http://urlseek10.pump.net/search.php)
Keduanya, baik penguapan maupun masuknya udara ke dalam system
berpengaruh besar terhadap kinerja pompa yaitu pada saat
gelembung-gelembung udara itu pecah ketika melewati 'eye impeller' sampai pada sisi
keluar (Sisi dengan tekanan yang lebih tinggi). Terkadang, dalam beberapa
kasus dapat merusak impeller atau casing. Pengaruh terbesar dari adanya
jebakan udara ini adalah berkurangnya kapasitas pompa.
3. Internal Recirculation - Sirkulasi Balik di dalam System
Kondisi ini dapat terlihat pada sudut terluar (leading edge) impeller, dekat
dengan diameter luar, berputar balik ke bagian tengah kipas. Ia dapat juga
terjadi pada sisi awal isap pompa. Efek putaran balik ini dapat menambah
kecepatannya sampai ia menguap dan kemudian 'pecah' ketika melalui
tempat yang tekanannya lebih tinggi. Ini selalu terjadi pada pompa dengan
NPSHA yang rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, kita harus tahu nilai
Suction Spesific Speed , yang dapat digunakan untuk mengontrol pompa saat
beroperasi, berapa nilai terdekat yang teraman terhadap nilai BEP (Best
Efficiency Point) pompa yang harus diambil untuk mencegah terjadinya
masalah.
4. Turbulence - Pergolakan Aliran
Aliran fluida diinginkan pada kecepatan yang konstan. Korosi dan hambatan
yang ada pada system perpipaan dapat merubah kecepatan fluida dan setiap ada
perubahan kecepatan, tekanannya juga berubah. Untuk menghambat hal
tersebut, perlu dilakukan perancangan system perpipaan yang baik. Antara lain
memenuhi kondisi jarak minimum antara suction pompa dengan elbow yang
pertama minimal 10 X diameter pipa. Pada pengaturan banyak pompa, pasang
suction bells pada bays yang terpisah, sehingga satu sisi isap pompa tidak akan
mengganggu yang lainnya. Jika ini tidak memungkinkan, beberapa buah
- Posisi pompa tegak lurus dengan arah aliran.
- Jarak antara dua 'center line' pompa minimum dua kali suction diameter.
- Semua pompa dalam keadaan 'runing'.
- Bagian piping upstream paling tidak memiliki pipa yang lurus dengan
panjang minimal 10 x diameter pipa.
- Setiap pompa harus memiliki kapasitas kurang dari 15.000 gpm.
- Batas toleransi dasar pompa seharusnya sekitar 30% diameter pipa isap
5. Vane Passing Syndrome
Kerusakan akibat kavitasi jenis ini terjadi ketika diameter luar impeller lewat
terlalu dekat dengan 'cutwater' pompa. Kecepatan aliran fluida ini bertambah
tatkala alirannya melalui lintasan kecil tersebut, tekanan berkurang dan
menyebabkan penguapan lokal. Gelembung udara yang terbentuk kemudian
pecah pada tempat yang memiliki tekanan yang lebih tinggi, sedikit diluar
alur cutwater. Hal inilah yang menyebabkan kerusakan pada volute(rumah
keong) pompa. Untuk mencegah pergerakan poros yang berlebihan, beberapa
pabrik pembuat memasang bulkhead rings pada suction eye. Pada sisi keluar
(discharge), ring dapat dibuat untuk memperpanjang sisi keluar dari dinding
discharge sampai selubung impeller.
Kavitasi dinyatakan dengan cavities atau lubang di dalam fluida yang kita
pompa. Lubang ini juga dapat dijelaskan sebagai gelembung-gelembung, maka
kavitasi sebenarnya adalah pembentukan gelembung-gelembung dan pecahnya
gelembung tersebut. Gelembung terbentuk tatkala cairan mendidih. Hati-hati
untuk menyatakan mendidih itu sama dengan air yang panas untuk disentuh,
karena oksigen cair juga akan mendidih dan tak seorang pun menyatakan itu
panas. Dan pengaruh Kavitasi denhgan kinerja pompa sentrifugal adalah sebagai
berikut:
1. Kapasitas Pompa Berkurang
- Ini terjadi karena gelembung-gelembung udara banyak mengambil
dan waktu yang sama. Otomatis cairan yang diperlukan menjadi
berkurang.
- Jika gelembung itu besar pada eye impeller, pompa akan kehilangan
pemasukan dan akhirnya perlu priming (tambahan cairan pada sisi isap
untuk menghilangkan udara).
2. Tekanan (Head) kadang berkurang
Gelembung-gelembung tidak seperti cairan, ia bisa dikompresi
(compressible). Hasil kompresi ini yang menggantikan head, sehingga head
pompa sebenarnya menjadi berkurang.
3. Pembentukan gelembung pada tekanan rendah karena mereka tidak bisa
terbentuk pada tekanan tinggi.
Jika kecepatan fluida bertambah, maka tekanan fluida akan berkurang. Ini
artinya kecepatan fluida yang tinggi pasti di daerah bertekanan rendah. Ini
akan menjadi masalah setiap saat jika ada aliran fluida melalui pipa terbatas,
volute atau perubahan arah yang mendadak. Keadaan ini sama dengan aliran
fluida pada penampang kecil antara ujung impeller dengan volute cut water.
Semakin tinggi kapasitas pompa, kelihatannya semakin mungkin kavitasi
terjadi. Nilai Specific speed pump yang tinggi mempunyai bentuk impeller yang
memungkinkan untuk beroperasi pada kapasitas yang tinggi dengan power yang
rendah dan kecil kemungkinan terjadi kavitasi. Hal ini biasanya dijumpai pada
BAB III
PERENCANAAN SPESIFIKASI POMPA
Dalam perancangan pompa untuk maksud tertentu, agar dalam
pengoperasiannya pompa tersebut dapat beroperasi dengan baik dan benar seperti
yang diinginkan, terlebih dahulu harus diketahui jenis fluida yang akan
dipompakan, kapasitas aliran dan head yang diperlukan untuk mengalirkan fluida
yang akan dipompakan.
Selain itu agar pompa dapat bekerja tanpa kavitasi perlu diperhitungkan
berapa tekanan minimum yang harus tersedia pada sisi masuk pompa.
Selanjutnya untuk menentukan penggerak mula yang akan digunakan,
terlebih dahulu harus dilakukan penyelidikan tentang sumber tenaga penggerak
pada pompa tersebut dioperasikan.
Namun pada perancangan pompa pada sistem tenaga berdasarkan siklus
organik renkine ini kita juga perlu menentukan cairan organik yang akan
digunakan sebagai cairan kerja.
3.1 Perhitungan Termodinamika Fluida Kerja ( Refrigerant R-123 ).
Refrigerant R-123 atau HCFC-123 adalah pendingin yang dirancang untuk
menggantikan R-11 untuk digunakan sebagai pendingin dimana tekanannya
rendah dan menyediakan effisiensi energi yang sangat baik. Refrigerant ini ramah
lingkungan dengan nilai ODP nol dan GWP yang dapat diabaikan dan hemat
energi. Refrigerant ini dianggap praktis karena tidak beracun jika tertelan ataupun
terhirup, tapi refrigerant ini bisa menimbulkan iritasi jika terkena kulit dan sedikit
mengganggu mata karena terasa perih. Sedangkan dalam konsentrasi uap tinggi
bisa mengganggu sistem pernafasan dan sistem saraf pusat seperti pusing, sakit
kepala dan mengantuk. Oleh karena itu, untuk menghindari segala kemungkinan
yang tidak diinginkan dan supaya bekerja dengan prosedur yang benar, diperlukan
Adapun karakterisrik fisik daripada refrigerant R-123 ini adalah sebagai
berikut :
1. properti kimia : cairan tak berwarna dan bau samar
eter
2. rumus kimia : CHCl2CF3
3. nama kimia : 2,2dichloro-1,1,1-trifluoroethane
4. titik didih : 27,85 0C pada tekanan 1 Atm.
5. titik kritis : 183,680C
6. massa jenis pada titik kritis : 550 kg/m3
a. Perhitungan Daya Kerja Turbin
Sifat fisik R-123 masuk ke turbin :
T3 = 85 0C
h3 = 430,76 kJ/kg ( dari lampiran 2 )
keadaan R-123 keluar dari turbin :
T4 = 40 0C
h4 = 404,1 kJ/kg ( dari lampiran 2 )
hingga dapat dihitung :
Wt = ( h3-h4 )
= (430,76 – 404,1) kJ/kg
= 26,66 kJ/kg
b. Perhitungan Daya Kerja Pompa
Keadaan R-123 saat dihisap oleh pompa :
T1 = 40 0C
v = 0,000702 m3/kg
P1 = 154,48 kPa
keadaan R-123 keluar dari pompa :
T2 = 40 0C
P2 = 554,69 kPa
h2 = 287,78 kJ/kg ( dari lampiran 2 )
Kerja pompa :
Wp = v ( P2-P1 )
= 0,000702 m3/kg (554,69 - 154,48) kPa
= 0,28094742 kJ/kg
c. Perhitungan pada kondensor
(Qout) = ( h4 – h1 )
= (404,1 – 256,35) kJ/kg
= 147,75 kJ/kg
d. Laju aliran massa uap
Laju aliran massa yang melalui turbin ditentukan dari persamaan :
Wt = ( h3-h4 ) ………..………..( lit 3 hal 206 )
Dimana :
Wt = daya turbin ( W )
= laju aliran massa ( kg/s )
Daya turbin : Wt =
hingga dapat dihitung :
Wt = ( h3-h4 )
1231,399 kW = (430,76 – 404,1) kJ/kg
= 46,189 kg/s
Tabel 3.1
DATA PERHITUNGAN THERMODINAMIKA TIAP REFRIGERAN
Refrigerant
Tekanan Evaporator (Pc) Mpa
Tekanan Kondensor (Pc) Mpa
Laju Aliran Massa ( ) kg/s
Kalor yang Keluar (Qout)
kJ/kg
Effisiensi Thermal (ηt)
%
Dalam pemilihan fluida kerja yang digunakan harus memenuhi
persyaratan lingkungan supaya tidak merusak lapisan ozon dan potensi pemanasan
global, dan memastikan effisiensi termal dan kerja turbin yang tinggi karena.tidak
ada fluida kerja yang memenuhi semua persyaratan, namun yang optimal harus
dipilih.
Dari delapan refrigerant yang sudah dianalisa pada bagian 2.2 hal. 2-32,
kita dapat melihat setiap karakteristik refrigerant dan mana yang lebih optimal
dipakai dalam pengembangan sistem pembangkit tenaga berdasarkan siklus
rankine organic dan melihat perhitungan sifat-sifat fisik dari berbagai refrigerant
(table 3.1), dapat kita lihat effisiensi yang lebih tinggi yaitu refrigerant R-236fa
berkisar 18,7%. Namun jika kita melihat tekanan pada evaporator berkisar 14 bar,
dan daya kerja turbin hanya berkisar 25,8 kJ/kg sehingga refrigerant ini kurang
optimal. Jika kita bandingkan dengan refrigerant R-123 (table 3.1) effisiensinya
18%, tekanan pada evaporator hanya berkisar 5,54 bar dan daya kerja turbin
berkisar 26,6 kJ/kg tapi lebih optimal dibanding R-236fa.
Penulis menggunakan Refrigerant R-123 untuk pengembangan sistem
pembangkit tenaga berdasarkan siklus rankine organik karena refrigerant inilah
yang lebih optimal digunakan dibanding R-236fa dan enam refrigerant lainnya.
3.2 Kapasitas Aliran
Dari tabel 3.1 dapat dilihat laju aliran ( ) pada R-123 adalah 46,189 kg/s
dimana density fluida (v) pada suhu 40 0C adalah 0,000702 m3/kg. Maka dapat
kita peroleh kapasitas aliran yang dibutuhkan pada sistem pembangkit adalah :
x v = 46,189 kg/s x 0,000702 m3/kg = 0,0324247 m3/s
Jadi untuk memenuhi kebutuhan pembangkit tenaga berdasarkan siklus
rankine organik dengan fluida kerja (R123) diperlukan kapasitas aliran sebesar
0,0324247 m3/s.
3.3 Kapasitas Pompa
Dari hasil data diatas, maka didapat jumlah kebutuhan fluida kerja (R-123)
diperhitungkan kebocoran-kebocoran pipa dan kapasitas pompa yang
direncanakan adalah ( 1,1 sampai 1,15 ) kapasitas total [ Sularso, Haruo Tahara
hal 15] sehingga kapasitas pompa adalah :
Qp = 1,15 x 0,0324247 m3/s
= 0,0372884 m3/s = 134,236 m3/h
Dari perhitungan di atas, kapasitas pompa yang direncanakan adalah 134,236
m3/h.
3.4 Head Pompa
Head pompa adalah besarnya energi yang diperlukan pompa untuk
memindahkan ataupun mengalirkan fluida dari keadaan awal menuju keadaan
akhir. Head total Pompa yang harus disediakan pompa untuk mengalirkan jumlah
fluida seperti yang direncanakan dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang akan
dilayani oleh pompa tersebut.
Adapun beberapa faktor yang harus dipertimbangan dalam perancangan
pompa pada instalasi pembangkit ini adalah :
a. Pertimbangan ekonomis
Pertimbangan ini menyangkut biaya, baik untuk biaya pembangunan
instalasi maupun biaya operasi pemeliharaannya. Komponen biaya yang
terpenting adalah biaya untuk energi atau daya. Agar biaya pemeliharaan
dapat ditekan, jumlah pompa harus tepat. Sedapat mungkin pompa-pompa
yang dipakai sama spesifikasinya antara satu dengan yang lain agar
penyediaan suku cadangnya mudah dilakukan.
b. Kapasitas aliran
Kapasitas suatu aliran pompa akan menentukan ukuran pompa dan daya
yang dibutuhkan oleh pompa tersebut. Semakin besar kapasitas yang
dialirkan oleh pompa maka semakin besar pula ukuran dan daya pompa
yang diperlukan.
Menggunakan hanya satu pompa untuk melayani laju aliran keseluruhan
akan berfungsi sama sekali jika pompa satu-satunya itu rusak. Jadi untuk
memperkecil resiko, perlu dipakai pompa cadangan.
Kapasitas dalam perencanaan ini adalah 0,0372884 m3/s. Sehingga
direncanakan jumlah pompa sebanyak dua buah dengan spesifikasi yang
sama. Dalam operasinya, pompa beroperasi secara bergantian.
3.4.1 Perbedaan Head Tekanan ( ∆Hp)
Head tekanan merupakan energi yang dibutuhkan untuk mengatasi perbedaan tekanan pada sisi isap dengan sisi tekan. Dalam sistem kerja ini tekanan fluida kerja memasuki pompa adalah 154,48 kPa dan tekanan keluarnya yaitu 554,69 kPa, maka beda head tekanan pada sistem ini adalah 400,21 kPa.
Maka dapat ditulis dalam meter :
∆P= ρ . g . Hp ...( lit.2 hal 241 )
Dimana :
∆P =beda head tekanan ( Pa ) = 400,21 kPa
ρ = kerapatan fluida R-123 ( Kg/m3 ) = 1424,6 Kg/m3
g = gaya gravitasi ( m/s2 ) = 9,80 m/s2
HP = tinggi kenaikan akibat beda tekanan ( m )
Hingga didapat :
400,21 kPa = 1424,6 Kg/m3 . 9,80 m/s2 . H
Hp = 28,6661 m
3.4.2 Perbedaan Head Kecepatan ( ∆Hv)
Dalam menentukan perbedaan head kecepatan aliran maka terlebih dahulu
dicari besarnya kecepatan aliran dalam pipa. Diameter pipa hisapnya biasanya
ditentukan sedemikian sehingga kecepatan aliran 2 sampai 3 m/s [ Soufyan M.
Noerbambang, hal 98 ]. Untuk memperoleh kecepatan aliran dan diameter pipa
isap yang sesuai, perhitungan awal sementara diambil batas kecepatan rata - rata
Dari persamaan kontinuitas diperoleh :
Sehingga diameter pipa isap adalah :
dis = ...(lit 5 hal 64)
Berdasarkan ukuran pipa standart ANSI B.36.10 Schedule 40, maka pipa
nominal 5 inch dengan dimensi pipa :
- Diameter dalam ( dis ) = 5,047 in = 12,81 cm = 0,1281 m
- Diameter luar (dos) = 5,563 in = 14,13 = 0,1413 m
Dengan ukuran standar pipa tersebut di atas maka kecepatan aliran yang
sebenarnya sesuai dengan persamaan kontinuitas adalah :
Vs =
=
……….(lit 6 hal 67)Untuk mempermudah perhitungan dalam perencanaan ini, maka nilai
kecepatan pada sisi masuk ( Vs ) sama dengan kecepatan pada sisi keluar ( Vd )
sehingga nilai perbedaan head kecepatannya sama dengan nol, ∆Hv = 0.
3.4.3 Kerugian head (HL)
Kerugian head sepanjang pipa terbagi atas 2 yaitu kerugian akibat gesekan
sepanjang pipa/kerugian mayor (hf) dan kerugian akibat adanya
kelengkapanpada instalasi pipa / kerugian minor (hm). Kerugian akibat gesekan
tergantung pada kekasaran dalam pipa dan sepanjang pipa. Kerugian akibat
kelengkapan adalah kerugian akibat adanya perubahan arah aliran dan kecepatan
aliran.
3.4.3.1 Kerugian Head sepanjang Pipa Hisap a. Kerugian Head akibat gesekan pada pipa hisap
Besarnya kerugian head akibat gesekan pada pipa hisap menurut
Darcy-Weisbach dapat diperoleh dengan persamaan [ Sularso, Haruo
Tahara, hal 28 ]:
hf = f x ...(lit 12 hal 28)
Dimana :
hf = kerugian karena gesekan (m)
f = factor gesekan (diperoleh dari diagram moody)
Ls = panjang pipa isap (m)
di = diameter dalam pipa = 0,1281 m
Vs = kecepatan aliran fluida = 2,89 m/s
Bahan pipa isap yang direncanakan adalah Galvanized Iron dimana bahan
pipa yang digunakan tersebut mempunyai kekasaran sebesar 0,00015 m [
organic dengan sistem tertutup terlihat pada tabel 3.7 berikut, namun
menurut Michael Frankel, faktor pengotoran pipa biasanya terjadi pada
pipa sistem alat penukar kalor. Faktor pengotoran pada pipa
mengakibatkan penurunan kalor yang ditransfer antara shell dan tube.
Karena instalasi merupakan instalasi untuk kebutuhan fluida organik
sehingga tidak terjadi perbedaan suhu yang signifikan, maka faktor
pengotoran dapat diabaikan.
Tabel 3.2 Tipe Faktor pengotoran ( Fouling Factor ) pada pipa
Tabel 3.3 Kekasaran relatif ( e ) dalam berbagai bahan pipa
Pipeline Material
Absolute roughness, e
ft Mm
Glass and various plastics ( e.g.,PVC and PE pipes
Drawn turbings (e.g., copper or aluminum pipes or turbings
Commercial steel or wrought iron Cast iron with asphalt lining Galvanized iron
(hydraulically smooth ) 5 x 10-6
Maka kekasaran relative (e/di) adalah :
e/di =
Faktor gesekan (f) dapat diperoleh dari diagram moody dengan
terlebih dahulu mengetahui bilangan Reynold ( Re ) [ Pump Handbook, hal
131 ] :
Sehingga bilangan Reynold (Re) adalah :
Re = 6
dengan cara interpolasi, diperoleh faktor gesekan (f) = 0,022. Besarnya
hfs = 0,022
x
b. Kerugian head akibat peralatan instalasi pada pipa isap ( hms)
Besarnya kerugian akibat adanya kelengkapan pipa dapat diperoleh
dengan persamaan [ pump handbook, hal 152]:
hms = Σn.k
...
(lit 4 hal 152)dimana : n = jumlah kelengkapan pipa
k = koefisien kerugian akibat kelengkapan pipa
Untuk mengetahui berapa besarnya kerugian head yang terjadi
akibat adanya kelengkapan pipa, maka perlu diketahui terlebih dahulu jenis
kelengkapan pipa yang digunakan sepanjang jalur pipa isap. Adapun jenis
dan jumlah kelengkapan tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 3.4 Koefisien kerugian kelengkapan pipa hisap
Jenis Jumlah K n.k
Mulut isap ( projecting) 1 1 1
Elbow long 90o (standard) 1 0,51 0,51
Gate valve 1 0,136 0,136
Total koefisien kerugian 1,646
Pump Handbook, Igor J. Karasik, William C.Krutzsc, Waren H. Frase, Joseph Messina
Sehingga besarnya kerugian head akibat kelengkapan pipa pada
hms = 1,646 x
Dengan demikian, diperoleh besar kerugian kerugian head
sepanjang jalur pipa isap pompa, yaitu sebesar :
hLs = hfs + hms
=0,1464 m + 0,701 m
= 0,8474 m
3.4.3.2 Kerugian head sepanjang pipa tekan (HLd)
a. Kerugian head akibat gesekan pipa tekan ( Hfd )
Pipa tekan dari pompa menuju roof tank direncanakan
menggunakan ukuran pipa standar ANSI B.36.10 Schedule 40 dengan
ukuran pipa nominal 5 inci dan bahan pipa adalah galvanized iron yang
sama dengan pipa isap.
Ukuran pipa tersebut adalah :
- Diameter dalam ( dis ) = 5,047 in = 12,81 cm = 0,1281 m
- Diameter luar (dos) = 5,563 in = 14,13 = 0,1413 m
Karena bahan dan diameter pipa tekan ini sama dengan pipa isap, maka
bilangan Reynold (Re) adalah 2567923,6 dan faktor gesekan (f) sebesar
0,016.
Analisa perhitungan panjang pipa menuju tangki penyimpanan dan katup
pengatur. Besarnya kerugian head akibat gesekan pada pipa tekan :
hfd = f x
...
(lit 4 hal 165)dimana : Ld = Panjang pipa tekan = 10 m
maka diperoleh :
hfd = 0,7310 m
b. Kerugian head akibat peralatan instalasi pada pipa tekan ( hmd)
Besarnya kerugian head akibat peralatan instalasi pipa adalah :
hmd = Σn.k
...
(lit 4 hal 166)Dimana untuk memperoleh harga koefisien peralatan, dari gambar
perencanaan instalasi sepanjang pipa tekan terdapat yang dipasang dan
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 3.5 Koefisien kerugian gesek pada pipa tekan
Jenis peralatan
Total koefisien kerugian 2,122
Pump Handbook, Igor J. Karasik, William C.Krutzsc, Waren H. Frase, Joseph Messina
Maka harga kerugian head akibat peralatan instalasi pipa adalah :
hmd = 2,122 x
Dengan demikian kerugian head pada pipa tekan ini adalah :
hLd = hfd + hmd
= 0,7310 m + 0,903 m
= 1,634 m
Maka kerugian head total ( HL)
= 0,731 m + 1,634 m
= 2,365 m
Dari perhitungan sebelumnya maka dapat ditentukan head total
yang dibutuhkan untuk melayani instalasi pemipaan :
Hpompa = Δ Hp + Δ Hv + HL
= (28,6661 + 0 + 2,365) m
= 31,0311 m
Namun untuk pemakaiannya dalam jangka waktu yang laa perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
- Kondisi permukaan pipa dalam jangka waktu yang panjang akan
semakin kasar, sehingga nantinya akan memperbesar kerugian yang
terjadi.
- Penurunan kinerja pompa yang dipakai dalam rentang waktu yang
sangat lama.
- Kondisi - kondisi lain yang dapat mempengaruhi operasional
pompa.
Maka dalam perencanaannya head pompa perlu ditambah (10 ÷
25)% [ pump handbook, hal 248]. Dalam perancangan ini dipilih 10% maka
besarnya head pompa yang akan dirancang :
H pompa = 31,0311 m . (1+0,10)
= 34,1342 m = 35 m
3.5 Pemilihan jenis pompa
Pemlihan jenis pompa dilakukan berdasarkan kapasitas dan head pompa
yang akan direncanakan sebelumnya. Dengan harga kapasitas, Q = 134,236 m3/h
dan head, Hp = 35 m maka dari gambar 3.2 dapat dilihat jenis pompa yang cocok
Gambar 3.9 Daerah kerja beberapa jenis konstruksi pompa
Sumber: Turbin, Pompa dan Compresor. Fritz dietzel
3.6 Perhitungan motor penggerak
Ada beberapa jenis alat penggerak motor yang digunakan untuk
menggerakkan pompa, antara lain turbin uap, motor bakar dan motor listrik.
Dalam perencanaan ini dipilih motor listrik sebagai penggerak mula pompa
dengan pertimbangan :
1. Energi listrik untuk menggerakkan motor listrik dapat dengan mudah
diperoleh dari pembangkit yang ada.
2. Keuntungan memakai motor listrik dengan mudah dapat dikopel secara
langsung ke pompa, pengoperasiannya mudah, putaran yang dihasilkan
konstan, getaran yang ditimbulkan kecil, biaya perawatan murah serta tidak
menimbulkan polusi udara.
Besarnya putaran motor listrik dapat ditentukan dengan mengetahui frekuensi
dan jumlah kutub pada motor listrik. Pada umumnya frekuensi listrik di
Tabel 3.6 Harga putaran dan kutubnya
Jumlah kutub Putaran ( rpm )
2 3000
4 1500
6 1000
8 750
10 600
12 500
Pompa dan kompresor, Sularso, Haruo Tahara
Pada pemilihan kali ini dipilih motor listrik dengan 2 buah kutub dan
putaran 3000 rpm. Akibat adanya terjadi slip pada motor maka akan terjadi
penurunan, besarnya ( 0 ÷ 1)%, sehingga putaran menjadi 2950 rpm.
Motor listrik dikopel langsung dengan pompa sehingga putaran pompa
sama dengan putaran motor.
3.7 Putaran spesifik dan tipe impeler
Impeler adalah roda atau rotor yang dilengkapi dengan sudu-sudu, dimana
sudu - sudu ini berguna untuk memindahkan energi mekanis poros menjadi energi
fluida, tipe impeler suatu pompa ditentukan berdasarkan putaran spesifik pompa
tersebut. Putaran spesifik untuk pompa yang memiliki impeler satu tingkat dapat
dihitung menggunakan persamaan [Khetagurov, hal 205]:
ns =
Dimana : ns = putaran spesifik [rpm]
nP = putaran pompa [rpm] = 2950 rpm
Q = kapasitas pompa [gpm] = 134,236 m3/h = 590,915 gpm
Sehingga :
Dari tabel 3.11 diketahui bahwa untuk putaran spesifik, ns = 2043,5886 rpm
maka jenis impeler yang sesuai adalah jenis radial flow.
Tabel 3.7 Klasifikasi impeler menurut putaran spesifik
Jenis impeller ns
Radial flow 500 - 3000
Francis 1500 - 4500
Aliran campur 4500 - 8000
Aliran aksial 8000 ke atas
pump selection book, C.P Beaton, G.T Meiklejohn
3.8 Efisiensi Pompa
Efisiensi merupakan parameter yang sangat penting dalam merencanakan
pompa. Dengan kondisi sistem yang ada pompa harus dirancang sedemikian
hingga menghasilkan efisiensi yang optimal. Efisiensi pompa merupakan
perbandingan daya yang diberikan pompa kepada fluida dengan daya yang
diberikan motor listrik kepada pompa. Efisiensi total pompa dipengaruhi oleh
efisiensi hidrolis, efisiensi mekanis dan efisiensi volumetric.
1. Efisiensi Hidrolis
Efisiensi hidrolis merupakan perbandingan antara head pompa
sebenarnya dengan head pompa teoritis dengan jumlah sudu tak berhingga.
Besarnya efisiensi hidrolis dapat ditentukan dengan cara interpolasi dari
data dibawah ini:
Tabel 3.8 Hubungan antara kecepatan spesifik dengan efisiensi hidrolis
q
n ( 1menit) 10 15 20 30 50 100
h
η 0.86 0.91 0.94 0.96 0.97 0.98
Besarnya kecepatan spesifik dapat dicari dengan menggunakan persamaan
[Turbin, Pompa dan Compresor. Fritz diesel hal: 258 ]:
1
Maka akan didapat nilai efisiensi hidrolis sebesar:
q
2.Efisiensi Volumetris.
Kerugian volumetris disebabkan adanya kebocoran aliran setelah
melalui impeler, yaitu adanya aliran balik menuju sisi isap. Efisiensi
volumetris dapat ditentukan berdasarkan interpolasi antara kecepatan
Table 3.9 hubungan antara kecepatan spesifik impeller dengan efisiensi
( sumber: Marine Auxiliary Machinery and System,. M. Khetagurov. Hal: 253 )
Kecepatan spesifik impeller dapat dicari dengan menggunkan
persamaan (Marine AuxiliaryMachinery and System,. M. Khetagurov. Hal:
205 ):
n = kecepatan spesifik impeler
Maka:
Maka akan didapat nilai efisiensi hidrolis sebesar:
s
3. Efisiensi Mekanis.
Besarnya efisiensi mekanis sangat dipengaruhi oleh kerugian
mekanis yang terjadi yang disebabkan oleh gesekan pada bantalan, gesekan
M. Khetagurov berkisar antara 0.9 – 0.97. Dalam perancangan ini diambil
harga efisiensi mekanis 0,95.
Dari perhitungan diatas didapat nilai efisiensi total pompa:
total
η = ηh ηv ηm
= 0,9649 x 0,9878 x 0,95
= 0.9054
= 90,54%
3.9 Daya pompa dan Daya motor penggerak
Besarnya daya pompa untuk mengalirkan air daya yang dibutuhkan untuk
menggerakkan impeler dicari dengan persamaan[Fritz Dietzel, Dakso Sriyono, hal
243]:
Dalam perencanaan ini, motor listrik dikopel secara langsung dengan poros
pompa. Daya Motor listrik sebagai motor penggerak poros pompa dapat dihitung
Nm = ...( lit 12 hal 58 )
ηt = efisiensi transmisi = 1,0 (dikopel langsung)
sehingga :
Berdasarkan perhitungan diatas maka dipilih motor listrik dengan
daya 22,1595 kW.
3.10 Spesifikasi Hasil Perencanaan
Dari perhitungan di atas maka ditetapkan spesifikasi perencanaan sebagai
- Penggerak Pompa = Elektrometer
BAB IV
UKURAN - UKURAN UTAMA POMPA
4.1 Perencanaan Poros Pompa
Poros pompa merupakan salah satu komponren yang berfungsi utuk
meneruskan daya dan putaran dari motor penggerak ke impeler seta untuk
mendukung kedudukan impeler.
Pada perencanaan poros, perlu diperhatikan hal-hal seperti berikut :
1. Kekuatan poros untuk menahan beban puntir, beban lentur ( akibat lenturan)
ataupun gabungan dari keduanya.
2. Kekakuan poros untuk mengatasi getaran akibat lenturan serta defleksi
putaran yang kasar.
3. Putaran kritis, dimana bila poros berada pada putaran kritis maka poros akan
mengalami getaran yang besar.
Oleh sebab itu maka perhitungan poros tergantung pada momen puntir,
faktor-faktor kondisi kerja, tegangan geser dan jenis material poros.
Besarnya momen puntir pada poros ( Mt ) adalah [ Sularso, Kiyokatsu Suga,
hal 7 ] :
Mt = 9,74 x 105 x ……….( lit 12 hal 17)
Dimana :
Ps = daya yang ditransmisikan poros
= Np (daya yng direncanakan) x fc (factor koreksi)
np = putaran poros = 2950 rpm
Faktor koreksi ( fc ) diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya daya yang besar pada saat start atau pembebanan maksimum yang terus
- menerus.
Tabel 4.1. Faktor koreksi daya
Daya yang ditransmisikan Faktor koreksi ( fc )
Daya rata – rata 1,2 - 2,0
Daya maksimum 0,8 - 1,2
Daya normal 1,0 - 1,5
Sumber: Dasar perencanaan Elemen Mesin, Sularso dan Kiyokatsu Suga
Dari tabel di atas maka akan dipilih nilai fc = 1,2 dengan alasan, nilai fc
memenuhi ketiganya.
Daya pompa ( Np ) dari perhitungan sebelumnya adalah 20,145 kW, maka:
Ps = Np x fc ...( lit 12 hal 7 )
= 20,145 kW x 1,2
= 24,174 kW
Sehingga besar momen puntir pada poros adalah :
Mt = 9,74 x 105 x 2950
174 , 24
( N.mm )
= 7981,517 kg.mm
Diameter poros yang mengalami momen puntir, dapat dihitung dengan
persamaan:
ds = ...( lit hal 8 )
dimana :
Kt = Faktor koreksi terhadap pembebanan yang terjadi dimana Kt
diambil 1,0 jika beban dikenakan secara halus, Kt (1,0 - 1,5) jika
beban terjadi sedikit kejutan atau tumbukan dan Kt (1,5 - 3,0)
jika beban dikenakan kejutan atau tumbukan yang besar. Maka
karena poros mengalami momen torsi yang besar diambil Kt 1,5
Cb = faktor koreksi untuk beban lentur (1,2 - 2,3) jika diperkirakan
pemakaian dengan beban lentur dan 1,0 jika diperkirakan tidak
akan terjadi pembebanan lentur. Karena poros mengalami beban
lentur Cb 1,2 - 2,3 ( untuk perhitungan diambil 1,5 )
τg = tegangan geser yang diijinkan.
Dalam perencanaan ini bahan poros yang digunakan adalah baja karbon
dengan standardisasi JIS G S 55 C-D dengan kekuatan tarik ( ) sebesar 72
kg/mm2.
Tegangan geser ijin ( ) untuk pemakaian poros ditentukan dengan
persamaan [ Sularso, Kiyokatsu Suga, hal 8 ] :
= ...(lit hal 8 )
Dimana :
σb = Kekuatan tarik bahan = 72 kg/mm2
Sf1 = faktor keamanan bagi kelelahan puntir = 6 (bahan baja S - C)
Sf2 = Faktor keamanan terhadap alur pasak dan perubahan diametr
poros ( 1,3 - 3,0 ), direncanakan 2.
Sehingga tegangan geser ( τg ) bahan poros adalah :
=
= 6 kg/mm2
Dari hubungan di atas maka diperoleh ukuran diameter poros (ds) :
ds = 2 1,5 7981,517]1/3 6
1 , 5
[ x x x
= 27,30 mm = 28 mm
Pada diameter poros dengan diameter 9 mm ini, tegangan geser yang akan timbul
= 3 28
517 , 7981 1 , 5 x
= 1,8543 kg/mm2
Telihat bahwa tegangan geser yang timbul pada poros (τg) lebih kecil daripada
tegangan geser ijin ( ) sehingga poros aman.
4.2 Perencanaan Pasak
Fungsi utama pasak adalah untuk memindahkan daya dan putaran dari
poros ke impeler. Ukuran pasak yang digunakan dipilih berdasarkan diameter
poros yang dipakai dari standarisasi ukuran pasak [ Sularso, Kiyokatsu Suga, hal
10]. Dari standarisasi ukuran pasak dan hubungannya denga poros yang
berdiameter 28 mm diperoleh ukuran pasak sebagai berikut :
- Lebar (b) = 8 mm
- Tinggi (h) = 7 mm
- Panjang (l) = ( 0,75 ÷ 1,5 )dp (diambil 1,5)
= 1,5 x 27
= 40,5 mm
- Kedalaman alur pasak (t1) = 4 mm
Bahan pasak yang digunakan sedikit lunak dari bahan poros. Pada
perencanaan ini dipilih bahan pasak JIS G 5502 FCD 60 ( besi cor grafit ),
kekuatan tarik 60 kg/mm2[ Sularso, Kiyokatsu Suga, hal 25].
l
b
t
h
1
Keterangan:
l = Panjang pasak = 40,5 mm
h = Tinggi pasak = 7 mm
b = Lebar pasak = 8 mm
t1 = Kedalaman alur pasak = 4 mm
Dalam operasinya pasak akan mendapat pembebanan (gaya-gaya) yang
akan menimbulkan tegangan geser dan tegangan tumbuk sehingga kekuatan pasak
akan diperiksa terhadap kedua tegangan tersebut.
4.2.1 Pemeriksaan terhadap tegangan geser
Momen torsi yang bekerja pada poros akan menimbulkan gaya tangensial
(Ft) pada permukaan sekeliling poros yaitu [Sularso, Kiyokatsu Suga, hal 25]:
Ft = Mt / rp...( lit 12 hal 25 )
Dimana :
Mt = momen torsi yang terjadi pada poros =7981,517 kg.mm
rp = jari - jari poros
= Dp / 2 = 14 mm
Maka :
Ft = 7981,517/ 14 = 570,108 kgf
Gaya tangensial ini akan meyebabkan terjadi tegangan geser pada pasak
yang besarnya [ Sularso, Kiyokatsu Suga, hal 25]:
τg = Ft / Ag...( lit 12 hal 25 )
dimana :
Ag = luas bidang geser = b.l = 8 x 40,5 = 324 mm2
Maka :
sedangkan tegangan geser yang diijinkan untuk bahan pasak adalah :
= ...( lit 12 hal 25 )
Dimana :
σb = kekuatan tarik bahan = 60 kg/mm2
Skf1 = faktor keamanan bagi batas kelelahan puntir pada pasak = 6 [
Sularso, Kiyokatsu Suga, hal 25].
Skf2 = factor keamanan terhadap alur pasak dan perubahan diameter
poros ( 1,3 - 3,0 ) direncanakan 2.
Sehingga tegangan geser ijin ( ) dari pasak adalah :
=
=
5 kg/mm2Dikarenakan τg < , maka pasak aman terhadap tegangan geser.
4.2.2 Pemeriksaan terhadap tegangan tumbuk
Gaya tangensial (Ft) yang terjadi di sekeliling poros juga menyebabkan
terjadinya tegangan tumbuk pada pasak. Tegangan tumbuk yang terjadi adalah:
τp = Ft / Ab ...( lit 13 hal 27)
dimana:
Ab = Luas bidang tumbuk = l x t1 = 40,5 x 4 = 162 mm2
τp = 570,108 / 162 = 3,519 kg/mm2
Menurut Sularso, besar tegangan tumbuk yang diijinkan ( ) untuk bahan pasak
dengan poros berdiameter kecil adalah 8 kg/mm2 [ Sularso, Kiyokatsu Suga, hal
27]. Dikarenakan τp < , maka pasak aman terhadap tegangan tumbuk yang